II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu Istilah Hasil Hutan Bukan Kayu atau yang semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang bukan kayu berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri. Hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon (misalnya getah, daun, kulit, buah dan lain-lain) atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan berbagai getah kayu seperti getah kayu agathis atau kayu shorea dan lain-lain yang disebut damar. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan yang padatkarya karena sejak dipungut dari hutan, pengangkutan, pengolahan tahap pertama memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak dan dapat berbentuk industri kerajinan rakyat. Sebelum dimanfaatkan, hasil hutan bukan kayu pada umumnya harus diolah terlebih dahulu. Sebagai contoh, sebelum dimanfaatkan, rotan harus dibersihkan dahulu kemudian diasap dengan asap belerang sehingga kelihatannya menjadi putih. Selain contoh pengolahan pada rotan, ada hasil hutan bukan kayu yang diolah dengan cara destilasi, ada pula yang diolah secara khusus, misalnya produksi benang sutera alam yang merupakan produksi kepomgpong dari ulat sutera yang diberi makan daun murbei (Morus sp.). Madu yang dipungut dari sarang lebah madu yang terdapat di dalam hutan yang sekarang sudah dapat diproduksi dengan jalan memelihara lebah madu, pemeliharaan kutu yang memproduksi shirlak dan lain-lain.
8
Hasil hutan bukan kayu merupakan barang yang telah dipungut secara rutin sejak hutan dikenal manusia, manfaatnya untuk berbagai tujuan. Oleh karena itu, hasil hutan bukan kayu telah berperan penting dalam membuka kesempatan kerja bagi anggota masyarakat disekitar hutan, merupakan komoditi perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan jenisjenis hasil hutan bukan kayu yang terdiri dari sembilan kelompok hasil hutan bukan kayu yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan.
2.2. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian terdahulu yang terkait dengan aliran perdagangan telah banyak dilakukan dengan beragam jenis data dan jenis komoditas yang berbeda-beda. Beberapa penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan untuk jenis data cross section, telah dilakukan oleh Sunenti, Pulungan, Handayani dan Yolanda. Sunenti (2005) melakukan penelitian mengenai analisis aliran perdagangan dan faktor–faktor yang mempengaruhi ekspor meubel rotan di Indonesia. Berdasarkan unsur-unsur gravity yang dianalisis, maka pendapatan per kapita berpengaruh positif dan nyata pada taraf lima persen. Variabel lainnya yang memiliki pengaruh bersifat negatif dan nyata pada taraf lima persen adalah biaya transportasi dan jumlah penduduk di negara tujuan ekspor, sedangkan jarak Indonesia dengan negara tujuan dan nilai tukar tidak berpengaruh nyata pada taraf lima persen. Penelitian berikutnya adalah penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan arang tempurung kelapa (Coconut Shell Charcoal) yang dilakukan oleh Pulungan (2005). Berdasarkan hasil uji statistik-t dari enam varibel bebas yang ada, hanya variabel jarak, harga arang tempurung kelapa itu sendiri dan harga arang aktif yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen atau signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan memiliki pengaruh negatif terhadap volume ekspor arang tempurung kelapa Indonesia. Variabel lain yang berpengaruh potitif adalah PDB negara tujuan, jumlah penduduk negara
9
tujuan dan nilai tukar. Faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model adalah tarif, selera dan pesaing. Handayani (2008) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan dan strategi pengembangan ekspor kertas Indonesia. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata adalah PDB per kapita negara tujuan, populasi negara tujuan, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor dan harga kertas Indonesia di negara tujuan. Varibel dummy yaitu tuduhan dumping terhadap produk kertas Indonesia memberikan pengaruh negatif dan tidak nyata terhadap aliran perdagangan kertas Indonesia. Alternatif strategi yang menjadi pertimbangan bagi pengembangan ekspor kertas Indonesia adalah peningkatan ekspor kertas Indonesia khususnya ke negara tujuan ekspor, peningkatan produksi bahan baku kertas, membuka peluang masuknya investor asing dalam industri kertas Indonesia, peningkatan keamanan dan hukum oleh pemerintah, kerjasama antara pemerintah dan para pengusaha untuk membentuk peraturan hukum yang lebih pasti serta pemerintah dan asosiasi pulp dan kertas Indonesia (APKI) membuat program promosi industri kertas Indonesia. Penelitian selanjutnya adalah mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia oleh Yolanda (2008). Variabel-variabel bebas yang berpengaruh positif adalah nilai tukar mata uang negara tujuan dengan rupiah Indonesia dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Variabel bebas yang berpengaruh negatif adalah PDB total negara tujuan, harga biji pala Indonesia di negara tujuan, populasi negara tujuan dan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan. Variabel yang menunjukkan nilai elastisitas yang bersifat elastis adalah variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Peningkatan sebesar satu persen pada variabel ini akan mengakibatkan perubahan volume ekspor bij pala lebih dari satu persen. Berdasarkan hasil analisis peramalan menggunakan metode Box-jenkins
diperoleh model
peramalan
yang memenuhi
syarat
untuk
memprediksi volume ekspor pala adalah ARIMA (0,1,1).
10
Deskripsi selanjutnya mengenai studi terdahulu yang terkait dengan topik aliran perdagangan pada uraian berikut ini menggunakan gabungan jenis data antara data cross section dengan data time series atau yang biasa disebut dengan data panel. Beberapa penelitian tersebut dilakukan oleh Winniasri, Napitupulu dan Kartikasari. Winniasri (2007) melakukan penelitian mengenai analisis distribusi spasial dan aliran perdagangan beras dari dan ke DKI Jakarta. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa berdasarkan hasil Chow test model pertama, maka analisis regresi gravity model menggunakan metode Fixed Effects dengan estimasi GLS. Nilai R-square yang menunjukkan goodness of fit model adalah 99 persen. Faktorfaktor yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap aliran perdagangan beras ke DKI Jakarta yaitu PDRB dan populasi DKI Jakarta serta tingkat produksi di daerah sentra beras. Pada model kedua, berdasarkan hasil Chow test, metode yang sesuai adalah pooled OLS dengan faktor-faktor yang berpengaruh pada taraf nyata lima persen terhadap volume pengeluaran beras dari DKI Jakarta yaitu biaya transportasi, harga beras di daerah tujuan, PDRB dan populasi daerah tujuan. Nilai R-square yang menunjukkan goodness of fit model adalah sebesar 98 persen. Penelitian dengan obyek komoditas yang sama dilakukan oleh Napitupulu (2007) dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan beras Intra-ASEAN. Berdasarkan hasil Chow test, analisis gravity model menggunakan Fixed Effects dengan estimasi GLS. Nilai R-square yang diperoleh adalah sebesar 49,57 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen yaitu PDB negara asal impor, populasi negara tujuan impor, konsumsi beras negara asal impor, konsumsi beras negara tujuan impor dan nilai tukar terhadap USD negara tujuan impor. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Kartikasari (2008) mengenai analisis daya saing komoditi tanaman hias dan aliran perdagangan anggrek Indonesia di pasar internasional. Hasil analisis daya saing tanaman hias dengan metode RCA menunjukkan bahwa perkembangan industri tanaman hias Indonesia lebih lambat dibandingkan dengan Thailand sebagai pesaing utama di pasar tanaman hias dunia
11
untuk kawasan Asia Tenggara. Pangsa ekspor tanaman hias Indonesia di negara tujuan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman hias di pasar Korea, sementara untuk pasar Jepang, Amerika Serikat dan Belanda, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif. Penggunaan metode Fixed Effects berdasarkan hasil estimasi model gravity diketahui sebagai metode yang paling sesuai digunakan. Aliran perdagangan ekspor anggrek Indonesia ke negara tujuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni waktu tempuh, pendapatan per kapita, populasi, harga anggrek Indonesia dan nilai tukar. Sementara faktor harga anggrek di negara tujuan tidak berpengaruh terhadap model aliran perdagangan.
2.3. Relevansi dengan penelitian sebelumnya Penelitian-penelitian terdahulu telah membantu penulis untuk membangun model persamaan pada penelitian ini. Pemilihan variabel yang digunakan pada penelitian ini diturunkan berdasarkan teori dan studi terdahulu yang terkait dengan topik penelitian ini. Persamaan dengan penelitian sebelumnya terdapat pada salah satu komoditas yang diteliti (meubel rotan) serta alat analisis yang digunakan. Perbedaan yang ada pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dari penggunaan jenis data panel, jenis dan jumlah komoditas yang akan diteliti serta periode penggunaan data dengan menggunakan periode waktu tertentu (mulai tahun 2001 hingga 2006).
12