ANALISIS FRAMING BERITA MAKELAR KASUS DI INSTITUSI KEPOLISIAN PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN REPUBLIKA EDISI 19 – 23 MARET 2010 (STUDI ANALISIS FRAMING MODEL PAN DAN KOSICKI) Oleh 1. Kartini Rosmala Dewi Katili Asisten Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi, Sastra, dan Bahasa Universitas Islam ”45” Bekasi 2. Tatik Yuniarti Dosen Program Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi, Sastra, dan Bahasa Universitas Islam ”45” Bekasi Abstract This study analyzed the news coverages of former Criminal Investigation Chief of the Indonesian Republic Police Headquarter, General Commissioner Susno Duadji, who stated that there were a number of police officers involved in the tax case broker event of Gayus Halomoan P. Tambunan, an official at the Tax General Directorate. The case became a controversy because a police officer dared to accuse his own institution, thus making the case come to surface and fill headlines in media. Newspapers like Kompas and Republika, for instance, covered the story simultenously on their editions dated 19 – 23 March 2010. These editions were then selected to be analyzed with framing analysis method based on the Pan and Kosicki model to find how media defined news and what messages were emphasized by media. The conclusion of this study is Kompas tend to emphasize facts related to the government, how the government followed up the case broker event at the police institution. This was indicated by the way Kompas presented the event (story telling method) in form of an interconnected news plot from the 19th to the 23rd March edition of 2010. Whereas Republika tend to focus on Susno Duadji’s acts who stated that there was a case broker in the police institution. This emphasis can be seen from the titles and figures (resources) which were descriptively presented. Keyword: case broker, news, media, and framing analysis.
PENDAHULUAN Pernyataan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Kabareskrim Mabes Polri) Komisaris Jendral (Komjen) Susno Duadji mengenai adanya makelar kasus (markus) di institusi kepolisian, kini menjadi kontroversi. Dalam pernyataannya, Susno Duadji mengatakan adanya markus di Mabes Polri saat peluncuran bukunya Mereka Menuduh Saya di Yogyakarta, 15 Maret 2010 (Republika, 18/03/10). Awalnya, kasus ini berasal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencurigai rekening tak wajar sebesar 25 miliar rupiah milik Gayus Halomoan P. Tambunan, pegawai Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak, di sejumlah
bank, pada pertengahan 2009 lalu (Suara Islam, edisi 87, 02-16/04/10). Kemudian kasus tersebut ditanggapi oleh para penyidik dan langsung memblokir rekeningnya. Dalam penyelidikannya, polisi dan jaksa hanya mempermasalahkan uang sebesar 400 juta rupiah sebagai barang bukti tindakan pidana dari dua transaksi yang ditransfer dari PT Megah Jaya Citra Garmindo dan Roberto Santonius, konsultan pajak. Sementara uang 24,6 miliar rupiah diakui Gayus sebagai pemilik Andi Kosasih, pengusaha pelabuhan asal Batam. Atas penyidikan tersebut, Pengadilan Negeri Tangerang memvonis bebas Gayus dari segala dakwaan pada tanggal 13 Maret 2010. Sebab, pasal penggelapan uang dituntut pada Gayus tidak terbukti, karena PT Megah Citra Jaya Garmindo tidak jelas keberadaannya (Yuwono, 2010:164). Penanganan kasus Gayus tersebut pun dianggap Susno memiliki kejanggalan. Kejanggalan itu diungkap Susno dengan mengatakan adanya keterlibatan perwira Polri yang menggelapkan uang barang bukti di Bareskrim Polri senilai 24,6 miliar rupiah (Republika, 19/03/10). Perwira Polri itu berinisial Brigadir Jendral (Brigjen) E, Brigjen RE, Komisaris Besar E, Komisaris A (Kompas, 19/03/10). Mendengar pernyataan ini, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jendral Polisi Bambang Hendarso Danuri langsung menindaklanjuti pernyataan Susno dan meminta untuk membuktikan tuduhannya. Kemudian polisi membentuk tim khusus untuk mengkaji pernyataan Susno. Tim terdiri atas Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dan Inspektorat Pengawasan Umum. Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jendral Polisi (Wakabareskrim Komjen Pol) Yusuf Manggabarani memimpin tim ini (Republika, 18/03/10). Pernyataan Susno ini pun mendapat reaksi dari orang-orang yang disebut Susno terlibat dalam kasus markus pajak. Seperti dalam kutipan wawancara di Kompas dan Republika (edisi 19 Maret 2010), Direktur Direktorat II Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Radja Erizman menyebut sikap Susno seperti ”maling teriak maling”. Brigader Jendral Pol Edmond Ilyas, yang pernah menjabat Direktur II Ekonomi khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, mengatakan bahwa seharusnya Susno menyampaikan fakta atas apa yang dia katakan (Kompas, 20/03/10). Sedangkan Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Pol Edward Aritonang, mengatakan, uang 24,6 miliar rupiah atas nama Gayus sudah tidak diblokir setelah berkas kasus dinyatakan lengkap (P21), pada tanggal 26 November 2009 setelah dua hari masa pencopotan Susno Duadji dari Kabareskrim Mabes Polri. Saat ini posisi Susno dijabat oleh Komisaris Jendral Ito Sumardi tertanggal 30 November 2009 (Republika, 19/03/10 dan Kompas, 20/03/10). Disisi lain, pihak Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum segera menindaklanjuti kasus Susno Duadji untuk dimintai keterangan atas pernyataannya di kantor Unit Khusus Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Denny Indrayana, Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengatakan data PPATK bisa dicocokkan dan dibandingkan dengan data yang dimiliki Susno sehingga menjadi informasi yang penting untuk digali lebih jauh lagi (Kompas, 19/03/10). Kasus ini pun tidak luput dari pemberitaan media massa, sebab dampak peristiwa tersebut menyangkut kepentingan rakyat, yaitu adanya penyalahgunaan wewenang dan tindakan korupsi oleh aparat negara, khususnya penegak hukum Mabes Polri. Seperti dalam catatan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, kepolisian menempatkan ranking tertinggi
dari lembaga negara yang teridentifikasi penyalahgunaan wewenang jabatan (Media Umat, edisi 33, 02-15/04/10). Urgensi lain juga terletak pada sering terjadinya korupsi di badan penegak hukum (khususnya Polri). Namun hingga saat ini tidak ada yang berani mengungkapkan kasus tersebut untuk diselesaikan, karena dianggap Polri adalah penegak hukum bukan pelanggar hukum. Oleh sebab itu, tidak heran jika media menjadikan berita markus di institusi kepolisian ini menjadi berita utama (headline). Salah satu media massa yang memberitakan adalah surat kabar Kompas dan Republika. Kedua surat kabar itu memberitakan kasus markus mulai edisi 18 – 24 Maret 2010. Namun, dalam penyajiannya Kompas dan Republika hanya ada empat edisi saja yang memberitakan peristiwa yang sama, yaitu edisi 19, 20, 22, dan 23 Maret 2010. Alasannya karena pada edisi 18, 21, dan 24 Maret, kedua surat kabar tersebut tidak memberitakan peristiwa markus secara bersamaan. Seperti pada edisi 18 dan 24 Maret 2010 hanya Republika saja yang memberitakan. Sedangkan pada edisi 21 Maret 2010, hanya Kompas saja yang membuat. Karena itu, dalam penelitian ini penulis hanya menganalisis berita markus di institusi kepolisian pada edisi 19 – 23 Maret 2010. Dalam pemilihan surat kabarnya, penulis memilih Kompas dan Republika karena keduanya adalah surat kabar nasional dan merupakan harian umum yang terbit setiap hari dan dibaca untuk seluruh kalangan masyarakat secara umum. Kompas adalah harian umum nasional yang memiliki tiras terbesar di Indonesia tahun 2009. Bahkan sepanjang sejarahnya Kompas pernah mencapai oplah 700.000 eksemplar yang merupakan tiras terbesar di Asia. Dengan posisinya sebagai koran terbesar dan catatan sejarahnya yang panjang, Kompas juga dikenal sebagai koran yang memiliki gaya penulisan yang penuh kehati-hatian, bahkan cenderung konservatif (Setiansah, 2009:140-141). Sedangkan Republika hanya dalam sepuluh hari sejak terbit, oplah korannya sudah mencapai 100.000 eksemplar. Dalam penyajiannya Republika cenderung lebih atraktif, jelas dan tuntas sehingga mudah untuk memahaminya. Selain itu Republika memiliki unsur grafis yang informatif (berupa gambar, foto, tabel) serta eksploitasi cetakan warna yang lebih menarik. Dengan penonjolan inilah, Republika menyandang predikat sebagai juara I (satu) dalam tata wajah terbaik media cetak nasional pada tahun pertama penerbitannya (Nashrun, 06/07/10). Adapun segi penyajian berita, media mampu mengonstruksi isi berita (realitas). Realitas atau peristiwa yang dikonstruksi itu bisa diteliti dengan menggunakan analisis framing. Analisis ini secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media, serta bagaimana media memahami dan memaknai realitas (Eriyanto, 2002:3). Dalam penelitian ini, penulis membedah isi berita dengan menggunakan model Pan dan Kosicki. Model ini adalah yang paling populer dan paling banyak dipakai dalam menganalisis isi berita (Eriyanto, 2002:3). Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Sehingga setiap berita memiliki frame tersendiri untuk menyajikan fakta. Dengan model inilah, penulis ingin mengetahui bagaimana media memaknai berita markus di institusi kepolisian. Kemudian penulis juga ingin mengetahui pesan atau informasi apa yang ditekan atau ditonjolkan dalam surat kabar Kompas dan Republika edisi 19 – 23 Maret 2010.
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: (1) Menganalisis berita markus di institusi kepolisian dengan menggunakan model Pan dan Kosicki pada surat kabar Kompas dan Republika edisi 19 – 23 Maret 2010. (2) Membandingkan frame Kompas dan Republika edisi 19 – 23 Maret 2010 dalam memaknai berita markus di institusi kepolisian. (3) Menganalisis berita markus di institusi kepolisian pada surat kabar Kompas dan Republika edisi 19 – 23 Maret 2010 dengan menggunakan paradigma konstruksionis. (4) Menganalisis kecenderungan Kompas dan Republika yang dilihat dari cara bercerita (story telling) dalam menekan peristiwa markus di institusi kepolisian edisi 19 – 23 Maret 2010. METODE PENELITIAN Penilitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode analisis framing. Dalam pengertianya analisis framing merupakan analisis untuk mengkaji pembingkaian realitias (peristiwa, individu, kelompok, dan lain-lain) yang dilakukan media (Kriyanto, Rachmat. 2008:254). Sumber data dalam penilitian ini adalah berupa dokumentasi surat kabar Kompas dan Republika, yaitu berita tentang makelar kasus di institusi kepolisian edisi 19 – 23 Maret 2010. Dalam analisis data, penulia menganalisis berita makelar kasus di institusi kepolisian dengan model Pan dan Kosicki. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide (Eriyanto, 2002:254-255). Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita dan berhubungan dengan makna, yaitu agaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks. Seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Model Pan dan Kosicki STRUKTUR SINTAKSIS Cara wartawan menyusun fakta
PERANGKAT FRAMING
SKRIP Cara wartawan mengisahkan fakta
2. Kelengkapan Berita
5W + 1H
TEMATIK Cara wartawan menulis fakta
3. Detail 4. Koherensi 5. Bentuk kalimat 6. Kata ganti
Paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antarkalimat
RETORIS Cara wartwan nenekankan fakta
7. Leksikon 8. Grafis 9. Metafora
Kata, idiom, gambar/foto, grafik
1. Skema Berita
UNIT YANG DIAMATI headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup .
Sumber: Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. (2002: 256)
Setelah dianalisis dengan model tersebut, maka selanjutnya dianalisis dengan menggunakan paradigma konstruksionis. Paradigma ini memandang realitas kehidupan sosial bukanlah relitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi (Eriyanto, 2002:37). PEMBAHASAN Berdasarkan analisis model Pan dan Kosicki, serta perbandingan frame didapatkan bahwa Kompas dan Republika memiliki persamaan dan perbedaan dalam menyajikan berita makelar kasus di institusi kepolisian edisi 19 – 23 Maret 2010. Persamaannya terletak pada peristiwa yang sama diliput saat kejadian di hari yang sama. Sedangkan perbedaannya dilihat dari penekanan fakta atau peristiwa yang berbeda. Seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 1. PERSAMAAN PERISTIWA YANG DIBERITKAN Edisi Peristiwa 19 Maret 2010 Susno menyebutkan nama perwira Polri yang terlibat dalam kasus markus pajak. 20 Maret 2010 Susno digugat balik oleh Polri karena telah mencemarkan nama baik. 22 Maret 2010 Susno diperiksa di Divisi Propam untuk dimintai penjelasan atas pernyataannya. 23 Maret 2010 Masalah Susno merupakan masalah internal Polri.
Edisi 19 Maret 2010
20 Maret 2010 22 Maret 2010
23 Maret 2010
Tabel 2. PERBEDAAN PENEKANAN PERISTIWA Kompas Republika Satgas menindaklanjuti kasus Susno Duadji menuduh Mabes Susno Duadji. Polri terlibat dalam kasus markus pajak. Perlunya KPK terlibat dalam Dugaan Susno Duadji adanya penyidikan kasus markus pajak. markus di Mabes Polri terhambat. Kasus Susno sebaiknya diserahkan Susno siap membongkar kasus kepada KPK karena sudah di luar lain. ranah kepolisian. Presiden SBY sebaiknya Kasus Susno adalah masalah mengevaluasi kepemimpinan internal Polri. Polri.
Jika melihat tabel di atas akan terlihat bahwa peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang berbeda. Perbedaan tersebut dihasilkan melalui proses konstruksi. Proses ini sesuai dengan paradigma konstruksi, yaitu bagaimana menemukan peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi dan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Sehingga berita yang dihasilkan atau diproduksi memunculkan kecenderungan surat kabar yang berbeda dalam menyajikan sebuah peristiwa. Kecenderungan ini bisa dilihat dari penyajian beritanya. Seperti Kompas lebih cenderung mengarahkan pesan pada peranan pemerintah. Sementara Republika lebih cenderung terhadap Susno Duadji. Hal itu bisa dilihat dari penyajiannya secara keseluruhan, mulai dari edisi 19 – 23 Maret 2010. Kecenderungan Kompas terhadap peran pemerintah dilihat dari cara bercerita (story telling) yang ditulis dalam membuat berita. Cara bercerita ini dapat dilihat dari alur berita yang saling berhubungan pada edisi 19 – 23 Maret 2010. Berbeda dengan Republika yang tidak ada benang merah yang menyambungkan antara edisi sebelum dengan edisi sesudahnya. Setiap edisinya, Republika memiliki tema tersendiri dan menekankan adanya kecenderungan terhadap argumen nara summber yang satu dibandingkan dengan yang lainnya. Kecenderungan Kompas Kecenderungan Kompas terhadap peran pemerintah bisa dilihat dari cara bercerita (story telling) yang disajikan, sehingga menghasilkan alur cerita yang saling berhubungan dari edisi 19 – 23 Maret 2010. Pada edisi 19 Maret 2010, Kompas menekan peristiwa dari peran Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, untuk menindaklanjuti informasi dari Susno. Seperti kutipan lead berikut ini: Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum segera menindaklanjuti informasi dari mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indoensia Komisaris Jendral Susno Duadji. Susno, Kamis (18/3) di Jakarta, menyatakan adanya praktik makelar kasus dalam penyidikan kasus pajak di Mabes Polri. (Berita selengkapnya lihat lampiran 4)
Untuk menindaklanjuti informasi Susno ini, pada edisi selanjutnya (20 Maret 2010), Kompas menekan peristiwa dari sub judul ”Beri Ruang KPK untuk Ikut Selidiki Makelar Kasus”. Penjelasan ini diungkap oleh Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana dan ditulis berulang sebanyak tiga kali. Kemudian, peran KPK ini ditekankan kembali pada edisi 22 Maret 2010. Seperti kutipan berita edisi 20 dan 22 Maret 2010 di bawah ini: Edisi 20 Maret 2010 (paragraf ke-4): Sekretaris Satuan Tugas Pemberantsan Mafia Hukum Denny Indrayana meminta Polri bisa memberikan ruang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ikut menangani perkara dugaan makelar kasus di Mabes Polri (Paragraf ke-5) Dengan melibatkan KPK, menurut Denny, persoalan makelar kasus di tubuh Polri diharapkan bisa lebih tuntas. (Paragraf ke-12) ”....” Satgas juga menilai akan lebih baik jika Polri bekerja sama dengan KPK untuk mendorong penindakan hukum. (Berita selengkapnya lihat lampiran 5) Edisi 22 Maret 2010: ”...” Namun, sejumlah kalangan menilai kasus tersebut sudah diluar ranah kepolisian. Oleh karena itu, perkara itu sebaiknya diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Buka kesempatan bagi lembaga penegak hukum lain untuk masuk dalam perkara itu,” kata pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Rudy Satriyo Mukantardjo, Minggu di Jakarta. (Berita selengkapnya lihat lampiran 6, paragraf ke-1 dan ke-2) Kutipan peristiwa pada edisi 19, 20, dan 22 Maret di atas menggambarkan adanya alur peristiwa yang dibentuk. Alur tersebut secara tersirat, juga menekankan peran KPK bisa dianggap membantu dalam momentum bersihkan Polri (edisi 20 Maret 2010). Ini dapat dilihat dari judul yang ditulis yaitu ”Jadi Momentum Bersihkan Polri” dan sub judul ”Beri Ruang KPK untuk Ikut Selidiki Makelar Kasus”. Momentum bersihkan Polri ini juga sebelumnya sudah ditekan pada edisi 19 Maret 2010 yang dinyatakan oleh Susno Duadji yang berniat membantu dalam mereformasi Polri. Seperti kutipan berikut ini: Edisi 19 Maret 2010: Susno menegaskan, ia berniat membantu Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri mereformasi Polri dan membasmi pengkhianat yang merusak citra Polri. (Berita selengkapnya lihat lampiran 4, paragraf ke-13)
Edisi 20 Maret 2010 (lead): Sikap Komisaris Jendral Susno Duadji yang membeberkan dugaan ada makelar kasus di Markas Besar Kopolisian Negara Republik Indonesia perlu diapresiasi. Jadikan semua keterangan Susno itu sebagai momentum untuk membersihkan institusi Polri, terutama Mabes Polri dari kontaminasi mafia hukum. (paragraf ke-4): Secara terpisah, Jumat di Jakarta, Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana meminta Polri bisa memberikan ruang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ikut menangani perkara dugaan makelar kasus di Mabes Polri. (Berita selengkapnya lihat lampiran 5) Kemudian, edisi 22 Maret 2010, sekalipun judulnya ”Susno Janji Hadiri Pemeriksaan”, Kompas memberikan pesan akhir pada bagian penutup, yaitu menyajikan wawancara penasihat Indonesia Police Watch, Johnson Panjaitan. Johnson mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perlu segera mengambil langkah-langkah untuk mereformasi institusi Polri. Pernyataan Johnson inilah yang menjadi penghubung antara edisi 20 dan 23 Maret 2010. Pada lead edisi 23 Maret 2010, Kompas menulis Presiden SBY sebaiknya mengevaluasi kepemimpinan dan sistem dalam tubuh Kepolisian Negara Indoensia, karena dengan adanya peran Presiden yang langsung mengevaluasi maka akan adanya reformasi di institusi kepolisian dalam memberantas makelar kasus. Oleh sebab itu, dalam kutipannya (edisi 23 Maret 2010), Kompas memberikan jawaban tentang peran presiden dalam pemberantasan makelar kasus, yaitu menempatkan argumen Denny Indrayana sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, bukan sebagai Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Dalam kutipan wawancaranya, Denny menegaskan kepedulian Presiden diwujudkan dengan membentuk Satgas. Hal inilah yang menunjukkan adanya alur cerita yang menghubungkan antara edisi yang satu dengan yang lainnya, dan kecenderungan Kompas terhadap peran pemerintah dalam memberantas makelar kasus di institusi kepolisian. Seperti dilihat dari kutipan berikut ini: Edisi 20 Maret 2010 (lead): Sikap Komisaris Jendral Susno Duadji yang membeberkan dugaan ada makelar kasus di Markas Besar Kopolisian Negara Republik Indonesia perlu diapresiasi. Jadikan semua keterangan Susno itu sebagai momentum untuk membersihkan institusi Polri, terutama Mabes Polri dari kontaminasi mafia hukum. (Berita selengkapnya lihat lampiran 5) Edisi 22 Maret 2010 (penutup): Selain itu, penasihat Indonesia Police Watch, Johnson Panjaitan, mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu segera mengambil langkah-langkah untuk mereformasi institusi Polri. (Berita selengkapnya lihat lampiran 6)
Edisi 23 Maret 2010 (laed): Preiden Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya mengevaluasi kepemimpinan dan sistem dalam tubuh kepolisian Negara Republik Indonesia. (paragraf ke-15) Terkait desakan agar Presiden mengambil peran dalam pemberantasan makelar kasus, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana menegaskan, kepedulian Presiden diwujudkan dengan membentuk Satgas. Satgas juga tengah melakukan klarifikasi dan verifikasi kasus makelar kasus di tubuh Polri yang melibatkan GT, aparat pajak. (Berita selengkapnya lihat lampiran 7) Untuk lebih jelas, di bawah ini adalah gambar cara bercerita (story telling) dari surat kabar Kompas: Gambar 2. Alur Berita Kompas Edisi
Alur Berita
19 Maret 2010
Satgas menindaklanjuti kasus Susno.
20 Maret 2010
Kasus Susno dinilai Satgas sebaiknya melibatkan KPK. Hal ini bisa menjadi momentum bersihkan Polri.
22 Maret 2010
Perlu ada keterlibatan KPK karena pemeriksaan Susno diluar ranah kepolisian dan sebaiknya Presiden SBY mengambil langkah untuk mereformasi Polri.
23 Maret 2010
Pemeriksaan Susno yang menjadi masalah internal Polri ini, sebaiknya dievaluasi oleh Presiden SBY. Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengatakan untuk menyelesaikan kasus Susno, Presiden membentuk Satgas. Dan Satgas berharap bisa berkoordinasi dengan KPK dalam penyidikan.
Kecenderungan Republika Kecenderungan Republika terhadap makelar kasus di institusi kepolisian terletak dari judul berita dan argumen tokoh (narasumber) yang disajikan secara deskriptif. Kecenderungan ini mengarahkan bahwa Repeblika lebih cenderung pada Susno Duadji. Seperti pada edisi 19 Maret 2010, Republika memberikan wacana tentang bagaimana mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji tidak akan berhenti membongkar markus di Mabes Polri dan menyebut inisial nama perwira tinggi Polri yang terlibat dalam kasus penggelapan dana senilai 24,6 miliar rupiah. Berita ini dibuat judul ”Susno Sebut Empat Polri”. Sebagai pelengkap data, Republika membuat unsur grafis dengan judul ”Sang Perwira Kontroversial”. Sementara itu, agar berimbang Republika juga menempatkan argumen dari pihak Mabes Polri –Brigjen Pol Edmond Ilyas, Brigjen Pol Raja Erisman, dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang– yang membantah pernyataan Susno dan bagian akhir Republika menempatkan pandangan Satgas dalam menindaklanjuti dugaan Susno adanya markus di institusi kepolisian. Pada edisi 20 Maret 2010, Republika menyajikan berita tentang terhambatnya pembuktian penggelapan dana rekening di Bareskrim. Berita ini secara keseluruhun lebih menempatkan argumen PPATK dan Polri yang dibuat untuk memojokkan Susno Daudji. Argumen ini terdiri dari pandangan dari pihak PPATK –Kepala PPATK Yunus Husein dan Mabes Polri: Wakabareskrim Irjen Pol Dikdik Mulyana Arif, Brigjen Pol Edmond Ilyas, Brigjen Pol Raja Erisman, dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang– (jumlahnya sebelas paragraf). Sedangkan pandangan Satgas hanya ditempatkan pada porsi sedikit (hanya dua paragraf) sehingga dibuat menjadi peristiwa yang kurang penting dibandingkan dengan pandangan PPATK dan Polri. Pada edisi 22 Maret 2010, Republika hampir secara keseluruhan menjadikan Susno sebagai tokoh yang diwawancara secara dominan (jumlahnya dua belas paragraf), sementara KPK dan Satgas hanya diberi porsi sedikit (hanya tiga paragraf). Dalam judulnya, Republika menuliskan ”Susno Siap Bongkar Kasus Lain”. Judul ini menggambarkan Susno tidak akan pernah mundur dalam mengungkapkan kasus yang ada di institusinya, sekalipun dia mendapat ancaman dari berbagai pihak. Kemudian edisi 23 Maret 2010, setelah adanya panggilan terhadap Susno yang diperiksa di Divisi Propam pada 22 Maret 2010, Republika menulis berita dengan judul ’Masalah Susno Diselesaikan Internal’. Berbeda dengan Kompas judul yang dibuat pada sub judul berita yaitu ”Bambang Hendarso: Susno Daudji Masalah Internal Polri”. Judul tersebut secara khusus dibuat Republika dengan tanda petik satu, yang menekankan Mabes Polri memiliki otoritas dalam menangani masalah Susno dibandingkan dengan lembaga lain. Hal ini ditunjukkan dengan tokoh yang diwawancara dan jumlah paragraf yang ditulis. Republika mewawancarai Mabes Polri –Kapolri Jendral Pol Bambang Hendarso Danuri, Kepala Bidang Penlitian Personel Propam Polri Kombes Pol Budi Waseso, Kabareskrim Polri Komjen Pol Ito Sumardi, dan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Edward Aritonang– lebih dominan dibandingkan dengan Susno Duadji, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah yang hanya masing-masing pendapat diberikan porsi dua paragraf. Sementara Mabes Polri lebih banyak jumlah porsinya, yaitu delapan paragraf. Untuk lebih jelas di bawah ini terdapat gambar judul dan tokoh berita dalam surat kabar Republika:
Gambar 4.6 Judul dan Tokoh Republika
Edisi
19 Maret 2010
Judul Berita
Tokoh
Susno sebut empat perwira
Mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji & Mabes Polri (Brigjen Pol Edmond Ilyas, Brigjen Pol Raja Erisman, dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang)
20 Maret 2010
Aliran dana sulit dilacak
22 Maret 2010
Susno siap bongkar kasus lain
23 Maret 2010
Masalah Susno diselesaikan internal
Kepala PPATK Yunus Husein & Mabes Polri (Wakabareskrim, Irejn Pol Dikdik Mulyana Arif, Brigjen Pol Edmond Ilyas, Brigjen Pol Raja Erisman, dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang)Polri Mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji Mabes Polri (Kapolri Jendral Pol Bambang Hendarso Danuri, Kepala Bidang Penlitian Personel Propam Polri Kombes Pol Budi Waseso, Kabareskrim Polri Komjen Pol Ito Sumardi, dan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Edward Aritonang)
SIMPULAN Dari hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap pemberitaan makelar kasus di institusi kepolisian pada surat kabar Kompas dan Republika edisi 19 – 23 Maret 2010, penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis framing model Pan dan Kosicki dengan menggunakan unsur sintaksis (menyusun fakta), skrip (mengisahkan fakta), tematik (menulis fakta), dan retoris (menekan fakta), diketahui bahwa Kompas menekankan fakta lebih cenderung terhadap pemerintah dalam menindaklanjuti kasus markus di institusi kepolisian. Hal ini tersirat dari cara bercerita (story telling) Kompas dalam menyajikan peristiwa berupa alur berita dari edisi 19 sampai 23 Maret 2010 yang saling berhubungan. Alur berita tersebut dapat dilihat dari penekanan pernyataan narasumber yang diwawancara dalam menyelesaikan kasus markus di institusi kepolisian, sebagai contoh edisi 19 dan 20
Maret 2010 pihak Satgas dan KPK bisa bekerja sama dengan Polri dalam menindaklanjuti kasus markus di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). Sedangkan Republika lebih menekankan fakta pada sikap Mantan Kabareskrim Komjen Polri Susno Duadji yang mengatakan adanya markus di institusi Kepolisian. Penekanan tersebut dapat dilihat dari judul dan tokoh (narasumber) berita yang disajikan secara deskriptif. Misalnya, edisi 23 Maret 2010 dengan judul ’Masalah Susno Diselesaikan Internal’, narasumber yang disajikan lebih dominan adalah internal Polri, sementara yang lainnya hanya dibuat dengan porsi sedikit. 2. Kompas dan Republika memiliki perbedaan dalam mengkonstruksi realitas atau peristiwa kasus markus di institusi kepolisian. Kompas memilih untuk berhati-hati dalam membuat berita. Hal itu ditunjukkan dari peristiwa yang disajikan, dimana masing-masing narasumber memilki argumen yang sama kuat dan benar tanpa adanya penekanan dari pihak lain. Sebaliknya, Republika menekankan peristiwa dari sisi kontroversinya. Penekanan ini ditunjukkan dari penonjolan salah satu pihak dengan menyudutkan pihak yang lain. Seperti edisi 19 dan 22 Maret, Republika lebih banyak menyajikan pernyataan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Kabareskrim Mabes Polri) Komisaris Jendral (Komjen) Susno Duadji, sedangkan pada edisi 20 dan 23 Maret 2010 lebih dominan menyajikan pernyataan Mabes Polri. DAFTAR PUSTAKA Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta. Kriyanto, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Cetakan Ketiga. Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organasisai, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2007. Jurnalistik: Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Yuwono, Ismantoro Dwi. 2010. Menelusuri Sepak Terjang Aktor Kejahatan Jual-Beli Kasus: Kisah Para Markus (Makelar Kasus).Yogyakarta: Medpress. Setiansah, Mite. 2009. Politik Media Dalam Membingkai Perempuan (Analisis Framing Pemberitaan Kasus Video Porno Yahya Zaini dan Maria Eva dalam Harian Kompas dan Suara Merdeka), dalam Jurnal Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, Univ. Atma Jaya Yogyakarta, Volume 6, Nomor 2, 2009. Gewati, Mikhael. 2008. Skripsi: Analisis framing Berita Kelanjutan Kasus hukum Perdata Almarhum Mantan Presiden Soeharto pada Surat Kabar Kompas (Periode 28 Januari – 31 Maret 2008). Program Studi Penyiaran, FIKOM, Universitas Persada
Indonesia YAI. Pambudi, Ari. 2004. Skripsi: Analisis Framing Berita Kriminal di Surat Kabar, Studi Terhadap Berita Kriminal di Surat Kabar Lampu Merah, Pos Metro, dan Terminal. Program Studi Komunikasi Massa, FISIP, Universitas Indonesia. Nashrun. Harian Umum Republika. Jakarta: Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Republika. [06/07/10] Santoso, FA. Sejarah, Organisasi dan Visi-Misi Kompas. Jakarta: Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Kompas. [06/07/10] Kompas, edisi 19 Maret 2010. Kompas, edisi 20 Maret 2010. Republika, edisi 18 Maret 2010. Republika, edisi 19 Maret 2010. Media Umat, edisi 87, 2 – 15 April 2010. Suara Islam, edisi 33, 2 – 16 April 2010.