HASIL DAN PEMBAHASAN
RENDEMEN EKSTRAK KULJT BATANG KAYU GABUS
Hasil ekstraksi pelarut dari kulit bataug Kayu Gabus (Gambar 20) terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rendemen Ekstrak KuPt Batang ICayu Gabus
J e ~ fiaksi s
Rendemen (%bib)
Kloroform
0,28
Air
0,77
1
Dari tabel di atas tedihat bahwa kandungan senyawa dalam fiaksi air kbih besar daripada kandungan senyawa yang terdapat dalam fraksi kloroform. Dengan dernikian dosis pemberian fiaksi-fiaksi di atas untuk penelitian utama yang setara dengan dosis
pemberian infirsariurn Wt batang Kayu Gabus 4 mi/Kg BBhri, t d i t pada Tabel 3.
Tabd 3. D d i E k s W Kulit Batang Kayu Gabw daiam Uji Potensi Antihiptrkoiesterolemia
Jenis Fraksi
Dosis (mg/KgBB/hari)
Kloroforrn
5,6
Air
15,4
HASIL TAHAP PENELITLAN PENDAHULUAN
Hasil Uji Aktivitas Antihiperkolesterolemia dari Air Rebusan (Infusanum) Kulit Batang Kayu Gabus.
Setelah pemberian diet berkolesterol tinggi dan air minum ad libitum selama 140 hari (20 minggu), kadar kolesterol serum tikus percobaan kelompok A meningkat sampai kadar rata-rata sebesar 185,232 mgldl. Kadar tersebut menunjukkan bahwa tikus percobaan telah mengalami hiperkolesterolemia (Tabel 4).
Selanjutnya tilcus percobaan kelompok A diberi infusarium kulit batang Kayu Gabus melalui sonde lambung sebanyak 4mVkgBB/hari (O,056%(b/v)AcgBB/hari). Sedangkan kelompok B dicekok akuades sebanyak 4mVkgBBM. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tikus kelompok A mengalami penurunan
kadar kolesterol setelah 14 hari perlakuan yaitu sebesar 25,68% dan sebesar 37,23% setelah 28 hari perlakuan.
Kadar kolesterol serum tikus percobaan tersebut sampai 28 hari perlakuan kembali ke keadaan normalnya, seperti halnya kelompok B. Hasii tersebut menunjukkan bahwa infbsarium
kulit
batang b
Gabus (Alsfmia scholaris, RBr.) memiliki
aktivitas antihiperkolesterolemia,sehingga kulit batang Kayu Gabus memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat mtihiperkolesterolemia.
Tabel 4. Kadar Kolesterol Total Serum Tikus Selama Peaeiith Pendahuluan.
Kel
:
A
c A
N
A
d w m
Kadar kolesterol awal (0 hari) tmg,dl)
Kadar
Kadar kolesterol selama perlakuan
kolesterol awal hiperkolestero
(14 hari)
(28hasi)
lemia (140 hari) mgfdl
[kolesterol] mgdl
pasen
~ofestaol]
p e n ~ ~ ~ m *mg/d
perm punman*
1
69.100
156.975
88.550
43.62
106.375
-32.23
2
83.950
226.550
140.875
-37.82
11 1.550
-50.76
-3.375 4 72.450
186.875 195.500
143.750 150.650
-23.08 -22.94
97.175 1 16.725
48.00 40.29
5
83.375
115.000
127.075
+10.5
95.4W
-17.00
6 7
87.975
101.775
-28.34
105.800
74.175
142.025 273.700
179.400
-34.45
145.475
-25.51 46.85
79.186
185232
133.154
-25.68
111221
-37.23
87.975
81.075
78.200
-3.55
78.200 92.000 77.050
-3.55
-8.50 +6.82
M.57 +1.51
-
-
Ratan
B SDar
1 2
87.975 75.900 89.125
80.500 81.075
4
87.400 78.200 86.250
5
85.675
87.400
96.025
+9.87
S5.675
-1.97
6
90.275
74.750
90.850
+21.54
89.700
+20.01
85.%3
82.704
85.330
+5.24
84.525
+4.11
3
Rataan
: Terjadi jmmrunan kadar kolesterol dari bdar awal hiperkolesterolemia :Terjadi peningkatan kadar kolesterol dari kadm kolesterol awal
hiperkolesterolernia Penumnan kadar kolesterol total di atas diikuti dengan peningkatan kadar HDLkolestero1 dan penmnan kadar LDLkolesterol mencapai kadar HDL dan LDL kolesterol tikus peroobaan yang sehat (yang diberi pakan standar) (Lampiran 8).
Hasil uji fitokimia dari infbsarium kulit batang Kayu Gabus menunjukkan hasil yang positif adanya alkaloid yaitu dengan terbentuknya endapan bmarna jingga setelah direaksikan dengan pereaksi Dragendorff. Hal tersebut menunjukkan bahwa alkaloid yang bersifat antihiperkolesterolemia itu larut dalam air. Hasil tersebut diduga sesuai dengan penelitian Hamilton et aZ. (1962) yang menyatakan bahwa alkaloid echitamin dalam kulit batang Kayu Gabus larut dalam air. Selain alkaloid dalam infusarium kulit batang Kayu Gabus t.erdapat juga senyawa flavonoid dan karbohidrat.
Adanya
flavonoid ditunjukkan dengan tefbentuknya warna merah pada lapisan amii alkoholnya. Identifikasi lebih tanjut menunjukkan dugaan flavonoid tersebut tergolong senyawa flavon atau flavonot h
a uji dengan HzS04 pekat terbentuk warm rnerah jingga.
Karbohidrat yang terkandung dalam infusarium tersebut bukan tergolong gda pereduksi karena hasil uji Benedict nrenghasilkan hasil uji yang negatip. Aktivitas antihiperkolesterolemia dari idksarium lculit batang Kayu Gabus didukung dengan perubahan gambaran histopatologi hati (khususnya perlemahn hati) yang menunjukkan adanya sedikit pemuliian perlemakan hati (Lampiran 9).
HASH.,TAHAP PENELITIAN UTAMA Hasil Uji Aktivitrw Antiiriperkoleslterolemia Fraksi Kloroform dan Air dari Kulit Batang Kayu Gabus dam Obat Penumn Kolesterol Komersial.
Setelah pemberian diet berkolesterol tinggi dan air minum ad libitum selama 140
hari, semua kelompok perlakuan kecuali ke1.W yang diberi pakan standar telah
menunjuklcan keadaan hiperkolesterolemia (kadar kolesterol total > 130 mg/dl) dan kadar LDLkolesterol yang sangat tinggi dari normal (Tabel 5). bberadaan kolesterol dalam tubuh jasad hidup berasal dari sintesisnya dalam jasad hidup tersebut dan dari kolesterd dalam diet. Substrat untuk sintesis kolesterol
adalah asetil KO-AAsetii KO-Amerupakan senyawa metabolik yang diproduksi dari kataboiisme karbohidrat, asam lemak dan banyak asam amino, sehingga setiap makanan yang dimakan akan menyediakan penyusun penting untuk sintesis kolesterol tersebut. (Gambar 2 1).
PROTEIN
LIPID
Asam lemak
Asam Amino
Asam lemak
Lipid sederhapa & lipid majemuk
-bar
Hidroksimetil-glutaril-KoA
++ .c
Kolesterol
21. Alur Metaboliime Kolesterol dan Senyawa Lipid Lainnya
Dalam penelitian ini semua kelompok perlakuan (kecuali kelompok perlakuan VII), mendapatkan pakan berupa pakan standar ditambah kolesterol murni
-
sebanyak 0.1% 0.5% dan propil tiourasil 20 mglkg BB/hari selama 140 hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa semua tikus percobaan dapat mengalami hiperkolesterolemia. Keadaan hiperkolesterolemia ini selain dari induksi kolesterol eksogen di atas juga disebabkan karena dalam pakannya ditambahkan propil tiourasil yaitu suatu 'zat anti tiroid. Zat tersebut menginaktifkan enzim peroksidase yang
befingsi dalam
sintesis hormon tiroid. Salah satu efek dari adanya penurunan sintesis hormon tiroid tersebut adalah meningkatkan kadar kolesterol total plasma (Harper, et al. 1980). Setelah diberi perlakuan, baik untuk 14 hari maupun 28 hari, kelompok perlakuan I1 (fiaksi kloroform), 111 (fiaksi air), IV (pravachol), V (lopid), dan VI
(asarn nikotinat) menunjukkan adanya penurunan kadar kolesterol total serumnya (Gambar 22). Dari Gambar 22 dan Lampiran 11 serta 12 terlihat bahwa pemberian fiaksi kloroform (11) dan fiaksi air (111) kulit batang Kayu Gabus menumnkan kadar kolesterol total serum tikus percobaan yang mengalami hiperkolesterolemia.
Penurunan kolesterol dari h k s i klorofonn (IQ sampai hari ke-14 pedakuan belum terjadi, narnun sarnpai hari ke-28 perlakuan, pemberian perlakuan tersebut telah dapat menurunkan kadar kolesteroi total serum sebesar 37,02% (dari 162,054 m e menjadi 102,063 mg/dl). Sedangkan pemberian fiaksi air (III) menurunkan kadar kolesterol fatal
serum tikus hiperiroiesterolemia sebesar 13,78% (dari 2 14,954 mgidl menjadi 185,342 mg/dI) sampai hari ke-14 perlakuan dan 61,57% (dari 214,954 mg/d menjadi 82,608 mg/dl) sampai trari ke-28 periakuan.
Dari hasil tersebut dapat dilihat potensi penurunan kadar kolesterol akibat pemberian fraksi air seiama 14 hari dan 28 hari lebih besar dibandingkan penumnan
kadar kolesterol oleh pemberian fiaksi klorofonn. Hal tersebut diduga disebabkan dosis pemberian fraksi kloroform (5,6 mgnCgBB/bari) Iebih kecil dari dosis pemberian fraksi air (1 5,4 m&gBB/hari). Dari 3 macam obat komersial penurun kolesterol (pravachol, lopid dan asam nikotinat), yang paling besar menurunkan kadar kolesterol total serum tikus hiperkolesterolemia adaiah asam nikotinat
0.Obat tersebut menurunkan kadar
kolesterol total serum sebesar 48,13% (dari 231,693 mg/dI menjadi 120,175 mgidl) sampai hari ke-14 periakuan dan 61,68% (dari 231,693 mg/di menjadi 88,796 mgfdl) sarnpai hari ke-28 perlakuan. Namun demikian pemberian obat-obat penumn kolesterol komersial tersebut tidak tedepas dari efek sarnping yang merugikan antara Iain dapat meningkatkan enzim-enzim yang terdapat dalam hati sehingga mungkin akan rneningkatkan kadar SGOT dan SGPT, menyebabkan mual, atau tejadi peningkatan tekanan darah (Marinetti, 1990).
Hasil analisis peragam (Analisis kovarian, Lampiran 14 dan IS), menunjukkan bahwa peubah kolesterol awal pedalman berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar kolesterol total serum tikus. Hal ini mengindikasikan bahwa kadar kolesterol awal perlakuan mempunyai kolerasi dan mempengaruhi penmnan kadar koksterol setelah pemberian perlakuan (pada taraf 5%, dengan nilai p==0.0001 untuk penurunan kadar kolesterol sampai 14 dan 28 hari perlakuan).
Dari koreksi nilai tengah perlakuan dengan uji Duncan,
perlalcuan fiaksi
kloroform II, (fiaksi air) HI, N (pravachol), dan V (lopid) sampai hari ke-14 perlakuan
tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Namun biia dilihat dari persentase rataan penmnan kolesterol pemberian fiaksi air, pravachol, lopid dan asam nikotinat, pemberian perlakuan-pedakuan tersebut selama 14 hari berpotensi dalam menurunkan kadar kolesterol total serum tikus yang mengalami hiperkolesterolemia (Gambar 22 dan Lampiran 12) Data koreksi nilai tengah perlakuan untuk 28 hari perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan yang rnemberikan pengaruh penurunan terbesar adalah perlakuan III (fraksi air), yang secara-rata-mta menurunkan 132,346 mg/dl atau 61,57% kadar kolesterol total serum tiap ekor tikusnya dengan pengaruh dari kolesterol awal perlakuan Perhkuan W (asam nikotinat) juga mempunyai pengaruh yang sama dengan perlakuan 111 dalam pengaruhnya terhadap proses penurunan kadar kolesterol total serum tikus yaitu sebesar 6 1,68% (Lampiran 1I). Pengaruh yang =ma dari perlakuan III (&hi
air) dan perlakuan
VI (asam nikotinat) ini didukung dengan data koreksi nilai tengah perlakuan yang mempunyai huruf superskrip yang sama (Lampiran 11). Walaupun dernikian pemberian
abat komersial asam nikotinat telah dilaporkan dapat memberikan efek samping yang merugikan (Marinetti, 1990). Aktivitas penunrnan kadar kolesterol di atas dari perkhan I1 (fhksi kloroform) ,III (fraksi air), fV @ravachol),V (lopid) ,d m VI (asam nikotinat) diduicung pula dengan
adanya peningkatan kadar HDLkolesterol dan penurunan kadar LDL-kolesterol dari
semua perlakuan tersebut (Tabel 5 ).
Efek Pemberian F h i Wornform, Fraksi Air dari Kulit Batang Kayu Gabus Terhadap Kadar LDLKolesterol Tikus Hiperkolesteroiemia Dari Tabel 5 t d i t bahwa kadar LDL-kolesterol serum tilnrs kelompok perlakuan I, IZ, I& JY,V, dan VI sampai akhir peningkatan kadar kolesterol (140 hari), ada pa& kisaran 91,505
- 178,833 mgldl. Kadar tersebut jauh lebih besar dari kadar
LDL-kolesterol kelompok perlakuan pakan standar (WI)yaitu sebesar 18,546 mgldl. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa kelompok perlakuan I sampai dengan VI telah mengalami hiperkolesterolernia. Fenotipe hiperlipoproteinemia kelompok-kelompok perlakuan tersebut adalah "tipe Ha", karena selain terjadi peningkatan kadar LDL kolesterol serumnya juga terjadi peningkatan kadar kolesterol total serumnya (Tabel 1). Marinetti (1990) menyatakan bahwa pada penderita hiperkolesterolemia dengan fenotipe IIa tersebut, telah terjadi pengurangan reseptor-reseptor LDL kolesterol pada jaringan hatinya, sehingga LDL banyak berada pada sirkulasi peredaran darahnya. Setelah 14 hari pemberian perlakuan, pada kelompok I1 sampai dengan VI terjadi penurunan kadar LDGkolesterol serum. Namun kadar LDL-kolesterol tersebut masih lebih besar dari kadar LDL kolesterol kelompok perlakuan pakan standar 0. Setelah 28 hari pemberian perkhan ternyata kadar LDL-kolesterol serum kelompok-keiompok
tersebut mencapai kadar normalnya. Penurunan kadar LDLkolesterol serum tersebut diduga bahwa pemberian perlakuan fiaksi kloroform (II), Eraksi air (Ill), pravachol(N), lopid (V), dan asam nilcotinat (VI) dapat meningkatkan jurnlah reseptor-reseptor LDL sehingga akan meningkatkan pengambilan LDL plasma dan tentunya akan menurunkan LDL-kolesterol plasma atau senunnya
Efek Pemberian Fraksi Kloroform dan Fraksi Air dari Kulit Batang Kayu Gabus Terhadap Kadar HDLKolesterol Tikus Hiperkolesterolemia. Dari Tabel 5 terlihat bahwa pada kondisi hiperkolesterolemia, kadar HDLkolesterol serum kelompok perlakuan I sampai dengan VI lebih rendah dari kadar HDLkolesterol serum tikus percobaan kelompok pakan standar (VII). Setelah 14 hari dan 28
hari perlakuan, terjadi peningkatan kadar HDL-kolesterol pada kelompok perlakuan JJ sampai dengan VI. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Montgomery, et al.(1993) yang menyatakan bahwa antara dua lipoprotein dapat terjadi pertukaran kolesterol, misalnya antara LDL dan HDL. Jadi bila terjadi penurunan kadar LDL-kolesterol maka akan terjadi peningkatan kadar HDL-kolesterol.
Efek Pernberian Fraksi Kloroform dan Fraksi Air dari Kulit Batang Kayu Gabus Terhadap Kadar Trigliserida Serum Tikus Hiperkolesterolemia. Trigliserida merupakan lipid utama dari kilomikron,VLDL, dan D L . Keberadaan Trigliserida dalam tubuh berasal dari diet makanan dan sintssis ak novonya dalam jaringan hati, adiposa, dan otot. Trigliserida yang dibawa dalam sirkulasi kilomikron, W L , dan IDL setelah sampai dipembuluh darah akan didegradasi oleh kerja enzim lipoprotein lipase menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Asam lemak bebasnya akan masuk ke jaringan adiposa dan jaringan otot. Dengan demikian dalam keadaan normal, kadar trigliserida dalam serum lebih kecil dari kadar trigliserida yang berada dalam kilomikron, VLDL,dan D L semula (Champe and Richard, 1997). Kadar trigliserida pada kelompok perlakuan standar (VII) dari awal perlakuan sampai dengan hari ke-28 perlakuan berada pada kisaran 60.670 - 76.750 mgtdl.
Hasil analisis kadar trigliserida kelompok perlakuan I1 s/d VI pada awal hiperkolesterolemia berada pada kisaran 50.380 - 64.600 mgldl. Nilai tersebut dapat dinyatakan tidak berbeda dengan kadar trigliserida dari kelompok pakan standar (VII). Nilai tersebut mendukung pernyataan bahwa tikus percoban pada penelitian ini telah mengalami hiperkolesterolemia, dimana telah terjadi kelainan lipoprotein LDL dan peningkatan kadar kolesterol serumnya yang disebut "fenotipe IIa". Namun kadar trigliserida dari kelompok kolesterol tinggi (I) lebih kecil dari kelompok pakan standar. Hal tersebut disebabkan karena lipoprotein lipase bekerja efektif sehingga trigliserida dari makanan dimetabolisme atau mungkin disebabkan banyak trigliserida dari makanan dideposit dalam jaringan hati. Kadar trigliserida sampai hari ke-28 perlakuan kadar trigliserida kelompok pakan standar (VII) sebesar 76.750 mgldl. Kadar trigliserida kelompok : kolesterol tinggi (I), fraksi air (III lopid ), (V), dan asam nikotinat (VI) berada pada kisaran kadar trigliserida kelompok pakan standar.
Hasit Uji Aktivitas HMGKoA Reduktase Kolesterol dalam diet tidak menghambat sintesis kolesterol usus, tetapi ia mempunyai pengatuh "hambatan umpan balik" yang kuat terhadap sintesis kolesterol &lam hati. Pengaruh ini lewat pengaturan terhadap enzim HMG-KoA reduktase
(Gambar 23).
Asetif KoA
Kolesterol dalam diet yang diabsorbsi
Sisa kilomikron
(HMG-KoA reduktase)
mevalonat
Kolesterol
Gambar W. Pengaturan Sintesis Kolesteml dalam Hati deh Diet Kolesterd dalam diet masuk ke dalam hati di dalam sisa kiiomikron yang merupakan produk katabolik kilomikron yang kaya akan ester kolesterol. Oleh karena kolesterol merupakan hasil akhir jalur biosintesis, pengaturan diistilahkan sebagai
hambatan umpan balik (Siperstein and Fagan, 1966). Biosintesis kolesterol melambat disebabkan menurunnya aktivitas HMG-KoA reduktase (Montgomery, et aZ.1993). Enzim HMG-KoA reduktase adalah enzim kunci dalam biosintesis kolesterol. Hasil esei enzim HMG-KoA redulctase dalam mikrosomal hati tilcus-tdcus percobaan terlihat dalam Tabet 5. Dari Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan Vn (pemberian pakan standar)
menunjukkan adanya sintesis kolesterol (dengan aktivitas spesifik 10,33 unit/mg protein). Kal tersebut sesuai karena dalam keadaan normal tikus-tikus percobaan dapat melakukan
biosintesis kolesterol pada mikrosom hatinya. Biosintesis kolesterol terjadi bila tidak ada hambatan pada enzim kuncinya yaitu HMG-KoA reduktase. Hal yang sama terjadi pada perlakuan iI, IlI, V, dan VI dengan nilai aktivitas spesifik berturut-turut 1 1.73, 10.57, 11.54, dm 10.56 unit/mg protein. Nilai-nilai tersebut lebih besar dari perlakuan standar (Vn)yaitu sebesar 10.33 unit/ mg protein. Hasil perlakuan W (pemberian pravachol
=
Sodium pravastatin) menunjukkan
nilai aktivitas spesifik yang lebih rendah dari pemberian pakan standar. Hal tersebut memberi arti bahwa telah terjadi hambatan pada kerja enzim MdG-KoA reduktase, sehingga biosintesis kolesterol dalam hati terhambat dan menyebabkan penurunan kadar kolesterol totalnya Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Keidar, et d.1994 dan Mahmga, et al. 1994 yang menyatakan bahwa pemberian pravastatin atau sodium
pravastatin (pravachol) dapat m e n d a n kadar kolesterol s e w dengan mekanisme kerjanya melalui hambatau terhadap enzim HMG-KoA reduktase. Aktivitas spesifik dari pemberian sampel fiaksi kloroform dan h k s i air dalam kulit batang Kayu Gabus ternyata lebih besas dari aktivitas spesifik pemberian pIava~h01.
Dengan demikian p e n m a n kolesterol total serum pada pemberian sampel fraksi kloroform dan fraksi air tersebut bukan disebabkan oleh adanya hambatan terhadap enzim kunci biosintesis kolesterol sebagaimana halnya yang terjadi pada pemberian obat sintetik pravachol.
Dari hasil uji Duncan (Lampiran 14) ternyata pemberian fraksi air (III) dan asam ~kotinat(VI)memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% demgan nilai p=0.0001. Menurut Gamble dan Wright (1961) dalam Paoletti (1964)
efek
hipokolesterolemik dari asam nikotinat tidak melalui hambatan terhadap enzim HMGKoA reduktase, melainkan melalui tahap awal dalam biosintesis kolesterol endogen yaitu tahap perubahan asetat menjadi malonat. Deagan demikian diduga aktivitas antihiperkolesterolemiadari fiaksi air kulit batang Kayu Gabus melalui mekanisme yang sama dengan asam nikotinat yaitu melalui hambatan perubahan asetat menjadi malonat.
Has2 Anaiisis Kolesterol Feses Setelah seluruh kelompok perlakuan (kecuali kelompok standar (VII)) mengalami hiperkolesterolemia, kelompok-kelompok tikus hiperkolesterolemia tersebut diberi perlakuan
-
perlakuan yang sesuai dengan perlakuan-perlakuan di atas. Feses dari
masing-masing tikus permbaan dimpullcan selama 1 minggu pada akhir percobaan. Kadar kolesteroi dalam feses tikus
percobaan tersebut ditentukan dengan metode
Lieberman Burchad yang dimodifikasi.
Hasil analisis kolesterol feses tikus-tikus
perwbaan terlihat' pada Tabel 5. Ekskresi kolesterol melalui feses terjadi karena pelepasan kolesterol dari hati ke usus dalam bentuk asam empedu terkonjugasi lesitin, dan ditambah yang berasal dari sel mukosa yang mengelupas. Selain itu, sebagian kolesterol diet diekskresi ke feses tanpa
absorpsi. Beberapa kolesterol, dalam usus &pengaruhi oleh enzim-enzim balderi usus dan diubah menjadi sterol netral fain sebelum diekskresi dalam feses. Pada manusia, sterol netral utama ddam feses blah koprostanol dan kolestanon Hasil reduksi sterol netrat lain yang diekskresi dalam feses adalah kolestanol (Garnbar 24).
DIET (produk hewani)
MISEL
-EK kolestmoi
esterase L
MISEL - K
SEL kilomilaon
Wcelupas m
Kolestanol
Koprostanol dan kolestanon Asam empedu
-
Keterangan : EK = Ester Kolesteroi, K Kolesterol -bar
24. Pencernaan, Absorpsi dan Ekskresi Kolesteroi (Sumber :Marinetti, ef d. 1990)
Dari Tabel 5 terlihat bahwa kelompok perlalaran I (kelompok tikus peaabaan yang terus diberi pakan diet kolesterol tinggi) tidak mernbdcan hasil adanya peningkatan pengelwan kolesterol metatui fesesnya sampai hari ke-28 ~ I a k u a nbila dibandingkan dengan kelompok VIT. Untuk kelompok perkhan VII bang diberi pakan standar dan akuades ad libitum) terjadi sedikit peningkatan pengeluaran kolesterol melalui fesesnya. Namun dari hasil analisis kadar kolesterol feses (Tabel 5). pemberian perlakuan fiaksi kloroform, fiaksi air, pravachol, lopid, dan asam nikotinat selama 14
dan 28 hari terjadi peningkatan pengeluaran kolesterol rneMui fesesnya. Peningkatan pengeluaran kolesteroi melalui feses akibat perlakuan-perlakuan di atas sampai hari ke-28 pertakuan berhmt-turut sebanyak 72,45% untuk fraksi kloroform ;95,73% untuk firaksi air ;76% untuk pravachol ;83% untuk lopid; dan 97% asam nikotinat lebih banyak dari
keadaan hiperkolesterolemia (Lampiran 15). Walaupun pemberian lopid 0,asam nikotinat (VI) menyebabkan ekskresi kolesterol lebih besar dari pemberian h k s i klorofonn, dan pravachd, mekanisme pemberian obat-obat komersial tersebut, oleh peneliti terdahulu tidak diiyatakan melalui pengeluaran kolesterol feses. Menurut Marinetti (1990) obat komersial penurun kolesterol yang mempunyai mekanisme pengeluaran kolesterol melalui feses disebabkan adanya serat pada obat komersial tersebut seperti halnya obat kolestiramin. Pemberian fraksi air dari Wit batang Kayu Gabus selama 14 dan 28 hari perlakuan, ternyata menyebabkan peningkatan pengeluaran kolesterol melalui fesesnya dibandingkan pengeluaran kolesterol melafui feses pada keadaan hiperkolesterolemia. Hal tersebut diduga karena dalam fkaksi air selain ada alkaloid juga terkandung aenyawa
k h h i d r a t yang tergolong polisakarida yang larut dalam air. Kebesadaan polisakarida
yang larut dalam air tersebut diduga sama halnya dengan keberadaan e k s i metil selufosa atau pektin dalam pakan hewan pexcobaan yang dapat menurunkan kadar kolesterol ddam serum dengan meningkatkan ekskresi kolesterol dalam fesesnya (Vahouny,
ef
al. (1988); Freedland (1990); Garcia-Dig
ef
al. (1996)). Peningkatan
ekskresi kolesterol dalam fixes tersebut menyebabkan meningkatnya sintesis asam empedu hepatik dan menghabiskan kolesterol datam hati, sehingga m e m e r e sintesis kolesterol di hati yang lebih tinggi. Dari percobaan sintesis kolesterol dalam hati akibat pemberian h k s i air tersebut dihambat karena terjadi hambatan pada tahap awal biosintesis endogen. Dengan demikian kolesterol dalam serum dapat diieduksi dengan masuknya kolesterol tersebut dalam hati.
Gambar p e r l h hati pada kelompok tilaus hiperkoIesterolemia yang diberi obat kometsial penurun kolesterol pravachol, dan lopid masih menunjukkan hasil yang kurang b&
karena masih adcup banyak terlihat butir-butir lemaknya (Gambar 26d).
Berdasarkan hasil analisis histopatologi, fiaksi air (kelompok m) mempunyai kemampuan paling baik dalam memulihkan perlemakan hati.