Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 18 No.2 (2000) pp. 69 - 78
KETERAWETAN 95 JENIS KAYU TERHADAP IMPREGNASI DENGAN BAHAN PENGAWET CCA (Treatability of 95 Timber Species to Impregnation with CCA Preservative) OlehlBy Barly dan Abdurahim Martawijaya Summary An experiment on the treatability of 95 Indonesian timber species was conducted by impregnating them with CCA (copper-chromate-arsenate) using the full cell process. Air dried timber specimens measuring 5 cm by 5 cm by 100 cm were prepared and then treated using the schedule, as follows: preliminary vacuum for 15 minutes at 500 mm Hg; maximum pressure maintained hydraulically for one hour at 10 atmosphere; and final vacmmi for 15 minutes at 500 mm Hg as well. The CCA — treated timber specimen here further tested of their retention and penetration. The results reveal that retention correlated positively and significantly with penetration. According to the timber treatability based on the penetration value there are such 4 classes. The penetration values that residted have their distribution penetration such that 65.25 % of the treated 95 timber species was classified as classes I and II (permeable and moderately permeable, respectively) and 34.73 % as classes III and IV (resistant and extremely resistant). Key words: treatability, full cell process, retention, penetration , and CCA (copper-chromatearsenate).
Ringkasan Percobaan keterawetan 95 jenis kayu telah dilakiikan dengan proses sel penuh mcnggtmakan bahan pengawet CCA (copper-chrome-arsenate). Contoh kayu kering udara ukuran 5 cm x 5 cm X 100 cm disiapkan dan kemudian diawetkan dengan menggunakan bahan pengawetan sebagai berikut: vakum awal selama 15 menit pada 500 mm Hg: tekanan hidraulik dipertahankan pada maksimum 10 atmosfir selama satu jam, kemudian vaktim akhir selama 15 menit pada 500 ntm Hg. Contoh kayu yang sudah diawetkan dengan CCA diuji retensi dan penetrasinya. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif dan nyata antara retensi dan pettetrasi. Kelas keterawetan kayu ditetapkan berdasarkan nilai penetrasi dan dibagi dalam empat kelas. Berdasarkan hasil penetapan nilai penetrasi dari 95 jenis kayu diperoleh sebaran penetrasi berturut-turut 65,25 % termasuk kelas I dan II (miidah dan sedang) dan 34,73 % termasuk kelas III dan IV (sukar dan sangat sukar). Kata kunci: keterawetan, proses sel penuh, retensi, penetrasi dan CCA (copper-chrome-arsenate) 69
L
PENDAHULUAN
Keawetan termasuk salah satu sifat utama yang nienentukan kegunaan sesuatu jenis kayu, karena bagaimanapun kuatnya sesuatu jenis ka>'u kegunaannya akan terbatas jika keawetannya rendah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari jumlah 3233 jenis kayu yang berhasil dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hasil Hutan, 80-85% termasuk kelas awet III, IV, V (Martawijaya, 1974), sehingga untuk dapat digunakan dengan baik jenis kayu tersebut perlu diawetkan terlebih dahulu. Oleh karena itu pengawetan kayu memegang peranan penting dalam usaha penggimaan jenis kayu Indonesia untuk berbagai keperluan seperti perumahan, tiang listrik, bantalan rel kereta api dan Iain-lain. Dengan demikian sifat keterawetan setiap jenis kayu perlu ditetapkan untuk mengetahui mudah atau tidaknya jenis kayu tersebut ditembus bahan pengawetan jika diawetkan dengan proses tertentu. Usaha ke arah itu sudah dimulai oleh Supriana (1978) terhadap 40 jenis kayu yang berasal dari Lampung dan Jawa Barat. Kegiatan ini terus dilakukan secara rutin sampai sekarang bersama-saraa dengan penetapan sifat dasar lainnya seperti sifat fisis, mekanis, keawetan dan sebagainya. Untuk itu setiap tahim dilakukan ekspedisi ke berbagai daerah untuk mengumpulkan jenis kayu yang akan diteliti. Sifat keterawetan kayu dipengarulii oleh beberapa faktor, diantaranya ada empat faktor utama yang diduga memegang peranan yang sangat menentukan, yaitu: 1. Jenis ka>ai, yang ditandai oieh sifat yang melekat pada kayu itu sendiri seperti struktur anatomi, permeabilitas, kerapatan, dan sebagainya; 2. Keadaan kayu pada waktu dilakukan pengawetan, antara lain kadar air, bentuk kayu, gubal/teras dan sebagainya; 3. Metode pengawetan yang digunakan; 4. Sifat bahan pengawetan yang dipakai. Dengan menggunakan metode pengawetan dan bahan pengawet tertentu pada keadaan ka>'u yang sama dapat diusahakan membuat klasifikasi keterawetan berbagai jenis kayu. Laporan pertama mengenai kegiatan penelitian ini telah diterbitkan dalam Pengumuman Nomor 5 (Martawijaya dan Barly, 1982) >ang meliputi 135 jenis kayu. Dalam laporan ini disajikan hasil pengujian lanjutan dan klasifikasi keterawetan terhadap 95 jenis kayu yang dikimipulkan dari berbagai daerah di Indonesia. //. BAHAN DAN
METOOE
Jenis kayu yang akan diuji keterawetannya berasal dari batang pohon yang secara botanis sudah dikenal namanya. Jenis kayu dikumpulkan dari daerah Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku dan Irian Jaya. Setiap jenis kayu dipilih satu pohon atau lebih tergantung pada banyaknya pohon yang dijumpai di lapangan. Jenis kayu yang akan dikumpulkan dari dalam hutan terutama terdiri dari jenis kayu perdagangan, tetapi sebagian ada juga jenis kayu non komersial.
70
Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 18 No. 2 (2000)
Seperti telah disebutkan sebelumnya pengumpulan pohon ini dimaksudkan untuk penetapan sifat-sifat dasar kayu secara umum, dimana keterawetan merupakan salah satu diantaranya. Untuk penetapan sifat keterawetan ini, dari setiap jenis pohon yang dikumpulkan dari satu lokasi diambil satu dolok berukuran panjang sekitar 1,5 m kemudian digergaji menjadi papan setebal 57 mm dan selanjutnya dikeringkan secara alami sampai mencapai kadar air kering udara. Setelah itu dari bagian teras papan tersebut dibuat contoh uji yang diserut halus berukuran 5 cm x 5 cm x 100 cm. Dari setiap dolok diusaliakan dibuat contoh uji sebanyak 25 batang. Bahan pengawet digunakan garam CCA (copper-clirome-arsenate) komersial yang mempunyai komposisi bahan aktif sebagai berikut; 27,4 % CUSO4; 48,2 % Na2Cr207 dan 24,4 % AS2O5.2H2O. Bahan pengawet tersebut dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 3 % (w/v) untuk selanjutnya dipakai mengawetkan contoh uji tersebut di atas menggunakan proses sel penuli (full - cell process) pada suhu kamar. Bagan pengawetan yang digmiakan sebagai berikut: vakum awal sebesar 500 mm Hg selama 15 menit, tekanan hidraulik dipertahankan pada maksinium 10 atmosfir selama satu jam, dan vakum akhir sebesar 500 imn Hg selama 15 menit. Ada dua kriteria utama untuk menilai efektifitas hasil pengawetan yaitu, retensi dan penetrasi. Retensi menunjukkan banyaknya bahan pengawet yang diserap dan tinggal di dalam kayu selesai proses pengawetan, dinyatakan dalam satuan kg/m^ Sedangkan penetrasi menunjukkan dalamnya bahan pengawet menembus struktur kajoi setelah proses pengawetan, dinyatakan dalam satuan mm atau persen. Retensi garam kering dihitung berdasarkan penimbangan contoh uji sebelum dan sesudah pengawetan. Contoh uji yang telah diawetkan selanjutnya dianginanginkan dalam ruangan sampai mencapai kadar air kering udara. Setelah itu masing-masing contoh uji dipotong dibagian tengalmya untuk penetapan penetrasi bahan pengawet. Untuk dapat melihat daerah penetrasi dengan jelas digunakan asam rubeanat yang merupakan pereaksi mituk uji tembaga. Luas daerah penetrasi bahan pengawet dinyatakan dalam persentase dari luas penampang contoh uji yang bersangkutan. Analisa data dihitmig berdasarkan nilai persentase penetrasi dan selanjutnya dibuat klasifikasi keterawetan seperti dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel I. Kelas keterawetan bahan kayu Table I. Classification on treatability of timber material Kelas (Class)
Keterawetan [Treatability)
Dalamnya penetrasi [Depth of penetration). %
1
Mudah [Permeable)
II
Sedang [Moderately resistar)t)
50-90
III
Sukar [Resistant)
10-50
IV
Sangat sukar [Extremely resistar)t)
>90
<10
Sumber (Source): Smith and Tamblyn {1970)
Bul. Pen. Has. Hut. Vol. 18 No. 2 (2000)
71
Untuk menetapkan kelas keterawetan suatu jenis kayu terlebih dahulu dihitung nilai rata-rata persentase penetrasi (x), kemudian dihitung nilai X - tSx, dimana nilai t dikutip dari Tabel t untuk peluang 0,05 dan Sx = simpangan baku rata-rata (Steel andTorrie, 1980). Nilai X - t.Sx selanjutuya dipakai sebagai ambang bawah untuk menetapkan kelas keterawetan jenis kayu itu, sehingga dalam hal ini terdapat keterandalan bahwa 95 % dari contoh jenis kayu tersebut memenulii persyaratan kelas keterawetan yang bersangkutan.
///. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian berupa nilai rata-rata retensi garam kering (kg/m') dan penetrasi (%) dapat dilihat dalam Lampiran 1. Hubungan antara retensi dan penetrasi disajikan dalam Gambar 1, menunjukkan adanya keeratan (korelasi) yang nyata (R = 0,812). Jumlah jenis Vaya yang termasuk kelas keterawetan mudah dan sedang sebanyak 62 jenis atau 65,25 %. Jumlah itu hampir sama dengan jumlah jenis ka\Ti yang retensinya di atas 6,4 kg/m^ yang dipersyaratkan oleh American Wood Preserver's Association (1993), bagi kayu gergajian yang diawetkan dengan CCA, yaitu 61 jenis atau 64,21 %. Martawijaya dan Barly (1982) menyatakan bahwa penetrasi dan retensi bahan pengawet cendenuig menurun dengan kenaikan berat jenis. Artinya makin tinggi berat jenis kayix makin sukar ditembus oleh bahan pengawet sehingga retensinya rendah. Dari nilai penetrasi yang diperoleh selanjutnya dibuat klasifikasi keterawetan menurut Smith dan Tambl>'n (1970). Klasifikasi tersebut menggimakan kriteria nilai penetrasi (Tabel 1), Berdasarkan klasifikasi ini, dari 95 jenis kayu yang diuji diperoleh sebaran kelas keterawetan seperti dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi keterawetan kayu dan sebarannya Table 2. Class of timber treatability and its distribution
3
l-ll
32
1
Jumlati jenis [Total of species)
Kelas keterawetan (Treatability class)
2
ll-lll
27
II
Sebaran dalam persen [Distribution by percerttage), % 33,68 3,15 28,42 2,10
-
IV
32,63
31
III Jumlah (Total)
95
99,98
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa 65,25 % dari jumlah kayu yang diuji termasuk kelas keterawetan mudah sampai sedang, 34,73 % termasuk kelas sukar, dan tidak ada yang termasuk kelas sangat sukar.
Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 18 No. 2 (2000)
72
— — « •
•
•
•
•
0
5
10
R - + 0
15
20
25
30
Retensi (Retention), kg/m' Keterangan [Remarks): CCA = Copper - Chromate - Arsenate: R = koefisien korelasi (correlation coeff.)
Gambar I. Hubungan antara retensi dengan penetrasi hasil pengawetan 95 jenis kayu dengan bahan pengawet C C A pada proses sel penuh
Figure I.
IV.
Relation between retention and penetration resultingfrom the treatin 95 timber species with CCA preservative in the full cell process.
KESIMPULAN
1. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa 65,25 % dari jumlah kavu yang diuji keteravvetannya menggunakan proses penuh (full cell process) dengan bahan pengawet CCA (copper - chrome - arsenate termasuk kelas mudah sampai sedang (1 - I I ) , 34,73 % termasuk kelas sukar (III) dan tidak ada yang temiasuk kelas sangat sukar (IV). 2. Hubungan antara retensi dan penetrasi menunjukkan adanya keeratan (korelasi) yang nyata (R = 0,812). Artinya jenis kayu yang mudah diawetkan cenderung retensinya tinggi atau sebalikn>a jenis ka>'u >'ang sukar diawetkan cenderung retensinya rendah. 3. Jenis kayu yang memiliki kelas keterawetan yang sama dalam pelaksanaan pengawetannya dapat digabimgkan atau dapat menggunakan bagan pengawetan yang sama. Untuk jenis ka>ai yang termasuk kelas keterawetan mudah - sedang dengan menggunakan bagan pengawetan dalam percobaan ini sudah memenulii syarat atau standar A W P A bagi kayu gergajian yang diawetkan dengan CCA yaitu sebesar 6,4 kg/m'. 4. Bagi kayu yang termasuk kelas keterawetan sukar (III), untuk mencapai retensi 6.4 kg/m' perlu dicarikan pemecahannya antara lain dengan mengubah bagan pengawetan atau kayunya diberi perlakuan pendahuluan sebelum diawetkan atau mungkin dapat diawetkan dengan menggunakan proses sederhana seperti diftisi, rendaman dingin atau rendaman panas dingin.
Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 18 No. 2 (2000)
73
DAFTAR PUSTAKA American Wood Preserver's Association, 1993, Book of Standard. AWPA, Stevensville, Madison. Martawijaya, A. 1974. Problem of wood preservation in Indonesia. Keliutanan Indonesia Vol. 1. Jakarta. Martawijaya, A. and Barly. 1982. Resistance of Indonesian Timber to Impregnation with CCA. Preservative. Pengmnmnan No. 5. Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor. Smith, D.N.R. and N . Tamblyn. 1970. Proposed scheme for an International Standard Test for the Resistance of Timber to Impregnation with Preservative. Ministry of Teclmology. Forest Product Research Laboratory-. New Zealand. Steel, Robert G.D. and Torrie, James H. 1980. Principles and procedures of statistic. Alih bahasa Bambang Smnantri, 1989. Prinsip dan prosedur statistika, PT. Gramedia, Jakarta. Supriana, N . 1978. Treatability of fort\ Indonesia wood species. Lembaran Penelitian no. 13. Lembaga Penelitian Hasil Hutan Bogor.
74
Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 18 No. 2 (2000)
c
25 25 25 24 25 25 25 25 25 23 20 25 25 25 24 24 25 23 25 25 25 24 25 25 25
4
N
0,41 0,38 0,34 0,36 0,38 0,80 0,72 0,57 0,42 0,63 0,82 0,66 0,33 0,33 0,54 0,67 0,46 0,54 0,50 0,67 0,57 0,51 0,96 0,90 0,52
5 22,0 20,8 24,2 20,9 21,5 17,2 21,6 25,3 17,9 16,8 26,5 24,0 20,9 22,0 21,2 22,5 19,0 15,2 17,1 17,6 18,9 23,1 15,2 15,0 22,4
6 17,53 19,08 13,04 19,00 15,90 2,48 0,72 3,16 16,79 11,57 6,99 1,74 15,20 17,27 12,59 7,22 18,74 5,09 3,74 6,35 13,32 13,37 1,73 6,46 11,32
7
Retensi Berat jenis Kadar air [Specific [Moisture. [Retention), gravity) Content), % Kg/m^
') Perincian singkat isi campuran ada pada halaman terakhir {Ttie brief details of this appendix are on tha last pag^)
16. 17. 18. 19. 20.
13. 14. 15.
4. 5. 6. 7, 8. 9, 10. 11. 12.
3
Lokasi [Location)
Maluku Sulawesi Tengah Lampung Kalimantan Timur Alstor>ia scholaris R.Br. (K. susu) Irian Jaya Adenanthera microsperma T. et B. (Sembriens) Irian Jaya Aglaia eusideroxylon K. et V. (Sao) Irian Jaya Anisoptera marginata Korth. (Mersawa) Lampung Anthocephalus cadamba Miq. (Saif) Irian Jaya Blumeodenron subrotudifolium Men. (Perup'jk)Kalimantan Barat Bouea burmanica Griff. (Tulang) Kalimantan Timur Burckelta macropoda H.J.L. (Nyato) Maluku Cananga odorata Hook.F. et Tfi. (Andolia) Sulawesi Tengati (Wafut) Irian Jaya Canariurrf indicum L. (Bemeo) Irian Jaya Cariarium vulgare Leenh. (Kenari) Maluku Cahphyllum soulattri Burrn. F.(Bentar\gur) Sulawesi Tengah (ivlengkakal) Kalimantan Barat (Bintangur) Kalimantan Barat Celtis tatihtia Planofi. (Sehiega) Irian Jaya Chisocheton microcarpus K. et.V. (Serraka) Irian Jaya Cinr)amomum parthenoxylon Meissn. (Medang)Lampung Cotylelobium ftavum Pierre (Resak) Kalimantan Barat Cratoxylon arborescens Bl. (Gerunggang) Kalimantan Barat Kalimantan Barat
Agatliis sp. (Agathis) Ailar)thus maiabarica DC. (Kirontasi) Alstonia arigustiloba Miq. (Pulai)
2
1
1. 2 3.
Jenis Kayu [Timber species)
Ho.
Lampiran I. Kctcrawetan 95 Jenis Kayu Terhadap Impregnasi dcngan Bahan Pengawct CCA *^ Appendix I. Treatability of 95 Timber Species to Impregnation With CCA Preservative '>
99,4 100,0 97,4 100,0 100,0 74,1 20,2 29,9 100,0 73,0 95,9 38,4 90,5 99,9 100,0 80,0 38,5 46,8 41,5 61,9 100,0 97,7 36,1 76,7 99,8
8
X
99,4
J
67,2-1
U
100,0 60,8 15,9 21,3 21,3 67,1 88,3 33,8 83,2 99,5 100,0 67,9 30,2 39,7 32,4-1 56,1 100,0 93,9 31,0
100,0-r
II 1 1 III l-ll
1 II III
1 II III III 1 II II III l-ll
1 1 1
97,7 100,0 93,6-1
10
(Class)
Kelas
9
Penetrasi [Penetration), %
Dactylocladus stenostachys Oliv (Menlibu) Dipterocarpus caudiferus Merr. (Keruing daun) Dipterocarpus crinitus Dyer. (Keruing bulu) Dipterocarpus kunstleri King. (Keruing) Diospyros maaophylla Bl. (Maraula) Diospyros pilosanthera Blanco (Bulu item) (Kuntete) Durio oxieyanus Griff. (Lei bengung) Durio carinatus Mast. (Durian burung) Dillenia reticulata King (Simpur) Duabanga moluccana Bl. (Binuang laki) Dracontomelon mangifenjm Bl. (Dahu) (Senai) Dracontomelon dao Merr. Et Rolf (Kaili) Drypetes longifolia Pax. et Hoffm. Drypetessp (Suling, K.) Dryobalanops beccam Dyer. (Keladan) Dryobalanops fusca V.SI. (Empedu) Elaeocarpus spliaericus K. Schum (Hongmako) Euginia spp (Uwar) (Seriga) (K, merah/Gosale) Eucalyptus deglupta Bl. (Petola) Ficus pubinervis Bl. (Baa) Ganoptiyllum falcatum Bl. (Sihara) Gonystylus bancanus Kurz. (Ramin) Hapblobus celebicus H.J.L, (Enei) Hernandia ovigera Bl. (Foto) Hoirtalium foetidum Benth. (Petian) Wopea mengarawan Miq. (Nyerakat) Horsfieldia sylvestris Warb. (Bomsi) /n(s/a b/}uga 0. Ktze (Sekka) Intsia plembanica Miq (Besi, k) (Ipil)
21. 22. 23. 24 25 26.
39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49.
32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
27. 28. 29. 30. 31.
2
1
Kalimantan Barat Kalimantan Timur Kalimantan Timur Lampung Sulawesi Tengah Maluku Irian Jaya Kalimantan Timur Kalimantan Barat Kalimantan Timur Kalimantan Timur Lampung Irian Jaya Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah Maluku Kalimantan Barat Kalimantan Barat Irian Jaya Kalimantan Timur Irian Jaya Maluku Maluku Sulawesi Tengah Irian Jaya Kalimantan Barat Sulawesi Tengah Irian Jaya Irian Jaya Kalimantan Timur Irian Jaya Irian Jaya Maluku Kalimantan Timur
3 25 25 25 25 25 22 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 17 25 25 21 23 25 25 25 25 21 25 25 25 25 25 25 25 22
4
6 15,3 24,3 22,8 25,0 22,8 23,4 20,9 25,1 18,4 25,5 27,7 25,9 22,9 22,5 23,1 23,7 12,8 14,5 15,0 22,4 19,8 24,6 21,7 19,0 17,7 18,7 22,8 20,8 20,8 25,0 18,9 17,9 20,6 24,1
5 0,55 0,71 0,80 0,76 0,47 0,46 0,48 0,61 0,67 0,40 0,40 0,52 0,55 0,45 0,89 0,84 0,78 0,84 0,49 0,92 0,73 0,99 0,57 0,42 0,79 0,62 0,64 0,31 0,91 0,71 0,39 0,84 0,79 0,72
11,56 9,74 3,93 2,06 14,90 8,63 1,83 8,48 11,65 14,30 10,63 4,03 2,12 4,30 6,56 9,13 2,11 2,86 1,68 9,05 10,78 2,64 3,10 18,74 6,35 12,71 14,90 18,60 10,18 1,31 14,87 2,13 0,96 4,04
7 69,7 96,2 52,0 20,5 100,0 63,0 32,6 71,3 58,9 99,8 94,1 53,6 33,9 63,6 99,7 84,3 25,6 30,4 24,4 46,1 87,3 48,4 50,1 100,0 71,2 90,3 46,8 100,0 100,0 26,2 100,0 13,9 24,9 34,6
8 61,3 91,5 46,8 16,5 99,9 49,3-1 28,3-T 60,0 55,4 99,3 87,7 47,7-1 27,2-" 48,7 99,1 74,4 20,8 25,7 19.7 34,6-] 75,8 y 42,1 J 40,9 100,0 56,1 84,8 38,2 100,0 100,0 23,3 100,0 10,7 13,7-1 25,1 J
9
III 1 II II III 1 1 III 1 III III
III 1 II III III II ll-lll
II II 1 II III
II 1 III III 1 II
10
69. 70. 71. 72. 73. 74. 75 76.
64. 65. 66. 67. 68.
59. 60. 61. 62. 63.
51 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58.
50.
1
Pouteria duclitan Bachni. (Segue) Pouteria obovoida Bachni. (Sinariga) Prainea microcephala J.J.S. (Petuon) Pterocybium beccarii K. Schum. (Bimiek) Rerygota forbesii F. v. M. (Raja, k) (Gohimahou) Pterospermum celebicum Miq. (Wayu) Querqus sp. (Pelele) Schima wallichii Korth. (Pemangkit) Shorea koordersii Brandis (Dama-dama) Shorea laevis Ridl. (Bangkirai) Shorea ovalis Bl. (Lempung rusa) Shorea smithiana Sym. (Merembung) Shores parvifolia Dyer (Lempung nasi)
Koordersiodendron pinnatum Merr. (Siuri) (Bugis) (Kelembing) (Kerbei) Koompassia exelsa Taub. (Men^geris) Mallotus blumeanus Muel. Arg. (Perupuk) Melanorrhoea wallicnii Hook. f. (Reangas) Melanorrhoea sp. (Rengas burung) Mezzetia paviflora Becc. (Pisang-pisang) Myristica subalulata Miq. (Bawiah) Ochrosia ficifolia Mgf. (Assaka) Octomeles sumatrana Miq. (Pulaka) (Wenuang) (Starka) Palaquium obtusifolium Burck. (Mantu) Palaquium obovatum Engl. (Kune) Palaquium gutta Bail. (Nyatoh) Parinari corymbosa Miq. (Kalaka) Pometia pinnata Forst. (Matoa)
2
Sulawesi Tengah Maluku Kalimantan Timur Irian Jaya Kalimantan Timur j Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Timur Kalimantan Barat Irian Jaya Irian Jaya Maluku Sulawesi Tengah Irian Jaya Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Maluku Irian Jaya Irian Jaya Irian Jaya Inan Jaya Inan Jaya Irian Jaya Maluku Sulawesi Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur
3 25 25 25 25 25 24 25 12 25 25 25 25 25 25 25 25 25 21 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 16 25 25 25 7 19
4
0,54 0,39 0,75 0,75 0,44 0,76 0,62 0,50 0,99 0,51 0,46 0,45
0,83 0,46 0,66 0,60 0,61 0,37 0,57 0,35 0,27 0,35 0,67 0,56 0,53 0,96 0,53 0,77
0,63 0,80
5
7 2,33 4,82 3,19 0,90 2,92 15,88 5,29 1,53 11,79 16,81 14,90 17,00 10,43 7,01 7,97 4,27 8,06 8.86 1,65 2,19 16,10 14,66 27,55 17,34 13,90 15,23 4,07 0.90 13,33 5,70 0,74 6,64 4,82 15,00
6 20,9 21,1 23,5 19,6 21,8 24,1 18,8 23,5 16,1 20,0 18,7 22,7 22,4 18,2 22,3 22,3 25,9 21,9 16,7 27,0 20,9 21,6 19,6 19,2 18,9 21,3 20,9 23,7 25,8 18,8 19,0 26.6 22,5 25,1
38,7 51,7 42,6 33,3 17.3 79,0 33,5 19,9 83,2 100,0 100,0 97,3 90,9 100,0 66,2 57.8 80.6 95,5 37.4 32,3 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 86.0 40,2 95,6 65,3 22,5 53,5 54,6 96,5
8
•
100.0 52.3 44,2 67,6 90,2 34,3-1 24,8 J " 100,0 100,0 100,0 100,0 100.0-1 100.0-T 67,0 32,3 90,0 57,1 19,8 44,9 47,8 92,4
J
33,4^ 42,4 >• 36,5 28,0-' 13,0 70,2 29,1 16.7 76.9 100.0 100,0 93,7^ 83.0
9
1
II II III III III
II III
1 1 1 1 1
III II 1 III
II
III III II 1 1 l-ll
III II
III
10
2
= Lower confidence limit at.0,05 level {batas bawah keterandalan pada tarafO,05)
= Lokasi contoh kayu {Original location of wood samples)
1)
0,32 0,68
0,43 0,52 0,50 0,64 0,64 0,45 0,63 0,65 0,60 0,37 0,33 0,39 0,66 0,46 0,64 0,39 0,75 0,75
5
7-tsx
25 25 25 25 25 25 25 22 19 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
4
= Mean value (n//a/73(a-r3(a)
Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Barat Lampung Maluku Kalimantan Timur Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Irian Jaya Irian Jaya Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Kalimantan Timur Lampung Maluku Maluku Irian Jaya Irian Jaya Irian Jaya
3
X
= Copper-chrome-arsenate
Shorea johorensis Foxw. (Kenuar) Shorea leprosula Miq. (Lempung nasi) Shorea leptoclados Sym. (Mengkabang) Shorea uligmosa Foxw Shorea pachyphylla Ridl. (Mabang) Shorea parvifolia Dyer (Meranli) Shorea sp (Meranti putih) Scaphium rr)acropodum J.B. (Merasam) Sindora leicarpa De Wit,(Anggi) Spondias cytherea Sonn (Kedondong) (Suiet) Sterculia macrophylla Vent (Sehiye) ram;e(a javanica Bl (Melapisan) (Pelipe) Termenilia belerica Roxb. (Ketapang) Termmalia copelandii Elm. (Ketapang) Terminalia sp (Ketapang) Terminalia microcarpa Dence (Musim) Terminalia rubiginosa K. Schum (Angles) Terminalia nudiflora R.Br. (Setey) Xanthophyllum excelsum Miq, (Seyam)
Keterangan {Remarks) CCA
89. 90 91. 92. 93 94 95.
87 88
77 78. 79. 80 81 82 83. 84 85 86
1 23,0 23,7 25,4 15,7 19,3 24,0 23,6 24,8 19,9 20,3 20,0 21,1 18,7 19,4 24,2 23,5 21.5 23,3 20,8 21,5 20,6
6 5,74 0,90 1,70 2,36 8,04 10,11 6,46 12,28 9,89 16,86 17,90 16,64 3,96 4,33 14,66 6,05 11,37 15,53 9,86 17,50 10,18
7 62,4 15,8 26,9 25,8 73,9 83,5 95,4 57,8 59,9 99,5 100,0 98,8 34,2 80,8 97,4 56,2 99,0 100,0 100,0 100,0 62,0
8
29,2-1 69,0-' 93,4 44,6 97,5 100,0 100,0 100,0 46,8
93,6
55,5 13,6 25,0 24,1 67,3 83,0 89,7 48,6 51,8 98,1-1 100,0J
9
1 1 II
III 1 1
1
1 ll-lll
II III III III II II II III II 1
10