BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial adalah aspek yang mengkaji dari sisi keuangan perusahaan. Kelayakan pada aspek financial dapat diukur melalui perhitungan beberapa kriteria kelayakan diantaranya NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period. Perhitungan tersebut didasarkan atas cashflow perusahaan. 7.1.1. Arus Penerimaan Proyek Penerimaan proyek dalam penelitian ini berasal dari hasil penjualan rosela dan nilai sisa. Nilai sisa didapatkan dari aset yang belum habis nilainya pada saat proyek berakhir, sedangkan nilai penjualan didapatkan dari hasil perkalian antara harga jual rosela per kilogram dengan volume rosela yang dihasilkan per tahun. Nilai penjualan ini didapatkan setiap harinya dengan volume produksi yang berbeda setiap tahun. Perbedaan ini didasarkan pada kegiatan usaha perusahaan berlangsung setiap hari dan produktivitas tanaman yang tidak selalu konstan. Dengan luas lahan 7500 m2, produksi rosela kering hanya mencapai 53,78 kg pada tahun pertama, 61,47 kg pada tahun kedua, 68,06 kg pada tahun ketiga, 74,53 kg pada tahun keempat, dan 81,48 kg pada tahun kelima. Dengan harga jual masing-masing rosela organik kemasan 35 gram sebesar Rp 6.000 per pak, kemasan 50 gram sebesar Rp 10.000 per pak dan bentuk curah 1.000 gram sebesar Rp 90.000 per per curahnya, maka arus penerimaan penjualan adalah adalah Rp 7.098.960 pada tahun pertama, Rp. 9.607.714 pada tahun kedua, Rp 11.686.000 pada tahun ketiga, Rp 12.830.000 pada tahun keempat dan Rp 14.068.000 pada tahun kelima. 7.1.2. Arus Biaya Proyek Usaha Rosela Dalam suatu kelayakan proyek terdapat beberapa komponen biaya seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan saat pertama kali proyek belum berjalan, sedangkan biaya operasional dikeluarkan
setiap tahun selama proyek berjalan. Biaya operasional terbagi menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. 7.1.2.1 Biaya Investasi Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama. Wahana Farm menyiapkan segala fasilitas yang diperlukan untuk kelangsungan usahatani rosela organik. Fasilitas-fasilitas yang dipersiapkan pada tahun pertama dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 8. Biaya Investasi Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2008. No
Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lahan Sealer/pengepres plastik Nyiru Timbangan 25 kg Timbangan duduk Cangkul Stempel Golok Benih Cengkrong Ember besar Gunting Stek Sabit Cap tanggal
Umur Teknis (tahun) 5 5 3 10 5 3 5 3 3 3 5 3 5 Total
Satuan
Jumlah
m2 Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah ons Buah Buah Buah Buah Buah
7500 1 40 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1
Harga (Rp) 7.000.000 350.000 6.000 125.000 100.000 45.000 50.000 30.000 40.000 15.000 30.000 30.000 17.000 16.000
Total (Rp) 7.000.000 350.000 240.000 125.000 100.000 45.000 50.000 30.000 40.000 30.000 30.000 30.000 17.000 16.000 8.103.000
Pada Tabel 8, terlihat ada biaya sewa lahan dalam biaya investasi. Biaya ini merupakan jumlah investasi terbesar dalam memulai proyek. Lahan tersebut digunakan untuk usaha rosela organik, tetapi tidak menutup kemungkinan diadakannya pergantian penanaman komoditi lain (tumpang sari). Ada perbandingan antara umur ekonomis proyek dan umur ekonomis aset investasi, sehingga terdapat biaya reinvestasi. Biaya reinvestasi ini merupakan biaya pengeluaran kembali untuk keperluan aset yang sudah habis umur teknisnya sebelum proyek berakhir. Pada tahun pertama tidak ada reinvestasi karena umur teknis aset belum habis. Setelah umur proyek tiga tahun, maka terjadi reinvestasi aset pada tahun keempat. Hal ini terjadi karena ada beberapa aset yang umur teknisnya sudah
habis, sehingga aset-aset tersebut harus diganti. Tabel 9 merupakan rincian asetaset yang mengalami reinvestasi. Tabel 9. Biaya Reinvestasi Tahun Keempat Proyek Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009. No
Umur Teknis (tahun) 3
Uraian
Satuan
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
1
Cangkul
Buah
1
45.000
45.000
2
Cengkrong
3
Buah
2
15.000
30.000
3
Ember besar
3
Buah
1
30.000
30.000
4
Golok
3
Buah
1
30.000
30.000
5
Nyiru
3
Buah
10
6.000
60.000
6
Sabit
3
Buah
1
17.000
17.000
Total
212.000
Tabel 9 menjelaskan tentang adanya reinvestasi aset yang umur teknisnya sudah habis. Setelah dihitung berdasarkan jumlah dan harganya, maka besar biaya reinvestasi tersebut adalah Rp 212.000. Selain adanya biaya reinvestasi yang telah diuraikan diatas, terdapat juga aset-aset yang memiliki nilai sisa di akhir tahun proyek. Di bawah ini adalah perincian nilai aset yang memiliki nilai sisa yang ditunjukkan tabel 10. Tabel 10. Nilai Sisa Aset Usaha Rosela Wahana Farm di Akhir Tahun Proyek. No
Uraian
Penyusutan per tahun (Rp) 15.000
Nilai Sisa (Rp) 15.000
1
Cangkul
2
Cengkrong
10.000
10.000
3
Ember besar
10.000
10.000
4
Golok
10.000
10.000
5
Nyiru
20.000
20.000
6
Sabit
7
Timbangan 25 kg Total
5.667
5.667
12.500
62.500 133.167
Tabel di atas menunjukkan jumlah nilai sisa aset yang terjadi di akhir tahun proyek sebesar Rp 133.167. Nilai sisa diperoleh dari aset-aset yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah proyek berakhir, baik sebelum dan sesudah mengalami reinvestasi.
7.1.2.2 Biaya Operasional Biaya operasional dikeluarkan oleh Wahana Farm selama satu tahun proyek berjalan dan digunakan untuk kebutuhan proyek. Biaya operasional ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh volume produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlah pengeluarannya dipengaruhi oleh volume produksi. Komponen biaya tetap dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Biaya Tetap Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009. No 1 2 3
Uraian Transportasi Administrasi dan umum Komunikasi Total
Per Bulan (Rp) 200.000 100.000 100.000
Per Tahun (Rp) 2.400.000 1.200.000 1.200.000 4.800.000
Tabel 11 menguraikan jumlah biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh Wahana Farm dengan total Rp 4.800.000. Biaya-biaya tersebut meliputi biaya transportasi yang merupakan komponen biaya paling besar, biaya administrasi dan umum serta biaya komunikasi. Jumlah biaya tetap ini terasa memberatkan bagi Wahana Farm. Selain biaya tetap, Wahana Farm juga mempunyai komponen biaya variabel, yang meliputi sejumlah bahan pendukung dalam kegiatan usaha rosela organik. Biaya-biaya variabel tersebut diperlukan untuk satuan lahan seluas 7.500 m2. Perincian biaya variabel Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Biaya Variabel Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009. No. 1. 2. 3. 4.
Uraian Pupuk kandang Pestisida organik Label Plastik kemasan
Kebutuhan 1500 kg 50 kg 839 buah 839 buah
Harga per Satuan (Rp) 1.000 7.000 250 50
Total (Rp) 1.500.000 350.000 209.750 41.950
Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 12 memperlihatkan bahwa pupuk kandang adalah biaya variabel yang paling besar karena penggunaan pupuk kandang memiliki peranan penting dalam budidaya rosela organik. Kebutuhan pupuk kandang dalam sekali tanam adalah 1500 kg. Harga pupuk kandang Rp 1000/kg, sehingga jumlah biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 1.500.000.
Selain pupuk kandang, penggunaan pestisida juga mempunyai peranan penting untuk menghindari adanya gangguan hama. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan pestisida adalah Rp 350.000 per sekali tanam. Penggunaan label dan plastik kemasan dihitung berdasarkan jumlah kenaikan produksi. 7.1.3. Kelayakan Finansial Proyek Beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan dalam penelitian ini adalah NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period. Pengukuran kriteria-kriteria tersebut diukur kelayakannya pada tingkat suku bunga 7,75 persen. Tingkat suku bunga tersebut adalah tingkat suku bunga deposito. Penggunaan tingkat suku bunga tersebut merupakan pertimbangan dari penggunaan modal sendiri. Untuk mengetahui hasil analisis finansial rosela organik Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Analisis Finansial Usaha Rosela Organik di Wahana Farm. No. 1. 2. 3. 4.
Kriteria Investasi NPV Net B/C IRR Payback Period
Satuan Rp % Tahun
Nilai Kriteria Investasi 1.469.772,29 1,17 13,72 1,93
Tabel 13 menunjukkan hasil analis finansial rosela organik di Wahana Farm. Hasil tersebut merupakan jumlah riil yang ada sesuai dengan kondisi di lapangan yang diperoleh dari lahan seluas 7.500 m2. Berdasarkan hasil analisis finansial usaha rosela organik di Wahana Farm, dengan penilaian parameter kelayakan pada tingkat suku bunga 7,75 persen diperoleh besaran nilai NPV diatas nol sebesar Rp 1.469.772,29. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan besaran nilai pendapatan setelah pajak pada tahun pertama sebesar Rp -9.331.754,00; pada tahun kedua sebesar Rp 1.121.777,29; pada tahun ketiga sebesar Rp 3.077.921,00; pada tahun keempat sebesar Rp 3.953.713,00; dan pada tahun kelima sebesar Rp 5.476.363,67. Sehingga jika dilihat dari besaran nilai pendapatan setelah pajak tersebut, usaha ini mendapatkan keuntungan selama proyek berjalan dan dikatakan layak. Nilai parameter kedua adalah Net B/C sebesar 1,17. Nilai ini menunjukkan kelayakan karena memberikan nilai rasio lebih besar dari satu.
Nilai Net B/C sebesar 1,17 menunjukkan bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan oleh Wahana Farm menghasilkan manfaat sebesar 1,17 kali. Nilai parameter ketiga adalah IRR sebesar 13,72 persen. Nilai ini berada di atas tingkat diskonto sebesar 7,75 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian bunga yang dapat dibayar proyek atas sumber-sumber yang digunakan untuk menutupi pengeluaran investasi dan operasional sebesar 13,72 persen. Artinya bahwa investasi pengusahaan rosela organik memberikan keuntungan, maka dikatakan layak. Nilai parameter keempat adalah payback period sebesar 1,93. Nilai ini berarti bahwa seluruh modal yang digunakan untuk pengusahaan rosela organik akan kembali dalam waktu hampir dua tahun. Hal ini menunjukkan pengembalian investasi terjadi sebelum proyek berakhir, sehingga usaha ini dikatakan layak. Berdasarkan hasil analisis finansial, usaha ini dikatakan layak karena nilai NPV dan Net B/C lebih besar dari satu, hasil penerimaan IRR yang melebihi tingkat suku bunga dan payback period sebelum proyek berakhir. Jika dilihat dari aspek kelayakan usaha khususnya aspek pasar, usaha ini dapat dinilai layak. Hal ini berkaitan dengan kemampuan pasar untuk menyerap produk rosela organik dari Wahana Farm dimana semua rosela yang diproduksi habis terjual di pasar, bahkan Wahana Farm tidak mampu memenuhi permintaan pasar terhadap rosela. Kendala-kendala yang ada dalam proyek ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor biaya, diantaranya biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dalam memulai proyek ini sangat besar, karena status lahan yang bersifat sewaan sebesar Rp 7.000.000. Kemudian kondisi lahan tersebut sangat tidak layak, dan harus diberdayakan dahulu. Wahana Farm memberanikan diri untuk tetap mengelola lahan tersebut dengan kondisi kas yang telah kosong. Biaya operasional didanai dari keuangan pribadi secara bertahap dengan jumlah yang sangat terbatas sehingga produksi tidak terlaksana secara efisien. Kegiatan usahatani rosela diawali dengan pemberdayaan lahan, kemudian dilakukan penanaman, pemeliharaan sampai dengan masa panen. Wahana Farm melakukan produksi untuk memenuhi permintaan yang belum terpenuhi oleh konsumen. Biaya operasional yang ikut mempengaruhi meliputi
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya rutin dan tidak berubah setiap tahunnya. Jumlah penggunaan biaya tetap terdiri dari biaya transportasi yang merupakan komponen biaya tetap terbesar, biaya administrasi dan umum, serta biaya komunikasi. Disamping itu, penggunaan biaya variabel juga ikut mempengaruhi kerugian yang dialami Wahana Farm. Biaya variabel tersebut meliputi biaya tenaga kerja, biaya pemupukan, pestisida, label dan plastik. Dalam hal ini, jumlah yang yang paling memberatkan adalah biaya tenaga kerja dan biaya pemupukan. Setelah
diketahui
bahwa
usaha
rosela
organik
ini
mempunyai
keuntungkan, maka pihak pengelola melakukan alternatif lain, yaitu dengan tumpangsari tanaman lain seperti pepaya bangkok, jagung manis dan ubi-ubian. Hal ini mendorong Wahana Farm melakukan manuver bisnis dengan melakukan kerjasama bagi hasil. Saat ini pengelola mempercayakan usaha rosela organik kepada pihak keluarga. Setelah dilakukannya perubahan sistem budidaya dan adanya kerjasama dengan petani plasma, maka diharapkan usaha rosela organik produksi Wahana Farm akan terus berkembang dan bisa menghasilkan keuntungan yang layak. 7.2. Analisis Switching Value Analisis switching value yang dilakukan adalah dengan menghitung perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat adanya perubahan beberapa parameter. Parameter yang digunakan yaitu kenaikan biaya tetap transportasi, kenaikan biaya variabel pestisida organik dan penurunan harga jual rosela organik. Analisis switching value digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan harga jual rosela organik, kenaikan biaya tetap transportasi dan kenaikan biaya variabel pestisida organik. Sehingga keuntungan dari hasil NPV lebih atau sama dengan nol. Kemudian bisa juga menggunakan parameter Net B/C yang mempunyai nilai lebih atau sama dengan nol. Hasil analisis switching value bisa dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Analisis Switching Value Usaha Rosela Organik di Wahana Farm. No. 1. 2. 3.
Variabel Yang Berubah Kenaikan Biaya Tetap Transportasi Kenaikan Biaya Variabel Pestisida Organik Penurunan Harga Jual Rosela Organik
Nilai (%) 14 82 2
Tabel 14 memperlihatkan adanya kenaikan biaya tetap transportasi sebesar 14 persen, kenaikan biaya variabel pestisida organik sebesar 82 persen dan penurunan harga jual rosela organik sebesar 2 persen. Persentase perubahan terhadap parameter tersebut merupakan persentase maksimal yang dapat ditolerir oleh Wahana Farm. Apabila persentase kenaikan biaya tetap transportasi, kenaikan biaya variabel pestisida organik dan penurunan harga jual rosela organik lebih besar dari persentase yang ditolerir, maka pengusahaan rosela organik Wahana Farm tidak layak untuk dijalankan. Variabel yang mempunyai sesitivitas yang tinggi adalah variabel harga jual.