JAWABAN
MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KETUA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI X DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA, B JUNI 1994
JAWABAN
MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGLINAN NASIONAL/ KETUA BADAN PERENCANAAN PEMBANGI.INAN NASIONAL DALAM RAPAT KERIA DENGAN
KOMISI X DEWAN PERWAISLAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKAR'TA.
8
JLINI 1994
Saudara-saudara Pimpinan Komisi X,
dan para Anggota Komisi X DPR-RI yang saya hormati,
Assalamualaikum Wr Wb. Pada kesempatan
ini, perkenankan kami mengucapkan terima kasih atas
pertanyaan dan hasil kunjungan kerja pada Reses Masa Persidangan III Thhun 1993-I994 yang telah disampaikan. Pertanyaan-pertanyaan dan pengantar tersebut merupakan masukan berharga bagi Pemerintah untuk lebih memantapkan pelaksanaan Repelita VI, baik untuk tahun anggaran yang berjalan maupun untuk tahun-tahun yang akan datang.
Pertanyaan Nomor
1:
Komisi X DPR-RI mengharapkan tanggapan dari berbagai temuan yang ditemukan dalarn laporan kunjungan kerja dalam Reses Masa Persidangan Thhun Sidang 1993-1994.
III
Jawaban:
Dari laporan kunjungan kerja Anggota Dewan Komisi X DPR-RI yang terhormat terseltut, diungkapkan berbagai permasalahan dan saran pemecahan yang dihadapi clalam rangka pembangunan Daerah Tingkat I Propinsi Timor Timur, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Tanggapan kami atas permasalahan dan saran tersebut secara rinci bersama ini kami lampirkan. Pada dasarnya temuan dan
saran tersebut merupakan masukan berharga yang akan kami perhatikan dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tahun-tahun yang akan datang.
Pertanyaan Nomor 2: Penyusunan proyek-proyek pembangunan dalam APBN 1994/95 sebagai realisasi
program-program Repelita VI, dilakukan secara paralel dengan pembahasan
VI. Sedangkan pelaksanaan tahun pertama Repelita VI ini dimulai sejak 1 April 1994. Dalam pelaksanaannya telah tampak beberapa
Rancangan Repelita sudah
kendala seperti rendahnya harga minyak bumi, inflasi yang diperkirakan lebih dari 5 % (sampai dengan April telah mencapai lebih kurang 3 %), menurunnya volume ekspor nonmigas, semakin ketatnya persaingan di pasaran internasional dan lain-lain. Dalam hubungan ini kiranya Pemerintah dapat menjeiaskan tentang peluang yang dapat dimafaatkan dalam melaksanakan APBN 1994195. Jawaban:
Menghadapi situasi seperti tersebut di atas pada APBN 1994195
ini,
Pemerintah akan tetap terus berusaha sekuat tenaga agar apa yang telah direncanakan dapat terealisasi, bahkan kalau mungkin dapat dilampaui. Sehubungan dengan itu, beberapa langkah perlu diambil.
Pertama, penerimaan dalam negeri diupayakan terus meningkat. Penerimaan pajak yang merupakan sumber utama penerimaan dalam negeri terus dipacu agar wajib pajak membayar sesuai dengan kemampuan yang mereka ntiliki (pajak langsung) atau pun sesuai dengan apa yang mereka nikmati (pajak tidak langsung). Pemerintah yakin berdasarkan perkembangan kemampuan ekonomi masyarakat, potensi pajak masih besar. Untuk itu sistem pemungutan pajak dan aparatur perpajakan akan terus disempurnakan dan ditingkatkan agar semakin mampu menjaring wajib pajak yang masih merupakan potensi tersebut. Misalnya, Pemerintah telah menaikkan besarnya persentase nilai jual kena pajak dari 20 persen menjadi 40 persen dalam perhitungan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk nilai jual obyek pajak sama atau lebih besar dari Rp 1,0 miliar, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1994, dan mengupayakan penarikan pajak penghasilan capital gain dari penjualan tanah secara tepat waktu.
Kedua, pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan akan terus dipertajam sesuai dengan prioritas pembangunan dan kemampuan keuangan negara, dengan tetap mempertahankan momentum pembangunan agar apa yang telah digariskan dalam GBHN dan Repelita VI dapat tercapai. Belanja barang dan lain-lain pengeluaran rutin merupakan pos-pos pengeluaran rutin yang akan dibatasi, sesuai dengan kondisi keuangan negara. Pengeluaran pembangunan dipertajam dengan mengikuti prioritas pembiayaan. Dalam rangka peningkatan efisiensi dan pendayagunaan dana pembangunan yang masih terbatas, anggaran biaya perjalanan dinas pada proyek-proyek pembangunan dibatasi. Demikian pula penyertaan modal pemerintah kepada badan-badan usaha milik negara (BUMN) lebih diseleksi dan dibatasi pula.
Ketiga, ekspor non migas terus diupayakan meningkat. Dalam kaitan itu, Pemerintah terus mempelajari sebab-sebab penurunan ekspor non migas akhirakhir ini, dan berupaya untuk terus menyempurnakan prosedur dan administrasi ekspor serta mendorong sektor swasta mencari terobosan-terobosan baru baik berupa perluasan pasar maupun perluasan jenis barang ekspor yang dihasilkan.
Di bidang jasa-jasa, Pemerintah
berusaha mendorong peningkatan penerimaan jasa-jasa sepertijasa pariwisata melalui peningkatan daya tarik Indonesia bagi rvisatawan asing untuk mendorong lebih besarnya arus lvisatawan mancanegara, serta jasa tenaga kerja Indonesia (TKI) melalui peningkatan kualitas dan jumlah TKI yang dikirim ke luar negeri. Sedangkan impor barang dan jasa akan terus
dikendalikan tanpa mengurangi dinamika produksi domestik yang masih membutuhkan barang ntodal atau pun bahan baku serta bahan penolong dari negara lain.
Untuk mendorong upaya-upaya tersebut Pemerintah telah dan akan mengusahakan kebijaksanaan deregulasi yang berkesinambungan di sektor riil, penerapan kebijaksanaan ekonomi makro yang berhati-hati utamanya penerapan kebijaksanaan nilai tukar yang realistis agar produktivitas, efesiensi dan daya saing barang-barang produksi dalam negeri dapat ditingkatkan sehingga mampu bersaing baik di pasar domestik maupun pasar luar negeri. Selain itu, dalarn upaya pengendalian inflasi, Pemerintah juga akan melanjuLkan upaya pengendalian moneter melalui alat-alat pengendali moneter tidak langsung dan tetap membatasi pinjaman komersial luar negeri yang berkaitan dengan proyek-proyek pemerintah. Dengan upaya dan kebijaksanaan tersebut diharapkan pelaksanaan APBN 1994195 dapat tetap sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya.
Pertanyaan Nomor 3: Sejak Repelita VI sinkronisasi program-program pembangunan sektoral dengan program-program dan proyek pembangunan lintas sektoral, regional, lintas daerah dan lintas lembaga telah dikembangkan melalui suatu perangkat p erencanaan dan p engendalian p embangunan y ang mengkaitkan p erenc anaan pembangunan yang bersifat dari atas ke bawah dengan perencanaan yang bersifat
dari bawah ke atas. Perencanaan pembangunan dari bawah ke atas dimulai dari Musyawarah Pembangunan Tingkat Desa/Kelurahan, Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecataman, Rakor Pembangunan Dati II, Rakor Pembangunan Dati I, Konsultasi Regional Pembangunan, hingga Konsultasi Nasional Pembangunan di Pusat.
Menurut pengamatan Komisi X DPR-RI mata rantai yang paling lemah dari mekanisme/proses penyusunan perencanaan dari bawah ke atas adalah pada tingkat Musyarvarah Pembangunan Tingkat Desa/Kelurahan dan Temu Karya Tingkat Kecamatan. Menurut pendapat Bappenas bagaimana unfuk dapat lebih meningkatkan peranan dan kualitas Musyawarah Pembangunan Tingkat Desa Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan.
dzur
Jarvaban:
Upaya penyempurnaan mekanisme/proses perencanaan pembangunan tahunan di tingkat desa dan kecamalan, di[empatkan dalam kerangka penyelenggaraan pembangunan perdesaan secara menyeluruh. Sasarannya adalah untuk meningkatkan koordinasi dan keterpaduan berbagai program pembangunan
sektoral dan daerah. Koordinasi ini dimaksudkan agar kegiatan-kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan dan desa dapat dilakukan secara serasi, terpadu, serentak, dan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan yang dihadapi oleh masyarakirt. Keserasian dan ke-terpaduan diupayakan melalui kerjasama
yang erat antar dinas-dinas sektoral, dan kelerkaitan antara rencana pembangunan wilayah kecamatan, kabupaten, propinsi, dan nasional dan secara
serentak pelaksanaan pembangunan diarahkan pada peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat desa.
Dalam Repelita VI dikembangkan kebijaksanaan pembangunan perdesaan melalui peningkatkan kualitas tenaga kerja di perdesaan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintahan desa, penguatan lembaga pemerintahan dan iembaga masyarakat desa, pengembangan kemampuan sosial ekonomi masyarakat desa, pengembangan prasarana dan sarana perdesaan, dan p
emantapan keterpadu an p emb angunan
des a y
ang b erw awas an lingkung an.
Upaya peningkatan peran dan kualitas perencanaan pembangunan di tingkat desa dan kecamatan menyangkut peningkatan kemampuan aparat yang andal dan penyiapan masyarakat. Sehubungan dengan itu, telah disiapkan berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan aparat Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) di tingkat desa dan aparat kecamatan. Peningkatan kemampuan aparat tersebut tertuang dalam kebijaksanaan dan program pembangunan perdesaan Repelita VI. Upaya peningkatan kemampuan aparat ini bertalian erat dengan program penanggulangan kemiskinan, seperti program IDT. Pelaksanaan program IDT diawali dengan persiapan berupa pemasyarakatan (sosialisasi) sebagai sarana untuk menggugah kepedulian Tasyarakat dan menyiapkan aparat dalam mei aks anakan program p enanggulangan kemiskinan.
Sosialisasi dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan berjenjang dengan rujuan menyamakan pemahaman tentang hakikat dan makna progran IDT bagi aparat yang akan memikul tanggung jawab dalam pelaksanaan program IDT dan kepada masyarakat yang akan menjadi subyek penanggulangan kemiskinan. Sasaran pelatihan adalah aparat tingkat kecamatan yang terdiri dari Kepala Seksi Pembangunan Masyarakat Desa (PMD), Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat, dan aparat Instansi Sektor Kecamatan (ISK).
LKMD sebagai bagian dari pemerintahan desa mengemban tugas untuk membantu Pemerintah Desa/Kelurahan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di desa. Sesuai denganlugas tersebut, LKMD mempunyai peran untuk mengembangkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa melalui peningkatan pengetahuan dan keterampiian masyarakat, pernbinaan dan menggerakkan potensi pemuda dan n'anita, serta pengembangan kerjasama antarlembaga di desa/kelurahan. Dalam rvadah LKMD terdapat Kader Pembangunan Desa (KPD), dan PKK.
KPD adalah anggota masyarakat desa setempat yang mempunyai kemauan bekerja sukarela untuk kepentingan pembangunan desa. KPD memperoleh pengetahuan dan keterampilan dasar melalui Latihan Pembangunan Desa Terpadu (LPDT). KPD merupakan tenaga pelopor dan penggerak pembangunan di desa/kelurahan dengan tugas pokok membantu LKMD dalam bidang perencanaan dan peiaksanaan pembangunan serta tindak lanjut hasil pembangunan desa.
LPDT dilaksanakan dengan koordinasi Ditjen PMD Departemen Dalam Negeri secara berjenjang dari Tingkat Pusat, Dati I, Dati II dan di tingkat Kecamatan. Pelatih PDT terdiri dari aparat sektor pembangunan antara lain Departemen Pertanian, Departemen Sosial, Departemen Perdagangan, D epartemen Perindustrian, D epartemen Kes ehatan, D epartemen Pendidikan, Departemen Agama, dan Kantor BKKBN. Latihan PDT melalui pelatihan KPD adalah untuk meningkatkan kemampuan Camat sebagai koordinator pembangunan yang akan menjadi dasar penguat LKMD dan Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP). Oleh sebab itu penyegaran terhadap penyelenggaraan LPDT tems diupayakan.
Pertanyaan Nomor 4: Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek penting yang mendapat prioritas tinggi dalam Repelita VI, khususnya peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja kejuruan dan keailian untuk mengisi kegiatan berbagai bidang kegiatan termasuk industri.
Hasil studi/survey LIPI terhadap 16.536 buah industri menengah dan besar menunjukkan bahwa prosentase tenaga kerja, D2,
Sl,
52 dan 53 dalam industri
itu rata-rata hanya I.2%. Dalam Repelita VI tenaga-tenaga tersebut diperlukan sebanyak l0% agar menjamin perkembangan dan berkelanjutannya. Dengan demikian menurut taksiran akan diperlukan sebanyak lebih kurang 53.000 tenaga kerja jenis ini tiap tahun, sedangkan Perguruan Tinggi yang ada dalam negeri ditaksir l'ranya mampu menghasilkan sebanyak lebih kurang 12.500 orang jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknik setiap tahun.
Komisi X DPR-RI ingin memperoleh penjelasan mengenai rencana langkah konkrit tentang pengadaan tenaga kerja kejuruan dan keahlian untuk mengisi peluang kerja di Indonesia yang berkembang dengan cepat agar tetap mampu memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi rata-rata7 %.
Jawaban: Pemerintah sependapat dengan anggota Dewan Yang Terhormat terhadap perlunya peningkatan pengadaan tenaga kerja kejuruan dan keahlian yang amat penting peranannya bukan saja untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen per tahun, tetapi juga dalam memperbesar kandungan nilai tambah dari tingkat pertumbuhan tersebut. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan bahwa selama dasa warsa 1980-1990, struktur jumlah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan Diploma dan Universitas telah mengalami peningkatan yang berarti yaitu dari 0,8 persen tahun 1980 menjadi2,3 persen tahun 1990. Peningkatan ini secara keseluruhan telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi upaya meningkatkan produktivitas nasional secara keseluruhan. Pada tahun 1980 produktivitas tenaga k.j:u adalah sebesar Rp 1,3 juta dan pada tahun 1990 meningkat menjadi sebesar Rp 1,6 juta. Dalam Repelita VI pertumbuhan sektor industri pengolahan diperkirakan cukup pesat yairu 9,4 persen setiap tahun. Industri pengolahan non migas yang mencakup agroindustri, industri logam dasar dan barang modal, industri barang kimia serta barang-barang penting lainnya diperkirakan tumbuh dengan 10,3 persen setiap tahun. Segala sesuatu pertumbuhan ini membutuhkan dukungan tenaga terampil dan berkeahlian termasuk tenaga lulusan perguruan tinggi dengan latar belakang engineering dan teknologi. Diperkirakan bahwa dalam Repelita VI dihasilkan lulusan tingkat diploma/akademi dan universitas sekitar 1,6 juta orang. Selain itu selama Repelita VI diperkirakan akan dihasilkan 2,1 juta orang tamatan SlJtA-Kejuruan. Jumlah lulusan SLTA-Kejuruan ini penting oleh karena mereka dapat mengisi kekurangan tenaga engineering dan teknologi lulusan perguruan tinggi yang dilaksanakan melalui program pelatihan yang teratur di perusahaan dan industri. Dalam rangka memenuhi kebutuhan jumlah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan kejuruan, diploma dan universitas ditempuh teruLama melalui pening-
katan perluasan dan pemeralaan pendidikan kejuruan dan tinggi dengan memperbesar daya tampung lembaga-lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta. Selain itu, kebijaksanaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dalam rangka meningkatkan kejuruan dan keahlian dilaksanakan melalui peningkatan pelatihan tenaga kerja dan pengembangan kelembagaan pelatihan tenaga kerja.
Selanjutnya dalam Repelita VI dilaksanakan langkah-langkah bagi pengadaan tenaga kerja kejuruan dan keatrlian, antara lain mencakup: (1) Peningkatan kesesuaian pendidikan tinggi dengan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha serta perkembangan iptek sebagai tuntutan pembangunan, yang dilakukan melalui upaya penataan kurikulum agar lebih luwes dengan lebih mempertimbangkan muatan lokal; penyeimbangan dan penyerasian jumlah dan jenis program studi antara ilmu dasar, ilmu eksakta termasuk keteknikan, ilmu sosial, dan humaniora termasuk seni; dan peningkatan kerja sama kemitraan antara perguman tinggi
dengan dunia usaha dan pengguna lulusan lainnya. (2) Peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pendidikan tinggi melalui penyempurnaan metode belajar mengajar guna menurunkan angka putus kuliah dan menghindari terlalu lamanya mahasiswa menyelesaikan studi. Dalam pelaksanaan program tersebut, diperlukan adanya peningkatan k.iu sama kemitraan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha, yang antara lain melalui pengembangan sistem pemagangan. Dalam hai itu, dikembangkan mekanisme kerja sarna yang saling menguntungkan antara lembaga pendidikan dan dunia usaha. (3) Mengutamakan penyiapan siswa
sekolah menengah kejuruan untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional sehingga mampu memilih karier, mampu berkompetisi dan mampu mengembangkan diri sebagai tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan dunia usaha dan industri pada saat ini ataupun masa yang akan datang, serta menyiapkan lulusan agar menjadi warga negara yang tanggap dan mampu menyesuaikan diri, kreatif, inovatif, dan produktif. (4) Melaksana-
kan program pemagangan. Pemagangan merupakan salah satu upaya un[uk meningkatkan kualitas tenaga kerja. Pelaksanaan program pemagangan ini adalah dengan menempatkan tenaga kerja di perusahaan atau tempat kerja lain dengan bimbingan tenaga ahli atau senior untrlk memenuhi persyaratan kebutuhan keterampilan dan keahlian tertentu. Program pemagangan dimaksudkan untuk menjembatani pendidikan formal dengan dunia kerja. Program pemagangan disusun mengacu pada standar kualifikasi keterampilan. Dengan demikian, untuk melaksanakan program pemagangan secara tepat, dilaksanakan kerja sama yang erat antara lembaga tempat kerja atau perusahaan, lembaga penyelenggara pelatihan,
dan lembaga uji keterampilan. Program pemagangan dijadikan gerakan nasional yang melibatkan lembaga-lembaga pendidikan atau pelatihan keterampilan dan perusahaan serta lembaga penerima kerja.
Pertanyaan Nomor 5:
Untuk melaksanakan otonomi daerah yang ditujukan pada perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggungiawab, dalam melaksanakan pembangunan memerlukan Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD) tersebut. Disisi lain, RUTRD harus sesuai dengan jiwa Undang-Undang Nomor 24 Thhun 1992 tentarrg Penataan Ruang. Yang menjadi persoalan adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tersebut
belurn dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai perangkat kelengkapannya. Dalam kaitan ini, Komisi X DPR-RI berpendapat bahwa sudah saatnya sejumlah Peraturan Pemerintah yang dimaksud diterbitkan dalam rangka mervujudkan otonomi daerah sesuai yang digariskan pada GBHN 1993.
Dalam hubungan ini kiranya dapat dijelaskan, sejauhmana Pemerintah menyiapkan PertLturan Pemerintah yang dimaksud. Jarvaban: Sehubungan dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 Tabun 1992 tentang Penataan Ruang memang perlu segera disusun peraturan perun-
dang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan penataan ruang. Segala sesuatunya sekarang sedang disiapkan. Beberapa hal di antaranya dapat disampaikan sebagai berikut:
(1)
RPP yang menjadi tanggungjawab Dep. Dalam Negeri:
Materi RPP tentang pelaksanaan hak dan kewajiban serta peran serta masyarakat dan materi RPP tentang tata cara dan bentuk peran serta masyarakat telair dipresentasikan kepada para pakar dan daerah dan sedang dalam taraf penyempurnaan materi akademisnya.
(2)
RPP yang menjadi tanggungiawab Dep. Pekerjaan Umum:
a.
Materi RPP tentang kriteria dan tata cara peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tata ruang wilayah Tk. I dan Tk. II telah mencapai tahap draft dan dipresentasikan kepada forum intern Dep. Pekerjaan Umum. Demikian pula materi RPP tentang penetapan kawasan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang perkotaan, perdesaan, dan kawasan tertentu.
b.
Materi RPP tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional pada saat ini masih dalam perbaikan dan penyempurnaan.
(3)
RPP yang menjadi tanggungjawab Badan Pertanahan Nasional:
Materi RPP tentang pola pengelolaan tata guna tanah pada saat ini telah mencapai draft final, garis besar materi RPP tersebut telah dipresentasikan kepada Kelompok Kerja Badan Koordinasi Thta Ruang Nasional.
(4)
RPP yang menjadi tanggungiarvab Bakosurtanal:
Materi RPP tentang tingkat ketelitian peta wilayah teiah mencapai draft final dan akan segera didiskusikan pada Kelompok Kerja Badan Koordinasi Thta Ruans Nasional.
(5)
RPP yang menjadi tapggungiawab Dep. Pertahanan Keamanan:
Materi RPP tentang tata cara penyusunan rencana tata ruang pertahanan keamanan telah mencapai draft dan telah dipresentasikan pada Kelompok Kerja Badir.n Koordinasi Thta Ruang Nasional. Status untuk masing-masing materi RPP secara menyeluruh dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
10
*u gd
xF
CE oo 3t an
E
gF 9r Es* P; EEg E* ;E !* EEs
FE€ €EE E 8E
:str =(sC
in
48, gE E'E o.5at
.C,
E€ cg (L!t
$:e EE Eit
5e€ E59
EEe Eg EEfi
EgF
oo!
.ii
6",aa* 6 d oi= 6o
E E
t
sS (EC ..x E
(9
t-Z fD
b ri
eZ6-
Eu ci
B_o9+ 1)o6:
OcE
oz
FiqE iZ .!!l o- c
r{ EE
16.(5
xct.
A,E a5s
--hu
Fi5o> >r
9.2
I
?o #z trs 'z Otu zr
g o o
co c(u
c(5 to or o) co Gt2 o= Fts
E
o
>o)
z?
*z
o o
EY 9rh
t^- z
61O (L(o
2J
.9L
o-
.=o oo
-iN
rnG
(tl
^c 5-E 0-(!
-c
.o o.
o-
g (D
cl t
;o
z' =T
,.
z
6P
ie€ ;e€ F.g p
-Z x1 Ptr F* qo
:6d gE
-Yo-
6!> H E EE
AA
=
6H
=(l) oo
oo
E J
dE
:.f .t'c
Y(U
o.9 .9.9 O6
eto-
.g -=
(D
oo
FF EE HF F F
o(D Y:<
ES
E-E FF
6
F ;
z
esg cicici
3 S 33E
6 6 E -9
3
<= oo zz 0-<
-Y
-sr3os
=< Fc
N
(oo)orF otiottri o-o-(Lo-(L
s>
fi1 0-<
a'oaoao -(O
vvv
st
@(O@
O)
u; O-
u; L
6oq (LL&
(L
a.t c7,
FFFF
z
o
z I
(5
-z rc< uJo Ez 2A LIJ
(L
z f
L
k .
LLl
o
=
o
o zl
-
'-
F
E : *= g3i $ g g* [ g EE FFg E €E : E E.: Eip ; : H$E E!: aE :fi ; E Efr I* q; *E'. Sg*- gF F=,
=
E
s
g
H
#fr
fir fr; F!H e€HE ES NCtt|r)(o
F
cL
c) (I'-o
crts
.:of Ol4
(g(!(I'
oolo
(U(d(d (6(!(6 (U(ucd
d(Uc6
ooo
0)oc)ol or C') oooo ^nn> oooF Ooo-(U o-o-o-
(5
g
't
(I)
o.(tt
o q)
I
l<
o! .c
F
3; 3gf
=o
og il<
f# o
LrJ
E
o=c Frlc 'EEE :b^b
:(l'
E3i tsi E?i E;E
o o
oG'
l::::,j::rjj
E*:g E=E 3Et
E ,'..,.:..
sE
(g
o
.-
.-
C'
G'
o(u (t
FZ
(! O;
,z ]:<
=ot
6z
s{
HK u)7 ltt il
?o iz
ii'i <
-z Out
zt
>o)
z? frz z=
z* #z =< s> h<
(UE
cO .!.
.:<
fo
O-
8o
3o
''1,.'
.l:', .':'
j ffl
<
3
z=
zo -Z
ztrl
E
c
(h ti
TN
0-<
A6-
LOlo
,.;
A<
zz
(6o =
6g) gE(5 =z
xz gE at(U oE co (d
F ,ul Y
z' -'q
i= oo
(')
(u(l)
,.(9
..IJJ
d]cc
(U
,z .<
oE
oE
-f,c (gC Yto
(UC =.f
Y r\t o.9 o-(l) lo- ()6 ;ooo.q o -=o
o
.e9 ()6 ;(L L
.gl.
oo
Y
l F
oL(L
zu,l
o-
o(L
oO-
o-o-rl. o-o-o-
(t
(It
P
tt
o-
o-
o
co
oooo o o oo R & & R R&R
d Q
u; ut o- o-
o-(
z o z o z I
o
-z cc< Flo
,z
;? LIJ
z = F tll
rcL
.o
z
.n o-
6 o-
,nrni LO-O-
&
i
O-
ui
o-
s* E[ElEEii:'* iE F sg ie EEE E E+ e E! E! :5 :*H T_ eE g€
ol o-
*E EF
o (?)
,n
o-
g
f
E
I'
s E
E
E €E EF €E EEE EF #9 HE 8 E SE flE flE fl8fl fiE H
O)
(D
o
ut
=u
(D
o-
o
)<
E= sa€aE+EEfiEg *: $ I
Y
o
C7)
N
I
:E ;;E
F
6
OJ
E E: sF E 5 5 cF 3- 3c ;* Efr: € 6 *E 5F i; = F; E; Efi
F
v,
ol
-:
fs
o-
.=(D
oo
Gt
(! f d(g
@6 l.t C:< .! ct ]D ool g6 6r cl< l
x.J
=crE
9G l: 'lt o
Pertanyaan Nomor 6: Disebutkan bahrva bantuan lunak dari luar negeri masih kita perlukan untuk mempercepat laju pembangunan. Semakin besar kita peroleh bantuan lunak, semakin kecil kebutuhan kira akan kredit ekspor dan kredit komersial luar negeri sehingga beban hutang kita tidak menjadi lebih berat lagi. Perlu kita hindari perencanaan pembangunan yang kurang tepat, pelaksanaan proyek yang lambat dan penyimpangan-penyimpangan dalam penggunaan dana ini. Dalam kaitan ini Komisi X DPR-RI ingin mendapalkan kejelasan sebagai berikut: a.
Berapa besar seluruh bantuan luar negeri yang telah kita terima.
b.
Berapa besar dana pendamping bantuan luar negeri tersebut (rupiah) Thhun
d.
Anggaran 199411995. Dana-dana tersebut digunakan untuk membiayai proyek apa saja dalam pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Apakah tepat bahrva biaya operasi dan pemeliharaan hasil pembangunan menggunakan anggaran pembangunan.
Jarvaban: d.
Jumlah pinjaman luar negeri Pemerintah posisi per tanggal 31 Maret 1994 adalah sebesar USD 55.036,9 juta yang terdiri dari pinjarnan dalam rangka
IGGI/CGI sebesar USD 38.166,0 juta dan pinjaman Non IGGI/CGI sebesar USD 16.870,9 juta (terdiri dari pinjaman Kredit Ekspor, Kredit Komersial, Leasing/lnstalment Sales dan pinjatnan lama sebelum
tahr-rrt
I 966).
b.
Besarnya dana pendaniping bantuan lr-rar negeri sangat tergatttung pada silat
dan je nis proyek yang bersangkutan. Untuk proyek-proyek yang kandungan/korlponen aSingnya tinggi scpert.i pcngadaan peralatan kebutuhan dana pcndampingnya berkisar tidak tcrlalu besar, atttara l015o/0, atau bahkan acla yang tidak rnemerlukan silrna sckali. Urttuk proyck atau kegiatan yang kandungan lokalnya tinggi scpcrti proyck-proyck pengairan/irigasi, perkebunan, perubangutlan j alan, kebutuhatr dattit pendampingnya cukup besar sehingga dapat mencapai 30-40 % dari biaya proyek, atau bahkan lebih besar lagi jika di dalamnya termasuk biaya
l1
pembebasan tanah. Dalam banyak hal dana pendamping tidak dikenali atau
disedialian secara khusus tetapi cukup secara 'in kind'. Dalam sistem aloka-
si anggaran kita, dana pendamping in-kind ini tidak diadministrasikan secara khusus sehingga angka persisnya tidak tercantum secara khusus pula
dalam DIP. Angka yang tercantum dalam dokumen anggaran adalah pembiayaan rupiah dan banfuan iuar negeri proyek. Besarnya dana pendamping yang dialokasikan melalui DIP adalah sekitar Rp 2,388 triliun. Dana-dana pinjaman luar negeri, berasal dari berbagai sumber, dan dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek pada berbagai sektor dan program pembangunan yang telah ditetapkan dalam Repelita VI. Pada prinsipnya proyek-proyek yang dibiayai dengan dana luar negeri adalah proyek-proyek yang memiliki prioritas tinggi. Seperti pada APBN tahuntahun sebelumnya, dalam APBN 1994195 dana yang berasal dari Bantuan Luar Negeri sifatnya adalah merupakan pelengkap dari dana Rupiah Murni. Dana BLN baik yang sifatnya hibah (grant) maupun pinjaman lunak diprioritaskan penggunaannya untuk proyek-proyek yang menunjang pertumbuhan serta pemerataan, misalnya untuk membiayai proyek-proyek di bidang prasarana, dan sumber daya manusia seperti pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Nilai BLN yang telah di DIP kan pada tahun anggaran 1994195 adalah sebesar Rp 9,4 triliun, yang meliputi 665 proyek. d.
Pada prinsipnya pembiayaan kegiatan operasi dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan sebagai aset negara, yang memang menjadi tanggung jarvab
pemerintah, dibebankan pada anggaran rutin. Pembiayaan operasi dan pemeliharaan atas aset negara pada anggaran pembangunan terjadi karena adanya beberapa hasil-hasil pembangunan yang dalam tahap pengoperasiannya membutuhkan waktu uji coba (trial run), untuk kurun waktu tertentu. Dilain pihak, proses administrasi atau serah terima suatlr aset negara dari instansi atau unit pembangunan (pemerintah pusat atau claerah) ke instansi atau unit pengelola (pemerintah pusat, pemerintali daerah, BUMN, BUMD atau tnasyarakat) sering pula metnakan waktlt yang cukup lama, sehingga sebeh.un aset terscbut secara restni diserahkan kepada unit pengelola, rnaka pernbiayaan operasi dan perneliharaan aseI telap dibebankan pada anggaran pembangunan dari departemen atau instansi teknis yang membangun proyek tersebut untuk menghindari pemborosan akibat aset yang tidak berdaya guna.
T2
Pertanyaan Nomor 7: Beberapa waktu yang lalu telah terbit Keppres Nomor 120 Thhun 1993 tentang
Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia yang bertugas membuat perencanaan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, sebagai penjabaran kehendak ralqyat yang dituangkan dalam GBHN 1993. Dalam hubungan ini Komisi X DPR-RI mengharapkan penjelasan tentang hal-hal sebagai berikut:
a.
Sejauhmana Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia telah melaksanakan tugasnya dan bagaimana garis besar perencanaan pengembangan pembangunan Kawasan Timur lndones ia ters ebut?
b.
Mengingat adanya kenyataan bahwa dalam pelaksanaan pembangunan selama ini terdapat egoisme regional di tiap propinsi, maka terdapat kendala untuk mengharapkan adanya sinergi anlardaerah.
Dalam hubungan ini, usaha apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah ini? Faktor-fatritor apa yang menjadi kendala dalam usaha mempercepal jalannya pembangunan di Kawasan Timur Indonesia.
Jarvaban:
a.
Mengingat luas dan kompleksnya masalali pernbangunan Karvasan Titnur h'rdonesia, maka untuk dapat melaksanakan amatrat GBHN 1993 serta memenuhi tujuan dan sasaran-sasaran pembangunan jangka panjarrg dalant Repelita V[, diperlukan upaya-upaya bersarna secara terpadu. Untuk dapat rnening katkan e fekti fitas koord i nas i dan ke terpadr.ran keb ij Aksatlaatl, perencanaan clan pelaksanaan pembangunan Kawasan Titnur Itrdone sia, berdasarkan Keppres Nomor 120 Tahun 1993 diberttr.rk I)crvart Pengembangan Kawasan Tirnur Indonesia.
Dewan Pengembangan KTI mempunyai tugas pokok untuk:
13
(1)
menyusun strategi pembangunan Kawasan Timur Indonesia untuk Repelita VI dan PJP II;
(2) (3) (4)
mengkoordinasikan kebijaksanaan pembangunan Kawasan Timur lndonesia seca.ra lebih terpadu dan berkesinambungan; memonitor keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Kawasan Timur lndonesia; mendorong percepatan perlumbuhan kawasan tersebut dengan terobosan-terobosan baru atau pendekatan alternatif yang lebih memadai dan efektif;
(5)
melakukan kajian lanjutan kelayakan pengembangan kawasan-kawasan andalzur dan sektor-sektor unggulan.
Dalam kaitan itu telah ada kegiatan antala lain mengadakan kunjungan ke lapangan untuk memonitor keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pada 13 propinsi se-KTI dan se-Kalimantan. Hasil kunjungan lapangan yang dilakukan pada akhir tahun 1993 tersebut telah dijaciikan masukan bagi Bappellas di dalam menyusun strategi pembangunan KTI yang dituangkan dalam dokumen Repelita VI (Buku VI) dalam pembangunan propins i-prop ins i se-KTI dan s e-Kal imantan.
Program pengembangan KTI selama periodb Repelita dilaksanakan oleh Delvan ditekankan pada kegiatan:
(l)
VI
yang akan
menyusun strategi pelaksanaan program dan kegiatan yang lebih operasional;
(2)
memantapkan perumusan rencana pengembangan Karvasan Timur Indonesia;
(3) (4)
menyusun program-program kegiatan tahunan dan lima tahunan; melakukan pengkajian lanjutan kelayakan pengernbangan kawasan-
(5)
kawasan andalan dan sektor-sektor Lrnggulan; memantau keterpaduan dan membantu rnengkoordinasikan progranlprogrant dan kegiatan-kegiatan pernbangun:rn yang akan dilaksanakan pada nhun anggaran L994195:
(6) (1)
mengkoorclinasikan berbagai studi dan penelitian yarlg metnpurtyai kaitan yang erat dengan pengernbangan Kawasan Tirnur lndonesia; memantapkan pendekatan, St.rategi dan rencana pembangunan Kawasan Tirnur Indonesia; 14
(S)
mengembangkan gagasan dan konsep-konsep pembangunan karvasan khusus, seperti daerah perbatasan, kepulauan terpencil, pusat pertumbuhan;
(9) mengkaji dan mengembangkan pemanfaatan IPTEK bagi pembangunan Kawasan Timur Indonesia; (10) memantapkan kelembagaan, termasuk upaya deregulasi dan debirokra-
tisasi;
(11) membantu penyempurnaan sistem dan mekanisme pembangunan nasional dan daerah;
(12) mempersiapkan mid-term review Repelita VI; (13) mempersiapkan Repelita VII pembangunan Kawasan Timur lndonesia.
Selanjutnya untuk mencapai sasaran-sasaran PJP II pengembangan Kawasan Timur Indonesia, khususnya upaya pengurangan kesenjangan pertumbuhan dan tingkat kesejahteraan dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia, maka ploglam kerja Dewan Pengembangan KTI selama PJP II akan ditekankan untuk:
b.
(1)
merancang arahan kebijaksanaan investasi pemerintah pada Repelita VII dan Repelita VIII agar tercapai transfermasi struktur ekonomi yang lebih seimbang melalui program-program dan kegiatan-kegiatan peningkatan efisiensi dan produktivitas ekonomi wilayah;
(2)
merancang arahan kebijaksanaan pembangunan Kawasan Timur Indonesia pada Repelita IX dan X untuk mencapai transformasi struktur ekonomi dengan dominasi sektor industri dan jasa melalui peningkatan peran investasi modal swasta.
Upaya yang akan dilakukan untuk mengatasi masalal-r adanya "egoisttte regional" dengan meningkatkan adanya sinergi antardaerah adalah melalui penerapan strategi pembangunan tingkat kawasan yang lebih mempertimbangkan faktor efisiensi makro ekonorni dan distribusi spasial kegiatan dart manfaat kegiatan pernbangunan, yatlg terdiri dari dua bagian, yaitu:
(l)
Identifikasi keterk:rit:rn dan pcluang kerjasama atrtardaerah (fisik dan ekonomi) untuk pentbentukan kalvasan-kawasan prioritas pengembangan yang merupakan kesatuan ekonomi wilayah yang mantap. Tipologi kawasan prioritas pengembangan di KTI adalah: 15
(a)
kawasan cepat tumbuh, khususnya pada karvasan segitiga pertumbuhan yang ada di kawasan timur Indonesia, seperti pada kawasan BIMP-EAGA (Brunei-Indones ia-Malaysia-Philippine East ASEAN Growth Area) yang melibatkan Propinsi Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur;
O)
karvasan perbatasan dengan negara tetangga yang berdimensi sosial ekonomi, pertahanan keamanan, dan politis, seperti yang ada di wilayah perbatasan antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dengan Serawak dan Sabah (Malaysia), serta di wilayah perbatasan antara Irian Jaya dengan Papua Nugini;
(c)
kawasan andalan yang didukung dengan pengembangan sektorsektor unggulannya masing-masing, seperti ditunjukkan antara lain pada:
kawasan tanaman pangan
di Sulawesi Selatan,
Memberamo, Sumbawa Utara, Kendari, Gorontalo;
karvasan perkebunan skala besar di Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya;
karvasan industri perkayuan dan hutan tanaman industri di Kalimantan, Irian Jaya dan Sularvesi; kawasan industri pengolahan bahan tambang di Kalimantan, Sularvesi dan Irian Jaya; kawasan peternakan di Nusa Tenggara dan lrian Jaya; dan Maluku;
kalvasan perikanan di Maluku.
(2)
Menentukan kota-kota prioritas sebagai pusat-pusat ekononri perkotaan dalam karvasatr-kawasan prioritas pengembang:rIl sebagai suatu kesatuan struktur wilayah. Beberapa contoh kota prioritas di KTI berfungsi sebagai:
(a)
pusat pertumbuhan rvilayah nasional: Ujung Pandang,
(b)
Manado, Pontianak, Banjarmasin, Kupang dan Jayapura; pusat pertumbuhan antarrvilayah: Balikpapan, Samarinda, Palangka Raya, Mataram, Dili, Ambon, Marauke, Sorong, Palu. Kendari.
e
Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam usaha mempercepat jalannya pembangunan di kawasan timur Indonesia anLara lain adalah:
(1)
Masih rendahnya kualitas sumber daya manusia, serta jumlah dan penyebarannya masih belum memadai untuk mendukung pembansunan ekonomi secara cepat.
(2)
ini tertinggal dibandingkan dengan rvilayah lainnya terutama dalam hal prasarana fisik termasuk prasarana Secara rata-rata, wilayah
ekonomi dan sosial (misalnya dengan luas sebesar 68 % dari total luas daratan Indonesia hanya dilayani oleh jaringan jalan sepanjang 38 % dari total panjang jalan lndonesia).
(3)
Wilayah ini menunjukkan kinerja pembangunan yang tertinggal, baik dalanr kinerja kesejahteraan ekonomi maupun kinerja kesejahteraan sosial, yang antara lain disebabkan oleh kondisi geografis yang beragam, kelangkaan prasarana dan tertinggalnya perkembangan sumberdaya manusia.
(4)
Strukrur perekonomian rvilayah masih lernah dengan masih bertumpu kepada kegiatan pertanian (kontribusi sekitar 21% terhadap PDRB nasional sektor pertanian) dan perlambangan (33%), dan sumbangan terhadap PDRB nasionai hanya sekitar 15%. Demikian pula pangsa ekspor hanya mencapai sekitar 7 % atau24% (termasuk Kaliniantan) dari total ekspor nasional. Pangsa ini menurun dari tahun ke tahr-rn seperti yang diperlihatkan oleh kinerja ekspor non migas yan-e pada talrun 1977 mencapai 36% tr-rrun menjadi 24% pada tahun 1990-
(5)
Lenrahnya kelernbagaan, baik aparatur pcrtrcrintalt daerah di bidang perencanaan, pclaksanaan dan pengertdal ian ntaupun lrorl penterintalt
di dacrah.
Pcrtlny:ran Notrtor 8: Prograrn Inprc:; Deszr'fertinggal (lD1') di Daerah'l'ingkal I Propirtsi 'l'iruor 'l'irnur telair dipcrsiapkan sesuai dcngan petunjuk dan kc[entuart yang berlaku. Namun Pemerintah Daerah setempat merasa rancLl perihal jumlali desa tertinggal, yang akan berdampak luas dalam pelaksarraan di lapanganlrya. L7
iVlenurut data dari Biro Pusat Statistik (BPS), terdapat 312 desa tertinggal dari 442 desa yang ada di Timor Timur. Jumlah 312 tersebut telah disosialisasikan pada masyarakat. Namun Pemerintah Daerah setempat mendapat informasi dari pemerintah Pusat bahrva jumtah desa tertinggal di Timor Timur sebanyak 160 desa yang dimasukkan dalam program IDT.
Dalam kaitan ini, Komisi X DPR mengharapkan kejelasan, tentang kepastian jumlah desa tertinggal di Timor Timur yang masuk program IDT. Jawaban: Sasaran program IDT secara nasional mencakup jumlahnya 20.633 desa tertinggal, di antaranya 3I2 buah berada di Propinsi Timor Timur. Mengenai informasi bahrva hanya i60 desa yang dimasukkan ke dalam program IDT dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada mulanya, dana untuk seiuruh desa tertinggal
akan ditampung melalui 2 (dua) program yaitu program IDT darr prograilL Pengernbangan Kawasan Terpadu eKf). Sehubungan dengan itu, untuk propinsi Timor Timur, sebanyak 160 desa lertinggal disediakan anggarannya melalui program IDT, dan 152 desa tertinggal dibiayai melalui program PKT. Tetapi karena program PKT, sesuai dengan kebijaksanaan, diintegrasikan ke dalam program IDT maka anggaran untuk desa tertinggal kemudian ditampung melaiui program iDT sendiri. Dengan demikian, berdasarkan pendataatr BPS di propinsi Timor Timur terdapat 312 desa tertinggal. Keseiuruhan 312 desa tertinggal di Propinsi Timor Timur tersebut akan ditangani melalui program IDT. Aiokasi dana program IDT untuk 312 desa tertinggal di Tirnor Timur clilaksapakan dalam 2 macam penclanaan, yaitu sebanyak 160 desa tertinggal yairg clitangarri clengan dana progrant IDT APIIN 1994195 dan sebanyak 152 desa tertilggal yang clitangani dengan dana cx PK"l' pada APBN 1993/94. Pettggunaan dap:r tersebut nrcngikuti pola yang dite rapkan pada prograrn IDT, yaitu sebesar Ii.p 20 jLrta per clcsa tertinggal.
18
PENJELASAN DAN TANGGAPAN MENTERT NEGARA PERENCANAAN PEMBANGI-NAN NASIONAL/ KETUA BADAN PERENCANAAN PEMBANGI]NAN NASIONAL ATAS LAPORAN KUNJUNGAN KERIA KONtrSI X DPR-RI PADA RESES MASA PERSIDANGAN III TAHLIN SIDANG L993.I994
DAERAH TINGKAT I PROPINSI TIMOR TIMUR
1.
Peningkatan Kemampuan Aparat Perencanaan
Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kemampuan aparat perencana di daerah termasuk Timor Timur antara lain melalui pendayagunaan manajemen dan kelembagaan di bidang perencanaan pembangunan, dan peningkatan penyelenggaran berbagai pendidikan dan pelatihan (diklat). Diklat yang telah dilaksanakan antara lain Kursus Orientasi Pembangunan Daerah (KOPD), Latihan Perencanaan dan Tata Laksana Pembangunan Daerah (LPTPD), Kursus Orientasi Pembangunan Perkotaan bagi para Camat, Kursus Pemerintahan Desa, dan Kursus Pembinaan Pembangunan Desa, kursus Teknik dan Manajemen Perencanaan Pembangunan (TMPP) Tingkat Dasar untuk staf perencana Bappeda Tingkat II di seluruh Indonesia, diklat Perencanaan Pembangunan Daerah, dan kursus Program Perencanaan Pembangunan (PPN) yang meliputi berbagai jenis kursus perencanaan antara lain kursus Perencanaan Jangka Panjang, Teknik Manajemen Perencanaan Pembangunan, dan Perencanaan Proyek-proyek Pembangunan.
Dalam Repelita
VI, untuk mempercepal peningkatan kemampuan
perencana pembangunan di daerah Timor
aparat
Timur baik pada aparat perencana di
tingkat I, tingkat II, kecamatan (Unit Daerah Kerja Pembangunan), maupun tingkat desa, Pemerintah akan melaksanakan berbagai upaya, antara lain penyempurnaan sistem manajemen kelembagaan pemerintah, khususnya di bidang perencanaan, dan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah, peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk aparat perencana melalui berbagai diklat perencanaan tersebut di atas, dan pengembangan sistem informasi manajemen pembangunan daerah agar tersedia informasi yang diburuhkan bagi perencanaan dan pengembangan kebijaksanaan pembangunan daerah di Timor Timur.
2.
Pemantapan pelaksanaan persiapan Program Inpres Desa Tertinggal Pelaksanaan program IDT pada dasarnya telah dipersiapkan secara intensif
meialui berbagai kegiatan pelatihan berjenjang dan rapat koordinasi baik di pusat maupun daerah. Dalam tahap persiapan tersebut Pemerintah Daerah telah menyusun program pembangunan sesuai dengan permasalahan pokok yang dihadapi oleh penduduk setempat. Permasalahan yang khusus dihadapi oleh suatu daerah akan ditangani sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah daerah setempat.
Di samping itu upaya pengemlangan kegiatan sosial ekonomi penduduk miskin akan didukung dengan program pembangunan prasarana dan sarana perdesaan, terutama program pembangunan prasarana dan sarana dasar yang menunjang kegiatan produksi, serta pembangunan prasarana yang meningkatkan akses ke pasar berupa pembangunan jalan penghubung ke pusat pasar dan tempat pendaratan ikan. Pembangunan prasarana diprioritaskan bagi desa-desa miskin parah di luar Jawa dan Bali yang dinilai potensial dan produktif untuk s ecepatnya dipatatrkan dari keterisolasian. Dukungan dalam pembangulan prasarana perdesaan datang dari berbagai pihak antara lain OECF dan Bank Dunia untuk membantu mempercepat penanggulangan kemiskinan di desa-desa tertinggal. Selain itu, pembangunan prasarana dan sarana dasar di desa-desa tertinggal juga diupayakan melalui dana rupiah murni yang berasal dari mata anggaran sektor perhubungan, kesehatan, dan sosial.
DAERAH TINGKAT I PROPINSI KALIMANTAN TIMTIR
a.
Masalah pembangunan wilayah perbatasan Kalimantan Timur
(1)
Dalam penyusunan strategi pembangunan daerah perbatasan Kalimantan usul mengenai pembangunan kawasan perbatasan telah dipertimbangkan dan dijadikan masukan di dalam penyusunan dokumen Repelita VI untuk kedua propinsi yang berada di wilayah perbatasan negara tersebut. Pada dasarnya pembangunan daerah perbatasan ditekankan pada dua hal pokok yaitu:
(a)
usaha mernperbaiki kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya;
(b)
pemantapan keamanan dalam rangka pembinaan ketahanan wilayah menuju tercapainya ketahanan nasional.
Untuk lebih tararahnya upaya percepatan pembangunan wilayah perbatasan, dipertimbangkan beberapa kriteria dasar sebagai berikut:
(a) pembangunan
daerah perbatasan terkait dengan masalah pertahanan keamanan yang bersifat supra regional dan merupakan kawasan yang spesifik karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, sehingga
p
(b)
enanganannya memerlukan kekhusus an ters endiri
;
mengingat situasi dan kondisi khusus yang dimiliki daerah perbatasan, skala prioritas pembangunan tidak dapat hanya dititikberatkan pada tujuan pertumbuhan ekonomi saja, namun harus pula mempertimbangkan kepentingan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang berkeadilan bagi penduduk daerah perba*tasan dalam rangka memperkecil kesenjangan pembangunart antardaerah;
(c)
kondisi alam yang sangat berat untuk dapat ditembus menyebabkan masalah akses menjadi titik sentral daiam percepatan pembangunan daerah perbatasan;
(d)
potensi sumber daya alam yang dimiliki daerah perbatasan perlu dimanfaatkan secara optimal, serta untuk sekaiigus meningkatkan produktivitas ekonomi dan menganekaragamkan kegiatan ekonomi;
(e)
sebagai subyek pembangunan, maka penduduk yang terdiri atas berbagai suku dengan beragam tata nilai dan adat istiadat, dengan kebiasaan hidup
yang sangat bergantung pada alam, baik yang berpindah-pindah mengikuti pola perladangan liar (Kalimantan dan Irian) maupun yang tergantung pada sumber daya kelautan (Riau, Sulawesi Utara, dan Maluku), membutuhkan pendekatan yang khusus pula, serta perlu dilibatkan secara penuh dalam kegiatan pembangunan;
(0
keterbatasan dana pemerintah daerah untuk membangun daerah perbatasan perlu ditanggulangi melalui subsidi pemerintah pusat dan keikutsertaan
pihak swasta sebagai mitra pemerintah daerah dalam membangun daerah perbatasan, seperti halnya dalam pemberian HPH daerah perbatasan kepada pihak swasta yang berpartisipasi dalam membangun daerah perbatasan.
(2)
Saran bahwa pembangunan wilayah perbatasan dilaksanakan secara bertahap, menyeluruh, dan terpadu, serta diawali dengan perencanaan yang cermat, pada dasarnya telah sejalan dengan strategi pengembangan kawasan perbatasan
yang telah disiapkan Pemerintah.
Bertitik tolak dari beberapa kriteria dasar yang perlu dipertimbangkan dalam membangun daerah perbatasan, strategi pembangunan daerah perbatasan ditempuh melalui peningkatan taraf hidup masyarakat dengan penyediaan sarana dan prasarana dasar (terutama perhubungan) agar secara optimal memanfaatkan potensi wilayah, meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan di daerah perbatasan, serta mewujudkan sabuk pengamanan (security belt) di sepanjang wilayah perbatasan sebagai penangkal terhadap kemungkinan terjadinya ancaman langsung bagi kedaulatan negara, keam:,nan, dan ketertiban masyarakat.
Mengingat iuasnya wilayah perbatasan, disertai ddngan kondisi dan medan yang berat, maka dalam upaya pembangunan daerah perbatasan diperlukan dana dan tenaga yang besar, dan untuk itu diperlukan keterpaduan baik menyangkut perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan yang terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat serta pihak swasta. Pelibatan pihak srvasta di dalarn pembangunan daerah perbatasan dapat dilakukan melalui pemberian kompensasi terhadap pemanfaatan potensi sumber daya alam yang ada
di daerah perbatasan. Secara lebih rinci, strategi dan langkah-langkah kebijaksanaan yang diambil untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan daerah perbatasan adalah:
(a)
pengembangan pusat-pusat permukiman potensial yang tetap berorientasi pada sistem atau pola pengembangan wilayah propinsi;
(b)
peningkatan pembangunan prasarana transportasi dalam rangka membuka isolasi daerah, serta pengembangan potensi wilayah;
(c)
peningkatan perdagangan lintas batas (kegiatan ekspor dan impor) melalui jalur darat maupun laut secara lebih berdayaguna dan berhasilguna;
(d)
peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, serta penyuluhan dalam rangka meningkatkan kesej ahteraan dan kesadaran masyarakat berbangsa dan bernegara;
(e)
peningkatan penataan lingkungan permukiman yang dilakukan secara terpadu dengan program penataan kembali wilayah administratif (desa, kecamatan, dan kabupaten)
(D
;
mengingat tingginya tingkat kemiskinan di daerah perbatasan pada umumnya, kelompok-kelompok masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan p erlu s e cara b ertahap ditingkatkan ke s ej ahteraanny a d engan
upaya memenuhi kebutuhan dasar agar dapat berkembang menjadi kelompok-kelompok masyarakat mandiri; (g)
peningkatan pelayanan telekomunikasi seperti penambahan dan peningkatan daya pancar relay TVRI dan RRI.
b.
Pembangrrnan Kawasan Berikat Nunukan
Dalam konteks pembangunan nasional dan daerah, pengembangan kawasan berikat Nunukan telah diawali dengan Studi Kelayakan Pengembangan Kawasan Berikat Pulau Nunukan yang dilakukan melalui kerjasama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Kalimantan Timur dengan BPP Teknologi. Pengembangan karvasan berikat Nunukan tersebut telah diprogramkan baik dalam Repelita VI nasional maupun dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Thhun 1994195-1998/99 dan naskah Repelita VI Daerah Tingkat I Kalimantan Timur.
Sedangkan dalam konteks pembangunan regional melalui Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, the Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), kawasan berikat Nunukan telah diprogramkan untuk dapat memberikan nilai tambah bagi posisi perekonomian wilayah Kalimantan Timur di dalam kerja sama secara saling menguntungkan dengan negara-negara tetangga. Kerjasama yang dilakukan dalam konteks BIMP-EAGA sendiri telah
diprogramkan dan akan ditekankan pada beberapa lapangan usaha seperti (a) perluasan jaringan transportasi udara, (b) perluasan jaringan transportasi laut, (c) perluasan kerjasama di bidang perikanan, dan (d) pengembangan bersama kepariwisataan. Pengembangan kawasan berikat Nunukan diharapkan dapat mendukung posisi tawar (bargaining position) perekonomian wilayah Kalimantan
Timur dalam konteks kerjasama BIMP-EAGA.
c.
Kendala Pelaksanaan Program Inpres Desa tertinggal (IDT) di Propinsi
Kalimanlrn Timur IDT mengandung 2 arahanpenting, yaitu pertama) mengkoordinasikan semua program pembangunan sektoral, regional dan khusus yang ditujukan untuk menanggulangi kemiskinan secara lebih terpadu. Kedua, pemberian dana sebagai modal bagi penduduk miskin di desa tertinggal untuk membangun dirinya sendiri melalui kegiatan sosial ekonomi yang dapat meningkatkan kesej ahteraannya secara berkelanjutan.
Koordinas i program-program pembangunan s ektoral, regional dan khusus utamanya diaralftan untuk pembargunan prasarana perdesaan, terutama program pembangunan prasarana dan sarana dasar yang menunjang kegiatan produksi,
serta pembangunan prasarana yang meningkatkhn akses pasar seperti pembangunan jalan penghubung ke pusat pasar dan tempat pendaratan ikan. Pembangunan prasarana diprioritaskan bagi desa-desa rniskin parah di luar Jawa dan Bali. Dengiur demikian pembangunan prasarana perhubungan desa tertinggai di Propinsi Kalimantan Timur termasuk prioritas untuk dilaksanakan. Sehubungan dengan itu, Pemerintah Daerah menemukenali kebutuhan prasarana dan sekaligus menentukan prioritas pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana perhubungan di desa-desa tertinggal.
Sementara itu, penyaluran dana program IDT mengikut sertakan bank penyalur yang ada di daerah setempat. Desa-desa yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank penyalur seternpat akair dilayani secara khusus tanpa mengurangi jumlah dana program IDT yang semestinya diterima oleh kelompok sasaran penduduk miskin di desa seternpat.
DAERAH TINGKAT I PROPINSI JAWA BARAT Dalam menentukan alokasi dana program IDT tahun 1994195 Pemerintah berpedoman pada hasil pendataan Biro Pusat Statistik. Jumlah desa tertinggal yang ada di Kabupaten Kuningan tercatat sebanyak 54 desa tertinggal. Seluruh desa tertinggal tersebut akan ditangani melalui program IDT.
Bimbingan teknis yang diberikan kepada kelompok masyarakat dapat dilakukan oleh siapa saja yang mampu dan berkompeten memberikan bimibingan tekrris termasuk tim penggerak PKK.
DAERAH TINGKAT I PROPINSI SULAWESI SELATAN
IDT senantiasa disempurnakan. Penyempurnaan yang dilakukan menyangkut penentuan indikator penduduk miskin dan indikator potensi desa. Penyempurnaan pengumpulan data yang dapat digunakan untuk Pelaksanaan program
memantau perkembangan kesej ahteraan masyarakat telah dilaksanakan oleh Bappenas bersama dengan BPS dan Departemen Dalam Negeri. Penyempurnaan dilakukan dengan memilih variabel-variabel terpenting dari indikator kesejahteraan rakyat dalam Susenas-Inti dan indikator potensi desa dalam Podes-Inti. Informasi penting yang dikumpulkan dalam Susenas-Ind dan dipadukan bersama Podes-Inti akan dapat lebih mencerminkan penduduk miskin di desa tertinggal. Infomasi ini selanjutnya diharapkan dapat dikumpulkan setiap tahun.
Informasi dari daftar dan peta desa tertinggal yang telah disempurnakan, disertai informasi persebaran penduduk miskin, dapat digunakan sebagai dasar penentuan alokasi perhatian baik berupa anggaran maupun program pembangunan.
Pelaksanaan program IDT sebagai bagian dari gerakan nasional penanggulangan kemiskinan bertumpu pada peran serta aktif masyarakat dan kesiapan aparat Pemerintah daerah. Sehubungan dengan ittr, dalam pelaksanaannya diperlukan keserasian dan keterpaduan langkah berbagai instansi
dan lembaga, baik Pemerintah maupun Swasta, termasuk perguruan tinggi, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya.
Program AMD dan Bhakti ABRI adalah sejalan dengan pelaksanaan program IDT. Sesuai dengan kesepakatan, program AMD juga akan diarahkan untuk menangani desa-desa tertinggal. Dukungan ABRI dan berbagai pihak yang terpadu dan terarah akan semakin mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan dan pemecahan masalah keterisolasian daerah.
DAERAH TINGKAT I PROPINSI BALI Naskah Repelita VI Propinsi Bali menyebutkan akan dimantapkan dan ditingkatkanny a p emb angunan pras arana p engairan dan p enday agunaan sumb er daya air. Untuk itu akan dilakukan kegiataan penyusunan rencana induk wilayah sungai di pulau Bali. Sebagai langkah awal menuju terciptanya pemantapan tersebut, akan ditingkatkan pendayagunaan sumber daya air serta rehabilitasi dan pemeliharaan saluran pernbawa air baku sepanjang 8 (delapan) kilometer. Didalam Repelita VI ini juga akan dilakukan pemeliharaan jaringan irigasi seluas 98.000 Hektare, perbalkan jaringan irigasi seluas 24.500 Hektare serta pembangunan jaringan irigasi seluas 5.000 Hektare. Dalam hal aliran sungai, akan dilakukan perbaikan dan pengendalian sungai sepanjang 50 kilometer. Khusus untuk sumber daya air di Nusa Penida, kemungkinan pengembangannya dapat dimasukkan ke dalam rencana induk tersebut di atas.
DAERAH TINGKAT I PROPINSI JAWA TENGAH Repelita VI Propinsi Jawa Tengah memiliki program peningkatan prasarana dan sarana daerah yang antara lain meliputi upaya untuk merehabilitasi, memelihara dan meningkatkan ruas-ruas jalan di Losari - Tegal - Pekalongan - Semarang- Bawen. Demikian pula dengan ruas jalan Semarang - Kendal - Weleri -
Batang. Didalam skala peningkatan ruas-ruas jalan tersebut dimungkinkan untuk membangun jalur lingkar luar kota sepanjang studi lalu lintas dan ekonomi mengisyaratkan perlunya jalan lingkar tersebut. Disamping itu, didalam Repelita VI juga akan dilakukan pengembangan perkereta apian di Jawa Tengah yang antara lain meliputi: peningkatan jalan Kereta api sepanjang 165 Km, pembangunan jalan baru kereta api sepanjang 70 Km, peningkatan jembatan kereta api sebanyak 15 buah, serta pemasangan sinyal elektrik 10 unit. Dengan program peningkatan fasilitas dan pelayanan jalur kereta api ini, diharapkan juga akan meningkatkan kapasitas kereta api barang di jalur Pantura Jawa Tengah.
DAERAH TINGKAT I PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Seperti telah diutarakan di muka, pelaksanaan program IDT pada dasarnya telah dipersiapkan melalui berbagai kegiatan pelatihan berjenjang dan rapat koordinasi baik di pusat maupun daerah. Dalam tahap persiapan tersebut Pemerintah Daerah telah menyusun program pembangunan sesuai dengan permasalahan pokok yang dihadapi oleh penduduk setempat.
Perihal jurnlah desa tertinggal di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang akan ditangani melalui program IDT adalah sebanyak 468 desa tertinggal. Jumlah desa tertinggal tersebut sesuai dengan hasil pendataan BPS. Bagi desa-desa tertinggal tersebut disediakan bantuan modal untuk mengembangkan kegiatan sosial ekonomi penduduk miskin.
Selanjutnya evaluasi terhadap pelaksanaan program IDT diukur dari kelancaran alokasi dana kepada kelompok masyarakat dan kemampuan kelompok masyarakat dalam mendayagunakan dan melestarikan dana bantuan. Kelancaran alokasi dana menyangkut mekanisme penyaluran dana, kemampuan mendayagunakan dana yang bertalian erat dengan mekanisme penggunaan, dan kemampuan kelompok masyarakat dalam menggunakan dana. Sehubungrrn dengan evaluasi pelaksanaan program
IDT, Bappenas bersama
dengan BPS dan Diden PMD akan menyempurnakan pendataan potesi desa dan kondisi sosial ekonomi penduduk desa. Arah yang dituju dari penyempurnaan tersebut adalah informasi tentang perkembangan desa tertinggal dan penduduk miskin yang terpadu. Dengan demikian penduduk miskin yang berada di desa tertinggai dapat dilacak dalam suatu informasi yang lengkap.
Dalam penyaluran dana program IDT sejauh mungkin diikutsertakan bank penyalur setempat. Mengingat luasnya jangkauan dan terbatasnya jumlah bank penyalur yang ada, maka penyaluran dana program IDT kepada masyarakat perlu disesuaikan dengan kondisi setempat. Penyesuaian tersebut disepakati bersama dengan Pemerintah Daerah setempat dengan tetap berpedoman pada penyaluran dana secara tepat waktu dan utuh.
Sementara itu, dalam rangka mendukung upaya pengembangan kegiatan sosial ekonomi penduduk miskin akan dilakukan pembangunan prasarana dan sarana perdesaan, terutama program pembangunan prasarana dan sarana dasar yang menunjang kegiatan produksi, serta pembangunan prasarana yang meningkatkan al<ses pasar seperti pembangunan jalan penghubung ke pusat pasar dan tempat pendaratan ikan.
10