1
KELAYAKAN USAHA KAPULAGA (Amomum cardamomum) Di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo, Wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
AFRIYANI SELISIYAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
2
KELAYAKAN USAHA KAPULAGA (Amomum cardamomum) Di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo, Wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
AFRIYANI SELISIYAH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
3
Judul Skripsi
Nama NIM
: Kelayakan Usaha Kapulaga (Amomum cardamomum) di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo, Wilayah KPH Purworejo Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah : Afriyani Selisiyah : E14061702
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS NIP. 1955 0606 198103 1 008
Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 1963 0401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
4
RINGKASAN AFRIYANI SELISIYAH (E14061702). Kelayakan Usaha Kapulaga (Amomum cardamomum) di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Di bawah bimbingan HARDJANTO. Salah satu tanaman obat yang dibutuhkan oleh masyarakat namun mempunyai suplai yang masih relatif kecil adalah kapulaga (Ammomum cardamomum). Tanaman kapulaga merupakan salah satu diantara tanaman rempah yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berprospek cerah. Potensi pengembangan kapulaga di Indonesia cukup tinggi, namun peningkatan produksinya selama ini belum mencukupi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri. Sehubungan dengan hal tersebut, petani Desa Sedayu mencoba mengoptimalkan penggunaan lahan Perhutani dengan menanam kapulaga sebagai tanaman sela pada tegakan pinus. Terpilihnya kapulaga sebagai tanaman sela bukan tanpa alasan. Pada dasarnya penanaman secara tumpangsari dapat lebih menguntungkan apabila tanaman yang ditumpangsarikan dapat memanfaatkan sumber lingkungan secara maksimal selama masa pertumbuhannya. Keputusan untuk melakukan kegiatan konservasi dari budidaya pohon pinus ke tumpangsari dengan kapulaga perlu dikaji lebih lanjut dari segi finansial agar terhindar dari resiko kerugian yang besar dan melihat bagaiman prospek pemasaran kapulaga di Desa Sedayu. Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan metode Purposive Sampling, artinya setiap elemen tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih. Sample diambil dengan maksud atau tujuan tertentu sebanyak 40 orang petani, dengan menggunakan teknik wawancara dan pengamatan lokasi. Sedangkan metode untuk mengetahui prospek pasar adalah dengan survey, dalam pengambilan sampel responden dilakukan dengan metode Snowball Sampling. Dari identifikasi permulaan ini selanjutnya akan ditemukan unit sampel berikutnya, artinya menentukan sampel awal yang kemudian menetukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang diperoleh. Dari hasil penelitian yang dilakukan, hasil analisis terhadap aspek finansial yang meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period, maka pengusahaan kapulaga di Desa Sedayu layak untuk diusahakan, hal ini dapat dinilai dari nilai NPV > 0 yaitu sebesar Rp 31.885.009; Net B/C > 1 yaitu 1,30; dan IRR sebesar 22,29%; dimana nilai lebih besar dari tingkat suku bunga (discount factor) sebesar 13% serta payback period yang diperoleh dalam pengusahaan kapulaga adalah 4,23 (4 tahun 3 bulan). Pengusahaan tanaman kapulaga memiliki prospek pasar yang baik, hal ini dikarenakan permintaan akan kapulaga relatif masih tinggi. Jumlah permintaan dari pedagang pengumpul masih belum dapat dipenuhi oleh petani sehingga memiliki nilai excess demand yang masih tinggi.
Kata kunci : Kelayakan, Kapulaga, Analisis Finansial, Prospek Pasar
5
SUMMARY
AFRIYANI SELISIYAH (E14061702). Business Feasibility Cardamom (Amomum cardamomum) in Sedayu Village Loano sub-district Purworejo District KPH of Southern Kedu Unit 1, Central Java. Under Supervised by HARDJANTO. One of the medicinal plants needed by community is cardamom (Ammomum cardamomum) but relatively little in supply. It is one of the herb plants which has high economic value and good prospects. Its potential development in Indonesia is quite high, but the increasing of production do not fulfill the market demands on domestic and international yet. Regarding to this case Sedayu farmers try to optimize the using of Perhutani land through planting cardamom as sidelines plant on pine stands. The election of cardamom as sidelines plant was not without reason. Basically multicultural planting can be more profitable if those plants could maximally exploit environmental resources along growth period. The decision for conservation of monocultural pine into multicultural with cardamom are needed to be reviewed in financial aspect avoid the risk in order to of loss and analysed see the marketing prospects in Sedayu. Primary data were collected by using Purposive Sampling method. This means that each element did not get the same chance to be selected. The taken samples foe particular purpose were 40 farmers, through interviewing and observing. While method to determine the market prospects is survey, which used Snowball Sampling in respondents taking. Based on beginning of this identification would be found in the next sample units, which determining the initial sample and the next samples based on the information obtained. The results of on financial aspect analysis including NPV, Net B/C, IRR, and Payback Period, the cardamom cultivation in Sedayu were worthed to be conducted. This is indicated by the value of NPV > 0 amount of IDR 31,885,009; Net B / C> 1 is 1.3; and IRR of 22.29%, where the value is higher than interest rate (discount factor) of 13% and the payback period obtained in cardamom cultivation is 4.23 (4 years 3 months). Cardamom cultivation has good market prospects. This is caused by the demand for cardamom still relatively high. The number of requests from traders still not be fulfilled by farmers so that the value of excess demand is high. Keywords: Feasibility, Cardamom, Financial Analysis, Market Prospects.
6
PERNYATAAN Dengan ini saya mengatakan bahwa skripsi berjudul Kelayakan Usaha Kapulaga (Amomum cardamomum) di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Afriyani Selisiyah NRP E14061702
i
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Kelayakan Usaha Kapulaga (Amomum cardamomum) di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo, Wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1.
Kedua orangtua (Suwanto dan Parjini), Adikku Melia Piskawati yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan kasih sayang.
2.
Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan masukan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai.
3.
Dr. Ir. Endes N Dahlan, MS sebagai dosen penguji Departemen Konservasi Sumber daya Hutan dan Ekowisata.
4.
Dr. Ir. Istomo, MS sebagai dosen penguji Departemen Silvikultur.
5.
Ir. Rita Kartika Sari, MSi sebagai dosen penguji Departemen Teknologi Hasil Hutan.
6.
Seluruh dosen fakultas Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan pelajaran yang berguna selama menjadi mahasiswa fakultas kehutanan IPB.
7.
Drs. Wahyu Agus Setiono, MM dari Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang telah memberikan arahan dan masukan selama penelitian.
8.
Perum Perhutani KPH Kedu Selatan yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di Desa Sedayu.
9.
Bapak Narto, Kosim, Sutrisno, Triyono, yang telah membantu dalam penelitian.
10.
yogy karunia, S. Kom dan Agus Darmanto yang telah membantu dan memberikan masukan selama penelitian.
11.
Andi Rustandi, S. Hut dan Afwan afwandi yang telah membantu dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi.
12.
Maulani, S. Hut yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan.
ii
13.
Teman-teman sebimbingan skripsi Handoko Agung Prabowo S. Hut, Ayu Purwaningtyas, S. Hut, dan Dwi Apriyanto, S. Hut.
14.
Teman-temanku Andre, Suke, Danes, Linda, Elisda, Aci, Amel, Sentot, Hania, Miranti, Suci, Andin, Kris, Iffah, Dola, Sifa, Ani, Putri dan seluruh rekan Manajemen Hutan lainnya yang tidak bisa disebutkan penulis satupersatu. Penulis menyadari bahwasanya skripsi saya tentunya didasarkan pada sudut
pandang dan bekal pengetahuan yang penulis miliki ini masih jauh dari sempurna. Keluasan sudut pandang dan pengetahuan yang pembaca miliki akan sangat bermanfaat untuk kritik dan saran sehingga membantu menyempurnakan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat berfungsi dan memberikan manfaat sebagaimana yang seharusnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2011 Penulis
i
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 April 1988 dari pasangan Suwanto dan Parjini sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis antara lain SD Negeri Teluk Pucung Asri tahun 19942000, SLTP Negeri 1 Bekasi tahun 2000-2003 dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 2 Bekasi tahun 2003-2006. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Manajemen Hutan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Pada semester 6 tahun 2009 penulis memilih laboratorium Politik, Ekonomi, Sosial Kehutanan (Poleksoshut) sebagai bidang keahlian. Penulis telah mengikuti berbagai kegiatan praktek lapangan antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada bulan Juli 2008 di Sancang Kamojang Jawa Barat. Kemudian pada bulan Juli-Agustus 2009 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Gunung Walat dan Tanggeung, Sukabumi. Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di PT Balikpapan Forest Industries (BFI) pada bulan Maret-April 2010. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya sebagai pengurus dan anggota Staf bidang Hubungan Luar (Hublu) Kehutanan Himpunan Mahasiswa Profesi Forest Management Student Club (Himpro FMSC) tahun 2007-2008, anggota Public Relation (PR) International Forest Student Association (IFSA) tahun 2007-2008. Penulis juga aktif sebagai panitia dan peserta seminar baik tingkat lokal maupun nasional. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi berjudul Kelayakan Usaha Kapulaga (Amomum cardamomum) di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo, Wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS.
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................... i DAFTAR ISI ............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................
3
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi Umum Tentang Kapulaga .........................................
4
2.2 Tegakan Pinus Sebagai Tempat Naungan Kapulaga ................
5
2.3 Perbedaan Proyek dengan Bisnis ............................................
5
2.4 Analisis Kelayakan Usaha ......................................................
6
2.4.1 Aspek Pasar dan Pemasaran ..........................................
6
2.4.2 Aspek Teknis .................................................................
8
2.4.3 Aspek Manajemen ........................................................
9
2.4.4 Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan ......................
9
2.4.5 Aspek Finansial..............................................................
10
2.5 Analisis Sensitivitas .................................................................
11
2.6 Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat ..............
12
2.7 Kelompok Tani Hutan ..............................................................
13
2.8 Agroforestry .............................................................................
13
2.9 Penelitian Terdahulu ..................................................................
14
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................
15
3.2 Alat dan Sasaran Penelitian ......................................................
15
3.3 Asumsi .....................................................................................
15
iv
3.4 Jenis dan Sumber Data..............................................................
15
3.5 Metode Pengumpulan Data ......................................................
16
3.6 Metode Analisis Proyek ..........................................................
16
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK 4.1 Lokasi Penelitian .....................................................................
21
4.2 Keadaan Lapangan ..................................................................
22
4.3 Sosial Ekonomi ........................................................................
22
4.4 Karakteristik Responden ..........................................................
24
4.5 Deskripsi Proyek .....................................................................
25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kelayakan Usaha Tanaman Obat Kapulaga ..............................
27
5.1.1 Arus Penerimaan .............................................................
27
5.1.2 Arus Biaya ......................................................................
28
5.1.3 Analisis Finansial Pengusahaan Kapulaga ......................
30
5.1.4 Analisis Sensitivitas ........................................................
31
5.1.5 Aspek Teknis ..................................................................
32
5.1.6 Aspek Manajemen ..........................................................
36
5.1.7 Aspek Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan ........................
38
5.2 Prospek Pemasaran Kapulaga ...................................................
39
5.2.1 Bentuk Pasar .................................................................
39
5.2.2 Peluang Pasar .................................................................
39
5.2.3 Segmentasi Pasar ............................................................
39
5.2.4 Strategi Pemasaran ..........................................................
40
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .............................................................................
43
6.2 Saran .......................................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
44
LAMPIRAN ...............................................................................................
46
v
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Jumlah desa dan luas kecamatan Kabupaten Purworejo ......................
21
2.
Data penduduk berdasarkan mata pencaharian Desa Sedayu ................
24
3.
Data penduduk berdasarkan pendidikan masyarakat Desa Sedayu ........
25
4.
Perkiraan penjualan kapulaga per tahun lahan seluas 25 ha di Desa Sedayu ........................................................................................
5.
Perincian penggunaan biaya investasi peralatan per tahun lahan seluas 25 ha di Desa Sedayu ...............................................................
6.
28
Biaya variabel pengusahaan kapulaga lahan seluas 25 ha di Desa Sedayu .................................................................................................
7.
28
30
Kriteria kelayakan finansial pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu .......................................................................................
30
8.
Hasil sensitifitas dari kedua skenario ....................................................
32
9.
Ketinggian, suhu, dan kemiringan pada lokasi usaha dan syarat tumbuh tanaman kapulaga .................................................................
32
vi
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1.
Lokasi usaha kapulaga di Desa Sedayu ................................................
33
2.
Buah kapulaga .....................................................................................
35
3.
Pengeringan buah kapulaga ..................................................................
36
4.
LMDH Sedyo Rahayu .........................................................................
37
5.
Pohon pinus dan tanaman kapulaga ......................................................
38
6.
Saluran pemasaran pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu ..............
41
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Perkiraan penjualan tahun pertama .......................................................
46
2.
Perkiraan penjualan tahun kedua ..........................................................
47
3.
Perkiraan penjualan tahun ketiga ..........................................................
48
4.
Perkiraan penjualan tahun keempat ......................................................
49
5.
Biaya variabel tahun pertama (biaya persemaian selama 6 bulan) .........
50
6.
Biaya variabel tahun ke 1-5 ..................................................................
51
7.
Penghitungan aliran kas dan kriteria kelayakan investasi ......................
53
8.
Analisis sensitivitas (penurunan harga jual 8,5%).................................
55
9.
Analisis sensitivitas (peningkatan sistem bagi hasil LMDH 5,5%) .......
57
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam dan obat tradisional yang telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat secara turun menurun. Komoditi ini bersumber dari sektor pertanian melalui sub sektor perkebunan cukup besar sehingga dapat menjadi sumber devisa terbesar bagi Indonesia dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Tanaman obat merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu yang sangat potensial untuk dikembangkan. Menurut Zuhud et al. (2000) dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2007), di kawasan hutan Indonesia terdapat lebih dari 1200 jenis tanaman obat, tapi baru sekitar 180 jenis tanaman yang telah dieksploitasi dan dikembangkan serta dimanfaatkan untuk bahan baku industri obat-obatan dan jamu. Potensi yang begitu besar karena keragaman jenis dan khasiat dari tanaman obat yang ada di kawasan hutan Indonesia membuka peluang dan memberi kontribusi nyata bagi pembangunan dan pengembangan teknologi, Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Obat tradisional dan tanaman obat banyak digunakan masyarakat menengah kebawah terutama dalam upaya pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Salah satu tanaman obat yang dibutuhkan oleh masyarakat namun mempunyai suplai yang masih relatif kecil adalah kapulaga (Ammomum cardamomum) (Pusat Studi Biofarmaka 2009). Tanaman kapulaga merupakan salah satu diantara tanaman rempah yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berprospek cerah. KPH Kedu Selatan yang telah mengusahakan tanaman pinus di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar hutan. Dalam mengelola hutan, Perum Perhutani tidak sekedar
2
memanfaatkan hutan dan hasil hutan, tetapi juga berkewajiban meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ketahanan pangan dan lapangan kerja. Perhutani merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang kehutanan (khusus di Pulau Jawa), mempunyai peluang pengembangan tanaman obat yang cukup potensial. Pelaksanaan perhutanan sosial menerapkan sistem manajemen hutan dengan pola tanaman campuran antara jenis tanaman hutan dan tanaman pertanian. Tanaman pertanian pada umumnya adalah jenis tanaman yang tidak tahan terhadap naungan, sehingga untuk masa yang akan datang diperlukan tanaman yang tahan naungan. Salah satu tanaman yang direkomendasikan untuk dikembangkan adalah kapulaga.
1.2 Perumusan Masalah Meningkatnya
harga
obat-obatan
sebagai
krisis
ekonomi
yang
berkepanjangan, telah memberikan peluang bagi perkembangan industri obat tradisional. Banyaknya industri obat tradisional yang berkembang saat ini berpengaruh langsung terhadap peningkatan permintaan tanaman obat sebagai bahan baku. Kapulaga sebagai salah satu tanaman yang digunakan oleh industri obat tradisional memiliki peluang yang cukup prospektif. Selain digunakan sebagai tanaman obat, kapulaga juga berfungsi sebagai tanaman rempah dan penghasil minyak atsiri. Walaupun potensi pengembangan kapulaga di Indonesia cukup tinggi, namun peningkatan produksinya selama ini belum mencukupi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri. Rendahnya produksi kapulaga ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain areal tanam yang kurang luas, pemeliharaan tanaman yang kurang intensif, pemupukan yang kurang tepat, kurangnya usaha pemberantasan terhadap hama dan penyakit, serta pemanenan yang salah. Selain itu, rendahnya produksi kapulaga di Indonesia juga disebabkan oleh pengusahaan kapulaga yang masih terbatas pada tingkat keluarga dan kelompok masyarakat, atau yang disebut perkebunan rakyat. Perkebunan besar yang dimiliki oleh negara dan swasta tidak memberikan kesempatan bagi tumbuh kembangnya tanaman kapulaga di Indonesia.
3
Sehubungan dengan hal tersebut, petani Desa Sedayu Kecamatan Loano mencoba mengoptimalkan penggunaan lahan Perhutani dengan menanam kapulaga sebagai tanaman sela pada tegakan pinus. Terpilihnya kapulaga sebagai tanaman sela bukan tanpa alasan. Pada dasarnya penanaman secara tumpang sari dapat lebih menguntungkan apabila tanaman yang ditumpangsarikan dapat memanfaatkan
sumber
lingkungan
secara
maksimal
selama
masa
pertumbuhannya. Dalam hal ini hasil dapat ditingkatkan dengan pemilihan kombinasi tanaman yang sesuai, penggunaan varietas yang berproduksi tinggi, dan pengaturan kerapatan tanaman yang tepat. Oleh karenanya, keputusan untuk melakukan kegiatan konservasi dari budidaya pohon pinus ke tumpang sari dengan kapulaga perlu dikaji lebih lanjut dari segi finansial agar terhindar dari resiko kerugian yang besar. Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan tanaman kapulaga di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo wilayah KPH Kedu Selatan ? 2. Bagaimana prospek pemasaran kapulaga di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo di wilayah KPH Kedu Selatan ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengukur kelayakan pengembangan usaha tanaman obat kapulaga di Desa Sedayu Kecamatan Loano wilayah KPH Kedu Selatan. 2. Mengkaji prospek pemasaran kapulaga.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan acuan untuk pihakpihak terkait dalam upaya pengembangan usaha tanaman obat kapulaga, khususnya melalui sistem usaha berbasis pertanian yang lebih baik agar pendapatan petani dari hasil tanaman obat kapulaga dapat ditingkatkan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi umum tentang Kapulaga Kapulaga adalah komoditas rempah yang sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Dalam perdagangan dunia, kapulaga disebut sebagai Cardamom. Ada dua macam Cardamom. Pertama True Cardamom alias kapulaga sabrang yang berasal dari India. Kedua adalah False Cardamom atau kapulaga lokal dari Indonesia. Nama latin True Cardamon adalah Elettaria cardamomum. Ada dua varietas E. cardamomum, pertama E. cardamomum varietas malabar dan kedua E. cardamomum varietas mysore. Jenis kapulaga yang disebut sebagai kapulaga palsu adalah Amomum cardamomum alias kapulaga lokal. Kapulaga digunakan untuk masakan namun lebih banyak digunakan untuk campuran obat-obatan/jamu (Anonim 2010). Menurut Sinaga (2008) dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2007), semua bagian tanaman ini baik batang maupun rimpangnya juga dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan obat-obatan (obat batuk, panas, rheumatik, sakit perut) maupun sebagai bumbu masakan. Tumbuhan ini tersebar hampir di seluruh Indonesia, terutama di Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Selain di Indonesia, kapulaga banyak juga ditemukan di Srilanka, India, Guetamala, Tanzania, Papua Nugini, dan Malabar. Kapulaga lokal adalah tanaman dataran rendah. Tanaman ini hanya bisa tumbuh baik dan berproduksi optimal pada lahan dengan ketinggian mulai dari 0 sampai dengan 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sebaliknya, kapulaga sabrang tumbuh baik di dataran tinggi mulai dari 700 sampai dengan 1.500 mdpl. Buah kapulaga lokal tumbuh berupa dompolan yang menempel di atas tanah. Tiap dompolan berisi antara 10 sampai dengan 20 butiran buah. Buah kapulaga lokal berbentuk bulat, berdiameter sekitar 1 cm. Dalam buah tersebut ada segmensegmen yang terpisah dan berisi butiran biji. Kulit buah kapulaga lokal berbulu halus berwarna cokelat kemerahan dan menjadi cokelat terang keputihan setelah tua. Buah kapulaga sabrang varietas malabar menempel pada malai yang tumbuh memanjang ke atas sampai 50 cm, sementara varietas mysore malai buahnya
5
menjalar di permukaan tanah dengan butiran buahnya juga menempel di tanah. Penanaman kapulaga sabrang varietas mysore harus menggunakan mulsa. Biasanya digunakan mulsa plastik untuk menjaga kualitas buahnya. Ukuran buah kapulaga sabrang relatif lebih kecil dibanding kapulaga lokal. Bentuknya juga agak memanjang. Kulit buah licin berwarna hijau muda dan menjadi kekuningan setelah masak. Kapulaga lokal sudah mampu berproduksi pada umur 1,5 tahun setelah tanam dengan bibit anakan yang baik, sedangkan kapulaga sabrang baik yang varietas malabar maupun varietas mysore baru mulai berbuah pada umur 2 tahun (Anonim 2010).
2.2 Tegakan Pinus Sebagai Tempat Naungan Kapulaga Kapulaga sebagai salah satu jenis tanaman obat dapat dibudidayakan di bawah tegakan hutan melalui tumpangsari (agroforestry). Artinya dalam pembudidayaan tanaman ini pun tidak memerlukan lahan tersendiri, dalam arti tumbuh di bawah naungan tanaman lain sebagai tanaman sela atau tanaman tumpangsari. Kapulaga hanya mau tumbuh baik di bawah naungan. Komoditas ini cocok untuk dikembangkan sebagai tanaman tumpangsari pada kebun-kebun tanaman keras. Misalnya di hutan jati, kebun kopi, kakao, petai, jeruk dan lainlain yang bagian bawah tegakannya masih menerima sedikit sinar matahari. Kapulaga juga dapat tumbuh subur di tempat teduh atau di bawah kayu tegakan Perhutani, yang sebagian besar berupa tanaman pinus. Satu-satunya pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan katulistiwa. Di Asia Tenggara menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia dan Filipina. Tersebar 23oLU-2oLS. Tumbuh pada ketinggian 30-1.800 mdpl, pada berbagai tipe tanah dan iklim. Curah hujan tahunan rata-rata 3.800 mm di Filipina hingga 1.000-1.200 mm di Thailand dan Burma. Di tegakan alam Sumatra (Aceh, Tapanuli dan Kerinci). Suhu tahunan rata-rata 19-28oC (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2010).
2.3 Perbedaan Proyek Dengan Bisnis Menurut Gittinger (1986) proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang/biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan
6
merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit. Menurut Umar (2003) kegiatan proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas dengan alokasi
sumberdaya
tertentu,
dan dimaksudkan untuk
melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas. Misalnya : membangun pabrik, membuat produk baru, atau mengikuti pameran. Sedangkan bisnis memiliki kegiatan-kegitan yang tidak hanya membangun proyek, tetapi yang utama justru operasionalisasinya, sehingga beberapa aspek potensial, kepuasan konsumen, dan persaingan bisnis telah menjadi hal yang penting. Studi kelayakan proyek merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek dibangun untuk jangka waktu tertentu. Sedangkan studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan (Umar 2003).
2.4 Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha mencangkup beberapa aspek antara lain : aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi dan lingkungan, serta aspek finansial. Analisis kelayakan usaha yang disusun merupakan pedoman kerja, baik dalam penanaman investasi, pengeluaran biaya, cara produksi, cara melakukan pemasaran dan cara memperlakukan lingkungan organisasi. Dalam kenyataannya tidak semua aspek harus diteliti, hanya aspek yang benar-benar dibutuhkan saja yang perlu dianalisis untuk dibahas lebih lanjut.
2.4.1 Aspek Pasar dan Pemasaran Pasar adalah titik pertemuan antara permintaan dan penawaran jenis produk atau jasa sehingga tercapai kesepakatan dalam transaksi. Dalam konteks ini, pasar bukan hanya diartikan sebagai pertemuan secara fisik antara penjual dan pembeli, tetapi terjadinya deal ketika pembeli menyetujui dan sepakat untuk menerima harga yang ditawarkan penjual baik yang dilakukan secara fisik – melalui tatap
7
muka, suara (by phone), penglihatan (by code) di pasar modal maupun melalui tulisan/catatan (by internet) (Subagyo 2007). Konsep pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler 2005). Pemasaran lebih mengutamakan kepuasan pelanggan. Lagipula perusahaan mengawalinya dengan mencari tahu kebutuhan dan keinginan pelanggan. Barulah kemudian dicari tahu produk yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan itu. Laba justru diharapkan diperoleh dari kepuasan konsumen yang nantinya membeli dalam jumlah banyak, terus-terusan dan mungkin dengan harga yang menguntungkan (Amir 2005). Aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari tentang : 1. Permintaan dan Penawaran Permintaan pasar pada dasarnya menunjukkan besarnya kuantitas permintaan konsumen atas produk atau jasa. Permintaan (demand) adalah jumlah barang yang tersedia dibeli para pembeli pada pasar tertentu dengan harga tertentu dan pada waktu tertentu. Penawaran adalah produk yang tersedia dan siap untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produk yang dihasilkan produsen dan didistribusikan melalui saluran-saluran pemasaran yang ada (wholesale, grosir, agen) tersebar ke berbagai lokasi (daerah) dan mendekat kepada konsumen. Persediaan produk tertentu terdapat di suatu lokasi (daerah) memiliki volume terbatas dan akan dibeli sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat (rumah tangga, perusahaan, industri) yang jumlahnya juga tertentu. Volume produk sejenis yang tersedia dalam wilayah tertentu untuk dijual itulah yang disebut penawaran (Subagyo 2007). 2. Peluang Pasar Berdasarkan analisis permintaan dan penawaran, jumlah permintaan dan jumlah penawaran pada periode tertentu akan mempunyai selisih (excess). Jika jumlah permintaan lebih besar dibandingkan dengan jumlah penawaran, disebut excess demand. Sebaliknya, jika jumlah penawaran lebih besar
8
dibandingkan jumlah permintaan, disebut excess supply. Peluang pasar yang muncul apabila jumlah permintaan lebih besar dibandingkan jumlah penawaran atau terjadi excess demand (Subagyo 2007). 3. Segmentasi Pasar Segmentasi pasar merupakan bagian penting dalam menetukan strategi pemasaran. Segmentasi pasar adalah menggolongkan konsumen yang ada dan potensial bagi produk dan jasa atas dasar kebutuhan dan keinginan mereka secara umum (Umar 2003). 4. Strategi Pemasaran Strategi pemasaran dapat didekati dengan konsep bauran pemasaran atau marketing mix. Umar (2003) bagi pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan dipecah menjadi 4 (empat) kebijakan pemasaran yang lazim disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix) atau 4P dalam pemasaran yang terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu produk (product), harga (price), saluran distribusi (place), dan promosi (promotion). Pada umumnya perusahaan atau organisasi tidak memasarkan produknya langsung kepada pengguna akhir, diantaranya terdapat perantara yang menjalankan fungsi pemasaran. Perantara ini membentuk saluran pemasaran yang juga disebut sebagai saluran dagang atau distribusi. Keputusan-keputusan saluran pemasaran termasuk diantara keputusan paling penting yang dihadapi manajemen.
2.4.2 Aspek Teknis Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Beberapa pertanyaan utama yang perlu mendapat jawaban dari aspek teknis ini adalah : 1. Lokasi bisnis, yakni di mana suatu bisnis akan dilaksanakan baik untuk pertimbangan lokasi dan lahan pabrik maupun lokasi bukan pabrik. 2. Seberapa besar skala operasi/luas produksi ditetapkan untuk mencapai suatu tingkatan skala ekonomis.
9
3. Kriteria pemilihan mesin dan equipment (perlengkapan) utama serta alat pembantu mesin dan equipment (perlengkapan). 4. Bagaimana proses produksi dilakukan dan layout pabrik yang dipilih, termasuk juga layout bangunan dan fasilitas lain. 5. Apakah jenis teknologi yang diusulkan cukup tepat, termasuk di dalamnya pertimbangan variabel sosial yaitu kemampuan atau penerimaan masyarakat terhadap teknologi yang digunakan. (Nurmalina et al. 2009).
2.4.3 Aspek Manajemen Manajemen dalam pembangunan proyek bisnis maupun manajemen dalam implementasi rutin bisnis adalah sama saja dengan manajemen lainnya. Aspek ini berfungsi untuk aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian (Umar 2003). Aspek manajemen yang dianalisis adalah aspek : Planning
(Perencanaan),
(Pelaksanaan),
dan
Organizing
Controlling
(Pengorganisasian),
(Pengendalian).
Perencanaan
Actuating merupakan
perencanaan pengembangan proyek yang akan dilakukan. Pengorganisasian merupakan pembagian tugas yang dilakukan dalam menjalankan operasional usaha. Pelaksanaan merupakan bagaimana petani menjalankan usaha kapulaga, dan Pengendalian adalah bagaimana petani dalam usaha budidaya kapulaga dapat melakukan kontrol terhadap semua objek.
2.4.4 Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Pada aspek ekonomi dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat. Sedangkan pada aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan kesempatan kerja atau pengangguran. Aspek ini mempelajari pemerataan kesempatan kerja terhadap masyarakat sekitar. Pada aspek lingkungan mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak (Nurmalina et al. 2009).
10
2.4.5 Aspek Finansial Tujuan menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar 2003). Dalam analisis finansial terdapat kriteria kelayakan investasi. Menurut Gittinger (1986) menyebutkan bahwa dana yang diinvestasikan itu layak atau tidak akan diukur melalui kriteria investasi itu Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio, dan Internal Rate of Return.
1. Net Present Value (NPV) Suatu bisnis dapat dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya disebut manfaat bersih atau arus kas bersih. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV > 0) yang artinya bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. Dengan demikian jika suatu bisnis memppunyai NPV lebih kecil dari 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina et al. 2009). Net present value yaitu selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan (Umar 2003).
2. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0 (Nurmalina et al. 2009). Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan proyek dalam pengembalian pinjaman. Jika dengan tingkat diskonto tertentu, nilai NPV menjadi sebesar nol, maka proyek yang bersangkutan berada
11
dalam posisi kembali modal yang berarti proyek dapat melunasi bunga penggunaan uang.
3. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif (Nurmalina et al. 2009). Perhitungan ini digunakan untuk melihat tingkat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Suatu proyek dikatakan layak jika BCR lebih besar atau sama dengan satu (BCR ≥ 1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai BCR lebih kecil dari satu (BCR < 1), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti manfaat yang akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut.
4. Payback Period (PBP) Merupakan metode analisis kelayakan investasi untuk menilai jangka waktu (tahun) pemulihan seluruh modal yang diinvestasikan dalam suatu proyek. Proyek layak jika masa pemulihan modal investasi lebih pendek dari usia ekonomis. Proyek tidak layak jika masa pemulihan modal investasi lebih lama dibandingkan usia ekonominya (Subagyo 2007). Metode Payback Period ini merupakan metode pelengkap penilaian investasi.
2.5 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas adalah suatu teknik analisis untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terdapat kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Jika suatu proyek sudah diputuskan untuk dilaksanakan dengan didasarkan pada analisis serta hasil evaluasi NPV, IRR, BCR, dan PBP pada kenyataannya tidak menutup kemungkinan kesalahan dalam perhitunganperhitungan misalnya perubahan harga produk. Dengan adanya kemungkinan tersebut harus diadakan analisis kembali untuk mengetahui sampai sejauh mana dapat diadakan penyesuaian akibat perubahan-perubahan yang terjadi.
12
Menurut Gittinger (1986) hasil analisis terhadap suatu proyek harus diteliti kembali untuk melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah yang disebut sebagai analisis sensitivitas. Hal tersebut merupakan satu cara untuk menarik perhatian kepada masalah utama analisis proyek, yaitu proyeksi yang selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada saat proses pelaksanaan proyek. Masalah-masalah utama yang sensitif terjadi perubahan adalah pada bidang : perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi.
2.6 Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkkan secara optimal dan proporsional (Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten 2011). Maksud dari PHBM menurut Perum Perhutani dalam SK Ketua Dewan Pengawas PT. Perhutani (Persero) Nomor 136/KPTS/DIR/2001 adalah untuk memberikan arah pengelolaan hutan dengan memadukan aspek-sapek ekonomi dan sosial secara proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan, PHBM bertujuan untuk : a. Meningkatkan
tanggungjawab
perusahaan,
MDH
dan
pihak
yang
berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. b. Meningkatkan peran perusahaan, MDH dan pihak lain yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. c. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai dengan kondisi dan dinamika sosial Masyarakat Desa Hutan. d. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristik wilayah. e. Meningkatkan pendapatan perusahaan, MDH serta pihak yang berkepentingan secara simultan (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah 2011).
13
2.7 Kelompok Tani Hutan (KTH) KTH adalah perkumpulan orang yang tinggal di sekitar hutan yang menyatukan diri dalam usaha-usaha di bidang sosial ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan ikut serta melestarikan hutan dengan prinsip kerja dari, oleh dan untuk anggota. Suharjito (1994) dalam Fijriani (2008) menyatakan bahwa pembentukan dan pembinaan KTH merupakan pendekatan baru dalam upaya mewujudkan partisipasi
masyarakat
sekitar
hutan dalam
pengelolaan
hutan
negara.
Pembentukan dan pembinaan KTH merupakan pendekatan baru dalam upaya mewujudkan partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan negara.
2.8 Agroforestry Dalam Bahasa Indonesia, kata agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Menurut De Foresta dan Michon (1997) dalam Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun (2010), agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Jenis-jenis pohon yang ditanam sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi (kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao, nangka, melinjo, petai, jati, mahoni) atau bernilai ekonomi rendah (dadap, lamtoro, kaliandra). Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan (padi gogo, jagung, kedelai, kacangkacangan, ubi kayu), sayuran, rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya. Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Di dalam sistem ini,
14
selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak.
2.9 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa penelitian mengenai kelayakan pengusahaan tanaman obat : 1. Plasmanutfah tumbuhan obat Indonesia yang melimpah merupakan aset nasional bernilai tinggi yang potensial untuk pengembangan industri agromedisin. Aset ini perlu dikelola dengan bijaksana secara lestari untuk menghindari kelangkaan atau kepunahan suatu spesies tumbuhan obat. Permintaan yang tinggi akan obat alami di dalam maupun di luar negeri merupakan peluang besar yang menggiurkan namun harus tetap memerhatikan dan memprioritaskan penyediaan bahan obat alami yang berkualitas, aman, dan bermanfaat. Menghadapi era pasar bebas dan persaingan global, kemampuan ekspor berbagai komoditas tumbuhan obat akan menghadapi persaingan yang lebih ketat (Dorly 2005). 2. Agobisnis dan Agroindustri berbasis tanaman obat mempunyai prospek ke depan yang bagus sebagai sumber pendapatan pembangunan. Selain trend back to nature yang saat ini mengemuka juga karena keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia. Namun demikian pengembangan tanaman obat ini memerlukan daya dukung teknologi, infrastruktur dan kelembagaan serta dukungan politik dari pemerintah (Nurkhazanah 2006).
15
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sedayu, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Waktu pengambilan data berlangsung selama bulan Juli sampai Agustus 2010. 3.2 Alat dan Sasaran Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, alat tulis, kamera, komputer, kalkulator dan Software Microsoft Excel. Sasaran penelitian adalah 40 orang petani tumbuhan kapulaga, orang pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pengurus LMDH Sedyo Rahayu dan staff KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
3.3 Asumsi Dalam penelitian ini terdapat beberapa asumsi yang digunakan untuk mempermudah analisis. Asumsi-asumsi tersebut sebagai berikut : 1) Jangka waktu/umur proyek adalah 5 tahun. Berdasarkan pertimbangan bahwa tanaman kapulaga dapat tumbuh sampai umur 5-6 tahun (Subagyo 2007). 2) Panen pertama dihasilkan setelah umur kapulaga 1,5 tahun. 3) Panen berikutnya dilakukan sebulan sekali dalam setahun. 4) Harga merupakan yang terjadi pada saat dilaksanakan penelitian. 5) Tingkat suku bunga (discount rate) yang digunakan adalah suku bunga BNI pada tahun 2009 yaitu 13% (Gustia 2009).
3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui pengamatan dan wawancara dengan metode kuesioner kepada 40 petani kapulaga, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, para pengurus LMDH Sedyo Rahayu, dan staf PMDH KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Data sekunder diperoleh dari
16
berbagai informasi dan sumber melalui berbagai instansi, seperti KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, LMDH Sedyo Rahayu yang mencangkup keadaan fisik lingkungan serta keadaan sosial ekonomi Desa Sedayu, perpustakaan IPB, penelusuran internet, dan berbagai studi literatur yang berkaitan dengan topik atau bahan penelitian.
3.5 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan metode nonrandom sampling atau nonprobability sampling, artinya setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Metode nonprobability sampling yang dipilih adalah Purposive Sampling. Purposive Sampling yaitu suatu sampling dimana pemilihan elemen-elemen untuk menjadi anggota sampel didasarkan atas pertimbangan yang tidak acak, biasanya sangat subjektif sifatnya. Artinya setiap elemen tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih (Supranto 1992). Sesuai dengan namanya, sample diambil dengan maksud atau tujuan tertentu sebanyak 40 orang. Didasarkan pada acuan minimal 30 sampel untuk penelitian deskriptif (Umar 2002). Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Metode untuk mengetahui prospek pasar adalah dengan survei, dimana dalam pengambilan sampel respon dilakukan dengan metode Snowball Sampling merupakan identifikasi dimulai dari seseorang yang mempunyai kriteria yang masuk dalam kesimpulan penelitian. Dari identifikasi permulaan ini selanjutnya akan ditemukan unit sampel berikutnya (Wahana Statistika 2010). Artinya menentukan sampel awal yang kemudian menetukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang diperoleh.
3.6 Metode Analisis Proyek a) Analisis pasar dan pemasaran Pada analisis pasar dan pemasaran, aspek yang dikaji adalah mengetahui bentuk dan potensi pasar, proyeksi permintaan dan penawaran, dan strategi
17
pemasaran. Semua aspek tersebut diukur dengan menggunakan teknik yang sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dan sumber data yang diperoleh.
b) Analisis Pengembangan usaha, meliputi: aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen, sosial ekonomi dan lingkungan, serta aspek finansial. Aspek teknis meliputi penentuan kapasitas produksi dan lokasi serta proses produksi. Aspek manajemen yang dianalisis adalah aspek : Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (Pelaksanaan), dan Controlling (Pengendalian). Pada analisis sosial ekonomi ditentukan sampai sejauh mana usaha ini mampu memberikan manfaat secara ekonomi kepada masyarakat sekitar. Untuk aspek lingkungan, bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan. Analisis aspek finansial diperlukan untuk mengkaji jumlah dana yang dibutuhkan dalam mendirikan suatu usaha dan menjalankannya.
c) Kriteria Kelayakan Investasi Pada analisis kelayakan pengembangan usaha digunakan analisis kriteria investasi. Kriteria investasi yang dibutuhkan adalah Net Present Value, Internal Rate of Return, Benefit Cost Ratio, dan Payback Period.
1) Net Present Value (NPV) Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih. Menurut Nurmalina et al. (2009) rumus NPV adalah sebagai berikut :
Dimana : NPV = Net Present Value Bt
= Keuntungan pada tahun ke-t
Ct
= Biaya pada tahun ke-t
n
= Umur ekonomis dari suatu proyek
i
= Suku bunga yang berlaku
18
Apabila NPV ≥ 0, maka proyek dinilai menguntungkan untuk dijalankan. Namun bila NPV ≤ 0, maka proyek dinilai tidak menguntungkan untuk dijalankan.
2) Internal Rate of Return (IRR) Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa mendatang. IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Menurut Nurmalina et al. (2009) rumus IRR adalah sebagai berikut :
Dimana : IRR
= Internal Rate of Return
NPV(+)
= NPV bernilai positif
NPV(-)
= NPV bernilai negatif
i(+)
= suku bunga yang membuat NPV positif
i(-)
= suku bunga yang membuat NPV negatif
Jika IRR dari suatu proyek sama dengan tingkat suku bunga, maka NPV dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika IRR ≥ 1, maka proyek layak untuk dijalankan, begitu pula sebaliknya.
3) Benefit Cost Ratio (BCR) Untuk menghitung indeks ini terlebih dahulu dihitung selisih antara keuntungan dan biaya untuk setiap tahun t. Menurut Nurmalina et al. (2009) rumus BCR adalah :
Dimana : Bt = Penerimaan (Benefit) bruto pada tahun ke-t Ct = Biaya (Cost) bruto pada tahun ke-t
19
n = Umur proyek i
= Tingkat suku bunga yang berlaku
t
= Internal waktu
4) Pay Back Period (PBP) Metode ini mencoba menghitung seberapa cepat investasi bisa kembali. Menurut Nugroho (2008) periode pengambilan modal merupakan jangka waktu yang diperlukan oleh suatu usaha untuk mengembalikan seluruh dana yang diinvestasikan, yaitu ukuran lamanya waktu yang diperlukan agar seluruh modal yang ditanamkan dapat dikembalikan/dibayar oleh manfaat yang dihasilkan dari investasi tersebut. Oleh karena itu, satuan hasilnya adakah satuan waktu (bulan, tahun, dan sebagainya). Apabila periode yang dibutuhkan lebih cepat dari yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan. Namun bila tidak sesuai dengan periode yang disyaratkan, maka proyek dikatakan tidak menguntungkan. Menurut Nugroho (2008) rumus PBP adalah sebagai :
Dimana : PBP = Pay Back Period N
= Periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (tahun)
M
= Nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (Rp)
Bn
= Benefit bruto pada tahun ke-n (Rp)
Cn
= Biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)
f) Analisis Sensitivitas Teknik melakukan analisis sensitivitas adalah dengan cara menghitung ulang ukuran kemanfaatan proyek dengan menggunakan perkiraan baru dari satu atau lebih komponen biaya atau hasil. Tiap analisis sensitivitas harus dilaksanakan secara terpisah untuk dapat mengestimasi pengaruh perubahan yang terjadi terhadap asumsi-asumsi yang digunakan dalam mengukur kemanfaatan proyek.
20
Manfaat analisis sensitifitas adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan harga produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya dan perubahan volume produksi terhadap penilaian suatu investasi, yaitu dari layak menjadi tidak layak dilaksanakan. Analisis sensitivitas dilakukan dalam dua skenario yakni : jika terjadi penurunan harga produksi dan jika terjadi peningkatan sistem bagi hasil LMDH.
g) Aliran Kas Proyek (Cash Flow) Laporan aliran kas (cash flow statement) disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukan dari mana sumber - sumber kas dan penggunaan-penggunaanya. Kas mempunyai tiga komponen utama, yaitu Initial Cash Flow, Operasional Cash Flow, dan Terminal Cash Flow (Umar 2003).
1) Initial Cash Flow Identifikasi pola aliran kas yang berhubungan dengan investasi diperlukan untuk menentukan komponen Initial Cash Flow. Beberapa contoh yang terdapat pada Initial Cash Flow adalah untuk tanah, pembuatan pabrik, pembayaran mesinmesin, pengeluaran untuk biaya pendahuluan dan sebelum operasi, serta penyedia modal kerja.
2) Operational Cash Flow dan Terminal Cash Flow Operational Cash Flow merupakan rencana keluar masuk dana jika proyek sudah dioperasionalkan. Untuk menaksir aliran kas operasional perlu ditentukan waktu yang diperkirakan. Pada umumnya, waktu yang digunakan dalam menaksir aliran kas operasional ini disesuaikan dengan umur ekonomis investasi yang akan dijalankan. Terminal Cash Flow terdiri dari nilai sisa aliran kas dan pengembalian modal.
21
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Purworejo secara geografis berada pada 109o 47’ 28” Bujur timur, 110o 08’ 20” Bujur Timur, 7o 32’ Lintang Selatan, sampai dengan 7o 54’ Lintang selatan, dengan luas wilayah 1.034,81 km2. Sebelah utara
: Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang
Sebelah timur
: Kabupaten Kulon Progo Propinsi DIY
Sebelah selatan
: Samudra Indonesia
Sebelah barat
: Kabupaten Kebumen
Secara administratif, Kabupaten Purworejo meliputi 16 kecamatan yang terdiri dari 494 desa. Adapun jumlah desa dan luas menurut kecamatan adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Jumlah desa dan luas kecamatan Kabupaten Purworejo No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Kecamatan Grabag Ngombol Purwodadi Bagelen Kaligesing Purworejo Banyuurip Bayan Kutoarjo Butuh Pituruh Kemiri Bruno Gebang Loano Bener Jumlah
Jumlah Desa 32 57 40 17 21 25 27 26 27 41 49 40 18 25 21 28 494
Sumber : BPS Kabupaten Purworejo (2010)
Luas Wilayah (km2) 64,92 55,27 53,96 63,76 74,73 52,72 45,08 43,21 37,59 46,08 77,42 92,05 108,43 71,86 53,65 94,08 1.034,81
22
4.2 Keadaan Lapangan a) Topografi Keadaan rupa bumi (topografi) daerah Kabupaten Purworejo secara umum dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Bagian selatan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 – 25 meter di atas permukaan air laut. 2. Bagian utara merupakan daerah berbukit-bukit dengan ketinggian antara 25 – 1.050 meter di atas permukaan air laut. Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo berada pada ketinggian 504 mdpl. Kawasan hutannya memiliki luas 221,8 Ha. Sedangkan kemiringan lereng atau kelerengan di Kabupaten Purworejo dapat dibedakan sebagai berikut : a) Kemiringan 0 – 2% meliputi bagian selatan dan tengah wilayah Kabupaten
Purworejo. b) Kemiringan 2 – 15% meliputi sebagian Kecamatan Kemiri, Bruno, Bener,
Loano, dan Bagelen. c) Kemiringan 15 – 40% meliputi bagian utara dan timur wilayah Kabupaten
Purworejo. d) Kemiringan > 40% meliputi sebagian Kecamatan Bagelen, Kaligesing, Loano,
Gebang, Bruno, Kemiri, dan Pituruh.
b) Iklim Secara umum Kabupaten Purworejo mempunyai iklim tropis dengan dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau yang datang setiap enam bulan silih berganti. Suhu rata-rata 20oC – 32oC. Sedangkan kelembaban rata-rata antara 70 – 90% dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember sebesar 9.291 mm, diikuti bulan Januari sebesar 7.849 mm.
4.3 Sosial Ekonomi a) Desa hutan Desa Sedayu memiliki LMDH yang bernama LMDH Sedyo Rahayu. LMDH Sedyo Rahayu yang berakta notaris pendirian No. 18 tanggal 16 Oktober
23
2006. Memiliki anggota 457 KK dikelompokkan menjadi 6 Pokja dan mempunyai Kelompok Tani Hutan (KTH) “RUKUN” yang mengelola hutan dan ternak. Berdasarkan hasil penelitian, LMDH Sedyo Rahayu diketahui bahwa terdapat 5 program LMDH Sedyo Rahayu yaitu 1) Peningkatan produksi getah pinus, 2) Peningkatan keamanan hutan, 3) Penanaman Lahan di bawah Tegakan (PLDT), 4) Pendirian koperasi simpan pinjam, dan 5) Pembangunan sekretariat. Implementasi program tersebut dapat dikatakan cukup baik walaupun ada dua program yang belum dapat terwujud yaitu pendirian koperasi simpan pinjam dan pembangunan sekretariat. Dalam implementasi dilaksanakan fungsi manajemen yaitu pengorganisasian meliputi adanya struktur organisasi dan alokasi sumberdaya, dan penggerakan meliputi sosialisasi dan komunikasi. LMDH Sedyo Rahayu mempunyai usaha produktif yang dilakukan oleh para wanita diantaranya pembuatan krupuk singkong, pembuatan wig (rambut palsu), anyaman bambu (besek), kue satu singkong. Perkembangan usaha ini masih berjalan tetapi belum berkembang. Hambatan dalam implementasi program PHBM oleh LMDH Sedyo Rahayu ialah terbatasnya dana, yang menjadi kendala ialah belum terwujudnya koperasi simpan pinjam yang dapat mempermudah dalam kegiatan simpan pinjam. Untuk saat ini kegiatan simpan pinjam dilakukan melalui kelompok kerja. Pemberdayaan masyarakat Desa Sedayu melalui LMDH sebagai berikut : Di dalam kawasan lahan perhutani: 1) Budidaya kapulaga bantuan dari Dinas Kehutanan Propinsi Jateng seluas 25 Ha 2) Hijauan makanan ternak 3) Budidaya tanaman aren 4) Budidaya tanaman temulawak 5) Budidaya tanaman kemukus
b) Kependudukan Jumlah penduduk dalam wilayah Desa Sedayu sebanyak 1787 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 908 orang (51%) dan perempuan 879 orang (49%). Luas tanah wilayah Desa Sedayu sebagai kegiatan dan penompang hidup penduduknya.
24
c) Mata Pencaharian Upaya memenuhi hidup sebagaian besar masyarakat di Desa Sedayu merupakan petani dan buruh tani. Hal ini menunjukkan sebagaian besar masyarakatnya masih sangat mengandalkan lahan/tanah untuk menompang hidupnya. Kawasan hutan yang dekat dengan pemukiman penduduk pada akhirnya menjadi sasaran untuk memenuhi kebutuhan akan lahan. Adapun data penduduk berdasarkan mata pencaharian Desa Sedayu adalah sebagai berikut :
Tabel 2 Data penduduk berdasarkan mata pencaharian Desa Sedayu No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Pekerjaan Petani Buruh tani Buruh/swasta Pegawai negeri Pengrajin Pedagang Peternak Montir Total
Jumlah (orang) 180 266 70 21 107 60 1 1 706
Sumber : Potensi Desa Sedayu dan Tingkat Perkembangan Desa (2009)
4.4 Karakteristik Responden Karakterisitik responden yang dianggap penting meliputi status usaha, umur, pendidikan dan status kepemilikan.
a) Status Usaha Responden di daerah penelitian menjadikan petani sebagai mata pencaharian utama. Pendapatan utama petani diperoleh dari getah pinus. Usaha budidaya kapulaga sebagai tambahan ekonomi pendapatan petani dengan pola tumpang sari yang berada di bawah naungan pohon pinus. Selain tumbuhan obat kapulaga, disana juga ditanam tumbuhan obat lain yaitu kemukus, temulawak, cengkeh. Selain itu, terdapat tanaman singkong yang dapat digunakan untuk pakan ternak. Ada beberapa petani yang memiliki usaha sendiri yaitu sawah dan ternak untuk menambah
penghasilan
mereka,
bahkan
sebagian
besar
membudidayakan tanaman kapulaga di lahan milik mereka sendiri.
masyarakat
25
b) Pendidikan Sebagian besar Desa Sedayu tingkat pendidikannya yaitu SLTP dan SLTA. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Desa Sedayu memiliki tingkat pendidikan yang sedang. Adapun data penduduk berdasarkan pendidikan masyarakat Desa Sedayu adalah sebagai berikut : Tabel 3 Data Penduduk berdasarkan pendidikan masyarakat Desa Sedayu No. 1 2 3 4
Pendidikan Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah Taman SD/Sederajat SLTP/Sedarajat SLTA/Sederajat Jumlah
Jumlah (Orang) 2 205 625 797 1.629
Sumber: Potensi Desa Sedayu dan Tingkat Perkembangan Desa (2009)
c) Status Kepemilikan Lahan Lahan yang berada dalam kawasan hutan yang diusahakan untuk tanaman pinus merupakan milik Negara yang diberikan hak pengelolaanya kepada Perhutani. Para petani Desa Sedayu memanfaatkan menanam bibit kapulaga secara tumpang sari di lahan hutan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan, di petak 100 B. Selain kapulaga terdapat tanaman obat lain yaitu, kemukus, temulawak, dan cengkeh.
4.5 Deskripsi Proyek Proyek Perhutanan Sosial di Desa Sedayu merupakan suatu kegiatan dalam rangka mengembangkan usaha budidaya tanaman obat khususnya kapulaga dengan cara melibatkan atau mengikutsertakan penduduk desa hutan yang berminat untuk ikut serta dan telah mendapatkan persetujuan dari pihak petugas Perum Perhutani. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendapatan para petani yang notabene tanaman obat ini memiliki prospek yang cerah. Para petani diberi kesempatan untuk memanfaatkan tanah hutan di sela tegakan pinus yang telah dikembangkan sebelumnya. Pemanfaatan tanah hutan tersebut adalah untuk lahan usahatani tumpangsari.
26
Lokasi proyek di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo di lahan perhutani KPH Kedu Selatan pada petak 100 B. Desa Sedayu merupakan dataran rendah yang cocok untuk budidaya tanaman obat kapulaga. Luas lahan untuk budidaya kapulaga adalah 25 ha. Untuk luas andil garapan pada proyek perhutanan sosial ini berkisar antara 0,25-0,5 ha, sehingga dalam 1 ha terdapat 2– 4 orang petani kapulaga. Jarak tanam kapulaga awal adalah (3 x 3) m2. Penetapan luasan tersebut merupakan hasil kesepakatan antar petani. Pemberian luasan tersebut dimaksudkan agar pengusahaan dapat dilakukan secara adil dan merata. Peserta berasal dari penduduk desa hutan yang tinggal berdekatan dengan lokasi proyek. Para peserta proyek umumnya adalah buruh tani. Mereka berasal dari dari lapisan sosial bawah. Jumlah peserta proyek ini 98 orang dengan luas pemilikan andil garapan 0,25-0,5 ha. Usia para peserta berkisar antara 25–60 tahun. Manfaat dari proyak ini adalah berupa modal yang diberikan oleh Dinas Pertanian sebesar Rp 10.000.000. selain itu terdapat hasil penjualan kapulaga yang akan dipanen sebulan sekali karena kapulaga ini berbuah sepanjang tahun. Sedangkan untuk biaya yang dikeluarkan adalah : Investasi yang digunakan adalah pembelian peralatan yang akan digunakan untuk keperluan proyek. Alat – alat yang digunakan adalah cangkul, sabit, pisau, dan timbangan. Untuk biaya operasional.meliputi biaya persemaian, pengolahan tanah, penanaman, pembelian pupuk organik, pemupukan, pembelian karung, pemanenan, serta penyiangan. Untuk proyek kapulaga menggunakan jangka waktu 5 tahun.
27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kelayakan Usaha Tanaman Obat Kapulaga Dalam pembahasan aspek keuangan akan diuraikan mengenai gambaran keadaan ekonomi dan keuangan sebagai pertimbangan untuk merealisasikan pembangunan proyek tanaman obat kapulaga ini. Dikemukakan pula penerimaan (inflow), dan pengeluaran (outflow), berikut pembahasan mengenai laba/rugi dan penerapan beberapa metoda evaluasi finansial. Analisis kelayakan finansial pengusahaan tanaman kapulaga perlu dilakukan untuk membantu pengembangan produk pertanian ini agar lebih intensif diusahakan oleh petani. Untuk mengetahui hasil kelayakan pengusahaan kapulaga akan dilihat dari kriteria-kriteria kelayakan finansial yang meliputi NVP, BCR, IRR, dan Payback Period (PBP).
5.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) Penerimaan merupakan hasil perkalian antara kuantitas produksi yang dihasilkan dengan harga jual yang ditetapkan. Pemanenan kapulaga dilakukan 12 kali dalam satu tahun. Tanaman kapulaga dapat berbuah sekitar umur 1,5 tahun, sehingga penerimaan penjualan kapulaga terjadi pada tahun kedua. Penerimaan tahun pertama dari penjualan kapulaga masih rendah dibandingkan dengan tahun berikutnya. Usaha budidaya kapulaga di Desa Sedayu mendapat bantuan modal Rp 10.000.000 dari Dinas Pertanian. Harga jual yang ditetapkan pada tingkat petani untuk buah kapulaga tergantung pada musim. Jika musim hujan harga kapulaga basah pada tingkat petani Rp 6.000/kg, karena pada musim hujan produksi yang dihasilkan melimpah. Pada musim kemarau harga kapulaga dapat mencapai Rp 8.000/kg, karena pada musim kemarau kapulaga yang dihasilkan berkurang karena kekurangan pasokan air. Para petani di Desa Sedayu menjual buah kapulaga tidak dalam keadaan kering tetapi dalam keadaan basah. Hal ini dikarenakan proses pengeringan membutuhkan waktu yang cukup lama dan selisih harga antara kapulaga basah dengan kapulaga kering juga tidak terlalu besar. Hasil produksi
28
buah kapulaga ini kemudian dijual kepada pedagang pengumpul. Dalam usaha budidaya kapulaga ini terdapat sistem bagi hasil antara petani dengan LMDH Sedyo Rahayu yaitu 60% : 40%, dari hasil pendapatan bersih yang diterima. Usaha kapulaga ini merupakan usaha bersama yang dikelola oleh LMDH Sedyo Rahayu. Perkiraan penjualan kapulaga dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Perkiraan penjualan kapulaga per tahun lahan seluas 25 ha di Desa Sedayu No. 1 2 3 4
Tahun 2 3 4 5 Jumlah
Penjualan Kapulaga Per Tahun (Rp) 33.600.000 182.000.000 343.200.000 507.200.000 1.066.000.000
5.1.2 Arus Biaya (Outflow) a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal proyek. Biaya investasi berupa peralatan pertanian. Jenis-jenis peralatan yang digunakan oleh petani adalah cangkul, sabit, pisau, dan timbangan. Peralatan-peralatan tersebut digunakan untuk kegiatan persemaian, pengolahan tanah, penanaman, penyiangan dan pemanenan (timbangan). Sehingga total biaya investasi pengusahaan kapulaga untuk luasan 25 ha adalah sebesar Rp 8.580.000. Perincian biaya investasi dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 Perincian penggunaan biaya investasi peralatan per tahun lahan seluas 25 ha di Desa Sedayu No. 1 2 3 4
Uraian Cangkul Sabit Pisau Timbangan
Satuan Buah Buah Buah Unit Total
Harga satuan (Rp) 50.000 45.000 15.000 100.000
Jumlah 50 98 98 2
Total Biaya (Rp) 2.500.000 4.410.000 1.470.000 200.000 8.580.000
29
b. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan dengan kegiatan operasional pengusahaan kapulaga. Biaya operasional terbagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu. Pada lokasi Desa Sedayu dalam membudidayakan kapulaga tidak terdapat biaya tetap, sehingga dalam penelitian ini tidak menghitung biaya tetap. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya dapat berubah-ubah, terpengaruh oleh jumlah output yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu. Biaya variabel pada pengusahaan kapulaga meliputi biaya persemaian, biaya pengolahan tanah, penanaman, pembelian pupuk, pemupukan, pembelian karung, pemanenan, dan penyiangan. Setiap kegiatan yang dilakukan mendapatkan upah yang diasumsikan sebesar Rp 20.000 dikalikan dengan hari orang kerja (HOK). Kegiatan pemupukan setelah penanaman dilakukan sebulan sekali pada tahun pertama. Setelah 1 tahun, pemupukan dilakukan dua bulan sekali, dan kegiatan penyiangan dilakukan 2 kali dalam setahun. Dalam 1 ha pupuk kandang diperlukan 50 kg/ha dengan harga Rp 100/kg, sedangkan pada saat persemaian menggunakan pupuk kompos diperlukan 100 kg/ha dengan harga pupuk kompos adalah Rp 1.000/kg. Dalam pembelian karung yang dilakukan 3 bulan sekali dalam setahun dengan jumlah yang berbeda tergantung dari hasil output yang dihasilkan. Biaya variabel dapat dilihat pada tabel 6.
30
Tabel 6 Biaya variabel pengusahaan kapulaga lahan seluas 25 ha di Desa Sedayu No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Uraian Persemaian Pengolahan tanah Bibit kapulaga Penanaman Pupuk kandang Pemupukan Penyiangan Karung Pemanenan Bagi hasil LMDH 40% Jumlah
Biaya Total Operasional (Rp) 1.410.000 12.500.000 41.662.500 10.000.000 3.375.000 108.000.000 22.500.000 825.000 312.000.000 426.640.000 938.912.500
5.1.3 Analisis Finansial Pengusahaan Tanaman Kapulaga Berdasarkan hasil perhitungan cashflow yang dapat dilihat pada lampiran 7 mengenai hasil kelayakan pengusahaan kapulaga, maka hasil analisis kelayakan pengusahaan kapulaga yang dilakukan dapat dikategorikan layak. Kelayakan tersebut dapat dilihat dari nilai NPV, IRR, BCR, dan PBP. Adapun kriteria kelayakan finansial pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu adalah sebagai berikut :
Tabel 7 Kriteria kelayakan finansial pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu Kriteria Kelayakan Finansial NPV (Rp) BCR PBP (Tahun) IRR (%)
Keadaan Normal 31.885.009 1,30 4,23 (4 tahun 3 bulan) 22,29
Analisis yang dilakukan menggunakan tingkat diskonto 13% per tahun (BNI, 2009). NPV diperoleh dari hasil kumulatif arus penerimaan yang telah dikonfersi dengan tingkat discount rate yang digunakan selama umur proyek. Berdasarkan hasil perhitungan cashflow diperoleh NPV sebesar Rp 31.885.009. Hal ini berarti budidaya kapulaga di lokasi penelitian layak untuk diusahakan pada tingkat suku bunga 13% karena suatu usaha dikatakan layak jika nilai NPV > 0 (perincian perhitungan dapat dilihat pada lampiran 7).
31
Kriteria lain yang dianalisis adalah BCR, dalam pengusahaan kapulaga ini diperoleh BCR > 1 yaitu 1,30 yang menyatakan bahwa pengusahaan kapulaga ini layak untuk diusahakan. Nilai BCR ini menunjukkan bahwa setiap pengeluaran Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,30. Nilai Payback Period yang diperoleh sebesar 4,23, yang berarti pengusahaan kapulaga pada lahan seluas 25 ha memiliki waktu pengembalian modal selama 4 tahun 3 bulan. Hal ini menunjukkan
bahwa
usaha
kapulaga
layak
untuk
diusahakan
karena
pengembalian biaya modal atau investasi kurang dari umur proyek. Kriteria berikutnya adalah IRR sebesar 22.29%, dimana nilai ini lebih besar dari tingkat suku bunga (discount rate) sebesar 13% yang menyatakan pengusahaan kapulaga ini layak untuk diusahakan. Berdasarkan keempat kriteria kelayakan finansial tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengusahaan kapulaga layak untuk diusahakan.
5.1.4 Analisis Sensitivitas Analisis kepekaan (sensitivitas) dilakukan untuk melihat perubahan iklim ekonomi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang yang dapat mengubah keadaan kelayakan suatu usaha menjadi tidak layak. Analisis sensitivitas juga digunakan untuk mengetahui sampai pada titik berapa peningkatan atau penurunan suatu komponen dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi. Dalam penelitian ini dilakukan dua skenario yaitu : 1) Jika harga kapulaga turun sebesar 8,5% 2) Jika sistem bagi hasil dengan LMDH naik sebesar 5,5% Tujuan digunakannya kedua skenario di atas adalah untuk melihat pengaruhnya terhadap kelayakan usaha kapulaga. Jika hasil perhitungan yang menyebabkan NPV negatif berarti usaha kapulaga tidak layak. Begitu pula sebaliknya jika hasil perhitungan menyebabkan nilai NPV positif maka usaha kapulaga tersebut layak untuk diusahakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 8.
32
Tabel 8 Hasil sensitifitas dari kedua skenario Kriteria Kelayakan Finansial NPV (Rp) BCR PBP (Tahun) IRR (%)
Penurunan Harga Sebesar 8,5% -685.810 0,99 4,37 (4 tahun 4 bulan) 12,79
Kenaikan Sistem Bagi Hasil LMDH Sebesar 5,5% -3.240.385 0,97 4,52 (4 tahun 6 bulan) 11,95
Pada kedua skenario yaitu penurunan harga kapulaga sebesar 8,5% dan kenaikan sistem bagi hasil LMDH sebesar 5,5% menghasilkan nilai NPV yang negatif. Selain itu, pada kondisi kedua skenario tersebut diperoleh nilai BCR yang kurang dari 1 dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga yang digunakan yaitu 13% per tahun. Hasil nilai perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pada penurunan harga sebesar 8,5% dan kenaikan bagi hasil LMDH sebesar 5,5% terjadi perubahan secara signifikan. Berdasarkan perhitungan sensitivitas pada skenario 1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa usaha kapulaga ini tidak layak untuk dilaksanakan karena tidak memenuhi kriteria kelayakan investasi.
5.1.5 Aspek Teknis a. Lokasi Usaha Lokasi usaha budidaya kapulaga lokal yang berada di Desa Sedayu, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo yang merupakan dataran rendah. Berikut ini tabel 9 mengenai ketinggian, suhu, dan kemiringan pada lokasi usaha dan syarat tumbuh tanaman kapulaga. Tabel 9 Ketinggian, suhu, dan kemiringan pada lokasi usaha dan syarat tumbuh tanaman kapulaga No. 1 2
Uraian Ketinggian Suhu
Satuan mdpl 0 C
3
Kemiringan
%
Lokasi Usaha 504 20-32 Kemiringan 2–15% meliputi sebagian Kecamatan Kemiri, Bruno, Bener, Loano, dan Bagelen
Syarat Tumbuh 0-700 23-28 Tumbuh pada topografi rata sampai miring
Sumber : Anonim (2009), Anonim (2010), BAPERMADES (2009), dan BAPPEDA (2010)
33
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa lokasi pengusahaan kapulaga memiliki syarat tumbuh berdasarkan ketinggian, suhu, dan kemiringan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanaman kapulaga ini cocok dibudidayakan pada lokasi Desa Sedayu.
Gambar 1 Lokasi usaha kapulaga di Desa Sedayu b. Teknik Produksi Teknik produksi tanaman sangat mempengaruhi suatu tanaman untuk tumbuh dan berproduksi. Jika teknik produksi yang dilakukan tepat, maka akan menghasilkan hasil yang optimal. Teknik produksi yang dilakukan terhadap tanaman kapulaga tidak terlalu rumit. Teknik produksi tanaman kapulaga mencakup pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Dari semua tahapan kegiatan tersebut petani telah melakukan teknik produksi dengan baik. Mulai dari kegiatan persemaian, pengolahan tanah sampai kegiatan pemanenan.
1) Budidaya Tanaman Kapulaga a. Persemaian Pada kegiatan pesemaian, bedengan dibuat pada tanah yang subur berdekatan dengan sumber air agar lebih mudah menyiramnya. Membuat petakpetak persemaian memerlukan persiapan yang berhati-hati. Petak bedengan dibuat bervariasi. Tanah harus dicangkul halus-halus hingga gembur, setelah itu dicampur dengan pupuk kompos (Madjo 1989). Petani Desa Sedayu melakukan
34
kegiatan persemaian di lahan milik yaitu di lahan perkarangan. Petani membeli 7.000 biji kapulaga dengan harga satuan Rp 150. Biji-bji yang akan di tabur berasal dari benih kapulaga yang telah masak. Biji-biji disebarkan di atas petakan kemudian ditutup dengan sedikit tanah yang gembur. Penyiraman dilakukan sehari sekali sedangkan kegiatan penyiangan dilakukan sekali dalam 6 bulan. Setelah 6 bulan, bibit kapulaga dipindahkan ke lahan perhutani.
b. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dilakukan dengan membersihkan tanah dari batu, rumputrumputan/gulma dan sisa tanaman lainnya. Pencangkulan tanah dilakukan sedalam kurang lebih 30 cm. Persiapan lubang tanam dilakukan sebulan sebelum penanaman dengan terlebih dahulu dibuat lubang tanam dengan ukuran panjang 50 cm dan dalamnya 40 cm. Sebaiknya 15 hari setelah pembuatan lubang, tanah dikembalikan lagi ke dalam lubang, sebelumnya tanah dicampur dulu dengan pupuk kandang secukupnya.
c. Penanaman Tanaman kapulaga tumbuh subur di tempat teduh atau di bawah tegakan kayu Perhutani yang sebagian besar berupa pohon pinus. Pohon pinus ditanam sebelum penanaman kapulaga sehingga pada saat tanam, pohon pinus tersebut telah berfungsi dengan baik dengan perbandingan 1 : 2 (1 penaung - 2 kapulaga). Teknis penanaman tanaman kapulaga yaitu setelah tanah olahan atau lubang tanam telah tersedia dan bibit telah disiapkan kemudian letakan bibit sedalam 1015 cm. Setelah itu ditimbun dengan memperhatikan tunas agar tidak sampai terluka atau patah. Dalam 1 ha terdapat 1.111 bibit kapulaga dengan jarak tanam kapulaga yang diusahakan di Desa Sedayu menggunakan jarak tanam 3 m x 3 m. Waktu tanam yang baik yaitu pada awal musim hujan, yaitu sekitar bulan September - Desember.
d. Pemeliharaan Dalam pemeliharaan tanaman kapulaga, kegiatan yang harus dilakukan diantaranya adalah pemupukan dan penyiangan rumput yang berada di sekitar
35
rumpun. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang. Setelah penanaman, pemupukan dilakukan setiap bulan pada tahun pertama, setelah tahun pertama Pemupukan ini dilakukan dua bulan sekali. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, jika terdapat tanaman kapulaga yang terserang hama, maka cara pengendalian yang efektif adalah dengan membuang tanaman yang terserang, kemudian dibuat lubang kembali dan menanam bibit baru berasal dari tanaman yang pertumbuhannya baik. Cara yang paling mudah melalui pengembangan vegetatif, yaitu dengan cara membagi-bagi atau membelah-belah rumpunnya. Setiap lubang tanam akan ditanami sebanyak 3 batang. Cara ini dapat menghasilkan pertumbuhan yang baik karena diambil dari tanaman yang sudah terpilih, relatif mudah, lebih murah, dan lebih cepat dibanding menanamnya dari biji.
e. Pemanenan Tanaman kapulaga berbuah sepanjang tahun sehingga dapat dipanen sebulan sekali, yaitu dengan cara memetik buah yang tumbuh di pangkal batang. Buah yang dipetik adalah buah yang telah matang (berwarna merah kecoklatan). Pemanenan buah kapulaga yang sudah masak dilakukan dengan cara memotong tandan buahnya dengan pisau. Dalam satu tandan akan diperoleh 10-15 buah. Setelah dipanen, kemudian buah kapulaga dilepas dari tandannya dan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat. Tanaman dapat dipergunakan sampai umur 10 - 15 tahun (Fitriana 2010).
Gambar 2 Buah kapulaga
36
f. Pengeringan Kualitas buah kapulaga yang baik yaitu buah kapulaga yang sudah dalam keadaan kering. Pengeringan buah kapulaga dilakukan dengan dijemur secara langsung di bawah terik sinar matahari. Pengeringan buah kapulaga membutuhkan waktu 7-10 hari.
Gambar 3 Pengeringan buah kapulaga
5.1.6 Aspek Manajemen Aspek manajemen yang dianalisis pada usaha tanaman kapulaga di Desa Sedayu ini mencakup beberapa aspek, yaitu : perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan
pengendalian.
Perencanaan
merupakan
perencanaan
pengembangan proyek yang akan dilakukan. Pengorganisasian merupakan pembagian tugas yang dilakukan dalam menjalankan operasional usaha. Pelaksanaan merupakan penerapan teknis dalam menjalankan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Pengendalian merupakan bagaimana pemilik usaha budidaya tanaman kapulaga dapat melakukan kontrol terhadap semua aspek. Desa Sedayu memiliki sebuah LMDH yaitu LMDH Sedyo Rahayu dikelola oleh anggota LMDH Sedyo Rahayu. LMDH Sedyo Rahayu memiliki seorang pembina desa yang sekaligus menjabat sebagai kepala desa. kemudian terdapat ketua umum yang menjabat sebagai kepala lurah desa. Budidaya tanaman kapulaga merupakan kerjasama antara LMDH Sedyo Rahayu dengan petani yang ingin melakukan usaha kapulaga. Begitu pula dalam merencanakan usaha
37
kapulaga ini dilakukan secara bersama, seperti investasi yang akan dilakukan, biaya operasional, serta penerimaan yang akan diperoleh oleh petani.
Gambar 4 LMDH Sedyo Rahayu
Pengorganisasian dan pelaksanaan yang akan dilakukan di lokasi penelitian meliputi pembagian tugas yang akan dibebankan kepada petani serta bagaimana hasil kinerja tersebut di lapangan. Struktur organisasi yang ada di lokasi penelitian tidak terlalu diperhatikan karena pengorganisasian untuk usaha kapulaga ini sangat sederhana karena budidaya tanaman kapulaga ini merupakan usaha bersama yang dikelola LMDH Sedyo Rahayu. Petani yang mengerjakan budidaya usaha kapulaga ini melibatkan sekitar 98 orang yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sedyo Rahayu. Pengendalian dilakukan oleh para petani. Fungsi
manajemen dalam
LMDH
Sedyo
Rahayu
yang
meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian cukup membuat usaha ini layak untuk dijalankan karena semua aspek yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu bisnis telah dijalankan yaitu perencanaan yang baik, pengorganisasian dan pelaksanaan yang dapat diorganisasikan dengan baik, serta kontrol yang baik terhadap semua aspek usaha dapat dijalankan.
38
5.1.7 Aspek Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan a) Aspek Ekonomi Budidaya tanaman kapulaga ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani dengan memanfaatkan lahan kosong yang berada di bawah tegakan pohon pinus milik Perhutani. Di Desa Sedayu sendiri, usaha kapulaga hanya merupakan pekerjaan sampingan. Selain usaha budidaya kapulaga, pada Desa Sedayu membudidayakan tanaman obat kemukus, cengkeh, dan tanaman singkong. Masyarakat juga merupakan penyadap getah pinus di lahan milik Perhutani.
Gambar 5 Pohon pinus dan tanaman kapulaga
b) Aspek Sosial Pengusahaan tanaman kapulaga dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar hutan. Sehingga terjadi pengurangan pengangguran bagi masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pengusahaan kapulaga ini akan menjamin keberlangsungan produktivitas kapulaga di Desa Sedayu.
c) Aspek Lingkungan Dari aspek lingkungan, tanaman kapulaga tidak menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan sekitar karena dalam pengusahaan kapulaga ini tidak menggunakan bahan baku yang berbahaya.
39
5.2 Prospek Pemasaran Kapulaga 5.2.1 Bentuk Pasar Bentuk pasar yang terjadi pada lokasi Desa Sedayu adalah pasar persaingan sempurna. Pada jenis pasar persaingan sempurna, aktivitas persaingannya tidaklah nampak karena tidak terbatasnya jumlah produsen dan konsumen dapat menjual dan membeli berapa saja tanpa ada batas asal bersedia membeli atau menjual pada harga pasar (Umar 2003). Selain Desa Sedayu terdapat Desa lain yang membudidayakan kapulaga, sehingga terdapat beberapa Desa yang melakukan pengusahaan kapulaga, misalanya Desa Kaligesing untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Harga yang ditawarkan pun berbeda sesuai dengan kesepakatan antara petani pada Desa tersebut.
5.2.2 Peluang Pasar Di lokasi Desa Sedayu ini menggunakan pola sistem tumpangsari sehingga dalam luasan 1 ha tanaman yang ditanam dapat bervariasi seperti kapulaga, kemukus, dan cengkeh. Selain itu ditanam pula tanaman singkong yang digunakan untuk pakan ternak. Berdasarkan wawancara dengan petani permintaan dari pedagang pengumpul terhadap kapulaga setiap tahun terus meningkat, sedangkan produksi yang dihasilkan pada Desa Sedayu belum dapat memenuhi semua kebutuhan dari pedagang pengumpul sehingga terjadi excess demand (kelebihan permintaan) (Umar 2003) yang akan menyebabkan munculnya peluang pasar, dimana untuk memenuhi kekurangan permintaannya pedagang pengumpul akan membeli dari petani yang berasal dari desa lain.
5.2.3 Segmentasi Pasar Target utama pemasaran hasil pengusahaan kapulaga pada awalnya adalah di sekitar desa hutan dan wilayah Purworejo khususnya pada tingkat Kabupaten Purworejo karena spesifikasi produk yang akan dipasarkan merupakan produk yang sudah diketahui masyarakat sekitar. Di sisi lain, produksi kapulaga yang dihasilkan dari di Desa Sedayu ini masih relatif rendah sehingga daerah yang dapat
dijangkau
hanya
sekitar
desa
hutan
saja.
Sedangkan
untuk
40
pelanggan/konsumen pertama, petani di Desa Sedayu menargetkan pada pedagang pengumpul di sekitar desa hutan.
5.2.4 Strategi Pemasaran Untuk memudahkan dalam mencapai tujuan pemasarannya,
maka
perusahaan memerlukan suatu strategi yang disebut dengan bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran merupakan kumpulan strategi yang terdiri dari 4-P yaitu produk (product), harga (price), saluran distribusi (place), dan promosi (promotion). 1) Produk (product) Produk yang diusahakan adalah kapulaga jenis lokal. Petani di Desa Sedayu membudidayakan tanaman kapulaga lokal ini karena kapulaga lokal merupakan tanaman dataran rendah. 2) Harga (price) Harga kapulaga basah yang ditawarkan di Desa Sedayu ini berbeda-beda. Pada musim hujan harga kapulaga Rp 6.000/kg. Sedangkan pada musim kemarau harga kapulaga dapat mencapai Rp 8.000/kg. 3) Saluran distribusi (place) Saluran distribusi adalah pola yang dibentuk oleh lembaga-lembaga tataniaga dalam menyalurkan produknya sampai ke konsumen akhir. Di Desa Sedayu, pemasaran kapulaga dilakukan melalui petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Sistem pemasaran kapulaga pada Desa Sedayu dapat dilihat pada Gambar 6. 4) Promosi (promotion) Untuk memudahkan pelaksanaan penjualan dilakukan usaha promosi. Sasaran utama dari kegiatan promosi ditujukan kepada tingkat penjual. Kegiatan promosi dilakukan untuk memberikan suatu penawaran terhadap produk kapulaga. Melalui kegiatan promosi ini diharapkan produk yang ditawarkan dapat terjual dan memiliki kepastian pelanggan. Promosi yang dilakukan dengan cara memperkenalkan bahwa kapulaga merupakan salah satu jenis tanaman obat yang dibutuhkan oleh masyarakat namun mempunyai suplai yang relatif kecil. Tanaman kapulaga merupakan
41
salah satu tanaman rempah-rempah yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berprospek baik. Dengan promosi yang dilakukan tersebut, maka masyarakat dapat lebih mengenal produk kapulaga lokal. Berikut ini gambar saluran pemasaran pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu :
Petani/ Produsen
Tengkulak sekitar Desa Hutan
Pedagang Pengecer
Konsumen akhir
Gambar 6 Saluran pemasaran pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu
Pedagang pengumpul adalah lembaga berupa organisasi atau individu yang dalam fungsi pemasaran. Di lokasi penelitian terdapat pedagang pengumpul yang berada di sekitar lokasi penelitian. Pedagang pengumpul membeli kapulaga basah dari petani ke lokasi produksi. Pengangkutan dilakukan dari lokasi produksi dengan menggunakan gerobak sebagai alat transportasi. Petani menjual kapulaga ke pedagang pengumpul dengan harga Rp 8.000/kg (kapulaga basah) pada musim kemarau dan Rp 6.000/kg (kapulaga basah) pada musim hujan. Pedagang pengumpul melakukan kegiatan pengeringan selama 7-10 hari, setelah itu disalurkan ke pedagang pengecer yang berada di pasar Banyuasin dengan harga Rp 40.000/kg–Rp 50.000/kg. Harga yang ditawarkan pedagang pengecer ke konsumen akhir adalah sebesar
42
Rp 45.000–Rp 55.000/kg. Perbedaan harga antara buah kapulaga basah dengan kapulaga kering cukup jauh berbeda. Perbandingan harga kapulaga basah dengan kapulaga kering memang jauh berbeda, hal ini dikarenakan antara buah kapulaga basah dengan kapulaga kering perbandiangan buahnya adalah 6 : 1. Perbandingan tersebut artinya 6 kg buah kapulaga basah sama dengan 1 kg buah kapulaga yang telah dikeringkan. Kapulaga mengadung banyak air sehingga setelah dikeringan menjadi lebih sedikit. Sistem pemasaran yang dilakukan tersebut belum sesuai karena petani menginginkan sistem pemasaran ditampung terlebih dahulu di koperasi LMDH Sedyo Rahayu kemudian didistribusikan ke pedagang pengumpul yang nantinya akan didistribusikan kembali ke penyalur kapulaga yang lain.
43
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek finansial yang meliputi NPV, BCR, IRR, dan Payback Period, maka pengusahaan kapulaga di Desa Sedayu layak untuk diusahakan. NPV > 0 yaitu sebesar Rp 31.885.009 artinya manfaat yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan; BCR > 1 yaitu 1,30 artinya bahwa setiap pengeluaran Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,3; dan IRR sebesar 22,29%; dimana nilai lebih besar dari tingkat suku bunga (discount factor) sebesar 13% serta payback period yang diperoleh dalam pengusahaan kapulaga adalah 4,23 tahun (4 tahun 3 bulan).
2.
Pengusahaan kapulaga memiliki prospek pasar yang baik. Hal ini dikarenakan permintaan akan kapulaga relatif masih tinggi. Jumlah permintaan dari pedagang pengumpul masih belum dapat dipenuhi oleh petani sehingga memiliki nilai excess demand.
3.
Dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam pengusahaan kapulaga ini dapat meningkatkan pendapatan petani, menambah kesempatan kerja, serta tanaman kapulaga tidak menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan. Pada aspek teknik dan manajemen dalam pengusahaan kapulaga ini telah dijalankan dengan baik.
6.2 Saran 1.
Perlu adanya penyuluhan dari Perhutani Kedu Selatan tentang kegiatan pengelolaan tanaman kapulaga yang baik, agar produktivitas kapulaga dapat meningkat secara optimal.
2.
Perlu adanya struktur organisasi pengusahaan kapulaga agar fungsi manajemen dapat dilakukan lebih baik lagi.
44
DAFTAR PUSTAKA Amir M. T, 2005. Dinamika Pemasaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Anonim. 2009. Kapulaga. http://id.wikipedia.org [10 September 2009]. . 2010. Antara Kapulaga Sabrang dan Lokal. foragri.blogsome.com /antara-kapulaga-sabrang-dan-lokal [1 Oktober 2010]. [BAPERMADES] Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2009. Potensi dan Tingkat Perkembangan Desa. Provinsi Jawa Tengah. [BALITBANG] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2007. Prosiding Gelar Teknologi Pemanfaatan IPTEK Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Bogor. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten. 2010. Informasi Geografis. Pdkpurworejo.wordpress.com/2010/informasigeografis-kabpur [1 Oktober 2010]. [BPDAS] Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun. 2010. www.bpda-pemalijratun. dephut.go.id [ 1 Desember 2010]. [DINHUT] Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat. http://dinhut.jatengprov.go.id. [1 Oktober 2011] Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2010. Informasi Singkat Benih (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese). www.dephut.go.id/Pinus_merkusii.pdf. [10 Oktober 2010]. Dorly. 2005. Potensi Tumbuhan Obat Indonesia Dalam Pengembangan Industri Agromedisin. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fijriani, D. 2008. Kontribusi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Terhadap Pendapatan Total Penggarap [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Fitriana, I. A. 2010. Kapulaga (Amomum cardamomum). blog.ub.ac.id /ayuida/ 2010/kapulaga-amomum-cardamomum. [10 September 2010]. Gitinger, J. P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi kedua. Jakarta: UI-Press. Gustia, I. 2009. BNI-Mandiri Pangkas Bunga Kredit. www.detikfinance.com [1 Oktober 2010].
45
Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas. Jilid 1. Jakarta: Indeks. Madjo Indo, A. B. D. 1989. Kapulaga Budidaya Pengolahan dan Pemasaran. Edisi kedua. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Nugroho, B. 2008. Analisis Investasi Proyek Kehutanan & Pertanian. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Nurkhazanah. 2006. Bahan Obat Alam Sumber Pendapatan Pembangunan. Yogyakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan. Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. 2011. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). http://unit3.perumperhutani.com [1 Oktober 2011]. Pusat Studi Biofarmaka. 2009. Pasar Domestik dan Ekspor Produk Tanaman Obat (Biofarmaka). obtrando.files.wordpress.com/pasar-domestik-dan-eksporproduk-tanobat-biofarmaka.pdf [10 September 2009]. Subagyo, A. 2007. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Supranto, J. M. A. 1992. Statistika dan Sistem Informasi. Jakarta: Erlangga. Umar, H. 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. . 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. [WS] Wahana Statistika. 2010. Purposive Sampling. www.wahana-statistika.com/ sampling/non-probability-sampling.html [1 Oktober 2010].
46
LAMPIRAN
46
Lampiran 1 Perkiraan penjualan pada tahun pertama Bulan 9 10 11 12
Hasil Panen Per Ha (Kg) 48 52 60 64
Hasil Panen per 25 Ha (Kg) 1.200 1.300 1.500 1.600 Jumlah
Harga/Satuan(Rp/Kg) 6.000 6.000 6.000 6.000
Hasil Penjualan Per 25 Ha (Rp) 7.200.000 7.800.000 9.000.000 9.600.000 33.600.000
46
47
Lampiran 2 Perkiraan penjualan pada tahun kedua Bulan Hasil Panen Per Ha (Kg) 1 72 2 80 3 88 4 96 5 76 6 76 7 76 8 76 9 84 10 116 11 124 12 124
Hasil Panen per 25 Ha (Kg) Harga/Satuan (Rp/Kg) 6.000 1.800 6.000 2.000 6.000 2.200 6.000 2.400 8.000 1.900 8.000 1.900 8.000 1.900 8.000 1.900 8.000 2.100 6.000 2.900 6.000 3.100 6.000 3.100 Jumlah
Hasil Penjualan Per Bulan (Rp) 10.800.000 12.000.000 13.200.000 14.400.000 15.200.000 15.200.000 15.200.000 15.200.000 16.800.000 17.400.000 18.600.000 18.600.000 182.600.000
47
48
Lampiran 3 Perkiraan penjualan pada tahun ketiga Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hasil Panen Per Ha (Kg) 144 156 168 180 144 144 144 148 152 212 220 232
Hasil Panen per 25 Ha (Kg) Harga/Satuan (Rp/Kg) 6.000 3.600 6.000 3.900 6.000 4.200 6.000 4.500 8.000 3.600 8.000 3.600 8.000 3.600 8.000 3.700 8.000 3.800 6.000 5.300 6.000 5.500 6.000 5.800 Jumlah
Hasil Penjualan Per Bulan (Rp) 21.600.000 23.400.000 25.200.000 27.000.000 28.800.000 28.800.000 28.800.000 29.600.000 30.400.000 31.800.000 33.000.000 34.800.000 343.200.000
48
49
Lampiran 4 Perkiraan penjualan pada tahun keempat Bulan Hasil Panen Per Ha (Kg) 1 240 2 252 3 264 4 276 5 212 6 212 7 212 8 216 9 220 10 300 11 308 12 312
Hasil Panen per 25 Ha (Kg) 6.000 6.300 6.600 6.900 5.300 5.300 5.300 5.400 5.500 7.500 7.700 7.800 Jumlah
Harga/Satuan (Rp/Kg) 6.000 6.000 6.000 6.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 6.000 6.000 6.000
Hasil Penjualan Per Bulan (Rp) 36.000.000 37.800.000 39.600.000 41.400.000 42.400.000 42.400.000 42.400.000 43.200.000 44.000.000 45.000.000 46.200.000 46.800.000 507.200.000
49
50
Lampiran 5 Biaya variabel tahun pertama (biaya persemaian selama 6 bulan) Tahun 1
Uraian Pengolahan tanah (HOK) Pupuk Kompos (Kg) Biji kapulaga (Biji) Menabur biji (HOK) Penyiangan (HOK)
Jumlah 7 100 7.000 3 3 Jumlah
Harga/satuan (Rp) 20.000 1.000 150 20.000 20.000
Biaya Total (Rp) 140.000 100.000 1.050.000 60.000 60.000 1.410.000
Keterangan : Penyiangan
: Dilakukan enam (6) bulan sekali
50
51
Lampiran 6 Biaya variabel tahun ke 1-5 Tahun
Uraian
1 (3 bulan) Pengolahan tanah (HOK) Bibit kapulaga (Bibit) Penanaman (HOK) Pupuk kandang (HOK) Pemupukan (HOK) penyiangan (HOK) 2 Pupuk Kandang (Kg) Pemupukan (HOK) Karung (Unit) Pemanenan (HOK) Penyiangan (HOK) 3 Pupuk Kandang (Kg) Pemupukan (HOK) Karung (Unit) Pemanenan (HOK) Penyiangan (HOK) 4 Pupuk Kandang (Kg) Pemupukan (HOK) Karung (Unit) Pemanenan (HOK) Penyiangan (HOK)
Per Ha 25 1.111 20 50 8 5 50 8 15 8 5 50 8 20 12 5 50 8 25 16 5
Harga/satuan (Rp) 20.000 1.500 20.000 100 20.000 20.000 100 20.000 2.500 20.000 20.000 100 20.000 2.500 20.000 20.000 100 20.000 2.500 20.000 20.000
Nilai Per Ha (Rp) 500.000 1.666.500 400.000 5.000 160.000 100.000 5.000 160.000 37.500 160.000 100.000 5.000 160.000 50.000 240.000 100.000 5.000 160.000 62.500 320.000 100.000
Total Biaya Pertahun Dalam 25 Ha (Rp) 12.500.000 41.662.500 10.000.000 375.000 12.000.000 2.500.000 750.000 24.000.000 75.000 24.000.000 5.000.000 750.000 24.000.000 200.000 72.000.000 5.000.000 750.000 24.000.000 250.000 96.000.000 5.000.000
51
52
Lampiran 6 (Lanjutan) Tahun 5
Uraian Pupuk Kandang (Kg) Pemupukan (HOK) Karung (Unit) Pemanenan (HOK) Penyiangan (HOK)
Per Ha 50 8 30 20 5
Harga/satuan (Rp) 100 20.000 2.500 20.000 20.000
Nilai Per Ha (Rp) 5.000 160.000 75.000 400.000 100.000
Total Biaya Pertahun Dalam 25 Ha (Rp) 750.000 24.000.000 300.000 120.000.000 5.000.000
Keterangan: a) Pada tahun 1 (kegiatan setelah persemaian) 1. Pemupukan
: Dilakukan sebulan (1) sekali
2. Penyiangan
: Dilakukan enam (6) bulan sekali
b) Pada tahun ke 2-5 : 1. Pemupukan
: Dilakukan dua (2) bulan sekali
2. Pemanenan
: Dilakukan sebulan (1) sekali
3. Pembelian Karung
: Dilakukan tiga (3) bulan sekali
4. Penyiangan
: Dilakukan enam (6) bulan sekali
52
53
Lampiran 7 Penghitungan aliran kas dan kriteria kelayakan investasi
Uraian A Biaya Operasional 1. Biaya Persemaian 2. Biaya Pengolahan Tanah 3. Bibit Kapulaga 4. Biaya Penanaman 5. Pupuk Kandang 6. Biaya pemupukan 7. Biaya Penyiangan 8. Karung 9. Biaya Pemanenan 10. Bagi hasil LMDH 40% Sub Total B Manfaat 1. Penjualan Produk Sub Total C Investasi Sub Total D Laba/Rugi Akumulasi E Discount Factor (i=13%) F NPV 13% tahun ke-
Tahun Ke0
1 1.410.000 12.500.000 41.662.500 10.000.000 375.000 12.000.000 2.500.000
80.447.500
8.580.000 8.580.000 -8.580.000 -8.580.000 1 -8.580.000
-80.447.500 -89.027.500 0,8850 -71.192.478
2
3
4
5
750.000 24.000.000 5.000.000 75.000 24.000.000 13.440.000 67.265.000
750.000 24.000.000 5.000.000 200.000 72.000.000 73.040.000 174.990.000
750.000 24.000.000 5.000.000 250.000 96.000.000 137.280.000 263.280.000
750.000 24.000.000 5.000.000 300.000 120.000.000 202.880.000 352.930.000
33.600.000 33.600.000
182.600.000 182.600.000
343.200.000 343.200.000
507.200.000 507.200.000
-33.665.000 -122.692.500 0,7831 -26.364.633
7.610.000 -115.082.500 0,6931 5.274.112
79.920.000 -35.162.500 0,6133 49.016.433
154.270.000 119.107.500 0,5428 83.731.575
53
54
Lampiran 7 (Lanjutan)
Tahun Ke-
Uraian
0
G Discount Factor (i=22%) H NPV 22% tahun keI NPV 22% Kriteria NPV (Rp) BCR PBP (Tahun) IRR (%)
1 -8.580.000 -2.433.207
1 0,8130 -65.404.472
2 0,6610 -22.251.966
3 0,5374 4.089.492
4 0,4369 34.916.848
5 0,3552 54.796.891
Nilai 31.885.009 1,30 4,23 4 tahun 3 bulan 22,29
54
55
Lampiran 8 Analisis sensitivitas (penurunan harga jual 8,5%) Uraian A Biaya Operasional 1. Biaya Persemaian 2. Biaya Pengolahan Tanah 3. Bibit Kapulaga 4. Biaya Penanaman 5. Pupuk Kandang 6. Biaya pemupukan 7. Biaya Penyiangan 8. Karung 9. Biaya Pemanenan 10. Bagi hasil LMDH 40% Sub Total B Manfaat 1. Penjualan Produk Sub Total C Investasi Sub Total D Laba/Rugi Akumulasi E Discount Factor (i=13%) F NPV 13% tahun ke-
Tahun Ke0
1 1.410.000 12.500.000 41.662.500 10.000.000 375.000 12.000.000 2.500.000
80.447.500
8.580.000 8.580.000 -8.580.000 -8.580.000 1 -8.580.000
-80.447.500 -89.027.500 0,8850 -71.192.478
2
3
4
5
750.000 24.000.000 5.000.000 75.000 24.000.000 12.297.600 66.122.600
750.000 24.000.000 5.000.000 200.000 72.000.000 66.831.600 168.781.600
750.000 24.000.000 5.000.000 250.000 96.000.000 125.611.200 251.611.200
750.000 24.000.000 5.000.000 300.000 120.000.000 185.635.200 335.685.200
30.744.000 30.744.000
167.079.000 167.079.000
314.028.000 314.028.000
464.088.000 464.088.000
-35.378.600 -124.406.100 0,7831 -27.706.633
-1.702.600 -126.108.700 0,6931 -1.179.987
62.416.800 -63.691.900 0,6133 38.281.392
128.402.800 64.710.900 0,5428 69.691.896
55
56
Lampiran 8 (Lanjutan) Tahun Ke-
Uraian
0
G Discount Factor (i=14%) H NPV 14% tahun keI NPV 14% Kriteria NPV (Rp) BCR PBP (Tahun) IRR (%)
1 -8.580.000 -3.875.726
1 0,8772 -70.567.982
2 0,7695 -27.222.684
3 0,6750 -1.149.207
4 0,5921 36.955.756
5 0,5194 66.688.391
Nilai -685.810 0,99 4,37 4 tahun 4 bulan 12,79
56
57
Lampiran 9 Analisis sensitivitas (peningkatan sistem bagi hasil LMDH 5,5%) Uraian A Biaya Operasional 1. Biaya Persemaian 2. Biaya Pengolahan Tanah 3. Bibit Kapulaga 4. Biaya Penanaman 5. Pupuk Kandang 6. Biaya pemupukan 7. Biaya Penyiangan 8. Karung 9. Biaya Pemanenan 10. Bagi hasil LMDH 45.5% Sub Total Manfaat B 1. Penjualan Produk Sub Total Investasi C Sub Total Laba/Rugi D Akumulasi E Discount Factor (i=13%) F NPV 13% tahun ke-
0
1 1.410.000 12.500.000 41.662.500 10.000.000 375.000 12.000.000 2.500.000
80.447.500
8.580.000 8.580.000 -8.580.000 -8.580.000 1 -8.580.000
-80.447.500 -89.027.500 0,8850 -71.192.478
Tahun Ke2
3
4
5
750.000 24.000.000 5.000.000 75.000 24.000.000 15.288.000 69.113.000
750.000 24.000.000 5.000.000 200.000 72.000.000 83.083.000 185.033.000
750.000 24.000.000 5.000.000 250.000 96.000.000 156.156.000 282.156.000
750.000 24.000.000 5.000.000 300.000 120.000.000 230.776.000 380.826.000
33.600.000 33.600.000
182.600.000 182.600.000
343.200.000 343.200.000
507.200.000 507.200.000
-35.513.000 -124.540.500 0,7831 -27.811.888
-2.433.000 -126.973.500 0,6931 -1.686.191
61.044.000 -65.929.500 0,6133 37.439.428
126.374.000 60.444.500 0,5428 68.590.744
57
58
Lampiran 9 (Lanjutan) Tahun Ke-
Uraian
0
G Discount Factor (i=14%) H NPV 14% tahun keI NPV 14% Kriteria NPV (Rp) BCR PBP (Tahun) IRR (%)
1 -85.80.000 -6.338.644
1 0,8772 -70.567.982
2 0,7695 -27.326.100
3 0,6750 -1.642.206
4 0,5921 36.142.948
5 0,5194 65.634.696
Nilai -3,240,385 0.97 4.52 4 tahun 6 bulan 11.95
58