KERJASAMA Bappeda Provinsi Bali dan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali
Halaman ini sengaja dikosongkan
KATA SAMBUTAN
“Om, Swastiastu” Dengan menghaturkan angayubagya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya publikasi “IINDEKS KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013” dapat disusun sesuai dengan rencana. Publikasi ini menyajikan informasi ringkas tentang keberhasilan kinerja pembangunan daerah dan diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan pembangunan, pengembangan wilayah dan mengantisipasi pembangunan kedepan, agar pemerintah daerah mempunyai arah, strategi dan kebijakan dalam pembangunan wilayah. Penyusunan Indeks Kinerja Pembangunan Daerah ini, disadari masih banyak kekurangan, maka dari itu saran dan masukan untuk penyempurnaannya sangat kami harapkan. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih, semoga kerjasama ini dapat berkesinambungan pada masa yang akan datang. “Om, Santhi, Santhi, Santhi, Om” Denpasar, Desember 2014 Kepala Bappeda Provinsi Bali
Ir. I PUTU ASTAWA, M.M.A Pembina Utama Muda NIP. 19611231 198302 1 055
Halaman ini sengaja dikosongkan
KATA PENGANTAR
“Om, Swastyastu” Dengan mengucapkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, “IINDEKS KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013” ini dapat disusun dan dipublikasikan dengan baik. Buku Indeks Kinerja Pembangunan Provinsi dan Kabupaten/Kota se Bali ini merupakan kerjasama antara Bappeda Provinsi Bali dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Publikasi ini untuk memberikan gambaran singkat mengenai perkembangan pembangunan pemerintah daerah baik dari sisi aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan publik dan aspek daya saing daerah. Data yang dimuat dalam publikasi ini meliputi indikator-indikator yang berhubungan dengan ketiga aspek pengukuran tersebut yang tersedia sampai tingkat kabupaten/kota. Diharapkan publikasi ini dapat membantu memberikan infomasi yang dibutuhkan oleh pihakpihak yang berkepentingan. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penerbitan publikasi ini, disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih. “Om, Santih, Santih, Santih, Om” Denpasar, Desember 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali,
PANUSUNAN SIREGAR Pembina Utama Muda NIP. 19580314 198302 1 001
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i KATA SAMBUTAN iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii
BAB I 1 . 1. 1 . 2. 1 . 3. 1 . 4.
PENDAHULUAN
Latar Belakang 3 Maksud dan Tujuan 5 Sumber Data 5 Sistematika Penulisan 6
INDIKATOR PENGUKURAN
BAB II
2.1. Pengukuran 9 2.2. Parameter Kinerja 10 2.3. Proses Hirarki Analitik 57
PEMBANGUNAN
BAB III DAN MODEL PENGUKURAN 3.1. Pembangunan Ekonomi 63 3.2. Pengukuran Indeks Kinerja Pembangunan 72
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V 5.1 5.2 5.3
4. Indeks Kinerja Pembangunan Provinsi Bali ~ 89 4.1. Aspek Kesejahteraan Masyarakat 91 4.2. Aspek Pelayanan Umum 98 4.3. Aspek Daya Saing Daerah 105 4.4. Indeks Kinerja Pembangunan Kabupaten/Kota 109
PENUTUP
Simpulan 115 Saran 116 Rekomendasai Kab./Kota 116
LAMPIRAN
BAB VI
Halaman ini sengaja dikosongkan
Bab I PENDAHULUAN
Latar Belakang Maksud dan Tujuan Sumber Data Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Halaman ini sengaja dikosongkan
2
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Pembangunan
merupakan
suatu
proses
perubahan yang meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan
kemajuan
dalam
kesejahteraan
ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan dan peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Sejak dimulainya otonomi daerah pada tahun 1999, wewenang serta peran serta pemerintah daerah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan menjadi semakin besar. Ditetapkannya undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempatnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, memberikan hak otonomi yang semakin luas bagi daerah. Pemberian hak otonomi yang luas bagi daerah pada dasarnya memiliki tujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat
melalui
peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu, melalui otonomi yang lebih luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan
prinsip
demokrasi,
pemerataan,
keadilan, keistimewaan, kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
3
BAB I Pendahuluan
Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah
tentunya
melaksanakan
akan
merencanakan
program-program
dan
pembangunan.
Berkaitan dengan pelaksanaan program pembangunan yang dilaksanakan daerah, maka proses perencanaan, penetapan kebijakan, pelaksanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengendalian, pembiayaan, koordinasi, penyempurnaan serta pengembangannya harus dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Selain itu setiap program kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah hendaknya
menganut
prinsip
penyelenggaraaan
pemerintahan yang baik, yaitu pemerintahan yang transparan, efektif dan efisien, dapat diukur tingkat keberhasilannya, serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (akuntabiltas). Untuk mewujudkan hal tersebut, maka monitoring maupun evaluasi sangat diperlukan. Kegiatan monitoring maupun evaluasi sebagai bagian dari manajemen kinerja memerlukan data dan informasi sebagai landasan dalam mengukur kemajuan pencapaian tujuan penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 32 tahun 2004. Ketersediaan data dan informasi yang mampu memenuhi kebutuhan daerah dalam pembangunan daerah sangat penting untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu, daerah membutuhkan pemahaman akan potensi dan kekuatan yang dimiliki serta kebutuhan daerah (local needs). Oleh karena itu, melalui indikator untuk pengukuran dan 4
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB I Pendahuluan
evaluasi kinerja ini diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
1.2. Maksud dan Tujuan Indeks kinerja pembangunan daerah yang meliputi kondisi yang ada, permasalahan, potensi wilayah, prioritas dan kebijakan pembangunan mampu memberikan gambaran yang jelas terhadap hasil-hasil pembangunan yang diukur dari berbagai aspek baik sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan. Indeks kinerja pembangunan daerah dapat digunakan sebagai dasar pengembangan wilayah yang sistematis dan strategis dan mengantisipasi pembangunan ke depan, agar Pemerintah Daerah mempunyai arah, strategi dan kebijakan dalam pengembangan wilayah.
1.3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penyusunan publikasi
ini
adalah
hasil
pengumpulan
dan
penghitungan data yang dilakukan oleh BPS serta beberapa data yang bersumber dari dinas/instasi terkait
baik
berupa
data
primer maupun data
administrasi.
1.4. Sistematika Penulisan Dalam
Penyusunan
Analisis
Kinerja
Pembangunan Provinsi dan Kabupaten/Kota se Bali Tahun 2013 sistematika laporan penulisan hasilnya terdiri dari lima bagian yaitu sebagai berikut : Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
5
BAB I Pendahuluan
I
Pendahuluan 1. Latar Belakang 2. Tujuan 3. Sumber Data 4. Sistematika Penulisan
II. Indikator Pengukuran 1. Pengukuran 2. Parameter Kinerja 3. Proses Hierarki Analitik III. Pembangunan dan Model Pengukuran 1 Pembangunan Ekonomi 2. Pengukuran Indeks Kinerja Pembangunan IV. Hasil dan Pembahasan 1 Aspek Kesejahteraan Masyarakat 2 Aspek Pelayanan Umum 3 Aspek Daya Saing Daerah 4 Indeks Kinerja Pembangunan V. Penutup 1 Simpulan 2. Saran 3. Rekomendasi Kab./Kota
6
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Bab II INDIKATOR PENGUKURAN
Pengukuran Parameter Kinerja Proses Hirarki Analitik
BAB II Indikator Pengukuran
Halaman ini sengaja dikosongkan
8
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
2.1. Pengukuran Pengukuran adalah kegiatan yang sistimatik untuk menyatakan suatu keadaan atau gejala dalam kuantitatif. Bentuk kuantitatif yang berupa angka selanjutnya dianalisis untuk menentukan kemampuan sesuatu “ … paradigma Good Governance yang mengedepankan keterpaduan dan keselarasan antara pemerintah (state), swasta (private) dan masyarakat (society) … “
yang
dianalisis.
Pengukuran kinerja merupakan usaha
untuk
menentukan
kemajuan/kemunduran
suatu
program/kegiatan ditentukan
yang
oleh
indikator-
indikator yang mewakilinya, seperti pembangunan daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. Pengukuran terhadap kinerja suatu daerah dapat memberi manfaat antara lain sebagai alat untuk mengidentifikasikan apakah tuntutan masyarakat sudah terpenuhi;
membantu
dalam
memahami
proses
penyelenggaraan otonomi daerah serta menegaskan hal-hal
yang
telah
dicapai
serta
menyingkap
permasalahan yang belum diketahui; untuk meyakinkan bahwa keputusan yang diambil secara obyektif bukan semata karena emosional maupun intuisi semata; untuk menunjukkan
perbaikan-perbaikan
yang
harus
dilakukan; untuk memperlihatkan keberhasilan yang telah dicapai; dan dapat dijadikan referensi bagi pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan. Saat ini, pemerintah daerah dituntut untuk lebih kompetitif,
responsif,
dan
akuntabel
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
dalam 9
BAB II Indikator Pengukuran
penyelenggaraan
pemerintahan.
Oleh
karena
itu
ketersediaan informasi kinerja daerah dapat menjawab segala kebutuhan tersebut.
2.2. Parameter Kinerja Indeks kinerja pembangunan daerah yang meliputi
kondisi
existing,
permasalahan,
potensi
wilayah, prioritas dan kebijakan pembangunan mampu memberikan gambaran yang jelas terhadap hasil-hasil pembangunan yang diukur dari berbagai aspek baik sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan. Indeks kinerja pembangunan daerah dapat digunakan sebagai dasar pengembangan wilayah yang sistematis dan strategis dan mengantisipasi pembangunan ke depan, agar Pemerintah Daerah mempunyai arah, strategi dan kebijakan dalam pengembangan wilayah. Dalam undang-undang disebutkan
bahwa
otonomi
No. 32 tahun 2004 daerah
adalah
hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-udangan.
Sedangkan
daerah
otonom, selanjutnya disebut daerah dengan kesatuan masyarakat hukum
yang
mempunyai
batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut
prakarsa
sendiri
berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik 10
Indonesia
(NKRI).
Hal
tersebut
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
mengisyaratkan bahwa pemerintah daerah bukan satusatunya
pelaku
dalam
penyelenggaraan
otonomi
daerah. Sejalan dengan paradigma yang ada saat ini dimana dalam pembangunan daerah keterlibatan swasta dan masyarakat
menjadi semakin kental
sehingga kinerja daerah dapat diartikan bagaimana pemerintah daerah, sektor swasta dan masyarakat sebagai suatu sistem yang menjalankan fungsi dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam Pasal 2 ayat 3 UU. No. 32 Th. 2004 disebutkan bahwa: “Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluasluasnya kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah”. Isi pasal tersebut menjelaskan bahwa apa yang sebenarnya menjadi parameter keberhasilan kinerja otonomi daerah. Keberhasilan daerah seyogyanya diletakkan pada sejauh mana daerah mampu mencapai tujuan otonomi daerah. Akan tetapi keberhasilan tersebut tidak hanya ditentukan oleh pemerintah saja namun sektor swasta dan masyarakat juga ikut andil serta didalamnya. Hal ini sejalan dengan paradigma Good Governance yang mengedepankan keterpaduan dan keselarasan antara pemerintah (state), swasta (private) dan masyarakat (society) sebagai suatu sistem. Dengan demikian pengkuruan kinerja daerah merupakan usaha untuk mengetahui sejauh mana kinerja
daerah
dalam
pencapaian
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
tujuan 11
BAB II Indikator Pengukuran
penyelenggaraan otonomi daerah sebagai suatu sistem yang melibatkan tiga domain yang terkait yakni negara, swasta dan masyarakat. Adapun parameter kinerja yang digunakan sebagai berikut: 1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat 2. Peningkatan pelayanan publik 3. Peningkatan daya saing daerah Ketiga parameter tersebut akan dibandingkan dengan capaian akhir pembangunan daerah yang dalam hal ini akan diwakili dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam
perspektif
otonomi,
pemberdayaan
ketiga elemen tersebut merupakan salah satu sarana dan kondisi utama untuk tercapainya tujuan tersebut. Oleh karena itu pemberdayaan ketiga elemen dapat dijadikan instrumen untuk tercapainya tujuan otonomi daerah. Dengan cara pandang ini perbaikan dalam pemenuhan kebutuhan daerah dan perluasan akses merupakan hal yang penting.
2.2.1. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Usaha masyarakat
untuk
menciptakan
merupakan
salah
negara
dan
pembentukan pemerintahan.
Suatu
kesejahteraan
satu
dasar
dari
penyelenggaraan
pemerintahan
yang
terdesentralisasi dianggap lebih mampu mendorong proses pemberdayaan dan perbaikan kesejahteraan. Kebijakan desentralisasi didesain untuk menciptakan empowering welfare. Empowering welfare memiliki arti 12
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
bahwa kesejahteraan harus dikaitkan dengan proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kapasitas dan potensi seluruh anggota masyarakat. Dalam proses pemberdayaan masayarakat terdapat dua elemen yang tidak dapat dipisahkan yaitu
self
actualization dan self determination. Proses yang pertama mengacu kepada suatu rangakaian usaha yang dilakukan oleh anggota masyarakat dalam rangka mengembangkan kemampuannya dalam kehidupan sosial seperti kemampuan dalam bidang kesenian, teknologi, olah raga dan sebagainya. Sementara itu self determination adalah usaha yang dilakukan untuk memperjuangkan aspirasi dan kebutuhannya dalam proses pembuatan keputusan kolektif. Kemampuan dalam
self
determination
sangat
penting
untuk
mendukung self actualization
disamping sebagai
jaminan
pemerintah
agar
kebijakan
oleh
dapat
memperhatikan kekhususan kebutuhan setiap kategori sosial dalam masyarakat. Sementara itu, UNDP mengenalkan konsep pembangunan yang berfokus kepada manusia. Dalam konsep ini, manusia merupakan aktor utama dan pusat gravitasi dari pengembangan berbagai sistem yang mengatur
berbagai
dimensi
kebutuhan
kolektif.
Menurut UNDP (2001) pengembangan manusia sebagai aktor pembangunan harus didasarkan pada empat elemen kunci, yaitu: 1. Produktifitas (productivity): manusia harus berkemampuan
untuk
meningkatkan
produktifitasnya dan berpartisipasi penuh Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
13
BAB II Indikator Pengukuran
dalam proses mencari penghasilan dan lapangan kerja. 2. Pemerataan (equity): setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Artinya, semua hambatan terhadap peluang ekonomi,
politik
dan
sosial
harus
dihapuskan sehingga semua orang dapat berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari peluang yang tersedia. 3. Keberlanjutan (sustainable): akses terhadap peluang/ kesempatan harus tersedia bukan hanya untuk generasi sekarang tapi juga untuk generasi yang akan datang. Semua bentuk sumber daya – fisik, manusia, alam – harus dapat diperbaharui. 4. Pemberdayaan
(Empowering):
pembangunan harus dilakukan oleh semua orang dan bukan semata-mata dilakukan untuk kepentingan-kepentingan tersendiri atau kelompok. Dengan demikian setiap orang harus berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Paralel dengan penekanan pada prinsip – prinsip pembangunan yang berfokus kepada manusia, konsep kesejahteraan lebih menekankan pada model empowering welfare. Model empowering welfare tentu saja 14
menghendaki
adanya
human
capability
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
(kemampuan
manusia).
Oleh
karena
itu
harus
memperhatikan bidang – bidang yang dianggap esensial bagi pengembangan harkat dan martabat manusia sebagai aktor dalam sistem ekonomi, sistem politik, sistem budaya dan keagamaan, sistem sosial dan sistem lingkungan hidup. Dengan peningkatan
cara
pandang
kesejahteraan
seperti
menurut
ini
maka
pendekatan
empowering welfare dapat diukur melalui pendekatan materi dan non materi yang dapat diterjemahkan dalam kelompok-kelompok indikator. Kelompok indikator empowering welfare itu antara lain: 1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Kesejahteraan dan pemerataan ekonomi merupakan
dimensi
kesejahteraan.
material
Dalam
dari
pengkuran
ini
dipergunakan beberapa indikator, antara lain; a.
Pertumbuhan
Produk
Domestik
Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional
(provinsi/kabupaten/kota)
menggambarkan
kemampuan
suatu
wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada waktu tertentu. PDRB dibentuk melalui berbagai sektor ekonomi
yang
mencakup
sektor
pertanian;
pertambangan
dan
penggalian;
industri
pengolahan;
listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
15
BAB II Indikator Pengukuran
perdagangan,
restoran
pengangkutan
dan
lembaga
keuangan;
dan
hotel;
komunikasi; dan
jasa-jasa
lainnya. b.
Laju inflasi merupakan ukuran yang dapat
menggambarkan
kenaikan/penurunan
harga
dari
sekelompok barang dan jasa yang berpengaruh daya
terhadap
beli
didasarkan
kemampuan
masyarakat. pada
Inflasi
Indeks
harga
konsumen (IHK) secara sampel di 66 kota di Indonesia yang mencakup 284441
komoditas
berdasarkan
yang
pola
dihitung
konsumsi
hasil
Survei Biaya Hidup (SBH). Angka inflasi disajikan pada tingkat provinsi. c.
PDRB per kapita dihitung berdasarkan pendapatan regional neto atas dasar biaya faktor dibagi dengan jumlah penduduk regional pertengahari tahun.
d.
Indeks Gini merupakan koefisien yang didasarkan pada kurva lorenz, yaitu sebuah kurva pendapatan kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu
variabel
tertentu
(misalnya
pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Koefisien gini didefinisikan sebagai A/(A+B), jika A=0 16
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
koefisien gini bernilai 0 yang berarti pemerataan
sempurna,
jika
B=0
koefisien gini akan bernilai 1 yang berarti ketimpangan sempurna. e.
Pemerataan
pendapatan
diperhitungkan
ini
berdasarkan
pendekatan yang dilakukan oleh Bank Dunia, yaitu dengan mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok berdasarkan
besarnya
pendapatan.
40% penduduk berpendapatan rendah; 40%
penduduk
berpendapatan
menengah, dan 20% berpendapatan tinggi.
Ketimpangan
pendapatan
diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah
dibandingkan
pendapatan Kategori
seluruh ketimpangan
total penduduk.
ditentukan
sebagai berikut: i.
jika proporsi jumlah pendapatan dari
penduduk
yang
masuk
kategori 40 persen terendah terhadap
total
pendapatan
seluruh penduduk kurang dari 12 persen
dikategorikan
ketimpangan pendapatan tinggi. ii.
jika proporsi jumlah pendapatan dari
penduduk
yang
masuk
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
17
BAB II Indikator Pengukuran
kategori 40 persen terendah terhadap
total
pendapatan
seluruh penduduk antara 12-17 persen
dikategorikan
ketimpangan
pendapatan
sedang/menengah. iii.
jika proporsi jumlah pendapatan dari
penduduk
yang
masuk
kategori 40 persen terendah terhadap
total
pendapatan
seluruh penduduk lebih dari 17 persen
dikategorikan
ketimpangan pendapatan rendah. f.
Indeks
ketimpangan
Williamson
(Indeks Ketimpangan Regional), adalah indeks untuk mengukur ketimpangan pembangunan antarkecamatan di suatu kabupaten/kota kabupaten/kota
atau di
suatu
antar provinsi
dalam waktu tertentu. Adapun formula yang dipakai dalam setiap pengukuran kesejahteraan dan pemerataan ekonomi adalah sebagai berikut:
18
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
Tabel 1. Indikator Pengukuran Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi FOKUS
INDIKATOR
FORMULA
1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi
a. Pertumbuhan PDRB
(PDRB (t+1) - PDRB (t)} / PDRB (t) X 100%
Laju Inflasi
b. Laju inflasi provinsi
(Inf (t +1) - Inf (t)} / Inf (t) X 100%
Pendapatan per kapita
c. PDRB per kapita
Ketimpangan kemakmuran
d. Indeks Gini
PDRB Penduduk pertengahan tahun k
G=l-
fpi (Fci + Fci-l ) I
Dimana: fpi = frekuensi penduduk pada kelas pendapatan ke i Fci = frekuensi kumulatif dari total pendapatan pada
pendapatan ke i = banyak kelas Fci - l = frekuensi kumulatif dari total pendapatan pada kelas pendapatan kelas ke i k
Pemerataan pendapatan
e. Pemerataan pendapatan versi Bank Dunia
YD4 = Qi-l -
40 - Pi Pi – Pi-l
X qi
YD4 = Persentase pendapatan yang diterima oleh 40 % penduduk lapisan bawah Qi -l = Persentase kumulatif pendapatan ke i-1 Pi = Persentase kuraulatif penduduk ke i qi = Persentase pendapatan ke i Ketimpangan regional
Indeks ketimpangan Williamson (Indeks Ketimpangan Regional)
IW =
(Yi –Y)2 fi l n Y
Tingkat kabupaten/kota Yi = PDRB perkapita di kecamatan I Y = PDRB perkapita rata-rata kab/kota fi = jumlah penduduk di kecamatan i n = jumlah penduduk di kab/kota Tingkat Provinsi Yi = PDRB perkapita di kab/kota i Y = PDRB perkapita rata-rata provinsi fi = jumlah penduduk di kab/kota i n = jumlah penduduk di provinsi
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
19
BAB II Indikator Pengukuran
2. Kesejahteraan Sosial Indikator yang dipergunakan adalah: a.
Angka melek huruf (dewasa) adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.
b.
Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk
menempuh
pendidikan
semua
formal
jenis
yang
pernah
murni
adalah
dijalani. c.
Angka
partisipasi
perbandingan penduduk usia antara 7 hingga 18 tahun yang terdaftar sekolah pada
tingkat
pendidikan
SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun. d.
Angka
partisipasi
perbandingan tingkat dibagi
kasar
jumlah
pendidikan dengan
adalah
siswa
pada
SD/SLTP/SLTA
jumlah
penduduk
berusia 7 hingga 18 tahun, e.
Angka pendidikan yang ditamatkan adalah menyelesaikan pelajaran pada kelas
atau
tingkat
terakhir suatu
jenjang sekolah di sekolah negeri maupun swasta dengan mendapatkan surat tanda tamat belajar/ijazah. 20
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
f.
Angka kelangsungan hidup bayi adalah probabilitas bayi hidup sampai dengan usia 1 tahun. Angka kelangsungan hidup bayi = (1-angka kematian bayi). Angka kematian bayi dihitung dengan jumlah kematian bayi usia dibawah 1 tahun dalam kurun waktu setahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
g.
Angka usia harapan hidup pada waktu lahir adalah perkiraan lama hidup ratarata penduduk dengan asumsi tidak ada
perubahan
pola
mortalitas
menurut umur. h.
Persentase balita gizi buruk adalah persentase balita dalam kondisi gizi buruk terhadap jumlah balita, Keadaan tubuh anak atau bayi dilihat dari berat badan menurut umur. Klasifikasi status gizi
dibuat
berdasarkan
standar
WHO/NCHS. i.
Persentase penduduk di atas garis kemiskinan
dihitung
dengan
menggunakan formula (100 - angka kemiskinan). Angka kemiskinan adalah persentase kategori
penduduk miskin
yang
terhadap
masuk jumlah
penduduk. Penduduk miskin dihitung berdasarkan garis kemiskinan. Garis kemiskinan
adalah
nilai
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
rupiah 21
BAB II Indikator Pengukuran
pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan pangan
dan
non
konsumsi pangan
yang
dibutuhkan oleh individu untuk hidup layak. j.
Persentase jumlah penduduk yang memiliki lahan adalah perbandingan jumlah penduduk yang memiliki lahan terhadap jumlah penduduk dikali 100.
k.
Rasio penduduk yang bekerja adalah perbandingan jumlah penduduk yang bekerja
terhadap jumlah
angkatan
kerja. Jika yang tersedia adalah angka pengangguran, digunakan
maka
adalah
=
angka (1
yang
-
angka
pengangguran). l.
Angka kriminalitas yang tertangani adalah aparat
penanganan
kriminal
penegak
oleh
hukum
(polisi/kejaksaan). Angka kriminalitas yang
ditangani
merupakan
jumlah
tindak kriminal yang ditangani selama 1 tahun terhadap 10.000 penduduk. Adapun formula yang dipakai dalam setiap pengukuran kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut:
22
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
Tabel 2. Indikator Pengukuran Kesejahteraan Sosial 2. Kesejahteraan Sosial Pendidikan
a. Angka melek huruf
Penduduk usia 15 th ke atas dapat baca tulis Penduduk usia 15 th ke atas
b. Angka rata-rata lama sekolah
X 100
Kombinasi antara partisipasi sekolah, jenjang pendidikan yang sedang dijalani, kelas yg diduduki, dan pendidikan yang ditamatkan. Banyaknya murid usia 7-12, 13-15, 16-18 th
c. Angka partisipasi murni Banyaknya penduduk usia 7-12, 13-15,16-18 th Banyaknya penduduk usia 7-12, 13 -15, 16 - 18 th
d. Angka partisipasi kasar
Banyaknya murid SD, SLTP, SLTA . Banyaknya penduduk usia 7-12, 13-15,16-18 th
e. Angka pendidikan yang ditamatkan
x 100 x 100
Penduduk tamat (< SD, SD, SLTP, SLTA, Univ) Jumlah penduduk
f. Angka kelangsungan hidup bayi
Kesehatan
x 100
(1 - angka kematian bayi) Perkiraan lama hidup rata-rata penduduk
g. Angka usia harapan hidup h. Persentase balua gizi buruk
dengan asumsi tidak ada perubahan pola Jumlahmenurut balita giziumur. buruk mortalitas
x 100
Jumlah balita Kemiskinan
i. Persentase penduduk diatas garis kemiskinan
Kepemilikan tanah
j. Persentase penduduk yang memiliki iahan
Kesempatan kerja
k.
Kriminalitas
l. Angka kriminalitas yang tertangani
(100 -angka kemiskinan )
Penduduk memiliki Iahan Jumlah penduduk
x 100
Penduduk yang bekerja Angkatan kerja
Rasio penduduk yang bekerja
Jumlah tindak kriminal tertangani dalam 1 tahun Jumlah penduduk
x 10000
3. Seni Budaya dan Olah Raga Pengukuran kinerja dalam bidang seni budaya
dan
olah
raga
merupakan
pendekatan kesejahteraan yang sifatnya berdimensi non material. Kesejahteraan dalam
dimensi
ini
merefleksikan
kesejahteraan kehidupan kolektif dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Karena sifatnya yang bersifat Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
23
BAB II Indikator Pengukuran
abstrak, pengukuran untuk parameter ini diterjemahkan dengan pendekatan bahwa setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama dalam kehidupan seni budaya dan berolah raga. Dalam hal ini, semua hambatan terhadap akses dalam bidang ini harus dihapuskan sehingga semua orang dapat manfaat
berpartisipasi dari
dan
peluang
mendapatkan yang
tersedia.
Beberapa indikator pengukuran parameter seni budaya dan olah raga adalah: a.
Jumlah grup kesenian adalah jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk.
b.
Jumlah gedung kesenian adalah jumlah gedung kesenian per 10.000 penduduk.
c.
Jumlah klub olahraga adalah jumlah klub olahraga per 10.000 penduduk.
d.
Jumlah gedung olahraga adalah jumlah gedung olahraga per 10.000 penduduk.
Adapun formula yang dipakai dalam setiap pengukuran kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut:
24
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
Tabel 3. Indikator Pengukuran Seni Budaya dan Olah Raga 3. Seni Budaya dan Olah Raga Grup kesenian
a. Jumlah grup kesenian Jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk
Gedung kesenian
b. Jumlah gedung kesenian
Jumlah gedung kesenian per 10.000 penduduk
Klub olahraga
c. Jumlah klub olahraga
Jumlah klub olah raga per 10.000 penduduk
Gedung Olah Raga
d. Jumlah gedung olah raga
Jumlah gedung olah raga per 10.000 penduduk
2.2.2. Peningkatan Pelayanan Publik/Umum Menurut
perspektif
teori
kontrak
sosial,
pelayanan umum merupakan dasar moral berdirinya suatu negara. Pelayanan umum dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penyediaan pelayanan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri dan/atau pihak lain, seperti swasta serta masyarakat. Sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi
luas
kepada
daerah
diarahkan
untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Uraian diatas mengisyaratkan bahwa kesejahteraan masyarakat merupakan ultimate goal dari pemberian otonomi. Sementara itu pelayanan dan
pemberdayaan
kepada
masyarakat
adalah
instrumental/intermediate goal yang menjadi sasaran Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
25
BAB II Indikator Pengukuran
dan kondisi utama bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Penerapan kualitas dalam sektor publik dalam konteks sistem pemerintahan secara konseptual dapat dipahami dari dua level yaitu makro dan mikro. Pada level makro, penerapan kualitas dipahami sebagai upaya perbaikan hubungan antara masyarakat dan negara. Hal ini berkaitan dengan perbaikan kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak pengguna pelayanan sebagai warga negara yang berhadapan dengan negara. Dalam konteks ini maka kualitas sering diartikan sebagai pemberian pilihan, akses, partisipasi dalam penentuan kebijakan layanan dan transparansi kepada pengguna layanan. Pada level mikro, penerapan kualitas berkaitan dengan perbaikan hubungan antara birokrasi penyedia layanan dengan pengguna layanan. Ini berkaitan dengan usaha memuaskan harapan dan kebutuhan layanan melalui perbaikan dalam proses penyedia layanan. Untuk konteks otonomi daerah, pelayanan yang wajib diberikan pemerintah daerah sesuai pasal 22 UU No. 34 tahun 2004 sebagaimana tersebut diatas dapat dikelompokan ke dalam pelayanan langsung dan tidak langsung terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan yang bersifat langsung tersebut dapat dibedakan lagi menjadi pelayanan administratif dan pelayanan social. Menurut William knox, pelayanan minimal yang harus disediakan oleh pemerintah adalah pelayanan yang menjamin proses reproduksi sistem sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Pelayanan 26
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
minimal semacam ini berkaitan langsung dengan sarana masyarakat
sebagai
mempertahankan
suatu
social
(means
of
entity survival)
untuk dan
mengembangkan daya hidupnya. Dari serangkaian kewajiban pemerintah menurut pasal 22 UU No. 34 tahun 2004, yang dimaksud pelayanan minimal adalah pelayanan
ketertiban
umum
dan
ketentraman
masyarakat, pendidikan, kesehatan dan penyediaan fasilitas social dan fasilitas umum. Untuk jenis pelayanan terakhir ini secara minimal diartikan sebagai fasilitas yang mendukung kemampuan interaksional dan komunikasional para anggota-anggota masyarakat untuk mengembangkan diri melalui berbagai kegiatan transaksi sosial dalam rangka memperkuat solidaritas cultural dan ekonomi. Otonomi daerah memberikan peluang untuk terpenuhinya
pelayanan
Kewenangan
yang
minimal
dimiliki
di
daerah
daerah. untuk
menyelenggarakan pelayanan umum sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi daerah akan mendekatkan pelayanan tersebut pada masyarakat. Dengan demikian diharapkan aspirasi masyarakat lebih terakomodir sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan umum. Sebagai salah satu prasyarat untuk mendekatkan pelayanan tersebut kepada masyarakat adalah kemudahan akses yang artinya setiap orang memiliki peluang yang sama dalam mendapatkan akses pelayanan. Dalam hal ini, semua hambatan-hambatan terhadap akses dalam pelayanan tersebut harus Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
27
BAB II Indikator Pengukuran
diminimalisir sehingga semua orang dapat memperoleh manfaat dari peluang yang tersedia. Merujuk pada konsepsi mengenai pelayanan minimal yang telah diuraikan diatas, maka indikator kunci dalam pengukuran kinerja di bidang pelayanan umum dalah sebagai berikut: 1. Pelayanan Dasar Indikator dalam pengukuran parameter pelayanan dasar adalah: a.
Pendidikan dasar i.
Angka
partisipasi
sekolah
adalah jumlah murid kelompok usia pendidikan dasar (7-12 tahun dan 13-15 tahun) yang masih menempuh pendidikan dasar
per
penduduk
1.000 usia
jumlah
pendidikan
dasar. ii.
Rasio
ketersediaan
sekolah
adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan dasar per 10000 jumlah
penduduk
pendidikan dasar. mengindikasikan untuk
Rasio
usia
ini
kemampuan
menampung
penduduk
usia
semua
pendidikan
dasar. iii.
Rasio adalah
28
guru
terhadap murid
jumlah
guru
tingkat
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
pendidikan dasar per 1.000 jumlah murid pendidikan dasar. Rasio
ini
mengindikasikan
ketersediaan tenaga pengajar. Di samping itu juga untuk mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran. iv.
Rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata adalah jumlah guru pendidikan dasar per kelas per
1.000
jumlah
pendidikan dasar. mengindikasikan tenaga
Rasio
ini
ketersediaan
pengajar
Disamping
murid
itu
per
kelas.
juga
untuk
mengukur jumlah ideal guru per kelas terhadap jumlah murid agar tercapai mutu pengajaran. b.
Pendidikan menengah i.
Angka
partisipasi
sekolah
adalah jumlah murid kelompok usia pendidikan menengah (1619
tahun)
yang
menempuh
masih
pendidikan
menengah per 1,000 jumlah penduduk
usia
pendidikan
menengah. ii.
Rasio
ketersediaan
sekolah
adalah jumlah sekolah tingkat Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
29
BAB II Indikator Pengukuran
pendidikan
menengah
per
10.000 jumlah penduduk usia pendidikan menengah. Rasio ini mengindikasikan untuk
kemampuan
menampung
penduduk
usia
semua
pendidikan
menengah. iii.
Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru tingkat pendidikan
menengah
per
1.000 jumlah murid pendidikan menengah.
Rasio
ini
mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar. Di samping itu juga untuk mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran. iv.
Rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata adalah jumlah guru pendidikan menengah per kelas per 1.000 jumlah murid pendidikan menengah. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar per kelas. Di samping
itu
juga
untuk
mengukur jumlah ideal guru per
kelas
murid
agar
terhadap tercapai
jumlah mutu
pengajaran. 30
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
v.
Rasio posyandu per satuan balita adalah jumlah posyandu per 1.000 balita.
vi.
Rasio
puskesmas,
poliklinik,
pustu
terhadap
penduduk
adalah
jumlah
poliklinik,
pustu
puskesmas, per
1.000
penduduk. vii.
Rasio rumah sakit per satuan penduduk adalah jumlah rumah sakit per 10.000 penduduk. Rasio
ini
ketersediaan sakit
mengukur fasilitas
berdasarkan
rumah jumlah
penduduk. viii.
Rasio
dokter
per
jumlah
penduduk adalah jumlah dokter per 1.000 penduduk. Rasio ini mengukur ketersediaan akses penduduk
terhadap
tenaga
dokter. ix.
Rasio tenaga medis per jumlah penduduk adalah jumlah tenaga medis per 1.000 penduduk. Rasio
ini
mengukur
ketersediaan akses penduduk terhadap tenaga medis. x.
Persentase penanganan sampah adalah proporsi volume sampah
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
31
BAB II Indikator Pengukuran
yang
ditangani
terhadap
volume produksi sampah. xi.
Persentase penduduk berakses air
bersih
jumlah
adalah
proporsi
penduduk
yang
mendapatkan akses air minum terhadap
jumlah
secara
penduduk
keseluruhan.
dimaksud meliputi
akses air
air
minum
Yang bersih yang
berasal dari air mineral, air leding/PAM, pompa air, sumur, atau mata air yang terlindung dalam
jumlah
sesuai
standar
yang
cukup
kebutuhan
minimal. xii.
Persentase luas permukiman yang tertata adalah proporsi luas area permukiman yang sesuai
dengan
peruntukan
berdasarkan rencana tata ruang satuan permukiman terhadap luas
area
permukiman
keseluruhan. xiii.
Proporsi panjang jaringan jalan dalam
kondisi
baik
adalah
panjang jalan dalam kondisi baik dibagi dengan panjang jalan
secara
(nasional, 32
keseluruhan
provinsi,
dan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
kabupaten/kota).
Hal
ini
mengindikasikan kualitas jalan dari keseluruhan panjang jalan. xiv.
Rasio jaringan irigasi adalah perbandingan panjang jaringan irigasi
terhadap
budidaya.
luas
Panjang
lahan
jaringan
irigasi meliputi jaringan primer, sekunder,
tersier.
Hal
ini
mengindikasikan ketersediaan saluran irigasi untuk kebutuhan budidaya pertanian. xv.
Rasio tempat ibadah per satuan penduduk
adalah
jumlah
ketersediaan tempat ibadah per 1.000 jumlah penduduk. xvi.
Persentase bersanitasi rumah
rumah adalah
tinggal
tinggal proporsi
bersanitasi
terhadap jumlah rumah tinggal. xvii.
Rasio
tempat
pemakaman
umum per satuan penduduk adalah jumlah daya tampung tempat. pemakaman umum per 1.000 jumlah penduduk. xviii.
Rasio sampah
tempat (TPS)
pembuangan per
satuan
penduduk adalah jumlah daya tampung tempat pembuangan Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
33
BAB II Indikator Pengukuran
sampah
per
1.000
jumlah
penduduk, xix.
Rasio rumah layak huni adalah perbandingan jumlah rumah layak
huni
dengan
jumlah
penduduk. xx.
Rasio permukiman layak huni adalah
perbandingan
luas
permukiman layak huni dengan luas
wilayah
permukiman
secara keseluruhan. Indikator ini mengukur proporsi luas pemukiman yang layak huni terhadap
keseluruhan
luas
pemukiman. xxi.
Rasio ruang terbuka hijau per satuan luas wilayah adalah perbandingan
luas
ruang
terbuka hijau terhadap luas keseluruhan
lahan
yang
diberikan HPL/HGB. xxii.
Rasio bangunan ber-IMB per satuan
bangunan
perbandingan
adalah jumlah
bangunan ber-IMB terhadap jumlah seluruh bangunan yang ada. xxiii.
Jumlah
arus
penumpang
angkutan umum (bis/kereta api/kapal laut/pesawat udara) 34
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
yang
masuk/keluar
daerah
selama 1 (satu) tahun. xxiv.
Rasio
ijin
perbandingan
trayek
adalah
jumlah
ijin
trayek yang dikeluarkan selama 1 (satu) tahun terhadap jumlah penduduk. xxv.
Jumlah uji kir angkutan umum selama 1 (satu) tahun.
xxvi.
Jumlah
pelabuhan
laut/udara/terminal bis yang diukur
berdasarkan
jumlah
pelabuhan laut/udara/terminal bis. Tabel 4. Indikator Pengukuran Pelayanan Dasar Pelayanan Dasar Pendidikan dasar: Pendidikan
a. Angka partisipasi sekolah b. Rasio ketersediaan sekolah/ penduduk usia sekolah c. Rasio guru/murid d. Rasio guru/murid per kelas rata-rata Pendidikan menengah: e. Angka partisipasi sekolah f. Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah g. Rasio guru terhadap murid h. Rasio guru terhadap murid per kelas ratarata
Jumlah murid usia pendidikan dasar Jumlah penduduk usia pendidikan dasar
Jumlah sekolah pendidikan dasar Penduduk usia pendidikan dasar Jumlah guru pendidikan dasar Jumlah murid pendidikan dasar Jumlah guru sekolah pendidikan dasar per kelas
x 1000
x 10000
x 1000 x 1000
Jumlah murid pendidikan dasar Jumlah murid usia pendidikan menengah Jumlah penduduk usia pendidikan menengah
x 1000
Jumlah sekolah pendidikan menengah Penduduk usia pendidikan menengah
x 10.000
Jumlah guru pendidikan menengah Jumlah murid pendidikan menengah
x 1000
Jumlah guru sekolah pendidikan menengah per kelas Jumlah murid pendidikan menengah
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
35
BAB II Indikator Pengukuran
Lanjutan Tabel 4. Pelayanan Dasar i. Rasio posyandu per
Jumlah posyandu Jumlah balita
x 1000
Jumlah puskesmas, poliklinik, pustu Jumlah penduduk
x 1000
Jumlah rumah sakit Jumlah penduduk
x 1000
Jumlah dokter Jumlah penduduk
x 1000
m. Rasio tenaga medis per satuan penduduk
Jumlah tenaga medis Jumlah penduduk
x 1000
n. Persentase penanganan sampah
Volume sampah yang ditangani Volume produksi sampah
x 100
o. Persentase penduduk berakses air minum
Penduduk berakses air minum Jumlah penduduk
x 100
p. Persentase luas permukiman yang tertata
Luas area permukiman tertata Luas area permukiman keseluruhan
x 100
satuan balita
j. Rasio puskesmas, poliklinik, pustu per satuan penduduk. k. Rasio Rumah Sakit per satuan penduduk
Kesehatan
l. Rasio dokter per satuan penduduk
Lingkungan hidup
q. Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik r. Rasio jaringan irigasi s. Rasio tempat ibadah per satuan penduduk t. Persentase rumah tinggal bersanitasi
Sarana dan Prasarana Umum
u. Rasio tempat pemakaman umum per satuan penduduk v. Rasio tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk
Panjang jalan kondisi baik Panjang jalan seluruhnya Panjang saluran irigasi Luas lahan budidaya pertanian
Jumlah tempat ibadah Jumlah penduduk Jumlah rumah tinggal berakses sanitasi Jumlah rumah tinggal Jumlah daya tampung tempat pemakaman umum Jumlah penduduk
x 1000
Jumlah daya tampung TPS Jumlah penduduk
x 1000
Jumlah rumah layak huni Jumlah penduduk
w. Rasio rumah layak huni x. Rasio permukiman layak huni
36
x 100
Luas pemukiman layak huni Luas wilayah permukiman
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
Lanjutan Tabel 4.
Penataan Ruang
Perhubungan
r. Rasio ruang terbuka hijau per satuan luas wilayah ber HPL/HGB s. Rasio bangunan ber-IMB per satuan bangunan t. Jumlah arus penumpang angkutan umum
Luas ruang terbuka hijau Luas wilayah ber HPL/HGB Jumlah bangunan ber - IMB Jumlah bangunan Jumlah arus penumpang angkutan umum yang masuk/keluar daerah
ab. Rasio ijin trayek
Jumlah ijin trayek yang dikeluarkan Jumlah penduduk
ac. Jumlah uji kir angkutan umum
Jumlah uji kir angkutan umum
ad. Jumlah pelabuhan laut/udara/termin al bis
2.
Jumlah pelabuhan laut/udara/terminal bis
Pelayanan Penunjang Indikator dalam pengukuran parameter pelayanan penunjang adalah: i.
Jumlah investor merujuk pada jumlah proyek-proyek penanaman modal yang diinvestasikan baik PMDN maupun PMA selama 1 (satu) tahun.
ii.
Nilai investasi merujuk pada besaran rupiah dari proyek-proyek penanaman modal yang diinvestasikan baik PMDN maupun PMA selama 1 (satu) tahun.
iii.
Rasio daya serap tenaga kerja adalah perbandingan jumlah tenaga kerja yang
bekerja
pada
perusahaan
PMA/PMDN terhadap jumlah seluruh PMDN dan PMA. Penanaman
modal
terdiri
dari
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
37
BAB II Indikator Pengukuran
Penanaman
Modal
Dalam
Negeri
(PMDN). Data bersumber dari Badan Penanaman
Modal
(BPM).
Data
PMA/PMDN yang dimaksud mengenai proyek-proyek penanaman modal yang disetujui pemerintah tidak termasuk sektor
minyak,
asuransi,
dan
perbankan. iv.
Persentase proporsi
koperasi jumlah
aktif
adalah
koperasi
aktif
terhadap jumlah seluruh koperasi. v.
Jumlah UKM non BPR/LKM dihitung berdasarkan jumlah yang aktif.
vi.
Jumlah
BPR/LKM
dihitung
berdasarkan jumlah yang aktif. Kredit Usaha Kecil Menengah (KUKM) untuk mengetahui fasilitas perkreditan yang
diberikan
pada
usaha
kecil
menengah. Fasilitas perkreditan ini mencakup keberadaan dari jumlah koperasi
aktif,
jumlah
UKM
non
BPR/LKM serta jumlah BPR/LKM. vii.
Rasio
penduduk
ber-KTP
adalah
perbandingan jumlah penduduk usia 17 tahun ke atas yang ber-KTP terhadap jumlah penduduk usia 17 tahun ke atas atau telah menikah. viii.
Rasio bayi berakte kelahiran adalah perbandingan jumlah bayi lahir dalam 1
38
tahun
yang
berakte
kelahiran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
terhadap jumlah bayi lahir pada tahun yang sama. ix.
Rasio pasangan berakte nikah adalah perbandingan jumlah pasangan nikah dalam 1 tahun yang berakte terhadap jumlah keseluruhan pasangan nikah pada tahun yang sama. Kependudukan dan catatan sipil untuk mengetahui masalah kependudukan yang
terkait
dengan
administrasinya.
tertib
Administrasi
kependudukan mencakup kartu tanda penduduk (KTP), akte kelahiran, dan surat-surat nikah. x.
Angka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) per tahun adalah jumlah angkatan kerja usia 15 tahun ke atas per 1.000 jumlah penduduk usia 15 tahun
ke
atas.
menggambarkan
Angka
jumlah
ini
angkatan
kerja dari keseluruhan penduduk. xi.
Angka
sengketa
pengusaha-pekerja
per tahun adalah jumlah sengketa yang terjadi per 1.000 jumlah perusahaan. Angka ini mengindikasikan hubungan antara
pengusaha
sebagai
pemilik
modal dan pekerja sebagai penyedia jasa
tenaga.
Semakin
tinggi
sengketa antara pengusaha dengan pekerja
menunjukkan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
adanya 39
BAB II Indikator Pengukuran
ketidakharmonisan
yang
berakibat
pada penurunan investasi. xii.
Persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah adalah proporsi perempuan yang bekerja pada lembaga pemerintah terhadap jumlah seluruh pekerja perempuan.
xiii.
Persentase partisipasi perempuan di lembaga
swasta
adalah
proporsi
perempuan yang bekerja pada lembaga swasta
terhadap
jumlah
seluruh
pekerja perempuan. xiv.
Rasio KDRT adalah jumlah KDRT yang dilaporkan dalam periode 1 (satu) tahun per 1.000 rumah tangga. Pemberdayaan
perempuan
dan
perlindungan anak : perlu akses seluasluasnya terhadap perempuan untuk berperan
aktif
kehidupan pemberdayaan
di
semua
dalam untuk
bidang rangka menuju
kesetaraan gender. Untuk mengetahui peran aktif perempuan dapat diukur dari partisipasi perempuan di lembaga pemerintah maupun swasta, besarnya angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). xv.
Persentase tenaga kerja di bawah umur adalah proporsi pekerja anak usia 5-14 tahun terhadap jumlah pekerja usia 5
40
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
tahun ke atas. Hal ini mengindikasikan masih belum ada perlindungan anak. Anak dianggap masih memiliki nilai ekonomi
dan
seringkali
anak
dieksploitasi. xvi.
Rata-rata jumlah anak per keluarga adalah jumlah anak dibagi dengan jumlah keluarga.
xvii.
Rasio akseptor KB adalah jumlah akseptor KB dalam periode 1 (satu) tahun per 1000 pasangan usia subur pada tahun yang sama. Keluarga
Berencana
dan
Keluarga
Sejahtera: untuk mengetahui tingkat partisipasi pasangan usia subur (PUS) terhadap
KB.
Besarnya
angka
partisipasi KB (akseptor) menunjukkan adanya
pengendalian
jumlah
penduduk. xviii.
Jumlah jaringan komunikasi adalah banyaknya jaringan komunikasi baik telepon genggam maupun stasioner.
xix.
Rasio
ketersediaan
wartel/warnet
adalah jumlah wartel/warnet per 1.000 penduduk. xx.
Jumlah
surat
kabar nasional/lokal
adalah banyaknya jenis surat kabar terbitan nasional/lokal yang masuk ke daerah. Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
41
BAB II Indikator Pengukuran
xxi.
Jumlah penyiaran radio/TV adalah banyaknya
penyiaran
radio/TV
nasional maupun lokal yang masuk ke daerah. Komunikasi dan informatika: media yang
dapat
digunakan
untuk
setiap
orang
memudahkan berkomunikasi, pengetahuan
menambah
serta
sebagai
sarana
hiburan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kemudahan setiap orang
berkomunikasi
yakni
tersedianya jaringan telepon, jumlah wartel, jumlah surat kabar, stasiun radio/TV, dan pos. xxii.
Persentase luas lahan bersertifikat adalah proporsi jumlah luas lahan bersertifikat (HGB, HGU, HM, HPL) terhadap luas wilayah daratan. Indikator
pertanahan
untuk
mengetahui tertib administrasi sebagai kepastian dalam kepemilikan tanah. xxiii.
Rata-rata jumlah kelompok binaan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) adalah banyaknya kelompok binaan LPM dalam 1 (satu) tahun dibagi dengan jumlah LPM.
xxiv.
Rata-rata jumlah kelompok binaan PKK adalah banyaknya kelompok binaan
42
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
PKK dalam 1 (satu) tahun dibagi dengan jumlah PKK. xxv.
Jumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dihitung berdasarkan jumlah LSM aktif.
xxvi.
Jumlah perpustakaan.
xxvii.
Jumlah pengunjung perpustakaan per tahun.
xxviii.
Rasio jumlah polisi Pamong Praja per 10.000 penduduk.
xxix.
Jumlah Linmas per 10.000 penduduk.
xxx.
Rasio Pos Siskamling per jumlah desa/kelurahan adalah perbandingan jumlah pos siskamling selama 1 (satu) tahun dengan jumlah desa/kelurahan. Penyelenggaraan ketertiban
keamanan
dan
masyarakat:
untuk
memastikan tingkat keamanan dan ketertiban masyarakat. Ukuran yang digunakan
untuk
keamanan
dan
ketertiban masyarakat adalah rasio polisi pamong praja terhadap setiap 10.000
penduduk,
setiap
10.000
tersedianya
pos
jumlah
Linmas
penduduk siskamling
serta per
desa/kelurahan atau sebutan lain. xxxi.
Jumlah organisasi pemuda yang aktif sampai dengan tahun pengukuran.
xxxii.
Jumlah organisasi olahraga yang aktif sampai dengan tahun pengukuran.
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
43
BAB II Indikator Pengukuran
xxxiii.
Jumlah kegiatan (event) kepemudaan dalam periode 1 (satu) tahun.
xxxiv.
Jumlah
kegiatan
(event)
olahraga
dalam periode 1 (satu) tahun. Tabel 5. Indikator Pengukuran Pelayanan Penunjang 2. Pelayanan Penunjang Penanaman Modal
KUKM
a. Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA) b. Jumlah nilai investasi berskala nasional (PMDN/PMA) c. Rasio daya serap tenaga kerja d. Persentase koperasi aktif
Kependudukan dan catatan sipil
Jumlah koperasi aktif Jumlah seluruh koperasi
x 100
f. Jumlah BPR/LKM
Jumlah BPR/LKM aktif
f.
Rasio penduduk berKTP per satuan penduduk
j
Jumlah penduduk usia > 17 yang berKTP Jumlah penduduk usia > 17 atau telah menikah Jumlah bayi lahir yang mempunyai akte kelahiran Jumlah keseluruhan bayi lahir Jumlah pasangan nikah berakte nikah Jumlah keseluruhan pasangan nikah
Angka partisipasi angkatan kerja
Angkatan kerja 15 tahun ke atas Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas
x 100
k. Angka sengketa pengusaha-pekerja per tahun
Jumlah sengketa pengusaha pekerja Jumlah Perusahaan
x 1000
l. Persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah
Pekerja perempuan di lembaga pemerintah Jumlah pekerja perempuan
x 100
Pekerja perempuan di lembaga swasta Jumlah pekerja perempuan
x 100
Jumlah KDRT Jumlah rumah tangga
x 100
Pekerja anak usia 5-14 tahun Jumlah pekerja usia 5 tahun ke atas
x 100
m. Partisipasi perempuan di lembaga swasta n. Rasio KDRT o. Persentase jumlah tenaga kerja dibawah umur
44
Jumlah tenaga kerja bekerja pada perusahaan PMA/PMDN Jumlah seluruh PMA/PMDN
Jumlah UKM aktif non BPR/LKM UKM
h. Rasio pasangan berakte nikah
Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Jumlah nilai investasi berskala nasional (PMDN/PMA)
e. Jumlah UKM non BPR/LKMUKM
g. Rasio bayi berakte kelahiran
Ketenagakerjaan
Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA)
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
Lanjutan Tabel 5. 2. Pelayanan Penunjang KB dan KS
Jumlahanak Jumlah keluarga
p. Rata-rata jumlah anak per keluarga
JumlahakseptorKB Jumlah pasangan usia subur
q. Rasio akseptor KB Komunikasi dan Informatika
r. Jumlah jaringan komunikasi
Jumlah jaringan telepon genggam/stasioner
s. Rasio wartel/warnetterhadap penduduk t. Jumlah surat kabar nasional/lokal u. Jumlah penyiaran radio/TV lokal v. Persentase luas lahan bersertifikat
Pertanahan Pemberdayaan masyarakat dan desa
x 100
Jumlah wartel/warnet Jumlah penduduk
x 100
Jenis surat kabar nasional/lokal yang masuk ke daerah Jumlah penyiaran radio/TV yang masuk ke daerah
Jumlah luas lahan bersertifikat Jumlah luas wilayah
w. Rata-rata jumlah kelompok binaan lembaga pemberdaya-an masyarakat (LPM)
x 100
Jumlah kelompok binaan LPM Jumlah LPM
x. Rata-rata jumlah kelompok binaan PKK
Jumlah kelompok binaan PKK Jumlah PKK Jumlah LSM yang aktif
y. Jumlah LSM
2.2.3. Perningkatan Daya Saing Daerah Dalam penjelasan pasal 2 ayat 3 UU No. 32 tahun 2004 disebutkan bahwa daya saing daerah merupakan kombinasi antara faktor ekonomi daerah, kualitas kelembagaan publik, sumber daya manusia dan teknologi yang secara keseluruhan
membangun
kemampuan daerah untuk bersaing dengan daerah lain. Peningkatan kapasitas daya saing daerah merupakan upaya untuk menumbuhkan daya saing nasional. Porter (2002), salah satu penggagas Global Competitiveness mengenai
Rangking,
berbagai
menyampaikan
sumber
daya
saing
gagasan daerah.
Disebutkan bahwa daya saing daerah dan standard Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
45
BAB II Indikator Pengukuran
hidup
(kesejahteraan)
dalam
konteks
wilayah
ditentukan oleh produktivitas yang dicapai dengan memberdayaan sumber daya manusia, modal (capital) dan sumber daya alam suatu daerah. Ditekankan bahwa definisi
dari
suatu
daya
saing
daerah
adalah
produktivitas. Menurut Porter ukuran yang paling tepat dalam
mengukur
daya
saing
daerah
adalah
produktivitas. Sementara produktivitas ditentukan oleh nilai barang dan jasa serta efisiensi dalam produksinya. Produktivitas dalam suatu daerah adalah sebuah reflesi atau cerminan dari pilihan yang dilakukan baik oleh perusahaan lokal maupun non lokal yang berada di lokasi (daerah) tersebut untuk melakukan aktivitas ekonomi. Produktivitas dari industri lokal adalah hal yang mendasar dan sangat penting dalam meningkatkan daya saing. Dalam daya saing daerah dijelaskan bahwa daerah bersaing dalam menawarkan lingkungan bisnis yang paling produktif bagi kegiatann usaha. Sektor publik dan sektor swasta memainkan peran yang berbeda namun saling terkait dalam usaha menciptakan perekonomian
yang
produktif.
Oleh
karena
itu,
persaingan diperlukan untuk menarik atau menjaga agar para pelaku usaha tetap melakukan kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Kemampuan daerah dalam mengembangkan potensi lokal yang berkelanjutan akan terlihat dari daya saing daerah itu. Daya saing melibatkan berbagai dimensi yang berbeda yang saling berinteraksi satu sama lain. Kompleksitas faktor-faktor pembentuk daya saing 46
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
dalam konteks daerah, yaitu daya saing suatu wilayah terlihat dari beragam indikator yang ditampilkan dalam studi yang berbeda. Dari berbagai model pengukuran daya saing disimpulkan bahwa pendekatan yang digunakan dalam mengukur daya saing terutama ditekankan pada faktorfaktor yang membentuk daya saing dan output dari kemampuan ekonomi suatu daerah. Terdapat kelompok besar indikator daya saiang yaitu perekonomian daerah, kelembagaan publik, infrastruktur dan sumberdaya manusia.
Dapat
dikatakan
bahwa
faktor-faktor
pembentuk daya saing adalah indikator input daya saing suatu
daerah
dan
sebagai
outputnya
adalah
produktivitas. Hal ini karena kualitas kelembagaan publik, infrastruktur yang memadai dan sumberdaya manusia yang terdapat di daerah berpengaruh terhadap pilihan-pilihan untuk melakukan aktivitas ekonomi di daerah yang dapat berdampak pada efisiensi produk. Seiring
dengan
perkembangan
teknologi,
kebutuhan infrastruktur sebagai penunjang kegiatan ekonomi
tidak
infrastruktur
lagi
fisik
hanya seperti
diperhitungkan jaringan
dari
transportasi.
Terlebih dalam era keterbukaan ini, akses terhadap sistem telekomunikasi seperti jaringan internet dan telepon selular sangat berperan dalam meningkatkan efisiensi produksi. Sehingga dalam aspek infrastruktur, teknologi dapat dijadikan suatu indikator. Adapun teknologi
yang
menonjol
dan
berperan
dalam
meningkatkan efisiensi produksi adalah teknologi Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
47
BAB II Indikator Pengukuran
komunikasi, disamping itu teknologi yang secara langsung digunakan dalam proses produksi. Dalam aspek sumberdaya manusia, manusia adalah subyek dari kegiatan perekonomian daerah. Produktivitas dapat ditopang oleh kualitas sumberdaya manusianya. Adanya inovasi dan kemampuan adaptasi terhadap kondisi lingkungan global tercipta dari sumberdaya manusia yang berkualitas. Sementara sumberdaya manusia yang berkualitas dapat terbentuk sebagai outcomes dari pendidikan. Pilihan-pilihan
untuk
melakukan
ativitas
ekonomi dapat terpengaruh oleh kualitas kelembagaan publik daerah. Ketidakprofesionalan aparatur publik daerah ditambah rantai birokrasi yang panjang dan pada akhirnya berujung pada inefisiensi akibat biaya ekonomi
yang
diharapkan
semakin mampu
tinggi.
Otonomi
meningkatkan
daerah kualitas
kelembagaan publik daerah. Pendelegasian kewenangan diyakini dapat membuat birokrat daerah semakin efisiensi dan efektif dalam menjalankan tugasnya. Infrastruktur, sumberdaya manusia dan kualitas kelembagaan
mungkin
menentukan
atau
mempengaruhi hasil tetapi bukan menjadi bagian dari hasil tersebut. Ketiga aspek tersebut adalah faktor penjelas mengapa hasil yang diperoleh mencapai tingkat tertentu. Adapun hasilnya adalah meningkatnya perekonomian daerah. Dan sebagai hasil akhir atau outcomes dari daya saing daerah adalah meningkatnya standard hidup atau kesejahteraan masyarakat. 48
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
Dengan mempertimbangkan ketersediaan data yang ada serta keterkaitan dengan indikator pada dua parameter
lain,
berbagai
indikator
yang
dapat
dipergunakan dalam pengukuran daya saing dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kemampuan ekonomi daerah Indikator dalam pengukuran parameter kemampuan ekonomi daerah adalah: a.
Angka konsumsi RT per kapita adalah rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita. Angka ini dihitung berdasarkan pengeluaran penduduk untuk makanan dan bukan makanan per
jumlah
mencakup
penduduk.
seluruh
jenis
Makanan makanan
termasuk makanan jadi, minuman, tembakau, dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan, sandang, biaya kesehatan, sekolah, dan sebagainya. b.
Perbandingan faktor produksi dengan produk yang menggambarkan nilai tukar
petani
adalah
perbandingan
antara indeks yang diterima (It) petani dan dibayar (Ib) petani. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator mengukur
yang
berguna
tingkat
untuk
kesejahteraan
petani, karena mengukur kemampuan tukar
produk
(komoditas)
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
yang 49
BAB II Indikator Pengukuran
dihasilkan/dijual petani dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani baik untuk proses produksi (usaha) maupun
untuk
konsumsi
rumah
tangga. Jika NTP lebih besar dari 100 maka periode tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan periode tahun dasar, sebaliknya jika NTP lebih kecil dari 100 berarti terjadi penurunan daya beli petani. c.
Persentase konsumsi RT untuk non pangan
adalah
proporsi
total
pengeluaran rumah tangga untuk non pangan terhadap total pengeluaran. d.
Produktivitas daerah per sektor (9 sektor) merupakan jumlah PDRB dari setiap sektor dibagi dengan jumlah angkatan kerja dalam sektor yang bersangkutan.
PDRB
dihitung
berdasarkan 9 (sembilan) sektor.
50
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
Tabel 6. Indikator Pengukuran Kemampuan Ekonomi Daerah 1. Kemampuan Ekonomi Daerah Pengeluaran a. Angka konsumsi RT konsumsi rumah per kapita tangga per kapita Nilai tukar petani a. Perbandingan faktor produksi dengan produk Pengeluaran c. Persentase konsumsi non pangan Konsumsi RT untuk perkapita non pangan Produktivitas total d. Dihitung daerah produktivitas daerah setiap sektor pada 9 sektor: 1) Pertanian 2) Pertambangan dan penggalian 3) Industri pengolaha n 4) Listrik 5) Bangunan 6) Perdagangan 7) Pengangkutan dan komunikasi 8) Keuangan 9) Jasa
Total pengeluaran RT Jumlah anggota RT
NTP =
indeks yangditerima petani (It) indeks yang dibayar petani (Ib)
Total pengeluaran RT non - pangan Total pengeluaran
x 100
x 100%
nilai tambah seluruh sektor per angkatan kerja Nilai tambahan sektor ke - i Jumlah angkatan kerja dimana i = sektor 1 s/d sektor 9
2. Fasilitas wilayah/infrastruktur Indikator dalam pengukuran parameter fasilitas wilayah/infrastruktur adalah: a.
Rasio
panjang
kendaraan panjangjalan
jalan
adalah
per
jumlah
perbandingan
terhadap
jumlah
kendaraan. b.
Jumlah orang/barang yang terangkut angkutan umum dalam periode 1 (satu) tahun.
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
51
BAB II Indikator Pengukuran
c.
Jumlah
orang/barang
melalui
dermaga/bandara/terminal
dalam
periode 1 (satu) tahun. d.
Ketaatan terhadap RTRW merupakan realisasi luas wilayah sesuai dengan peruntukannya dibagi dengan luas wilayah
yang
direncanakan
sesuai
produktif
adalah
dengan RTRW. e.
Luas
wilayah
persentase produktif kawasan
realisasi
luas
wilayah
terhadap
luas
rencana
sesuai
dengan
budidaya
RTRW. f.
Luas
wilayah
persentase
industri
realisasi
luas
adalah kawasan
Industi terhadap luas rencana kawasan budidaya sesuai dengan RTRW. g.
Luas
wilayah
persentase terhadap
kebanjiran
adalah
wilayah
banjir
luas luas
rencana
kawasan
budidaya sesuai dengan RTRW. h.
Luas wilayah kekeringan adalah luas wilayah
kekeringan
rencana
kawasan
terhadap budidaya
luas sesuai
dengan RTRW. i.
Luas
wilayah
perkotaan
adalah
persentase
realisasi
luas
wilayah
perkotaan
terhadap
luas
rencana
sesuai
dengan
wilayah
budidaya
RTRW. 52
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
j.
Jenis dan jumlah bank dan cabangcabangnya.
k.
Jenis dan jumlah perusahaan asuransi dan cabang-cabangnya.
l.
Fasilitas bank dan non bank diukur dengan jenis dan jumlah bank dan cabang-cabangnya, jumlah
dan
perusahaan
jenis
dan
asuransi
dan
cabang-cabangnya, m. Persentase
rumah
menggunakan
tangga
air
bersih
yang adalah
proporsi jumlah rumah tangga yang menggunakan
air
bersih
terhadap
jumlah rumah tangga. n.
Rasio ketersediaan daya listrik adalah perbandingan daya listrik terpasang terhadap jumlah kebutuhan.
o.
Persentase
rumah
menggunakan
tangga
listrik
yang
merupakan
proporsi jumlah rumah tangga yang menggunakan
listrik
sebagai
daya
penerangan terhadap jumlah rumah tangga. p.
Persentase
penduduk
menggunakan
HP/telepon
proporsi menggunakan
jumlah
yang adalah penduduk
telepon/HP
terhadap
jumlah penduduk. q.
Persentase jumlah restoran menurut jenis dan kelas.
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
53
BAB II Indikator Pengukuran
r.
Persentase jumlah penginapan/hotel menurut jenis dan kelas.
Tabel 7. Indikator Pengukuran Fasilitas Wilayah/Infrastruktur 2. Fasilitas Wilayah/Infrastruktur Aksesibilitas daerah a. Rasio panjangjalan per jumlah kendaraan b. Jumlah orang/ barang yang terangkut angkutan umum
Penataan wilayah
Jumlah orang/barang melalui dermaga/ bandara/ terminal per tahun
d. Ketaatan terhadap RTRW e. Luas wilayah produktif f. Luas wilayah industri g. Luas wilayah kebanjiran h. Luas wilayah kekeringan i. Luas wilayah perkotaan
Realisasi peruntukan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW/Rencana Peruntukan
f. Jenis dan jumlah bank dan cabangcabangnya g. Jenis dan jumlah perusahaan asuransi dan cabangKetersediaan air bersih 1. Persentase Rumah cabangnya Tangga (RT) yang menggunakan air bersih Fasilitas listrik dan m. Rasio ketersediaan telepon daya listrik
Ketersediaan penginapan
54
Jumlah orang/barang yang terangkut angkutan umum
c. Jumlah orang/barang melalui dermaga/ bandara/ terminal per tahun
Fasilitas bank dan non bank
Ketersediaan restoran
Panjang Jalan Jumlah Kendaraan
Jumlah luas wilayah ke – I Jumlah luas keseluruhan wil.budidaya
x 100
i.= wilayah produktif, industri, kebanjiran, kekeringan dan perkotaan
Jumlah dan jenis bank dan cabang-cabangnya Jumlah dan jenis perusahaan asuransi dan cabang-cabangnya
Jumlah RT menggunakan air bersih
x 100
Jumlah RT Daya listrik terpasang Jumlah kebutuhan
n. Persentase rumah tangga yang menggunakan listrik
Jumlah Rumah Tangga menggunakan listrik Jumlah Rumah Tangga
x 100
o. Persentase penduduk yang menggunakan HP/relepon
Jumlah penduduk menggunakan HP/telpon Jumlah penduduk
x 100
p. Jenis, kelas, dan jumlah Persentase jumlah restoran menurut jenis dan kelas restoran q. Jenis, kelas, dan Persentase jumlah penginapan/ hotel menurut jenis dan kelas jumlah penginapan/ hotel
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
3. Iklim berinvestasi Indikator dalam pengukuran parameter iklim investasi adalah: a.
Angka
kriminalitas
berdasarkan
delik
dihitung aduan
dari
penduduk korban kejahatan dalam periode 1 (satu) tahun. b.
Jumlah demo adalah jumlah demo yang terjadi dalam periode 1 (satu) tahun.
c.
Lama proses perijinan merupakan ratarata waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu perijinan. Kemudahan perijinan adalah proses pengurusan dengan
perijinan
persoalan
yang
terkait
investasi
relatif
sangat mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama. d.
Jumlah dan macam pajak daerah dan retribusi daerah diukur dengan jumlah dan macam insentif pajak dan retribusi daerah
yang
mendukung
iklim
investasi. e.
Jumlah perda yang mendukung iklim usaha.
f.
Persentase desa/kelurahan berstatus swasembada kelurahan
terhadap
adalah
desa/kelurahan
total
proporsi
desa/ jumlah
berswasembada
terhadap jumlah desa/ kelurahan. Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
55
BAB II Indikator Pengukuran
Berdasarkan
kriteria
desa/kelurahan menjadi
status,
diklasifikasikan
3,
yakni
swadaya
(tradisional); swakarya (transisional); dan swasembada (berkembang). Tabel 8. Indikator Pengukuran Iklim Investasi 3. Iklim Berinvestasi Keamanan dan ketertiban
a. Angka kriminalitas
Jumlah tindak kriminal yang terjadiselama 1 tahun Jumlah penduduk seluruhnya Jumlah demo dalam 1 tahun
b. Jumlah demo Kemudahan penjinan c. Lama proses perijinan Pengenaan pajak d. Jumlah dan macam daerah pajak dan retribusi daerah Perda e. Jumlah Perda yang mendukung iklim usaha Status desa f. Persentase desa berstatus swasembada terhadap total desa
Rata-rata lama proses perijinan (dalam hari)
Jumlah dan macam pajak dan retribusi daerah
Jumlah Perda yang mendukung iklim usaha
Jumlah desa/kelurahan berswasembada Jumlah desa/kelurahan
4. Sumberdaya manusia Indikator dalam pengukuran parameter sumberdaya manusia adalah: a.
Rasio lulusan S1/S2/S3 adalah jumlah lulusan
S1/S2/S3
per
10.000
penduduk. Kualitas tenaga kerja di suatu wilayah sangat
ditentukan
oleh
tingkat
pendidikan. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan
56
x 10.000
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
x 100
BAB II Indikator Pengukuran
penduduk suatu wilayah maka semakin baik kualitas tenaga kerjanya. 2.
Rasio
ketergantungan
adalah
perbandingan jumlah penduduk usia <15 tahun dan >64 tahun terhadap jumlah penduduk usia 15-64 tahun. Rasio ketergantungan digunakan untuk mengukur besarnya beban yang harus ditanggung
oleh
setiap
penduduk
berusia produktif terhadap penduduk yang tidak produktif. Tabel 9. Indikator Pengukuran Sumberadaya Manusia 4. Sumber Daya Manusia Kualitas tenaga kerja a. Rasio lulusan S1/S2/S3 Tingkat ketergantungan
Jumlah lulusan S1/S2/S3 Jumlah penduduk
b. Rasio ketergantungan
x 10.000
Penduduk usia < 15 th + usia > 64 x 100 Penduduk usia 15-64
2.3. Proses Hierarki Analitik Dalam penghitungan skore setiap parameter kinerja digunakan suatu metode yang dikenal dengan proses hierarki analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP). AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business dalam memilih alternative yang paling disukai atau dominant (Saaty, 1983). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan terorganisasi
dalam
suatu
sehingga
kerangka
pikir
memungkinkan
yang dapat
diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
57
BAB II Indikator Pengukuran
atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusan. Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan yang kompleks yang tidak terukur, stategis dan dinamik menjadi bagian-bagiannya serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan suatu variable diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variable yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variable yang memiliki prioritas yang paling tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada system tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikontruksikan
sebagai
diagram
bertingkat
yang
dimulai dari goal/sasaran, kemudian kriteria level pertama hingga sub alternatif. AHP memungkinkan dalam memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk secara intuitif yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara grafis sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP, proses pengambilan keputusan yang kompleks
dapat
diuraikan
menjadi
keputusan-
keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah. 58
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB II Indikator Pengukuran
Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari penilaian konsistensi sempurna maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hierarki harus distruktur ulang. Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP adalah: a.
Kesatuan: AHP memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur.
b.
Kompleksitas:
AHP
memadukan
rancangan
deduktif dan rancangan berdasarkan system dalam memecahkan persoalan kompleks. c.
Saling ketergantungan: AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu system dan tidak memaksakan pemikiran linier.
d.
Penyusunan
Hierarki:
AHP
mencerminkan
kecendurangan alami pikiran untuk memilahmilah
elemen-elemen
berbagai
tingkatan
suatu yang
system berlainan
dalam dan
mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. e.
Pengukuran: AHP memberikan suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas.
f.
Konsistensi: AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan
yang
digunakan
untuk menetapkan berbagai prioritas. Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
59
BAB II Indikator Pengukuran
g.
Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
h.
Tawar-menawar:
AHP
mempertimbangkan
prioritas-prioritas relative dari berbagai faktor system dan memungkinkan organisasi memilih alternative terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. i.
Penilaian dan consensus: AHP tidak memaksakan consensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representative dari berbagai penilaian yang berbeda.
j.
Pengulangan
proses:
AHP
memungkinkan
organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. Kriteria dan alternative dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan
pendapat.
Nilai
dan
definisi
pendapatan kualitatif dari skala perbandingan Saaty adalah sebagai berikut: Tabel 10. Skala Pengukuran dalam Proses Hierarki Analitik Nilai 1 3 5 7 9 2,4,6,8
60
Keterangan Kriteria/Alternatif A sama penting dengan criteria/alternative B A sedikit lebih penting dari B A jelas lebih penting dari B A sangat jelas lebih penting dari B A Mutlak lebih penting dari B Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Bab III PEMBANGUNAN DAN MODEL PENGUKURAN
Pembangunan Ekonomi Pengukuran Indeks Kinerja Pembangunan
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Halaman ini sengaja dikosongkan
62
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
3.1. Pembangunan Ekonomi 3.1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Struktur perekonomian Provinsi Bali didominasi oleh sektor pariwisata. Ketergantungan akan kinerja sektor pariwisata membuat faktor-faktor eksternal sangat mempengaruhi kondisi perekomian. Hal ini terlihat dari besar kecilnya perubahan nilai tambah yang dihasilkan oleh para wisatawan yang datang ke Bali yang secara tidak langsung diakibatkan oleh kondisi perekonomian di negara asal wisatawan. Kejadian-kejadian besar seperti Bom Bali I, Bom Bali II, dan Krisis Keuangan Global yang terjadi pada tahun 2008, juga cukup berdampak pada sektor pariwisata di Bali. Meningkatnya jumlah pengangguran, kemiskinan,
dan
lesunya
sektor
pariwisata,
berpengaruh besar terhadap lemahnya perekonomian Bali. Secara teori, pembangunan “ … pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita … “
ekonomi dapat diartikan sebagai suatu
proses
multidimensional
dimana terjadi perubahan struktur ekonomi
ataupun
dinamika
ekonomi dalam suatu wilayah. Pembangunan ekonomi juga dapat diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan total suatu
wilayah
dan
pendapatan
perkapita
yang
mencerminkan pendapatan masing-mnasing individu. Salah satu indikator kinerja pembangunan ekonomi tersebut, adalah adanya tingkat pertumbuhan ekonomi. Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
63
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Tingkat
pertumbuhan
ekonomi
didapatkan
dari
menghitung pertumbuhan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dimana PDRB merupakan keseluruhan nilai tambah yang tercipta akibat proses produksi
baik
barang
ataupun
jasa
di
suatu
wilayah/region pada suatu periode tertentu (biasanya setahun
atau
triwulan)
tanpa
memperhatikan
asal/domisili pelaku produksinya. Selama
lima
tahun
terakhir,
pertumbuhan
ekonomi Bali terbilang cukup stabil. Terjadinya krisis eropa dan masih belum pulihnya ekonomi dunia pasca krisis global, berpengaruh pada perekonomian Bali, terutama pada sektor pariwasata, dimana terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali. Namun demikian, ekonomi Bali masih mampu tumbuh pada kisaran 5 sampai 6 persen. Ekonomi Bali mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,33 persen pada tahun 2009. Kondisi domestik, diantaranya pengeluaran yang tinggi pada saat menghadapi Pemilu merupakan
pendorong
meningkatnya
konsumsi
terutama lembaga suasta nirlaba (partai politik) yang pada
akhirnya
berimbas
pada
beberapa
sektor
perekonomian seperti industri pengolahan dan jasa-jasa (sektor industri dan jasa-jasa mengalami peningkatan produksi seiring meningkatnya permintaan terkait pemilu). Ditambah lagi oleh produksi pertanian yang masih lebih baik dari tahun sebelumnya sehingga ekonomi Bali tetap tumbuh sebesar 5,33 persen. Pada tahun 2010 perekonomian Bali tumbuh sebesar 5,83 persen, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 64
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
sebelumnya. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi bali merupakan indikasi bahwa perekonomian Bali tumbuh semakin baik, dan mampu bertahan dari krisis ekonomi global.
Pada
tahun
perekonomian Bali,
2011,
semakin
membaiknya
ditunjukan dengan pertumbuhan
ekonomi yang mampu menyentuh level 6 persen, yaitu sebesar 6,49 persen dan kembali meningkat menjadi 6,65 persen pada tahun 2012. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
8,1 5,33
6,05
7,35
4,71
4,37
2009
6,65
6,49
5,83
3,75
2010
2011 LPE
2012
2013
Laju Inflasi
Memasuki tahun 2013, perekonomian mengalami pertumbuhan sebesar 6,05 persen. Jika dibandingkan dengan tahun 2012, laju pertumbuhan ekonomi Bali mengalami
perlambatan.
Kendati
mengalami
perlambatan, pertumbuhan ekonomi Bali sebenarnya sudah sangat baik, karena ditengah masa pemulihan ekonomi dunia, perekonomian Bali masih mampu tumbuh
diatas
6
persen,
dan
berada
diatas
pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara
itu,
angka
inflasi
cenderung
menunjukkan fluktuasi selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2009, walaupun masih adanya imbas krisis Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
65
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
keuangan global, inflasi Bali mampu terjaga pada 4,37 persen. Hal ini salah satunya disebabkan karena adanya kebijakan
pemerintah
menurunkan
harga
BBM
bersubsidi pada bulan Januari, dari harga Rp. 6.000,menjadi harga Rp. 4.500,-. Selain itu pemerintah Indonesia juga mengeluarkan paket kebijakan Stimulus Fiskal sebesar 73,3 triliun yang bertujuan untuk tetap menjaga konsumsi rumah tangga di atas 4 persen, peningkatan daya saing dan daya tahan usaha dan untuk peningkatan belanja infrastruktur padat karya. Pada tahun 2010, laju inflasi Bali mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2009 yakni sebesar 8,1 persen. Selanjutnya, pada tahun 2011 laju inflasi Bali turun menjadi sebesar 3,75 persen, dan kembali naik pada tahun 2012, menjadi 4,71 persen. Pada tahun 2013 laju inflasi kembali mengalami peningkatan signifikan hingga mencapai 7,35 persen. Kenaikan
harga-harga,
banyak
dipengaruhi
oleh
kebijakan pemerintah yang akhirnya menaikkan harga BBM bersubsidi pada 22 juni tahun 2013, dari harga Rp. 4.500,- menjadi harga Rp. 6.500,-.
3.1.2. Tenaga Kerja Dalam melaksanakan pembangunan sumber daya manusia memgang peranan penting. Sumber daya manusia
yang
berkualitas
akan
meningkatkan
produktivitas. Maka tidak salah bila tenaga kerja sebagai
salah
satu
faktor
produksi
merupakan
komponen penting dalam pelaksanaan pembangunan. Makin banyak tenaga kerja yang tersedia, secara 66
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
otomatis akan memperbesar input yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan output. Namun besarnya jumlah tenaga kerja jika tidak diimbangi dengan
jumlah
lapangan
pekerjaan
justru
akan
menimbulkan masalah baru. Apa yang terjadi di negara berkembang contohnya. Kelebihan tenaga kerja justru menimbulkan masalah yang pada akhirnya menjadi beban bagi pemerintah, bukan saja berpengaruh kepada proses pembangunan secara ekonomi, tapi juga menyentuh
aspek
politis
yang
berujung
pada
terganggunya keamanan dan ketentraman. Seperti kebanyakan negara berkembang, masalah ketenagakerjaan di Indonesia masih menjadi masalah utama bagi pemerintah. Meningkatnya jumlah tenaga kerja belum dapat diimbangi dengan penyerapannya pada sektor-sektor ekonomi. Persepsi yang berkembang selama ini, bahwa ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka akan mampu menyerap tenaga kerja, dengan kata lain mengurangi pengangguran, namun harus dipahami bahwa tidak semua sektor ekonomi mampu menyerap banyak tenaga kerja. Terdapat sektor-sektor ekonomi yang merupakan sektor padat modal, artinya sektor tersebut mampu menghasilkan nilai tambah tinggi, hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja. Tenaga kerja pada sektor-sektor tersebut merupakan tenaga kerja yang memiliki skill dan tingkat pendidikan
dengan
spesifikasi
tertentu.
Adanya
perbedaan spesifikasi kebutuhan tenaga kerja dengan tenaga kerja yang tersedia, menyebabkan tidak semua tenaga
kerja
dapat
terserap,
dengan
kata
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
lain 67
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
menambah
jumlah
pengangguran
pengangguran.
Tingginya
menyebabkan
turunnya
akan
produktivitas dan turunnya tingkat pendapatan. Selain itu biaya sosial masyarakat seperti biaya medis, biaya keamanan, serta biaya sosial lain yang dikeluarkan pemerintah menjadi semakin tinggi. Sehingga secara tidak
langsung
dapat
menghambat
proses
pembangunan karena beban pemerintah menjadi semakin besar. Melihat dampak yang ditimbulkan pengangguran, komprehensip,
maka tidak
diperlukan saja
solusi
menanggulagi
yang masalah
pengangguran dari satu sisi saja. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), jumlah penduduk usia kerja di Bali (usia 15 tahun ke atas) cenderung mengalami peningkatan, seiring bertambahnya jumlah penduduk Bali. Pada tahun 2009, jumlah penduduk usia kerja di Bali mencapai
2.728.747
orang,
terus
mengalami
peningkatan hingga mencapai 3.073.019 pada tahun 2013.
Peningkatan
ini
juga
berdampak
pada
peningkatan penduduk yang tergolong angkatan kerja (bekerja dan mencari pekerjaan). Hingga tahun 2013 jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja adalah sebanyak 2.315.379 orang. Sementara itu, hal berbeda terjadi pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan. Banyak penduduk usia kerja yang memilih mengurus rumah tangga atau merupakan penduduk usia sekolah yang memilih melanjutkan sekolahnya. Pada tahun 2013 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 68
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
(TPAK) sebesar 75,35 persen, mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 76,97 persen.
Angka
ini
merupakan
cerminan
jumlah
penduduk yang aktif di pasar kerja terhadap total penduduk usia kerja. Sektor pariwisata merupakan sektor primadona di Provinsi Bali. Geliat industri pariwisata di Bali, selain menarik minat investor untuk menanamkan modalnya, juga menarik bagi pencari kerja untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Kuatnya daya tarik pariwisata ini tidak hanya menarik para pencari kerja yang berasal dari Bali namun juga dari luar Bali. Namun sayangnya, banyaknya penduduk luar Bali yang datang mencari peruntungan, belum mampu terserap secara optimal. Pada tahun 2013 jumlah penduduk tergolong angkatan kerja yang terserap pada lapangan pekerjaan mencapai 98,21 persen dan merupakan yang tertinggi selama lima tahun terakhir. Jika dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi, maka hal ini adalah suatu indikasi yang baik, karena tumbuhnya ekonomi juga diikuti dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini menjadikan jumlah angkatan kerja yang belum terserap (pengangguran) mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, tingkat pengangguran di Bali mencapai 3,12 persen, dan selama lima tahun terus mengalami penurunan, dan pada tahun 2013 jumlahnya sebesar 1,79 persen. Semakin turunnya tingkat pengangguran di Provinsi Bali menunjukkan bahwa semakin bergairahnya perekonomian di Bali sehingga angkatan kerja mampu terserap oleh lapangan Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
69
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
pekerjaan yang diciptakan pemerintah maupun sektor swasta. Tabel3.1 Indikator Ketenagakerjaan di Bali Tahun 2009 – 2013 Indikator
2009
2010
2011
2012
2013
1
Jumlah Penduduk Usia Kerja
2 728 747 2 902 573 2 952 545 3 008 973 3 073 019
2
Angkatan Kerja
2 123 588 2 246 149 2 257 258 2 316 033 2 315 379
2.1 Sudah Bekerja
2 057 118 2 177 358 2 204 874 2 268 708 2 273 897
2.2 Pengangguran 3
66 470
68 791
52 384
47 325
41 482
Bukan Angkatan Kerja
605 159
656 424
695 287
692 940
757 640
3.1 Masih Sekolah
187 161
199 093
212 173
229 810
230 176
3.2 Mengurus Rumah Tangga
319 205
353 215
350 415
347 065
401 728
98 793
104 116
132 699
116 065
125 736
96,87
96,94
97,68
97,96
98,21
3.3 Lainnya 4
Kesempatan Kerja (persen)
5
Pengangguran terbuka
6
TPAK
7
Daya Serap Tenaga Kerja (persen)
3,13
3,06
2,32
2,04
1,79
77,82
77,38
76,45
76,97
75,35
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
7.1 Pertanian
34,24
30,87
25,24
25,24
24,00
7.2 Industri Pengolahan
14,28
13,94
13,16
13,72
14,10
7.3 Perdagangan
23,77
26,24
27,05
27,56
27,64
7.4 Jasa-Jasa
13,63
14,75
17,75
17,20
16,86
14.08
14,19
16,79
16,28
17,40
7.5 Lainnya Sumber: BPS Provinsi Bali
3.1.3. Kemiskinan Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang tidak kalah penting untuk diatasi di negara berkembang seperti Indonesia. Seperti halnya dengan masalah
pengangguran,
kemiskinan
juga
menjadi
perhatian utama pemerintah, mengingat sampai saat ini penangangan masalah kemiskinan masih belum optimal. Masih banyaknya penduduk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
primer,
sulitnya
membiayai
fasilitas
kesehatan, tidak layaknya fasilitas perumahan, masih banyaknya anak-anak yang putus sekolah merupakan cerminan masyarakat miskin di Indonesia. Maka tidak 70
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
salah jika para calon-calon pemimpin di negara ini menggunakan
isu
kemiskinan
dalam
program-
programnya untuk menarik simpati masyarakat. Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai aspek dengan menggunakan berbagai macam ukuran dan konsep. Berbagai macam pendapat tenang kemiskinan berkembang di masyarakat, mulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, hingga mencakup masalah sosial dan moral yang ada di masyarakat. Sementara itu, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, perilaku, budaya hidup yang tidak berdaya terhadap sebuah sistem yang diberlakukan pemerintah sehingga masyarakat berada pada posisi yang lemah (kemiskinan struktural). Namun secara
umum,
konsep
kemiskinan
lebih
banyak
ditekankan pada kekurangan material. Apabila seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pangan, sandang, dan papan secara layak maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut termasuk dalam kategori miskin secara material. Selama ini masalah kemisikinan lebih sering dikaitkan dengan aspek ekonomi, karena aspek inilah yang paling mudah untuk diukur dan dibandingkan. Namun jika dilihat lebih jauh lagi, kemiskinan juga memiliki kaitan dengan masalah-masalah lain seperti masalah sosial, budaya, sosial politik, kesehatan, dan pendidikan. Menelaah kemiskinan dari berbagai aspek sangat diperlukan untuk memahami secara komprehensif tentang masalah kemiskinan. Berbagai masalah yang terkait dengan kemiskinan tidak dapat diselesaikan Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
71
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
dengan satu tindakan dari pemerintah, namun diperlukan upaya yang komperhensif dari pemerintah dan pihakpihak yang terkait, karena kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan menyentuh hingga berbagai aspek kehidupan masyarakat. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang terjadi di Indonesia dan Bali pada khususnya. Namun banyak kalangan yang berpendapat bahwa program-program yang dicanangkan pemerintah belum
maksimal
Program-progam
menurunkan pengentasan
tingkat
kemiskinan.
kemiskinan
yang
dicanangkan pemerintah dinilai belum sistematis dan saling tumpang tindih, sehingga tidak efektif dalam mengurangi
angka
pemerintah
perlu
kemiskinan. membuat
Oleh
karena
itu,
program-program
pengentasan kemiskinan secara terpadu yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat dan secara langsung melibatkan masyarakat miskin dalam proses pelaksanaanya. Provinsi Bali sebagai daerah ysng mengandalkan sektor
pariwisata
sebagai
tulang
punggung
perekonomiannya, juga tidak lepas dari peermasalahan kemiskinan. Fenomena seperti krisis Bom Bali I, Bom Bali II, dan adanya Krisis Keuangan Global berdampak pada keadaan pariwisata di Bali. Banyaknya tenaga kerja yang di PHK di sektor pariwisata dikhawatirkan akan berdampak pada kemakmuran masyarakat Bali. Hal ini disebabkan karena sektor pertanian yang masih bertahan di kala krisis sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bali. 72
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Pasca kejadian Bom Bali I pada tahun 2002, dampaknya
terhadap
perekonomian
Bali
sangat
dirasakan. Sektor pariwisata sebagai tulang punggung perekonomian bali mengalami goncangan yang dasyat. Turunnya jumlah kunjungan wisatawan menyebabkan banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata kehilangan
pekerjaan.
Hal
ini
berpengaruh
pada
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat Bali, yang menyebabkan bertambahnya penduduk miskin. Pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin di Bali meningkat menjadi 246,10 ribu jiwa (6,89 persen) dari tahun sebelumnya sebanyak 221,80 ribu jiwa. Kemudian dengan segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi dampak Bom Bali I tersebut, jumlah penduduk miskin di Bali mengalami penurunan pada periode 2004-2005. Pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin di Bali menurun menjadi 228,4 ribu jiwa (6,72 persen) dari tahun sebelumnya yang sebanyak 231,9 ribu jiwa (6,85 persen). Belum juga pulih sepenuhnya, pada tahun 2005 Bali kembali terpuruk dengan adanya Bom Bali II. Walaupun dampak dari Bom Bali II tidak sebesar Bom Bali I, tetapi Bali kembali harus menata sektor-sektor perekonomiannya agar mampu bangkit kembali. Dampak dari Bom Bali II juga terlihat pada jumlah penduduk miskin di Bali. Pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin di Bali naik sebesar 15,1 ribu jiwa dari tahun 2005 atau menjadi 243,5 ribu jiwa. Guncangan bom Bali I dan II menyebabkan Bali berada pada titik terendahnya. Keadaan ini memaksa masyarakat bali untuk mengadopsi berbagai strategi agar Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
73
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
bisa bertahan dalam situasi yang sulit. Dalam waktu dua tahun setelah bom Bali II, keadaan ekonomi Bali mulai pulih dan menunjukkan peningkatan. Membaiknya kondisi
perekonomian
Bali
ditunjukkan
dengan
menurunnya jumlah penduduk miskin di Bali pada periode tahun 2006-2008. Pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin di Bali sebanyak 215,7 ribu jiwa (6,17 persen) atau mengalami penurunan dari tahun 2006 yang mencapai 243,5 ribu jiwa (7,08 persen). Penurunan ini disinyalir akibat antisipasi
yang lebih
baik oleh
pemerintah melalui berbagai kebijakan yang langsung menyentuh
masyarakat
miskin
disamping
kondisi
ekonomi yang mengalami pertumbuhan cukup baik dan makin banyaknya angkatan kerja yang terserap pada lapangan pekerjaan. Memasuki tahun 2009, pertumbuhan ekonomi kembali
berpengaruh
positif
terhadap
penurunan
kemiskinan. Pada tahun ini, jumlah penduduk miskin hanya 181,7 ribu orang atau 5,13 persen. Lebih bagusnya lagi penurunan kemiskinan terjadi di daerah pedesaan maupun perkotaan. Hanya saja, tingkat kemiskinan di daerah pedesaan masih relatif tinggi. Tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 upaya pemerintah untuk menekan tingkat kemiskinan sudah semakin dirasakan. Adanya program pemerintah Bali seperti SIMANTRI, Bursa Kerja Online, JKBM, Bedah Rumah dan lainnya memberikan angin segar pada masyarakat
luas
untuk
dapat
memperbaiki
taraf
hidupnya dengan memperoleh kesempatan kerja yang layak, layanan kesehatan, dan perumahan yang memadai. 74
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin sebesar 174,9 ribu orang atau 4,88 persen. Kemudian pada tahun 2011 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin yakni menjadi 166,2 ribu orang atau 4,20 persen. Tabel3.2 Indikator Kemiskinan di Bali Tahun 2001-2013 Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa)
Kota 67,10 98,90 99,70 87,00 105,90 127,40 119,80 115,10 92,10 83,60 92,90 91,40 103,03
Desa 181,30 122,90 146,40 144,90 122,50 116,00 109,20 100,70 89,70 91,30 73,30 77,40 79,74
Kota+Desa 248,40 221,80 246,10 231,90 228,40 243,50 229,00 215,70 181,70 174,90 166,20 168,80 182,77
Persentase Penduduk Miskin
Kota 4,30 5,72 6,14 5,05 5,40 6,40 6,01 5,70 4,50 4,04 3,91 3,77 4,17
Desa 11,35 8,25 8,48 8,71 8,51 8,03 7,47 6,81 5,98 6,02 4,65 4,79 5,00
Kota+Desa 7,87 6,89 7,34 6,85 6,72 7,08 6,63 6,17 5,13 4,88 4,20 4,18 4,49
Sumber: BPS Provinsi Bali
Sementara itu, pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin adalah sebanyak 168,80 ribu jiwa, mengalami peningkatan dari tahun sebulumnya yang sebanyak 166,20 ribu jiwa. Pada tahun 2013, jumlah penduduk miskin
kembali
mengalami
peningkatan,
menjadi
sebanyak 182,77 ribu jiwa. Melambatnya pertumbuhan ekonomi bali pada tahun 2013, serta terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan Juni tahun 2013, disinyalir
sebagai
penyebab
meningkatnya
jumlah
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
75
penduduk miskin.
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
3.2. Pengukuran Indeks Kinerja Pembangunan Pembangunan yang dilakukan di daerah pada akhirnya ditujukan bagi kesejahteraan rayat yang berada di daerah tersebut. Sebagai subyek dan obyek pembangunan
maka
peningkatan
pembangunan
manusia merupakan hal pokok yang tidak mungkin untuk dikesampingkan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2008, Pembangunan Manusia dijadikan parameter akhir keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Mengadopsi hal tersebut maka dilakukan model terhadap pembangunan manusia terhadap tiga parameter aspek pembangunan yang lain yaitu aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah. Namun demikian untuk
beberapa
indikator
yang
diperkirakan
mempengaruhi ketiga aspek tersebut tidak dapat digunakan karena keterbatasan serta kesinambungan data yang ada. Model pengukuran indeks kinerja pembangunan terhadap pembangunan manusia menggunakan
alat
analisis yaitu AHP untuk membuat skoring dari tiga parameter
yang
ada
sehingga
nantinya
dapat
disandingkan antara hasil kinerja utama dengan parameter utama yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan melakukan perbandingan perbandingan terhadap tiga aspek pembangunan yang diperkiraan mempunyai
peranan
paling
penting
terhadap
pembangunan manusia maka didapat hasil sebagai berikut: 76
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Gambar 1. Model Pengukuran Indeks Kinerja Pembangunan
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
INDEKS KINERJA PEMBANGUNAN (IKP)
Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM)
Aspek Pelayanan Umum (APU)
0,6087
0,2842
Aspek Daya Saing Daerah (ADSD)
0,1071
Sehingga formulasi IKP menjadi: IKP = (0,6087) AKM + (0,2842) APU + (0,1071) ADSD Dari Gambar 1, terlihat bahwa penentu utama dari indeks kinerja pembangunan (IKP) adalah aspek kesejahteraan masyarakat (AKM) sebesar 60,87% diikuti oleh aspek pelayanan umum (APU) sebesar 28,42% dan terakhir adalah aspek daya saing daerah (ADSD) sebesar 10,71%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa begitu besar aspek kesejahteraan masyarakat dalam menentukan kinerja pembangunan. Disisi lain, masih kecilnya peranan aspek daya saing daerah dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu daerah. Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
77
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
3.2.1. Model
Pengukuran
Aspek
Kesejahteraan
Masyarakat (AKM) Pengukuran aspek kesejahteraan masyarakat (AKM) mempergunakan data yang dirasa tersedia sampai tingkat kabupaten/kota. AKM dibentuk oleh dua parameter
yaitu
kesejahteraan
dan
pemerataan
ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Gambar 2.
Model Pengukuran Aspek Kesejahteraan Masyarakat Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM)
Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi (KPE)
Kesejahteraan Sosial (KSo)
0, 6256
0, 3744
Sehingga model dalam penentuan AKM adalah sebagai berikut: AKM = (0,6256) KPE + (0,3744) KSo Keterangan:
78
APM
: Aspek Kesejahteraan Masyarakat
KPE
: Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
KSo
: Kesejahteraan Sosial
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Dari Gambar 2, terlihat bahwa kesejahteraan dan pemerataan ekonomi memiliki prioritas pertama sebesar
62,56%
dalam
menentukan
aspek
kesejahteraan masyarakat diikuti oleh kesejahteraan sosial sebesar 37,44%. Untuk parameter kesejahteraan dan pemerataan ekonomi
(KPE)
terdapat
lima
indikator
yang
membentuknya, yaitu: 1. Pertumbuhan ekonomi (PEk) 2. Laju Inflasi PDRB (PDRB) 3. PDRB per Kapita (Kapita) 4. Ketimpangan kemakmuran (KKe) 5. Pemerataan pendapatan (PPend) Sehingga formulasi pengukuran adalah sebagai berikut: KPE =
(0,1900) PEk + (0,1181) PDRB + (0,1170) Kapita - (0,1956) KKe + (0,3793) PPend Parameter
kesejahteraan
dan
pemerataan
ekonomi (KPE) didominasi oleh indikator pemerataan pendapatan
(PPend),
mempengaruhi
KPE
dimana
sebesar
indikator
37,93%.
ini
Sedangkan
indikator pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi parameter kesejahteraan dan pemerataan ekonomi (KPE) sebesar 19,00%, laju inflasi PDRB (11,81%), PDRB
per
kapita
(11,70%)
dan
ketimpangan
kemakmuran sebesar 19,56%. Sedangkan
dalam
pengukuran
parameter
kesejahteraan sosial (KSo) terdapat lima indikator utama dan sub indikator, yaitu: Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
79
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
1. Pendidikan (Pend) a. Angka Melek Huruf (AMH) b. Angka Rata-rata Lama Sekolah (ARLM) c. Angka Partisipasi Murni (APM) d. Angka Partisipasi Kasar (APK) e. Angka Pendidikan yang Ditamatkan (APyD) Formulasi yang terbentuk: Pend. =
(0,2949) AMH + (0,2174) ARLM + (0,1741) APM + (0,1637) APK + (0,1500) ApyD
Aspek parameter
pendidikan kesejahteraan
dalam sosial
mempengaruhi (KSo)
banyak
dipengaruhi oleh indikator angka melek huruf sebesar 29,49%
diikuti
indikator
rata-rata
lama
sekolah
(21,74%), angka partisipasi murni (17,41%), angka partisipasi kasar (16,37%) dan indikator pendidikan yang ditamatkan sebesar 15,00%. 2. Kesehatan (Ksht) 3. Kemiskinan (Kems) 4. Kesempatan Kerja (KKe) 5. Kriminalitas (Krim) Setelah diketahui persamaan untuk setiap indikator dalam parameter kesejahteraan sosial (KSo), maka formulasi KSo adalah: KSo =
(0,2409) Pend + (0,1811) Ksht – (0,3095) Kems + (0,1409) KKe – (0,1276) Krim
80
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Untuk parameter kesejahteraan sosial (KSo), indikator kemiskinan sangat mempengaruhi keberhasilan kesejahteraan sosial, dimana indikator ini memiliki bobot sebesar
30,95%
kemudian
diikuti
oleh
indikator
pendidikan (24,09%), kesehatan (18,11%), kesempatan kerja (14,09%) dan indikator kriminalitas memiliki bobot sebesar 12,76%.
3.2.2. Model Pengukuran Aspek Pelayanan Umum (APU) Pengukuran
aspek
pelayanan
umum
(APU)
mempergunakan data yang dirasa tersedia sampai tingkat kabupaten/kota. Komponen pembentuk APU adalah parameter pelayanan dasar (PDa) dan pelayanan penunjang (PPenj). Gambar 3. Model Pengukuran Aspek Pelayanan Umum Aspek Pelayanan Umum (APU)
Pelayanan Dasar (PDa)
Pelayanan Penunjang (PPenj)
0, 6816
0, 3184
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
81
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Sehingga model dalam penentuan APU adalah sebagai berikut: APU = (0,6816) PDa + (0,3184) PPenj Keterangan: APU
: Aspek Pelayanan Umum
PDa
: Pelayanan Dasar
PPenj
: Pelayanan Penunjang
Dari Gambar 3, terlihat bahwa pelayanan dasar memiliki prioritas utama sebesar 68,16% dalam menentukan aspek pelayanan umum diikuti oleh pelayanan penunjang sebesar 31,84%. Pelayanan Dasar (PDa) Untuk
parameter
pelayanan
dasar
(PDa)
terdapat empat indikator serta delapan sub sektor, yaitu: 1.
Pendidikan (Pendd) a.
Sekolah Dasar i.
Angka Partisipasi Sekolah (APSSD)
ii.
Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah (RKSSD)
iii.
Rasio guru/murid (RGMSD)
Formulasi: SD = (0,4770) APSSD + (0,2941) RKSSD + (0,2290) RGMSD Formula tersebut mengartikan bahwa kinerja pemerintahan dalam hal program SD akan tergambar dari peningkatan angka partisipasi sekolah 82
dengan
bobot
sebesar
47,70%
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
sedangkan untuk rasio ketersediaan sekolah per penduduk usia sekolah (29,41%) dan rasio guru-murid sebesar 22,90%. b.
Sekolah Menengah Tingkat Pertama i.
Angka Partisipasi Sekolah (APSSMP)
ii.
Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah (RKSSMP)
iii.
Rasio guru/murid (RGMSMP)
Formulasi: SMP = (0,4133) APSSMP + (0,3212) RKSSMP + (0,2655) RGMSMP Untuk keberhasilan program di tingkat SMP maka
akan tergambar juga dari peningkatan
angka partisipasi sekolah dengan bobot sebesar 41,33% sedangkan untuk rasio ketersediaan sekolah per penduduk usia sekolah (32,12%) dan rasio guru-murid sebesar 26,55%. c. Sekolah Menengah Tingkat Atas i.
Angka Partisipasi Sekolah (APSSMA)
ii.
Rasio
ketersediaan
sekolah/penduduk
usia sekolah (RKSSMA) iii.
Rasio guru/murid (RGMSMA)
Formulasi: SMA = (0,4133) APSSMA + (0,3212) RKSSMA + (0,2655) RGMSMA Sementara itu, untuk keberhasilan program di tingkat SMA tergambar pula dari peningkatan angka partisipasi sekolah dengan bobot sebesar Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
83
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
41,33% sedangkan untuk rasio ketersediaan sekolah per penduduk usia sekolah (32,12%) dan rasio guru-murid sebesar 26,55%. Setelah
diketahui
persamaan
untuk
setiap
indikator pendidikan, maka formulasi untuk pendidikan adalah: Pendd = (0,3742) SD + (0,3129) SMP + (0,3129) SMA Untuk Provinsi serta Kabupaten/Kota se-Bali keberhasilan pendidikan sebagai pelayanan dasar akan tergambar dengan tingginya keberhasilan pendidikan sekolah dasar (SD) dengan bobot sebesar 37,42% sedangkan untuk SMP dan SMA sebesar 31,29%. 2. Kesehatan (Sehat) a.
Rasio posyandu per satuan balita (RPBlta)
b.
Rasio puskesmas, poliklinik, pustu per satuan penduduk (Puskesm)
c.
Rasio Rumah Sakit per satuan penduduk (RMSakit)
d.
Rasio dokter per satuan penduduk (RDokter)
e.
Rasio tenaga medis per satuan penduduk (RTngmdis)
Formulasi: Sehat = (0,2037) RPBlta + (0,2024) Puskesm + (0,2533) MSSakit + (0,1647) RDokter + (0,1760) Rtngmdis 84
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Kinerja pelayanan dasar di bidang kesehatan dipengaruhi rasio rumah sakit terhadap penduduk dimana indikator tersebut mempengaruhi kinerja kesehatan sebesar 25,33%. Sementara itu, bobot untuk rasio posyandu per balita sebesar 20,37%, rasio puskesmas per penduduk (20,24%), rasio dokter per penduduk (16,47%) dan bobot rasio tenaga medis sebesar 17.60%. Jika dilihat secara menyeluruh ternyata kelima indikator kinerja kesehatan dalam pelayanan dasar tidak ada yang sangat dominan, hal ini memperlihatkan betapa pentingnya
kelima
menentukan
hasil
indikator
tersebut
pembangunan
di
dalam bidang
kesehatan. 3. Lingkungan Hidup (LHdup) a.
Persentas Pelayanan Sampah (Sampah)
b.
Persentase Penduduk berakses air minum (AirMnum)
Formulasi: LHdup = (0,4000) Sampah + (0,6000) AirMnum Keberhasilan
kinerja
pembangunan
dibidang
lingkungan hidup sangat dipengaruhi besarnya persentase penduduk berakses air minum yang memiliki bobot sebesar 60% sedangkan untuk persentase pelayanan sampah sebesar 40%. Setelah mengetahui persamaan masing-masing indikator dalam membentuk kinerja pelayanan dasar, Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
85
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
maka formulasi untuk parameter pelayanan dasar (PDa) adalah: PDa = (0,3949) Pendd + (0,3381) Sehat + (0,2670) LHdup Persamaan parameter pelayanan dasar memperlihatkan bahwa indikator pendidikan memiliki bobot tersebesar yaitu 39,49% kemudian diiikuti oleh indikator kesehatan (33,81%) dan terakhir indikator lingkungan hidup sebesar 26,70%. Pelayanan Penunjang (PPenj) Untuk parameter pelayanan penunjang (PPenj) terdapat empat indikator, yaitu: 1.
Ketenagakerjaan (Tenaker)
2.
KB dan KS (KBKS)
3.
Komunikasi dan Informatika (Kominfo)
4.
Penyelenggaraan keamanan dan ketertiban (Trantib)
Formulasi untuk parameter pelayanan penunjang (PPenj) adalah: PPenj = (0,2609) Tenaker + (0,3105) KBKS + (0,2063) Kominfo + (0,2222) Trantib Kinerja
pembangunan untuk
parameter
pelayanan
penunjang sebagian besar dipengaruhi KB dan KS sebesar 31,05% diikuti oleh indikator ketenagakerjaan (26,09%), penyelenggaraan keamanan dan ketertiban (22,22%) dan komunikasi dan informatika sebesar 20,63%.
86
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
3.2.3. Model Pengukuran Aspek Daya Saing Daerah (ADSD) Pengukuran aspek daya saing daerah (ADSD) mempergunakan data yang dirasa tersedia sampai tingkat kabupaten/kota. Komponen pembentuk ADSD adalah parameter
kemampuan
parameter
fasilitas
ekonomi
daerah
(KEDa),
wilayah/infrastruktur
(FWIn),
parameter iklim berinvestasi (Invest) dan pelayanan sumberdaya manusia (SDM). Gambar 4.
Model
Pengukuran Aspek Daya Saing
Daerah (ADSD) Aspek Daya Saing Daerah (ADSD)
Kemampuan Ekonomi Daerah (KEDa)
Fasilitas Wilayah/ Infrastruktur (FWIn)
Iklim Berinvestasi (Invest)
0, 2429
0, 1553
0, 2312
Sumberdaya Manusia (SDM)
0, 3707
Sehingga model dalam penentuan ADSD adalah sebagai berikut: ADSD = (0,2429) KEDa + (0,1553) FWIn - (0,2312) Invest + (0,3707) SDM Keterangan: ADSD
: Aspek Daya Saing Daerah
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
87
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
KEDa
: Kemampuan Ekonomi Daerah
FWIn
: Fasilitas/Wilayah Infrastruktur
Invest
: Iklim Investasi
SDM
: Sumberdaya Manusia Dari Gambar 4, terlihat bahwa sumberdaya
manusia memiliki prioritas utama sebesar 37,07% dalam menentukan aspek daya saing daerah diikuti oleh kemampuan ekonomi daerah (24,29%), iklim investasi (23,12%)
dan
terakhir
adalah
fasilitas
wilayah/infrastruktur sebesar 15,53%. Kemampuan Ekonomi Daerah (KEDa) Untuk parameter kemampuan ekonomi daerah (KEDa) terdapat tiga indikator yaitu pengeluaran konsumsi
rumahtangga
per
kapita
(Kons.kapita),
produktivitas total daerah (PTDa) dan dana perimbangan terhadap PAD (DnaPAD). Formulasi untuk parameter kemampuan ekonomi daerah (KEDa) adalah: KEDa = (0,4290) Kons.kapita + (0,2449) PTDa + (0,3261) DnaPAD Berdasarkan persamaan diatas maka dapat diketahui bahwa kemampuan ekonomi daerah sangat dipengaruhi konsumsi rumahtangga per kapita sebesar 42,90% kemudian untuk dana perimbangan terhadap PAD sebesar 32,61% dan produktivitas total daerah sebesar 24,49%.
88
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Fasilitas Wilayah/Infrastruktur (FWIn) Untuk parameter fasilitas wilayah/infrastruktur (FWIn) terdapat empat indikator yang membentuknya yaitu ketersediaan air bersih (AirBersih), ketersediaan restoran (Rest) dan ketersediaan penginapan (Inap). Formulasi
untuk
parameter
fasilitas
wilayah/infrastruktur (FWIn) adalah: FWIn = (0,6358) AirBersih + (0,2238) Rest + (0,1404) Inap Parameter
fasilitas
wilayah/infrastruktur
sangat
didominasi oleh indikator ketersediaan air bersih sebesar 63,58% diikuti oleh indikator ketersediaan restoran (22,385) dan terakhir untuk indikator ketersediaan penginapan sebesar 14,04%. Iklim Berinvestasi (Invest) Untuk parameter iklim berinvestasi (Invest) diwakili
oleh
kriminalitas.
tingkat
Hal
ini
keamanan diasumsikan
keamanan yang rendah maka iklim
yaitu
indikator
dengan
tingkat
investasi akan
semakin baik. Sumberdaya Manusia (SDM) Untuk parameter sumberdaya manusia (SDM) terdapat dua indikator yang membentuknya yaitu kualitas tenaga kerja (KuaTenaker) dan tingkat ketergantungan (DR). Formulasi untuk parameter sumberdaya manusia (SDM) adalah: SDM = (0,5747) KuaTenaker + (0,4253) DR Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
89
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Berdasarkan persamaan diatas memperlihatkan bahwa sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas tenaga kerja sebesar 57,47% dan tingkat ketergantungan sebesar 42,53%.
90
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Kesejahteraan Masyarakat Aspek Pelayanan Umum Aspek Daya Saing Daerah Indeks Kinerja Pembangunan
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Halaman ini sengaja dikosongkan
92
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
4. Indeks Kinerja Pembangunan Provinsi Bali Semakin berkembangnya Bali sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia, menuntut Bali untuk selalu dapat memberikan pelayanan terbaik. Pembangunan yang sangat pesat
terutama
pembangunan
infrastruktur
penunjang
pariwasata dewasa ini, merupakan wujud dari komitmen Bali untuk
menjadi
pembangunan
yang
memperhatikan menunjang
icon
pariwisata terjadi
aspek-aspek
kinerja
di
di lain,
pembangunan
Indonesia.
Provinsi yang itu
Namun
Bali
perlu
tentunya
dapat
sendiri,
sehingga
diharapkan dapat berjalan secara sinergis dan hasil-hasil dari pembangunan dapat dinikmati oleh masyarakat Bali. Untuk itu, pemerintah provinsi Bali memerlukan indikator yang dapat dijadikan tolak ukur dalam membantu memotret sejauh mana pembangunan yang telah dilakukan di Provinsi Bali. Dari
hasil
pengolahan
data
Indeks
Kinerja
Pembangunan (IKP), dapat dilihat bahwa secara umum IKP Provinsi Bali selama lima tahun cenderung mengalami peningkatan. Hanya pada tahun 2012 nilai IKP sedikit mengalami penurunan, dari 0,569 pada tahun 2011 menjadi 0,531 poin pada tahun 2012, atau turun sebanyak 0,0371 poin. Jika
dilihat
lebih
rinci
dari
komponen
penyusunnya,
penurunana nilai IKP pada tahun 2012 disebabkan karena turunnya nilai aspek pelayanan umum dan juga aspek daya saing daerah. Sementara peningkatan nilai komponen aspek kesejahteraan masyarakat relatif kecil, sehingga tidak mampu untuk meningkatkan nilai IKP secara keseluruhan. Pada tahun 2013 nilai IKP kembali mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2012. Nilai IKP pada tahun 2013 sebesar 0,574 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
93
BAB IV Hasil dan Pembahasan
poin, atau mengalami peningkatan sebanyak 0,043 poin, dan merupakan nilai IKP tertinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Gambar 4.1 Indeks Kinerja Pembangunan Provinsi Bali 0,7 0,569
0,6 0,5
0,451
0,495
0,531
0,574
0,4 0,3 0,2 0,1 0 2009
2010
2011
2012
2013
Kendati mengalami peningkatan, namun jika dilihat secara lebih rinci masing-masing komponen penyusunnya, hanya nilai pada aspek kesejahteraan masyarakat yang mengalami peningkatan, sedangkan nilai pada aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah justru mengalami penurunan. Namun peningkatan nilai pada aspek kesejahteraan masyarakat yang jauh lebih besar dibandingkan penurunan nilai pada aspek pelayanan umum dan aspek daya saing ternyata mampu untuk meningkatkan nilai IKP Bali secara keseluruhan pada tahun 2013. Semakin baiknya daya serap sektor-sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja yang berpengaruh pada pemerataan pendapatan yang semakin baik, serta tingkat inflasi yang terkendali, merupakan faktor pendorong
meningkatnya
nilai
aspek
kesejahteraan
masyarakat. 94
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Gambar 4.2 IKP Provinsi Bali dan Beberapa Komponen Penyusun 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2
2009
2010
2011
2012
2013
IKP
0,4514
0,4949
0,5685
0,5314
0,5743
AKM
0,3149
0,3681
0,4215
0,4004
0,5060
APU
0,8028
0,8107
0,9635
0,8893
0,8398
ADSD
0,2951
0,3769
0,3563
0,3261
0,2568
Secara lebih rinci, komponen-komponen penyusun Indeks Kinerja Pembangunan (IKP) Provinsi Bali seperti Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM), Aspek Pelayanan Umum (APU), dan Aspek Daya Saing Daerah (ADSD) akan dijelaskan menurut Kabupaten/Kota. Nilai ini diperoleh dari hasil pengolahan dengan model persamaan IKP sehingga nantinya akan
dapat
menjelaskan
keadaan
masing-masing
kabupaten/kota.
4.1. Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM) Aspek
Kesejahteraan
Masyarakat
(AKM)
merupakan salah satu aspek yang mendukung Indeks Kinerja Pembangunan (IKP). AKM dapat mencerminkan seberapa baik tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Selama tahun 2009 – 2013, Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM) cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 nilai AKM adalah sebesar 0,3149. Lalu pada tahun 2010 nilai AKM mengalami Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
95
BAB IV Hasil dan Pembahasan
peningkatan sebesar 0,0532 poin, menjadi 0,3681. Peningkatan nilai AKM yang terjadi pada tahun 2010 didorong
oleh
peningkatan
kedua
komponen
pendukung AKM, yaitu aspek kesejahteraan dan pemertaan ekonomi (KPE) sebesar 0,0558 poin dan aspek kesejahteraan sosial (Kso) sebesar 0,0490 poin. Pada tahun 2011 nilai AKM kembali mengalami peningkatan, dari 0,3681 poin menjadi 0,4215 poin. Peningkatan nilai AKM pada tahun 2011 lebih didorong oleh
meningkatnya
nilai
pada
komponen
aspek
kesejahteraan dan pemertaan ekonomi (KPE), karena disisi lain nilai komponen aspek kesejahteraan sosial justru mengalami penurunan. Nilai aspek kesejahteraan dan pemertaan ekonomi (KPE) mengalami peningkatan lebih signifikan sebesar 0,1047 dibandingkan dengan penurunan nilai pada aspek kesejahteraan sosial yang turun sebesar 0,0325. Memasuki tahun 2012 nilai AKM mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun 2011. Pada tahun 2012 nilai AKM sebesar 0,4004 mengalami penurunan sebesar 0,0211 poin dibandingkan dengan nilai AKM tahun 2011. Turunnya nilai AKM Provinsi Bali pada tahun 2012 didorong oleh turunnya nilai pada aspek kesejahteraan dan pemertaan ekonomi (KPE) sebesar 0,0211 poin dan aspek kesejahteraan sosial (Kso) sebesar 0,0444 poin. Meskipun mengalami penurunan nilai dibandingkan tahun 2011, namun jika dibandingkan dengan nilai AKM pada tahun 2009 dan 2010, nilai AKM pada tahun 2012 masih masih lebih 96
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
tinggi dibandingkan nilai AKM pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2013, nilai AKM Provinsi Bali kembali mengalami peningkatan cukup signifikan. Nilai AKM Provinsi Bali pada tahun 2013 adalah sebesar 0,5060 poin, atau mengalami peningkatan sebesar 0,1056 poin dibandingkan dengan nilai AKM pada tahun 2012. Peningkatan nilai AKM pada tahun 2013, didorong
oleh
meningkatnya
nilai
pada
aspek
kesejahteraan dan pemertaan ekonomi (KPE) sebesar 0,1838 poin. Ini berarti bahwa pembangunan di Provinsi Bali sudah mampu mengurangi kesenjangan pendapatan dan pemerataan ekonomi masyarakat. Namun di sisi lain terjadi penurunan pada aspek kesejahteraan sosial yang ditunjukkan dengan turunnya nilai aspek kesejahteraan sosial (Kso) walaupun tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan pembangunan di Provinsi Bali belum mampu untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesempatan kerja.
Gambar 4.3 Nilai Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM)
2009
2010
2011
2012
2013
AKM
0,3149
0,3681
0,4215
0,4004
0,5060
KPE
0,4388
0,4946
0,5993
0,5549
0,7387
Kso
0,1078
0,1569
0,1243
0,1423
0,1172
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
97
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Apabila
dilihat
kabupaten/kota,
maka
berdasarkan dapat
wilayah
diketahui
bahwa
penurunan Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM) terjadi pada beberapa wilayah kabupaten/kota di Bali yakni Kabupaten Badung menurun 0,0856 poin, Kabupaten Klungkung 0,0071 poin, dan Kabupaten Karangasem 0,0736 poin. Sedangkan kabupaten/kota lainnya
mengalami
kesejahteraan
peningkatan
masyarakat.
pada
aspek
Kabupaten/kota
yang
mengalami peningkatan tersebut adalah Kabupaten Jembrana meningkat 0,0078 poin, Kabupaten Tabanan meningkat sebesar 0,0389 poin, Kabupaten Gianyar meningkat sebesar 0,0766 poin, Kabupaten Bangli meningkat sebesar 0,0096 poin, Kabupaten Buleleng meningkat sebesar 0,0089 poin, dan Kota Denpasar meningkat sebesar 0,0282 poin. Dari sisi peringkat yang diperoleh oleh masingmasing kabupaten/kota pada aspek kesejahteraan masyarakat, pada tahun 2013 relatif hampir sama dengan tahun 2012, hanya terjadi beberapa perubahan peringkat kabupaten/kota. Peringkat pertama, kedua, dan ketiga masih diduduki oleh kabupaten/kota yang sama dengan tahun sebelumnya yaitu masing-masing, Kabupaten
Badung,
Kabupaten
Gianyar,
serta
Kabupaten Bangli. Sementara itu, penurunan nilai AKM Kabupaten Karangasem sebesar 0,0736 poin pada tahun 2013, menyebabkan peringkat Kabupaten Karangasem turun
signifikan,
dari
peringkat
empat
menjadi
peringkat delapan. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. 98
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Tabanan
Badung
Gianyar
Klungkung
Karangasem
Buleleng
Denpasar
BALI
2009
0,3812
0,4316
0,6256
0,4265
0,3694
0,4551
0,3605
0,3716
0,4301
0,3149
2010
0,2826
0,4258
0,5140
0,4618
0,3873
0,4480
0,3882
0,4265
0,5173
0,3681
2011
0,3479
0,4533
0,5335
0,4291
0,3375
0,4941
0,4162
0,3418
0,4981
0,4215
2012
0,3673
0,3961
0,6191
0,4396
0,3654
0,4382
0,4355
0,3703
0,4199
0,4004
2013
0,3751
0,4350
0,5335
0,5163
0,3582
0,4479
0,3619
0,3793
0,4443
0,5060
Bangli
Indeks AKM
Jembrana
Tabel. 4.1. Nilai Indeks Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM) menurut kabupaten/Kota, 2009 - 2013
RANK 2009
6
3
1
5
8
2
9
7
4
2010
9
6
2
3
8
4
7
5
1
2011
7
4
1
5
9
3
6
8
2
2012
8
6
1
2
9
3
4
7
5
2013
7
5
1
2
9
3
8
6
4
4.1.1. Aspek Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi (KPE) Aspek kesejahteraan dan pemerataan Ekonomi merupakan (KPE) merupakan salah satu komponen pendukung pada AKM. Pada tahun 2013 aspek kesejahteraan dan pemerataan ekonomi mengalami peningkatan sebesar 0,1838. Peningkatan ini terjadi karena meningkatnya indeks beberapa komponen pembentuk Aspek Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi (KPE), seperti komponen laju inflasi PDRB dan pemerataan pendapatan.
Disisi lain nilai indeks
komponen pertumbuhan ekonomi, PDRB per Kapita, dan
komponen
ketimpangan
kemakmuran
justru
mengalami penurunan. Namun penurunan yang terjadi Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
99
BAB IV Hasil dan Pembahasan
tidak terlalu signifikan sehingga, pengaruhnya terhadap nilai KPE relatif lebih kecil dibandingkan indeks komponen
laju
inflasi
PDRB
dan
pemerataan
pendapatan yang mengalami peningkatan. Apabila
ditinjau
dari
kabupaten/kota,
kabupaten/kota yang cenderung membentuk nilai aspek KPE Provinsi Bali mengalami penurunan adalah KPE Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem. Sedangkan Jembrana,
kabupaten Tabanan,
lainnya, Gianyar,
yaitu:
Kabupaten
Klungkung,
Bangli,
Buleleng, dan Kota Denpasar mengalami peningkatan pada aspek tersebut. Semetara
itu,
jika
kita
lihat
komponen
penyusunan aspek kesejahteraan dan pemerataan ekonomi di masing-masing kabupaten/kota, maka akan tampak perbedaan sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Seperti pada Kabupaten Badung yang mengalami penurunan aspek KPE, yang disebabkan karena adanya penurunan indeks pada hampir semua komponen, kecuali indeks pada komponen ketimpangan kemakmuran yang mengalami peningkatan. Sementara itu, pada Kabupaten Karangasem yang juga mengalami penurunan aspek KPE, penurunan disebabkan karena turunnya indeks pada komponen laju inflasi PDRB dan komponen pemerataan pendapatan, sedangkan indeks pada komponen pertumbuhan ekonomi, PDRB per kapita, serta ketimpangan kemakmuran mengalami peningkatan.
100
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
0,6896 0,8377 0,9662 0,8191 0,8752
1,7461 1,2843 0,8488 1,5392 1,1678
2009 2010 2011 2012 2013
0,9194 0,9864 1,3089 0,9862 0,9834
0,8060 0,8642 1,1537 0,8695 0,8784
1,8619 1,6076 2,1095 1,5816 1,5653
2009 2010 2011 2012 2013
0,9603 0,9797 1,1849 1,0836 1,0723
1,0237 0,9876 1,0752 1,0155 1,1162
0,9214 1,0896 0,9977 0,9525 1,0024
2009 2010 2011 2012 2013
1,0694 1,0105 0,9171 0,9564 1,0106
0,9994 1,0226 0,9385 0,9666 1,0124
1,1348 0,9326 0,9690 1,0021 0,8532
2009 2010 2011 2012 2013
0,5956 0,5494 0,5590 0,5714 0,5716
0,5375 0,5863 0,5769 0,5426 0,5607
0,8871 0,9042 0,8555 0,8995 0,9566
1,0795 1,0391 1,0077 1,0226 1,1054
1,1549 1,1671 1,1162 1,1274 1,0773
BALI
0,9153 0,7479 0,9653 1,0949 0,9699
Denpasar
2009 2010 2011 2012 2013
Buleleng
1,1311 1,1501 1,1027 1,1463 1,0561
Karangasem
0,9631 1,0082 0,9584 0,9268 0,9940
Bangli
Badung
0,8534 0,8107 0,9250 0,9261 0,8862
Klungkung
Tabanan
2009 2010 2011 2012 2013
Gianyar
Komponen KPE
Jembrana
Tabel. 4.2. Komponen Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi (KPE) menurut kabupaten/Kota, 2008 – 2013
Pertumbuhan Ekonomi (PEk) 1,0494 1,0734 1,1142 1,0652 1,0591
0,8706 0,9640 0,9577 0,9465 0,9405
1,0109 0,8833 0,9625 0,9396 0,9248
0,9433 1,0344 1,0688 1,0443 0,9965
Laju Inflasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 0,9684 1,1167 1,0334 1,0224 1,0275
0,9652 0,9767 1,1160 0,8613 0,9590
0,9884 0,8773 0,9256 0,9396 0,9833
1,0776 0,8602 1,1060 1,1674 1,0772
0,8593 0,9928 0,9518 0,6325 0,9590
0,7901 1,3065 1,0868 0,9235 0,9812
0,4925 0,6542 0,9809 1,2277 2,4819
0,6450 0,6872 0,9097 0,6852 0,6871
0,7384 0,8220 1,0967 0,8314 0,8400
1,2646 1,0745 1,4166 1,0640 1,0579
1,0553 1,1014 1,4641 1,1048 1,1026
1,0590 0,9728 1,0123 0,9737 1,0703
1,0751 1,1219 1,0017 1,2420 0,9786
1,1786 1,2157 1,1261 1,1746 1,1353
0,9501 1,0151 1,0146 1,0287 1,0498
0,9487 0,9258 0,9424 0,8157 0,7720
0,8133 0,8693 0,8683 0,8224 0,9209
0,6103 0,6335 0,6677 0,5142 0,5457
0,4388 0,4946 0,5993 0,5549 0,7387
PDRB Per Kapita (Kapita) 1,0321 1,0678 0,0014 1,0808 1,0851
1,0548 1,1379 0,0015 1,1453 1,1468
0,6777 0,7525 1,0017 0,7560 0,7561
Ketimpangan Kemakmuran (KKe) 1,0083 1,0336 0,9664 0,9831 0,9237
1,1644 1,0869 1,1132 1,0156 1,0272
0,9175 0,8434 0,7893 0,8927 0,8760
0,8703 0,8846 0,8594 0,8412 0,9333
Pemerataan Pendapatan (PPend) 1,0224 0,9987 1,0225 0,9938 1,1010
0,8335 0,9552 0,8770 0,9676 1,0634
1,1236 1,0821 1,2022 1,0960 1,1729
0,9182 1,0574 1,1168 1,1731 0,9648
Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi (KPE) 0,8892 0,6989 0,7290 0,7784 0,6493
0,6251 0,6374 0,5327 0,6343 0,6864
0,4912 0,5814 0,4288 0,5839 0,6285
0,6348 0,6049 0,7110 0,6190 0,6538
0,5493 0,5818 0,6551 0,6693 0,5728
0,5462 0,6056 0,6190 0,5660 0,6104
4.1.2. Aspek Kesejahteraan Sosial (KSo) Aspek pendukung AKM berikutnya adalah aspek kesejahteraan sosial (Kso). Pada tahun 2013 aspek kesejahteraan sosial (Kso) mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2012. Kondisi ini berbeda Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
101
BAB IV Hasil dan Pembahasan
dengan aspek kesejahteraan dan pemerataan ekonomi (KPE) yang mengalami peningkatan di tahun 2013. Turunnya nilai pada aspek Kesejahteraan sosial Provinsi Bali, disebabkan karena menurunnya jumlah lulusan universitas serta meningkatnya angka kemiskinan di Provinsi Bali pada tahun 2013. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya indeks pada komponen pendidikan dan komponen kemiskinan. Apabila dilihat berdasarkan wilayah, jumlah kabupaten/kota yang mengalami peningkatan dan penurunan jumlahnya relatif seimbang. Kabupaten/kota yang mengalami peningkatan aspek kesejahteraan sosial adalah Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Gianyar, dan Kota Denpasar. Sedangkan Kabupaten Badung, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli,
Kabupaten
Karangasem,
dan
Kabupaten
Buleleng mengalami penurunan pada aspek ini. Jika dilihat pada masing-masing daerah maka akan terdapat perbedaan komponen yang berpengaruh pada peningkatan maupun penurunan pada nilai aspek kesejahteraan sosial. Misalnya pada Kabupaten Gianyar yang pada tahun 2013 mengalami peningkatan nilai aspek kesejahteraan sosial paling tinggi diantara daerah lainnya, jika dilihat masing-masing komponen, ternyata hampir semua komponen mengalami penurunan indeks, hanya
pada
komponen
pendidikan
mengalami
peningkatan. Sementara itu pada Kabupaten Tabanan yang
juga
kesejahteraan
mengalami sosial,
peningkatan
komponen
yang
pada
aspek
mengalami
peningkatan nilai adalah komponen kesempatan kerja, 102
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
sedangkan komponen lainnya mengalami penurunan. (selengkapnya lihat Tabel 4.3.)
2009 2010 2011 2012 2013
1,0082 1,0082 1,0083 1,0082 1,0082
1,0454 1,0452 1,0449 1,0446 1,0444
1,0086 1,0082 1,0078 1,0076 1,0072
1,0129 1,0126 1,0123 1,0120 1,0117
2009 2010 2011 2012 2013
1,3368 1,2965 1,3100 1,2997 1,1062
0,9818 1,0977 0,9260 1,1053 1,0375
0,6458 0,5188 0,6318 0,5000 0,4906
1,1330 1,0679 0,6162 1,0633 0,8503
2009 2010 2011 2012 2013
0,9861 1,0148 0,9992 1,0016 0,9836
1,0041 0,7985 1,0031 0,9968 1,0102
0,9838 1,0247 0,9979 1,0032 1,0104
1,0098 1,0303 0,9994 1,0020 0,9962
2009 2010 2011 2012 2013
0,9229 2,5636 1,2587 1,1196 1,3530
0,1507 0,4140 0,3356 0,6896 0,2473
1,5709 1,6142 1,4034 0,5856 0,6955
0,9881 0,5834 0,9792 1,0010 0,6117
2009 2010 2011 2012 2013
0,0229 -0,1631 -0,0049 0,0263 0,0470
0,2545 0,1578 0,2469 0,1514 0,2251
0,1851 0,2051 0,2070 0,3530 0,3401
0,8102 0,9086 0,8444 0,8385 0,8785
0,9812 1,0070 0,9905 0,9705 0,9800
1,1708 1,0652 1,1343 1,1561 1,1429
1,0004 0,9929 1,0281 1,0378 1,0236
0,9537 0,9534 0,9531 0,9528 0,9526
0,9694 0,9710 0,9726 0,9743 0,9760
1,0255 1,0252 1,0248 1,0246 1,0242
0,9933 0,9930 0,9928 0,9927 0,9927
1,2516 1,2693 1,3081 1,2762 1,3683
1,1704 1,1712 1,7892 1,1755 1,2549
0,4326 0,3534 0,5691 0,3429 0,4139
0,9602 0,9067 0,9780 0,8979 0,8951
0,9980 1,0257 1,0011 1,0058 1,0046
1,0199 1,0462 1,0013 0,9874 0,9965
0,9978 1,0214 0,9837 0,9949 0,9914
1,0000 1,0224 0,9977 0,9986 1,0000
0,5965 0,6148 0,7464 0,5995 0,7256
0,8897 0,5963 0,9680 1,1133 1,3460
2,7067 1,2045 1,6196 1,8470 1,5479
1,2284 0,9845 1,1052 1,1779 1,3562
0,0451 0,0799 0,0648 0,1273 0,0170 -0,1214 0,0448 0,0435 0,0096 -0,0069
0,1291 0,3231 0,2147 0,2624 0,2749
0,1078 0,1569 0,1243 0,1423 0,1172
BALI
1,0204 1,0165 1,0281 1,0246 1,0361
Denpasar
1,0966 1,0156 1,0730 1,0735 1,0625
Buleleng
Gianyar
1,0246 1,0316 1,0202 1,0456 1,0223
menurut
Karangasem
Badung
0,9668 0,9950 0,9871 1,0285 0,9997
Bangli
Tabanan
2009 2010 2011 2012 2013
Klungkung
Komponen Kso
Jembrana
Tabel. 4.3. Komponen Kesejahteraan Sosial (KSo) kabupaten/Kota, 2009 – 2013
Pendidikan (Pend) 0,9802 0,9690 0,9811 0,9508 0,9465
0,9492 0,9915 0,9412 0,9121 0,9316
Kesehatan (Ksht) 0,9705 0,9702 0,9700 0,9697 0,9693
1,0058 1,0060 1,0062 1,0062 1,0064
Kemiskinan (Kems) 1,0280 1,2046 0,7584 1,2119 1,3948
1,0200 1,0205 1,0912 1,0250 1,0836
Kesempatan Kerja (KKe) 0,9937 1,0175 1,0032 0,9985 0,9966
1,0068 1,0209 1,0112 1,0098 1,0105
Kriminalitas (Krim) 0,5312 0,9135 1,0475 1,3324 1,6118
0,6432 0,4957 0,6416 0,7121 0,8612
Kesejahteraan Sosial (KSo) 0,0948 0,1660 0,1685 0,0631 0,2562 0,1850 0,1145 0,0002 0,2320 -0,0934
0,1549 0,1858 0,1318 0,1361 0,1038
4.2. Aspek Pelayanan Umum (APU) Aspek
Pelayanan
Umum
(APU)
merupakan
indikator kedua yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja pembangunan suatu daerah. Dalam penghitungan
Aspek
Pelayanan
Umum
(APU)
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
ini 103
BAB IV Hasil dan Pembahasan
diperoleh dari aspek pelayanan dasar dan aspek pelayanan penunjang. Berdasarkan hasil pengolahan data penyusun indikator aspek pelayanan umum, nilai Aspek Pelayanan Umum (APU) tahun 2013 adalah sebesar 0,8398 atau mengalami penurunan sebesar 0,0607 poin dari tahun sebelumnya. Turunnya nilai Aspek Pelayanan Umum (APU) disebabkan karena turunnya nilai komponen pelayanan dasar dan pelayanan penunjang masingmasing sebesar 0,0533 poin dan 0,0415 poin. Jika kita bandingkan nilai APU selama lima tahun terakhir, nilai APU pada tahun 2013 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2009.
Gambar 4.4 Nilai Aspek Pelayanan Umum (APU)
2009
2010
2011
2012
2013
APU
0,8028
0,8107
0,9635
0,8893
0,8398
Pda
0,8700
0,8483
0,9462
0,9224
0,8691
Ppenj 0,6591
0,7304
1,0008
0,8186
0,7771
Sementara itu jika kita lihat pada masing-masing kabupaten/kota, peningkatan Aspek Pelayanan Umum pada tahun 2013 terjadi di Kabupaten Gianyar yang meningkat 0,0380 poin, Kabupaten Klungkung meningkat sebesar 0,2148 poin, Kabupaten Bangli meningkat 104
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
sebesar 0,1562 poin, dan Kabupaten Karangasem meningkat
sebesar
0,0450
poin.
Sedangkan
kabupaten/kota yang mengalami penurunan adalah Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng, dan Kota Denpasar Jika dilihat dari perolehan peringkat masingmasing
kabupaten/kota
peningkatan
nilai
pada
APU
tahun
tertinggi
2013,
yang
maka
diperoleh
Kabupaten Klungkung (naik sebesar 0,2148 poin) menempatkan Kabupaten Klungkung pada peringkat pertama
dalam
aspek
pelayanan
umum
dimana
sebelumnya ditempati oleh Kota Denpasar. (selengkapnya lihat Tabel 4.4.) Tabel. 4.4. Nilai Indeks Aspek Pelayanan Umum (APU)
Indeks APU
Jembrana
Tabanan
Badung
Gianyar
Klungkung
Bangli
Karangasem
Buleleng
Denpasar
BALI
menurut Kabupaten/Kota, 2009 – 2013
2009
0,7958
0,8680
0,9748
0,8194
1,0078
0,8848
0,8049
0,8346
1,4761
0,8028
2010
0,8319
0,8974
0,8791
0,8211
0,9996
0,9291
0,8404
0,9032
1,3644
0,8107
2011
0,9797
0,8963
0,8550
0,8152
1,1840
0,8819
0,7688
0,8191
1,2661
0,9635
2012
0,8870
0,9854
0,9009
0,8568
0,9765
0,9355
0,8204
0,8091
1,2945
0,8893
2013
0,7910
0,8775
0,8504
0,8948
1,1913
1,0917
0,8654
0,8010
1,1336
0,8398
RANK 2009
9
5
3
7
2
4
8
6
1
2010
8
5
6
9
2
3
7
4
1
2011
3
4
6
8
2
5
9
7
1
2012
6
2
5
7
3
4
8
9
1
2013
9
5
7
4
1
3
6
8
2
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
105
BAB IV Hasil dan Pembahasan
4.2.1. Aspek Pelayanan Dasar (PDa) Pada tahun 2013 Aspek Pelayanan Umum Provinsi Bali mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini didorong karena penurunan pada aspek pelayanan dasar, yang mengalami
penurunan
sebesar
0,0532
poin
dibandingkan tahun lalu. Turunnya aspek pelayanan dasar
secara
umum
disebabkan
karena
adanya
penurunan pada pada kualitas kesehatan yang turun sebesar 0,1769 poin. Meskipun nilai pada komponen pendidikan
dan
lingkungan
hidup
mengalami
peningkatan masing-masing sebesar 0,0003 poin dan 0,0243 poin, namun tidak signifikan, sehingga kecil pengaruhnya terhadap perubahan nilai pada aspek pelayanan dasar. Sementara jika kita lihat pada masing-masing kabupaten/kota,
Kabupaten
Jembrana,
Kabupaten
Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kota Denpasar mengalami penurunan pada aspek pelayanan dasar. Kota Denpasar mengalami penurunan yang paling tinggi, yaitu turun sebesar 0,1893 poin dibandingkan dengan tahun 2012. Turunnya nilai pada komponen
pendidikan
dan
lingkungan
hidup
merupakan penyebab menurunnya aspek pelayanan dasar
di
Kota
Denpasar.
Sedangkan
empat
kabupaten/kota lainnya yaitu Kabupaten Klungkung, Kabupaten
Bangli,
Kabupaten
Karangasem,
dan
Kabupaten Buleleng, mengalami peningkatan pada aspek pelayanan dasar. 106
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
0,9785 0,9901 1,1139 1,1638 1,1101
0,6227 0,5420 0,5937 0,5872 0,4688
2009 2010 2011 2012 2013
0,6866 0,7181 0,7391 0,7440 0,5742
0,7786 0,8451 0,9515 0,9374 0,6481
1,1206 1,0039 1,0756 1,0448 1,0810
2009 2010 2011 2012 2013
0,7769 0,8114 0,8278 0,9071 0,7843
0,9600 0,9997 1,0573 1,1043 0,9911
0,9144 0,8037 0,8460 0,8396 0,7981
BALI
0,7981 0,8232 0,8120 0,9074 0,7662
Denpasar
2009 2010 2011 2012 2013
Buleleng
1,0248 0,8923 0,9067 0,9171 0,8889
Karangasem
1,0669 1,1123 1,0802 1,1662 1,1212
menurut
Bangli
Badung
0,8198 0,8645 0,9012 1,0171 0,9420
0,9924 1,0521 1,0113 1,0044 1,0545
1,0735 1,1651 1,0081 1,0159 1,1057
0,9441 1,0641 1,0664 0,9200 1,0233
0,9047 0,7662 0,8241 0,8868 0,8053
0,9520 0,9191 1,0036 0,9509 0,9511
0,5944 0,6128 0,6009 0,6685 0,5617
0,7029 0,7759 0,6735 0,6751 0,7357
2,5903 2,4410 2,0034 1,9060 1,3833
0,7862 0,8302 1,0269 0,9901 0,8132
0,9807 1,0005 1,0290 1,0316 1,1998
1,0989 1,1443 1,0087 1,0117 0,9090
1,1777 1,0916 1,1720 1,2029 1,2764
0,8548 0,7664 0,7589 0,7944 0,8187
0,8867 0,9344 0,8760 0,9027 0,9469
0,9039 0,9881 0,9181 0,8617 0,8955
1,5475 1,4194 1,3157 1,3158 1,1265
0,8700 0,8483 0,9462 0,9224 0,8691
Klungkung
Tabanan
2009 2010 2011 2012 2013
Gianyar
Komponen PDa
Jembrana
Tabel. 4.5. Aspek Pelayanan Dasar (PDa) Kabupaten/Kota, 2009 – 2013
Pendidikan (Pendd) 1,0144 1,0046 1,0208 1,0663 1,0068
1,1592 1,0788 1,1812 1,0062 1,1662
Kesehatan (Sehat) 0,6591 0,6583 0,7893 0,7496 0,7722
1,2112 1,2574 1,3771 1,2424 1,7624
0,8429 0,8994 1,0362 1,0999 1,4396
Lingkungan Hidup (Lhdup) 1,1239 1,1216 1,1172 1,1165 1,1307
1,0441 1,0432 0,9711 0,9659 1,1447
0,9888 1,0315 0,9358 0,9452 1,0360
Pelayanan Dasar (PDa) 0,9235 0,9188 0,9683 0,9726 0,9606
1,1461 1,1297 1,1914 1,0753 1,3621
0,9409 0,9950 0,9995 1,0209 1,1798
4.2.2. Aspek Pelayanan Penunjang (PPenj) Seperti halnya Aspek Pelayanan Dasar, Aspek Pelayanan Penunjang pada tahun 2013 juga mengalami penurunan. Aspek Pelayanan Penunjang mengalami penurunan dari 0,8186 poin pada tahun 2012 menjadi 0,7771 poin pada tahun 2013, atau turun sebesar 0,0416 poin. Turunnya aspek pelayanan penunjang ini disebabkan karena adanya penurunan pada komponen KB dan KS yang turun sebesar 0,1336 poin, serta Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
107
BAB IV Hasil dan Pembahasan
turunnya
nilai pada komponen komunikasi dan
informatika yang turun sebesar 0,1069 poin. Sementara itu
komponen
ketenagakerjaan
dan
komponen
penyelenggaraan keamanan dan ketertiban mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan, sehingga kecil pengaruhnya terhadap perubahan nilai pada aspek pelayanan penunjang. Jika kita melihat aspek pelayanan penunjang pada tahun 2013 pada masing-masing kabupaten/kota, terdapat
lima
kabupaten/kota
yang
mengalami
penurunan, yaitu Kabupaten Jembrana turun sebesar 0,0386 poin, Kabupaten Tabanan turun sebesar 0,0966 poin, Kabupaten Badung turun sebesar 0,00697 poin, Kabupaten Buleleng turun sebesar 0,0977 poin, dan Kota Denpasar turun sebesar 0,1004 poin. Jika dilihat lebih rinci pada beberapa kabupaten/kota yang mengalami penurunan, maka turunnya nilai komponen KB dan KS serta komponen komunikasi dan informatika merupakan
faktor
pendorong
turunnya
aspek
pelayanan penunjang. Pada kelima kabupaten/kota tersebut, komponen KB dan KS serta komponen komunikasi dan informatika mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2012. Sementara itu empat kabupaten lain yang mengalami
peningkatan
pada
aspek
pelayanan
penunjang, yaitu Kabupaten Gianyar meningkat sebesar 0,1450 poin, Kabupaten Klungkung meningkat sebesar 0,0608 poin, Kabupaten Bangli meningkat sebesar 0,1504 poin, dan Kabupaten Karangasem mengalami peningkatan sebesar 0,00468 poin. 108
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
0,4817 0,4681 -0,0293 0,4404 0,3094
0,3711 0,4430 -0,0526 0,4836 0,3646
2009 2010 2011 2012 2013
0,6260 0,7343 0,7354 0,7403 0,6531
0,2806 0,3254 0,3279 0,3269 0,3049
2009 2010 2011 2012 2013
1,4245 1,4977 1,4653 1,4283 1,4520
0,9389 0,9493 1,0705 1,2216 0,9899
1,4390 1,1903 1,1455 1,1089 1,1157
2009 2010 2011 2012 2013
0,8363 0,8756 1,3051 0,8439 0,8053
0,6711 0,6785 0,5516 0,7309 0,6342
1,1039 1,0406 0,8745 1,0321 0,9623
0,9840 0,9842 0,9844 0,9846 0,9848
0,9430 0,9437 0,9444 0,9451 0,9457
0,9909 0,9910 0,9911 0,9912 0,9914
0,3158 0,2948 -0,0210 0,3105 -0,0504
0,4147 0,3962 0,0093 0,3526 0,2121
0,3584 0,4323 0,1688 0,4510 0,3307
0,0892 0,2680 1,1389 0,4018 0,2682
0,5530 0,6649 0,6717 0,6769 0,6273
3,9989 3,6448 3,6363 3,6343 3,3200
1,2407 1,3445 1,3521 1,3577 1,2509
BALI
0,4583 0,4600 1,8649 0,4024 0,3187
1,0908 1,0897 1,0886 1,0875 1,0865
Denpasar
2009 2010 2011 2012 2013
Buleleng
0,9628 0,9633 0,9637 0,9641 0,9646
menurut
Karangasem
0,9772 0,9775 0,9777 0,9780 0,9783
Bangli
Badung
0,9516 0,9522 0,9528 0,9534 0,9539
Klungkung
Tabanan
2009 2010 2011 2012 2013
Gianyar
Komponen PPenj
Jembrana
Tabel. 4.6. Aspek Pelayanan Penunjang (PPenj) Kabupaten/Kota, 2009 – 2013
Ketenagakerjaan (Tenaker) 0,9883 0,9884 0,9886 0,9887 0,9888
1,0289 1,0286 1,0282 1,0279 1,0275
1,0734 1,0724 1,0716 1,0707 1,0698
KB dan KS (KBKS) 0,3204 0,3263 -0,0715 0,3507 0,6004
0,4291 0,3698 1,8191 0,4009 0,6269
0,4506 0,4095 -0,0878 0,4078 0,8876
Komunikasi dan Informatika (Kominfo) 2,0242 1,8765 1,8650 1,8606 1,6939
0,5671 0,6325 0,6405 0,6436 0,5583
0,2825 0,3305 0,3289 0,3257 0,3020
0,3443 0,4163 0,4189 0,4184 0,3879
0,3234 0,3747 0,3754 0,3733 1,1527
Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban (Trantib) 0,5488 0,5500 0,5379 0,4916 0,8743
1,1333 1,2135 1,2027 1,3729 1,3534
1,2312 1,3277 1,3114 1,1718 1,2075
0,8110 0,8374 0,8289 0,8418 0,8342
0,8402 0,9197 0,9391 0,8566 0,6593
0,6332 0,5143 0,4988 0,5065 0,5138
0,5260 0,5004 0,4929 0,6979 0,7966
0,6296 0,6393 0,5392 0,6443 0,6911
0,6863 0,7214 0,6070 0,6964 0,5988
1,3231 1,2468 1,1600 1,2491 1,1487
0,6591 0,7304 1,0008 0,8186 0,7771
Pelayanan Penunjang (PPenj) 0,5963 0,6119 0,4874 0,6089 0,7539
0,7118 0,7211 1,1683 0,7650 0,8258
0,7646 0,7879 0,6302 0,7527 0,9031
4.3. Aspek Daya Saing Daerah (ADSD) Aspek daya saing daerah (ADSD) merupakan indikator terakhir dalam penentuan indeks kinerja pembangunan (IKP). Berdasarkan hasil penghitungan yang telah dilakukan, aspek daya saing daerah (ADSD) Provinsi Bali pada tahun 2013 adalah sebesar 0,2568 poin. Bila dibandingkan dengan tahun 2012, nilai aspek Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
109
BAB IV Hasil dan Pembahasan
daya saing daerah mengalami penurunan sebesar 0,0693 poin. Turunnya Aspek Daya Saing Daerah pada tahun 2013 secara umum disebabkan karena adanya penurunan pada beberapa komponen pembentuk seperti komponen kemampuan ekonomi daerah yang menurun
sebesar
0,0690
poin,
dan
komponen
sumberdaya manusia menurun sebesar 0,0016 poin. Jika kita bandingkan selama lima tahun terakhir, nilai aspek
daya
saing
daerah,
cenderng
mengalami
penurunan. Pada tahun 2008 nilai aspek daya saing daerah adalah sebesar 0,2951. Bila dibandingkan dengan nilai aspek daya saing daerah pada thun 2013 yang sebesar 0,2568, berarti terjadi penurunan sebesar 0,0310 poin. Melihat fenomena ini, Provinsi Bali harus mulai berbenah dan meningkatkan kualitas berbagai komponen
pendukung,
agar
dapat
semakin
meningkatkan daya saing daerah.
Gambar 4.5 Nilai Aspek Daya Saing Daerah (ADSD)
110
2009
2010
2011
2012
2013
KEDa
1,0450
1,0808
1,1695
1,1716
1,1026
FWIn
0,3642
0,3642
0,3642
0,3642
0,3642
Invest
1,2284
0,9845
1,1052
1,1779
1,3562
SDM
0,6251
0,6357
0,6060
0,5813
0,5797
ADSD
0,2951
0,3769
0,3563
0,3261
0,2568
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Apabila ditinjau berdasarkan kabupaten/kota yang ada di Bali maka terdapat lima kabupaten/kota megalami penurunan dalam aspek daya saing daerah (ADSD), yaitu Kabupaten Jembrana, Kabupaten Badung, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten
Buleleng.
Sementara
itu,
Kabupaten
Tabanan, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Bangli, dan Kota Denpasar mengalami peningkatan dalam aspek daya saing daerah. (selengkapnya lihat Tabel 4.7.)
Badung
Gianyar
Klungkung
Bangli
Buleleng
Denpasar
BALI
2009
0,3346
0,5696
0,6468
0,3566
0,3572
0,1632
0,1468
0,2427
0,8742
0,2951
2010
-0,0946
0,5268
0,5542
0,5135
0,2666
0,2259
0,1561
0,3463
1,1970
0,3769
2011
0,3023
0,5553
0,6247
0,3202
0,1381
0,1589
0,1378
0,3081
1,1465
0,3563
2012
0,3512
0,4240
0,8564
0,4594
0,0345
0,0626
0,1510
0,2382
1,1144
0,3261
2013
0,2424
0,5290
0,7330
0,5121
0,0270
0,0733
0,1078
0,1851
1,2822
0,2568
8 7 7 8 8
9 8 9 7 7
7 5 5 6 6
1 1 1 1 1
Indeks ADSD
Jembrana
Tabanan
Karangasem
Tabel. 4.7. Nilai Indeks Aspek Daya Saing Daerah (ADSD) menurut Kabupaten/Kota, 2008 – 2012
RANK 2009 2010 2011 2012 2013
6 9 6 5 5
3 3 3 4 3
2 2 2 2 2
5 4 4 3 4
4 6 8 9 9
Terdapat perbedaan penyebab utama penurunan atau peningkatan ADSD setiap kabupaten/kota, seperti pada Kabupaten Bangli yang mengalami peningkatan ADSD
sebesar
0,0107
poin
disebabkan
oleh
meningkatnya seluruh komponen pendukung ADSD. Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
111
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Sedangkan untuk Kota Denpasar yang mengalami peningkatan
paling
besar
yaitu
0,1678
poin,
peningkatannya didorong hanya oleh komponen fasilitas wilayah/infrastuktur. Disisi lain, Kabupaten/kota yang mengalami penurunan dalam aspek daya saing daerah, juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam mempengaruhi penurunan aspek tersebut. Misalnya Kabupaten Badung yang memiliki penurunan nilai yang cukup tinggi dibandingkan kabupaten lainnya disebabkan oleh penurunan komponen kemampuan ekonomi daerah dan
fasilitas
wilayah/infrastruktur
dan
komponen
sumber daya manusia.
112
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
0,8839 0,8738 0,8308 0,8365 0,7492
1,8000 1,6843 1,8021 1,9884 1,5916
2009 2010 2011 2012 2013
0,9229 2,5636 1,2587 1,1196 1,3530
0,1507 0,4140 0,3356 0,6896 0,2473
1,5709 1,6142 1,4034 0,5856 0,6955
2009 2010 2011 2012 2013
0,4266 0,4714 0,4674 0,5223 0,5222
0,4804 0,5297 0,4952 0,4595 0,4684
0,8980 0,7045 0,6859 0,6417 0,6216
2009 2010 2011 2012 2013
0,3346 -0,0946 0,3023 0,3512 0,2424
0,5696 0,5268 0,5553 0,4240 0,5290
0,6468 0,5542 0,6247 0,8564 0,7330
BALI
0,7770 0,7686 0,8505 0,9090 0,7878
Denpasar
2009 2010 2011 2012 2013
Buleleng
1,4020 1,4789 1,4884 1,4826 1,4030
Karangasem
0,9138 0,9458 1,0462 0,9780 0,9556
0,9010 0,8670 0,9291 0,8780 0,9077
1,3981 1,4239 1,4859 1,5572 1,4353
1,0450 1,0808 1,1695 1,1716 1,1026
0,7860 0,8153 0,8618 0,9061 0,8276
0,8890 0,9279 0,8137 0,8229 0,8056
1,3694 1,2293 1,3539 0,9812 1,8219
0,3642 0,3642 0,3642 0,3642 0,3642
0,5965 0,6148 0,7464 0,5995 0,7256
0,8897 0,5963 0,9680 1,1133 1,3460
2,7067 1,2045 1,6196 1,8470 1,5479
1,2284 0,9845 1,1052 1,1779 1,3562
-0,0566 -0,0362 -0,0340 -0,0588 -0,0532
0,2030 0,2647 0,4091 0,3706 0,3814
2,2796 2,1111 2,1701 2,3239 2,3021
0,6251 0,6357 0,6060 0,5813 0,5797
0,2427 0,3463 0,3081 0,2382 0,1851
0,8742 1,1970 1,1465 1,1144 1,2822
0,2951 0,3769 0,3563 0,3261 0,2568
Bangli
Badung
0,9713 0,9763 1,0767 0,9988 0,9086
Klungkung
Tabanan
2009 2010 2011 2012 2013
Gianyar
Komponen ADSD
Jembrana
Tabel. 4.8. Komponen Aspek Daya Saing Daerah (ADSD) menurut Kabupaten/Kota, 2009 – 2013
Kemampuan Ekonomi Daerah (KEDa) 0,9143 0,9280 0,6660 1,1525 1,0207
0,9396 0,8843 0,7346 0,6657 0,9144
0,8194 0,7527 0,7970 0,5910 0,7552
0,7404 0,7431 0,7761 0,6960 0,6995
Fasilitas Wilayah/Infrastruktur (FWIn) 1,2925 1,2856 1,3077 1,3366 1,2248
0,6335 0,7721 0,6341 0,6767 0,6298
0,5687 0,6432 0,5454 0,5426 0,5615
Iklim Investasi (Invest) 0,9881 0,5834 0,9792 1,0010 0,6117
0,5312 0,9135 1,0475 1,3324 1,6118
0,6432 0,4957 0,6416 0,7121 0,8612
Sumberdaya Manusia (SDM) 0,3723 0,4710 0,4412 0,4431 0,4462
0,3056 0,3246 0,2621 0,2340 0,2446
0,0350 0,1031 0,0469 0,0075 0,0107
Aspek Daya Saing Daerah ( ADSD)
4.4. Indeks
0,3566 0,5135 0,3202 0,4594 0,5121
0,3572 0,2666 0,1381 0,0345 0,0270
Kinerja
0,1632 0,2259 0,1589 0,0626 0,0733
0,1468 0,1561 0,1378 0,1510 0,1078
Pembangunan
(IKP)
Kabupaten/Kota Dengan melakukan indeks komposit terhadap ketiga indikator pembentuk yaitu aspek kesejahteraan masyarakat (AKM), aspek pelayanan umum (APU) dan aspek daya saing daerah (ADSD), ternyata pada tahun 2013 angka IKP Provinsi Bali mencapai 0,5742 atau mengalami
peningkatan
sebesar
0,0428
poin
dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 0,5314 poin. Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
113
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Pada tingkat kabupaten/kota, hanya terdapat empat kabupaten/kota yang mengalami peningkatan angka IKP yaitu Kabupaten Tabanan sebesar 0,0043 poin, Kabupaten Gianyar sebesar 0,0631 poin, Kabupaten Klungkung sebesar 0,0559 poin, dan Kabupaten Bangli sebesar 0,0514.
BALI
Denpasar
Buleleng
Karangasem
Bangli
Klungkung
Gianyar
Badung
Tabanan
IKP
Jembrana
Tabel. 4.9. Indeks Kinerja Pembangunan (IKP) menurut Kabupaten/Kota, 2009 – 2013
2009
0,4940 0,5704 0,7271 0,5307 0,5496 0,5460 0,4639 0,4894 0,7749 0,4940
2010
0,3983 0,5707 0,6221 0,5694 0,5484 0,5609 0,4919 0,5534 0,8308 0,3983
2011
0,5226 0,5901 0,6347 0,5272 0,5567 0,5684 0,4866 0,4738 0,7858 0,5226
2012
0,5133 0,5666 0,7246 0,5603 0,5036 0,5393 0,5144 0,4809 0,7429 0,5133
2013
0,4791 0,5708 0,6450 0,6234 0,5595 0,5907 0,4778 0,4783 0,7299 0,4791
RANK 2009 2010 2011 2012 2013
7 9 7 7 7
3 3 3 3 5
2 2 2 2 2
6 4 6 4 3
4 7 5 8 6
5 5 4 5 4
9 8 8 6 9
8 6 9 9 8
1 1 1 1 1
Adanya perubahan nilai IKP dari tahun ke tahun menyebabkan adanya sedikit perubahan pada posisi masing-masing kabupaten/kota dalam peringkat IKP. Pada tahun 2013, peringkat pertama dan kedua IKP ditempati oleh kabupaten/kota yang sama dengan tahun 2012, yaitu Kota Denpasar pada peringkat pertama dan Kabupaten Badung pada peringkat kedua. Kabupaten 114
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Jembrana yang pada tahun 2012 berada pada peringkat ketujuh juga tidak mengalami perubahan peringkat pada tahun
2013.
Sedangkan
Kabupaten
Tabanan
dan
Kabupaten Karangasem mengalami penurunan peringkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (selengkapnya lihat Tabel 4.9.)
Gambar 4.6 Hubungan IKP dan IPM, Tahun 2013 0,80 Badung 0,70
Bangli 66,00
68,00 Karangasem
0,60
Denpasar Gianyar Tabanan
Klungkung 70,00 72,000,50 Buleleng
74,00 76,00 Jembrana
78,00
80,00
0,40 0,30 0,20 0,10 0,00
Sebagai
sebagai
tolak
ukur
keberhasilan
pembangunan maka dapat diketahui dengan melihat hubungan antara IKP dan IPM. Pada tahun 2012 posisi dari sembilan kabupaten/kota terbagi dalam empat kelompok yaitu kelompok kabupaten/kota yang berada di Kuadran I, II, III, IV. Pada kelompok kuadran I terdapat empat kabupaten/kota diantaranya adalah Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kota Denpasar. Kelompok pada kuadran I memiliki arti Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
115
BAB IV Hasil dan Pembahasan
bahwa kabupaten tersebut memiliki nilai IPM dan IKP yang melebihi nilai provinsi sehingga dapat dikatakan bahwa
kabupaten/kota
tersebut
merupakan
kabupaten/kota yang sudah maju dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Pada kelompok kuadran II ditempati oleh Kabupaten Bangli. Pada posisi ini kabupaten tersebut berarti memiliki nilai IPM dibawah nilai provinsi namun memiliki nilai IKP diatas nilai provinsi.
Sehingga
dapat
dikatakan,
kabupaten-
kabupaten yang berada pada kelompok ini sedang berkembang dalam hal pembangunan. Selanjutnya pada kelompok
kuadran
diantaranya,
III
Kabupaten
terdapat
tiga
Klungkung,
kabupaten Kabupaten
Karangasem, dan Kabupaten Buleleng. Hal ini berarti bahwa kabupaten-kabupaten tersebut memiliki nilai IPM dan IKP yang berada dibawah nilai provinsi, sehingga membutuhkan perhatian yang khusus dalam proses pembangunan. Pada kuadran IV ditempati oleh dua kabupaten, yaitu Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Tabanan.
Kabupaten-kabupaten
yang
berada
pada
kelompok kuadran ini, memiliki nilai IKP yang berada di bawah nilai provinsi, namun memiliki nilai IPM diatas nilai provinsi.
116
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Gambar 4.6 Hubungan IKP dan IPM, Tahun 2013 0,8
Denpasar
0,7
Gianyar
Bangli 66
68
Klungkung 70 72 Buleleng
Karangasem
Badung
0,6 0,5
Tabanan 74
76
78
80
Jembrana
0,4 0,3 0,2 0,1 0
Setelah satu tahun berjalan, ternyata pada tahun 2013 kelompok kabupaten/kota tidak banyak mengalami perubahan. Hanya terjadi sedikit perubahan, dimana Kabupaten Tabanan yang pada tahun 2012 berada pada kelompok kuadran I, pada tahun 2013 mengalami penurunan dan masuk ke kuadran IV. Hal ini berarti Kabupaten Tabanan mengalami perlambatan dalam hal pembangunan dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga meskipun nilai IKP Kabupaten Tabanan meningkat pada tahun 2013 tapi, nilainya lebih rendah dari nilai propinsi. (selengkapnya pada Gambar 4.7).
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
117
Bab V PENUTUP
Simpulan Saran Rekomendasi Kab./Kota
BAB V Penutup
Halaman ini sengaja dikosongkan
120
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB V Penutup
5.1. Simpulan 1. Nilai IKP Bali Tahun 2013 secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2012. Turunnya nilai IKP pada tahun 2013, didorong oleh turunnya nilai aspek pelayanan umum(APU), dari 0,8893 pada tahun 2012 menjadi 0,8398 pada tahun 2013 dan aspek daya saing ADSD yang juga turun, dari 0,3261 pada tahun 2012 menjadi 0,2568 pada tahun 2013. 2. Aspek pelayanan umum (APU) yang pada tahun 2013 mengalami penurunan, dari 0,8893 menjadi 0,8398. Penurunan
ini didorong oleh turunnya nilai kedua
komponen pembentuk yaitu pelayanan dasar (PDa) dan pelayanan penunjang (PPe). 3. Aspek daya saing daerah (ADSD) juga mengalami penurunan di tahun 2013, penurunannya disebabkan karena turunnya nilai dari komponen kemampuan ekonomi daerah (KEDa) dan sumber daya manusia (SDM). 4. Meningkatnya SDM di Bali yang ditunjukkan dengan peringkat IPM yang meningkat, ternyata belum mampu untuk meningkatkan kinerja pembangunan di Bali secara umum. 5. Setelah satu tahun berjalan, ternyata pada tahun 2013 kelompok kabupaten/kota tidak banyak mengalami perubahan. Hanya Kabupaten Tabanan yang mengalami penurunan, dimana nilai IKP Tabanan lebih rendah dari nilai IKP provinsi, shingga pada tahun 2013 Kabupaten Tabanan masuk kelompok kuadran IV. Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
121
BAB V Penutup
5.2. Saran 1. Pemerintah daerah dapat menjadikan
nilai indeks
kinerja sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan yang telah
dilaksanakan, sehingga
dapat dilihat
kekurangan pelaksanaan pembangunan pada tahun sebelumnya. 2. Dalam
melaksanakan
pemerintah
pembangunan,
menciptakan
hendaknya
program-program
pembangunan yang lebih terpadu, tidak tumpang tindih, dan melibatkan berbagai lapisan masyarakat. 3. Meningkatkan
pelayanan
baik
pelayanan
dasar
(pendidikan, kesehatan) maupun pelayanan penunjang (komunikasi, keamanan) 4. Meningkatkan keamanan agar terjadi stabilitas di berbagai aspek kehidupan masyarakat, sehingga akan tercipta iklim investasi yang lebih baik. 5. Peningkatan fasilitas wilayah atau infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas ekonomi antar wilayah agar terjadi pemerataan pembangunan serta meningkatkan kemampuan daerah untuk bersaing dengan daerah lain.
5.3. Rekomendasi Kab./Kota Beradasarkan komponen rekomendasi
hasil
penghitungan
pembentuk
IKP,
yang
ditujukan
maka untuk
setiap beberapa setiap
kabupaten/kota, yaitu:
122
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB V Penutup
1. Kab. Jembrana IKP Kab. Jembrana walaupun mengalami penurunan sebesar
0,00342
namun
tidak
menyebabkan
peringkat IKP mengalami perubahan pada tahun 2013. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan Kab. Jembrana kedepan, yaitu: a. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi; b. Penekanan laju inflasi; c. Peningkatan PDRB Per Kapita; d. Penekanan
tingkat
ketimpangan
kemakmuran; e. Peningkatan pendidikan; f.
Penekanan tingkat kemiskinan;
g. Perluasan kesempatan kerja; h. Peningkatan pelayanan pendidikan; i.
Peningkatan pelayanan kesehatan;
j.
Peningkatan pelayanan lingkungan hidup;
k. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah; l.
Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur;
m. Peningkatan Sumberdaya Manusia; n. Peningkatan KB dan KS; o. Peningkatan
pelayanan
komunikasi
dan
informatika; 2. Kab. Tabanan IKP Kab. Tabanan mengalami peningkatan sebesar 0,0043
poin.
Kendati
mengalami
peningkatan,
namun tidak banyak berpengaruh pada IKP, sehingga menybabkan turunnya peringkat Tabanan, dari peringkat ketiga pada tahun 2012 ke peringkat Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
123
BAB V Penutup
kelima pada tahun 2013. Beberapa hal yang menjadi penyebab sehingga perlu mendapat perhatian dalam pembangunan Kab. Tabanan kedepan, yaitu: a. Peningkatan pendidikan; b. Peningkatan kesehatan; c. Penekanan tingkat kemiskinan; d. Penurunan tindak kejahatan di masyarakat; e. Peningkatan pelayanan pendidikan; f.
Peningkatan pelayanan kesehatan;
g. Peningkatan pelayanan lingkungan hidup; h. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah; i.
Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur;
j.
Penciptaan iklim investasi yang baik;
k. Peningkatan KB dan KS; l.
Peningkatan
pelayanan
komunikasi
dan
informatika; m. Peningkatan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat; 3. Kab. Badung IKP Kab. Badung mengalami penurunan sebesar 0,0797 poin. Namun penurunan ini tidak merubah posisi IKP pada peringkat kedua. Meskipun peringkat Kab. Badung tidak berubah namun ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam pembangunan Kab. Badung kedepan, yaitu: a. Percepatan pertumbuhan ekonomi; b. Penekanan laju inflasi; c. Peningkatan PDRB Per Kapita; d. Peningkatan pemerataan pendapatan; e. Peningkatan tingkat kesehatan masyarakat; 124
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB V Penutup
f.
Peningkatan pendidikan
g. Peningkatan kesehatan h. Penekanan tingkat kemiskinan i.
Peningkatan pelayanan pendidikan
j.
Peningkatan pelayanan kesehatan
k. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah l.
Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur
m. Peningkatan Sumberdaya Manusia; n. Peningkatan KB dan KS; o. Peningkatan
pelayanan
komunikasi
dan
informatika; 4.
Kab. Gianyar IKP Kab. Gianyar mengalami peningkatan sebesar 0,0631 poin yang menyebabkan peringkat IKP meningkat dari 4 pada tahun 2012 menjadi 3 pada tahun 2013. Namun demikian ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan Kab. Gianyar kedepan, yaitu: a. Percepatan pertumbuhan ekonomi; b. Penekanan ketimpangan kemakmuran; c. Peningkatan kesehatan; d. Penekanan tingkat kemiskinan; e. Perluasan kesempatan kerja; f.
Penurunan tindak kejahatan di masyarakat;
g. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah; h. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur; i.
Peningkatan
pelayanan
komunikasi
dan
informatika; Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
125
BAB V Penutup
5. Kab. Klungkung IKP Kab. Klungkung mengalami peningkatan sebesar 0,0559 poin yang membuat peringkat IKP menngkat dari 8 pada tahun 2013 menjadi peringkat 6 pada tahun 2013. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan Kab. Klungkung kedepan, yaitu: a. Percepatan pertumbuhan ekonomi; b. Peningkatan pendidikan; c. Peningkatan kesehatan; d. Perluasan kesempatan kerja; e. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur f.
Peningkatan
pelayanan
komunikasi
dan
informatika; g. Peningkatan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat; 6. Kab. Bangli IKP Kab. Bangli mengalami peningkatan sebesar 0,0514 poin yang menyebabkan naiknya peringkat IKP Bangli dari peringkat lima pada tahun 2012 menjadi
peringkat
empat
pada
tahun
2013.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan Kab. Bangli kedepan, yaitu: a. Percepatan pertumbuhan ekonomi; b. Penekanan ketimpangan kemakmuran; c. Perluasan kesempatan kerja; d. Peningkatan tingkat kesehatan masyarakat; e. Peningkatan 126
pelayanan
komunikasi
dan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
BAB V Penutup
informatika; 7. Kab. Karangasem IKP Kab. Karangasem mengalami penurunan sebesar 0,0366 poin yang juga menyebabkan peringkat IKP mengalami penurunan dari posisi keenam ke posisi sembilan. Untuk itu, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan Kabupaten Karangasem kedepan, yaitu: a. Penekanan laju inflasi; b. Peningkatan pemerataan pendapatan; c. Peningkatan tingkat kesehatan masyarakat; d. Peningkatan kesehatan; e. Perluasan kesempatan kerja; f.
Peningkatan pelayanan kesehatan;
g. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur; h. Peningkatan KB dan KS; i.
Peningkatan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat;
8. Kab. Buleleng IKP Kab. Buleleng mengalami penurunan sebesar 0,0025 poin. Walaupun mengalami penurunan, peringkat IKP Buleleng mengalami sedikit perbaikan peringkat,
dari
peringkat
sembilan
menjadi
peringkat delapan. Untuk itu, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan Kab. Buleleng kedepan, yaitu: a. Peningkatan tingkat kesehatan masyarakat; b. Peningkatan pelayanan lingkungan hidup; c. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
127
BAB V Penutup
d. Peningkatan KB dan KS; e. Peningkatan
pelayanan
komunikasi
dan
informatika; f.
Peningkatan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat;
9. Kota Denpasar IKP Kota Denpasar mengalami penurunan sebesar 0,0129 poin. Meski mengalami penurunan, akan tetapi Kota Denpasar tetap mampu mempertahankan peringkatnya pada peringkat pertama. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian Kota Denpasar dalam pembangunan kedepan, yaitu: a. Percepatan pertumbuhan ekonomi; b. Peningkatan PDRB Per Kapita; c. Penekanan pada ketimpangan kemakmuran; d. Peningkatan pemerataan pendapatan; e. Peningkatan pendidikan; f.
Peningkatan kesehatan;
g. Perluasan kesempatan kerja; h. Penurunan tindak kejahatan di masyarakat; i.
Peningkatan pelayanan pendidikan;
j.
Peningkatan pelayanan kesehatan;
k. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah; l.
Penciptaan iklim investasi yang baik;
m. Peningkatan Sumberdaya Manusia; n. Peningkatan KB dan KS; o. Peningkatan
pelayanan
komunikasi
dan
informatika; 128
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013