KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN PRE-NURSERY KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PADA PT SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) MEDAN, SUMATERA UTARA
Oleh :
YOGA NUGROHO A14104087
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN YOGA NUGROHO. Kelayakan Usaha Pembibitan Pre-Nursery Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada PT Socfin Indonesia (Socfindo) Medan, Sumatera Utara. Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA Permintaan akan minyak mentah semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya populasi penduduk dunia dan terjadi perkembangan yang sangat pesat pada sektor industri. Akan tetapi, permintaan yang meningkat tersebut tidak diimbangi oleh penawaran sehingga harga minyak mentah di pasar dunia mengalami peningkatan. Salah satu dampak dari peningkatan harga minyak mentah tersebut adalah meningkatnya harga minyak mentah kelapa sawit (CPO). Sesuai dengan prinsip ekonomi, cerahnya prospek bisnis ke depan dan tingginya harga akan merangsang produsen potensial untuk meningkatkan penawaran. Khusus untuk Indonesia, peningkatan penawaran CPO tersebut terlihat dengan terus bertambahnya luas areal perkebunan kelapa sawit yang berbanding lurus dengan produksi CPO di Indonesia. Namun, produksi CPO Indonesia saat ini belum mencapai jumlah optimal, khususnya pada sektor perkebunan rakyat. Luas perkebunan rakyat pada tahun 2007 mencapai 44,48 persen dari total luas areal perkebunan kelapa sawit. Perkebunan rakyat juga memiliki tingkat produktivitas yang tergolong rendah jika dibandingkan dengan perkebunan besar nasional (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas pada perkebunan rakyat adalah tidak digunakannya benih unggul pada saat penanaman. Dalam upaya meningkatkan produktivitas CPO nasional, melalui peningkatan produktivitas perkebunan rakyat, sejak bulan April tahun 2007 PT Socfindo telah membuat tempat pembibitan untuk memproduksi bibit pre-nursery kelapa sawit berumur tiga bulan. Target pasar utama dari bibit pre-nursery ini adalah perorangan (pemilik perkebunan rakyat) dengan maksimum pembelian 10.000 bibit per transaksi. Dengan berdirinya tempat pembibitan tersebut, diharapkan akan mempermudah pemilik perkebunan rakyat untuk mendapatkan bibit sawit dengan kualitas baik dengan harga terjangkau sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas CPO Indonesia beberapa tahun ke depan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan, menganalisis kelayakan usaha, dan menganalisis sensitivitas kelayakan usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo. Analisis kelayakan usaha meliputi kelayakan aspek non finansial (pasar, teknis, hukum, dan sosial ekonomi dan lingkungan) serta kelayakan aspek finansial. Kriteria investasi yang digunakan untuk melihat kelayakan aspek finansial adalah NPV (net present value), IRR (internal rate of return), Net B/C (net benefit per cost ratio), dan PBP (payback period). Penelitian ini juga melihat pengaruh inflasi terhadap kelayakan usaha. Tingkat inflasi selama umur proyek didapatkan dari hasil peramalan data tingkat inflasi tahunan Indonesia 39 tahun terakhir. Model peramalan yang dicoba adalah model trend (linier, kuadratik, eksponensial), model pemulusan eksponensial
ganda Holt dan ARIMA. Sedangkan model peramalan terbaik adalah model dengan nilai MAD (mean absolute deviation) terkecil. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) mengingat PT Socfindo adalah produsen benih kelapa sawit terbesar di Indonesia. Penelitian dilakukan pada bulan April – Mei 2008. Data yang digunakan adalah data primer (wawancara dan observasi langsung) dan data sekunder (dokumen PT Socfindo, penelitian yang relevan, dan internet). Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis aspek non finansial. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek finansial dan meramalkan tingkat inflasi Indonesia selama umur proyek. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Exel 2007 dan Minitab 14 for windows. Identifikasi manfaat dan biaya pada usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo menghasilkan bahwa manfaat-manfaat yang diterima adalah manfaat ekonomis bagi proyek (finansial), manfaat ekonomis bagi negara, dan manfaat sosial bagi masyarakat disekitar tempat pembibitan. Manfaat finansial yang didapatkan merupakan hasil penjualan bibit dan nilai sisa pada akhir proyek. Pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dibayarkan merupakan manfaat ekonomis bagi negara. Usaha ini juga menyerap tenaga kerja yang merupakan salah satu manfaat sosial bagi masyarakat sekitar. Sedangkan biaya-biaya yang dikeluarkan meliputi biaya investasi pada tahun pertama, biaya reinvestasi, biaya operasional (biaya tetap dan variabel), dan pajak penghasilan. Analisis kelayakan pada aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan. Dalam aspek pasar dijelaskan tentang potensi pasar dan strategi pemasaran yang dilakukan. Lokasi produksi, skala operasi, layout produksi, dan proses produksi dijelaskan dalam aspek teknis. Kesesuaian bentuk dan kegiatan usaha dengan peraturan yang berlaku terdapat dalam aspek hukum. Sedangkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan mengkaji tentang manfaat dan resiko yang diterima oleh pemilik, pemerintah, masyarakat sekitar proyek, dan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial, maka usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo layak untuk dilanjutkan karena tidak memiliki hambatan yang berarti untuk setiap aspek non finansial. Berdasarkan nilai MAD (mean absolute deviation) terkecil, maka model peramalan times series yang paling akurat untuk menduga tingkat inflasi selama umur proyek adalah model trend eksponensial. Model tersebut memiliki MAD 6,03 persen dan persamaan Ŷt=0,126963x0,986848t. Analisis kelayakan finansial pada usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi dan kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi. Pada kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi, diperoleh NPV sebesar Rp 1.940.030.906, IRR sebesar 136 persen, Net B/C sebesar 9,14, dan PBP selama satu tahun dan sepuluh bulan. Sedangkan pada kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi, diperoleh NPV sebesar Rp 2.726.560.680, IRR sebesar 151 persen, Net B/C sebesar 12,43, dan PBP selama satu tahun dan sembilan bulan. Berdasarkan nilai kriteria-kriteria investasi pada kedua pendekatan diatas, maka usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo layak untuk dilanjutkan.
Jika dilihat dari hasil analisis sensitivitas, maka usaha pembibitan prenursery kelapa sawit PT Socfindo sangat sensitif terhadap kenaikan harga benih, kemudian diikuti oleh kenaikan upah tenaga kerja dan ketiga adalah penurunan jumlah produksi. Tanpa memperhitungkan inflasi, usaha pembibitan tersebut menjadi tidak layak jika terjadi penurunan jumlah produksi lebih dari 72,916 persen, kenaikan harga benih lebih dari 7,018 persen, atau kenaikan upah tenaga kerja lebih dari 45,198 persen. Sedangkan jika memperhitungkan inflasi, usaha pembibitan tersebut menjadi tidak layak jika terjadi penurunan produksi lebih dari 75,03 persen, kenaikan harga benih lebih dari 7,221 persen, atau kenaikan upah tenaga kerja lebih dari 46,508 persen. Berdasarkan hasil-hasil tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah : 1) Perusahaan sebaiknya memperhitungkan pengaruh inflasi dalam menganalisis kelayakan finansial usahanya. Hal tersebut bertujuan agar proyeksi nilai pada cashflow yang dihitung akan lebih mendekati nilai yang sebenarnya. Disamping itu, dengan diperhitungkannya pengaruh inflasi, maka manfaat finansial yang diperoleh akan lebih besar. 2) PT Socfindo sebaiknya meningkatkan jumlah benih kelapa sawit unggul yang digunakan dalam usaha pembibitan pre-nursery ini tetapi dengan tetap mempertahankan kualitas. Hal ini disebabkan karena target pasar bibit pre-nursery adalah pemilik perkebunan rakyat yang jumlahnya besar dan sering kesulitan untuk mendapatkan benih kelapa sawit unggul. 3) Penelitian selanjutnya dapat mengkaji tentang kelayakan usaha pra-perkebunan kelapa sawit, baik dengan produk benih, bibit pre-nursery, dan bibit main nursery secara terpisah ataupun bersamaan. Hal tersebut bertujuan untuk melihat kombinansi usaha apakah yang paling menguntungkan. Atau dapat juga menganalisis ulang kelayakan bibit pre-nursery kelapa sawit tetapi dengan menggunakan metode peramalan yang lebih tepat untuk digunakan dalam peramalan tingkat inflasi indonesia.
KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN PRE-NURSERY KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PADA PT. SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) MEDAN, SUMATERA UTARA
Oleh : YOGA NUGROHO A14104087
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
Nama NRP
: Kelayakan Usaha Pembibitan Pre-Nursery Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Medan, Sumatera Utara : Yoga Nugroho : A14104087
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP. 132 133 965
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENGATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN PRE-NURSERY KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PADA PT. SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) MEDAN, SUMATERA UTARA” ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAUPUN LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPERLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Juni 2008
Yoga Nugroho A14104087
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Yoga Nugroho, dilahirkan di Medan pada tanggal 6 Januari 1988. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ir. H. Heri Utomo dan Ibu Hj. Sri Lestari. Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Angkasa 2 Medan. Kemudian tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Medan dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Medan (program akselerasi) pada tahun 2004. Ditahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui program Beasiswa Utusan Daerah (BUD) sebagai mahasiswa program studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan seperti IMMAM (Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan) dari tahun 2004 sampai sekarang, UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Tenis Lapangan dari tahun 2005 sampai sekarang, dan MISETA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian) pada periode 2006-2007.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kelayakan Usaha Pembibitan Prenursery Kelapa Sawit pada PT Socfin Indonesia (Socfindo) Medan, Sumatera Utara” dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai persyaratan menyelesaikan Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha pembibitan kelapa sawit unggul yang ditujukan untuk perkebunan rakyat. Mengingat rendahnya tingkat produktivitas minyak kelapa sawit (crude palm oil) pada perkebunan rakyat (PR) jika dibandingkan dengan perkebunan besar negara (PBN) ataupun perkebunan besar swasta (PBS). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan masukan yang bersifat membangun guna penyempurnaan skripsi ini. Namun dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihakpihak yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan petunjuk dan hidayah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Papa dan Mama untuk kasih sayang, doa, kesabaran, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis sampai saat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini baik dalam bentuk bimbingan, dukungan, dan masukkan, terutama kepada : 1. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua masukkan, bimbingan dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.. 2. Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS selaku dosen penguji utama atas segala kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Etriya, SP, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan atas segala perbaikan pada penulisan skripsi ini. 4. Argo, Angga, dan Agil, adik-adikku yang telah menjadi semangat dan motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Rayi Anggororatri, atas diskusi dan masukannya. Terima kasih juga atas kasih sayang, perhatian, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis selama ini. 6. Purdiyanti Pratiwi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca draft dan menemani penulis ke PSE. 7. Bapak Gogor (Kabag Umum), Bapak Permadi (Kabag Tanaman), Bapak Hayun (ADM PSBB), Bapak Yogi (ADM Keb. Tanjung Maria), Bapak Sinurat
dan Bapak Taufik (Asisten PSBB) serta staf PT Socfindo lainnya, yang telah membantu dan memberikan kemudahan bagi penulis dalam pengambilan data. 8. Ten Exist (Tere, Widy, Fanny, Sastrow, Uci, Agnes, Pretty, Nung, Intan, dan Rani) atas persahabatan dan bantuan yang telah diberikan. 9. Anak-anak Puri Riveria (Manto, Wawan, Romie, Karsa) yang telah meluangkan waktunya bersama penulis selama hampir 3 tahun. 10. Seluruh AGBers 41, Babengket’ers (Nunu, Epan, Ragil, Aliy, Duta, Gerry, Yudhi, Saut), Fandy, Mamieq, Bapuq, Cahyo, Ne2ng, Tifa, Remi, Adis, terima kasih atas kebersamaan dan kekeluargaan yang telah diberikan selama 4 tahun ini. 11. Rini, Mega, Icha, Ranzur, dan Dani, teman sebimbingan yang selalu memberitahukan jadwal untuk bertemu dengan Bu Netti. 12. Teman KKP Desa Kalinusu, Saras, Imel, Dina, Memey, Nyoman, dan Aji. 13. Kakak kelas AGB 39 dan AGB 40 serta teman-teman AGB 42. 14. Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 7 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 9 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 10
II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Kelapa Sawit ......................................................................... 11 2.2 Benih dan Bibit Pre-nursery Kelapa Sawit .......................................... 12 2.2.1 Benih Kelapa Sawit ................................................................... 12 2.2.2 Bibit Kelapa Sawit ..................................................................... 17 2.3 Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Kepemilikian .......................... 18 2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 19
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................... 25 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek ............................................................. 25 3.1.2 Identifikasi Manfaat dan Biaya .................................................. 26 3.1.3 Aspek-Aspek Non Finansial dalam Studi Kelayakan .................. 27 3.1.4 Aspek Finansial dalam Studi Kelayakan .................................... 32 3.1.5 Analisis Sensitivitas (Switching Value) ...................................... 34 3.1.6 Metode Peramalan ..................................................................... 35 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................... 39 IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 41 4.2 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 41 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 41 4.3.1 Analisis Kelayakan Finansial Proyek ......................................... 42 4.3.2 Analisis Switching Value ............................................................ 45 4.3.3 Metode Peramalan ..................................................................... 45 4.3.4 Asumsi-Asumsi yang Digunakan ............................................... 48 V
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Perusahaan .............................................................................. 50 5.2 Kegiatan Usaha Perusahaan ................................................................. 51 5.3 Struktur Organisasi Perusahaan ........................................................... 54 5.4 Kontribusi Perusahaan untuk Pemerintah ............................................. 55
VI KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar ......................................................................................... 56 6.1.1 Potensi Pasar .............................................................................. 56 6.1.2 Program Pemasaran ................................................................... 57 6.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar ........................................................ 58 6.2 Aspek Teknis ....................................................................................... 58 6.2.1 Lokasi Produksi ......................................................................... 58 6.2.2 Skala Operasi ............................................................................. 61 6.2.3 Tata Letak Tempat Produksi (Layout) ........................................ 61 6.3.4 Proses Produksi .......................................................................... 62 6.3.5 Hasil Analisis Aspek Teknis ...................................................... 66 6.3 Aspek Hukum ...................................................................................... 66 6.4 Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan ............................................. 67 VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1 Arus Pengeluaran (Outflow) ................................................................. 68 7.1.1 Biaya Investasi ........................................................................... 68 7.1.2 Biaya Operasional ...................................................................... 71 7.2 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................................... 73 7.2.1 Pendapatan Penjualan ................................................................ 73 7.2.2 Nilai Sisa (Salvage Value) ......................................................... 73 7.3 Analisis Kelayakan Finansial ............................................................... 74 7.3.1 Peramalan Tingkat Inflasi Indonesia .......................................... 74 7.3.2 Analisis Kelayakan Finansial Tanpa Memperhitungkan Inflasi ... 76 7.3.3 Analisis Kelayakan Finansial dengan Memperhitungkan Inflasi .. 78 7.4 Analisis Rugi Laba .............................................................................. 79 7.5 Analisis Sensitivitas ............................................................................. 80 VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ....................................................................................... 84 8.2 Saran ................................................................................................. 85 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 86 LAMPIRAN .................................................................................................... 88
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Harga Minyak Mentah dan Minyak Kelapa Sawit .............. 3
2.
Luas Areal Sawit, Produksi, dan Produktivitas CPO Indonesia Tahun 2003-2008 Berdasarkan Kepemilikan ........................................................ 4
3.
Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit ......................................... 12
4.
Penelitian yang Relevan ............................................................................ 19
5.
Produksi dan Alokasi Penggunaan Benih Kelapa Sawit PT Socfindo ......... 53
6.
Biaya Investasi pada Tahun Pertama ......................................................... 69
7.
Penggunaan Tenaga Kerja dan Persentase Jenis Pekerjaan ......................... 72
8.
Nilai MAD dan MAPE dari Model Peramalan Tingkat Inflasi ................... 76
9.
Hasil Peramalan Tingkat Inflasi Indonesia Selama Umur Proyek ............... 76
10. Nilai Kriteria Investasi Tanpa Memperhitungkan Inflasi ............................ 77 11. Nilai Kriteria Investasi dengan Memperhitungkan Inflasi .......................... 78 12. Perbandingan Laba Bersih Selama Umur Proyek Berdasarkan Dua Pendekatan Kelayakan Finansial ............................................................... 79 13. Hasil Analisis Sensitivitas Tanpa Memperhitungkan Inflasi ....................... 81 14. Hasil Analisis Sensitivitas dengan Memperhitungkan Inflasi ..................... 82
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Harga Minyak Mentah dan Minyak Kelapa Sawit .............. 3
2.
Proses Persiapan Benih .............................................................................. 14
3.
Pemecahan Dormansi dan Pengecambahan ................................................ 16
4.
Bibit Kelapa Sawit Berumur 1 bulan dan 3 bulan ...................................... 18
5.
Hubungan antara NPV dan IRR ................................................................. 34
6.
Kerangka Pemikiran Operasional .............................................................. 40
7.
Struktur Organisasi PT Socfindo ............................................................... 54
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Produk Turunan Kelapa Sawit ................................................................. 89
2.
Lokasi Perkebunan PT Socfin Indonesia (Socfindo) ................................ 89
3.
Layout Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo ..................... 90
4.
Jadwal Kegiatan dalam Satu Siklus Produksi ........................................... 91
5.
Data-data dan Asumsi yang Dipakai ........................................................ 92
6.
Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo tanpa Pengaruh Inflasi ...................................................................................................... 93
7.
Sub Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo tanpa Pengaruh Inflasi ...................................................................................... 94
8.
Laporan Rugi Laba Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo tanpa Pengaruh Inflasi ...................................................................................... 95
9.
Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo dengan Pengaruh Inflasi ...................................................................................... 96
10. Sub Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo dengan Pengaruh Inflasi ...................................................................................... 97 11. Laporan Rugi Laba Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo dengan Pengaruh Inflasi .......................................................................... 98 12. Perhitungan Pajak .................................................................................... 99 13. Penyusutan Per Tahun dan Nilai Sisa Pada Akhir Tahun Ke-10 ............... 100 14. Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo tanpa Pengaruh Inflasi Jika Terjadi Penurunan Produksi 10% ........................................... 101 15. Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo tanpa Pengaruh Inflasi Jika Terjadi Kenaikan Harga Benih 5% ........................................ 102 16. Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo tanpa Pengaruh Inflasi Jika Terjadi Kenaikan Upah Pekerja 15% ..................................... 103 17. Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo tanpa Pengaruh Inflasi Jika Terjadi Kenaikan Harga Benih 5% & Upah Pekerja 15% ....... 104 18. Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo dengan Pengaruh Inflasi Jika Terjadi Penurunan Produksi 10% ........................... 105
19. Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo dengan Pengaruh Inflasi Jika Terjadi Kenaikan Harga Benih 5% ......................... 106 20. Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo dengan Pengaruh Inflasi Jika Terjadi Kenaikan Upah Pekerja 15% ...................... 107 21. Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo dengan Pengaruh Inflasi Jika Terjadi Kenaikan Harga Benih 5% & Upah Pekerja 15% ......................................................................................................... 108 22. Analisis Swicthing Value Pada Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo Tanpa Pengaruh Inflasi .............................................. 109 23. Analisis Swicthing Value Pada Cashflow Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo dengan Pengaruh Inflasi ............................................ 109 24. Tingkat Inflasi Indonesia Periode 1968 – 2007 ........................................ 110 25. Hasil Perhitungan MAD dan MAPE untuk Tiap Model Peramalan .......... 111
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ketersediaan minyak mentah semakin hari semakin terbatas. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi minyak mentah dunia pada tahun 2008 menjadi 87,3 juta barrel per hari (bph). Angka tersebut lebih besar 1,5 juta bph dari konsumsi minyak mentah dunia pada tahun 2007. Akan tetapi, peningkatan jumlah konsumsi tersebut tidak diimbangi oleh meningkatnya jumlah produksi1. Sehingga gap antara konsumsi dan produksi minyak bumi setiap tahun makin melebar. Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) yang merupakan negara pengekspor minyak mentah juga mengalami masalah yang sama, yaitu harus mengimpor minyak mentah karena jumlah konsumsi lebih tinggi dari jumlah produksi. Terdapat dua alasan utama mengapa impor minyak mentah bisa terjadi dan jumlahnya terus bertambah setiap tahun, alasan pertama adalah menurunnya produksi dalam negeri beberapa tahun terakhir. Penurunan produksi ini disebabkan oleh ladang yang menjadi sumber minyak usianya sudah tua, sementara ladang yang baru belum dapat berproduksi2. Alasan kedua, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dan industri sehingga berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap BBM.
1
2
Bambang Prijambodo. 2007. Resiko Ekonomi Dunia Tahun 2008. http://els.bappenas.go.id/ upload /kliping/Risiko%20Ekonomi.pdf. Diakses pada tanggal 30 Mei 2008. Antaranews. 2007. Irjen Departemen ESDM : Produksi Minyak Bumi Indonesia Turun. http://www.antara.co.id/arc/2007/11/14/irjen-departemen-desm--produksi-minyak-bumiindonesia -turun/. Diakses pada tanggal 15 April 2008.
Sebenarnya masalah di atas tidak akan terlalu membebani pemerintah jika harga minyak mentah dunia tidak terus meningkat seperti sekarang ini. Harga minyak mentah pada tahun 2004 hanya US$37,58 per barrel, meningkat menjadi US$99,14 per barrel pada Maret 20083. Tingginya harga minyak mentah dunia disebabkan oleh beberapa faktor (Prijambodo, 2007), yaitu : 1. Kuatnya permintaan terhadap minyak mentah. 2. Terbatasnya produksi minyak mentah negara non-OPEC. 3. Menurunnya kelebihan kapasitas produksi (spare capacity) dari OPEC yang berfungsi sebagai peredam kekhawatiran pasar. 4. Menurunnya cadangan minyak komersial OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), termasuk AS. 5. Melemahnya nilai tukar dollar AS terhadap mata uang kuat dunia lainnya. 6. Meningkatnya tekanan geopolitik, terutama di Irak, Nigeria, Venezuela, dan Iran yang menimbulkan kekhawatiran pada sisi produksi dan distribusi minyak yang sudah sangat ketat. Kenaikan harga minyak bumi tersebut juga berdampak pada harga jual komoditas lainnya, salah satunya adalah harga minyak mentah kelapa sawit atau CPO (Crude Palm Oil). Peningkatan harga CPO ini disebabkan karena CPO merupakan salah satu sumber bahan bakar alternatif. Selain itu juga terjadi perkembangan dalam industri makanan berbahan dasar CPO. Perkembangan tersebut menyebabkan tingginya jumlah permintaan CPO yang melebihi jumlah penawaran. Sehingga semakin tingginya harga minyak bumi dan permintaan
3
Dep. ESDM. 2008. Harga Minyak Mentah. http://www.migas.esdm.go.id. Diakses pada tanggal 20 Mei 2008
terhadap CPO, maka harganya pun akan meningkat. Harga CPO pada tahun 2004 hanya $471,5 per ton, kemudian emudian naik menjadi $1.243,1 per ton pada Maret 2008.
Tabel 1 Perkembangan Harga Minyak Mentah dan Minyak Kelapa Sawit Jenis Produk Minyak Mentah* (Crude Oil)) dalam $/barrels Minyak Kelapa Sawit** (Crude Palm Oil)) dalam $/ton
Harga pada Tahun 2006 2007
2004
2005
37,58
53,4
64,29
72,36
99,14
471,5
420,2
575,2
726,5
1196,5
4
2008
5
Sumber : *Ditjen Migas Dep. ESDM, 2008 dan **SMART Tbk, 2008
Kemudian Gambar 1 memperlihatkan kuatnya pengaruh kenaikan harga minyak mentah terhadap harga CPO jika berdasarkan data harga bulanan selama satu tahun terakhir. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa dari bulan April tahun 2007 hingga bulan Maret tahun 2008, harga minyak mentah terus mengalami peningkatan. Peningkatan harga minyak mentah tersebut juga diikuti oleh meningkatnya harga CPO, bahkan peningkatan harga CPO jauh lebih besar dibandingkan dengan peningkatan harga minyak mentah.
Gambar 1 Perkembangan Harga Minyak Mentah dan Minyak Kelapa Sawit Sumber : *Ditjen Migas Dep. ESDM, 2008 dan **SMART Tbk, 2008 4
Dep.ESDM. 2008. Harga Minyak Mentah. Mentah http://www.migas.esdm.go.id.. Diakses pada tanggal 20 Mei 2008 5 SMART.Tbk. 2008. Harga CPO di Pasar Rotterdam. Rotterdam http://www.smart-tbk.com/investo tbk.com/investor_ international.php. Diakses pada tanggal t 20 Mei 2008.
Sesuai dengan prinsip ekonomi, cerahnya prospek bisnis ke depan dan tingginya harga akan merangsang produsen potensial untuk meningkatkan penawaran. Peningkatan penawaran CPO tersebut terlihat dengan terus bertambahnya luas areal perkebunan kelapa sawit yang berbanding lurus dengan produksi CPO di Indonesia. Pada tahun 1990, luas perkebunan sawit di Indonesia hanya 1.126.667 Ha dengan total produksi 2.412.612 ton CPO dan 815.580 ton (33,8 persen) diekspor6. Sedangkan pada tahun 2007, luas perkebunan kelapa sawit menjadi 6.425.061 Ha dengan total produksi 14.151.983 ton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Luas Areal Sawit, Produksi, dan Produktivitas CPO Indonesia Tahun 2003-2008 Berdasarkan Kepemilikan Tahun Luas Areal (ha)
Year
PR Smallholder
PBN Government
PBS Private
Jumlah
Produksi CPO (ton)
Total
PR Smallholder
PBN Government
PBS Private
Jumlah
Produktivi tas (ton/ha)
Total
PR Smallholder
PBN Government
PBS Private
2003
2004
2005
2006*
2007**
2008**
1.854.394
2.220.338
2.356.895
2.636.425
2.857.777
3.079.129
662.803
605.865
529.854
696.699
717.803
738.906
2.766.360
2.458.520
2.567.068
2.741.802
2.849.481
2.957.161
5.283.557
5.284.723
5.453.817
6.074.926
6.425.061
6.775.196
3.517.324
3.847.157
4.500.769
5.130.635
5.431.096
5.870.626
1.750.651
1.617.706
1.449.254
1.935.826
1.964.017
2.060.625
5.172.859
5.365.526
5.911.592
6.324.346
6.756.870
7.189.393
10.440.834
10.830.389
11.861.615
13.390.807
14.151.983
15.120.644
1,90
1,73
1,91
1,95
1,90
1,91
2,64
2,67
2,74
2,78
2,74
2,79
1,87
2,18
2,30
2,31
2,37
2,43
Sumber: Ditjen Perkebunan Deptan, 2008 Ket : * sementara ** Estimasi dengan model Double Exponential Smoothing
6
Ditjen Perkebunan Deptan. 2008. Volume dan Nilai Ekspor, Impor Komoditi Kelapa Sawit http://ditjenbun.deptan.go.id//index.php?option=comcontent&task=blogcategory& Indonesia. id=20&Itemid=81. Diakses pada tanggal 18 April 2008.
Berdasarkan Tabel 2, produktivitas CPO pada perkebunan rakyat berada pada urutan terakhir setelah perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta dengan produktivitas 1,91 ton CPO per Ha pada tahun 2005. Sedangkan produktivitas CPO perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta berturut-turut adalah 2,74 ton per Ha dan 2,3 ton per Ha pada tahun 2005. Namun, produksi CPO Indonesia saat ini belum mencapai jumlah optimal karena total produksi tersebut masih dapat ditingkatkan, khususnya pada sektor perkebunan rakyat. Luas perkebunan rakyat pada tahun 2007 mencapai 44,48 persen dari total luas areal. Perkebunan rakyat juga memiliki tingkat produktivitas yang tergolong rendah jika dibandingkan dengan perkebunan besar nasional (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Belum optimalnya jumlah produksi CPO pada perkebunan rakyat ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Diperkirakan 1,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit di Indonesia dibuka tanpa terlebih dahulu melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)7. Sebagian besar perkebunan tersebut merupakan perkebunan rakyat yang melakukan penanaman sawit di lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik tanaman kelapa sawit sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas. 2. Teknologi yang digunakan pada perkebunan rakyat umumnya lebih tradisional dibandingkan dengan teknologi yang digunakan oleh PBN dan PBS. Hal ini terlihat dari kurang terkoordinasinya penanganan pascapanen dari tandan buah
7
Kompas. 2006. 1,9 Juta Ha Lahan Tanpa AMDAL Pengaruhi Produktivitas Minyak. http://www.pili.or.id/incl_indo_read_detail.php?id=446. Diakses pada tanggal 15 April 2008.
segar (TBS) dipanen hingga tiba di pabrik sehingga mengakibatkan penyusutan pada TBS dan berkurangnya jumlah produksi. 3. Sebagian besar perkebunan rakyat menggunakan benih tidak unggul karena relatif mahalnya benih unggul (benih bersertifikat). Umumnya benih unggul juga hanya dijual dalam jumlah besar, sebagai contoh PT Socfindo hanya melayani pembelian benih dengan jumlah minimum 5.000 benih. Dengan kebutuhan benih sawit 200 benih per ha, maka jumlah minimum tersebut akan terlalu besar bagi pemilik perkebunan rakyat. Hambatan lain untuk menggunakan bibit unggul adalah pada proses pembibitan pre-nursery yaitu perawatan dari benih hingga menjadi bibit berumur tiga bulan. Pada masa tersebut, benih sangat rentan terhadap kematian jika tidak dirawat dengan baik. Selain itu dengan jumlah benih yang sedikit, hasil yang didapatkan tidak akan sebanding dengan biaya investasi yang dikeluarkan untuk membangun tempat pembibitan. Jika menggunakan benih unggul, seperti varietas DxP Unggul Socfindo, rata-rata produktivitas yang akan didapat adalah 28–32 ton TBS per hektar per tahun dengan puncak produktivitas 40 ton TBS per hektar per tahun pada tahun ke 15. Sedangkan jika menggunakan benih tidak unggul seperti benih asalan yang jatuh di sekitar tanaman, hasilnya tidak dapat dijamin. Umumnya produktivitas di bawah 20 ton TBS per hektar per tahun. Dalam upaya meningkatkan produktivitas CPO nasional, melalui peningkatan produktivitas perkebunan rakyat, sejak bulan April tahun 2007 PT Socfindo telah membuat tempat pembibitan untuk memproduksi bibit pre-nursery kelapa sawit berumur tiga bulan. Pembibitan ini memiliki kapasitas produksi
75.000 bibit per bulan atau 900.000 bibit per tahun (2,5 persen dari total produksi benih PT Socfindo). Target pasar utama dari bibit pre-nursery ini adalah perorangan (pemilik perkebunan rakyat) dengan maksimum pembelian 10.000 bibit per transaksi. Dengan berdirinya tempat pembibitan tersebut, diharapkan akan mempermudah pemilik perkebunan rakyat untuk mendapatkan bibit sawit dengan kualitas baik dengan harga terjangkau, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas CPO Indonesia beberapa tahun ke depan.
1.2 Perumusan Masalah PT Socfin Indonesia (Socfindo) merupakan perusahaan swasta asing yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit dan karet. Perusahaan ini juga memiliki unit khusus yang menangani produksi benih (kecambah) kelapa sawit dengan kapasitas produksi 37 juta benih pada tahun 2007. Benih yang diproduksi tersebut sebagian kecil digunakan untuk penanaman kembali (replanting) tanaman sawit perusahaan yang sudah afkir dan sisanya dijual untuk umum. Di tengah tingginya persaingan dalam usaha pembenihan kelapa sawit, PT Socfindo melihat terdapat relung pasar (niche market) yang belum tersentuh, padahal pasar tersebut memiliki potensi yang sangat besar. Produk yang ditujukan untuk pasar tersebut adalah bibit pre-nursery kelapa sawit berumur tiga bulan dengan sasaran utama pemilik perkebunan rakyat. Dua alasan utama perkebunan rakyat dipilih karena jumlah lahannya mencapai 44,48 persen dari total luas lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia dan hampir sebagian besar tidak menggunakan bibit unggul sehingga produktivitasnya menjadi rendah. Penjualan bibit kelapa sawit pre-nursery juga memiliki beberapa alasan, yaitu pada saat berumur tiga
bulan, daya tahan tumbuh bibit sudah cukup baik. Tidak mudah mati jika dibandingkan dengan dijual pada saat berbentuk benih. Bentuknya juga lebih kecil dibandingkan dengan bibit siap tanam berumur satu tahun. Sehingga memudahkan dalam proses pengangkutan pada saat pembelian. Di sisi lain, untuk mendirikan tempat pembibitan kelapa sawit dibutuhkan biaya yang besar, khususnya pada saat awal berdirinya usaha (biaya investasi) seperti biaya pengambilalihan lahan, pembuatan bangunan kantor dan gudang, tempat pembibitan dan naungan, sarana air dan listrik, serta alat pengukur curah hujan. Kemudian biaya yang dibutuhkan untuk membeli benih yang merupakan bahan baku utama usaha pembibitan juga tidak murah. Sedangkan penerimaannya baru diterima tiga bulan kemudian, yaitu ketika bibit siap untuk dijual. Berdasarkan alasan tersebut, maka PT Socfindo perlu melakukan suatu studi kelayakan untuk mengetahui seberapa jauh usaha tersebut dapat dilaksanakan dan hambatan-hambatan apa saja yang mungkin terjadi selama proyek tersebut berjalan. Studi kelayakan usaha dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelayakan finansial dan kelayakan non finansial yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek ekonomi, dan aspek sosial lingkungan. Dalam usaha ini juga perlu dilakukan analisis sensitivitas mengingat sering terjadinya fluktuasi harga pada komponen biaya maupun penerimaan, baik karena inflasi ataupun faktor lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kelayakan aspek non finansial pada usaha pembibitan pre-
nursery kelapa sawit PT Socfindo?
2. Bagaimanakah kelayakan aspek finansial pada usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo jika berdasarkan kriteria-kriteria investasi (NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period) baik tanpa pengaruh inflasi ataupun dengan pengaruh inflasi? 3. Bagaimanakah kelayakan usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit setelah terjadinya perubahan pada komponen biaya dan manfaat dengan menggunakan analisis sensitivitas?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kelayakan usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo berdasarkan aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan). 2. Menganalisis kelayakan usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo berdasarkan aspek finansial baik tanpa pengaruh inflasi ataupun dengan pengaruh inflasi. 3. Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit setelah terjadinya perubahan pada komponen biaya ataupun komponen manfaat.
1.4 Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukkan dalam menyusun berbagai strategi kebijakan pengembangan potensi wilayah, yang berkaitan dengan bidang pertanian khususnya perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara maupun di daerah lain. 2. Bagi PT Socfindo, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan apakah akan terus melanjutkan menjual bibit pre-nursery kelapa sawit atau hanya menjual benih kelapa sawit berdasarkan keuntungan yang didapatkan, baik secara finansial maupun non finansial. 3. Bagi pemilik perkebunan rakyat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat dan keuntungan yang didapatkan jika menggunakan bibit unggul. 4. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan umum serta sebagai bahan pertimbangan penelitian lanjutan.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang termasuk kelompok tanaman tahunan. Terdapat tiga jenis kelapa sawit yang dapat dibedakan berdasarkan penampang irisan buahnya, yaitu : Dura, memiliki tempurung yang tebal; Psifera, memiliki biji besar dan tempurung tipis; dan Tenera, merupakan persilangan antara Dura dan Psifera yang memiliki tempurung tipis dan inti yang besar. PPKS Medan 1989 dalam Nursari. Tanaman kelapa sawit menghasilkan minyak utama yang disebut CPO (Crude Palm Oil). Minyak inilah yang akan diolah menjadi minyak goreng, biodiesel, dan juga beberapa produk turunan CPO yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam susunan taksonomi, kelapa sawit termasuk ke dalam kingdom
Plantae, filum Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Arecales, familia Arecaceae, genus Elaeis, dan spesies Elaeis guineensis Jacq atau Elaeis oleifera. Pada budidaya kelapa sawit, kondisi iklim, bentuk wilayah serta kondisi tanah dan lahan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi. Di samping itu, terdapat juga faktor lainnya seperti sifat genetis dan perlakuan yang diberikan selama umur tanaman. Kriteria kesesuaian lahan untuk kelapa sawit berdasarkan intensitas faktor pembatas dapat dilihat pada Tabel 3. Jika suatu lahan termasuk golongan Tanpa (0), maka lahan tersebut sangat cocok untuk ditanami kelapa sawit. Sebaliknya jika suatu tempat termasuk golongan Berat (3), maka sebaiknya lahan tersebut tidak ditanami kelapa sawit karena hasil yang diperoleh tidak akan optimal dan mungkin dapat merugikan.
12
Tabel 3 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit No 1 2 3 4
Karakteristik Lahan Curah hujan (mm) Bulan kering (bln) Ketinggian di atas Permukaan laut (m) Bentuk wilayah/kemiringan lereng (%)
Simbol h k l
Tanpa (0) 3.000-1750 <1 0-200
w
Datar berombak <8
b
7
Batuan di permukaan dan di dalam tanah (%-volume) Kedalaman solum efektif (cm) Tekstur tanah
8
Kelas drainase
d
9
Kemasaman tanah (pH)
a
5
6
Intensitas Faktor Pembatas Ringan(1) Sedang (2) 1750-1.500 15001250 1-2 2-3 200-300 300-400
Berat (3) <1250 >3 >400
Bergelomb ang, berbukit 15-30 15-40
Berbukitbergunung >30
<3
Berombak bergelombang 8-15 3-15
s
>100
100-75
75-50
<50
t
Lempung berdebu; lempung liat berpasair; lempung liat berdebu; lempung berliat Baik, sedang
Liat; liat berpasir; lempung berpasir; lempung
Pasir berlempun g; debu
Liat berat; pasir
Agak terhambat; agak cepat
Cepat; terhambat
4,0-5,0 6,0-6,5
3,5-4,0 6,5-7,0
Sangat cepat; sangat terhambat tergenang <3,5 >7,0
5,0-6,0
>40
Sumber : Daratthun8, 2008
2.2 Benih dan Bibit Pre-nursery Kelapa Sawit 2.2.1 Benih Kelapa Sawit Untuk menghasilkan benih kelapa sawit yang terjamin kualitasnya, diperlukan tahapan-tahapan berjenjang yang rumit serta membutuhkan selang waktu prosesing. Hal tersebut yang menyebabkan harga benih sawit bermutu (benih unggul) lebih mahal dari benih sawit asalan yang dikumpulkan dari kebun produksi. Benih sawit bermutu juga tidak dapat langsung diperoleh setelah 8
Daratthun. 2007. Budidaya Kelapa Sawit. Direktorat Tanaman Tahunan, Departemen Pertanian. http://ditjenbun.deptan.go.id/tahunanbun/tahunan/index.php?option=comcontent&task=view& id=32&Itemid=30. Diakses pada tanggal 20 Mei 2008.
13
melakukan pemesanan. Menurut Fransisca (2008), tahapan produksi benih kelapa sawit secara umum adalah sebagai berikut : a. Persilangan pohon induk terpilih dan pohon bapak Proses pengadaan pohon induk dan pohon bapak bukanlah hal yang mudah. Pemilihan pohon induk dan bapak didasarkan pada hasil pengujian di lapangan seperti produktivitas tandan buah segar, kualitas tandan buah segar, dan sifatsifat pertumbuhannya. Bahan tanaman yang unggul memiliki ciri produktivitas tinggi, rendemen minyak dan inti yang tinggi, serta pertumbuhan meninggi batang yang lambat. Proses persilangan pohon induk terpilih dan pohon bapak terpilih meliputi beberapa kegiatan yaitu pemeriksaan pohon induk dan pohon bapak, pembungkusan tandan bunga, penyerbukan tandan bunga betina, pembukaan
pembungkus,
pemberian
label
identitas
persilangan,
dan
pemanenan tandan benih. Hal yang harus diperhatikan adalah pada setiap tahap pembenihan selanjutnya, label identitas harus selalu terpasang untuk mengetahui asal-usul benih jika terjadi penyimpangan. b. Persiapan benih Tandan buah yang sudah dipanen dibawa ke tempat persiapan benih. Kelengkapan label identitas persilangan diperiksa kembali pada saat TBS (Tandan Buah Segar) tiba di tempat persiapan benih. Tandan tersebut ditimbang dan kemudian dicincang untuk memisahkan buah (spikelet) dari tongkol (stalk), seperti terlihat pada Gambar 2a. Setiap tandan tidak boleh tercampur dengan tandan lainnya sehingga kemurnian identitas varietas dapat terjamin. Selanjutnya hasil cincangan tersebut dimasukkan ke dalam peti fermentasi dan difermentasikan selama tujuh hari dengan tujuan untuk
14
memudahkan
pemisahan
brondol
dari
tongkolnya
dan
memudahkan
pengupasan daging buah (mesokarp). Tahap selanjutnya adalah pengupasan daging buah dengan menggunakan mesin pengupas buah atau depericarper selama kurang lebih 45 menit, dapat dilihat pada Gambar 2b. Untuk menghindari kontaminasi jamur, benih yang telah bersih tersebut dicelupkan dalam larutan dhitane M-45 dengan kepekatan 0,2 persen. Keadaan benih embrio kemudian diperiksa dengan mengambil 50 benih yang normal per persilangan. Pemeriksaan benih dilakukan dua sampai tiga kali dan jika hasil pemeriksaan menunjukkan persentase embrio normal kurang dari 80 persen maka hasil persilangan tersebut diafkir dan dimusnakan. Benih yang lolos seleksi dipilah dan dihitung lagi untuk mengetahui berapa jumlah benih per tandan persilangan dan kemudian dimasukkan ke kantong plastik untuk dibawa ke tempat penyimpanan sebelum diproses lebih lanjut. Sedangkan benih yang tidak lolos seleksi seperti benih pecah, benih kerdil, dan benih putih akan dimusnahkan (Gambar 2c).
a
b
c
Gambar 2 Proses Persiapan Benih Sumber : Observasi Langsung
c. Pemecahan dormansi Setelah benih disimpan selama satu bulan di ruang sejuk (Gambar 3a), kemudian dilakukan pemecahan dormansi dengan cara dua kali perendaman
15
(Gambar 3b). Perendaman pertama dilakukan selama tiga hari yang bertujuan untuk menaikkan kadar air. Air rendaman diganti setiap hari dan untuk menghindari kontaminasi jamur. Benih direndam dengan dithane M-45 0,2 persen selama sepuluh menit. Selanjutnya benih dikeringkan selama 20-24 jam (Gambar 3c). Setelah benih cukup kering, benih dimasukkan lagi ke dalam kantong plastik ukuran 30 x 60 cm dan digembungkan, lalu kantong benih dimasukkan ke dalam ruang pemanas selama 50-60 hari pada temperatur 3840°C. Setiap minggu kantong benih dikeluarkan dan dibuka untuk pemberian oksigen serta diperciki air agar tidak terlalu kering. Setelah itu dilaksanakan perendaman kedua selama enam sampai tujuh hari untuk menaikkan kadar air dari 18 persen menjadi 22-23 persen. Selanjutnya benih dikeringkan selama kurang lebih satu hari, dapat juga menggunakan bantuan kipas angin. Kemudian dibawa ke ruang kecambah. d. Pengecambahan dan pengemasan Ruang
kecambah
adalah
ruangan
gelap
yang
diatur
untuk
proses
perkecambahan (Gambar 3d), memiliki temperatur 26-28°C dengan alat bantu fan heater dan kipas angin. Setiap minggu kantongan diperiksa dan apabila sudah ada benih yang berkecambah, maka benih tersebut dikeluarkan dari kantongan untuk dipilih kecambah yang normal. Kecambah normal adalah kecambah yang tumbuh sempurna dan secara jelas dapat dibedakan antara radicula dan plumulanya, tidak patah, dan tumbuh lurus. Setiap kecambah normal dimasukkan ke dalam kantong pengiriman dan diberi label (Gambar 3e). Kecambah yang terpilih kemudian dikemas ke dalam kotak pengiriman berukuran 40 cm x 60 cm x 40 cm dan diberi serbuk gergaji untuk mengurangi kerusakan akibat benturan selama perjalanan.
16 a
b
e
c
d Gambar 3 Pemecahan Dormansi dan Pengecambahan Sumber : Observasi Langsung
Produsen benih kelapa sawit yang telah memiliki sertifikat produk dari pemerintah, semua tahap pembenihan diawasi dengan ketat agar kualitas bahan tanam (benih) dapat dijamin. Para produsen benih kelapa sawit nasional tersebut adalah Pusat Penelitan Kelapa Sawit (PPKS), PT Socfindo, PT PP London Sumatera Indonesia, PT Bina Sawit Makmur (Sampoerna Agro), PT Tunggal Yunus Estate, PT Tania Selatan (Wilmar Group), dan PT Dami Mas Sejahtera (Sinar Mas Group)9. Peranan benih sebagai pemegang dalam keberhasilan produksi tanaman kelapa sawit tidak lepas dari ketelitian proses produksi. Beberapa tahap seleksi yang dilakukan untuk memperoleh benih unggul bermutu akan mewujudkan produksi hasil kelapa sawit yang optimal. Pengawasan yang ketat sejak tahap awal produksi benih dapat mengurangi kerugian yang timbul karena penggunaan benih palsu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 9
Hernanda, A.R. 2008. Harga Benih Sawit Diperkirakan Melonjak. Bisnis Indonesia Online. http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/agribisnis/1id48618.html. Diakses pada tanggal 15 Maret 2008
17
2.2.2 Bibit Pre-nursery Kelapa Sawit Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman (benih) yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada tahap selanjutnya10. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis, diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan penanaman (transplanting). Bibit pre-nursery kelapa sawit adalah bibit yang telah berumur tiga bulan. Bibit pre-nursery ini memiliki kelebihan dalam hal daya tahan hidup jika dibandingkan dengan bibit yang berumur satu atau dua bulan. Sedangkan jika dibandingkan dengan bibit yang lebih tua, bibit pre-nursery memiliki bentuk yang lebih kecil sehingga mempermudah proses pengangkutan. Hal ini disebabkan karena setelah berumur tiga bulan, bibit sawit harus dipindahkan dari babybag berukuran 15cm x 20cm x 0,1mm ke polibag berukuran 42,5cm x 50cm x 0,2mm. Aspek teknis pembibitan pre-nursery kelapa sawit akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.
10
Daratthun. 2007. Budidaya Kelapa Sawit. Direktorat Tanaman Tahunan, Departemen Pertanian. http://ditjenbun.deptan.go.id/tahunanbun/tahunan/index.php?option=comcontent&task=view &id=32&Itemid=30. Diakses pada tanggal 20 Mei 2008.
18
a
b
Gambar 4 Bibit Kelapa Sawit Berumur 1 bulan (a) dan 3 bulan (b) Sumber : Observasi Langsung
2.3 Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Kepemilikan Bedasarkan kepemilikannya, perkebunan sawit dibagi menjadi 2, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara/swasta. Perkebunan rakyat adalah usaha tanaman perkebunan yang dimiliki dan atau diselenggarakan atau dikelola oleh perorangan/tidak berbadan hukum, dengan luasan maksimal 25 hektar atau pengelola tanaman perkebunan yang mempunyai jumlah pohon yang dipelihara lebih dari batas minimum usaha (BMU)11. Sedangkan perkebunan besar adalah usaha perkebunan yang dilakukan oleh badan usaha milik negara termasuk Perkebunan Besar Negara (PBN) atau Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan dilakukan di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) atau hak atas tanah lainnya dengan luas areal lebih dari 25 hektar12.
11
Deptan. 2000. Panduan Pengumpulan Data Perkebunan Rakyat. http://setjen.deptan.go.id/ pusdatin/statistik/metodologi/bab2_final.pdf. Diakses pada tanggal 26 Maret 2008. 12 Pemda Lampung. 2001. Keputusan Gubernur Lampung Nomor 49 Tahun 2001 Tentang Pedoman`Penyelenggaraan`Perizinan`Usaha`Perkebunan.`http://125.162.116.200/infohukum/ dokumen3/Kep%20Gub%20No.049-2001.pdf. Diakses pada tanggal 26 Maret 2008.
19
2.4 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian Sipayung (1995) mengenai analisis finansial dan ekonomi peremajaan kelapa sawit, diketahui bahwa proyek peremajaan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Perkebunan VII Bah Jambi Kebun Marihat layak dilaksanakan. Hal ini terlihat bahwa pada suku bunga 16 persen, NPV, IRR, dan Net B/C finansial yang diperoleh masing-masing adalah Rp 4.709.457.000, 24,5 persen, dan 2,01. Sedangkan untuk nilai ekonominya masing-masing bernilai Rp 3.565.431.000, 23,5 persen, dan 1,85. Untuk analisis terhadap aspek lingkungan dan tenaga kerja, terdapat peningkatan jumlah hari kerja atau kesempatan kerja per hektar per tahun sebesar 20,83 persen, diikuti dengan nilai peningkatan nilai efisiensi tenaga kerja sebesar 18,33 persen dibandingkan dengan keadaan tanpa peremajaan. Analisis sensitivitas yang dilakukan menunjukkan bahwa dengan kemungkinan adanya kenaikan biaya produksi 10 persen dan penurunan harga jual 10 persen secara finansial proyek masih layak untuk dilanjutkan sampai tingkat bunga 22 persen, sedangkan secara ekonomi proyek masih layak dilaksanakan sampai tingkat bunga 16 persen. Hasil penentuan saat optimum peremajaan menunjukkan bahwa umur optimum peremajaan di perkebunan tersebut adalah sekitar 25 tahun. Khairudin (2003), meneliti tentang kelayakan usaha dan dampak sosial ekonomi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar Riau. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini diarahkan pada kemampuan subsektor perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji seberapa besar pengembangan perkebunan kelapa sawit memberikan manfaat pada para stake holder. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk mengkaji : 1) kinerja
20
finansial pada usaha perkebunan kelapa sawit selama satu siklus ekonomi, 2) sumbangan hasil usaha perkebunan terhadap perekonomian wilayah setempat, dan 3) dampak usaha perkebunan terhadap aspek sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Metode yang digunakan untuk menilai layak atau tidak layaknya secara finansial dalam usaha kelapa sawit adalah discounted cashflow, dengan menghitung kriteria-kriteria investasi, yaitu
NPV, IRR, dan Net B/C. Hasil
kriteria-kriteria investasi tersebut dengan discount factor 17 persen adalah NPV senilai Rp 6,87 milyar, IRR = 21,22 persen, dan Net B/C = 1,33. Mengacu pada kriteria-kriteria tersebut, dapat disimpulkan bahwa proyek pembangunan perkebunan kelapa sawit ini secara finansial layak untuk dilaksanakan. Nursari (2006) meneliti tentang kelayakan finansial proyek biodiesel kelapa sawit pada pusat penelitian kelapa sawit di Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaan usaha, menganalisis tingkat kelayakan secara finansial proyek biodiesel kelapa sawit di PPKS
Medan, dan menganalisis
kembali kelayakan proyek biodiesel jika terjadi perubahan-perubahan pada komponen manfaat dan biaya. Hasil analisis kelayakan finansial menyatakan bahwa kegiatan investasi pembangunan pabrik biodiesel kelapa sawit kapasitas olah satu ton per jam dinyatakan layak dari semua kriteria investasi. Hasil kriteria investasi berturut-turut adalah NPV =Rp 11.358.940.000, IRR = 30%, Net B/C ratio = 1,57 dan Payback Period = 3,4 tahun. Dengan penurunan harga output sebesar 2,2% dan kenaikan harga input 2,7%, usaha ini masih dikatakan layak. Sedangkan berdasarkan analisis switching value, harga output minimum adalah Rp 5.380 per liter (ceteris paribus) dan harga bahan baku (CPO+KOH+Methanol) maksimum adalah Rp 28.376.780.250 per tahun.
21
Wibowo (2006) meneliti tentang pertimbangan finansial untuk menentukan benih yang akan dipergunakan oleh perkebunan kelapa sawit, yaitu antara benih varietas Marihat dan Socfindo. Pada discount factor 13,77 persen, diperoleh nilai NPV sebesar Rp 8.165.404.000, IRR sebesar 14,19 persen, Net B/C sebesar 1, 04, dan PBP selama 11 tahun 8 bulan untuk benih varietas Marihat. Sedangkan untuk benih varietas Socfindo diperoleh nilai NPV sebesar Rp 37.039.961.000, IRR sebesar 15,55 persen, Net B/C sebesar 1,3, dan PBP selama 11 tahun 1 bulan. Kemudian berdasarkan analisis switching value, penggunaan benih varietas Marihat menjadi tidak layak jika terjadi penurunan harga TBS sebesar 5 persen, kenaikan biaya operasional sebesar 10 persen, kenaikan biaya investasi sebesar 5 persen, dan kenaikan tingkat suku bunga sebesar 8 persen. Sedangkan pada penggunaan benih varietas Socfindo, usaha perkebunan kelapa sawit menjadi tidak layak jika terjadi penurunan harga TBS sebesar 11 persen, kenaikan biaya operasional sebesar 25 persen, kenaikan biaya investasi sebesar 20 persen, dan kenaikan tingkat suku bunga sebesar 24 persen. Berdasarkan nilai kriteria-kriteria investasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa benih varietas Socfindo memiliki kualitas yang lebih baik dan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan benih varietas Marihat. Sehingga benih Socfindo direkomendasikan untuk digunakan.
Tabel 4 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Metode/ Alat Analisis Hasil 1 Nancy Lucia Sipayung Analisis Kelayakan • Analisis finansial dan • Usaha peremajaan ini layak secara finansial [Skripsi IPB : 1995] Finansial dan Ekonomi ekonomi dan ekonomi untuk setiap kriteria kelayakan Peremajaan Tanaman • Kriteria investasi. kelayakan Perkebunan Kelapa Sawit investasi (NPV, IRR, Net • Nilai NPV = Rp 4.709.457.000, IRR = 24,5 (Studi Kasus PT B/C) persen dan Net B/C = 2,01 untuk analisis Perkebunan VII Bah Jambi, • Analisis sensitivitas finansial. Kebun Marita, Pematang • Nilai NPV = Rp 3.565.431.000, IRR = 23,5 Siantar, Sumatera Utara) persen dan Net B/C = 1,85 untuk analisis ekonomi. • Dengan adanya kenaikan biaya produksi dan penurunan harga jual masing-masing 10 persen, usaha ini masih layak secara finansial sampai tingkat bunga 22 persen, sedangkan secara ekonomi proyek masih layak dilaksanakan sampai tingkat bunga 16 persen. 2 Khairudin Kelayakan Usaha dan • Metode kuantitatif • Secara finansial layak untuk diusahakan [Tesis IPB 2003] Dampak Sosial Ekonomi • Kriteria karena memenuhi kriteria-kriteria investasi. kelayakan Perkebunan Kelapa Sawit di investasi (NPV, IRR, Net • Diperoleh nilai NPV sebesar Rp 6,87 Kabupaten Kampar, Riau B/C) milyar, IRR = 21,22 persen, dan Net B/C = 1,33 dengan DF 17 persen. • Location Quotient (LQ) • Sumbangan perkebunan untuk PAD sebesar 1,8 milyar rupiah per tahun. • LQ = 4,56 (LQ > 1), yang berarti perkebunan kelapa sawit merupakan basis sektor ekonomi di Kabupaten Kamper.
22
Viana Nursari [Skripsi IPB : 2006]
Yanuar Ari Wibowo [Skripsi IPB 2006]
3
4
Analisis Kelayakan • Metode kuantitatif • Secara finansial layak untuk diusahakan Finansial Proyek Biodiesel • Kriteria karena memenuhi kriteria-kriteria investasi. kelayakan Kelapa Sawit pada Pusat investasi (NPV, IRR, Net • Memiliki nilai kriteria investasi (NPV = Rp Penelitian Kelapa Sawit B/C, PBP) 11.358.940.000, IRR = 30 persen, Net B/C = Medan, Sumatera Utara 1,57 dan PBP = 3,4 tahun) • Analisis sensitivitas • Analisis switching value • Penurunan harga output sebesar 2,2 persen dan kenaikan harga input 2,7 persen, usaha ini masih dikatakan layak. • Berdasarkan analisis switching value, harga output minimum adalah Rp 5.380 per liter (ceteris paribus) dan harga bahan baku (CPO+KOH+Methanol) maksimum adalah Rp 28.376.780.250 per tahun. Pertimbangan Finansial • Metode kuantitatif • Benih varietas Socfindo memiliki kualitas untuk Menentukan Benih • Kriteria yang lebih baik bila dibandingkan dengan kelayakan yang akan dipergunakan investasi (NPV, IRR, Net varietas marihat. oleh Perkebunan Kelapa B/C, PBP) • Penggunaan kedua varietas layak untuk Sawit (Benih Marihat versus • Analisis sensitivitas setiap kriteria investasi. Benih Socfindo) • Analisis switching value • nilai NPV = Rp 8.165.404.000, IRR = 14,19 persen, Net B/C = 1,04, dan PBP selama 11 tahun 8 bulan untuk benih varietas Marihat. • Benih varietas Socfindo memiliki nilai NPV = Rp 37.039.961.000, IRR = 15,55 persen, Net B/C = 1,3, dan PBP selama 11 tahun 1 bulan. • Benih varietas Socfindo direkomendasikan untuk digunakan karena memiliki keuntungan yang lebih besar.
23
24
Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian tentang kelapa sawit yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini mengkaji lebih dalam tentang kelayakan usaha dengan produk bibit pre-nursery kelapa sawit. Jika penelitian yang dilakukan oleh Sipayung (1995), Khairudin (2003), Nursari (2006), dan Wibowo (2006) hanya menganalisis aspek finansial (NPV, Net B/C, IRR, Payback Period) pada kelayakan usahanya, maka pada penelitian ini juga dikaji kelayakan non finansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi, dan analisis kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi. Khusus untuk menduga besarnya tingkat inflasi tahunan selama umur proyek, penelitian ini menggunakan model peramalan time series. Kemudian dilakukan juga analisis sensitivitas dan switching value untuk melihat sejauhmana usaha pembibitan tersebut dapat bertahan jika terjadi perubahan dari komponen biaya ataupun komponen manfaat.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan kegiatan investasi terhadap sumberdaya yang tersedia untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi individu, perusahaan, ataupun bagi suatu negara. Menurut Gray (1997), proyek adalah kegiatan-kegiatan atau seluruh aktivitas yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) dan merupakan suatu titik tolak (starting point) dan titik akhir (ending point). Sebelum memulai suatu proyek, sebaiknya calon investor baik individu, perusahaan, ataupun pemerintah melakukan studi kelayakan proyek terlebih dahulu agar tidak mengalami kerugian di masa yang akan datang. Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil dan menguntungkan. Kata berhasil ini mempunyai berbagai makna tergantung dari sudut pandang yang melihatnya. Pihak swasta atau investor melihatnya sebagai manfaat ekonomis dari suatu
investasi,
pemerintah atau lembaga non profit melihatnya sebagai manfaat bagi masyarakat luas seperti penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya yang berlimpah di suatu daerah, penghematan atau penambahan devisa negara, dan lain sebagainya (Husnan dan Suwarsono, 2000).
26
3.1.2. Identifikasi Manfaat dan Biaya Gittinger (1986), mendefinisikan biaya sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan manfaat sebagai segala sesuatu yang dapat membantu tujuan. Identifikasi biaya dan manfaat merupakan suatu analisis yang ditujukan untuk melihat besarnya biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang akan diterima pada suatu kegiatan ekonomi. Analisis ini dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan mengenai pengalokasian sumberdaya yang langka. Dalam analisis ekonomi, apa saja yang secara langsung ataupun tidak langsung menambah konsumsi barang-barang atau jasa-jasa sehubungan dengan proyek, digolongkan sebagai manfaat proyek. Sedangkan apa saja yang mengurangi persediaan barang-barang atau jasa-jasa konsumsi baik secar langsung maupun tidak langsung sehubungan dengan proyek, digolongkan sebagai biaya proyek (Gray, 1997). Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti: tanah, bangunan, pabrik, mesin. 2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti: biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. 3. Biaya lainnya, seperti: pajak, bunga, dan pinjaman. Manfaat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi:
27
1. Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan dirasakan sebagai akibat dari investasi, seperti: peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. 2. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek. Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986). Pada dasarnya, identifikasi biaya dan manfaat merupakan suatu cara untuk menghitung manfaat-manfaat yang akan diperlukan dan kerugian-kerugian yang harus ditanggung akibat suatu kegiatan ekonomi. Dalam analisis biaya dan manfaat juga dilakukan perhitungan terhadap biaya dan manfaat yang akan diterima oleh masyarakat dan individu.
3.1.3 Aspek-Aspek Non Finansial dalam Studi Kelayakan 1. Aspek Pasar Pasar menurut Stanton dalam Husein Umar (Studi Kelayakan Bisnis) adalah merupakan kumpulan orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk belanja, dan kemauan untuk membelanjakannya. Sedangkan menurut para ahli lainnya, pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual
28
dan pembeli, atau saling bertemunya antara kekuatan permintaan dan penawaran sehingga membentuk suatu harga. Aspek pasar merupakan aspek yang memiliki prioritas utama dari suatu studi kelayakan proyek, hal ini dikarenakan banyak proyek yang mengalami kegagalan karena tidak tersedianya pasar yang potensial untuk memasarkan produknya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aspek pasar antara lain: a. Permintaan, analisis permintaan menghasilkan perkiraan permintaan terhadap suatu produk. Permintaan tersebut dapat dilihat secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan, dan proyeksi permintaan. Untuk dapat mengetahui jumlah permintaan suatu produk secara cepat, maka dapat dilihat berdasarkan tingkat permintaan produk tersebut pada periode sebelumnya. b. Penawaran dapat diartikan sebagai berbagai kuantitas barang yang ditawarkan di pasar pada berbagai tingkat harga. Penawaran dapat berasal dari dalam negeri ataupun luar negeri, bagaimana perkembangannya pada masa lalu, dan perkiraannya pada masa yang akan datang. c. Harga adalah jumlah nilai yang harus dikeluarkan oleh konsumen untuk memperoleh suatu manfaat dengan memiliki atau menggunakan produk tersebut. Analisis terhadap harga dilakukan melalui perbandingan antara barang-barang impor dengan
produksi dalam negeri. Selain itu, juga
dilakukan analisis terhadap kecenderungan perubahan harga. Setiap perusahaan selalu berusaha menggunakan harga yang dapat bersaing dengan perusahaan lain.
29
d. Program pemasaran, analisis ini mencakup strategi pemasaran, kebijakan dan progran pemasaran, marketing mix (produk, harga, distribusi, dan promosi), serta identifikasi siklus produk. Selain itu juga dilakukan segmentasi, targeting, dan positioning produk pada pasarnya. e. Perkiraan penjualan, analisis terhadap penjualan yang dapat dicapai perusahaan pada periode sekarang dan yang akan datang, dan juga seberapa besar pangsa pasar (market share) yang dikuasai perusahaan. Perusahaan diharapkan memiliki pangsa pasar yang besar. 2. Aspek Teknis Aspek teknis merupakan aspek kedua yang dinilai setelah mengetahui bahwa terdapat peluang pasar berjangka waktu cukup panjang terhadap produk yang akan dihasilkan oleh proyek. Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan
dengan
proses
pembangunan
proyek
secara
teknis
dan
pengoperasiannya setelah proyek tersebut berjalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis antara lain : a. Lokasi proyek, yaitu dimana suatu proyek akan didirikan baik untuk pertimbangan lokasi dan lahan pabrik atau bukan pabrik. Dalam hal ini perlu suatu penilaian secara tepat agar kegiatan operasional dapat berjalan dengan baik dan lancar. Husnan dan Suwarsono (2000) membedakan variabelvariabel dalam pemilihan lokasi menjadi dua bagian, yaitu variabel utama dan variabel sekunder. Variabel-variabel yang utama tersebut antara lain :
• Ketersediaan bahan mentah, meliputi (1) jumlah kebutuhan bahan mentah satu periode dan selama umur proyek, (2) kelayakan harga bahan mentah baik sekarang maupun masa yang akan datang, (3) kapasitas,
30
kualitas, dan kontinuitas bahan mentah, (4) biaya-biaya pendahuluan sebelum bahan mentah siap diproses, misalnya biaya pengangkutan.
• Letak pasar yang dituju, suatu pabrik kadang-kadang harus berada dekat dengan bahan mentah sehingga jauh dari pasar yang dituju. Tetapi hal ini bukan merupakan masalah yang cukup berarti jika perusahaan memiliki informasi tentang daya beli konsumen, pesaing, dan beberapa data lain yang cukup dalam uraian tentang analisa aspek pasar.
• Tenaga listrik dan air, lokasi perusahaan sebaiknya dekat dengan sumber air bersih dan merupakan daerah yang dilewati oleh jaringan listrik yang baik.
• Suplai tenaga kerja (terdidik atau tidak terdidik), akan berkaitan dengan biaya produksi (baik karena kuantitas dan kualitas produk maupun biaya tenaga kerja) yang ditanggung oleh perusahaan.
• Fasilitas transportasi berkaitan dengan biaya pengangkutan bahan mentah ke pabrik dan pengangkutan produk ke pasar yang dituju. Sedangkan variabel-variabel sekunder antara lain : hukum dan peraturan yang berlaku, iklim dan keadaan tanah atau sifat fisik, sikap dari masyarakat sekitar apakah mendukung atau tidak, dan rencana masa depan perusahaan apakah ada rencana untuk melakukan perluasan perusahaan. b. Skala operasi atau luas produksi ditetapkan untuk mencapai skala ekonomis. Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan optimal. Variabel yang perlu diperhatikan, antara lain : batasan permintaan yang telah diketahui terlebih dahulu dalam perhitungan pangsa pasar, tersedianya kapasitas mesin-mesin yang dibatasi
31
oleh kapasitas ekonomis atau teknis, jumlah dan kemampuan pengelola proses produksi, kemampuan finansial dan manajemen, kemungkinan adanya perubahan teknologi di masa yang akan datang. c. Layout pabrik merupakan keseluruhan proses penentuan “bentuk” dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang mencakup layout lokasi proyek, layout pabrik, layout bangunan bukan pabrik dan fasilitas lainnya. Dikenal dua tipe utama dari layout pabrik, yaitu layout fungsional (layout process) dan layout produk/garis. Dalam layout fungsional, mesinmesin dan peralatan yang memiliki fungsi sama dikelompokkan dan ditempatkan pada ruang atau tempat tertentu (untuk perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan). Sedangkan dalam layout garis, mesin dan peralatan disusun berdasarkan dari operasi proses pembuatan produk (untuk perusahaan yang berproduksi massa). 3. Aspek Hukum Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek hukum yaitu bentuk badan usaha yang akan digunakan, izin usaha dari pemerintah setempat, tersedianya kelengkapan surat-surat seperti sertifikat tanah, dan
jaminan-
jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam modal. Kemudian terdapat juga peraturan pemerintah baik pusat ataupun daerah yang membatasi ruang gerak perusahaan. 4. Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Hal-hal yang harus diperhatikan pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, antara lain :
32
a. Pengaruh proyek terhadap peningkatan penghasilan negara, baik dalam bentuk pajak bumi dan bangunan ataupun pajak penghasilan. b. Pengaruh proyek terhadap devisa yang dihemat atau devisa yang bisa diperoleh oleh negara. c. Penambahan kesempatan kerja, khususnya bagi masyarakat yang berada di sekitar lokasi proyek. d. Dampak terhadap masyarakat di sekitar proyek, apakah daerah semakin ramai, sarana dan alat transportasi membaik atau tidak, ketersediaan listrik dan air meningkat, tingkat pendidikan membaik atau tidak, bagaimanakah tingkat kesehatan dan pelayanannya, dan sebagainya.
3.1.4 Aspek Finansial dalam Studi Kelayakan Aspek keuangan merupakan perbandingan antara pengeluaran (biaya) dengan pendapatan (manfaat) dalam suatu proyek tertentu. Dalam penilaian investasi pada suatu proyek, aspek keuangan dibagi menjadi dua kriteria, yaitu kriteria diskonto (discounted criteria) yang menggunakan konsep nilai waktu dari uang (time value of money) dan kriteria non diskonto (undiscounted criteria) yang tidak menggunakan konsep tersebut. Penelitian ini menggunakan kriteria diskonto (discounted criteria) karena kriteria tersebut memperhitungkan apa yang akan diperoleh dikemudian hari (in the future) dan berapa nilainya saat ini (present value) sehingga lebih mencerminkan nilai yang sebenarnya. Beberapa tolak ukur penilaian investasi pada kriteria diskonto antara lain :
33
a. Net PresentValue (NPV) atau manfaat bersih sekarang merupakan manfaat bersih yang diterima dari suatu proyek selama umur proyek tersebut dan pada tingkat diskonto (discount rate) tertentu. b. Net B/C merupakan manfaat bersih yang diterima setiap penambahan 1 satuan biaya yang dikeluarkan. c. IRR (Internal Rate of Return) merupakan bunga maksimal yang dapat dibayar proyek atas sumber-sumber yang digunakan untuk menutupi pengeluaran investasi dan operasional. Pada dasarnya IRR merupakan tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Menurut Sartono (1997), Nilai NPV berhubungan terbalik dengan nilai DR (discount rate). Jika nilai DR mendekati nol, maka NPV akan mendekati maksimum. Sebaliknya, semakin besar DR maka akan semakin kecil nilai NPV. Nilai DR yang membuat NPV bernilai nol disebut sebagai IRR. Pada saat itu, nilai present value yang positif jumlahnya sama dengan nilai present value yang negatif. Untuk lebih jelasnya dapat melihat Gambar 5.
NPV
+ 0
IRR
tingkat suku bunga (DR)
–
Gambar 5 Hubungan antara NPV dan IRR Sumber : Sartono, 1997
34
d. Payback period (PBP) merupakan jangka waktu/periode yang dibutuhkan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan, baik yang merupakan biaya investasi maupun biaya operasional dari suatu proyek. Payback period memiliki dua kelemahan, yaitu mengabaikan nilai waktu dan uang, serta mengabaikan aliran uang (cashflow) setelah periode payback (Husnan dan Suwarsono, 2000). Untuk mengatasi kelemahan pertama, maka digunakan discounted payback period. Pada discounted payback period, nilai manfaat bersih didiskontokan terlebih dahulu sebelum
digunakan
untuk
mengembalikan
biaya
investasi
yang
dikeluarkan pada awal proyek.
3.1.5 Analisis Sensitivitas (Switching Value) Gitinger (1986) mendefinisikan analisis sensitivitas sebagai alat analisis yang digunakan untuk meneliti kembali suatu analisa sehingga dapat menilai perubahan yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisa suatu aktivitas ekonomi atau proyek jika terdapat suatu kesalahan atau perubahan dalam dasardasar perhitungan manfaat dan biaya (Kadariah, et al, 1975) Usaha yang produknya berupa produk pertanian umumnya sangat peka terhadap perubahan harga, baik harga input ataupun harga output karena akan mempengaruhi aliran uang (cash flow). Jika terjadi perubahan pada harga input (inflow) atau harga output (outflow) maka akan terjadi perubahan pada kriteria investasi (NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period). Karena alasan itulah maka perlu dilakukannya analisis switching value untuk mengetahui berapa perubahan
35
harga terbesar yang dapat membuat suatu proyek masih tetap layak dilanjutkan jika berdasarkan kriteria-kriteria investasi. 3.1.7 Metode Peramalan Peramalan merupakan pendugaan terhadap kejadian dimasa yang akan datang. Terdapat dua metode dalam peramalan, yaitu metode peramalan kualitatif dan metode peramalan kuantitatif. Metode peramalan kualitatif adalah metode peramalan berdasarkan pada pengalaman, penilaian, dan pendapat dari pakar atau pengambil keputusan sehingga relatif lebih bersifat subjektif. Makridarkis (1999) menyatakan
bahwa
metode
peramalan
kualitatif
membutuhkan
input
yang`tergantung pada metode tertentu dan biasanya dari hasil pemikiran intuitif, pertimbangan, dan pengetahuan yang didapatkan oleh seseorang. Metode peramalan kuantitatif memiliki sifat yang lebih objektif karena berdasarkan pada keadaan aktual (data) yang diolah dengan menggunakan metode-metode tertentu. Penggunaan metode juga harus didasarkan pada fenomena manajemen atau bisnis apa yang diramalkan dan tujuan apa yang ingin dicapai melalui peramalan tersebut. Menurut Makridakis (1999), peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi, yaitu : 1. Tersedia informasi masa lalu. 2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan ke dalam bentuk data numerik. 3. Dapat diasumsikan bahwa pola masa lalu akan terus berlanjut dimasa yang akan datang. Metode peramalan time series merupakan bagian dari metode peramalan kuantitatif. Metode tersebut merupakan metode yang sering digunakan dalam ekonomi dan bisnis, dimana sejumlah observasi diambil selama beberapa periode
36
di masa depan (Hanke, 2003). Metode peramalan time series memiliki beberapa model peramalan, yaitu model trend, model naive, model rata-rata sederhana (simple average), model rata-rata bergerak sederhana (simple moving average), model pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing), model pemulusan eksponensial ganda (double exponential smoothing) Holt, model pemulusan eksponensial ganda Brown, model Winters multiplikatif dan aditif, model dekomposisi multiplikatif dan aditif, serta model ARIMA dan SARIMA (Seasonal ARIMA). Akan tetapi, tidak semua model dalam peramalan time series tersebut dapat dibahas dalam penelitian ini karena adanya keterbatasan data. Beberapa model peramalan time series yang digunakan adalah : 1. Model Trend Model trend menggambarkan pergerakan pola data yang meningkat atau menurun dalam jangka waktu yang panjang. Model ini juga menggambarkan hubungan antara periode dan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis regresi. Model trend tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu model trend linear, model trend kuadratik, dan model trend eksponensial. 2. Model Pemulusan Eksponensial Ganda Holt. Model pemulusan eksponensial adalah prosedur tang dapat merevisi secara kontinu hasil peramalan dengan informasi terbaru. Metode ini berdasarkan pemulusan menurun secara eksponensial (Firdaus, 2006). Model pemulusan eksponensial ganda (double eksponential smoothing) Holt menjelaskan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pemulusan secara eksponensial. Tujuan dari pemulusan kedua tersebut adalah
37
untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner dengan model trend linier (Makridakis, 1999). 3. Model Box-Jenkins Model Box-jenkins dikembangkan oleh George Box dan Gwilim Jenkins. Model ini hampir dapat digunakan untuk semua pola data dan akan dapat bekerja dengan baik apabila data deret waktu yang digunakan bersifat dependen atau berhubungan satu sama lain. Secara statistik, Model BoxJenkins juga sering disebut model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Avarage). Model ARIMA ditulis ARIMA (p,d,q) jika tidak terdapat unsur musiman, sedangkan ditulis ARIMA (p,d,q) (P,D,Q)L jika terdapat unsur musiman. Firdaus (2006) menyatakan beberapa prosedur dalam model BoxJenkins, yaitu : a. Identifikasi. Tiga hal yang dilakukan pada tahap identifikasi adalah mengidentifikasi apakah terdapat unsur musiman pada pola data atau tidak, mengidentifikasi kestasioneran data, dan mengidentifikasi pola ACF (Autocorrelation Function) dan PACF (Partial Autocorrelation Function). b. Estimasi model. Pada tahap estimasi, pertama-tama dihitung nilai estimasi awal untuk parameter-parameter dari model tentatif. Kemudian dengan menggunakan Minitab 14 melalui proses iterasi diperoleh nilai estimasi akhir. c. Evaluasi model. Setelah diperoreh persamaan untuk model tentatif, dilakukan uji diagnostik untuk menguji kedekatan model dengan data. Uji tersebut dilakukan dengan menguji nilai residual, signifikansi model, dan
38
hubungan-hubungan antar parameter. Jika terdapat hasil uji yang tidak memenuhi syarat, maka model harus diperbaiki dan langkah-langkah sebelumnya harus diulang kembali. d. Peramalan. Nilai peramalan disediakan dalam output komputer. Model ARIMA dibangun berdasarkan dua batasan, yaitu peramalan bersifat linear untuk observasi yang diamati dan seleksi model didasarkan pada prinsip parsimonius. Artinya model yang dipilih adalah model dengan parameter paling efisien.
39
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Tingginya harga CPO di pasaran dunia menjadi salah satu faktor pemicu meningkatnya jumlah luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Akan tetapi, tingginya peningkatan areal perkebunan tersebut masih belum dapat mendorong produksi CPO Indonesia secara optimal, hal ini disebabkan oleh sebagian besar perkebunan rakyat tidak menggunakan bibit unggul. Padahal, luas perkebunan rakyat mencapai 44,48 persen dari total luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia sehingga mempengaruhi tingkat produktivitas CPO. Melihat keadaan tersebut, PT Socfindo sebagai salah satu produsen benih kelapa sawit nasional ingin berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas CPO nasional dengan memproduksi bibit pre-nursery unggul dengan perkebunan rakyat sebagai target utama. Dengan adanya usaha ini, diharapkan pemilik perkebunan rakyat tidak akan kesulitan mencari bibit berkualitas. Walaupun peluang pasarnya cukup besar, akan tetapi usaha ini juga membutuhkan biaya yang besar sehingga harus dianalisis apakah proyek pembibitan pre-nursery kelapa sawit tersebut layak atau tidak untuk diusahakan. Terdapat dua aspek utama
dalam analisis kelayakannya,
yaitu aspek
finansial/keuangan yg meliputi NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C, dan Payback period. Dilakukan juga analisis switching value untuk mengetahui sejauh mana tingkat kelayakan proyek tersebut jika terjadi perubahan-perubahan pada komponen manfaat dan biaya. Sedangkan aspek non finansial yang dianalisis adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan.
40
Terus meningkatnya harga CPO (Crude Palm Oil) di pasaran dunia Berkembang pesatnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia tetapi tidak diimbangi dengan penggunaan Bibit Unggul sehingga Produktivitas Rendah. PT. Socfindo sebagai salah satu produsen benih sawit nasional ingin berkontribusi dalam peningkatan produktivitas CPO nasional, khususnya pada produktivitas perkebunan rakyat.
Apakah usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit pada PT Socfindo layak untuk dilanjutkan? 1.Menganalisis aspek non finansial dalam usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit. 2.Menganalisis aspek finansial yang meliputi proyeksi laporan laba rugi, aliran uang (cashflow), IRR, NPV, Net B/C, dan payback period. 3.Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit jika terjadi perubahan pada komponen biaya ataupun manfaat. Data Primer; Wawancara Langsung Ke Staf dan Pegawai PT. Socfindo Data Sekunder; Proses Pembibitan Kelapa Sawit, Luas Areal dan Produktivitas Kelapa Sawit Di Indonesia, Literatur-literatur yang Berkaitan dengan Topik, Penelitian Terdahulu, dan Internet Kelayakan Usaha
Aspek Non Finansial : Aspek Pasar Aspek Teknis Aspek Hukum Aspek Ekonomi Aspek Sosial Lingkungan
Aspek Finansial : CashFlow (Aliran Uang) Laporan Laba Rugi IRR, NPV, Net B/C, dan Payback Period Analisis Sensitivitas (Switching Value)
Layak : - Usaha pembibitan dilanjutkan - Peningkatan kapasitas produksi
Tingkat Inflasi
Metode Peramalan Times Series : Trend (Linier, Kuadratik, dan Eksponential) DES - Holt ARIMA
Tidak Layak : - Efisiensi biaya - Menaikkan harga jual bibit
Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasional
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Socfin Indonesia, Medan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan PT Socfindo merupakan produsen benih kelapa sawit terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 37 juta benih pada tahun 2007. Sedangkan pengambilan data dimulai pada bulan April 2008 sampai dengan bulan Mei 2008.
4.2 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepihak manajemen dan pegawai PT Socfindo (kepala bagian tanaman, administratur, asisten, teknisi) Sedangkan data sekunder didapatkan dari dokumen-dokumen PT Socfindo, literatur-literatur yang berkaitan dengan topik, penelitian terdahulu, internet, dan dokumen dari instansi lain yang memiliki hubungan dengan penelitian ini.
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha pembibitan pre-nursery secara finansial berdasarkan analisis kelayakan proyek. Penelitian ini juga menggunakan metode peramalan time series untuk menduga besarnya tingkat
42
inflasi selama umur proyek . Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Microsoft Exel 2007 dan Minitab 14 for Windows. 4.3.1 Analisis Kelayakan Finansial Proyek Pada analisis kelayakan finansial terdapat empat kriteria penting yang digunakan sebagai pengukur apakah suatu proyek dapat dikatakan layak atau tidak secara finansial. Keempat kriteria tersebut adalah : a. NPV (Net Present Value) Manfaat bersih sekarang (NPV) merupakan manfaat bersih yang diterima dari suatu proyek selama umur proyek tersebut dan pada tingkat diskonto (discount rate) tertentu. Rumus NPV dapat dituliskan sebagai berikut (Kadariah, et al, 1975) : n
NPV=∑ t =1
Bt - Ct
(1+ i )
t
dimana : Bt : Manfaat proyek pada tahun ke-t (Rp) Ct : Biaya proyek pada tahun ke-t (Rp) i
: Tingkat suku bunga (%)
t
: Umur ekonomis proyek (tahun) Jika nilai NPV bernilai positif, berarti total manfaat yang diterima
lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan sehingga dapat dikatakan bahwa proyek tersebut layak (menguntungkan) untuk dilaksanakan. Sebaliknya, jika nilai NPV lebih kecil dari nol (negatif) maka proyek tersebut tidak layak digunakan karena total manfaat yang diterima lebih kecil dari total biaya yang dikeluarkan. Tetapi jika nilai NPV bernilai nol,
43
maka proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar social opportunity cost factor produk modal sehingga masih dapat dilaksanakan. b. Net B/C (Net Benefit per Cost Ratio) Net B/C merupakan manfaat bersih yang diterima setiap penambahan 1 satuan biaya yang dikeluarkan. Rumus Net B/C dapat dituliskan sebagai berikut (Kadariah, et al, 1975) : n
Net B/C =
Bt - Ct
∑ (1 + i )
t
t =1 n
Bt - Ct
∑ (1 + i )
>
untuk Bt - Ct > 0 untuk Bt - Ct < 0
t
t =1
Jika nilai Net B/C lebih besar atau sama dengan satu, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan karena setiap penambahan satu satuan biaya akan menambah manfaat dengan jumlah yang lebih besar. Sedangkan jika nilai Net B/C lebih kecil dari satu, maka setiap penambahan biaya akan mengurangi manfaat sehingga akan merugikan. c. IRR (Internal Rate of Return) IRR merupakan bunga maksimal yang dapat dibayar proyek atas sumber – sumber yang digunakan untuk menutupi pengeluaran investasi dan operasional. Pada dasarnya IRR merupakan tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Rumus IRR dapat dituliskan sebagai berikut (Kadariah, et al, 1975) :
IRR=i1 +
NPV1 (i2 − i1 ) NPV1 + NPV2
44
dimana : IRR
: Tingkat pengembalian internal (%)
NPV1
: NPV bernilai positif (Rp)
NPV2
: NPV bernilai negatif (Rp)
i1
: Tingkat diskonto NPV1 (%)
i2
: Tingkat diskonto NPV2 (%) IRR yang sama dengan atau lebih besar dari tingkat suku bunga yang
berlaku (social discount rate) menyatakan bahwa proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika IRR lebih kecil dari social discount rate menyatakan bahwa proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. d. Discounted Payback Period Discounted payback period merupakan jangka waktu/periode yang dibutuhkan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan, baik sebagai biaya investasi maupun biaya operasional suatu proyek dengan tidak mengabaikan nilai waktu dan uang (time value of money). Semakin cepat waktu pengembalian, maka akan semakin baik pula proyek tersebut untuk dilaksanakan. Rumus discounted payback period dapat dituliskan sebagai berikut (Husnan dan Suwarsono, 2000) : Discounted payback period =
I Ab
dimana : I
: Besarnya biaya investasi yang diperlukan pada tahun pertama
Ab : Manfaat bersih yang telah didiskontokan
45
4.3.2 Analisis Switching Value Analisis nilai pengganti (switching value) adalah salah satu variasi dari analisis sensitivitas. Analisis ini digunakan untuk menghitung kepekaan investasi terhadap perubahannya. Analisis ini melihat pengaruh kelayakan investasi usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit terhadap perubahan yang terjadi pada tingkat penerimaan dan biaya atau dengan kata lain untuk melihat ambang batas kelayakan usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit pada PT Socfin Indonesia, Medan. 4.3.3 Metode Peramalan Pendugaan model peramalan pada penelitian ini menggunakan software Minitab
14.
Proses
peramalan
dilakukan
dengan
terlebih
dahulu
mengidentifikasi data. Data tingkat inflasi Indonesia diplotkan pada grafik untuk mengetahui pola datanya. Setelah didapat pola data, kemudian diduga model peramalan yang tepat dalam meramalkan tingkat inflasi Indonesia. Formulasi model peramalan yang digunakan untuk meramalkan tingkat inflasi Indonesia yaitu : 1. Model trend linier
Yt = a + bt Dimana : Yt = data aktual periode ke-t
a = konstanta b = koefisien persamaan
2. Model trend kuadratik
Yt = a + b1t + b2t 2 Dimana : Yt = data aktual periode ke-t
a = konstanta
46
b1 = koefisien variabel t b2 = koefisien variabel t2 3. Model trend eksponensial
Yt = a + ebt atau Ln(Yt ) = Ln(a ) + bt Dimana : Yt = data aktual periode ke-t
a = konstanta b1 = koefisien variabel t
e = bilangan natural 4. Model pemulusan eksponensial ganda Holt
Yt+p = A t + Tt A t = α Yt + (1 − α )(A t −1 + Tt −1 ) Tt = β (A t − A t −1 ) + (1 − β ) Tt −1 Dimana : Yt + p = ramalan periode ke t + m
At = pemulusan data aktual Tt = pemulusan trend α , β = koefisien pemulusan 5. Model ARIMA Model ini terdiri dari AR (Autoregressive) dan MA (Moving Average) yang telah terintegrasi. Model ARIMA dinotasikan sebagai ARIMA (p,d,q) untuk data yang tidak memiliki unsur musiman. Dimana : p = menunjukkan orde/derajat AR model tanpa unsur musiman. d = menunjukkan orde/derajat pembedaan (differencing) model tanpa unsur musiman q = menunjukkan orde/derajat MA model tanpa unsur musiman.
47
Data yang akan diramal dengan model ARIMA harus distasionerkan terlebih dahulu agar menghasilkan ramalan yang lebih mendekati aktual (hasil yang akurat). Formulasi dari model ARIMA tersebut adalah :
Yt = ϕ0 + ϕ1Yt −1 + ϕ2Yt −2 + .... + ϕ pYt − p + ε 0 − ω1ε t −1 − ω2ε t −2 − ωqε t −q Dimana :
Yt
= peramalan periode ke-t
ϕ0 , ϕ1 , ϕ p
= koefisien AR yang diestimasikan model tanpa unur musiman.
Yt −1 , Yt −2 , Yt − p = variabel respon pada masing-masing lag tanpa unsur musiman.
ε0
= galat (error) pada periode ke-t.
ω1 , ω2 , ω q
= koefisien MA yang diestimasikan model tanpa unsur musiman.
ε t −1 , ε t − 2 , ε t −q = galat pada masing-masing lag model tanpa unsur musiman. Model peramalan yang akan digunakan untuk meramalkan tingkat inflasi tahunan Indonesia selama umur proyek adalah model peramalan yang memiliki nilai galat (error) yang paling kecil. Menurut Firdaus (2006), galat (error) adalah selisih antara nilai aktual pengamatan dengan nilai estimasi dari peramalan. Dari nilai galat (error) tersebut dapat diperoleh beberapa ukuran akurasi, yaitu MAD/MAE (mean absolut deviation/error), MSE/MSD (mean
square error/deviation), dan MPE (mean percentage error). Penelitian ini hanya menggunakan MAD/MAE sebagai ukuran akurasi model peramalan karena besarnya nilai residual tidak merata sepanjang pengamatan dan MAPE untuk melihat bias atau tidaknya teknik peramalan.
48
4.3.4 Asumsi-Asumsi yang Digunakan Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Kegiatan investasi untuk usaha ini dilakukan pada tahun ke-1 yaitu pada Januari 2007 selama 3 bulan.
2.
Pembibitan (penanaman benih) pertama dilaksanakan pada April 2007. Karena satu siklus produksi bibit membutuhkan waktu tiga bulan, maka pada Juli 2007 sudah ada bibit pre-nursery yang siap untuk dijual. Sedangkan kegiatan reinvestasi dilakukan setiap 1, 2, 3, atau 5 tahun tergantung dari umur ekonomis masing-masing fasilitas dan alat produksi yang digunakan.
3.
Usaha ini diperkirakan memiliki umur ekonomis 10 tahun, hal ini karena umur ekonomis dari beberapa fasilitas yang sangat berpengaruh (bangunan, mesin pompa air, dan tangki penyimpanan air) adalah 10 tahun dengan pemeliharaan setiap tahun.
4.
Modal dari usaha ini diperoleh dari manajemen PT Socfindo sendiri, sehingga tingkat diskonto yang digunakan adalah 6,25 persen, angka ini merupakan tingkat suku bunga deposito bank persero untuk lama deposito 24 bulan dan jumlah deposito minimal Rp 1 Milyar.
5.
Tahun 2007 dijadikan sebagai tahun dasar, baik sebagai penentuan hargaharga, maupun terhadap pengaruh inflasi.
6.
Metode peramalan yang digunakan untuk meramalkan tingkat inflasi tahunan Indonesia hanya metode peramalan time series.
7.
Jika terjadi perubahan dalam aliran uang (cashflow), maka perubahannya akan terjadi mulai tahun 2008. Jumlah produksi, harga penjualan dan biaya
49
pada tahun 2007 diasumsikan tetap karena periode tersebut telah terealisasi/terlaksana. 8.
Benih kelapa sawit yang digunakan varietas DxP Unggul Socfindo dengan tingkat daya tumbuh (viabilitas) bibit 75 persen, termasuk yang mati/rusak dalam perjalanan, kesalahan dalam penanaman, dan tumbuh abnormal karena kelainan genetik.
9.
Benih tersebut diperoleh dari Pusat Seleksi Bangun Bandar PT Socfindo dan dikenakan biaya transfer sebesar Rp 5.500/benih pada tahun ke-1 dan Rp 6.000/benih mulai tahun ke-2.
10. Produksi bibit pada tahun ke-1 adalah 34.000 bibit/bulan dengan harga Rp 9.000/bibit dan diasumsikan mulai tahun ke-2 mencapai produksi optimal, yaitu 64.500 bibit/bulan dengan harga Rp 10.000. Data tersebut mengikuti rencana produksi yang telah ditetapkan oleh PT Socfindo. 11. Bibit pre-nursery kelapa sawit ini diasumsikan selalu terjual habis setiap bulannya mengingat tingginya permintaan dari pemilik perkebunan rakyat. 12. Penyusutan dan nilai sisa fasilitas dan alat-alat produksi dihitung berdasarkan metode garis lurus. 13. Pajak penghasilan diperhitungkan didalam cashflow dan nilainya tergantung kepada keuntungan bersih sebelum pajak berdasarkan UndangUndang Republik Indonesia No.17 Tahun 2000 yaitu 10 persen untuk penghasilan nol sampai 50 juta rupiah, 15 persen untuk penghasilan antara 50 sampai 100 juta rupiah, dan 30 persen untuk penghasilan diatas 100 juta rupiah.
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Sejarah Perusahaan Pada awal berdirinya, PT SOCFIN INDONESIA bernama PT SOCFIN MEDAN SA (Societe Financiere des Caoutchoucs Medan Societe Anonyme) yang didirikan pada tahun 1930 berdasarkan akte notaris William Leo No.45 tanggal 7 Desember 1930. Perusahaan tersebut murni dimiliki oleh asing, berkedudukan di Medan dan mengelola perkebunan di daerah Sumatera Timur, Aceh Barat, Aceh Selatan, dan Aceh Timur. Berdasarkan Penetapan Presiden No.6 tahun 1965, Keputusan Kabinet Dwikora
No.A/D/58/1965,
No.SK.100/Men.Perk/1965
dinyatakan
bahwa
perusahaan perkebunan yang dikelola oleh PT SOCFIN diletakkan di bawah pengawasan pemerintah. Kemudian pada tahun 1966, dilakukan serah terima hak milik perusahaan kepada Pemerintah Indonesia atas dasar penjualan perkebunan dan harta Socfin SA. Pada tahun 1968, tepatnya pada tanggal 29 April 1968, dicapai kesepakatan antara pemerintah RI dengan pemilik saham SOCFIN SA yang diperkuat dengan surat Keputusan Presiden RI No.B.68/PRES/6/1968 tanggal 13 Juni 1968 dan surat Keputusan Menteri Pertanian No.94/Kpts/Op/6/1968 tanggal 17 Juni 1968 yang berisikan patungan antara Pemerintah RI dengan pengusaha Belgia dengan komposisi permodalan 40 persen Pemerintah RI dan 60 persen pengusaha Belgia. Pengusaha Belgia kemudian memberi nama PT SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) yang didirikan melalui Akte Notaris Chairil Bahri di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1968 No.23 dan Akte Perubahan No.64 tanggal 12 Mei 1968.
51
Disahkan oleh Menteri Kehakiman pada tanggal 3 September 1969 dan diumumkan dalam tambahan berita negara RI No.68/69 tanggal 31 Oktober 1969. Sesuai akta tanggal 3 Mei 2002 No.5, pernyatan keputusan para pemegang saham PT Socfindo, yang diterbitkan oleh Notaris Ny. R. Arie Soetarjo SH, pemerintah RI telah melepas 30 persen sahamnya kepada Socfin SA, sehingga saham pemerinyah saat ini hanya 10 persen saja. PT Socfindo berkedudukan di Medan, Jl. K.L. Yos Sudarso No.106 Po.Box 1254 Medan, bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit dan karet.
5.2 Kegiatan Usaha Perusahaan PT Socfindo memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 37.780,08 ha yang berlokasi di Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD) serta perkebunan karet seluas 10.050,46 ha yang berlokasi di Sumatera Utara. Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara terdiri dari enam perkebunan, yaitu Negeri Lama (2.161,18 ha), Aek Loba (8.793,72 ha), Padang Pulo (1.172,36 ha), Tanah Gambus (3.718,66 ha), Bangun Bandar (2.841,84 ha), dan Matapao (2.293,76 ha). Perkebunan kelapa sawit di NAD terdiri dari empat perkebunan yaitu Sei Liput (3.672,92 ha), Seumanyam (4.411,8 ha), Lae Butar (4.196,72 ha), dan Seunagan (4.517,12 ha). Sedangkan perkebunan karetnya terdiri dari 5 perkebunan, yaitu Aek Pamienke (3.850,14 ha), Tanah Besih (1.353,5 ha), Halimbe (1.299 ha), Lima Puluh (1.796,75 ha), dan Tanjung Maria (1.751,07 ha). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Lampiran 2.
52
Pada tahun 2006, PT Socfindo telah memproduksi 11.078 ton crumb rubber dan 192.493 ton CPO. Hasil produksi perkebunan, baik kelapa sawit maupun karet diolah di 14 pabrik milik perusahaan, yaitu : a. Sembilan pabrik kelapa sawit (POM/Palm Oil Mill) yang mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi CPO (Crude Palm Oil) dengan total kapasitas 217 ton TBS per jam. b. Satu pabrik refinary (FRF/Fractionation and Refining Factory) yang mengolah CPO menjadi RBD Palm Olein (±75 persen), Stearin (±22 persen), dan Fatty Acid (±2,3 persen) dengan kapasitas 320 ton CPO per hari. c. Satu pabrik minyak inti sawit (PKOF/Palm Kernel Oil Factory) yang mengolah inti sawit (palm kernel) menjadi minyak initi sawit (Crude Palm
Kernel/CPKO) dengan kapasitas 110 ton inti sawit per hari. d. Tiga pabrik crumb rubber yang mengolah latex menjadi crumb rubber dengan kapasitas total 4,65 ton crumb rubber per jam. Di samping itu, PT Socfindo juga merupakan salah satu produsen benih dan bibit kelapa sawit di Indonesia. Program ini mulai diperkenalkan pada tahun 1913 dan menjadi salah satu cikal bakal pengembangan pemuliaan kelapa sawit di Indonesia maupun dunia. Sampai dengan tahun 1970 metode pemulian yang digunakan tidak memiliki skema pemulian yang jelas dan seleksi yang dikembangkan pada masa tersebut adalah mass selection dan family selection yang didasarkan pada bentuk tampilan fisik tanaman saja (phenotypic style)13.
13
Deptan. 2008. Kiat Sukses Bisnis Perbenihan Kelapa Sawit (Pengalaman PT Socfin Indonesia). Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi, Departemen Pertanian. http://ditjenbun. deptan.go.id/benihbun/benih/index2.php?option=com_content&dopdf=1&id= 149. Diakses pada tanggal 20 Mei 2008.
53
Sejak tahun 1970 program pemuliaan PT Socfindo dibangun di kebun Bangun Bandar yang kemudian menjadi Pusat Seleksi Bangun Bandar (PSBB). Selain mengembangkan plasma nutfah sendiri, PT Socfindo juga melakukan kerjasama dengan IRHO (Institut de Recherches pour les Huiles et Oleagineux) untuk program seleksi dan produksi benih. Tujuan dari kerjasama tersebut adalah untuk mengestimasi nilai dari hasil seleksi dan mereproduksi hasil seleksi terbaik untuk dikembangkan di masa mendatang. Pada tahun 2008, total produksi benih kelapa sawit PT Socfindo diperkirakan mencapai 40.500.000 benih. Sedangkan produksi dan alokasi penggunaan benih sawit pada Tahun 2003 sampai 2007 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Produksi dan Alokasi Penggunaan Benih Kelapa Sawit PT Socfindo Pengguna PT Socfindo Pihak Ketiga TOTAL Kapasitas Produksi
2003 (Benih) 481.385 11.536.154 12.017.539 20.000.000
2004 (Benih) 898.784 22.047.677 22.946.461 30.000.000
2005 (Benih) 1.231.869 36.658.086 37.889.955 38.000.000
2006 (Benih) 632.044 37.474.854 38.106.898 40.000.000
2007 (Benih) 744.210 35.166.033 35.910.243 37.000.000
Sumber : Company Profile PT Socfindo (2008)
Kepedulian perusahaan terhadap rendahnya produktivitas CPO Indonesia, mendorong perusahaan untuk membuka pembibitan pre-nursery kelapa sawit pada bulan April 2007. Benih sebagai bahan baku utama didapatkan dari PSBB. Jumlahnya pun dibatasi, yaitu sekitar 2,5 persen dari produksi benih PT Socfindo. Pembibitan tersebut memproduksi benih kelapa sawit menjadi bibit berumur tiga bulan yang yang diprioritaskan untuk pemilik perkebunan rakyat dan dengan harga yang terjangkau.
54
5.3 Struktur Organisasi Perusahaan PT Socfindo dipimpin oleh seorang presiden direktur dan dibantu oleh dua orang penasehat (adviser dviser) yang semuanya berkebangsaan asing. Kemudian jabatan selanjutnya adalah general manager yang membawahi tujuh kepala departemen, yaitu departemen audit interna internal, l, departemen umum, departemen tanaman, departemen teknik dan teknologi, departemen keuangan, departemen penjualan, dan departemen pembelian (Gambar 7). Sedangkan struktur organisasi dalam satu perkebunan dipimpin oleh seorang administratur/manajer yang membawahi seorang asisten kepala untuk bertanggung jawab terhadap kebun dan seorang teknik satu untuk bertanggung jawab terhadap pabrik. Asisten kepala membawahi membawahi beberapa asisten yang masing masingmasing bertanggung jawab terhadap satu afdeling (750 – 1.000 hektar). Sedangkan teknik satu membawahi beberapa orang teknik tingkat dua yang memiliki bagian pekerjaan-pekerjaan pekerjaan yang telah ditentukan (Gambar 7). ).
Gambar 7 Struktur Organisasi PT Socfindo Sumber : Company Profie PT Socfindo, 2008
55
5.4 Kontribusi Perusahaan untuk Pemerintah Kontribusi PT Socfindo yang diberikan kepada pemerintah pada tahun 2006 dapat dilihat dari besarnya setoran berbagai jenis pajak, yaitu : a. Pajak domestik yang terdiri dari ABT/APU, STNK/STUK/PKB, IMB, PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, dan Jamsostek sebesar Rp 39.905.596.742. b. Pajak tanah dan bangunan sebesar Rp 7.903.578.964. c. Pajak badan sebesar Rp 161.615.133.091 dan d. Pajak ekspor sebesar Rp 856.389.789.
VI KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL
6.1 Aspek Pasar Dua masalah yang dikaji dalam aspek pasar adalah potensi pasar dan program pemasaran. Potensi pasar meliputi jumlah permintaan dan penawaran bibit, harga bibit, dan juga perencanaan penjualan bibit pada periode mendatang. Sedangkan program pemasaran meliputi strategi pemasaran, promosi, dan cara pembelian bibit.
6.1.1 Potensi Pasar Sebenarnya masalah utama yang dihadapi oleh pemilik perkebunan rakyat adalah sulitnya mendapatkan benih unggul dengan jumlah yang sedikit. Contohnya, jika seseorang pemilik perkebunan rakyat ingin membangun kebun kelapa sawit seluas sepuluh hektar, maka dengan kebutuhan benih 200 butir per hektar, ia hanya membutuhkan 2000 benih.
Akan tetapi dalam penjualan benih
unggulnya, PT Socfindo menetapkan jumlah pembelian minimum yaitu 5000 butir benih. Jika pemilik perkebunan rakyat tersebut membeli 5000 butir dengan harga Rp 8000 per butir, maka Ia akan mengeluarkan biaya tambahan yang besar. Belum lagi jika pada masa pre-nursery tidak ditangani dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan bahwa benihnya akan banyak yang mati dan membuatnya mengalami kerugian. Masalah tersebut membuat potensi pasar untuk bibit pre-nursery kelapa sawit sangat tinggi, khususnya untuk bibit yang berasal dari benih unggul. Hal ini dapat terlihat dari tingginya permintaan bibit baik untuk keperluan pembukaan kebun baru ataupun untuk penanaman kembali (replanting) yang dilakukan oleh
57
pemilik perkebunan rakyat. Akan tetapi, tingginya permintaan tersebut tidak diimbangi oleh penawaran terhadap bibit pre-nursery kelapa sawit karena hampir sebagian besar produsen hanya menjual benih kelapa sawit. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran bibit tersebut tentu merupakan peluang yang baik bagi perusahaan karena pasar akan menyerap semua bibit pre-nursery yang dihasilkan oleh perusahaan. Pada tingkat harga Rp 10.000 per bibit, pemilik perkebunan rakyat sudah dapat memiliki bibit kelapa sawit unggulan berumur tiga bulan. Akan tetapi, untuk menghindari bibit unggul tersebut jatuh ke tangan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, PT Socfindo membatasi jumlah penjualan bibitnya yaitu maksimal 10.000 bibit untuk satu kali transaksi dan harus dilakukan atas nama perorangan.
6.1.2 Program Pemasaran PT Socfindo merupakan salah satu produsen benih kelapa sawit unggul nasional yang telah diketahui oleh stakeholder dan shareholder kelapa sawit. Hal tersebut menyebabkan perusahaan tidak perlu melakukan promosi secara berlebihan. Begitu juga dengan bibit pre-nursery, permintaan terus meningkat tidak lama setelah usaha ini dijalankan pada bulan April 2007. Proses pembelian bibit pun tergolong cukup mudah. Pembeli cukup menghubungi kantor pusat PT Socfindo di Medan untuk mengetahui apakah masih terdapat persediaan bibit kelapa sawit. Jika bibit belum tersedia, maka calon pembeli diharapkan menunggu sampai bibit tersedia. Langkah selanjutnya adalah pembeli datang langsung ke kantor pusat PT Socfindo dengan membawa identitas diri dan bukti pembayaran bibit. Jika semua kelengkapan sudah dilengkapi, maka pembeli akan diberikan surat pengantar untuk mengambil sendiri bibitnya di
58
tempat pembibitan yang terletak di Kebun Tanjung Maria, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
6.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar Berdasarkan analisis potensi pasar bibit pre-nursery kelapa sawit di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha ini layak untuk diusahakan. Hal tersebut didukung juga oleh tidak seimbangnya jumlah permintaan dengan penawaran. Walaupun harga yang ditetapkan oleh PT Socfindo tergolong cukup rendah, yaitu Rp 10.000 per bibit, tetapi hal ini akan dapat menjadi pendorong bagi calon pembeli untuk mendapatkan bibit pre-nursery kelapa sawit karena harganya yang terjangkau dan berkualitas.
6.2 Aspek Teknis Analisis dalam aspek teknis yang akan dibahas lebih lanjut mencakup lokasi usaha, tata letak tempat produksi (layout), dan proses produksi.
6.2.1 Lokasi Produksi Lokasi pembibitan pre-nursery kelapa sawit terletak di lahan seluas satu hektar bekas pabrik karet Kebun Tanjung Maria, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Kriteria-kriteria utama dalam pemilihan lokasi produksi ini adalah : 1. Ketersediaan bahan baku Bahan baku utama dalam pembibitan pre-nursery kelapa sawit adalah benih/kecambah kelapa sawit. Benih tersebut didapatkan dari PSBB (Pusat Seleksi Bangun Bandar) PT Socfindo yang berjarak kurang lebih tiga kilometer dari lokasi pembibitan. Bahan baku pendukung seperti babybag, pupuk, obat-
59
obatan, dan perlengkapan serta peralatan lainnya dapat dibeli di kota kecamatan Dolok Masihul yang berjarak delapan kilometer atau kota Tebing Tinggi yang berjarak dua puluh kilometer dari lokasi pembibitan. Sedangkan untuk tanah, diambil dari lahan disekitar lokasi pembibitan. Jadi secara umum perusahaan tidak mengalami masalah yang cukup berarti mengenai ketersediaan bahan baku. 2. Letak pasar yang dituju Transaksi penjualan bibit pre-nursery dilakukan dikantor pusat PT Socfindo, setelah mendapatkan surat pengantar, kemudian pembeli mengambil bibitnya di lokasi pembibitan. Jadi dalam proses jual belinya, bukan penjual yang membawa produknya ke pasar, tetapi pembeli yang datang untuk mendapatkan produk yang diinginkannya. Mayoritas pembeli berasal dari daerah Sumatera Utara dan beberapa dari Riau dan Aceh. Hal ini disebabkan karena untuk daerah yang jauh, calon pembeli akan mengeluarkan biaya transportasi yang besar. 3. Tenaga listrik dan air Tenaga listrik tidak menjadi masalah dikarenakan PLN sudah menjangkau lokasi pembibitan. Sedangkan air yang digunakan untuk penyiraman didapatkan dari sumur bor yang telah tersedia. Karena air yang keluar dari sumur bor cukup panas, maka sebelum digunakan untuk menyiram, air didinginkan terlebih dahulu. Biasanya pompa air dihidupkan pada sore hari untuk mengisi tangki penyimpanan air sampai penuh, kemudian keesokan harinya baru air tersebut digunakan untuk menyiram bibit.
60
4. Suplai tenaga kerja Perusahaan tidak mengalami masalah dalam mendapatkan tenaga kerja. Terdapat enam orang pekerja, lima orang satpam/jaga malam, dan satu orang mantri tanaman yang bekerja setiap hari. Sedangkan jika terdapat pekerjaan yang harus cepat diselesaikan dan butuh tenaga tambahan seperti mengisi tanah ke babybag, perusahaan menggunakan buruh harian yang merupakan penduduk di sekitar lokasi pembibitan. 5. Fasilitas transportasi Walaupun terletak di daerah perkebunan, tetapi lokasi pembibitan sudah memiliki fasilitas transportasi yang memadai. Lokasi pembibitan hanya berjarak kurang lebih dua kilometer dari jalan aspal alternatif yang menghubungkan antara kota Medan dan Tebing Tinggi. Tidak ada alat transportasi umum yang bisa digunakan, sehingga untuk mencapai lokasi harus menggunakan kendaraan pribadi. Sedangkan kriteria-kriteria pendukungnya adalah : 1. Hukum dan peraturan yang berlaku Sejauh ini, tidak ada hambatan hukum dan peraturan lokal yang melarang kegiatan usaha pembibitan ini. PT Socfindo sendiri sudah memiliki perkebunan kelapa sawit dan karet di Sumatera Utara sejak 100 tahun yang lalu. 2. Iklim dan keadaan tanah Kondisi iklim dan keadaan tanah di lokasi pembibitan sangat baik mengingat lokasi tersebut berada di sekitar perkebunan karet dan kelapa sawit milik PT Socfindo yang telah melakukan analisis AMDAL untuk setiap perkebunannya.
61
3. Sikap masyarakat Sikap masyarakat di sekitar lokasi pembibitan juga cukup baik. Hal ini mungkin dikarenakan PT Socfindo sudah ada sejak dahulu dan mayoritas penduduk di sekitar daerah pembibitan bekerja pada PT Socfindo. 4. Rencana untuk perluasan usaha Rencana perluasan usaha pembibitan tergantung dari kebijakan perusahaan dalam memproduksi benih kelapa sawit. Jika produksi benih meningkat, maka usaha ini juga akan berkembang karena jumlah bahan baku utama (benih kelapa sawit) merupakan 2,5 persen dari total produksi benih PT Socfindo.
6.2.2 Skala Operasi Skala usaha pembibitan pre-nursery ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan benih kelapa sawit nasional. Pembibitan ini hanya menghasilkan 675.000 bibit atau setara dengan keperluan 3.375 hektar perkebunan kelapa sawit per tahunnya. Jumlah produksinya pun sangat bergantung pada produksi benih kelapa sawit PT Socfindo. Hal ini disebabkan karena PT Socfindo hanya mengalokasikan 2,5 persen dari total produksi benihnya untuk dibudidayakan menjadi bibit pre-nursery dan dijual dengan harga yang terjangkau.
6.2.3 Tata Letak Tempat Produksi (Layout) Khusus untuk proses persemaian, babybag berisi tanah disusun rapat dan rapi membentuk bedengan dengan ukuran 12 kantong melebar dan panjangnya tergantung kepada jumlah bibit per nomor kelompok kategori. Pinggir bedengan diberi palang kayu agar babybag tidak tumbang. Antara bedengan disediakan jalan kontrol ± 50 cm memanjang persemaian. Jumlah kecambah per m2 adalah
62
100-110 bibit dan 1 m2 area semai untuk mensuplai 0,5 Ha areal pertanaman baru. Setiap bedengan dilengkapi dengan papan nama yang berisi nomor kategori, jumlah dan tanggal persemaian. Di tengah-tengah pembibitan juga terdapat satu buah alat pengukur curah hujan, satu buah pos jaga malam, dan pipa yang menyalurkan air dari tangki penyimpanan ke areal pembibitan yang digunakan untuk penyiraman bibit. Untuk lebih jelasnya, layout pembibitan ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
6.2.4 Proses Produksi Proses produksi pada pembibitan pre-nursery kelapa sawit melalui berapa tahap dari persiapan lahan sampai dengan seleksi bibit. Berikut adalah tahapan proses pembibitan pre-nursery kelapa sawit : a. Persiapan Lahan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan lahan adalah : -
Lokasi pembibitan dipilih pada suatu tempat yang terletak di pusat areal (strategis). Areal harus rata, terbuka namun tidak akan terkena banjir dan erosi. Dekat dengan sumber air yang permanen untuk penyiraman dan aman dari gangguan binatang liar.
-
Areal persemaian harus dibersihkan dari gulma dan sebagainya, diberi naungan permanen yang terbuat dari paranet setinggi kuarang lebih dua meter dari tanah dengan naungan 30 persen. Naungan ini berfungsi untuk melindungi bibit yang masih lemah dari panas dan sinar matahari penuh serta untuk mencegah jatuhnya air hujan yang deras secara langsung kedalam babybag.
63
-
Tanah yang digunakan sebagai media taman sebaiknya tanah lapisan atas (top soil) yang gembur, subur, bersih dari potongan kayu, banyak mengandung bahan organik dan diambil dari lahan yang bebas serangan hama penyakit, terutama ganoderma. Sebelum dimasukkan ke dalam
babybag, tanah diayak dan dicampur dengan pupuk RP (Rock Phospate) secara merata dengan dosis 0,5 kg per100 kg tanah. -
Plastik babybag yang digunakan untuk pre-nursery sebaiknya mempunyai ukuran 15 cm x 20 cm, tebal 0,1 mm, dengan lubang perforasi sebanyak 18 buah untuk mengatur drainase. Diameter lubang ± 0,4 cm dan jarak antar lubang 7 cm.
-
Seminggu sebelum kecambah ditanam, babybag berisi tanah disiram setiap hari untuk memastikan kebasahan tanah cukup memadai, tetapi jangan sampai airnya menggenang.
b. Penanaman Proses penanaman harus dilakukan dengan benar untuk menghindari kerugian, yaitu dengan cara : -
Benih harus ditaman dengan plumula (bakal batang berbentuk tajam dan lancip serta bewarna putih kekuning-kuningan) menghadap ke atas dan radikula (bakal akar berbentuk tumpul dan kasar) menghadap ke bawah dan tidak boleh terbalik.
-
Benih yang belum jelas (belum berdeferensiasi) bakal batang dan akarnya, ditunda penanamannya, sebaliknya jika terlalu panjang, dapat dipotong hingga bersisa 5 cm dari pangkalnya.
64
-
Benih ditanam ditengah babybag dengan kedalaman 2 cm dari permukaan tanah.
Kerugian jika benih tidak ditanam dengan benar adalah sebagai berikut : -
Benih yang ditanam terlalu dangkal akan mengakibatkan pertumbuhan bibit sangat dipengaruhi oleh fluktuasi temperatur dan kelembapan permukaan.
-
Sebaliknya, benih yang ditanam terlalu dalam akan menghasilkan bibit tidak sehat karena terjepit tanah.
-
Sedangkan penanaman dengan posisi radikula dan plumula yang terbalik, akan mengakibatkan pertumbuhan yang melintir (twisted shoot) dan terhambat.
c. Penyiraman Penyiraman dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi hari pukul 07.00 – 10.00 WIB dan sore pukul 16.00 – 18.00 WIB terkecuali jika hari hujan dengan curahan minimal 10 mm per hari. Sebaiknya areal pembibitan dilengkapi dengan
satu
unit
pengukur
curah
hujan
agar
bisa
menyesuaikan
penyiramannya. d. Penyiangan gulma Pembibitan harus tetap dijaga bebas dari gulma. Penyiangan gulma dalam
babybag dilakukan 2 minggu sekali secara manual, termasuk pekerjaan penambahan tanah dalam babybag bagi bibit-bibit yang terbuka dasar bonggol akarnya dan bibit yang tumbuh miring (doyong). e. Pengendalian hama dan penyakit Pemberantasan hama dan penyakit pada pre-nursery tidak dibenarkan dengan penyemprotan menggunakan pestisida, apalagi pestisida yang mempunyai
65
ikatan unsur tembaga, air raksa, atau timah. Kerusakan dan kerugian, termasuk serangan hama atau penyakit yang mungkin timbul pada masa pembibitan antara lain : kecambah gagal tumbuh, daun menjadi gosong, daun menjadi kuning, bercak coklat pada daun (necrosis), anthracnose, dan serangga pemakan daun. f. Pemupukan Pemupukan dilakukan pada saat bibit berumur empat minggu setelah tanam, yaitu ketika bibit telah memiliki satu helai daun berwarna hijau tua. Standar pupuk yang diberikan PT Socfindo adalah urea (pada minggu ganjil) dan pupuk majemuk 15-15-6-4 (pada minggu genap) dengan dosis sepuluh gram pupuk ditambah lima liter air untuk 100 bibit. Pupuk yang diaplikasikan ke bibit harus dalam bentuk cair (liquid) dengan cara menyiramnya ke tanah didalam babybag. g. Seleksi Seleksi dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi/memusnahkan semua bibit yang abnormal dan mempertahankan bibit yang sehat, normal, dan bermutu baik. Oleh karenanya seleksi harus dilakukan secara ketat dan hatihati untuk memperoleh bibit yang terbaik untuk ditanam di lapangan, serta dilakukan oleh petugas yang terlatih dan berpengalaman. Pada akhir pre-
nursery, bibit yang normal sudah memiliki 3 – 4 helai daun leanceolatus (daun yang belum membuka). Pada saat terbuka sempurna, ukuran daun menjadi lebih panjang dari sebelumnya (mencapai 20 – 50 centimeter) dan lingkar batang mencapai empat centimeter.
66
Pada masa pre-nursery, dilakukan dua tahap seleksi, yaitu tahap pertama pada umur 4 – 6 minggu, kemudian tahap kedua pada saat sebelum bibit dijual. Bibit yang terkena seleksi adalah bibit yang memiliki salah satu atau beberapa ciri berikut, yaitu : daun berputar (twisted leaf), daun sempit seperti rumput (grass leaf), daun bergulung (roller leaf), daun berkerut (cringkle leaf), daun tidak membuka (colante), bibit terkena serangan penyakit, daun dengan strip kuning (chimera), dan tanaman kerdil (runt).
6.2.5 Hasil Analisis Aspek Teknis Dari hasil analisis terhadap aspek teknis, dapat dikatakan bahwa usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Socfindo layak untuk dijalankan. Tidak ada masalah teknis yang menghambat jalannya kegiatan pembibitan ini.
6.3 Aspek Hukum Sejak tahun 1968, tepatnya pada tanggal 29 April 1968, bentuk badan usaha perusahaan ini adalah Perseroan Terbatas (PT) dengan nama PT Socfin Indonesia (Socfindo).
Hal
diperkuat
dengan
surat
Keputusan
Presiden
RI
No.B.68/PRES/6/1968 tanggal 13 Juni 1968 dan surat Keputusan Menteri Pertanian No.94/Kpts/Op/6/1968 tanggal 17 Juni 1968 yang berisikan patungan antara Pemerintah RI dengan pengusaha Belgia dengan komposisi permodalan 40 persen Pemerintah RI dan 60 persen pengusaha Belgia. Sebagai produsen benih nasional, PT Socfindo juga telah mendaftarkan varietas benih unggul kelapa sawitnya dan diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia,
yaitu
sesuai
dengan
surat
keputusan
mentri
pertanian
RI
67
No.440/KPTS/LB.320/7/2004 untuk varietas DxP Unggul Socfindo(L) dan No.441/KPTS/LB.320/7/2004 untuk varietas DxP Unggul Socfindo(Y) pada tanggal 22 Juli 2004. Benih-benih unggul inilah yang kemudian menjadi bahan baku utama dalam usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit ini.
6.4 Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Usaha pembibitan pre-nursery yang dilakukan oleh PT Socfindo ini secara langsung ataupun tidak langsung akan memberikan manfaat kepada beberapa pihak, yaitu : a. Pemerintah, yaitu dalam jangka pendek dengan bentuk pajak, baik itu pajak penghasilan ataupun pajak bumi dan bangunan. Sedangkan dalam jangka panjang, usaha ini nantinya akan membantu meningkatkan produktivitas CPO pada PR sehingga akan menambah devisa negara. b. Pembeli, manfaat yang akan didapatkan oleh pembeli adalah meningkatnya pendapatan karena hasil dari tanaman sawitnya juga meningkat. c. Pada saat-saat tertentu akan dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja untuk mencapai target kegiatan perusahaan, tentu saja hal ini akan menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar lokasi pembibitan. d. Usaha ini juga tidak menghasilkan limbah yang berbahaya, sehingga sangat aman bagi lingkungan sekitar. Jika dilihat dari kontribusinya terhadap pemerintah, melalui penyerapan tenaga kerja, serta dampak positifnya terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan, maka usaha ini sangat layak untuk dilanjutkan.
VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL
Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha atau proyek dari sisi keuangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial adalah arus pengeluaran (outflow), arus penerimaan (inflow), analisis kelayakan finansial, analisis rugi laba, analisis sensitivitas, dan analisis
switching value. Pembibitan pre-nursery kelapa sawit milik PT Socfindo memiliki umur ekonomis sepuluh tahun. Hal ini dikarenakan umur ekonomis pompa air, bangunan, pagar, dan tangki penyimpanan air memiliki umur ekonomis sepuluh tahun. Walaupun mesin genset memiliki umur ekonomis lima belas tahun, tapi tidak dijadikan sebagai patokan umur proyek karena dianggap kurang berhubungan langsung dengan proses produksi.
7.1 Arus Pengeluaran (Outflow) Arus pengeluaran (Outflow) pada usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit milik PT Socfindo ini terbagi dalam dua jenis, yaitu biaya investasi dan biaya operasional.
7.1.1 Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal proyek. Namun jika terdapat aset/barang yang umurnya ekonomisnya lebih rendah dari umur proyek, maka biaya investasi juga dikeluarkan untuk mengganti aset/barang tersebut. Biaya investasi ini disebut biaya reinvestasi. Usaha pembibitan pernursery kelapa sawit PT Socfindo mengeluarkan biaya investasi pada tahun pertama (Januari – Maret 2007) yang dapat dilihat pada Tabel 6.
69
Tabel 6 Biaya Investasi pada Tahun Pertama N o
Uraian
Umur Ekonomis
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lahan Persiapan Lahan, Memperbaiki Pagar Kantor + Gudang Naungan Genset 10 KV+Instalasi Mesin Pompa Air (10PK)+Instalasi Tangki Air (Kaps 9.000 liter) Instalasi Pipa Air untuk Penyiraman Pos Jaga + Lampu Sorot Pengukur Curah Hujan Sprayer Kereta Sorong Ayakan Perlengkapan Pendukung
10 tahun 10 tahun 5 tahun 15 tahun 10 tahun 10 tahun 3 tahun 5 tahun 5 tahun 3 tahun 2 tahun 1 tahun 1 tahun
10.000 m2 200 m2 4000 m2 1 unit 1 unit 1 unit 150 m 1 unit 1 unit 2 unit 5 unit 5 unit -
Harga Satuan (Rp) 5.000 500.000 40.000 20.000.000 16.000.000 10.000.000 35.000 5.000.000 1.500.000 500.000 200.000 100.000 -
Total (Rp) 50.000.000 25.000.000 100.000.000 40.000.000 20.000.000 16.000.000 10.000.000 5.250.000 5.000.000 1.500.000 1.000.000 1.000.000 500.000 600.000
Harga lahan ditentukan berdasarkan pasaran harga tanah yang berlaku disekitar tempat pembibitan, yaitu Rp 50.000.000 per hektar. Dikarenakan lahan tempat pembibitan ini adalah bekas pabrik karet, maka masih tersedia kantor, gudang, dan pagar. Kantor dan gudang dibangun 10 tahun yang lalu dengan umur ekonomis 20 tahun sehingga saat ini masih memiliki umur ekonomis 10 tahun lagi dengan nilai Rp 100.000.000. Kemudian untuk mempersiapkan lahan yang sesuai dengan pembibitan, seperti meratakan tanah, membuat selokan, dan memperbaiki pagar yang rusak dibutuhkan biaya sebesar Rp 25.000.000. Pembuatan naungan bertujuan untuk mengurangi cahaya matahari dan menahan curah hujan agar tidak langsung mengenai bibit. Pembuatan naungan seluas 4000 m2 ini membutuhkan biaya Rp 40.000.000. Naungan ini berupa tiangtiang yang terbuat dari pipa besi dan ditutupi oleh paranet pada bagian atasnya. Dua buah sprayer yang digunakan untuk pemupukan dan penyemprotan obatobatan jika terdapat penyerangan hama dan penyakit dibeli dengan harga Rp 1.000.000, lima buah kereta sorong digunakan untuk mengangkut berbagai hal
70
dibeli dengan harga Rp 200.000 per unit. Sedangkan lima buah ayakan dari kayu dibuat dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp 100.000 per unit. Generator Set (Genset) 10 KV merupakan mesin yang dapat menyediakan listrik jika pasokan listrik dari PLN padam. Tidak stabilnya pasokan listrik dari PLN di lokasi usaha menyebabkan perusahaan harus menyediakan satu genset. Sementara listrik sangat dibutuhkan dalam kegiatan usaha pembibitan ini. Pada sore hari contohnya, mesin pompa air memerlukan listrik untuk mengisi tangki penampungan. Untuk alasan keamanan, lampu sorot yang berada di pos jaga juga harus tetap hidup sepanjang malam. Mesin genset tersebut dibeli dengan harga Rp 20.000.000 dengan umur ekonomis 15 tahun. Mesin pompa air digunakan untuk menaikkan air dari dalam tanah ke tangki penyimpanan. Air yang akan digunakan untuk menyiram bibit didinginkan dahulu didalam tangki penyimpanan. Pengisian tangki ini dilakukan sore hari setelah penyiraman kedua dilaksanakan. Keesokan paginya, saat akan memulai penyiraman, air dialirkan dari tangki penampungan ke pembibitan melalui pipapipa. Biaya yang dibutuhkan untuk membeli mesin pompa air adalah Rp 16.000.000, pembuatan tangki penyimpanan kapasitas 9000 liter mengeluarkan biaya Rp 10.000.000, sedangkan instalasi pipa-pipa sepanjang 150 meter membutuhkan biaya Rp 35.000 per meter. Usaha pembibitan ini juga memiliki satu pos jaga malam yang dibuat dengan biaya Rp 5.000.000 dan sebuah alat pengukur curah hujan senilai Rp 1.500.000. Keduanya memiliki umur ekonomis lima tahun. Kemudian untuk membeli perlengkapan pendukung, seperti sarung tangan yang terbuat dari kain atau karet, masker, dll dibutuhkan biaya Rp 600.000 per tahun.
71
Dari keterangan diatas, maka biaya reinvestasi yang dikeluarkan dalam usaha pembibitan ini adalah untuk : 1. Naungan, pos jaga, dan alat pengukur curah hujan pada tahun keenam. 2. Instalasi pipa air dan sprayer pada tahun keempat, ketujuh, dan kesepuluh. 3. Kereta sorong pada tahun ketiga, kelima, ketujuh, dan kesembilan. 4. Ayakan dan perlengkapan pendukung dikeluarkan setiap tahun.
7.1.2 Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan sacara berkala selama proyek berjalan. Biaya operasional meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan dalam proses produksi. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan besarnya sama setiap tahun. Pada usaha pembibitan pre-nursery, yang termasuk biaya variabel adalah biaya pembelian benih, upah buruh, pembelian babybag, pembelian pupuk, obatobatan dan solar. Jumlah benih kelapa sawit yang dibeli adalah 900.000 butir per tahun dengan harga Rp 6.000 per butir. Akan tetapi selama tahun 2007, jumlah benih yang dibeli hanya 350.000 butir dengan harga Rp 5.500 per butir. Tenaga kerja buruh mendapatkan upah Rp 50.000 per hari. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh buruh dan persentase penggunaannya dalam satu siklus produksi dapat dilihat pada Tabel 7. Babybag dibeli per 1000 unit dengan harga Rp 85.000. Dalam satu siklus produksi, pupuk yang digunakan dalam pembibitan pre-nursery ini adalah pupuk urea, pupuk majemuk (15-15-6-4) dan pupuk Rock Posphate (RP) dengan dosis berturut-turut 0,4 gram, 0,4 gram, dan 7,5 gram per bibit. Sehingga untuk
72
keperluan 900.000 benih diperlukan 315 kg urea, 315 kg pupuk majemuk, dan 6.750 kg RP dengan harga berturut-turut Rp 2.822 per kg, Rp 3.632 per kg, dan Rp 1.365 per kg. Obat-obat seperti Daconil dan Dithane M45 digunakan untuk membasmi hama penyakit dibeli dengan harga Rp 105.000 per kg untuk Daconil dan Rp 46.000 per kilogram untuk Dithane M45. Solar yang digunakan sebagai bahan bakar genset dibeli dengan harga 9.370 per liter dengan kebutuhan 100 liter per tahun.
Tabel 7 Penggunaan Tenaga Kerja dan Persentase Jenis Pekerjaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis Pekerjaan Persiapan Lahan -Cari/Kumpulkan tanah media -Ayak, campur tanah dg RP & Solid -Mengisi tanah ke babybag -Menyusun babybag di bedengan -Persiapan&pemeliharaan bedengan Penanaman -Menanam kecambah -Penamaan/pengkodean Perawatan -Penyiraman -Pengendalian gulma -Pemupukan -Pengendalian hama penyakit -Seleksi bibit
Penggunaan TK (HK/unit)
Persentase (%)
0,00150 0,00300 0,00125 0,00125 0,00150
9 18 8 8 9
0,00250 0,00050
15 3
0,00100 0,00100 0,00100 0,00100 0,00100 TOTAL
6 6 6 6 6
100
Sedangkan yang termasuk biaya tetap adalah upah supervisi, pajak bumi dan bangunan (PBB), listrik, dan transportasi. Upah supervisi terdiri atas gaji mantri tanaman sebesar Rp 2.000.000 per bulan, gaji seorang satpam dan empat orang penjaga malam masing-masing Rp 1.200.000 per bulan. Biaya listrik rata-rata perbulan adalah Rp 300.000. Biaya transportasi yang dimaksud adalah segala biaya yang berhubungan dengan kendaraan, baik itu mobil atau motor untuk menunjang proses produksi. Biaya transportasi yang dibutuhkan adalah Rp
73
500.000 per tahun. PBB dihitung berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 dan dapat dilihat pada Lampiran 12.
7.2 Arus Penerimaan (Inflow) Arus penerimaan (inflow) pada usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit milik PT Socfindo ini terbagi dalam dua jenis, yaitu pendapatan penjualan dan nilai sisa (salvage value).
7.2.1 Pendapatan Penjualan Pendapatan penjualan dihitung dari perkiraan jumlah produksi dikalikan dengan harga jual. Usaha pembibitan pre-nursery PT Socfindo hanya menghasilkan satu buah produk, yaitu bibit kelapa sawit berumur tiga bulan. Benih kelapa sawit yang menjadi bahan baku utama usaha ini berasal dari PSBB (tempat produksi benih PT Socfindo). Jumlahnya pun hanya 2,5 persen dari produksi benih PT Socfindo, yaitu 900.000 butir per tahun atau 75.000 butir per bulan. Dengan tingkat kematian benih 25 persen, maka dalam setahun usaha pembibitan ini menghasilkan 675.000 bibit atau 56.250 bibit per bulan. Bibit kelapa sawit pre-nursery ini dijual dengan harga Rp 10.000 per bibit. Akan tetapi selama tahun pertama (tahun 2007), jumlah bibit pre-nursery yang dihasilkan hanya 262.500 bibit dengan harga jual Rp 9.000 per bibit.
7.2.2 Nilai Sisa (Salvage Value) Nilai sisa adalah semua biaya modal yang tidak habis digunakan selama umur usaha (Gittinger, 1986). Pada akhir tahun ke sepuluh, tanah yang telah digunakan masih bernilai Rp 50.000.000, beberapa peralatan yang masih dapat digunakan adalah genset 10 KV dengan sisa umur ekomonis lima tahun, instalasi pipa air dan sprayer dengan sisa umur ekonomis dua tahun. Nilai sisa ketiga
74
peralatan tersebut berturut-turut adalah Rp 6.666.667, Rp 3.500.000, dan Rp 666,667. Perincian penyusutan dan nilai sisa dapat dilihat pada Lampiran 13.
7.3 Analisis Kelayakan Finansial Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi, yaitu : Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net
B/C, dan Payback Period (PBP). Dalam melakukan analisis keempat kriteria tersebut, digunakan aliran dana (cashflow) untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan.
7.3.1 Peramalan Tingkat Inflasi Indonesia Penelitian ini menggunakan dua pendekatan dalam menganalisis kelayakan finansial, yaitu menganalisis kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi dan menganalisis kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi. Jika memperhitungkan inflasi, maka harga pada komponen penerimaan dan pengeluaran setiap tahun besarnya berbeda. Terdapat faktor pengali kenaikan harga per tahun yang besarnya merupakan perkalian antara faktor pengali harga pada tahun sebelumnya dengan tingkat inflasi. Tingkat inflasi didasarkan pada hasil peralaman time series tingkat inflasi tahunan Indonesia. Data tingkat inflasi tahunan Indonesia dari tahun 1968 sampai tahun 2007 dapat dilihat pada Lampiran 24. Model peramalan time series yang digunakan untuk meramalkan tingkat inflasi tahunan selama umur proyek adalah model trend linier, model
trend
kuadratik, model trend eksponensial, pemulusan eksponensial ganda Holt, dan ARIMA. Model-model tersebut dipilih karena sesuai dengan kebutuhan dan pola
75
data, yaitu dapat meramalkan beberapa periode ke depan dan juga cocok untuk data yang tidak memiliki unsur musiman. Berdasarkan output dari software Minitab 14, diperoleh formulasi peramalan untuk tiap model sebagai berikut : 1. Model trend linier ˆ = 0,151879 − 0, 00124383(t) Y t
2. Model trend kuadratik ˆ = 0,175328 − 0, 00467541(t) + 0, 0000857897(t 2 ) Y t
3. Model trend eksponensial ˆ =0,126963×0,986848 t Y t
4. Model pemulusan eksponensial ganda Holt
ˆ = A +T Y t+p t t A t = (0, 588951) Yt + (0, 411049)(A t −1 + Tt −1 ) Tt = (0, 05952)(A t − A t −1 ) + (0, 94048) Tt −1 5. ARIMA a. ARIMA (0,0,1) ˆ = 0,12692 + 0, 0389ε Y t t −1
b. ARIMA (1,0,0) ˆ = 0,12217 + 0,0374 Y Y t t −1
c. ARIMA (0,1,1) ˆ = −0, 001725 − 0, 9806ε + Y Y t t −1 t −1
d. ARIMA (1,1,0) ˆ = −0, 00117 − 0, 4725 Y + 0, 4725 Y + Y Y t t −2 t −3 t −1
76
Sedangkan nilai MAD (mean absolut deviation) dan MAPE (mean absolut
percentage error) dari setiap model peramalan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Nilai MAD dan MAPE dari Model Peramalan Tingkat Inflasi No 1 2 3 4 5 6 7 8
Model Peramalan Trend linier Trend kuadratik Trend eksponensial DES – Holt ARIMA (0,0,1) ARIMA (1,0,0) ARIMA (0,1,1) ARIMA (1,1,0)
MAD (%) 7,04 6,86 6,03 8,88 7,26 7,26 6,52 7,04
MAPE (%) 78,39 77,11 53,10 130,05 83,81 83,72 66,82 78,39
Berdasarkan nilai MAD dan MAPE masing-masing model peramalan pada Tabel 9, maka model peramalan yang paling akurat digunakan untuk meramalkan tingkat inflasi tahunan indonesia adalah model trend eksponensial. Model tersebut memiliki nilai MAD dan MAPE terkecil, yaitu 6,03 persen dan 53,1 persen. Hasil peramalan tingkat inflasi tahunan Indonesia dengan menggunakan model trend eksponensial selama umur proyek dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil Peramalan Tingkat Inflasi Indonesia Selama Umur Proyek No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tk Inflasi (%) 7,48 7,38 7,28 7,19 7,09 7,00 6,91 6,81 6,72
7.3.2 Analisis Kelayakan Finansial Tanpa Memperhitungkan Inflasi Jika tanpa memperhitungkan inflasi, maka nilai keempat kriteria investasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.
77
Tabel 10 Nilai Kriteria Investasi Tanpa Memperhitungkan Inflasi No 1 2 3 4
Kriteria Net Present Value (NPV) (Rp) Internal Rate of Return (IRR) (%) Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C) Payback Period (PBP)
Hasil 1.940.030.906 136 9,14 1,78
Berdasarkan nilai keempat kriteria investasi di atas, dapat dilihat bahwa usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit ini memperoleh NPV > 0 yaitu sebesar Rp 1.940.030.906 yang artinya bahwa usaha ini sangat layak untuk dijalankan. NPV sama dengan Rp 1.940.030.906 juga menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit selama umur proyek pada tingkat diskon (discount factor) 6,25 persen. Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C, pada pendekatan analisis kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi, diperoleh nilai Net B/C > 0 yaitu sebesar 9,14 yang menyatakan bahwa usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit ini layak dijalankan. Nilai Net B/C sama dengan 9,14 artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 9,14. IRR yang diperoleh dari pendekatan analisis kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi adalah 136 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 136 persen dan karena nilainya jauh lebih besar dari discount factor yang berlaku yaitu 6,25 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan. Pengembalian seluruh biaya investasi usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo didapatkan dalam waktu satu tahun dan sepuluh bulan.
78
7.3.3 Analisis Kelayakan Finansial Dengan Memperhitungkan Inflasi Jika dengan memperhitungkan inflasi, maka nilai keempat kriteria investasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai Kriteria Investasi dengan Memperhitungkan Inflasi No 1 2 3 4
Kriteria Net Present Value (NPV) (Rp) Internal Rate of Return (IRR) (%) Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C) Payback Period (PBP)
Hasil 2.726.560.680 151 12,43 1,73
Berdasarkan nilai keempat kriteria investasi di atas, dapat dilihat bahwa usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit ini memperoleh NPV > 0 yaitu sebesar Rp 2.726.560.680 yang artinya bahwa usaha ini sangat layak untuk dijalankan. NPV sama dengan Rp 2.726.560.680 juga menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit selama umur proyek pada tingkat diskon (discount factor) 6,25 persen. Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C, pada pendekatan analisis kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi, diperoleh nilai Net B/C > 0, yaitu sebesar 12,43 yang menyatakan bahwa usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit ini layak dijalankan. Nilai Net B/C sama dengan 12,43 artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 12,43. IRR yang diperoleh dari pendekatan analisis kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi adalah 151 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 151 persen dan karena nilainya lebih besar dari discount factor yang berlaku yaitu 6,25 persen, maka usaha ini juga layak dan menguntungkan. Pengembalian seluruh biaya investasi usaha
79
pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo didapatkan dalam waktu satu tahun dan sembilan bulan.
7.4 Analisis Rugi Laba Analisis rugi laba digunakan perusahaan untuk mengetahui perkembangan usaha dalam periode tertentu. Komponen rugi laba terdiri dari penerimaan, pengeluaran (biaya variabel dan biaya tetap), laba kotor, laba bersih sebelum bunga dan pajak (EBIT), bunga, laba bersih sebelum pajak (EBT), pajak penghasilan, dan laba bersih setelah pajak (EAT). Perbandingan EAT selama umur proyek antara pendekatan kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi dan pendekatan kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Tahun Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Perbandingan Laba Bersih Selama Umur Proyek Berdasarkan Dua Pendekatan Kelayakan Finansial Tahun Berjalan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 TOTAL
EAT Tanpa Inflasi (Rp) 8.004.774 297.125.168 297.125.168 297.125.168 297.125.168 297.125.168 297.125.168 297.125.168 297.125.168 297.125.168 2.682.131.286
EAT Dengan Inflasi (Rp) 7.797.867 319.024.159 342.003.214 366.597.512 392.635.495 420.177.300 449.284.096 480.018.023 512.442.128 546.620.301 3.836.600.096
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa jika usaha ini tidak dipengaruhi oleh inflasi (asumsi harga tetap selama umur proyek), maka total keuntungan bersih yang akan didapatkan adalah Rp 2.682.131.386. Sedangkan jika memperhatikan
80
inflasi, maka total keuntungan bersih yang didapatkan selama umur proyek akan lebih tinggi, yaitu Rp 3.836.600.096.
7.5 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk meneliti kembali suatu analisa sehingga dapat menilai perubahan yang akan terjadi akibat keadaan yang berubahubah baik perubahan yang terjadi dalam arus penerimaan (inflow) ataupun arus pengeluaran (outflow). Pada penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan dari empat sisi, yaitu jika terjadi penurunan produksi benih PT Socfindo sebesar 10 persen, peningkatan harga benih sebesar 5 persen, peningkatan upah tenaga kerja sebesar 15 persen, dan pengaruh bersama peningkatan harga benih dan upah tenaga kerja. Penurunan produksi sebesar 10 persen didapatkan dari pengalaman PT Socfindo yang mengalami penurunan produksi benih, yaitu dari tahun 2006 ke tahun 2007. Peningkatan harga benih sebesar 5 persen didapatkan dari rencana jangka panjang perusahaan. Sedangkan kenaikan upah tenaga kerja sebesar 15 persen merupakan alternatif kebijakan yang dapat diterapkan perusahaan dengan naiknya harga BBM pada pertengahan tahun 2008. Analisis sensitivas pada usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit dibagi berdasarkan kedua pendekatan yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial, yaitu analisis kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi dan analisis kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi. Hasil analisis sensitivitas pada pendekatan pertama, yaitu dengan mengabaikan inflasi dilihat pada Tabel 13.
81
Tabel 13 Hasil Analisis Sensitivitas Tanpa Memperhitungkan Inflasi Kriteria Investasi Awal A.Penurunan Produksi 10% NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP B.Kenaikan Harga Benih 5 % NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP C.Kenaikan Upah TK 15% NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP D. Pengaruh Bersama B & C NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP
Nilai pada CashFlow Setelah Perubahan Besar Perubahan
1.940.030.906 136 9,14 1,78
1.695.237.132 121 8,11 1,87
(244.793.774) (15) (1,03) 0,09
1.940.030.906 136 9,14 1,78
668.382.865 55 3,80 2,91
(1.271.648.041) (81) (5,34) 1,13
1.940.030.906 136 9,14 1,78
1.347.654.860 99 6,65 2,07
(592.376.046) (37) (2,49) 0,29
1.940.030.906 136 9,14 1,78
(106.379.995) -
(2.046.410.901) -
Dengan tidak diperhitungkannya inflasi dalam cashflow, maka jika terjadi penurunan produksi sebesar 10 persen, NPV yang diterima selama umur proyek akan berkurang sebesar Rp 244.793.774 menjadi Rp 1.695.237.132. Tingkat pengembalian internal turun sebesar 15 persen menjadi 121 persen. Menerima manfaat bersih sebesar Rp 8,11 dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Akan tetapi, periode pengembalian investasi bertambah panjang menjadi satu tahun dan sebelas bulan. Apabila terjadi kenaikan harga benih sebesar 5 persen dan kenaikan upah tenaga kerja sebesar 15 persen, NPV yang diterima selama umur proyek akan berkurang sebesar Rp 2.046.410.901 sehingga nilai NPV menjadi negatif. Nilai NPV bernilai negatif berarti jika terjadi perubahan harga benih dan upah secara bersamaan, usaha pembibitan ini menjadi tidak layak untuk setiap kriteria investasi.
82
Sedangkan jika memperhitungkan inflasi dalam aliran uang (cashflow), maka jika terjadi penurunan produksi sebesar 10 persen, NPV yang diterima selama umur proyek akan berkurang sebesar Rp 342.728.982 menjadi Rp 2.383.831.698. Tingkat pengembalian internal turun sebesar 16 persen menjadi 135 persen. Menerima manfaat bersih sebesar Rp 10,99 dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Akan tetapi, periode pengembalian investasi bertambah panjang menjadi satu tahun dan sepuluh bulan. Hasil analisis sensitivitas dengan memperhitungkan inflasi dapat dilihat pada Tabel 14. Jika terjadi kenaikan harga benih sebesar 5 persen dan upah tenaga kerja sebesar 15 persen, maka NPV yang diterima selama umur proyek akan berkurang sebesar Rp 2.776.754.291 sehingga nilai NPV menjadi negatif. Nilai NPV bernilai negatif berarti jika terjadi perubahan harga benih dan upah secara bersamaan, usaha pembibitan ini menjadi tidak layak untuk setiap kriteria investasi.
Tabel 14 Hasil Analisis Sensitivitas dengan Memperhitungkan Inflasi Kriteria Investasi Awal A.Penurunan Produksi 10% NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP B.Kenaikan Harga Benih 5 % NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP C.Kenaikan Upah TK 15% NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP D. Pengaruh Bersama B & C NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP
Nilai pada CashFlow Setelah Perubahan Besar Perubahan
2.726.560.680 151 12,43 1,73
2.383.831.698 135 10,99 1,82
(342.728.982) (16) (1,44) 0,09
2.726.560.680 151 12,43 1,73
942.156.022 63 4,95 2,79
(1.784.404.658) (88) (7,48) 1,06
2.726.560.680 151 12,43 1,73
1.897.191.386 111 8,95 2,00
(829.369.294) (40) (3,48) 0,27
2.726.560.680 151 12,43 1,73
(50.193.611)
(2.776.754.291)
83
Berdasarkan nilai dari kriteria-kriteria investasi diatas, usaha pembibitan
pre-nursery kelapa sawit milik PT Socfindo layak secara finansial, baik melalui pendekatan dengan pengaruh inflasi, ataupun tanpa pengaruh inflasi. Pembibitan
pre-nursery ini masih layak diusahakan bila terjadi penurunan kapasitas produksi sebesar 10 persen, kenaikan harga benih sebesar 5 persen, kenaikan upah tenaga kerja sebesar 15 persen. Akan tetapi menjadi tidak layak jika terjadi kenaikan harga benih dan upah tenaga kerja secara bersamaan. Tanpa memperhitungkan inflasi, usaha pembibitan tersebut menjadi tidak layak jika terjadi penurunan jumlah produksi lebih dari 72,916 persen, kenaikan harga benih lebih dari 7,018 persen, atau kenaikan upah tenaga kerja lebih dari 45,198 persen. Sedangkan dengan memperhitungkan inflasi, usaha pembibitan tersebut menjadi tidak layak jika terjadi penurunan produksi lebih dari 75,03 persen, kenaikan harga benih lebih dari 7,221 persen, atau kenaikan upah tenaga kerja lebih dari 46,508 persen.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis kelayakan pada aspek non finansial, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan, usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo layak untuk dilanjutkan karena tidak memiliki hambatan yang berarti pada setiap aspek non finansial. 2. Analisis kelayakan finansial pada usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi dan kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi. Pada kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi, dengan DF (discount factor) 6,25 persen diperoleh NPV sebesar Rp 1.940.030.906, IRR sebesar 136 persen, Net B/C sebesar 9,14, dan PBP selama satu tahun dan sepuluh bulan. Sedangkan pada kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi, diperoleh NPV sebesar Rp 2.726.560.680, IRR sebesar 151 persen, Net B/C sebesar 12,43, dan PBP selama satu tahun dan sembilan bulan. Peramalan tingkat inflasi menggunakan model trend eksponensial dengan persamaan Ŷt=0,126963x0,986848t. Berdasarkan nilai kriteria-kriteria investasi pada kedua pendekatan diatas, maka usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo layak untuk dilanjutkan. 3. Jika dilihat dari hasil analisis sensitivitas, maka usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit PT Socfindo sangat sensitif terhadap kenaikan harga benih, kemudian diikuti oleh kenaikan upah tenaga kerja dan ketiga adalah penurunan jumlah produksi.
85
8.2 Saran 1. Perusahaan sebaiknya memperhitungkan pengaruh inflasi dalam menganalisis kelayakan finansial usahanya. Hal tersebut bertujuan agar proyeksi nilai pada
cashflow yang dihitung akan lebih mendekati nilai yang sebenarnya. Disamping itu, dengan diperhitungkannya pengaruh inflasi, maka manfaat finansial yang diperoleh akan lebih besar. 2. PT Socfindo sebaiknya meningkatkan jumlah benih kelapa sawit unggul yang digunakan dalam usaha pembibitan pre-nursery ini tetapi dengan tetap mempertahankan kualitas. Hal ini disebabkan karena target pasar bibit pre-
nursery adalah pemilik perkebunan rakyat yang jumlahnya besar dan sering kesulitan untuk mendapatkan benih kelapa sawit unggul. 3. Penelitian selanjutnya dapat mengkaji tentang kelayakan usaha pra-perkebunan kelapa sawit, baik dengan produk benih, bibit pre-nursery, dan bibit main
nursery secara terpisah ataupun bersamaan. Hal tersebut bertujuan untuk melihat kombinansi usaha apakah yang paling menguntungkan. Atau dapat juga menganalisis ulang kelayakan bibit pre-nursery kelapa sawit tetapi dengan menggunakan metode peramalan yang lebih tepat untuk digunakan dalam peramalan tingkat inflasi indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrohman, Dudung. 2005. Analisis Kelayakan Finansial Produksi Bibit Jati (Tectona grandis L.f.) dengan Metode Kultur Jaringan pada PT Dafa Teknoagro Mandiri, Ciampea, Bogor [Skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Firdaus, Muhammad. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam : ARIMA, SARIMA, dan ARCH-GARCH. Bogor : IPB Press. Fransisca, Anastasia. 2008. Proses Produksi Benih Tanaman Kelapa Sawit. Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi, Departemen Pertanian. [terhubung berkala]. http://ditjenbun.deptan.go.id/benihbun/benih/ index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=180 [20 Mei 2008] Gittinger, JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Gray, Clive 1997. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hanke, J.E. dan A.W. Wichern. 2003. Peramalan Bisnis. Edisi ke-7. Jakarta : PT Prehalindo. Husnan S, Muhammad S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Kadariah, Lien Karlina, dan C. Gray. 1975. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Khairudin. 2003. Kelayakan Usaha dan Dampak Sosial Ekonomi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kampar, Riau [Tesis]. Bogor : Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Makridarkis. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jilid 1 Edisi ke-2. Jakarta : Bina Rupa Aksara Nursari, Viana. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Proyek Biodiesel Kelapa Sawit Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, Sumatera Utara [Skripsi]. Bogor : Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, IPB. [Socfindo] PT Socfin Indonesia, Departemen Tanaman. 2006. Petunjuk Teknis Penanganan Kecambah dan Pembibitan Kelapa Sawit DxP Unggul Socfindo. Medan : PT Socfindo. [Socfindo] PT Socfin Indonesia, Departemen Umum. 2008. Company Profile PT Socfin Indonesia. Medan : PT Socfindo.
87
Sartono, Agus R. 1997. Manajemen Keuangan (Edisi III). Yogyakarta : BPFE Sipayung, Nancy Lucia. 1995. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Peremajaan Tanaman Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus PT Perkebunan VII Bah Jambi, Kebun Marita, Pematang Siantar, Sumatera Utara) [Skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Wibowo, Yanuar Ari. 2006. Pertimbangan Finansial untuk Menentukan Benih yang akan dipergunakan oleh Perkebunan Kelapa Sawit (Benih Marihat versus Benih Socfindo) [Skripsi]. Bogor : Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, IPB.
LAMPIRAN
89
Lampiran 1 Produk Turunan Kelapa Sawit
Sumber : Balitbang Pertanian (2005)
Lampiran 2 Lokasi Perkebunan PT Socfin Indonesia
Sumber : Company Profile PT Socfindo, 2008
90
Lampiran 3 Layout Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit PT Socfindo Pos Satpam
Kantor& Gudang
Pengukur Curah Hujan
Taman
Pos Jaga Malam Selokan
h.
Tangki Penyimpanan Air
Tanah
= Naungan/Tempat Pembibitan
Tanah
U
91
Lampiran 24 Tingkat Inflasi Indonesia Periode 1968-2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tahun 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988
Tk Inflasi 9,89% 8,88% 2,47% 25,84% 27,30% 38,00% 19,69% 14,20% 11,82% 6,69% 21,77% 15,97% 7,09% 9,69% 11,46% 8,76% 4,20% 8,80% 9,00% 5,50%
Sumber : Statistik Indonesia BPS, berbagai tahun.
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Tahun 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tk Inflasi 5,80% 9,53% 9,52% 4,94% 9,77% 9,24% 8,64% 6,47% 11,05% 77,63% 2,01% 9,35% 12,55% 10,03% 5,06% 6,40% 17,11% 6,60% 6,59%