1
KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KAPULAGA SABRANG (Ellettaria cardamomum Maton) VARIETAS MALABAR (FINANCIAL FEASIBILITY OF CARDAMOM SABRANG FARMING (Ellettaria cardamomum Maton) MALABAR VARIETIES) Nana Koswana1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Dedi Darusman2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Hj. Rina Nuryati3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] ABSTRACT This study aims to determine the Cardamom cultivation techniques and determine the feasibility of Cardamom farming seen from the financial aspect. This research used case study method on farmers who farm Cardamom in the village of Bojong Langkaplancar District, Ciamis district as one of the Cardamom central in west Java. Information about Cardamom cultivation techniques based on direct interviews with respondents, while the financial feasibility analysis used is NPV (Net Present Value), Net B / C (Net of Benefit Cost Ratio), IRR (Internal Rate of Return) and Payback Periods. The results of this research show that the views from technical aspects of Cardamom farming cultivation by the respondent was done with the recommendation. Financial feasibility analysis at the rate of 10 percent show that the NPV is Rp. 328.509, the value of Net B / C of 1,01 and an IRR of 10,48 percent and Payback Periods time is 4 years 6 months. So the views by the financial aspects of Cardamom farming conducted by the respondent is feasible to business. Key Words: Cardamom, Financial Analysis, Cultivation Techniques, Financial Feasibility.
2
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik budidaya Kapulaga serta mengetahui kelayakan usahatani Kapulaga dilihat dari aspek finansialnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi Kasus pada seorang petani yang melakukan usahatani Kapulaga di Desa Bojong Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Ciamis sebagai salah satu daerah sentra Kapulaga. Informasi mengenai teknik budidaya Kapulaga diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung dengan responden, sementara analisis kelayakan finansial yang digunakan adalah NPV (Net Present Value), Net B/C (Net Benefit of Cost Ratio), IRR (Internal Rate of Return) dan Payback Periods. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari aspek teknis budidaya usahatani Kapulaga yang dilakukan oleh responden telah sesuai dengan anjuran. Sementara berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial pada Discount Factor sebesar 10 persen menunjukan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp. 328.509, nilai Net B/C sebesar 1,01 dan IRR
sebesar 10,48 persen serta Payback Periods
selama 4 tahun 6 bulan. Sehingga dilihat dari aspek finansial usahatani Kapulaga yang dilaksanakan oleh responden masih layak untuk diusahakan. Kata kunci: Kapulaga, Teknik budidaya, Analisis finansial, Kelayakan finansial. I.
PENDAHULUAN Rempah-rempah merupakan komoditas yang memegang peranan penting
dalam perdagangan dunia sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan nilai dari rempahrempah dianggap setara dengan nilai logam mulia. Sejak dulu Indonesia dikenal sebagai salah satu negara kepulauan penghasil rempah-rempah terbaik dunia, sejarah juga mencatat bahwa datangnya para penjajah berawal dari petualangan mereka mencari rempah-rempah, hal ini membuktikan jika rempah-rempah telah menjadi salah satu ciri khas dan identitas bangsa sejak dulu. Adapun beberapa komoditas rempah-rempah Indonesia yang hingga kini tetap menjadi primadona di perdagangan dunia antara lain adalah Lada, Pala, Vanila, Kayu Manis, Cengkeh, Cabe, Jahe dan Kapulaga. Salah satu tanaman rempah-rempah yang memiliki potensi yang menjanjikan adalah Kapulaga. Pada awalnya Kapulaga merupakan tanaman
3
rempah-rempah yang tumbuh liar di hutan–hutan Indonesia. Karena mempunyai berbagai manfaat dan digemari banyak orang kemudian Kapulaga mulai dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Buah Kapulaga merupakan salah satu sumber minyak atsiri yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan, minyak gosok, bumbu masak dan kosmetika sehingga Kapulaga memiliki prospek pasar yang sangat luas. Saat ini Kapulaga memiliki peluang yang besar untuk menjadi komoditas unggulan bagi para pelaku usahatani. Potensi pasar dalam negeri dan luar negeri dari Kapulaga masih terbuka lebar. Untuk potensi pasar dalam negeri dapat dilihat dari adanya kebiasaan masyarakat Indonesia dalam meminum jamu. Survey perilaku konsumen dalam negeri menunjukkan 61,3 persen responden mempunyai kebiasaan meminum jamu tradisional (http://heropurba.blogspot.com/2012). Ini adalah potensi besar untuk mengembangkan pasar domestik dari produk biofarmaka seperti Kapulaga. Melihat pasar baik domestik maupun luar negeri yang masih begitu terbuka lebar maka potensi dari pembudidayaan Kapulaga memang cukup menjanjikan. Dilihat dari karakteristik habitatnya, Kapulaga merupakan tanaman yang cocok untuk dibudidayakan di Indonesia yang iklim tropis. Kapulaga akan tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian antara 200-1000 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu antara 2.000 – 4.000 mm/tahun
dan
suhu
udara
yang
berkisar
antara
20-340 C
(http://www.scribd.com/budidaya-kapulag). Sehingga berdasarkan karakteristik habitatnya Kapulaga memiliki potensi yang besar untuk dapat dikembangkan dengan baik di Indonesia. Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra Kapulaga di Indonesia. Sentra produksi utama Kapulaga di propinsi Jawa Barat terdapat di Kabupaten Ciamis yang tersebar di tujuh kecamatan yakni Kecamatan Panawangan, Sadananya, Cidolog, Pamarican dan Langkaplancar. Adapun sentra produksi utama Kapulaga di Kabupaten Ciamis sendiri terdapat di Kecamatan Langkaplancar (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, 2011). Sebagai salah satu komoditas pertanian yang potensial Kapulaga diharapkan mampu menjadi salah satu komoditas unggulan bagi Kabupaten
4
Ciamis. Namun dilihat dari jumlah produksi, produktivitas maupun kualitas dari Kapulaga yang dihasilkan ternyata saat ini masih tergolong rendah. berdasarkan kondisi riel yang terjadi di lapangan hal ini terjadi akibat masih terbatasnya pengetahuan dan informasi yang diperoleh petani mengenai teknik budidaya yang baik dan benar (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, 2011). Pengembangan tanaman Kapulaga sebagai salah satu komoditas pertanian yang potensial pada akhirnya harus bermuara pada peningkatan perekonomian dan kesejahteraan petani, sehingga perlu diketahui gambaran mengenai bagaimana kelayakan usahatani Kapulaga dilihat dari aspek finanasialnya. Dalam era pertanian modern yang berbasis perdagangan global seperti saat ini aspek finansial merupakan hal yang sangat penting untuk dianalisa. Namun saat ini informasi yang dapat diperoleh oleh petani mengenai hal tersebut masih sangat terbatas, sehingga perlu adanya studi yang mendalam mengenai bagaimana kelayakan usahatani Kapulaga dilihat dari aspek finansialnya. Sejalan dengan masih terbatasnya informasi mengenai teknik budaya Kapulaga yang benar serta terbatasnya informasi mengenai kelayakan usahatani Kapulaga dilihat dari aspek finasialnya, maka penulis menganggap perlu adanya studi yang mendalam mengenai hal tersebut berdasarkan kondisi riel yang terjadi di lapangan. II. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Studi Kasus pada seorang petani di Desa Bojong, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Ciamis. Responden dipilih atas dasar pertimbangan bahwa responden merupakan petani yang paling intensif dalam pembudidayaan tanaman Kapulaga, memiliki kondisi lahan yang memadai, serta berada di daerah salah satu sentra Kapulaga Kabupaten Ciamis. Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah terdiri dari data primer dan data sekunder. Data Primer, diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner sebagai panduan kepada responden di daerah penelitian. Data Sekunder, diperoleh dari data kelompok tani di daerah penelitian, data dari pemerintahan desa daerah penelitian, serta berbagai
5
sumber pustaka lain seperti buku, artikel, internet, serta jurnal penelitian yang berkaitan dengan tema penelitian ini. B. Kerangka Analisis Analisis finansial dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat dari Abdul Choliq, dkk. (1999), yang menyatakan bahwa kriteria investasi yang dapat digunakan dalam analisis finansial diantaranya adalah : 1. Net present value (NPV) 2. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C ratio) 3. Internal Rate of Return (IRR) NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (Present value) dari selisih antara manfaat dengan biaya pada tingkat suku bunga tertentu. NPV menunjukkan kelebihan manfaat dibandingkan dengan biaya, nilai NPV dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut : ∑ Keterangan:
DF : Discount Factor i : Suku Bunga yang berlaku saat ini n : Lamanya periode waktu
Kaidah keputusan dari analisis NPV adalah :
Jika nilai NPV > 0, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan
Jika nilai NPV = 0, maka usaha tersebut berada pada titik impas
Jika nilai NPV < 0, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan Net B/C (Net Benefit of Cost Ratio) adalah perbandingan antara jumlah
NPV positif dengan jumlah NPV negatif. menunjukkan berapa kali lipat manfaat akan diperoleh dari setiap unit biaya yang dikeluarkan, nilai Net B/C dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut: ⁄
∑tt n ∑tt n
t
6
Kaidah keputusan dari Net B/C adalah :
Jika nilai Net B/C > 1, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan
Jika nilai Net B/C = 1, maka usaha tersebut itu impas
Jika nilai Net B/C < 1, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan Internal rate of return (IRR) adalah untuk mengetahui persentase
keuntungan dari suatu proyek tiap tahun dan IRR juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. IRR pada dasarnya menunjukkan Discount Factor (DF) dimana NPV = 0. Dengan demikian, untuk mencari IRR kita harus menaikan Discount Factor (DF) sehingga tercapai NPV = 0, IRR dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan: i1 = Discount Factor pertama dimana diperoleh NPV positif i2 = Discount Factor kedua dimana diperoleh NPV negatif Jika nilai IRR lebih besar daripada suku bunga bank yang berlaku pada saat ini, maka proyek tersebut layak untuk diusahakan dan sebaliknya jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank, maka proyek tersebut tidak layak untuk diusahakan. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini tidak hanya mengukur kriteria investasi tetapi juga mengukur kecepatan kembalinya modal yang diinvestasikan dengan menggunakan analisis Payback Periods. Adapun rumusrumus yang dapat digunakan untuk menghitung Payback Periods dengan menggunakan Net Benefit Kumulatif adalah sebagai berikut:
Keterangan: T = Tahun produksi dimana diperoleh Net Benefit Kumulaitf terkecil NBK- = Net Benefit Kumulatif negatif terkecil NB+ = Net Benefit positif dimana diperoleh Net positif pertama Mengantisipasi kemungkinan adanya penurunan pada harga jual produk atau pun adanya kenaikan biaya, terutama biaya operasional sehingga biaya produksi meningkat dan menyebabkan turunnya penerimaan atau benefit dari yang diharapkan maka perlu dilakukan Analisis Sensitivitas.
7
III. PEMBAHASAN A. Aspek Teknis Budidaya Kapulaga 1.
Persiapan Lahan Pengolahan lahan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
budidaya Kapulaga. Pengolahan lahan pada budidaya Kapulaga yang dilakukan oleh responden meliputi penggemburan tanah, pembuatan drainase dan pembutan lubang tanam. Menurut Hieronymus Budi Santoso (1991), Pada umumnya Kapulaga akan tumbuh dengan baik pada tanah dengan kondisi yang gembur d n n d r j t k s m n s k t r 5−6,8 d n k y
k n b h n or n k. S l n tu
Kapulaga tidak tahan terhadap kekeringan dan genangan air sehingga memerlukan drainase yang baik. 2.
Pemilihan Bibit dan Waktu Tanam Bibit yang digunakan oleh responden dihasilkan dari pembiakan secara
vegetatif yaitu dengan cara mengambil tunasnya. Untuk mendapatkan anakan yang baik perlu diperhatikan beberapa hal seperti tanaman induk sudah berumur minimal 1 tahun dan anakan atau tunas yang hendak dijadikan bibit harus sudah memiliki 3-5 helai daun serta sudah memiliki satu atau dua bakal tunas, tujuannya agar Kapulaga dapat tumbuh dengan cepat dan segera menghasilkan tunas baru. 3.
Penanaman Penanaman Kapulaga dilakukan sekitar dua minggu setelah pengolahan lahan
selesai dan sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan atau sekitar Bulan Oktober atau November mengingat tanaman ini sangat rentan terhadap kekeringan. Meskipun demikian menurut keterangan responden penanaman diluar musim penghujan dapat saja dilakukan namun harus disertai dengan penyiraman setiap pagi dan sore untuk menjaga kelembaban tanahnya. 4.
Penyiangan dan Penggemburan Tanah Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk mencegah pertumbuhan gulma
yang dapat menimbulkan adanya kompetisi dalam penyerapan unsur hara antara tanaman Kapulaga dengan gulma atau pun menjadi penyebab datangnya hama dan penyakit yang menjadikan gulma sebagai inangnya. Penyiangan dalam budidaya Kapulaga khususnya dilakukan pada saat rumpun Kapulaga masih sedikit yaitu pada tahun-tahun pertama sejak penanaman karena ketika rumpun telah rimbun
8
pertumbuhan gulma dapat terhambat dengan sendirinya. Untuk proses penyiangan pada budidaya Kapulaga dilakukan sebanyak empat kali per tahun bersama dengan proses pemangkasan batang tua dan penggemburan tanah. Penggemburan tanah dilakukan untuk mempermudah perkembangan akar sehingga dapat menunjang
terhadap pertumbuhan tanaman secara optimal.
Aplikasi penggemburan tanah dilakukan sebanyak empat kali per tahun bersama penyiangan, kegiatan ini dilakukan sebelum proses pemupukan. 5.
Pemupukan Pemupukan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
budidaya tanaman termasuk budidaya Kapulaga karena pemupukan terkait langsung dengan pemenuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sejak pengolahan lahan pemberian pupuk dasar merupakan langkah awal untuk
memberikan cadangan nutrisi bagi
Kapulaga. Pemupukan rutin untuk tanaman Kapulaga yang dilakukan oleh responden dilakukan sebanyak empat kali dalam satu tahun, namun untuk pemupukan pada tahun pertama penanaman memiliki waktu dan dosis pemberian pupuk yang berbeda dengan pemupukan rutin berikutnya. Adapun rincian mengenai waktu dan dosis pemupukan budidaya Kapulaga tersaji pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Dosis dan Waktu Pemupukan Kapulaga Tahun Pertama Penanaman No 1 2 3 4
Waktu Pemupukan 15 Hari setelah tanam 3 Bulan setelah tanam 6 Bulan setelah tanam 9 Bulan setelah tanam
Pupuk Urea Organik KCL SP36 KCL
Dosis (gr/rumpun) 200 500 200 100 100
Tabel 7. Dosis dan Waktu Pemupukan Kapulaga Tahun Ke-1 samapai Ke-5 No
Waktu Pemupukan
Pupuk
1 2 3 4
Pemupukan rutin pertama Pemupukan rutin ke dua Pemupukan rutin ke tiga Pemupukan rutin ke empat
Organik Urea KCL SP36 KCL
Dosis (gr/rumpun) Tahun ke-1 Tahun ke-2−5 500 1.000 200 400 200 400 100 200 100 200
9
6.
Pemangkasan Batang Tua Perkembangan tanaman Kapulaga Sabrang Varietas Malabar seperti yang
diusahakan responden relatif cepat yaitu mencapai 3–4 tunas baru per bibit per tahunnya, namun masa produktif batang hanya sekitar 2–2,5 tahun sehingga perlu dilakukan pemangkasan terhadap batang yang sudah tidak produktif untuk merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru yang menghasilkan tandan buah. Pemangkasan batang tua dilakukan bersamaan dengan proses penyiangan dan penggemburan tanah. Pemangkasan batang tua harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati karena batang yang harus dibersihkan adalah batang yang sudah benar-benar mati sehingga tidak mengganggu terhadap proses pertumbuhan buah dan pertumbuhan batang yang lain, selain itu dalam aplikasinya juga harus dilakukan dengan hatihati mengingat biasanya batang yang sudah tidak produktif atau mati berada di tengah rumpun. 7.
Pengendalian Hama dan Penyakit Saat ini masih jarang ditemui kasus-kasus yang menghawatirkan yang
diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit terhadap tanaman Kapulaga, dengan kata lain tingkat dan frekuensi serangan hama dan penyakit tanaman Kapulaga relatif rendah. Meskipun demikian responden dalam penelitian ini tetap melakukan
antisipasi
dengan
melakukan
pemberian
pestisida
sebagai
penanggulangan terhadap serangan hama dan penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman Kapulaga. Aplikasi pestisida dilakukan bersama dengan aplikasi pupuk urea dengan dosis 2 Kg untuk lahan seluas 5.600 m2 . Hieronymus Budi Santoso (1991) mengungkapkan, hama yang mungkin menyerang tanaman Kapulaga adalah kutu, ulat pemakan daun, penggerek batang, penggerek buah dan kumbang pemakan daun. Untuk mengendalikannya dapat digunakan insektisida sesuai dengan anjuran. Adapun untuk penyakit yang dapat menyerang tanaman Kapulaga antara lain penyakit Mozaik, penyakit busuk daun dan penyakit busuk akar. Berbagai penyakit yang dapat menyerang tanaman Kapulaga umumnya disebabkan oleh cendawan, secara kualitatif dapat
10
dikendalikan dengan fungisida sesuai anjuran dan sebagai tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari tanaman dalam kondisi tergenang oleh air. 8.
Pemanenan Waktu dan cara pemanenan akan berpengaruh terhadap mutu buah atau
biji Kapulaga yang dihasilkan sehingga waktu dan cara pemanenan harus dilakukan dengan benar agar mutu produksi yang dihasilkan berkualitas baik. Panen pertama untuk Kapulaga Sabrang varietas Malabar seperti yang diusahakan responden dimulai sejak umur 8 bulan atau sesuai dengan musim panen yaitu sekitar bulan September atau Oktober. Adapun beberapa ciri dari buah Kapulaga siap panen adalah sebagai berikut:
Sisa mahkota bunga telah kering dan gugur
Buah sudah berwarna kuning pucat atau ungu pucat
Kulit buah sudah sedikit berkerut
Untuk buah yang sudah tua sekali bijinya akan mudah lepas dari tandan Setelah tanda-tanda panen diketahui maka cara panen Kapulaga adalah
dengan memotong tangkai tandan buah tepat dibawah dompolan buah paling bawah dengan menggunakan pisau tajam, setelah itu tandan-tandan buah tersebut dikumpulkan dan kemudian buah dipipil dari tandan. Masa panen Kapulaga varietas Malabar ini berlangsung secara bertahap selama jangka waktu sekitar empat bulan atau jika masa awal panen biasanya berlangsung pada bulan September maka
akan berakhir pada akhir bulan
Desember. Untuk menjaga kualitas dan kuantitas hasil yang optimal, pemanenan dilakukan hanya pada buah yang sudah memenuhi kriteria kematangan yang sesuai. 9.
Pengeringan Buah yang telah dipipil dari tandan kemudian dikeringkan dengan cara
dijemur di bawah sinar matahari atau dikeringkan dengan oven pengering. Jika pengeringan dilakukan dengan sinar matahari pada intensitas penyinaran seperti musim kemarau maka akan berlangsung selama sekitar 4-5 hari sedangkan jika dengan oven pengering hanya berlangsung sekitar 2 hari. Buah Kapulaga dikeringkan hingga kadar air mencapai 15-20 persen, atau biasanya dari 10 Kg kapulaga basah akan menjadi sekitar 2 Kg Kapulaga kering. Responden dalam
11
penelitian ini menggunakan oven pengering dalam proses pengeringan sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat. B. Aspek Finansial Budidaya Kapulaga Analisis kelayakan finansial yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelayakan finansial dengan menggunakan kriteria (NPV, Net B/C, IRR) dan Payback Periods. 1. Biaya Investasi Sesuai dengan konsep dari Abdul Choliq, dkk. (1994) yang menyatakan bahwa biaya investasi adalah biaya yang dikelurkan mulai dari proyek tersebut dilaksanakan sampai proyek tersebut menghasilkan maka biaya investasi dalam penelitian ini tersaji dalam Tabel 8. Tabel 8. Biaya Investasi Usahatani Kapulaga No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uraian Pembelian bibit Kapulaga Pembelian bibit Albasiah Tenaga Kerja Pembelian pupuk kimia Pembelian pupuk organik Pembelian ZPT (80 ml) Pembelian Pestisida Pembelian Peralatan Pembuatan Oven Total
Volume
Satuan
2.800 56 150 1.680 2.800 1 2 1 1 -
Batang Batang HOK Kg Kg Buah Kg Paket Unit -
Harga/Satuan (Rp) 1.000 1.000 17.000 2.000 1.000 42.000 14.000 610.000 2.000.000 -
Jumlah (Rp) 2.800.000 56.000 2.550.000 3.360.000 2.800.000 42.000 28.000 610.000 2.000.000 14.246.000
2. Biaya Operasional Besarnya biaya operasional yang dikeluarkan selama umur proyek usahatani Kapulaga ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Biaya Operasional Usahatani Kapulaga No
Biaya
1 2
Pupuk Kimia Pupuk Organik ZPT Pestisida Tenaga Kerja Panen Pengeringan Jumlah
3 4 5 6 7
0 (Rp) −
1 (Rp) 3.360.000
Tahun Produksi 2 (Rp) 3 (Rp) 6.720.000 6.720.000
−
1.400.000
2.800.000
2.800.000
2.800.000
2.800.000
− − − 100.000 25.000 125.000
42.000 28.000 1.394.000 150.000 37.500 6.411.500
42.000 28.000 2.210.000 775.000 193.750 12.768.750
42.000 28.000 2.278.000 1500.000 375.000 13.675.000
42.000 28.000 2.278.000 3.500.000 875.000 16.175.000
42.000 28.000 2.278.000 3.500.000 875.000 16.175.000
4 (Rp) 6.720.000
5 (Rp) 6.720.000
12
3. Penerimaan Penerimaan merupakan hasil kali antara jumlah produksi dengan harga jual. Dalam penelitian ini penerimaan bersumber dari penjualan Kapulaga kering dan penerimaan dari input lain berupa penjualan kayu Albasiah sebagai pohon naungan pada akhir periode proyek. Kapulaga Sabrang varietas Malabar mulai berbuah sejak umur 8 bulan setelah tanam. Berdasarkan keterangan dari responden diketahui bahwa puncak produksi terjadi pada tahun ke-4 dan ke-5 proyek dengan produktifitas rata-rata per rumpun mencapai 1,25 Kg Kapulaga basah. Adapun data lebih lengkap mengenai jumlah produksi Kapulaga per tahun dan penerimaan yang diperoleh tersaji dalam Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Produksi per Tahun dan Jumlah Penerimaan Usahatani Kapulaga No 1 2 3 4 5 6
Tahun Produksi Tahun ke-0 Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 Total
Produksi (Kg) Basah Kering 100 20 150 30 775 155 1.500 300 3.500 700 3.500 700 9.525 1.905
Harga Jual (Rp/Kg) 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000
Jumlah (Rp) 800.000 1.200.000 6.200.000 12.000.000 28.000.000 28.000.000 76.200.000
Hasil produksi dijual dalam bentuk Kapulaga kering dengan nilai penyusutan sebanyak 80 persen atau dari 1 Kg Kapulaga basah akan menjadi 200 gr Kapulaga kering. Responden biasanya melakukan penjualan ke pengepul tingkat desa, adapun harga jual Kapulaga kering yang berlaku pada saat dilakukan penelitian adalah sebesar Rp. 40.000/Kg sehingga total penerimaan dari penjualan Kapulaga selama umur proyek yang diperoleh oleh responden dalam penelitian ini adalah sebesar Rp. 76.200.000. Nilai jumlah produksi diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan renponden. Puncak produksi berlangsung pada tahun ke-4 dan ke-5 proyek dengan produksi mencapai 3.500 Kg Kapulaga basah atau mencapai rata-rata 1,25 Kg per rumpun. Produktivitas rata-rata Kapulaga Sabrang vaietas Malabar mencapai 4,2-4,5 ton per Ha (http://www.bisnisukm.com). Jika dilihat dari produksi tertinggi yang diperoleh oleh responden maka produktifitas dari Kapulaga yang dibudidayakannya lebith tinggi dari produktifitas rata-rata yaitu
13
mencapai 6,25 ton per Ha. Hal ini menunjukkan bahwa dilihat dari aspek teknik budidayanya responden telah mampu mengelola usahataninya dengan baik. Pada tahun ke-5 proyek, diperoleh nilai input lain yang berasal dari penjualan kayu Albasiah sebagai pohon naungan. Jarak tanam pohon naungan di lokasi penelitian adalah 10 × 10 meter, dengan lahan seluas 5.600 m2 maka jumlah pohon naungan yang ditanam oleh responden adalah sebanyak 56 pohon. Harga jual rata-rata dari kayu Albasiah dikalangan petani pada umur 5-6 tahun yang berlaku di daerah penelitian adalah sebesar Rp. 300.000/pohon sehingga total pendapatan dari input lain yang diperoleh responden adalah Rp. 16.800.000. 4. NPV, Net B/C, dan IRR Suku bunga pinjaman yang berlaku saat penelitian adalah sebesar 10 persen. Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga pinjaman dari Bank BRI yang brelaku pada tahun 2012 (http://www.bi.go.id/web/2012). Besarnya NPV, Net B/C, dan IRR yang diperoleh dari usahatani Kapulaga untuk jumlah rumpun sebanyak 2.800 rumpun pada lahan tanam seluas 5600 m2 dengan periode produksi selama 5 tahun dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. NPV, Net B/C, dan IRR Usahatani Kapulaga pada Tingkat Suku Bunga 10 Persen. No 1 2 3
Uraian Jumlah Net Present Value (NPV) Rp. 328.509 Net Benefit of Cost Ratio (Net B/C) 1,01 Internal Rate of Return (IRR) 10,48% Tabel 11 menunjukkan, bahwa pada Discount Factor sebesar 10 persen per
tahun usahatani Kapulaga untuk skala usaha seperti yang diusahakan oleh responden mempunyai nilai Net Present Value (NPV) positf sebesar Rp. 328.509. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat suku bunga pinjaman sebesar 10 persen responden masih dapat memperoleh keuntungan sebesar Rp. 328.509. Hasil perhitungan Net Benefit of Cost Ratio (Net B/C) diperoleh nilai sebesar 1,01. Ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 modal yang dikeluarkan pada usahatani Kapulaga akan memperoleh benefit atau penerimaan sebesar Rp 1,01. Nilai Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan tingkat kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Nilai IRR dari proyek yang diusahakan oleh responden adalah sebesar 10,48 persen, hal ini berarti bahwa tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh responden adalah sebesar 10,48 persen per
14
tahun, dengan kata lain nilai IRR yang diperoleh lebih tinggi dari tingkat suku bunga yang berlaku pada saat penelitian yaitu sebesar 10 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan analisis finansial dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan finansial dengan menggunakan kriteria NPV, Net B/C, dan IRR menunjukkan bahwa usahatani Kapulaga yang diusahakan oleh responden masih layak untuk diusahakan. Meskipun demikian, jika mengacu pada suku bunga pinjaman Bank BRI pada tingkat suku bunga sebesar 13 persen maka proyek tersebut tidak layak lagi untuk diusahakan, hal ini menunjukkan bahwa usahatani Kapulaga yang diusahakan oleh responden memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap kerugian. Dilihat dari tingkat produksi maupun produktivitas dari usahatani Kapulaga yang diusahakan oleh responden sebenarnya responden telah mampu mengelola usahataninya dengan baik, namun akibat beberapa faktor seperti masih relatif rendahnya harga jual mengakibatkan rendahnya tingkat kelayakan finansial dari usahatani tersebut. Selain itu beberapa penggunaan sumber daya seperti penggunaan pupuk sebenarnya mungkin saja dapat lebih diefisienkan sehingga dapat mengurangi tingginya biaya operasional dan meningkatkan tingkat kelayakan usaha. Langkah antisipasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerawanan tersebut adalah dengan meningkatkan harga jual. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan harga jual adalah dengan mengoptimalkan peranan kelompok tani yang telah dibentuk, kelompok tani tersebut harus menjadi wadah yang mampu membentuk jaringan langsung dengan pedagang besar ataupun eksportir sehingga harga jual produk ditingkat petani dapat lebih tinggi dan masalah fluktuasi harga yang merugikan petani dapat diantisipasi dengan baik. Upaya lain yang dilakukan untuk mengatasi masalah fluktuasi harga yang merugikan petani adalah dengan melibatkan peran pemerintah, diantaranya dengan cara memberikan kredit pinjaman dengan bunga yang rendah kepada petani atau pun dengan memberikan pembinaan tentang pengolahan hasil yang baik dan benar agar kualitas hasil produksi dapat sesuai dengan kriteria mutu internasional sehingga nilai harga jual pun dapat ditingkatkan.
15
5. Payback Periods Payback periods merupakan perhitungan untuk mengetahui jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang diinvestasikan dari suatu proyek melalui keuntungan yang diperoleh dari proyek tersebut. Perhitungan payback periods dilakukan dengan menghitung Net Benefit Kumulatif. Hasil perhitungan payback periods menunjukan bahwa jangka waktu pengembalian modal yang dibutuhkan dalam usahatani Kapulaga adalah 54 bulan atau 4 tahun 6 bulan. Hal ini berarti bahwa modal yang diinvestasikan dalam kegiatan usahatani Kapulaga baru dapat dikembalikan setelah umur proyek berlangsung 4 tahun 5 bulan bulan. Rincian lebih jelas mengenai perhitungan payback periods dapat dilihat pada Lampiran 6. 6. Sensitivity Analysis Analisis Sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil proyek jika ada suatu kekeliruan dan ketidaktepatan perkiraan biaya dan benefit yang telah diproyeksikan, seperti terjadi kenaikan biaya operasional dan penurunan harga jual produk, sehingga menurunkan benefit dan lain-lain. Analisis Sensitivitas dalam penelitian ini hanya dilakukan dengan simulasi penurunan harga jual Kapulaga kering sebesar 10 persen. Hal ini didasarkan atas keterangan responden yang menyatakan bahwa harga terendah dari Kapulaga kering yang pernah terjadi adalah sebesar Rp. 36.000/Kg dan tidak ada perubahan yang signifikan dari meningkatnya biaya oprasional selama proyek berlangsung baik dari harga pupuk maupun upah tenaga kerja. Tabel 12. Simulasi Penurunan Harga Jual Kapulaga terhadap Indikator Kelayakan Usahatani Kapulaga Penurunan Indikator Kelayakan Harga Jual NPV Net B/C IRR (%) Aktual Rp. 328.509 1,01 10,48 10 % (Rp. 4.799.091) 0,82 5,1 Simulasi apabila terjadi penurunan harga jual sebesar 10 persen pada Discount Factor 10 persen ternyata mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 4.799.091. Tabel 12 juga menunjukkan bahwa pada simulasi penurunan harga 10 persen proyek hanya mampu mengembalikan kredit pada suku bunga 5,1 persen, sehingga jika terjadi penurunan harga jual sebesar 10 persen dengan tingkat bunga
16
pinjaman sebesar 10 persen maka usahatani Kapulaga tidak layak lagi untuk diusahakan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Secara umum teknis budidaya Kapulaga yang dilaksanakan oleh responden telah sesuai dengan anjuran dalam standar operasonal prosedur (SOP) yang berlaku.
2.
Hasil analisis kelayakan finansial dengan menggunakan kriteria NPV, Net B/C, dan IRR pada Discount Factor 10% menunjukan bahwa nilai NPV sebesar Rp. 328.509, nilai Net B/C sebesar 1,01 dan IRR sebesar 10,48% serta Payback Periods selama 4 tahun 6 bulan. Sehingga dilihat dari aspek finansial usahatani Kapulaga yang dilaksanakan oleh responden masih layak untuk diusahakan.
B. Saran Berdasarkan hasil kesimmpulan, maka saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Nilai dari analisis finansial usahatani Kapulaga dalam penelitian ini menunjukkan tingkat kelayakan yang kecil akibat relatif rendahnya harga jual, sehingga bagi petani direkomendasikan untuk lebih mengoptimalkan peran dan fungsi kelompok tani agar mampu menjadi wadah yang dapat membuat jaringan yang kuat dengan pedagang besar ataupun eksportir sehingga harga jual produk ditingkat petani dapat lebih tinggi. 2. Hasil analisis kelayakan finiansial menunjukan bahwa usahatani Kapulaga memiliki kerawanan yang tinggi terhadap kerugian, sehingga bagi pemerintah diharapkan dapat memberikan bantuan berupa pemberian kredit berbunga rendah atau pun memberikan bantuan berupa pembinaan untuk pengolahan hasil serta lembaga pemasaran yang mempunyai jaringan langsung dengan pasar internasional agar produk yang dihasilkan mampu bresaing dipasar internasional dan bernilai jual lebih tinggi.
17
3. Penelitian ini dititik beratkan pada analisis kelayakan finansial dari usahatani Kapulaga, sehingga bagi penulis selanjutnya yang tertarik untuk meneliti mengnai komoditas Kapulaga direkomendasikan untuk meneliti mengenai analisis pemasaran untuk mengetahui pola pemasarannya dan seberapa besar nilai farmer share yang diterima oleh petani sehingga diharapkan dapat ditemukan suatu solusi yang tepat untuk meningkatkan keuntungan bagi petani. V. DAFTAR PUSTAKA Abdul Choliq, Rivai Wirasasmita, dan Sumarna Hasan, 1999. Evaluasi Proyek. Penerbit Pionir Jaya. Bandung. Asosiasi Petani Kapulaga, 2010. Investasi Kapulaga (Online). Tersedia: http://ciptatarunajaya.blogspot.com/2010/08/budidaya-kapulaga.html. (Agustus, 2012) Ayu Ida Fitria, 2010. Budidaya Kapulaga http://www.scribd.com/ budidaya-kapulaga. (Juni, 2012).
(Online).
Tersedia:
Bank Indonesia, 2012. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) (Online). Tersedia: http://www.bi.go.id/web/2012. (Juli, 2012) Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2011. Standar Operasional Prosedur (SOP) Kapulaga. Pemerintah Kabupaten Ciamis. Hero Purba, 2012. Peluang Peningkatan Ekspor Minyak Atsiri (Online). Tersedia:http://heropurba.blogspot.com/2012/01/peluang-peningkatan-eksporminyak.html. (Juni, 2012). Hieronymus Budi Santoso, 1991. Kapulaga. Penerbit Kanisius. Yogyakarta . Hieronymus Budi Santoso, 2001. Bertanam Nilam Bahan Industri Wewangian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta . http://bisnisukm.com/kapulaga/2008. Husin Rayes, 2008. Potensi Ekspor Rempah-rempah Indonesia (Online). Tersedia: http://husinrm.wordpress.com. (Juni, 2012). Price Gittinger, 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI. Perss. John Hopkins. Jakarta. Wikipedia, 2009. Kapulaga (Online). http://id.wikipedia.org/wiki/kapulaga/2009. (Juni 2012).
Tersedia: