MEMBANGUN RASA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA MELALUI STUDY EXCURSIE
Oleh : Aisyah Fauziah Anshori (131211132017) Mahasiswa Fakultas Kaperawatan Angatan 2012 Universitas Airlangga
Bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang terdiri dari beranekaragam budaya, bahasa, suku, dan agama. Daerah geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan-kepulauan membuat suatu keberagaman dalam bidang sosial, budaya dan politik masyarakat Indonesia. Karena banyaknya keberagaman inilah yang menjadi latar belakang semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang bhineka. Kebhinekaan masyarakat Indonesia harus tetap dijaga dan ditumbuhkembangkan agar terwujud persatuan dan kesatuan seluruh bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila sila ke-3. Masyarakat Indonesia yang bhineka pastinya memiliki banyak perbedaan, sering kali perbedaan itu menimbulkan percikan-percikan konflik yang tidak diinginkan. Konflik tersebut tidak hanya bersulut pada waktu yang sesaat saja namun bisa berlarut-larut dan menjadi mengakar dalam suatu masyarakat sehingga menimbulkan disintegrasi. Melihat kondisi konflik yang semakin lama semakin terlihat jelas dari berbagai media seperti berita yang paling hangat saat ini yaitu terjadinya tawuran antar mahasiswa di Makassar, kita sebagai rakyat mulai berpikir bagaimana cara membina persatuan dan kesatuan bangsa untuk dapat mencegah disintegrasi dalam bangsa. Dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa bukanlah hal yang mudah, banyak tantangan dan masalah yang harus dihadapi bersama. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa merupakan kewajiban seluruh rakyat Indonesia. Karena negara ini tidak hanya terdiri dari satu golongan suku, ras dan agama saja, melainkan banyak sekali golongan yang ada di tanah air kita tercinta. Kita sebagai seorang mahasiswalah yang memilki tanggung jawab paling besar untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Posisi kita sebagai mahasiswa menunjukkan bahwa kita adalah orang yang memiliki tingkatan pendidikan dan intelektual yang http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
1
tinggi. Kita harus bisa menunjukkan peran yang positif sebagai agen perubahan untuk memperjuangkan Indonesia yang lebih baik. Bukan zamannya lagi bagi mahasiswa untuk melakukan perubahan melalui tindakan-tindakan yang menjurus pada kekerasan. Kita memilki kemampuan intelektual yang harus digunakan untuk berpikir dan mencari solusi terbaik bagi masalah-masalah yang dihadapi bangsa ini. Alasan itulah yang membuat saya tergerak mengikuti Study Excursie — kuliah lapangan — di Kabupaten Lamongan, Propinsi JawaTimur. Tema dari kegiatan ini adalah Dialog Peradaban Lintas Agama dan Budaya : Kebhinekaan, Etnisitas, Gaya Hidup,dan Solidaritas Sosial Terbuka. Yang melatarbelakangi terselenggaranya acara tersebut adalah sebagai proses penyadaran bagi mahasiswa atas kesadaran kebhinekaan. Kesadaran atas kebhinekaan yang ada di Indonesia sangat diperlukan agar mahasiswa menyadarai arti penting dari persatuan dan kesatuan bangsa sehingga dapat berkontribusi dalam mewujudkan dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Proses penyadaran tersebut tidak cukup hanya dengan pendekatan kognitif dalam ruang kuliah, tetapi mahasiswa harus dapat melihat secara langsung untuk memahami realitas keberagaman dan kebhinekaan yang ada di Balun. Sebenarnya, Study Excursie di Lamongan tidak hanya mengunjungi Balun tetapi juga Pondok Pesantren Sunan Drajat. Tetapi dalam essay ini saya lebih memilih untuk membahas kunjungan di Balun.
Apa sih sebenarnya yang terjadi di Balun? Pada tanggal 13-14 Oktober 2012 saya bersama 400 mahasiwa dari seluruh fakultas yang ada di UNAIR beserta para dosen mata kuliah Wawasan Kebangsaan dan para staf kemahasiswaan UNAIR mengunjungi Kabupaten Lamongan dalam acara Study Excursie. Saat pertama kali tiba di Lamongan kami semua secara khusus disambut langsung oleh Bupati Lamongan, Bapak Fadeli, S.H. di pendopo kabupaten. Setelah itu kami langsung menuju Balun. Balun adalah sebuah desa yang terletak di Kabupaten Lamongan bagian tengah tepatnya Kecamatan Turi dan hanya mempunyai jarak 4 kilometer dari kota Lamongan.
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
2
Sejarah desa Balun menurut buku panduan Sudy Excursie tahun 2012, desa Balun merupakan salah satu desa tua yang syarat dengan berbagai nilai sejarah. Kata Balun berasal dari nama tokoh masyarakat setempat yang berperan besar dalam terbentuknya desa yaitu Mbah Alun sejak tahun 1600-an. Mbah Alun dikenal sebagai Sunan Tawang Alun I konon adalah seoarang raja dari Kerajaan Blambangan bernama Bedande Sakte Bhreau Arih. Beliau adalah keturunan dari Raja Brawijaya dari Majapahit. Beliau adalah murid dari Suana Giri IV. Beliau menuju Candipari (kini desa Balun) untuk melariakan diri karena kerajaannya hancur di serang Mataram. Di Candipari beliau mengajar mengaji dan menyiarkan Islam. Pasca G 30 S PKI tahun 1967, Kristen dan Hindu masuk dan berkembang di Balun. Karena ada pembersiahn anggota PKI posisi pamong desa banyak yang kosong sehingga ditunjuk seorang prajurit bernama Pak Batih yang beragama Kristen, dari sinilah Kristen mulai menyebar di Balun. Pada tahun yang sama juga masuk agama Hindu yang dibawa oleh bapak Tahardono Sasmito. Penyebaran kedua agama tersebut tidak membawa gejolak bagi masyarakat desa Balun yang mayoritas beragam Islam. Masuknya seseorang pada agama baru pada awalnya lebih disebabkan karena ketertarikan pribadi, bukan karena adanya paksaan dari pihak-pihak tertentu. Bahkan sampai saat ini kita bisa melihat di desa Balun berdiri Masjid, Gereja, dan Pura dalam satu komplek. Gereja berada di seberang Masjid yang dipisahkan oleh lapangan, sedangkan jarak antara masjid dan pura hanya sekitar 4 meter. Hal itu menunjukan pluralisme yang tinggi di kalangan masyarakat desa Balun. Menurut data yang saya peroleh dari keterangan Bapak Kepala Desa Balun, jumlah keseluruhan warga desa Balun adalah 4.736 jiwa yang terdiri dari 3.763 jiwa bergama Islam, 690 jiwa beragama Kristen, dan 283 jiwa beragama Hindu. Mayoritas penduduk desa Balun bermatapencaharian sebagai petani. Keberagaman agama yang terjadi memberikan keunikan tersendiri pada budaya asli warga desa Balun. Misalnya saja pada saat Hari Raya Nyepi umat Hindu memiliki adat untuk tidak menyalakan lampu dan tdak menimbulkan suarasuara keras, jika Hari Raya Nyepi berlangsung pada hari Jumat, maka waraga muslim yang melaksanakan ibadah salat Jumat tidak mmenyalakan lampu dan http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
3
pengeras suara tanpa diminta oleh umat Hindu sebagai bentuk dari rasa penghormatan. Contoh lainnya saat acara hajatan baik itu pernikahan, sunatan atau yang lainnnya, pada saat akan menyumbang para perempuan banyak memakai krudung dan bapak-bapak memakai kopyah padahal agama mereka belum tentu Islam. Pada acara hajatan tersebut orang-orang yang diundang tidak membeda-bedakan agama apa yang mereka peluk. Bahkan dalam satu rumah terdiri dari tiga agamapun meupakan hal yang wajar. Hal ini terjadi lebih disebabkan karena pernikahan. Rata-rata orang yang berpindah agama disebabkan pernikahan karena mengikuti agama yang dianut oleh istri atau suami. Sehingga agama anatara orangtua dan anak berbeda. Perpindahan agama bukan hanya karena pernikahan ada juga yang karena kemauan pribadi. Jika ada orang yang pindah agama, warga Balun memandang hal ini merupakan hal yang wajar. Karena mereka memahami betul bahwa memilih kepecayaan atau agama yang dianut adalah hak asasi manusia yang ia bawa sejak lahir sesuai dengan pasal 29 UUD 1945. Sehingga tidak ada keributan yang terjadi ketika ada orang yang berpindah agama. Banyak hal yang dapat kita pelajari dari kemultikulturan yang ada di desa Balun. Pluralisme yang sangat dijunjung tinggi oleh warga desa Balun merupakan hal yang luar biasa dimasa sekarang ini terutama di Indonesia. Saya mengatakan hal ini luar biasa karena melihat fenomena-fenoma yang terjadi di Indonesia saat ini banyak terjadi kekerasan yang di latar belakangi oleh masalah yang sepele tetapi masalah itu menjadi besar karena mengatas namakan suku, agama dan ras. Contohnya bentrokan yang terjadi Sampang, Madura. Bentrokan tersebut mengatas namakan perbedaan agama antara kaum Syiah dan Sunni, padahal setelah diteliti lebih lanjut hal yang mendasari adalah rasa cemburu. Kita sebagai seorang yang berkepribadian Pancasila harus mencontoh apa yang terjadi di desa Balun. Mereka tetap bisa hidup berdampingan dengan aman dan damai tanpa terjadi kerusuhan sekalipun. Mereka bisa mewujudkan persatun dan kesatuan di desa mereka. Kerukunan kehidupan hanya bisa terwujud jika kita memandangan persaman yang ada di antara kita, jangan hanya memandang perbedaan yang ada. Misalnya ajaran antara agama Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu pasti banyak yang berbeda, jika hanya membahas perbedaan yang ada http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
4
maka bisa terjadi konflik agama. Yang harus kita pahami dalah persaman antara agama-agama tersebut yang bertujuan untuk selalu berbuat kebaikan kepada seluruh umat manusia demi tercapainya kehidupan yang damai. Tidak ada satupun agama yang yang mengjarkan umatnya untuk melakuakan kejahatan atau tindakan kekerasan. Semua agama itu cinta damai. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai cara untuk menubuhkembangkan persatuan dan kesatauan antara lain : Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus. Pancasila dan UUD 1945 harus digemakan lagi sampai ke rakyat yang paling bawah, dalam rangka pemahaman dan penghayatan. Para tokoh dan elit bangsa harus dapat memberi contoh dan menjadi contoh rakyat, jangan selalu berkelahi dan saling caci maki hanya untuk kepentingan kelompok atau partai politiknya. Budaya bangsa yang adi luhur hendaknya diangkat untuk diingat dan dilaksanakan oleh bangsa ini yaitu budaya saling hormat menghormati.
Harapan terbesar dari essay ini adalah menumbuhkan kesadaran diri pembaca untuk menjaga dan membangun persatuan dan kesatuan bangsa agar terhindar ancaman-ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dapat menghancurkan tatanan kehidupan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber : Direktorat Pendidikan dan Direktorat Kemahasiswaan UNAIR, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pemprov Jatim, LP3JATIM. 2012. Panduan Study Excursie Dialog Peradaban Lintas Agama dan Budaya : Kebhinekaan, Etnisitas, Gaya Hidup,dan Solidaritas Sosial Terbuka. Surabaya: UPT MKU-UA. http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
5