BAB II BIDANG PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA
DAN KEHIDUPAN BERAGAMA
2.1. Kondisi Umum Pembangunan bidang sosial budaya dan kehidupan beragama diarahkan pada pencapaian sasaran pokok, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab, serta bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera yang, antara lain, ditunjukkan oleh meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk peran perempuan dalam pembangunan. Pencapaian sasaran pokok tersebut dilakukan melalui pembangunan manusia seutuhnya baik laki-laki maupun perempuan yang meliputi manusia sebagai insan dan sumber daya pembangunan. Pembangunan bidang sosial budaya dan kehidupan beragama mencakup bidang-bidang kesehatan dan gizi, pendidikan, kependudukan dan keluarga berencana, perpustakaan nasional, pemuda dan olahraga, agama, kebudayaan, pelayanan kesejahteraan sosial, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Peningkatan derajat kesehatan dan tingkat pendidikan penduduk Indonesia berkontribusi pada semakin membaiknya daya saing Indonesia di tingkat internasional yang pada tahun 2005 berada pada urutan ke 69, pada tahun 2009 meningkat menjadi urutan ke 54 (The Global Competitiveness Report 2009-2010). Dalam lingkungan regional, Indonesia juga mampu mempertahankan kualitas manusia yang ditunjukkan oleh indeks pembangunan manusia Indonesia yang berada pada urutan ke-6 dari 9 negara ASEAN (Human Development Report, 2009). Kependudukan. Upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk melalui perencanaan keluarga berencana sangat berperan dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Melalui program Keluarga Berencana, pertambahan dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat dihindarkan sehingga setiap keluarga dapat merencanakan kehidupannya menjadi lebih berkualitas dan sejahtera. Hasil Sensus Penduduk (SP) 2000 dan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2005 mengungkapkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan (LPP) penduduk Indonesia menurun dari 1,49 persen pada periode tahun 1990-2000 menjadi 1,30 persen pada periode tahun 2000-2005. Sedangkan LPP pada periode tahun 2005-2010 diperkirakan terus menurun menjadi 1,27 persen. Namun secara absolut jumlah penduduk masih tetap besar dan masih akan meningkat. Pada tahun 2000 jumlah penduduk sebanyak 205,8 juta jiwa dan meningkat menjadi 218,9 juta jiwa pada tahun 2005. Kemudian berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025, jumlah penduduk diperkirakan terus bertambah menjadi 234,2 juta jiwa pada tahun 2010. Pembangunan kependudukan yang didukung oleh program keluarga berencana (KB) telah berhasil menurunkan angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) dan angka kelahiran pada wanita usia 15-19 tahun (age-specific fertility rate/ASFR 15-19 tahun). Berdasarkan hasil koreksi nilai TFR survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 dan 2007, TFR menurun dari 2,4 menjadi 2,3 per perempuan usia reproduksi. Sedangkan ASFR 15-19 tahun menurun dari 39 menjadi 35 per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun. Penurunan tersebut antara lain, disebabkan oleh II.2 - 1
meningkatnya median usia kawin pertama perempuan dari sekitar 19,2 tahun (SDKI 20022003) menjadi 19,8 tahun (SDKI 2007). Selanjutnya, keberhasilan program KB ditunjukkan melalui pemakaian alat dan obat kontrasepsi dengan cara modern yang terus meningkat, meskipun tidak signifikan peningkatannya, yaitu dari 56,7 persen menjadi 57,4 persen (SDKI 2002/03 dan 2007). Hasil-hasil yang dicapai pada tahun 2009 antara lain adalah meningkatnya jumlah peserta KB baru sebanyak 6,7 juta, jumlah peserta KB aktif menjadi sebanyak 26,2 juta, jumlah peserta KB baru miskin (keluarga pra-sejahtera/KPS dan keluarga sejahtera I/KS 1) dan rentan lainnya sebanyak 2,95 juta, peserta KB aktif miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya menjadi sebanyak 11,6 juta, jumlah peserta KB baru yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebanyak 640,8 ribu, dan jumlah peserta KB baru pria sebanyak 683,98 ribu. Sementara itu, capaian pembangunan kependudukan dan keluarga berencana pada tahun 2010 diperkirakan antara lain meningkatnya jumlah peserta KB baru sebanyak 7,1 juta, jumlah peserta KB aktif menjadi sebanyak 26,7 juta, jumlah peserta KB baru miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya sebanyak 3,75 juta, jumlah peserta KB aktif miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya menjadi sebanyak 11,9 juta, jumlah peserta KB baru mandiri sebanyak 3,4 juta, persentase peserta KB aktif mandiri menjadi sebesar 48,4 persen, persentase peserta KB baru MKJP sebesar 12,1 persen, persentase peserta KB aktif MKJP menjadi sebesar 24,2 persen, dan persentase peserta KB baru pria sebesar 3,6 persen. Selain itu, keberhasilan pembangunan kependudukan didukung pula oleh penguatan manajemen data dan informasi kependudukan. Sumber data utama kependudukan diperoleh melalui Sensus Penduduk (SP), Supas, Survei, dan Registrasi Penduduk. Sampai dengan saat ini telah dilakukan Supas 2005 dan akan dilakukan SP 2010 pada bulan Mei 2010, SDKI 2007, Susenas 2008, dan Sakernas 2009. Selanjutnya untuk pelayanan registrasi penduduk dan pencatatan sipil, sampai dengan tahun 2009 telah dibangun sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK) di 495 kabupaten/kota. Pengembangan SIAK merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang mengamanatkan pemerintah untuk memberikan nomor induk kependudukan (NIK) kepada setiap penduduk dan menggunakan NIK sebagai dasar dalam menerbitkan dokumen kependudukan. Penerapan Undang-Undang tersebut dijabarkan melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional. Capaian administrasi kependudukan lainnya adalah pengesahan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, pemberian pembekalan teknis dan pemberian wawasan kepada aparat pemerintah daerah yang menangani urusan kependudukan, peningkatan kapasitas SDM pengelola SIAK, dan pemberian bantuan stimulan sarana dan prasarana SIAK. Kesehatan. Status kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia terus menunjukkan perbaikan, ditandai dengan meningkatnya umur harapan hidup (UHH) menjadi 70,7 tahun (2009), menurunnya angka kematian ibu (AKI) menjadi sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007), menurunnya angka kematian bayi (AKB) menjadi sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup (2007) dan menurunnya prevalensi kekurangan gizi menjadi sebesar 18,4 persen (2007). Sementara itu, prevalensi anak balita yang pendek (stunting) sebesar 36,8 persen, bayi lahir dengan berat badan rendah sebesar 11,5 persen, kasus gizi-lebih sebesar 4,3 persen, dan bayi mendapat ASI eksklusif sebesar 32,4 persen (2007). Selanjutnya, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat menjadi 77,37 persen (2009), cakupan kunjungan kehamilan keempat (cakupan K4) telah meningkat menjadi II.2 - 2
86,04 persen (2008), cakupan imunisasi lengkap anak balita mencapai 58,6 persen (2007), dan cakupan imunisasi campak baru mencapai 75,47 persen (2008). Dalam pengendalian penyakit menular, tingkat kematian akibat kasus demam berdarah dengue (DBD) sebesar 0,86 persen (2008), diare sebesar 2,48 persen (2008), flu burung sebesar 85 persen (2008), jumlah kasus malaria sebesar 0,16 per 1.000 penduduk (2008), persentase tuberculosis (TB) yang ditemukan sebesar 71,9 persen (2009), persentase TB yang disembuhkan sebesar 80,9 persen (2008), prevalensi HIV dan AIDS sebesar 0,2 persen (2008). Kondisi kesehatan lingkungan menjadi salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular, antara lain ditandai dengan masih rendahnya akses penduduk terhadap air bersih yaitu 47,63 persen (2009), dan akses penduduk terhadap sanitasi layak yaitu 51,02 persen (2009). Dilain pihak penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan antara lain hipertensi sebesar 7,6 persen (2007), jantung koroner sebesar 7,2 persen (2007), diabetes mellitus sebesar 1,1 persen (2007), gangguan mental emosional sebesar 11,6 persen (2007) dan kecelakaan sebanyak 11.610 kasus (2007). Dalam mendukung upaya perbaikan status kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan terus ditingkatkan melalui penempatan tenaga kesehatan terutama di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan, mencakup dokter spesialis sebanyak 1.025 orang (2007); dokter/dokter gigi sebanyak 3.905 orang (2007); dan bidan desa sebanyak 18.317 orang (2007). Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan, mutu, penggunaan serta pengawasan obat dan makanan, telah dilakukan penyediaan obat esensial di tingkat puskesmas mencapai lebih dari 80 persen dari kebutuhan, penyediaan obat murah, peningkatan pengawasan obat dan makanan di berbagai unit produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas sumber daya dan sarana pemeriksaan obat dan makanan, serta peningkatan penelitian dan pengembangan dalam rangka mengurangi ketergantungan bahan baku obat dari luar negeri. Walaupun telah menunjukkan berbagai perbaikan dalam status kesehatan dan gizi masyarakat, namun masih diperlukan upaya yang lebih besar lagi dalam mengurangi disparitas status kesehatan antarprovinsi maupun antartingkat sosial ekonomi. Dalam rangka perlindungan terhadap risiko finansial akibat masalah kesehatan, cakupan jaminan kesehatan telah mencapai sekitar 48 persen, yang mencakup 18,7 persen asuransi kesehatan pegawai negeri sipil (PNS), TNI/POLRI, tenaga kerja sektor formal dan asuransi swasta bagi penduduk yang mampu, serta 29,3 persen jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) bagi penduduk miskin. Cakupan Jamkesmas meningkat dari 36,4 juta orang (2005) menjadi 76,4 juta orang (2009). Jamkesmas telah mampu meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit, terutama untuk daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan. Pemberdayaan dan promosi kesehatan terutama melalui upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM), seperti pos pelayanan terpadu (posyandu) dan pos kesehatan desa (poskesdes) terus ditingkatkan. Jumlah posyandu sebanyak 270.000 unit dan jumlah poskesdes sebanyak 43.000 unit (2008). Selain itu, integrasi kegiatan posyandu dengan kegiatan pos pendidikan anak usia dini (PAUD), bina keluarga balita (BKB) dan tempat penitipan anak (TPA) terus ditingkatkan. Pencapaian sasaran perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga masih rendah yakni sebesar 38,7 persen (2007). Penyediaan fasilitas kesehatan, seperti puskesmas, puskesmas pembantu, poskesdes, serta rumah sakit terus ditingkatkan terutama di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK). Rasio puskesmas terhadap penduduk sebesar 3,74 per 100.000 penduduk (2008), jumlah puskesmas pembantu (pustu) sebanyak 23.163 (2008). Akses II.2 - 3
masyarakat dalam mencapai sarana pelayanan kesehatan dasar terus membaik, yaitu 94 persen masyarakat dapat mengakses sarana pelayanan kesehatan kurang dari 5 kilometer. Pada tahun 2007, jumlah rumah sakit pemerintah sebanyak 667, sedangkan rumah sakit swasta sebanyak 652. Rasio tempat tidur (TT) rumah sakit terhadap penduduk sebesar 63,3 TT per 100.000 penduduk (2007). Dalam rangka peningkatan kinerja puskesmas mulai tahun 2010 telah disediakan bantuan operasional kesehatan (BOK) bagi puskesmas dan jaringannya terutama dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan preventif dan promotif, yang mencakup KIA-KB, gizi, imunisasi, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pembinaan upaya kesehatan berbasis masyarakat seperti posyandu, polindes, dan poskesdes. Dalam upaya peningkatan mutu perencanaan dan evaluasi pembangunan kesehatan yang berbasis evidence, telah dilaksanakan riset kesehatan dasar dan penguatan kelembagaan pengelolaan data dan survailans. Di samping itu, telah dilakukan pula perkuatan peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran dari UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pendidikan. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu pilar pembangunan bangsa yang telah ditegaskan sejak awal oleh para pendiri bangsa (founding fathers). Penegasan tersebut tercantum dalam salah satu tujuan bernegara di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu landasan untuk memperkuat pembangunan nasional dan menjadi salah satu instrumen untuk mendukung upaya mengentaskan kemiskinan, meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender, memperkokoh nilai-nilai budaya, dan meningkatkan daya saing bangsa. Sampai tahun 2008, upaya pembangunan pendidikan telah berhasil meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia yang ditandai dengan meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 7,50 tahun, menurunnya proporsi buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 5,97 persen, serta meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) pada semua jenjang pendidikan. APM SD/MI/sederajat mencapai 95,14 persen, dan APK SMP/MTs/sederajat, SMA/SMK/MA/sederajat, dan APK PT masing-masing telah mencapai 96,18 persen, 64,28 persen, dan 17,75 persen. Peningkatan taraf pendidikan tersebut diikuti dengan meningkatnya kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan. Peningkatan kualitas ditandai, antara lain, dengan rata-rata nilai ujian nasional (UN) dan pencapaian berbagai prestasi dalam berbagai kompetisi nasional dan internasional. Selanjutnya dalam rangka mendukung peningkatan kualitas pendidikan, kualifikasi guru dan dosen terus ditingkatkan. Upaya ini telah berhasil meningkatkan persentase guru yang telah memenuhi kualifikasi akademik D4/S1 menjadi sebesar 24,6 persen untuk SD, 24 persen untuk MI, 73,4 persen untuk SMP, 58 persen untuk MTs, 91,2 persen untuk SMA, 85,8 persen untuk SMK, dan 77 persen untuk MA. Dalam rangka meningkatkan tata kelola pendidikan, dilakukan berbagai perbaikan manajemen pendidikan yang ditujukan untuk memantapkan manajemen pelayanan pendidikan dan memberdayakan sekolah melalui penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS), serta upaya pelembagaan otonomi PT. Seiring dengan meningkatnya komitmen dari semua pihak, anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari RAPBN terus dilakukan yang secara absolut terus mengalami peningkatan yang berarti. Secara nasional, pada tahun 2010 anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari RAPBN telah mencapai sebesar Rp. 209,5 triliun yang dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer Daerah. II.2 - 4
Sementara itu, perpustakaan memiliki peranan yang penting dalam mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara demokratis menuju masyarakat cerdas, kritis dan inovatif, disamping sebagai pelestari nilai budaya dan sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat. Berbagai upaya yang telah dilakukan, telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, antara lain ditandai oleh: (1) meningkatnya sarana dan prasarana layanan perpustakaan; (2) tersedianya 321 unit perpustakaan keliling di perpustakaan provinsi dan perpustakaan kabupaten/kota; (3) promosi budaya baca melalui media cetak dan elektronik; (4) berkembangnya 10.529 unit perpustakaan desa di 31 provinsi; (5) meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap pentingnya layanan perpustakaan dalam pembangunan; dan (6) terselenggaranya program studi perpustakaan di perguruan tinggi baik pada jenjang diploma, sarjana maupun pascasarjana serta pendidikan dan pelatihan teknis bidang perpustakaan sebagai upaya untuk menyiapkan SDM perpustakaan yang profesional. Pemuda dan Olahraga. Pembangunan pemuda dan olahraga mempunyai peran strategis dalam mendukung peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing di tingkat regional dan internasional. Sebagaimana tercantum dalam UU No. 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan, bahwa pemuda memiliki peran aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Sementara itu, budaya dan prestasi olahraga perlu dikembangkan sesuai dengan amanat UU No. 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh, menanamkan nilai moral, akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa di mata dunia. Pembangunan pemuda dan olahraga selama tahun 2009 telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini ditunjukkan antara lain, dengan semakin meningkatnya keserasian kebijakan pembangunan pemuda dengan disahkannya UU No. 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan, serta meningkatnya prestasi olahraga yang ditandai dengan naiknya peringkat Indonesia pada kejuaraan SEA Games dari peringkat ke-4 pada tahun 2007 menjadi peringkat ke-3 pada tahun 2009. Untuk meningkatkan partisipasi dan peran serta pemuda dalam berbagai bidang pembangunan, pada tahun 2010 upaya pelayanan kepemudaan terus dilanjutkan dan ditingkatkan melalui penyadaran, pemberdayaan, pengembangan kepemimpinan, pengembangan kewirausahaan, dan pengembangan kepeloporan pemuda. Adapun untuk meningkatkan budaya dan prestasi olahraga di tingkat regional dan internasional, pada tahun 2010 upaya pembinaan dan pengembangan olahraga dilakukan melalui olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi. Kehidupan Beragama. Kehidupan beragama merupakan sektor pembangunan yang penting, karena dijamin dalam UUD 1945 Pasal 29 yang menegaskan bahwa “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan “Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”. Di samping itu, terbangunnya kerukunan umat beragama akan menjadi modal sosial bangsa untuk turut mendukung kemajuan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, kerukunan umat beragama menjadi salah satu agenda prioritas pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya saing tinggi dan berakhlak mulia. Agenda prioritas nasional lainnya pada sektor kehidupan beragama adalah penyelenggaraan ibadah haji, karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan terkait hubungan antarnegara.
II.2 - 5
Berbagai upaya strategis telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama. Sejumlah perkembangan penting di antaranya adalah meningkatnya kehidupan harmonis umat beragama yang ditandai dengan menurunnya konflik sosial bernuansa keagamaan, berdirinya forum-forum kerukunan umat beragama (FKUB), dan berkembangnya kerja sama lintas agama; meningkatnya kualitas pelayanan penyelenggaraan ibadah haji yang ditandai dengan pengurangan BPIH dan terbitnya perbaikan peraturan perundang-undangan penyelenggaraan haji; meningkatnya kualitas pelayanan keagamaan yang ditandai dengan meningkatnya mobilitas penyuluhan keagamaan, pemerataan fasilitas keagamaan, serta berkembangnya pusat-pusat informasi keagamaan Kebudayaan. Pembangunan kebudayaan dilakukan dalam rangka memperkuat jati diri dan karakter bangsa, membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mematuhi aturan hukum yang mengarah pada kemajuan peradaban, harkat, dan martabat manusia Indonesia. Berbagai upaya untuk meneguhkan jati diri dan karakter bangsa telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan yang antara lain ditandai oleh semakin meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap arti penting pembangunan karakter dan jati diri bangsa. Kemajuan tersebut terutama dipengaruhi oleh berbagai upaya pengembangan nilai budaya, pengelolaan keragaman budaya serta perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya. Pada tahun 2009, upaya peningkatan kesadaran dan pemahaman tersebut dilakukan melalui beberapa kegiatan antara lain: (1) pembinaan karakter dan pekerti bangsa di 33 provinsi melalui media massa, sekolah, dan organisasi kepemudaan; (2) pelestarian dan pengembangan nilai-nilai tradisi; (3) pelestarian sejarah dan nilai nilai tradisional; (4) dukungan event budaya di daerah melalui kegiatan pertunjukkan, pameran, lomba, peragaan; (5) pelestarian dan pengembangan kesenian melalui fasilitasi pagelaran, festival, pementasan, lomba dan pemberian penghargaan di bidang seni serta reaktualisasi kesenian yang hampir punah; (6) pembinaan pengembangan perfilman nasional; (7) peningkatan sensor film/video/iklan; (8) penyelamatan dan pengelolaan peninggalan kepurbakalaan, penanggulangan kasus pelestarian dan pemanfaatan peninggalan kepurbakalaan; (9) pengembangan pengelolaan permuseuman, dan dukungan pengelolaan museum daerah; dan (10) penelitian dan pengembangan bidang kebudayaan dan arkeologi. Untuk mencapai pemantapan karakter dan jati diri bangsa yang lebih baik, pada tahun 2010, upaya pengembangan nilai budaya, pengelolaan keragaman budaya serta perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya terus dilanjutkan dan ditingkatkan melalui berbagai kegiatan pembangunan di bidang kebudayaan. Di samping itu, dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan kebudayaan, kerja sama yang sinergis antarpihak terkait dalam upaya pengembangan nilai budaya, pengelolaan keragaman budaya serta perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya juga terus ditingkatkan. Kesejahteraan Sosial. Seiring dengan perkembangan kondisi sosial masyarakat, tantangan ke depan akan semakin berat dan permasalahan sosial yang dihadapi semakin kompleks. Beberapa permasalahan yang terjadi antara lain, besarnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), luasnya cakupan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang berkaitan dengan penduduk miskin dan rentan, terutama anak, lanjut usia dan penyandang cacat terlantar. Untuk meningkatkan kemampuan ekonomi rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memiliki anak balita, atau anak usia sekolah setingkat SD-SMP, atau ibu hamil diberikan akses terhadap pelayanan publik baik untuk komponen kesehatan maupun II.2 - 6
pendidikan melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dalam penyelenggaraan perlindungan sosial adalah bagi anak telantar, lanjut usia yang tergolong dalam kelompok penduduk miskin dan rentan, dan penyandang cacat telantar. Untuk itu diperlukan suatu upaya pembangunan dan pembenahan sistem perlindungan sosial yang layak dan meningkatkan cakupan dan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat rentan dan miskin, serta penataan sistem pendataan, pelaporan dan jalur koordinasi di tingkat nasional dan daerah. Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan yang dapat dinikmati secara adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh penduduk Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan. Berbagai kemajuan dalam pembangunan yang responsif gender telah dicapai baik di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, maupun dalam bidang politik dan jabatan publik. Selain indeks pembangunan gender/IPG, kemajuan pembangunan gender juga ditunjukkan dengan indikator gender empowerment measurement (GEM) atau indeks pemberdayaan gender/IDG, yang diukur melalui partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan. IDG Indonesia menunjukkan peningkatan dari 0,597 pada tahun 2004 menjadi 0,623 pada tahun 2008 (KPPPA-BPS, 2009). Di bidang ekonomi, peningkatan akses lapangan kerja bagi perempuan ditunjukkan oleh penurunan angka pengangguran terbuka perempuan dari 13,7 persen pada tahun 2006, menjadi 8,8 persen pada tahun 2009 (Sakernas, 2006-2009). Dalam jabatan publik, terdapat sedikit peningkatan partisipasi perempuan selama kurun waktu tiga tahun terakhir, terutama dari partisipasinya dalam pengambilan keputusan. Pada tahun 2006, persentase perempuan yang menduduki jabatan eselon I sampai eselon IV, masing-masing sebesar 9,6 persen; 6,6 persen; 13,7 persen; dan 22,4 persen. Pada tahun 2008, persentase tersebut untuk eselon II sampai eselon IV, masing-masing meningkat menjadi 7,1 persen; 14,5 persen; dan 23,5 persen. Di bidang politik, partisipasi perempuan di lembaga legislatif meningkat dari 11,3 persen pada tahun 2004 menjadi 17,9 persen pada tahun 2009. Demikian pula, anggota DPD perempuan meningkat dari 19,8 persen pada tahun 2004 menjadi 27,3 persen pada tahun 2009. Dalam rangka memberikan pelayanan kepada perempuan dan anak korban kekerasan, sampai dengan tahun 2008, telah dibentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 17 provinsi dan 76 kabupaten/kota. Selain itu, telah tersedia 305 Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di tingkat Polres yang tersebar di seluruh Indonesia. Selanjutnya, untuk meningkatkan pelayanan terhadap perempuan korban perdagangan orang, telah dilakukan peningkatan kapasitas petugas di tempat embarkasi dan debarkasi. Perlindungan Anak. Keberhasilan pembangunan perlindungan anak dalam memenuhi hak tumbuh kembang dan kesejahteraan anak telah ditunjukkan dalam capaian pembangunan di bidang kesehatan dan pendidikan. Selain itu, persentase pekerja anak usia 10-14 tahun telah menunjukkan penurunan, dari 5,52 persen pada tahun 2005 menjadi 4,65 persen pada tahun 2006 dan 3,78 persen pada tahun 2007 (Sakernas 2006-2008). Sementara itu, dalam memenuhi hak sipil anak untuk mendapatkan identitas dan legalitas kependudukan, data Supas 2005 menunjukkan bahwa sebanyak 42,82 persen anak usia 0-4 tahun telah memiliki akta kelahiran. Dalam rangka meningkatkan akses anak korban kekerasan terhadap pelayanan telah dikembangkan mekanisme pengaduan bagi anak melalui telepon yang disebut Telepon II.2 - 7
Sahabat Anak (TESA) 129 di tujuh kota. Selanjutnya, telah terbentuk pula gugus tugas penanganan perdagangan orang pada tingkat nasional, yang berfungsi untuk mengkoordinasikan dan mendorong pemberantasan perdagangan orang termasuk perdagangan perempuan dan anak, serta telah disusun standar operasional prosedur pemulangan korban perdagangan orang, baik di dalam negeri maupun antarnegara. Sementara itu, untuk meningkatkan perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum, telah ditetapkan kebijakan terpadu tentang penanganan anak yang berhadapan dengan hukum berbasis restorative justice, yang ditindaklanjuti dengan ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kepolisian Negara, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.
2.2. Permasalahan dan Sasaran Tahun 2011 2.2.1.
Permasalahan
Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sampai dengan tahun 2009 dan perkiraan tahun 2010, permasalahan dan tantangan utama yang harus dipecahkan dan dihadapi pembangunan bidang sosial dan kehidupan beragama pada tahun 2011 adalah sebagai berikut. Laju Pertumbuhan dan Jumlah Pertambahan Penduduk. Permasalahan yang dihadapi pembangunan bidang kependudukan dan keluarga berencana antara lain adalah (1) masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah pertambahan penduduk; (2) masih tingginya disparitas angka kelahiran total/TFR antarprovinsi serta disparitas menurut tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan, dan wilayah perdesaan-perkotaan; (3) masih rendah dan tidak signifikannya kenaikan pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR), serta masih tingginya disparitas antarprovinsi; (4) masih kurang efektifnya pemakaian MKJP seperti intrauterine device/IUD, implant, dan metode operasi pria/MOP, serta lebih banyak menggunakan kontrasepsi untuk jangka pendek seperti suntikan dan pil; (5) masih rendahnya peserta KB pria; (6) masih tingginya kebutuhan ber-KB yang tidak/belum terpenuhi (unmet need), dengan disparitas unmet need yang tinggi baik antarprovinsi, antartingkat pendidikan, maupun antarwilayah perdesaan-perkotaan; (7) masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran remaja dan pasangan usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi; (8) belum optimalnya pembinaan dan kemandirian peserta KB; (9) masih terbatasnya kapasitas kelembagaan Program KB; (10) masih belum sinergisnya kebijakan pengendalian penduduk; dan (11) masih terbatasnya ketersediaan dan kualitas data dan informasi kependudukan. Sementara itu, berkenaan dengan administrasi kependudukan sebagai salah satu data dan informasi kependudukan, sampai saat ini data registrasi belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena masih terbatasnya cakupan daerah dalam penerapan SIAK on-line untuk pelayanan publik, belum tersambungnya jaringan komunikasi data secara on-line dari kab/kota, provinsi, dan pusat, terbatasnya SDM di tingkat pusat dan daerah dalam pengelolaan SIAK, masih terbatasnya dukungan pemerintah daerah dalam penerapan SIAK, dan masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan perubahan atas peristiwa kependudukan yang dialami oleh penduduk dan keluarganya. Akses dan Kualitas Pelayanan Kesehatan. Berbagai permasalahan yang harus dipecahkan dan dihadapi pada tahun 2011 dalam pembangunan kesehatan adalah: (1) belum optimalnya upaya kesehatan ibu dan anak dalam rangka menurunkan angka II.2 - 8
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB); (2) masih rendahnya status gizi masyarakat, yang ditandai dengan masih tingginya prevalensi kekurangan gizi pada balita dan prevalensi stunting pada anak balita; (3) belum optimalnya upaya pengendalian penyakit yang ditandai dengan tingginya angka kesakitan dan kematian; (4) tenaga kesehatan masih terbatas, yang ditandai dengan masih rendahnya jumlah ketersediaan tenaga kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan; (5) masih terbatasnya ketersediaan, keterjangkauan, penggunaan dan mutu obat serta belum optimalnya pengawasan obat-makanan; (6) pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan perlindungan kesehatan masyarakat masih terbatas yang ditandai dengan masih rendahnya cakupan jaminan kesehatan bagi masyarakat terutama penduduk miskin dan sektor informal; (7) pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan belum optimal; (8) akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas masih rendah; (9) kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat antarwilayah dan antartingkat sosial ekonomi masih lebar; dan (10) belum efektifnya manajemen dan informasi pembangunan kesehatan, termasuk dalam pengelolaan administrasi, hukum, dan penelitian pengembangan kesehatan. Akses, Kualitas, dan Relevansi Pendidikan. Pembangunan pendidikan masih menghadapi beberapa permasalahan, antara lain yaitu: (1) masih terbatasnya kesempatan memperoleh pendidikan; (2) rendahnya kualitas, relevansi, dan masih rendahnya daya saing pendidikan; (3) masih rendahnya profesionalisme guru dan belum meratanya distribusi guru; (4) terbatasnya kualitas sarana dan prasarana pendidikan; (5) belum efektifnya manajemen dan tatakelola pendidikan; dan (6) belum terwujudnya pembiayaan pendidikan yang berkeadilan. Di samping itu, beberapa tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2011 dalam menyelesaikan permasalahan akses dan kualitas pendidikan adalah: (1) meningkatkan pemerataan akses terhadap pendidikan semua jenjang, termasuk akses terhadap pendidikan agama dan pendidikan keagamaan; (2) meningkatkan tingkat keberaksaraan; (3) meningkatkan kesiapan anak bersekolah; (4) meningkatkan kemampuan kognitif, karakter, dan soft-skill lulusan; (5) meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan menengah; (6) meningkatkan kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan tinggi termasuk kualitas penelitiannya; dan (6) meningkatkan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Selanjutnya, terkait masalah ketenagaan, sarana dan prasarana, pembangunan pendidikan masih menyisakan tantangan untuk: (1) meningkatkan pemerataan distribusi guru; (2) meningkatkan kualifikasi akademik dan profesionalisme guru; (3) mempercepat penuntasan rehabilitasi gedung sekolah dan ruang kelas yang rusak; (4) meningkatkan ketersediaan buku mata pelajaran; (5) meningkatkan ketersediaan dan kualitas laboratorium dan perpustakaan; dan (6) meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan. Adapun tantangan yang harus dijawab dalam mewujudkan manajemen, tatakelola, serta pembiayaan pendidikan yang berkeadilan antara lain: (1) meningkatkan manajemen, tatakelola, dan kapasitas lembaga penyelenggara pendidikan; (2) mendorong otonomi perguruan tinggi; (3) meningkatkan kemitraan publik dan swasta; (4) mewujudkan alokasi dan mekanisme penyaluran dana yang efisien, efektif, dan akuntabel; dan (5) menyelenggarakan pendidikan dasar bermutu yang terjangkau bagi semua. Sementara itu, meskipun pembangunan perpustakaan sudah mengalami berbagai kemajuan, masih terdapat permasalahan dan tantangan yang dihadapi antara lain: (1) II.2 - 9
budaya baca masyarakat masih tergolong rendah karena masih dominannya budaya lisan di masyarakat; (2) jumlah dan jenis perpustakaan terutama perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan rumah ibadah masih terbatas; (3) rasio jumlah bahan bacaan masyarakat dengan pertumbuhan jumlah pemustaka masih relatif rendah, kondisi ini ditunjukkan oleh jumlah produksi buku nasional yang diterbitkan ratarata per tahun sekitar 6.000 judul; (4) pelestarian fisik dan isi khasanah budaya nusantara belum optimal; dan (5) tenaga pengelola perpustakaan masih terbatas, baik jumlah, persebaran maupun kompetensi. Partisipasi dan Peran Aktif Pemuda. Pada tahun 2011, pembangunan pemuda masih dihadapkan pada permasalahan penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan pemuda. Beberapa permasalahan yang masih dihadapi dalam penyadaran pemuda antara lain: (1) belum optimalnya semangat nasionalisme dan rasa cinta tanah air; (2) masih terbatasnya peran serta pemuda sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan; (3) terjadinya masalah-masalah sosial seperti kriminalitas, premanisme, penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), serta penularan HIV dan AIDS; dan (4) masih terbatasnya kepedulian pemuda terhadap lingkungan dan masyarakat. Selanjutnya permasalahan yang masih dihadapi dalam pemberdayaan pemuda antara lain: (1) belum optimalnya pemberian fasilitasi kepada pemuda untuk memperoleh serta meningkatkan kapasitas, kompetensi, kreativitas, dan keterampilan; (2) rendahnya kualitas pemuda yang ditandai oleh angka partisipasi pemuda dalam pendidikan dan tingkat kelulusan pemuda; dan (3) masih tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT) pemuda. Adapun permasalahan yang masih dihadapi dalam pengembangan pemuda antara lain: (1) masih rendahnya tingkat partisipasi pemuda dalam organisasi kepemudaan; (2) masih terbatasnya peran organisasi kepemudaan dalam pembangunan kepemudaan; (3) belum sinergisnya gerakan kepemudaan yang tersebar di dalam berbagai organisasi kepemudaan, organisasi kepelajaran, dan organisasi kemahasiswaan; dan (4) belum optimalnya pengembangan potensi pemuda dalam kepemimpinan, kepeloporan, dan kewirausahaan. Budaya dan Prestasi Olahraga. Sementara pembangunan olahraga dihadapkan pada permasalahan rendahnya budaya dan prestasi olahraga. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan budaya olahraga, antara lain: (1) masih rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga; (2) masih rendahnya tingkat kebugaran masyarakat; (3) masih terbatasnya ruang terbuka olahraga; dan (4) masih terbatasnya jumlah dan kualitas SDM keolahragaan. Selanjutnya permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan prestasi olahraga, antara lain: (1) terbatasnya upaya pembibitan atlet unggulan; (2) belum optimalnya pengembangan cabang olahraga unggulan di daerah; (3) belum optimalnya penerapan iptek olahraga dan kesehatan olahraga; (4) rendahnya apresiasi dan penghargaan bagi olahragawan dan tenaga keolahragaan yang berprestasi; dan (5) belum optimalnya sistem manajemen keolahragaan nasional. Kualitas Kehidupan Beragama. Sejumlah perkembangan penting dalam peningkatan kualitas kehidupan beragama masih menyisakan permasalahan yang antara lain terlihat pada: pertama, semangat keagamaan masyarakat dalam sikap dan perilaku sosial belum optimal. Fenomena di tengah masyarakat menunjukan masih terjadinya kesenjangan keberagamaan, baik kesenjangan antara nilai-nilai ajaran agama dan pemahaman para pemeluknya, maupun kesenjangan antara pengetahuan agama dan pengamalannya yang tercermin dalam sikap dan perilaku. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman nilai-nilai ajaran agama pada masyarakat sebagai landasan perilaku sosial.
II.2 - 10
Kedua, harmonisasi sosial dan kerukunan di kalangan umat beragama belum sepenuhnya terwujud yang ditandai oleh antara lain masih terjadinya konflik yang bernuansa keagamaan. Walaupun di seluruh provinsi sudah dibentuk FKUB, belum semuanya mempunyai sarana dan prasarana serta biaya operasional yang memadai, sehingga efektivitas dari forum tersebut belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah membentuk dan membangun FKUB di tingkat provinsi, kabupaten/kota, bahkan di tingkat kecamatan apabila diperlukan, serta meningkatkan efektivitas forum. Ketiga, pelayanan kehidupan beragama masih terbatas, yang terlihat pada: (1) masih kurangnya fasilitas keagamaan, khususnya di daerah terpencil dan daerah terkena bencana; (2) pengelolaan dana sosial keagamaan masih belum optimal dalam menyerap potensi dan mendayagunakannya untuk kepentingan masyarakat; dan (3) kapasitas dan kualitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan masih belum sepenuhnya menjawab tantangan dan dinamika yang berkembang di tengah masyarakat. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi adalah: (1) meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana ibadah terutama di daerah terpencil dan daerah terkena bencana, meningkatkan peran lembaga-lembaga sosial keagamaan; dan (2) meningkatkan mutu pengelolaan dana sosial dan memperkuat status hukum aset sosial keagamaan yang didukung oleh tata kelola yang efektif, efisien dan akuntabel. Keempat, penyelenggaraan ibadah haji belum optimal karena masih menyisakan beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan di lapangan. Masalah-masalah tersebut antara lain pemondokan yang masih belum memuaskan bagi sebagian kalangan masyarakat karena dianggap masih jauh dari tempat ibadah, pelayanan, dan pengawasan petugas haji. Tantangan ke depan adalah meningkatkan kualitas pelayanan haji dan umrah antara lain yang berkaitan dengan: (1) peningkatan mutu kebijakan; (2) penerapan standardisasi pelayanan; (3) pembenahan manajemen asrama haji; (4) peningkatan kepastian keberangkatan; (5) peningkatan profesionalisme petugas; (6) peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana penyelenggaraan haji; (7) pengurangan beban biaya tidak langsung jemaah (8) penyesuaian kuota; (9) peningkatan kualitas pemondokan; (10) transportasi dan konsumsi, dan (11) penguatan sistem informasi haji yang terintegrasi dan handal. Jati Diri Bangsa dan Pelestarian Budaya. Derasnya arus globalisasi yang disertai dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah membuka interaksi budaya antarbangsa. Proses interaksi budaya tersebut di satu sisi berpengaruh positif terhadap perkembangan dan perubahan orientasi nilai dan perilaku bangsa Indonesia, di sisi lain, dapat menimbulkan pengaruh negatif, seperti semakin memudarnya penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, rasa cinta tanah air, serta berbagai perilaku yang tidak sesuai dengan nilai, norma, dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu tantangan pokok dalam upaya mempertahankan dan memperkuat jati diri dan karakter bangsa adalah (1) memelihara dan melestarikan nilai-nilai tradisi luhur seperti, cinta tanah air, nilai solidaritas sosial, dan keramahtamahan yang menjadi identitas budaya yang berfungsi sebagai perekat persatuan bangsa dalam segenap aspek kehidupan masyarakat; (2) meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat terhadap seni dan budaya serta perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HKI), terutama karya cipta seni dan budaya baik yang bersifat individual maupun kolektif; (3) meningkatkan upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya sebagai sarana rekreasi, edukasi, dan pengembangan kebudayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan (4) meningkatkan kapasitas sumber daya pembangunan II.2 - 11
kebudayaan yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, hasil penelitian sebagai bahan rumusan kebijakan pembangunan di bidang kebudayaan, sarana dan prasarana yang memadai, tata pemerintahan yang baik (good governance), serta koordinasi antartingkat pemerintahan yang efektif. Akses dan Kualitas Pelayanan Kesejahteraan Sosial. Permasalahan kemiskinan masih merupakan fenomena kompleks yang bersifat multi dimensional. Permasalahan ini harus ditangani secara serius melalui pelayanan dan rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial dan jaminan kesejahteraan sosial agar tidak menimbulkan permasalahan lainnya seperti kerawanan sosial, tindak kejahatan, dan disintegrasi sosial. Selain itu, terdapat beberapa permasalahan lainnya, seperti ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterpencilan, dan korban akibat bencana. Permasalahan lainnya adalah masih kurang efektifnya penyelenggaraan bantuan dan jaminan sosial, dan masih terbatasnya jumlah dan kapasitas sumber daya manusia, seperti tenaga lapangan yang terdidik dan terlatih serta memiliki kemampuan dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial. Permasalahan pada pelaporan dan pendataan jumlah korban akibat bencana yang disampaikan dari lokasi bencana seringkali kurang tepat dan akurat. Tahun 2011 direncanakan untuk pemberian bantuan korban bencana bagi 39.500 jiwa. Selanjutnya diupayakan pula ketersediaan peralatan penanggulangan bencana alam yang memadai di kabupaten dan kota. Selain itu, kegiatan bantuan sosial bagi PMKS yang dilaksanakan selama ini masih tumpang tindih. Penerima bantuan sosial dari sebuah program, bisa menerima bantuan melalui program lainnya. Sementara itu, upaya pemberdayaan sosial untuk membangun kapasitas individu dan kelembagaan PMKS masih belum berjalan secara optimal. Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Walaupun berbagai kemajuan telah dicapai dalam peningkatan kesetaraan gender, namun kualitas hidup dan peran perempuan belum optimal. Hal tersebut ditunjukkan dengan lambatnya peningkatan nilai IDG setiap tahunnya, yang antara lain, disebabkan oleh: (1) masih terdapatnya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, dan partisipasi dalam pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya, terutama di bidang politik, jabatan-jabatan publik, dan ekonomi, baik pada tataran antarprovinsi dan antarkabupaten/kota; dan (2) rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam, dan konflik sosial, serta terjadinya penyakit. Sementara itu, perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan juga masih belum mencukupi, yang terlihat dari masih belum memadainya jumlah dan kualitas tempat pelayanan bagi perempuan korban kekerasan karena banyaknya jumlah korban yang harus dilayani dan luasnya cakupan wilayah yang harus dijangkau. Permasalahan tersebut muncul karena belum efektifnya kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan. Perlindungan Anak. Berbagai kemajuan yang dicapai di bidang perlindungan anak sampai dengan tahun 2009 sebagaimana diuraikan di atas, juga tidak berarti bahwa pelaksanaan perlindungan anak sudah sepenuhnya efektif. Hal tersebut ditunjukkan oleh beberapa permasalahan yang masih akan dihadapi pada tahun 2011, antara lain sebagai berikut. Selain itu tantangan lain yang masih dihadapi adalah belum optimalnya pemenuhan kebutuhan esensial anak usia dini, yang mencakup berbagai stimulasi dini dan pelayanan tumbuh kembang anak untuk kesiapan belajar dalam memasuki jenjang sekolah dasar; derajat kesehatan dan gizi anak; serta pengasuhan dan perlindungan anak. Di samping itu, masih banyak anak yang tidak bersekolah, yang terutama disebabkan oleh kemiskinan. Selanjutnya, hal ini berdampak pada banyaknya pekerja anak, terutama di perdesaan. II.2 - 12
Permasalahan lain yang dihadapi adalah masih tingginya kematian bayi dan balita, yang antara lain disebabkan oleh peningkatan infeksi HIV dan AIDS. Dampak hal tersebut terhadap anak di antaranya adalah kehilangan pengasuhan karena orang tua meninggal dunia, kehilangan sumber daya ekonomi karena biaya pengobatan yang relatif mahal, dan risiko menghadapi akibat-akibat infeksi itu dalam dirinya sendiri. Selain itu, jumlah anak yang belum mendapatkan akta kelahiran, sebagai salah satu pemenuhan hak-hak sipil, masih tinggi. Sementara itu, masih terdapat pula permasalahan dalam perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Belum efektifnya pelaksanaan perlindungan anak seperti diuraikan sebelumnya, antara lain disebabkan oleh masih terbatasnya kapasitas kelembagaan perlindungan anak. 2.2.2. Sasaran Pembangunan Tahun 2011 Dengan memperhatikan permasalahan dan tantangan seperti tersebut di atas, sasaran pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama yang akan dicapai pada tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1.
Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk dan angka kelahiran total (TFR), yang ditandai dengan: a. terlayaninya peserta KB baru sebanyak 7,2 juta yang terdiri dari peserta KB baru miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya sebanyak 3,8 juta, peserta KB baru mandiri sebanyak 3,4 juta, peserta KB baru dengan MKJP sebesar 12,5 persen, dan peserta KB baru pria sebesar 4,0 persen; b. meningkatnya jumlah peserta KB aktif dari sebanyak 26,7 juta menjadi 27,5 juta yang terdiri dari peserta KB aktif miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya dari sebanyak 11,9 juta menjadi 12,2 juta, peserta KB aktif mandiri dari sebesar 48,4 persen menjadi 49,6 persen, dan peserta KB aktif dengan MKJP dari sebesar 24,2 persen menjadi 25,1 persen; c. tersedianya sarana dan prasana pelayanan KB di 4.700 klinik KB untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan KB di 23.500 klinik KB pemerintah dan swasta; d. meningkatnya pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja tentang perencanaan kehidupan berkeluarga; e. meningkatnya keserasian kebijakan pembangunan dengan kebijakan pengendalian kuantitas penduduk; f. tersedia dan termanfaatkannya data dan informasi kependudukan; g. meningkatnya kuantitas dan kualitas penyelenggaraan administrasi kependudukan; h. tertatanya peraturan pelaksana dan peraturan lainnya di bidang administrasi kependudukan.
2.
Meningkatnya persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN) menjadi sebesar 86 persen;
3.
Meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal (cakupan kunjungan kehamilan keempat/K4) menjadi sebesar 88 persen;
4.
Meningkatnya persentase puskesmas rawat inap yang mampu melaksanakan pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar (PONED) menjadi sebesar 70 persen;
II.2 - 13
5.
Meningkatnya persentase RS kabupaten/kota yang mampu melaksanakan pelayanan obstetrik neonatal emergensi komprehensif (PONEK) menjadi sebesar 85 persen;
6.
Meningkatnya cakupan imunisasi lengkap bayi usia 0-11bulan menjadi sebesar 82 persen dan imunisasi campak menjadi sebesar 85 persen;
7.
Meningkatnya cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) menjadi sebesar 86 persen;
8.
Meningkatnya persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan menjadi sebesar 100 persen;
9.
Meningkatnya persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) menjadi sebesar 70 persen;
10. Terkendalikannya prevalensi kasus HIV menjadi sebesar < 0,5 persen; 11. Meningkatnya jumlah orang yang berumur 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan testing HIV menjadi 400.000 orang; 12. Meningkatnya persentase orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang mendapatkan anti retroviral treatment (ART) menjadi sebesar 75 persen; 13. Meningkatnya persentase kabupaten/kota yang melaksanakan pencegahan penularan HIV sesuai pedoman menjadi sebesar 60 persen; 14. Menurunnya jumlah kasus TB menjadi sebesar 231 per 100.000 kasus; 15. Meningkatnya persentase kasus baru TB Paru (BTA positif) yang ditemukan menjadi sebesar 75 persen dan yang disembuhkan menjadi sebesar 86 persen; 16. Meningkatnya angka penemuan kasus malaria menjadi sebesar 1,75 per 1.000 penduduk; 17. Menurunnya jumlah kasus diare menjadi sebesar 330 per 1.000 penduduk; 18. Menurunnya angka kesakitan penderita DBD 54 per 100.000 penduduk; 19. Meningkatnya persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat menjadi 90 persen; 20. Jumlah desa yang melaksanakan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) menjadi sebanyak 5.500 desa; 21. Meningkatnya persentase rumah tangga yang melaksanakan PHBS menjadi sebesar 55 persen; 22. Meningkatnya persentase ketersediaan obat dan vaksin menjadi sebesar 85 persen; 23. Meningkatnya persentase sarana produksi obat yang memiliki sertifikasi Good Manufacturing Practices (GMP) yang terkini menjadi sebesar 60 persen; 24. Meningkatnya jumlah sarana produksi dan distribusi obat dan makanan yang diperiksa menjadi sebesar 15.150; 25. Meningkatnya jumlah produk obat dan makanan yang disampel dan diuji menjadi sebesar 97.970; 26. Meningkatnya jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) sebanyak 1.245 orang;
II.2 - 14
27. Terlaksananya penempatan tenaga kesehatan strategis, terutama dokter, bidan dan perawat di daerah-daerah sesuai kebutuhan terutama di daerah bermasalah kesehatan (DBK) dan daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan (DTPK) menjadi sebesar 30 persen; 28. Meningkatnya persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan menjadi 70,3 persen; 29. Meningkatnya persentase RS yang melayani pasien penduduk miskin peserta program Jamkesmas menjadi sebesar 80 persen; 30. Meningkatnya jumlah puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi penduduk miskin menjadi sebesar 8.608 puskesmas; 31. Meningkatnya jumlah puskesmas yang mendapatkan bantuan operasional kesehatan (BOK) menjadi sebesar 8.608 puskesmas; 32. Meningkatnya jumlah kota di Indonesia yang memiliki RS standar kelas dunia (world class) menjadi 2 kota. 33. Meningkatnya taraf pendidikan masyarakat yang ditandai dengan: Indikator a. rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas
Target 2011 7,75 tahun
b. angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas
5,17
c. APM SD/SDLB/MI/Paket A
95,3
d. APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B
74,7
e. APK SD/SDLB/MI/Paket A
117,6
f. APK SMP/SMPLB/MTs/Paket B
101,5
g. APK SMA/SMK/MA/Paket C
76,0
h. APK PT usia 19-23 tahun
26,1
i. APS penduduk usia 7-12 tahun
98,1
j. APS penduduk usia 13-15 tahun
90,3
k. meningkatnya tingkat efisiensi internal yang ditandai dengan meningkatnya angka melanjutkan dan menurunnya angka putus sekolah untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah l. menurunnya disparitas partisipasi dan kualitas pelayanan pendidikan antarwilayah, gender, dan sosial ekonomi, serta antarsatuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat
34.
Meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan yang ditandai dengan: a. meningkatnya APK pendidikan anak usia dini (PAUD); b. meningkatnya tingkat kebekerjaan lulusan pendidikan kejuruan; c. meningkatnya proporsi satuan pendidikan baik negeri maupun swasta yang terakreditasi baik (B) pada jenjang SD/SDLB/MI menjadi sebesar 11,0 persen; SMP/SMPLB/MTs menjadi sebesar 22,0 persen; SMA/SMALB/MA menjadi sebesar 28,0 persen; dan SMK menjadi sebesar 24,0 persen; II.2 - 15
d. meningkatnya proporsi program studi PT yang terakreditasi menjadi sebesar 77,8 persen dan makin banyaknya PT yang masuk dalam peringkat besar dunia (TOP 500 THES) menjadi sebesar 5 PT; e. tercapainya Standar Pendidikan Nasional (SNP) bagi satuan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan paling lambat pada tahun 2013. 36.
Meningkatnya kualifikasi dan kompetensi guru, dosen, dan tenaga kependidikan yang ditandai dengan: Indikator
Target 2011
a. persentase guru yang memenuhi kualifikasi S1/D4 • SD/SDLB/MI
48,7
• SMP/SMPLB/MTs
82,8
• SMA/SMK/SMLB/MA
93,9
b. persentase guru yang tersertifikasi • SD/SDLB/MI
40,4
• SMP/SMPLB/MTs
56,0
• SMA/SMK/SMLB/MA
61,0
c. persentase dosen PTN program sarjana/diploma/profesi berkualifikasi S2
78,0
d. persentase dosen PTS program sarjana/diploma/profesi berkualifikasi S2
55,0
e. persentase dosen PTN program pascasarjana berkualifikasi S3
73,0
f. persentase dosen PTS program pascasarjana berkualifikasi S3
55,0
g. membaiknya pemerataan distribusi guru antarsatuan pendidikan dan antarwilayah termasuk terpenuhinya kebutuhan guru di daerah terpencil, perbatasan, kepulauan sesuai dengan standar pelayanan minimal h. meningkatnya kapasitas tenaga kependidikan termasuk kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam pengelolaan dan penjaminan mutu pendidikan
37. Meningkatnya pembiayaan pendidikan yang berkeadilan yang ditandai: a. terselenggaranya pendidikan dasar sembilan tahun bermutu yang terjangkau bagi semua dalam kerangka pelaksanaan standar pelayanan minimal pendidikan dasar untuk mencapai standar nasional pendidikan; dan b. meningkatnya proporsi peserta didik yang mendapatkan beasiswa bagi keluarga miskin untuk jenjang pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi. 38. Meningkatnya minat dan budaya gemar membaca masyarakat dan layanan perpustakaan yang ditandai oleh meningkatnya kualitas dan kapasitas perpustakaan, serta terlaksananya revitalisasi perpustakaan. 39. Meningkatnya partisipasi dan peran aktif pemuda di berbagai bidang pembangunan, yang ditandai antara lain: a. meningkatnya character building melalui revitalisasi dan konsolidasi gerakan kepemudaan; b. terlaksananya revitalisasi gerakan pramuka/kepanduan; II.2 - 16
c. meningkatnya penguasaan teknologi, jiwa kewirausahaan, dan kreativitas pemuda; d. meningkatnya partisipasi pemuda dalam kegiatan organisasi kepemudaan, organisasi kepelajaran, organisasi kemahasiswaan, kewirausahaan, kepemimpinan, dan kepeloporan pemuda; e. terlaksananya pengembangan sarana dan prasarana kepemudaan seperti sentra pemberdayaan pemuda/youth centre, gelanggang remaja/pemuda, serta pusat pendidikan dan pelatihan pemuda. 40. Meningkatnya budaya dan prestasi olahraga, yang ditandai dengan: a. meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menjadikan olahraga sebagai gaya hidup; b. meningkatnya prestasi olahraga di tingkat regional dan internasional; c. tercapainya posisi papan atas dan sukses penyelenggaraan pada South East Asia (SEA) Games pada tahun 2011 di Indonesia; d. terlaksananya persiapan Pekan Olahraga Nasional (PON) dan Pekan Olahraga Penyandang Cacat Nasional (PORCANAS) tahun 2012; dan e. terlaksananya kompetisi olahraga serta meningkatnya kapasitas pelatih olahraga. 41. Meningkatnya kualitas kehidupan beragama yang ditandai dengan: a. meningkatnya kualitas dan kapasitas penyuluhan dan bimbingan tentang pemahaman dan pengamalan ajaran agama pada keluarga dan masyarakat; b. terwujudnya harmonisasi sosial yang ditandai dengan meningkatnya pertemuan dan kerja sama antarumat beragama; c. meningkatnya kualitas dan profesionalisme pelayanan ibadah haji yang ditandai dengan pelaksanaan ibadah haji yang tertib dan lancar; dan d. meningkatnya tatakelola pembangunan bidang agama. 42. Mewujudkan jati diri dan karakter bangsa yang tangguh, berbudi luhur, toleran, dan berakhlak mulia, yang ditandai oleh: a. meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya karakter dan jati diri bangsa agar memiliki ketahanan budaya yang tangguh; b. meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap keragaman seni dan budaya, serta kreativitas seni dan budaya yang didukung oleh suasana yang kondusif dalam penyaluran kreativitas berkesenian masyarakat; c. meningkatnya perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya; d. meningkatnya penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan, pendalaman dan pergelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten; e. meningkatnya kualitas perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya;
II.2 - 17
f. terlaksananya penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi museum dan perpustakaan di seluruh Indonesia sebelum Oktober 2011; g. meningkatnya kapasitas sumber daya pembangunan kebudayaan; dan h. meningkatnya kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian, penciptaan dan inovasi dan memudahkan akses dan penggunaannya oleh masyarakat luas di bidang kebudayaan. 43. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial, yaitu melalui meningkatnya jangkauan/cakupan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap PMKS, meningkatnya kualitas pelaksanaan bantuan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan termasuk komunitas adat terpencil (KAT). 44. Meningkatnya jumlah PMKS dan kelompok rentan lainnya yang mendapatkan akses bantuan sosial, jaminan sosial, dan pelayanan sosial dasar lainnya antara lain dalam bentuk bantuan tunai bersyarat. 45. Meningkatnya efektivitas kelembagaan PUG dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender di tingkat nasional dan daerah, yang ditandai antara lain dengan: a. tersusunnya kebijakan pelaksanaan PUG bidang pendidikan, kesehatan, politik dan pengambilan keputusan, ketenagakerjaan, pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan, ketahanan pangan, dan agrobisnis, iptek dan sumber daya ekonomi, serta infrastruktur; b. tersusunnya kebijakan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan, masalah sosial perempuan, dan korban perdagangan orang; serta c. tersusunnya kebijakan penyusunan data gender. 46. Meningkatnya efektivitas kelembagaan perlindungan anak, baik di tingkat nasional maupun daerah, yang ditandai dengan: a. tersusunnya kebijakan dan pedoman pemenuhan hak anak di bidang pendidikan dan kesehatan, hak partisipasi anak, hak sipil anak, lingkungan yang layak bagi anak, dan pengembangan kota layak anak. b. tersusunnya kebijakan dan pedoman tentang penghapusan kekerasan pada anak, masalah sosial anak, anak berkebutuhan khusus, dan anak bermasalah dengan hukum. c. tersusunnya kebijakan dan pedoman bagi pemenuhan hak anak oleh pemerintah daerah. d. terlaksananya fasilitasi penerapan kebijakan pemenuhan hak anak kepada kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah. e. terlaksananya fasilitasi penyusunan data pemenuhan kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah.
hak
anak
di
2.3. Arah Kebijakan Dengan memperhatikan permasalahan dan sasaran yang akan dicapai pada tahun 2011, maka arah kebijakan pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama II.2 - 18
diprioritaskan pada upaya: 1.
Revitalisasi program KB, yang ditekankan pada pembinaan dan peningkatan kemandirian keluarga berencana; serta promosi dan penggerakan masyarakat yang didukung dengan pengembangan dan sosialisasi kebijakan pengendalian penduduk; peningkatan pemanfaatan sistem informasi manajemen (SIM) berbasis teknologi informasi; pelatihan, penelitian, dan pengembangan program kependudukan dan KB; serta peningkatan kualitas manajemen program.
2.
Penyerasian kebijakan pengendalian penduduk, yang ditekankan pada penyusunan peraturan perundangan pengendalian penduduk; perumusan kebijakan kependudukan yang sinergis antara aspek kuantitas, kualitas dan mobilitas; dan penyediaan sasaran parameter kependudukan yang disepakati semua sektor terkait.
3.
Peningkatan ketersediaan dan kualitas data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat dan tepat waktu ditekankan pada penyediaan data kependudukan yang akurat dan tepat waktu bersumber pada sensus penduduk dan survei kependudukan; penyediaan hasil kajian kependudukan; dan peningkatan cakupan registrasi vital dengan mendorong pemberian NIK kepada setiap penduduk dan menyelenggarakan koneksitas data kependudukan, serta penyusunan dan penyelarasan peraturan pelaksana dan peraturan daerah dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan.
4.
Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita, antara lain melalui: penyediaan sarana kesehatan yang mampu melaksanakan PONED dan PONEK; peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih; peningkatan cakupan kunjungan ibu hamil (K1dan K4); peningkatan cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani; peningkatan cakupan peserta KB aktif yang dilayani sektor pemerintah; peningkatan cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani; peningkatan cakupan kunjungan bayi; peningkatan cakupan imunisasi tepat waktu pada bayi dan balita.
5.
Perbaikan status gizi masyarakat, antara lain melalui: penanggulangan gizi darurat dan tatalaksana penanganan gizi buruk anak balita (0-59 bulan) serta peningkatan cakupan balita ditimbang berat badannya (jumlah balita ditimbang dibagi dengan jumlah seluruh balita atau D/S).
6.
Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti penyehatan lingkungan, antara lain melalui: kemampuan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko, termasuk imunisasi; penguatan penemuan penderita dan tata laksana kasus; kesehatan lingkungan dengan menekankan pada akses terhadap air minum dan sanitasi dasar serta perubahan perilaku hygiene dan sanitasi melalui Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan pendekatan kabupaten/kota/kawasan sehat.
7.
Pengembangan sumber daya manusia kesehatan, antara lain melalui: peningkatan jumlah, jenis, mutu dan penyebaran sumber daya manusia kesehatan; perencanaan, pengadaan, dan pendayagunaan serta pembinaan dan pengawasan sumber daya manusia kesehatan; dan penyempurnaan sistem insentif dan penempatan SDM kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan.
8.
Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan, antara lain melalui: peningkatan ketersediaan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik; peningkatan keamanan, khasiat dan mutu obat dan makanan yang beredar; peningkatan penelitian di bidang obat dan makanan; peningkatan kemandirian di bidang produksi obat, bahan baku II.2 - 19
obat, obat tradisional, kosmetika dan alat kesehatan; penguatan sistem laboratorium obat dan makanan; peningkatan kemampuan pengujian mutu obat dan makanan; peningkatan sarana dan prasarana laboratorium pengujian; peningkatan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat dan makanan. 9.
Pengembangan sistem pembiayaan jaminan kesehatan, melalui peningkatan cakupan jaminan kesehatan semesta secara bertahap; dan peningkatan pembiayaan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan golongan rentan (bayi, balita, ibu hamil dan lansia).
10.
Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan, melalui upaya perubahan perilaku dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat; evakuasi, perawatan dan pengobatan korban pada daerah bencana; kemandirian masyarakat dalam menanggulangi dampak kesehatan akibat bencana; dan pengembangan sistem peringatan dini untuk penyebaran informasi terjadinya wabah dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat.
11.
Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier, antara lain melalui: peningkatan jumlah rumah sakit dan puskesmas serta jaringannya, terutama pada daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan serta daerah dengan aksesibilitas relatif rendah; peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan sarana, prasarana, dan ketenagaan; peningkatan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang memenuhi standar bertaraf internasional; penyediaan bantuan operasional kesehatan (BOK) bagi pelayanan kesehatan primer di puskesmas.
12.
Peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan, sistem informasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, antara lain melalui: peningkatan kualitas perencanaan, penganggaran dan pengawasan pembangunan kesehatan; penguatan peraturan perundangan pembangunan kesehatan; penataan dan pengembangan survailans dan sistem informasi kesehatan untuk menjamin ketersediaan data dan informasi kesehatan; pengembangan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dalam bidang kedokteran, kesehatan masyarakat, rancang bangun alat kesehatan dan penyediaan bahan baku obat.
13.
Peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata melalui: (a) penyelenggaraan pendidikan dasar bermutu yang terjangkau bagi semua dalam kerangka pelaksanaan standar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan; (b) pemantapan/rasionalisasi implementasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS); (c) perbaikan gizi siswa Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) dan SD/MI melalui pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS); (d) peningkatan daya tampung SMP/MTs/sederajat terutama di daerah terpencil dan kepulauan; (e) penurunan angka putus sekolah dan angka mengulang, peningkatan angka melanjutkan, serta penurunan rata-rata lama penyelesaian pendidikan di berbagai jenjang untuk mendukung peningkatan efisiensi internal pendidikan; (f) penuntasan rehabilitasi ruang kelas SD/MI/sederajat dan SMP/MTs/sederajat untuk memenuhi standar pelayanan minimal; (g) peningkatan mutu proses pembelajaran; (h) peningkatan pendidikan inklusif untuk anak-anak cerdas dan berkebutuhan khusus; dan (i) peningkatan kesempatan lulusan SD/MI/sederajat yang berasal dari keluarga miskin untuk dapat melanjutkan ke SMP/MTs/sederajat, serta (j) penguatan pelaksanaan proses belajar mengajar dengan iklim sekolah yang mendukung tumbuhnya sikap saling menghargai, sportif, kerja sama, kepemimpinan, II.2 - 20
kemandirian, partisipatif, kreatif, dan inovatif (soft skills), jiwa kewirausahaan, serta memperkuat pendidikan akhlak mulia, kewarganegaraan, dan pendidikan multikultural serta toleransi beragama guna mewujudkan peserta didik yang bermoral, beretika, berbudaya, beradab, toleran, dan memahami keberagaman. 14.
Peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah, melalui: (a) peningkatan akses pendidikan menengah jalur formal dan non-formal untuk dapat menampung meningkatnya lulusan SMP/MTs/sederajat sebagai dampak penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; (b) rehabilitasi gedung-gedung SMA/SMK/MA/sederajat; (c) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan menengah untuk memberikan landasan yang kuat bagi lulusan agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya atau memasuki dunia kerja; (d) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan menengah kejuruan, pendidikan tinggi vokasi, dan pelatihan keterampilan sesuai dengan kebutuhan pembangunan termasuk kebutuhan lokal untuk menghasilkan lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan memiliki etos kewirausahaan; (e) harmonisasi pendidikan menengah kejuruan, pendidikan tinggi vokasi dan pelatihan keterampilan untuk membangun sinergi dalam rangka merespon kebutuhan pasar yang dinamis; (f) peningkatan kemitraan antara pendidikan kejuruan, pendidikan tinggi vokasi, dan pelatihan keterampilan dengan dunia industri dalam rangka memperkuat intermediasi dan memperluas kesempatan pemagangan serta penyelarasan pendidikan/pelatihan dengan dunia kerja; (g) peningkatan pendidikan kewirausahaan untuk jenjang pendidikan menengah; dan (h) peningkatan ketersediaan guru SMK yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan termasuk kebutuhan lokal.
15.
Peningkatan kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi, melalui: (a) peningkatan akses dan pemerataan pendidikan tinggi dengan memperhatikan keseimbangan antara jumlah program studi sejalan dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan masyarakat serta daerah; (b) penguatan otonomi dan manajemen pendidikan tinggi dalam rangka membangun universitas riset (research university) menuju terwujudnya universitas kelas dunia (world class university); (c) penataan program studi dan bidang keilmuan yang fleksibel memenuhi kebutuhan pembangunan; (d) peningkatan ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan tinggi, seperti perpustakaan dan laboratorium yang sesuai dengan kebutuhan program studi; (e) pengembangan dan pelaksanaan road map penelitian sesuai dengan kebutuhan pembangunan untuk mendukung terwujudnya perguruan tinggi sebagai pengembangan dan penelitian iptek; (f) peningkatan kualifikasi dosen melalui pendidikan S2/S3 baik di dalam maupun di luar negeri; (g) penguatan kualitas dosen melalui peningkatan intensitas penelitian dan academic recharging; (h) penguatan sistem insentif bagi dosen dan peneliti untuk mempublikasikan hasil penelitian dalam jurnal internasional dan mendapatkan paten; (i) penguatan kemitraan perguruan tinggi, lembaga litbang, dan industri, termasuk lembaga pendidikan internasional, dalam penguatan kelembagaan perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan dan penelitian iptek; (j) peningkatan pendidikan kewirausahaan, termasuk technopreneur bagi dosen dan mahasiswa dengan menjalin kerja sama antara institusi pendidikan dan dunia usaha; dan (k) pemberian beasiswa perguruan tinggi untuk siswa SMA/SMK/MA yang berprestasi dan kurang mampu.
16.
Peningkatan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru dan tenaga kependidikan, melalui: (a) peningkatan kualifikasi akademik, sertifikasi, evaluasi, pelatihan, pendidikan, dan penyediaan berbagai tunjangan guru; (b) penguatan II.2 - 21
kemampuan guru, termasuk kepala sekolah dan pengawas sekolah, dalam menjalankan paradigma pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, entrepreneurial, dan menyenangkan; (c) peningkatan kompetensi guru melalui pengembangan profesional berkelanjutan (continuous professional development); (d) pemberdayaan peran kepala sekolah sebagai manager sistem pendidikan yang unggul; (e) revitalisasi peran pengawas sekolah sebagai entitas quality assurance; (f) peningkatan kapasitas dan kualitas lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK) untuk mencetak guru yang berkualitas secara masif, termasuk dalam menyelenggarakan pre-service training yang bermutu; (g) peningkatan pengawasan pendirian LPTK dan pengendalian mutu penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan guru; (h) peningkatan efisiensi, efektivitas, pengelolaan, dan pemerataan distribusi guru; dan (i) penyediaan tenaga pendidik di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan sesuai dengan standar pelayanan minimal. 17.
Peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan non-formal, melalui: (a) penguatan kapasitas lembaga penyelenggara pendidikan non-formal; (b) peningkatan pendidikan kecakapan hidup untuk warga negara usia sekolah yang putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah dan bagi warga usia dewasa; (c) peningkatan pengetahuan dan kecakapan keorangtuaan (parenting education) dan homeschooling serta pendidikan sepanjang hayat; dan (d) peningkatan keberaksaraan penduduk yang diikuti dengan upaya pelestarian kemampuan keberaksaraan dan peningkatan minat baca.
18.
Peningkatan minat dan budaya gemar membaca masyarakat, melalui: (a) penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat bagi masyarakat; (b) revitalisasi perpustakaan; (c) peningkatan ketersediaan layanan perpustakaan secara merata; (d) peningkatan kualitas dan keberagaman koleksi perpustakaan; (e) peningkatan promosi gemar membaca dan pemanfaatan perpustakaan; dan (f) pengembangan kompetensi dan profesionalitas tenaga perpustakaan.
19.
Peningkatan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini, yang holistik dan integratif untuk mendukung tumbuh kembang secara optimal sehingga memiliki kesiapan untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.
20.
Peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan, melalui peningkatan jumlah dan kapasitas guru, kapasitas penyelenggara, pemberian bantuan dan fasilitasi penyelenggaraan pendidikan, serta pengembangan kurikulum dan metodologi pembelajaran pendidikan agama dan keagamaan yang efektif sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional (SNP) paling lambat pada tahun 2013.
21.
Pemantapan pelaksanaan sistem pendidikan nasional, dengan meningkatkan: (a) percepatan penyusunan peraturan perundangan untuk mendukung pemantapan pelaksanaan sistem pendidikan nasional; (b) penataan pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah secara menyeluruh sesuai dengan peraturan perundangan; dan (c) pengembangan kurikulum baik nasional maupun lokal yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan seni serta perkembangan global, regional, nasional, dan lokal termasuk pendidikan agama, pengembangan kinestetika dan integrasi pendidikan kecakapan hidup untuk meningkatkan etos kerja dan kemampuan kewirausahaan peserta didik dalam rangka mendukung pendidikan berwawasan pembangunan berkelanjutan.
II.2 - 22
22.
Peningkatan efisiensi dan efektivitas manajemen pelayanan pendidikan melalui: (a) pemantapan pelaksanaan desentralisasi pendidikan; (b) pengelolaan pendanaan di tingkat pusat dan daerah yang transparan, efektif dan akuntabel serta didukung sistem pendanaan yang andal; (c) peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, antara lain, dalam bentuk komite sekolah; (d) peningkatan kapasitas pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat pelaksanaan desentralisasi pendidikan termasuk di antaranya dalam bentuk dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota; (e) peningkatan kapasitas satuan pendidikan untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi pendidikan, termasuk manajemen berbasis sekolah (MBS); dan (f) konsolidasi sistem informasi dan hasil penelitian dan pengembangan pendidikan untuk dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan, memperkuat monitoring, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaan program-program pembangunan pendidikan.
23.
Penguatan sistem evaluasi, akreditasi dan sertifikasi termasuk sistem pengujian dan penilaian pendidikan dalam rangka penilaian kualitas dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
24.
Penyusunan peraturan perundang-undangan yang menjamin tercapainya pendidikan dasar sembilan tahun yang bermutu dan terjangkau.
25.
Peningkatan ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan seperti laboratorium, perpustakaan, dan didukung oleh ketersediaan buku-buku mata pelajaran yang berkualitas dan murah, untuk memenuhi standar pelayanan minimal termasuk di daerah pemekaran baru.
26.
Peningkatan penerapan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pendidikan termasuk penyediaan internet ber-content pendidikan mulai jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
27.
Peningkatan karakter bangsa peserta didik termasuk internalisasi nilai-nilai budaya ke dalam proses pembelajaran, kurikulum, dan kegiatan ekstrakurikuler, serta peningkatan mutu bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan teknologi dan seni serta bahasa perhubungan luas antara bangsa.
28.
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan pendidikan tersebut juga ditujukan untuk mengurangi kesenjangan taraf pendidikan antarwilayah, gender, dan antartingkat sosial ekonomi dengan meningkatkan: (a) pemihakan pada siswa dan mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin melalui pemberian bantuan beasiswa bagi siswa dan mahasiswa miskin; (b) pemihakan kebijakan bagi daerah dan satuan pendidikan yang tertinggal (underprivileged); (c) pengalokasian sumberdaya yang lebih memihak kepada daerah dan satuan pendidikan yang tertinggal; (d) pemihakan kebijakan pendidikan yang responsif gender di seluruh jenjang pendidikan; (e) pengembangan instrumen untuk memonitor kesenjangan antarwilayah, gender, dan antartingkat sosial ekonomi; dan (f) peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah dan satuan pendidikan yang tertinggal.
29.
Peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam berbagai bidang pembangunan dilakukan melalui: (a) peningkatan character building, revitalisasi, dan konsolidasi gerakan kepemudaan; (b) revitalisasi gerakan pramuka; (c) pengembangan penguasaan teknologi, jiwa kewirausahaan, dan kreativitas pemuda; (d) penyadaran pemuda; (e) pemberdayaan pemuda; (f) pengembangan kepemimpinan pemuda; (g) II.2 - 23
pengembangan kewirausahaan pemuda; (h) pengembangan kepeloporan/kreativitas pemuda; (i) peningkatan koordinasi dan kemitraan kepemudaan; (j) pengembangan prasarana dan sarana kepemudaan; (k) pemberdayaan organisasi kepemudaan; (l) peningkatan peran serta masyarakat; dan (m) pengembangan penghargaan kepemudaan. Peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda dilaksanakan sesuai karakteristik pemuda yang memiliki semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggung jawab, dan ksatria serta memiliki sikap kritis, idealis, inovatif, progresif, dinamis, reformis dan futuristik tanpa meninggalkan akar budaya Indonesia yang tercermin dalam kebhinekaan. 30.
Peningkatan budaya dan prestasi olahraga di tingkat regional dan internasional dilakukan melalui: (a) peningkatan prestasi pada SEA Games tahun 2011; (b) penyelenggaraan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi dan olahraga prestasi; (c) pembinaan dan pengembangan olahraga; (d) pengelolaan keolahragaan; (e) penyelenggaraan kejuaraan keolahragaan; (f) pembinaan dan pengembangan pelaku olahraga; (g) pembinaan, pengembangan dan pengawasan olahraga profesional; (h) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana olahraga; (i) pengembangan Iptek keolahragaan; (j) peningkatan peran serta masyarakat; (k) pengembangan kerja sama dan informasi keolahragaan; (l) pembinaan dan pengembangan industri olahraga; (m) pengembangan standar nasional keolahragaan; (n) penyelenggaraan akreditasi dan sertifikasi olahraga; (o) pencegahan dan pengawasan terhadap doping; dan (p) pemberian penghargaan keolahragaan.
31.
Peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan agama melalui: (a) peningkatan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam ajaran agama; (b) peningkatan wawasan keagamaan masyarakat untuk mengurangi berbagai aliran sempalan dan tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama; (c) peningkatan ketahanan umat beragama terhadap ekses negatif ideologi-ideologi yang tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa; (d) peningkatan upaya mewujudkan kesalehan sosial sejalan dengan kesalehan ritual; (e) pengembangan pusat kajian keagamaaan dan sumber belajar masyarakat; (f) peningkatan pemanfaatan sumber-sumber informasi keagamaan dan perpustakaan rumah ibadah; dan (g) penguatan peran media massa dan teknologi informasi sebagai wahana internalisasi nilai-nilai agama.
32.
Peningkatan kualitas kerukunan umat beragama, melalui: (a) pembentukan dan peningkatan efektivitas forum kerukunan umat beragama; (b) pengembangan sikap dan perilaku keberagamaan yang inklusif dan toleran; (c) penguatan kapasitas masyarakat dalam menyampaikan dan mengartikulasikan aspirasi-aspirasi keagamaan melalui cara-cara damai; (d) peningkatan dialog dan kerja sama intern dan antarumat beragama, dan pemerintah dalam pembinaan kerukunan umat beragama; (e) peningkatan koordinasi antarinstansi/lembaga pemerintah dalam upaya penanganan konflik terkait isu-isu keagamaan; (f) pengembangan wawasan multikultur bagi guruguru agama, penyuluh agama, siswa, mahasiswa dan para pemuda calon pemimpin agama; (g) peningkatan peran Indonesia dalam dialog lintas agama di dunia internasional; dan (h) penguatan peraturan perundang-undangan terkait kehidupan keagamaan, seperti perlunya penyusunan undang-undang tentang perlindungan dan kebebasan beragama.
33.
Peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, melalui: (a) peningkatan pengelolaan dan fungsi rumah ibadat; (b) peningkatan mutu pelayanan dan pengelolaan dana sosial keagamaan (zakat, wakaf, infak, sedekah, dana persembahan kasih/dana kolekte, dana punia, dan dana paramita serta dana ibadah sosial lainnya); II.2 - 24
(c) peningkatan kapasitas lembaga-lembaga sosial keagamaan; (d) peningkatan jaringan dan sistem informasi lembaga sosial keagamaan; (e) pengembangan berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang secara jelas menjabarkan kewenangan dan kewajiban pemerintah dalam memberikan perlindungan atas hak beragama masyarakat; (f) penerapan sistem pemantauan dan evaluasi pembangunan bidang agama yang berkelanjutan dan efektif; (g) reformasi birokrasi; (h) penyiapan laporan keuangan dengan opini wajar tanpa pengecualian; dan (i) penguatan struktur organisasi instansi pusat dan instansi vertikal yang sesuai dengan tuntutan perkembangan. 34.
Pelaksanaan ibadah haji yang tertib dan lancar, melalui: (a) peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji sesuai standar pelayanan minimal dalam rangka memperoleh sertifikat ISO 9000:2001; (b) pemantapan penerapan dan pemanfaatan sistem informasi haji terpadu (Siskohat); (c) penyediaan jaringan Siskohat di seluruh kabupaten/kota; (d) peningkatan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan ibadah haji; (e) pemantapan landasan peraturan perundangundangan tentang profesionalisme penyelenggaraan ibadah haji; dan (f) penyiapan draft undang-undang tentang pengelolaan dana haji.
35.
Pendukungan pembangunan bidang agama melalui: (a) peningkatan kualitas manajemen dan tata kelola pembangunan bidang agama; (b) peningkatan sistem informasi dan pelayanan publik; (c) peningkatan penelitian dan pengembangan pembangunan bidang agama; (d) peningkatan pendidikan dan pelatihan; dan (e) peningkatan koordinasi dan kerja sama lintas bidang, lintas sektor, lintas program, lintas pelaku, dan lintas kementerian/lembaga (K/L).
36.
Penguatan jati diri dan karakter bangsa yang berbasis pada keragaman budaya, dengan meningkatkan (a) pembangunan karakter dan pekerti bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal; (b) pemahaman tentang kesejarahan dan wawasan kebangsaan; (c) pelestarian, pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalam rangka memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa; (d) pemberdayaan masyarakat adat; dan (e) pengembangan promosi kebudayaan dengan pengiriman misi kesenian, pameran, dan pertukaran budaya.
37.
Peningkatan apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan budaya, melalui (a) peningkatan perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya; (b) penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan, pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012; (c) pengembangan kesenian seperti seni rupa, seni pertunjukan, seni media, dan berbagai industri kreatif yang berbasis budaya; (d) pemberian insentif kepada para pelaku seni dalam pengembangan kualitas seni dan budaya dalam bentuk fasilitasi, pendukungan dan penghargaan; dan (e) pengembangan perfilman nasional yang adaptif dan interaktif terhadap nilai-nilai baru yang positif.
38.
Peningkatan kualitas perlindungan, penyelamatan, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya, melalui (a) penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi museum dan perpustakaan di seluruh Indonesia sebelum Oktober 2011; (b) perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan peninggalan purbakala, termasuk peninggalan bawah air; (c) pengembangan permuseuman nasional sebagai sarana edukasi, rekreasi, serta pengembangan II.2 - 25
kesejarahan dan kebudayaan; dan (d) penelitian dan pengembangan arkeologi nasional. 39.
Pengembangan sumber daya kebudayaan, melalui melalui (a) pengembangan kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian, penciptaan dan inovasi dan memudahkan akses dan penggunaannya oleh masyarakat luas di bidang kebudayaan (b) peningkatan jumlah, pendayagunaan, serta kompetensi dan profesionalisme SDM kebudayaan; (c) peningkatan pendukungan sarana dan prasarana untuk pengembangan seni dan budaya masyarakat; (d) peningkatan penelitian dan pengembangan kebudayaan; (e) peningkatan kualitas informasi dan basisdata kebudayaan; dan (f) pengembangan kemitraan antara pemerintah pusat dan daerah, sektor terkait, masyarakat dan swasta.
40.
Peningkatan Program Keluarga Harapan (PKH), peningkatan pelayanan dan rehabilitasi sosial, peningkatan bantuan sosial, dan pemberdayaan fakir miskin dan komunitas adat terpencil (KAT), dengan langkah-langkah antara lain (a) penyempurnaan kriteria, proses penargetan, serta proses seleksi penerima bantuan sosial, (b) pengembangan sistem informasi manajemen yang berkualitas, dan (c) peningkatan jumlah dan perluasan cakupan sasaran program.
41.
Peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan melalui penerapan strategi PUG, termasuk mengintegrasikan perspektif gender ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran di seluruh kementerian dan lembaga, peningkatan koordinasi dan kerja sama lintas bidang, lintas sektor, lintas program, lintas pelaku, dan lintas kementerian/lembaga (K/L), serta sistem manajemen data dan informasi gender, dalam rangka mendukung peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan, serta peningkatan perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan.
42.
Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, melalui: (a) penyusunan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait perlindungan anak; (b) peningkatan kapasitas pelaksana perlindungan anak; (c) peningkatan penyediaan data dan informasi perlindungan anak; dan (d) peningkatan koordinasi dan kemitraan antarpemangku kepentingan terkait pemenuhan hak-hak anak. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, serta meningkatkan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.
II.2 - 26