KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KUTA : STUDY TENTANG STRATEGI ETNIS TIONGHOA DALAM MENCIPTAKAN KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KUTA 1969-2014
Oleh: Ni Made Anggi Septiarana (1301505002)
JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya karya tulis yang berjudul “Ketahanan Sosial Budaya Masyarakat Kuta : Study Tentang Strategi Etnis Tionghoa Dalam Menciptakan Ketahanan Sosial Budaya Masyarakat Kuta 1969-2014” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moral maupun material sehingga karya tulis ini dapat tersusun dengan baik, terutama kepada dosen pembimbing penulis yaitu, Dr. Nyoman Wijaya, M.Hum. yang selalu membimbing dan mengoreksi semua yang dilakukan penulis sehingga terwujudlah sebuah karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa apa yang telah dipaparkan pada karya tulis ini masih jauh dari tingkat sempurna baik menyangkut isi, teknis, maupun bahasa. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan karya tulis ini. Walaupun banyaknya kekurangan itu, penilaian sepenuhnya diserahkan kepada para pembaca. Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat sehingga dapat disimak dalam bentuk bahan bacaan.
Denpasar, 4 Juni 2015
I
Ni Made Anggi Septiarana
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR ………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. ii
RINGKASAN ……………………………………………………………………. iii
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. 1.2.
1.3.
Tujuan Penulisan …………………………………………… 5
Manfaat Penulisan ……………………………………... 6
1.6
Metodologi sejarah ………………………………….. 9
1.7
1.8
1.9
Tinjauan Pustaka …………………………………….. 7
Kerangka Teoritis……………………………………. 11
Kerangka Konseptual ………………………........... 13 Metode penelitian dan sumber………………... 15
GAMBARAN UMUM 2.1.
BAB III
Pertanyaan Penelitian ……………………………........... 5
1.4.
1.5
BAB II
Latar Belakang Masalah ………………………………… 1
2.2
Gambaran Geografis Wilayah Kuta ………………… 19
Gambaran Umum Masyarakat Tionghoa di Kuta
………………………………………………………………………. 20
PERBEDAAN KEBERTAHANAN ETNIS TIONGHOA DI KUTA SEBELUM DAN SESUDAH TAHUN 1969 3.1.
BERTAHANNYA ETNIS TIONGHOA DI KUTA 19501969
3.1.1 Dikeluarkannya peraturan pertama pemerintah tahun 1959 ……………………………………………………….... 25
3.1.2 Kerjasama Antara Pemerintah Indonesia Dengan Pemerintah Cina …………………………………………………. 26
II
3.2
BERTAHANNYA
ETNIS
TAHUN 2000-2014
TIONGHOA
DI
KUTA
3.2.1 Kebijakan Dalam Bidang Agama ………………….. 27
BAB IV
ETNIS TIONGHOA MASIH TETAP BERTAHAN UNTUK TINGGAL DI KUTA 4.1. ETNIS TIONGHOA MASIH TETAP BERTAHAN UNTUK TINGGAL DI KUTA
4.1.1 Sistem Kepercayaan ………………………………...... 29
4.1.2 Sistem kekerabatan ……………………………………. 30
4.1.3 Sistem ekonomi yang kuat …………………………. 31
BAB V
INTERAKSI YANG TERJALIN ANTARA ORANG TIONGHOA DENGAN ORANG BALI LOCAL DI KUTA 5.1
WUJUD INTERAKSI YANG TERJALIN ANTARA ORANG TIONGHOA DENGAN ORANG BALI LOCAL DI KUTA
5.1.1 Interaksi dalam bidang keagamaan ……………… 35 BAB VI
5.1.2 Interaksi dalam bidang kesenian …………………. 36
PENUTUP 6.1
Kesimpulan ……………………………………………………. 38
DAFTAR PUSTAKA …......………………………………………………...... 39
LAMPIRAN
……………………………………………………………….. 42
III
Ringkasan Interaksi merupakan salah satu yang terpenting didalam kehidupan individu. Tanpa adanya interaksi kehidupan tidak akan harmonis bahkan memicu konflik sosial. Interaksi yang terjalin selama berpuluh-puluh tahun lamanya antara etnis tionghoa dengan masyarakat lokal bali di kuta mengakibatkan terjadinya akulkturasi kebudayaan.
Awal kedatangan etnis tionghoa yaitu sebagai pedagang, menyebar ke suluruh wilayah yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah Bali. Wilayah kuta merupakan salah satu wilayah pelabuhan yang dalam sejarah banyak di masuki oleh kapal-kapal asing. Arus perdagangan yang bebas mengakibatkan banyak masuknya etnis cina pelarian yang berdagang di kuta. Awal kebertahanan etnis tionghoa di kuta yang tidak bertahan lama oleh karena goncangan yang berasal dari dalam Negara saat itu mengakibatkan berkurangnya etnis tionghoa di indoensia. Khususnya di bali kebertahanan etnis tionghoa awal tahun 1959 mulai menurun dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah yang melarang selain orang pribumi untuk tinggal di Indonesia.
Namun awal tahun 1999 oleh karena adanya ketetapan oleh presiden yang mencabut peraturan pemerintah yang melarang komunisme untuk tinggal di Indonesia memberikan nafas baru bagi etnis cina yang saat itu memilih menjadi warga Negara Indonesia. Di bali khususnya di wilayah kuta yang terkenal banyak etnis tionghoa menjadi bagian desa pekraman.
Dibangunnya banjar dharma semadi sebagai wadah sosial untuk masyarakat etnis tionghoa dikuta awal pembangunananya yaitu tahun 1970. IV
Kebertahanan etnis tionghoa di kuta saat ini tidak lepas dari adanya pengaruh dari dalam, yaitu faktor kekerabatan, faktor ekonomi dan faktor keagamaan. Selain dari interaksi yang terjalin dalam bentuk sosial dan budaya serta kesenian menyebabkan hubungan ini seakan tidak akan pernah lekang oleh waktu. Kata kunci : interaksi sosial sosial , kebertahanan, monoritas.
V
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi dengan umat beragama lain adalah sesuatu yang tidak dapat di hindari, demikian halnya yang terjadi di kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Masyarakat Kuta dapat dikatakan bersifat Plural, terutama di era globalisasi sekarang ini. dikatakan demikian karena masyarakat kuta saat ini senantiasa masih terlihat berinteraksi dengan komunitas atau etnis lain. Penelitian ini menyoroti kebertahanan masyarakat Tionghoa dalam interaksinya dengan masyarakat bali local di kuta.
Sebagian besar masyarakat tionghoa menganut kepercayaan Buddha. Agama Budha telah memperlihatkan tingkat toleransi dan keluesan yang luar biasa dalam sejarah penyebarannya. Tidak seperti penyebaran agama-agama lain, penyebaran agama budha di capai lebih melalui penyebaran gagasan dari pada migrasi orang. Arnold Toynbee yakin bahwa konteks Hindu yang di dalamnya agama Budha muncul sekurang-kurang ikut menyebabkan adanya (toleransi kaum budha). Toynbee memuji toleransi kaum hindu dan kaum budha ini sebagai prototip dari sikap keagamaan yang diperlukan untuk perdamaian dalam dunia yang pluralistic seperti dewasa ini. 1
Sekalipun Kawasan lainnya yaitu kuta selatan yang merupakan daerah pariwisata tidak mampu untuk menggeser kehidupan masyarakat tionghoa saat ini Dengan berkembangnya perekonomian di kuta. Sebagian besar masyarakat tionghoa bekerja di kuta saat ini seperti membuka usaha ketering, bekerja di hotel dan beberapa usaha lainnya. Beberapa bentuk system perdagangan ini merupakan salah satu sifat yang di wariskan oleh para leluhur mereka. Dan
Harold Coward, Pluralisme tantangan agama-agama (Kanisius : Yogyakarta, 1989), p. 147-148 1
2
adanya system kepercayaan yang kuat membuat masyarakat tionghoa untuk tetap bertahan di kuta.
Suatu bentuk kepercayaan masyarakat Buddha yaitu Fengshui merupakan alat bantu untuk dapat membuat keputusan yang memiliki argumentasi pembenaran yang mendekati pasti, dalam lingkungan kehidupan nyata yang hanya terdiri dari variable ketidak pastian. Dalam hal ini feng-shui merupakan suatu kepercayaan kuno yang digunakan dan dipercaya oleh orang Tionghoa dalam menentukan arah pembangunan dalam hal ini terkait dengan pola arsitektur rumah. Namun kepercayaan feng-shui ini menjadi salah satu alasan utama orang tionghoa masih bertahan di suatu daerah. Karena orang tionghoa percaya jika leluhurnya telah menentukan tempat untuk mereka hidup dan berkembang dan membawa keberuntungan bagi mereka semua. 2
Selain kepercayaan tersebut beberapa bentuk komunikasi yang terjalin harmonis dengan masyarakat bali local juga sangat berpengaruh. Menurut buku karangan Alo Liliweri, Komunikasi dan Kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pusat kebertahanan suatu kebudayaan di wilayah tertentu terletak pada langkah dan cara manusia berkomunikasi melintasi komunitas manusia atau kelompok sosial. Pelintasan komunikasi itu menggunakan kode-kode pesan, baik secara verbal maupun nonverbal, yang secara alamiah selalu digunakan dalam semua konteks interaksi. Dengan demikian, komunikasi lintas budaya sangat penting artinya dalam meningkatkan pemahaman makna kebudayaan masing-masing daerah untuk meningkatkan kebertahanan suatu kebudayaan yang hidup dan berkembang di suatu wilayah di Indonesia. 3 Sugiri Kustedja, Antariksa Sudikno., et. al. Feng-shui : Elemen Budaya Tionghoa Tradisional (Melintas : Yogyakarta, 2012), p. 61-89 2
3
Alo Liliweri. Prasangka dan konflik : komunikasi lintas budaya masyarakat multicultural (LKiS : Yogyakarta, 2005), p. 62-67
3
Sesuai dengan adanya pemekaran wilayah Kuta menjadi beberapa lingkungan. Pemekaran ini tentu berdasarkan dari segi jumlah penduduk, luas wilayah serta sarana dan prasarana yang ada di Kuta. Pemekaran yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan pariwisata di kuta. Kaitannya dengan tionghoa yang sudah lama tinggal di kuta yang sebelumnya ada di setiap lingkungan desa kuta, hingga akhirnya di lakukan pemekaran lingkungan oleh kelurahan memutuskan masyarakat tionghoa untuk di tempatkan di satu lingkungan banjar yang ada di kuta. Keputusan yang di keluarkan oleh kelurahan kuta ini merupakan salah satu upaya untuk dapat mengumpulkan masyarakat Tionghoa yang tinggal menyebar di setiap lingkungan desa di kuta dan . Akhirnya pada saat acara kuta carnival yaitu pada tahun 2007 diresmikannya banjar dharma semadi sebagai salah satu banjar yang masuk di dalam lingkungan desa adat kuta. Salah satu bukti perkembangan agama budha di kuta yaitu adanya suatu bangunan vihara dharmayana, keberadaan vihara dharmayana sebagai vihara orang cina atau Tionghoa dapat dijadikan bukti sejarah bahwa daerah kuta yang mayoritas beragama Hindu mampu disentuh oleh agama budha. Ajaran atau aliran budha di vihara dharamayana yang menganut aliran dharamayana. Interaksi tidak hanya terbatas pada suatu ikatan ekonomi dan sosial, namun interaksi menyangkut berbagai aspek kerukunan umat manusia seperti agama, suku bangsa dan adat istiadat. Budha lahir dalam sebuah masyarakat Hindu, budha hidup pada masa agama hindu yang ditandai oleh pluralisme filsafat dan praktek keagamaan.
Bentuk interaksi organisasi yang sudah lama terbentuk dalam etnis tionghoa yang saat ini ada di kuta, yang ditunjukkan dalam kegiatan desa pakraman yang khususnya menangani di bidang adat dan agama. Tindakan ini merupakan salah satu bentuk kontribusi orang tionghoa terhadap desa pakraman tidak lepas dari upaya mereka untuk mempertahankan identitas mereka yang berbasis symbol keagamaan berupa tempat ibadah dan pemakaman mereka yang ada di wilayah desa pakraman. Banjar dharma semadi
4
merupakan sebuah banjar yang dibangun sebagai bentuk upaya pelestarian tradisi leluhur mereka sebagai mana mereka telah memakai kebersamaan mereka dalam desa pakraman sehingga karakteristik dan acuannya menjadi stabil. Orang tionghoa dalam hal ini bukan hanya mereka yang telah tercatat menjadi warga desa pakraman, melainkan juga mereka yang juga tidak menjadi anggota desa pakraman.
Interaksi lainnya yaitu terlihat saat adanya upacaraupacara keagamaan umat hindu begitu pula sebaliknya dilakukan oleh umat hindu untuk orang-orang tionghoa yang tercermin saat adanya upacara keagamaan. Interaksi ini akan terus terjalin harmonis jika kedua bentuk kebudayaan yang berbeda ini bisa saling duduk berdampingan tanpa adanya unsur saling mendominasi yang dapat menimbulkan kehancuran. Konflik dan integrasi merupakan dua hal yang esensial dalam kehidupan manusia, terlebih-lebih dalam masyarakat yang plural. Oleh sebab itu acuan motifasi orang tionghoa dan orang bali di atur oleh awig-awig (peraturan) desa pakraman.
Berdasarkan data maupun pengamatan peneliti maka tampak bahwa sekalipun adanya peluang untuk tinggal di tempat lain namun kebertahanan masyarakat tionghoa masih tetap terjaga dengan orang bali local lainnya . Namun yang menjadi penekanan disini yaitu adanya bentuk system kepercayaan dan kekerabatan yang terkait dengan upaya kebertahanan orang tionghoa dengan orang bali local di kuta. Adanya upaya-upaya atau bentuk interaksi yang dapat dilihat akibat adanya akulturasi di antara dua kebudayaan tersebut dan terbentuknya banjar dharma semadi sebagai bentuk untuk memaknai kebersamaan mereka dalam desa pakraman.
5
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diangkat sebuah rumusan permasalaha yakni, adanya korelasi sebab akibat antara kuatnya hubungan sistem kepercayaan dan system kekerabatan yang baik menyebabkan masyarakat Tionghoa bertahan di Kuta. Oleh karena itu formulasi permasalah tersebut di atas dijabarkan melalui 3 buah pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana perbedaan kebertahanan etnis tionghoa di Kuta sebelum dan sesudah tahun 1969 ? 2. Mengapa Etnis tionghoa masih tetap bertahan untuk tinggal di Kuta?
3. Apakah wujud interaksi yang terjalin antara orang Tionghoa dengan orang Bali local di Kuta saat ini? 1.3 Tujuan Penelitian Pemikir Yahudi Amerika modern yaitu Jacob Agus mengartikan pluralisme sebagai pemahaman akan kesatuan dan perbedaan yaitu kesadaran mengenai suatu ikatan kesatuan dalam arti tertentu bersama-sama dengan kesadaran akan keterpisahan dan perpecahan kategori. Keunikan setiap agama memberikan kesaksian tentang keanekaragaman tanggapan yang mungkin terhadap Yang Kuasa. Keanekaragaman di anggap bernilai karena memperkuat seluruh komunitas rohani yang pluralistic. Oleh sebab itu suatu yang dianggap memperkuat akan menjadikan suatu agama bertahan di suatu wilayah yang dianggapnya memiliki suatu kekuatan atau keberuntungan. Inilah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tionghoa yang ada di Kuta saat ini. kebertahanan mereka membawa penelitian ini untuk menguak suatu peristiwa sejarah budaya yang perlu untuk di lestarikan. Oleh sebab itu atas dasar pemahaman diatas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
6
1.3.1. Mengetahui alasan orang tionghoa masih tetap bertahan untuk tinggal di Kuta 1.3.2. Mengetahui wujud integrasi kebudayaan masyarakat tionghoa di Kuta 1.3.3. Mengetahui wujud interaksi yang terjalin antara orang Tionghoa dengan orang Bali local di Kuta saat ini 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1. Secara akademis menambah substansi sejarah local khususnya sejarah kebudayaan
1.4.2.Memberikan sumbangan kepada para sejarawan mengenai tulisan sejarah yang menggunakan pendekatan ilmu budaya dalam penulisan sejarah kebudayaan
1.4.3. Membuktikan penggunaaan pendekatan ilmu budaya mampu membuka lebih jauh tema-tema sejarah kebudayaan yang masih tersembunyi di masyarakat
7
1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan beberapa sumber pustaka yaitu pertama dalam buku Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia : sebuah bunga rampai, 1965-2008 yang ditulis oleh Leo Suryadinata, dalam buku tersebut Leo menjelaskan Keragaman multietnis di Indonesia yang adalah aset kekayaan bangsa Indonesia. Salah satunya Etnis Tinghoa adalah salah satu ras yang menghiasi keberagaman etnis di Indonesia. Selai itu dalam buku ini juga menjelaskan Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesiamenyajikan potret dinamika kehidupan orang Tionghoa dari awal abad ke-20 di Indonesia.
Disamping menyajikan dinamika kehidupan kaum Tionghoa di Indonesia, buku ini juga memaparkan pendapat penulisnya mengenai kemerdekaan Indonesia. Lahirnya bangsa Indonesia merupakan suatu kebetulan sejarah, yakni akibat dari penjajahan Belanda dan pergerakan nasional merupakan buah dari hasil didikan Belanda pada pemuda-pemuda Indonesia. Ciri khas pergerakan itu terbagi menjadi bersifat sekuler (duniawi) dan juga bersifat Islam.
Kedua, di dalam buku Negara Dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia yang dikarang oleh Leo Suryadinata Buku ini menjelaskan mengenai masalah etnis Tionghoa yang ada di Indonesia dan perkembangannya dari Jaman kolonialisme sampai dengan era reformasi. Buku ini menggambarkan tentang perjalanan etnis Tionghoa dari segi ekonomi, politik dan kebudayaan dalam konsep nasional.
Dalam buku ini juga membahas tentang etnis Tionghoa di Asia Tenggara, yang mengkaji berbagai Konsep nation atau bangsa yang dianut Negara serta kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Dalam hal ini, bisa dilihat bahwa banyak Negara memiliki Konsep bangsa yang sempit, sering menimbulkan masalah terhadap etnis Tionghoa. Terbaur atau tidaknya etnis Tionghoa di Asia Tenggara
8
sebagian tergantung pada Konsep bangsa yang dianut oleh Negara tersebut
Ketiga, di dalam buku Integrasi Budaya Tionghoa ke Dalam Budaya Bali dan Indonesia (Sebuah Bunga Rampai) yang di karang oleh Tim penulis Perpustakaan Nasional RI Katalog Dalam Terbitan (KDT), bahwa dalam buku ini Terbentuknya kelompok multikultural di Bali tidak dapat dilepaskan dari adanya migrasi kelompok pendatang yang berasal dari berbagai daerah. Tantangan terbesar untuk menciptakan masyarakat multikultural yang harmonis memerlukan upaya keras, kesulitan yang paling besar adalah menciptakan harmonisasi masyarakat multikultural di daerah seperti Kota.
Warga kota cenderung memiliki sifat individualisme dan sukar menjalin komunikasi. Hal ini hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat pemberdayaan kelompokkelompok adat untuk ikut membantu terciptanya sebuah ruang komunikasi, sehingga para pendatang akan memahami bagaimana budaya Bali dan bagaimana masyarakat Bali selama ini hidup. Pembangunan berkebudayaan juga menghendaki terciptanya masyarakat multikultural yang harmonis antara masyarakat Bali dengan kaum pendatang . kaum pendatang tersebut salah satunya Komunitas Tionghoa yang ada di bali Keempat, di dalam buku Dari Tatapan Mata Ke Pelaminan Sampai di Desa Pakraman yang di karang oleh Ni Luh Sutjiati Beratha, I Wayan Ardika dan I Nyoman Dhana menjelaskan bagaimana Keberadaan orang Cina di Bali ternyata tidak mengalami pertentangan. Hubungan orang Cina dan orang Bali cukup harmonis. Terlebih lagi, ada banyak pasangan dari kedua etnis ini yang akhirnya menikah. Perkawinan antar etnis ini bukan sesuatu yang mudah, karena pada dasarnya masing-masing etnis telah menetapkan aturan untuk memilih pasangan dari etnis yang sama. Namun, pasangan-pasangan ini mampu menjalani perkawinan antar etnis dengan mencapai integrasi sosial yang kuat di Desa Pakraman. Namun,
9
sayang judul buku yang baik tidak sejalan dengan penataan sampul dan isi bukunya. Sampul buku yang didominasi warna merah dan gambar Klenteng memang mencirikan orang Cina sebagai salah satu informan. Namun, tampilan kedua orang dalam buku ini tidak akan cukup mencerminkan adanya hubungan orang Bali dan orang Cina.
Kelima, di dalam buku Pluralisme tantangan bagi agama-agama, karangan Harold Coward bahwa agamaagama di dunia saling bertemu dan jika suatu agama menolak keberadaan masyarakat yang pluralism aka telah menghukum diri masuk ke dalam isolasi yang kecil sebab dengan adanya masyarakat yang manusiawi dengan menyeluruh maka di tuntut pula adanya pluralitas tingkat pemikiran, pilihan etika, kreativitas budaya dan perseptif agama. Dari sejumlah bahan pustaka tersebut di atas, maka pada penulisan penelitian ini akan dibahas mengenai kepercayaan Tionghoa yang berpengaruh kepada kebertahanan dengan masyarakat local di kuta dan adanya bentuk komunikasi lintas budaya yang baik menyebabkan terciptanya interaksi yang baik. 1.6 Metodologi sejarah Metodologi sejarah yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi sejarah Lisan. Hal terpenting dari sejarah lisan adalah untuk mencari informasi-informasi yang luput atau lolos dari sumber tertulis. Banyak pembicaraan yang tidak terekam dalam sumber tertulis. Thompson memulai bukunya dengan mengkaitkan sejarah dengan masyarakat, dan kaitan sejarah lisan dalam mendorong proses pembentukan sejarah yang tidak terbatas pada peristiwa dan tokoh besar. Sejarah lisan adalah sejarah pertama sebelum tulisan ditemukan. Kenyataan historis menujukkan masih banyak masyarakat yang menyimpan informasi tentang peristiwa sejarah
10
dalam ingatan. Oleh sebab itu untuk menutupi kekurangan dokumen tertulis yang tidak mengarsipkan keseluruhan kejadian, dibutuhkan sumber lisan yang tersimpan dalam memori manusia. 4
Perkembangan teknologi sangat menunjang terhadap perkembangan sejarah lisan. Penemuan teknologi tersebut seperti ditemukannya alat perekam (phonograph) pada tahun 1877. Perkembangan alat perekam pada tahun 1960, dengan ditemukannya tape recorder, semakin memudahkan untuk menyimpan data atau sumber lisan. 5 Sejarah lisan tidak didapatkan tetapi dicari dengan kesengajaan melalui teknik wawancara. Sebagai sebuah metode terhadap pengumpulan dokumen sejarah lisan sudah lama dilakukan. Ada beberapa hal atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan penelitian sejarah lisan sebagai metode.
Perencanaan wawancara yang baik akan menghasilkan pengumpulan sumber lisan yang sangat baik. Oleh sebab itu, perencanaan wawancara harus benar-benar diperhatikan oleh orang-orang yang akan melaksanakan wawancara lisan. Langkah pertama dalam perencanaan adalah menetapkan orang yang akan kita wawancarai. Agar wawancara itu berjalan dengan lancar sebaiknya sebelum wawancara mempelajari latar belakang dari orang tersebut. Selain itu seorang pewancara harus menguasai materi yang akan ditanyakan. Untuk menguasai materi yang akan ditanyakan, sebaiknya pewancara terlebih dahulu membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan materi pembicaraan. Kedua, sebelum kita melakukan wawancara langsung, sebaiknya orang yang akan kita wawancarai dihubungi terlebih dahulu dan mengadakan perjanjian kapan wawancara itu dilakukan. Langkah ketiga ialah menetapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan kita 4
Paul Thompson, Suara Dari Masa Silam: Teori dan metode sejarah lisan (Ombak : Yogyakarta, 2012), p. 1-24 5
Ibid., hal. 25-84
11
tanyakan dan yang terakhir Menyiapkan alat perekam atau tape recorder.
Pelaksanaan wawancara, dalam melaksanakan wawancara sebaiknya pewawancara mampu menciptakan situasi yang kondusif. Wawancara yang dilakukan bukanlah suatu dialog. Dalam dialog biasanya terjadi interpretasi terhadap fakta, baik yang dilakukan oleh pewancara maupun informan. Hal yang harus diperhatikan dalam wawancara adalah mendapatkan kisah pengalaman dari orang yang sedang diwawancarai. Pewancara berbicara hanya sebatas mengarahkan pertanyaan yang diajukan kepada informan. Jangan sampai pewancara banyak berbicara dan menggurui informan. Dalam rekaman sebaiknya suara yang banyak terekam adalah suara informan, bukan pewancara. Apabila suara informan banyak terekam, maka akan memberikan fakta sejarah yang cukup banyak.
Orang yang diwawancarai, Orang yang kita wawancarai seharusnya orang yang langsung menyaksikan peristiwa yang diteliti. Hal ini perlu dilakukan agar informasi yang diberikan lebih akurat. Banyak orang yang di wawancarai akan tergantung pada kebutuhan informasi yang di perlukan, bisa individu maupun kelompok. Jika menulis sebuah peristiwa mewawancari orang yang lebih banyak. Serta Materi Wawancara sangat penting dalam sebelum wawancara di mulai .Tema penelitian menjadi hal penting dalam menetapkan materi yang akan kita tanyakan kepada informan. Oleh sebab itu, materi harus disesuaikan dengan informan, artinya informan yang kita cari adalah orang yang mengetahui materi yang akan kita tanyakan.
1.7 Kerangka Teoritis Adapun teori-teori yang digunakan adalah Fungsional Structural Talcott Parson. Fungsional Structural Parson merupakan fase kedua dalam perkembangan intelektualnya. Struktur dalam pandangan Parson bersifat
12
fungsional. Teori ini ada hubungannnya dengan proses integrasi yang terjadi di antara dua kebudayaan yang berbeda.
Hal inilah yang dijelaskan pada teori Agil (adaptation, goal attainment, integration, laten pattern maintenance) yang meliputi system budaya yaitu melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan actor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak ,system sosial yaitu menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya, system kepribadian yaitu melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan system dam mobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya, dan system organisasi yaitu system tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan megubah lingkungan eksternal. Dalam penelitian ini menggunakan teori adaptasi Tacott Parson, yang dalam hal ini fungsi dari adaptasi adalah menanggulangi situasi ekternal yang gawat. Sistem harus menyelesaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. 6 Adanya masalah interaksi sosial antara etnis tionghoa dengan masyarakat lokal Bali. Etnis tionghoa sebagai minoritas memiliki hubungan interaksi yang baik dengan masyarakat bali lokal yang ada di kuta. Di bentuknya banjar dharma semadhi sebagai wadah sosial masyarakat di kuta saat ini. kegiatan banjar dharma semadhi akan selalu turut serta dalam aktivitas di kuta. Khususnya turus serta dalam aktivitas keagamaan. Berikut ini beberapa teori yang berhubungan dengan proses interaksi sosial, diantaranya teori orang asing, teori dominasi dan sub-ordinasi. Untuk menjelaskan proses interaksi sosial yang berjalan dan juga mengetahui sejumlah nama perubahan-perubahan sosial yang terjadi.
George Ritzer, Douglas J. Goodman. Teori sosiologi modern (KENCANA Prenada media group: Jakarta, 2004), p. 124 6
13
Menurut G. Simmel, tentang pengertian orang asing dalam sosiologi tidak hanya di artikan sebagai orang yang mengembara, bebas datang dan pergi dari satu tempat ketempat lainnya. Akan tetapi di pandang dari dua segi, yaitu pertama berkaitan dengan tempat dan kondisi. Kedua, berkaitan dengan symbol atau makna dari hubungan-hubungan yang terjadi Perubahan-perubahan sosial-budaya dan konflik sosial merupakan kosekuensi dari interaksi sosial. G.W. Skinner yang menyatakan sebagian besar suku-suku bangsa di Indonesia bersifat riggrid dan tertutup, sedangkan di sisi lain migran Tionghoa merupakan orang lain yang tidak dapat dimasukan dalam pribumi. 7 1.8 Kerangka konseptual Konsep awal yang perlu di pahami adalah interaksi Menurut Shaw, Interaksi ialah suatu pertukaran antarpribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka dan masing-masing perilaku memengaruhi satu sama lain. Shaw mengumukan bentuk-bentuk interaksi sebagai berikut.Interaksi verbal merupakan salah satu bentuk interaksi yang terjadi apabila dua orang atau lebih melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi. Proses tersebut terjadi dalam bentuk percakapan satu sama lain. Interaksi emosional adalah salah satu bentuk interaksi yang terjadi jika individu melakukan kontak satu sama lain dengan melakukan curahan perasaan. 8 7
Alex Dinuth,langkah-langkah strategi penanganan pembaruan etnik cina (WNI) di Indonesia (CSIS : Jakarta,1988), p.48 Mohammad Ali, Mohammad Asrori, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Dididik), PT Bumi Aksara, Jakarta, 2010. 8
14
Homans mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya. Sementara menurut Thibaut dan Kelley mengemukakan pengertian interaksi, Interaksi adalah suatu peristiwa saling memengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, yang kemudian mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi, tindakan setiap orang bertujuan untuk memengaruhi individu lain terjadi dalam setiap kasus interaksi. Jadi dapat disimpulkan Bahwa interaksi adalah hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam proses interaksi tidak saja terjadi hubungan antara pihak-pihak yang terlibat, melainkan terjadi saling memengaruhi satu sama lainnya.
Selain konsep interaksi, perlu juga di berikan penjelasan akulturasi. Oleh sebab akulturasi merupakan bentuk dari interaksi sosial bersifat asosiatif yang akan mengarah pada bentuk penyatuan. Menurut Koentjaraningrat Akulturasi adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur - unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur - unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa
15
menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan itu sendiri. 9
Maka akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak menghilangkan kepribadian atau sifat kebudayaan aslinya. Akulturasi dapat menimbulkan dua efek, yang pertama yaitu efek yang dapat dikatakan menguntungkan dan bernilai positif, dapat dikatakan seperti itu karena dari proses akulturasi tersebut dapat menghasilkan kebudayaan baru yang tinggi nilainya, dan memiliki manfaat. Sedangkan efek yang kedua adalah efek yang negatif, dikatakan begitu sebab hasil dari akulturasi tersebut juga dapat memberikan efek tidak baik atau negatif terhadap masyarakat. Sehingga dalam konsep penelitian jelas bahwa interaksi sangat berpengaruh kepada terciptanya suatu unsur pembentuk suatu kebudayaan di wilayah lain dan hidup saling berdampingan.
1.9 Metode penelitian dan sumber
Metode dapat diartikan sebagai langkah-langkah atau cara-cara yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek yang dikajinya. Untuk memperoleh suatu karya tulis yang di inginkan tentunya diperlukan suatu metodelogi yang tepat dan memadai. Dalam proses penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode penulisan yang di ajarkan oleh louis gottschalk dalam bukunya yang berjudul “Understanding History : a Primer of Historical Method” yang mengemukakan bahwa cara menulis sejarah.
Metode sejarah digunakan sebagai metode penelitian, pada prinsipnya bertujuan untuk menjawab enam pertanyaan (5 W dan 1 H) yang merupakan elemen dasar penulisan sejarah, yaitu what (apa), when (kapan), where (dimana), who Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Sosiologi, Rineka Cipta, Jakarta, 1990. 9
16
(siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana). Pertanyaanpertanyaan itu konkretnya adalah: Apa (peristiwa apa) yang terjadi? Kapan terjadinya? Di mana terjadinya? Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu? Mengapa peristiwa itu terjadi? Bagaimana proses terjadinya peristiwa itu? 10
Dalam proses penulisan sejarah sebagai kisah, pertanyaan-pertanyaan dasar itu dikembangkan sesuai dengan permasalahan yang perlu diungkap dan dibahas. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus menjadi sasaran penelitian sejarah, karena penulisan sejarah dituntut untuk menghasilkan eksplanasi (kejelasan) mengenai signifikansi (arti penting) dan makna peristiwa. Oleh sebab itu Suatu penelitian ilmiah tentu berawal dari pemilihan topik yang akan diteliti. Meskipun topik sangat menarik dan memiliki arti penting, namun bila sumber-sumbernya, khususnya sumber utama tidak diperoleh, masalah dalam topik tidak akan dapat diteliti. Oleh karena itu calon peneliti harus memiliki wawasan luas mengenai sumber, khususnya sumber tertulis.
Dalam pengumpulan Obyek (sumber), penulis menggunakan kesaksian yang terkandung di dalam dokumendokumen tertulis, Dokumen-dokumen tertulis itu dapat dibagi atas kategori-kategori pokok seperti autobiografi, surat kabar, serta arsip-arsip dari instansi-instansi niaga, pemerintah dan sosial . Peneliti harus mengetahui benar, mana sumber primer dan mana sumber sekunder. Dalam pencarian sumber sejarah, sumber primer penulis berupa hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada beberapa tokoh yang terlibat langsung di dalam peristiwa tersebut, yaitu I Ketut Saskara (65 tahun) yang merupakan seorang warga kuta keturan asli cina dan menganut kepercayaan hindhu buddha, dan wawancara dengan Hindra Suarlim, yang merupakan ketua yayasan dharma semadi yang bertanggung jawab pada vihara dharma Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah, (UI Press :Jakarta,2008), hal.41 10
17
semadi. Serta wawancara dengan made budi, yang merupakan mantan prajuru desa adat Kuta.
Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang sumber. Oleh sebab itu penulis melakukan Kritik Sumber hanya untuk menilai keakuratan sumber. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas (sistem kartu), agar memudahkan dalam pengklasifikasiannya berdasarkan kerangka tulisan. Kemudian dilakukan interpretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap obyektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subyektif, harus subyektif rasional, jangan subyektif emosional.
Rekonstruksi peristiwa sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Historiografi yaitu suatu klimaks dari kegiatan penelitian sejarah. Penulisan sejarah ini merupakan langkah terakhir dari penelitian sejarah. Penulisan sejarah merupakan langkah bagaimana seorang sejarawan mengkomunikasikan hasil penelitiannya untuk dibaca oleh umum.
Sumber data primer untuk penelitian dilakukan dengan cara meneliti langsung di desa Kuta. Teknik pengumpulan data menggunakan Wawancara mendalam, wawancara mendalam adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu persoalan tertentu. Ini merupakan proses tanya jawab lisan dimana 2 orang atau lebih saling berhadap-hadapan secara fisik. Wawancara mendalam ini digunakan untuk mendapatkan keterangan-keterangan secara mendalam dari permasalahan yang dikemukakan. Wawancara mendalam ini dengan percakapan secara langsung, bertatap muka dengan informan yang diwawancarai.
Dalam penelitian ini dilakukan wawancara dengan beberapa warga asli Cina yang tinggal dikuta. Adapun informan
18
yang di dapatkan penulis di antaranya Bapak I Ketu Saskara (65 tahun) yang merupakan seorang warga kuta keturan asli cina dan menganut kepercayaan hindhu buddha, dan wawancara dengan Hindra Suarlim. Dari kedua informan penulis dapat menyimpulkan jika kebertahanan masyarakat Tionghoa di kuta dikarenakan adanya system kepercayaan yang kuat dan system kekerabatan yang terjalin baik antara masyarakat tionghoa dengan orang bali local. Pengambilan data sekunder berasal dari pengamatan penulis, dan dokumendokumen yang di dapat dari warga Tionghoa. Di antaranya beberapa foto lama vihara dharmayana serta beberapa foto keluarga masyarakat tionghoa yang ada di kuta
19
BAB II
GAMBARAN UMUM 2.1 Gambaran Geografis Wilayah Kuta Jika dilihat dalam peta pulau bali kelurahan kuta berada di bagian selatan. Bagian selatan ini sering disebut daerah kaki bali (di teben/dihilir). Bila wajah pulau bali di identikan sebagai palu godam, maka kuta berada tepat di pegangan palu itu. Kuta terletak di daerah cekungan. Jika dilihat dari bentangan wilayah kabupaten badung yang menyerupai keris, maka posisi kuta adalah tepat di gagang keris itu. Artinya, kuta menjadi titik penting karena di ibaratkan dalam hal ini keris badung terletak di Kuta. Secara geografis, kelurahan kuta berada dalam posisi 08’50’80” Lintang selatan (LS) serta 115’5’ 0”-115’14’30” bujur timur (BT). Kuta termasuk daerah pantai dengan dataran rendah. Ketinggian rata-rata 5m di atas permukaan laut. Kemiringan tanahnya rata-rata 0-3%. Luas wilayah kuta hanya 723 Ha atau 7,23km/s di sisi utara, kuta berbatasan dengan kelurahan legian. Di bagian selatan berbatasan dengan kelurahan tuban. Sementara di sebelah barat berbatasan dengan samudera Indonesia dan di sebelah timur berbatasan dengan kelurahan pemogan, Denpasar dan selat Lombok. Batas bagian selatan di tandai dengan jalan Kediri. Batas bagian utara di tandai dengan jalan Kubu Bene hingga jalan patimura. Sementara batas bagian timur di tandai dengan aliran tukad badung.
Sebagai daerah pesisir, kuta bertemperatur agak tinggi. Rata-rata temperature bulanan di kawasan kuta berkisar antara 25,6 celsius hingga 28,6 celsius. Temperature terendah terjadi pada bulan September, sedangkan yang tertinggi terjadi pada bulan November/desember. Curah hujan rata-rata tahunan tertinggi terjadi pada bulan januari yaitu mencapai 402 mm. sementara rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan agustus yaitu 28 mm. kelembaban relative bulanan
20
berkisaran antara 78% hingga 81%, dengan kelembaban tahun rata-rata mencapai 79,3%. Kelembaban relative rendah terjadi pada bulan desember dan juni (78-79%), sedagkan kelembaban relative tertinggi terjadi pada bulan januari dan mei (80-81%).
Topografi daerah kuta memanjang ketimur dari utara ke selatan dengan bentangan barat ke timur terpendek kurang lebih 1 km. sebagian besar garis pantainya di bentuk dari pasir berwarna putih dan bukit pasir. Disisi timur, mengalir tukad mati dari utara ke selatan yang bermuara di teluk benoa. Karena merupakan daerah pantai, struktur geologi kuta berupa batuan vulkanik yang bersifat agak lepas. Batuan sidemennya terdiri atas konglomerasi batuan pasir yang bersifat sama. Di daerah sungai dan rawa, tanahnya berupa pasir yang bersifat agak lunak dan lembek serta termasuk jenis regosol coklat kelabu. 2.2 Gambaran Umum Masyarakat Tionghoa di Kuta
Hubungan antara Bali dengan Tionghoa (China) juga diperkirakan dimulai pada awal-awal abad masehi. Temuan cermin perunggu dari zaman dinasti Han dalam sarkopagus di desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt Buleleng dapat dikatakan sebagai awal hubungan Bali dengan Tiongkok. Cermin perunggu dari zaman dinasti Han diduga berasal dari abad awal masehi. Lebih lanjut, hubungan Bali dengan Tiongkok, juga dapat diketahui dari temuan-temuan sejumlah keramik dari zaman dinasti Tang di situs Blanjong Sanur, yang diperkirakan berasal dari abad VII-X masehi. Hubungan ini juga terlihat jelas pada pengaruh-pengaruh budaya Tiongkok dalam budaya Bali, adanya cerita Dalem Balingkang dan Kang Ching Wi juga memberikan gambaran, bahwasanya telah ada komunikasi bahkan arus migrasi etnis Tionghoa ke Pulau Bali. Di mana pada saat ini, komunitas-komunitas etnis Tionghoa di Bali tersebar di berbagai daerah misalnya Pempatan, Pupuan, Tabanan, Petang, Padangbai, Lampu dan Kuta serta lain sebagainya.
21
Kuta merupakan salah satu daerah di mana terdapat komunitas etnis Tionghoa. Awal etnis Tionghoa mendiami Desa Kuta tidaklah diketahui secara pasti, akan tetapi berdasarkan wawancara dan hasil temuan di lapangan, diperkirakan etnis Tionghoa pertama kali menjejakkan kakinya di Desa Kuta yaitu pada tahun 1597-an, yang dimulai dari kedatangan Mads Johansen Lange. Mads Johansen Lange sebenarnya adalah seorang pedagang berkebangsaan Denmark untuk menjadi sahbandar di Kuta. Karena Lange begitu dekat dengan Raja Kesiman, ia juga diberikan kepercayaan sebagai kepala desa di Kuta. Lange berperan besar dalam perkembangan Kuta. Posisi Lange sangat diuntungkan oleh kepercayaan yang diberikan oleh Raja Kesiman. Aktivitas perdagangan di Kuta meluas hingga ke Asia. Seiring dengan berkembangnya Kuta, perekonomian di Badung juga mengalami kemajuan yang pesat. Majunya perdagangan membuat banyak suku yang datang ke Kuta. Para pedagangpun banyak yang datang dari China (Tionghoa).
Lange memiliki 2 orang putera dari Nyai Kenyer, seorang wanita Bali, bernama William Peter dan Andreas Peter ,dan seorang puteri bernama Cecilia Catharina dari pernikahannya dengan Ong Sang Nio, wanita Tionghoa. Ong Sang Nio merupakan gadis keturunan Tionghoa yang berasal dari keluarga Ong. Menurut dari hasil wawancara bahwa Ong Sang Nio merupakan salah seorang putri dari pedagang cina pelarian. Tidak adanya bukti dan kejelasan silsilah keluarga dari Ong Sang Nio. I Gde Pitana dkk dalam bukunya, Kuta, Cermin Retak Pariwisata Bali (2000) menyebutkan sekitar tahun 1830 di Kuta sudah ada 30 orang Tionghoa. Sebagian besar di antara mereka adalah pelarian dari berbagai daerah di Indonesia dan umumnya beraktivitas di bidang perdagangan. 1 Kemudian pada perkembangan berikutnya, etnis Tionghoa dan etnis Bali bahu membahu membangun Desa 1
Pitana, I gede , KUTA Cermin Retak Pariwisata Bali, Bali Post, Denpasar, 2000.
22
Kuta. Dalam versi yang dipahami etnis Tionghoa di Kuta saat ini jika dilihat dari awal dibangunnya Vihara Dharmayana terkait dengan sejarah etnis Tionghoa , mereka berasal dari Banyuwangi. Seperti dituturkan seorang tokoh etnis Tionghoa Kuta, Ketut saskara (65 tahun) , pada zaman kejayaan kerajaan Mengwi, Raja Mengwi yang berhubungan baik dengan Raja Blambangan sekitar abad ke-17 meminta agar dikirimi seorang ahli bangunan. Raja Blambangan mengutus seorang arsitek beretnis Tionghoa bernama Tan Hu Cin Jin. Sampai di Mengwi, Tan ditugasi membangun sebuah bangunan megah, yakni, Pura Taman Ayun. 2 Namun, Tan yang juga seorang tabib itu ternyata tidak mengerjakan tugasnya. Dia lebih banyak mengobati warga sekitarnya. Raja pun marah dan memberi waktu tiga hari kepada Tan untuk merampungkan pekerjaannya. Tan pun menyanggupinya. Memang benar, bangunan itu selesai dalam waktu tiga hari dan raja pun terkesima. Beberapa waktu kemudian, tiba-tiba Raja Mengwi mengutus dua patihnya, yaitu: Ida Bagus Den Kayu dan I Gusti Ngurah Supuh untuk mengusir Tan. Tan pun akhirnya pergi dari Bali, tetapi kedua patih itu malah ikut dengan Tan ke Blambangan menjadi muridnya dan akhirnya moksa di sana. Ada bukti fisik mengenai hal ini berupa tiga buah patung, sebuah patung orang Cina dan dua buah lagi patung orang Bali. Ketiga patung ini disimpan dan dipuja dalam sebuah kongco di Banyuwangi, Jawa Timur. Orang-orang Tionghoa di Bali yang saat itu banyak berdagang ke Banyuwangi sering bersembahyang di konco tersebut. Lama-kelaman, dibuatkanlah kongco serupa di Kuta dengan tujuan agar tidak jauh-jauh lagi bersembahyang ke Banyuwangi. Jadi, semacam pesimpangan dalam tradisi Hindu
Hasil wawancara dengan ketut saskara (65 tahun) di tempatnya bekerja yaitu hotel risata kuta. Sabtu, 29 mei 2015. Pukul 14.00 2
23
di Bali. Konco inilah yang kemudian berkembang menjadi Vihara Dharmayana yang diwarisi hingga kini. vihara ini berdiri di atas tanah pemberian Raja Pemecutan. Bangunannya sendiri diperkirakan pertama kali dipugar tahun 1876 sesuai tulisan Cina yang terdapat di dalam kongco. Dari sinilah kemudian hubungan baik dengan warga Kuta terjalin.
Sekitar tahun 1900-an dan tahun 1970-an, mulai banyak etnis Tionghoa yang datang ke Desa Kuta secara bergelombang, yang didominasi oleh Mads Johansen Lange dan arus perdagangan. Kedatangan etnis Tionghoa pada masa ini sebagian besar merupakan kaum pedagang yang tinggal menyebar di wilayah lingkungan banjar Temacun dan banjar Teba Sari yang masuk dalam lingkungan desa adat Kuta. Hingga kini keluarga etnis Tionghoa di Kuta membentuk banjar suka duka Dharma Semadhi. Hal ini merupakan salah satu rencana yang di buat oleh Lurah kuta mengingat saat ini jumlah dari etnis Tionghoa sudah tergolong banyak. Banjar dharma semadhi di resmikan tahun 2007 oleh Lurah Kuta.
Saat ini peranan etnis Tionghoa di Desa Kuta masih tetap eksis, khususnya pada bidang ekonomi. Pada bidang sosial budaya, peranan etnis Tionghoa dalam pelestarian budaya sangatlah banyak hal ini terlihat dari adanya bentuk kebudayaan Tionghoa yang berakulturasi dengan kebudayaan Bali.
24
BAB III PERBEDAAN KEBERTAHANAN ETNIS TIONGHOA DI KUTA SEBELUM DAN SESUDAH TAHUN 1969 Begitu panjang cerita kehidupan cina di Indonesia dari awal kedatangannya, hingga saat ini mampu bertahan bukanlah suatu hal yang mudah. Etnis tionghoa yang minoritas tersebut mengalami banyak gejolak untuk bertahan dari tahun 1950 hingga saat ini. kebertahanan mereka menuai sejarah yang panjang khususnya etnis Tionghoa yang ada di kuta, Bali.
3.1 BERTAHANNYA ETNIS TIONGHOA DI KUTA 19501969
Kuburan pertama yang ada di kuta merupakan salah satu bentuk perkumpulan pertama orang tionghoa di kuta pada tahun 1820-an mengingat pada tahun 1800-an kuta sudah mulai banyak pendatang. Pada abad ke-17 semua etnis cina sudah ramai mendatangi kuta dalam konteks perdagangan. Selain juga dikuatkan dengan kedatangan Tuan Lange. Setelah lama menguasai Kuta Tuan Lange yang akhirnya meninggal pada tahun 1850.
Lange yang menikahi seorang gadis keturunan cina yang bermarga ong. Hasil dari pernikahannya dengan seorang putri keturunan cina yang melahirkan seorang anak perempuan. Anak hasil pernikahan dengan gadis keturunan cina dikabarkan pindah ke singapura dan menikah dengan pangeran Johor. Kegiatan ekspor yang dimulai abad ke-18 di kuta sangat di ramaikan oleh para etnis cina yang melakukan kerjasama dengan puri kesiman. Puri kesiman yang dulu memiliki armada kapal untuk melakukan jasa jual beli yang di bawa oleh para pedagang dari cina, yang nantinya akan di angkat dari pelabuhan benoa. Saat itu rute perjalanan kapal cina agar dapat melakukan pengangkutan barang ke Denpasar yaitu melalui pelabuhan kuta yang nantinya setelah itu tembus di pelabuhan benoa.
25
Umur yang masih tergolong cukup untuk mengingat kehidupan perdagangan kala itu membuat saya terbayang akan kapal-kapal besar cina yang membawa banyak barang. Barangbarang yang di bawa oleh kapal yang kira-kira ukurannya sepadan dengan lapangan bola di seberang Vihara ini memenuhi pelabuhan untuk nantinya barang-barang ini akan di bawa ke pasar kuta sebagian akan di jual untuk raja. Barangbarang hidup diantaranya hewan babi, sapi dan barang-barang keperluan hidup lainnya seperti koprah, beras, dll. Selain wilayah bali ekspor yang di lakukan oleh para pedagang cina juga di bawa ke singapura yaitu untuk barang hidup seperti babi dan sapi. 1 3.1.1 Dikeluarkannya peraturan pertama pemerintah tahun 1959
Pada awal kedatangan etnis tionghoa di kuta yang dilandasi oleh system perdagangan berjalan dengan lancar, bahkan Mengingat di kuta pada saat itu banyak terdapat pabrik koprah. Dikuta terdapat 3 pabrik koprah besar dan pabrik babi. laki-laki kelahiran tahun 1945 ini kala itu masih berusia 7 tahun, Ingatan yang sangat melekat hingga saat ini mampu menggambarkan letak Pabrik babi kiranya saat ini bisa di gambarkan ada di bagian sebelah vihara ini dan bersemberangan langsung dengan pasar kuta yang masih tergolong tradisional menjadi pusat jual beli masyarakat lokalnya yang hendak menjual barang dagangan ataupun membeli kebutuhan hidup.
Pabrik-pabrik koprah dan ternak babi yang dikelola oleh para etnis tionghoa Hanya mampu bertahan singkat yaitu hingga tahun 1959. Terbentuknya UUD Pasal 10 tahun 1959, yang membuat masyarakat Tionghoa di pulangkan kembali ke cina. Bunyi dari peraturan tersebut untuk melarang segala warga Negara Cina untuk tinggal menetap di Indonesia, untuk 1Hasil wawancara dengan Luis Berata (64 tahun) seorang penanggung jawab vihara. Kamis, 28 mei 2015, pukul 11.00. Tempat di vihara dharmayana kuta.
26
bekerja di tanah Indonesia kota maupun desa. Akibatnya secara tidak langsung banyak warga tionghoa yang ada di kuta memilih untuk memulangkan diri kembali ke Cina . Untuk di kuta yang saat itu ramai dengan perdagangan orang tionghoa kembali sepi senyap. Perusahaan kopra berhenti dan begitu juga dengan perusahaan babi yang dijalankan oleh orang-orang tionghoa. Akibat peraturan yang pemerintah tersebut yang mampu mengurangi jumlah masyarakat tionghoa untuk tetap bertahan tinggal di kuta bahkan di Indonesia. Di kuta tahun 1960 terdata hanya 35 kepala keluarga (kk) yang mampu tetap bertahan untuk tinggal di kuta.
3.1.2 Kerjasama Antara Pemerintah Indonesia Dengan Pemerintah Cina
Segala bentuk perubahan ini membuat kebertahanan masyarakat tionghoa dibatas ambang kebahagiaan. Selain adanya Peraturan pertama oleh pemerintahan tersebut yang menjadikan keadaan kacau balau, keadaan Negara cina yang kala itu mengalami pengembangan dan pembangunan negaranya juga mempengaruhi tindakan penarikan masyarakat tionghoa yang ada di Indonesia. Jika di lihat memang cina salah satu Negara yang baru bangkit.
Di Kuta Setelah masa penarikan masyarakat tahun 1959 tersebut yang berlangsung bersamaan dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah Indonesia kiranya akan berlangsung dua kali yaitu kembali tahun 1960. Namun rupanya mengalami pemberhentian. Akibatnya pemberhentian pengiriman kembali warga tionghoa yang ada di kuta ini banyak masyarakat tionghoa yang terpisah dengan keluarganya. Daya tampung kapal cina yang mengangkut orang-orang tionghoa yang bersandar di pelabuhan Kuta untuk kembali ke cina rupanya melebihi daya tampung. Tak sedikit anak-anak berumur 7-15 tahun yang di naikkan ke kapal, oleh karena usia mereka yang masih belia. Dengan keadaan terpisah saat itu tak jarang membuat anak-anak yang diutamakan untuk kembali balik ke cina ini hidup menderita di
27
cina lantaran hidup terpisah dengan orang tuanya yang tidak di berangkatkan kembali dan akhirnya menetap dibali.
Jika diingat lagi pada tahun 1965 kembali bersiar kabar pembantaian masyarakat tionghoa di Indonesia bagian barat peristiwa G30SPKI yang membuat kekhawatiran akan hidup di kuta semakin tipis. Kehidupan yang saat itu dihantui akan rasa takut rupanya tidak tercermin, pasalnya saat itu kuta salah satu wilayah yang tidak terpengaruh akan tindak aksi kekerasan yang banyak membunuh masyarakat Tionghoa. Bisa disebut tahun 1967 Sisa dari masyarakat yang bertahan ini sebagian besar memilih jalan untuk menikah dengan orang localnya, salah satu taktik untuk menjadi bagian masyarakat kuta. Diresmikannya banjar dharma semadhi sebagai wadah berkumpulnya masyarakat tionghoa pada tahun 1968 yang beranggotakan 33 kepala keluarga. Berkembang terus selama 50 tahun sehingga jumlahnya semakin meningkat dari tahun ketahun.
3.2 BERTAHANNYA ETNIS TIONGHOA DI KUTA TAHUN 2000-2014 3.2.1 Kebijakan Perintah Dalam Bidang Agama Setelah di keluarkannya UU No. 10 Tahun 1959 dan terjadinya peristiwa G30SPKI di Indonesia yang mampu mengurangi jumlah etnis tionghoa di bali khususnya di kuta rupanya kembali stabil awal dari pemerintahan Abdurrahman Wahid tahun 1999. Pada
awal tahun 2000 tampak sangat erat hubungan agama dan proses demokratisasi. gerakan agama secara aktif mendorong upaya penegakan demokrasi. 2 2
Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama Dan Negara, (PT.Grasindo : Jakarta, 1999), p.168
28
Kebijakan Abdurrahman wahid saat menjadi Presiden yang mengusulkan pencabutan ketetapan MPRS No. XXV/1966 tentang larangan penyebaran ajaran Komunisme di Indonesia merupakan salah titik terang bagi etnis tionghoa. Pasalnya saat itu Khususnya di kuta etnis tionghoa kembali meningkat jumlahnya. Etnis tionghoa mulai diakui oleh pemerintah dan etnis tionghoa yang ada dikuta menjadi bagian desa adat sejak awal tahun 1970-an. Hal ini terlihat dengan dibangunnya banjar dharma semadi sebagai salah satu lembaga organisasi bagi warga tionghoa yang ada di kuta.
Dengan dikeluarkannya kebijakan yang mampu menyatukan kembali agama tionghoa menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, Khsusunya etnis tionghoa yang ada di kuta awal tahun 2000 sebagian dari etnis ini mulai masuk menjadi banjar adat. Mereka juga dimintai untuk membayar pajak oleh karena masuk menjadi warganegara Indonesia dan diperbolehkan untuk membeli tanah di daera kuta awal. Awal tahun ini merupakan awal baru kehidupan etbis tionghoa di kuta. Banyak warga keturunan tionghoa yang bekerja sebagai pedagang sebagai mata pencaharian utama.
Dengan berkembangnya pariwisata di kuta awal tahun 2000 hingga saat ini memberikan peluang yang besar untuk tetap bertahan untuk tinggal di kuta hingga saat ini. oleh karena banyaknya peluang pekerjaan yang memungkinkan oleh etnis tionghoa.
29
BAB IV ETNIS TIONGHOA MASIH TETAP BERTAHAN UNTUK TINGGAL DI KUTA 4.1 ETNIS TIONGHOA MASIH TETAP BERTAHAN UNTUK TINGGAL DI KUTA 4.1.1 Sistem Kepercayaan Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. 1 Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Tempat persembahyangan pada umumnya merupakan suatu hal yang terpenting dalam kehidupan ini. mengingat bahwa Indonesia merupakan suatu Negara agama dan percaya agama. Oleh sebab itu jika dilihat dengan seksama, bahwa suatu kepercayaan yang dianut oleh seseorang mampu mempengaruhi kehidupannya. Hal ini terjadi di dalam kebertahanan etnis tionghoa di kuta saat ini. menurut Berata mulai awal tahun 2000 jumlah etnis tionghoa di kuta kembali meningkat, ini mungkin terjadi karena sebagian dari mereka sudah berkeluarga. 2 R.H. Widadad, Icuk Prayogi, Kamus Saku Bahasa Indonesia, Bentang Pustaka, Yogyakarta, 2010. 1 2
Hasil wawancara dengan Luis Berata (64 tahun) seorang penanggung jawab vihara. Kamis, 28 mei 2015, pukul 11.00. Tempat di vihara dharmayana kuta.
30
Kepercayaan Buddha yang sebagian besar di anut oleh masyarakat etnis tionghoa di kuta. Salah satu Kelenteng Dharmayana kuta merupakan salah satu bangunan untuk peribadahan dan pemujaan dewa-dewa Tao, Confusius dan Budha, bangunan persembahyangan umat Buddha tersebut dibangun sesuai dengan konsep feng shui. Feng shui adalah metode pengaturan tata ruang baik interior maupun eksterior, yang berpedoman pada keseimbangan lingkungan dan alam. Feng shui merupakan ilmu untuk menganalisa sifat, bentuk, kondisi dan situasi bumi yang menjadi lokasi/tempat manusia berada. Analisa tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menghitung dan merumuskan keharmonisan lokasi tersebut dengan penghuninya. 3
Masyarakat etnis tionghoa yang tinggal di kuta saat ini percaya jika kehidupan mereka lebih damai jika tinggal di dekat kelenteng, karena menurut kepercayaan bahwa aura dari kenteng akan membawa nasib baik pada tempat yang kita huni. Sehingga tempat tinggal akan terasa tenang dan suasanan keluarga akan harmonis. 4 Kepercayaan Feng Shui yang merupakan kepercayaan asli cina membawa pengaruh yang besar terahadap kebertahanan etnis tionghoa di Kuta. 4.1.2 Sistem Kekerabatan
Pada umunya pernikahan adalah bagian perkembangan dari kehidupan manusia sebagai bentuk kedewasaan. Seseorang akan memeiliki tanggung jawab lain atas kehidupan barunya. Bagi etnis tionghoa pernikahan dianggap sebagai tolak ukur kesusksesan seseorang dalam hidupnya. Sebuah pernikahan Dalam etnis tionghoa didasarkan kekerabatan, keluhuran, kemanusiaan, da sebagai pelindung keluarga. 3 Dian, Logika Feng Shui : Seni Mencapai Hidup Harmonis & Bahagia Dalam Keberuntungan Bumi (Buku Satu) (PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia : Jakarta,1996), p.6 4
Sama dengan diatas
31
Kehidupan etnis tionghoa di kuta jika dilihat dari system pernikahan tidak sedikit etnis tionghoa menikah dengan orang bali yaitu Pria Bali asli kuta yang menikah dengan wanita Cina dan Pria Cina yang menikah dengan wanita Bali asli kuta. System yang terbentuk Atas dasar saling suka antara dua lawan jenis mampu menyatukan dua kebudayaan yang berbeda. Namun dalam hal ini jika wanita bali asli kuta menikah dengan laki-laki keturunan tionghoa secara langsung si wanita mengikuti kepercayaan dari sang pria keturunan tionghoa yang akan menikahinya. Secara langsung proses dari pernikahan akan melalui dua proses yaitu pernikahan secara hindu dan pernikahan secara Buddha. Sang mempelai wanita harus mepamit. selanjutkan kemudian mengikuti kepercayaan sang mempelai laki-laki. 5 Sebaliknya jika laki-laki bali asli kuta menikah dengan wanita keturuan tionghoa akan melalui proses pernikahan hindu sesuai dengan kepercayaan yang di anut oleh mempelai laki-laki. Mempelai wanita akan masuk agama hindu. Namun ada satu yang berbeda untuk laki-laki hindu asli kuta yang menikah dengan wanita keturunan tionghoa Di rumahnya akan ada tempat sembahyang layaknya pemujaan dewa di vihara. 6
Bentuk system kekerabatan ini membuat jumlah masyarakat tionghoa di kuta semakin bertambah dengan bertahan untuk tetap tinggal di kuta saat ini. 4.1.3 Sistem ekonomi yang kuat
Pekerjaan yang merupakan salah satu factor yang sangat kuat dalam melihat kebertahanan individu di suatu wilayah atau daerah. Demi terpenuhinya kebutuhan hidup setiap individu. Kuta merupakan salah satu wilayah yang memiliki banyak lapangan pekerjaan. Oleh sebab itu tak sedikit
Hasil wawancara dengan Ketut Saskara (60 tahun) seorang laki-laki keturunan cina. Jumat, 29 mei 2015, pukul 16.00. tempat di balai bengong hotel risata kuta tempat bekerja ketut saskara. 5
6
Sama dengan diatas
32
masyarakat tionghoa yang tinggal di kuta saat ini memiliki usaha sendiri , sebagian bekerja di hotel dan tak sedikit bekerja sebagai pedagang di sepanjang pantai kuta.
Salah satu usaha yang dimiliki oleh warga tionghoa di kuta adalah usaha milik keluarga yang sudah berjalan selama lebih dari 8 tahun. Usaha catering rumahan misalnya yang sangat terkenal di kuta yang dimiliki oleh salah seorang keturunan cina yang sudah lama tinggal dikuta. Saat ini usaha ketring sudah menacakup daerah luar wilayah Kuta. Pesanan catering rumahan sejumlah 1000 lebih diterima setiap 5 hari dan dikerjakan lebih dari 5 karyawam. Catering biasanya dipesan saat ada perayaan ulang tahun hotel, pesta pernikahan, bahkan seminar-seminar. Omset yang didapat dapat cukup untuk bisa menggaji karyawan dan cukup untuk di simpan. 7
Sebagai daerah perdagangan kuta memang saat ini masih eksis walapun banyak di guncang masalah namun pariwisata di kuta sangat menjanjikan. Memberikan pelayanan berupa jasa angkutan menjadi salah satu pekerjaan yang sudah ada dari awal masuknya kepariwisataan di kuta. Warga tionghoa menjadi salah satu tour guide di hotel. Menjadi sopir di salah satu hotel yang ada di kawasan kuta selama lebih dari 15 tahun adalah salah satu pekerjaan dari seorang keturunan tionghoa yang sudah lama tinggal dikuta. 8
Dengan mendiami rumah milik orangtuanya ketut saskara menghidupi keluarganya dengan menjadi seorang sopir di salah satu hotel di kawasan kuta. Oleh karena kuta memiliki prospek yang bagus khususnya dilihat dari kepariwisataannya yang masih kuat walapun di guncang dua 7Hasil
wawancara dengan Adi Dharmaja Kususma (49 tahun), warga tionghoa yang memiliki bisnis catering rumahan. Sabtu 30 mei 2015, pukul 15.00 di rumahnya.
8 Hasil wawancara dengan Ketut Saskara (60 tahun) seorang laki-laki keturunan cina. Jumat, 29 mei 2015, pukul 16.00. tempat di balai bengong hotel risata kuta tempat bekerja ketut saskara
33
kali bom. Melihat kuta yang saat ini kembali pulih dari dampak bom bali terlihat dari bayak Tourist yang berasal dari Australia datang, mengingat kuta menjadi kawasan favorit para Tourist dari Australia. 9 Sebagian besar tourits dari Australia datang kekuta untuk mencari Pub atau tempat bersenang-senang. Oleh sebab itu tourist Australia lebih memilih menginap di hotel yang berada di seputaran kuta.
Sama halnya dengan memilih tempat makan, tourist lebih memilih tempat makan yang ramai dikunjungi oleh masyarakat lokal. Di sepanjang pasar pantai kuta misalnya yang banyak terdapat pedagang makanan tradisional khas bali misalnya babi guling dan sate babi. Salah satu pedagang sate babi yang merupakan keturunan tionghoa dan sudah 5 tahun lebih menjalani profesinya sebagai pedagang sate babi. Banyak tourist asing yang makan sate babi buatan dari Handi. Handi mengatakan lebih memilih menjadi pedagang di kuta karena pekerjaannya lebih santai. Omset yang didapat juga lumayan untuk menghidupi keluarga. 10 Walapun daerah kuta mengalami pemekaran wilayah oleh karena pariwisata namun kebertahanan masyarakat tionghoa di kuta masih tetap terjaga dengan kuatnya sistem perekonomian di kuta.
9
Sama dengan diatas
10 Hasil wawancara dengan handi hartawan (40 tahun) seorang keturunan cina yang bekerja sebagai pedagang. Minggu, 31 mei 2015 di pantai kuta tempat dia berdagang.
34
BAB V Interaksi Yang Terjalin Antara Orang Tionghoa Dengan Orang Bali Local Di Kuta 5.1 Wujud Interaksi Yang Terjalin Antara Orang Tionghoa Dengan Orang Bali Local Di Kuta Wujud sikap stereotip oleh etnis tionghoa tak jarang terlihat di berbagai daerah yang di Indonesia. Sikap ini biasanya terbentuk atas dasar kejadian yang sudah ada sebelumnya, kemudian diperkuat dengan pengamatan pribadi secara sepintas yang biasanya berkonotasi negatif. Pengamatan ini hanya melihat dari sisi luarnya saja tanpa mengetahui latar belakang sikap dan prilaku yang membentuknya sehingga stereotip bisa menumbuhkan fanatisme dan kecurigaan yang akhirnya akan menebabkan masih-masing kelompok menutup diri dan memperkuat stereotip tersebut. 1
Sifat tertutup tentu akan menghambat komunikasi yang sangat di perlukan dalam proses pembauran, sebab komunikasi merupakan salah satu syarat mutlak untuk terjadinya interaksi sosial yang harmonis, yang nantinya dapat menumbuhkan rasa saling menghormati antar etnis tionghoa dengan masyarakat lokal di kuta.
Agar terjadi interaksi sosial yang harmonis antara etnis cina dengan masyarakat local di kuta, maka terlebih dahulu perlu di lihat kembali definisi interaksi sosial. Menurut Gillin interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antar manusia secara perorangan, antar kelompok manusia, maupun antar orang perseorangan dengan kelompok manusia. Menurut Kimball Young Raymond W Mack, interaksi sosial merupakan kunci dari semua Burhanuddin, Stereotip etnik, Asimilasi Dan Integrasi Sosial, Pustaka grafika, Jakarta, 1980. 1
35
kehidupan sosial, karena tanpa ada interaksi tak mungkin ada kehidupan bersama.
Pada umumnya etnik tionghoa yang ada di kuta masih berorientasi pada budaya leluhur, yang tampak pada kebiasaan untuk menyediakan sesajen berupa air dan buah-buahan yang akan dibawa setiap minggunya ke vihara dharmayana. Sebagian besar etnik tionghoa di Kuta sangat bagus dalam penggunaan bahasa bali dalam pergaulannya. Walapun ada sebagian yang masih menggunakan bahasa campuran dan bahasa Indonesia. Wujud interaksi yang baik dan terjaga hingga saat ini antara etnis tionghoa dengan masyarakat lokal di kuta terlihat didalam wujud interaksi sosial dan budaya 5.1.1 interaksi dalam bidang keagamaan
Interaksi dalam bidang keagamaan menjadi suatu bentuk interaksi yang menonjol antara etnis tionghoa dengan masyarakat lokal di kuta. Hal ini terlihat ketika hari raya galungan dan kunigan banyak umat Hindu di desa adat Kuta yang ikut sembahyang di Vihara Berdasarkan tradisi yang telah berlangsung sejak ratusan tahun silam, umat Tionghoa, Vihara Dharmayana Kuta sampai saat ini tetap melaksanakan upacara Ulambhana setiap tanggal 18 bulan 7 (Cit Gwee Cap Pwe), kalender bulan (Imlek), tiga hari setelah hari ulang Tahun (Shejlt) Kongco Tan Hu Cin Jin, tanggal 15 bulan 7 (Cit Gwee Cap Go) kalender bulan Imlek. 2
Bagi umat tionghoa yang ada di desa adat kuta dalam tradisi dipimpin oleh “pemangku Kongco”, yaitu Biokong (kepala pendupa) dan para pembantunya dengan Memiliki nama Bali Nyoman Suweca yang disebut dengan nama “cik mangku”. Setiap kegiatan upacara ulang tahun Vihara diiringi gambelan dari banjar Pamamoran dengan “ngayah” tanpa Hendra suarlin, Mengenal Vihara Dharmayana Kuta, Yayasan Dharma Semadhi, Kuta, 2004. 2
36
diberi imbalan. Begitu sebaliknya jika ada upacara galungan dan kuningan pihak vihara ikut menghaturkan buah-buah segar layaknya sesajen yang di sembahkan di vihara. Hubungan Vihara Dharmayana Kuta dengan umat Hindu sangat harmonis, mengingat tidak pernah ada larangan dari umat Tionghoa yang bersembahyang ke Kongco. Rupanya banyak umat Hindu yang ikut sembahyang di Vihara Kuta.
5.1.2 interaksi dalam bidang kesenian
Kesenian di bali dengan agamanya sangat melekat, sebagai kesenian yang hidup dalam masyarakat. terlihat dengan adanya interaksi sosial dalam bentuk asimilasi kebudayaan Tionghoa dengan budaya kesenian bali yaitu Barong Ket. Kesenian selalu melukiskan sebuah unsur atau aspek alam yang senantiasa menggambarkan keindahan dunia ini. Keindahan akan membawa rasa hidup dalam ketenangan.
Plato melihat dalam kesenian indah tidak lebih dari tiruan alam secara subjektif dan individual. Aristoteles melihat dalam kesenian indah suatu perwujudan daya cipta manusia yang spesifik. Fungsinya yaitu untuk mengidealisasikan dan menguniversalkan kebenaran, sehingga kebenaran itu menghibur. 3
Salah satu kebudayaan berupa kesenian yang menjadi ciri khas dari etnis tionghoa adalah Barongsai. Barongsai yang sebelum reformasi sempat dilarang untuk tampil, namun setelah reformasi tepatnya pada hari Imlek 2950 sehari sebelum hari raya tahun baru, barongsai dipertontonkan di lingkungan Vihara. Barongsai yang dipercaya masyarakat Tionghoa dapat menetralisir roh jahat. Begitu juga dengan persembahyangan pada saat imlek yang biasanya maturan dengan bunga sudah mulai berubah diganti dengan canang sari Bakker SJ, J.W.M. Filsafat Kebudayaan, sebuah Pengantar Kanisius, Yogyakarta, 1984. 3
37
lebih praktis dan mudah di dapat dengan mengikuti tadisi umat hindu.
Dalam realitas budaya Barong Ket Banjar Pemamoran, dan Temacun ”kekereb” barong yang pada umumnya adalah warna putih, tetapi dengan warna merah yang mengikuti warna Kongco. Hal ini merupakan salah satu keunikan sekaligus membentuk interaksi yang baik antara banjar pemamoran dan temacun pada vihara dharmayana kuta. 4
4
38
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan yaitu :
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan
1. Sejarah awal masukanya etnis tionghoa di kuta yaitu tidak luput dari adanya sistem perdagangan pertama di kuta. Diperkirakan bahwa etnis tionghoa ini merupakan para pelarian dari cina yang melakukan pelayaran dan berdagang ke suluruh dunia. Kebertahanan etnis tionghoa di kuta tahun sebelum tahun 1969 di gambarkan kehidupan mereka sebagian besar menjadi pedagang. Namun awal tahun 1970 terjadi guncangan besar yang berpengaruh terhadap kehidupan etnis tionghoa di kuta. Dikeluarkannya peraturan pemerintah yang melarang komunis untuk tinggal menetap di Indonesia membawa dampak terhadap kehidupan etnis tionghoa di kuta. Namun hal ini tidak berjalan lama karena awa tahun 2000 peraturan tersebut di cabut oleh presiden abdul Rahman wahid yang kala itu masa pemerintahannya mencabut peraturan tersebut. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah etnis tionghoa yang ada di kuta untuk dan bergabung menjadi warga Negara pribumi. 2.
Kuta memang menjadi daerah pariwisata awal tahun 1970, oleh sebab itu terjadi pemekaran wilayah oleh kerena langkah awal untuk melakukan peluasan wilayah. Rupanya tidak berdampak pada kebertahanan etnis Etnis tionghoa yang
39
kala itu ada di kuta. Dibangunnya banjar sebagai wadah organisasi sosial bagi etnis tionghoa yang ada yaitu banjar dharma semadhi . selain itu kebertahanan yang di sebabkan faktor ekonomi, faktor kekerabatan yaitu pernikahan menjadi salah satu sebab utama kebertahanan mereka di kuta saat ini.
3. Interaksi yang baik juga menjadi salah satu alasan kebertahanan etnis tionghoa di kuta. Interaksi ini tercermin dari bentuk sosial dan budaya, kepercayaan serta kesenian. Masyarakat tionghoa merasa senang dengan kehidupan mereka di kuta. oleh karena mereka merasa aman dan nyaman tinggal bersama dengan masyarakat hindu yang jika dilihat dari sejarah kepecayaan hindu dan Buddha berjalan sejalan. Etnis tionghoa percaya jika uta merupakan salah satu tempat yang membawa keberuntungan dalam kehidupan mereka.
39
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku Harold Coward. 1989. Pluralisme Tantangan Agama-Agama. Yogyakarta : Kanisius.
Sugiri Kustedja, Antariksa Sudikno., et. al. 2012. Feng-shui: Elemen Budaya Tionghoa Tradisional. Yogyakarta : Melintas. Alo Liliweri. 2005. Prasangka dan konfli: komunikasi lintas budaya masyarakat multicultural. Yogyakarta : LkiS.
Paul Thompson. 2012. Suara Dari Masa Silam: Teori dan metode sejarah lisan. Yogyakarta: Ombak . Mohammad Ali, Mohammad Asrori. 2010. Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Dididik). Jakarta: PT Bumi Aksara .
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Sosiologi. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho Notosusanto. 2008. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press.
Pitana, I gede (dkk). 2000. Kuta Cermin Retak Pariwisata Bali. Denpasar: Bali post Abdurrahman Wahid. 1999. Mengurai Hubungan Agama Dan Negara. Jakarta : PT.Grasindo.
R.H. Widadad, Icuk Prayogi. 2010. Kamus Saku Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Burhanuddin. 1980. Stereotip etnik, Asimilasi Dan Integrasi Sosial. Jakarta : Pustaka grafika. Hendra suarlin. 2004. Mengenal Vihara Dharmayana Kuta. Kuta : Yayasan Dharma Semadhi.
40
Bakker SJ, J.W.M. 1984. Filsafat Kebudayaan, sebuah Pengantar. Yogyakarta : Kanisius.
41
Daftar Informan 1. Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Jabatan Alamat
2. Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Jabatan Alamat
3. Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Jabatan Alamat
4. Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Jabatan Alamat
: Luis Berata : Laki-laki : 64 tahun : Pengurus Vihara Dharmayana Kuta : Klian Vihara Dharmayana : Jalan Gunung payung No.6 Kuta
: Adi Darmaja : laki-laki : 43 tahun : Pengurus banjar dharma semadhi,Kuta : Wakil Klian Banjar Dharma Semadhi : Br. Dharma semadhi, kuta
: Ketut saskara : laki-laki : 65 tahun : Wiraswasta : sopir : jalan gunung payung No. 10 kuta
: Ni ketut Baktriani : perempuan : 47 tahun : Wiraswasta : Pedagang : Jalan Gunung Payung No. 15 Kuta
42
LAMPIRAN
Keterangan : Peta wilayah masyrakat Tionghoa di kuta, didownload via internet pada www.google.co.id maps place Vihara Dharmayana (5 juni 2015, pukul 22:23 )
Gambar 1 : terlihat tulisan vihara dharmayana kuta yang berisikan lambang budha dan hindu. (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
43
Gamb ar 2 : pintu masuk dari vihara dharmayana kuta (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
Gambar 3 : halaman depan vihara dharamayana yang terlihat bersih dan asri (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
44
Gambar 4 : Pura Gunung Payung yang ada dalam satu Komplek Vihara Dharmayana Kuta (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
Gambar 5 : terlihat gambaran depan vihara dharmayana yang dihiasi dengan beberapa ornament hindu. (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
45
Gambar 6 : terlihat patung buddha yang sedang bertapa di bawah pohon bodi (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
Gambar 7 : kura-kura merupakan salah satu hewan yang dipercaya membawa keberuntungan oleh umat budha, kura-kura berada di kolam dekat persembahan dewa catur muka (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
46
Gambar 8 : terlihat tempat persembahyangan terhadap sang hyang catur muka (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
Gambar 9 : terlihat bungkak yaitu sebagai lambang kesukaan dari sang hyang catur muka (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
47
Gambar 10 : terlihat sangat kental arsitektur cina di bagian luar vihara dharmayana (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
Gambar 11 : terlihat bagian dalam dari vihara dharmayana yang sangat luas (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
48
Gambar 12 : bagian utama tempat persembahyangan di viharadharmayana (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
Gambar 13 : terlihat tempat persembhayangan dewa naga (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
49
Gambar 14 : balai pertujukkan yang dimiliki oleh vihara dharmayana kuta (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
Gambar 15 : terlihat kegiatan yang diselenggarakan dari tahun ke tahun di vihara dharmayana (Dok. Penulis , diambil 28 mei 2015, pukul 12:22)
50
Daftar Pertanyaan yang Berdasarkan Kronologis dan subsub pertanyaan Judul penelitian “KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KUTA: Syudy Tentang Strategi Etnis Tionghoa Dalam Menciptakan Ketahanan Sosial Budaya Masyarakat Kuta 1969-2014” Identitas Pribadi Narasumber : 1.
Nama lengkap ibu/bapak siapa?
3.
Saat ini Umur ibu/bapak berapa ?
2.
tempat kelahiran ibu/bapak ?
4.
ibu/bapak berasal dari mana ?
6.
Apakah suami/istri asli keturunan Cina ?
5. 7. 8.
Siapa nama suami ibu/ nama istri bapak ?
Kalau jumlah anak saat ini berapa ?
Apakah anak-anak sudah bekerja atau masih sekolah ?
Keluarga Narasumber 1.
2.
Ibu/bapak saat ini berapa bersaudara?
Dan ibu/bapak anak nomor berapa ?
3.
Saat ini saudara ibu dimana saja?
5.
Suami/istri anak nomor berapa ?
4. 6.
Suami/istri Berapa bersaudara ?
Saat ini saudara dari suami/istri dimana saja ?
51
Riwayat Pendidikan narasumber 7.
Apa pendidikan pertama ibu/bapak ?
9.
Dulu sekolah menengah pertamananya (SMP) dimana ?
8.
Apa Pendidikan terakhir ibu/bapak ?
10.
Dan apakah Dulu lanjut ke jenjang sekolah menengah atas (SMA)?
12.
Setelah tamat dari sekolah menengah atas (SMA), apakah melanjutkan untuk kuliah ?
11.
Dulu sekolah menengah atas (SMA) dimana?
Kehidupan narasumber di kuta 13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Bapak/ibu saat ini menganut kepercayaan apa?
Jika melakukan persembahyangan dimana?
Jadwal atau waktu bersembahyang ?
Apakah dirumah terdapat sanggah layaknya umat hindu? Alamat saat ini ?
Alamat daerah asal ?
Sudah berapa lama tinggal dikuta ?
Tempat tinggal saat ini kepemilikan sendiri apa mengontrak? Apa alasan untuk tetap tinggal di kuta hingga saat ini ?
Apakah ada minat untuk pindah ke tempat lain?
52
23.
24. 25. 26.
27.
Jika ingin pindah rencananya pindah ke mana ?
Apakah ada keinginan untuk pindah ke daerah asal/ kampung halaman ?
apakah saat ini bapak/ibu ikut masuk berbanjaran adat di kuta yaitu banjar dharma semadhi yang saat ini masuk didalam lingkungan kuta ? Mulai kapan masuk banjaran adat kuta ?
Kedudukan saat ini di banjar dharma semadhi kuta ?
Vihara dhramayana kuta sebagai persembahyangan etnis tionghoa di kuta 28.
tempat
Bagaimana sejarah vihara dharmayana kuta ?
29.
Bagaimana kaitan sejarah vihara dhayana dengan masuknya umat Buddha di kuta ?
31.
Apakah ada umat hindu yang bersembahyang ke vihara dharmayana ?
30.
32.
33.
34.
35.
Bagimana bentuk integrasi kebudayaan yang terlihat di dalam vihara dharmayana ?
Sebagian besar umat hindu yang berasal dari mana yang bersembahyang?
Apakah ada turis viharadharmayana ?
yang
bersembahyang
Apakah bentuk perhatian lurah melestarikan vihara dharmayana di kuta ?
kuta
ke
untuk
Apakah bentuk partisipasi masyarakat local kuta yang terlihat terhadap vihara dharmayana kuta?
53
36. 37.
38.
39. 40.
41.
42.
43.
44.
45.
Apakah setiap ada upacara di vihara/ peringatan hari raya Buddha umat bali local ikut membantu atau sebagai bentuk interaksi yang baik dengan masyarakat Buddha yang tinggal dikuta ?
Apakah ada bentuk peninggalan umat Buddha sebagai bukti sejarah masuknya agama Buddha di kuta ?
Apakah ada biksu/orang suci yang saat ini memimpin persembahyangan umat Buddha di vihara?
Apakah ada kaitan sejarah antara vihara dharmayana kuta dengan vihara-vihara lainnya yang ada di kuta?
Siapa yang menjaga kebersihan di lingkungan vihara dharmayana ?
Siapa yang dharmayana ?
bertanggung
jawab
untuk
vihara
Apakah selama ini ada pembaharuan-pembaharuan yang terjadi di vihara dharmayana dari segi pembangunan ataupun peraturan-peraturan ?
Bagimana dengan viharadharmayana ?
jadwal
persembahyangan
di
Apa strategi pelestarian vihara dharmayana karena memingat vihara ini di buka untuk umum?
Apakah ada hari-hari suci yang di selenggarakan di vihara dharmayana kuta?
Banjar dharma semadhi sebagai wadah partisispasi masyarakat tionghoa di kuta 46.
Bagaimana terbentuknya banjar dharm asemadhi di Kuta ?
54
47.
Apakah yang menjadi factor utama terbentuknya banjar dharmasemadhi di kuta ?
48.
Tahun berapa banjar dharma semadhi di bangun dan di resmikan?
50.
Apakah tujuan dharmasemadhi kuta ?
49.
Siapakah yang meresmikan banjar dharmasemadhi kuta ? dari
dibentuknya
banjar
51.
Berapakah jumlah kepala keluarga yang terdata menjadi anggota banjar saat ini ?
53.
Kegiatan-kegiatan apa saja yang di selenggrakan di banjar dharmasemadhi kuta ?
52.
Apakah semua anggota kepala keluarga yang terdata tersebut ikut aktif berpartisipasi
54.
Siapa yang menjadi kelian di banjar dharmasemadhi kuta saat ini?
55.
Apakah bentuk-bentuk interaksi yang terjalin antara orang tionghoa dengan orang local bali di kuta saat ini?
57.
Bagaiaman bentuk interaksi dari segi sosial dan ekonomi?
Interaksi yang terjalin antara antara orang Tionghoa dengan orang Bali local di Kuta saat ini
56.
58.
59.
60.
Bagaimana bentuk interaksi dari segi budaya ?
Bagimana bentuk inetraksi dari segi politik ?
Bagaimana bentuk interaksi dari segi realigi?
Dengan adanya interaksi yang baik apakah merpakan salah satu factor utama kebertahanan masyarakat tionghoa di kuta ?
55
TRANSKIP WAWANCARA JUDUL PENELITIAN “KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KUTA : Study Tentang Strategi Etnis Tionghoa Dalam Menciptakan Ketahanan Sosial Budaya Masyarakat Kuta 1969-2014 Pada tanggal 28 mei 2015 pukul 11.00 , Wawancara dengan pengurus vihara dharmayana kuta, yaitu Luwih berata (70 tahun) tempat di vihara dharmayana kuta. Pembicaraan kami
terkait tentang sejarah masuknya etnis tionghoa di kuta yang masih banyak kekeliruan.
Keterangan : P = Pewawancara P
N= Narasumber
: Bisa bapak ceritakan bagaimana sejarah awal
masuknya para etnis tionghoa di kuta yang ada saat ini? karena
Hal ini terbukti dengan adanya sumber yang mengatakan jika
para etnis tionghoa yang ada di kuta berasal dari para pelarian dari banyuwangi dan sumber lainnya megatakan jika awal
masuknya etnis tionghoa yaitu dipengaruhi oleh kedatangan Tuang Lange, yaitu seorang pedagang Denmark
yang
menguasai system perdagangan dikuta pada tahun 1597-an? N
: iya jadi, sejarah awal masuknya cina ini dari sudah
lama sekali. Saya kira mereka datang dari cina awal abad ke-16
karena permasalaha adanya perubahan dinasti di cina. Dari
dinasti ming ke dinasti cing. Jadi setiap pergantian dinasti
56
setiap Negara pasti hancur. Jadi saya ceritakan sejarah tionghoa sama dengan sejarah Negara tiongkok. Cuman awal
kedatangan etnis tionghoa saja tidak tahu pasti cuman saat itu di kuta sudah ada perkumpulan kematian tahun 1821. Mereka sudah punya perkumpulan kematian. Karena di kuta sudah
banyak sekali pendatang istilahnya pada saat itu. Jadi mungkin abad ke-17 mereka sudah mulai masuk ke kuta. dari abad ke 16 pasti jelas mereka sudah meyebar dari cina kerena adanya perubahan dinasti tadi. Entah penyebaran pertamanya ada di jawa atau ada di Kalimantan, mereka hidup menyebar. Jadi yang dikuta jelas pada tahun 1821 dan dikuatkan juga dengan
kehadiran tuan lange. Jadi tuang lange itu meninggalnya abad
tahun 1821 di kuta. pernah dia kawin dengan gadis keturunan tiongha yang ada di kuta dan punya anak satu, katanya
anaknya itu sekolah di singapura dan kawin dengan pangeran Johor. Ia mempunyai sistem perdagangan ekspor dan memiliki
kerjasama dengan masyarakat tionghoa yang ada di kuta dan juga memiliki hubungan dengan puri kesiman. Saat itu puri
kesiman mempunyai armada kapal untuk bekerja sama dengan belanda. Jadi dulu di depan konco ini ada pelabuhan kapan,
yang juga nanti kapal-kapal akan tembus berlayar ke pelabuhan benoa. Saya masih ingat dulu saya masih kecil di depan sana ada perahu-perahu banyak. P
bapak?
: jadi sistem perdagangan yang memeprngaruhi ya
57
N
: iya jadi dulu sistem pedagangan yang membuat kuta
semakin ramai. Barang-barang dari luar bali masuk dalam jumlah yang banyak. Seperti babi, sapi dan kopra selai beras
juga di ekspor. Terutama babi dan sapinya yang dulunya untuk diternak. Makannya disini dulu ada peternah sapi dan babi
banyak. Dulu disini ada 3 pabrik koprah di kuta ini, tempat
pemeliharaan babi yang semua di kelola oleh orang-orang tionghoa. P
N
: jadi dulu tempatnya dimana bapak?
: jadi dulu tempatnya ada di pojokan pasar kuta
berderet hingga belakang kongco ini. saya lahir tahun 45 jadi
dulu saya masih SD masih ada. Sampek tahun 60-an atau tahun 59-an yang saat itu dikeluarkan peraturan pemerintah
mengenai larangan orang tionghoa untuk tinggal di Indonesia dan memulangkan kembali ke asalnya. Bunyi peraturan itu
orang-orang aisng tidak boleh melakukan usaha di wilayah kecamatan maupun di kota. Maka banyak usaha orang tionghoa
yang ada di kota mati karena bangkrut. Jadi dulu orang-orang tionghoa di kuta memutuskan untuk pergi kembali ke cina. Saat itu sisa hanya 35 kk orang tionghoa di kuta. Perubahan ini
membuat kebertahanan masyarakat tionghoa dibatas ambang kebahagiaan.
Selain
adanya
Peraturan
pertama
oleh
pemerintahan tersebut menjadikan keadaan kacau balau,
keadaan Negara cina yang kala itu mengalami pengembangan dan pembangunan negaranya juga mempengaruhi penarikan
58
masyarakat tionghoa yang ada di Indonesia. Jika di lihat
memang cina salah satu Negara yang baru bangkit. Setelah
masa penarikan masyarakat tersebut yang kiranya akan berlangsung
kembali
tahun
1960
rupanya
mengalami
pemberhentian. Akibatnya banyak masyarakat tionghoa yang terpisah dengan keluarganya. Daya tampung kapal cina yang mengangkat orang-orang tionghoa untuk kembali ke cina
rupanya melebihi daya tampung. Tak sedikit anak-anak berumur 7-15 tahun yang di naikkan ke kapal, oleh karena usia
mereka yang masih belia. Dengan keadaan terpisah saat itu tak jarang membuat anak-anak yang diutamakan untuk kembali
balik ke cina ini hidup menderita di cina lantaran hidup terpisah dengan orang tuanya yang tidak di berangkatkan kembali dan akhirnya
menetap dibali. pada tahun 1965
kembali bersiar kabar pembantaian masyarakat tionghoa di
Indonesia bagian barat peristiwa G30SPKI yang membuat
kekhawatiran akan hidup di kuta semakin tipis. Kehidupan yang saat itu dihantui akan rasa takut rupanya tidak tercermin, pasalnya saat itu kuta salah satu wilayah yang tidak terpengaruh akan tindak aksi kekerasan yang banyak
membunuh masyarakat Tionghoa. Bisa disebut tahun 1967 Sisa dari masyarakat yang bertahan ini sebagian besar memilih
jalan untuk menikah dengan orang localnya, salah satu taktik untuk menjadi bagian masyarakat kuta. Diresmikannya banjar
dharma semadhi sebagai wadah tampungan masyarakat tionghoa pada tahun 1968 yang beranggotakan 33 kepala
59
keluarga. Berkembang terus selama 50 tahun sehingga jumlahnya semakin meningkat dari tahun ketahun. P
: jadi terkait vihara ini banyak sekali mengalami
perubahan ya bapak? Kena tahun 2003 saya kesini sepertinya belum semegah ini? N
: iya jadi kalau dulu itu tiang kayu dipakai untuk
P
; vihara ini buka setiap hari, apakah ada bacaan
N
: kalau dulu ada di bagian depan vihara ini ada, tapi
penyangganya. Setelah itu kita rombak.
larangan untuk para pengunjung yang sedang berhalangan?
sekarang sudah hilang. Tapi sekalipun tidak ada orang-orang sepertinya sudah tahu. Kalau masih dalam keadaan bergabung juga tidak boleh. P
; lalu ornament ini memang selalu di isi di bagian atas
N
: jadi, lampion ini memang selalu diganti setiap
vihara?
tahunnya. Tapi ada juga itu yang merah itu dikasi dari penyumbang. Bahwa maknanya agar mereka yang nyumbang dapat di berikan rejeki yang lebih. P
N
: bapak apakah ada bentuk peninggalan cina di kuta ?
: kalau batu cina ada, jadi batu itu seperti batu marmer
dan ukurannya sangat besar, yang paling besar adalah sekitar 2
60
meter. Dulu banyak sekali batu cina di kuta . batu cina itu memang batu yang di bawa dari cina dan dulunya batu itu
berfungsi untuk sebagai pemberat kapal dari cina saat menuju
bali. Jika kapal sudah berlabuh maka batu-batu cina yang besar dan berat akan diturunkan oleh 2 orang awak kapal. Saya dulu
itu heran lihat batu yang panjangnya kira-kira 2 meter bisa
diangkat hanya dengan 2 orang saja. Sangat mustahil, tapi itu
bentuk bahwa orang-orang cina sangat kuat. Awal tahun 60-an masih sangat banyak batu cina itu di kawasan dekat pasar kuta ini. dulu bangunan warga disini pakai batu cina sebagai pondasi rumahnya. P
: jadi apa sih bentuk kebersamaan atau interaksi antara
N
: jadi ya setiap ada pemujaan imlek banyak orang bali
kebudayaan bali dan Buddha dalam bentuk realigi?
yang sembahyang dan menghaturkan persembhayan berupa sodan P
N
: jadi jam berapa buka vihara ini untuk umum bapak?
: jadi kalau tilem banyak yang datang sampai jam 2
pagi. Kalau hari biasa paling sampai jam 11 malam dan alat sembahyang juga sudah disediakan disini seperti dupa merah. P
N
: kalau begitu terimakasi untuk waktunya bapak. : iya tidak apa-apa rumah sya juga dekat
61