Modul ke:
Fakultas
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang Pelarangan Usaha Bidang/Produk Tertentu Perspektif International Hukum Bisnis
Program Studi
Magisster Akuntasi www.mercubuana.ac.id
Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE
UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN • Perpajakan di Indonesia didasarkan pada Pasal 23A UUD 1945, • pajak adalah kontribusi yang dikenakan kepada seluruh Warga Negara Indonesia, warga negara asing dan warga yang tinggal secara kumulatif 120 hari di wilayah Indonesia dalam jangka waktu dua belas bulan.
Ada 6 Undang-undang pajak yang berlaku saat ini yaitu 1. UU RI No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2. UU RI No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan 3. UU RI No. 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai 4. UU RI No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan 5. UU RI No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan dengan Surat Paksa 6. UU RI No. 13 Tahun 1985 Tentang bea Materai
1. UU KUP • • • • • • • • • • • • •
Susunan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP) terdiri dari : Bab I Tentang Ketentuan Umum. Bab II Tentang Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan dan Tata Cara Pembayaran Pajak. Bab III Tentang Penetapan dan Ketetapan Pajak. Bab IV Tentang Penagihan Pajak Bab V Tentang Keberatan dan Banding. Bab VI Tentang Pembukuan dan Pemeriksaan. Bab VII Tentang Ketentuan Khusus. Bab VIII Tentang Ketentuan Pidana. Bab IX Tentang Penyidikan. Bab X Tentang Ketentuan Peralihan. Bab XI Tentang Ketentuan Penutup.
2. UU PPH • • •
• • • • • •
Susunan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh) adalah sebagai berikut : Bab I Tentang Ketentuan umum, terdiri dari Pasal 1. Bab II Tentang Subjek Pajak terdiri, dari Pasal 2, Pasal 2A, dan Pasal 3. Bab III Tentang Objek Pajak terdiri, dari Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 11A, Pasal 12 (dihapus), Pasal 13 (dihapus), Pasal 14, dan Pasal 15. Bab IV Tentang Cara menghitung pajak, terdiri dari Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19. Bab V Tentang Pelunasan pajak dalam tahun berjalan, terdiri dari Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 (dihapus). Bab VI Tentang Perhitungan pajak pada akhir tehun, terdiri dari Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 29, Pasal 30 (dihapus), dan Pasal 31 (dihapus). Bab VII Tentang Ketentuan lain-lain, terdiri dari Pasal 31A, Pasal 31B (dihapus), Pasal 31C, Pasal 31D, Pasal 31E, Pasal 32, Pasal 32A, dan Pasal 32B. Bab VIII Tentang Ketentuan peralihan, terdiri dari Pasal 33, Pasal 33A dan Pasal 34. Bab IX Tentang Ketentuan penutup, terdiri dari Pasal 35.
3. UU PPN dan PPn BM •
• • • • • • • • • • • • • • •
Susunan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) terdiri dari: Bab I Tentang Ketentuan Umum terdiri dari Pasal 1, Pasal 1A, dan Pasal 2. Bab II Tentang Pengusaha Kena Pajak terdiri Pasal 3. Bab IIA Tentang Kewajiban melaporkan usaha dan kewajiban memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang terdiri dari Pasal 3A. Bab III Tentang Objek Pajak terdiri dari Pasal 4, Pasal 4A, Pasal 5, dan Pasal 5A, (Pasal 6 dihapus). Bab IV Tentang Tarif pajak dan cara menghitung pajak terdiri Pasal 7, Pasal 8, Pasal 8A, Pasal 9, dan Pasal 10. Bab V Tentang Saat dan tempat pajak terutang dan laporan penghitungan pajak terdiri dari Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15A (Pasal 15 dan Pasal 16 dihapus). Bab VA Tentang Ketentuan khusus terdiri Pasal 16A, Pasal 16B, Pasal 16C, Pasal 16D, Pasal 16E, dan Pasal 16F. Bab VI Tentang Ketentuan Lain-lain terdiri Pasal 17. Bab VII Tentang Ketentuan peralihan terdiri dari Pasal 18. Bab VIII Tentang Ketentuan penutup terdiri Pasal 19.
4. UU PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA Susunan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut : • • • • • • • • •
Bab I Tentang Ketentuan Umum terdiri dari Pasal 1 Bab II Tentang Pejabat Dan Jurusita Pajak terdiri dari Pasal 2-6 Bab III Tentang Surat Paksa terdiri dari Pasal 7-11 Bab IV Tentang Penyitaan terdiri dari Pasal 12-28 Bab V Tentang Pencegahan Dan Penyanderaan terdiri dari Pasal 29-36 Bab VI Tentang Gugatan terdiri dari Pasal 37-38 Bab VII Tentang Ketentuan Khusus terdiri dari Pasal 39-41 Bab VIII Tentang Ketentuan Peralihan terdiri dari Pasal 42 Bab IX Tentang Ketentuan Penutup terdiri dari Pasal 43-45
5. UU PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
• • • • • • • • • • • • • •
Susunan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan adalah sebagai berikut : Bab I Tentang Ketentuan umum, terdiri dari Pasal 1. Bab II Tentang Obyek Pajak terdiri, dari Pasal 2, Pasal 3. Bab III Tentang Subyek Pajak terdiri, dari Pasal 4 Bab IV Tentang Tarif Pajak terdiri Pajak dari Pasal 5 Bab V Tentang Dasar Pengenaan Dan Cara Perhitungan Pajak, terdiri dari Pasal 6, Pasal 7 Bab VI Tentang Tahun Pajak, Saat, Dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terhutang, terdiri dari Pasal 8 Bab VII Tentang Pendaftaran, Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Dan Surat Ketetapan Pajak terdiri dari Pasal 9, Pasal 10 Bab VIII Tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penagihan terdiri dari Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 Bab IX Tentang Keberatan Dan Banding terdiri dari pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 Bab X Tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak terdiri pasal 18 Bab XI Tentang Ketentuan Lain-lain terdiri pasal 19,Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 Bab XII Tentang Ketentuan Pidana terdiri pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 Bab XIII Tentang Ketentuan Peralihan terdiri pasal 28, pasal 29, pasal 30 Bab XIV Tentang Ketentuan Penutup terdiri pasal 31
6. UU BEA METERAI
• • • • • • •
Susunan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai adalah sebagai berikut : Bab I Tentang Ketentuan Umum terdiri dari Pasal 1 Bab II Tentang Obyek, Tarif, Dan Yang Terhutang Bea Meterai terdiri dari Pasal 2-6 Bab III Tentang Benda, Meterai, Penggunaan, Dan Cara Pelunasannya terdiri dari Pasal 7-10 Bab IV Tentang Ketentuan Khusus terdiri dari Pasal 11-12 Bab V Tentang Ketentuan Pidana terdiri dari Pasal 13-14 Bab VI Tentang Ketentuan Peralihan terdiri dari Pasal 15-16 BabVII Tentang Ketentuan Penutup terdiri dari Pasal 17-18
Bisnis Dan Pajak • Bisnis dan pajak tidak bisa dilepaskan satu sama lain. • Semua kegiatan berbisnis tidak akan luput dari kewajiban pajak. • Pajak memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam bisnis. • Artinya pajak bisa mempengaruhi kelangsungan bisnis seorang pengusaha.
Grey Area Dalam Perpajakan • Idealnya, peraturan peraturan pajak tidak mengandung grey area. • Namun demikian, hal itu tidak mungkin dicapai karena manusia pasti mempunyai kelemahan dan pasti memiliki perbedaan dalam kepentingan antara satu pihak dengan pihak yang lain. • Grey area perpajakan adalah sebuah keadaan, transaksi atau kejadian yang dicurigai berat terekspos oleh aturan pajak, akan tetapi tidak ada aturan pajak yang berlaku sekarang yang bisa diterapkan terhadap hal tersebut.
Grey Area Dalam Konteks Perpajakan • Keadaan atau transaksi yang sebenarnya terekspos pajak, akan tetapi tidak ada aturan yang mengaturnya; • Ada aturannya tapi tidak jelas karena tidak lengkap, tidak implementatif, tidak informatif, memunculkan multi tafsir, berbeda antara aturan dan praktek dan sebagainya; • Ada aturannya, akan tetapi jumlahnya lebih dari satu sehingga mengakibatkan terjadinya kesimpangsiuran peraturan, tarik-menarik, saling berkontradiksi dan sebagainya.
Faktor Penyebab Grey Area dalam perpajakan • Ketiadaan ketentuan yang semestinya mengatur suatu permasalahan • Pengaturan yang ada tidak jelas dan tidak pasti;• Pengaturan yang ada berlebih atau saling tumpang tindih; • Perbedaan kepentingan dan penafsiran antara pembayar pajak dan otoritas pajak; • Perbedaan kepentingan dan penafsiran di antara pembayar pajak; • Perbedaan kepentingan dan penafsiran di antara berbagai pihak di dalam otoritas pajak.
Menyikapi Grey Area Perpajakan dengan Benar • Pada prinsipnya, setiap pihak siapapun dia (pembayar pajak, konsultan pajak, maupun otoritas pajak) harus mengambil sikap yang tepat atas setiap grey area di dalam dunia perpajakan. Tolok ukur dari sikap itu adalah tetap dipertahankannya orientasi pihak yang bersangkutan pada aspek kebenaran dan keadilan
Menyikapi Grey Area Perpajakan dengan Benar (2) • Undang-undang perpajakan diberlakukan dengan mengedepankan aspek keadilan. Hal ini bisa dilihat dalam semua konsideran atau pertimbangan yang menjadi uraian pembuka setiap undang-undang perpajakan; • Beban pajak harus ditanggung atau dibayar sesuai dengan kemampuan pihak yang harus menanggung atau membayarnya. Ini adalah karakteristik dasar dari setiap sistem perpajakan yang ada di dunia dan dianggap ideal. Oleh sebab itu, beban pajak atau jumlah pajak yang harus ditanggung atau dibayar, harus didasarkan pada kondisi yang nyata, realitas dan fakta yang ada. Sebisa mungkin tidak berdasarkan asumsi atau taksiran.
DAFTAR PUSTAKA • • • • • • • • • •
UU RI No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan UU RI No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan UU RI No. 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai UU RI No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan UU RI No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan dengan Surat Paksa UU RI No. 13 Tahun 1985 Tentang bea Materai Mardiasmo.Prof,1987-2013,”Perpajakan Edisi Revisi”,Yogyakarta,C.V ANDI OFFSET. http://konsultanpajak-aaa.com/bisnis-dan-pajak.htm http://tesishukum.com/pengertian-hukum-bisnis-menurut-para-ahli/ https://id.wikipedia.org/wiki/Perpajakan_di_Indonesia http://www.pajakbro.com/p/peraturan-pajak.html
TERIMA KASIH