KEWENANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DESA SILIAN KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
Abstrak
Oleh : Semuel H. Tumigolung NIM. 120 813 248
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, memberikan semangat baru bagi masyarakat yang selama ini kadang kala menjadi penonton dalam pembangunan di daerah. Masyarakat diberikan kewenangan pengakuan terhadap hak asal usul (rekognisi), penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa (subsidiaritas), keberagaman, kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan. Walaupun dengan Undang-Undang Desa ini Kepala Desa mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur dan mengelola keuangan sendiri tetapi seorang Kepala Desa tidak boleh menjadi Raja Kecil, kewenangan dan alokasi dana yang besar yang diamanatkan UU Desa itu, tidak ada satu pasal pun yang mengisyaratkan monopoli kebijakan Kepala Desa. Kepala Desa akan memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk mempertanggungjawabkan semua kewenangan dan pengelolaan dana yang akan dilakukannya kelak. Penelitian ini berusaha menjawab tentang kewenangan pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan di desa silian kecamatan silian raya kabupaten Minahasa Tenggara, yang meliputi: kewenangan penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Keywords: Kewenangan, Keuangan
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Regulasi dalam sejarah pengaturan Desa, dimulai dengan ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, UndangUndang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang ini disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal 18B ayat (2) untuk diatur dalam susunan pemerintahan sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (7). Walaupun demikian, kewenangan kesatuan masyarakat hukum adat mengenai pengaturan hak ulayat merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan sektoral yang berkaitan. Mengatasi permasalahan tersebut harus didukung dengan sumber pembiayaan yang memadai sehingga kewenangan Desa dapat terpenuhi sesuai dengan karakteristik dari Desa itu sendiri. Untuk itu, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, memberikan sinyal yang positif dalam pemerataan pembangunan. Di dalam Pasal 71 sampai dengan 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur sumber-sumber pembiayaan di Desa, sumber-sumber pendapatatan di Desa seperti Pendapatan Asli Desa, Alokasi dari APBN, Bagi Hasil dari Pajak dan Retribusi Kabupaten/Kota, Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Kabupaten/Kota, Hibah atau sumbangan Pihak Ketiga yang tidak mengikat serta Lain-lain Pendapatan Desa yang sah. Pendapatan Desa yang tersebut diatas ada beberapa rincian yang menjadi kewajiban dari Pemerintah di transfer dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Desa. Selain Dana Milyaran Rupiah, keistimewaan berikutnya adalah menyangkut penghasilan tetap Kepala Desa. Menurut Pasal 66 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Kepala Desa atau yang disebut lain (Nagari) memperoleh gaji dan penghasilan tetap setiap bulan. Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa bersumber dari dana perimbangan dalam APBN yang diterima oleh kabupaten/kota ditetapkan oleh APBD. Selain penghasilan tetap yang dimaksud, Kepala Desa dan Perangkat Desa juga memperoleh jaminan kesehatan dan penerimaan lainya yang sah. dalam UU Desa tersebut akan ada pembagian kewenangan tambahan dari pemerintah daerah yang merupakan kewenangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu adanya peluang desa untuk mengatur penerimaan yang merupakan pendapatan desa yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU Desa. Jika selama ini, Kepala desa menjadi pesuruh camat, bupati. Tapi hari ini jadi raja dan penentu sendiri, jadi Kepala Desa yang berkuasa penuh mengatur dan membangun desanya. Keadaan riil yang terjadi di desa Silian Kecamatan Silian Raya kepala desa cukup mengetahui kewenangannya terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan sigap dan responsif kepala desa melakukan koordinasi dengan semua tingkatan perangkat desa termasuk para kepala-kepala jaga yang ada, apabila ada program dari pemerintah kecamatan maupun pemerintah kabupaten selalu disampaikan oleh kepala desa, baik secara langsung maupun melalui rapat rutin. Sesuai dengan Observasi awal yang dilakukan peneliti, ditemukan fenomena masih adanya keluhan dari masyarakat terhadap kewenangan kepala desa dan perangkat Perangkat Desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pelayanan pada masyarakat, ada indikasi kemampuan teknis kepala desa dalam memimpin, dan mendelegasikan wewenang tertentu kepada perangkatnya, sering 2
juga ditemui meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayanan masyarakat karena tidak berada di tempat disaat dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini terlihat pada pelayanan pembuatan surat keterangan/pengantar kartu tanda penduduk, surat keterangan akte kelahiran yang kurang lancar, formulir pengisian pembuatan kartu keluarga baru, hal ini disebabkan karena pemerintah desa yang sering terlambat masuk kantor atau tidak berada ditempat, biasanya mereka berada di kebun, oleh sebab itu pelayanan belum maksimal kepada masyarakat. Kemudian berdasarkan informasi awal yang peneliti temukan bahwa: pertama, belum jelasnya tupoksi dari masing-masing perangkat desa, seperti masih ada beberapa perangkat desa yang memiliki tumpang tindih pekerjaan, sehingga akan mengganggu tupoksi asli dari perangkat desa tersebut, kedua kepala jaga sebagai unsur perangkat desa yang berfungsi sebagai pembinaan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di jaga yang bersangkutan bertugas tidak berjalan dan berfungsi selayaknya, sesuai dengan pengamatan awal peneliti hal ini disebabkan oleh belum dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Tenggara yang mengatur tentang pemerintahan desa, khususnya menyangkut tugas pokok dan fungsi perangkat desa. Berdasarkan alasan itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai kewenangan kepala desa selaku pemerintah yang ada di desa silian dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana kewenangan pengelolaan keuangan pemerintah desa Silian Kecamatan Silian Raya? C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kewenangan pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan di desa silian kecamatan silian raya kabupaten Minahasa Tenggara, yang meliputi: kewenangan penyusunan,penetapan, dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan yaitu : 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Ilmu Pemerintahan dalam menambah bahan kajian khususnya dalam bidang pemerintahan desa. 2. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran mengenai permasalahan dan juga masukan bagi pemerintah desa sebagai bahan masukan, khususnya desa silian. 3. Bagi peneliti lainnya yang bermaksud mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan kinerja kepala desa dalam pelayanan administrasi kependudukan.
3
TINJAUAN PUSTAKA A. Kewenangan Pengelolaan Keuangan Desa Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan yang dalam bahasa Belanda disebut “bevoegdheid” yang berarti wewenang atau berkuasa. Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam literasi politik-kekuasaan dan Hukum Tata Pemerintahan atau Hukum Administrasi, karena suatu pemerintahan atau organisasi pemerintah dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam konstitusi maupun regulasi turunannya, seperti peraturan perundang-undangan. Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1989:1170) diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan. Lebih lanjut Hassan Shadhily memperjelas terjemahan authority dengan memberikan suatu pengertian tentang “pemberian wewenang (delegation of authority)”. Delegation of authority ialah proses penyerahan wewenang dari seorang pimpinan (manager) kepada bawahannya (subordinates) yang disertai timbulnya tanggungjawab untuk melakukan tugas tertentu. B. Konsep Pemerintah Desa Menurut Syafiie (2007:4) secara etimologi, pemerintahan dapat diartikan sebagai berikut : a. Perintah berarti melakukan pekerjaan menyuruh. Yang berarti di dalamnya terdapat dua pihak, yaitu yang memerintah memiliki wewenang dan yang diperintah memiliki kepatuhan akan keharusan. b. Setelah ditambah awalan “pe” menjadi pemerintah. Yang berarti badan yang melakukan kekuasaan memerintah. c. Setelah ditambah lagi akhiran “an” menjadi pemerintahan. Berarti perbuatan, cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah tersebut. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan Negara sendiri, jadi tidak diartikan sebagai Pemerintah yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugastugas lainnya termasuk legislatif dan yudikatif. Pemerintah Desa menurut Sumber Saparin (2009:19) dalam bukunya “Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa” menyatakan bahwa: “Pemerintah Desa ialah merupakan simbol formal daripada kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya (Perangkat Desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan”. Sedangkan pengertian Pemerintah Desa adalah Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa. Dalam pemerintah daerah Kabupaten/Kota di bentuk pemerintahan desa yang terdiri dari kepala desa, Badan Permusyawaratan Desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah desa. Perangkat desa terdiri dari Sekretaris Desa dan perangkat desa lainnya. Desa di kabupaten secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah desa bersama BPD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah .
4
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif menurut Burhan bunging (2002:15) penelitian kualitatif tidak menggunakan angka–angka sebagai alat metode utamanya, dan parameter statistik untuk analisis datanya,data-data yang dikumpulkan berupa teks, kata-kata, simbol, gambar.Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengumpulkan data berdasarkan pengamatan situasi yang alamiah, sebagaimana adanya tanpa dipengaruhi atau dimanipulasi. Oleh sebab itu, penelitian ini dimaksudkan untuk memahami, menjelaskan, dan memperoleh gambaran tentang kewenangan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa silian kecamatan silian raya. B. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah kewenangan pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan desa, hal ini dihubungkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desasesuai dengan keadaan di lapangan, diantaranya yaitu: 1. Kewenangan Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa 2. Kewenangan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa 3. Kewenangan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
C. Informan Penelitian Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti. Informan dalam penelitian ini adalah: 1. Kepala Desa 1 orang 2. Perangkat Desa 3 orang 3. Anggota BPD 2 orang 4. Tokoh Masyarakat dan Masyarakat 3 orang D. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara 2. Dokumen 3. Observasi E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Reduksi Data 2. Penyajian Data data akan disajikan dalam bentuk teks naratif. 3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi 4. Analisis diLapangan
5
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Kewenangan Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa(APBDesa)adalah instrumen penting yang sangatmenentukan dalam rangka perwujudan tata pemerintahanyang baik (good governance) di tingkat desa. Tatapemerintahan yang baik diantaranya diukur dari prosespenyusunan dan pertanggungjawaban APBDesa.Memahami proses pada seluruh tahapan pengelolaanAPBDesa (penyusunan, pelaksanaan,pertanggungjawaban) memberikan arti terhadap modelpenyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri. Wawancara dengan kepala desa mengungkapkan bahwa: “Proses pengelolaan APBDesa didasarkan pada prinsip partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas hal ini dimaksudkan untuk memberi arti bahwa pemerintahan desa dijalankan dengan baik. APBDesa yang memadai juga dapat mendorong partisipasi warga lebih luas pada proses-proses perencanaan dan penganggaran pembangunan, karena APBDesa dapat menjawab partisipasi warga yang bersifat mikro dan mampu ditangani pada level desa”. Selanjutnya wawancara dengan ketua Badan Permusyawaratan Desa, diungkapkan bahwa: “Proses penguatan Pemerintahan Desa (Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa) perlu dilakukan dalam pengelolaan keuangan desa, khususnya tahap penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBDesa, agar APBDesa yang disusun berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dan memenuhi prinsip-prinsip good governance seperti transparansi, partisipasi, efektifitas dan akuntabilitas”. Dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terlebih dahulu harus diketahui sumber-sumber pendapatan desa, hal ini senada yang disampaikan oleh sekretaris desa, yang mengatakan bahwa: “sesuai dengan Permendagri nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, disebutkan bahwa desa perlu mengetahui setidaknya lima poin dalam proses penyusunan anggaran pendapatan belanja desa, kelima poin tersebut diantaranya adalah: pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah”. Tidak seluruh kepentingan dan kebutuhanpembangunan harus dipenuhi tanpamempertimbangkan keterbatasan pengelolaan danpembiayaan. Penganggaran yang baikakanmenetapkan jenis dan skala prioritas dalampencapaian tujuan dan sasaranpembangunan.Dana yang tersedia harusdimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapatmenghasilkan peningkatan pelayanan dankesejahteraan yang maksimal guna kepentinganmasyarakat. Paling tidak terdapat dua sistem penganggarandesa yaitu sistem anggaran berimbang dandefisit.Keduanya diterapkan sesuai dengankemampuan desa, hal ini seperti dijelaskan oleh sekretaris desa yaitu: “Sistem anggaran berimbang artinya dalam menetapkan komponen pendapatan dan pengeluaran atau belanja harus memperhatikan keseimbangan antara pengeluaran rutin dan pembangunan dengan penerimaan keuangan desa. Sistem anggaran defisit dalam penerapannya dilakukan dengan menetapkan pengeluaran atau belanja pembangunan dengan kemampuan penerimaan desa secara realistis baik yang bersumber dari pendapatan asli desa maupun dukungan dari pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat. Jika target anggaran tidak berhasil dicapai sesuai kebutuhan rencana pembangunan, maka perlu dilakukan perubahan yang bersifat taktis dan strategis agar sasaran anggaran berjalan dapat tercapai. Di sisi lain, kelebihan target penerimaan tidak harus selalu dibelanjakan, sehingga antara penerimaan dan belanja terjadi surplus atau defisit. Apabila terjadi surplus, desa dapat membentuk cadangan, sedangkan terjadi defisit anggaran, maka harus 6
ditutup sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan, misalnya melalui pinjaman desa atau sumber lain di mana pemerintah desa mampu mengembalikannya”. Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan antara lain: a. Pendapatan yang direncanakan merupakanperkiraan yang terukur secara rasional dan dapatdicapai untuk setiap sumber pendapatan sedangkanbelanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggipengeluaran belanja yang diizinkan.Artinya tidakdibenarkan pemerintah desa ataupelaksanamenggunakan biaya untuk pelaksanaanproyek di luar batas pagu dan pos anggaran yangtelah ditetapkan. b. Penganggaran pengeluaran harus didukung adanyakepastian tersedianya penerimaan dalam jumlahyang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakankegiatan yang belum tersedia dan atau tidakmencukupi kredit anggarannya dalamAPBDesa/perubahan APBDesa; dan c. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalamtahun anggaran yang bersangkutan harusdianggarkan dalam APBDesa dan dilakukan melaluirekening kas desa. 2. Kewenangan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Kewenangan penetapan anggaran pendapatan dan belanja desa pada dsarnya merupakan kewenangan yang terbatas, dimana APBDesa tersebut haru terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pemerintah kabupaten. Secara teknis penetapan tersebut didahului melalui sekretaris desa menyusun RancanganPeraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan padaRKPDesa, seperti pada hasil wawancara dengan sekretaris desa berikut ini: “Sekretaris Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Kepala Desa untuk memperoleh persetujuan. Selanjutnya Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama”. Penyampaianrancangan Peraturan Desa tentang APBDesa diajukanpaling lambat minggu pertama bulan November tahunanggaran sebelumnyaPembahasannyamenitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa.Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yangtelah disetujui bersama sebelum ditetapkan olehKepalaDesa paling lambat dalam 3 (tiga) hari kerjadisampaikan kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi.Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesaditetapkan paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBD Kabupaten/Kota ditetapkan. Selanjutnya ditambahkan oleh sekretaris desa bahwa: “Berdasarkan dengan peraturan yang ada, Bupati/Walikota setelah menerima Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menetapkan Evaluasi Rancangan APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja. Apabila hasil evaluasi melampaui batas waktu tersebut, Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa. Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Raperdes tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa bersama BPD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi”. 3. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Dengan berlakunya beberapaPeraturan Menteri dalam negeri(Permendagri) yang terkait dengankeuangan desa, mengisyaratkanbahwa aparat pemerintah desa memilikiwewenang dalam merencanakan,mengelola dan mempertanggungjawabkankeuangannya.Prinsip dasar sebagai landasanpemikiran pengaturan mengenai desasesuai perundang-undangan yang berlakudi Indonesia adalah keanekaragaman,partisipasi, otonomi asli, demokratisasidan pemberdayaan masyarakat. Harus diakuiadanya otonomi yang dimiliki oleh desadan kepada desa dapat diberi penugasanataupun pendelegasian dari pemerintahpusat ataupun daerah untuk melaksanakanurusan pemerintah tertentu, termasukdalam hal pengelolaan keuangan. Hasil wawancara dengan kepala desa dijelaskan bahwa: “dalam pengelolaan keuangan desa Kepala Desa membentuk panitia dalam mengelola keuangan desa untuk setiap rencana pembangunan dan aparat desa yang mengawasi 7
prosesnya. Dalam tahap pertanggung jawaban laporan keuangan, biasanya dilaporkan dan dipertanggung jawabkan setiap tahun pada saat tutup buku anggaran di hadapan rapat bersama BPD. Tetapi, tidak menutup kemungkinan laporan juga biasa dilaporkan pada saat pertemuan dengan pemerintah daerah bersama dengan kepala jaga di wilayah desa Silian setiapbulannya”. B. Pembahasan Pada bagian ini akan dibahas hasil penelitian yang terdiri dari informasi-informasi yang peneliti peroleh selama melakukan penelitian dalam bentuk wawancara. Secara sederhana kewenangan desa dalam mengelola keuangannya sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dikelola berdasarkan asas-asas yaitu: Pertama transparansi, dalam arti segala kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Tidak ada sesuatu hal yang ditutup-tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu menuntut kejelasan siapa, berbuat apa serta bagaimana melaksanakannya.Transparan dalam pengelolaan keuangan mempunyai pengertian bahwa informasi keuangan diberikan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat guna memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. Kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan dapat dilihat dari tidak tertatanya administrasi keuangan dengan tertib dan baik, adanya aliran dana tertentu (non budgeter/dana taktis/dana yang tidak masuk dalam anggaran), yang hanya diketahui segelintir orang, merahasiakan informasi, dan ketidaktahuan masyarakat akan dana-dana tersebut. Hal itu memberikan keleluasaan terjadinya penyimpangan/penyelewengan oleh oknum aparat yang berakibat fatal bagi masyarakat maupun aparat yang bersangkutan. Dengan demikian, asas transparan menjamin hak semua pihak untuk mengetahui seluruh proses dalam setiap tahapan serta menjamin akses semua pihak terhadap informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa. Transparansi dengan demikian, berarti Pemerintah Desa pro aktif dan memberikan kemudahan bagi siapapun, kapan saja untuk mengakses/mendapatkan/ mengetahui informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa. Kedua, akuntabel yang mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban. Dengan denikian, pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban.Asas ini menuntut Kepala Desa mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan APBDesa secara tertib, kepada masyarakat maupun kepada jajaran pemerintahan di atasnya, sesuai peraturan perundang-undangan. Ketiga, partisipatif mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.Pengelolaan Keuangan Desa, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggugjawaban wajib melibatkan masyarakat para pemangku kepentingan di desa serta masyarakat luas, utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat dari program/kegiatan pembangunan di Desa. Keempat, tertib dan disiplin anggaran mempunyai pengertian bahwa anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan di desa. Hal ini dimaksudkan bahwa pengelolaan keuangan desa harus sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku.
8
PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diberikan dalam penelitian ini mengenai kewenangan pengelolaan keuangan pemerintah desa Silian Kecamatan Silian Raya dikaji sesuai kewenangan dalam bidang penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan APBDes, yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kewenangan untuk menyusun APBDesa Silian sesuai dengan hasil penelitian dapat dilaksankan dengan baik, walaupun dalam pengelolaan sumber pendapatan desa, belum dapat mendatang pendapatan asli desa dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi. Prinsip dasar penyusunan APBDesa terdiri dari anggaran berbasis kinerja, keadilan anggaran, efektivitas dan efisiensi, surplus dan defisit anggaran, disiplin anggaran, taat asas, transparansi dan akuntabilitas anggaran, partisipasi masyarakat dan kemandirian, dimana belum selurruhnya diterapkan dalam penyusunan APBDesa Silian. 2. Kewenangan dalam menetapkan APBDesa Silian berdasarkan hasil penelitian sudah dapat dilaksanakan, hal ini didukung oleh panduan yang lengkap dan bimbingan teknis dari pemerintah kecamatan. 3. Kewenangan dalam pelaksanaan APBDesa Silian berdasarkan hasil penelitian, sistem manajemen yang diterapkan belum tertata dengan baik, disebabkan pembagian job desk antar aparat desa belum berjalan sesuai yang diharapkan, mendominasi memegang kekuasaan sepenuhnya hanya kepala desa, bersama dengan sekretaris desa. B. Saran 1. Diperlukan pelatihan bagi aparatur desa untuk menambah pengetahuan dalam merancang dan menyusun APBDesa, sehingga prinsip-prinsip dalam penyusunan APBDesa dapat terakomodir, sehingga dapat menyusun APBDesa yang sesuai dengan standart. 2. Diperlukan lebih banyak lagi bimbingan teknis serta informasi mengenai aturan pelaksanaan dalam menetapkan APBDesa, oleh pemerintah kecamatan maupun oleh pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara. 3. Diperlukan Standart Operasional Prosedur dalam menerapkan system informasi manajemen pelaksanaan APBDesa sehingga sinergitas antar aparatur penyelenggara pemerintahan desa dapat maksimal.
9
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Hadjon, M, Philipus 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Marbun, B.N, 2006, Pengertian Pedesaan, Bandung : Mandar maju. Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman, 2007, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru, Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moleong, Lexy J, 2003, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nawawi, H. Hadari. 2005.Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Nurcholis, Hanif, 2011, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Jakarta: Erlangga. Ndraha, Taliziduhu, 2005, Dimensi – dimensi Pemerintahan Desa, Jakarta: Rineka Cipta. Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta Rivai, Veithzal, 2004, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta. Saparin, Sumber, Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa, Jakarta: Ghalia Indonesia Siagian P. Sondang. 2000. Administrasi pembangunan, Jakarta: Bumi Aksara Soemantri, Bambang.T, 2011, Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Bandung: Fokusmedia Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta Syafiie, Inu Kencana, 2007, Ilmu Pemerintahan, Bandung : Mandar Maju Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta Wasistiono, Sadu, dan Irwan Tahir. 2006, Prospek Pengembangan Desa, Bandung, Fokusmedia. Sumber Lainnya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa. Peraturan Menteri Desa Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa
10