JURNAL ILMU SOSIAL, Vol 10, No. 3, Desember 2012
KENDALA ADAPTASI NELAYAN LOKAL TERHADAP TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP DI KELURAHAN HAMADI KOTA JAYAPURA Dirk Veplun* *Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih Jln. Sentani Raya, Kampus Uncen Baru, Waena - Jayapura
Abstarct : The central theme of this research is Constraint Adaptation Against Local Fishermen Fishing Technology in Sub Hamadi Jayapura. Circumstances indicate that there are differences in technology adaptation between local fishermen and fishing groups of migrants, resulting in differences in access to fisheries resources. The difference was not just cause socio-economic disparities, but can also touch the question of the relationship is not harmonious cooperation and other social problems such as jealousy, social preconceptions and stereotypes between groups giving fishermen catch. The method used in this study is descriptive, type of case study with a qualitative approach. As for the results to be achieved in this research is to understand the constraints of the adaptation of local fishermen fishing technology, understand the constraints that it will provide the right solution, the right solution to solve the problems faced by local fishermen.
Abstrak : Tema sentral penelitian ini adalah Kendala Adaptasi Nelayan Lokal Terhadap Teknologi Perikanan Tangkap di Kelurahan Hamadi Kota Jayapura. Keadaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan adaptasi teknologi antara kelompok nelayan lokal dan nelayan migran, mengakibatkan perbedaan akses terhadap sumber daya perikanan tangkap. Perbedaan itu tidak saja menimbulkan kesenjangan kehidupan sosial ekonomi, tetapi dapat pula menyentuh masalah hubungan kerjasama yang tidak harmonis dan masalah sosial yang lain seperti kecemburuan sosial, praduga sosial dan pemberian stereotip antara kelompok nelayan tangkap. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, adalah deskriptip, jenis studi kasus, dengan pendekatan kualitatif. Adapun hasil yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah, memahami kendala adaptasi teknologi perikanan tangkap nelayan lokal, memahami kendala itu maka akan memberikan solusi yang tepat, solusi yang tepat dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi nelayan lokal.
Kata Kunci: Constraints, Adaptation Technology, of Capture Fisheries Pertemuan antara kelompok nelayan perikanan tangkap migran dan lokal menjadi kompleksitas karena terjadi perbedaan akses terhadap sumnber perikanan tangkap. Perbedaan produksi akan berpengaruh terhadap pemasaran dan pendapatan, dan pendapatan akan berpengaruh terhadap pemilikan. Perbedaan yang demikian selain dapat menimbulkan dikotomi tetapi juga berhimpit pula pada kecemburuan sosial antar kelompok nelayan perikanan tangkap. Latar perbedaan akses terhadap sumber daya perikanan itu sebagai akibat dari perbedaan pemilikan dan penggunaan perlengkapan dan peralatan tangkap antar kelompok nelayan perikanan tangkap migran dan lokal. Kompleksitas itu semakin meningkat karena pada kenyataannya telah terjadi kendala adaptasi teknologi perikanan tangkap oleh kelompok nelayan lokal. Keadaan menunjukkan bahwa nelayan perikanan tangkap migran jauh lebih unggul karena memiliki dan menggunakan perlengkapan dan peralatan yang yang jauh lebih
unggul, sementara kelompok nelayan perikanan tangkap lokal menggunakan perlengkapan dan peralatan yang masih sederhana. Kondisi tersebut menimbulkan perbedaan bagi kehidupan kelompok nelayan yang menggunakan alat dan perlengkapan yang relatif ’’modern’’ dan kelompok yang belum menggunakannya. Perbedaan akses terhadap sumber daya perikanan tangkap berdampak luas pada aspek kehidupan sosial yang lain. Hal yang menarik untuk dikaji lebih mendalam adalah faktor apa yang melatari sehingga menimbulkan kendala adaptasi bagi nelayan lokal terhadap teknologi perikanan tangkap itu. Manakala memahami dan dapat mengungkapkan latar kendala adaptasi nelayan lokal terhadap tekonologi perikanan tangkap tersebut, maka dapat memberikan formula yang lebih tepat yang kemudian memberikan solusi yang tepat pula untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh kelompok nelayan lokal dengan segala dampak kehidupan sosial ekonominya. 128
Dirk Veplun - Kendala Adaptasi Nelayan Lokal dan Imigran
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah menggambarkan sosok kehidupan nelayan lokal meliputi, (1) sistem pengetahuan tentang alat dan perlengkapan yang digunakan oleh nelayan perikanan tangkap nelayan lokal yang mempengaruhi jangkauan tangkap, kuantitas dan kualitas hasil tangkapan nelayan lokal, (2) mengungkap sistem pemasaran, pengawetan, penghasilan, penggunaan penghasilan, dan pemilikan meliputi rumah, perlengkapan rumah tangga, dan pemenuhan kebutuhan, kondisi pendidikan dan kesehatan keluarga nelayan lokal, (3) menggambar latar yang dominan terhadap proses kendala adaptasi terhadap teknologi perikanan tangkap yang menimbulkan kurang memiliki akses terhadap sumber daya perikanan tangkap oleh nelayan lokal, dengan segala dampaknya terhadap hubungan sosial dengan kelompok nelayan migran dan (4) menemukenali masalah pokok yang dihadapi oleh nelayan perikanan tangkap nelayan lokal, sehingga dapat memberikan solusi yang lebih tepat guna meningkatkan kualitas hidup para nelayan lokal METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini mengacu pada metode deskriptif, pendekatan kualitatif dengan landasan etnografi. Metode deskriptif dikelompokkan atas beberapa jenis seperti survey, penelitian tindakan, studi pustaka dan studi kasus (Nazir 1993:25). Dalam konteks itu penelitian ini menggunakan jenis studi kasus. Penggunaan studi kasus kerena studi kasus digunakan secara meluas dan bervariasi dihampir semua disiplin ilmu sosial yang mengacu pada prinsip pengorganisasian dan metode penelitian sosial (Kuper, 1996). Dengan demikian sesuai dengan tema penelitian ini maka studi kasus dipandang lebih sesuai untuk rangkaian penelitian ini. Sumber dan Alat Pengumpulan Informasi Informasi yang diperoleh peneliti dengan melalui wawancara mendalam, pengamatan dan observasi partisipan terhadap berbagai aktivitas dunia empirik subyek kajian. Pelaku atau informan dapat memberikan informasi tentang dirinya dan tentang keadaan orang lain yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Berkaitan dengan itu maka alat pengumpulan data atau informasi dalam penelitian kualitatif
adalah peneliti itu sendiri. Dalam pada itu menurut Muhadjir (1999:34), penelitian kualitatif peneliti sekaligus merupakan perencana, penafsir dan akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitian, sedangkan Garna (1999:56), pendekatan kualitatif memerlukan manusia sebagai instrumen karena penelitiannya yang sarat dengan muatan naturalistik. Terkait dengan itu maka peneliti dituntut sepenuhnya memahami dan bersifat adaptif terhadap setiap situasi sosial yang dihadapi dalam kegiatan penelitian itu. Analisis Proses analisis penelitian kualitatif terdiri dari empat alur kegiatan, yaitu catatan lapangan, pengumpulan informasi, penyajian informasi dan penarikan kesimpulan (Mills 1992:23). Analisis informasi dilakukan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif (descriptive analysis). Hal ini dimaksudkan sebagai usaha untuk menjelaskan bagian-bagian dari keseluruhan informasi melalui klarifikasi dan kategorisasi. Menurut Alwasila (2002:159), hal seperti itu akan membantu peneliti dalam beberapa hal seperti (1) memudahkan identifikasi fenomena, (2) memudahkan perhitungan kemunculan fenomena dan (3) membantu menyusun kategori (kategorisasi) dan subkategorisasi. Analisis dilakukan bersamaan dengan informasi yang dikumpulkan dalam bentuk laporan lapangan, dan juga menulis laporan berkala sepanjang kegiatan penelitian, oleh karena itu analisis ini erat kaitannya dengan proses pengumpulan informasi. Hal itu terkait dengan konsep Mills (1992:16), bahwa proses analisis kualitatif terdiri dari empat alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan atau simultan, yaitu catatan lapangan, pengumpulan informasi, penyajian informasi dan penarikan kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perbandingan Antar Nelayan Lokal dan Migran Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan yang cukup signifikan antara kelompok nelayan lokal dan migran terkait dengan kehidupan sebagai nelayan perikanan tangkap. Berikut dapat digambarkan perbandingan pengetahuan antara nelayan lokal dan migran dalam aspek muism ikan, wilayah tangkap, perlengkapan dan 129
JURNAL ILMU SOSIAL, Vol 10, No. 3, Desember 2012
peralatan tangkap, sistem tangkap, sistem pengawetan, sistem pemasaran dan penghasilan. Pengetahuan merupakan suatu sistem yang terdiri berbagai komponen yang berdiri sendiri, fungsinya berbeda-beda, tetapi saling berkorelasi untuk mencapai tujuan akhir yang sama. Setiap komponen merupakan kemampuan atau daya yaitu kemampuan/keterampilan tangkap atau produksi dari kelompok nelayan perikanan
tangkap antar kelompok nelayan lokal dan migran. Perbedaan pengetahuan dari setiap komponen dan perangkat yang dimiliki itu akan menentukan kemampuan, keunggulan dalam akses terhadap sumber daya perikanan tangkap pada wilayah tangkap yang sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perbandingan pengetahuan dan alat tangkap antara nelayan dan migran pada tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan Pengetahuan dan Alat Tangkap Antara Nelayan Lokal dan Migran No 1 2 3
Pengetahuan/Alat Tangkap Musim Ikan Wilayah Tangkap Perlengkapan
Nelayan Lokal Bulan kalender Pesisir pantai Perahu dayung, lampu penerang
4 Peralatan Kalawai, senapan rakitan, pancing 5 Sistem Tangkap Pancing, menyelam, 6 Sistem Pengawetan Pengasapan, penggaraman 7 Sistem Pemasaran Tumpukan, perekor 8 Penghasilan Tidak menentu Sumber : Hasil Penelitian Tahun Agustus 2008
Pengetahuan Tentang Musim Ikan Terdapat perbedaan antara kelompok nelayan lokal dan migran dalam menentukan musim ikan. Kelompok nelayan lokal mengacu pada pergantian antara bulan terang dan bulan gelap sepanjang tahun. Menurut para nelayan lokal bahwa musim ikan selalu jatuh pada bulan purnama atau sepanjang bulan gelap. Sepanjang bulan purnama atau bulan gelap para nelayan lokal akan aktif mencari ikan disekitar pesisir pantai pada malam hari atau pada siang hari. Pada saat itu produksi tangkap meningkat tajam, dan itu berarti selain kebutuhan protein hewani cukup tersedia dan juga pendapatan para nelayan lokal akan meningkat, walau sulit dikalkulasi secara matematik. Hal tersebut disebabkan hasil penjualan ikan pada umumnya pada saat itu langsung dibelanjakan untuk membeli kebutuhan keluarga seperti membeli gula pasir, beras, garam dapur, teh, kopi, minyak goreng dan kebutuhan pokok lainnya. Kelompok nelayan perikanan tangkap migran menentukan musim ikan mengacu pada pergantian puturan musim angin yaitu, antara musim angin barat dan angin timur. Pergantian musim angin itu selalu mengikuti perhitungan bulan kalender berlangsung. Musim angin barat senantiasa terjadi pada bulan Februari, Maret,
Nelayan migran Pergantian musim angin Laut lepas Motor tempel, cold box, senter baterei, ember Jaring tarik, dan pancing tunda, Jaring, pancing tunda Pendingin (es beku), penggaraman Lelang, borongan. Tergantung muism ikan
April dan Mei, sedangkan musim angin timur selalu jatuh pada bulan Juli, Agustus, dan September pada setiap tahun kelender berjalan. Menurut para kelompok nelayan migran bahwa pada bulan tersebut merupakan bulan musim ikan, di mana hampir semua pasar tradisional akan penuh dengan berbagai jenis ikan dan berbagai ukuran. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat 7 bulan merupakan bulan musim ikan, sedangkan 5 bulan yang lain bukan musim ikan. Hal itu tidak berarti pada bulan yang lain tidak ada ikan sama sekali, ikan tetap ada tetapi tidak sebanyak pada bulan yang sudah ditetapkan tersebut. Pada bulan musim ikan pendapatan nelayan migran akan meningkat secara tajam jika dibandingkan pada bulan lainnya. Menurut penuturan seorang informan bahwa pada saat muism ikan dan memang ada rejeki biasanya dalam 1 hari saja dapat memperoleh pendapatan mencapai antara 5 sampai 6 juta dalam sehari Perlengkapan dan Peralatan Tangkap Perlengkapan dan peralatan tangkap sangat menentukan produktivitas suatu kelomok nelayan. Keadaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perlengkapan dan alat tangkap perikanan tangkap antara kelompok nelayan lokal 130
Dirk Veplun - Kendala Adaptasi Nelayan Lokal dan Imigran
dan nelayan migran. Ditinjau dari perlengkapan ataupun peralatan tangkap yang digunakan oleh ke dua kelompok nelayan tersebut, maka kelompok migran memiliki perlengkapan dan peralatan yang jauh lebih baik dtinjau dari jangkauan wilayah tangkap, kuantitas dan kualitas tangkapan atau produksi. Kelompok nelayan lokal masih mempertahankan perlengkapan dan peralatan tradisional yang secara turun temurun diturunkan oleh nenek moyang mereka dan belum dapat beradaptasi dengan perlengkapan dan peralatan yang datang dari luar termasuk yang dimiliki dan diperkenalkan oleh nelayan migran. Perbedaan perlengkapan dan peralatan tersebut menentukan kemampuan akses terhadap sunber daya perikanan tangkap, yang berpengaruh pula terhadap perbedaan pendapatan dari ke dua kelompok nelayan tersebut. Perbedaan tersebut selain menimbulkan dikotomi antar ke dua kelompok nelayan tersebut, maka tidak jarang pula menimbulkan kerjasama tidak harmoni serta menyimpan konflik laten antara ke dua kelompok nelayan yang hidup bertetangga tersebut. Salah satu indikator kerjasama yang tidak harmoni itu adalah, kelompok nelayan migran kesulitan air bersih dan air minum, karena pipa karet air bersih yang disambung/disalurkan ke perkampungan nelayan migran melalui perkampungan migran lokal, sering tidak mengalir karena ditutup oleh nelayan lokal. Bahkan perkembangan terakhir bahwa daerah permukiman kelompok nelayan migran yang disebut Pulau Kosong yang ditempati puluhan tahun silam itu, akan digugat oleh pemiliknya yang notabene adalah termasuk kelompok nelayan lokal. Kendala beradaptasi terhadap perlengkapan dan peralatan tersebut, selain karena harga perlengkapan dan peralatan itu harga beli jauh lebih mahal, tetapi juga juga karena perlengkapan dan peralatan tersebut memiliki nilai tradisi atau nilai sosial bagi kelompk nelayan lokal yang sulit ditinggalkan. Wilayah Tangkap Jangkauan Wilayah tangkap sangat tergantung pada perlengkapan dan peralatan yang dimiliki oleh kelompok nelayan perikanan tangkap yang bersangkutan. Keadaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan perlengakapan dan peralatan yang dimiliki oleh nelayan perikanan tangkap antara nelayan lokal
dan migran. Perbedaan wilayah jangkauan tangkap akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas hasil tangkapan dan hasil tangkapan akan dapat berpengaruh terhadap pendapatan atau penghasilan kelompok nelayan yang bersangkutan. Tabel 1 menggambarkan bahwa nelayan lokal masih memiliki dan menggunakan perlengakapan yang masih sederhana, seperti perahu atau sampan sebagai perlengkapan yang akan menentukan jangkauan wilayah tangkap. Perahu dayung atau sampan yang dimiliki oleh nelayan lokal dilihat dari ukuran dan belum dilengkapi dengan motor tempel, maka jelajah wilayah tangkap sangat terbatas, yaitu hanya digunakan untuk menangkap ikan pada pesisir pantai. Peralatan tangkap yang dimiliki dan digunakan oleh nelayan lokal masih terbatas pada alat seperti pancing, kalawai dan snapan rakitan. Alat pancing digunakan untuk memancing disekitar pesisir pantai dengan daya tangkap yang sangat terbatas. Demikian pula snapan rakitan yang biasa dipakai untuk menyelam pada malam hari atau siang hari juga memiliki daya tangkap terbatas. Hal itu berbeda dengan kelompok nelayan migran yang memiliki perlengkapan dan peralatan yang jauh lebih baik, ditinjau dari ukuran dan dilengkapi dengan motor tempel yang memiliki jelajah wilayah tangkap di laut lepas. Peralatan seperti jaring tarik dengan ukuran panjang 300 meter dan lebar 30 meter itu, memiliki daya tangkap yang jauh lebih baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas. Demikian pula alat pancing tunda yang biasa digunakan di laut lepas pada umumnya menangkap ikan jauh lebih banyak jika dibandingkan alat pancing digunakan dipesisir pantai. Perbedaan pemilikan dan penggunaan perlengkapan dan peralatan antara kelompok nelayan perikanan tangkap nelayan lokal dan migran dapat menyebabkan perbedaan jangakau wilajah jelajah penangkapan ikan. Kelompok nelayan lokal mengauasi pesisir pantai, dan kelompok nelayan migran menguasai laut lepas. Perbedaan jangkaun wilayah tangkap dapat menimbulkan perbedaan terhadap akses sumber daya alam perikanan tangkap di Kelurahan Hamadi Distrik Jayapura Selatan Kota Jayapura. Sistem Pengawetan Kedua kelompok memiliki latar persamaan dalam hal sistem pengawetan hasil tangkapan, 131
JURNAL ILMU SOSIAL, Vol 10, No. 3, Desember 2012
yaitu dengan sistem pengasapan dan penggaraman. Pengawetan dimaksudkan untuk menyimpan hasil tangkapan dan dapat memasarkan ikan dalam kondisi segar. Dalam perkembangan para nelayan menggunakan alat pendingin dengan menggunakan es batu yang disimpan dalam kotak plastik yang kemudian disebut cold box. Cold box ini dapat menyimpan hasil tangkapan untuk beberapa hari selama pera nelayan masih menangkap ikan dilaut lepas, untuk menjaga hasil tangkapan dapat dipasarkan dalam keadaan segar. Perlengkapan cold box pada umumnya digunakan oleh para nelayan migran, ataupun oleh kelompok penjual ikan di pasar. Pasar tradisional yang berada sekitar Kota Jayapura pada umumnya menggunakan cold box sebagai alat pengawet ikan, sehingga ikan dapat disimpan untuk beberapa hari, kemudian di jual kepada konsumen sebagai ikan beku yang memang sudah tidak segar lagi. Sistem pengawetan pengasapan dan penggaraman terutama sistem penggaraman yang disebut ikan asin atau ikan garam, masih dapat ditemui di hampir seluruh pasar - pasar tradisional bahka dapat ditemui di toko swalayan yang bertebaran di Kota Jayapura. Kelebihan sistem pengawetan penggaraman ini dapat bertahan dalam waktu beberapabulan, sehingga ikan asin atau ikan garam dapat dipasarkan ke luar kota terutama di kota-kota pedalaman. Sistem Pemasaran dan Penghasilan Pemasaran atau transaksi jualbeli nelayan perikanan tangkap baik oleh nelayan lokal maupun migran sangat tergantung pada hasil tangkapan. Pada saat musim ikan maka hasil tangkapan akan dipasarkan ke pasar terdekat, tetapi manakala bukan pada musim ikan maka hasil tangkapan hanya untuk memenuhi konsumsi keluarga. Keadaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sistem penjualan antara kelompok nelayan lokal dan migran. Pada kelompok nelayan lokal terjadi pembagian tugas, yaitu kaum laki-laki bagian mencari/menagkap ikan, sedangkan pemasaran adalah tugas kaum perempuan. Hasil tersebut sudah menjadi tradisi komunitas lokal dalam berbagai kegiatan pamasaran hasil pertanian termasuk hasil nelayan perikanan tangkap. Beberapa alasan yang dikemukakan bahwa pekerjaan mencari ikan termasuk pekerjaan yang berbahaya yang harus
dilakukan oleh kaum laki-laki, sedangkan pekerjaan pemasaran tidak termasuk pekerjaan yang berbahaya bagi keselamatan. Alasan lain adalah karena kaum perempuan lebih sabar menunggu para konsumen dan lebih mahir dalam transaksi tawar-menawat antara penjual dan pembeli. Sistem penjualan tidak menggunakan timbangan, tetapi dalam bentuk tumpukan bagi ikan ukuran kecil dan per ekor bagi ukuran ikan besar. Harga ikan tumpukan bervariasi antara Rp 20.000 sd Rp 50.000, sedangkan ikan ukuran besar lebih kurang berat antara 2 sd 3 kg dipatok harga Rp 75.000 sd Rp 100.000 per ekor. Pengahsilan rata-rata tiap hari, tiap bulan sulit dikalkulasi, karena pada umumnya sesudah berjualan, kemudian penghasilan hari itu dibelanjakan untuk membeli berbagai keperluan keluarga dan tidak jarang penghasilan hari itu juga habis dibelanjakan pada hari itu juga. Pada kelompok nelayan perikanan tangkap migran penjualan didominasi oleh kaum laki-laki. Sistem penjualan juga tidak mengenal penggunaan timbangan, tetapi menggunakan ember (1 ember) dengan harga Rp 200.000 untuk ikan ukuran kecil, sedangkan ikan ukuran besar tergantung tawar menawar antara penjual dan pembeli. Keadaan menunjukkan bahwa telah terjadi ikatan antara pembeli tertentu dengan kelompok tetentu atau dengan sistem langganan tetap, antar penjual dan pembeli telah saling mengenal satu sama lain. Namun demikian diantara mereka tidak saling merugikan, dan semacam terjadi solidaritas antar migran, sehingga terjadi hubungan yang harmonis antar kelompok penjual dan pembeli. Menurut seorang informan bahwa pada musim ikan dan pada saat tertentu ( memang rejeki) dalam satu hari dapat menjual 20 ember dengan harga Rp 300.000 per ember, tetapi pada saat bukan musim ikan tidak jarang hasil tangkapan hanya untuk kebutuhan keluarga. Dengan demikan penghasilan para nelayan migran sangat tergantung pada musim ikan. Pemilikan Pada umumnya kehidupan nelayan perikanan tangkap lokal di Teluk Yos Soedarso yang temasuk dalam wilayah Kelurahan Hamadi Kota Jayapura ini tergolong lebih pada memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Artinya mereka belum sepenuhnya mengandalkan hidup mereka pada matapencaharian sebagai nelayan perikanan tangkap. Beberapa indikator seperti rumah dan perabotnya para kelompok nelayan lokal pada 132
Dirk Veplun - Kendala Adaptasi Nelayan Lokal dan Imigran
umumnya semi permenen dan bahkan ada pula rumah darurat dengan perabot rumah sederhana. Namun demikian pada umumnnya memiliki televisi dan radio siaran pada setiap rumah tangga. Tampaknya alat komuniaksi seperti halnya televsi dan radio siaran sudah dipandang sebagai kebutuhan dasar bagi kelompok nelayan periakana tangkap lokal. Pada kelompk nelayan migran pun memiliki rumah yang pada umumnya berbentuk semi permanen. Pada umumnya memiliki perabot rumah seperti kursi dan meja tamu, terdapat pula televiasi dan radio siaran pada setiap rumah tangga. Hal yang menonjol pada kelompok nelayan migran ini adalah pemilikan perhiasan emas yang digunakan oleh setiap orang sebagai indikator keberhasilan dalam aspek ekonomi dan sebagai status ekonomi dan gengsi sosial dalam kehidupan masyarakat. PENUTUP Kesimpulan Beberpa kesimpulan yang dapat dinyatakan adalah bahwa nelayan perikanan tangkap kelompok lokal lebih orientasi nilai sosial dalam rangka memperkuat jaringan sosial kelompok dan pertemanan internal kelompok dari pada nilai ekonomi dan pasar. Selain itu nelayan perikanan tangkap kelompok lokal masih dipengaruhi latar tradisi peramu, sehingga mencari dan menangkap hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar dan belum sepenuhnya berorientasi pasar. Perlengkapan dan peralatan yang digunakan oleh kelompok nelayan masih tergolong masih sederhana, sehingga memiliki daya tangkap ikan masih terbatas. Dilai sisi terlihat kemampuan akses sumber daya perikanan tangkap masih relatif rendah, mengakibatkan perbedaan daya tangkap,
pendapatan, pemilikan yang tidak jarang menimbulkan adanya dikotomi antar kelompok nelayan lokal dan migran dan berakhir pada kecemburuan dan praduga sosial antar kelompok, dan juga pengetahuan tentang musim ikan, sistem pengawetan, pemasaran nelayan perikanan tangkap kelompok lokal masih bersifat sederhana, sehingga berpengaruh pada pendapatan dan pemilikan sebagai nelayan perikanan tangkap Saran dari temuan penelitian ini maka beberpa saran yang dapat disampaikan adalah pertama, harus diadakan pembentukan pembauran kelompok nelayan perikanan tangkap antara kelompok nelayan lokal dan migran, agar terjadi interaksi sosial dan tercipta proses asimilasi, adaptasi dan adopsi teknologi nelayan perikanan tangkap oleh kelompok nelayan lokal. Kedua, diperlukan proses pembinaan dan bantuan perlengkapan dan peralatan nelayan perikanan tangkap bagi nelayan lokal, agar proses pemberdayaan terhadap nelayan lokal dapat dicapai. Ketiga, keadaan menunjukkan bahwa masyarakat lokal tidak akan memiliki akses lagi dibidang pertanian, karena lahan garapan sudah semakin sempit akibat perluasan pembangunan, dan karena itu peluang untuk memiliki akses terhadap sumber daya alam hanya melalui kegiatan nelayan perikanan tangkap yang memerlukan pembinaan yang berkelanjutan. Dan keempat adalah kelompok nelayan lokal diperlukan keterbukaan untuk menerima nelayan migran, sebaliknya kelompok nelayan migran hendaknya dapat menciptakan kerjasama yang harmonis dengan kelompok nelayan lokal dalam begbagai kegiatan kemasyarakatan termasuk kegiatan nelayan perikanan tangkap
DAFTAR PUSTAKA Adhuri, Dedi S. 2003. Menyoal Masalah Identitas pada Konflik Kenelayanan, Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Indonesia, Jakarta : LIPI Alwasilah Chaedar, 2002. Pokoknya Kualitatif, Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif, Bandung : Pustaka Jaya Creswell. W. John. 1994. Research Design Qualitative & Quantitave Approaches, London New Delhi: Sage Publication Garna, K. Judistira. 1999. Metode Penelitian : Pendekatan Kualitatif, Bandung : Akademika Herman Hairuman, 2005. Konflik dan Perundang-undang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Otonomi Khusus Papua, Jakarta: Yayasan Mitra Pembangunan Desa Kota 133
JURNAL ILMU SOSIAL, Vol 10, No. 3, Desember 2012
Indrawasih Ranta, 2002. Manajemen Sumber Daya Laut di Namosain NTT: Jurnal Masyarakat dan Budaya, Jakarta PMB-LIPI Korwa Apner. 1997. Teluk Yotefa, Sumber Kehidupan Kampung Enggros dan Tobati di Kota Jayapura : Jurnal Yayasan Pembangunan Masyarakat Desa Irja. Kusnadi, 2000. Konflik sosial Nelayan, Kemiskinan dan Perubahan Sumber Perikanan, Jogyakarta : LKI Mils B. Mathew, 1995. Analisi Data Kualitatif, Jakarta: UI Press. ----------, 2000. Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial, Bandung: Humaniora Utama Press Nikijuluw, Victor.P.H. 2003. Peluang Investasi di Sektor Perikanan dan Kelautan di Indonesia, Jurnal Dinamika Kemasyarakatan Vol II. No 2 Jakarta: Ristek Veplun Dirk, 2003, Dinamika Interaksi Penduduk Lokal dan Migran di Kota Jayapura, Jurnal STISIPOL Silas Papare Jayapura
134