KODEFIKASI
RPI 22
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
LEMBAR PENGESAHAN
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF (RPI) TAHUN 2010 ‐ 2014
PENGOLAHAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU Jakarta, Februari 2010 Disetujui Oleh:
Kepala Pusat, Koordinator,
Dr. Ir. Maman Mansyur Idris, MS. Dr. Ir. Bambang W, M.For.Sc. NIP. 19500703 197903 1 001 NIP. 19590326 198703 1 004 Mengesahkan : Kepala Badan,
Dr.Ir.Tachrir Fathoni M.Sc NIP. 19560929 198202 1 001
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
589 ii
Daftar Isi Lembar Pengesahan.................................................................................589 Daftar Isi.....................................................................................................591 Daftar Tabel.............................................................................................. 593 I. ABSTRAK.......................................................................................... 595 II.
LATAR BELAKANG........................................................................... 595
III.
RUMUSAN MASALAH...................................................................... 610
IV. HIPOTESIS......................................................................................... 611 V.
TUJUAN DAN SASARAN................................................................... 611
VI. LUARAN............................................................................................ 611 VII. RUANG LINGKUP..............................................................................612 VIII. METODOLOGI...................................................................................612 IX.
RENCANA TATA WAKTU.................................................................. 614
X. ORGANISASI ................................................................................... 619 XI.
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................620
XII. KERANGKA KERJA LOGIS................................................................ 623
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
591
Daftar Tabel Table 1. Sifat fisiko-kimia kemenyan dari dalam dan luar kulit..............608 Table 2. Sifat-sifat getah jelutung...........................................................609 Table 3. Organisasi Pelaksana Penelitian............................................... 619
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
593
I. ABSTRAK Paradigma baru sektor kehutanan memandang sumber daya hutan mempunyai potensi multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Manfaat yang berasal dari hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memberikan sumbangan terbesar yakni 80 %. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara. RPI ini disusun untuk mencari perbaikan teknik pengolahan, pasca panen dan diversifikasi produk HHBK yang efektif dan efisien yang mampu meningkatkan produktifitas, rendemen dan mutu serta nilai tambah. Kata kunci: teknik pengolahan, pasca panen, diversifikasi, produk, komoditas HHBK
II. LATAR BELAKANG A. Umum Paradigma baru sektor kehutanan memandang sumber daya hutan mempunyai potensi multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi kesejahteraan umat manusia. Sumber daya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu yang hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan (pemanfaatan aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan), yang memberikan sumbangan terbesar yakni 80 %, namun hingga saat ini potensi HHBK tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal (Anonim, 2009). Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara.
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
595
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan jenis-jenis HHBK yang terdiri dari 9 kelompok HHBK yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan (Anonim, 2007a). Pada saat ini terdapat 5 jenis HHBK yang mendapat prioritas pengembangannya yaitu Rotan, Bambu, Madu Lebah, Sutera dan Gaharu. Selain 5 komoditas HHBK unggulan nasional, daerah dapat mengembangkan komoditas HHBK yang diunggulkan berdasarkan potensi HHBK dan kemampuan daerah. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) menurut Permenhut tersebut adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu. Produk HHBK ini mencakup (1) hasil nabati beserta turunannya seperti kayu, rotan, bambu, rerumputan, tanaman obat, jamur, getah-getahan, bagian atau yang dihasilkan tetumbuhan; dan (2) hasil hewani beserta turunannya seperti satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, satwa elok, serta bagian atau yang dihasilkan hewan hutan. Sedangkan benda non hayati yang secara ekologi merupakan suatu kesatuan ekosistem dengan organ hayati penyusun hutan seperti air, udara bersih dan sehat serta jasa tidak termasuk dalam definisi Permenhut ini. Selama ini HHBK hampir tidak tersentuh dalam kegiatan kehutanan yang masih mengandalkan hasil hutan kayu baik dari hutan alam maupun dari hutan tanaman. Padahal potensi pemanfaatan yang bernilai ekonomis sangat besar yang perlu digali dan pengelolaan perlu dioptimalkan (Suharisno, 2009). Pemanfaatan HHBK pada umumnya masih bersifat tradisional dan masih menghadapi banyak kendala pengembangannya baik pada aspek budidaya, skala ekonomi, penanganan pasca panen, pengolahannya sederhana, rendahnya daya saing, kualitas produk serta pemasaran lokal. Pemungutan HHBK lebih banyak dilakukan secara manual (non-mekanis) yang tidak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Pemanfaatan HHBK umumnya dilakukan oleh masyarakat dan mempunyai peranan ekonomis langsung kepada masyarakat. Suhendang (1999), telah memperinci manfaat hutan yang sangat banyak, sebagai berikut : 1. Nilai hasil hutan berupa kayu dan HHBK (seperti rotan, bambu, resin (anis), biji-bijian, madu, minyak lemak, minyak atsiri, tanin dan tumbuhan bahan obat). Manfaat dari hasil hutan ini bemilai sekitar Rp 1,2 juta/ha/ tahun atau 0,04 % dari total nilai hutan (TNH). 2. Nilai fungsi hutan sebagai pencegah erosi, penghasil 02, penyerapan C02, pengendali banjir dan prasarana angkutan air: Rp 21,4 juta/ha/tahun (0,07 % dari TNH). 3. Nilai habitat satwa hidup (flora dan fauna) yang dilindungi dan endemik serta manfaat sosial budaya dan nilai religius, memberi manfaat keindahan alam, udara segar dan suasana nyaman sebagai objek wisata
596
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
yang kesemuanya bernilai sekitar Rp 28,83 milyar/ha/tahun (98,89 % dari TNH.). 4. Nilai lain yang sampai saat ini belum dapat dikalkulasikan. Nilai HHBK sebenarnya dapat diperoleh dari posisi nilai 1) dan 3), karena HHBK juga dapat dihasilkan dari satwa dan flora hidup. Peranan HHBK dalam menunjang kegiatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan serta pelestarian hutan sudah menjadi kenyataan. Pengelolaan hutan perlu diarahkan sebagai penghasil HHBK yang dapat membuka kegiatan dan penghasilan bagi masyarakat lokal dengan memperhatikan faktor ekologisnya (Anonim, 1999). Untuk mencapai partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan yang lestari antara lain adalah program peningkatan peranan HHBK yang mampu meningkatkan kegiatan dan kesejahteraan masyarakat lokal sekitar hutan (Silva dan Atar, 1995; Arnold dan Perez, 1998). Oleh karena itu, ke depan pembangunan kehutanan diharapkan tidak lagi hanya berorientasi pada hasil hutan kayu, tetapi menggali potensi HHBK.
B. Kebijakan HHBK Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 pemungutan HHBK pada hutan lindung tercantum pada pasal 26, pemungutan HHBK pada hutan produksi pada pasal 28. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 dan perubahannya HHBK dapat berasal dari kawasan hutan dan luar kawasan hutan/lahan milik atau hutan rakyat (Anonim, 2007b). HHBK yang berasal dari kawasan hutan dibedakan menjadi: (a) HHBK yang berasal dari hutan lindung dan dikenal dengan nama pemungutan terdapat pada pasal 28, (b) HHBK yang berasal dari hutan produksi baik hutan alam maupun hutan tanaman dikenal dengan istilah pemanfaatan, terdapat dalam pasal 43. Pemungutan HHBK yang berasal dari hutan lindung antara lain berupa: rotan, madu, getah, buah, jamur, sarang burung walet dan penangkaran satwa liar. Sedangkan hasil HHBK dari hutan produksi antara lain (1) Rotan, sagu, nipah, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan, dan pemasaran hasil; (2) Getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil. Tiga dari lima sasaran pokok dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kehutanan 2010-2025 yang menaungi pengembangan pemanfaatan HHBK meliputi (1) peningkatan produktivitas dan nilai sumberdaya hutan yang berkelanjutan,(2) produk barang dan jasa yang ramah lingkungan, kompetitif dan bernilai tambah tinggi, dan (3) Kesejahteraan dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
597
merupakan acuan dalam pengembangan HHBK. Lebih lanjut Roadmap Litbang Kehutanan 2010-2025(Anonim, 2009c) mengemukakan bahwa tantangan yang dihadapi dalam penelitian HHBK adalah masih terbatasnya pemanfaatan sebagai sumber ekonomi masyarakat dan penerimaan Negara, nilai tambah dan daya saing, evaluasi dan kelayakan usaha, ketersediaan serta akses teknologi pengolahan yang memadai. Di samping itu, HHBK unggulan daerah belum tersedia dan tercatat dengan baik. Secara global, HHBK diketegorikan menjadi HHBK FEM (Food, Energy dan Medicine) dan HHBK lainnya. HHBK FEM adalah HHBK yang secara umum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber pangan (sagu dan sukun), energi ( kayu bakar, arang dan biofuel yang bersumber dari lignoselulosa) dan obat-obatan termasuk kosmetika (biofarmaka). Sedangkan HHBK lainnya umumnya selain dari kategori tersebut (gaharu, cendana dan minyak atsiri).
C. Riset yang telah dihasilkan periode yang lalu Pada periode yang lalu telah dilaksanakan penelitian HHBK, namun masih terbatas pada penelitian HHBK lainnya, energi dan tumbuhan obat, sedangkan penelitian pangan hampir dikatakan belum disentuh sama sekali.
D. Food 1. Aren Hasil penelitian pengolahan dan sistem pemasaran gula aren (Arenga pinnata Merr.) yang dilaksanakan di Desa Kuta Raja, Tiga Binanga, Tanah Karo, Sumatera Utara, menunjukkan bahwa pengolahan gula aren dilakukan secara tradisional dengan teknik dan peralatan sederhana. Pohon aren yang disadap merupakan tanaman yang tumbuh secara alami di lahan masyarakat atau di kawasan’ hutan dan belum dibudidayakan. Rantai pemasaran melibatkan petani produsen, pedagang pengumpul dan pengecer. Perlu adanya pembudidayaan aren dengan menggunakan bibit yang berkualitas, pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD) untuk memperbaiki sistem pemasaran dan membangun kerjasama antara produsen dan perusahaan industri makanan. 2. Tengkawang Komoditi ini merupakan maskot propinsi Kalimantan Barat tetapi manajemen pohon tengkawang di hutan alam masih belum maksimal sehingga potensinya menurun dengan tajam. Tulisan ini mengungkap
598
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
manfaat pohon tengkawang sebagai penghasil biji tengkawang ditinjau dari kualitas, produktivitas dan nilai ekonomisnya. Mutu biji. tengkawang ditentukan kandungan lemak dan kandungan asam lemak bebas (FFA). Semakin tinggi kandungan lemak dan semakin rendah kandungan FFA, semakin tinggi pula mutunya. Pada periode tahun 1985-1989, ekspor tengkawang Indonesia telah menghasilkan devisa sebesar $ 7.439.167,75 yang berasal dari biji tengkawang sebanyak 10.677,01 ton. Nilai setiap ton biji tengkawang yang diekspor bervariasi yaitu dari US$ 400 - 1400. Selain bijinya, kayu tengkawang pada umumnya merupakan jenis meranti yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Apabila dinilai, maka dalani 1 ha pohon tengkawang akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 82,5 juta (biji tengkawang) dan Rp 24-48 juta (kayu meranti) yaitu apabila pohon tersebut sudah tidak mampu memproduksi buah tengkawang lagi. Manajemen pohon tengkawang di hutan alam akan maksimal yaitu, apabila masyarakat menanam pohon tengkawang, manfaat yang diperoleh adalah secara ekonomis meningkatkan pendapatan masyarakat dan dari aspek lingkungan turut menjaga kelestarian hutan.
E. Energi 1. Jarak pagar (Jatropha curcas L.) Minyak dari bijinya dapat digunakan sebagai bahan energy, seperti untuk biodisel. Biodisel adalah bahan bakar minyak (BBM) dari minyak nabati untuk otomotif (mobil) dan disel generator. Pembuatan biodisel dilakukan dengan proses 2 tahap, tahap pertama adalah proses esterifikasi yaitu untuk mengubah asam lemak bebas menjadi metil ester. Tahap kedua adalah proses transesterifikasi yaitu untuk mengubah trigliserida menjadi metil ester. Proses 2 tahap ini dapat menurunkan kadar asam lemak bebas dari minyak jarak pagar dengan proses esterifikasi yang mana asam lemak bebas tersebut dapat menghambat konversi trigliserida menjadi metil ester pada proses transesterifikasi. Proses esterifikasi menggunakan metanol sebanyak 20% (v/v) secara konstan untuk setiap perlakuan, sebagai katalis digunakan H2SO4 2%. Proses transesterifikasi menggunakan metanol dalam jumlah yang bervariasi yaitu : 10, 20, 30, 40, 50, 60% (v/v) dan katalis yang digunakan adalah KOH 0,3%. Kedua tahap reaksi tersebut dilakukan pada suhu 60oC dan lama reaksi 90 menit. Sifat fisika kimia minyak jarak pagar yang diuji adalah bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, kerapatan dan kekentalan. Proses 2 tahap yang dinamakan proses ”estrans”, dibandingkan dengan proses satu tahap, mampu mengkonversi trigliserida menjadi metil ester dalam jumlah yang lebih banyak. Hal tersebut
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
599
ditunjukkan oleh rendahnya bilangan asam dan kekentalan, yaitu pada konsumsi metanol optimum sebesar 40% (v/v). Angka konsumsi metanol sebesar 40% (v/v) tergolong tinggi. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut yang lebih fokus pada upaya untuk menurunkan konsumsi metanol pada pembuatan biodisel dengan menggunakan proses ”estrans”. Pembuatan biodisel dilakukan dengan 2 tahap yaitu tahap pertama proses esterifikasi dan pada tahap kedua proses transesterifikasi. Perlakuan dengan katalis HCl (1 persen dan 2 persen), persentase metanol terhadap minyak 0; 5 ; 10; 15 dan 20 persen (v/v) dan lama reaksi (1 jam dan 2 jam), suhu diatur konstan pada 60°C. Dalam proses transesterifikasi perlakuannya adalah: persentase metanol terhadap minyak 0 ; 5 ; 7,5 ; 10; 15 dan 20 persen (v/v), lama reaksi 0,5 jam dan 1 jam. Pada tahap ini katalis yang digunakan adalah NaOH dan suhu konstan pada 60°C. Parameter yang diamati adalah bilangan asam, kekentalan dan kerapatan biodisel. Konversi maksimum asam lemak menjadi metil ester ditunjukkan dengan rendahnya bilangan asam, kekentalan dan kerapatan. Ada pun proses esterifikasi menggunakan metanol 10 persen dan menurunkan bilangan asam secara nyata sampai persyaratan standar ASTM PS-121 (< 0,8 mg KOH minyak). Pada proses transesterifikasi menggunakan metanol 10 persen kekentalannya menurun sampai memenuhi persyaratan standar ASTM PS-121 (< 6,0 cSt). Meskipun kerapatan tidak menurun secara signifikan, tetapi nilainya memenuhi standar Eropa yaitu 0,87 - 0,90 g/ml. Hasil analisa lengkap si fisiko-kimia biodisel dari sampel yang diolah pada kondisi optimum menunjukkan seluruh sifat yang memenuhi persyaratan ASTM PS-121. 2. Arang Rendemen yang dihasilkan sebesar 13,75 persen, kadar air 3,03 persen, abu 23,57 persen, zat terbang 11,12 persen, karbon terikat 65,31 persen. Daya serap terhadap iodin sebesar 1003,9 mg/g, benzena 19,10 persen, formaldehida 40,55 persen dan metilina biru 282,19 mg/g. Mutu arang aktif yang dihasilkan ini, terutama apabila dilihat dari besarnya daya serap terhadap iodin dan metilina biru memenuhi persyaratan Standar Indonesia. Hasil pengkajian struktur arang aktif dengan menggunakan XRD menunjukkan tinggi (Lc) dan jumlah (N) lapisan aromatik meningkat dengan makin lamanya waktu aktivasi, sedangkan lebar (La) lapisan aromatik dan derajat kristalinitasnya (X) menurun dengan jarak antar lapisan (d) stabil. Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa permukaan arang aktif mengandung ikatan C-O dan C-H, dan hasil analisis SEM menunjukkan jumlah dan diameter pori meningkat dengan makin lamanya waktu aktivasi dan didominasi oleh makropori.
600
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
Pembuatan dan sifat arang aktif yang dihasilkan dari tempurung biji jarak pagar {Jatropha curcas L pada suhu 500°C selama 5 jam, kemudian arang tersebut direndam dalam larutan asam fosfat 1 persen, 2 persen dan 3 persen selama 24 jam dengan diaktivasi pada suhu 650, 750 dan 850°C dan disemprot uap panas selama 60 menit dengan suhu 125°C, laju alir uap panas 0,27 kg/jam dan tekanan 0,025 mb. Hasil optimum diperoleh pada kondisi aktivasi menggunakan suhu 850°C. Penggunaan bahan kimia H3PO4 tidak berpengaruh terhadap sifat fisiko-kimia arang aktif. Oleh karena itu, pembuatan arang aktif dari tempurung biji jarak pagar hanya memerlukan suhu tinggi dan aliran uap panas. Hasil optimum dari penelitian ini menunjukkan rendemen 80,8 persen; kadar air 1,7 persen; kadar zat terbang 3,2 persen; kadar abu 3,5 persen; kadar karbon terikat 91,6 persen; daya serap terhadap iodium 1.061,2 mg/g; daya serap terhadap benzena 24,8 persen; peningkatan kejernihan minyak jarak pagar 1,8 persen, sedang untuk minyak kelapa sawit 6,2 persen. Seluruh sifat fisiko-kimia memenuhi standar SNI untuk arang aktif serbuk (SNI 06-3730-95). Penelitian untuk mengetahui kondisi proses yang optimum pada pembuatan arang aktif dari kayu jarak pagar (Jatropha curcas L.) dan mengetahui konsentrasi optimum dari penggunaan arang aktif jarak untuk pemucatan minyak jarak pagar dengan faktor perubah dengan konsentrasi H3PO4 (5, 10 dan 15 persen) dan suhu aktifasi (650, 750 dan 850°C). Parameter yang diamati adalah rendemen, kadar air, abu, zat terbang, karbon terikat, daya serap iod dan benzena. Untuk pemucatan minyak jarak parameternya adalah : rendemen, kejernihan, bilangan asam dan bilangan peroksida. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa konsentrai H3PO4 meningkatkan daya serap iod dan benzena secara nyata, tetapi pengaruh suhu hanya nyata terhadap peningkatan daya serap iod. Sifat fisiko-kimia yang optimum dari arang aktif dihasilkan dengan menggunakan suhu aktifasi 750°C dan konsentrasi H3PO4 15 persen. Kondisi optimum ini memberikan rendemen arang aktif 52,5 persen, kadar air 4 persen, zat terbang 11,8 persen, abu 19,29 persen, karbon terikat 68,91 persen, daya serap iod 1039,2 mg/g dan benzena 13,5 persen. Kecuali daya serap benzena, semua sifat arang aktif lainnya memenuhi SNI06-3730-1995. Karbon aktif yang dibuat dengan kondisi optimum, berhasil dengan baik digunakan sebagai absorben untuk pemucatan minyak jarak pagar kasar, karena berhasil meningkatkan kejernihan minyak tersebut hingga 92 -105 persen dan mengurangi bilangan asam hingga 27 - 32 persen.
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
601
F. HHBK lainya 1. Nilam Pengamatan tanaman nilam di lapangan yang ditanam secara tumpang sari dengan tanaman pertanian dan perkebunan pada kebun campuran menunjukkan bahwa produktivitas nilam yang ditanam secara tumpang sari di Tasikmalaya sebesar 4 kg/rumpun/panen dengan hasil DNB (daun nilam basah) sekitar 75-100 ton/ha atau sama dengan 15-20 ton DNK (daun nilam kering) per hektar sekali panen lalu dijual ke pedagang dengan harga Rp 500/kg basah, dan Rp 2.500/kg kering, dengan nilai jual sekitar Rp 37,5-50 juta/ha. Usaha ini dikelola oleh Kelompok Tani Mitra Usaha Jaya. Proses penyulingan dengan cara uap panas. Kualitas dan rendemen minyak yang ditanam secara tumpang sari tidak kalah bagus dengan kualitas minyak yang ditanam secara monokultur. Kadar Patchouli berkisar antara 26-39,5%, bahkan yang disuling di laboratorium berkisar antara 41-49,7%, dengan rendemen berkisar antara 2,4-5%. Masyarakat sekitar kota Tasikmalaya semakin berminat untuk memperluas areal penanaman nilam terutam sejak adanya pabrik penyulingan di Pager Ageung, demikian juga pihak kehutanan dan PT Perhutani. Oleh sebab itu, pengusahaan nilam secara tumpang sari di lahan kawasan hutan perlu dijadikan bahan pertimbangan kebijakan bagi pengelola dan pengusahaan hutan tanaman. Budidaya tanaman nilam sangat cocok bila digunakan sebagai jenis tumpangsari karena siklus produksi berumur 3-4 tahun. Bila dikelola dengan baik, satu siklus tanaman nilam pada luasan satu hektar dapat menghasilkan sekitar 900 kg minyak nilam yang bernilai sekitar 225 juta rupiah. 2. Jernang Jernang merupakan komoditi HHBK andalan bagi masyarakat suku Anak Dalam (kubu) untuk memperoleh pendapatan. Jernang sebagai penghasil resin berasal dari buah rotan jenis Daemonorops sp. Penyebaran rotan jernang meliputi Sumatera (Jambi) dan di Kalimantan, dan komoditi ini telah diusahakan oleh masyarakat suku Kubu secara intesif di Jambi. Rendemen getah yang dihasilkan sekitar 20%, dengan harga jual pada para pengumpul seharga Rp 250.000 s/d Rp 300.000, yang kemudian oleh pengumpul dijual kepada pedagang besar seharga Rp 350.000 s/d Rp 450.000, yang selanjutnya diekspor ke Singapura. Hasil isolasi 2 jenis buah rotan jernang yaitu jernang pulut dan jernang burung adalah sebagai berikut : jernang pulut mengandung kadar air 46,6%; sedangkan jernang burung mengandung kadar air 37,7%. Rendemen yang tertinggi jernang pulut adalah 0,15% dengan perlakuan pengendapan 48 jam dan penyaringan
602
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
sebanyak 5 kali, dan terendah adalah 0,08% dengan perlakuan pengendapan selama 24 jam dengan penyaringan sebanyak 5 kali. Untuk jernang burung, rendemen yang tertinggi adalah 0,38% dengan perlakuan pengendapan selama 24 jam dengan penyaringan sebanyak 4 kali, dan terendah adalah 0,14% dengan perlakuan pengendapan selama 24 jam dengan penyaringan sebanyak 5 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH jernang burung dan pulut tidak berbeda dengan yang diperoleh oleh masyarakat yaitu 6. Berat jenis jernang pulut adalah 0,8280 dan jernang burung 0,8650. Bilangan penyabunan jernang pulut 268,85 sedangkan jernang burung lebih rendah dari masyarakat, yaitu 251,19. Kedua jenis jernang tidak mengandung tanin dan sama-sama memiliki warna coklat kemerahan seperti jernang di masyarakat. 3. Gondorukem Penelitian ini diarahkan untuk memperoleh teknologi modifikasi gondorukem melalui proses esterifikasi dan fortifikasi. Pengolahan gondorukem fumarat menggunakan katalis aseton dan benzene dengan peningkatan asam fumarat dari 2 -12 %, sedangkan pengolahan gondorukem ester dengan menggunakan bahan kimia gliserol dan ester dengan variasi persentasinya dari 2-14 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan gondorukem fumarat dengan katalis benzene mempunyai warna yang lebih baik dari warna gondorukem fumarat dengan katalis aseton, dan keduanya memenuhi persyaratan warna gondorukem fumarat dari standar Cina dan Amerika. Berdasarkan bilangan asam dan titik lunaknya, dengan katalis aseton, penambahan asam fumarat 8 % telah memenuhi kualitas pertama gondorukem fumarat dari kedua standar tersebut, dan secara statistik juga memberikan pengaruh nyata terhadap sifat tersebut. Hubungan penambahan asam fumarat dan bilangan asam dapat dinyatakan dalam persamaan linier, yaitu Y = 200.399 + 1.97555 X (R2 =0.97) untuk katalis aseton, sedangkan untuk katalis benzene, yaitu Y = 181.087 + 15.36067 X (R2 =0.98). Sedangkan hubungannya dengan titik lunak dapat dinyatakan dalam persamaan Y = 66.41666 + 14.77138 X (R2 =0.97). Dalam pengolahan gondorukem ester, bilangan asam gondorukem ester baik yang dihasilkan dengan bahan kimia pentaeritrithol maupun dengan bahan kimia gliserol cenderung menurun. Secara statistik, peningkatan penambahan bahan kimia gliserol dalam proses pengolahan gondorukem ester berpengaruh signifikan terhadap bilangan asam yang dihasilkan. Hubungan penambahan gliserol dan bilangan asam gondorukem ester yang dihasilkan dapat dinyatakan dalam persamaan linier, yaitu Y = 88.252 + 34.18267 X (R 2 =0.92). Peningkatan penambahan bahan kimia ini dalam proses pembuatan
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
603
gondorukem ester secara statistik hanya berpengaruh signifikan terhadap titik lunaknya. Hubungan antara peningkatan penambahan bahan kimia gliserol dan titik lunak gondorukem ester yang dihasilkan dapat dinyatakan dalam persamaan Y = 76.607 + 7.540 X – 0.908 X2 dengan koefisien determinasi (R2) 0.93. Dalam penelitian untuk mengolah darih rosin dari gondorukem yang diperoleh dari pabrik dan dari getah yang diproses menjadi gondorukem menunjukkan bahwa warna gondorukem fortifikasi hasil dari pengolahan dengan bahan kimia asam maleat 8% dan 12% berwarna merah kecoklatan dengan penampilan transparan. Faktor yang sangat mempengaruhi kekeruhan warna gondorukem adalah pemanasan yang terlalu lama. Penambahan asam maleat 8% dalam pembuatan gondorukem fortifikasi menghasilkan gondorukem fortifikasi dengan bilangan penyabunan yang berkisar 251,12 – 304,56, sedangkan penambahan asam maleat 12% menghasilkan bilangan penyabunan sebesar 253,57-290,95. Pada kandungan asam maleat 8%, peningkatan volume NaOH dalam pembuatan darih rosin fortifikasi cenderung meningkatkan rosin total dan rosin terikat, meningkatkan kadar abu serta menghasilkan sifat rosin bebas yang bervariasi. Sedangkan pada tingkat kandungan asam maleat 12%, sifat tersebut bervariasi. Apabila dibandingkan dengan standar mutu darih rosin di mana SNI 14-118-1989, nilai rosin bebas darih rosin fortifikasi baik pada tingkat kandungan asam maleat 8 maupun 12% (sebesar 7,8 – 9,7%) belum memenuhi standar tersebut (maksimum 6%). Namun demikian, persen rosin total maksimum yang diijinkan telah memenuhi standar tersebut (SNI 14-118-1989: berkisar 65-75%). Sedangkan, rosin terikat dihitung dengan persentase rosin total dikurangi persen rosin bebas (hasilnya 5264%) sampai saat ini belum ada standarnya. Untuk meningkatkan kualitas darih rosin fortifikasi, penelitian ini memerlukan penelitian lebih lanjut, sehingga diharapkan kualitas darih rosin yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan kualitas. Lebih lanjut, pembuatan darih rosin fortifikasi melalui satu tahap dengan bahan baku getah pinus menunjukkan bahwa darih rosin maleat dengan penambahan asam maleat fumarat 4%, 8%, 12% dan 16% mempunyai sifat kadar air, bahan mudah menguap, kadar rosin total, dan kadar alkali telah memenuhi standar SNI, sedangkan sifat kadar rosin bebas dan derajat keasamannya belum memenuhi syarat. Sedangkan penelitian darih rosin fumarat yang dibuat dengan penambahan asam fumarat 4%, 8%, 12% dan 16% mempunyai sifat kadar air, bahan mudah menguap, kadar rosin total, fraksi tak tersabunkan dan kadar alkali yang telah memenuhi standar SNI, sedangkan sifat kadar rosin bebasnya belum memenuhi. Saran dalam penelitian ini adalah pada penambahan anhidrida asam maleat harus dinetralkan dengan natrium hidroksida sehingga natrium hidroksida yang ditambahkan sesuai dengan banyaknya asam dalam rosin. Aplikasi darih
604
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
rosin ini untuk kertas menunjukkan bahwa faktor lokasi (R), perbandingan mol (M) dan tingkat pendarihan (S) berpengaruh sangat nyata terhadap nilai Cobb, indek sobek, indek tarik dan ketahahanan lipat kertas. Lokasi (R), perbandingan mol (M) atau tingkat pendarihan (S) yang berbeda menghasilkan nilai nilai Cobb, indek sobek, indek tarik dan ketahahanan lipat kertas yang berbeda pula. Darih gondorukem maleo-pimarat yang dibuat dari gondorukem berasal dari Jawa Tengah menggunakan perbandingan mol 1:6.2 dengan tingkat darih gondorukem 0.5% adalah yang terbaik, yang menghasilkan nilai Cobb, indeks sobek, indeks tarik dan ketahahanan lipat kertas terbaik. Dengan demikian darih rosin fortifikasi hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk pendarihan kertas. 4. Gaharu Hasil analisis komponen kimia minyak gaharu yang berasal dari Desa Kuok, Kecamatan Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau dengan menggunakan alat Gass Chromatogram Mass Spectrometer (GCMS) terdapat komponen kimia delta guaiene, azulene, cyclodeca β-furan, α-selinene, tetraiso propy ledene. Sifat fisiko-kimianya untuk indeks bias : 1,5112, berat jenis minyak gaharu : 0,9852, bilangan asam 17,19 dan bilangan ester : 30,14. Sedangkan untuk dupa kerucut untuk kadar air : 7,15%, lama nyala : 38,21 menit, daya bakar : mudah, kadar abu : 4,20%. Minyak gaharu yang berasal dari Desa Labanan Makmur, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur terdapat komponen kimia : butanol, longi folianoldehyde, napthalene, caryophylen oxide, hexadecanoic acid. Sedangkan sifat fisiko-kimianya adalah untuk indeks bias : 1,5068, berat jenis minyak gaharu :0,8405, bilangan ester : 11,31. Sedangkan dupa kerucut untuk kadar air : 8,11%, lama nyala : 40,15 menit, kadar abu : 4,20 %. Minyak gaharu yang berasal dari Desa Kekait, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat mengandung oleicacid, cycloprope β-entene, chromone, hexadecanoic acid, dicarboxoidehyde. Sifat fisiko-kimianya adalah indeks bias : 1,5060, berat jenis minyak gaharu : 0,8005, bilangan ester : 13,45, bilangan asam : 11,06. Teknologi pembuatan produk dupa kerucut dari limbah hasil penyulingan minyak gaharu dengan menggunakan mesin kempa yang paling baik asal Kalimantan Timur (Berau) adalah dengan perlakuan tekanan 10 kg/cm2, suhu 70 oC dan waktu 9 menit sedangkan yang berasal dari Riau (Kuok) adalah dengan perlakuan tekanan 10 kg/cm2, suhu 70 oC dan waktu 3 menit selanjutnya yang berasal dari Nusa Tenggara Barat (Mataram) adalah dengan perlakuan tekanan 10 kg/cm 2, suhu 70 oC dan waktu 6 menit. Rendemen produk dupa kerucut asal Kalimantan Timur adalah 77,93%
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
605
sedangkan yang berasal dari Riau adalah 74,73 % selanjutnya yang berasal dari NTB 76,54%. Formula untuk pembuatan perekat adalah jumlah tepung sagu 10 % dari berat bahan, banyaknya air 40% dari berat bahan kemudian dimasukkan dalam gelas ukur dan dipanaskan pada kompor listrik serta ditetapkan suhunya ± 60 oC selanjutnya diaduk secara perlahan-lahan sampai menjadi kanji. Serbuk limbah hasil penyulingan minyak gaharu yang dihaluskan dengan menggunakan mesin chopper kemudian disaring dan lolos ukuran 80 mesh kemudian tertampung pada 80 mesh dapat digunakan untuk bahan pembuatan produk dupa kerucut. Selanjutnya, hasil ekstraksi dengan pelarut organik secara umum gaharu alam dan gaharu inokulasi mempunyai komposisi yang yang sama, yaitu mengandung komponen ethylene glycol (1.2%), 4-hydroxy-4-3thyl-2-pentanone (15.9%), butyl ester (0.7%), 1-nitropropane (0.4%), namun persentasenya berbeda. Ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan keempat senyawa termasuk dalam komposisi gaharu dan ikut menentukan mutu gaharu. Sedangkan satu senyawa, 1,2 benzene dicarboxylix acid (80.2%), yang ada dalam gaharu tanpa inokulasi menunjukkan bahwa senyawa ini tidak ikut andil dalam menentukan mutu gaharu karena senyawa ini juga ada dalam baik gaharu inokulasi maupun gaharu alam. 5. Rotan Hasil analisis komponen kimia 5 jenis rotan srimit, lacak, semambu, kertas dan balam adalah kadar selulosa 42,1 - 46,7%, kadar lignin 21,0 – 27,1%, kelarutan dalam alkohol benzene 4,3 – 7,8%, kelarutan dalam air dingin 8,5 -17,3%, kelarutan dalam air panas 13,4 – 18,3%, kadar air 7,6 -9,3%, kadar abu 2,3 - 7,9%, dan kadar pati 15,0 - 23,2%. Rotan srimit termasuk kelas awet I, rotan lacak dan rotan balam termasuk kelas awet II dan rotan semambu dan rotan kertas termasuk kelas awet III. Hasil analisis komponen kimia 5 jenis rotan tapak, jernang, tantowu, wira dan bulu adalah kadar selulosa 43 - 53%, kadar lignin 22 – 28%, kelarutan dalam alkohol benzene 2 – 10%, kelarutan dalam air dingin 11 -16%, kelarutan dalam air panas 11 – 16%, kadar air 7 -13%, kadar abu 1 - 5%, dan kadar pati 7 - 26%. Rotan jernang, tantowu, wira dan bulu termasuk kelas awet II sedangkan rotan tapak termasuk kelas awet III. 6. Kulit Ipoh Pengolahan serat kulit ipoh di masyarakat Jambi masih menggunakan pengolahan secara tradisional dari menyayat kulit dari pohon sampai dengan pemukulan kulit Kelemahan dari proses awal sampai akhir diantaranya adalah (1) tidak diketahui secara pasti ukuran diameter berapa yang paling baik untuk dapat menghasilkan kulit yang bagus kualitasnya dilihat dari
606
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
sifat fisiknya. Saat ini masyarakat umumnya menggunakan diameter pohon berukuran 20-50 cm; (2) berapa lama waktu pemukulan yang efektif untuk dapat menghasilkan kulit lembaran ipoh yang baik. Saat ini waktu pemukulan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lembar serat kulit ipoh adalah berkisar antara 1,5 – 2 jam.; (3) belum adanya alat yang tepat untuk menghaluskan serat kulit ipoh agar kulit halus secara merata. Saat ini alat yang digunakan adalah palu kayu dengan ujung bergerigi. Setelah itu langsung dijual tanpa diolah terlebih dahulu menjadi barang kerajinan. Hasil analisis sifat kimia kulit ipoh adalah : kadar air kulit ipoh berkisar antara 5-7%; kadar abu 3-10%; kadar pati 6-11%; kadar lignin 3-10%; kadar selulosa 55-58%; dan kelarutan dalam alkohol benzena 1:2 berkisar antara 4-5%. Sedangkan hasil analisa sifat fisik kulit ipoh adalah tebal berkisar antara 1,2-1,8 mm; kekuatan tarik 59-299 N; kekuatan sobek 10-34 N; Mulur 16-37%; waktu serap 6-76 detik dan kapasitas serap berkisar antara 384-577%. Rendemen kulit ipoh berkisar antara 22,7-31,9% dengan biaya produksi tetap sebesar Rp 19.000,-. Kadar selulosa yang tinggi dan kadar lignin yang rendah akan berpengaruh kepada sifat fisik kulit ipoh, yaitu semakin tinggi kekuatan sobek dan kekuatan tarik kulit ipoh. Pada dasarnya apabila dilihat dari ketebalan, maka semua contoh uji dapat dibuat barang kerajinan (tas, gantungan, dan taplak meja), tetapi apabila dilihat dari nilai kekuatan tarik dan kapasitas serapnya, maka contoh uji perlakuan A2B1 (f 44,3 cm pengeringan 1 hari) dan A3B1 (f 51,5 cm pengeringan 1 hari) dapat dibuat aksesoris berupa tas, karena memiliki kekuatan tarik yang tinggi. 7. Daun pandan Hasil analisis sifat kimia daun pandan adalah kadar air berkisar antara 7-9 persen, kadar lignin 18-22 persen; kadar selulosa 83-88 persen; sedangkan gaya tarik 2-6 kg dan ketahanan terhadap sinar 2-3. Zat warna basa memberikan hasil warna yang terbaik dan lebih cerah pada daun pandan sedangkan contoh perlakuan dengan tidak pandan segar, pewarna basa dan suhu pengeringan dengan oven 70°C (TD70B) memberikan hasil ratarata yang terbaik dari yang lain. 8. Kemenyan Bentuk dan warna kemenyan dari dalam dan luar kulit berbeda. Kemenyan dari dalam berwarna putih dengan permukaan rata, sedangkan dari luar kulit berwarna putih kekuning-kuningan dengan permukaan beralur. Pengeringan kemenyan secara tradisional memerlukan waktu 3 bulan dengan laju penurunan kadar air 1,2% minggu. Sifat fisiko-kimia kemenyan dari dalam dan luar kulit tercantum pada Tabel 1.
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
607
Table 1. Sifat fisiko-kimia kemenyan dari dalam dan luar kulit Asal kemenyan
Kualitas
Sifat fisiko-kimia
I
II
Dari bagian dalam kulit
Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar kotoran (%) Titik leleh (°C) Asam balsamat (%)
1,34 0,15 3,25 56,70 32,61
1,47 0,17 4,96 62,20 26,33
Dari bagian luar kulit
Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar kotoran (%) Titik leleh (°C) Asam balsamat (%)
1,74 0,18 5,59 56,80 24,24
1,79 0,19 5,80 63,65 22,01
Ada pun rendemen asam sinamat hasil isolasi dari kemenyan kualitas I dan VI adalah 22,86% dan 13,69% dengan kemurnian 66,11% dan 62,67%. 9. Jelutung Pola sadap jelutung ½ spiral dari kanan atas ke arah kiri bawah dengan periode sadap 7 hari (1/2S d/7 kn) dan pola sadap ½ spiral dari kiri atas ke kanan bawah dengan periode sadap 7 hari (1/2S d/7 kr) menghasilkan getah jelutung relatif sama yaitu 39,40 gram dan 28,40 gram. Sedangkan pola sadap “V” menghasilkan getah terendah yaitu 22,10 gram. Teknik penyadapan ½ S kn (1/2 spiral dari kanan atas ke kiri bawah), menggunakan stimulan Ethrel 5% dan periode sadap 7 hari sekali menghasilkan getah jelutung rata-rata 36,25 gram/pohon. Teknik penyadapan ½ S kn (1/2 spiral dari kanan atas ke kiri bawah), menggunakan stimulan Cepha 5% dan periode sadap 7 hari sekali menghasilkan getah jelutung rata-rata 34,25 gram/pohon. Kadar air getah hasil sadapan menggunakan stimulan lebih besar ( CEPHA 66,18% dan ETHREL 65,22%) dibanding tanpa stimulan (62,50%), sedangkan sifat-sifat lainnya (warna, kadar abu, ekstrak aseton, total alkaloid, daya serap air, kadar kotoran dan bahan karet) relatif sama antara getah tanpa dan menggunakan stimulan. Analisis sifat fisiko-kimia getah jelutung antara lain kadar air, kadar alkaloid, kadar abu, ekstrak aseton dan lain-lain dengan menggunakan metode pada Tabel 2.
608
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
10. Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Gambir merupakan salah satu HHBK yang penting di Indonesia, digunakan secara tradisional untuk berbagai tujuan seperti campuran makan sirih, obat, industri tekstil dan kulit. Salah satu sentra produksi gambir di Indonesia adalah Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang teknik pengolahan gambir di Desa Siambaliang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara yang dilaksanakan pada tahun 2002 dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan gambir dilakukan dengan teknik yang sederhana dan tradisional, rendemen yang dihasilkan antara 4,2 - 4,8 persen dengan rata-rata 4,6persen. Table 2. Sifat-sifat getah jelutung Parameter Warna Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar ekstrak aseton (%) Kadar total alkaloid (%) Daya serap air (%) Kadar kotoran (%) Kadar bahan karet (%)
Contoh getah Basah
Contoh getah kering oven
Getah siap ekspor **
Putih susu
Putih susu
Putih cerah
62,50 0,01 30,71 0,03 19,81 1,70 67,59
0 0,04 81,87 0,09 52,81 4,53 13,59
13,99 18,65 5,33 -
11. Kayu medang landit (Persea spp.) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengusahaan kulit kayu medang landit (Persea spp) di desa Bulo Mario, Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Data yang dikumpulkan meliputi potensi, cara pemanenan, penanganan pasca panen, tata niaga, dan kendala pengusahaan melalui teknik observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pohon medang landit adalah 14 pohon/ha. Cara pemanenan kulit medang landit dilakukan dengan menebang pohon, kayu belum dimanfaatkan secara optimal, dan belum ada budidaya tanaman. Pohon medang landit yang dipanen merupakan tanaman yang tumbuh di kawasan hutan baik hutan rakyat maupun kawasan hutan Negara. Kulit kayu medang landit dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan obat anti nyamuk bakar dan dupa (hio).
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
609
12. Damar batu dan damar mata kucing Penelitian komoditi damar batu dan damar mata kucing dilakukan pada tahun 2005. Hasil penelitian damar batu menunjukkan bahwa sifat kadar abu dan bilangan asamnya masuk SNI damar, sementara titik lunaknya (95 – 1800 C) berbeda dengan SNI damar (95 – 1200 C). Hasil penelitian damar mata kucing dengan metode hembus dan rendam tidak menghasilkan damar yang bersih, kaena metode ini hanya menghilangkan kotoran yang ada di luar getah. Damar mata kucing dapat dimurnikan tanpa menggunakan pelarut dan secara umum sifat fisiko kimia damar yang dimurnikan masih masuk dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) damar mata kucing. Namun untuk warna damar hasil pemurnian masih agak gelap. Penelitian ini dilakukan pemurnian damar mata kucing dengan metode sistem panas. Suhu pemurnian bervariasi yaitu 85 – 900 C, 90 – 950 C, 95 – 1000 C, 100 – 1050 C dan 105 – 1100 C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi suhu pemurnian yang terbaik untuk damar mata kucing kualitas A adalah pada suhu 100 – 1050 C, sedangkan damar mata kucing kualitas asalan adalah pada suhu 105 – 1100 C. Pemurnian damar mata kucing pada suhu tinggi menghasilkan damar murni berwarna gelap. Sifat-sifat damar mata kucing hasil sadapan memenuhi standar SNI 01-2900-1999. Arang kompos. Produk gabungan antara arang dan kompos merupakan salah satu alternatif yang sangat potensial sebagai suplemen ataupun pengganti pupuk kimia. Untuk menguji keefektifannya sebagai pengganti pupuk dilakukan penelitian aplikasi arang kompos terhadap bibit kayu bawang di persemaian yang dikombinasikan dengan aplikasi naungan. Rancangan yang digunakan adalah rancangan split plot dengan faktor naungan sebagai petak utama dan persentase arang kompos dalam media sebagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi arang kompos dan naungan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kayu bawang. Diameter dan tinggi bibit terbesar terdapat pada aplikasi arang kompos sebesar 30 % (M4) yaitu 5,08 mm dan 31,92 cm pada umur 3 bulan di persemaian. Pada faktor naungan, aplikasi naungan dengan kerapatan 55 % (N2) memberikan pertumbuhan bibit yang lebih baik dibanding perlakuan tanpa naungan dan kerapatan naungan lainnya, yaitu mencapai tinggi dan diameter masing-masing sebesar 30,05 cm dan 4,85 mm pada umur 3 bulan di persemaian.
III. RUMUSAN MASALAH Pada saat ini pemerintah telah menetapkan HHBK sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan kehutanan, namun pengembangan HHBK
610
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
belum mengembirakan. Hal ini disebabkan belum banyak tersedia data dan informasi teknologi pasca panen HHBK dan informasi tentang sosial ekonomi dan kebijakan yang berkaitan dengan HHBK yang mendukung pengembangannya. Data yang tersedia pun terdapat diberbagai instansi dan bersifat parsial. Pengembangan HHBK yang belum optimal ini mengakibatkan menurunnya pendapatan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, sehingga kesejahteraannya juga menurun. Hal ini dapat mengakibatkan perambahan hutan baik dalam bentuk penebangan liar maupun bentuk lainnya yang mengakibatkan kerusakan hutan.
IV. HIPOTESIS Perbaikan teknik pengolahan, pemanfaatan dan diversifikasi produk HHBK dapat meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk.
V. TUJUAN DAN SASARAN A. Tujuan umum Menghasilkan informasi dan teknologi tentang pengolahan, pemanfaatan dan diversifikasi produk HHBK dalam rangka mendapatkan efisiensi bahan baku, peningkatan kualitas, dan nilai tambah tinggi.
B. Tujuan Khusus 1. Menghasilkan informasi teknologi pasca panen, pengolahan HHBK yang efisien dan diversifikasi produk; 2. Memperoleh informasi teknologi pemanfaatan HHBK sebagai sumber bahan baku untuk pangan, energi dan farmasi, termasuk pemanfaatan lignoselulose sebagai bahan baku energi dan karbonisasi.
C. Sasaran penelitian Tersedianya data dan informasi teknologi pasca panen, pengolahan yang efisien, pemanfaatan HHBK sebagai sumber bahan baku untuk pangan, energi dan farmasi, termasuk pemanfaatan lignoselulose sebagai bahan baku energi dan karbonisasi.
VI. LUARAN 1. I nformasi Teknik Pengolahan dan pemanfaatan HHBK ( HHBK lainya dan obat)
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
611
2. T eknologi pengolahan bahan bakar nabati kehutanan 3. Teknologi karbonisasi dan turunannya dari bahan berlignoselulosa 4. Teknologi pengolahan dan diversifikasi produk pangan
VII. RUANG LINGKUP 1. Komoditas: damar mata kucing, ki limo, getah jernang, jamur, HHBK unggulan, gaharu, bahan lemak nabati (kepuh, pometia, dll) lignoselulosa (turi, akasia, dll) bahan pangan, bagian tumbuhan, 2. Area/geografis: Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Aceh, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan, Sulawesi Selatan, NTB, NTT, Papua, Jawa. Bali 3. Aspek : pengolahan, ekstraksi, fraksinasi, purifikasi, diversifikasi, analisis dengan kromatografi, sifat fisiko-kimia, standar kualitas, komposisi kimia.
VIII. METODOLOGI A. Luaran dan kegiatan Luaran Penelitian
Rencana Kegiatan
Luaran 1. Informasi Teknik Pengolahan dan Pemanfaatan HHBK ( HHBK lainnya dan obat)
22.1.1.3. Teknik pengolahan dan pemanfaatan getah jernang 21.0.1.3. Ekstraksi dan identifikasi senyawa aktif ki limo 22.1.3.3. Separasi komposisi kimia beberapa kualitas gaharu dalam rangka standardisasi mutunya 21.0.3.3. Teknologi produksi dan diversifikasi produk nilam 21.0.4.3. Teknik produksi jamur ragi untuk pembuatan bio etanol dari sagu 21.0.5.3. Uji fitokimia dan antioksidan jenis bahan baku obat dari pohon yang kurang dikenal
612
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
Luaran Penelitian
Rencana Kegiatan
Luaran 2. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati kehutanan
21.1.0.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis karbohidrat (bio-etanol). 21.1.1.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis lemak dan minyak (bio-diesel). 21.1.2.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil). 21.1.3.3. Teknologi pengolahan limbah tanaman bahan bakar nabati dan prosesnya untuk berbagai komoditi.
Luaran 3. Teknologi karbonisasi dan turunannya dari bahan berlignoselulosa
21.2.0.3. Teknologi pengolahan arang dan turunannya untuk energi dan carbon store 21.2.1.3. Teknik pembuatan karbon kemurnian tinggi sebagai bahan baku nano-karbon 21.2.2.3. Teknologi produksi wood pellet dari jenisjenis pohon alternative
Luaran 4 Teknologi pengolahan dan diversifikasi produk pangan
21.3.0.3. Peningkatan pemanfaatan getah damar mata kucing dalam industri minuman
B. Pendekatan Pelaksanaan Untuk Pencapaian Luaran Luaran Penelitian
Metode untuk mencapai luaran
Informasi Teknik Pengolahan dan pemanfaatan HHBK ( HHBK lainya dan obat)
Pengambilan contoh, persiapan, pengerjaan contoh di laboratorium (ekstraksi, fraksinasi, TLC, uji sifat fisiko-kimia, analisis kimia, identifikasi senyawa), pengolahan data dan penyusunan laporan
Luaran 1.
Luaran 2. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati kehutanan
Pengambilan contoh di lapangan, pengolahan dan analisis sifat biofuel di laboratorium, uji coba biofuel yang dihasilkan dan penyusunan laporan
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
613
Luaran 3. Teknologi karbonisasi dan turunannya dari bahan berlignoselulosa
Pengambilan contoh di lapangan, pembuatan arang, pembuatan nanokarbon, aplikasi campuran arang dan pupuk organik, serta pembuatan arang kompos di laboratorium, pengujian sifat-sifatnya, uji coba di lapangan dan penyusunan laporan
Luaran 4. Teknologi pengolahan dan diversifikasi produk pangan
Pengambilan contoh, persiapan, pengerjaan contoh di laboratorium (ekstraksi, fraksinasi, uji sifat fisiko-kimia, analisis kimia, pengolahan data dan penyusunan laporan
IX. RENCANA TATA WAKTU
Luaran /kegiatan penelitian
Tahun 2010
Luaran 1. Informasi Teknik Pengolahan dan pemanfaatan HHBK ( HHBK lainya dan obat) 22.1.1.3. Teknik pengolahan dan pemanfaatan getah jernang 22.1.2.3. Ekstraksi dan identifikasi senyawa aktif ki limo 22.1.3.3. Separasi komposisi kimia beberapa kualitas gaharu dalam rangka standardisasi mutunya 22.1.4.3. Teknologi produksi dan diversifikasi produk nilam 22.1.5.3. Teknik produksi jamur ragi untuk pembuatan bio-etanol dari sagu 22.1.6.3 Uji fitokimia dan antioksidan jenis bahan baku obat dari pohon yang kurang dikenal Luaran 2. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati kehutanan 22.2.1.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis karbohidrat (bioetanol).
614
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
2011
2012
2013
2014
Luaran /kegiatan penelitian
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
22.2.2.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis lemak dan minyak (biodiesel). 22.2.3.3 Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil). 22.2.4.3. Teknologi pengolahan limbah tanaman bahan bakar nabati dan prosesnya untuk berbagai komoditi. Luaran 3. Teknologi karbonisasi dan turunannya dari bahan berlignoselulosa 22.3.1.3. Teknologi pengolahan arang dan turunannya untuk energi dan carbon store 22.3.2.3. Teknik pembuatan karbon kemurnian tinggi sebagai bahan baku nano-karbon 22.3.3.3. Teknologi produksi wood pellet dari jenis-jenis pohon alternative Luaran 4 : Teknologi Pengolahan dan Diversifikasi Produk Pangan 3.3.3.3. Peningkatan pemanfatan getah damar mata kucing dalam industri minuman Keterangan:
= dilaksanakan 2010-2012; kemudian)
= Dilaksanakan 2013-2014 (judul PPTP ditentukan
10. RENCANA LOKASI
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
615
Luaran penelitian Luaran 1. Informasi Teknik Pengolahan dan pemanfaatan HHBK (HHBK lainya dan obat)
Luaran 2. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati kehutanan
Kegiatan
Lokasi
22.1.1.3. Teknik pengolahan dan pemanfaatan getah jernang
Sumatera Selatan, Jambi , NAD, Kalsel dan Jabar
22.1.2.3. Ekstraksi dan identifikasi senyawa aktif ki limo
Jawa Barat, Bali dan Sumatera Utara
22.1.3.3. Separasi komposisi kimia beberapa kualitas gaharu dalam rangka standardisasi mutunya
Jabar, NTB, Papua Barat, Kaltim, Kalsel
22.1.4.3. Teknologi produksi dan diversifikasi produk nilam
Jawa, dan Sumbar
22.1.5.3. Teknik produksi jamur ragi untuk pembuatan bioetanol dari sagu
Kalimantan Timur, Jawa Barat dan Lampung
22.1.6.3 Uji fitokimia dan antioksidan jenis bahan baku obat dari pohon yang kurang dikenal
Jawa, Bali dan Sumbar
22.2.1.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis karbohidrat (bioetanol).
Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi
22.2.2.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis lemak dan minyak (bio-diesel).
Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi
22.2.3.3 Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil).
Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi
Jawa, Sumatera, Bali 22.2.4.3. Teknologi pengolahan dan Sulawesi limbah tanaman bahan bakar nabati dan prosesnya untuk berbagai komoditi.
616
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
Luaran penelitian Luaran 3. Teknologi karbonisasi dan turunannya dari bahan berlignoselulosa
Luaran 4. Teknologi pengolahan dan diversifikasi produk pangan
Kegiatan
Lokasi
22.3.1.3. Teknologi pengolahan arang dan turunannya untuk energi dan carbon store
Jawa dan Kalimantan Timur
22.3.2.3. Teknik pembuatan karbon kemurnian tinggi sebagai bahan baku nano-karbon
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Jawa
22.3.3.3. Teknologi produksi wood pellet dari jenis-jenis pohon alternative
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Jawa
22.4.1.3. Peningkatan pemanfatan getah damar mata kucing dalam industri minuman
Jabar, Lampung dan Bengkulu
11. RENCANA ANGGARAN (X Rp. 1000) Luaran Penelitian Luaran 1. Informasi Teknik Pengolahan dan pemanfaatan HHBK (HHBK lainya dan obat)
Kegiatan
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
22.1.1.3. Teknik pengolahan dan pemanfaatan getah jernang
60500
85500
105500
125500
145500
22.1.2.3. Ekstraksi dan identifikasi senyawa aktif ki limo
59500
155000
190000
220000
260500
22.1.3.3. Separasi komposisi kimia beberapa kualitas gaharu dalam rangka standardisasi mutunya
77500
195000
229500
265500
300500
22.1.4.3. Teknologi produksi dan diversifikasi produk nilam
66000
86000
106500
126500
146500
22.1.5.3. Teknik produksi jamur ragi untuk pembuatan bio-etanol dari sagu
56000
76000
96000
116000
136000
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
617
Luaran Penelitian
Luaran 2. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati kehutanan
Luaran 3. Teknologi karbonisasi dan turunannya dari bahan berlignoselulosa
Luaran 4: Teknologi pengolahan dan diversifikasi produk pangan
618
Kegiatan
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
22.1.6.3 Uji fitokimia dan antioksidan jenis bahan baku obat dari pohon yang kurang dikenal
73000
93000
113000
133000
153000
22.2.1.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis karbohidrat (bio-etanol).
73500
93500
113500
93000
113000
22.2.2.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis lemak dan minyak (bio-diesel).
73500
93500
113500
93000
113000
22.2.3.3 Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil).
73500
93500
113500
93000
113000
22.2.4.3. Teknologi pengolahan limbah tanaman bahan bakar nabati dan prosesnya untuk berbagai komoditi.
73500
93500
113500
93000
113000
22.3.1.3. Teknologi pengolahan arang dan turunannya untuk energi dan carbon store
61000
81000
105000
115000
125000
22.3.2.3. Teknik pembuatan karbon kemurnian tinggi sebagai bahan baku nano-karbon
100000
125000
150000
200000
250000
22.3.3.3. Teknologi produksi wood pellet dari jenis-jenis pohon alternative
61000
81000
105000
125000
145000
22.4.1.3. Peningkatan pemanfatan getah damar mata kucing dalam industri minuman
65000
85000
105000
125000
135000
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
X. ORGANISASI Penanggung Jawab Koordinator merangkap pelaksana Pelaksana
: Kepala Pusat Litbang Hasil Hutan : Dr. Ir. Bambang Wiyono, M.For.Sc. : Prof. Dr. Ir. R. Sudradjat, MSc. Dr. Gustan Pari, MSi. Drs. Djeni Hendra, M.Si. Dra. Gusmailina, Msi Ir. Totok Kartono Waluyo Dra. Sri Komarayati Dra. Zulnely Ina Winarni. Shut, M.Si. Peneliti BPK
Table 3. Organisasi Pelaksana Penelitian No
Unit Pelaksana
Kegiatan Penelitian
Pelaksana Kegiatan
1
Teknik pengolahan dan pemanfaatan getah jernang
Ir. Totok Kartono Waluyo
P3HH
2
Ekstraksi dan identifikasi senyawa aktif ki limo
Ina Winarni. Shut, M.Si.
P3HH BPK Manokwari
3
Separasi komposisi kimia beberapa kualitas gaharu dalam rangka standardisasi mutunya
Dr. Ir. Bambang W, M.For.Sc.
P3HH BPK Mataram
4
Teknologi produksi dan diversifikasi produk nilam
Dra. Gusmailina, Msi
P3HH
5
Teknik produksi jamur ragi untuk pembuatan bio etanol dari sagu
Drs. Djarwanto, MSi
P3HH
6
Identifikasi dan seleksi jamur pengkonversi lignoselulosa menjadi etanol
Dr. Ir. Bambang W, M.For.Sc.
P3HH
7
Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis karbohidrat (bioetanol)
Prof. Dr. Ir. R. Sudradjat, MSc.
P3HH
8
Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis lemak dan minyak (bio-diesel).
Prof. Dr. Ir. R. Sudradjat, MSc.
P3HH
9
Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil).
Prof. Dr. Ir. R. Sudradjat, MSc.
P3HH
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
619
No
Kegiatan Penelitian
Pelaksana Kegiatan
Unit Pelaksana
10
Teknologi pengolahan limbah tanaman bahan bakar nabati dan prosesnya untuk berbagai komoditi.
Prof. Dr. Ir. R. Sudradjat, MSc.
P3HH
11
Teknologi pengolahan arang dan turunannya untuk energi dan carbon store
Dra. Sri Komarayati
P3HH
12
Teknik pembuatan karbon kemurnian tinggi sebagai bahan baku nano-karbon
Dr. Gustan Pari, MSi.
P3HH
13
Teknol-ogi produksi wood pellet dari jenis-jenis pohon alternative
Djeni Hendra, MSi.
P3HH
14
Peningkatan pemanfatan getah damar mata kucing dalam industri minuman
Dra. Zulnely
P3HH
XI. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1999. Undang Undang Nomor 41 tentang Kehutanan. Anonim, 2006. Indonesia 2005-2025. Buku Putih: Penelitian. Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Menristek. Jakarta. Anonim, 2007a. Permenhut No P.35/Menhut-II/2007 tentang Penetapan jenis-jenis HHBK. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Anonim, 2007b. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Anonim, 2009. Permenhut Nomor P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Anonim, 2009a. Draft SK Dirjen RLPS tentang Arahan pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Dirjen RLPS, Departemen Kehutanan. Jakarta. Anonimus, 2009c. Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025. Balitbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. BAPENAS, 2006. Laporan akhir Penyusunan Kajan Strategi Pengembangan Potensi HHBK dan Jasa Lingkungan. Kementrian Negara Perencanaan
620
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
Pemangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI. Jakarta. DRN, 2006. Agenda Riset Nasional 2006-2009. Dewan Riset Nasional. Jakarta. Edriana E., T. K. Waluyo dan E. S. Sumadiwangsa, 2005. Teknologi penyulingan minyak atsiri untuk industri kecil dan menengah. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan. p153-157. Edriana, E. dan E.S. Sumadiwangsa, 2006. Teknologi peningkatan pemanfaatan gaharu. Pengolahan Gaharu Menjadi Dupa Kerucut (ma’mul). LHP P3HH. Edriana, E. dan E.S. Sumadiwangsa, 2005. Teknologi peningkatan pemanfaatan gaharu. LHP P3HH. Gusmailina, 2005. Pengolahan nilam hasil tumpang sari di Tasikmalaya. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Volume 23(1): 1-14. Gusmailina, Zulnely dan E. S. Sumadiwangsa, 2005. Prospek dan permasalahan ylang-ylang. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan. p 165-171. Hidayat A dan E. Sutrisno, 2006. Karakterisasi budidaya nilam dan prospek pengembangannya pada kawasan hutan. PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006. P. 239-256. Kartono, T.K. dan I. Winarni, 2004-2008. Peningkatan pemanfaatan tumbuhan penghasil getah. LHP P3HH. Komarayati, S. dan R.A. Pasaribu, 2005. Pembuatan pupuk organik dari limbah padat industri kertas. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Volume 23 (1): p 35-41. Pari G., 2005. Pengaruh lama aktivasi terhadap struktur kimia dan mutu arang aktif serbuk gergaji sengon. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Volume 23(3): 207-218. Siahaan, H., N. Herdiana, T. Rahman dan N. Sagala, 2006. Peningkatan pertumbuhan bibit kayu bawang (Protium Javanicumburm F.) dengan aplikasi arang kompos dan naungan. Ekspose Hasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006.
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
621
Sudradjat, D. Tresnawati dan D. Setiawan. 2005. Pembuatan arang aktif dari tempurung biji jarak pagar. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Volume 23(2): 143-162. Sudradjat, I. Jaya dan D. Setiawan. 2005. Optimalisasi proses estrans pada pembuatan biodisel dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L). Jurnal Penelitian Hasil Hutan Volume 23(4): 239-257. Sudradjat, Anggorowati dan D. Setiawan. 2005. Pembuatan arang aktif dari kayu jarak pagar (Jatropha curcas L). Jurnal Penelitian Hasil Hutan Volume 23(4): 299-315. Sudradjat. 2005. Teknologi pembuatan biodisel dari minyak biji tanaman jarak pagar. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Volume 23(1): 53-68. Suharisno, 2009. Grand Strategy Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional. Prosiding Workshop Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Pada: Pekan Raya Hutan dan Masyarakat 2009 Universitas Gadjah Mada, di Yogyakarta. Yogyakarta, p. 1-28. Wibowo, S., S. A. Sasmuko. 2005. Kajian pengolahan dan sistem pemasaran gula merah aren di desa Kuta Raja, Tiga Binanga-Tanah Karo, Sumatera Utara. Info Hasil Hutan Volume 11(1): 41-49. Wibowo, S. dan T. K. Waluyo. 2005. Teknik pengolahan gambir di desa Siambaliang , kabupaten Dairi Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Volume 23(1): 43-52. Wibowo, W. 2005. Pengusahaan kulit kayu medang landit di desa Bulu Mario Sipirot Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Info Hasil Hutan Volume 11(2): 105-112. Winarni, I dan B. Wiyono, 2008. Aplikasi darih rosin fortifikasi untuk pembuatan kertas: Pemanfaatan darih rosin maleat dalam pembuatan kertas. LHP P3HH. Winarni, I dan T.K. Waluyo. 2004-2008. Sifat Kimia Dan Peningkatan Teknik Pemanfaatan Rotan, Bambu Dan Tumbuhan Penghasil Barang Kerajinan Lainnya. LHP P3HH. Winarni, I., T. K. Waluyo dan P. Hastoeti, 2005. Sekilas tentang jernang sebagai komoditi yang layak dikembangkan. Prosiding Ekspose HasilHasil Litbang Hasil Hutan. Winarni, I., T. Nurhayati dan D. Setiawan, 2005. Produksi integrasi arang dan wood vinegar dari limbah kayu kaliandra. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan: Penguatan Industri Kehutanan Melalui
622
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
Peningkatan Efisiensi, Kualitas dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan. p. 159-164. Winarni,I., E.S. Sumadiwangsa dan D. Setiawan. 2005. Beberapa catatan pohon penghasil biji tengkawang. Info Hasil Hutan Volume 11(1): 17-25. Wiyono, B., 2006. Teknik modifikasi getah pinus dan gondorukem sebagai bahan baku pembuatan darih rosin: pembuatan darih rosin fortifikasi dari hasil pengolahan getah pinus. LHP P3HH. Wiyono, B. dan Edriana, E., 2007. teknologi peningkatan pemanfaatan gaharu: teknologi peningkatan kualitas gaharu mutu kamedangan dengan teknik pembuatan produk gaharu hitam. LHP P3HH. Wiyono, B. dan Edriana, E., 2008. Teknologi peningkatan pemanfaatan gaharu: penentuan kadar resin dan kualitas gaharu hasil inokulasi. LHP P3HH. Wiyono, B., P. Hastoeti, dan E. Kusmiyati, 2004. Teknik modifikasi getah pinus dan gondorukem sebagai bahan baku pembuatan darih rosin. LHP P3HH. Wiyono, B., P. Hastoeti, dan E. Kusmiyati, 2005. Teknik modifikasi getah pinus dan gondorukem sebagai bahan baku pembuatan darih rosin. LHP P3HH. Wiyono, B., 2007. Teknik modifikasi getah pinus dan gondorukem sebagai bahan baku pembuatan darih rosin: pembuatan darih rosin fortifikasi dari getah pinus. LHP P3HH. Zulnely dan B. Wiyono, 2004-2007. Kajian Karakteristik Dan Penentuan Mutu HHBK. LHP P3HH.
XII. KERANGKA KERJA LOGIS Narasi
Indikator
Cara verifikasi
Asumsi
Tujuan umum Menghasilkan informasi dan teknologi tentang pengolahan, pemanfaatan dan diversifikasi produk dalam rangka mendapatkan efisiensi bahan baku, peningkatan kualitas, nilai tambah, dan daya saing tinggi
Pengembangan pengolahan dan pemanfaatan 10 komoditi HHBK
Sintesa hasil penelitian Rekomendasi
Sumber daya penelitian cukup dan adanya dukungan pemerintah dalam melaksanakan kegiatan
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
623
Narasi
Indikator
Cara verifikasi
Asumsi
Tujuan Khusus 1. Menghasilkan informasi dan teknologi paska HHBK yang efisien dan social-ekonomi serta kebijakan untuk pengembangannya
Adopsi teknologi pengolahan HHBK Tersedianya data informasi socialekonomi dan kebijakan HHBK
RPI PPTP RPTP LHP
Partisipasi penuh peneliti, petani HHBK dan lembaga yang terkait dalam penelitian
RPI PPTP RPTP LHP
Tersedianya peneliti pelaksana dan komoditi HHBK yang terdapat dalam lokasi penelitian
RPI PPTP RPTP LHP
Tersedianya peneliti pelaksana dan komoditi HHBK yang terdapat dalam lokasi penelitian
Tujuan Khusus 2. Memperoleh informasi teknologi pemanfaatan HHBK sebagai sumber bahan baku untuk pangan, energy dan farmasi, termasuk pemanfaatan lignoselulose sebagai bahan baku energi dan karbonisasi
Tersedianya teknologi biofuel dari kepuh dan kesambi Tersedianya teknologi karbonisasi dari bahan baku lignoselulosa
Luaran 1. Informasi Teknik Pengolahan dan pemanfaatan HHBK (HHBK lainya dan obat)
Tersedianya teknologi pengolahan HHBK yang dapat meningkatkan rendemen dan kualitasnya
Aktifitas 1 21.0.0.3. Teknik pengolahan dan pemanfaatan getah jernang 21.0.1.3.
Diperolehnya informasi pemanfaatan HHBK untuk farmasi dan industri
Ekstraksi dan identifikasi senyawa aktif ki limo
21.0.2.3. Separasi komposisi kimia beberapa kualitas gaharu dalam rangka standardisasi mutunya 21.0.3.3. Teknologi produksi dan diversifikasi produk nilam 21.0.4.3. Teknik produksi jamur ragi untuk pembuatan bio etanol dari sagu 22.1.6.3. Uji fitokimia dan antioksidan jenis bahan baku obat dari pohon yang kurang dikenal
624
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
Narasi
Indikator
Cara verifikasi
Asumsi
Luaran 2. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati kehutanan
Aktifitas 2
Diperolehnya informasi teknologi pembuatan biofuel dengan menggunakan bahan baku berbasis dan karbohidrat dan lignoselulosa
RPI PPTP RPTP LHP
Tersedianya peneliti pelaksana dan komoditi HHBK yang terdapat dalam lokasi penelitian
Diperolehnya informasi RPI teknologi karbonisasi PPTP dan pemanfaatan RPTP arang untuk pupuk
Tersedianya peneliti pelaksana dan komoditi HHBK yang terdapat dalam lokasi penelitian
21.1.0.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis karbohidrat (bio-etanol) 21.1.1.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis lemak dan minyak (bio-diesel). 21.1.2.3. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil). 21.1.3.3. Teknologi pengolahan limbah tanaman bahan bakar nabati dan prosesnya untuk berbagai komoditi. Luaran 3. Teknologi karbonisasi dan turunannya dari bahan berlignoselulosa
Aktifitas 3 21.2.0.3. Teknologi pengolahan arang dan turunannya untuk energi dan carbon store 22.3.2.3. Teknik pembuatan karbon kemurnian tinggi sebagai bahan baku nano-karbon 22.3.3.3. Teknologi produksi wood pellet dari jenisjenis pohon alternative pengkayaan
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
625
Narasi
Indikator
Cara verifikasi
Asumsi
Luaran 4 Teknologi pengolahan dan diversifikasi produk pangan
Diperolehnya informasi mengenai pengolahan pangan dari produk kehutanan
Aktifitas 4 22.4.1.3. Peningkatan pemanfatan getah damar mata kucing dalam industri minuman
626
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
RPI PPTP RPTP
Tersedianya peneliti pelaksana dan produk kehutanan sumber pangan yang terdapat dalam lokasi penelitian