Akses Terhadap Keadilan dalam Rencana Pembangunan Indonesia
Tujuan Akses thd Keadilan •
melindungi dan memperkuat mereka yang miskin, lemah dan tertindas
•
memberi mereka pintu untuk bisa masuk ke dalam pengadilan (serta institusi penyelesaian sengketa lainnya)
•
memberi mereka kesempatan untuk bersuara dan merebut kembali haknya
•
memberi mereka “senjata” untuk melawan para penindas yang biasanya adalah perusahaan/korporasi, lembaga pemerintah dan pejabat negara dan tuan tanah.
(Lawrence M. Friedman, 2009)
Tujuan Akses thd Keadilan •
memperbaiki proses legal,
•
terciptanya kehidupan masyarakat miskin yang lebih baik
•
membebaskan mereka dari kemiskinan.
(Deborah L. Rhode, 2009)
Aspek-Aspek A2J •
A. Kerangka hukum normatif
•
B. Kesadaran dan pengetahuan hukum
•
C. Pendampingan dan bantuan hukum
•
D. Institusi resolusi konflik
•
E. Penegakan hasil keputusan dan kepastian hukum
•
F. Relasi kekuasaan
Tujuan Pembangunan Hukum RPJMN 2015-2019 memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya Sub-agenda prioritas pembangunan hukum yaitu: 1. Meningkatkan Penegakan Hukum yang Berkeadilan; 2. Mencegah dan Memberantas Korupsi; 3. Memberantas Tindakan Penebangan Liar, Perikanan Liar, dan Penambangan Liar; 4. Memberantas Narkoba dan Psikotropika; 5. Menjamin Kepastian Hukum Hak Kepemilikan Tanah; dan 6. Melindungi Anak, Perempuan, dan Kelompok Marjinal.
Kerangka hukum normatif Masih perlu diperjelas arahnya agar supaya “upaya penguatan dan sinkronisasi peraturan perundangundangan”: •
mempertegas jaminan dan perlindungan atas hak asasi manusia, serta benar-benar dimaksudkan untuk mencapai rule of law.
•
tidak semrawut dan tumpang tindih,
•
tidak lagi yang bersifat samar-samar dan menguntungkan kelompok yang lebih kuat.
Kesadaran dan pengetahuan hukum •
Masih terbatas pada sosialisasi mengenai adanya bantuan hukum yang diberikan kepada rakyat miskin/marjinal berdasarkan UU No. 16 Tahun 2011.
•
Masih belum terlihat adanya program yang memberikan pendidikan bagi rakyat untuk dapat menyadari ketidakadilan yang dialaminya.
•
Persoalan kesadaran hukum warga negara lebih banyak dilihat dalam perspektif bahwa rakyat harus sadar akan adanya hukum yang harus mereka taati, bukan pada kesadaran rakyat mengenai hak mereka sebagai warga negara.
Pendampingan dan bantuan hukum •
Perlu ada penekanan dan alokasi sumber daya yang lebih besar agar program bantuan hukum juga mencakup pendidikan mengenai hak sebagai warga negara,
•
Perlu rumusan agenda yang jelas untuk dapat memperluas jangkauan dan persebaran layanan bantuan hukum, mengingat rakyat miskin dan marjinal tidak hanya terkonsentrasi di ibukota provinsi ataupun wilayah perkotaan.
Institusi resolusi konflik •
Hanya fokus pada lembaga formal resolusi konflik, yaitu sistem peradilan.
•
Bentuk program berupa peningkatan kualitas aparat, transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan, koordinasi antar institusi, serta mekanisme kontrol internal dan eksternal.
•
Ada kesadaran bahwa institusi penegak hukum kita masih korup dan potensial melakukan pelanggaran HAM (dalam Arah Kebijakan tentang HAM, diakui bahwa “Pelanggar HAM terbanyak adalah aparat penegak hukum, yakni Kepolisian”)
•
Ada rumusan untuk memberikan perhatian yang serius dan hukuman yang lebih berat terhadap kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum sebagai pelaku, serta pendidikan HAM bagi aparat penegak hukum.
Penegakan hasil keputusan dan kepastian hukum •
Komitmen untuk menjamin hal tersebut masih lemah.
•
Secara normatif, komitmen untuk memastikan pelaksanaan dan penegakan hasil putusan hanya terlihat, inipun tidak secara langsung, dalam kaitannya dengan pemberantasan mafia hukum.
•
Komitmen secara eksplisit untuk memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi mereka yang mengalami ketidakadilan hanya ada di dalam konteks penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
•
Belum ada agenda pembangunan hukum yang memberi ruang ganti rugi yang memadai sekaligus sebagai bentuk kontrol terhadap aparat penegak hukum untuk tidak terperosok ke dalam miscarriage of justice.
Relasi Kekuasaan •
Tidak terlihat upaya kongkrit untuk mengubah relasi kekuasaan yang ada.
•
Dalam Arah Kebijakan mengenai hukum perdata, ada kecenderungan untuk fokus pada pembangunan hukum yang berkaitan dengan ekonomi (dunia usaha dan industri) yang akan lebih menguntungkan pemilik modal berupa komitmen untuk memberikan kepastian investasi.
•
Semestinya agenda pembangunan hukum perdata (civil law) fokus pada penguatan kapasitas hukum masyarakat miskin dan marjinal di wilayah perdata, karena pada wilayah inilah mereka mangalami ketidakadilan sosial dan ekonomi.
Kesimpulan •
Agenda pembangunan yang terdapat dalam RPJMN 2015-2019 memang belum secara utuh memenuhi unsur-unsur dasar bagi tercapainya akses terhadap keadilan.
•
Pembangunan hukum yang berdasar pada legal empowerment dan akses terhadap keadilan bagi rakyat miskin (Goal 16 - SDGs) akan lebih banyak memberikan referensi dan perbandingan (benchmarking).