KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS Jakarta, 18 September 2015
Penjelasan Beberapa Deregulasi yang Sudah Selesai
Seperti diketahui, hingga saat ini pemerintah telah menyelesaikan pembahasan atas 31 perubahan atas berbagai macam peraturan. Namun demikian, “Kami mengakui, ada deregulasi yang belum tersosialisasi dengan baik,” kata Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia pada kesempatan bertemu dengan wartawan usai Sholat Jumat (18/9) di Gedung KementerianKoordinator Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta. Sebagai bagian dari sosialisasi deregulasi ini, Darmin menjelaskan beberapa perubahan peraturan yang sudah selesai tersebut, di antaranya: I. Peraturan Presidententang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan. Pemerintah akan mendorong kebijakan penggunaan sumber energi alternatif untuk transportasi, yakni bahan bakar gas. Hal ini seiring dengan impor bahan bakar minyak nasional yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, serta terbatasnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan bahan bakar minyak,khususnyabahan bakar minyak untuk sektor transportasi. Implementasi yang diharapkan akan dilakukan bulan depan (Oktober 2015) ini tentu akan berdampak besar. Sebab, penggunaan bahan bakar gas secara masif akan mengurangi ketergantungan impor BBM dan menghemat devisa. Selain itu, juga akan terjadipenghematan biaya transportasi baik untuk kendaraan pribadi maupun kendaraan umum bagi masyarakat. Adapun bahan bakar gas yang dimaksud dalam Inpres ini adalah dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG) yang berbiaya lebih murah dibandingkan bahan bakar minyak. Bahan bakar gas juga mempunyai kelebihan lebih bersih dan dapat digunakan untuk mesin mobil modern dengan kompresi rasio yang tinggi dibandingkan dengan bahan bakar minyak.
Dengan adanya Ipres ini, diharapkan akan terjadi percepatan pelaksanaan pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas,dan meminta paramenteri, kepala lembaga pemerintah non-kementerian, gubernur, dan bupati/walikota untuk memberikan
dukungan
percepatan
proses:perizinan
yang
terkait
dengan
pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas; pengadaan tanah untuk pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas; sosialisasi penggunaan Bahan Bakar Gas berupa CNG;mendorongpenggunaan Bahan Bakar Gas bagi kendaraan dinas dan kendaraan bermotor angkutan penumpang umum.
II. Peraturan Presidententang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas untuk Kapal Perikanan Nelayan Kecil. Kapal perikanan nelayan kecil menggunakan solar sebagai bahan bakar. Sebagaimana diketahui bahwa harga solar tergolong mahal yang berdampak kemudian pada tingginya biaya operasional kapal perikanan nelayan kecil. Tingginya biaya operasional kapal perikanan nelayan kecil menyebabkan nelayan kecil sulit mendapatkan tingkat kesejahteraan yang layak akibat kecilnya margin keuntungan. Terkait dengan hal tersebut, substitusi dari penggunaan bahan bakar solar ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) diharapkan dapat mengurangi beban biaya operasional nelayan kecil dan meningkatkan kesejahteraannya. Penerbitan Perpres ini diharapkan dapat menjadi dasar hukum bagi PT Pertamina (Persero) untuk membagikan paket perdana Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Perikanan Nelayan Kecil melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Perpres yang dirancang untuk berlaku Oktober 2015 ini juga akan efektif membantu nelayan kecil untuk melakukan penghematan biaya operasional sekitar 65% per hari atau setara Rp.100.400 bila dibandingkan dengan biaya penggunaan solar (dengan asumsi per hari, nelayan menggunakan solar sebanyak…..liter)
III. Intruksi Presiden tentang Kebijakan Deregulasi Nasional Seperti diketahui, salah satu alasan pemerintah meluncurkan paket deregulasi adalah untuk meningkatkan daya saing industri. Sebab, porsi peran industri terhadap pertumbuhan ekonomi semakin menurun sehingga menurunkan pula penyerapan tenaga kerja.
Untuk PMDN telah terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja dari sebesar 279.099 pasa tahun 2012 menjadi hanya 124.135 di tahun 2014 (turun 56%). Sedanguntuk PMA terjadi penurunan penyerapan dari sebesar 510.540 tahun 2012 menjadi hanya 222.345 tahun 2014. Terkait dengan hal tersebut pemerintah akan merasionalisasi peraturan perundangundangan dengan menghilangkan: duplikasi, redundansi dan peraturan yang tidak relevan. Dengan
demikian, maka diharapkan peraturan
ditetapkan
lebih
mempermudah
dan
perundang-undangan
menyederhanakan
serta
yang
memberikan
kepasatian bagi industri untuk pengembangan kegiatan usahanya. Di samping itu, pemerintah juga akan meningkatkan keamanan dan penyelesaian gangguan keamanan terhadap dunia usaha.
IV. Revisi Peraturan Kepala BPOM Nomor 27 Tahun 2013tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia. Revisi Perka BPOM dimaksudkan untuk mengurangi frekuensi perizinan impor obat dan makanan menjadi pengawasan berbasis risiko yang melibatkan Inspektur Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Sedangkan pengawasannya bersama lintas sektor kegiatan Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (TPBB). Dan khusus untuk produk pangan, dikordinasi melalui Indonesia Rapid Alert System Food and Feed (INRASFF). Melalui revisi Perka BPOM ini, diharapkan pengadaan obat dan makanan untuk kebutuhan
masyarakat
menjadi
lancar,
berkurangnya
frekuensi
perizinan
pengimporan obat dan makanan karena pelayanan perizinan diadakan secara berkala dan secara eletronik.
V. Revisi Peraturan Kepala (Perka) BPOM yang merevisiPerka BPOM Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan Ke Dalam Wilayah Indonesia. Adanya Perka BPOM yang lama menyebabkan lambatnya pengadaan bahan baku yang dibutuhkan karena setiap kali impor bahan baku, harus ada izin dari BPOM. Proses ini dinilai menghambat pengadaan bahan baku obat dan makanan. Revisi pada Perka BPOM ini difokuskan pada penerapan pengembangan Risk Management melalui Surat Keterangan Import (SKI) Prioritas. Selain itu juga
menerapkan mekanisme paperless dengan cara revitalisasi SKI Transaksional menjadi Non Transaksional, pemberlakuan pembayaran PNBP melalui e-payment, simplifikasi persyaratan (packing list dan BoL/AWB) dan menggantinya dengan informasi data manifest DJBC dan sekitar 25% HS Code. Rasionalisasi komoditas yang bersinggungan dengan K/L lain dilakukan dengan cara Single Submission, di mana pengurusan perizinan di Bea Cukai, Badan Karantina Pertanian, dan BPOM dilakukan sekaligus dengan sistem elektronik (INSW). Revisi Perka BPOM ini akan memudahkan dan mempercepat pasokan bahan baku obat dan makanan karena pelayanannya dilakukan secara eletronik, paperless, tanpa tandatangan dan tanpa cap basah. Pengadaan bahan baku dari impor diperlukan untuk pengembangan industri farmasi, kosmetik, obat tradisional dan makanan.
Selain perubahan tersebut di atas, ada juga yang masih menunggu finalisasi, misalnya: Intruksi Presiden tentang Percepatan Pelaksaaan Proyek Strategis Nasional. Rancangan Instruksi Presiden ini belum selesai sepenuhnya dibahas dan masih menunggu finalisasi. Tapi isinya terkait dengan adanya keluhan tentang terhambat dan lambatnya pelaksanaan dan penyelesaian berbagai proyek strategis nasional sehingga menghambat pelayanan umum kepada masyarakat. “Ujung-ujungnya, mengganggu perekenomian nasional,” tambah Darmin. Untuk itulah, dipandang perlu ada arahan dan instruksi untuk mempercepat pelaksanaan proyek strategis nasional ini. Caranya? Pemerintah mempermudah penyiapan proyek, pengadaan lahan proyek, pendanaan proyek, perizinan, pelaksanaan pembangunan fisik, pengawasan dan memberikan pertimbangan hukum. Selain itu, juga dilakukan mitigasi risiko hukum dan non-hukum. Misalnya
saja,
pemerintah
akan
menerbitkan
petunjuk
teknis
dan/atau
penjelasan/penafsiran kepadapejabat dan atau pemerintah daerah terhadap peraturan perundang-undangan atau kebijakan dalam mempercepat proyek strategis ini. Dan yang lebih penting, pemerintah akan meningkatkan fungsi aparat pengawasan intern pemerintah dalam rangka pengawasan pelaksanaan proyek. Dengan demikian, diharapkan para menteri, gubernur dan bupati/walikota segera dapat melaksanakan percepatan pelaksanaan proyek strategis tanpa perlu khawatir akan terjadi masalah hokum sepanjang dilakukan dengan tata kelola yang baik.
Implementasi Inpres ini akan dilakukan paling lambat tiga bulan sejak dikeluarkan. Selain itu, pemerintah juga akan menyusun tata cara (SOP) pemanggilan dan pemeriksaan pegawai/pejabat pemerintah atau pejabat BUMN oleh pihak Kejaksaan dan Kepolisian atas laporan penyimpangan.
Jakarta, 18 September 2015 Humas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian