Pengaruh Pembangunan Keuangan Perbankan Dan Akses Keuangan Perbankan Terhadap Kemiskinan Di Indonesia Impact of Banking Financial Development and Banking Financial Access towards Poverty in Indonesia Laura Grace Gabriella*1 Miranda Swaray Goeltom Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Abstract. Economic development which done by the developing countries has increased income per capita, otherwise it also creates inequality in economic. Financial sector has been successful to boost economic development in order to reduce poverty in Indonesia. However, based on empirical findings, inequality is also increased by the financial development. This research found that regions with high financial access make a lower inequality because of financial development. Therefore, it needs an inclusive financial system which can benefit every people when using financial service. Key words: Financial system, financial development, financial inclusion, poverty alleviation JEL classifications:
PENDAHULUAN Kemiskinan telah menjadi pokok permasalahan utama yang ditangani dalam pembangunan ekonomi. Setelah perang dunia kedua, negara-negara berkembang berusaha mengejar pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator utama pembangunan mereka. Namun, pada kenyataannya banyak negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi menghasilkan tingkat kemiskinan yang tinggi juga. Indonesia termasuk salah satu negara berkembang yang masih memiliki tingkat kemiskinan rata-rata 17,2 persen sedangkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 4,8 persen selama periode 1999-2010.
*Alamat
korespondensi:
[email protected]
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Gambar 1.1 Indikator Makroekonomi dan Kemiskinan Indonesia Sumber: World Development Indicator, diolah oleh penulis Pembangunan ekonomi sangat terkait juga dengan masalah pemerataan pendapatan. Ukuran dari ketidakmerataan yang umum dipakai adalah gini koefisien. Berdasarkan data BPS, gini koefisien Indonesia pada tahun 2010 termasuk dalam tingkat menengah, yaitu 0,38. Berdasarkan gambar 1.1, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat selama 10 tahun terakhir, namun hal itu disertai juga dengan tingkat ketidakmerataan yang semakin tinggi. Berbagai literatur telah mengkaji berbagai upaya dalam mengatasi lingkaran kemiskinan, serta cara untuk mempercepat pemerataan tersebut. Hal itu dapat ditempuh melalui pembangunan keuangan (financial development). Teori pembangunan pada awalnya hanya berfokus pada pembangunan dari tenaga kerja, modal, dan sumber daya alam, namun kini pembangunan ekonomi juga sudah mulai memperhitungkan pengaruh keuangan. Gambar 1.2 menunjukkan bahwa sektor keuangan Indonesia terus berkembang. Jumlah mata uang terjaga stabil oleh Bank Indonesia, dan untuk menjaga kestabilan harga nilai M2 berangsung menurun hingga tahun 2010. Pada sisi lain jumlah tabungan domestik terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah kredit yang disalurkan oleh Bank. Tabungan domestik yang meningkat sesuai dengan teori ekonomi klasik yang mengatakan bahwa kenaikan tabungan akan meningkatkan investasi yang kemudian meningkatkan produksi nasional (PDB). Kredit kepada sektor swasta khususnya juga terus mengalami peningkatan porsinya dari keseluruhan kredit yang disalurkan oleh perbankan. Hal ini tentunya signifikan terhadap keseluruhan sistem keuangan karena pada tahun 2010 sebanyak 80 persen sistem keuangan didominasi perbankan.
Gambar 1.2 Ukuran Pembangunan Keuangan di Indonesia Sumber: World Development Indicator Perkembangan perbankan Indonesia cukup baik dengan tingkat pertambahan asset dari masyarakat yang terus meningkat dengan rata-rata 22.6 persen sepanjang tahun 19902009. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak potensi pertumbuhan ekonomi yang bisa dilakukan melalui peningkatan akses keuangan bagi masyarakat secara lebih luas.
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan sektor keuangan (Beck, Demirgüç-Kunt, & Levine, 2004). Sektor keuangan berperan penting dalam mengalokasikan sumber dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana kepada pihak lain secara efisien. Selanjutnya beberapa penelitian lanjutan telah berhasil membuktikan bahwa pembangunan keuangan akan membantu mengurangi kemiskinan (Beck, et al 2007). Perubahan tersebut sangat terkait dengan sistem keuangan yang berhubungan dengan masyarakat miskin. Jumlah penduduk dewasa yang menggunakan jasa keuangan formal di negara maju relatif lebih tinggi dari negara berkembang. Lebih dari setengah penduduk negara berkembang tidak menggunakan jasa keuangan formal, sedangkan di negara maju lebih dari 90 persen penduduk dewasa sudah menggunakan jasa keuangan. Berdasarkan data AFI pada tahun 2009, jumlah penduduk usia kerja dunia yang tidak menggunakan jasa keuangan formal adalah sebanyak 2,5 miliyar penduduk. Sedangkan 62 persen dari penduduk tersebut itu tinggal di daerah Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah, dimana 800 juta penduduk hidup dengan pendapatan kurang dari $ 5 per hari. Kendall, et al (2010) mendapatkan perkiraan bahwa terdapat sebanyak 6,2 miliyar akun bank di seluruh dunia, dengan rata-rata 3,2 akun untuk setiap individu di negara maju dan 81 persen penduduk dewasa memiliki akun bank. Hal ini berbanding terbalik dengan negara berkembang, dimana hanya 0,9 akun per individu, dengan sekitar 28 persen penduduk saja yang memiliki akun bank. Pembangunan keuangan (financial development) yang diikuti dengan peningkatan akses kepada sektor keuangan membantu masyarakat untuk mengubah kegiatan produksi dan jenis pekerjaan sehingga membantu mengeluarkan masyarakat miskin dari kemiskinan (Banerjee dan Newman 1993; Aghion dan Bolton 1997, Banerjee 2001). Tanpa adanya sistem keuangan yang memudahkan masyarakat miskin untuk mendapatkan akses, masyarakat miskin dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan sangat mengandalkan tabungan dan pendapatan mereka yang terbatas untuk melakukan investasi pada pendidikan atau wirasusaha. Sektor keuangan yang menimbulkan kompetisi, insentif kepada setiap individu, dan mengurangi penghalang dari akses, akan sangat berguna bukan hanya untuk menjaga stabilitas, tetapi juga untuk pertumbuhan, mengurangi kemiskinan, dan pendistribusian sumber daya serta kapasitas yang lebih seimbang (Kunt, 2008). Namun, risiko yang dihadapi oleh lembaga keuangan ketika memberikan dana kepada masyarakat miskin menyebabkan adanya suatu biaya bagi pinjaman tersebut. Kelompok miskin memiliki risiko yang sangat besar akibat assymetric information, sehingga bank cenderung memberikan biaya yang besar akibat risiko tersebut. Hal tersebut tercermin dari tabel 1.2 dimana suku bunga pinjaman yang dikenakan bank masih sangat tinggi dibandingkan suku bunga tabungan. Perbankan Indonesia juga memiliki spread yang tinggi sekitar 6 persen, jauh lebih tinggi disbanding spread negara ASEAN lain yang hanya sekitar 2 persen. Ketidakefisienan perbankan juga menyebabkan transaction cost yang tinggi bagi masyarakat, sehingga perbankan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat miskin. Lebih lanjut, masyarakat miskin juga tidak memiliki agunan untuk menjadi jaminan dari pinjaman mereka. Permasalahan lain yang dihadapi adalah minimnya jumlah lembaga keuangan yang dibuat di wilayah miskin karena besarnya biaya untuk membuka cabang. Sehingga pada umumnya faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat miskin mengalami kesulitan memperoleh akses keuangan, antara lain: (1) Biaya keuangan yang besar, seperti biaya administrasi maupun bunga pinjaman bank, (2) Non-price barrier, seperti kurangnya financial literacy, infrastruktur keuangan yang lemah, dan kurangnya
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
informasi. Berbagai permasalahan tersebut secara langsung menyebabkan pembatasan akses masyarakat miskin terhadap jasa keuangan, atau yang disebut financial exclusion. Beck et al (2008) menyatakan financial exclusion sebagai penghambat dalam pembangunan. Berbagai negara dan lembaga pembangunan internasional seperti World Bank, IMF, dan ADB pada beberapa tahun terakhir telah membuat kajian yang lebih mendalam mengenai upaya peningkatan akses keuangan bagi kelompok miskin, atau yang dikenal dengan financial inclusion. Tujuan dari financial inclusion bukan hanya untuk memberikan bantuan jangka pendek sehingga mengurangi rasio penduduk miskin atau menambah rasio akses terhadap perbankan saja, tetapi untuk mencapai ekonomi yang berkelanjutan dimana masyarakat dapat mengelola keuangan mereka secara mandiri sekaligus meningkatkan pendapatan mereka Bank Indonesia tahun 2010 menyatakan bahwa penduduk usia kerja Indonesia adalah sebanyak 64 persen, sedangkan 48 persen di antaranya masih belum terhubung dengan jasa keuangan formal. Johnston Jr. & Morduch (2008) melakukan analisa mengenai akses keuangan dari 1.438 rumah tangga miskin di enam provinsi di Indonesia, menemukan bahwa terdapat 40 persen lebih rumah tangga yang memenuhi kriteria untuk melakukan pinjaman kepada bank perkreditan maupun lembaga keuangan formal lainnya. Namun pada kenyataannya, hanya kurang dari 10 persen yang melakukan pinjaman tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa lebih dalam mengenai partisipasi seluruh kelompok masyarakat dalam memanfaatkan sektor keuangan dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini akan membuktikan bahwa financial development dapat mengurangi kemiskinan di tingkat regional. Dengan demikian penduduk miskin yang selama ini mengalami financial exclusion diharapkan dapat memberi kontribusi yang signifikan setelah dilakukan upaya untuk mendapatkan akses keuangan, sehingga tingkat kemiskinan akan berkurang, dan pertumbuhan ekonomi akan lebih berkelanjutan. Dengan demikian penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu: (1) Apakah financial development dapat mengurangi kemiskinan dan ketidakmerataan pendapatan di Indonesia? (2) Bagaimanakah dampak akses keuangan terhadap pengurangan kemiskinan? (3) Apa kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah yang bisa diterapkan untuk mendukung pelaksanaan financial inclusion (ekonomi dan non ekonomi) di Indonesia? Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dibuat suatu hipotesa bahwa adanya financial development akan mengurangi kemiskinan baik secara jumlah maupun secara ketidakmerataan. Adanya akses pada sektor keuangan akan menyebabkan manfaat dari financial development dapat dirasakan pada seluruh lapisan masyarakat sehingga kemiskinan dan ketidakmerataan juga akan semakin berkurang. Dengan demikian kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan deregulasi terhadap sektor keuangan yang menunjang pelaksanaan financial inclusion. Penelitian ini akan dibagi menjadi lima bagian besar, yaitu: Bagian pertama ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, hipotesis penelitian, metodologi penelitian, kerangka pemikiran serta sistematika penulisan. Bagian kedua akan berisi teori-teori yang membahas mengenai keterkaitan financial development dan akses keuangan dengan pengentasan kemiskinan, dan hasil penelitian sebelumnya. Bagian ketiga akan berisi sumber data, model penelitian, identifikasi model, dan metode analisisi data guna membuktikan hubungan financial development terhadap pengentasan kemiskinan. Bagian keempat akan berisi hasil-hasil pengujian terhadap model yang digunakan, pembahasan mengenai dampak financial development terhadap pengentasan kemiskinan, yang kemudian dibahas dengan mengelompokkan sampel berdasarkan daerah dengan akses keuangan yang tinggi dan akses keuangan yang
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
rendah. Bagian ini akan menutup keseluruhan penelitian dengan memberikan kesimpulan dari keseluruhan analisa, saran berupa rekomendasi, dan penjelasan keterbatasan penelitian untuk penelitian selanjutnya guna menyempurnakan penelitian yang telah dilakukan. LANDASAN TEORI Kemiskinan Kemiskinan merupakan suatu masalah multidimensi yang tidak dapat disederhanakan dalam satu sudut pandang. World Bank dalam World Development Report (2000) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana kebutuhan dari seseorang maupun sekelompok orang tidak dapat terpenuhi pada batas yang tidak bisa ditoleransi. Secara umun, kemiskinan dibedakan menjadi kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Pada penelitian ini, ukuran kemiskinan yang akan digunakan adalah tingkat kemiskinan (headcount poverty atau P0) dan ketidakmerataan (gini koefisien). Pemilihan tersebut adalah karena data tersebut sudah dapat menggambarkan ukuran kemiskinan yang menjadi tujuan penelitian dan data yang digunakan lebih mudah untuk diperoleh. Pembangunan Keuangan Pembangunan Ekonomi Regional dalam mengatasi Kemiskinan Regional Kemiskinan regional sangat terpengaruh dengan kondisi pembangunan di regional. Kebijakan pemerintah di tingkat daerah dalam mengelola sumber daya yang khas daerah bersangkutan (endogenous development) akan mengarahkan pembangunan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga meningkatkan kegiatan ekonomi. Keterkaitan Sektor Keuangan dengan Pertumbuhan Ekonomi Pada umumnya literatur mengenai pertumbuhan ekonomi berfokus pada stabilitas makroekonomi, ketidakseimbangan, pendapatan dan kekayaan, perkembangan institusional, dan ketidaksempurnaan pasar keuangan. Para ekonom pada awalnya memberikan opini yang berbeda mengenai pentingnya peranan sistem keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Walter Bagehot (1873) dan John Hicks (1969) menyatakan bahwa ada peranan penting sistem keuangan dalam proses industrialisasi Inggris melalui mobilisasi modal. Pendapat lain yang sejalan dinyatakan oleh Joseph Schumpeter (1911) bahwa bank yang berfungsi dengan baik dapat memicu inovasi pada teknologi melalui identifikasi dan pemberian dana kepada wirausahawan. Hubungan tersebut agak berlawanan dengan pandangan dari Joan Robinson (1952) bahwa justru wirausaha yang menjadi pemicu dari sektor keuangan. Namun, beberapa ekonom justru tidak meyakini bahwa ada hubungan yang kuat dari keuangan dengan pertumbuhan ekonomi. Robert Lucas (1988) mengatakan bahwa ekonom terlalu memberi penekanan secara berlebihan mengenai hubungan keuangan dengan pertumbuhan. Pandangan skeptis lainnya juga ditunjukkan dalam esai-esai para peraih Nobel Laureates yaitu Gerald Meir dan Dudley Seers (1984) dengan tidak mencantumkan keuangan sebagai pionir dalam pembangunan ekonomi. Pemikiran lain yang melandasi keterkaitan sektor keuangan dengan teori ekonomi pembangunan adalah Goldsmith (1969), McKinnon (1973), dan Shaw (1973) yang menyatakan hubungan antara financial superstructure suatu negara dengan infrastruktur di sektor riilnya. Goldsmith menyatakan bahwa financial superstructure pada suatu perekonomian akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan performa ekonomi karena hal itu memfasilitasi pergerakan dana kepada pihak terbaik, yaitu yang memberikan yield pada social return paling besar. Goldsmith juga menujukkan perbandingan rasio financial institution terhadap PDB dari negara berkembang dan
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
negara maju sepanjang periode 1860-1963, bahwa negara terdapat dampak dari pekembangan sektor keuangan terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya juga terdapat penelitian dari Cameron (1967) yang menunjukkan peran penting sektor keuangan terhadap pembangunan ekonomi di beberapa negara Eropa. Jung (1986) juga memberikan bukti yang memperkuat teori ini melalui uji ekonometrika terhadap 56 negara pada masa setelah perang. Selanjutnya Beck et al (2004) dalam penelitianya juga menyatakan bahwa pembangunan keuangan mendorong pertumbuhan ekonomi yang pro-poor, karena mengurangi ketidakmerataan pendapatan melalui peningkatan pendapatan masyarakat miskin. Pada masa kini keuangan telah menjadi inti dari pembangunan. Melalui sektor keuangan, proses pembangunan dapat berjalan dengan efisien, karena ada sistem keuangan yang baik akan terjadi proses penyaluran kepada pihak yang paling produktif serta mengalokasikan risiko kepada pihak yang paling bisa menanggungnya, sehingga menyebabkan ekonomi tumbuh, meningkatkan kesempatan kerja dan menyebabkan pemerataan pendapatan, sehingga akhirnya mengurangi kemiskinan. Rangkuman hubungan teoritis antara keuangan dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Pendekatan Teoritis antara Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi Sumber: Levine (1997)
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
a. Dampak Pembangunan keuangan terhadap Distribusi Pendapatan Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya, beberapa penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara pembangunan keuangan dengan pertumbuhan ekonomi. Perantara keuangan (financial intermediation) mendukung pertumbuhan karena instasi tersebut memberikan tingkat pengembalian (return) yang dihasilkan oleh modal menjadi lebih tinggi. Dengan demikian peranan perantara keuangan dan pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan yang kuat seperti dalam pandangan Goldsmith-Mc Kinnon-Shaw dalam ekonomi pembangunan. Literatur ekonomi terkini banyak membahas mengenai kebijakan yang membantu peningkatan GDP per kapita. Walaupun dalam Hipotesis Kuznet menyatakan pada tahap awal, peningkatan GDP per kapita akan mendorong ketidakmerataan, namun peningkatan GDP per kapita juga memberikan efek distribusi secara keseluruhan melalui: (1) Peningkatan pendapatan seluruh masyarakat, (2) peningkatan pendapatan utama dari kelompok kaya, (3) peningkatan pendapatan utama dari kelompok miskin. Apabila kebijakan pro-growth juga merupakan kebijakan pro-poor, maka pengentasan kemiskinan akan terlaksana semakin cepat (Beck, et al 2004). Beck melakukan penelitian terhadap 52 negara berkembang selama periode 1960-1999 untuk melihat hubungan positif dari financial development dengan peningkatan pendapatan masyarakat miskin dan mengurangi ketidakmerataan pendapatan di masyarakat. Pada tahap selanjutnya dibahas mengenai dampak eksklusi keuangan yang menjadi penghambat pembangunan dan didukung oleh adanya kebutuhan untuk mencipatakan sistem keuangan yang inklusif. (Beck, et al., 2008) Beck et al melakukan pengujian kapada 52 negara berkembang dan negara maju, dengan range yahun dari 1960 sampai 1990, untuk melihat hubungan langsung antara pembangunan lembaga keuangan dan distribusi pendapatan. Akses Keuangan a. Akses Kepada Jasa Keuangan Adanya akses keuangan tidak selalu menunjukkan bahwa akan terdapat penggunaan pada akses tersebut. Hubungan dari akses dan penggunaan jasa keuangan dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar tersebut menjelaskan perbedaan antara masalah dalam akses kepada keuangan (access to finance) dengan penggunaan dari keuangan (use of finance). Pengguna (user) dari jasa keuangan dapat dibedakan dengan mudah dari bukan pengguna (non user), namun alasan dari masyarakat untuk tidak menggunakan jasa keuangan dapat terbagi dari masyarakat yang sebenarnya memiliki akses keuangan tetapi memilih untuk tidak menggunakannya (voluntarily excluded) maupun masyarakat yang memang tidak memiliki akses sehingga tidak dapat menggunakan jasa keuangan (involuntarily excluded).
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Gambar 2.2 Perbedaan antara Akses dan Penggunaan dari Jasa Keuangan Sumber: Beck (2007) Beberapa penyebab dari voluntarily excluded adalah karena alasan dari masyarakat yang lebih suka menyimpan uang kas sehingga mereka memilih untuk tidak menggunakan, atau karena ada kelompok masryarakat yang karena alasan budaya maupun keagamaan merasa mereka tidak membutuhkan jasa keuangan, misalnya keyakinan bahwa bunga dari bank komersial adalah riba. Pembangunan keuangan telah menjadi agenda utama dalam pembangunan ekonomi. Beberapa upaya ditempuh melalui pendalaman keuangan (financial deepening) seperti peningkatan jumlah kredit dan arus keuangan (financial flow) terhadap GDP, sehingga terlihat dalam pertumbuhan ekonomi. Namun, pada selanjutnya pemberantasan kemiskinan ditempuh melalui financial inclusion. Financial Inclusion Financial inclusion adalah proses dalam memastikan kelompok miskin atau kelompok yang berpendapatan rendah agar memiliki akses terhadap jasa sektor keuangan dan mendapatkan fasilitas pinjaman pada waktu yang tepat. (Rangarajan’s committee). Berdasarkan hasil policy paper yang dikeluarkan Alliance Financial Inclusion (AFI) pada tahun 20102, para pengambil kebijakan mengakui kebutuhan untuk mengembangkan pendekatan yang berdasarkan data-data terdahulu untuk mengidentifikasikan penggerak yang mempercepat integrasi sistem keuangan formal di negara tersebut. Dengan demikian para pengambil kebijakan dapat fokus, memiliki alur pemikiran yang tepat, dan dapat mengevalusi kebijakan yang diambil guna memperluas akses keuangan (Beck & Demirgüç-Kunt, Access to Finance: An Unfinished Agenda, 2008). Pendekatan berdasarkan data-data terdahulu membantu para pengambil kebijakan bisa mendapatkan strategi pengumpulan data yang tepat serta fokus, sehingga sumber daya yang digunakan saat pengumpulan data dapat efisien serta hasil yang diharapkan memiliki dampak yang signifikan. Setiap negara memiliki konsep yang berbeda dalam mengukur keberhasilan financial inclusion di daerah mereka masing-masing. Berdasarkan Global Policy Forum AFI 2009, maka diperoleh beberapa komponen penting yang umum dalam mengukur financial inclusion, yaitu akses, kualitas, penggunan, dan kesejahteraan. Tabel 2.2. Indikator Inti dari Financial Inclusion Dimensi Akses (Access)
Definisi dari dimensi Kemampuan untuk menggunakan jasa keuangan formal (misal: biaya minimum untuk membuka satu akun) Phisical proximity Affordability
Indikator Inti
Proksi Indikator
Jumlah access point per 10.000 penduduk dewasa pada level nasional dan digolongkan menurut tipe dan unit administratif yang relevan 2.1 Persentase dari unit administrative dengan minimal 1 access point
Keterangan Access point adalah tempat dimana secara regular transaksi cashin (deposito) dan cash out (pinjaman)
2 Policy paper ini merupakan ulasan lebih lanjut dari pembasan pertemuan para pengambil kebijakan di AFI Global Policy Forum 2009
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Penggunaan (Usage)
Penggunaan sebenarnya dari jasa/produk keuangan Regularity Frequency Length of time used
2.2 Persentase dari total populasi yang tinggal di unit administrative dengan minimal 1 access point 3.1 Persentase dari orang dewasa yang menggunakan minimal 1 jenis akun deposito regular 3.2 Persentase orang dewasa yang mengunakan minimal 1 jenis akun deposito
3a. Jumlah akun deposito per 10.000 orang dewasa 3.b Jumlah akun pinjaman per 10.000 orang dewasa
Orang dewasa adalah usia 15 tahun ke atas
Sumber: AFI (2011) Dengan mengacu pada indikator akses keuangan pada tabel 2.2, maka tiap-tiap provinsi akan diukur tingkat akses keuangannya dalam penelitian ini. Namun, penilaian tingkat inklusi hanya akan dari sisi penggunaan saja. Nilai akses tidak diukur karena keterbatasan data dalam menilai akses poin yang menggambarkan akses kemiskinan paling tepat kepada penduduk miskin. Kantor cabang bank dinilai masih belum mencerminkan akses dari penduduk miskin karena berbagai kendala yang sudah disebutkan. Titik akses yang bisa menggambarkan adalah bank tanpa cabang (branches banking). METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan untuk menguji validitas hipotesis dalam penelitian ini adalah data panel. Objek yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 33 provinsi di Indonesia berbentuk data tahunan dari tahun 2001 sampai dengan 2010. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari data keuangan Indonesia. Sehubungan dengan pemekaran provinsi yang terjadi sejak tahun 2000, maka nama-nama provinsi yang digunakan adalah 33 provinsi Indonesia3. Metode Penelitian dan Definisi Variabel Untuk meneliti bagaimana dampak pembangunan keuangan dan akses keuangan terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia, peneliti menggunakan dua metode penelitian, yaitu pengujian ekonometrika dan desk research. Pengujian ekonometrika terhadap variable keuangan dan kemiskinan akan menggunakan dua buah model berbeda, sedangkan untuk mendapatkan analisa mengenai penerapan financial inclusion di Indonesia akan menggunakan studi pustaka. Model yang digunakan untuk melihat dampak dari pembanguan keuangan dalam mengurangi kemiksinan dan pemerataan pendapatan, penulis menggunakan model Beck (2007) dalam perhitungan ekonometri. Model ini menggunakan regresi panel data untuk menghitung pertumbuhan tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan sepanjang periode waktu yang tersedia, dan rata-rata pembangunan financial intermediaries, serta variabel penjelas lainnya sepanjang periode waktu tersebut. Akan dilakukan enam kali regresi dengan model sebagai berikut: Model 1 (Tingkat Kemiskinan)
3 Pada tahun 2012 Indonesia kembali melakukan pemekaran dengan bertambahnya Kalimantan Utara, sehingga jumlah provinsi terakhir adalah 34 provinsi.
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
(1) Model 2 (Tingkat Ketidakmerataan)
(2) Pada regresi pertama dan kedua akan dilakukan regresi menggunakan model 1 dan model 2 terhadap seluruh provinsi, regresi ketiga dan keempat akan menggunakan model 1 dan model 2 terhadap provinsi kelompok akses keuangan tinggi, dan pada regresi kelima dan keenam akan menggunakan model 1 dan model 2 terhadap provinsi kelompok akses keuangan rendah. Tabel 3.2a Variabel Analisa Pembangunan Keuangan Variabel Analisa Pembangunan Keuangan Notasi
Variabel
Sumber
Tahun
HCOUNT
Badan Pusat Statistik (BPS)
2001-2010
GINI
Logaritma dari jumlah penduduk miskin dibandingkan penduduk (headcount poverty) Logaritma dari Gini Index
2001-2010
FD
Private Credit/GDP
Badan Pusat Statistik (BPS) Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS)
2010
G_PDRBcap
Pertumbuhan dari PDRB riil per kapita (%) INFLASI Inflasi (PDRB deflator, tahunan %) SCHOOL Angka Partisipasi Sekolah Murni, (SMP, tahunan%) G_POPULATION Pertumbuhan populasi (tahunan %) TRADE Jumlah ekspor dan import terhadap PDRB (%) Variabel Analisa Akses Keuangan AKSES KEUANGAN
Jumlah akun deposito dibagi populasi penduduk dewasa
2001-2010
2001-2010 2001-2010 2001-2010 2001-2010 2001-2010
Metode Pengolahan Data Pada penelitian ini pengolahan data menggunakan program Stata 11.0. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode data panel. Dengan demikian pada bagian berikutnya dalam bab ini akan dibahas mengenai data panel. Upaya menguji model dapat dilakukan dengan melihat beberapa kriteria. Kriteria-kriteria tersebut diantaranya adalah kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrika. Pada penjelasan analisis di bab berikutnya secara eksplisit hanya mencakup kriteria statistik dan ekonometrika, sementara kriteria ekonomi dimasukkan pada analisis hasil estimasi.
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS Seperti yang sudah dijelaskan pada bab III, sebelum melakukan analisa atas temuan empiris pada penelitian ini, maka model yang ada perlu dilakukan berbagai macam pengujian dengan berbagai kriteria yang ada sehingga tidak melanggar berbagai asumsi yang ada. Kriteria ekonometrika terdiri dari, pertama apakah terdapat masalah multikolinearitas atau tidak. Untuk memastikan tidak terjadi multikolinearitas, akan dilakukan uji yang lain menggunakan variance inflation factors (VIF). Tabel berikut menujukkan hasil perhitungan VIF.
Tabel 4.12 Variance Inflation Factors Variable SCHOOL HCOUNT_1 INFLATION FD G_PDRBcap G_POPULATION TRADE Mean VIF
VIF
1/VIF 0.039945 0.056584 0.256962 0.353990 0.360309 0.364405 0.602793
25.03 17.67 3.89 2.82 2.78 2.74 1.66 8.09
Multikolinearitas terjadi apabila nilai VIF lebih besar dari 10 atau tolerance (1/VIF) adalah .01 atau kurang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi multikolinearitas antar variabel yang ada pada variabel SCHOOL. Selanjutnya kriteria ekonometrika yang perlu diperhatikan adalah masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas. Berdasarkan pengujian ternyata model tersebut bersifat heteroskedastis dan memiliki autokorelasi. Hal tersebut adalah masalah yang umum terjadi pada data panel. Oleh karena data tersebut adalah data panel yang pendek, maka masalah tersebut dapat diatasi dengan cluster-robust inference. Sehingga dengan demikian model pada penelitian ini dapat digunakan dan tidak terjadi pelanggaran pada asumsi ekonometrika. Hasil Estimasi Model Pada bagian ini, hasil estimasi koefisien-koefisien variabel persamaan regresi akan ditampilkan menurut masing-masing persamaan. Sedangkan hasil lengkap dari seluruh estimasi yang ditampilkan pada bab ini dapat dilihat pada bagian Lampiran 2. Pada bagian ini hanya akan disajikan nilai-nilai penting yang digunakan untuk keperluan analisis. Analisa akan dilakukan baik melalui pendekatam deskriptif maupun pendekatan teoretis (dikaitkan dengan penelitian sebelumnya). Analisa Dampak Financial development Terhadap Headcount Poverty Analisa yang pertama adalah mengenai hubungan antara pembangunan keuangan dengan tingkat kemiskinan. Hasil estimasi untuk persamaan pertama dapat dilihat pada tabel 4.13. Berdasarkan hasil estimasi tersebut, diketahui bahwa variabel financial development memiliki hubungan negatif dengan pertumbuhan tingkat kemiskinan pada tingkat signifikansi a = 0.01. Setiap kenaikan 1 persen proporsi kredit swasta terhadap PDRB maka akan mengurangi 7,16 persen pertumbuhan tingkat kemiskinan. Tabel 4.13 Hasil Estimasi Hubungan Pembangunan Keuangan dengan Tingkat Kemiskinan
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Periode Observasi 2001-2010 Variabel Terikat : G_HCOUNT Financial development Variabel Kontrol HCOUNT_1 G_PDRBcap INFLASI G_POPULASI TRADE Konstanta
Coefficient -0.071616
P-value 0.000*
Coefficient -0.3715137 0.067443 0.045834 0.0447367 0.0395811 -0.291721
P-value 0.000* 0.213 0.289 0.673 0.086*** 0.000*
Keterangan: * signifikan pada a = 0.01, ** signifikan pada a = 0.05, *** signifikan pada a = 0.1 Selanjutnya dapat dikatakan bahwa pertumbuhan tingkat kemiskinan pada periode ini dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan pada periode sebelumnya. Daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi cenderung akan mengalami pengurangan tingkat kemiskinannya yang lebih besar periode selanjutnya daripada daerah yang memiliki tingkat kemiskinan yang lebih rendah. Hal ini dapat terjadi pada daerah dengan kemiskinan tertinggi yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, dan Gorontalo. Walaupun keempat daerah tersebut memiliki intercept yang bernilai positif, tingkat kemiskinan yang tinggi pada daerah tersebut akan tetap mendapatkan pertumbuhan kemiskinan negatif yang berarti tingkat kemiskinan pada periode selanjutnya akan berkurang. Variabel keterbukaan perekonomian memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan tingkat kemiskinan pada tingkat signifikansi a = 0.1. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perdagangan internasional justru menambah kemiskinan di daerah. Hal ini mungkin disebabkan karena perdagangan internasional banyak melakukan ekspor dan import pada sektor manufaktur, dan mulai berkurang pada sektor pertanian. Akibatnya masyarakat miskin yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan pendapatan sehingga tingkat kemiskinan meningkat. Namun variabel kontrol lainnya yaitu variabel pertumbuhan ekonomi regional, variabel inflasi, dan variabel pertumbuhan penduduk tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tingkat kemiskinan. Hal ini tidak berarti bahwa ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh pada kemiskinan, melainkan pertumbuhan ekonomi regional, inflasi, dan pertumbuhan penduduk tidak memberi pengaruh pada penambahan tingkat kemiskinan saat digunakan untuk mengontrol pembangunan keuangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembangunan keuangan dapat mengurangi pertumbuhan kemiskinan di Indonesia. Hubungan ini sejalan dengan penelitian Beck et al (2007) bahwa pembangunan keuangan sebanyak 60 persen akan meningkatkan pendapatan agregrat sehingga mengurangi tingkat kemiskinan secara umum. Temuan ini kemudian perlu dibandingkan dengan dampak dari pembangunan keuangan terhadap ketidakmerataan. Analisa Dampak Financial development Terhadap Ketidakmerataan Analisa yang kedua adalah mengenai hubungan antara pembangunan keuangan dengan ketidakmerataan. Hasil estimasi untuk persamaan pertama dapat dilihat pada tabel 4.14.
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Hasil estimasi berikut menunjukkan bahwa daerah dengan pembangunan keuangan yang semakin tinggi justru akan menghasilkan ketidakmerataan yang lebih besar sepanjang periode 2001-2011. Pembangunan keuangan yang diukur dengan nilai kredit swasta per PDRB memiliki hubungan yang positif dan signifikan pada a = 0.05 terhadap pertumbuhan Gini. Setiap kenaikan 1 persen proporsi kredit swasta terhadap PDRB maka akan meningkatkan 5,03 persen pertumbuhan Gini koefisien, ceteris paribus.
Tabel 4.14 Hasil Estimasi Hubungan Pembangunan Keuangan dengan Ketidakmerataan Periode Observasi 2001-2010 Variabel Terikat : G_GINI Financial development Variabel Kontrol
Coefficient 0.0503445
P-value 0.000*
Coefficient P-value GINI_1 -0.4845095 0.000* G_PDRBcap 0.0170891 0.683 INFLASI 0.0069592 0.835 G_POPULASI 0.0922891 0.258 TRADE -0.0116586 0.515 Konstanta -0.2586387 0.000* Keterangan: * signifikan pada a = 0.01, ** signifikan pada a = 0.05, *** signifikan pada a = 0.1 Persamaan ini mengontrol nilai logaritma dari Gini Koefisien periode sebelumnya. Nilai Gini Koefisien lag 1 berhubungan negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan Gini, menunjukkan bahwa daerah dengan nilai Gini yang lebih tinggi pada periode sebelumnya akan mengalami pendapatan yang lebih merata pada periode saat ini. Selanjutnya bila kita memperhatikan variabel kontrol lainnya yaitu variabel pertumbuhan ekonomi regional, variabel inflasi, variabel pertumbuhan penduduk, dan variabel perdagangan internasional, ternyata seluruh variabel tersebut tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan Gini. Hasil estimasi ini tidak sesuai dengan penelitian Beck et al (2008) yang membuktikan adanya hubungan negatif antara pembangunan keuangan suatu negara dengan pertumbuhan ketidakmerataannya (Gini koefisien). Salah satu dugaan yang menyebabkan perbedaan temuan ini adalah karena adanya masalah akses dan penggunaan jasa keuangan yang belum merata. Pembuktian dari masalah akses ini akan dilakukan pada bagian berikutnya. Dengan demikian, berdasarkan kedua hasil regresi tersebut dapat ditunjukkan bahwa pembangunan keuangan memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap pengurangan kemiskinan, sedangkan memberi pengaruh positif dan signifikan terhadap ketidakmerataan. Pembangunan keuangan yang terjadi di Indonesia masih baru diterima manfaatnya oleh masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi. Masyarakat yang pendapatannya dekat dengan garis kemiskinan dapat memperoleh manfaat dari pembangunan keuangan, namun masyarakat yang sangat miskin justru tidak memperoleh manfaat, sehingga ketidakmerataan antar penduduk menjadi semakin besar akibat peningkatan pendapatan agregrat tidak diterima oleh masyarakat sangat miskin. Masalah tersebut sangat terkait dengan akses keuangan oleh masyarakat secara luas, oleh karena itu bagian berikut ini akan menjelaskan perbedaan akibat akses keuangan. Analisa Hubungan Financial Acces terhadap Pengentasan Kemiskinan Bagian ini akan dianalisa dampak dari akses keuangan terhadap kemiskinan di Indonesia. Pertama-tama seluruh provinsi akan dikelompokkan menjadi daerah dengan akses keuangan tinggi dan daerah dengan akses keuangan rendah menggunakan proksi
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
jumlah akun deposito per penduduk dewasa. Nilai yang dipakai untuk membagi kedua kelompok akses tersebut adalah menggunakan nilai rata-rata 0.9653. Daerah yang memiliki nilai akun deposito per penduduk dewasa yang lebih rendah dari nilai rata-rata akan disebut sebagai daerah dengan akses rendah, sedangkan sebaliknya akan disebut daerah dengan akses tinggi. Berikut adalah pengelompokkan daerah dengan akses keuangan tinggi dan akses keuangan rendah. Tabel 4.17 Pembagian Daerah dengan Akses Keuangan Tinggi dan Akses Keuangan Rendah Daerah dengan Akses Keuangan Tinggi Akun per No Nama Provinsi penduduk dewasa 1
DKI Jakarta
2
Kepulauan Riau
3
Kalimantan Timur
4
Sulawesi Utara
5
Daerah dengan Akses Keuangan Rendah Akun per No Nama Provinsi penduduk dewasa 12
Bali
0.940
13
Jawa Barat
0.859
1.672
14
Banten
0.859
1.340
15
Kalimantan Selatan
0.838
DI. Yogyakarta
1.303
16
Papua
0.803
6
Sumatera Barat
1.242
17
Maluku
0.796
7
Aceh
1.200
18
Sumatera Selatan
0.751
8
Papua Barat
1.150
19
Bengkulu
0.747
9
Riau
20
Kalimantan Barat
0.731
10
Sulawesi Selatan
21
Sulawesi Tenggara
0.729
11
Sumatera Utara
22
0.722
24
Jawa Timur Kep. Bangka Belitung Jambi
25
Jawa Tengah
0.677
26
Sulawesi Tengah
0.651
27
0.644
29
Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Timur Maluku Utara
30
Nusa Tenggara Barat
0.555
31
Sulawesi Barat
0.548
32
Gorontalo
0.534
33
Lampung
0.432
3.672 1.857
1.063 1.024 0.971
23
28
0.707 0.702
0.572 0.564
Setelah dilakukan pembagian tersebut, kemudian kembali dilakukan regresi dengan panel data secara terpisah antara kelompok daerah akses keuangan tinggi dan kelompok daerah akses keuangan rendah. Hasil yang perhitungan yang berbeda dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.18 Hubungan Pembangunan Keuangan dengan Tingkat Kemiskinan Periode Observasi 2001-2010 AKSES KEUANGAN TINGGI
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Variabel Terikat : G_HCOUNT Financial development Variabel Kontrol HCOUNT_1 G_PDRBcap INFLASI G_POPULASI TRADE Konstanta AKSES KEUANGAN RENDAH Variabel Terikat : G_HCOUNT Financial development Variabel Kontrol
Coefficient -0.0725272
P-value 0.000*
Coefficient -0.4392065 0.2530753 0.1162475 0.0781281 -0.0416226 -0.3860275
P-value 0.000* 0.048** 0.215 0.768 0.321 0.000*
Coefficient -0.0674876
P-value 0.000*
Coefficient P-value HCOUNT_1 -0.2659634 0.000* G_PDRBcap 0.0469896 0.445 INFLASI 0.0418688 0.354 G_POPULASI 0.0619146 0.500 TRADE 0.0812787 0.001* Konstanta -0.192527 0.000* Keterangan: * signifikan pada a = 0.01, ** signifikan pada a = 0.05, *** signifikan pada a = 0.1 Berdasarkan kedua estimasi tersebut dapat ditunjukkan bahwa pembangunan keuangan dapat mengurangi kemiskinan baik untuk daerah dengan akses rendah, maupun daerah dengan akses tinggi. Namun, efek dari akses keuangan dapat menunjukkan bahwa pengurangan kemiskinan pada daerah dengan akses tinggi lebih besar daripada daerah dengan akses rendah. Daerah dengan akses tinggi akan mengalami pengurangan 7,25 persen pertumbuhan tingkat kemiskinan setiap kenaikan 1 persen pembangunan keuangan, sedangakan daerah dengan akses rendah hanya akan mengalami pengurangan pertumbuhan tingkat kemiskinan sebesar 6,75 persen. Pada daerah dengan akses keuangan yang tinggi, variabel pertumbuhan PDRB per kapita memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan tingkat kemiskinan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi ketidakmerataan pendapatan pada perekonomian di daerah akses tinggi. Tingkat inflasi juga memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan kemiskinan, hal ini dikarenakan biaya hidup yang semakin mahal pada daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan akses keuangan yang tinggi. Akibatnya, tingkat kemiskinan ikut meningkat. Pada daerah dengan akses keuangan rendah, variabel keterbukaan ekonomi memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa daerah pada daerah tersebut pembangunan keuangan akan mendorong adanya perdagangan internasional berupa eksport dan import, namun hanya meningkatkan pendapatan bagi masyarakat yang memiliki sumber daya fisik maupun sumber daya manusia. Akibatnya, masyarakat yang tidak melakukan perdagangan internasional tidak mendapatkan tambahan pendapatan. Hal ini membuktikan bahwa akses keuangan memiliki peranan yang signifikan dalam mempengaruhi dampak dari financial development terhadap pengurangan tingkat kemiskinan. Karakteristik dari daerah dengan akses tinggi adalah memiliki PDRB per
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
kapita yang tinggi, tingkat partisipasi sekolah yang tinggi, pertumbuhan penduduk yang rendah, inflasi yang rendah, dan keterbukaan ekonomi yang tinggi. Tabel 4.19 Hubungan Pembangunan Keuangan dengan Ketidakmerataan Periode Observasi 2001-2010 AKSES KEUANGAN TINGGI Variabel Terikat : G_GINI Financial development Variabel Kontrol GINI_1 G_PDRBcap INFLASI G_POPULASI TRADE Konstanta AKSES KEUANGAN RENDAH Variabel Terikat : G_GINI Financial development Variabel Kontrol GINI_1 G_PDRBcap INFLASI G_POPULASI TRADE Konstanta
Coefficient 0.0368253
P-value 0.000*
Coefficient -0.2472426 -0.1102101 -0.0638571 -0.0669037 -0.0043488 -0.118945
P-value 0.000* 0.070*** 0.167 0.590 0.823 0.001*
Coefficient 0.0497562
P-value 0.006*
Coefficient -0.5684248 0.0454304 0.003257 0.1418713 -0.0115635 -0.3056986
P-value 0.000* 0.456 0.948 0.231 0.692 0.000*
Keterangan: * signifikan pada a = 0.01, ** signifikan pada a = 0.05, *** signifikan pada a = 0.1 Pada bagian selanjutnya akan dibahas mengenai hubungan pembangunan keuangan dengan ketidakmerataan yang diuji dengan mengelompokan kedua daerah tersebut. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.19. Hasil yang sama ditunjukkan melalui estimasi di atas bahwa daerah dengan akses keuangan yang lebih tinggi akan menghasilkan ketidakmerataan pendapatan yang lebih rendah akibat pembangunan keuangannya. Daerah dengan akses tinggi akan meningkatkan pertumbuhan ketidakmerataan sebesar 3,68 persen setiap kenaikan 1 persen pembangunan keuangan, sedangkan daerah dengan akses rendah akan meningkatkan pertumbuhan ketidakmerataan sebesar 4,98 persen. Dengan demikian, berdasarkan dari kedua pengujian tersebut dapat dibuktikan bahwa peningkatan pembangunan keuangan akan menyebabkan peningkatan ketidakmerataan pendapatan pada masyarakat apabila akses keuangan masih rendah. Sehingga pemerintah perlu melakukan upaya pemerataan akses keuangan bagi setiap lapisan masyarakat. Manfaat dari peningkatan akses keuangan juga sudah menjadi agenda internasional yang menjadi pembahasan utama di negara berkembang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencanangkan tahun 2005 sebagai Tahun Keuangan Mikro Internasional.
Tabel 4.20 Tingkat Inklusi dari negara-negara di Asia
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Tingkat Inklusi Tinggi (lebih dari 50% orang dewasa / rumah tangga) Tingkat Inklusi Menengah (30%-49%) Tingkat Inklusi Rendah (dibawah 30%)
Thailand, Malaysia, Sri Lanka, Nepal, Mongolia
India, China, Indonesia, Bangladesh, Vietnam Kamboja, Myanmar, Filipina, Papua NuGini, Laos, Timor Leste, Pulau Solomon, Vanuatu, Tuvalu, Kiribati Sumber: Alliance for Financial Inclusion (2009)4 Berdasarkan tabel di atas ditunjukkan bahwa tingka inklusi keuangan di Indonesia masih dalam tahap menengah bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini sangat terkait dengan regukasi mengenai perbankan yang diatur oleh Bank Indonesia. Perkembangan kantor cabang bank di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut:
Gamber 4.21 Jumlah Bank dan Kantor Bank di Indonesia (1998-2010) Sumber: Bank Indonesia Jumlah bank umum terus berkurang dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa Bank Indonesia merampingkan jumlah bank yang dinilai tidak layak secara operasional dengan melakukan merger dan akuisisi. Namun, apabila dibandingkan dengan jumlah kantor cabang, jumlah tersebut terus meningkat menunjukkan penetrasi akses keuangan pada masyarakat semakin meningkat. Hal ini menunjukkan sinyal positif bagi peningkatan penggunaan jasa keuangan di Indonesia. Namun, selain jumlah titik akses yang meningkat, perlu juga diperhatikan regulasi perbankan terkait jasa keuangan. Berbagai perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.22 Kebijakan untuk meningkatkan Tabungan
4 Data ini diambil dari presentasi Nimal Fernando, Inclusive Finance Internasional, pada Global Policy Forum 2009
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Negara
Offer basic or low-fee account for low income clients
Matched savings schemes
Tax incentive saving scheme
√ √ -
Encourage recipient of government transfer to open account √ √ √ -
Thailand Malaysia Sri Lanka Nepal Mongol Indonesia India China Bangladesh Philipines Papua New Guinea Pakistan
√ -
√ √ √ -
√
-
-
√
Thailand dan Malaysia yang tergolong sebagai negara dengan tingkat inklusi keuangan yang tinggi juga melakukan penyesuaian regulasi untuk dapat mendukung peningkatan akses. Bank sentral Thailand tidak melakukan kebijakan yang signifkan dari sisi tabungan, namun bank sentral Malaysia sangat gencar dalam mendorong masyarakat untuk menabung. Kebijakan tersebut khususnya ditujukan kepada masyarakat kelompok menengah ke bawah, yaitu berupa pemberian biaya rendah untuk pembukaan rekening oleh masyarakat miskin. Indonesia juga sudah mulai melaksanakan hal tersebut pada tahun 2010 dengan program Tabunganku. Pada tahun 2008 Bank Indonesia juga mulai mencoba meningkatkan jumlah tabungan dengan cara bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pembayaran gaji PNS secara transfer melalui Bank (khususnya bank milik pemerintah daerah).
Gambar 4.3 Jumlah Akun yang digunakan untuk Menerima Pembayaran Pemerintah Sumber: World Bank, Global Financial Inclusion Database Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa pemerintah belum memanfaatkan perbankan untuk memberikan pembayaran kepada masyarakat dan lembaya penerima dana. Hal ini juga dapat dikatakan bahwa perlu ada kerjasama antara pemerintah dalam melakukan kebijakan fiskal dengan sektor keuangan. Pemberian bantuan kepada masyarakat miskin berupa subsidi, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), sebaiknya dimanfaatkan
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
pemerintah juga untuk meningkatkan inklusi masyarakat terhadap sektor keuangan formal. Upaya lain yang coba ditempuh Bank Indonesia dalam mendorong inklusi keuangan adalah dengan melakukan adaptasi pelaksanaan branchless banking. Keterbasaan pendanaan perbankan dan besarnya biaya tetap yang akan ditanggung nasabah untuk setiap pembukaan kantor cabang baru menyebabkan bank perlu melakukan inovasi dengan menciptakan bank tanpa cabang. Negara yang dinilai paling berhasil melaksanakan branchless banking adalah Kenya. Program tersebut dikenal dengan M-Pesa (M berarti mobile, dan Pesa adalah mata uang Swahili). Pelaksanaan program tersebut sangat terkait dengan peningkatan akses internet dalam perbankan. Masyarakat Kenya dapat melakukan pembayaran menggunakan telepon selular tanpa harus membuka rekening di bank. Akibatnya biaya administrasi dan biaya overhead perbankan dapat ditekan. Keterbatasan akses keuangan karena jam operasional bank juga tidak menjadi kendala. Selain itu, penggunaan ATM juga menjadi salah satu pendorong peningkatan akses keuangan di Kenya. Berdasarkan keberhasilan tersebut, banyak negara juga yang berupaya meningkatkan inklusi keuangannya dengan branchless banking. Berikut adalah perbandingan antar negara Asia terkait peraturan yang ditetapkan menganai branchless banking.
Negara
Thailand Malaysia Sri Lanka Nepal Mongol Indonesia India China Bangladesh Philipines Papua New Guinea Pakistan
Tabel 4.23 Peraturan Mengenai Branchless Banking Supervisor Branches must operate Exception from Approval needed a minimum number of requirements of to open new working day per week bank securitry for branch poor area √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√
-
Mobile branches permited √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Thailand unggul dalam pelaksanaan branchless banking dengan adanya kebijakan yang lebih lengkap tentang pengadaan branchless banking. Sudah terdapat regulasi berupa persetujuan dari bank sentral dalam membuka cabang bank baru. Jam operasional perbankan juga diatur agar tercapai jumlah waktu minimum dalam beroperasi, sehingga akses keuangan menjadi lebih panjang. Indonesia sendiri juga sudah menerapkan kebijakan yang mendorong branchless banking. Perkembangan ATM sendiri di Indonesia masih terus meningkat selama periode 2004-2010.
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Grafik 4.3 Perkembangan ATM di Indonesia (2004-2010) Sumber: World Development Indicator Peningkatan jumlah ATM sejalan dengan semakin banyaknya permintaan masyarakat akan jasa keuangan. Selain itu regulasi mengenai mobile banking juga sudah diterapkan pada tahun 2010, seiring dengan semakin meningkatnya penetrasi internet dan jaringan komunikasi di Indonesia. Hal ini juga didorong dengan fakta sektor pengangkutan dan telekomunikasi merupakan salah satu sektor yang paling tinggi pertumbuahannya selama lima tahun terakhir.
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Tabel 4.24 Pemanfaatan Jaringan Ritel yang Sudah Ada untuk Menyediakan Jasa Keuangan Private Bank can Services provided by agents Negara Operators formally Received Open Received Accept can provide contract and forward accounts on payments funds for financial companies applications ehalf of bank for taxes, deposits to services at as banking to open utilities, client post offices agents accounts and the like accounts
Thailand Malaysia Sri Lanka Nepal Mongol Indonesia India China Bangladesh Philipines Papua New Guinea Pakistan
Pay withdrawals from client account
Receive and forward loan requests
√ √ √ √ -
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
Evaluate credit and approve loan requests on behalf of bank √
-
√
√
-
√
√
√
√
-
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
Collect loan payments on behalf of bank
√
√ √ √ √ √ √
Faktor utama yang menyebabkan perbedaan dari tingkat inklusi Indonesia dengan Malaysia dan Thailand adalah masih sangat rendahnya kebijakan dari bank sentral dalam memanfaatkan jaringan ritel sebagai penyedia jasa keuangan. Regulasi yang penting untuk dilakukan adalah pelaksanaan pembayaran rekening rumah tangga seperti pembayaran listrik di gerai ritel. Indonesia sudah melakukan kebijakan ini dengan melakukan kerjsama dengan perusahaan ritel swasta sehingga dapat dilakukan pembayaran rekening PLN di gerai ritel tersebut. Bank Indonesia sendiri sudah membuat suatu rencana strategis dalam meningkatkan inklusi keuangan masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin, dengan menyesuaikan produk keuangan serta target pengguna jasa keuangan. Seluruh strategi tersebut dapat dilihat pada lampiran 2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masih banyak potensi dari sektor keuangan yang dapat mendorong inklusi keuangan dengan pemberian kebijakan yang tepat. Kebijakan tersebut memerlukan kajian yang tepat oleh Bank Indonesia, sehingga dapat dibuat regulasi dan kerjasama yang sesuai dengan kondisi dan perilaku masyarakat Indonesia. PENUTUP Penelitian ini mencoba melihat hubungan antara pembangunan keuangan dan akses keuangan dengan pengentasan kemiskinan. Pengentasan kemiskinan yang dimaksud meliputi tingkat kemiskinan absolut yang diukur dengan headcount poverty, serta mengukur ketidakmerataan yang diukur dengan Gini koefisien. Kesimpulan Hasil estimasi menggunakan fixed effect model menunjukkan bahwa terdapat variabel pembangunan keuangan secara signifikan dapat mengurangi tingkat kemiskinan pada a sebesar 1%. Variabel tersebut dikontrol dengan variabel lain yaitu pendapatan regional per kapita, inflasi, pertumbuhan penduduk, dan angka partisipasi sekolah. Namun, variabel kontrol tidak memiliki dampak yang signifikan dalam mengurangi kemiskinan. Temuan ini kemudian dibandingkan dengan hasil estimasi pada hubungan variabel pembangunan keuangan dengan ketidakmerataan pendapatan yang juga menggunakan fixed effect model. Hasil tersebut menunjukkan bahwa justru pembangunan keuangan berhubungan positif terhadap ketidakmerataan. Variabel tersebut juga dikontrol dengan variabel lain yaitu pendapatan regional per kapita, inflasi, pertumbuhan penduduk, dan angka partisipasi sekolah. Terdapat dugaan yang kuat bahwa masalah tersebut terjadi karena rendahnya akses keuangan dari masyarakat kelompok pendapatan menengah ke bawah. Selanjutnya pengujian dilakukan dengan membedakan kelompok akses keuangan tinggi dan akses keuangan rendah. Pengujian tersebut membuktikan bahwa baik daerah dengan akses keuangan yang tinggi dan akses keuangan rendah akan mengurangi pertumbuhan kemiskinan. Namun daerah dengan akses keuangan tinggi akan memberikan dampak pengurangan kemiskinan yang lebih besar. Selanjunya hasil pengujian juga menunjukkan bahwa baik daerah dengan akses keuangan tinggi dan akses keuangan rendah akan menyebabkan peningkatan pada pertumbuhan ketidakmerataan. Namun, daerah dengan akses keuangan yang tinggi terbukti memberikan peningkatan ketidakmerataan yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada awalnya akses keuangan akan meningkatkan ketidakmerataan karena hanya sebagian kecil masyarakat yang memperoleh manfaat dari jasa keuangan. Namun,
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
seiring dengan peningkatan akses, dampak ketidakmerataan tersebut akan semakin berkurang dan diharapkan berhubungan negatif pada jangka panjang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembangunan keuangan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan sehingga mengurangi kemiskinan, namun dapat meningkatkan ketidakmerataan. Dampak dari pembanguan ini akan berbeda di beberapa wilayah karena adanya perbedaan akses dalam menggunakan jasa keuangan. Masyarakat dengan akses keuangan yang tinggi akan mendapatkan manfaat pengentasan kemiskinan yang lebih besar daripada masyarakat dengan akses keuangan rendah, karena manfaat pembangunan keuangan hanya dinikmati oleh sebgaian masyarakat yang bisa memperoleh akses. Saran Kurangnya manfaat pembangunan keuangan terhadap kelompok masyarakat pendapatan rendah sangat terkait dengan rendahnya akses mereka dalam memanfaatkan produk keuangan yang sudah ada. Dalam hal penyediaan jasa keuangan, pemerintah memiliki peran penting untuk melakukan regulasi terhadap akses masyarakat untuk memanfaatkan jasa keuangan. Kerjasama antara Bank Indonesia dengan Bank komersial serta Bank Perkreditan Rakyat dapat mendorong inklusi keuangan yang tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum dan mengurangi kemiskinan, tetapi juga menciptakan sistem keuangan yang lebih stabil dan tidak mudah terpengaruh oleh guncangan eksternal. Pembangunan keuangan yang bersifat inklusi terutama perlu digencarkan pada wilayah Indonesia yang memiliki pendapatan rendah dan sumber daya manusia yang rendah. Kebijakan mengenai tabungan, branchless banking, dan penyediaan jasa keuangan melalui jaringan ritel perlu dikembangkan dengan didukung penelitian lanjutan. Sehingga kebijakan yang ditawarkan sesuai dengan kondisi serta karakter masyarakat Indonesia. Selain itu inklusi produk keuangan juga perlu didukung dengan tingkat literacy rate masyarakat yang juga meningkat. Oleh karena itu Bank Indonesia perlu melakukan publikasi keuangan dan pendidikan keuangan bagi masyarakat awam maupun UMKM agar dapat memanfaatkan produk keuangan dengan maksimal.
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L. (1999). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE-YKPN. Beck, T., & Demirgüç-Kunt, A. (2008). Access to Finance: An Unfinished Agenda. The World Bank Economic Review, 383-396. Beck, T., Demirgüç-Kunt, A., & Levine, R. (2004). Finance, Inequality and Poverty: Cross Country Evidence. World Bank Policy Research Working Paper 3338. Beck, T., Demirgüç-Kunt, A., & Levine, R. (2007). Finance, Inequality, and The Poor. Journal of Economic Growth (12)1, 27-49. Benerjee, A., & Newman, A. (1993). Occupational Choice and the Process of Development. Journal od Political Economy, 274-298. Burgess, R., & Pande, R. (2003). Do Rural Bank Matter? Evidence From The Indian Social Banking Experiment. London School of Economics and Political Science. Cameron, R. (1967). Banking in Early Stages of Industrialization: A Study in Comparative Economic History. New York: Oxford Univ. Press. Christopoulos, D., & Tsionas, E. (2004). Financial development and economic growth: evidence from panel unit root and cointegration test. Journal of Development Economics 73, 55-74. Čihák, M., Demirgüç-Kunt, A., Feyen, E., & Levine, R. (2012). Benchmarking Financial System around The World. World Bank Policy Research Working Paper 6175. Goldsmith, R. W. (1969). Financial Structure and Development. New Heaven Conn.: Yale Univ. Press. Greenwood, J., & Jovanovic, B. (1990). Financial Development, Growth, and the Distribution of Income. The Journal of Political Economy, 98, 1076-1107. Hicks, J. (1969). A Theory of Economic History. Oxford: Clarendon Press. Hsiao, C. (1986). Analysis of Panel Data. Cambridge University Press. Ikhsan, M. (n.d.). Indikator-indikator Makroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. Johnston Jr., D., & Morduch, J. (2008, October 22). The Unbanked: Evidence from Indonesia. The World Bank Economic Review, 22(3), 517-537. Kendall, J., Mylenko, N., & Ponce, A. (2010). Measuring Financial Access around the World. World Bank Policy Research Working Paper 5253. Lindert, P. H., & Williamson, J. G. (1985). Growth, Equality, and History. Exploration Econ, 341-77. Lucas, R. (1988). On the Mechanics of Economic Development. Journal of Monetary Economics 22, 3-42. McKinnon, R. I. (1973). Money and Capital in Economic Development. Washington: Brookings Inst. Meir, G., & Seers, D. (1984). Pioneers in Development. New York: Oxford University Press. Robinson, J. (1952). The Rate of Interests and Other Essays. London: Macmillan. Schumpeter, J. (1911). The Theory of Economic Development. Cambridge: Harvard University Press. Shaw, E. S. (1973). Financial Deepening in Economic Development. New York: Oxford Univ. Press.
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013
LAMPIRAN Strategi Bank Indonesia dalam Melaksanakan Sistem Keuangan yang Inklusif
Sumber: Bank Indonesia
Pengaruh pembangunan ..., Laura Grace Gabriella, FE UI, 2013