BAB I PENDAHULUAN Bab I membahas pendahuluan yang mendeskripsikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis. A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara dengan keberagaman masyarakat yang kompleks. Kompleksitas ini terbagai menjadi dua, yaitu secara vertikal dan horizontal. Kompleksitas vertikal terjadi karena adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat Indonesia, seperti di bidang sosial, politik, dan ekonomi. Sedangkan kompleksitas horizontal terjadi karena adanya bermacam-macam etnis, agama, budaya, ras, adat istiadat, bahasa di Indonesia. Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia yang memiliki budaya, agama, bahasa, dan adat yang berbeda-beda (Salim, 2006). Indonesia sudah menjadi negara yang multietnik sejak masa kolonial, dengan membagi stratifikasi sosial dalam tiga golongan, yaitu; ras kulit putih (Belanda) dengan status kelas sosial yang paling tinggi, ras timur asing atau kulit kuning ( Arab, Cina, India) sebagai kelas sosial kedua, dan ras pribumi sebagai kelas sosial yang paling rendah. Geertz dalam Anshory (2008:3) menyatakan bahwa : Indonesia sedemikian kompleksnya sehingga sulit melukiskan anatominya secara persis, negeri ini bukan hanya multietnis (Jawa, Batak, Bugis, Flores, Bali dan sebagainya) melainkan juga menjadi arena pengaruh multimental (India, Cina, Belanda, Portugis, Hinduisme, Budhaisme, Konfisianisme, Islam, Kristen, Kapitalis, dan sebagainya”. Indonesia adalah sejumlah bangsa dengan ukuran, makna, dan karakter yang berbeda-beda yang melalui sebuah narasi agung yang bersifat historis, ideologis, religius, atau semacam itu disambung-sambung menjadi sebuah struktur ekonomi dan politik bersama. Beberapa keanekaragaman Indonesia dalam kondisi kompleksitas ini tentu memiliki nilai-nilai yang baik yang tetap hidup dan dianut hingga saat ini. Nilainilai ini mengandung pedoman hidup, norma-norma, etika, dan estetika. Hal itu Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup dan martabat bangsa jika bangsa Indonesia mampu memanfaatkannya dengan baik. Kekayaan keanekaragaman budaya bangsa sebagai dasar perwujudan dari pembangunan karakter bangsa, bangsa yang bermartabat, bermoral, ramah tamah, cinta lingkungan, adil, hidup rukun dan toleransi dengan nasionalisme tinggi yang merupakan harapan dari seluruh warga negara. Salah satu kompleksnya Indonesia secara horizontal adalah keberagaman etnis. Etnis-etnis di Indonesia tersebar dari wilayah Sabang hingga Merauke. Ada etnis yang memang berasal dari indonesia sebagai etnis pribumi, maupun etnis yang berasal dari keturunan etnis bangsa lain yang telah menetap di Indonesia secara turun temurun dan menjadi bagian dari warga negara Indonesia, salah satunya adalah etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa yang ada di Indonesia merupakan hasil dari keturunan bangsa Cina yang merantau ke Indonesia kemudian menetap dan memiliki keturunan, baik dengan sesama orang Cina, maupun dengan melakukan pernikahan campur dengan etnis pribumi. Suryadinata (2002:2) menyatakan bahwa: Penduduk Tionghoa terdiri dari kelompok-kelompok. Kelompok paling umum ialah kaum peranakan yang kebudayaannya sudah mengindonesia dan kaum totok yang masih tebal ketionghoaannya. Yang disebut peranakan adalah : a; Mereka yang dilahirkan dari seorang ibu dan ayah dari Cina dan lahir di Indonesia b; Mereka yang lahir dari perkawinan campuran yaitu laki-laki Tionghoa dan wanita pribumi dan disahkan serta didaftarkan sebagai anak sahnya. c; Mereka yang dilahirkan dengan perkawinan campuran antara ayah pribumi dan ibu Tionghoa dan mendapatkan pendidikan di dalam lingkungan Tionghoa. Kehidupan kaum peranakan lebih terbuka dan lebih beradaptasi dengan masyarakat setempat. Mereka lebih terbuka dalam hal menerima pengaruh kebudayaan, agama dan kepercayaan setempat. Kaum peranakan dapat berbaur dengan orang pribumi dengan baik, begitu pula dengan kaum pribumi yang telah terbiasa hidup berdampingan dan berinteraksi dengan kaum peranakan. Golongan peranakan sebenarnya bukan merupakan golongan ras seperti orang Tionghoa totok.
Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
Secara umum etnik Cina totok di Indonesia membuat lingkungannya sendiri untuk dapat hidup secara ”eksklusif” dengan tetap mempertahankan kebudayaan atau tradisi leluhur (Revida, 2006). Walaupun kaum Cina totok telah hidup di Indonesia, namun mereka sangat mempertahankan tradisi leluhur. Mereka tetap menggunakan bahasa Cina dalam berkomunikasi. Selain itu kaum Cina totok membatasi pergaulan dengan orang pribumi. Hal ini dikarenakan banyak perbedaan cara pandang dan tradisi dalam kehidupan sehari-hari. Golongan Tionghoa peranakan merupakan golongan yang kebudayaannya sudah tercampur dengan kebudayaan lokal. Sedangkan orang totok masih sangat memegang tradisi dan adat kehidupan Cina, ini terlibat pada agama dan kepercayaan, gaya hidup, kebudayaan dan orientasi hidup. Seiring dengan perkembangan zaman, kaum peranakan semakin banyak, dan kaum totok semakin berkurang. Kaum peranakan lebih terbuka dalam menerima perubahan, baik perubahan budaya, agama, maupun bahasa. Setelah Indonesia merdeka, banyak etnis Tionghoa yang menjadi warga negara Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari warga Tionghoa yang telah lama menetap di Bangka pada awal kemerdekaan, orang-orang Tionghoa sulit untuk mengurus persuratan yang berhubungan dengan instansi pemerintah, misalnya akta lahir, KTP, surat nikah, dan sebagainya. Butuh waktu yang lama dan biaya yang besar untuk membuat akta lahir dan KTP. Dalam hal mata pencaharian, warga Tionghoa lebih memilih untuk menjadi pedagang, berkebun atau kuli tambang inkonvensional timah dan hingga saat ini pun jarang sekali ada orang Tionghoa yang menjadi Pegawai Negeri Sipil. Hal tersebut dikarenakan sulitnya warga Tionghoa pada awal masa kemerdekaan Indonesia berhubungan dengan birokrasi pemerintah. Untuk mengantisipasi hal tersebut, etnis Tionghoa pun banyak yang terjun ke kancah politik. Mereka mendirikan beberapa organisasi politik untuk melindungi status dan kepentingan mereka di Indonesia. Chung Hwa Hwee (1948), Persatuan Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI) tahun 1954, Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) adalah organisasiorganisasi yang dibentuk untuk memperjuangkan status mereka yang telah sah Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
menjadi warga negara Indonesia. Organisasi politik tersebut menjadi wadah bagi warga etnis Tionghoa untuk ikut berpartisipasi dalam mengeluarkan aspirasi mereka sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak berpolitik yang sama dengan warga Indonesia pribumi. Indonesia adalah bangsa pluralistik yang rentan terhadap potensi konflik sosial antar etnik. Untuk mengantisipasi potensi konflik sosial atara etnik, pemerintah membuat dan melaksanakan kebijakan-kebijakan mengenai etnisitas. Lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis adalah landasan dari upaya dan komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan, kepastian, dan kesamaan kedudukan di dalam hukum pada semua warga negara untuk hidup bebas dari diskriminasi ras dan etnis. Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan adanya Kantor Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat dan Politik berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kantor Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat dan Politik dalam Pasal 3 memilki fungsi sebagai berikut: 1. Perumusan kebijakan teknis di bidang Kesatuan Bangsa, Perlindungan masyarakat, dan Politik; 2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Bidang Kesatuan Bangsa, Perlindungan masyarakat, dan Politik; 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Kesatuan Bangsa, Perlindungan masyarakat, dan Politik; 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas di bidang Kesatuan Bangsa, Perlindungan masyarakat, dan Politik. Walaupun etnis Tionghoa telah lama menetap di Indonesia dan sudah banyak yang menikah dengan pribumi, bahkan telah resmi menjadi warga negara Indonesia, namun masalah mengenai keberadaan mereka di Indonesia tetap ada. Hal ini dikarenakan identitas etnis Tionghoa yang masih dipertanyakan. Selain itu, kemajemukan etnis di Indonesia memang rentan menimbulkan konflik sosial. Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
Masing-masing etnis memiliki karakteristik tersendiri, sehingga sangat mungkin untuk terjadi perbedaan bahkan bentrokan antar etnis. Salah satu contoh penyebab munculnya konflik antar etnis dengan etnis Tionghoa adalah mereka masih memiliki perasaan Chinese culturalism. Chinese culturalism adalah perasaan yang selalu membanggakan kultur nenek moyang mereka. Perasaan yang mana mengarahkan mereka kepada sikap untuk senantiasa berorientasi kepada budaya leluhur yang dipelihara lebih dari 3000 tahun. Contohnya, orang Tionghoa mengandalkan integritas suatu hubungan antar etnis Tionghoa di bidang ekonomi dan kekeluargaan. Sehingga bentuk usaha dan perusahaan keluarga sudah menjadi ciri etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa yang menduduki status sosial kelas menengah sejak jaman penjajahan dan dominannya etnis Tionghoa dalam hal perekonomian semakin menimbulkan kecemburuan dan prasangka dalam diri masyarakat pribumi. Maka timbullah konflik antara etnis Tionghoa dengan etnis pribumi. Konflik antar etnis dengan etnis Tionghoa dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 1.1 Konflik Etnis Tionghoa di Indonesia Periode Awal abad ke-18
1912-1918
1918
1997-2000
12-14 Mei1998
Konflik Peristiwa “Geger Pecinan” yang terjadi di Batavia dan Semarang, dimana VOC melakukan deportasi dan pembunuhan terhadap etnis Tionghoa. Kerusuhan Tionghoa dipercaya memiliki keterkaitan dengan kegiatan-kegiatan serikat Indonesia yang berkonflik dengan etnis Tionghoa yang terjadi di Surakarta dan Surabaya. Kerusuhan terjadi di Kudus. Kerusuhan ini terjadi akibat pertentangan kepentingan antara pengusaha Tionghoa dengan para pedagang pribumi. Akibat dari kerusuhan tersebut beberapa orang Tionghoa terbunuh dan mereka juga banyak mengalami luka-luka. Selain korban jiwa, rumah-rumah warga Tionghoa juga banyak yang habis dibakar. Peristiwa “Natal Kelabu” : Tasikmalaya, Rengasdengklok, Pasuruan, probolinggo, Pekalongan, Situbondo (warsilah, 2000 :22). Kerusuhan ini juga melibatkan etnis Tionghoa sebagai korban. Kerusuhan Mei 1998 yang terjadi di Jakarta, Surakarta,
Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
dan dimana etnis Tionghoa yang dijadikan target serangan sebagai akibat sentimen primordial yang mengakar. (Sumber : Ishardanti, 2011). Warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara, memiliki kepekaan tanggung jawab sosial, mampu memecahkan masalahnya sendiri dan masalah kemasyarakatan secara cerdas sesuai dengan fungsi dan perannya, memiliki sikap disiplin pribadi, maupun berpikir kritis, dan inovatif agar dicapai kualitas pribadi dan perilaku warga negara dan warga masyarakat yang baik, mematuhi dan melaksanakan hukum serta aturan perundang-undangan dengan penuh rasa tanggung jawab, dan warga negara yang memeilihara dan memanfaatkan lingkungannya secara bertanggung jawab (Maftuh dalam Rufai, 2010: 49). Sifat kekerabatan warga Tionghoa sangat kental. Hal ini terbukti dari konsistennya mereka bekerja sama dalam memperingati hari-hari yang mereka anggap sakral, seperti Cap Go Meh, sembahyang kubur, atau perayaan Imlek. Dalam penggunaan bahasa sehari-hari, mereka sering menggunakan bahasa Mandarin, dan walaupun jarang dari mereka yang bergaul dengan suku pribumi, kini sudah mulai terjadi interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Etnis Tionghoa terdapat di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di kepulauan Bangka. Mereka sudah berdomisili di beberapa wilayah tersebut dari masa nenek moyang mereka. Kepulauan
Bangka memiliki penduduk etnis
Tionghoa yang cukup banyak. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari warga Tionghoa yang sudah lama menetap Bangka, sejauh ini belum ada data yang pasti kapan warga Tionghoa mulai masuk ke Pulau Bangka. Ada warga yang menyebut orang Cina datang pada abad VI Masehi. Alasannya, saat itu ada masyarakat Kerajaan Sriwijaya yang beragama Budha. Ada juga warga berpendapat warga Tionghoa hadir di Bangka sejak awal 1860-an. Mereka dibawa oleh penjajah Belanda untuk bekerja di tambang timah. Kelompok ini bukan kaum pedagang, melainkan pekerja kasar. Setelah lama bekerja di Bangka, mereka memilih menetap dan melahirkan keturunan yang terus hidup di pulau tersebut hingga saat ini. Begitu mengakarnya kehadiran warga Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Tionghoa di Bangka membuat komunitas ini pun dianggap sebagai bagian penting dari masyarakat wilayah itu. Masyarakat Tionghoa
di Bangka dewasa ini sudah lebih leluasa
melaksanakan aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan mereka sebagai warga negara, misalnya membuat Kartu Tanda Penduduk, melakukan pemilihan umum, beribadah sesuai kepercayaan, dan menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah negeri. Sebagai akibat dari pergaulan dan interaksi sosial yang cukup lama antara masyarakat Tionghoa dengan kelompok etnis pribumi, dewasa ini masyarakat Tionghoa sudah banyak yang menjadi pemeluk agama-agama yang diakui negara seperti Budha, Islam, Kristen Protestan dan Katolik. Orang-orang Tionghoa di Bangka seperti orang-orang Tionghoa yang ada di daerah-daerah lain di Indonesia, pada umumnya melaksanakan ritual-ritual yang berkaitan dengan pemujaan Budha dan Kong Fu Chu. Di Kabupaten Bangka untuk wilayah kota Sungailiat terdapat beberapa lokasi yang didiami mayoritas etnis Tionghoa sejak dahulu. Wilayah tersebut adalah Tong Hin, Kudai, Rebo, lokacin, Lubuk Kelik, Singkek Sawo, dan Tanjung Pesona. Dahulu, pemilihan wilayah masyarakat etnis Tionghoa untuk menetap adalah karena menyesuaikan dengan pekerjaan mereka sebagai penambang timah. Namun sekarang sudah banyak etnis Tionghoa yang menetap di wilayah yang ditempati oleh etnik pribumi atau melayu. Rebo adalah kampung yang paling banyak didiami oleh etnis Tionghoa dan di sana dibangun sekolah dasar yang siswanya juga mayoritas etnis Tionghoa. Selain masyarakat etnis Tionghoa yang telah lama menetap, Bangka didiami pula oleh orang-orang pribumi. Orang pribumi muslim di Bangka sering disebut sebagai orang Melayu. Mengapa disebut sebagai orang Melayu, karena leluhur mereka merupakan orang Melayu asli yang merantau ke Bangka dan akhirnya menetap di sana. Bahasa Melayu Bangka yang mereka gunakan hampir sama dengan bahasa orang Melayu. Selama ratusan tahun, pribumi Melayu dan etnis Tionghoa hidup rukun dan toleran. Tidak ada kota di Indonesia yang penulisan nama jalannya menggunakan tiga bahasa selain Sungailiat, ibukota Kabupaten Bangka, Provinsi Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
Kepulauan Bangka Belitung. Di sana, setiap papan nama jalan ditulis menggunakan bahasa Indonesia, yang letaknya paling atas, lalu bahasa Arab dan bahasa Mandarin. Kebijakan yang diterapkan sejak tahun 2006 tersebut sengaja dilakukan pemerintah setempat guna menunjukkan dan memberi pesan kepada masyarakat luas bahwa daerah itu dihuni warga berbagai suku dan agama, yang semuanya memiliki posisi setara. Pada awal kedatangannya ke Bangka, pria-pria Tionghoa yang berdagang datng sendirian dan tidak membawa keluarga mereka. Seiring dengan perjalanan waktu, mereka pun akhirnya memilih bertahan di Bangka dengan menikahi perempuan-perempuan pribumi Melayu di sana. Adanya asimilasi yang kuat melalui perkawinan itu akhirnya berkembang penyebutan di kalangan masyarakat Bangka, yakni fan ngin, to ngin jit jong, yang berarti ’pribumi Melayu, dan Tionghoa semuanya sama dan setara’. Karena itu, hubungan kekeluargaan antar warga Melayu dan Tionghoa di Bangka tidak secara kebetulan, tetapi karena merasa sebagai satu keluarga besar. Hal ini senada dengan teori yang dikemukakan Horowitz dalam Idi (2009) “ perubahan identitas terjadi jika dua atau lebih kelompok etnik saling berinteraksi”. Anderson dalam Idi (2009:19) mengungkapkan “salah satu sebab ikatan kebangsaan yang kuat adalah adanya akar kultural (mendekati religius) yang menopang komunitas itu”. Hal ini berlaku pula pada orang Melayu Bangka yang berproses dari para perantau muslim ke Bangka hingga akhirnya terbentuk kesadaran etnis mereka sebagai etnis Melayu. Agama Islam adalah sumber yang menjadi keyakinan dalam etnisitas bersama orang Melayu. Interaksi sosial antara etnis Tionghoa-Melayu Bangka dapat terjadi dengan lebih mudah dikarenakan struktur etnis Melayu yang terbuka (extrovert). Menurut pengamatan sementara penulis, orang Melayu lebih terbuka menerima perbedaan dari etnis lain karena orang Melayu adalah orang muslim. Orang muslim menerima perbedaan sebagai sunatullah. Mereka mempercayai bahwa Tuhan YME menciptakan manusia dengan berbagai perbedaan dengan maksud untuk mengenal satu sama lain.
Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
Negara indonesia adalah negara yang terbentuk karena kemajemukan. Hal tersebut sangat berpotensi untuk terjadinya disintegrasi. Generasi muda penerus bangsa dituntut untuk memiliki bekal pengetahuan, mengerti dan memahmi masalah-masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan bernegara. Dalam mengatasi masalah-masalah sosial, Indonesia memiliki solusi yang dapat diambil dari pandangan hidup bangsa kita yaitu Pancasila. Dengan menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila maka akan generasi penerus bangsa akan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan disintegrasi bangsa dapat dihindari. Namun, memang tidak dapat dipungkiri, masalah identitas etnis Tionghoa memang masih ada. Sampai saat ini etnis Tionghoa di Indonesia masih berusaha mewujudkan identitas mereka sebagai sebuah etnis di Indonesia, dan kedua, apa saja strategi yang digunakan oleh masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia sebagai sarana untuk ‘melebur’ dengan masyarakat pribumi Indonesia, karena masih saja ada orang-orang yang memandang keberadaan etnis Tionghoa dengan sebelah mata dan merasa iri apabila mereka lebih berhasil dibandingkan dengan etnis pribumi. Apalagi di era globalisasi ini, nilai-nilai luhur bangsa dalam beberapa hal sudah mulai luntur tergantikan oleh paham kebarat-baratan yang semakin membuat etnis Tionghoa jauh dari nilai-nilai kebudayaan lokal Indonesia. Civics education merupakan ilmu kewarganegaraan yang memiliki tujuan membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Sebagai implikasinya, dunia persekolahan harus meningkatkan perannya sebagai pendidik warga negara. Dalam dokumen (QCA, 1998) citizenship education ditempatkan pada esensi dan tujuan akhir dari ilmu sosial. Jadi civics education lahir dalam konteks epistimologis ilmu sosial. Oleh karena itu pendidikan kewarganegaraan haruslah menjadi pendidikan untuk membangun jati diri kewarganegaraannya dengan pusat perhatian pada tiga garapan, yakni pengembangan tanggung jawab sosial dan moral, perlibatan masyarakat, dan kemelekpolitikan (Winataputra dan Budimansyah, 2012:16).
Jadi, citizenship education lebih menekankan
keterlibatan dan partisipasi warga negara dalam permasalahan-permasalahan kemasyarakatan. Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai objek studi yaitu warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Adapun yang termasuk dalam objek studi civics adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tingkah laku warga negara Tipe pertumbuhan berpikir Potensi setiap diri warga negara Hak dan kewajiban Cita-cita dan aspirasi Kesadaran (patriotisme, nasionalisme) Usaha, kegiatan, partisipasi, dan tanggungjawab warga negara. (Nu’man Somantri, (Azis & Sapriya, 2011:316;Wuriyan, 2006:14) Budimansyah dan Suryadi (2008: 20) menyatakan bahwa objek telaah
Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek idiil, instrumental, dan praksis, sedangkan objek pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan adalah ranah sosial-psikologis. Warga negara yang yang baik harus memiliki pengetahuan kewarganegaraan,
keterampilan
berpikir
kritis/reflektif,
keterampilan
memecahkan masalah, keterampilan dalam membuat keputusan bernalar, dan keterampilan sosial. Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka merupakan bagian dari warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap negara. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan kesadaran warga negara. Membangun karakter bangsa (national character building) adalah hal yang sangat penting untuk menjaga dan memelihara eksistensi
suatu
bangsa
dan
negara.
Sebagai
bangsa
yang
memiliki
falsafah/pandangan hidup yang diyakini kebenarannya sampai saat ini, bangsa Indonesia mulai menyadari pentingnya akhlak mulia. Sejauh ini menurut pengamatan penulis, interaksi sosial dengan masyarakat dari berbagai etnis yang ada di Indonesia yang telah berlangsung lama menyebabkan pengaruh budaya dari etnis lain masuk ke dalam budaya Cina. Pengaruh budaya Melayu tampak pada budaya Cina yang bersifat material (fisik) dan non material. Berkaitan dengan kegiatan religi, tradisi dan kepercayaan masyarakat Cina tidak mengalami pengaruh yang signifikan dari kepercayaan lain karena masyarakat Cina masih sangat kuat menjalankan aktivitas kepercayaan Tao Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
dan Confusius. Namun dalam interaksi antar etnis Tionghoa-Melayu Bangka juga terdapat hambatan karena disebabkan oleh perbedaan historis, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial yang dilakukan oleh etnis Tionghoa dan Melayu pribumi Bangka. Tidak hanya itu, penulis ingin mengetahui bagaimana strategi etnis Tionghoa dalam berinterksi dengan Melayu pribumi sehingga mereka dapat diterima dengan baik di dalam hubungan sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Etnis Tionghoa peranakan merupakan warga negara yang menjadi objek Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian yang bertujuan untuk memperkuat kesatuan bangsa berdasarkan interaksi sosial etnis Tionghoa dan Melayu Bangka dilihat dari kebudayaan dan nilai-nilai luhur kedua etnis yang dapat memperkuat integrasi bangsa dengan judul “Strategi Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu Bangka Dalam Membangun Interaksi Sosial Untuk Memperkuat Kesatuan Bangsa (Studi Etnografi Pada Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu di Kota Sungailiat Bangka)”.
B. Rumusan Masalah Penelitian Bertolak dari latar belakang masalah di atas, perlu diidentifikasi masalah penelitian, sebagai berikut: 1. Diskriminasi yang dirasakan oleh etnis Tionghoa sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Diskriminasi yang dirasakan dalam beberapa hal misalnya mendaftar pekerjaan di instansi pemerintah, berurusan dengan instansi pemerintah dalam pembuatan surat-surat resmi, pergaulan anak-anak etnis Tionghoa yang cenderung hanya bergaul dengan sesama etnis Tionghoa saja. 2. Cara pandang dan prasangka etnis pribumi terhadap identitas masyarakat etnis Tionghoa karena etnis Tionghoa yang masih menganggap dirinya sebagai orang Cina dan masih memiliki Chinesse culturalism yang belum dapat dihilangkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
3. Interaksi yang dilakukan oleh orang Melayu sebagai etnis mayoritas dan orang Tionghoa sebagai etnis minoritas. Sehubungan dengan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : a) Bagaimana persepsi masyarakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka terhadap makna kesatuan bangsa? b) Bagaimana interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka? c) Bagaimana strategi dalam interaksi sosial etnis Tionghoa dan Melayu Bangka? d) Apa faktor pendukung interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka? e) Apa faktor penghambat interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka?
C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkaji hal-hal yang berkontribusi dalam interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka. Secara khusus, tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Mendeskripsikan persepsi masyarakat
etnis Tionghoa dan Melayu
Bangka terhadap makna kesatuan bangsa. 2. Mendeskripsikan interaksi sosial etnis Tionghoa dan Melayu Bangka. 3. Mendeskripsikan strategi dalam interaksi sosial etnis Tionghoa dan Melayu Bangka. 4. Mendeskripsikan faktor pendukung interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka. 5. Mendeskripsikan faktor penghambat interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa dan Melayu Bangka.
D. Manfaat / Signifikansi Penelitian Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis bagi pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan dalam objek studinya, yaitu warga negara. 1. Manfaat/ Signifikansi Dari segi Teoritis Manfaat teoritis dapat berupa penambahan teori, pengetahuan serta menjadi masukan dalam memanfaatkan kekayaan keberanekaragaman budaya bangsa sebagai dasar perwujudan dari pembangunan karakter bangsa, bangsa yang bermartabat, bermoral, ramah, cinta lingkungan, hidup rukun dan toleransi dengan nasionalisme tinggi. 2. Manfaat/ Signifikansi Dari segi Kebijakan Secara khusus penelitian ini bisa dijadikan acuan bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk menentukan kebijakan mengenai pembinaan interaksi sosial yang terjadi antara etnis Tionghoa-Melayu Bangka dalam mewujudkan kesatuan bangsa. 3. Manfaat / Signifikansi Dari segi Praktis a. Dapat dijadikan sebagai cara-cara untuk berinteraksi dengan baik bagi kalangan masyarakat etnis Tionghoa-Melayu Bangka pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. b. Hasil Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain dalam meneliti masalah yang berkaitan dengan interaksi sosial antar etnis . 4. Manfaat / Signifikansi Dari segi Isu Serta Aksi Sosial Penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meminimalisir prasangka terhadap etnis Tionghoa karena etnis pribumi akan semakin mengenal dengan baik kepribadian etnis Tionghoa, sehingga dapat mencegah kembali timbulnya konflik yang terjadi antara etnis pribumi dengan etnis Tionghoa.
E. Struktur Organisasi Tesis Struktur penulisan tesis yang akan ditulis terdiri dari 5 bab, yakni: Bab I membahas pendahuluan yang mendeskripsikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan tesis. Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14
Bab II membahas tinjauan pustaka yang meliputi; etnis Tionghoa dan Melayu Bangka, Interaksi Sosial, Kesatuan Bangsa, Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Agama di Sungailiat Bangka, Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Masyarakat Multietnis, Hakekat dan Makna Kesatuan Indonesia, Kantor Kesatuan Bangsa Perlindungan Masyarakat dan Politik Sebagai Sarana Mewujudkan Kesatuan Bangsa, Penelitian Terdahulu yang Relevan. Bab III membahas tentang metode penelitian. Sub bab yang dibahas dalam bab ini mencakup lokasi dan subjek penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analsis data, keabsahan temuan penelitian serta tahap-tahap pelakasanaan penelitian di lapangan. Bab IV membahas tentang hasil dan pembahasan. Pada bab ini dibahas tentang gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian. Bab V membahas tentang kesimpulan dan rekomendasi. Pada bab ini dibagi menjadi dua sub bab yaitu:(1) Simpulan dan (2) Rekomendasi.
Melia Seti Satya, 2015 STRATEGI MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA DALAM MEMBANGUN INTERAKSI SOSIAL UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu