A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
KERANGKA KERJA UNTUK PENGUATAN AKSES HUKUM DAN KEADILAN DI INDONESIA Terdapat hubungan yang sangat erat antara stabilitas, keadilan dan kesejahteraan...(P)erbaikan aspek hukum dan keadilan akan mendukung pencapaian kesejahteraan dan stabilitas. 1 Bagian 1: Pengantar – Strategi Nasional Akses Hukum dan Keadilan Mengkonsolidasikan kebijakan pemerintah Indonesia mengenai akses terhadap hukum dan keadilan menjadi strategi nasional yang jelas, koheren dan diikuti dengan rencana kerja diharapkan akan (i) membangun lembaga hukum yang lebih kuat; (ii) menanggulangi kemiskinan dan memberdayakan masyarakat agar mampu mengeloa kehidupannya sendiri; serta, pada gilirannya, (iii) memperkuat kemanan nasional. Sebuah strategi nasional akses terhadap hukum dan keadilan akan melengkapi berbagai upaya refromasi lembaga hukum yang sedang berjalan. Meskipun penguatan terhadap sektor keadilan formal merupakan aspek penting dalam mendorong akses hukum dan keadilan, berbagai upaya tersebut belum bisa optimal jika masyarakat sendiri belum memiliki kesadaran atas hak-hak mereka, atau mengakses lembaga-lembaga hukum akibat hambatan geografis, finansial atau pengetahuan. Penguatan akses keadilan juga harus mempertimbangkan fakta bahwa proses penyelesaian sengketa di masyarakat pada umumnya diselesaikan melalui mekanisme informal. Dengan kata lain, reformasi keadilan yang komprehensif mengandaikan adanya dua strategi yang dijalankan bersamaan yang menghubungkan antara reformasi kelembagaan dari tingkat pusat (supply) dan aspirasi dari masyarakat untuk mendapat akses dan pelayanan hukum yang lebih baik (demand). Strategi tersebut diyakini dapat membawa keadilan lebih dekat bagi masyarakat. Pendekatan tersebut akan menjawab persoalan rendahnya kepercayaan dan bias hukum sebagaimana persepsi banyak orang, terutama oleh masyarakat miskin, saat berupaya mencari keadilan. Strategi nasional akan menyediakan kerangka kerja yang kuat untuk “mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia,” –salah satu mandat yang ditegaskan dalam Undang Undang Dasar 1945. Kertas kerja ini ditujukan untuk merumuskan beberapa pilihan sebagai pertimbangan bagi Kelompok Kerja Strategi Akses Keadilan di tingkat nasional. Kertas kerja ini disusun dengan struktur sebagai berikut: • • • • • •
Bagian 1: Pengantar Bagian 2: Definisi Akses hukum dan keadilan Bagian 3: Kerangka hukum Bagian 4: Dasar pemikiran strategi nasional akses hukum dan keadilan Bagian 5: Rekomendasi strategi Bagian 6: Implikasi dan Tantangan
Bagian 2: Definisi Akses Hukum dan Keadilan 1
Peraturan Presiden No.7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2004-09), bagian 9.
1
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
Definisi Akses hukum dan keadilan yang diusulkan dalam kertas kerja ini adalah: Akses bagi masyarakat, khususnya bagi kelompok miskin terhadap mekanisme yang adil, efektif dan akuntabel untuk melindungi hak, menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan penyelesaian konflik. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan masyarakat untuk memperoleh dan mendapatkan penyelesaian melalui mekanisme formal dan informal dalam sistem hukum, serta kemampuan untuk memperoleh dan terlibat dalam proses pembuatan dan penerapan dan pelembagaan hukum. (Access by people, in particular from poor and disadvantaged groups to fair, effective and accountable mechanisms for the protection of rights, control of abuse of power and resolution of conflicts. This includes the ability of people to seek and obtain a remedy through formal and informal justice systems, and the ability to seek and exercise influence on law-making and law-implementing processes and institutions). 2
Definisi yang luas dan lengkap tersebut mencakup kerangka hukum, kelembagaan dan budaya hukum. Aspek utama dalam definisi di atas akan dijabarkan lebih lanjut pada bagian 5 dibawah ini. Bagian 3: Kerangka Hukum untuk Strategi Nasional Akses terhadap Hukum dan Keadilan Terdapat dasar hukum yang kuat dalam peraturan perundangan di Indonesia bagi pengembangan strategi nasional akses hukum dan keadilan: • • • •
UUD 1945 – Pasal 28D (1) yang menyatakan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum dan kesetaraan di muka hukum.” UU 12/2005 yang menegaskan konvensi internasional mengenai Hak Sipil dan Politik, menjadi payung hukum bagi persidangan yang adil, perlakuan yang sama di muka pengadilan, hak atas bantuan hukum, hak banding dsb. UU 7/1984 yang menegaskan konvensi internasional mengenai Pengurangan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, menjamin perlindungan hukum dan kebebasan atas diskriminasi perempuan. PP No.7/2005 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2004-09) menegaskan peran penting akses hukum dan keadilan dalam menjembatani kepentingan ekonomi dan pembangunan sosial nasional, menggarisbawahi upaya “keadilan dan demokrasi Indonesia” sebagai satu dari tiga agenda pembangunan.
Bagian 4: Dasar Pemikiran Strategi Nasional Akses Hukum dan Keadilan Terdapat tiga dasar pemikian utama unutk mengkonsolidasikan kebijakan pemerintah dan peraturan hukum dalam sebuah strategi nasional yang jelas dan koheren: 1. Reformasi Kelembagaan: reformasi kelembagaan seharusnya responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Sebuah strategi nasional akan menghubungkan permintaan masyarakat akan pelayanan hukum yang lebih baik guna menjawab kebutuhan segenap masyarakat Indonesia, mencakup lembaga keadilan formal dan informal. 2
Partly based on Bedner (2004), ‘Towards Meaningful Rule of Law Research: An Elementary Approach’, MS Unpublished, VVI, Leiden; and UNDP (n.d.), ‘Access to Justice Practitioner Guide’.
2
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
2. Keadilan & Kemiskinan: meningkatkan akses hukum dan keadilan akan melengkapi upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. 3. Justice & Security: meningkatkan efektifitas dan kepercayaan terhadap sistem hukum yang pada giliranya dapat mengurangi konflik dan memperbaiki jaminan keamanan masyarakat. 4.1
Reformasi Kelembagaan: Mempertemukan Supply dan Demand
Beberapa tahun terakhir telah terdapat banyak upaya reformasi hukum di sektor lembaga hukum formal (Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Polri). Reformasi kelembagaan tersebut belumlah memadai untuk memperbaiki kepercayaan akan dan akses masyarakat terhadap sektor hukumkarena fokus hanya terhadap sebagian aspek reformasi hukum –sisi suply. Agar bisa lebih efektif, reformasi kelembagaan selayaknya memberi perhatian pula pada dinamika dan kebutuhan publik. Jika abai, reformasi tidak dapat menjawab kebutuhan nyata ‘end users’ –masyarakat Indonesia. Lebih jauh, berfokus semata-mata pada sektor formal justru tidak menyentuh lembagalembaga yang justru paling banyak dipakai para pencari keadilan. Sebagaimana diperlihatkan grafik berikut, sebagian besar sengketa diselesaikan di tingkat lokal di luar lembaga hukum formal. Kepala desa dan tokoh masyarakat merupakan pelaku utama penyelesaian sengketa bagi sebagian besar masyarakat. Pengakuan akan hal ini dapat memperkuat interaksi antara lembaga formal dan mekanisme penyelesaian sengketa di tingkat lokal. Grafik 1: Para Pelaku Penyelesaian Sengketa 3
Village official Informal leaders Police Family or friend Sub-district officials Don’t know Prosecutor Paralegal District officials Lawyer NGO 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Percent reporting
4.2
Peran Akses Hukum dan Keadilan dalam Penanggulangan Kemiskinan
Lemahnya penegakan hukum diakui merupakan hambatan utama bagi keberlanjutan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. 4 Pengakuan yang sama juga terjadi di tingkat 3
Supra 4 at p21.
3
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
internasional – dengan dibentuknya Komisi Pemberdayaan Hukum bagi Masyarakat Miskin (Commision on Legal Empowerment for the Poor) yang dengan jelas menegaskan kuatnya kaitan antara kemiskinan dan absennya perlindungan hukum terhadap kelompok miskin. Penguatan akses hukum dan keadilan secara langsung dapat meningkatkan income dan kesejahteraan kelompok miskin. Kelompok miskin sangat rentan mengalami kemunduran kesejahteraan akibat menjadi korban dari kejahatan, ketidakmampuan melindungi hak atas tanah, atau gagal memperoleh jaminan hak atas warisan atau aset akibat perceraian. Dalam survey nasional terlibat bahwa kelompok miskin, termasuk perempuan, cenderung tidak mengambil tindakan untuk mengatasi masalah hukum yang muncul. 5 Artinya, dengan persoalan hukum yang tidak selesai berdampak serius secara finansial. Peningkatan akses hukum dan keadilan membawa dampak yang sistematis terhadap kemiskinan dimana perbaikan mekanisme pemerintah dalam melayani kepentingan publik dan program penanggulangan kemiskinan. Sebagaimana dicatat dalam World Development Report, “legal institutions play a key role in the distribution of power and rights. They also underpin the forms and functions of other institutions that deliver public services and regulate market practice.” 6 Pada prisipnya, sistem hukum yang efektif dalam menjawab kepentingan masyarakat akan memastikan pemerintahan yang akuntabel dan memperbaiki ketidakseimbangan posisi tawar masyarakat miskin yang mendorong elit menguasai sumberdaya dan melemahkan kelompok miskin. 4.3
Akses Hukum dan Kemanan
Menjaga kemanan masyarakat dan tertib hukum merupakan prioritas pembangunan di Indonesia. 7 Konflik sosial yang meluas yang terjadi pada 7 dari 33 propinsi di Indonesia melahirkan lebih dari satu juta pengungsi dan membawa angka pertumbuhan minus 4 persen pada wilayah yang terkena dampak konflik. 8 Kendati penyebab konflik cukup beragam, sebagian besar penelitian memperlihatkan bahwa kekerasan merupakan akibat dari akumulasi persengketaan ringan yang tidak dikelola secara efektif baik oleh lembaga lokal maupun oleh sektor hukum formal. 9 Hasil Governance and Decentralization Survey (GDS) yang baru diluncurkan dengan jelas menunjukan bagaimana penguatan akses hukum dan keadilan akan berdampak pada peningkatan keamanan. Survey tersebut menunjukan adanya korelasi yang erat antara pengetahuan hukum masyarakat dan pemanfaatan pelayanan lembaga hukum formal, 4
Government of Indonesia Medium-Term Development Plan 2004-2009 (Chap 9-1) draws the link between governance, rule of law and poverty reduction. 5 See McLaughlin & Perdana, “Conflict and Dispute Resolution in Indonesia”, forthcoming, at p15 & The Asia Foundation, Survey Report on Citizen’s Perceptions of the Indonesian Justice Sector, 2001 at p61. 6 World Bank World Development Report 2006: Equity and Development, New York: Oxford University Press, at 156. 7 See the State Address 2007. 8 See World Bank (2005) Project Appraisal Document Support for Poor and Disadvantaged Areas Project 9 See Patrick Barron, Rachael Diprose & Michael Woolcock, Local Conflict and Community Development in Indonesia: Assessing the Impact of the Kecamatan Development Program, mimeo, Development Research Group, The World Bank; ICG Asia Report 19 Communal Violence in Indonesia: Lessons from Kalimantan, June 2001 and ICG Asia Report 31 Indonesia: the Search for Peace in Maluku
4
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
termasuk Kepolisian, dalam menyelesaikan sengketa. Lebih jauh, masyarakat yang sadar akan haknya cenderung untuk percaya bahwa mereka bisa memperoleh hasil akhir yang adil dari lembaga hukum formal, dengan sendirinya mengurangi peningkatan konflik. Survey yang sama juga mendemonstrasikan hubungan antara korupsi/praktek suap oleh aparat pemerintah dan tingkat konflik. 10 Dengan demikian, sistem hukum yang bisa diakses akan mewujudkan pemerintah yang akuntabel, meningkatkan kepercayaan terhadap sistem hukum dan menurunkan resiko konflik. Bagian 5: Rekomendasi Nasional Strategi Akses hukum dan keadilan menjembatani reformasi lembaga hukum dengan akses masyarakat atas lembaga tersebut dengan peningkatan kesadaran akan dan kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum. Definisi akses hukum dan keadilan pada bagian 3 di atas mencakup lima komponen:
1) Kerangka Hukum Normatif
2) Kesadaran Hukum
3) Akses kepada Lembaga
4) Administrasi Hukum yang Efektif
Akses Hukum dan Keadilan
5) Monitoring dan Pengawasan
1. Kerangka hukum normatif (a.l. rangkaian peraturan, prosedur, pelaku dan lembaga) yang mendukung akses hukum dan keadilan. 2. Kesadaran Hukum Legal awareness, menyangkut peraturan,hak, kewajiban dan cara mengakses berbagai alternatif penyelesaian masalah 3. Akses kepada lembaga dimana kelompok miskin dapat menerjemahkan kesadaran hukum dalam upaya nyata 4. Administrasi Hukum yang efektif baik melalui lembaga formal maupun informal 5. Monitoring dan Pengawasan yang akan mendukung transparansi dan akuntabilitas pada 4 area di atas 11 Lima komponen tersebut akan dijabarkan lebih lanjut di bawah ini. 5.1
Penguatan Kerangka Hukum Normatif: Penyediaan Perlindungan Hukum
Kerangka hukum normatif merujuk pada terbentuknya payung hukum yang merumuskan hak dan kewajiban, merefleksikan kebiasaan dan menerima perilaku sosial. Hal ini mencakup hukum negara dan hukum adat dengan 3 elemen: (i) substansi peraturan; (ii) berbagai proses dengan mana peraturan dibuat dan diperbaiki; dan (iii) pelaku dan lembaga yang terlibat dalam penentuan proses dan substansi 10 11
McLaughlin & Perdana, “Conflict and Dispute Resolution in Indonesia”, forthcoming UNDP, Access to Justice Practitioner Guide
5
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
Strategi nasional akses hukum dan keadilan dapat dipakai menyasar pada tiga tantangan utama, dengan sebuah perhatian pada konsistensi dan kualitas peraturan dalam konteks desentralisasi di Indonesia: 1.
2.
3.
5.2
Akses & Partisipasi – rendahnya tingkat kesadaran hukum masyarakat sebagiannya merupakan akibat dari tidak dapat diaksesnya undang-undang dan peraturan. Pemerintah pusat dan daerah seharusnya membuat berbagai peraturan agar dapat diakses, termasuk secara on-line, sesuai dengan Dekrit Presiden 1/2007 mengenai Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan. Berbagai upaya untuk memperbesar partispasi publik dalam proses pembuatan kebijakan perlu dikuatkan. Kualitas – penelitian menunjukan bahwa hanya 15% dari Perda mengatur berhubungan dengan perbaikan pelayanan publik sementara 40% target pajak dan retribusi tidak satupun yang mendorong pemberdayaan kelompok miskin terhadap akses hukum dan keadilan. Kegiatan untuk mendokumentasikan dan mendiseminasikan best practices dan peraturan yang pro-kelompok miskin harus didukung. Harmonisasi – setidaknya 700 dari 10,000 lebih Perda yang disusun sejak Otonomi Daerah ternyata tidak konsisten dengan peraturan di atasnya. Dukungan bagi harmonisasi peraturan akan memperbesar konsistensi dan kepastian hukum. Peningkatan Kesadaran Hukum
Penegakan hak tergantung pada dua hal: kesadaran akan hak dan tahu cara untuk mempertahankannnya. Keterbatasan akan kedua hal tersebut merupakan hambatan besar atas akses hukum dan keadilan, terutama bagi kelompok miskin yang cenderung kurang akan pengetahuan dan kemauan untuk menggunakan sistem hukum formal. Pengetahuan hukum di Indonesia masih rendah; penelitian kuantitatif secara nasional menunjukan bahwa 56% masyarakat tidak dapat menunjukan satu contoh hak yang mereka miliki. Angka tersebut meningkat secara dramatis pada kelompok perempuan (66%) dan bagi responden yang tidak memiliki pendidikan formal (97%). 12 Baik pemerintah maupun LSM bertanggungjawab untuk meningkatkan kesadaran hukum. Meningkatkan Kesadaran Hukum: Pelajaran dari Lapangan Beberapa pelajaran dapat dirumuskan dari berbagai pengalaman penerapan program penyadaran hukum antara lain: 1.
2. 12
Dihubungkan dengan Hak Ekonomi/Persoalan Keseharian: Prgoram penyadaran hukum harus relevan dengan persoalan hidup kelompok sasaran dan terkait dengan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Secara umum program akan berhasil ketika dikaitkan langsung dengan persoalan ekonomi seperti perburuhan, pertanahan, perburuhan dan hak modal usaha. Pentingnya Konteks Lokal: Pengetahuan hukum yang dibutuhkan sangat beragam tergantung pada konteks lokal. Contohnya, hukum perburuhan cenderung lebih
Supra 5 at p.25.
6
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
3.
penting di wilayah urban sementara isu hukum pertanahan merupakan pehatian utama untuk wilayah pedesaan. Pendidikan hukum harus sesuai engan persoalan utama/sengketa yagn terjadi di wilayah-wilayah di Indonesia. (lihat Gambar 2). Kemitraan: menjembatani antara hakim, jaksa dan polisi dengan kelompok masyarakat dapat memperbesar kesadaran hukum masyarakat, meningkatkan kepercayaan publik dan memperbaiki kapasitas aparat hukum dalam merespon kebutuhan masyarakat. Posko bantuan hukum berbasis masyarakat dan paralegal merupakan mekanisme yang efektif untuk menyampaikan pendidikan hukum di tingkat akar rumput.
Figure 2: Jenis Sengketa di Indonesia Criminality Land conflict Inheritance, marriage & divorce Domestic violence Election disputes Abuse of authority Ethnic/Religious conflict 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
percentage
Source GDS Data
5.3
Penyediaan Akses Pada Lembaga yang Tepat
Sebagaimana dinyatakan dalam World Development Report 2006, “people’s legal rights remain theoretical if the institutions charged with enforcing them are inaccessible.” 13 Begitu sebuah sistem hukum melindungi kepentingan kelompok miskin, dan kesadaran hukum meningkat, lembaga-lembaga penyelesaian –baik formal maupun informal, harus segera dapat diakses. Akses yang dimaksud mencakup dimensi sebagai berikut: 1. Akses Fisik: Akses fisik merujuk pada kepastian bahwa lembaga hukum dekat dengan masyarakat pemanfaat dan menyediakan pelayanan yang ramah/mudah dimengerti. Hal ini merupakan tantangan utama mengingat konteks wilayah kepulauan di Indonesia. Beberapa inisiatif seperti mengurangi jadwal persidangan atau mengenalkan pengadilan berjalan bisa jadi merupakah upaya untuk mengatasi masalah geografis. 13
Supra 4.
7
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
2. Akses Pembiayaan: biaya untuk mengakses lembaga hukum baik biaya langsung (filing fee) tidak langsung (transportasi) atau ilegal (suap/’uang pelicin’) merupakan hambatan besar bagi kelompok miskin untuk dapat mengakses sistem hukum (lihat Box 1) 3. Pelayanan Hukum yang Baik: kelompok miskin dan marginal harus diperlakukan dengan baik ketika mereka memutuskan untuk memakai lembaga formal. Melakukan survey publik mungkin dapat membantu peningkatan pelayanan masyarakat. 4. Akses terhadap Mekanisme Penyelesaian Sengketa Alternatif: Sebagian besar masyarakat menyelesaikan sengketa melalui mediasi dan arbritasi melalui sistem informal yang ada di tingkat desa (Kepala Desa, tokoh agama, lembaga adat). 14 Kendati secara fisik lebih mudah diakses dan cenderung disukai, mekanisme informal seringkali mencerminkan ketidakseimbangan posisi tawar yang ada di masyarakat –yang berakibat pada dikompromikannya kepentingan kelompok miskin, perempuan atau etnis minoritas. Dalam strategi nasional akses hukum dan keadilan seharusnya ditekankan penguatan kualitas dan keterbukaan dalam lembaga atau pelaku penyelesaian sengketa alternatif. Box 1: Persoalan Akses dan Dampak terhadap Kelompok Miskin Seluruh persoalan akses membawa dampak merugikan bagi kelompok miskin. Penelitian mengenai interaksi dengan Pengadilan Agama oleh perempuan kepala keluarga menunjukan bahwa jarak rata-rata ke pengadilan agama adalah 20km dari tempat tinggal mereka dimana responden umum lain tinggal dalam jarak 10km. Dari sisi pembiayaan, biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi panggilan sidang adalah 45 – 90% dari rata-rata pendapatan mereka perbulan. Sementara transport sekali jalan untuk sidang bagi perempua kepala keluarga rata-rata sebesar 8% dari pendapatan perbulan dibanding dengan ongkos yang sama bagi responden lain yang kurang dari 1% pendapatan perbulan. 15 Kelompok ini juga cenderung lebih merasa terindimidasi dengan proses hukum serta menghadapi tantangan bahasa. Demikian pula, sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, akses terhadap lembaga informal juga menghadirkan tantangan tersendiri bagi anggota kelompok miskin.
5.4
Memperbaiki Efektifitas Administrasi Hukum
Elemen lain yang penting dalam strategi akses hukum dan keadilan adalah kinerja lembaga hukum formal. Masyarakat seharusnya percaya bahwa kinerja lembaga hukum adalah efesien, netral dan profesional. Lembaga hukum harus menerapan peraturan prosedur yag konsisten dan setara bagi berbagai status sosial masyarakat. Hal ini penting tidak hanya untuk menjamin kepuasan atas hasil akhir proses hukum untuk setiap kasus tapi juga untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum. Program reformasi hukum dan peradilan selama ini memang berfokus pada elemen ini: memperbaiki infrastruktur, training bagi aparat hukum dan perbaikan manajemen kasus.
14
Supra 8 at 16. Village officials and informal village leaders are viewed as key dispute resolution actors by over 75% of respondents. 15 Provisional findings of an AusAID survey on access to the Religious Courts.
8
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
Tantangan terbesar dalam hal administrasi hukum adalah terbataskan informasi yang terbuka atas kinerja peradilan. Seperti ditekankan dalam blue-print Mahkamah Agung, agenda survey Pengadilan Negeri secara nasional untuk mendukung efektifitas dan penanganan lembaga hukum sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan mengurangi kesenjangan tersebut. Dengan cara mendata kondisi dan kinerja Pengadilan Negeri, penelitian serupa dapat: • • •
Membangun data base mengenai kondisi dan kinerja lembaga hukum, yang dapat diperbaharui secara reguler serta dapat diakses oleh publik; Membangun jaringan kerja kelompok masyarakat sipil yang berkerja sama dengan lembaga penegak hukum akan mendukung adanya data base dan pengumpulan data, serta Perumusan data dalam anggaran pokok untuk setiap lembaga penegak hukum sesuai dengan kebutuhannya
5.5 Penguatan Penegakan Hukum dan Mekanisme Pengawasan Meskipun persoalan hukum telah diselesaikan dengan efektif, masih terdapat banyak sekali kasus dimana keputusan/vonis tidak dilaksanakan. Hal ini kerap terjadi baik pada lembaga formal maupun informal, yang akibatnya menurunkan derajat kepercayaan publik terhadap lembaga hukum. Administrasi yang efektif juga tergantung pada tersedianya jaminan mekanisme akuntabilitas yang memadai. Salah satu contoh penguatan akuntabilitas adalah program anti-korupsi dan penguatan mekanisme pengawasan eksternal seperti LSM pemantau peradilan. Penelitian Korupsi Pemerintahan di Tingkat Lokal mengindikasikan bahwa pengawasan publik yang luas atas prosedur pengadilan memainkan peranan penting untuk menjamin progres penanganan kasus korupsi pemerintah daerah oleh lembaga penegak hukum. 16 . Bagian 6: Membangun Strategi: Implikasi dan Tantangan Lima pilar definisi akses hukum dan keadilan membawa dua implikasi dan tantangan pokok: luas cakupan dan skala. 6.1
Luas Cakupan
Bekerja pada Seluruh Lima Elemen Penguatan akses bagi kelompok miskin dan marjinal mencakup soal ketidak-seimbangan posisi tawar. Penguatan setiap komponen dari lime elemen di atas secara esensial adalah mengubah dinamika kekuasaan yang menjadi penyebab diabaikannya perlindungan hukum kelompok miskin. Setiap elemen sama pentingnya sehingga harus dikerjakan secara bersamaan. Sebagaimana ditunjukan pada contoh berikut, penguatan salah satu elemen akan mendorong pada tuntutan akan perbaikan pada elemen yang lain.
16
Taufik Rinaldi, Dewi Damayanti & Marini Purnomo (2007) Combating Corruption in a Decentralized Indonesia; World Bank: Jakarta
9
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
Tuntutan akan Pemerintahan yang Lebih Baik: Pendidikan Hukum mengarah pada Perbaikan Pelayanan Justice for the Poor, bekerjasama dengan PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga) melakukan program percontohan Pemberdayaan Hukum Perempuan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan NTB. Program tersebut melakukan pendidikan hukum untuk perempuan kepala keluarga sesuai dengan persoalan hukum yang mereka hadapi: kekerasan dalam rumah tangga, pernikahan, warisan, perceraian dan hak-hak yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan anak. Informasi hukum disediakan oleh kader huum yang dilatih dengan dukungan dari fasilitator. Pengetahuan hukum menumbuhkan permintaan akan pelayanan hukum dan pemerintah yang lebih baik. Misalnya, ketika menyadari pentingnya identitas hukum, kelompok perempuan tersebut menuntut dikeluarkannya akte kelahiran gratis bagi anak mereka. Mereka juga menuntut akses yang lebih baik terhadap Pengadilan Agama untuk menegaskan status perkawinan atau penyelesaian perceraian. Di atas berbagai persoalan tersebut, akses sangat terbatas akibat sumberdaya keuangan (rata-rata pendapatan anggota PEKKA hanya ¼ dari rata-rata responden umum); geografis dan rasa takut (karena tidak mengetahui prosedur). Guna menjawab persoalan tersebut, program membentuk sebuah multi-stakeholder forum (MSF) yang terdiri dari perwakilan dari aparat hukum dan pemerintah daerah. MSF melakukan pertemuan dengan kelompok PEKKA secara teratur,menyediakan informasi, mendengarkan dan menjawab keluhan dan persoalan mereka. Tuntutan mulai ditanggapi dengan berbagai tingkat keberhasilan. Akte kelahiran CumaCuma telah dijanjikan bagi kelompok PEKKA di Cianjur. Pengadilan Agama secara aktif membahas kemungkinan untuk melakukan mobile court, sehingga mereka lebih mudah diakses oleh kelompok miskin. Kader hukum mendampingi perempuan dalam mengajukan petisi. Kelompok perempuan menyatakan bahwa pertemuan teratur dengan MSF telah menurunkan kekhawatiran mereka untuk berurusan dengan proses hukum.
Bekerja dalam Kerangka Hukum dan Lembaga Negara - Non-Negara Strategi nasional harus merumuskan aktifitas konkrit dalam mendukung akses baik terhadap lembaga formal maupun informal termasuk kerangka hukumnya. Baik konstitusi 17 dan perangkat hukum lain 18 mengakui bahwa adat memiliki peran penting dalam penyelesaian sengketa di Indonesia. Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, lemabga informal lebih populer dibanding lembaga formal, kendati mengalami berbagai persoalan. Kelompok perempuan dan etnis minoritas dan kelompok agama mengalami kendala serius dalam memperoleh keadilan melalui mekanisme informal. Lebih jauh, dalam sebuah negara yang sangat plural seperti Indonesia, mekanisme formal dan informal berinteraksi satu sama lain. Norma adat dan hukum negara mengalami benturan, memunculkan ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum. Dukungan terhadap mekanisme informal tertuang dalam RPJM (2004-09) yang menegaskan penghargaan dan penguatan hukum adat merupakan tujuan pokok kebijakan pemerintah. 19 Peraturan Pemerintah 72/2005 tentang Desa memberi otoritas kepala desa bersama dengan lembaga adat untuk 17
Art 18(2) Constitution of Republic of Indonesia, 1945. See for example Ch 9 of the National Medium Term Development Plan, 2004-09 and Government Regulation 72/2005 on the Village. 19 Presidential Decree 7/2005 on the Medium-Term Development Plan 2004-2009, Chapter 9. 18
10
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
menyelesaikan sengketa dengan keputusan yang mengikat. 20 Meski demikian, peraturan tersebut masih mendua. Strategi nasional dapat membantu menuntaskan ketidakjelasan dengan cara melakukan klarifikasi menyangkut yurisdiksi formal dan informal secara tepat. 6.2 Menjawab Persoalan Wilayah Kerja Unsur dalam strategi akses hukum dan keadilan sangat luas mencakup institusi desa, sektor hukum formal dan masyarakat secara umum. Situasi menghadirkan tantangan utama dalam hal menerjemahkan sebuah strategi dari sebuah dokumen aspirasi ke dalam tindak lanjut yang nyata. Kertas kerja ini menawarkan dua strategi untuk menjawab persoalan wilayah kerja. 1. Pelibatan Pemerintah Pusat dan Daerah: Pentingnya komitmen pemerintah pusat sudah sangat jelas, hampir seluruh sektor formal masih dikelola secara terpusat kendati adanya kebijakan desentralisasi. Panduan dari tingkat nasional dengan demikian akan berdampak pada kinerja berbagai lembaga seperti pengadilan, kejaksaan dan kepolisian di tingkat lokal. Pemerintah Daerah, bagaimanapun, memegang peranan penting. Desentralisasi memberikan pemerintah daerah sebuah peran penting dalam merumuskan kerangka hukum. Karena itu, strategi nasional harus menyadari peranan pemerintah daerah yang semakin besar serta mendukung upaya peningkatan kualitas peraturan daerah dan konsistensinya dengan kerangka hukum di tingkat nasional. Pemerintah daerah juga berperan aktif dalam penguatan akses hukum dan keadilan seperti penyediaan dana bagi bantuan hukum, perbaikan akses terhadap dokumen hukum seperti kartu identitas dan akte kelahiran serta melakukan kampanye sosialisasi peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Meskipun terdapat beberapa contoh dari pelaksanaan kegiatan di atas, namun masih sangat terbatas. Strategi nasional ini harus melibatkan dan mendorong Pemerintah Daerah untuk membuat contoh yang lebih banyak lagi. 2. Pengarus-utamaan Akses Hukum dan Keadilan melalui Program Penanggulangan Kemiskinan: Sebagaimana diuraikan sebelumnya, penguatan akses hukum dan keadilan sangat terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan. Pengarus-utamaan akses hukum dan keadilan dalam program-program penanggulangan kemiskinan membawa dampak yang saling menguatkan. Peningkatan kesadaran hukum dan pebaikan akses dan kualitas mekanisme penyelesaian sengketa bagi kelompok sasaran program dapat memperkuat pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Seperti dicontohkan pada di bawah terlihat bahwa hal ini sangat relevan dengan program pemberdayaan masyarakat. Pemerintah Indonesia telah memulai proses integrasi akses hukum dan keadilan dalam dua wilayah propinsi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Perluasan lebih lanjut atas pendekatan ini melalui PNPM Mandiri akan menghadirkan kesempatan untuk mengkonsolidasikan hubungan antara akses hukum dan keadilan dengan penanggulangan kemiskinan pada skala nasional. Rehngena Purba (2004) “Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Alternatif Kajian Pada Masyarakat Karo”, paper presented at Universitas Karo, 1 July 2004, at p. 22 20
11
A Framework for Strengthening Access to Justice in Indonesia
Box 3: PNPM dan Akses Hukum dan Keadilan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) bertujuan untuk menanggulangi kemisikinan dan menciptakan peluang kerja melalui pemberdayaan masyarakat. Program ini berfokus pada perbaikan aspek ekonomi sekaligus kualitas kesejahteraan sosial melalui pemberian bantuan kepada masyarakat dan penambahan aktifitas pemberdayaan termasuk elemen keadilan sosial. Program Pemberdayaan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK/SPADA) merupakan satu dari 4 program inti PNPM. P2DTK bertujuan untuk memperkuat pemerintahan, mendukung pertumbuhan dan perbaikan pelayanan publik pada 100 kabupaten termiskin di Indonesia. Di Aceh dan Maluku, P2DTK mencakup komponen Mediasi dan Pemberdayaan Hukum Masyarakat (MPHM). Memasukan komponen hukum dalam program menandai adanya pengakuan bahwa penyelesaian masalah hukum dan dukungan bagi penguatan penyelesaian sengketa adalah sangat penting dalam program pembangunan masyarakat. Komponen MPHM akan berfokus pada peningkatan kesadaran hukum anggota masyarakat dan memberi dukungan dalam penanganan masalah di tingkat lokal. Hal ini mencakup baik penanganan masalah terkait dengan pelaksanaan program, termasuk korupsi dan penggelapan. Dengan demikian, MPHM akan meningkatkan akuntabilitas dalam program pemberdayaan dan membantu untuk memastikan bahwa pengaduan masyarakat yang ditangani dengan baik akan mengurangi peluang masalah tersebut berkembang menjadi konflik dalam skala luas.
Pengarus-utamaan kegiatan akses hukum dan keadilan dalam program penanggulangan kemiskinan juga memperkuat capaian akhir dari strategi akses hukum itu sendiri. Menghubungkan program kesadaran hukum, misalnya, dengan program pemberdayaan membuka akses langsung bagi kelompok target seperti perempuan dan pengungsi. Lebih jauh, hal itu akan memperkuat komitmen akan pentingnya program serta keberlanjutan. Strategi nasional dapat menekankan huungan tersebut dan memberi dorongan pada pemerintah dan lembaga donor yang bekerja di bidang penanggulangan kemiskinan untuk mengintegrasikan komponen akses hukum dan keadilan dalam program-program yang mereka jalankan.
12