BAB II SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BABUSSALAM LANGKAT
2.1
Sejarah Langkat Kabupaten Langkat yang dikenal sekarang ini mempunyai sejarah yang cukup
panjang. Kabupaten Langkat sebelumnya adalah sebuah kerajaan di mana wilayahnya terbentang antara aliran Sungai Seruwai atau daerah Tamiang sampai ke daerah aliran anak Sungai Wampu. Terdapat sebuah sungai lainnya di antara kedua sungai ini yaitu sungai Batang Serangan yang merupakan jalur pusat kegiatan nelayan dan perdagangan penduduk setempat dengan luar negeri terutama ke Penang/Malaysia. Sungai Batang Serangan ketika bertemu dengan Sungai Wampu, namanya kemudian menjadi Sungai Langkat. Kedua Sungai tersebut masing-masing bermuara di Kuala Langkat dan Tapak Kuda. Adapun kata “Langkat” yang kemudian menjadi nama daerah ini berasal dari nama sejenis pohon yang dikenal oleh penduduk Melayu setempat dengan sebutan “pohon Langkat”. Dahulu kala pohon Langkat ini banyak tumbuh disekitar sungai Langkat tersebut. Jenis pohon ini sekarang sudah langka dan hanya dijumpai di hutan-hutan pedalaman daerah Langkat. Pohon ini menyerupai pohon Langsat, tetapi rasa buahnya sangat pahit dan kelat. Oleh karena pusat kerajaan Langkat berada di sekitar Sungai Langkat, maka kerajaan ini akhirnya populer dengan nama Kerajaan Langkat. Tentang asal mula Kerajaan Langkat berdasarkan tambo Langkat mengatakan bahwa nama leluhur dinasti Langkat yang terjauh diketahui ialah Dewa Syahdan yang hidup kira-kira tahun 1500 sampai 1580. Dewa syahdan digantikan oleh puteranya, Dewa Sakti yang memerintah kira-kira tahun 1580 sampai 1612. Dewa Sakti selanjutnya digantikan oleh Sulatn Abdullah yang
Universitas Sumatera Utara
lebih dikenal dengan nama Marhum Guri. Selanjutnya tambo Langkat mengatakan bahwa yang menggantikan Marhum Guri adalah puteranya Raja Kahar(± 1673). Raja Kahar adalah pendiri Kerajaan Langkat dan berzetel di Kota Dalam, daerah antara Stabat dengan Kampung Inai kira-kira pertengahan abad ke-18. Berpedoman kepada tradisi
dan kebiasaan masyarakat Melayu Langkat, maka
dapatlah ditetapkan kapan Raja Kahar mendirikan Kota Dalam yang merupakan cikal bakal Kerajaan Langkat kemudian hari. Setelah menelusuri beberapa sumber dan dilakukan perhitungan, maka Raja Kahar mendirikan kerajaannya bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1163
H,atau
tanggal
17
Januari
1750
(sumber:http:
//www.langkatkab.go.id/se_sejarah.php). Besilam atau Babussalam, letaknya di Tanjungpura Kabupaten Langkat sekitar 60 km dari Medan Sumatera Utara. Kampung tersebut sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan dusun-dusun lain di pelosok Indonesia bersahaja di tengah kerimbunan pepohonan. Sebagian cat rumah panggung memudar disengat masa. Syahdan seorang ulama legendaris, bernama Syeikh Abdul Wahab Rokan, hadir di Sumatera. Ia terdidik dengan ilmu agama sedari kecil. Perangainya berbeda dibandingkan kebanyakan kanak-kanak. Ia lebih suka mengasingkan diri dengan kitab agama daripada bermain. Dibandingkan teman seperguruan, Abdul Wahab Rokan sangat patuh dan menghormati guru, sebagai sumber ilmu. Tak mengherankan, saat menuntut ilmu di Hijaz (Mekkah), ia dinyatakan lulus dan berhak menerima ijazah tarekat Naqsyahbandiyah. Dengan demikian, Wahab berhak menyebarkan tarekat yang mendidik keras pengikutnya di jalan agama tersebut. Sepulang dari Mekkah, Wahab bersahabat dengan Raja Deli, bahkan, dihadiahkan kawasan liar untuk pemukimannya. Wahab pun membangun kawasan itu dengan membuka perkampungan. Ia menabalkan salah satu nama pintu di Masjidil Haram kepada kampung tersebut: Babussalam. Babussalam yang lama-kelamaan lebih dikenal dengan panggilan
Universitas Sumatera Utara
Besilam segera menjadi pusat perhatian. Namanya, seperti juga pendirinya, harum dan berwibawa. Tak hanya di Sumatera, nama tersebut berbinar hingga ke Malaysia (sumber :http://naqsabandiah.blogspot.com/2007/03/sebuah-kampung-bernama-besilam.html)
2.2
Sistem agama dan kepercayaan
Orang Melayu hampir seluruhnya beragama Islam. Namun demikian, sisa-sisa unsur agama Hindu dan animisme masih dapat dilihat dalam sistem kepercayaan mereka. Islam tidak dapat menghapuskan seluruh unsur kepercayaan tersebut. Proses sinkretisme terjadi di mana unsur kepercayaan sebelum Islam ada secara laten atau disesuaikan dengan unsur Islam. Proses ini jelas dapat ditemukan dalam ilmu perbomohan Melayu (pengobatan tradisional), dan dalam beberapa upacara adat.
2.3
Konsep Sistem Rakyat
2.3.1 Sistem Pemerintahan Masa pemerintahan Belanda dan Jepang pada masa pemerintahan Belanda, kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orangorang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi) berada ditangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh : 1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah (1865-1892) 2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul JalikRakhmatsyah (1893-1927) 3. Sultan Mahmud (1927-1945/46)
Universitas Sumatera Utara
Di bawah pemerintahan Kesultanan dan asisten residen struktur pemerintahan disebut Luhak dan di bawah luhak disebut kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja Kecil Karo) yang berada di desa. Pemerintahan Luhak dipimpin secara pangeran, pemerintahan kejuruan dipimpin seorang Datuk, pemerintahan distrik dipimpin seorang kepala distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Pemerintahan kesultanan di Langkat dibagi atas 3(tiga) kepala Luhak : 1.
Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 kejuruan dan 2 distrik yaitu : 1.1 Kejuruan Selesai 1.2 Kejuruan Bahorok 1.3 Kejuruan Sei Bingai 1.4 Distrik Kuala 1.5 Distrik Salapian Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/T. Pangeran Ahmad.
2.
Luhak Langkat Hilir. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu : 2.1 Kejuruan Stabat 2.2 Kejuruan Bingei 2.3 Distrik Secanggang 2.4 Distrik Padang Tualang 2.5 Distrik Cempa 2.6 Distrik Pantai Cermin
3.
Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Temenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini masih terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik :
Universitas Sumatera Utara
3.1 Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji 3.2 Distrik pulau Kampai 3.3 Distrik Sei Lepan. Awal 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih pemerintahan Jepang, namun system pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin olej Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945 Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang gubernur yaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati. Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan Kabupaten Langkat terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur(NST) yang berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidullah. Berdasarkan PP No.7 tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit. Mengingat luas Kabupaten Langkat, maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi tiga kewedanan yaitu : 1.Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai 2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjungpura 3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah bupati serta asisten wedana (camat) sebagai perangkat akhir ( sumber :http:/www.langkatkab.go.id/se_sejarah.php).
2.3.2 Sistem ekonomi Bagi masyarakat Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan aktivitas pertanian dan menangkap ikan. Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman campuran (mixed farming). masyarakat Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, di sektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain. Penguasaan ekonomi di kalangan masyarakat Melayu perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi, terutama masyarakat Tionghoa.Tetapi kini telah banyak masyarakat Melayu yang berjaya dalam bidang perniagaan dan menjadi ahli bidang hukum. Masyarakat Melayu telah ramai tinggal di bandar-bandar besar dan mampu memiliki kereta mewah dan rumah besar. Selain itu masyarakat Melayu juga sudah banyak mengecap pendidikan yang tinggi, dan sudah banyak menuntut ilmu di universitas dalam negeri maupun luar negeri.
2.3.3 Sistem kekeluargaan dan perkawinan
Dari segi kekeluargaan, masyarakat Melayu dibagi dua kelompok:
1.
Yang mengamalkan sistem kekeluargaan dwisisi (bilateral)
2.
Yang mengamalkan sistem kekeluargaan nasab ibu (matrilineal system)
Tetapi disebabkan kedua-dua kelompok tersebut menganut agama Islam, maka sistem kekeluargaan Melayu itu banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan Islam.
Universitas Sumatera Utara
Orang Melayu melakukan perkawinan monogami dan poligami. Bentuk perkawinan endogami (pipit sama pipit, enggang sama enggang), eksogami juga terjadi, malah di sebagian tempat diutamakan. Perkawinan campur juga ada. Semua perkawinan Melayu dijalankan mengikut peraturan dan undang-undang perkawinan Islam (Mazhab Shafie).
Basyarsyah dan Syaifuddin (2002 :59) mengatakan bahwa masing-masing komunitas Melayu Sumatera Timur, seperti di Langkat, Deli Serdang, Asahan, dan Labuhan Batu mempunyai ciri istiadat perkawinan dan tata riasnya. Namun ciri itu tidak memberi pengaruh terhadap keutuhan makna filosofis keutuhan kesatuan diantaranya. Pengaruh Hindu dan Budha beransur-ansur telah terkikis karena kekukuhan Islam dalam masyarakat Melayu Sumatera Timur. Di dalam upacara perkawinan Melayu menggunakan alat-alat dan perlengkapan seperti ramuan sirih (tepak sirih/puan), tepung tawar serta balai. Dalam istiadat perkawinan,jika dalam keluarga terdapat sudah seorang anak gadis atau pemula yang akil balik tibalah saatnya untuk mempercepat agar ia berumah tangga, apalagi telah mendekati umur 20 tahun karena umurnya gadis-gadis Melayu zaman dulu kawin sebelum berumur 20 tahun.
Perkawinan bagi masyarakat Melayu Sumatera Timur bukanlah hanya ssekedar kebutuhan biologi manusia, tetapi merupakan pelaksanaan syari’ah Islam dan kegiatan sosial yang besar. Dahulu beberapa hari sebelum peristiwa besar itu berlangsung,semua handai tolan dan sanak keluarga telah berkumpul di tempat pesta adat akan berlangsung. Karena peristiwa-peristiwa juga merupakan bersatunya dua keluarga menjadi satu keluarga yang lebih besar dan terkadang juga merupakan perwujudan satu peristiwa politik (mengenai perkawinan putera puteri raja-raja), maka berbagai kegiatan-kegiatan seni (seni hias, seni ukir, sulaman dan lain-lain, diperagakan di sini oleh yang orang tua-tua dan
Universitas Sumatera Utara
kemudian menjadi pedoman bagi generasi yang muda( Basyarsyah dan Syaifuddin ,2002 : 62).
Dalam masyarakat Melayu di desa Besilam, sistem perkawinan dilakukan dengan cara yang sama seperti masyarakat Melayu lainnya tetapi yang berbeda adalah istiadat di desa tersebut yang melarang adanya hiburan-hiburan seperti nyanyi dengan menggunakan musik keybord tetapi hanya dengan menyanyikan shalawat dan barzanji serta marhaban yang dinyanyikan oleh ibu-ibu perwiritan di desa Besilam.
2.4 Sosial budaya masyarakat Babusalam terhadap senandung
Masyarakat Melayu di Babussalam sudah mengenal senandung Babussalam ketika seorang tokoh ulama sekaligus penulis mulai menulis sejarah tentang asal Babussalam yakni A. Fuad Said dan kemudian salah seorang jamah tarekat menyusun sebuah syair senandung untuk mengenang seorang ulama tokoh ulama pertama di Babussalam yakni Syekh Abdul Wahab Rokan. Syair senandung Babussalam ini disyairkan atau disenandungkan oleh salah satu masyarakat Babussalam yaitu H. Akhyar Murni.
Senandung Babussalam mempunyai kaitan yang erat dengan masyarakat Babussalam karena sampai sekarang masih digunakan atau disenandungkan agar selalu dikenal setiap orang. Selain itu senandung Babussalam ini merupakan salah satu budaya agar masyarakat tidak terpengaruh oleh musik-musik dari luar yang mulai mempengaruhi gaya hidup masyarakat terutama di Babussalam sehingga senandung Babussalam tetap bertahan sampai sekarang.
Universitas Sumatera Utara