1
KEMAMPUAN SISWA MENENTUKAN POKOK PIKIRAN PARAGRAF BERDASARKAN WACANA DI KELAS IV SDN 3 TABONGO KECAMATAN TABONGO FITRI LESTARI UMAR (Mahasiswa Jurusan S1 PGSD FIP UNG) Pembimbing Dra. Hj. Evi Hasyim, M.Pd Wiwy T. Pulukadang, S.Pd, M.Pd. ABSTRAK Fitri Lestari Umar. 2013. Kemampuan Siswa Menentukan Pokok Pikiran Pada Paragraf Berdasarkan Wacana Di Kelas IV SDN 3 Tabongo Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I: Dra. Hj. Evi Hasyim, M.Pd, Pembimbing II: Wiwy T. Pulukadang, S.Pd, M.Pd. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaiamankah kemampuan siswa di kelas IV SDN 3 Tabongo Kecamatan Tabongo dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf berdasarkan wacana?” Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa kelas IV SDN 3 Tabongo dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf berdasarkan wacana. Setting penelitian ini diadakan di SDN 3 Tabongo Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo dengan jumlah siswa 29 orang. Tahap-tahap penelitian ini terdiri dari tahap persiapan,tahap observasi, wawancara dan tahap penelitian. Hasil penelitin menunjukan bahwa kemampuan siswa dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf dapat ditingkatkan dengan menggunakan wacana sebagai media pembelajaran. Pada tahap observasi diketahui bahwa dari 29 siswa yang ada di kelas IV SDN 3 Tabongo, dari pembelajaran minggu pertama kemampuan rata-rata siswa dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf berdasarkan wacana hanya sebesar 41.38% atau hanya 12 orang dari 29 siswa yang mampu menentukan pokok pikiran pada paragraf berdasarkan wacana, namun setelah diberikan penjelasan dan contoh oleh guru, pada pertemuan minggu ke dua kemampuan siswa meningkat menjadi 89.65% atau 26 dari 29 siswa yang ada di kelas IV SDN 3 Tabongo Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo telah mampu menentukan pokok pikiran pada paragraf berdasarkan wacana. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kemempuan siswa dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf berdasarkan wacana dapat meningkat dengan adanya bimbingan dan motivasi dari guru serta situasi belajar yang kondusif,sehingga apa yang menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Kata Kunci: Kemampuan Siswa, Pokok Pikiran, Paragraf BAB I PENDAHULUAN Dalam pembelajaran bahsa Indonesia terdapat 4 kemampuan dasar yang perlu dikuasai siswa yaitu menyimak, membaca, menulis dan berbicara. Menentukan pokok pikiran pda paragraf merupakan kemampuan dasar siswa dalam menangkap menganalisis serta memberi respon terhadap suatu yang disimaknya. Kemampuan berbahsa lainnya yang perlu dikembangkan di sekolah dasar adalah kemampuan membaca. Kemampuan membaca ini merupakan kempauan dasar yang sangat substansial karena menjadi dasar utama dalam pelajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan pengamatan di SDN 3 Tabongo Kecamatan Tabongo, menujukan bahwa tingkat kemampuan siswa dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf belum maksimal. Realitas di lapangan menunjukan bahwa sebagian siswa kelas IV SDN 3 Tabongo belum terlatih dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf. Dari 29 siswa hanya 12 siswa (41.38%) yang memiliki kemampuan rata-rata baik dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf, sedangkan 17 siswa (58.62%) belum dapat menentukan pokok pikiran pada paragraf dengan baik. Untuk menghindari hal tersebut maka guru harus menggunakan sebuah wacana atau karangan yang telah ditentukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Paragraf Tagiran (2005 : 1) mengemukakan bahwa dalam sebuah karangan yang utuh, fungsi utama paragraf yaitu:1) untuk menandai pembukaan atau awal ide/gagasan baru, 2) sebagai pengembangan lebih lanjut tentang ide sebelumnya atau, 3) sebagai penegasan terhadap gagasan yang diungkapkan terlebih dahulu. Menurut Tarigan (2005:3) mengemukakan bahwa paragraf memiliki syarat sebagai berikut :
2 a) Kepaduan Paragraf b) Kesatuan Paragraf c) Kelengkapan Paragraf Sebuah paragraf dikatakan lengkap apabila di dalamnya terdapat kalimat-kalimat penjelas secara lengkap untuk menunjuk pokok pikiran atau kalimat. Ciri-ciri kalimat penjelas yaitu berisi penjelasan berupa rincian, keterangan, contoh dan lain-lain. Selain itu, kalimat penjelas berarti apabila dihubungkan dengan kalimat-kalimat di dalam paragraf. Kemudian paragraf berhubungan dengan cara mengembangkan paragraf. Paragraf dapat dikembangkan dengan cara, pertentangan, perbandingan, analogi, contoh, sebab akibat, definisi dan klasifikasi. Keraf (1980:63-66) memberikan penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya yakni : a) Paragraf Pembuka Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Sebab itu sifat dari paragraf semacam itu harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yang sedang diuraikan. Paragraf yang pendek jauh lebih baik jika dibandingkan dengan paragraf yang panjang, karena paragraf yang panjang hanya akan menimbulkan kebosanan bagi si pembaca. b) Paragraf Penghubung Yang dimaksud dengan paragraf penghubung adalah semu paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan paragraf penutup. Inti persoalan yang akan dikemukakan penulis terdapat dalam paragraf-paragraf ini. S4ebab itu dealam membentuk paragraf-paragraf penghubung harus diperhatikan agar hubungan antara satu pragraf dengan paragraf yang linnya itu teratur dan tersusun secara logis. Junaedi (2006:2), sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung dari pola jenis karangnnya. Dalam karangan-karangan yang bersifat deskrptif, naratif, eksposisis, paragrafparagraf itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang. c) Paragraf Penutup Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam paragraf-paragraf penghubung. Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf, dari dasar tersebut penulis menetapkan letak kalimat utama dalam paragraf sebagai salah satu cerita penjelasan paragraf. Penjelasan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini berpijak pada pendapat Sirai, dkk (2005:70-71) yang mengemukakan empat cara meletakkan kalimat utama dalam paragraf. a) Paragraf Deduktif b) Paragraf Induktif c) Paragraf Gabungan atau Campuran d) Paragraf tanpa kalimat Utama Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama. Berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasanya digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi. Contoh paragraf tanpa kalimat utama : Dhieni, Nurbiana. Dkk, (2005:34) mengemukakan bahwa jenis paragraf dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian yaitu : a) Narasi b) Deskripsi c) Eksposisi d) Argumentasi e) Persuasi Berdasarkan contoh paragraf tersebut menunjukkan bahwa suatu paragraf memiliki kesatuan , kepaduan, dan kelengkapan. Sirai dkk (2005;70-71) mengemukakan bahwa suatu paragraf perlu menunjukan beberapa hal sebagai berikut : 1. Kesatuan Karto Jayadi (2008:4) mengemukakan bahwa kesatuan paragraf berarti bahwa paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok. Gagasan pokok diletakkan dalam
3 sebuah kalimat utama. Dlam paragraf Kerja bakti, gagasan pokok ada pada kalimat (1). Jadi, kalimat (1) merupakan kalimat utama dari paragraf itu. Kalimat-kalimat lainnya mendukung gagasan pokok itu. 2. Kepaduan Kepaduan paragraf adalah hubungan anatara kalimat-kalimat dalam satu paragraf. Kalimt (2) sampai (8) dalam paragraf kerja bakti berhubungan satu sama lain. Kepaduan itu dijaga dengan pengulangan kata kerja. Selain itu, terdapat pengulangan kata, ada yang merinci alat-alat yang dibawa oleh teman-teman adi. Kemudian, paragraf diakhiri oleh kata semua yang menunjuk pada Adi dan teman-temannya. 3. Kelengkapan Kelengkapan paragraf berarti bahwa kalimat-kalimat penjelas sudah tuntas menjelaskan kalimat utama. Jadi dalam paragraf contoh Kerja Bakti, kalimat-kalimat (2) sampai (8) sudah menguraikan dengan jelas maksud dari kalimat (1) Kalimat-kalimat yang membangun paragraf pada umumnya dapat diklasifikasikan atas dua macam, yaitu (1) kalimat topik atau kalimat utama, dan (2) kalimat penjelas atau kalimat pendukung. Kalimat topik atau kalimat utama, biasanya ditempatkan secara jelas sebagai kalimat awal suatu paragraf. Kalimat utama ini kemudian dikembangkan dengan sejumlah kalimat penjelas sehingga ide atau gagasan yang terkandung dalam kalimat utama itu menjadi semakin jelas. Ciri kalimat penjelas adalah : a) dari segi arti, sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri, b) arti kalimat terkadang baru jelas setelah dihubungkan dengan kalimat lain dalam paragraf, c) pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung dan frasa transisi dan d) isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data lain yang mendukung klimat topik. Kalimat-kalimat penjelas atau kalimat-kalimat bawahan itu menjelaskan kalimat topik dengan empat cara yaitu : 1) Dengan ulangan, mengulang kembali pikiran utama. Pengulangannya biaanya menggunkan kata-kata lin yang bersamaan maknanya (sinonimnya). 2) Dengan pembedaan, yaitu dengan menunjukan maksud yang dikandung oleh pikiran utama dan menyatakan apa yang tidak terkandung oleh pikiran utama. 3) Dengan contoh, yaitu dengan memberikan contoh-contoh mengenai apa yang dinyatakan dalam kalimat topik. 4) Sengan pembenaran, yaitu dengan menambahkan alasan-alasan untuk mendukung ide pokok. Biasanya kalimat pembenaran itu diawali/disisipi kata “karena, sebab”. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa paragraf adalah bagian karangan yang terdiri atas beberapa kalimat yang berkaitan secara utuh dan padu serta membentuk satu kesatuan pikiran. Dalam konteks ini paragraf memiliki karakteristik sebagai rangkaian kalimat yang memenuhi beberapa syarat kepaduan, kesatuan, dan kelengkapan. 2.1.1 Jenis-Jenis Paragraf Paragraf memiliki jenis tertentu. Fadlan (2005:1) mengemukakan jenis paragraf itu bermacam-macam, dan untuk menyebut jenisnya diperlukan dasar penyebutannya. Secara umum ada tiga dasar penjenisan paragraf, yaitu (1) posisi kalimat topiknya, (2) isinya, dan (3) fungsinya dalam karangan 1. Berdasarkan posisi atau letak kalimat topiknya, paragraf dibedakan atas: a) paragraf deduktif, b) paragraf induktif, c) paragraf deduktif-induktif, d) paragraf ineratif, dan e) pragraf deskriptif atau naratif. Yang disebut paragraf deduktif adalah paragraf yang kalimat topiknya terletak pada awal paragraf. Istilah deduktif berarti bersifat deduksi. Kata deduksi yang berasal dari bahasa latin : deducere, deduxi, dedectum berarti ‘menuntun ke bawah’; menurunkan’; deductio berari ‘penuntun,pengantaran’. Paragraf deduktif adalah paragraf yang dimulai dari pernyataan yang bersifat umum, kemudian diturunkan atau dikembangkan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus. Pernyataan yang bersifat khusus itu bisa berupa penjelasan, rincian, contoh-contoh, atau bukti-bukti. Karena paragraf itu dikembangkan dari pernyataan umum sengan mengemukakan perntataan-pernyataan khusus, dapatlah dikatakan bahwa penalaran pargraf deduktif itu berjalan dari umum ke khusus. Sebaliknya, jik kalimat topik terletak pada akhir paragraf, paragraf tersebut disebut paragraf induktif. Istilah induktif berarti bersifat induksi. Kata induksi yang berasal dari bahasa latin : ducere, duxi, ductum berarti ‘membawa ke; mengantarkan; inducere, duxi, ductum berarti, membawa ke; memasukan ke dalam. Lebih lanjut istilah induksi dijelaskan sebagai metode pemikiran yang bertolak dari hal khusus untuk menentukan hukum atau simpulan. Karena pernyataam khusus dapat berupa
4 contoh-contoh, dan pernyataan umum itu berupa hukum atau simpulan, maka dapat dikatakan bahwa paragraf induktif itu dikembangkan dari contoh ke hukum atau simpulan. Selain kedua paragraf di atas, terdapat pula jenis paragraf ineratif, yaitu paragraf yang memiliki topik di tengah paragraf. Adapun yang dimaksud dengan paragraf deskriptif/naratif atau penuh kalimat topik adalah paragraf yang tidak secara jelas menampilkan kalimat topiknya. Karena tidak jelas kalimat topiknya, ada orang yang menyebutnya paragraf tanpa kalimat topik. Walaupun kalimattopiknya tidak jelas, paragraf tersebut tetap memiliki topik atau pikiran utama yang berupa intisari paragraf. Paragraf semacam ini banyak kita jumpai dalam karangan berjenis naratif atau deskriptif. Oleh karena itu, paragraf semacam ini disebut juga paragraf naratif atau deskriptif. 2. Berdasarkan isinya, paragraf dibedakan atas ; a. Paragraf naratif b. Paragraf deskriptif c. Paragraf ekspositori d. Paragraf argumentatif e. Paragraf persuasif. Secara harfiah, paragraf naratif adalah paragraf yang bersifat atau berhubungan dengan karangan jenis karangan narasi. Narasi adalah jenis kara isinya mengisahkan kehidupan seseorang. Oleh karena itu, paragraf naratif adalah paragraf yang isinya mengisahkan kehidupan seseorang. (Bahasa latin : narrare; menceritakan; bercerita; narratio;penceritaan; narrativus: bersifat penceritaan ). Perhatikanlanlah contoh paragraf di bawah ini ! Erwin adalah pekerja yang sehari-hari mengangkat pasir dari dasar Sungai Indranagawo di Gunung Sitoli, Pulai Nias, Sumatera Utara. Pekerjaan itu dia lakukan setiap usai pulang sekolah sehingga sore hari. Dari pekerjaannya sebagai penambang pasir sungai tersebut, untuk satu kenderaan angkutan jenis Colt yang bisa ia isi penuh dengan pasir, Erwin mendapat bayaran hingga Rp. 40.000,00. Hasil dari usahanya itulah yang ia gunakan untuk membiayai pendidikannya, selain untuk ikut meringankan beban orang tuanya. Paragraf deskriptif ( dari bahsa latin: describere: membuat gambaran; descriptio; pemeberian, pembeberan, penggambaran) adalah paragraf yang isinya menggambarkan keadaan sesuatu atau suasana tertentu, atau yang isinya membeberkan masalah seseorang, benda, keadaan, sifat atau keadaan tertentu. Untuk memberikan gambaran tentang sesuatu, biasanya penulis merinci sesuatu itu secara lengkap dan cermat. Dengan membaca rincian yang lengkap dan cermat, pembaca memperoleh gambaran tentang keadaan atau sosok tertentu. Minatarja (2005:5) mengemukakan bahwa paragraf ekpositoris (bhasa latin: exponere ; membentangkan, memaparkan) adalah pargraf yang berisi pemaparan sesuatu sehingga pembaca memperoleh wawasan atau pengetahuan yang disampaikan oleh penulis. Untuk mengkonkretkan pemaparannya, penulis mengemukakan contoh, bukti-bukti atau proses sesuatu yang dikemukakannya. Nurchasanah (1007:12) mengemukakan bahwa paragraf argumentatif (bahasa Latin : rguere: membuktikan, meyakinkan seseorang; argumentatio: pembuktian) adalah paragraf yang isinya meyakinkan pembaca dengan mengemukakan bukti-bukti konkret atau fakta-fakta yang konkret. Dengan menyampaikan bukti-bukti atau fakta sesuatu yang dikemukakan, diharapkan pembaca meyakini pernyataan penulis. 3. Berdasarkan funsinya dalam karangan, paragraf dibedakan atas: a) paragraf pembuka, b) paragraf penghubung atau pengembang, dan c) paragraf penutup. Winihasih, (2005:12) mengemukakan bahwa paragraf pembuka adalah paragraf dalam karangan tertentu yang berfungsi membuka atau mengawali pembahsan dalam karangan tersebut. Sepanjang apapun karangan yang dibuat, paragraf pembuknya hanya satu asaja. Begitu pun paragraf penutup, sepanjang apapun karangan yang dibuata, paragraf yang berfungsi menutup atau mengakhiri pembahasan dalam karangan tersebut hanya satu saja. Adapun semua paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan penutup, yang jumlahnya tidak tertentu, disebut paragraf p[enghubung atau paragraf pengembang karena fungsiny mengembangkan gagasan dalam pembahasan persoalan dalam karangan itu. 2.1.2 Menentukan Pokok Pikiran pada paragraf Suherman (1993:24) mengemukakan bahwa pargraf atau alinea adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabngan beberapa kalimat. Di surat kabar sering kita temukan paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat saja. Pragraf semacam itu merupakan pargraf yang tidak dikembangkan. Dalam kalimat yang bersifat ilmiah paragraf semacam itu jarang kita jumpai. Dalam penggabungan beberapa kalimat menjadi sebuah paragraf itu diperlukan adanya
5 kesatuan dan kepaduan. Yang dimaksud kesatuan adalah keseluruhan kalimat dalam paragraf itu secara kompak atau saling berkaitan mendukung satu gagasan itu. Hal yang sangat menarik dari suatu paragraf adalah menentukan pokok pikiran di dalamnya. Untuk menentukan pokok pikiran dalam paagraf bukanlah suatu hal yang mudah. Terkait dengan hal ini Liongkiki (2010:1) mengemukakan beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menentukan pokok pikiran dalam sebuah paragraf sebagai berikut ! 1. Bacalah kalimat pertama paragraf itu. Kalimat pertama suatu paragraf biasanya menyatakan pikiran utama paragraf tersebut. 2. Jika kita meragukannya, kita dapat menggunakan Tes Ide Pokok, yaitu: a) pilih kalimat yang menurut perkiraan kita menyatakan pikiran utama paragraf, b) bandingkan kalimat pilihan kita itu dengan setiap kalimat dalam paragraf, c) jika kalimat pilihan kita menggabungkan semua kalimat dalam paragraf itu menjadi satu pikiran yang utuh, pilihan kita benar. Jika kalimat pilihan kita bukan pendukung ide pokok, kita perli mencoba prosedur ketiga berikut ini. 3. Bacalah kalimat terakhir paragraf itu. Tidak jarang penulis mengikhtisarkan pikiran utamanya dalam kalimat akhir paragraf. Jika pada kalimat terakhir paragraf itu tidak kita jumpai pikiran utamanya, kita tempuh prosedur ke empat berikut ini. 4. Cermati semua fakta dalam paragraf, lalu ajukan pertanyaan, “Apa arti semua ini?’ Setiap fakta mungkin mempunyai makna yang mendukung ide yang tidak ditanyakan. Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa untuk menentukan pokok pikiran dalam suatu paragraf dapat dilakukan dengan membaca secara utuh sebuah paragraf. Berdasarkan hasil bacaan tersebut maka seseorang dapat menentuknan pokok pikiran yang ada dalam bacaan tersebut dengan terlebih dahulu melihat inti pesan yang disampaikan oleh paragraf tersebut. 2.1.3 Langkah-langkah menentukan pokok pikiran pada paragraf Hal yang sangat menarik dari suatu paragraf adalah menentukan pokok pikiran di dalamnya. Untuk menentukan pokok pikiran dalam paragraf bukanlah suatu hal yang mudah. Terkait dengan hal ini Liongkiki (2010:1) mengemukakan beberapa lngkah yang dapat dilakukan untuk menentukan pokok pikiran pada ebuah paragraf adalah sebagai berikut : 1. Bacalah kalimat pertama paragraf itu. Kalimat pertama suatu paragraf biasanya menyatakan pikiran utama paragraf tersebut. 2. Jika kita meragukannya, kita dapat menggunkan tes ide pokok, yaitu : a) pilih kalimat yang menurut perkiraan kita menyatakan pikiran utama paragraf, b) bandingkan kalimat pilihan kita itu dengan setiap kalimat dalam paragraf c) jika kalimat pilihan kita menggabungkan semua kalimat dalam paragraf itu menjadi satu pikiran yang utuh, pilihan kita benar. Jika kalimat pilihan kita bukan pendukung ide pokok, kita perlu mencoba prosedur ketiga berikut ini. 3. Bacalah kalimat terakhir paragraf itu. Tidak jarang penulis mengikhtisarkan pikiran utamanya dalam kalimat akhir paragraf. Jika pada kalimat terakhir paragraf itu tidak kita jumpai pikiran uatamnya, kita tempuh prosedur ke empat berikut ini. 4. Cermati semua fakta dalam paragraf, lalu ajukan pertanyaan, “Apa arti semua ini?” Setiap fakta mungkin mempunyai makna yang mendukung ide yang tidak dinyatakan. Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa untuk menetukan pokok pikiran dalam suatu paragraf dapat dilakukn dengan membaca secara utuh sebuah paragraf. Berdasarkan hasil bacaan tersebut maka seseorang dapat menetukan pokok pikiran yang ada dalam wacana tersebut dengan terlebih dahulu melihat inti pesan yang disampaikan oleh paragraf tersebut. 2.1.4 Kemampuan Menentukan Pokok Pikiran Paragraf Berdasarkan Wacana Menurut Douglas dalam Mulyana ( 2005:3), istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang artinya berkata, berucap. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi wacana. Menurut Kamus Linguistik Dewan bahasa dan Pustaka (1997) dalam Teungku Silvana Sinar (2008:5), wacana diterjemahkan sebagai discourse yaitu unit bahasa yang lengkap dan tertinggi yang terdiri dari pada deretan kata atau kalimat, ada dalam bentuk lisan atau tulisan, yang dijadikan bahan analisis linguistik. Secara garis besar dapat disimpulkan pengertian wacana adalah satun bahasa terlengkap dari pada fonem, morfem, kata, klausa, kalimat dengan kohorensi dan kohesi yang tertinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis dapat berupa ucapan lisan dan dapat pula berupa tulisan, tetapi persyaratannya harus dlam satu rangkaian dan dibentuk oleh lebih dari sebuah kalimat. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menentukan pokok pikiran berdasarkan wacana adalah suatu cara dimana peserta didik menggunakan wacana yang telah disiapkan oleh guru dalam menentukan pokok pikiran sebuah paragraf. 2.1.5 Hakikat wacana dan Pengertian Wacana
6 Pada hakikatnya wacana merupakn unsur kebahasaan yang relatif kompleks dan paling lengkap. Artinya wacana didukung oleh satuan-satuan bahasa yang meliputi : fonem, morfem, kata, frasa, kalimat, paragraf hingga karangan utuh. Adapun tujuan umum mempelajari wacana adalah untuk membekali pemakai bahasa agar dapat memahami dan memakai bahasa yang baik dan benar. Secaraetimologi istilah “wacana” berasal dari bahasa sansekerta wac/wak/vak, artinya berkata berucap (douglas, 1976:262). Bila dilihat dari jenisnya, kata wac dalam lingkup morfologi bahasa sansekerta, termasuk kata kerja III parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu melakukan yindakan ujar. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacacana. Jadi wacana dapat diartikan sebagai perkataan atu tuturan. Sobur Alex (2001) mengemukakan bahwa wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa. Dalam dunia pendidikan formal, istilah wacana banyak digunakan sebagai nama badan atau sekolah,misalnya :Dharma wacana, Satya Wacana, widya Wacana, dan sebagainya. Pemakaian kata wacana dibelakang istilah-istilah tersebut mengandung moto, janji, atau perkataan yang dapat dipercaya. Dari berbagai uraian di atas, istilah wacana dapat dimaknai sebagai ucapan, perkataan, bacaan, yang bersifat kontekstual. Di sisi lain, istilah wacana diartikan sebagai bentuk terjemahan dari istilah bahasa inggris “discourse” (Dede Oetomo, 1991:3). Kata discourse berasal dari bahasa latin “discursus” yang berarti :”lari kesana kemari” atau “lari bolak-balik”. Kata ini diturunkan dari “dis” (dari/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari). Jadi discursus berarti “lari dari arah yang berbeda”. Perkembangan asal usul kata itu dapat digambarkan sebagai berikut : dis + currere – discursus – discourse (wacana). Menurut Webster (1983:522), meperluas makna discourse sebagai : komunikasi kata-kata, ekspresi gagasan –gagasan, risalah tulis, ceramah, dan sebagainya. Penjelasan itu mengisyaratkan bahwa discourse berkaitan dengan kata, kalimat atau ungkapan komunikatif, baik secara lisan maupun tulisan. Istilah discourse ini selanjutnya digunakan oleh para ahli bahasa dalam kajian linguistik, sehingga kemudian dikenal istilah discourse analysis (analisis wacana. Unsur pembeda antara “bentuk wacana” dengan “bentuk bukan wacana” adalah pada ada tidaknya kesatuan makna (0rganisasi semantis) yang dimilikinya. Oleh karena itu, kriteria yang paling menentukan dalam wacana adalah keutuhan maknanya. Contoh : “Bang! Baso, mie ayam dua..” Ucapan ini dapat dimaknai sebagai wacana karena mengandung keutuhan makna yang lengkap.maksudnya ialah antara penutur dengan penutur saling memahami tuturan tersebut. Hal ini sangat bergantung dengan konteksnya. Anton M.Moeliono (1988;334), menytakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya dalam kesatuan makna. Di samping itu, wacana juga berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam hierarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal yang terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, atau karangan utuh yang membawa amanat lengkap (Harimurti Kridalaksana, 1984:208). Dalam satuan kebahasaan atau hierarki kebahasaan, kedudukan wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi (Harimurti Kridalaksana, 1983:334). Hal ini disebabkan karena wacana sebagai satuan gramatikal dan sekaligus objek satuan linguistik yang mengandung semua unsur kebahasaan yang diperlukan dalam segala bentuk omunikasi. Kajian wacana akan selalu berkaitan dengan unsur-unsur kebahasaan yang dibawahnya, seperti fonem, morfem, kata, frasa, klausa atau kalimat. Berdasarkan pengertian di atas, bahwa makna wacana memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Wacana tidak hanya diartikan sebuah teks ataupun simbol tertentu, melainkan tuturan pun dapat dikatakan sebuah wacana asalkan ada penerima pesan, pesan, dan pemberi pesan. Hal ini syarat akan konteksnya. 2.1.6 Jenis-Jenis Wacana Berdasarkan struktur generik dan fitur-fitur bahasanya, wacana-wacana yg sering kita jumpai dapat kita kelompokan dalam tiga kelompok wacana yaitu; (1) Kelompok wacana Naratif, (2) kelompok wacana Deskriptif dan (3) kelompok wacana Argumentatif. Kelompok wacana Naratif dapat dibagi menjadi beberapa genre seperti; (1) Naratif itu sendiri, (2) Rekon (recount), (3) Anekdot, (4) Spoof, (5) dan item berita (news item). Tipe-tipe genre tersebut dibuat dengan tujuan untuk menginformasikan sesuatu dalam bentuk cerita. Kelompok wacana Deskriptif dibagi menjadi beberapa genre seperti; (1) Deskriptif, (2) Report, (3) Prosedur dan (4) Eksplanasi. Genre-genre jenis ini pada dasarnya dibuat untuk memberikan (mendeskripsikan) sesuatu atau proses terjadinya sesuatu serta tidak dimaksudkan untuk menceritakan sesuatu.
7 Kelompok wacana Argumentatif dibagi menjadi beberapa genre seperti; (1) Eksposisi Analtik, (2) Eksposisi Hortatorik, (3) Diskusi serta (4) Argumentatif. Genre-genre tersebut dibuat dengan tujuan untuk melakukan eksplorasi terhadap argumen-argumen yang ditunjukan untuk menjawab pertanyaan “mengapa” dan ‘bagaimana”. Selain dari pembagian wacana ke dalam tiga kelompok wacana seperti yang telah disebutkan di atas,beberapa pakar yang lain juga membagi wacana ke dalam tiga kelompok yang berbeda yaitu (1) Naratif, (2) Non fiksi, dan (3) Sajak (poetry). Berdasarkan pembagian yang kedua ini, yang termasuk dalam kategori wacana Naratif adalah petualangan, misteri, fiksi ilmiah, fantasi, fiksi sejarah, cerita dilematis (roman), dialog, mitos,legenda, cerita peri dan fabel. Untuk kategori wacana nonfiksi dalam hal ini adalah teks diskusi, teks diskusi, teks eksplanasi, teks instruksi, persuasi, Report yang tidak kronologis serta rekon. Sedang yang termasuk dalam kategori wacana sajak (poetry) adalah puisi bebas, puisi visual, dan puisi berstruktur. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, dilakukan selama kurang lebih 3 bulan yakni sejak bulan maret sampai dengan bulan mei 2013 yang dilaksanakan di sdn 3 tabongo kecamatan tabongo kabupaten gorontalo 3.1.2 Hasil Pengamatan Observasi Awal Hasil Pengamatan Observasi Awal Presentase Aspek yang diobservasi Ketepatan menentukan Kesesuaian pokok Rata-Rata pokok pikiran dari paragraf pikiran dengan Pengamat paragraf Tidak Mampu Mampu Tidak Mampu Tidak Mampu Mampu mampu I 10 19 8 21 12 17 II
10
19
8
21
12
17
Presentase 35.48 65.52 27.59 72.41 41.38 58.62 3.1.3 Hasil Pengamatan observasi awal Analisis tabel pada kegiatan observasi di atas menunujukan bahwa kemampuan rata-rata siswa kelas IV SDN 3 Tabongo Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf berdasarkan wacana hanya sebesar 41.38% atau sebanyak 12 orang siswa dari 29 siswa yang ada di kelas IV SDN 3 Tabongo 3.1.4 Hasil pengamatan Kemampuan siswa Minggu Ke-2 Presentase Aspek yang Diobservasi
Pengamat
Ketepatan menentukan pokok pikiran dari paragraf
Mampu
Tidak Mampu
I
26
II
Presentase
Kesesuaian pokok pikiran dengan paragraf
Rata-Rata
Mamp u
Tidak mamp u
Mampu
Tidak mampu
3
26
3
26
3
26
3
26
3
26
3
89.65
10.35
89.65
10.35
89.65
10.35
3.1.4 Hasil Belajar siswa Minggu Ke-2 Dari hasil analisis data di atas dapat diketahui bahwa dari 29 siswa yang ada di kelas IV SDN 3 Tabongo Kecamtan Tabongo Kabupaten Gorontalo, hanya 26 orang siswa atau sekitar 89.65%
8 yang mampu menentukan pokok pikiran paragraf berdasarkan wacana dengan baik dan benar, sedangkan 3 orang siswa atau sekitar 10.35% tidak mampu menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. 3.2 pembahasan Dari kegiatan pembelajaran yang diuraikan tersebut, maka hasil belajar siswa pada yang dilaksanakn pada minggu ke-2 pembelajaran mengalami peningkatan dari observasi awal yang hanya 41,38 % atau 12 siswa yang menguasai materi menjadi 89,65 % atau 26 siswa. Dengan demikian, capaian ini sudah memenuhi indikator yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga 26 siswa telah menguasai/memahami materi dalam menentukan pokok pikiran dalam paragraf. Deskripsi data tersebut menjelaskan bahwa kemampuan siswa dalam menentukan pokok pikiran dalam paragraph di skolah ini telah berhasil . Pernyataan ini didasarkan atas capaian nilai siswa yang telah mencapai bahkan melebihi indikator kinerja yang telah ditentukan. Tercapainya indikator ini didukung oleh proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara maksimal dalam setiap aspek kegiatannya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menentukan pokok pikiran dalam paragraf di kelas IV SDN 3 Tabongo Kecamtan Tabongo Kabupaten Gorontalo meningkat.. terbukti dan dinyatakan diterima. BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan observasi pada bab IV maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Dengan berdasarkan wacana yang disiapkan guru, kemampuan peserta didik dalam menetukan pokok pikiran sebuah paragraf, dapat ditingkatkan. 2. Pada observasi awal hanya sebanyak 12 siswa (41.38.00%) dari 29 orang siswa yang memiliki kemampuan baik dalam menetukan pokok pikiran paragraf, namun setelah pembelajaran minggu ke dua dilaksanakan, kemampuan siswa dalam menentukan pokok pikiran pada paragraf mengalami peningkatan yaitu menjadi (89.65% ) atau sekitar 26 orang dari 29 peserta didik yang ada di kelas IV SDN 3 Tabongo Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo telah mampu menetukan pokok pikiran paragraf berdasarkan wacana. 4.2 Saran Dari hasil penelitian dan observasi dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Ciptakan suasana kelas .yang kondusif, agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, sehingga apa yang menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2. Gunakanlah wacana yang bervariasi, agar peserta didik merasa lebih tertantang dalam menentukan pokok pikiran dari paragraf yang dimaksud. 3. Gunakanlah metode pembelajaran yang bervariasi yang merangsang siswa untuk lebih giat belajar sehingga kemampuan siswa dalam menentukan pokok pikiran suatu paragraf dapat lebih meningkat. 4. Agar penelitian ini dapat berguna bagi kita semua,terutama bagi Mahasiswa Jurusan Pendidikan Anak SI PGSD yang kelak akan menjadi guru. 5. Pilihlah wacana yang baik dan mendidik, agar pesan yang terkandung dalam wacana tersebut dapat membawa dampak positif terhadap hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Arfan Rasyid. 2005. Tata Bahasa Indonesia (Suatu Tinjauan Teoritis). Semarang. PT. Penaringan Dhieni, Nurbiana. Dkk. 2005. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka. Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Teks Media. Yogyakarta: LkiS. Fadlan. 2006. Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Rineka Cipta Junaedi. 2006. Jenis Paragraf Dalam Deskripsi. (Online) Tersedia //www.paragraf.Junaedi.%jenisnyadalamkarangandeskripsi.12010.gongj.co(download 6 Desember 2012) Keraf, Gorys 1980. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Lamuddin Finoza, 2005. Komposisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Insan Mulia Liongkiki. 2010. Struktur dan Aturan Penulisan Paragraf (Online) Tersedia Sumber : .com, wikipwdia.org. hx to : mr sunarno 5 (download 6 Desember 2012) Maridianto. 2005. Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Sekolah Dasar. Jogyakarta. Kartasius Mintarja. 2005. Bahasa indonesia Praktis. Jakarta: Titian ilmu Mudjiono dan Dimyanti, 2009, Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
9 Mulyana. 2005. Kajian Wacana : Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara wacana. Nurchasanah 1997. Belajar Bahasa Indonesia Praktis. Makalah di sajikan Dalam Seminar . Unsarat Manado Prasetyo Utomo. 2006. Langit Terang Di Bumi Yang Gelap. Jakarta: Kompas Ramdan hanafi. 2007. Sistematika Karangan Deskriptif. Makalah (disajikan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional Tahun 2007. Bandung) Rost, 1991. Paragraf Deduktif, Induktif dan Deduktif-Induktif.(online) Tersedia http//www.paragraf.rost.%asmainterposrai.12010 (download 6 Desember 2012) Setiawanin Mary Go 2006. Masalah Menentukan Pokok Pikiran Pada Paragraf (Online) Di http://pepak. sabda. org/pustaka/061301/Download November 2006 Sudirman. 1992. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV. Rajawali Suherman. 1993. Bahasa dan pembelajarannya. Surabaya. Mayapada Supratman. 2007. Teknik Menulis Bagi Pemula. (Online) tersedia di http://supratman.wordpress.com/2007/04/19/menulis/ (download, 12 desember 2012) Tarigan. 2005. Pengembangan Kosa Kata Anak. Jakarta: Dellapratasa Winihasih. 2005. Diagnosisi Kesulitan membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readines (Online) tersedia Di http://www.ksdpum.web.id/jurnal/Winihasih.pdf.(Download, 6 Desember 2012) Wiryawan, 1990. Pedoman Praktis Mengajar, Merencanakan Dan Melaksanakan Pengajaran. Jakarta: Proyek Penulisan PA pada SMU. Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama
Filename: jurnal fitri.docx Directory: F:\pdf fitri\word Template: C:\Users\ACER\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.dotm Title: Subject: Author: MEYLAN Keywords: Comments: Creation Date: 7/27/2013 3:26:00 PM Change Number: 15 Last Saved On: 7/28/2013 1:57:00 AM Last Saved By: ACER Total Editing Time: 41 Minutes Last Printed On: 7/28/2013 1:58:00 AM As of Last Complete Printing Number of Pages: 9 Number of Words: 5,117 (approx.) Number of Characters: 29,169 (approx.)