Kepemimpinan Wanita dalam Masyarakat Jawa Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd
A. Latar Belakang Dalam salah satu tulisannya Singarimbun (1992) mengutip pendapat Robert Briffault yang beragumentasi bahwa hasil kerja dan penemuan-peneuman peempuan pada awal peradaban membuat kehidupan laki-laki terjamin dalam suatu tata masyarakat di mana perempuan memegang kekuasaan. Kemudian dengan segala akalnya, laki-laki mengambil kekuasaan itu. Jika mencermati tulisan tersebut, tampak ada satu proses pengambilalihan kekuasaan, dari wanita oleh kaum laki-laki. Selain itu, tulisan Briffault secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa pada mulanya wanita memiliki kekuasaan, dan dengan kekuasaan tersebut mereka memerintah terhadap lawan jenisnya. Meski tidak menyebutkan lokasinya, tampaknya tulisan Briffault ini lebih mencirikan masyarakat barat. Entah sebagai kelanjut episode tulisan Briffault pada kenyataan sejarah berikutnya, kaum laki-laki menguasai hampir seluruh sektor kehidupan. Sementara itu, wanita mengambil posisi yang justru berkebalikan dengan apa yang dipaparkan Briffault. Bagi wanita Indonesia, khususnya masyarakat jawa, reposisioning tersebut tampak jelas dalam pelbagai serta ataupun kitab-kitab kuno yang dihasilkan sejarah
panjang bangsa Indonesia. Posisi terbesar yang dipegang oleh wanita dalam sejarah adalah sebagai pemuas nafsu seks. Hal tersebut tampak pada relief beberapa candi yang ada di Indonesia, beberapa bagian serat centini, kitab pararaton. Penggambaran yang tampak untuk wanita tidak terlepas dari fungsi reproduksi, dan seks. Selepas sejarah kerajaan, posisi wanita tampaknya juga tidak banyak berubah, adagium yang dikenal luas di kalangan masyarakat jawa adalah konco wingking, swargo katut, neroko manut. Adagium-adagium tersebut pada akhirnya secara tidak langsung menjelaskan posisi kaum wanita dalam kehidupan sosialnya. Meski demikian, beberapa episode sejarah bangsa ini menampilkan sosok wanita dalam wajah yang berbeda. Sebut saja hadirnya Tjoet Nyak Dien, Tjoet Mutiah, Martina Martha Tiahahu, Malahayati, yang mampu memberi perlawanan heroik terhadap bangsa penjajah. Ataupun R.A Kartini, dan R. Dewi Sartika yang menempuh cara berbeda untuk menunjukkan eksistensinya, menjadikan nuansa baru dalam sejarah wanita Indonesia. Secara lelbih khusus, di Jawa dikenal beberapa nama besar dari kalangan perempuan yang memiliki kharisma kepemimpinan, meski yang bersangkutan tidak seluruhnya secara formal menduduki tampuk pimpinan. Sebut saja seperti Nyai Ageng Serang, atau pada masa-masa sebelumnya seperti Tri Bhuana Tungga Dewi (yang sempat memimpin kerajaan Majapahit, meski tidak lama). Pada masa pergerakan menuju pembentukan Indonesia merdeka, dikenal beberapa nama yang turut menyemarakkan khasanah perjuangan seperti Nyi Ahmad
Dahlan, Herlina (tokoh relawan), serta beberapa nama lain yang secara aktif berperan dalam organisasi penyusunan negara ini. Pada belakangan hari kemudian, ditambahkan dengan adanya calon astronut Indonesia yang salah satunya adalah wanita, yaitu Pratiwi Sudharmono, atau sebut saja Megawati Soekarno Putri yang memimpin salah satu partai politik saat ini. Jika melihat sejarah perjuangan wanita, tampaknya tidak semuanya berperan di sektor domestik, yang hanya bergerak dari dapur-sumur-kasur saja. Setidaknya beberapa nama di muka mengindikasikan peran sejarah yang pernah diemban kaum wanita. Meski masih menjadi silang pendapat tentang kharisma kepemimpinan di masyarakat jawa, mengingat beberapa adagium yang sempat diugemi oleh beberapa kalangan, tampaknya sejarah tidak pernah berdusta pernah ada tapak sejarah tentang kepemimpinan wanita. Dari kalangan wanita sendiri, tampak ada satu hal yang menarik. Sementara ini masih ada di antara wanita yang lebih tertarik untuk menggeluti peran domestik, entah karena keterpaksaan, ataupun kerelaan hati. Pada ujung-ujungnya pilihan tersebut tetap memposisikan mereka sebagai apa yang diungkap dalam adagium masyarakat Jawa. Adanya kontradiksi persepsi di antara wanita sendiri tentang persoalan kepemimpinan wanita menjadi satu diskusi panjang yang memerlukan banyak pembahasan. Setidaknya penelitian ini diharapkan mampu untuk mengungkap persepsi wanita saat ini tentang persoalan kepemimpinan baik berlatas belakang sejarah masa lalu, ataupun prediksi masa datang.
B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian Seperti diungkap pada paparan latar belakang masalah di muka, maka fokus penelitian ini adalah mengungkap persepsi wanita masa kini tentang kepemimpinan wanita. Dari fokus tersebut beberapa pertanyaan penelitian yang ingin dicari jawabnya adalah: 1. bagaimana sejarah kepemimpinan wanita di masa lalu? 2. bagaimana persepsi wanita tentang kepemimpinan wanita di masa lalu dan masa yang akan datang? 3. bagaimana pandangan kalangan pria tentang kepemimpinan wanita di masa lalu dan masa yang akan datang? 4. bagaimana peluang wanita dalam kepemimpinan di masyarakat (formal ataupun informal) saat ini, dan masa yang akan datang?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan peran wanita pada periode sejarah masa lalu, prediksi masa datang serta peluang yang mungkin dicapai kalangan wanita. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengungkap pandangan kalangan pria dan wanita tentang posisi wanita dan prospek kepemimpinan wanita baik berdasar seting sejarah masa lalu, ataupun prediksi masa datang.
D. Metode Penelitian 1. Subyek Penelitian
Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang dipilih berdasarkan kriteria pekerjaan yang dipilih, wilayah demografis, etnis Jawa. Sumber data diperoleh melalui kajian dokumenter literatur terkait, budayawan, serta masyarakat jawa.
2. Teknik Pengumpulan Data Ada dua teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini, pertama menggunakan teknik wawancara. Teknik ini digunakan untuk mengetahui pandangan tentang kepemimpinan wanita berdasarkan persepsi informan. Kedua menggunakan dokumentasi, melalui pelacakan dokumen dan literatur yang terkait. Teknik wawancara yang digunakan berpedoman pada teknik yang diajukan oleh Spradley (1979, 1980, 1997) yakni diawali dengan observasi dan wawancara deskriptif, selanjutnya observasi terfokus dan wawancara struktural, serta diakhiri dengan observasi selektif dan wawancara kontras. Observasi yang dilakukan, dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan dilakukan observasi partisipan. Namun demikian, selain kedua teknik tersebut, untuk menambah kelengkapan data digunakan juga teknik dokumentasi. Terkait dengan penggunaan teknik dokumentasi ini, Denzin (1994) menyatakan bahwa dalam kegiatan penelitian, dokumen dapat mendukung kegiata observasi yang dilaksanakan dan berkaitan dengan permasalahan. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikategorikan dalam human instruments, artinya peneliti sendiri yang langsung bertindak sebagai instrumen penelitian.
Dengan mengambil model yang diajukan Spradley, maka fokus pengamatan dilakukan terhadap tiga komponen utama, yaitu space (ruang, tempat), aktor (pelaku) dan aktivitas (kegiatan). Pelaksanaan pengamatan dilakukan secara terlibat. Maksudnya, pengamatan terlibat merupakan jenis pengamatan yang melibatkan peneliti dalam kegiatan orang yang menjadi sasaran penelitian, tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktivitas yang bersangkutan dan serta tidak menyembunyikan diri (Bachtiar, 1986: 118-120). Terkait dengan hal ini Banister (1994: 34) menyarankan untuk mengikuti kegiatan keseharian responden dalam waktu tertentu, memperhatikan apa yang terjadi, mendengarkan apa yang dikatakannya, menanyakan pertanyaan, mempelajari dokumen yang dimiliki responden. Berdasar pada saran Banister ini, maka peneliti akan mukin di lokasi penelitian untuk beberapa saat. Model wawancara yang dilakukan meliputi wawancara tak berencana yang berfokus dan sambil lalu. Wawancara tak berencana berfokus adalah pertanyaan yang diajukan secara tidak berstruktur tertentu, akan tetapi selalu terpusat kepada satu pokok yang tertentu, sementara wawancara sambil lalu adalah tertuju kepada orang-orang yang tanpa melalui seleksi terlebih dahulu secara teliti, akan tetapi dijumpai secara kebetulan (Koentjaraningrat, 1986: 140, Danandjaja, 1988: 103).
3. Teknik Penentuan Informan Seperti diungkap dalam bahasan subyek penelitian, maka teknik yang akan digunakan dengan menggunakan teknik purposive, berdasar kriteria yang telah
diungkap di muka. Sebagai pelengkap akan digunakan model snow ball sampling sebagai upaya menjaring informasi lebih banyak. Model pemilihan responden menggunakan pendekatan snow ball yang didasarkan pada anggapan bahwa responden tersebut sebagai pelaku dalam tema penelitian yang diteliti dan paling mengetahui tentang keadaan dirinya. Selain itu banyaknya responden ditentukan di lapangan atas dasar prinsip kejenuhan informasi yang diperoleh.
4. Lokasi Penelitian Berdasar pada tema yang diambil, seting penelitian akan mengambil situs di daerah Yogyakarta, dengan beberapa lokasi yang mewakili demografis kota, dan desa "pedalaman".
5. Teknik Analisis Data Berdasarkan teknik pengumpulan datanya, maka teknik analisis yang digunakan adalah merujuk teknik yang diajukan Spradley (1980), yakni analisis domain, analisis taksonomi, dan analisis komponensial. Analisis ini dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Tahap pertama, setelah dilakukan pengamatan dan wawancara deskriptif, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan analisis domain untuk mengetahui domain yang tercakup dalam perilaku wanita yang ada kaitannya dengan kepemimpinan. Dari hasil analisis ini dilanjutkan dengan pengamatan terfokus dan wawancara struktural dari domain tertentu.
Tahap kedua dilakukan analisis taksonomi. Tahap ini dilakukan setelah pengamatan terfokus dan wawancara struktural. Hal ini dilakukan untuk mendalami fokus tertentu dari domain yang telah ditentukan tentang perilaku wanita yang berkaitan dengan kepemimpinan yang dijalankannya. Pada tahap ketiga, dilakukan analisis komponensial, yakni dengan mengkontraskan antar elemen dalam domain yang diperoleh dari hasil pengamatan terseleksi dan wawancara kontras. Selanjutnya dari hasil analisis komponensial ini dapat ditemukan suatu tema yang merupakan deskripsi dari seluruh data yang diperoleh dan pada akhirnya akan menjawab penelitian ini. Mengingat ada data lain yang akan diperoleh, yaitu data dokumentasi, maka untuk keperluan analisis ini digunakan tehnik analisis isi. Pemilihan tersebut berdasar pada saran Babbie (1986: 267) bahwa metode analisis isi dapat digunakan pada objek hasil pemikiran manusia yang berwujud buku, majalah dan sejenisnya, "...content analysis methods may be applied to virtual any form of communication. Among the possibles artifacts for study are books, magazines, poems, newspapers, songs, painting, speeches, letters, laws, and constituions...". 6. Obyektivitas dan Keabsahan Data Obyektivitas dan keabsahan data penelitian dilakukan dengan melihat reliabilitas dan validitas data yang diperoleh. Dengan mengacu pada Moleong (1994) Untuk pembuktian validitas data ditentukan oleh kredibilitas temuan dan intepretasinya dengan mengupayakan temuan dan penafsiran yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang senyatanya dan disetujui oleh subyek penelitian (perspektif emik).
Dengan mengadopsi pendapat Moleong di atas, pengambilan data penelitian dilakukan akan dilakukan secara terus menerus selama kejenuhan data belum terpenuhi. Selain itu juga dilakukan obervasi yang berulang. Observasi berulang ini dilakukan selain untuk menemukan hal-hal yang konsisten, juga dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi kriteria reliabilitas data. Terkait dengan model triangulasi yang dapat dilakukan, Denzin (Patton, 1980) menyarankan untuk melakukannya dengan model triangulasi data, peneliti dan metode. Dengan pertimbangan keterbatasan waktu, dana, serta kemampuan, triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data yang diperoleh dari pelbagai sumber dan waktu.
E. Organisasi Peneliti
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, H.W., dkk. (1985). Budaya dan Manusia Indonesia. Yogyakarta: Hanindita.
Banister, Peter., et al. (1994). Qualitative Methods in Psychology: A Research Guide. Buckingham: Open University Press.
Bogdan, R.C. (1982). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston London Sydney Toronto: Allyn and Bacon, Inc.
Danandjaja, J. (1988). Antropologi Psikologi. Jakarta: Rajawali.
Koentjaraningrat. (1986). Metode Wawancara, dalam Koentjaraningrat (Ed). Metodemetode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Moleong, LJ. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya PT.
Muhadjir, Noeng. (1993). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Singarimbun, Masri. 1992. Renungan Dari Yogya. Jakarta: Balai Pusataka.
Spradley, J.P. 1979. The Etnographic Interview. New York: Holt, Rinehart and Winston.
--------. 1980. Participan Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.
--------. 1997. Metode Etnografi. Penterjemah Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: Tiara Wacana.