KETERKAITAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DENGAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DAN LUAS LAHAN KRITIS (Studi Kasus Kecamatan Sukaraja dan Sukamakmur)
ANINDITA ANGGARANI A14070057
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
KETERKAITAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DENGAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DAN LUAS LAHAN KRITIS (Studi Kasus Kecamatan Sukaraja dan Sukamakmur)
ANINDITA ANGGARANI A14070057
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
i
SUMMARY ANINDITA ANGGAARANI. Relationships Among Population Growth,
Land Use Chang From Agricultural Land To Non-Agricultural Ones And The Acreage Of Degraded Land. Under supervision of Asdar Iswati and Dyah Retno Panuju. Increasing population growth is one of factors affecting the use of a piece of land, where low-land-rent utilization tend to be converted into the higher-landrent utilization. Land rent of non-agricultural uses which is higher than on-farm agriculture undeniably increase agricultural conversion, then could accelerate land degradation. Land degradation could be due to improper management which is not in accordance with its carrying capacity then initializing degraded land. The purpose of this research is: (1) to identify population growth and agricultural land use change to non-agricultural one, (2) to identify acreage of degraded land, (3) to compare agricultural land rent and non-agricultural uses, and (4) to understand the relationship among population growth, agricultural land use change and the acreage of degraded land. The analytical techniques utilized in this research include: (1) analysis of population growth and spatial technique to identify changes from agricultural land to non-agricultural ones, (2) spasial analysis to calculate hectarage of classified degraded land based on ministry of forestry, (3) descriptive analysis of land rent and the t test, and (4) correlation analysis to understand the relationship among population growth, land use changes and the acreage of degraded land. The results showed that population in Kecamatan Sukaraja grew at 7,6 % and Kecamatan Sukamakmur increased at 0,3 % in the period 2006-2009. The acreage of agricultural land use change to non-agricultural one in Kecamatan Sukaraja was 95,95 ha (4,5%) and in Kecamatan Sukamakmur was 232,74 ha (2 %). Kecamatan Sukaraja was comprised of 1.383,90 ha of non degraded land, 1.613,96 ha of potentially degraded land, 723,34 ha of somewhat degraded land, 166,78 ha of degraded land, and 0,16 ha of severe degraded land. Kecamatan Sukamakmur comprised of 984,07 ha non degraded land, 3.681,50 ha potentially degraded land, 4.330,52 ha somewhat degraded land, 7.658,94 ha degraded land and 44.08 ha severe degraded land. Comparison of the average value of agricultural land rent to non-agricultural one at CI 95 % indicates, that the nonfarm business more lucrative than farming. Correlation coefficient of population growth and land use change in Kecamatan Sukaraja was 0,82 and in Kecamatan Sukamakmur was 0,92, the coefficient of population growth and acreage of degraded land of Kecamatan Sukaraja was 0,85 and of Kecamatan Sukamakmur was 0,91, while the coefficient of land use change acreage and degraded land in Kecamatan Sukaraja was 0,90 and in Kecamatan Sukamakmur was 0,98. These suggest positive relationship among all variables at 95% confidence level and implied that the higher population then more intensive changes from agricultural land uses to non-agricultural ones and the wider acreage of degraded land.
i
ii
RINGKASAN ANINDITA ANGGAARANI. Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Luas Lahan Kritis. Dibawah bimbingan Asdar Iswati dan Dyah Retno Panuju. Meningkatnya pertumbuhan penduduk diketahui merupakan salah satu faktor mempengaruhi penggunaan sebidang lahan yang cenderung akan berubah pemanfaatannya dari land rent rendah ke land rent yang lebih tinggi. Nilai land rent usaha non pertanian yang cenderung lebih tinggi dari pada land rent usaha tani yang menyebabkan meningkatnya perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian tidak terhindarkan dan selanjutnya dapat mempercepat terjadinya degradasi lahan. Degradasi lahan terjadi akibat kesalahan pengelolaan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan dan menyebabkan munculnya lahan kritis atau lahan terdegradasi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi pertumbuhan penduduk dan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian, (2) mengidentifikasi luas lahan kritis, (3) membandingkan nilai land rent usaha pertanian dan usaha non pertanian, (4) mengetahui keterkaitan pertumbuhan penduduk dengan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dan luas lahan kritis. Teknik analisis dalam penelitian ini meliputi: (1) analisis pertumbuhan penduduk dan identifikasi perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian, (2) analisis spasial untuk mengidentifikasi luas lahan kritis pada beberapa kriteria sesuai tetapan Departemen Kehutanan, (3) analisis deskriptif land rent dan uji t, (4) analisis korelasi untuk mengetahui keterkaitan pertumbuhan penduduk dengan luas perubahan penggunaan lahan dan luas lahan kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukaraja 7,6 % per tahun dan Kecamatan Sukamakmur sebesar 0,3 % per tahun pada periode 2006-2009. Luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja sebesar 95,95 ha (4,5 %) dan di Kecamatan Sukamakmur sebesar 232,74 ha (2 %). Luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja dirinci atas tingkat kekritisannya yaitu lahan tidak kritis 1.383,90 ha, lahan potensial kritis 1.613,96 ha, lahan agak kritis 723,34 ha, lahan kritis 166,78 ha, dan lahan sangat kritis 0,16 ha. Di Kecamatan Sukamakmur luas lahan tidak kritis 984,07 ha, lahan potensial kritis 3.681,50 ha, lahan agak kritis 4.330,52 ha, lahan kritis 7.658,94 ha, dan lahan sangat kritis 44,08 ha. Perbandingan rata-rata nilai land rent pertanian dan non pertanian pada tingkat kepercayaan 95 % menunjukkan usaha non pertanian lebih menguntungkan daripada usaha pertanian. Keterkaitan antara jumlah penduduk dengan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja 0,82 dan Kecamatan Sukamakmur 0,92, keterkaitan antara jumlah penduduk dengan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja 0,85 dan Kecamatan Sukamakmur 0,91, dan keterkaitan antara luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian dengan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja 0,90 dan Kecamatan Sukamakmur 0,98. Pada tingkat kepercayaan 95 % berbagai variabel tersebut berhubungan searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk maka luas perubahan lahan pertanian ke non pertanian dan luas lahan kritis semakin tinggi.
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Luas Lahan Kritis
Nama Mahasiswa
: Anindita Anggarani
NRP
: A14070057
Departemen
: Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Asdar Iswati, M.S NIP.19600410 198503 2 001
Ir. Dyah Retno Panuju, M. Si NIP.19710412 199702 2 005
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus:
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1989 di Kota Ponorogo, Jawa Timur. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Purwanto Budi Susilo dan ibu Sri Haryati, S.Pd. Riwayat pendidikan formal dimulai SDN 1 Pagotan sampai kelas 3 SD dan melanjutkan studi ke SDN 1 Purworejo di Kabupaten Madiun sampai tahun 2001. Kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Geger, penulis aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan ektrakulikuler seni tari dan musik. Pada tahun 2004, penulis menyelesaikan pendidikan di SMP. Penulis diterima di SMAN 1 Geger Kabupaten Madiun, selama bersekolah penulis mengikuti kegiatan seni lukis, seni tari, dan seni musik, pada tahun 2007. Tahun 2007 diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam Paguyuban Sedulur Madiun (PASMAD) tahun 2007-2008 dan pengurus Divisi Seni Budaya Himpunan Mahasiswa Jawa Timur (IMAJATIM) tahun 20082009. Penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) periode 2009-2010 pada Divisi Kewirausahaan dan penulis diterima sebagai anggota Bina Desa BEM Pertanian. Penulis juga aktif dalam kegiatan Go Field IPB yang dilakukan di desa binaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk tahun 2009. Tahun 2010-2012 menjabat sebagai bendahara Rumah Kompos Organisasi Laskar Hijau IPB. Adapun pengalaman Program Kreativitas Mahasiswa dibidang Kewirausahaan (PKM-K) telah mengikuti empat program yaitu pada tahun 2010 yaitu usaha bonsai hias dari akar teh dan usaha bakso sayur rendah kolesterol, kemudian tahun 2011 mengikuti 2 program yaitu usaha sate sukun lilit dan usaha botol lampu hias. Selain itu, penulis juga pernah aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan di IPB.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Luas Lahan Kritis”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, nasehat, dan dukungan dari beberapa pihak. Penulis menghaturkan rasa terimakasih kepada Dr. Ir. Asdar Iswati, M.S., selaku pembimbing I, Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si., selaku pembimbing II, dan Dr. Khursatul Munibah, M.Sc., selaku penguji skripsi. Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Orang tua ibu Sri Haryati S.Pd. dan ayah Purwanto BS, adik Arimurti Erucokro, kakak Akbarjati Wicaksono, dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, perhatian, kesabaran, dan dukungan moril serta materi selama penulis menjalani masa kuliah hingga selesai skripsi ini. 2. Seluruh Dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah mendidik penulis selama kuliah. 3. Pegawai Tata Usaha Mba Hesti yang telah memberikan bantuan dan kesabaran dalam pembuatan surat izin penelitian, Mba Dwi staf Dinas Pertanian yang telah membantu memperoleh data. 4. Aditya Galatama atas bantuannya pengamatan lapang, serta motivasi, semangat, kesabaran, dan dukungan selama masa penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Para sahabat terbaik (Heni, Etika, Risda, Risa, Tina, Aulia, Ivon, Dek Tika, dan Siti) yang telah membatu pengecekan lapang dalam penelitian. Para sahabat yang telah membantu penelitian (Sisharyato, Dek Haris, Dek Windi, Dek Tyas, Dek Rita, Farid, Aci, Febri, Citra, Kak Reni, Hana, Kak
vi
Alwan, dan Mba Nina). Terimakasih atas dukungan dari (Ika, Rini, Eni, Ajuma, Mey, Ufi, dan Lili). 6. Seluruh keluarga besar Soilscaper 44 yang telah memberikan kenangan terindah semasa kuliah. Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dalam skripsi ini sehingga bisa menjadi lebih baik. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI……………………………………………………...................
i
DAFTAR TABEL…………………………………………………………...
iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………...
v
I. PENDAHULUAN………………………………………………...……….
1
1.1. Latar Belakang………………………………………………………..
1
1.2. Tujuan………………………………………………………………...
2
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...……..
3
2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya Terhadap Perkembangan
3
Suatu Wilayah………………………………………………………... 2.2. Perubahan Penggunaan Lahan………………………………………..
4
2.3. Land Rent ……………………………………………………...……..
6
2.4. Lahan Kritis…………………………………………………………..
7
III. METODOLOGI PENELITIAN……………………..…………….......
11
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………
11
3.2. Bahan dan Alat…………………………………………………….….
11
3.3. Metode Penelitian………………………………………………….....
12
3.3.1.Tahap Persiapan………………………………...........................
13
3.3.2. Identifikasi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur...............................................................................
13
3.3.3. Pengecekkan Lapang Penggunaan Lahan dan Pengamatan Lahan Kritis……………………………………………………
14
3.3.4. Analisis Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur…………………………………....
18
3.3.5. Analisis Land Rent Usaha Pertanian dan Non Pertanian………
19
3.3.6. Analisis Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Luas Lahan Kritis.......……………………………………........
20
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN…………………….....
22
i
ii
4.1. Letak Geografis…………………………………………………...….
22
4.2. Iklim……………………...………………………………………......
23
4.3. Tanah………………………………………………………………....
24
4.4. Topografi…………………………………………………………......
24
4.5. Sosial Ekonomi…………………………………………………….....
25
V. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………..............
26
5.1. Pertumbuhan Penduduk……………………………………………...
26
5.2. Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur ……………...
29
5.2.1. Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran………….....
32
5.2.2. Perubahan Penggunaan Lahan Tegalan…………………….....
34
5.3.3. Perubahan Penggunaan Lahan Sawah………………….…......
35
5.3. Sebaran Lahan Kritis di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur…………………………………………………………
36
5.4. Nilai Land Rent Lahan Pertanian dan Non Pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur ………………………….
38
5.5. Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Luas Lahan Kritis di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur …….………..
44
VI. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………...........
50
6.1. Kesimpulan…………………………………………………………...
50
6.2. Saran………………………………………………………….………
51
DAFTAR PUSTAKA………………………………….…………………...
52
LAMPIRAN………………………………………………………………...
55
..
iii
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
1. Hasil penelitian nilai land rent pertanian dan non pertanian………....…
7
2. Kriteria tingkat kekritisan lahan menurut RLKT................................…..
10
3. Keterkaitan antara tujuan penelitian dengan data, sumber, dan alat….....
12
4. Jenis dan jumlah responden yang diwawancarai di Kecamatan Sukaraja dan di Keacamatan Sukamakmur..............................................................
18
5. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukaraja 2006-2009 ……...........
27
6. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukamakmur 2006-2009 …........
28
7. Luas perubahan penggunaan lahan kebun campuran ……………….......
33
8. Luas perubahan penggunaan lahan tegalan ………………………….....
35
9. Perubahan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Sukamakmur...........
36
10. Luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja
dan di Kecamatan
Sukamakmur ……………………………………………………….…... 11. Nilai land rent
kegiatan usaha pertanian dan non pertanian di
Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur ……………...... 12. Hasil analisis uji t
perbedaan rata-rata nilai land rent
korelasi
pertumbuhan
penduduk
dengan
43
perubahan
penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dan luas lahan kritis.........
No.
40
pada
penggunaan lahan pertanian dan non pertanian……………………........ 13. Koefisien
37
45
Lampiran
1.
Kuesioner land rent usaha kos-kosan………………………………....
56
2.
Kuesioner land rent usaha perdagangan…………………………........
57
3.
Kuesioner land rent usaha tani ..............................………………........
58
4.
Karakteristik lahan kritis di Kecamatan Sukamakmur pada setiap penggunaan lahan pertanian yang berubah ………………....................
5.
Karakteristik lahan kritis di Kecamatan Sukaraja pada setiap penggunaan lahan pertanian yang berubah …...……………………….
6.
60
Luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di
62
iv
Kecamatan Sukaraja…………………………………………………... 7.
Luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukamakmur……………………………………………....
8.
9.
64
65
Luas lahan kritis pada penggunaan lahan pertanian yang berubah menjadi non pertanian di Kecamatan Sukaraja 2006-2009....................
66
Lahan kritis disetiap desa di Kecamatan Sukaraja……………………..
66
10. Luas lahan kritis pada penggunaan lahan pertanian yang berubah menjadi non pertanian di Kecamatan Sukamakmur 2006-2009……….
67
11. Lahan kritis disetiap desa di Kecamatan Sukamakmur……………......
67
12. Nilai land rent lahan pertanian dan non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur………………………………..
68
13. Hasil lengkap analisis uji t nilai land rent pertanian dan non pertanian
69
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
No. 1. Lokasi penelitian……………………………………………....................
11
2. Diagram alir perubahan penggunaan lahan……………………………....
14
3
Diagram alir pengecekan lapang penggunaan lahan dan pengamatan lahan kritis……………………………………………………………......
15
4. Titik pengamatan lahan kritis dan pengecekkan lapang penggunaan
16
lahan di Kecamatan Sukaraja…................................................................. 5. Titik pengamatan lahan kritis dan pengecekkan lapang penggunaan
17
lahan di Kecamatan Sukmakmur…............................................................ 6. Peta administrasi di Kecamatan sukaraja…………………………….......
22
7. Peta administrasi di Kecamatan sukamakmur…………………………....
23
8. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk 2006-2009 di Kecamatan Sukaraja……………………………………………………...
27
9. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk 2006-2009 di Kecamatan Sukamakmur……………………………………………........
28
10. Boxplot luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja……………………………………………………...
29
11. Foto sebaran spasial perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja.............................................................
30
12. Boxplot luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukamakmur ………………………………………….....…
31
13. Foto sebaran spasial perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukamakmur.......................................................
32
14. Boxplot nilai land rent pada penggunaan lahan pertanian dan non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur……..
39
15. Foto kegiatan non pertanian di lokasi penelitian......................................
42
16. Foto kegiatan usaha tani di lokasi penelitian............................................
42
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor menyatakan pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Bogor tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan wilayah kabupaten lain di Indonesia. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2007 adalah 4,25 juta jiwa, tahun 2008 meningkat menjadi 4,34 juta jiwa, dan tahun 2009 meningkat menjadi 4,47 juta jiwa (BPS, 2010). Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan lahan baik untuk tempat tinggal maupun untuk kegiatan lain. Peningkatan kebutuhan lahan ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dari land rent rendah ke land rent yang lebih tinggi. Peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman dan pelayanan serta penyediaan pangan menyebabkan terjadinya penggunaan lahan tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pemanfaatan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan penggunaan lahannya dapat menyebabkan terjadinya lahan kritis (Rahim, 2006). Sesuai data BPDAS Kabupaten Bogor (2004) perubahan penggunaan lahan menyebabkan luas lahan kritis bertambah yaitu 16.689,70 hektar di dalam kawasan hutan dan 28.418,30 hektar di luar kawasan hutan. Lahan kritis merupakan kerusakan lahan akibat pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan potensinya sehingga yang mengakibatkan produktivitas lahan menjadi rendah (Herdiana, 2008). Peningkatan jumlah penduduk di Kecamatan Sukaraja pada tahun 20062009 di Kecamatan Sukaraja sebesar 11.151 jiwa (BPS, 2006-2009) dan di Kecamatan Sukamakmur 201 jiwa (BPS, 2006-2009). Peningkatan jumlah penduduk tersebut menyebabkan bertambah kebutuhan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bertambah, sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. Pemaanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan potensinya dapat menyebabkan terjadinya lahan kritis, sehingga tidak produktif untuk usaha pertanian. Berdasarkan fakta tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji keterkaitan antara pertumbuhan penduduk dengan perubahan
2
penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur.
Tujuan
1.2.
1. Mengidentifikasi pertumbuhan penduduk dan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur. 2. Mengidentifikasi luas lahan kritis di wilayah Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur. 3. Membandingkan nilai land rent penggunaan lahan pertanian dan usaha non pertanian. 4. Mengetahui keterkaitan jumah penduduk dengan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu
wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Prediksi jumlah penduduk yang akan datang dapat bermanfaat untuk mengetahui kebutuhan dasar penduduk, tidak hanya di bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di bidang pemenuhan kebutuhan akan lahan misalnya penggunaan lahan (BPS Indonesia, 2000). Badan Pusat Statistik Indonesia (2000) menyatakan pertumbuhan penduduk suatu wilayah atau negara dapat dihitung dengan membandingkan jumlah penduduk awal (misal P0) dengan jumlah penduduk di kemudian hari (misal Pt). Tingkat pertumbuhan penduduk dapat dihitung dengan menggunakan rumus geometrik. Dengan rumus pertumbuhan geometrik, angka pertumbuhan penduduk (rate of growth) sama untuk setiap tahun, rumusnya: Pt = P0 (1+r)t Keterangan: P0 = jumlah penduduk awal Pt = jumlah penduduk t tahun kemudian r = tingkat pertumbuhan penduduk t = jumlah tahun dari 0 ke t Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan persebaran penduduk secara geografis adalah persebaran atau distribusi penduduk yang tidak merata. Penyebab utamanya adalah keadaan tanah dan lingkungan yang kurang mendukung bagi kehidupan penduduk secara layak. Kebijakan pembangunan di era orde baru yang terkonsentrasi di Pulau Jawa, menyebabkan banyak penduduk tinggal dan menetap di Pulau Jawa. Hal ini menyebabkan kepadatan penduduk di Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk di pulau-pulau lain (BPS Jawa Barat, 2010).
4
Menurut Fandeli et al. (2008) perkembangan penduduk menyebabkan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak memperhatikan kelestarian. Perkembangan penduduk menyebabkan kebutuhan lahan semakin meningkat dan menyebabkan peralihan fungsi hutan ke penggunaan yang lain. Selanjutnya Sitorus et al. (2010) menyatakan perkembangan jumlah penduduk yang terlalu banyak dapat mengakibatkan penggunaan sumberdaya yang berlebihan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk mengakibatkan perubahan penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah konservasi yang dapat mengkibatkan bencana banjir, longsor, dan kekeringan yang merupakan bukti dari perubahan penggunaan lahan yang berakibat terhadap kerusakan lahan. Semakin besar perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh manusia dapat berakibat terhadap munculnya dan meluasnya lahan kritis (Kodoatie dan Sjarief, 2008). 2.2.
Perubahan Penggunaan Lahan Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) menyatakan bahwa lahan adalah
suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya. Kegiatan penduduk masa lalu maupun sekarang secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah. Penggunaan lahan merupakan kegiatan manusia terhadap sumberdaya lahan yang sifatnya menetap untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, penggunaan lahan bersifat dinamis, mengikuti perkembangan kehidupan dan budaya manusia (Sitorus et al., 2010). Tipe penggunaan lahan adalah jenis-jenis penggunaan lahan termasuk pengelolaan. Tipe penggunaan lahan menurut sistem dan modelnya dibedakan menjadi dua macam yaitu jamak dan gabungan. Tipe penggunaan jamak adalah penggunaan yang terdiri lebih dari satu jenis penggunaan lahan pada area yang sama, dan penggunaan lahan gabungan adalah terdiri lebih dari satu jenis penggunaan lahan (komoditas) pada area-area yang berbeda
(Sitorus,
2004).
Menurut
Arsyad
(2010)
penggunaan
lahan
dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam komoditas yang diusahakan dan yang dimanfaatkan di atas lahan. Penggunaan
5
lahan pertanian seperti tegalan, sawah, kebun, padang rumput, hutan, alang-alang, dan sebagainya. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2011) mengkelaskan penggunaan lahan menjadi dua yaitu penggunaan lahan pertanian dan lahan non pertanian. Lahan pertanian meliputi lahan sawah dan lahan bukan sawah (ladang, perkebunan, tambak, tegalan, kebun campuran, dan rumput). Sedangkan lahan non pertanian yaitu pemukiman, hutan negara, rawa, jalan, lahan terbuka atau lahan tandus, dan sungai Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan dapat berdampak pada penurunan kualitas lahan dan mengakibatkan ketidakberlanjutan pembangunan akibat terjadi erosi, menurunnya fungsi hidrologis hutan, terjadinya perubahan penggunaan lahan dan meningkatnya lahan kritis (Desman, 2007). Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan aktivitas terhadap suatu lahan dari aktivitas sebelumnya, untuk komersial atau industri. Laju perubahan penggunaan lahan akan semakin cepat seiring dengan bertambahnya penduduk. Perubahan penggunaan lahan merupakan proses pilihan pemanfaatan yang optimum dari lahan, untuk pertanian dan non pertanian (Kazaz, 2001). Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian menyebabkan penurunan luas tanah pertanian yang subur berubah menjadi industri dan pemukiman. Sementara pembukaan tanah pertanian yang baru di lokasi lain tidak mudah, karena luas dan produktivitasnya tidak sesuai dengan tanah yang telah diubah penggunaannya. Demikian halnya dengan ladang berpindah yang pada awalnya tidak bersifat merusak ekosistem secara cepat jika ekosistem sekelilingnya masih belum terganggu. Namun dengan meningkatnya jumlah penduduk yang semakin lama semakin bertambah dan pembukaan kembali lahan-lahan bekas perladangan meningkat, sehingga menyebabkan lahan semakin rusak (Rahim, 2006). Perubahan penggunaan lahan terkait dengan tingkat efisiensi dari penggunaan lahan, dimana penggunaan lahan yang mampu memberikan tingkat efisiensi lebih tinggi akan menggantikan penggunaan lahan yang mempunyai tingkat efisiensi yang lebih rendah. Misalnya, petani akan mengkonversikan sawahnya ke penggunaan lahan lain apabila hasil produksi sawah tidak mampu memenuhi perkembangan standar tuntutan hidupnya. Penyebab perubahan
6
penggunaan lahan pertanian terkait dengan beberapa faktor yaitu manusia, pertumbuhan penduduk, dan lingkungan fisik lahan. Kualitas manusia ditentukan umur, kepribadian, dan pendidikan, serta segala sesuatu yang menentukan kualitas manusia dalam menentukan keputusan. Misalkan petani muda berpendidikan yang memiliki pemikiran yang sudah maju akan lebih cepat menerima teknologi baru di bidang pertanian dibandingkan petani tua yang konservatif. Kualitas manusia dan jumlah penduduk mempengaruhi pola penggunaan lahan. Selain itu tingkat perubahan penggunaan lahan terkait dengan tingkat kesesuaian lahan dan lingkungan fisik lahan. Penggunaan lahan pada daerah datar lebih cepat berubah menjadi penggunaan lain dibandingkan dengan di daerah yang berlereng. Daerah datar lebih subur dibandingkan daerah berlereng, karena daerah yang berlereng lebih banyak terjadi erosi dan longsor akibat curah hujan yang terjadi sehingga bahan tanah yang subur yang berada diatas permukaan terbawa oleh air menuju daerah yang lebih rendah (Saeful Hakim dan Nasoetion, 1996).
2.3.
Land Rent Rustiadi et al. (2009) menyatakan bahwa land rent merupakan nilai dari
kegiatan yang dilakukan pada sebidang lahan yang menghasilkan pendapatan bersih tiap meter persegi per tahun. Land rent adalah nilai surplus ekonomi sebagai bagian dari nilai produk total atau pendapatan total yang ada setelah pembayaran dilakukan untuk semua faktor biaya total (Barlowe, 1986). Nilai land rent yang lebih tinggi dapat menggeser kegiatan usaha yang mempunyai land rent lebih rendah. Hal ini dapat mempengaruhi dinamika perubahan penggunaan lahan. Secara umum aktivitas industri memiliki nilai land rent paling besar kemudian perdagangan, pemukiman, pertanian, dan kehutanan. Keterkaitan nilai land rent dengan perubahan penggunaan lahan sangat erat, karena penggunaan lahan cenderung akan berubah dari aktivitas dengan land rent rendah ke aktivitas dengan land rent yang lebih tinggi. Perubahan penggunaan lahan ini merupakan akibat dari perkembangan nilai land rent usaha non pertanian yang lebih tinggi dari pada land rent pertanian di suatu lokasi yang lebih produktif. Namun yang sering terjadi untuk memperoleh hasil ekonomi yang besar mengabaikan kepentingan lingkungan.
7
Berdasarkan hasil penelitian perbandingan nilai land rent pertanian dan non pertanian yang telah dilakukan oleh Rumiris (2008) dan Ariani (2011) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa perbandingan nilai land rent pertanian lebih rendah dari pada nilai land rent non pertanian. Tabel 1. Hasil penelitian nilai land rent pertanian dan non pertanian No
Perbandingan Land Rent
1. *) Pertanian sawah : Pemukiman 2.**) Pertanian sawah : Kos-kosan Pertanian sawah : Warung Pertanian sawah : Pemukiman
Nilai Perbandingan Land Rent (Rp/m2/tahun) 1 : 33 1 : 55 1 : 720 1 : 3
Sumber: *) Rumiris (2008) dan **) Ariani (2011)
2.4.
Lahan Kritis Meningkatnya pembukaan tanah serta penggunaan lahan yang dilakukan
penduduk secara sembarangan dapat menyebabkan tingginya laju erosi. Tingginya laju erosi akibat pembukaan lahan mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas tanah dan kerusakan tanah yang dikenal sebagai lahan kritis (Rahim, 2006). Departemen Kehutanan (2003) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kehilangan atau berkurangnya fungsi produksi dan tata air. Penggunaan lahan yang kurang baik atau tidak memperhatikan teknik konservasi tanah menimbulkan erosi, tanah longsor, penurunan kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan. Sitorus (2004) menyatakan bahwa lahan kritis adalah lahan yang pada saat ini mengalami penurunan produktivitas dilihat dari penggunaan lahan pertanian, karena pengelolaan dan penggunaan lahan yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah. Lahan kritis merupakan indikator utama dari degradasi lahan yang terjadi di dalam atau di luar lahan hutan. Lahan dapat dikategorikan sebagai lahan kritis apabila lahan tersebut mengalami masalah kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah secara fisik, kimia, hidrologi, dan sosial ekonomi akibat dari segala penggunaan dan kesalahan pengelolaan. Lahan kritis secara fisik adalah lahan yang telah mengalami kerusakan tekstur dan struktur tanah. Lahan kritis secara
8
kimia adalah lahan yang bila ditinjau dari tingkat kesuburannya rendah karena penyediaan unsur mineral tanah sangat rendah dan adanya pencucian unsur hara yang berlebihan. Lahan kritis secara hidrologi berkaitan dengan berkurangnya kemampuan lahan untuk menahan, menyerap, dan menyimpan air (Sitorus, 2004). Pusat Penelitian Tanah (2004) mengklasifikasikan lahan kritis berdasarkan karakteristik penutup vegetasi, tingkat torehan atau kerapatan drainase, penggunaan lahan, dan kedalaman tanah sebagai indikator penentu tingakat kekritisan lahan. Tingkat kekritisan lahan dan karakteristiknya Pusat Penelitian Tanah (1997) sebagai berikut: 1) Potensial kritis: penutupan vegetasi > 75 %; tingkat kerapatan agak-cukup tertoreh; penggunaan lahan hutan, kebun campuran; vegetasi belukar dan perkebunan; kedalaman tanah dalam > 100 cm, 2) Semi kritis: penutupan vegetasi 50-75 %; tingkat kerapatan cukup-sangat tertoreh; penggunaan lahan pertanian lahan kering; vegetasi semak belukar dan alang-alang; kedalaman tanah dalam 60-100 cm, 3) Kritis: penutupan vegetasi 25-50 %; tingkat kerapatan sangat-sangat tertoreh sekali; penggunaan lahan pertanian lahan kering; vegetasi rumput dan semak; kedalaman tanah dalam 30-60 cm, dan 4) Sangat kritis: penutupan vegetasi < 25 %; tingkat kerapatan sangat-sangat tertoreh sekali; penggunaan lahan Gundul; vegetasi rumput dan semak; kedalaman tanah dalam < 30 cm. Sitorus (2004) mengklasifikasikan lahan kritis berdasarkan kerusakan fisik lahan sebagai berikut: 1) Potensial kritis: lahan yang masih kurang produktif, mulai terjadi erosi ringan, dan dapat berubah menjadi lahan hampir kritis yang dicirikan dengan: mulai terjadi erosi ringan, lapisan atas >20 cm, vegetasi relatif masih rapat, kemiringan lereng datar sampai berbukit, dan tingkat kesuburan tanah rendah sampai tinggi, 2) Hampir kritis: lahan yang kurang produktif, terjadi erosi namun masih dapat diusahakan untuk pertanian dengan produksi rendah yang dicirikan dengan: terjadi erosi permukaan sampai alur, kedalaman efektif < 5 cm, penutupan
9
lahan sedang 50 % sampai 70 %, kemiringan lereng > 18%, dan kesuburan rendah, 3) Kritis: lahan tidak produktif dan apabila akan diusahakan harus direhabilitasi yang dicirikan dengan: Lahan mengalami erosi parit, kedalaman solum tanah dangkal < 60 cm, Presentase penutupan lahan rendah antara 25 % sampai 50 %, dan Kesuburan tanah rendah, meliputi ladang yang rusak, padang rumput, dan semak belukar, dan 4) Sangat kritis: lahan yang sangat rusak dan sangat sulit direhabilitasi yang dicirikan dengan : erosi sangat tinggi, lapisan produktif habis tererosi < 30 cm, penutupan tanah < 25 %, kemiringan lereng > 30 %, dan kesuburan tanah sangat rendah. Departemen Kehutanan (2012), menyatakan bahwa penetapan kriteria lahan kritis yang dilaksanakan oleh Direktotar Rehabilitasi dan Konservasi Tanah pada 17 Juni 1997 dan 23 Juli 1997 yang dimaksud dengan lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. Dengan demikian penilaian lahan kritis di setiap tempat harus mengacu pada kriteria yang ditetapkan dan sesuai dengan fungsi tempat tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan penentuan kriteria lahan kritis sebagai sasaran utama dari arahan RLKT. Metode yang dilakukan adalah melakukan tumpang susun (overlay) secara spatial masingmasing data tersebut untuk kemudian dilakukan pembobotan (skoring). Besaran nilai bobot tingkat kekritisan lahan diperoleh dari hasil perkalian antara bobot dan nilai skor. Parameter fisik lahan berupa kelas lereng, jenis tanah, geologi, curah hujan. Kriteria untuk menetapkan lahan kritis kawasan budidaya pertanian yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan (2003), yaitu kawasan hutan lindung, kawasan lindung diluar kawasan hutan. Kriteria lahan kritis RLKT disajikan pada Tabel 2.
10
Tabel 2. Kriteria tingkat kekritisan lahan menurut RLKT Kriteria RLKT, Departemen Kehutanan, 1997 Tingkat kekritisan lahan berdasarkan atas jumlah kumulatif skor tiap kelas jumlah nilai (bobot x skor) : 1. Tidak Kritis: 426-500 2. Potensial Kritis: 351-425 3. Agak Kritis: 276-350 4. Kritis: 201-275 5. Sangat Kritis: 115-200 Berdasarkan kriteria dibawah ini: a. Produktivitas (30): >80 % (5), 61-80 % (4), 41-60% (3), 21-40 % (2), < 20 % (1) b. Lereng (20): Datar (5), Landai (4), agak curam (3), curam (2), sangat curam (1) c. Erosi (15) : ringan (5), sedang (4), berat (3), sangat berat (2) d. Batu-batuan : sedikit (5), sedang (3), banyak (1) e. Manajemen : baik (5), sedang (3), buruk (1)
11
III.
3.1.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
Kecamatan
Sukaraja
dan
Kecamatan
Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Kegiatan analisis citra dan data dilaksanakan di Laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai April 2012. Secara spasial lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi penelitian 3.2.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah citra ALOS AVNIR 2006
yang diakusisi pada tanggal 9 Oktober 2006 dan 2009 dengan tanggal akusisi 17
12
Juli 2009, peta administrasi skala 1:250.000, data jumlah penduduk 2006-2009, peta lahan kritis skala 1:100.000, dan peta jalan, data Potensi Desa (PODES). Peralatan yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System), abney level, kompas, meteran, kamera, kuesioner, dan seperangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunak (software) ArcView 3.3, ArcGis 9.3, Statistica 8, Microsoft Office Word 2007, Microsoft Office Visio, dan Microsoft Office Excel. Kuesioner disajikan pada Lampiran 1, 2, dan 3. Perangkat lunak ArcView 3.3, ArcGis 9.3 digunakan untuk analisis spasial dan Statistica 8 untuk analisis data. Keterkaitan antar tujuan, data dan sumber serta alat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Keterkaitan antara tujuan penelitian dengan data, sumber, dan alat No
Tujuan
Data
Sumber Data
Alat
1.
Mengidentifikasi pertumbuhan BPS Kab.Bogor, Kecamatan Excel, Data jumlah penduduk dan perubahan penggunaan Sukaraja dan Kecamatan penduduk (2006lahan pertanian ke non pertanian di Sukamakmur 2009) Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur. Citra ALOS Avnir Bagian Pengindraan Jauh dan Interpretasi Citra 2006 dan 2009 ArcView 3.3, PEMDA Kabupaten Bogor ArcGis 9.3 Peta administrasi PEMDA Kabupaten Bogor
2
Mengidentifikasi sebaran lahan kritis Peta lahan kritis di wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur. Mengetahui dan membandingkan Hasil kuesioner nilai land rent penggunaan lahan land rent pertanian dan usaha non pertanian. Mengetahui keterkaitan pertumbuhan Hasil analisis penduduk dengan perubahan tujuan 1 dan 2 penggunaan lahan pertanian ke non (penduduk, peta pertanian dan luas lahan kritis di perubahan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan penggunaan lahan Sukamakmur. 2006-2009, dan peta lahan kritis)
3
4
3.3.
BPDAS Citarum Ciliwung
Data Primer(Kuesioner dan survey lapang) BPS Kab.Bogor Bagian Pengindraan Jauh dan Interpretasi Citra PEMDA Kabupaten Bogor BPDAS Citarum Ciliwung
ArcView 3.3, ArcGis 9.3, Excel Excel Statistica 8 Excel, statistica 8
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahap kegiatan yang terdiri dari
(1) Tahap persiapan, (2) Tahap identifikasi perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian, (3) Pengecekan tutupan lahan dan pengamatan karakteristik lahan kritis, dan (4) Analisis data.
13
3.3.1. Tahap Persiapan Tahap persiapan meliputi studi pustaka, pengurusan perizinan, penyusunan kuesioner, dan pengumpulan data. Data yang dibutuhkan dalam penelitian terdiri atas data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan terdiri atas data spasial dan data atribut. Data spasial terdiri atas peta lahan kritis, peta jalan, peta administrasi, dan citra ALOS AVNIR 2006 dan 2009 dan data atribut yaitu jumlah penduduk 2006-2009. Data tersebut dikumpulkan dari instansi terkait sebagaimana disajikan pada Tabel 3. 3.3.2. Identifikasi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Diagram alir identifikasi perubahan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 2. Tahap awal yang dilakukan dalam pemetaan penggunaan lahan yaitu koreksi geometri untuk menghasilkan citra terkoreksi. Koreksi geometri ini digunakan untuk mengurangi distorsi geometrik dan mentransformasikan geometri citra, sehingga memiliki skala dan sistem proyeksi yang diinginkan. Citra yang telah terkoreksi kemudian ditumpang tindihkan overlay dengan peta administrasi. Interpretasi citra merupakan proses kegiatan untuk menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali obyek yang tampak pada citra, selanjutya menilai arti penting dari obyek tersebut. Dalam mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dilakukan pemetaan penggunaan lahan tahun 2006 dan tahun 2009 dengan menggunakan citra ALOS AVNIR. Interpretasi penggunaan lahan dari citra ALOS AVNIR 2006 dilakukan secara visual berdasarkan warna, tekstur, pola, ukuran, bayangan, rona, lokasi, situasi, dan asosiasi citra. Interpretasi dilakukan dengan cara mengelompokkan data atau informasi ke dalam kelas-kelas yang lebih sederhana dan menunjukkan karakter yang spesifik. Citra ALOS 2006 dikoreksi geometri dengan citra ALOS 2009 yang telah terkoreksi. Kemudian dilakukan interpretasi penggunaan lahan 2006 dan hasil dari interpretasi penggunaan lahan 2006 kemudian disimpan dan ditumpangtindihkan dengan citra tahun 2009 selanjutnya dilakukan interpretasi citra tahun 2009. Tumpang tindih hasil interpretasi tahun 2006 dan 2009 menghasilkan peta penggunaan lahan 2006,
14
peta penggunaan lahan 2009, dan peta perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. Citra ALOS AVNIR 2009
Citra ALOS AVNIR 2006
Peta Administrasi
Koreksi Geometri
Citra Terkoreksi
Overlay
Interpretasi Penggunaan Lahan 2006
Penggunaan Lahan 2006
Tumpang Tindih Interpretasi Penggunaan Lahan 2009 Identifikasi Perubahan Penggunaan Lahan 2006-2009
Peta Perubahan Penggunaan Lahan 2006-2009
Gambar 2. Diagram alir perubahan penggunaan lahan Hasil interpretasi penggunaan lahan tersebut kemudian dikelaskan ke penggunaan lahan pertanian dan non pertanian. Lahan pertanian meliputi lahan sawah dan lahan bukan sawah yaitu ladang, perkebunan, tambak, tegalan, dan kebun campuran,. Sedangkan lahan non pertanian yaitu pemukiman, hutan negara, rawa, jalan, lahan terbuka atau lahan tandus, dan sungai. Kemudian data perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian disajikan dalam bentuk boxplot untuk mengetahui gambaran keragaman data luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. 3.3.3. Pengecekkan Lapang Penggunaan Lahan dan Pengamatan Lahan Kritis Diagram alir pengecekkan lapang dan pengamatan lahan kritis disajikan pada
Gambar
3.
Peta
perubahan
penggunaan
lahan
2006-2009
15
ditumpangtindihkan dengan peta lahan kritis dan peta jalan sehingga diperoleh peta kerja. Berdasarkan peta kerja ditentukan titik pengamatan dan pengecekkan lapang. Kemudian dihitung jumlah poligon, dan memilih luas yang besar serta mudah terjangkau. Selain itu mempertimbangkan jumlah keragaman jenis perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertania, sehingga kesalahan dapat ditoleransi dengan pengamatan dan pengecekkan lapang. Jumlah titik pengamatan lahan kritis dan pengecekkan lapang penggunaan lahan di Kecamatan Sukaraja 33 titik dan Sukamakmur 29 titik. Lokasi titik pengamatan disajikan pada Gambar 4 dan 5. Bersamaan dengan pengamatan lahan kritis dan pengecekkan lapang juga dilakukan pengumpulan data untuk menganalisis nilai land rent.
Peta Perubahan Penggunaan Lahan 20062009
Peta Lahan Kritis
Peta Jalan
Overlay Peta Kerja Perubahan Penggunaan dan Tingkat Kekritisan Lahan
Menentukan Titik Pengamatan dan Pengecekan Lapang
Pengamatan Lapang Karakteristik Lahan Kritis: * Kedalaman Efektif Tanah * Drainase * Batuan Permukaan * Lereng * Vegetasi * Ketinggian * Tingkat Erosi
Pengecekan Lapang Perubahan Penggunaan Lahan Petanian ke Non Pertanian dan Penggunaan Lahan Tetap
39 Titik: 21 titik Kecamatan Sukaraja 18 titik Kecamatan Sukamakmur
Kuesioner Land Rent Pertanian (Padi dan Singkong) dan Non Pertanian (Kos-Kosan dan Perdagangan)
25 Kuesioner: 10 Perdagangan 10 Pertanian 5 Kos-Kosan
Gambar 3. Diagram alir pengecekkan lapang penggunaan lahan dan pengamatan lahan kritis
16
Gambar 4. Titik pengamatan lahan kritis dan pengecekkan lapang penggunaan lahan di Kecamatan Sukaraja Pengecekkan lapang bertujuan untuk mengevaluasi kebenaran hasil interpretasi penutupan atau penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. Penggunaan lahan pertanian yaitu, sawah, tegalan, dan kebun campuran yang berubah menjadi lahan non pertanian yaitu lahan terbuka, pemukiman, dan industri yang ada di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur. Pengamatan perubahan penggunaan lahan dilakukan pada penggunaan lahan pertanian ke pertanian dan pertanian ke non pertanian dengan mengambil foto. Pengecekkan lapang menggunakan alat GPS (Global Positioning System). GPS digunakan untuk menentukan posisi pengecekkan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dan pengamatan lahan kritis di lapang. Pengamatan lapang lahan kritis dilaksanakan bersamaan dan terkait dengan pengecekkan lapang penutupan lahan pertanian ke non pertanian, karena
17
hasil pengecekkan lapang penggunaan lahan digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan lahan terhadap kekritisan lahan.
Gambar 5. Titik pengamatan lahan kritis dan pengecekkan lapang penggunaan lahan di Kecamatan Sukmakmur Pembuatan kuesioner ini didasarkan pendapat Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian, bahwa yang dimaksud lahan pertanian adalah lahan sawah (irigasi teknik, irigasi sederhana, tadah hujan, pasang surut, dan lebak) dan lahan bukan sawah (tegalan lading, kebun campuran, tambak, kolam, dan rumput) serta Lahan non pertanian yaitu pemukiman, hutan, rawa, jalan, sungai, danau, lahan terbuka atau lahan tandus. Pemilihan responden dilakukan secara acak dengan kriteria bahwa responden bermata pencaharian sebagai petani, pedagang kelontong atau pengusaha kos-kosan yang berada di wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur. Pengumpulan data untuk land rent di lakukan dengan cara wawancara. Jenis dan jumlah responden yang diwawancarai disajikan
18
pada Tabel 4. Dalam wawancara menggunakan kuesioner pada Lampiran 1, 2, dan 3. Tabel 4. Jenis dan jumlah responden yang diwawancarai di Kecamatan Sukaraja dan di Keacamatan Sukamakmur No
Responden Jenis
Jumlah
Kecamatan Sukaraja 1.
Usaha Tani Singkong
5
2.
Usaha Kos-kosan
5
3.
Usaha Perdagangan Kelontong
5
Kecamatan Sukamakmur 1.
Usaha Tani Singkong
5
2.
Usaha Perdagangan Kelontong
5
3.3.4. Analisis Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Pertumbuhan penduduk yang diidentifikasi di dalam penelitian ini meliputi data kepadatan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2006 sampai tahun 2009. Menurut Fandeli, et al. (2008) analisis pertumbuhan penduduk dapat digunakan untuk mengetahui peningkatan pertumbuhan penduduk yang ada di suatu wilayah dan menduga perubahan penduduk seiring dengan waktu. Perhitungan pertumbuhan penduduk menggunakan rumus: Pertumbuhan = (Xt1-Xt0)/Xt0 Keterangan: Xt0 = Jumlah penduduk tahun awal (2006) Xt1 = Jumlah penduduk tahun akhir (2009) Analisis Kepadatan Penduduk (KP) adalah rata-rata banyaknya penduduk di suatu daerah atau wilayah per km2 dengan rumus:
Keterangan: X = Jumlah penduduk (jiwa) A = Luas wilayah (Ha)
KP = Kepadatan penduduk (jiwa/km2)
19
3.3.5. Analisis Land Rent untuk Usaha Pertanian dan Non Pertanian. Nilai land rent diperoleh dari hasil keuntungan bersih setiap meter pemanfataan lahan dalam kurun waktu satu tahun dari beberapa jenis pola pemanfaatan lahan. Di dalam penelitian ini jenis pemanfaatan lahan yang dianalisis nilai land rent adalah di Kecamatan Sukaraja yaitu perdagangan kelontong, dan usaha tani singkong, sedangkan
kos-kosan,
di Kecamatan
Sukamakmur yaitu perdagangan kelontong dan usaha tani padi. Untuk menghitung nilai land rent tersebut dengan persamaan (Pravitasari 2007). Land rent = {(P1xH1)-B1+(P2xH2)-B2+…..+(PnxHn)-Bn} m2 lahan Keterangan: P = Produksi (m2/ha/tahun)
H = Harga/ satuan output
B = Biaya produksi per satuan output Junaidi (2009), mengungkapkan bahwa untuk mengetahui gambaran keragaman data nilai land rent tesebut di uji dengan boxplot. Di dalam boxplot disajikan informasi tentang nilai observasi terkecil, kuartil terendah atau kuartil pertama (q1) yang memotong 25 % dari data terendah, median (q2) atau nilai pertengahan, kuartil tertinggi atau kuartil ketiga (q3) yang memotong 25 % dari data tertinggi, dan nilai observasi terbesar Boxplot dapat memberikan informasi tentang berbagai data, pemusatan dan penyebaran data dari nilai tengahnya, nilai ekstrim atau outliernya, dan beberapa pengukuran lainnya. Untuk menguji beda nilai tengah atau rataan nilai land rent berbagai jenis pemanfaatan lahan dilakukan uji t dengan selang kepercayaan 95 % (Juanda, 2009). Data-data yang diujikan akan berbeda nyata jika memiliki nilai p < 0,05 dan tidak berbeda nyata jika memiliki nilai p > 0,05. Sehingga diperoleh informasi tingkat kepercayaan dari beda dua rataan jenis penggunaan, misalnya antara land rent usaha tani padi dengan land rent kos-kosan.
20
3.3.6. Analisis
Keterkaitan
Pertumbuhan
Penduduk
dengan
Luas
Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Luas Lahan Kritis Aczel (1996) menjelaskan analisis korelasi mengadopsi pendekatan simetris, sehingga tidak ada perbedaan antara variabel independent dan variabel dipendent. Misalnya korelasi antara dua variabel jumlah penduduk dengan luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian merupakan pengukuran hubungan linier antara keduanya, sehingga korelasi memberikan indikasi seberapa baik hubungan kedua variabel secara bersama-sama pindah dalam satu baris. Korelasi antara variabel acak misalkan (X) jumlah penduduk dan (Y) luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian adalah pengukuran tingkatan hubungan linier antara dua variabel. Dalam penelitian ini dilakukan lima analisis korelasi antara sebagai X dan Y yaitu jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, luas lahan pertanian, luas perubahan lahan pertanian ke non pertanian, dan luas lahan kritis. Persamaan analisis korelasi dirumuskan sebagai berikut:
r=
⁄
Keterangan: SS : Jumlah data pada variabel X dan Y SSx: Jumlah data pada variabel X SSy: Jumlah data pada variabel Y Hasil analisis korelasi memiliki nilai r bertanda positif dan negatif, jika nilai r positif menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi searah, yaitu bila variabel (X) luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian semakin tinggi maka variabel (Y) luas lahan kritis akan semakin tinggi pula, atau sebaliknya. Tanda negatif menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi berlawan arah, yaitu bila variabel (X) semakin tinggi maka variabel (Y) akan cenderung semakin rendah, atau sebaliknya. Secara diskriptif nilai rs dapat dikategorikan menjadi lima kategori sebagai berikut: (1) jika nilai 0<|rs|<0,2, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi sangat lemah, (2) jika nilai 0,2≤|rs|<0,4, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi lemah, (3) jika nilai
21
0,4≤|rs|<0,6, maka kedua variabel dikategorikan berkorelas sedang, (4) jika nilai 0,6≤|rs|<0,8, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi kuat, (5) jika nilai 0,8≤|rs|<1, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi sangat kuat (Firdaus et al. (2011).
22
VI.
4.1.
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Sukaraja antara 06⁰30’50”-06⁰37’50” LS dan
106⁰47’50”-106⁰54’50” BT berbatasan dengan Kota Bogor. Kecamatan Sukaraja sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede, sebelah Timur dengan Kecamatan Babakan Madang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Mega Mendung dan Kota Bogor, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kota Bogor. Kecamatan Sukaraja memiliki luas wilayah ± 3.888,14 ha dan secara administratif terdiri dari 13 desa yang disajikan pada Gambar 6.
Sumber Data : PEMDA Kabupaten Bogor 2009
Gambar 6. Peta administrasi di Kecamatan Sukaraja (Sumber: PEMDA Kabupaten Bogor tahun 2009)
23
Kecamatan Sukamakmur terletak antara 06⁰30’50”-06⁰40’10” LS dan 106⁰56’00”-107⁰05’20” BT dengan elevasi antara 173-1745 meter diatas permukaan laut. Kondisi geografis yang merupakan pegunungan dan perbukitan dengan kemiringan cukup curam dan memiliki pergerakan tanah yang labil sehingga sangat rentan terjadi tanah longsor. Kecamatan Sukamakmur terletak bagian Timur wilayah Kabupaten Bogor, luas wilayah ± 16.699,11 ha. Secara administratif, Kecamatan Sukamakmur memiliki 10 desa yang disajikan pada Gambar 7.
Sumber Data : PEMDA Kabupaten Bogor 2009
Gambar 7. Peta administrasi di Kecamatan Sukamakmur (Sumber: PEMDA Kabupaten Bogor tahun 2009)
4.2.
Iklim Suhu udara tahunan rata-rata di Kecamatan Sukaraja sekitar 32⁰C-34⁰C.
Berdasarkan peta iklim skala 1:250.000 yang dikeluarkan oleh Badan Meterologi dan Geofisika (2007) sebagian besar wilayah ini memiliki curah hujan tahunan rata-rata sebesar 3.500-4.000 mm/tahun dengan luas sebesar 3.448,24 ha (88,7 %),
24
selain itu 11,3 % wilayah memiliki curah hujan tinggi yaitu 4000-4500 mm/tahun seluas 439,89 ha. Kecamatan Sukamakmur memiliki curah hujan tahunan rata-rata terendah yaitu 2.500-3.000 mm/tahun seluas 487,17 ha (2,8 %), curah hujan 3.000-3.500 mm/tahun seluas 787,81 ha dengan presentase luas 4,6 %, curah hujan 3.5004.000 mm/tahun seluas 5.883,72 ha dengan presentase luas 34,6 %, sedangkan curah hujan tertingi yaitu 4.000-4.500 mm/tahun seluas 9.836,42 ha dengan presentase luas kecamatan 57 %. 4.3.
Tanah Berdasarkan peta tanah skala 1:250.000 yang dikeluarkan oleh Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat (1966) sebagian besar jenis tanah yang di temukan di Kecamatan Sukaraja adalah tanah Latosol, yaitu Latosol Merah 2.372,29 ha (61 %) dan Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, Podsolik 1.515,84 ha (39 %) dalam klasifikasi Soil Taxonomy biasa disebut tanah Inceptisol dan Ultisol. Sebagaian besar jenis tanah di Kecamatan Sukamakmur adalah tanah Latosol, Podzolik, dan Grumusol, dimana dalam klasifikasi Soil Taxsonomy biasa disebut tanah Inceptisol, Ultisol, dan Vertisol. Luas Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, Podsolik 9.445,84 ha (56 %), Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan 3.935,08 ha (23 %), Grumusol 2.281,77 ha (13 %), dan Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol 1.332,71 ha (8 %). 4.4.
Topografi Topografi Kecamatan Sukaraja didominasi datar 0 % sampai berombak
dengan lereng < 8% seluas 2.456,54 ha (63,1 %). Selain itu juga dijumpai topografi bergelombang dengan lereng miring 16-25 % dengan luas 1.228,88 ha (31,6 %), topografi berbukit dengan miring 26-40 % seluas 130,87 ha (3,3 %), dan topografi bergunung dengan lereng sangat curam > 40% seluas 71,83 ha dengan presentase luas kecamatan terkecil sebesar 1,8 %.
25
Topografi di Kecamatan Sukamakmur sebagian besar berbukit dengan lereng miring 26-40 % seluas 12.132,72 ha (71,3 %), topografi bergunung yang lerengnya sangat curam > 40 % seluas 3.689,86 ha (21,7 %), topografi datar sampai landai dengan kemiringan lereng 0% - < 8 % seluas 1.119,82 ha dengan presentase 6,5 %, dan topografi bergelombang yang lereng miring-25 % seluas 53,02 ha (0,3 %) (Peta geologi lembar Bogor skala 1:100.000, 1990). 4.5.
Sosial Ekonomi Jumlah penduduk di Kecamatan Sukaraja pada tahun 2006 dan 2009
adalah 145.010 jiwa dan 156.161 jiwa. Kepadatan penduduk pada tahun 2006 yaitu 37 jiwa/ha dan tahun 2009 yaitu 40 jiwa/ha. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sukaraja bervariasi, yaitu buruh industri 52 %, buruh bangunan 2,7 %, petani 14 %, pengusaha menengah 4,2 %, pengusaha kecil 3,8 %, pedagang 3,6 %, PNS 6,9 %, TNI 6,9 %, dan supir angkot 3,2 %. Fasilitas pendidikan di Kecamatan Sukaraja ditunjang dengan jumlah sarana pendidikan pada tahun 2011 yaitu SMAN/SMK 7 buah, SLTP 10 buah, MTS 3 buah, SDN 45 buah, MI 17 buah, dan TK 25 buah. Kecamatan Sukaraja merupakan salah satu kecamatan yang ada di wilayah pemerintah Kabupaten Bogor dan merupakan wilayah pembangunan tengah sebagai pusat pertumbuhan untuk mendorong pembangunan wilayah. Kondisi wilayah ini strategis karena yang berbatasan dengan Kota Bogor, sehingga peningkatan pendapatan dengan didukung infrastruktur jalan yang sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Jumlah penduduk Kecamatan Sukamakmur pada tahun 2006 dan 2009 yaitu 72.365 jiwa dan 72.566 jiwa. Kepadatan penduduk pada tahun 2006 yaitu 4 jiwa/ha dan tahun 2009 yaitu 4 jiwa/ha. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Sukamakmur sebagai petani 48,8 %, pedagang 23,5 %, buruh 19,8 % dan sisanya jasa dan industri. Sarana prasarana dalam usaha ekonomi yaitu terdapat 2 pasar, 46 toko, dan 453 warung. Rata-rata tingkat pendidikan yang masih rendah ditunjukan masih adanya penduduk yang buta huruf 10,8 %, tamat SD sebanyak 43,9 %, tidak tamat SD 15,3 %, tamat SLTP sebanyak 11,6 % dan tamat SLTA 3,4 %, dan perguruan tinggi 0,5 %. Dengan sarana SD 48 buah, SMP 5 buah, MTs 11 buah, dan SMA 3 buah.
26
V.
5.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukaraja tahun 2006-2009 disajikan
pada Tabel 5 dan Gambar 8. Tabel 5 menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk Kecamatan Sukaraja sebesar 11.151 jiwa pada periode 2006-2009 dengan kepadatan 40 jiwa/ha dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 7,6 %. Pertumbuhan penduduk ini diduga karena penduduk yang datang untuk tinggal di Desa Cibanon, Desa Gunung Geulis, Desa Nagrak, Desa Sukatani, Desa Sukaraja, Desa Cadas Ngampar, Desa Pasirlaja, Desa Cijujung, Desa Cimandala, Desa Pasirjambu, Desa Cilebut Timur, dan Desa Cilebut Barat. Jumlah penduduk di Kecamatan Sukaraja tahun 2009 terkonsentrasi di wilayah bagian Barat, yaitu Desa Cijujung dan Desa Cilebut Barat. Kedua desa tersebut berbatasan dengan pusat Kota Bogor sehingga akses jaringan jalan dan fasilitas lebih banyak. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya minat penduduk pindah ke desa tersebut. Jumlah penduduk terkecil di Desa Sukatani, karena minimnya akses jalan dan sarana prasarana lain yang mengakibatkan penduduk bermigrasi ke tempat yang lebih layak. Kepadatan penduduk tertinggi terjadi di Desa Cilebut Barat 382 jiwa/ha dan kepadatan penduduk terendah terjadi di Desa Gunung Geulis sebesar 10 jiwa/ha. Hal ini menyebabkan penyebaran penduduk yang tidak merata dan mengakibatkan pertumbuhan masing-masing desa berbeda-beda. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Sukaraja pada tahun 2006-2009 tertinggi di Desa Cibanon dengan peningkatan penduduk 810 jiwa. Peningkatan tersebut disebabkan oleh banyaknya penduduk yang datang untuk tinggal dan berdagang. Sedangkan di Desa Cikeas mengalami penurunan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,02 % yang diduga karena adanya migrasi penduduk ke kota dan sebagian besar lahan banyak dijual untuk pembangunan perumahan.
27
Tabel 5. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukaraja 2006-2009 No
Nama Desa
Luas (ha)
Jumlah Penduduk (Jiwa) 2006
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Total
Cibanon Gunung Geulis Nagrak Sukatani Sukaraja Cikeas Cadas Ngampar Pasirlaja Cijujung Cimandala Pasirjambu Cilebut Timur Cilebut Barat
335,22 610,74 605,67 165,07 249,31 316,90 258,30 353,77 455,41 332,50 79,22 66,84 59,18 3.888,14
2009
4.209 6.120 10.304 4.385 7.044 9.133 5.867 10.329 21.452 21.417 9.058 15.513 20.179 145.010
5.019 6.484 10.834 4.467 7.247 9.131 6.235 11.569 23.912 22.235 10.259 16.112 22.657 156.161
Kepadatan Penduduk (Jiwa/ha)
Perubahan Penduduk (Jiwa)
15 11 18 27 29 29 24 33 53 67 130 241 383 40
810 364 530 82 203 -2 368 1.240 2.460 818 1.201 599 2.478 11.151
Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 19,2 5,9 5,1 1,8 2,8 -0,02 6,2 12,0 11,4 3,8 13,2 3,8 12,3 7,69
20000
Penduduk 2006 Penduduk 2009
15000 10000 5000 0 Cibanon Gunung Geulis Nagrak Sukatani Sukaraja Cikeas Cadas Ngampar Pasirlaja Cijujung Cimandala Pasirjambu Cilebut Timur Cilebut Barat
Jumlah Penduduk (Jiwa)
25000
(a) Jumlah Penduduk
25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 -5,0
Cibanon Gunung Geulis Nagrak Sukatani Sukaraja Cikeas Cadas Ngampar Pasirlaja Cijujung Cimandala Pasirjambu Cilebut Timur Cilebut Barat
30000
Laju Pertumbuhan Penduduk (%)
Sumber : Badan Pusat Statistik (2006-2009)
(b) Laju Pertumbuhan Penduduk
Gambar 8. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk 2006-2009 Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukamakmur tahun 2006 dan 2009 disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 9. Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Sukamakmur mengalami peningkatan sebesar 201 jiwa dengan kepadatan 4 jiwa/ha dan laju pertumbuhan penduduk 0,3 %. Pada tahun 2009 jumlah penduduk terkonsentrasi di Desa Pabuaran yang memiliki akses terdekat dengan Kecamatan Citeureup, Kecamatan Kelapa Nunggal, dan Kecamatan Jonggol yang merupakan daerah dengan perekonomian yang lebih maju dan akses jaringan jalan yang cukup baik. Sedangkan di Desa Wargajaya terjadi penurunan jumlah penduduk tertinggi dalam kurun waktu 3 tahun berkurang sebanyak 1.873 jiwa. Penurunan ini disebabkan oleh perekonomian yang rendah, akses jalan, dan jumlah sarana prasarana yang terbatas. Dengan
28
demikian banyak penduduk yang migrasi ke tempat lain untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Kepadatan penduduk di Kecamatan Sukamakmur tertinggi di Desa Cibadak 7 jiwa/ha dan kepadatan penduduk terendah terjadi di Desa Sukadamai dan Desa Sukawangi sebesar 3 jiwa/ha. Rendahnya kepadatan penduduk di desa tersebut disebabkan oleh kondisi wilayah yang tidak mendukung pembangunan fasilitas pelayanan sehingga minat penduduk untuk tinggal di desa tersebut rendah. Laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukamakmur tertinggi di Desa Sukaharja. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Desa Sukaharja disebabkan oleh adanya penambahan fasilitas umum di desa tersebut yaitu perbaikan jalan lokal, sehingga menarik minat penduduk luar desa untuk menetap di desa tersebut. Tabel 6. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukamakmur 2006-2009 No
Nama Desa
1 Sukawangi 2 Sukaharja 3 Wargajaya 4 Sirnajaya 5 Sukamulya 6 Sukamakmur 7 Cibadak 8 Pabuaran 9 Sukadamai 10 Sukaresmi Total
Luas (ha)
Jumlah Penduduk Kepadatan Perubahan Laju (Jiwa) Penduduk Penduduk Pertumbuhan (Jiwa/ha) (Jiwa) Penduduk (%) 2006 2009
2.809,93 1.997,12 1.278,00 1.472,75 1.398,32 1.272,42 1.099,17 2.084,10 1.948,44 1.338,86 16.699,11
8.464 6.719 6.747 7.607 6.832 6.465 7.428 10.777 5.154 6.172 72.365
8.690 7.229 4.874 7.782 7.428 6.546 7.647 10.937 5.143 6.290 72.566
3 4 4 5 5 5 7 5 3 5 4
226 510 -1.873 175 596 81 219 160 -11 118 201
2,6 7,5 -27,7 2,3 8,7 1,2 2,9 1,4 -0,2 1,9 0,3
Penduduk 2006
Penduduk 2009
8000 6000 4000 2000
(a) Jumlah Penduduk
Sukaresmi
Pabuaran
Sukadamai
Cibadak
Sukamulya
Sukamakmur
Sirnajaya
Sukaharja
Wargajaya
0 Sukawangi
Jumlah Penduduk (Jiwa)
10000
20,0 10,0 0,0 -10,0 -20,0 -30,0
Sukawangi Sukaharja Wargajaya Sirnajaya Sukamulya Sukamakmur Cibadak Pabuaran Sukadamai Sukaresmi
12000
Laju Pertumbuhan Penduduk (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2006-2009)
(b) Laju Pertumbuhan Penduduk
Gambar 9. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk 2006-2009
29
5.2.
Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan
Sukaraja ada 5 macam, yaitu kebun campuran menjadi lahan terbuka, kebun campuran menjadi pemukiman, tegalan menjadi industri, tegalan menjadi lahan terbuka, dan tegalan menjadi pemukiman (Lampiran 6). Luas lahan pertanian di Kecamatan Sukaraja pada tahun 2009 mengalami penurunan luas sebesar 4,5 %. Rata-rata luas perubahan penggunaan lahan tertinggi pada perubahan penggunaan lahan tegalan menjadi pemukiman, dikarenakan lahan tegalan mendominasi penggunaan lahan di Kecamatan Sukaraja dan meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya pembangunan pemukiman untuk tempat tinggal. 14
Luas (ha)
12 10 8 6 4 2 0
a u n ri an rb st uk ma e i u im d rb T k k n e u u n I m m -> ha nT Pe Pe nha La > a > l a > a L nnan eg -- > ala ra ur .T n g u p a 3 p m al Te am eg 5. Ca C T n . u 4 un eb eb K K . 2 1.
Gambar 10. Boxplot luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja Keragaman luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja disajikan pada Boxplot Gambar 10. Gambar 10 menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian di Kecamatan Sukaraja yang memiliki keragaman data tertinggi adalah perubahan lahan tegalan menjadi lahan terbuka, sedangkan perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi lahan terbuka terendah. Tingginya keragaman data perubahan penggunaan lahan tegalan menjadi lahan terbuka
30
disebabkan oleh banyaknya perubahan tegalan menjadi lahan terbuka di Kecamatan Sukaraja. Foto sebaran spasial perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja disajikan pada Gambar 11. Foto yang disajikan hanya 7 titik dari 33 titik pengamatan foto pengecekan lapang. Tujuh foto tersebut adalah penggunaan lahan terbuka yang merupakan perubahan dari kebun campuran, pemukiman dari penggunaan lahan kebun campuran, industri dari penggunaan lahan tegalan, lahan terbuka dari penggunaan lahan tegalan, dan pemukiman dari penggunaan lahan tegalan.
Gambar 11. Foto sebaran spasial perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukamakmur disajikan pada Lampiran 7. Lampiran 7 menunjukkan luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dari tahun 2006-2009 sebesar 2,0 % (232,74 ha). Perubahan ini disebabkan oleh rendahnya hasil usaha pertanian, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibatnya
31
banyak lahan yang dijual dan melakukan perubahan pengelolaan lahan pertanian menjadi non pertanian. Boxplot luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukamakmur pada Gambar 12 menunjukan bahwa keragaman data perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi lahan terbuka tertinggi dan terendah pada sawah menjadi lahan terbuka. Tingginya keragaman data perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi lahan terbuka karena banyak lahan kebun campuran yang dijual yang kemudian pemilik baru melakukan pembukaan lahan. Rendahnya perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan terbuka karena topografi wilayah sebagian besar berbukit dan aksesibilitas terbatas.
Gambar 12. Boxplot luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukamakmur Foto sebaran spasial perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukarmakmur disajikan pada Gambar 13. Foto yang disajikan hanya 6 titik dari 29 titik pengamatan foto pengecekan lapang. Enam foto tersebut adalah penggunaan lahan terbuka dari penggunaan kebun campuran, pemukiman dari penggunaan lahan kebun campuran, lahan terbuka dari penggunaan sawah, pemukiman dari penggunaan lahan sawah, lahan terbuka dari penggunaan lahan tegalan, dan pemukiman dari penggunaan lahan tegalan.
32
Gambar 13. Foto sebaran spasial perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukamakmur 5.2.1. Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran Perubahan penggunaan lahan kebun campuran di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur tahun 2006-2009 disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi pemukiman dan lahan terbuka. Perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi pemukiman di Kecamatan Sukaraja terjadi di semua desa dan terluas terjadi di Desa Cikeas. Desa Cikeas lokasinya strategis dekat dengan lokasi pusat pelayanan, pusat bisnis, dan perkantoran. dan akses jalan lebih baik, sehingga kebun campuran dibangun menjadi pemukiman. Perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi lahan terbuka hanya terjadi di Desa Sukaraja, karena banyak lahan kebun campuran yang dijual, yang kemudian lahan dibuka oleh pembelinya tetapi tidak segera dimanfaatkan.
33
Tabel 7. Luas perubahan penggunaan lahan dari kebun campuran No
Desa
Luas Kebun Campuran 2006 (Ha)
Kecamatan Sukaraja 1 Gunung Geulis 120,19 2 Sukaraja 23,70 3 Cikeas 29,04 4 Cadas Ngampar 7,61 5 Pasirlaja 4,69 6 Pasirjambu 3,81 7 Cilebut Timur 6,75 Jumlah 195,79 Kecamatan Sukamakmur 1 Sukawangi 683,12 2 Sukaharja 686,78 3 Sukamakmur 159,49 4 Cibadak 204,09 5 Pabuaran 434,87 6 Sukadamai 669,26 Jumlah 2.837,62
Luas Perubahan Penggunaan Lahan (2009) Pemukiman Lahan Terbuka Ha % Ha % 1,33 0,71 4,80 1,60 1,76 1,28 2,83 14,31
1,1 3,0 16,5 21,0 37,4 33,6 41,9 7,3
3,61 4,76 0,29
0,5 0,6 0,1
3,02 2,79 14,46
0,6 0,4 0,5
1,08
4,5
1,08
0,5
1,26 10,89 4,10 19,03 25,77 12,54 73,59
0,1 1,5 2,5 9,3 5,9 1,8 2,5
Sumber : Hasil interpretasi Citra ALOS AVNIR 2006-2009
Perubahan
kebun
campuran
menjadi
pemukiman
di
Kecamatan
Sukamakmur terluas di Desa Sukaraja dan Desa Cibadak. Tingginya perubahan di Desa Sukaraja disebabkan oleh lokasinya strategis dengan tempat kerja dan aksesibilitasnya baik, sehingga banyak aktivitas pembangunan untuk pemukiman. Perubahan kebun campuran menjadi lahan terbuka terjadi di semua desa, tertinggi di Desa Pabuaran dan terendah di Desa Sukamakmur. Luas perubahan kebun campuran menjadi lahan terbuka di Desa Pabuaran dikarenakan lahan kebun campuran dijual ke pengusaha yang kemudian di ratakan dan tidak segera dimanfaatkan. Perubahan kebun campuran menjadi pemukiman di Kecamatan Sukaraja terjadi di semua desa, sedangkan di Kecamatan Sukamakmur hanya terjadi di beberapa desa. Hal ini disebabkan oleh peningkatan penduduk di Kecamatan Sukaraja. Perubahan lahan kebun campuran menjadi lahan terbuka di Kecamatan Sukaraja hanya terjadi di Desa Sukaraja, sedangkan di Kecamatan Sukamakmur semua desa. Kebun campuran di Kecamatan Sukaraja banyak yang berubah menjadi pemukiman. sedangkan di Kecamatan Sukamakmur terjadi disemua desa
34
karena banyak kebun campuran yang dijula dan dibiarkan menjadi lahan terbuka selama beberapa waktu tertentu. 5.2.2. Perubahan Penggunaan Lahan Tegalan Perubahan penggunaan lahan tegalan menjadi pemukiman, lahan terbuka, dan industri di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur disajikan pada Tabel 8. Perubahan tegalan menjadi pemukiman tertinggi terjadi di Desa Cijujung 14,19 ha, disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk. Perubahan tegalan menjadi menjadi lahan terbuka tertinggi sebesar 14,01 ha di Desa Cilebut Barat, dikarenakan lahan tegalan dijual untuk pembangunan yang kemudian dilakukan pembukaan lahan, namun tidak segera dimanfaatkan. Perubahan tegalan menjadi menjadi industri hanya terjadi di Desa Cimandala dikarenakan adanya pelebaran bangunan industri kain. Perubahan tegalan menjadi pemukiman di Kecamatan Sukamakmur tidak terjadi di Desa Cibadak dan Desa Pabuaran diduga karena perekonomian tidak berkembang
dan
kondisi
fasilitas
umum
mengalami
kerusakan
yang
mengakibatkan tidak ada perbuahan menjadi pemukiman. Luas perubahan penggunaan lahan tegalan di Kecamatan Sukamakmur menjadi pemukiman terbesar di Desa Sukawangi. Besarnya perubahan di Desa Sukawangi karena desa tersebut berdekatan dengan Kecamatan Megamendung dan Kabupaten Cianjur yang merupakan daerah dengan tingkat perekonomian lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Sukamakmur. Luas perubahan tegalan menjadi lahan terbuka tertinggi terjadi di Desa Sukaharja karena banyak lahan tegalan yang dijual sehingga lahan tersebut dibuka dan tidak segera dimanfaatkan. Perubahan penggunaan lahan tegalan menjadi pemukiman dan lahan terbuka di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur terjadi hampir disemua desa, namun perubahan lahan tegalan menjadi industri hanya terjadi pada Desa Cimandala di Kecamatan Sukaraja dan pada Desa Sukawangi di Kecamatan Sukamakmur. Hal ini
dikarenakan banyak penduduk
yang melakukan
pembangunan pemukiman dan membuka lahan tidak segera dimanfaatkan. Perubahan tegalan menjadi industri di Desa Cimandala, dikarenakan ada perluasan industri kain.
35
Tabel 8. Luas perubahan penggunaan lahan dari tegalan No
Desa
Luas Tegalan 2006 (Ha)
Kecamatan Sukaraja 1 Gunung Geulis 272,72 2 Nagrak 260,90 3 Cadas Ngampar 101,03 4 Pasirlaja 215,88 5 Cijujung 187,81 6 Cimandala 67,42 7 Pasirjambu 33,30 8 Cilebut Timur 26,60 9 Cilebut Barat 32,25 Jumlah 1.197,89 Kecamatan Sukamakmur 1 Sukawangi 1.196,43 2 Sukaharja 779,80 3 Sukamakmur 401,84 4 Cibadak 269,78 5 Pabuaran 255,37 6 Sukadamai 433,99 Jumlah 3.337,19
Luas Perubahan Penggunaan Lahan (2009) Pemukiman Lahan Terbuka Industri Ha % Ha % Ha %
0,60 0,37 14,19 11,37 7,57 1,70 1,37 37,18 11,58 1,73 1,95
1,05 16,31
3,77 5,90 8,35 0,69
0,6 0,1 7,5 16,8 1,23 22,7 6,4 0,28 4,2 14,01 3,1 34,23 0,9 0,2 0,4
6,72 4,09 1,01 4,61 0,2 2,97 0,4 19,40
1,3 2,2 8,2 0,3 0,0 1,8 0,0 1,0 43,4 2,8
3,36
4,9
3,36
0,2
0,8 1,0 0,3 1,8 0,6 0,5
Sumber : Hasil interpretasi Citra ALOS AVNIR 2006-2009
5.2.3.
Perubahan Penggunaan Sawah Perubahan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Sukaraja tidak terjadi,
di Kecamatan Sukamakmur hanya terjadi di Desa Sukaraja dan Desa Sukaresmi. Tidak dijumpainya penggunaan lahan sawah di Kecamatan Sukaraja karena banyaknya jumlah penduduk, maka lahan sawah sudah terkonversi menjadi bangunan terutama pemukiman. Luas perubahan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Sukamakmur menjadi pemukiman dan lahan terbuka disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 menunjukkan perubahan penggunaan lahan sawah menjadi pemukiman di Desa Sukaresmi dua setengah kali Desa Sukaharja karena sawah yang berdekatan dengan jalan digunakan penduduk untuk membangun tempat tinggal. Perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan terbuka diduga karena banyaknya lahan sawah yang tidak mempunyai irigasi yang baik, sehingga tidak dapat dilakukan cocok tanam yang mengakibatkan petani tidak dapat memenuhi
36
kebutuhan hidaupnya dan sawah tersebut digunakan sebagai tempat penambangan batu-batuan. Tabel 9. Luas perubahan penggunaan lahan dari sawah di Kecamatan Sukamakmur No
1 2
Desa
Sukaharja Sukaresmi Jumlah
Luas Sawah 2006 (Ha)
280,35 532,02 812,37
Luas Perubahan Penggunaan Lahan (2009) Pemukiman Lahan Terbuka Ha % Ha % 0,74 0,2 3,64 1,3 2,97 0,5 3,71 0,4 3,64 0,4
Sumber: Hasil interpretasi Citra ALOS AVNIR 2006-2009
5.3.
Sebaran Lahan Kritis di Kecamatan Sukaraja Dan di Kecamatan Sukamakmur Luas lima tingkat lahan kritis di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Sukamakmur disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 menunjukkan bahwa lahan kritis di Kecamatan Sukaraja tertinggi potensial kritis, karena lahan di Kecamatan Sukaraja didominasi oleh lahan dengan topografi berombak, mulai terjadi erosi alur akibat pembukaan lahan pertanian di beberapa tempat, presentase vegetasi masih relatif tinggi, batuan permukaan < 10 %, dan kedalaman efektif tanah lebih dari 100 cm yang masih produktif bila diusahakan untuk pertanian. Selain lahan potensial kritis di Kecamatan Sukaraja juga dijumpai lahan tidak kritis, agak kritis, kritis, dan sangat kritis. Lahan tidak kritis terluas di Desa Nagrak, karena banyak lahan yang tidak dialih fungsikan ke penggunaan non pertanian dan lahan subur untuk pertanian. Lahan potensial kritis di Desa Cijujung karena banyak lahan yang dibuka menjadi lahan terbuka. Lahan agak kritis terluas di Desa Gunung Geulis karena kodisi lahan yang memiliki kemiringan > 18 %, vegetasi 50-75 %, kedalam tanah 60-100 cm, adanya erosi alur pada beberapa tempat. Lahan kritis di Kecamatan Sukaraja hanya dijumpai di Desa Gunung Geulis, Nagrak, Cikeas, dan Cadas Ngampar. Lahan kritis terluas di Desa Gunung Geulis karena banyak lahan yang mengalami erosi parit, kedalaman tanah dangkal 30-60 cm, dan vegetasi kurang dari 25-50 %. Lahan sangat kritis hanya terjadi di Desa Cadas Ngampar karena ada lahan yang memiliki kemiringan lereng > 30 %
37
sehingga pada lahan tersebut banyak dijumpai erosi parit, vegetasi 25 %, dan kedalam tanah < 30 cm. Luas lahan kritis secara lebih detail pada penggunaan lahan pertanian yang berubah menjadi non pertanian di Kecamatan Sukaraja disajikan pada Lampiran 10 dan11. Tabel 10.
Luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur
No
Desa Tidak Kritis (Ha)
Kecamatan Sukaraja 1. Cibanon 62,41 2. Gunung Geulis 163,16 3. Nagrak 390,34 4. Sukatani 33,18 5. Sukaraja 166,03 6. Cikeas 45,35 7. Cadas Ngampar 26,93 8. Pasirlaja 28,94 9. Cijujung 126,58 10. Cimandala 272,36 11. Pasir Jambu 40,81 12. Cilebut Timur 15,39 13. Cilebut Barat 12,43 Jumlah 1.383,90 Kecamatan Sukamakmur 1. Sukawangi 2. Sukaharja 10,53 3. Wargajaya 9,54 4. Sirnajaya 5. Sukamulya 6. Sukamakmur 5,10 7. Cibadak 8. Pabuaran 11,89 9. Sukadamai 557,36 10. Sukaresmi 389,65 Jumlah 984,07
Tingkat Kekritisan Potensial Agak Kritis (Ha) Kritis (Ha) Kritis (Ha) 50,13 107,09 128,95 83,28 220,13 225,89 324,83 328,82 19,38 27,25 43,80 54,41 1.613,96 1.219,31 399,71 24,92 295,08 188,81 110,65 138,14 398,00 514,50 392,37 3.681,50
222,68 375,74 70,05 2,95
Sangat Kritis (Ha)
71,84 38,19
51,43 5,33
0,16
166,78
0,16
918,68 1.524,91 851,44 682,43 441,45 429,47 654,95 1.147,55 871,48 136,58 7.658,94
39,50
40,76 11,16
723,34 632,44 61,98 392,10 495,23 768,06 727,19 306,09 526,66 5,10 415,67 4.330,52
Total (Ha)
335,23 610,74 605,67 165,08 249,31 316,90 258,30 353,77 455,41 332,50 79,22 59,18 66,84 3.888,14
2.809,93 1.997,12 1.278,00 1.472,75 1.398,32 1.272,42 1.099,18 2.084,10 1.948,44 4,58 1.338,86 44,08 16.699,11
Sumber: BPDAS Citarum Ciliwung 2009
Lahan kritis di Kecamatan Sukamakmur terluas pada tingkat kritis, karena lahan di Kecamatan Sukamakmur didominasi oleh lahan dengan kemiringan lereng curam sehingga mengakibatkan erosi berat dan banyak lahan yang tidak
38
produktif untuk pertanian. Lahan kritis ini terluas di Desa Sukaharja karena banyak lahan yang mengalami erosi parit akibat didominasi kemiringan lereng > 30 %, terletak pada ketinggian > 400-600 meter diatas permukaan laut, kedalaman tanah dangkal sebesar 30-60 cm, vegetasi kurang dari 25-50 % dan banyak lahan yang ditumbuhi oleh rumput ataupun semak. Lahan tidak kritis, terluas di Desa Sukadamai karena kedalaman tanahnya > 100 cm, batuan permukaan < 5 %, vegetasi lebat, tanah digunakan untuk pertanian. Lahan potensial kritis terluas di Desa Sukawangi karena banyak lahan yang dibuka menjadi lahan terbuka, topografi datar sampai berbukit, mulai terjadi erosi alur akibat pembukaan lahan pertanian di beberapa tempat, presentase vegetasi masih relatif tinggi, batuan permukaan < 10 %, dan kedalaman efektif tanah lebih dari 100 cm. Lahan agak kritis terluas terjadi di Desa Sukamulya karena lahan di desa ini kemiringannya > 18 %, vegetasi 50-75 %, kedalam tanah 60-100 cm, adanya erosi alur pada beberapa tempat. Lahan sangat kritis terluas dijumpai di Desa Sukawangi karena lahan di desa tersebut sebagian besar berkemiringan lereng > 30 %, dan terletak pada ketinggian > 600 meter diatas permukaan laut, vegetasi kurang dari 25 %, batuan permukaan > 30 %, sehingga di lapang terjadi erosi parit. Hasil pengamatan karakteristik lahan kritis disajikan pada Lampiran 4 dan 5. Luas lahan kritis pada penggunaan lahan pertanian yang berubah menjadi non pertanian di Kecamatan Sukamakmur disajikan pada Lampiran 10 dan11. 5.4. Nilai Land Rent Lahan Pertanian dan Non Pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Nilai land rent pertanian dan non pertanian di Kecamatan Sukaraja disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 menunjukkan bahwa secara umum urutan keragaman nilai land rent tinggi sampai terendah yaitu pada usaha perdagangan kelontong di Kecamatan Sukamakmur, usaha perdagangan kelontong di Kecamatan Sukaraja, usaha kos-kosan di Kecamatan Sukaraja, usaha tani padi usaha di Kecamatan Sukamakmur, dan usaha tani singkong di Kecamatan Sukaraja. Boxplot atau diagram kotak bergaris tersebut menggambarkan kelompok data numerik dari sebaran data land rent di dua kecamatan sekaligus.
39
Land Rent (Rp/m²/tahun)
9000000 8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0
n Klo
to
Gambar 14.
S ng
am uk
m ak
ur on nt o l K
a r aj ka u gS Ko
a os s-K
a r aj ka u nS
on gk n i S
a r aj ka u gS
k Su di a P
am
m ak
ur
Boxplot nilai land rent pada penggunaan lahan pertanian dan non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur
Hasil analisis nilai land rent Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukkan bahwa rata-rata nilai land rent lahan untuk perdagangan kelontong lebih besar dari pada usaha kos-kosan, dan usaha tani singkong. Pola tersebut berlaku baik di Kecamatan Sukaraja maupun di Kecamatan Sukamakmur. Rata-rata nilai land rent di Kecamatan Sukaraja untuk perdagangan terbesar Rp 401.654 /m²/tahun dan ditinjau dari lokasinya, perdagangan tersebut cenderung berdekatan dengan pemukiman penduduk. Penduduk umumnya membeli kebutuhan pokok di warung-warung terdekat, untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Berikutnya ratarata nilai land rent kos-kosan sebesar Rp 183.387 /m²/tahun. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata usaha tani singkong yaitu sebesar Rp 2.845 /m²/tahun. Besarnya rasio usaha tani singkong dengan perdagangan usaha kelontong di Kecamatan Sukaraja 1 : 141. Penawaran harga kos-kosan cukup tinggi karena besarnya permintaan jasa kos-kosan di lokasi ini. Tingginya permintaan jasa kos-kosan tersebut diduga terkait dengan letak Kecamatan Sukaraja yang berada pada posisi strategis, yaitu dekat dengan pusat perkembangan kawasan perdagangan di Kecamatan Bogor Utara yaitu kawasan perdagangan Jambu Dua. Disisi lain singkong memiliki harga jual yang rendah, sehingga menghasilkan nilai land rent yang rendah. Besarnya rasio perdagangan antara usaha tani singkong dan usaha kos-kosan sebesar 1 : 64. Secara relatif
40
keragaman nilai land rent perdagangan kelontong lebih tinggi dibandingkan dengan jenis usaha lainnya. Harga jual produk pertanian pangan yang relatif lebih rendah dan tidak adanya kebijakan pemerintah untuk melindungi petani pada saat panen raya memperbesar rasio perbandingan surplus usaha non pertanian dan usaha tani. Nilai land rent usaha perdagangan di Kecamatan Sukamakmur lebih besar dari nilai land rent usaha tani padi. Rata-rata nilai land rent untuk perdagangan tersebut sebesar Rp 6.776.389 /m²/tahun. Sedangkan rata-rata nilai land rent usaha tani padi sebesar Rp 3.643 /m²/tahun. Besarnya rasio usaha tani padi dengan perdagangan kelontong di Kecamatan Sukamakmur yaitu 1 : 1860. Tabel 11. Nilai land rent kegiatan usaha pertanian dan non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Satistica
Rata-rata Nilai Tengah Minimum Maksimum
Land Rent (Rp/m²/Tahun) Kecamatan Sukaraja Perdagangan Kos-kosan Usaha Tani Klontong Singkong 401.654 183.387 2.845 336.917 179.333 3.065 83.333 123.333 2.192 758.333 251.600 3.350
Kecamatan Sukamakmur Perdagangan Usaha Tani Klontong Padi 6.776.389 3.643 5.666.667 3.708 5.144.444 3.002 9.316.667 4.247
Rata-rata nilai land rent perdagangan kelontong di Kecamatan Sukaraja cenderung lebih rendah dibandingkan dengan land rent usaha di Kecamatan Sukamakmur. Dalam hal ini nilai land rent perdagangan di Kecamatan Sukaraja sebesar Rp 401.654 /m²/tahun sedangkan di Kecamatan Sukamakmur sebesar Rp 6.776.389 /m²/tahun. Rendahnya nilai land rent perdagangan kelontong di Kecamatan Sukaraja diduga karena persaingan usaha kelontong yang cukup tinggi, sehingga omset, perputaran usaha, dan keuntungan yang diperoleh relatif kecil, sedangkan di Kecamatan Sukamakmur usaha perdagangan kelontong menghasilkan nilai land rent lebih besar, diduga terkait dengan relatif kurang intensifnya persaingan usaha yang ditunjukkan oleh lebih sedikitnya jumlah usaha kelontong perdesa. Hasil pengamatan lapang di Kecamatan Sukaraja terdapat
41
2.874 toko klontong yang melayani penduduk sebanyak 156.161 jiwa. Besarnya perbandingan antara jumlah toko klontong dengan jumlah penduduk sebesar 1:54. Rata-rata nilai land rent usaha tani singkong di Kecamatan Sukaraja lebih rendah dibandingkan dengan land rent usaha tani padi di Kecamatan Sukamakmur. Rata-rata nilai land rent usaha tani singkong di Kecamatan Sukaraja sebesar Rp 2.845 /m²/tahun dan rata-rata nilai land rent usaha tani padi di Kecamatan Sukamakmur sebesar Rp 3.643 /m²/tahun. Besarnya rasio usaha tani padi dengan singkong kurang lebih 5:4. Rasio perbandingan nilai land rent terendah adalah antara usaha tani singkong di Kecamatn Sukaraja dengan usaha tani padi di Kecamatan Sukamakmur menunjukkan bahwa usaha perdagangan usaha tani singkong atau padi memiliki keuntungan relatif sama. Secara umum dari uraian singkat analisis land rent dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha perdagangan kelontong memiliki nilai land rent lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis usaha tani tanaman pangan. Sebidang tanah yang diusahakan untuk perdagangan kelontong di Kecamatan Sukamakmur dan di Kecamatan Sukaraja memiliki keuntungan lebih besar dibandingkan dengan usaha singkong dan padi, walaupun secara umum di Kecamatan Sukamakmur memiliki akses jalan yang terbatas. Penduduk membeli kebutuhan pokoknya di warungwarung kelontong yang terdekat untuk menekan ongkos transportasi, disamping rendahnya intensitas persaingan usaha yang relatif rendah. Adanya keuntungan yang diperoleh dari penggunaan sebidang tanah untuk perdagangan kelontong dan kos-kosan menjadi faktor berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan yang mengikuti pola nilai land rent di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur yang disajikan pada Lampiran 12. Gambar kegiatan usaha non pertanian dan usaha tani disajikan pada Gambar 15 dan 16. Usaha klontong di Kecamatan Sukaraja lebih kecil, penataan barang dagangannya kurang rapi, dan lokasi perdagangan berada dalam rumah, sedangkan usaha klontong di Kecamatan Sukamakmur lebih besar, penataan barang rapih, dan lokasi dagang terpisah dari rumah. Usaha kos-kosan di Kecamatan Sukaraja memiliki perbedaaan nilai land rent terlihat pada Gambar (1) menunjukkan bahwa kondisi kosan yang rapih, miliki halaman yang lebih luas, menjadikan usahan kos-kosan ini memiliki nilai land rent lebih tinggi sebesar Rp
42
231.333 /m²/tahun daripada Gambar (2) yang menunjukkan kosan yang kumuh, halaman yang sempit sehingga nilai land rent yang diperoleh sebesar Rp 179.333 /m²/tahun.
a) Usaha Klontong di Kecamatan Sukaraja b) Usaha Klontong Kecamatan di Sukamakmur
(1)
(2) c) Usaha Kos-kosan di Kecamatan Sukaraja
Gambar 15. Foto kegiatan non pertanian di lokasi penelitian
a) Usaha Tani Singkong di Kecamatan Sukaraja
b) Usaha Tani Padi di Kecamatan Sukamakmur Gambar 16. Foto kegiatan usaha tani di lokasi penelitian
43
Selanjutnya diuraikan hasil uji t perbandingan nilai rataan land rent pada penggunaan lahan pertanian dan non pertanian. Ringkasan hasil analisis disajikan pada Tabel 12. Perbandingan nilai land rent antara perdagangan Kecamatan Sukamakmur dan perdagangan Kecamatan Sukaraja menghasilkan nilai t-hitung sebesar 7,55. Adapun nilai t tabel 2,77. Nilai t tabel lebih kecil dari pada t hitung (pada tingkat kepercayaan 95%) m aka secara nyata rata-rata nilai land rent pada usaha perdagangan kelontong di Kecamatan Sukamakmur dan Kecamatan Sukaraja berbeda nyata dengan tingkat kesalahan kurang lebih 5%. Dalam hal ini perdagangan kelontong di Kecamatan Sukamakmur lebih menguntungkan dengan nilai rata-rata land rent Rp 6.776.389 /m²/tahun dari pada nilai land rent Kecamatan Sukaraja Rp 401.654 /m²/tahun. Tabel 12. Hasil analisis uji t perbedaan rata-rata nilai land rent pada penggunaan lahan pertanian dan non pertanian Perbandingan Land Rent
Perdagangan klontong Sukamakmur dengan perdagangan klontong Sukaraja Perdagangan klontong Sukamakmur dengan koskosan Sukaraja Perdagangan klontong Sukamakmur dengan usah tani singkong Sukaraja Perdagangan klontong Sukamakmur dengan usaha tani padi Sukamakmur Kos-kosan Sukaraja dengan usaha tani singkong Sukaraja Kos-kosan Sukaraja dengan usaha tani Padi Sukamakmur Usaha tani singkong Sukaraja dengan usaha tani padi Sukamakmur
Uji t Mean 1
Mean2
t-value
P
6.776.389
401.654
7,55
0,0000
6.776.389
183.387
7,89
0,0000
6.776.389
2.845
8,11
0,0000
6.776.389
3.643
8,11
0,0000
183.387
2.845
7,00
0,0001
183.387
3.643
6,97
0,0001
2.845
3.643
-2,17
0,0609
Secara umum tabel menunjukkan bahwa hampir seluruh perbandingan nilai land rent teruji secara statistik berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 %. Hanya perbandingan antara land rent usaha tani singkong dan land rent usaha tani
44
padi yang menghasilkan perbedaan dengan tingkat kepercayaan kurang dari 95 %. Dalam hal ini perbandingan kedua nilai land rent tersebut nyata secara statistik pada tingkat kepercyaan sebesar 93,91 % atau tingkat kesalahan sebesar 6,09 %. Rendahnya nilai land rent pertanian mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan dari aktivitas land rent rendah menjadi aktivitas land rent yang lebih tinggi. Perubahan penggunaan lahan pertanian, salah satunya diakibatkan oleh nilai land rent rendah yang menyebabkan banyak orang tertarik pada penggunaan lahan non pertanian karena dianggap lebih menguntungkan sehingga meningkatnya perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur. Perubahan penggunaan lahan ini merupakan akibat dari perkembangan nilai land rent di suatu lokasi menuju keseimbangan yang lebih produktif. Hasil data pengolahan analsis uji t niali land rent usaha pertanian dan usaha non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur secara lengkap disajikan pada Lampiran 13. 5.5.
Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Luas Lahan Kritis di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Koefisisen korelasi antara pertumbuhan penduduk dengan perubahan
penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dan lahan kritis di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 bahwa koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur sebesar -0,20, artinya bahwa hubungan antara variabel jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 %. Koefisien korelasi kedua variabel tersebut bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk maka luas lahan pertanian semakin rendah. Besarnya jumlah penduduk disuatu kawasan membutuhkan lahan lebih luas untuk kawasan permukiman sehingga mengurangi area pertanian. Lahan yang tersedia relatif tetap dari sisi penawaran, mengakibatkan banyak yang memanfaatkan lahan pertanian untuk aktivitas pembangunan, sehingga luas lahan pertanian Kecamatan Sukaraja semakin berkurang.
45
Koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian di Kecamatan Sukaraja sebesar 0,82 dan Kecamatan Sukamakmur sebesar 0,92, artinya hubungan antara dua variabel tersebut sangat kuat pada tingkat kepercayaan 95 % dan koefisien korelasi positif berarti hubungan dua variabel tersebut searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk maka luas perubahan penggunaan lahan
pertanian semakin tinggi.
Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya pemanfaatan lahan untuk kebutuhan hidup yaitu melakukan perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian salah satunya seperti perubahan lahan tegalan menjadi pemukiman. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian ini masih berlajut hingga sekarang. Salah satunya karena keuntungan yang diperoleh penduduk dari pemanfaatan lahan untuk aktivitas non pertanian lebih menguntungkan dengan nilai land rent yang lebih tinggi. Tabel 13.
Koefisien korelasi antara pertumbuhan penduduk dengan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dan luas lahan kritis Jumlah Laju Luas Luas Penduduk Pertumbuhan Lahan Perubahan Penduduk Pertanian Lahan
Kecamatan Sukaraja Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk Luas Lahan Pertanian Luas Perubahan Lahan Luas Lahan Kritis Kecamatan Sukamakmur Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk Luas Lahan Pertanian Luas Perubahan Lahan Luas Lahan Kritis
Luas Lahan Kritis
1.00
0.04
-0.20
0.82
0.85
0.04
1.00
-0.05
0.06
0.01
-0.20 0.82 0.85
-0.05 0.06 0.01
1.00 0.08 -0.12
0.08 1.00 0.90
-0.12 0.90 1.00
1.00
-0.09
-0.20
0.92
0.91
-0.09
1.00
0.24
-0.18
-0.13
-0.20 0.92 0.91
0.24 -0.18 -0.13
1.00 -0.09 -0.07
-0.09 1.00 0.98
-0.07 0.98 1.00
Koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja sebesar 0,85 dan Kecamatan Sukamakmur sebesar 0,91, artinya hubungan antara dua variabel tersebut sangat kuat pada tingkat kepercayaan 95 % dan koefisien korelasi positif maka hubungan dua variabel
46
tersebut searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk maka luas lahan kritis semakin luas. Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin tinggi aktivitasaktivitas yang dilakukan. Dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan itu memerlukan dukungan dari lahan yang berimplikasi pada perubahan lahan, sementara lahan yang digunakan untuk aktivitas yang sama misalnya untuk pemukiman tidak tersedia lagi yang mengakibatkan penduduk mengambil lahan yang tidak dialokasikan untuk aktivitas pemukiman dan tidak sesuai dengan daya dukung lahan mengakibatkan lahan tidak produktif dan lahan yang semula tidak kritis ataupun sudah kritis menjadi semakin kritis. Koefisien korelasi antara luas lahan pertanian dengan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja -0,12 dan di Kecamatan Sukamakmur -0,07. Nilai korelasi tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara variabel luas lahan pertanian dengan luas lahan kritis memiliki kekuatan hubungan termasuk kategori berkorelasi sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 %. Koefisien korelasi bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin kecil luas lahan pertanian maka lahan kritis semakin luas. Luas lahan pertanian yang semakin berkurang mengakibatkan banyaknya pembangunan di lahan pertanian yang digunakan untuk aktivitas non pertanian. Pembukaan lahan pertanian menyebabkan berkurangnya lahan pertanian sehingga menyebabkan penurunan produktivitas lahan, karena telah mengalami kerusakan lahan yang mengakibatkan luas lahan kritis semakin tinggi. Koefisien korelasi antara luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian dengan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja sebesar 0,90 dan Kecamatan Sukamakmur sebesar 0,98, artinya bahwa hubungan antara dua variabel tersebut sangat kuat pada tingkat kepercayaan 95 % dan koefisien korelasi positif maka hubungan dua variabel tersebut searah yaitu semakin tinggi luas perubahan lahan maka luas lahan kritis semakin tinggi. Banyaknya aktivitasaktivitas yang dilakukan terutama dalam perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian yang berimplikasi pada kualitas pemanfaatan pengelolaan lahan. Sementara dalam pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan menyebabkan kemunduran kesuburan lahan akibat pembukaan lahan
47
maupun dalam pemanfaatan lahan yang dapat meningkatkan luas lahan kritis secara lebih lengkap disajikan pada Lampiran 16 dan 17. Koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukaraja sebesar 0,04 dan Kecamatan Sukamakmur sebesar -0,09, artinya bahwa hubungan antara variabel jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk memiliki kekuatan hubungan termasuk kategori berkorelasi sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 %. Koefisien korelasi Kecamatan Sukaraja bernilai positif maka hubungan kedua variabel searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk, maka semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk dilihat dari tingginya jumlah penduduk tahun akhir dan rendahnya nilai absolut tahun awal menyebabkan proporsi laju pertumbuhan penduduk tinggi. Sedangkan koefisien korelasi di Kecamatan Sukamakmur bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk, maka semakin rendah laju pertumbuhan penduduk. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan penduduk berbanding terbalik dengan jumlah penduduk, dilihat dari tingginya proporsi perubahan penduduk dan tingginya nilai absolut awal, maka laju pertumbuhan penduduk semakin kecil. Koefisien korelasi laju pertumbuhan penduduk dengan luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian, dan luas lahan krtis di Kecamatan Sukaraja secara berturut-turut yaitu 0,06 dan 0,01 sedangkan di Kecamatan Sukamakmur yaitu -0,18 dan -0,13, artinya bahwa hubungan antara variabel laju pertumbuhan penduduk dengan luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian, dan luas lahan kritis memiliki kekuatan hubungan termasuk kategori berkorelasi sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 %. Koefisien korelasi Kecamatan Sukaraja menunjukkan nilai positif yang artinya bahwa hubungan variabel tersebut searah yaitu semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka semakin luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian, dan luas lahan kritis. Laju pertumbuhan penduduk diikuti dengan banyaknya penduduk yang memanfaatkan lahan pertanian untuk pembangunan sehingga alokasi lahan untuk pemukiman tidak tersedia lagi dan banyak menggunakan lahan pertanian untuk pemukiman serta menurunkan kesuburan lahan tersebut. Koefisien korelasi di Kecamatan Sukamakmur bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan kedua
48
variabel tidak searah yaitu semakin kecil laju pertumbuhan penduduk maka semakin luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian, dan luas lahan kritis. Laju pertumbuhan penduduk di beberapa desa mengalami penurunan jumlah penduduk yang sangat besar, salah satunya Desa Sukadamai. Namun di Desa Sukadamai masih terjadi perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian dan kondisi lahan yang sudah kritis menjadi semakin kritis. Banyak penduduk yang menjual lahannya kepada pengusaha, kemudian melakukan pembukaan lahan, sehingga lahan menjadi semakin kritis. Koefisien korelasi antara laju pertumbuhan penduduk dengan luas lahan pertanian Kecamatan Sukaraja -0,05 dan Kecamatan Sukamakmur 0,24. Disimpulkan bahwa hubungan antara dua variabel tersebut memiliki kekuatan hubungan termasuk kategori berkorelasi sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 %. Koefisien korelasi bernilai negatif di Kecamatan Sukaraja menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin kecil laju pertumbuhan penduduk maka luas lahan pertanian semakin tinggi. Pembukaan lahan untuk pertanian semakin tinggi dalam kurun waktu tiga tahun sedangkan laju
pertumbuhan
penduduk
mengalami
meningkat.
Peningkatan
laju
pertumbuhan penduduk dilihat dari tingginya proporsi perubahan penduduk dan tingginya nilai absolut awal, maka laju pertumbuhan penduduk semakin kecil. Koefisien korelasi bernilai positif di Kecamatan Sukamakmur menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel searah yaitu semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka semakin luas lahan pertanian. Koefisien korelasi luas lahan pertanian dengan luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian Kecamatan Sukaraja 0,08 dan Kecamatan Sukamakmur -0,09. Kecilnya nilai koefisien menunjukkan kekuatan hubungan tergolong berkorelasi sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 %. Koefisien korelasi bernilai positif di Kecamatan Sukaraja menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel searah yaitu semakin tinggi luas lahan pertanian maka semakin luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. Banyak lahan lahan non pertanian yang di alih fungsikan menjadi pertanian misalnya lahan terbuka yang kemudian dimanfaatkan untuk usaha pertanian menyebabkan meningkatkan nilai land rent dari lahan tersebut, sehingga luas lahan pertanian meningkat.
49
Namun ada juga lahan pertanian yang dialih fungsikan untuk usaha non pertanian misalkan penggunaan lahan tegalan yang kemudian dialih fungsikan untuk pembangunan lapangan bola sehingga luas perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi permukiman meningkat. Koefisien korelasi bernilai negatif di Kecamatan Sukamakmur menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin kecil luas lahan pertanian maka semakin tinggi luas perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian. Diduga hal tersebut berkaitan dengan fenomena banyaknya penduduk yang mengalihfungsikan lahan pertanian kususnya pada kondisi topografi datar dan dekat akses jalan untuk aktivitas lain, salah satunya lahan sawah menjadi lahan terbuka. Lahan terbuka tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan penambangan batu yang mengakibatkan lahan pertanian semakin berkurang dan luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian meningkat.
50
VI. 6.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Peningkatan penduduk tahun 2006-2009 di Kecamatan Sukaraja 11.151 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 7,6 % dan di Kecamatan Sukamakmur peningkatan jumlah penduduk 201 jiwa dengan laju 0,3 %. 2. Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Sukaraja terluas terjadi pada lahan kebun campuran menjadi pemukiman sebesar 14,31 ha (7,3 %) dan menjadi lahan terbuka 1,08 ha (0,5 %); perubahan penggunaan lahan tegalan menjadi pemukiman 37,18 ha (3,1 %), menjadi lahan terbuka 34,23 ha (2,8 %), dan menjadi industri 3,36 ha (0,2 %). 3. Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Sukamakmur terluas terjadi pada lahan kebun campuran menjadi pemukiman 14,46 ha (0,5 %) dan menjadi lahan terbuka 73,59 ha (2,5 %); perubahan penggunaan lahan tegalan menjadi pemukiman 16,31 ha (0,4 %), menjadi lahan terbuka 19,40 ha (0,5 %), dan menjadi industri 0,78 ha (0,02 %); perubahan penggunaan lahan sawah menjadi pemukiman 3,71 ha (0,4 %) dan menjadi lahan terbuka 3,64 ha (0,4 %). 4. Tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Sukaraja: 390,34 ha (35.59285 1.383,9 ha (35,6%), tidak kritis, terluas di Desa Nagrak; 1.613,9 ha (41,5%), potensial kritis, terluas di Desa Cijujung; 723,3 ha (18,6%), agak kritis, terluas di Desa Gunung Geulis; 166,8 ha (4,3%), kritis, terluas di Desa Gunung Geulis; 0,16 ha (0,004%), sangat kritis, terluas di Desa Cadas Ngampar. Tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Sukamakmur: 984,1 ha (5,9%), tidak kritis, terluas di Desa Sukadamai; 3.681,5 ha (22%), potensial kritis, terluas di Desa Sukawangi; 4.330,5 ha (26%), agak kritis, terluas di Desa Sukamulya; 7.658,9 ha (46%), kritis, terluas di Desa Sukaharja; 44,1 ha (0,3%) sangat kritis, terluas di Desa Sukawangi.
51
5. Nilai land rent lahan pertanian lebih kecil dari nilai land rent non pertanian baik di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur. Nilai land rent usaha tani singkong di Kecamatan Sukaraja Rp. 2.845 m2/tahun; Nilai land rent usaha tani padi di Kecamatan Sukamakmur Rp. 3.643 m2/tahun; Nilai land rent kelontong di Kecamatan Sukaraja Rp. 401.654 m2/tahun dan di Kecamatan Sukamakmur Rp. 6.776.389 m2/tahun; Nilai land rent kos-kosan di Kecamatan Sukaraja Rp. 183.387 m2/tahun. 6. Perubahan jumlah penduduk di Kecamatan Sukaraja mengakibatkan perubahan luas penggunaan lahan pertanian dan luas lahan kritis. Keterkaitan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan luas perubahan penggunaan lahan pertanian 0,82, antara jumlah penduduk dengan lahan kritis 0,85 dan antara luas perubahan pengggunaan lahan dengan luas lahan kritis 0,9. Perubahan jumlah penduduk di Kecamatan Sukamakamur mengakibatkan perubahan luas penggunaan lahan pertanian dan luas lahan kritis. Keterkaitan tersebut ditunjukan oleh nilai koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan luas perubahan penggunaan lahan pertanian 0,92, antara jumlah penduduk dengan lahan kritis 0,91 dan antara luas perubahan pengggunaan lahan dengan luas lahan kritis 0,98. 6.2.
Saran Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah
penduduk akan meningkatkan perubahan penggunaan lahan pertanian dan luas lahan kritis. Oleh karena itu diperlukan pengendalian jumlah penduduk dan pemantauan pemanfaatan lahan yang dilakukan baik penduduk maupun pemerintah. Apabila dalam pemanfaatan lahan tidak memperhatikan kualitas pengelolaan yang baik dan daya dukung lahan akan dapat menyebabkan peningkatan luas lahan kritis.
52
VII.
DAFTAR PUSTAKA
Aczel, Amir D. Complete Business Statistics. Third Edition. Irwin. America. Ariani, Ratri. 2011. Analisis Land Rent Sawah Irigasi dan Lahan Terbangun di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Skripsi S1. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas PertanianInstitut Pertanian Bogor. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Barlowe, R.1986. Land Resources Economics The Economics of real Estate. Fourth Edition. Prentice Hall Englewood Cliffs. New Jersey. BPDAS Kabupaten Bogor. 2004. Luas Lahan Kritis di Bogor. Bogor. http://BPDAS2004-KabupatenBogor.co.id. [diakses pada tanggal 3 Maret 2011]. Badan
Pusat Statistik Indonesia. 2000. Statistik Indonesia. http://www.datastatistik-indonesia.com. [diakses pada tanggal 20 Mei 2011]
BPS. 2006-2009. Kecamatan Sukaraja Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Bogor. BPS. 2006-2009. Kecamatan Sukamakmur Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Bogor. BPS
Indonesia. 2000. Statistika Indonesia. http://www.datastatistikindonesia.com. [diakses pada tanggal 20 Mei 2011]
BPS. 2010. Kabupaten Dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Bogor. BPS Jawa Barat. 2010. Pertumbuhan Penduduk Jawa Barat 2000-2010. http://www.bps.go.id/ hasilSensusPenduduk 2010/jabar. [diakses pada tanggal 1 Mei 2011]. Departemen Kehutanan. 2003. Buku Utama Rehabilitasi Hutan dan lahan (GNRHL) di 29 Das Prioritas tahun 2003. Jakarta : Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2012. Kriteria Penentuan Lahan Kritis. www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/RLPS/sk. [diakses pada tanggal 18 September 2012].
53
Desman, M.R. 2007. Tuntunan, Strategi, dan Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pertanian di Era Globalisasi. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian Bogor, 7-8 November 2007. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Petanian. Bogor. Hlm 39-45. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2011). Laporan Penggunaan Lahan.Jawa Barat. Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. Fandeli, C., Retno Nur Utami, dan Soifudin Nurmansyah. 2008. Audit lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Firdaus, M, Harmini, dan M. A. Farid. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif. IPB Press. Hardjowigeno, S. dan Widitamaka. 2007. Evaluasi Kesesuaiaan Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Herdiana, D. 2008. Identifikasi Lahan Kritis dalam Kaitanya Dengan Penataan Ruang dan Kegiatan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Junaidi. 2009. Menenal Boxplot. http://junaidi-dummy. blogspot.com/ 2009/06/serba-serbi-boxplot. html. [diakses pada tanggal 2 Juli 2012]. Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press. Kazaz, C. 2001. Contaminated Lands-Presentation of Bill 72Establishing New Rules for the Protection and Rehabilitation of Contaminated Lands. Http:// www.fasked.com. [diakses pada tanggal 2 Februari 2011]. Kodoatie, R. J. dan R. Sjarief. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Andi Yogyakarta. Yogyakarta. Pravitasari, A. M. 2007. Analisis Hirarki Wilayah dan Land Rent Pola Usaha Tani Padi dan Bawang Merah serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kabupaten Bantul Propinsi D.I Yogyakarta. Skripsi S1. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas PertanianInstitut Pertanian Bogor. Pusat Penelitian Tanah. 2004. Inventarisasi dan penelitian pengelolaan tanah. Laporan tahun 2003. Balai Penelitian Tanah. Departemen Pertanian, Bogor. Rahim, E. 2006. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta : Bumi Aksara. Rumiris. 2008. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Land Rent antara Pertanian dan Non Pertanian di Kecamatan Dramaga-Kabupaten Bogor. Skripsi S1. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas PertanianInstitut Pertanian Bogor.
54
Rustiadi, Ernan, Sunsun Saefulhakim, D.R. Panuju. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Saefulhakim, R. S. dan L. I. Nasoetion. 1996. Kebijakan Pengendalian Sawah Beririgasi Teknis dalam Proseding Penelitian Tanah No.12 Tahun 1996. Pusat Penelitian Tanah. Bogor. Sitorus, S. R. P. 2004. Perkembangan Sumberdaya Berkelanjutan. Edisi Ketiga. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Sitorus, S. R. P. , O. Haridjaja, A. Iswati, dan D. R. Panuju. 2010. Pengembangan Metodologi untuk Identifikasi Tingkat Degradasi Lahan di Lahan Kering Mendukung Pendayagunaan Lahan Terlantar untuk Keperluan Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
55
LAMPIRAN
56
Lampiran 1. Kuesioner land rent usaha kos-kosan Catatan : jika ada tanda (*) coret jawaban yang tidak dipilih dan tulis jawaban pada isian titik-titik dibawah ini. Nama :………………………………………………..…... Alamat : ……………………………………………….....… Biaya pembangunan : Rp………………………………………………… Modal Usaha : Rp………………………………………..…….…. Mulai Usaha : Tahun..……………………………………….....… Luas lahan : ……………………………………………….meter Jumlah Kamar : …………………………………………….……… Biaya : a. Listrik :Rp………………………………………...…/Bulan b. Air :Rp……………………………………..……./Bulan c. Renovasi:Rp………………………………/Bulan/Semester/Tahun * d. Pajak :Rp………………………………….………../Tahun 9. Biaya Kos/Kamar : a. Ada Beda Ukuran : Ya/Tidak*, jika Ya (Berapa jumlah kategori : ………….………....) i. 3x3 meter : …… unit ii. 3x5 meter : …… unit iii. ………..... : …… unit b. Ongkos Sewa Kamar : Bulan/Tahun * i. 3x3 meter, Biaya Rp…………….……………………………. ii. 3x5 meter, Biaya Rp…………………………………………. iii. ……………………………………………………...………… 10. Jarak Kos-kosan dengan jalan :……………………………………….meter
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
57
Lampiran 2. Kuesioner land rent usaha perdagangan Catatan : jika ada tanda (*) coret jawaban yang tidak dipilih dan tulis jawaban pada isian titik-titik dibawah ini. 1.
Koordinat
: X=…………………...Y=………..…..........
2.
Nama
:………………………………………….….
3.
Alamat
4.
Biaya pembangunan : Rp…………………………………………..….......
5.
Modal Usaha
: Rp…………………………………………..….......
6.
Mulai Usaha
: …………………………….…….….Tahun
7.
Luas Toko
: …………..……………………….….meter
8.
Jenis Usaha
: …………………………....………..………
9.
Pengeluaran rutin u/ toko : Rp ………………….……./Hari/Minggu/Bulan
10.
Omzet (nilai pembelian)
: Rp………….…/Hari/Minggu/Bulan/Tahun
11.
Keuntungan
: Rp …………….……../Hari/Minggu/Bulan
12.
Jarak Usaha Perdagangan dengan Jalan : …………………………....meter
:………………………………………………..…….
58
Lampiran 3. Kuesioner land rent usaha tani Komoditas: ………………………………..………………………………… Bulan No
Komponen
1
Kode 1
1
Olah Lahan
2
Irigasi
3
Tebar Benih
4
Tanam (Tenaga Kerja)
5
Pupuk
6
Penyiangan
7
Pembrantas an Hama
8
Panen
2
2 3
4
1
2
3 3
4
1
2
4 3
4
1
2
5 3
4
1
2
6 3
4
1
2
3
4
Catatan : Pengisian Kode: a)Tenaga Kerja (orang, traktor, kerbau); b) Rupiah; c) Jumlah Fisik (kg, ton). 58
59
Lampiran 3. Kuesioner land rent usaha tani (Lanjutan) Bulan No
Komponen
7
Kode 1
1
Olah Lahan
2
Irigasi
3
Tebar Benih
4
Tanam (Tenaga Kerja)
5
Pupuk
6
Penyiangan
7
Pembrantasan Hama
8
Panen
2
8 3
4
1
2
9 3
4
1
2
10 3
4
1
2
11 3
4
1
2
12 3
4
1
2
Keterangan 3
4
Catatan : Pengisian Kode: a)Tenaga Kerja (orang, traktor, kerbau); b) Rupiah; c) Jumlah Fisik (kg, ton). 59
60
Lampiran 4. Karakteristik lahan kritis di Kecamatan Sukamakmur pada setiap penggunaan lahan pertanian yang berubah 1. Lahan sawah Perubahan Penggunaan Lahan Lokasi Desa Tingkat Kekritisan Batuan Permukaan (%) Drainase Elevasi (mdpl) Kemiringan (%) Vegetasi (%) Vegetasi Lain Kedalam Efektif (cm) Jenis Tanah (Sumber : PPT dan Agroklimat) Erosi
Sawah Sawah Wargajaya Tidak Kritis <10 Sedang 495 30 10 Padi, Pisang >100 Grumusol
Sawah
Lahan Terbuka Sukaharja Kritis 30 Lambat 506 40 45
Sawah
Pemukiman Sukaharja Kritis 10 Lambat 503 35 45
40 Asosiasi latosol merah,latosol coklat kemerahan
0 Asosiasi latosol merah,latosol coklat kemerahan
-
Erosi parit
Erosi parit
2. Kebun campuran Perubahan Penggunaan Lahan Lokasi Desa Tingkat Kekritisan Batuan Permukaan (%) Drainase Elevasi (mdpl) Kemiringan (%) Vegetasi (%) Vegetasi Lain Kedalam Efektif (cm) Jenis Tanah (Sumber : PPT dan Agroklimat) Erosi
Kebun Campuran
Kebun Campuran
Kebun Campuran
Lahan Terbuka
Sukawangi Sangat Kritis 30 lambat 910 40 10 Pisang, rumput 20
Sukaharja Kritis 30 lambat 495 40 45
kompleks podzolik merah kekuningan, podzolik kuning & regosol
grumusol
Erosi parit
Erosi parit
40
60 63
61
3. Tegalan
Perubahan Penggunaan Lahan Lokasi Desa Tingkat Kekritisan Batuan Permukaan (%) Drainase Elevasi (mdpl) Kemiringan (%) Vegetasi (%) Vegetasi Lain Kedalam Efektif (cm) Jenis Tanah (Sumber : PPT dan Agroklimat) Erosi
Tegalan
Tegalan
Tegalan Lahan Terbuka
Tegalan Pemukiman
Tegalan
Tegalan
Tegalan Pemukiman
Tegalan Industri
Sukawangi Potensial Kritis
Tegalan Lahan Terbuka Sukaharja Kritis
Sukamakmur Agaka Kritis
Pabuaran Agaka Kritis
Sukamakmur Agaka Kritis
Sukawangi Kritis
Sukawangi Potensial Kritis
<10
<10
<10
<10
10
30
<10
sedang 470 45 80 Pisang, rumput
lambat 316 40 55
lambat 472 50 65
lambat 506 40 45
lambat 901 30 45
sedang 905 30 81
80
60
0
>100
50
0
0
Kompleks latosol merah kekuningan,latosol coklat,podzolik
Kompleks latosol merah kekuningan,latosol coklat,podzolik
Kompleks latosol merah kekuningan,latosol coklat,podzolik
Kompleks podzolik merah kekuningan,podzolik kuning®osol
Grumusol
Kompleks podzolik merah kekuningan,pod zolik kuning®osol
Kompleks latosol merah kekuningan,latosol coklat,podzolik
Erosi alur
Erosi alur
Erosi alur
Erosi alur
Erosi parit
Erosi parit
Erosi alur
sedang 906 35 81 Pisang, Singkong
61
62
Lampiran 5. Karakteristik lahan kritis di Kecamatan Sukaraja pada setiap penggunaan lahan pertanian yang berubah 1. Kebun campuran Perubahan Penggunaan Lahan Lokasi Desa Tingkat Kekritisan Batuan Permukaan (%) Drainase Elevasi (mdpl) Kemiringan (%) Vegetasi (%) Vegetasi Lain Kedalam Efektif (cm) Jenis Tanah (Sumber : PPT dan Agroklimat) Erosi
Kebun Campuran Kebun Campuran Pasir Jambu Potensial Kritis 8 Sedang 195 <8 80 Pisang, Tebu, Belukar, Pepaya >100
Kebun Campuran Pemukiman Cilebut Timur Potensial Kritis 8 sedang 201 <8 41
Kebun Campuran Kebun Campuran Gunung Geulis Agaka Kritis 8 Sedang 576 16 60
Kebun Campuran Pemukiman Gunung Geulis Agaka Kritis 20 Sedang 327 25 10
Rumput, Pisang, Bambu 0
Latosol Merah
Latosol Merah
Erosi Alur
Erosi Alur
60 Kompleks Latosol Merah Kekuningan,latosol coklat, poddzolik Erosi alur
0 Kompleks Latosol Merah Kekuningan,latosol coklat,poddzolik Erosi alur
62
63
2. Tegalan Perubahan Penggunaan Lahan Lokasi Desa
Tegalan Tegalan Pasir Jambu
Tingkat Kekritisan Batuan Permukaan (%) Drainase
Agaka Kritis 5 Sedang
Agaka Kritis 15 Sedang
Tidak Kritis 5 Sedang
Potensial Kritis 5 Sedang
Potensial Kritis 5 Sedang
Tidak Kritis 5 Lambat
Elevasi (mdpl)
170
178
181
200
196
299
Kemiringan (%) Vegetasi (%)
<8 60
<8 40
<8 5
<8 60
<8 25
40 10
0
0
>100
0
>100
Latosol Merah
Latosol Merah
Latosol Merah
Latosol Merah
Latosol Merah
Latosol Merah
Erosi alur
Erosi alur
-
Erosi alur
Erosi alur
-
Vegetasi Lain Kedalam Efektif (cm) Jenis Tanah (Sumber : PPT dan Agroklimat) Erosi
Tegalan Pemukiman Cimandala
Tegalan Industri Cimandala
Singkong, Kelapa 60
Tegalan
Tegalan Pasir Jambu
Tegalan Pemukiman Pasir Jambu
Tegalan
Lahan Terbuka Nagrak
Pisang, Singkong, Pepaya
63
64
Lampiran 6. Luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja
Desa
Cadas Ngampar Cijujung Cikeas Cilebut Barat Cilebut Timur
Luas Desa (Ha)
Luas % Luas Penggunaan Luas Perubahan Luas Lahan Perubahan Penggunaan Penggunaan Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Sebelum Penggunaan Lahan Non Lahan ke Non Pertanian 2006 ke 2009 Berubah ke Lahan Non Pertanian 2006Pertanian Non Pertanian 2009 Terhadap 2006 (Ha) Pertanian 2009 (Ha) Luas Lahan 2006 (Ha) Pertanian
258.30
114.74
455.41
190.69
316.90
227.72
59.18
32.25
66.84
33.35
Cimandala
Rumput 332.50
Gunung Geulis Nagrak Pasir Jambu
90.17
610.74
402.44
605.67
352.66
79.22
37.10
353.77
222.55
249.31
66.79
165.08 335.23 3888.14
132.63 226.11 2129.21
Pasirlaja
Sukaraja
Sukatani Cibanon Total
Kebun Campuran Pemukiman Tegalan Lahan Terbuka Tegalan Pemukiman Tegalan Pemukiman Kebun Campuran Pemukiman Rumput Pemukiman Tegalan Lahan Terbuka Tegalan Pemukiman Kebun Campuran Pemukiman Tegalan Lahan Terbuka Tegalan Pemukiman Pemukiman
Tegalan Industri Tegalan Lahan Terbuka Tegalan Pemukiman Kebun Campuran Pemukiman Tegalan Lahan Terbuka Tegalan Lahan Terbuka Kebun Campuran Pemukiman Tegalan Pemukiman Kebun Campuran Pemukiman Tegalan Lahan Terbuka Tegalan Pemukiman Kebun Campuran Lahan Terbuka Kebun Campuran Pemukiman Rumput Pemukiman
Total Kecamatan Sukaraja
7.61 101.03 187.81 29.04 1.95 32.25 6.75 26.60 6.70 67.42 120.19 272.72 260.90 3.81 33.30 4.69 215.88 23.70 3.09 0 0 1405.42
1.60 8.35 0.60 14.19 4.80 1.95 14.01 1.37 2.83 0.28 1.70
1.39 7.28 0.53 7.44 2.11 0.86 43.43 4.26 8.48 0.85 5.11
2.62
2.91
3.36 1.23 11.37 1.33 3.77 5.90 1.28 7.57 1.76 0.69 0.37 1.08 0.71 1.22 0 0 95.95
3.72 0.37 12.61 0.33 0.94 1.67 3.45 20.41 0.79 0.31 0.17 1.61 1.07 1.83 0 0 4.51
65
Lampiran 7. Luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukamakmur
Desa
Cibadak
Luas Desa (Ha)
1099.18
Pabuaran 2084.10 Sukadamai
1948.44
Sukaharja 1997.12
Sukamakmu r
Sukamulya Sukaresmi Sukawangi
1272.42 1398.32 1338.86 2809.93
Sirnajaya Wargajaya Total
1472.75 1278.00 16699.11
Luas Luas Penggunaa Penggun n Lahan aan Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Sebelum Lahan ke Non Pertanian 2006 ke 2009 Berubah ke Pertanian Non 2006 Pertanian (Ha) 2006 (Ha) Kebun Campuran Lahan Terbuka 204.09 762.02 Tegalan Lahan Terbuka 269.78 Kebun Campuran Lahan Terbuka 434.87 Kebun Campuran Pemukiman 1663.62 Rumput Lahan Terbuka 525.20 Tegalan Lahan Terbuka 255.37 Kebun Campuran Lahan Terbuka 669.26 Kebun Campuran Pemukiman Rumput Industri Lahan Terbuka 279.22 1462.77 Rumput Rumput Pemukiman Tegalan Lahan Terbuka 433.99 Tegalan Pemukiman Kebun Campuran Lahan Terbuka 686.78 Kebun Campuran Pemukiman Sawah Lahan Terbuka 1752.01 280.35 Sawah Pemukiman Tegalan Lahan Terbuka 779.80 Tegalan Pemukiman Kebun Campuran Lahan Terbuka 159.49 Kebun Campuran Pemukiman 848.58 Tegalan Lahan Terbuka 401.84 Tegalan Pemukiman 690.99 Sawah Pemukiman 532.02 864.47 Rumput Lahan Terbuka 189.82 Kebun Campuran Lahan Terbuka 683.12 Kebun Campuran Pemukiman 2031.77 Tegalan Industri 1196.43 Tegalan Pemukiman 672.61 0 723.08 0 11471.92 Total Kecamatan Sukamakmur 7981.41
Luas Perubahan Penggunaan Lahan Non Pertanian 2009 (Ha) 19.03 1.01 25.77 3.02 11.52 4.61 12.54 2.79 1.36 78.63 1.53 2.97 1.05 10.89 4.76 3.64 0.74 6.72 1.73 4.10 0.29 4.09 1.95 2.97 7.82 1.26 3.61 0.78 11.58 0 0 232.74
% Luas Perubahan Penggunaan Lahan Non Pertanian 20062009 Terhadap Luas Lahan Pertanian 2.50 0.13 1.55 0.18 0.69 0.28 0.86 0.19 0.09 5.38 0.10 0.20 0.07 0.62 0.27 0.21 0.04 0.38 0.10 0.48 0.03 0.48 0.23 0.43 0.90 0.06 0.18 0.04 0.57 0 0 2.03
66
Lampiran 8. Luas lahan kritis pada penggunaan lahan pertanian yang berubah menjadi non pertanian di Kecamatan Sukaraja 2006-2009
Tingkat Kekritisan
Luas Kekritisan Lahan (Ha)
% Luas Kekritisan Lahan
Luas Kekritisan Lahan pada Perubahan Lahan Pertanian ke Non Pertanian (Ha)
% Luas Kekritisan pada Perubahan Lahan Pertanian ke Non Pertanian terhadap Total Kekritisan Lahan
1
Tidak Kritis
1383.8996
35.59
26.2
0.67
2
Potensial Kritis
1613.9602
41.51
61.81
1.59
3
Agak Kritis
723.3445
18.60
7.94
0.20
4
Kritis
166.7783
4.29
0
0
5
Sangat Kritis
0.1607
0
0
0
Jumlah
3888.143
100
95.95
2.47
No
Lampiran 9. Lahan kritis disetiap desa di Kecamatan Sukaraja
Desa
Cadas Ngampar Cijujung
Luas Desa (Ha)
Tingkat Kekritisan pada Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian Tida % Tidak Poten % Potensial % Agak k Agak Kritis sial Kritis Kritis Kriti Kritis Terhadap Kritis Terhadap Terhadap s (Ha) Luas Desa (Ha) Luas Desa Luas Desa (Ha)
258.302
Total Lahan Kritis (Ha)
10.56
4.09
10.56
455.408
2.21
0.49
11.98
2.63
14.19
Cikeas Cilebut Barat Cilebut Timur Cimandala Gunung Geulis Nagrak Pasir Jambu Pasirlaja
316.904
1.53
0.48
5.23
1.65
6.75
59.181
0.13
0.21
15.26
25.78
15.38
66.839
0.05
0.07
4.77
7.13
4.82
332.505
10.65
3.20
7.92
2.38
18.58
610.740
5.08
0.83
0.02
0.003
5.10
605.667
0.85
0.14
5.05
0.83
5.90
79.219
4.87
6.14
3.99
5.03
8.85
2.81
0.79
2.81
Sukaraja
249.308
3.01
Cibanon
335.226
Sukatani Total Kecamatan Sukaraja
165.078
353.767
3888.14 3
0.83
0.33
2.17
0.87
26.20
0.67
61.81
1.59
7.94
0.20
95.95
67
Lampiran 10. Luas lahan kritis pada penggunaan lahan pertanian yang berubah menjadi non pertanian di Kecamatan Sukamakmur 2006-2009
No
Tingkat Kekritisan Lahan
Luas Kekritisan Lahan (Ha)
% Luas Kekritisan Lahan
Luas Kekritisan Lahan pada Perubahan Lahan Pertanian ke Non Pertanian (Ha)
% Luas Kekritisan pada Perubahan Lahan Pertanian ke Non Pertanian Terhadap Total Kekritisan Lahan
1
Tidak Kritis
1007.58
5.93
29.58
0.17
2
Potensial Kritis
3759.62
22.12
60.15
0.35
3
Agak Kritis
4415.13
25.98
22.41
0.13
4
Kritis
7749.42
45.60
120.6
0.71
5
Sangat Kritis
63.68
0.37
0
0.00
16995.43
100
232.74
1.37
Jumlah
Lampiran 11. Lahan kritis disetiap desa di Kecamatan Sukamakmur Desa
Luas Desa (Ha)
Tingkat Kekritisan pada Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian
Tidak Kritis (Ha)
Cibadak Pabuaran Sukadamai Sukaharja Sukamakmur Sukamulya Sukaresmi Sukawangi
% Tidak Kritis Terhadap Luas Desa
Potensial Kritis (Ha)
% Potensial Kritis Terhadap Luas Desa
Agak Kritis (Ha)
% Agak Kritis Terhadap Luas Desa
1099.175 2084.097 1948.438
21.57
1.03
7.48
0.36
15.33
0.74
44.91
26.37
1.35
21.46
1.10
2.85
0.15
50.19
2.58
100.86
6.45
0.32
22.04
1.10
28.49
0.81
0.06
0.29
0.02
10.43
0.22
0.02
2.46
0.18
2809.930
Wargajaya
1277.999
Sirnajaya Total Kecamatan Sukamakmur
1472.750 16995.43
20.04
0.03
1398.322 1338.859
20.04
% Kritis Terhad ap Luas Desa 1.82
0.53
1997.124 1272.419
Kritis (Ha)
Total Lahan Kritis (Ha)
29.58
0.17
9.11
0.72
2.97
0.21
2.97
1.87
0.14
3.49
0.26
7.82
7.99
0.28
9.23
0.33
17.22
60.15
0.35
120.60
0.71
232.74
22.41
0.13
68
Lampiran12. Nilai land rent lahan pertanian dan non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur
Jumlah Responden
Perdagangan Sukamakmur
Land Rent (Rp/m/Tahun) KosPerdagangan Singkong Kosan Sukaraja Sukaraja Sukaraja 758333 231333 2295
Padi Sukamakmur
1
5666667
3002
2
8212500
336917
251600
2192
4193
3
5541667
83333
179333
3065
3065
4
5144444
233333
131333
3350
4247
5
9316667
596354
123333
3325
3708
Jumlah
33881944
2008271
916933
14227
18216
Rata-rata
6776389
401654
183387
2845
3643
Nilai Tengah
5666667
336917
179333
3065
3708
Minimal
5144444
83333
123333
2192
3002
Maksimal Standar Deviasi
9316667
758333
251600
3350
4247
1866460
273395
57629
562
595
62
Lampiran 13. Hasil lengkap analisis uji t nilai land rent pertanian dan non pertanian
Perbandingan Land Rent Perdagangan Sukamakmur dengan Perdagangan Sukaraja Perdagngan Sukamakmur dengan kos-kosan Sukaraja Perdagangan Sukamakmur dengan Usah Tani singkong Sukaraja Perdagangan Sukamakmur dengan Usaha Tani padi Sukamakmur Kos-kosan Sukaraja dengan Usaha Tani singkong Sukaraja Kos-kosan Sukaraja dengan Usaha Tani padi Sukamakmur Usaha Tani Singkong Sukaraja dengan Usaha Tani padi Sukamkmur
Valid N 5 5 5 5 5 5
Std.Dev.
Std.Dev.
F-ratio
p
0.000066 0.000048 0.000039 0.000039 0.000112 0.000116
Valid N 5 5 5 5 5 5
1866460 1866460 1866460 1866460 57628.82 57628.82
273394.9 57628.8 561.8 595.0814 561.7676 595.0814
46.6 1049.0 11038855.4 9837497 10523.64 9378.356
0.00261 0.00001 0.00000 0.000000 0.000000 0.000000
0.060905
5
5
561.7676
595.0814
1.122120
0.913776
Mean1
Mean2
t-value
df
p
6776389 6776389 6776389 6776389 183386.7 183386.7
401654 183387 2845 3643 2845.462 3643.133
7.556 7.895 8.115 8.114 7.004885 6.973895
8 8 8 8 8 8
2845.462
3643.133
-2.17955
8
69
63