ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
MADA PRADANA H34051579
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN MADA PRADANA. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM). Industri tekstil memiliki peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor industri tekstil nasional yang terus mengalami peningkatan, sumbangan devisa yang mencapai US$ 9,8 milliar pada tahun 2008, dan penyerapan tenaga kerja. Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan adalah kain sutera. Kain sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon (kepompong) ulat sutera. Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera, baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008. Semakin meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi benang sutera nasional yang dalam periode 2001 hingga 2007 terus mengalami penurunan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki lahan yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini, hanya terdapat dua peternakan ulat sutera di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, yang dikelola oleh Bapak Baidin sejak tahun 2004. Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai saat ini masih belum mampu memenuhi permintaan yang ada karena kapasitas produksi masih terbatas yaitu rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan. Sedangkan jumlah permintaan yang ada mencapai 500-700 Kg per bulan. Usaha ini baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Hal ini karena budidaya yang belum sesuai dengan standar akibat dari kualitas sumber daya manusia pemilik usaha yang masih rendah, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera yang dilaksanakan selama ini tidak layak. Berdasarkan literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera dalam satu musim pemeliharaan. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengkaji kelayakan non finansial peternakan ulat sutera di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial, (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi saat ini dan saat pengembangan usaha, (3) Menganalisis tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan biaya operasional.
ii
Penelitian ini dilaksanakan pada studi kasus peternakan ulat sutera Bapak Baidin di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari 2009. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan dan kelayakan aspek non finansial usaha peternakan ulat sutera. Analisis kelayakan non finansial mengkaji berbagai aspek mulai dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan usaha peternakan ulat sutera secara finansial. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Analisis kelayakan finansial dibagi menjadi 3 skenario. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial, usaha peternakan ulat sutera pada kondisi saat ini layak untuk dijalankan. Pada skenario I, analisis kelayakan finansial yang dilakukan berdasarkan kodisi usaha saat ini. Berdasarkan hasil analisis, nilai NPV pada skenario I besarnya Rp -53.240.345 (NPV<0), Net B/C yang dihasilkan sebesar 0,062 (Net B/C<1). Untuk kriteria IRR dan Payback Period, berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan tidak pernah kembali karena mengalami rugi, sehingga usaha pada kondisi saat ini tidak layak untuk dijalankan. Pada skenario I, pemeliharaan murbei tidak dilakukan sesuai standar karena tidak dilakukan pengairan, pendangiran, pemupukan, pengapuran, dan pemberian obat-obatan serta pemilik tidak memperhitungkan biaya tidak tunai seperti biaya pelatihan, pembelian bibit murbei, upah tenaga kerja keluarga, dan sewa lahan. Pada skenario II, optimalisasi produksi kokon dilakukan dengan memperbaiki pemeliharaan murbei dengan luas lahan yang ada saat ini. Berdasarkan hasil analisis finansial pada skenario II diperoleh, NPV sebesar Rp 68.736.098 (NPV>0), Net B/C sebesar 3,64 (Net B/C>1), dan IRR sebesar 45 persen. Berdasarkan kriteria Payback Period, investasi yang akan kembali dalam 3 tahun 7 bulan 2 hari, jauh, sehingga berdasarkan hasil analisis finansial usaha skenario II layak untuk dijalankan. Pada skenario III, dilakukan analisis kelayakan finansial pada perluasan lahan murbei dan kapasitas produksi kokon. Berdasarkan hasil analisis, NPV yang dihasilkan nilainya sebesar Rp 265.736.943 (NPV>0), Net B/C sebesar 6,08 (Net B/C >1), dan IRR sebesar 77 persen. Investasi yang dikeluarkan akan kembali setelah usaha memasuki 2 tahun 5 bulan 12 hari. Berdasarkan hasil analisis finansial maka usaha skenario III ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha dengan skenario III memiliki tingkat kepekaan terhadap perubahan ketiga variabel yang dianalisis sensitivitas perubahannya lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha dengan skenario II.
iii
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
MADA PRADANA H34051579
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
iv
Judul
Nama
: Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) : Mada Pradana
NRP
: H34051579
Disetujui, Pembimbing
Ir. Anita Ristianingrum, M.Si NIP. 132 046 437
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082
Tanggal Lulus: _____________
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
Mada Pradana H34051579
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Januari 1988. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dharma Winoto dan Ibu Hj. Linda Listiani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kebon Pedes 1 Bogor pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2005 di SMUN 2 Bogor. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan kampus seperti menjadi anggota Klub Fotografi LENSA Fakultas Pertanian periode 2007. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di lingkungan fakultas. Sejak April 2009, penulis bergabung dengan PEGASUS, sebuah event organizer di Jakarta. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan usaha yang dijalankan selama masa perkuliahan.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk penulis dan juga usaha tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga mengharapkan
masukan
dan
kritik
yang
bersifat
membangun
untuk
penyempurnaan pada skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
Penulis
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau tunjukkan kepada penulis. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dharma Winoto, SE, MM dan Ibu Hj. Dr. Linda Listiani selaku orang tua penulis atas cinta dan kasih sayang, serta doa dan dukungan, baik moral maupun material selama ini. 2. Mindi Widayani dan Dimas Armanda sebagai adik-adik bagi penulis atas cinta dan kasih sayang serta dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini. 3. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama penulisan skripsi ini. 4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 5. Anita Primaswari, SP, MM selaku dosen penguji dari wakil Departemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan. 6. Immanuel selaku pembahas seminar, terimakasih atas masukan dan dukungan, baik saat perkuliahan maupun saat penyelesaian skripsi. 7. Bapak Baidin dan keluarga selaku pemilik peternakan ulat sutera atas waktu, kesempatan, informasi, pelajaran, dan dukungan yang diberikan. 8. Instansi-instansi yang terkait dengan penulisan skripsi ini atas waktu, informasi, dan kesempatan yang diberikan. 9. Diyah Utami, SE atas cinta, pengorbanan, dukungan, kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan selama ini. 10. Teman-teman satu bimbingan skripsi, Tiara Sakina dan Yanuari Dwi Pangestuti atas kerjasama dan dukungan selama penyelesaian skripsi ini.
ix
11. Tim Gladikarya Desa Cintaasih, Nti, Lysti, Anis, dan Cicin atas kebersamaan sebelum, saat, dan sesudah Gladikarya. Gladikarya di Desa Cintaasih bersama kalian menjadi pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan bagi penulis. 12. Teman-teman satu kelompok AGB Pangan, Dasar-dasar Bisnis, AGB Non Pangan, Negosiasi dan Advokasi Bisnis, Kewirausahaan, HEB, DPA, Usahatani, Risiko Bisnis, Tataniaga, SKB, Pembiayaan, Koperasi, MRB, Perencanaan Bisnis, dan Strategi Kebijakan Agribisnis atas kerjasamanya selama kegiatan perkuliahan. Mohon maaf atas semua kekurangan penulis selama kegiatan kelompok. 13. Wiyanto atas masukan, bimbingan, kritikan, dan pertemanan selama ini. 14. Teman-teman penulis, kubu Dani: Dani, Janri, Zulfan, Ferdi, Irfan, dan Kubu Iwan atas pertemanan yang membangun selama ini. 15. Teman-teman satu perjuangan di Agribisnis 42 atas semangat, kebersamaan, kekompakkan selama ini, semoga kebersamaan kita terus berlanjut hingga usia memisahkan nanti. 16. Pelanggan setia MADA_CELL, terimakasih atas kerjasama yang terjalin selama ini. 17. Teman-teman AGB 41 dan 43, lanjutkan perjuangan kita semua, AGB Growing The Future! 18. Teman-teman satu kepanitiaan selama masa perkuliahan atas kerjasama dan kebersamaan selama kegiatan. 19. Seluruh staf pengajar Departemen Agribisnis atas ilmu dan pengalaman yang diberikan selama perkuliahan. 20. Semua staf tata usaha Departemen Agribisnis atas kemudahan dan bantuan selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini. 21. Tim Roadshow Relaxa Goes To School Bogor 2009 atas doa dan dukungannya buat penulis serta kerjasama dan kekompakkan yang terjalin selama event dan di luar event. 22. Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ..........................................................................
Halaman xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
xvii
I
PENDAHULUAN ................................................................. 1.1. Latar Belakang ................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ........................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................
1 1 8 11 12
II
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 2.1. Budidaya Tanaman Murbei ............................................... 2.1.1. Biologi Tanaman Murbei ....................................... 2.1.2. Pertumbuhan Tanaman Murbei .............................. 2.1.4. Pemeliharaan Tanaman Murbei ............................. 2.2. Budidaya Ulat Sutera ........................................................ 2.2.1 Budidaya Ulat Sutera .............................................. 2.2.2. Siklus Hidup Ulat Sutera........................................ 2.2.3. Kondisi Lingkungan ............................................... 2.1.4. Ruang Pemeliharaan dan Peralatan ........................ 2.1.5. Pemeliharaan Ulat Sutera ....................................... 2.1.6. Pengokonan dan Panen Kokon............................... 2.3. Pesuteraan Alam................................................................ 2.4. Penelitian terdahulu ..........................................................
13 13 13 13 14 15 15 15 16 17 18 19 21 22
III
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................. 3.1. Analisis Kelayakan Usaha................................................. 3.2. Teori Biaya dan Manfaat ................................................... 3.3. Proyeksi Cash Flow .......................................................... 3.4. Analisis Finansial .............................................................. 3.1.1. Net Present Value (NPV) ....................................... 3.1.2. Net Benefit Cost Ratio (NetB/C Rasio) .................. 3.1.3. Internal Rate return (IRR) ..................................... 3.1.4. Payback Period (PBP) ........................................... 3.5 Analisis Sensitivitas ............................................................ 3.6 Kerangka Pemikiran Operasional .......................................
25 25 27 27 28 28 28 28 28 29 30
IV METODE PENELITIAN ...................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................... 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................. 4.4. Analisis Kelayakan Non Finansial .................................... 4.5. Komponen Biaya dan Manfaat.......................................... 4.6. Analisis Kelayakan Investasi ............................................ 4.6.1. Net Present Value (NPV)........................................ 4.6.2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ...........................
34 34 34 34 35 35 37 37 37
xi
4.6.3. Internal Rate return (IRR) ..................................... 4.6.3. Payback Period....................................................... 4.7. Analisis Sensitivitas...........................................................
38 38 39
V
GAMBARAN UMUM USAHA ............................................ 5.1. Gambaran Umum Desa Karyasari .................................... 5.1.1. Kondisi Fisik Desa Karyasari.................................. 5.1.2. Pemanfaatan Lahan................................................. 5.1.3. Potensi Pertanian..................................... ................ 5.1.4. Penduduk....................................................... .......... 5.2. Gambaran Umum Usaha .................................................... 5.2.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha ......................... 5.2.2. Pengadaan Input ..................................................... 5.2.3. Budidaya ................................................................ 5.2.4. Pemasaran ..............................................................
40 40 40 40 41 42 43 43 44 45 48
VI
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 6.1. Analisis Aspek Non Finansial ........................................... 6.1.1. Aspek Pasar ........................................................... 6.1.2. Aspek Teknis ......................................................... 6.1.3. Aspek Manajemen................................................. 6.1.4. Aspek Sosial ......................................................... 6.2. Analisis Aspek Finansial …………………...………….... 6.2.1. Analisis Kelayakan Finansial Skenario I ............. 6.2.1.1. Analisis Biaya ............................................ 6.2.1.2. Analisis Manfaat ........................................ 6.2.1.3. Analisis Finansial ....................................... 6.2.1.4. Analisis Switching Value ........................... 6.2.2. Analisis Kelayakan Finansial Skenario II .............. 6.2.2.1. Analisis Biaya ........................................... 6.2.2.2. Analisis Manfaat ....................................... 6.2.2.3. Analisis Finansial ....................................... 6.2.2.4. Analisis Switching Value ........................... 6.2.3. Analisis Kelayakan Finansial Skenario III ............ 6.2.3.1. Analisis Biaya ........................................... 6.2.3.2. Analisis Manfaat ....................................... 6.2.3.3. Analisis Finansial ....................................... 6.2.3.4. Analisis Switching Value ........................... 6.2.4. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha ................................................ 6.2.5. Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Skenario ....................................................
49 49 49 52 57 58 59 62 62 67 69 70 71 72 75 77 78 79 80 84 85 86
PENUTUP ............................................................................ 7.1. Kesimpulan ........................................................................ 7.2. Saran ...................................................................................
91 91 91
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
92
LAMPIRAN ......................................................................................
94
VII
87 88
xii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Volume Ekspor Produk Industri Tekstil Periode 2002-2007 (Dalam Kilogram)...............................
1
Nilai Ekspor Industri Tekstil Tahun 2003-2007 (Dalam US$) .........................................
2
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tekstil Periode 2002-2007 (satuan orang) .....................................
2
Volume Ekspor-Impor Komoditas Sutera Periode 2007-2008 .............................................................
4
Produksi Benang Sutera Nasional Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2005 (dalam Ton) ................................
5
Luas Areal Pohon Murbei untuk Sutera Alam Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2005 (dalam satuan Hektare) ......................................................
7
Suhu dan Kelembaban Nisbi Optimum pada Setiap Periode Pertumbuhan Ulat Sutera................... Klasifikasi Kokon Berdasarkan Berat Kokon ....................
16 19
9.
Klasifikasi Kokon Berdasarkan Persentase Kulit Kokon...
20
10.
Pemanfaatan Lahan di Desa Karyasari Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor ........................
41
Komoditas Agribisnis yang Diusahakan di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor ...............................................................
42
Jumlah Penduduk Desa Karyasari Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006 .......................
43
13.
Biaya Investasi pada skenario I .........................................
63
14.
Biaya Reinvestasi Pada Skenario I .....................................
64
15.
Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario I ............................
65
16.
Biaya Operasional Skenario I.............................................
66
17.
Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario I......
67
18.
Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario I ........................
68
19.
Hasil Analisis Finansial Skenario I ...................................
69
20.
Hasil Analisis Switching Value Skenario I.........................
70
21.
Biaya Investasi pada skenario II ........................................
73
2. 3. 4. 5. 6.
7.
11.
12.
xiv
22.
Biaya Reinvestasi pada Skenario II ...................................
73
23.
Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario II ..........................
74
24.
Biaya Variabel Per Tahun pada Skenario II .......................
75
25.
Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario II ....
76
26.
Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario II .......................
77
27.
Hasil Analisis Finansial Skenario II...................................
77
28.
Hasil Analisis Switching Value Skenario II .......................
78
29.
Biaya Investasi pada skenario III .......................................
81
30.
Biaya Reinvestasi Pada Skenario III ..................................
82
31.
Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario III ..........................
83
32.
Biaya Variabel Skenario III ...............................................
83
33.
Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario III ...
84
34.
Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario III ......................
85
35.
Hasil Analisis Finansial Skenario III .................................
86
36.
Hasil Analisis Switching Value Skenario III ......................
87
37.
Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Skenario ..................................................................
88
Perbandingan Hasil Switching Value Pada Skenario II dan III .....................................................
88
Hasil Switching Value Pada Skenario I ..............................
89
38. 39.
xv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kerangka Pemikiran Operasional ......................................
33
2.
Skema Produksi Kokon ......................................................
48
3.
Struktur Organisasi Peternakan Ulat Sutera milik Bapak Baidin ............................................................
58
4.
Ulat Sutera ..........................................................................
129
5.
Tanaman Murbei ................................................................
129
6.
Kokon dalam Seriframe .....................................................
129
7.
Kokon .................................................................................
129
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Ekspor – Impor Produk Tekstil Periode 2007-2008 ..........
Halaman 95
2.
Peta Silk Road ....................................................................
98
3.
Pola Tanam Lahan Murbei Saat Ini ...................................
98
4.
Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000) ......................................................
98
5.
Laporan Laba Rugi Skenario I ...........................................
99
6.
Arus Kas Skenario I ...........................................................
100
7.
Analisis Switching Value Peningkatan Harga Jual Kokon Sebesar 84,13% pada Skenario I ..........
102
Analisis Switching Value Peningkatan Produksi Kokon Sebesar 84,12% pada Skenario I .............
104
Analisis Switching Value Penurunan Biaya Operasional Sebesar 52,97% pada Skenario I .........
106
10.
Laporan Laba Rugi Skenario II ..........................................
108
11.
Arus Kas Skenario II ..........................................................
110
12.
Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Kokon Sebesar 13,74% pada Skenario II ........
112
Analisis Switching Value Penurunan Produksi Kokon Sebesar 13,73% pada Skenario II ...........
114
Analisis Switching Value Peningkatan Biaya Operasional Sebesar 18,11% pada Skenario II ........
116
15.
Laporan Laba Rugi Skenario III ........................................
118
16.
Arus Kas Skenario III.........................................................
120
17.
Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Kokon Sebesar 22,41% pada Skenario III .......
122
Analisis Switching Value Penurunan Produksi Kokon Sebesar 22,42% pada Skenario III ..........
124
Analisis Switching Value Peningkatan Biaya Operasional Sebesar 32,69% pada Skenario III.......
126
Dokumentasi ......................................................................
128
8. 9.
13. 14.
18. 19. 20.
xvii
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu bagian dari sektor industri nasional yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Industri
tekstil
berkembang
pesat
sejak
Indonesia
memasuki
periode
Pembangunan Lima Tahun I (PELITA I) tahun 1969. Industri tekstil terdiri dari serangkaian kegiatan yang terintegrasi di masing-masing sub-sektornya. Subsektor industri tekstil terdiri dari kegiatan pembuatan serat, pemintalan, penenunan dan perajutan, pencelupan, pencapan dan penyempurnaan, serta industri pakainan jadi. Tabel 1. Volume Ekspor Produk Industri Tekstil Periode 2002-2007 (Dalam Kilogram) No
Tahun
Uraian 2002
2003
2004
2005
2006
2007
1
Serat
208.537.197
198.258.270
152.237.482
192.231.298
228.258.800
243.442.623
2
Benang
762.312.516
770.642.381
720.800.609
795.365.642
819.551.803
782.288.172
3
Kain Pakaian Jadi TPT Lainnya
367.857.435
381.150.654
339.036.089
344.747.525
332.480.117
347.749.485
328.786.864
332.211.004
324.925.596
366.958.676
397.560.374
397.753.396
91.180.708
90.981.716
89.484.982
95.088.493
101.322.242
101.304.900
1.758.674.720
1.773.244.025
1.626.484.758
1.794.391.634
1.879.173.336
1.872.538.576
4 5
Total
Sumber: Depperin, 2008
Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor yang terus mengalami peningkatan. Volume ekspor produk tekstil nasional pada periode 2002 hingga 2007 secara umum mengalami peningkatan. Jumlah volume ekspor produk tekstil terbesar adalah ekspor produk-produk benang (Tabel 1). Indikator pertumbuhan industri tekstil nasional dapat dilihat melalui jumlah penerimaan hasil produksi yang diterima dan jumlah penyerapan tenaga kerja. Jumlah penerimaan yang diperoleh dari ekpor produk-produk tekstil Indonesia periode 2003 hingga 2007 adalah yang terbesar dalam ekpor produk non migas.
1
Tabel 2. Nilai Ekspor Industri Tekstil Tahun 2003-2007 (Dalam US$) No
Komoditas
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
1
Serat
136,317,624
197,198,317
243,323,165
285,788,487
338,846,236
2
Benang
1,208,652,635
1,480,764,471
1,621,889,917
1,791,195,263
1,925,786,092
3
Kain
1,523,387,306
1,420,162,117
1,536,642,647
1,508,828,504
1,564,420,944
4
Pakaian Jadi
3,926,798,045
4,289,682,609
4,899,423,277
5,533,857,798
5,626,562,415
5
TPT Lainnya
238,331,391
301,596,890
325,993,231
355,094,013
Jumlah
7,033,487,001
259,643,769 7,647,451,283
8,602,875,896
9,445,663,283
9,810,709,700
Sumber : Depperin, 2008 (diolah)
Sumbangan devisa industri tekstil pada tahun 2008 terhadap PDB Negara mencapai US$ 9,8 milliar. Sedangkan dari penyerapan tenaga kerja, setiap tahunnya banyak tenaga kerja yang terserap karena industri ini termasuk industri yang padat karya. Jumlah tenaga kerja yang diserap pada industri ini terus mengalami peningkatan pada periode 2002 hingga 2007. Pada tahun 2007, industri tekstil mampu menyerap 1.234.250 orang tenaga kerja. Jumlah ini belum termasuk industri kecil dan rumah tangga, berdasarkan data Ditjen IKM Tenaga Kerja pada ITPT IKM penyerapan tenaga kerja pada tahun 2004 sebesar 2.044.680 orang (Direktorat Pelaporan Data dan Informasi, Direktorat Jenderal Industri Tekstil, Depperin, 2008). Tabel 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tekstil Periode 2002-2007 (satuan orang) No
Komoditas
Tahun 2002
2003
2004
2005
2006
2007
28,447
29,447
29,447
29,447
29,447
29,447
1.
Serat
2.
Benang
180,426
190,764
190,764
190,764
207,764
210,044
3.
Kain
303,158
305,923
305,741
305,088
324,903
335,454
4.
Pakaian Jadi
300,391
305,051
319,921
350,155
378,300
408,368
5.
TPT Lainnya
232,280
233,280
246,667
243,280
250,242
250,937
1,045,212
1,064,465
1,092,540
1,118,734
1,190,656
1,234,250
Jumlah
Sumber : Depnakertrans, 2008 dan Depperin, 2008 (diolah)
Industri tekstil di Indonesia dibedakan menjadi dua menurut jenis serat yang digunakan sebagai bahan baku, yaitu serat alam dan serat sintetik. Yang 2
termasuk serat alam diantaranya kapas, sutera, rosella, dan bulu domba. Sedangkan yang termasuk serat sintetik diantaranya sintetik rayon, polyester, poliamida, dan poliakrilat. Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan adalah kain sutera. Kain sutera merupakan salah satu kain yang unik karena kain sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon (kepompong) ulat sutera melalui proses pemintalan. Dari hasil pengolahan kokon didapat benang sutera. Selain karena kualitas kain yang dihasilkan, kerumitan proses pembuatannya menjadikan kain sutera memiliki nilai jual yang tinggi. Industri kain sutera terdiri dari rangkaian kegiatan agroindustri yang saling terkait yang dikenal dengan nama pesuteraan alam. Kegiatan pesuteraan alam dimulai dari penanaman tanaman murbei, pembibitan dan pemeliharaan ulat sutera hingga menghasilkan kokon, industri pemintalan benang sutera, hingga industri penenunan kain sutera dan pemasaran kain sutera. Oleh karena itu, industri sutera alam mampu menyerap banyak tenaga kerja di dalamnya. Data hingga tahun 2006 menyebutkan, terdapat 4.463 unit usaha industri pemintalan benang sutera dan mampu menyerap 7.796 orang tenaga kerja. Kemudian terdapat 46.257 unit usaha industri penenunan kain sutera yang mempekerjakan 148.022 orang tenaga kerja (Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS, Departemen Kehutanan, 2008). Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008 (Tabel 4). Semakin meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi benang sutera nasional. Jumlah produksi benang sutera nasional periode tahun 2001 hingga tahun 2007 terus mengalami penurunan yang tajam (Tabel 5). Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera. Besarnya impor benang sutera pada tahun 2008 mencapai 343.371 Kg (Tabel 4).
3
Tabel 4. Volume Ekspor-Impor Komoditas Sutera Periode 2007-2008 Ekspor No
Komoditas
1.
Serat sutera
2.
Benang
Volume (Kg) 2007
sutera 3. Total
Kain sutera
4,763
Impor Nilai (US$)
2008
2007
2,913
29,834
Volume (Kg)
2008 21,836
2007
2008
Nilai (US$) 2007
2008
22,559
313,448
46,939
3,003,494
145,545
343,371
593,795
1,952,108
2,221
-
10,301
-
3,381
83,103
128,076
1,146,219
52,647
648,522
230,783
5,584,061
10,365
86.016
166,211
1,168,055
220,751
1,305,341
871,517
10,539,663
Sumber : Depperin, 2008 (diolah)
Penurunan produksi benang sutera nasional disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utama adalah masalah kelembagaan dari pemerintah pusat yang masih berjalan sendiri-sendiri. Kegiatan pesuteraan alam merupakan serangkaian kegiatan agroindustri saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya terdapat beberapa instansi yang terkait di dalamnya. Kegiatan sektor hulu berada di bawah Departemen Kehutanan, sedangkan kegiatan usahatani menjadi tanggung jawab Kementrian Koperasi dan Industri Kecil Menengah, dan kegiatan sektor hilir menjadi tanggung jawab Departemen Perindustrian. Kegiatan pada sektor hulu pada industri pesuteraan alam meliputi pemeliharaan tanaman murbei dan produksi telur ulat sutera. Kegiatan usahatani meliputi kegiatan pemeliharaan ulat sutera, dan kegiatan pada sektor hilir meliputi pemintalan benang sutera, penenunan kain sutera, dan pemasaran produk-produk sutera lainnya. Hingga tahun 2006, masing-masing Departemen hanya terfokus mengembangkan apa yang menjadi tanggungjawab Departemen tanpa ada kerjasama dari masing-masing pihak. Faktor berikutnya adalah kualitas sumber daya manusia peternak ulat sutera yang masih rendah. Kegiatan pesuteraan alam merupakan kegiatan yang membutuhkan kedisplinan dan keterampilan yang baik untuk dapat menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasaran. Selama ini, benang sutera hasil produksi produsen lokal masih kalah bersaing dengan produk benang sutera impor karena harga jual yang lebih tinggi. Harga jual benang sutera lokal rata-rata sebesar Rp. 300.000 per Kg, sedangkan harga jual benang sutera dari Cina berkisar antara Rp 150 - 170 ribu per Kg1. Untuk menjaga kualitas produk sutera yang dihasilkan, 1
Widiyaputera. Daya Saing Petani Sutera Alam. 2008. http://www.suaramerdeka.com/harian/0408/31/opi04.htm . [12 januari 2009]
4
pihak industri selama ini lebih memilih menerima pasokan bahan baku dari Cina daripada membeli bahan baku dari produsen benang sutera lokal. Hal ini mengakibatkan semakin tidak pastinya pasar kokon produsen dalam negeri, sehingga minat para peternak untuk terus menghasilkan kokon semakin menurun. Tabel 5. Produksi Benang Sutera Nasional Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2007 (dalam Ton) No
Propinsi
Tahun 2001
2002
2003
2004
Jumlah 2005
2006
2007
-
1,80
-
-
-
-
-
1,80
Sumatera Utara
0,74
-
2,10
1,72
0,10
0,28
0,28
5,22
3.
Sumatera Barat
0,83
0,70
0,13
0,13
-
-
-
1,79
4.
Bengkulu
-
0,03
0,01
0,02
-
-
-
0,06
5.
Sumatera Selatan
-
0,39
0,35
0,30
-
-
-
1,04
6.
Lampung
0,01
-
0,20
0,13
0,2
0,06
0,06
0,66
7.
Jawa Barat
15,39
18,51
10,24
4,07
2,50
0,34
0,34
51,39
8.
Jawa Tengah
12,58
15,90
11,57
6,06
4,90
3,17
-
54,36
9.
DI Yogyakarta
3,24
1,10
1,02
0,99
0,30
0,12
0,12
6,89
10.
Jawa Timur
8,97
5,12
3,13
0,03
-
-
-
17,25
11.
Kalimantan Timur
-
-
0,02
-
-
-
-
0,02
12.
Kalimantan Tengah
-
-
-
3,49
-
-
-
3,49
13.
Sulawesi Tengah
0,55
0,67
0,09
0,18
-
0,05
0,05
1,59
14.
Sulawesi Selatan
67,65
46,01
59,25
37,47
59,00
8,94
-
278,32
15.
Sulawesi Tenggara
-
-
-
-
0,40
-
-
0,40
16.
Sulawesi Barat
-
-
-
-
-
0,02
0,02
0,04
16.
Bali
0,29
0,34
0,43
0,61
0,25
0,01
0,01
1,94
17.
NTB
0,05
-
0,02
-
0,90
0,01
-
0,98
18.
NTT
0,06
0,27
0,03
0,10
0,90
0,01
-
0,37
110,4
90,84
88,77
55,30
69,45
13,01
0,88
427,61
1.
NAD
2.
Jumlah
Sumber: Statistik Kehutanan Indonesia, 2008 Keterangan: (-) : Tidak ada kegiatan
Namun demikian, perkembangan ulat sutera alam dunia pada tahun-tahun terakhir ini menunjukan prospek yang cukup baik. Pada periode 2006-2008, jumlah produksi benang sutera dunia terus menurun dari 55.222 ton menjadi 52.342 ton pada tahun 2008, sedangkan kebutuhan dunia cukup besar dan stabil 5
yaitu sebesar 81.546 ton. Kebutuhan ini diprediksikan akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk serta semakin membaiknya kondisi perekonomian2. Pertumbuhan permintaan benang sutera dunia akan meningkat 2 persen-5 persen per tahun, sedangkan untuk permintaan dalam negeri diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 12,24 persen per tahun (Sri Utami Kuncoro, 1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000). Namun demikian, sumber produksi sutera alam di dunia berasal dari pemeliharaan ulat sutera yang dilakukan keluarga petani bukan oleh badan usaha. Hal ini dikarenakan harga jual yang ada tidak akan menutupi biaya manajemen perusahaan
bila
pemeliharaan
ulat
sutera
dikelola
oleh
badan
usaha
(Atmosoedarjo et al, 2000). Semakin berkembangnya usaha pembudidayaan ulat sutera di Indonesia didukung dengan karakteristik iklim Indonesia yang beriklim tropis sangat cocok untuk pembudidayaan ulat sutera dan penanaman tanaman murbei. Tanaman murbei merupakan pakan utama dari ulat sutera. Kondisi iklim yang sesuai untuk pengembangan budidaya ulat sutera membuat Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif untuk mengembangkan ulat sutera. Iklim tropis membuat
tanaman
pembudidayaan
ulat
murbei
dapat
sutera
dapat
tumbuh
sepanjang
dilakukan
tahun
terus-menerus.
sehingga Untuk
membudidayakan ulat sutera, kepemilikan lahan murbei sendiri lebih dianjurkan karena bila memperoleh pasokan murbei dari pihak lain maka kualitas dan kontinutas daun murbei yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi pemasok murbei dan jarak antara pemasok murbei dengan kandang pemeliharaan ulat sutera (Atmosoedarjo et al, 2000) Dalam perkembangannya, semakin banyak daerah di Indonesia yang menjadikan ulat sutera sebagai salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan. Pada tahun 2001, luas lahan murbei nasional mencapai 12.581,5 Ha (Tabel 6), meskipun pada tahun-tahun berikutnya, luas lahan murbei di Indonesia semakin sedikit. Pada tahun 2007, luas lahan murbei yang masih berproduksi hanya seluas 3.554,07 Ha. Semakin berkurangnya luas lahan murbei yang ada dikarenakan minat peternak ulat sutera untuk tetap berproduksi semakin berkurang karena 2
Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. 2008. Sutera Alam. http://www.tasikmalayakab.go.id/content/view/13/27/. [12 Januari 2009].
6
ketidakpastian pasar hasil produksi mereka. Padahal bila dilihat dari kondisi fisik seperti ketinggian lahan dan iklim tropis yang dimiliki, banyak daerah di Indonesia yang sangat sesuai untuk dijadikan sentra pengembangan pesuteraan alam. Melihat potensi ini, Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia tetap sebagai produsen sutera. Untuk mengatasi permasalahan pada industri sutera nasional, pada tahun 2006 Pemerintah melalui koordinasi Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian, dan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah telah mencanangkan Program Pembinaan dan Pengembangan Pesuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster melalui Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-II/2006;
Nomor:
29/M-IND/PER/6/2006;
dan
Nomor:
07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Namun demikian, hingga tahun 2008 program pembinaan ini masih belum terlaksana dengan baik. Tabel 6. Luas Areal Pohon Murbei untuk Sutera Alam Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2007 (dalam satuan Hektare) No
Propinsi
Tahun Jumlah 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
1.
Sumatera Utara
140,00
140,00
140,00
140,00
350,00
350,00
350,00
1.610,00
2.
Sumatera Barat
868,00
868,00
868,00
3,50
24,00
24,00
24,00
2.679,50
3.
Bengkulu
2,50
2,50
2,50
2,50
-
-
-
10,00
4.
Sumatera 29,00
29,00
29,00
29,00
144,00
144,00
229,00
633,00
-
-
-
-
68,00
68,00
68,00
204,00
2.992,00
2.992,00
2.992,00
2.992,00
1.381,00
326,55
326,55
14.002,10
Selatan 5.
Lampung
6.
Jawa Barat
7.
Jawa Tengah
941,25
941,25
941,25
941,25
725,00
725,00
523,52
5.738,52
8.
DIY
313,60
483,50
495,20
495,20
329,00
329,00
329,00
2.774,50
9.
Jawa Timur
540,00
540,00
540,00
540,00
-
20,00
-
2.180,00
10.
Sulawesi 122,00
122,00
122,00
122,00
-
122,00
122,00
732,00
6.588,15
6.037,65
4.216,25
4.184,50
1.461,00
1.461,00
1.481,00
25.429,55
25,00
25,00
25,00
25,00
45,00
45,00
45,00
235,00
Tengah 11.
Sulawesi Selatan
12.
Bali
13.
NTB
-
-
-
-
23,00
23,00
46,00
92,00
14.
NTT
20,00
20,00
20,00
20,00
23,00
23,00
-
126,00
12.581,5
12.198,4
10.388,7
9.492,45
4.573,00
3.660,55
3.544,07
56.446,17
Jumlah
Sumber: Statistik Kehutanan Indonesia, 2008
7
Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil benang sutera dan kain sutera terbanyak di Indonesia. Bersama Propinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah, Jawa Barat dijadikan sentra pengembangan produksi sutera nasional. Sampai tahun 2007, terdapat sekitar 326,55 Ha lahan murbei yang ada di Propinsi Jawa Barat. Sedangkan dari sisi produksi, dalam kurun waktu 2001-2007, Jawa Barat mampu memproduksi 51,39 ton benang sutera. Namun demikian, prospeknya yang baik karena sutera memiliki nilai jual yang tinggi belum mampu mendorong penyebaran produksi ulat sutera di wilayah Jawa Barat secara merata, karena hingga saat ini sentra produksi sutera Jawa Barat hanya terdapat di beberapa daerah yaitu di Garut, Bandung, Cianjur, Sukabumi, dan Tasikmalaya3. Kondisi iklim tropis di Indonesia yang sesuai untuk pembudidayaan ulat sutera dan penanaman tanaman murbei serta jumlah permintaan yang belum terpenuhi dengan produksi yang ada jika dilihat dari jumlah impor produk-produk sutera yang terus meningkat setiap tahunnya membuat pesuteraan alam di Indonesia dan khususnya di Jawa Barat berpotensi untuk dikembangkan. Untuk itu perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk pengembangan usaha peternakan ulat sutera ke depannya.
1.2 Perumusan Masalah Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki banyak lahan dengan ketinggian dan suhu rata-rata yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini masih belum banyak masyarakat di Kabupaten Bogor yang tertarik untuk membudidayakan ulat sutera karena masyarakat pada umumnya belum mengetahui prospek dari usaha peternakan ulat sutera. Salah satu daerah di Kabupaten Bogor yang telah membudidayakan ulat sutera adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Di Desa Karyasari terdapat sebuah peternakan ulat sutera berskala perseorangan yang dikelola oleh Bapak Baidin. Beliau sebagai pemilik telah menjalani usaha ini sejak tahun 2004. Bapak 3
Dinas Kehutanan Jawa Barat. 2008. http://www.dishut.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri=455&idMenu=4 57.[12 Januari 2009]
8
Baidin merupakan satu dari dua peternak ulat sutera yang ada di Kabupaten Bogor. Desa Karyasari memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk pembudidayaan ulat sutera dan pohon murbei karena memiliki suhu yang sejuk, diantara 240-280C. Pada tahun 2003, 15 orang petani yang tergabung dalam kelompok tani Rimba Sejahtera mendapatkan bantuan dana dan pelatihan budidaya ulat sutera yang diprakarsai Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor. Kelompok tani Rimba Sejahtera membudidayakan ulat sutera dengan 1,5 Ha luas lahan murbei. Namun usaha kelompok ini hanya bertahan kurang dari satu tahun. Hal yang menyebabkan terhentinya kegiatan budidaya ulat sutera ini adalah kualitas sumber daya manusia petani yang rendah. Manajemen pemeliharaan yang tidak baik dan kurangnya kesungguhan petani dalam pemeliharaan ulat sutera dan tanaman murbei membuat proyek ini terhenti. Saat ini, luas lahan di Desa Karyasari yang digunakan sebagai lahan pesuteraan alam baru sekitar 2 Ha. Bila dibandingkan dengan luas lahan pertanian Desa yang mencapai 935,2 Ha, luas areal pembudidayaan baru 0,21 persen dari luas lahan pertanian di Desa Karyasari. Dari 1.123,2 Ha total luas wilayah Desa, baru sekitar 1.003,2 Ha yang dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan pertanian maupun non pertanian, sisanya sekitar 120 Ha merupakan lahan yang tidak dimanfaatkan, sehingga perluasan areal untuk budidaya ulat sutera dan tanaman murbei sangat memungkinkan untuk dilakukan namun masih terkendala dalam hal permodalan. Usaha peternakan ulat sutera Bapak Baidin sendiri hanya sebatas sampai memproduksi kokon saja. Sedangkan untuk pengolahan kokon menjadi benang sutera, penenunan kain sutera, serta pembuatan produk-produk berbahan sutera dilakukan oleh CV Batu Gede. Sejak berdirinya usaha hingga saat ini, telah terjalin kemitraan usaha dengan CV Batu Gede yang terletak di daerah Ciapus, Kabupaten Bogor. Kemitraan dijalin karena CV Batu Gede telah memberikan kepastian dalam pemasaran kokon dan harga. Oleh CV Batu Gede kemudian kokon diolah menjadi benang sutera dan kain sutera. Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai saat ini masih belum mampu memenuhi jumlah pesanan yang ada dari CV Batu Gede dikarenakan kapasitas produksinya yang masih terbatas. Kapasitas produksi
9
usaha yang dimiliki Bapak Baidin rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan, jumlah produksi ini masih jauh dari jumlah permintaan pihak CV Batu Gede yang mencapai 500-700 Kg per bulan atau baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Berdasarkan literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera dalam satu musim pemeliharaan. Hal ini dikarenakan budidaya yang dilakukan belum sesuai standar akibat dari kurangnya kesadaran dan kualitas sumber daya manusia pemilik usaha yang masih rendah. Selain itu, pemilik juga belum memperhitungkan biaya-biaya tidak tunai yang merupakan modal sendiri seperti sewa lahan, dan upah tenaga kerja keluarga. Sedangkan pelatihan dan bibit murbei diperoleh dari Dinas Kehutanan, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera yang dilaksanakan selama ini tidak layak secara finansial. Analisis kelayakan usaha hingga saat ini belum pernah dilakukan karena keterbatasan pengetahuan dari pemilik usaha. Pemilik juga dapat mengembangkan usahanya dengan memperluas lahan untuk memenuhi permintaan yang ada. Untuk itu perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha. Usaha peternakan ulat sutera memerlukan investasi cukup besar karena usaha ini sangat ditentukan dengan lamanya umur tanaman murbei yang dalam kondisi normal dapat berproduksi hingga usia 15 tahun. Kualitas dan kuantitas produksi kokon yang dihasilkan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan murbei yang sangat dipengaruhi lingkungan terutama musim. Pada musim kemarau, jika tidak ada pengairan yang cukup bagi tanaman murbei, maka kualitas dan kuantitas daun murbei yang dihasilkan akan menurun. Penurunan kualitas dan kuantitas daun murbei akan mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas produksi kokon. Perubahan kualitas dan kuantitas produksi kokon berakibat pada perubahan harga jual dan produksi kokon sehingga jumlah penerimaanpun ikut berubah. Jumlah penerimaan juga dipengaruhi oleh besarnya biaya operasional terutama pengadaan pakan murbei, sehingga perlu dilakukan
10
analisis sensitivitas usaha peternakan ulat sutera jika terjadi perubahan dalam dasar perhitungan biaya dan manfaat. Berdasarkan gambaran usaha yang telah dipaparkan, maka perumusan masalah yang akan dibahas adalah: 1. Bagaimana kelayakan non finansial usaha peternakan ulat sutera di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor saat ini, apakah usaha tersebut layak bila dikaji dalam aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial. 2. Bagaimana kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi saat ini dan saat pengembangan usaha. 3. Bagaimana tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan biaya operasional.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji keragaan usaha peternakan ulat sutera di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor serta menganalisis kelayakan usahanya dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial. 2. Menganalisis kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi saat ini dan saat pengembangan usaha. 3. Menganalisis tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan biaya operasional.
11
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Pemilik usaha peternakan ulat sutera dan budidaya pohon murbei di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor sebagai referensi untuk pengembangan usahanya. 2. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor sebagai acuan untuk pengembangan kegiatan pesuteraan alam di Kabupaten Bogor. 3. Sebagai sumber pengetahuan untuk penelitian sejenis di waktu yang akan datang. 4. Masyarakat umum sebagai referensi untuk memulai usaha pesuteraan alam atau memperbaiki kegiatan pesuteraan alam yang telah dijalankan. 5. Pihak pemberi modal pinjaman sebagai bahan acuan mengenai prospek kegiatan pesuteraan alam di Kabupaten Bogor.
12
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Budidaya Tanaman Murbei 2.1.1 Biologi Tanaman Murbei Tanaman murbei termasuk ke dalam marga Morus dari keluarga Moraceae. Berdasarkan morfologi, bunga marga Morus dibagi menjadi 29 jenis. Tanaman murbei termasuk tanaman yang mempunyai bunga kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang terdapat pula tanaman murbei yang berkelamin rangkap. Di Indonesia, tanaman murbei yang banyak dibudidayakan adalah jenis Morus alba karena menghasilkan daun yang banyak dan berkualitas tinggi. Jenis murbei lain yang juga ditanam di Indonesia adalah Morus nigra dan Morus multicaulis. 2.1.2. Pertumbuhan Tanaman Murbei Daun murbei merupakan pakan utama ulat sutera, sehingga dibutuhkan pemeliharaan yang baik untuk menghasilkan daun yang lebat. Salah satu syarat tumbuh varietas murbei untuk tumbuh di daerah tropis adalah kemampuannya untuk mengatasi berbagai kendala alam, seperti suhu tinggi, pergantian musim hujan dan kemarau, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Lokasi untuk pemeliharaan tanaman murbei sangat bergantung pada lokasi pemeliharaan ulat sutera, karena lahan murbei harus berada dekat kandang pemeliharaan ulat sutera agar memudahkan pemeliharaan ulat sutera dan panen daun murbei. Pembudidayaan tanaman murbei di iklim tropis membuat tanaman murbei dapat tumbuh sepanjang tahun sehingga pembudidayaan ulat sutera dapat dilakukan terus-menerus. Namun demikian, untuk mendapatkan hasil daun murbei yang maksimal, tanaman murbei harus diperlakukan dengan baik. Syarat tumbuh bagi tanaman murbei di daerah tropis diantaranya adalah kondisi lingkungan yang bersih terbebas dari polusi dan irigasi serta drainase yang cukup. 2.1.3. Penanaman Tanaman Murbei Lahan yang harus dipersiapkan untuk pemeliharaan tanaman murbei adalah lahan yang bebas dari pepohonan dan semak belukar, karena dapat menghambat pertumbuhan murbei. Namun demikian, pembudidayaan murbei dapat dilakukan tumpang sari dengan tanaman-tanaman semusim.
13
Setelah persiapan lahan dilakukan, proses pembibitan murbei dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan menggunakan biji dan stek batang. Namun penggunaan biji tidak dapat digunakan karena tanaman yang dihasilkan sangat terlalu beragam akibat sifat heterogenik dari tanaman murbei. Rencana penanaman, luas lahan yang digunakan, dan cara penanaman murbei harus disesuaikan dengan rencana pemeliharaan ulat sutera. Karakteristik ulat sutera yang membutuhkan pasokan pakan yang banyak selama siklus hidupnya membuat kontinuitas produksi daun murbei harus terjaga untuk keberhasilan pembudidayaan. Daun murbei dapat dipanen untuk pertama kalinya saat berusia 5-6 bulan, dimana cabang-cabang yang dihasilkan pada proses stek batang sudah cukup besar. Setelah itu, setiap 2-3 bulan, tanaman murbei dapat dipanen. Untuk meningkatkan produktivitas daun murbei, dilakukan pemangkasan secara berkala. Produktivitas tanaman murbei dapat terus dipertahankan hingga tahun ke-15, setalah melewati tahun ke-15, penggantian tanaman murbei dengan tanaman yang baru dilakukan untuk memperbaiki produktivitasnya kembali. 2.1.4 Pemeliharaan Tanaman Murbei Pemeliharaan tanaman murbei dilakukan untuk menjaga produktivitas tanaman dalam menghasilkan daun agar tetap tinggi. Kualitas daun murbei sangat menentukan produksi kokon. Kualitas daun murbei memiliki persentasi terbesar dalam faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi kokon, yaitu sebesar 38,2 persen (Kaomini, 2006). Pemeliharaan tanaman murbei secara umum terdiri dari tahap penyiangan, pendangiran, pengelolaan air, dan pemupukan. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan murbei dari gulma yang tumbuh di sekitar murbei. Adanya gulma dapat menghambat pertumbuhan murbei, khususnya pada saat sehabis penanaman dan setelah pemangkasan tunas dan juga dapat menurunkan kesuburan tanah. Aktivitas penyiangan sebaiknya dilakukan satu bulan sekali. Pendangiran lahan murbei bertujuan untuk membuat tanah menjadi lunak, disamping memperbaiki aerasi tanah. Aktivitas pendangiran dapat dilakukan setiap kegiatan pemupukan dilakukan yaitu sebanyak empat kali dalam satu tahun.
14
Pendangiran yang terlalu sering dilakukan dapat merusak perakaran dan pertumbuhan tanaman murbei. Pengelolaan pengairan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman murbei. Kekurangan air pada tanaman murbei akan mengganggu bahkan menghentikan pertumbuhan tanaman. Pengelolaan pengairan yang harus diperhatikan adalah pada saat musim kemarau tiba. Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produksi daun murbei. Terdapat dua jenis pupuk yang harus diberikan pada tanaman murbei, yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Pemberian pupuk pada tanaman murbei dilakukan sebanyak empat kali selama satu tahun yaitu pada saat proses pendangiran dilaksanakan.
2.2. Budidaya Ulat Sutera 2.2.1. Biologi Ulat Sutera Ulat sutera adalah sejenis serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu-kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola yang sudah mengalami metamorphosis sempurna, dimana dalam siklus hidupnya melewati 4 stadia, yaitu telur, larva (ulat), pupa dan ngengat
atau
yang
lebih
dikenal
sebagai
kupu-kupu.
Selama
proses
metamorphosis, stadia larva atau ulat adalah satu-satunya masa dimana ulat makan, sehingga stadia larva merupakan masa yang sangat penting untuk sintesis protein sutera dan pembentukan telur. Sistematika ulat sutera adalah sebagai berikut: Phyllum : Arthropoda. Kelas
: Insecta.
Ordo
: Lepidoptera.
Familia : Bombycidae. Genus : Bombyx. Spesies : Bombyx mori L. 2.2.2. Siklus Hidup Ulat Sutera Telur ulat yang menetas akan menghasilkan larva yang memiliki warna tubuh yang gelap. Panjang ulat yang baru menetas sekitar 3 mm. Setelah satu hari,
15
panjang tubuh menjadi 7 mm dan permukaan kulit mengkilap. Pada umur 2 hari, seta yang ada di permukaan tubuh akan menjadi kurang jelas dan ulat akan berhenti makan sekitar 24 jam lalu berganti kulit atau ekdisis. Dalam satu siklus hidup stadia larva akan mengalami 4 kali pergantian kulit, sehingga akan terdapat 5 periode makan atau biasa disebut instar. Masa pergantian kulit biasanya akan sama pada berbagai galur tetapi panjangnya masa makan berbeda. Ketika larva telah berkembang penuh dan berhenti makan, kulit larva menjadi transparan. Larva yang telah matang kemudian diletakkan pada alat pengokonan untuk proses mengokon. Setelah 2 hari, larva berhenti mengeluarkan serat sutera dan 24 jam kemudian larva berubah menjadi pupa. Proses keluarnya kupu-kupu dewasa dari pupa berlangsung sekitar 8 hari. Jika dihitung, waktu pemeliharaan instar I-III menghabiskan kurang lebih 12 hari dan waktu pemeliharaan instar IV-V membutuhkan 13 hari, sehingga dalam satu kali musim pemeliharaan mulai dari telur menetas hingga menjadi kokon membutuhkan waktu 25 hari. 2.2.3. Kondisi Lingkungan Pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, dan cahaya. Kondisi iklim tempat pemeliharaan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas kokon yang dihasilkan. Pada masing-masing masa makan atau instar, kondisi iklim untuk menghasilkan pertumbuhan ulat yang maksimal akan berbeda. Pada umumnya, kondisi suhu yang cocok untuk pemeliharaan ulat sutera adalah diantara 200-300 C dan kelembaban udara yang tinggi. Tabel 7. Suhu dan Kelembaban Nisbi Optimum pada Setiap Periode Pertumbuhan Ulat Sutera Periode Pertumbuhan
Suhu Optimum 0
Kelembaban Nisbi Optimum
Instar I
0
27 -29 C
90%
Instar II
260C
85%
Instar III
0
25 C
80%
Instar IV
240C
70% -75%
Instar V
0
60% - 65%
0
22 -23 C
Sumber: Balai Penelitian Kehutanan Sulawesi Selatan, 2000
16
Secara umum, untuk periode pertumbuhan awal ulat sutera membutuhkan suhu udara dan kelembaban nisbi yang tinggi sebagai syarat pertumbuhan optimum. Semakin bertambahnya waktu pemeliharaan, suhu dan kelembaban nisbi yang dibutuhkan semakin rendah untuk mencapai hasil yang optimum. Selain suhu dan kelembaban nisbi, kecocokan iklim mikro di tempat pemeliharaan ulat sutera juga ditetapkan oleh kesegaran udara dan tingkat pergantian udara. Bila ventilasi baik, maka kisaran suhu dan kelembaban nisbi yang dapat ditahan menjadi semakin luas. Meskipun udara panas dan lembab namun bila ventilasi tempat pemeliharaan baik, kepadatan dapat dikurangi dan evaporasi air dari tubuh ulat dapat ditingkatkan, sehingga ulat mendapat kesejukan (Atmosoedarjo et al, 2000). Di daerah tropis seringkali suhu udara lebih tinggi dari suhu yang dianjurkan. Penanaman pohon-pohonan di sekitar rumah pemeliharaan, untuk mengurangi panas yang dipancarkan oleh lahan terbuka dan mengusahakan masuknya udara ke dalam rumah pemeliharaan, adalah baik untuk menurunkan suhu (Ohtsuki, 1987 dalam Atmosoedarjo et al, 2000). Teknik pemeliharaan dan perlakuan ulat sutera secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori, pada kategori satu adalah pemeliharaan ulat dari instar I sampai IV dan pada kategori dua meliputi pemeliharaan ulat untuk instar V. Sampai instar IV titik berat pemeliharaan ulat ditekankan pada kesehatan ulat sutera, untuk itu lingkungan yang sehat harus diperhatikan. Selama instar V perlu diberikan prioritas pada peningkatan kualitas kokon dan efisiensi mengokon serta penggunaan tenaga kerja yang ekonomis. 2.2.4. Ruang Pemeliharaan dan Peralatan Di negara tropis suhu udara umumnya berada pada kisaran yang cocok untuk pemeliharaan ulat sutera. Di berbagai daerah terdapat musim hujan dan musim kemarau dengan batas waktu yang jelas. Namun di daerah tropis muncul berbagai hama seperti semut, tikus dan lalat. Karena itu ruang pemeliharaan harus menggunakan atap yang memadai untuk memberi perlindungan terhadap hujan dan teriknya cahaya matahari dan perlu pula pembagian ruangan serta untuk mengatasi suhu yang terlalu tinggi perlu ada fasilitas untuk menurunkan suhu dan mengatur ventilasi.
17
2.2.5. Pemeliharaan Ulat Sutera Pemeliharaan ulat sutera membutuhkan perencanaan awal. Perencanaan yang perlu dilakukan adalah jumlah musim pemeliharaan dalam satu tahun, waktu memulai pemeliharaan, dan proporsi waktu untuk pemeliharaan tiap musim berdasarkan luas kebun murbei, fasilitas-fasilitas pemeliharaan yang dimiliki, peralatan dan tenaga kerja yang ada. Pada umumnya jumlah box telur digunakan sebagai unit untuk menyatakan skala pemeliharaan. Satu box berisi 20.000 butir telur dengan berat 10,6-12,8 gram. Hasil kokon yang diharapkan dari satu box telur adalah 27-33 Kg untuk varietas bivoltin, sedangkan untuk varietas Candiroto, satu box berisi 25.000 telur dengan hasil kokon diharapkan 40 Kg. Secara teoritis daerah tropis dimungkinkan untuk pemeliharaan ulat sutera sepanjang tahun. Akan tetapi musim pemeliharaan yang memadai dan berpotensi menghasilkan output yang maksimal terbatas. Di Indonesia, waktu pemeliharaan ulat sutera yang paling baik adalah bulan November hingga Agustus tahun berikutnya dengan menghindari musim kemarau pada waktu nilai gizi dari daun murbei rendah. Setiap panen setelah satu musim pemeliharaan, ruangan pemeliharaan, peralatan dan lingkungan sekitar akan terkontaminasi bibit-bibit penyakit ulat sutera. Sebelum memulai musim berikutnya, dilakukan kegiatan desinfeksi secara menyeluruh dan intensif. Desinfeksi dilakukan dengan penyemprotan, atau menyelupkan peralatan dalam larutan 2 persen formalin atau kaporit untuk membasmi bibit-bibit penyakit, virus, bakteri, dan cendawan. Pemeliharaan
ulat
sutera sendiri
dibedakan
menjadi
dua,
yaitu
pemeliharaan ulat kecil dan pemeliharaan ulat besar. Perbedaan mendasar dalam jenis pemeliharaan berdasarkan ukuran ulat adalah kondisi dalam ruangan, pemilihan dan pemberian pakan daun murbei, serta pemeliharaan dan perlakuan. Pada pemeliharaan ulat kecil, membutuhkan suhu dan kelembaban nisbi yang tinggi di dalam ruangan. Pemberian pakan yang berkualitas dengan metode rajang sangat cocok untuk perkembangan ulat kecil. Jumlah pakan yang diberikan pada masing-masing periode pertumbuhan ulat kecil terus meningkat. Pada permulaan
18
setiap instar nafsu makan ulat tidak begitu tinggi, tetapi akan meningkat dalam pertumbuhan selanjutnya dan kemudian menurun lagi pada akhir setiap instar. Pemeliharaan ulat besar dimulai pada instar IV dan V. Pada pemeliharaan ulat besar, khususnya ulat instar IV, pemeliharaan dititikberatkan kepada pemeliharaan lingkungan yang bebas penyakit dengan suhu dan kelembaban nisbi yang cocok, cukup pakan murbei segar dan bergizi tinggi. Pada pemeliharaan ulat instar V, suhu dan kelembaban nisbi harus dikurangi, karena ulat pada instar V tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban nisbi yang tinggi serta peredaran udara yang buruk. Pada fase ini nafsu makan ulat sangat tinggi karena itu perlu ada ventilasi yang baik agar suhu badan dapat diturunkan. Keadaan lingkungan yang memadai akan membuat produksi kokon yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik secara ekonomi. 2.2.6. Pengokonan dan Panen Kokon Pengokonan dan panen kokon adalah tahap akhir dalam pemeliharaan ulat sutera. Kualitas filament kokon sangat dipengaruhi oleh setiap tahapan dalam pemeliharaan ulat sutera. Ciri-ciri ulat sutera yang akan memasuki masa pengokonan diantaranya, badan ulat sedikit berkurang besarnya, kotoran menjadi lunak, ulat berhenti makan dan mulai berputar-putar dengan mengangkat kepala dan badannya. Karena geotropism negatif, ulat-ulat mulai naik vertikal. Pada fase ini bagian badan ulat mulai tampak agak transparan. Tabel 8. Klasifikasi Kokon Berdasarkan Berat Kokon No.
Berat Kokon (Gram)
Klasifikasi
1.
>2
A
2.
1,5 – 1,9
B
3.
1 – 1,4
C
4.
< 0,9
D
Sumber: Balai Penelitian Kehutanan Sulawesi Selatan, 2000
Tingkat kualitas filament yang dihasilkan dalam proses pengokonan dipengaruhi oleh umur ulat ketika mengokon. Bila pengokonan dilakukan pada sesaat sebelum dewasa, atau lewat matang, maka daya pintal (yaitu mudahnya filament kokon terurai pada saat pemintalan) menjadi kurang dan panjang filament yang didapat akan berkurang juga (Atmosoedarjo el al, 2000). 19
Ulat yang akan melakukan pengokonan, mula-mula mulai berputar-mutar mencari tempat mengokon yang baik di tempat pengokonan yang telah disediakan dan kemudian menetap di tempat yang telah dipilihnya. Beberapa waktu kemudian ulat akan membuat lapisan kokon yang tipis. Ulat yang akan mengeluarkan kokon akan melakukan buang air besar dan kencing untuk terakhir kali. Material dan struktur tempat pengokonan sangat berpengaruh terhadap kualitas kokon dan filament, serta terhadap tenaga kerja untuk pengokonan dan panen kokon. Tempat pengokonan yang baik harus memiliki syarat-syarat utama, diantaranya kekuatan, struktur yang cocok untuk mengokon, mampu mengontrol kelembaban, memberi kemudahan untuk memperlakukan ulat pada waktu mengokon dan kemudahan dalam panen kokon. Tempat pengokonan dapat berbentuk bambu spiral, tempat yang berputar, tempat yang berombak, dan yang terbuat dari plastik. Kondisi iklim selama pengokonan sangat mempengaruhi kualitas filament kokon yang dihasilkan, terutama pada kualitas pemintalan. Suhu udara yang baik berkisar antara 230-250C, kelembaban nisbi 60 persen-75 persen, sirkulasi udara 0,2-1 m/s, dan cahaya yang remang-remang dengan intensitas 10-20 lux. Tabel 9. Klasifikasi Kokon Berdasarkan Persentase Kulit Kokon No.
Persentase Kulit Kokon
Klasifikasi
1.
> 25%
A
2.
20 – 24,9%
B
3.
15 – 19,9%
C
4.
< 14,9%
D
Sumber: Balai Penelitian Kehutanan Sulewesi Selatan, 2000
Pemanenan kokon sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Bila suhu lingkungan berada diantara 240-270C, maka pada hari ke-6 dan ke-7 sesudah ulat mulai mengokon, kokon yang dihasilkan sudah dapat dipanen. Setelah proses pengokonan dan pemanenan berlangsung, tempat pemeliharaan akan tertutup oleh sisa-sisa tunas murbei, kotoran ulat sutera, dan sampah lain. Sampah ini merupakan bahan yang bermanfaat sebagai pupuk organik untuk kebun murbei,
20
namun bila tidak dibersihkan akan menjadi sumber penyakit dan hama bagi ulat sutera periode pemeliharaan selanjutnya.
2.3. Pesuteraan Alam Kegiatan pesuteraan alam merupakan rangkaian kegiatan agroindustri yang meliputi kegiatan pembibitan ulat sutera, budidaya tanaman murbei, pemeliharaan ulat sutera, pemintalan benang sutera, penenunan kain sutera, pembatikan/pencelupan/pencapan/penyempurnaan, garmen dan pembuatan barang jadi lainnya yang berbahan sutera termasuk pemasarannya. Dalam sejarahnya, pembudidayaan ulat sutera berasal dari Negara Tiongkok, dimana sutera telah digunakan sebagai bahan pakaian tertera dalam sejarah sejak jaman Dinasti Han tahun 2600 B.C. Pada masa Dinasti Han, sudah dikenal adanya usaha pemintalan benang dan penenunan kain sutera. Kemudian setelah abad ke-4 sesudah Masehi, kain sutera mulai dikenal berbagai negara seperti Jepang, Korea, India, dan negara-negara Timur Tengah serta Eropa termasuk Indonesia melalui perdagangan antar negara (Katsumata, 1964). Semakin berkembangnya perdagangan antar negara, maka dikenal istilah jalur sutera Silk Road. Peta Silk Road dapat dilihat pada Lampiran 2. Di Indonesia sendiri, perkembangan sutera alam sudah ada sejak abad ke-10. Pembudidayaan sutera alam berkembang pada zaman pemerintahan Hindia Belanda sejak tahun 1718, sedangkan setelah kemerdekaan industri pesuteraan alam, yaitu meliputi kegiatan penanaman murbei, pembibitan ulat sutera dan pemeliharaanya hingga menghasilkan kokon, proses pemintalan, dan proses penenunan dimulai sejak tahun 1961 di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian Afrilia pada tahun 2004 menganalisis kelayakan finansial usahaternak ulat sutera di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada penelitian ini membedakan peternak ulat sutera di Kecamatan Ngaglik menjadi tiga kelompok menurut rata-rata luas lahan yang digunakan untuk usahaternak ulat sutera, yaitu rata-rata luas lahan 0,06 Ha (<0,09 Ha); 0,15 Ha (0,09-0,20 Ha); dan 0,4 Ha (>0,20 Ha). Dua kegiatan pokok dalam
21
usahaternak ulat sutera di Kecamatan Ngaglik adalah budidaya murbei dan pemeliharaan ulat sutera besar untuk produksi kokon. Umur usahaternak ulat sutera dianalisis selama 10 tahun didasarkan pada pertimbangan umur teknis tanaman murbei. Indikator kelayakan finansial usahaternak ulat sutera menggunakan nilai NPV, IRR, dan BCR dengan suku bunga tabungan sebesar 12 persen. Nilai NPV pada rata-rata luas lahan usahaternak 0,06 Ha; 0,15 Ha; dan 0,40 Ha masing-masing adalah Rp 747.653,39,- ; Rp 6.117.546,15,- ; dan Rp 11.443.982,51,- menunjukkan bahwa nilai NPV > 0, jadi kriteria nilai NPV telah terpenuhi. Nilai BCR yang diperoleh masing-masing usahaternak juga menunjukkan bahwa usaha ini layak secara finansial untuk diusahakan (BCR > 1). Nilai BCR pada rata-rata luas lahan usahaternak 0,06 Ha; 0,15 Ha; dan 0,40 Ha masing-masing adalah1,16; 1,60; 1,51. Nilai IRR pada rata-rata luas lahan usahaternak 0,06 Ha; 0,15 Ha; dan 0,40 Ha masing-masing adalah 21,42 persen; 41,15 persen; dan 44,74 persen sehingga layak untuk diusahakan. Usahaternak ulat sutera tetap layak secara finansial untuk diusahakan pada sensitivitas harga input variabel naik 10 persen dan harga kokon turun 10 persen. Frimawati (2006) menganalisis kelayakan finansial budidaya ulat sutera studi kasus pada Koperasi petani pengrajin ulat sutera Sabilulungan III, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Pada penelitian ini, peternak ulat sutera di KOPPUS Sabilulungan II dikelompokkan menjadi tiga skala usaha menurut luas lahan murbei yang dimiliki oleh peternak yaitu skala I dengan luas lahan 0,35 Ha; skala II dengan luas lahan 0,5 Ha dan skala III dengan luas lahan 1,00 Ha. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kelayakan finansial (NPV, IRR, BCR, dan Payback Period). Analisis kelayakan dilakukan dengan menggunakan dua asumsi untuk menentukan indikator yang menyebabkan peternak masih bertahan menjalankan budidaya ulat sutera. Asumsi I menunjukkan sewa lahan dan biaya tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan. Nilai NPV pada skala I, II, dan II masing-masing sebesar Rp 1.299.052,- ; Rp 1.352.750,- ; Rp 3.398.896,-. Nilai IRR pada sakal I, II, dan III masing-masing sebesar 23 persen, 21 persen, 26 persen. Nilai BCR pada skala I, II, dan II masing-
22
masing sebesar 1,27; 1,19; 1,29. Payback Period pada skala I, II, dan III masingmasing selama 5 tahun 6 bulan, 6 tahun 2 bulan, 4 tahun 9 bulan. Asumsi II menunjukkan sewa lahan dan biaya tenaga kerja keluarga diperhitungkan. Dengan menggunakan asumsi II, kriteria NPV dan BCR yang dihasilkan menunjukkan usaha ini tidak layak secara finansial. Nilai NPV pada skala I, II, dan III masingmasing sebesar Rp -2.110.701,- ; Rp -2.784.603,- ; Rp -5.295.016,-. Nilai BCR yang dihasilkan kurang dari 1, yaitu pada skala I, II, dan III nilainya masingmasing sbesar 0,74; 0,75; 0,74. Penelitian Nurlela (2006) menganalisis kelayakan finansial dan ekonomi usaha pemintalan dan pertenunan sutera alam di KOPPUS Sabilulungan III, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya. KOPPUS Sabilulungan II merupakan koperasi yang terdiri dari unit usaha pemintalan dan unit pertenunan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis finansial dapat disimpulkan bahwa unit usaha pemintalan dan pertenunan yang dilakukan layak untuk diusahakan. Hal ini terlihat dari nilai NPV yang positif, Net B/C lebih dari satu, IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, dan tingkat pengambalian investasi yang lebih kecil dari umur proyek. Namun hasil perhitungan analisis ekonomi menunjukkan bahwa usaha pemintalan dan pertenunan tidak layak untuk diusahakan. Hal tersebut dapat telihat dari NPV yang negatif, nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat diskonto, nilai net B/C lebih kecil dari nol dan payback period yang lebih besar dari umur proyek. Hasil analisis sensitivitas secara finansial menunjukkan bahwa pada unit pemintalan dan pertenunan tidak peka terhadap kenaikan harga input yaitu benang sutera sebanyak 16,6 persen, upah tenaga kerja 10 persen, dan penurunan harga benang sebesar 37,14 persen serta penurunan harga kain sutera sebanyak 6,25 persen. Sementara kepekaan yang tinggi didapat dari penurunan produksi benang sutera sebanyak 11,18 persen dan kain sutera. Analisis switching value finansial yang dilakukan menunjukkan perubahan yang dapat diterima yaitu apabila terjadi kenaikan upah tenaga kerja sebesar 87 persen dari upah normal, penurunan harga jual benang sutera sebesar 99 persen dari harga normal, penurunan produksi benang sutera sebesar 21 persen dari jumlah normal, dan penurunan harga jual kain sutera sebesar 17,5 persen dari harga normal.
23
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan, perbedaan yang ada dengan penelitian ini adalah setiap penelitian terdahulu dilakukan dengan mengambil studi kasus di daerah yang menjadi sentra produksi benang sutera seperti Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Tasikmalaya, sedangkan penelitian ini mengambil studi kasus di Kabupaten Bogor yang hanya terdapat dua usaha peternakan ulat sutera. Peternakan ulat sutera yang menjadi objek penelitian memiliki skala usaha cukup besar bila dibandingkan dengan skala usaha pada penelitian yang dilakukan oleh Afrilia (2004) dan Frimawati (2006) yaitu dengan luas lahan murbei sebesar 2 Ha. Selain itu penelitian ini juga menganalisis kelayakan non finansial jika dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial.
24
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Analisis Kelayakan Usaha Proyek (usaha) merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang/biayabiaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan yang secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit (Gittinger, 1986). Studi kelayakan usaha merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan (Kasmir, 2003). Beberapa tujuan dilakukan analisis kelayakan usaha diantaranya adalah 1) Menghindari risiko kerugian, 2) Memudahkan perencanaan, 3) Memudahkan pelaksanaan pekerjaan, 4) Memudahkan pengawasan, dan 5) Memudahkan pengendalian. Dalam menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaannya (Gittinger, 1986). Aspek-aspek tersebut antara lain: 1. Aspek Pasar Aspek pasar meliputi permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan, dan proyeksi permintaan. Kemudian penawaran, baik berasal dari dalam negeri maupun impor. Kemudian harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan. Aspek pasar merupakan aspek penting yang terlebih dahulu harus dianalisis sebelum memutuskan untuk memulai atau mengembangkan suatu usaha. Kelayakan aspek pasar akan sangat berkaitan dengan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dalam usaha, karena aspek ini akan menentukan besarnya penekanan biaya pemasaran dan peningkatan nilai jual output yang dapat diupayakan.
25
2. Aspek Teknis Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek ini adalah masalah penentuan lokasi, luas produksi, tata letak (lay-out), penyusunan peralatan pabrik dan proses produksinya termasuk pemilihan teknologi. Analisis aspek teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu proyek yang diusulkan. Hubungan-hubungan tersebut seperti potensi bagi pembangunan, ketersediaan air, salinitas air, suhu udara dan pengadaan input produksi yang sangat menentukan keberhasilan usaha terutama keberhasilan proses produksi. 3. Aspek Finansial Investasi yang dilakukan dalam berbagai bidang usaha memerlukan sejumlah modal disamping keahlian lainnya. Modal yang digunakan untuk membiayai suatu bisnis, mulai dari biaya prainvestasi, biaya investasi dalam aktiva tetap sampai dengan modal kerja, sehingga perhitungan terhadap besarnya kebutuhan investasi perlu dilakukan sebelum investasi dilakukan (Kasmir, 2003). Analisis kelayakan finansial melihat suatu usaha dari sudut pandang perekonomian secara keseluruhan, yang memperhatikan hasil total, produktivitas atau keuntungan yang didapat dari semua yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. 4. Aspek Manajemen Aspek manajemen mempelajari bentuk organisasi usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi jabatan, spesifikasi jabatan, dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Evaluasi aspek manajemen meliputi jumlah dan persyaratan tenaga manajemen, anggaran balas jasa karyawan yang diperlukan, berapa macam tugas operasi proyek yang memerlukan keahlian khusus, jenis tugas apa yang membutuhkan pendidikan tambahan, serta pendidikan tambahan yang diperlukan dalam bidang apa, dimana diperoleh, dan untuk berapa lama. 5. Aspek Sosial dan Lingkungan Aspek sosial mempelajari keberadaan suatu usaha jika dilihat dari sisi sosialnya. Apakah usaha tersebut memiliki peranan terhadap masyarakat sekitar tempat usaha. Sementara pertumbuhan dan perkembangan usaha tidak dapat
26
dilepaskan dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan dapat berpengaruh positif maupun negatif pada suatu usaha, sehingga aspek ini perlu dianalisis.
3.2 Teori Biaya dan Manfaat Biaya merupakan segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan. Biaya-biaya yang digunakan dalam analisis proyek agribisnis adalah biaya-biaya langsung seperti biaya investasi, biaya operasional, dan biaya lain-lain. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dilakukan, sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan pada saat proyek berjalan. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung dari besarnya output yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah selama proses produksi. Sedangkan manfaat dapat dibagi menjadi tiga bagian (Kadariah, 1999): 1. Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai output, fisik, dan atau dari penurunan biaya. 2. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan adanya proyek tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang tertentu dan masyarakat berupa adanya efek multiplier, skala ekonomi yang lebih besar dan adanya dynamic secondary effect, misalnya perubahan dalam produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh keahlian. 3. Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible effect), misalnya perbaikan lingkungan hidup, perbaikan distribusi pendapatan, dan lainnya.
3.3 Proyeksi Cash Flow Dalam analisis finansial, selain analisis rugi laba diperlukan juga proyeksi aliran kas. Kegunaan proyeksi ini adalah dengan adanya aliran kas, investor dapat melakukan investasi dan membayar kewajiban finansial (terutama bila proyek dibiayai oleh modal pinjaman). Arti penting proyeksi cash flow ini sangat terkait dengan nilai waktu dari uang saat ini lebih berharga daripada nanti.
27
Untuk usaha peternakan ulat sutera ini dimana investasi dilakukan pada saat sekarang (awal tahun), sedangkan hasilnya baru diterima setelah tahun berikutnya. Dalam penelitian ini aliran kas yang berhubungan dengan usaha peternakan ulat sutera dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu aliran kas permulaan, aliran kas operasional, dan aliran kas terminal. Aliran kas permulaan (initial cash flow) merupakan pengeluaran investasi untuk periode awal, sedangkan kas operasional (operational cash flow) merupakan aliran kas yang timbul selama operasi proyek dan aliran kas terminal (terminal cash flow) merupakan aliran kas yang timbul waktu proyek berakhir.
3.4
Analisis Finansial Pengukuran mengenai ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu
proyek menggunakan beberapa kriteria. Kriteria ini tergantung dari kebutuhan akan keadaan masing-masing proyek. Setiap kriteria memiliki kebaikan serta kelemahannya masing-masing, sehingga dalam penilaian kelayakan suatu proyek hendaknya digunakan beberapa metode sekaligus. Hal ini bertujuan untuk memberikan hasil yang lebih sempurna. Menurut Kadariah (1999), kriteria yang biasa digunakan dalam analisis sebuah proyek antara lain: 1. Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value) Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari selisih antara manfaat (benefit) dengan biaya (cost) pada tingkat suku bunga tertentu. 2. Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return) Internal Rate of Return (IRR) merupakan discount rate yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari suatu proyek (NPV) bernilai nol. 3. Rasio Manfaat-Biaya Bersih (Net Benefit-Cost Ratio) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah nilai NPV yang positif dengan jumlah nilai NPV yang negatif. 4.
Pengembalian Investasi (Payback Period) Payback Period (PBP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi yang didanai dengan aliran kas.
28
3.5
Analisis Sensitivitas Suatu
proyek
pada
dasarnya
menghadapi
ketidakpastian
karena
dipengaruhi perubahan-perubahan, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan suatu proyek, oleh karena itu dilakukan analisis sensitivitas. Analisis kepekaan (sensitivity analisis) dilakukan untuk meneliti kembali suatu kepekaan proyek agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya manfaat. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan perubahan beberapa unsur dan menentukan pengaruh dari perubahan pada hasil semula. Setiap kemungkinan dalam analisis sensitivitas harus dicoba. Kadariah (1999) membagi kemungkinan-kemungkinan yang harus diperhatikan menjadi 4 hal, yaitu: 1.
Adanya Cost Over Run (kenaikan dalam biaya konstruksi). Biasanya untuk biaya input seperti biaya bibit ulat sutera, pemeliharaan tanaman murbei, dan peralatan.
2. Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat bunga umum (penurunan harga hasil produksi). 3. Adanya implementasi waktu. Biasanya disebabkan oleh keterlambatan pemesanan dan penerimaan alat baru, masalah administrasi yang tak terhindarkan, dan adanya teknik baru sehingga membutuhkan waktu untuk beradaptasi. 4. Kesalahan dalam memperkirakan hasil produksi.
29
3.6
Kerangka Pemikiran Operasional Pesuteraan alam merupakan rangkaian kegiatan agroindustri yang saling
terkait. Kegiatan pesuteraan alam dimulai dari penanaman pohon murbei, pembibitan dan pemeliharaan ulat sutera hingga menghasilkan kokon, industri pemintalan benang sutera, hingga industri penenunan kain sutera dan pemasaran kain sutera. Dari tahun ke tahun, industri pesuteraan alam terus mengalami perkembangan. Berdasarkan data yang diperoleh, pertumbuhan permintaan benang sutera dunia akan meningkat 2 persen-5 persen per tahun, sedangkan untuk permintaan dalam negeri diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 12,24 persen per tahun (Sri Utami Kuncoro, 1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000). Selain itu, kondisi iklim tropis di Indonesia yang cocok untuk pembudidayaan ulat sutera dan penanaman tanaman murbei serta jumlah permintaan yang belum terpenuhi dengan produksi yang ada membuat pesuteraan alam di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki lahan yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini masih belum banyak masyarakat di Kabupaten Bogor yang tertarik untuk membudidayakan ulat sutera. Sampai saat ini, baru ada dua wilayah di Kabupaten Bogor yang membudidayakan ulat sutera, salah satu daerahnya adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Usaha peternakan ulat sutera dikelola oleh seorang pengusaha bernama Bapak Baidin dan berjalan sejak tahun 2004. Saat ini, luas lahan di Desa Karyasari yang digunakan sebagai lahan pesuteraan alam baru sekitar 2 Ha. Bila dibandingkan dengan luas lahan pertanian Desa yang mencapai 935,2 Ha, luas areal pembudidayaan baru 0,21 persen dari luas lahan pertanian di Desa Karyasari. Dari 1.123,2 Ha total luas wilayah Desa, baru sekitar 1.003,2 Ha yang dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan pertanian maupun non pertanian, sisanya sekitar 120 Ha merupakan lahan yang tidak dimanfaatkan, sehingga perluasan areal untuk budidaya ulat sutera dan tanaman murbei sangat memungkinkan untuk dilakukan namun masih terkendala dalam hal permodalan. .
30
Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai saat ini masih kesulitan memenuhi permintaan produk kokon. Dari sisi permintaan, usaha ini belum mampu memenuhi jumlah pesanan yang ada dari CV Batu Gede di daerah Ciapus, Kabupaten Bogor dikarenakan kapasitas produksinya yang masih terbatas. Kapasitas produksi usaha yang dimiliki Bapak Baidin ratarata berkisar antara 30-40 Kg per bulan, jumlah produksi ini masih jauh dari jumlah permintaan pihak CV Batu Gede yang mencapai 500-700 Kg per bulan atau baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Sebelum memulai usaha peternakan ulat sutera dan untuk pengembangan usaha peternakan ulat sutera, perlu dilakukan penilaian kelayakan usaha peternakan ulat sutera jika diusahakan di Kabupaten Bogor. Kriteria kelayakan ditinjau dari aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Variabel-variabel aspek pasar meliputi jumlah permintaan, harga jual produk, penawaran, pemasaran, dan struktur persaingan. Analisis terhadap aspek teknis meliputi lokasi usaha peternakan ulat sutera, besarnya skala usaha, dan proses budidaya yang dilakukan. Analisis aspek manajemen meliputi legalitas usaha dan struktur organisasi usaha. Analisis terhadap aspek sosial meliputi keberadaan peternakan ulat sutera dilihat dari sisi sosialnya. Sedangkan untuk aspek finansial terdiri dari analisis finansial dan analisis sensitivitas. Pengukuran analisis finansial menggunakan kriteria kelayakan investasi NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period. Analisis finansial, menerapkan tiga skenario perhitungan. Analisis kelayakan finansial skenario I didasarkan pada kondisi usaha yang dijalankan saat ini. Analisis kelayakan finansial skenario II mengacu pada kondisi pemeliharaan murbei yang optimal dengan luas lahan murbei yang sama pada skenario I. Analisis kelayakan finansial skenario III didasarkan pada perluasan usaha untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan yang ada. Pemilihan skenario ini dimaksudkan untuk pengembangan usaha dalam jangka panjang.
31
Analisis sensitivitas menggunakan nilai pengganti (switching value) perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat kelayakan dari usaha ini jika terjadi perubahan-perubahan pada sisi penerimaan dan pengeluaran. Bila usaha ini layak untuk dijalankan maka fokus untuk pengembangan usaha perlu terus dilakukan, sedangkan apabila tidak layak maka rekomendasi difokuskan pada efisiensi biaya atau perbaikan teknologi. Kerangka pemikiran operasional usaha peternakan ulat sutera dapat dilihat pada Gambar 1.
32
• Sutera merupakan produk bernilai
tinggi • Permintaan sutera semakin meningkat
• Potensi Indonesia sebagai produsen sutera
• Produksi sutera nasional yang belum mencukupi •
Usaha Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin -Kondisi iklim yang sesuai -Produksi belum optimal -Belum mampu memenuhi permintaan -Investasi yang dikeluarkan besar
Analisis Kelayakan Usaha
Kelayakan Non Finansial • Aspek Pasar (Permintaan, penawaran, harga, pemasaran, struktur persaingan) • Aspek Teknis (Kondisi fisik, teknologi, keterampilan, lokasi, proses bidudaya) • Aspek Manajemen (Bentuk usaha, struktur organisasi) • Aspek Sosial (Kesempatan kerja, pemanfaatan lahan tidur, ramah lingkungan )
Kelayakan Finansial (NPV, Net B/C, IRR, PBP)
Skenario I (Kondisi saat ini)
Skenario II (Kondisi Saat ini dengan pemeliharaan optimal)
Layak
Tidak Layak
Ulat sutera dapat dikembangkan di Kabupaten Bogor
Usaha peternakan ulat sutera masih perlu perbaikan
Skenario III (Pengembangan usaha)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 33
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada studi kasus peternakan ulat sutera Bapak Baidin di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Hingga tahun 2009, hanya terdapat dua peternakan ulat sutera di Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Karyasari merupakan salah satu produksi kokon di Kabupaten Bogor yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha karena permintaan belum terpenuhi. Pemilihan lokasi ini juga bertujuan untuk menganalisis apakah usaha peternakan ulat sutera di Kabupaten Bogor yang bukan merupakan sentra produksi sutera di Propinsi Jawa Barat layak untuk dilaksanakan. Pengambilan data ini dilaksanakan pada bulan Februari 2009.
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan observasi langsung di tempat penelitian dengan pemilik usaha, pihak CV Batu Gede sebagai mitra usaha, serta Kepala Bidang Pesuteraan Alam Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, yaitu Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, serta jurnal dan artikel elektronik yang terkait dengan penelitian ini. Untuk informasi tambahan yang mendukung penelitian ini menggunakan literatur-literatur yang relevan dengan objek permasalahan.
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan kalkulator dan Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif meliputi tahap pengolahan data dan interpretasi data secara deskriptif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan usaha peternakan
34
ulat sutera di lokasi penelitian pada kondisi saat ini. Analisis kelayakan usaha dibagi menjadi analisis kelayakan non finansial dan analisis kelayakan finansial. Analisis kelayakan non finansial mengkaji berbagai aspek mulai dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan usaha peternakan ulat sutera secara finansial. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value.
4.4 Analisis Kelayakan Non Finansial Pada penelitian ini, analisis kelayakan non finansial akan mengkaji kelayakan usaha dari berbagai aspek seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Dalam aspek pasar, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi jumlah permintaan, harga jual produk, penawaran, pemasaran, dan struktur persaingan. Pada aspek teknis, variabel-variabel yang dianalisis meliputi kondisi fisik, teknologi, keterampilan, lokasi usaha peternakan ulat sutera, dan proses budidaya yang dilakukan. Pada aspek manajemen, variabelvariabel yang akan dianalisis meliputi bentuk usaha dan struktur organisasi. Sedangkan untuk aspek sosial, akan dikaji pengaruh usaha peternakan ulat sutera terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
4.5 Komponen Biaya dan Manfaat Analisis dilakukan melalui penyusunan arus tunai (cash flow) dari usaha peternakan ulat sutera, dengan terlebih dahulu mengelompokkan komponen yang termasuk manfaat dan biaya. Pada penelitian ini, perhitungan terhadap biaya dikelompokkan menjadi tiga yaitu biaya pra investasi, biaya investasi, dan biaya operasional. Dalam perhitungan, terdapat biaya-biaya tidak tunai yang diperhitungkan sebagai opportunity cost seperti biaya pelatihan, biaya pembelian bibit murbei, sewa lahan, dan upah tenaga kerja keluarga. Selain itu terdapat pula beberapa investasi yang dipergunakan tidak hanya untuk kegiatan usaha peternakan ulat sutera tetapi juga digunakan untuk usaha lain dan untuk kegiatan sehari-hari yang
35
menjadi biaya bersama, oleh karena itu dalam perhitungan digunakan proporsi pemakaian. Variabel investasi tersebut adalah cangkul, garpu, kompor, dan motor. Biaya pra investasi meliputi biaya pelatihan, sedangkan biaya investasi pada kondisi usaha saat ini meliputi biaya pembelian bibit murbei, cangkul, persiapan lahan, alat stek, garpu, pembuatan kandang pemeliharaan ulat sutera, pembuatan rak pemeliharaan ulat sutera, seriframe, termometer, kompor, sprayer, dan sepeda motor. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap dalam usaha peternakan ulat sutera terdiri dari biaya komunikasi, biaya pemeliharaan kandang, upah tenaga kerja, biaya pemeliharaan kendaraan, dan pembelian kaporit. Biaya variabel dalam usaha peternakan ulat sutera terdiri dari pembelian bibit ulat sutera ukuran instar III, biaya transportasi, dan biaya pembelian popson. Biaya transportasi dimasukkan ke dalam biaya variabel karena besarnya biaya yang dikeluarkan bergantung pada kapasitas pemeliharaan ulat sutera setiap musim pemeliharaan. Perhitungan manfaat pada usaha peternakan ulat sutera adalah besarnya produksi kokon yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual kokon yang diterima dan nilai sisa yang didapat dari barang-barang investasi. Dalam pembudidayaan ulat sutera terdapat hasil sampingan berupa pupuk organik yang berasal dari kotoran ulat sutera dan sisa-sisa pakan. Pupuk organik sangat baik digunakan untuk meningkatkan unsur hara pada tanaman murbei dan tanaman lainnya (Rochmayanto et al, 2007). Untuk mendapatkan pupuk organik harus dilakukan pengomposan terlebih dahulu. Dalam satu periode masa pemeliharaan, dari 1 boks bibit ulat sutera yang dipelihara dapat menghasilkan 1690 Kg pupuk organik. Namun demikian, berdasarkan penelitian terhadap kelayakan finansial pemanfaatan limbah pakan oleh Rochmayanto (2007), biaya yang harus dikeluarkan untuk mengolah kotoran ulat sutera dan sisa-sisa pakan menjadi pupuk organik jauh lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang diterima serta mengakibatkan inefisiensi produksi, sehingga tidak disarankan kepada para peternak untuk mengolah kotoran ulat sutera dan sisa-sisa pakan menjadi pupuk organik. Berdasarkan hal di atas maka potensi pendapatan dari pengolahan pupuk organik tidak dimasukkan dalam perhitungan arus kas dan perhitungan laba-rugi.
36
4.6 Analisis Kelayakan Investasi Analisis finansial yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan kriteria investasi Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP). 4.6.1 Net Present Value (NPV) Net Present Value atau keuntungan bersih sekarang merupakan selisih antara nilai benefit sekarang dan nilai biaya sekarang pada tingkat diskonto tertentu selama umur proyek. NPV dirumuskan sebagai berikut: n
NPV =
∑ ( Bt − Ct )(i + 1)
n
................................................................ (1)
t =1
Dimana: NPV : Jumlah nilai sekarang pendapatan bersih penjualan kokon selama n tahun pada umur proyek Bt
: Manfaat yang dihasilkan dari perkalian harga jual kokon dengan jumlah produksi kokon pada tahun ke-t
Ct
: Biaya operasional pemeliharaan ulat sutera pada tahun ke-t
i
: Tingkat suku bunga yang berlaku (diskonto)
t
: Periode waktu (t = 1,2,3,….,n)
Dalam kriteria kelayakan investasi, nilai NPV yang dihasilkan memiliki tiga alternatif nilai arti, yaitu:
•
NPV = 0, artinya usaha peternakan ulat sutera tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial Opportunity Cost faktor produksi normal dan usaha tetap layak untuk dilaksanakan.
•
NPV > 0, artinya usaha peternakan ulat sutera layak dilaksanakan.
•
NPV < 0, artinya usaha peternakan ulat sutera tidak layak untuk dilaksanakan.
4.6.2 Net B/C Net B/C merupakan manfaat bersih yang diperoleh setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih. Secara matematis Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut:
……
………………………………. (2)
37
Nilai perhitungan Net B/C yang lebih besar atau sama dengan satu menunjukkan usaha peternakan ulat sutera layak untuk dijalankan. Namun bila nilai perhitungan Net B/C yang dihasilkan kurang dari satu maka usaha peternakan ulat sutera tidak layak untuk dijalankan. 4.6.3 Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return merupakan tingkat diskonto pada saat NPV usaha peternakan ulat sutera sama dengan nol, dinyatakan dalam satuan persen. IRR menunjukkan kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan pengembalian atau tingkat keuntungan yang telah dicapai. Secara matematis IRR dapat dirumuskan sebagai berikut: IRR = i '+
NPV ' (i"−i ' ) ……………………………………………. (3) NPV "
Dimana: i’
: discount rate yang menghasilkan NPV positif
i’’
: discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV’ : NPV yang bernilai positif NPV’’ : NPV yang bernilai negatif Investasi dikatakan layak jika nilai IRR lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang berlaku, karena pada kondisi tersebut NPV dari usaha peternakan ulat sutera lebih besar atau sama dengan nol. Apabila IRR lebih kecil dari tingkat diskonto yang berlaku maka usaha peternakan ulat sutera tidak layak untuk dilaksanakan.
4.6.4 Payback Period Payback Period atau masa pengembalian investasi merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi suatu proyek. Secara matematis, payback period dapat dirumuskan sebagai berikut: Payback Period =
I …………………………………………. (4) Ab
dimana : Payback Period : Jumlah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi pada usaha peternakan ulat sutera
38
I
: Jumlah modal investasi usaha peternakan ulat sutera
Ab
: Keuntungan bersih tiap tahun dari usaha peternakan ulat sutera
Nilai payback period berbanding terbalik dengan nilai NPV, semakin tinggi nilai NPV maka nilai payback period yang dihasilkan semakin kecil. Semakin kecil nilai payback period yang didapat maka manfaat yang diperoleh semakin besar karena investasi pada usaha peternakan ulat sutera yang ditanamankan cepat dikembalikan.
4.7 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas menggunakan nilai pengganti (switching value) perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat kelayakan dari usaha ini jika terjadi perubahan-perubahan pada jumlah produksi, harga jual, dan harga input. Switching value adalah suatu nilai dimana pada nilai tersebut nilai NPV yang dihasilkan sama dengan nol, nilai Net B/C sama dengan satu, dan nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga. Dengan analisis switching value akan dicari nilai maksimal dari peningkatan harga input atau nilai maksimal dari penurunan harga output dan jumlah produksi yang nantinya akan menjadi batas dimana sebuah usaha peternakan ulat sutera layak untuk dijalankan. Switching value dilakukan terhadap variabel-variabel yang paling mempengaruhi kelayakan usaha peternakan ulat sutera, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran. Penentuan variabel-variabel tersebut didasarkan pada pengalaman usaha selama ini. Dari sisi penerimaan, analisis switching value dilakukan pada variabel harga jual kokon dan jumlah produksi kokon per tahun. Sedangkan dari sisi pengeluaran, variabel utama adalah harga input, namun harga input bibit ulat sutera ukuran instar III tidak pernah mengalami perubahan harga. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, harga input ulat sutera ukuran instar III per box sekitar Rp 105.000,-. Kebijakan harga input bibit ulat sutera ukuran instar III juga dipengaruhi oleh kebijakan pengendalian harga telur ulat sutera yang dilakukan Departemen Kehutanan. Dari sisi input, sehingga variabel yang akan dianalisis switching value adalah keseluruhan biaya operasional yang dikeluarkan pada usaha peternakan ulat sutera per tahunnya.
39
V.
GAMBARAN UMUM USAHA
5.1. Gambaran Umum Desa Karyasari 5.1.1 Kondisi Fisik Desa Karyasari Peternakan ulat sutera yang menjadi objek penelitian terletak di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Desa Karyasari merupakan salah satu desa dari sebelas desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang. Desa Karyasari memiliki luas wilayah terbesar dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Kecamatan Leuwiliang, yaitu sebesar 1.123,2 Ha. Desa Karyasari yang memiliki ketinggian antara 300-600 meter di atas permukaan laut berada di kaki hingga puncak Gunung Pongkor. Suhu rata-rata sepanjang tahun di Desa karyasari adalah sebesar 240-280 Celcius dan memiliki curah hujan rata-rata sepanjang tahun sebesar 1.200 mm. Berdasarkan keadaan iklim dan kondisi fisik yang ada, pembudidayaan ulat sutera sesuai untuk diusahakan di Desa Karyasari. Batas wilayah Desa Karyasari adalah sebagai berikut: Sebelah utara
: Desa Karacak
Sebelah timur : Kecamatan Pamijahan Sebelah barat
: Desa Pabangbon
Sebelah selatan : Desa Puraseda 5.1.2 Pemanfaatan Lahan Tidak semua lahan di Desa Karyasari telah dimanfaatkan. Dari 1.123,2 Ha luas wilayah, baru sekitar 1.003,2 Ha atau 89,32 persen lahan yang dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan pertanian maupun non pertanian, sisanya sekitar 120 Ha atau 10,68 persen merupakan lahan yang tidak dimanfaatkan. Pemanfaatan lahan di Desa Karyasari mayoritas adalah untuk pesawahan dan kawasan hutan produksi. Pemanfaatan lahan untuk budidaya tanaman murbei di Desa Karyasari baru mencapai 2 Ha atau sekitar 0,18 persen. Jenis pemanfaatan lahan di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 10.
40
Tabel 10. Pemanfaatan Lahan di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor No.
Jenis Pemanfaatan Lahan
Luas Penggunaan (Ha)
Persentase (%)
1.
Sawah Basah
130
11,57
2.
Sawah Kering
283
25,20
3.
Pekarangan
3
0,27
4.
Perumahan
132
11,75
5.
Ladang
192
17,09
6.
Empang
12
1,07
7.
Kuburan
3
0,27
8.
Hutan Produksi
296,5
26,40
9.
Hutan Lindung
15,7
13,98
10.
Lainnya
56
4,99
1.123,2
100
Total Sumber: Data Kecamatan Leuwiliang, 2006
5.1.3 Potensi Pertanian Komoditas pertanian yang diusahakan oleh penduduk Desa Karyasari mayoritas adalah padi. Luas lahan sawah basah di Desa Karyasari mencapai 130 Ha. Selain padi, komoditas lain yang diusahakan adalah sayur-sayuran, buahbuahan, palawija, tanaman hutan, ayam ras, ikan mas, domba, serta budidaya ulat sutera. Untuk peternakan ulat sutera, pada tahun 2003, 15 petani yang tergabung dalam kelompok tani Rimba Sejahtera mendapatkan bantuan dana dan pelatihan budidaya ulat sutera yang diprakarsai Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor. Kelompok tani Rimba Sejahtera membudidayakan ulat sutera dengan 1,5 Ha luas lahan murbei. Namun usaha kelompok ini hanya bertahan kurang dari satu tahun. Hal yang menyebabkan terhentinya kegiatan budidaya ulat sutera ini adalah kualitas sumber daya manusia petani yang rendah. Manajemen pemeliharaan yang tidak baik dan kesungguhan petani yang tidak sepenuhnya membuat proyek ini terhenti. Pembudidayaan ulat sutera yang masih bertahan hanya dilakukan oleh Bapak Baidin. Jenis komoditas agribisnis yang diusahakan di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 11.
41
Tabel 11. Komoditas Agribisnis yang Diusahakan di Desa Karyasari, Kecamatan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor No.
Komoditas
Satuan
Jumlah
1.
Padi
Ha
135
2.
Sayuran
Ha
20
3.
Buah-buahan
Ha
5
4.
Palawija
Ha
10
5.
Pinus
Ha
168,5
6.
Maesopsis
Ha
143,7
7.
Ayam Ras Pedaging
Ekor/tahun
30.000
8.
Ikan Mas
9.
Ulat Sutera
Petani
30
Peternak
1
Sumber: Data Kecamatan Leuwiliang, 2006
5.1.4 Penduduk Jumlah penduduk Desa Karyasari hingga tahun 2006 adalah sebesar 6.727 jiwa yang tersebar ke dalam 32 Rukun Tetangga dan 9 Rukun Warga. Dari jumlah penduduk yang ada, mayoritas penduduk berada pada usia produktif yaitu pada rentang usia 15-45 tahun. Jumlah penduduk usia produktif di Desa Karyasari mencapai 3.300 orang atau 49,06 persen. Dari 3.300 orang penduduk usia produktif, 1.741 orang adalah laki-laki yang sekitar 1.200 orang atau 70 persennya bekerja dalam sektor pertanian khususnya buruh tani. Dari 1.200 orang buruh tani yang ada, 5 orang diantaranya merupakan buruh tani yang bekerja untuk peternakan ulat sutera milik Bapak Baidin. Kelima orang ini bekerja secara bergantian untuk memelihara lahan murbei milik Bapak Baidin. Jumlah penduduk Desa Karyasari berdasarkan kelompok umur tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 12. Untuk pengembangan usaha, berdasarkan besarnya jumlah buruh tani yang ada maka tenaga kerja tambahan yang dibutuhkan banyak tersedia.
42
Tabel 12. Jumlah Penduduk Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006 No.
Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah penduduk (orang) Laki-laki
Perempuan
1.
0-4
329
326
2.
5-9
409
411
3.
10-14
424
307
4.
15-19
327
302
5.
20-24
303
287
6.
25-29
288
300
7.
30-34
358
228
8.
35-39
283
233
9.
40-44
182
209
10.
45-49
189
171
11.
50-54
187
116
12.
55-59
131
132
13.
> 60
134
161
3.544
3.183
Jumlah Sumber: Data Kecamatan Leuwiliang, 2006
5.2. Gambaran Umum Usaha 5.2.1 Sejarah dan Perkembangan Usaha Salah satu komoditas yang diusahakan di Desa Karyasari adalah usaha peternakan ulat sutera milik Bapak Baidin. Peternakan ulat sutera ini telah berdiri sejak tahun 2004. Pada tahun 2003, 15 petani yang tergabung dalam kelompok tani Rimba Sejahtera mendapatkan bantuan dana dan pelatihan budidaya ulat sutera yang diprakarsai Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor. Kelompok tani Rimba Sejahtera membudidayakan ulat sutera dengan 1,5 Ha luas lahan murbei. Namun usaha kelompok ini hanya bertahan kurang dari satu tahun. Hal yang menyebabkan terhentinya kegiatan budidaya ulat sutera ini adalah kualitas sumber daya manusia petani yang rendah. Manajemen pemeliharaan yang tidak baik dan kesungguhan petani yang tidak sepenuhnya membuat proyek ini terhenti. Namun tidak demikian halnya dengan Bapak Baidin,
43
beliau memutuskan untuk membuka peternakan ulat sutera termasuk tanaman murbeinya di lahan miliknya sendiri karena beliau beranggapan bahwa usaha peternakan ulat sutera merupakan usaha yang menguntungkan dan bermanfaat bagi penduduk sekitar. Selama enam bulan pertama, dilakukan proses persiapan lahan, pemeliharaan murbei, dan pembuatan kandang pemeliharaan. Sejak awal berdiri hingga saat ini, pemilik membuka 2 Ha lahan untuk penanaman tanaman murbei sebagai pakan utama ulat sutera dan sebuah kandang pemeliharaan ulat sutera berukuran 6 x 10 m. kandang ulat sutera dibuat permanen beralaskan beton dan memiliki ventilasi udara berupa sekat-sekat bambu. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar suhu di dalam ruangan tetap sejuk. Selain menanam tanaman murbei di lahan milik sendiri, Bapak Baidin juga membagikan bibit pohon murbei kepada 10 orang petani di Desa Karyasari yang menjadi mitranya untuk membudidayakan tanaman murbei. Hasil dari bibit murbei yang dibagikan akan dibeli kembali oleh Bapak Baidin sebesar Rp 300,per rantingnya. Dengan demikian pasokan pakan untuk ulat sutera yang dibudidayakan semakin terjamin. Bibit tanaman pertama kali diperoleh dengan cara membeli dari PT. Indo Jado Sutera Pratama. Setelah itu, perbanyakan tanaman murbei dapat dilakukan sendiri dengan sistem stek batang. 5.2.2 Pengadaan Input Peternakan ulat sutera ini menjalin kemitraan dengan CV Batu Gede yang terletak di Kecamatan Ciapus, Kabupaten Bogor. Hubungan kemitraan terjalin sejak berdirinya usaha ini hingga saat penelitian dilakukan. Peternakan ulat sutera ini memperoleh pasokan bibit ulat sutera dari CV Batu Gede dan para peternak bibit ulat sutera di Kabupaten Sukabumi. Bibit yang dibeli tidak dalam bentuk telur tetapi ulat kecil yang telah memasuki masa pemeliharaan instar III. Pasokan bibit selama ini dipasok oleh pihak lain karena untuk mengadakan bibit sendiri dibutuhkan tenaga ahli dan alat penetasan khusus yang memiliki kapasitas produksi bibit yang besar, sehingga jika pembibitan dilakukan sendiri dengan skala usaha yang ada saat ini tidak akan menutupi tambahan biaya yang dikeluarkan. Peternakan ulat sutera milik Bapak Baidin hingga saat ini belum memiliki perizinan usaha secara hukum dan belum memiliki nama usaha.
44
5.2.3 Budidaya Dalam menjalankan usahanya, Bapak Baidin memiliki lima pekerja dari luar keluarga. Ia dibantu anaknya mengelola sistem budidaya dan kegiatan manajerial
lainnya.
Pekerja dibutuhkan
untuk
pra penanaman
murbei,
pemeliharaan murbei, dan pembuatan kandang pemeliharaan. Pekerja berasal dari penduduk sekitar kediaman Bapak Baidin yang menjadi karyawan lepas. Kegiatan peternakan ulat sutera Bapak Baidin secara umum meliputi penanaman tanaman murbei sebagai pakan ulat sutera, pembelian bibit ulat sutera berukuran kecil (instar III), pemeliharaan ulat sutera hingga proses pengokonan, dan penjualan hasil ternak berupa kokon pada CV Batu Gede. Produk akhir yang dihasilkan oleh peternakan yang dimiliki Bapak Baidin baru berupa kokon ulat sutera. Sedangkan proses pengolahan kokon menjadi benang sutera dan proses penenunan kain sutera belum dapat dilakukan sendiri dikarenakan masih terkendala dalam masalah modal, sehingga usaha ini belum dapat dikatakan sebagai pesuteraan alam. Berbagai produk berbahan dasar benang sutera dan kain sutera yang dihasilkan oleh CV Batu Gede dipasarkan di galery yang ada di kawasan agrowisata Rumah Sutera Alam. Rumah Sutera Alam merupakan cabang usaha lain yang dimiliki oleh pemilik CV Batu Gede yang bergerak di bidang agrowisata pesuteraan alam. Selain itu, pemasaran produk-produk sutera juga dilakukan dengan memenuhi pesanan dari pengrajin-pengrajin yang ada di Jawa Barat. a) Budidaya Tanaman Murbei Penanaman bibit murbei dilakukan di atas lahan yang mempunyai luas total 2 Ha. Lahan murbei milik Bapak Baidin tidak terletak pada satu hamparan. Secara garis besar, lahan murbei dibagi menjadi 4 hamparan yang memiliki luas dan jarak yang berbeda-beda. Pola tanam masing-masing hamparan dibedakan untuk menjaga kontinuitas produksi murbei. Pola tanam tanaman murbei yang diusahakan dapat dilihat pada Lampiran 3. Jarak tanam antara satu tanaman dengan tanaman lainnya adalah 0,5 x 1,2 m. Sebelum proses penanaman, proses pengolahan lahan dilakukan untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman murbei. Proses pengolahan lahan yang
45
dilakukan berupa penggemburan tanah, pembuatan lubang untuk penanaman bibit dan pemberian pupuk kandang. Setelah penanaman bibit melewati 15 hari, pupuk kandang kembali diberikan. Bibit murbei kemudian dibiarkan tumbuh hingga mencapai umur 4 bulan. Selama 4 bulan masa pemeliharaan, penyiangan terhadap gulma rutin dilakukan karena gulma dapat menghambat pertumbuhan murbei. Setelah tanaman murbei berumur 4 bulan dilakukan pangkasan pertama, pangkasan ini dilakukan untuk memaksimalkan pertumbuhan daun murbei yang akan dijadikan pakan bagi ulat sutera. Dua bulan setelah pangkasan pertama dilakukan pangkasan kedua. Setelah tanaman murbei memasuki tahap pemangkasan yang kedua atau ketika umur tanaman mencapai 6 bulan, daun-daun yang ada sudah dapat dijadikan pakan bagi ulat sutera, sehingga hasil pangkasan terhadap ranting yang kedua merupakan pemberian pakan pertama bagi ulat sutera. Setelah pemangkasan kedua, tanaman murbei dibiarkan untuk tumbuh kembali hingga siap untuk dipangkas 3 bulan berikutnya, sehingga hamparan lahan murbei yang baru saja dipangkas akan diistirahatkan, dan untuk pemeliharaan ulat sutera musim berikutnya akan menggunakan pasokan pakan dari hamparan murbei yang lain. b) Pemeliharaan Ulat Sutera Kegiatan pemeliharaan ulat sutera terdiri dari beberapa tahapan. Peternakan membeli bibit ulat sutera berukuran instar III pada CV Batu Gede. Dalam satu kali masa pemeliharaan, bibit yang dipelihara sebanyak 25.000 ekor ulat sutera atau setara dengan 1 boks. Pemeliharaan ulat sutera dilakukan di dalam rak-rak yang terdapat dalam kandang. Pemberian pakan yang berkualitas dan sesuai takaran serta kebersihan kandang menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan dan kualitas kokon yang dihasilkan. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari, yaitu pada pukul 06.30, pukul 11.00, dan pukul 15.00. Pakan yang diberikan berupa ranting tanaman murbei yang banyak terdapat daun. Pemberian daun beserta rantingnya bertujuan untuk mempermudah proses pembersihan kotoran ulat sutera. Pembersihan kotoran ulat dilakukan setiap 3 hari sekali. Selain pembersihan kotoran, ulat sutera juga perlu diberi popson untuk menjaga kesehatan ulat. Popson diberikan setiap 3 hari sekali.
46
Banyaknya pakan yang diberikan bergantung pada umur ulat sutera, semakin besar ukuran ulat, semakin banyak pakan murbei yang diberikan. Pada hari pertama pemeliharaan, dibutuhkan pakan sebanyak 50 Kg ranting murbei. Pada hari kedua, pemberian pakan bertambah menjadi 80 Kg ranting murbei. Pada hari ketiga hingga ulat memasuki masa tidurnya yang ketiga dalam siklus hidup ulat sutera, ulat diberi pakan sebanyak 100 Kg ranting murbei setiap harinya. Pada saat ulat memasuki masa tidur, pemberian pakan tidak perlu dilakukan. Setelah ulat bangun dari tidurnya ulat telah memasuki ukuran instar IV. Pemeliharaan ulat instar IV memerlukan waktu 4 hari. Setelah memasuki hari keempat pada masa instar IV, ulat akan kembali tidur. Pemberian pakan untuk ulat sutera ukuran instar IV dan V adalah 120 Kg ranting murbei per hari. Waktu yang diperlukan ulat sutera dari hari pertama pemeliharaan untuk mencapai ukuran instar V hingga siap mengokon adalah 16 hari. Selama 16 hari pemeliharaan ulat sutera membutuhkan 1,5 ton ranting murbei. Dalam masa pemeliharaan, kondisi suhu di dalam kandang tetap dijaga berkisar antara 230-270 C. Untuk menjaga kestabilan suhu pada saat musim hujan, digunakan kompor untuk menghangatkan suhu di dalam kandang. Setelah melewati 16 hari masa pemeliharaan, ulat akan memasuki masa pengokonan. Ciri-ciri ulat yang sudah ingin mengokon adalah ulat akan terus menggerak-gerakkan tubuh bagian depannya ke atas. Seluruh sisa-sisa pakan akan diangkat dan diatas rak pemeliharaan disediakan tempat khusus pengokonan atau seriframe, setelah itu ulat akan dengan sendirinya naik dan mencari tempat untuk melakukan pengokonan. Proses persiapan ulat untuk mengokon hingga selesai membutuhkan waktu 10 hari. Kokon yang terbentuk dalam seriframe kemudian dilepaskan satu per satu dan dimasukkan ke dalam wadah untuk kemudian siap dipasarkan. Selama pemeliharaan ulat sutera memasuki masa pengokonan, seluruh lahan murbei akan disiangi hingga proses pengokonan selesai. Skema pemeliharaan ulat sutera dan tanaman murbei di peternakan ulat sutera milik Bapak Baidin dapat dilihat pada Gambar 2.
47
Pemeliharaan Ulat Instar III
Pemangkasan Kedua
Masa Tidur
Pemeliharaan Hingga Usia 6 Bulan
Pemeliharaan Ulat Instar IV Pemangkasan Pertama
Pemeliharaan Tanaman Murbei
Pemberian Pakan
Pemeliharaan Ulat Sutera
Masa Tidur
Pemeliharaan Hingga Usia 4 Bulan Pemeliharaan Ulat Instar V Penanaman Bibit
Kokon Persiapan Lahan
Masa Pengokonan
Gambar 2. Skema Produksi Kokon Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin
5.2.4 Pemasaran Kemitraan dengan CV Batu Gede tidak hanya dalam hal pengadaan bibit, tetapi juga dalam hal pemasaran. Usaha ini juga menjual hasil produksinya yang berupa kokon langsung pada CV Batu Gede. Selama ini, jumlah produksi yang dihasilkan belum mampu memenuhi seluruh permintaan kokon dari CV Batu Gede. Jumlah produksi kokon rata-rata per bulan dari peternakan milik Bapak Baidin sebesar 35 Kg kokon per bulan, sedangkan permintaan kokon rata-rata per bulannya dari CV Batu Gede mencapai 600 Kg. Peternakan milik Bapak Baidin baru mampu memenuhi permintaan sebesar 5,83 persen dari total permintaan yang ada dari CV Batu Gede.
48
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Aspek Non Finansial Analisis aspek-aspek non finansial dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana usaha peternakan ulat sutera ini layak bila dilihat dari aspek-aspek non finansial. Dalam penelitian ini, dikaji beberapa aspek non finansial, diantaranya aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. 6.1.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek penting yang terlebih dahulu harus dianalisis sebelum memutuskan untuk memulai atau mengembangkan suatu usaha, termasuk usaha peternakan ulat sutera yang menjadi objek penelitian. Variabel-variabel aspek pasar yang akan dianalisis dalam penelitian ini meliputi jumlah permintaan, harga jual produk, penawaran, pemasaran, dan struktur persaingan. a) Permintaan Kegiatan
pesuteraan
alam
merupakan
suatu
rangkaian
kegiatan
agroindustri yang saling terkait mulai dari kegiatan pembibitan ulat sutera, pemeliharaan tanaman murbei, pemeliharaan ulat sutera, pemintalan benang sutera, penenunan kain sutera, pembatikan/pencelupan/pencapan/penyempurnaan, garmen dan pembuatan barang jadi lainnya yang berbahan sutera termasuk pemasarannya. Hasil akhir dari kegiatan pesuteraan alam adalah kain sutera yang juga dapat dijadikan bahan baku pembuatan pakaian berbahan sutera. Sutera merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan mulai banyak diminati oleh masyarakat di dalam maupun luar negeri. Permintaan akan kokon ulat sutera di Kabupaten Bogor dan sekitarnya salah satunya berasal dari CV Batu Gede yang merupakan industri pesuteraan alam yang berada di Kecamatan Ciapus, Kabupaten Bogor. Besarnya jumlah permintaan disesuaikan dengan kebutuhan kokon ulat sutera untuk dijadikan benang sutera yang kemudian ditenun menjadi berbagai kerajinan berbahan kain sutera. Jika dilihat dari kapasitas mesin pemintal benang yang dimiliki CV Batu Gede, jumlah kokon yang dibutuhkan per bulan mencapai 1-2 ton. Namun karena keterbatasan sumberdaya, dalam satu bulan, CV Batu Gede hanya membutuhkan 49
500-700 Kg kokon ulat sutera untuk dijadikan bahan baku pembuatan kain sutera. Jumlah permintaan yang ada selama ini dipasok oleh para peternak ulat sutera yang menjalin kemitraan dengan CV Batu Gede. Kebutuhan dunia akan benang sutera sejak tahun 2002 hingga 2006 cukup besar dan stabil yaitu sebesar 81.546 ton. Kebutuhan ini diprediksikan akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk serta semakin membaiknya kondisi perekonomian4. Pertumbuhan permintaan benang sutera dunia akan meningkat 2 persen-5 persen per tahun, sedangkan untuk permintaan dalam negeri diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 12,24 persen per tahun (Sri Utami Kuncoro, 1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000). Hingga tahun 2008, kebutuhan akan benang sutera di dalam negeri yang berasal dari industri pemintalan benang sutera nasional mencapai 87,5 ton atau setara dengan 700 ton kokon ulat sutera5. Kebutuhan industri penenunan batik sutera akan benang sutera mencapai 1236 ton benang sutera per bulan pada tahun 2006 (Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS, Departemen Kehutanan, 2006). b) Penawaran Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kokon setiap bulannya, CV Batu Gede melakukan kemitraan dengan Bapak Baidin sebagai satu-satunya peternak ulat sutera di Kabupaten Bogor dan beberapa petani lainnya yang berasal dari Kabupaten Sukabumi. Jumlah produksi peternakan ulat sutera di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor milik Bapak Baidin setiap bulannya baru mencapai 30-40 Kg atau rata-rata produksi per bulannya baru memenuhi 5,83 persen permintaan CV Batu Gede. Seluruh hasil produksi langsung diserap oleh CV Batu Gede, dan untuk menutupi kekurangan jumlah bahan baku, CV Batu Gede membeli kokon dari petani di Sukabumi dan Sukanegara. Tingginya jumlah permintaan dalam dan luar negeri akan produk sutera ternyata belum diiringi oleh jumlah produksi benang sutera yang ada. Sampai tahun 2008, baik di dalam maupun luar negeri, jumlah produksi benang sutera 4
Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. 2008. Op.cit
5
Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian. 2008. Kokon Nasional Defisit 450 Ton Pert Tahun. http://www.indotextiles.com/index.php?option=com_content&task=view&id=483&Itemid=72. [6 Februari 2009].
50
belum mampu mencukupi permintaan yang ada. Dalam periode 2002 hingga 2008, jumlah produksi benang sutera dunia terus menurun dari 55.222 ton menjadi 52.342 ton6, padahal permintaan dunia jumlahnya relatif stabil. Sedangkan untuk industri dalam negeri, hingga tahun 2008 jumlah produksi kokon ulat sutera nasional pertahun rata-rata baru sebesar 250 ton atau berkisar 31,25 ton benang sutera, sehingga untuk memenuhi kebutuhan kokon sebagai bahan baku industri pemintalan benang sutera dilakukan impor sebesar 450 ton per tahun dari Cina dan Thailand7. c) Harga Sistem kemitraan yang dijalankan dengan CV Batu Gede membuat usaha ini mendapatkan kepastian dalam harga jual kokon. Penetapan harga yang dilakukan berdasarkan kualitas kokon yang dihasilkan. Penentuan kualitas kokon dilakukan dengan cara menimbang seluruh produksi kokon, kemudian diambil sebanyak 10 persen untuk dijadikan sample yang akan diteliti tingkat kerusakan pada kokonnya. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, kualitas kokon yang dihasilkan peternakan mengalami fluktuasi. Hal ini berimbas pada harga yang diterima, harga kokon per kilogram yang diterima berkisar antara Rp 18.000 – Rp 25.000. d) Pemasaran Sistem kemitraan yang dijalin dengan CV Batu Gede selama ini meliputi pengadaan bibit ulat sutera ukuran instar III dan pemasaran kokon hasil produksi. Selama ini perusahaan hanya memasarkan hasil produksinya pada CV Batu Gede. Hal ini dikarenakan jarak antara peternakan dengan CV Batu Gede adalah yang terdekat bila dibandingkan dengan industri pesuteraan alam lainnya yang berada di luar Kabupaten Bogor, sehingga biaya transportasi dan biaya perlakuan kokon saat perjalanan bisa ditekan seminimal mungkin. Namun demikian, peternakan tidak menutup kemungkinan memasarkan kokonnya pada industri pesuteraan alam atau pihak lain yang membutuhkan dengan syarat kemitraan yang terjalin tidak hanya dari sisi pemasaran produk agar usaha peternakan ini semakin berkembang.
6 7
Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. 2008. Op.cit Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian. 2008. Op.cit.
51
e) Struktur Persaingan Pasar kokon di wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya menghadapi struktur persaingan yang cenderung monopsoni. Artinya hanya terdapat satu pembeli hasil produksi kokon yang dihasilkan oleh peternak ulat sutera di wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Namun demikian, dengan struktur persaingan yang ada tidak membuat peternakan milik Bapak Baidin mengalami penurunan penjualan. Kualitas, kuantitas, lama produksi kokon yang cukup baik bila dibandingkan peternak ulat sutera lain yang juga menjadi mitra CV Batu Gede serta jarak tempuh yang terdekat dengan CV Batu Gede membuat hasil produksi usaha ini selalu menjadi prioritas. Berdasarkan analisis terhadap aspek pasar di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha peternakan ulat sutera ini layak untuk dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari masih terbukanya peluang untuk memenuhi permintaan akan benang sutera, baik dalam lingkup wilayah Kabupaten Bogor, nasional, maupun dunia. Selain itu, kepastian harga yang diterima dan keunggulan yang dimiliki usaha ini bila dibandingkan dengan para pesaingnya membuat usaha ini cukup menjanjikan untuk mendapatkan keuntungan. 6.1.2 Aspek teknis Analisis terhadap aspek teknis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kondisi fisik, teknologi, keterampilan, lokasi usaha peternakan ulat sutera, dan proses budidaya yang dilakukan. a) Kondisi Fisik Desa Karyasari terletak diantara ketinggian 300-600 meter di atas permukaan laut dan berada di sekitar lereng Gunung Pongkor. Suhu rata-rata sepanjang tahun di Desa Karyasari adalah sebesar 240-280 Celcius. Berdasarkan keadaan iklim dan ktinggian lahan yang ada, Desa Karyasari sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera dan tanaman murbei, karena budidaya ulat sutera dan tanaman murbei baik dilakukan pada dataran tinggi yang bersuhu 200-300 Celcius (Atmosoedarjo et al, 2000).
52
b) Teknologi Pembudidayaan ulat sutera dan tanaman murbei menggunakan peralatan dan teknologi yang sederhana seperti budidaya komoditas pertanian dan peternakan pada umumnya. Untuk mempersiapkan lahan murbei, peralatan yang dipakai adalah cangkul, garpu, dan alat stek untuk memangkas batang murbei. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan ulat sutera adalah sprayer untuk membersihkan kandang setelah selesai panen kokon dan kompor untuk menghangatkan kandang pemeliharaan saat musim hujan. Berdasarkan peralatan dan teknologi yang digunakan, budidaya ulat sutera dan tanaman murbei dapat diusahakan oleh para pelaku usaha lainnya, karena tidak menggunakan peralatan dan teknologi yang khusus. c) Keterampilan Budidaya ulat sutera membutuhkan manajemen sumber daya manusia yang baik terutama dalam hal kedisiplinan. Kedispilinan dibutuhkan ketika pemberian pakan murbei pada ulat sutera yang dilakukan 3 kali dalam sehari. Kebersihan kandang, kondisi lingkungan dan suhu kandang pemeliharaan juga harus terjaga agar kokon yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Dalam pemeliharaan murbei, penyiangan, pengairan, pendangiran, pemupukan, dan pemberian obat-obatan rutin dilakukan sesuai aturan agar kualitas dan kuantitas daun murbei yang dihasilkan maksimal. d) Lokasi Usaha Peternakan ulat sutera ini terletak di Kampung Tamansari, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Alasan pemilik mendirikan peternakan di lokasi ini diantaranya: 1) Akses menuju lokasi Wilayah Desa Karyasari terletak di lereng Gunung Pongkor yang berada di ketinggian 300-600 m di atas permukaan laut. Akses utama menuju desa ini adalah jalan besar beraspal yang juga menghubungkan desa dengan desa dan kecamatan lain. Namun untuk akses dari jalan utama menuju peternakan harus melalui jalan selebar 2 meter dengan kondisi jalan berbatu dan menanjak curam yang hanya bisa dilalui mobil berukuran kecil dan motor. Untuk 53
menuju desa, disediakan kendaraan angkutan desa non trayek dan ojek sepeda motor dari pasar Leuwiliang, jarak antara Desa Karyasari dengan pasar Leuwiliang adalah 8 Km. 2) Letak pasar yang dituju Pemasaran kokon hasil produksi seluruhnya diserap oleh CV Batu Gede yang berlokasi di jalan raya Ciapus, Kecamatan Ciapus, Kabupaten Bogor. Jarak antara peternakan dengan CV Batu Gede sebagai pasar tujuan adalah 46 Km dan dapat ditempuh dalam satu jam perjalanan menggunakan sepeda motor. 3) Sarana dan prasarana Berbagai sarana dan prasarana disediakan pemilik untuk menunjang kegiatan peternakan ulat sutera dan pemeliharaan tanaman murbei. Sarana dan prasarana yang tersedia diantaranya: i) Lay out kandang dan lahan murbei Pemeliharaan ulat sutera dilakukan di kandang pemeliharaan yang letaknya sekitar 1 km sebelah timur dari rumah pemilik. Pemilihan lokasi kandang yang cukup jauh dari rumah dikarenakan karakteritik ulat sutera yang tidak tahan dengan suara yang berasal dari lingkungan penduduk. Untuk itu dibangun kandang pemeliharaan yang letaknya jauh dari pemukiman penduduk. Kandang pemeliharaan ulat sutera yang tersedia berukuran 6x10 m dan dibuat permanen. Kandang pemeliharaan dibuat seperti layaknya rumah penduduk lainnya namun masih beralaskan semen dan berventilasi dari bambu yang dibuat berongga. Di dalam kandang, terdapat dua rak memanjang tempat pemeliharaan ulat sutera yang terbuat dari bambu. Lahan murbei yang dimiliki pemilik tidak terletak pada satu hamparan. Hal ini dikarenakan keterbatasan lahan subur yang dimiliki pemilik, sehingga untuk menjaga kualitas hasil tanaman murbei, pemilik menanam murbei di lahan subur yang letaknya cukup berjauhan. Lahan murbei yang dimiliki dibagi menjadi 4 hamparan luas yang memiliki jarak dan luas lahan yang berbeda. Hamparan pertama terletak 2 km di sebelah selatan kandang. Hamparan kedua terletak 1 km di sebelah barat kandang.
54
Hamparan ketiga terletak 500 m sebelah barat dari rumah pemilik dan terdapat sedikit lahan murbei di sekitar kandang pemeliharaan ulat sutera. ii) Tenaga listrik dan air Letak kandang pemeliharaan dan lahan murbei yang jauh dari pemukiman penduduk membuat akses listrik belum sampai di tempat. Namun demikian, tidak adanya akses listrik tidak menghambat kegiatan usaha karena proses pemeliharaan ulat sutera dan budidaya tanaman murbei tidak memerlukan bantuan tenaga listrik. Sedangkan untuk akses air, baik kandang pemeliharaan maupun lahan murbei letaknya dekat dengan sumber air yang dapat dimanfaatkan dengan bebas tanpa mengeluarkan biaya. iii) Suplai tenaga kerja Tenaga kerja selama ini berasal dari penduduk sekitar yang sudah menjadi orang kepercayaan pemilik sehingga tidak mengalami kesulitan dalam pengadaannya. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dari luar bertugas untuk memelihara tanaman murbei. iv) Transportasi Akses jalan dari jalan utama desa menuju rumah pemilik, peternakan dan lahan murbei hanya berupa jalan setapak yang belum beraspal, sehingga untuk melaksanakan seluruh kegiatan operasional mulai dari pembelian bibit, pengambilan pakan murbei, pemantauan, dan pemasaran hasil produksi menggunakan sepeda motor. v) Rencana pengembangan usaha Luas lahan yang tidak produktif di Desa Karyasari mencapai 120 Ha, sehingga pembukaan lahan untuk perluasan usaha sangat mungkin untuk dilakukan. Perizinan untuk pembukaan lahan dari pemerintah Desa Karyasari mudah didapat. e) Proses Produksi Kegiatan usaha peternakan ulat sutera di Desa Karyasari terdiri dari pemeliharaan tanaman murbei dan pemeliharaan ulat sutera. Proses produksi 55
kokon melewati beberapa tahap pemeliharaan. Selama berjalannya usaha ini, tidak ditemui kendala yang berarti. Kondisi iklim dan lahan Desa Karyasari yang memiliki persyaratan yang sesuai sebagai tempat pembudidayaan ulat sutera dan tanaman murbei membuat usaha ini dapat terus berproduksi sepanjang tahun dan memiliki kualitas kokon di atas rata-rata kokon hasil peternakan lainnya di Jawa Barat. Namun kapasitas produksi kokon seharusnya dapat ditingkatkan hingga empat kali lipat dari kondisi saat ini karena luasnya lahan murbei yang dimiliki. Tetapi karena pemeliharaan tanaman murbei yang tidak dilakukan secara maksimal, kapasitas produksi kokon menjadi tidak maksimal. Selama 10 bulan pertama, usaha ini mampu berproduksi kokon untuk 3 boks bibit ulat sutera setiap bulannya. Setelah itu, peternakan hanya mampu berproduksi kokon untuk 1 boks bibit ulat sutera setiap bulannya karena keterbatasan pakan murbei yang dihasilkan. Pemeliharaan murbei yang dilakukan hanya sebatas melakukan pemupukan pada saat pertama kali menanam dan penyiangan setiap musim pengokonan selesai, tanpa memperhatikan kecukupan air dan unsur hara bagi tanaman, sehingga produktivitas daun yang dihasilkan menjadi terbatas dan mengakibatkan jumlah ulat sutera yang dipelihara setiap musim pemeliharaannya hanya sebanyak 1 boks. Sistem pemeliharaan ini tidak sesuai dengan pelatihan yang diikuti pemilik. Berdasarkan literatur, untuk memperoleh hasil daun murbei yang optimal, pemeliharaan air dan unsur hara tanaman harus rutin dilakukan. Setiap satu bulan sekali pada saat musim panen kokon tiba, lahan murbei harus disiangi untuk membersihkan lahan murbei dari gulma yang tumbuh di sekitar murbei. Adanya gulma dapat menghambat pertumbuhan murbei dan juga dapat menurunkan kesuburan tanah. Proses berikutnya adalah pendangiran lahan. Pendangiran lahan murbei bertujuan untuk membuat tanah menjadi lunak, disamping memperbaiki aerasi tanah. Aktivitas pendangiran dilakukan setiap kegiatan pemupukan dilakukan yaitu sebanyak empat kali dalam satu tahun. Pengelolaan pengairan juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman murbei. Kekurangan air pada tanaman murbei akan mengganggu bahkan menghentikan pertumbuhan tanaman. Pengelolaan pengairan dilakukan pada saat musim kemarau tiba atau selama 6 bulan dalam satu tahun. Proses berikutnya
56
adalah pemupukan. Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produksi daun murbei. Terdapat dua jenis pupuk yang harus diberikan pada tanaman murbei, yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Pemberian pupuk pada tanaman murbei dilakukan sebanyak empat kali selama satu tahun yaitu pada saat proses pendangiran dilaksanakan. Dosis pupuk yang dianjurkan adalah 1 ton per 2 Ha per tahun untuk pupuk NPK dan 4 ton per 2 Ha per tahun pupuk kandang. Pemilik tidak melakukan pemeliharaan sesuai hasil pelatihan karena beranggapan bahwa hasil murbei selama ini sudah cukup bagus, sehingga kurangnya kesadaran dan masih rendahnya manajemen sumber daya manusia yang dimiliki pemilik menjadi faktor utama penyebab rendahnya produktivitas tanaman murbei yang ada. Berdasarkan analisis terhadap aspek teknis, dapat dikatakan usaha peternakan ulat sutera ini layak untuk dijalankan. Walaupun dari penempatan lokasi usaha kurang strategis bila dilihat dari akses jalan yang cukup sulit sehingga untuk pengembangan usaha direncanakan penambahan kandang dan lahan murbei ke lokasi yang lebih strategis. Dari sisi pembudidayaan tanaman murbei, peternakan ini juga belum melakukan pemeliharaan secara optimal. Namun bila ditinjau dari aspek-aspek teknis lainnya menunjukkan bahwa peternakan ini telah melakukan tahapan-tahapan yang baik sehingga menunjukkan usaha ini layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek teknis. 6.1.3 Aspek Manajemen Peternakan ulat sutera milik Bapak Baidin adalah sebuah usaha perseorangan yang hingga saat ini belum memiliki perizinan usaha secara hukum dan belum memiliki nama usaha. Izin pendirian usaha baru diperoleh secara non formal dari pemerintah Desa setempat. Dalam menjalankan bisnisnya, usaha ini juga masih menggunakan struktur organisasi yang sederhana, yaitu dimana usaha ini dipimpin oleh seorang pendiri usaha yang dibantu seorang anaknya yang bertanggungjawab penuh terhadap seluruh kegiatan usaha dan membawahi 5 orang pekerja yang membantu pekerjaan pada saat pemeliharaan tanaman murbei memasuki masa tertentu. Kelima orang pekerja bertugas untuk melakukan pengolahan tanah dan pemupukan terhadap tanaman murbei yang baru ditanam. Kelima orang ini juga akan saling bergantian melakukan penyiangan setiap musim panen kokon tiba. Untuk pemeliharaan ulat sutera dilakukan oleh pemilik usaha 57
dan anaknya. Jam kerja untuk seluruh pekerjanya mulai dari jam 7 pagi hingga jam 12 siang setap hari kecuali hari Jumat dan Minggu. Secara singkat alur struktur organisasi peternakan ulat sutera milik Bapak baidin dapat dilihat pada Gambar 3. Pemilik Usaha
Penanggung Jawab Operasional
Pekerja
Gambar 3. Struktur Organisasi Peternakan Ulat Sutera milik Bapak Baidin Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek manajemen, usaha peternakan ulat sutera ini layak dijalankan karena untuk membudidayakan ulat sutera dapat dilakukan oleh perseorangan dan tidak membutuhkan struktur organisasi yang kompleks. Namun demikian, untuk ke depannya pemilik berencana untuk mengembangkan dan memperbaiki sistem manajerial usaha peternakan ulat suteranya. 6.1.4 Aspek Sosial Analisis terhadap aspek sosial dilakukan untuk mempelajari keberadaan peternakan ulat sutera ini dilihat dari sisi sosialnya. Faktor lingkungan juga dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif pada peternakan ini. Berdasarkan hasil observasi, keberadaan peternakan ulat sutera di Desa Karyasari memberikan pengaruh yang positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Beberapa pengaruh yang diberikan peternakan diantaranya: 1) Kesempatan kerja Berdirinya peternakan ulat sutera di Desa Karyasari telah membuka kesempatan kerja bagi penduduk sekitar. Lima orang penduduk sekitar telah mendapat kepercayaan untuk mengelola lahan murbei milik Bapak Baidin.
58
Penduduk sekitar juga dilibatkan dalam pengerjaan kandang untuk pemeliharaan ulat sutera. 2) Pemanfaatan lahan tidur Ketersediaan pakan tanaman murbei untuk ulat sutera ternyata tidak selamanya dapat terpenuhi bila hanya mengandalkan hasil dari lahan milik Bapak Baidin saja. Untuk itu, dilakukan kemitraan dengan 10 orang penduduk sekitar yang memiliki lahan yang tidak produktif di pekarangan rumahnya untuk ditanami tanaman murbei. Setelah tanaman tersebut memasuki masa panen, hasilnya akan dibeli dengan harga Rp 300,- per rantingnya, sehingga selain untuk memanfaatkan lahan yang tidak produktif, dengan adanya peternakan ulat sutera ini juga mendatangkan penghasilan tambahan bagi penduduk sekitar. Namun kemitraan ini hanya bertahan satu tahun karena mitra yang dibina Bapak Baidin tidak melakukan pemeliharaan terhadap tanaman murbei yang ada. 3) Ramah lingkungan Keberadaan peternakan ulat sutera juga memberikan pengaruh yang positif bagi lingkungan. Lahan yang ditanami tanaman murbei akan terjaga kesuburannya karena sifat dari tanaman murbei yang mampu mengikat oksigen dalam tanah. Selain itu lahan yang ditanami tanaman murbei dapat ditumpangsarikan sehingga dapat lebih memaksimalkan potensi lahan. Pemeliharaan ulat sutera tidak menghasilkan limbah yang merugikan bagi lingkungan. Kotoran yang dihasilkan ulat sutera bahkan dapat dijadikan pupuk organik kualitas baik dan untuk pakan ikan. Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek sosial, keberadaan peternakan ulat sutera di Desa Karyasari banyak memberikan manfaat bagi penduduk dan lingkungan sekitar yang sifatnya intangible benefit dan tidak menimbulkan efek negatif, sehingga jika dilihat dari aspek sosial usaha ini layak untuk dilaksanakan.
6.2 Analisis Aspek Finansial Analisis kelayakan finansial dilakukan pada penelitian ini untuk mengetahui kelayakan usaha peternakan ulat sutera dari sisi finansial menguntungkan atau tidak. Dalam penelitian ini, analisis kelayakan finansial
59
menggunakan 4 kriteria kelayakan usaha yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period. Untuk melakukan perhitungan, digunakan beberapa asumsi, yaitu: 1. Umur proyek peternakan ulat sutera di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor diperoleh berdasarkan umur ekonomis dari tanaman murbei. Penetapan tanaman murbei sebagai variabel yang dijadikan lamanya umur proyek karena usaha peternakan ulat sutera sangat bergantung pada keadaan tanaman murbei. Tanaman murbei memiliki umur ekonomis selama 15 tahun. 2. Kandang pemeliharaan ulat sutera merupakan variabel yang memiliki umur ekonomis terlama dalam proyek yaitu 20 tahun. Namun demikian, umur ekonomis kandang pemeliharaan tidak dijadikan batasan umur proyek karena dalam usaha peternakan ulat sutera, faktor yang paling mempengaruhi adalah ketersediaan dan keadaan tanaman murbei sebagai pakan ulat sutera. 3. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha, karena persiapan pemeliharaan hanya membutuhkan waktu 6 bulan dan diasumsikan awal investasi berada pada bulan pertama di tahun yang pertama. 4. Dalam 1 tahun terdapat 12 kali musim pemeliharaan ulat sutera, artinya peternakan ini mampu berproduksi kokon setiap satu bulan sekali. 5. Modal yang digunakan dalam usaha ini berasal dari modal sendiri. 6. Penentuan harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang berlaku pada saat penelitian dilakukan dan diasumsikan konstan hingga umur proyek berakhir. 7. Lahan murbei merupakan lahan pribadi sehingga dalam analisis digunakan pendekatan sewa lahan sebagai opportunity cost sebesar Rp 5.000.000,-/Ha/tahun. 8. Dalam 1 boks bibit terdapat 25.000 ekor ulat sutera.
60
9. Harga bibit ulat sutera ukuran instar III yang diperoleh diasumsikan tetap sebesar Rp 105.000,- per boks. Jumlah harga pembelian ini sudah termasuk pembelian dus sebagai wadah bibit ulat sutera. Dus yang ada akan dipakai kembali untuk membawa kokon hasil produksi ke CV Batu Gede. 10. Penyusutan
barang
investasi
menggunakan
metode
garis
lurus.
Perhitungan beban penyusutan dilakukan untuk perhitungan laba-rugi yang akan menghasilkan besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar oleh pemilik usaha setiap tahunnya. 11. Perhitungan besarnya pajak penghasilan berdasarkan Pasal 17 Undangundang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap. 12. Tingkat keberhasilan pemeliharaan ulat sutera sebesar 80% dari jumlah bibit awal. Penentuan besarnya tingkat keberhasilan berdasarkan pengalaman usaha selama ini. 13. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah tingkat suku bunga deposito rata-rata Bank Indonesia pada tahun 2008, yaitu sebesar 9%. Tingkat suku bunga diasumsikan konstan selama masa umur proyek. 14. Harga jual kokon rata-rata per musim pemeliharaan yang dipakai adalah Rp 23.000,- per Kg. Kokon yang dihasilkan pada usaha kondisi saat ini adalah kokon grade B. 15. Upah tenaga kerja per harinya adalah sebesar Rp 20.000,- per orang. 16. Pada analisis finansial skenario II, jumlah bibit ulat sutera yang dipelihara dalam satu musim pemeliharaan menjadi 4 boks dan diasumsikan konstan hingga akhir umur proyek. 17. Pada analisis finansial skenario III, jumlah bibit ulat sutera yang dipelihara dalam satu musim pemeliharaan menjadi 12 boks dan diasumsikan konstan hingga akhir umur proyek.
61
Analisis kelayakan finansial pada penelitian ini akan dibagi menjadi 3 skenario berdasarkan kegiatan usaha yang telah dilakukan dan rencana pengembangan usaha ini ke depan. Pada skenario I, analisis kelayakan finansial yang dilakukan berdasarkan pada kenyataan di lapangan saat ini, dimana usaha belum berproduksi kokon secara optimal. Sedangkan untuk skenario II dan III, analisis kelayakan finansial yang dilakukan berdasarkan rencana pengembangan usaha di masa datang. Pada skenario II, optimalisasi produksi kokon akan dilakukan dengan memanfaatkan luasan lahan murbei yang ada saat ini dan pada skenario III, akan dilakukan analisis kelayakan finansial pada perluasan lahan murbei dan kapasitas produksi kokon.
6.2.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario I (Kondisi Usaha Saat ini, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha) Analisis kelayakan finansial skenario I mengacu pada kondisi usaha saat ini, dimana usaha belum berproduksi kokon secara optimal dan diasumsikan tidak terjadi penambahan biaya dan manfaat selama umur proyek berlangsung. Pada skenario I, untuk 10 kali musim pemeliharaan awal, kapasitas produksi sebanyak 3 boks bibit ulat sutera setiap musimnya. Setelah itu, kapasitas produksi menurun menjadi 1 boks bibit ulat sutera per musim sampai umur proyek berakhir. 6.2.1.1 Analisis Biaya Arus biaya pada analisis finansial skenario I terdiri dari biaya pra investasi, biaya investasi, dan biaya operasional. Biaya pra investasi pada usaha peternakan ulat sutera milik Bapak Baidin adalah biaya pelatihan teknis budidaya ulat sutera yang diikuti pemilik sebelum memulai usaha. Biaya ini termasuk ke dalam biaya tidak tunai, karena pada saat melakukan penelitian seluruh biaya ditanggung oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor, dimana pada saat itu pemilik masih tergabung ke dalam kelompok tani yang mendapatkan program bantuan pengembangan budidaya ulat sutera. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat usaha mulai dilakukan pada tahun pertama. Rincian biaya investasi pada skenario I dapat dilihat pada Tabel 13.
62
Tabel 13. Biaya Investasi pada Skenario I (Kondisi Usaha Saat ini, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha) No.
Uraian
1.
Bibit Murbei
2.
Jumlah (buah)
Umur
Harga
Ekonomis
Satuan
(tahun)
(Rp)
Nilai (Rp)
20.000
15
100
2.000.000
Cangkul (20% x Nilai)
5
5
50.000
50.000
3.
Persiapan Lahan
-
-
-
3.500.000
4.
Alat Stek
2
3
20.000
40.000
5.
Garpu (20% x Nilai)
5
5
50.000
50.000
1
20
2
5
105.000
210.000
120
10
12.000
1.440.000
6.
Kandang Pemeliharaan 60m2
14.790.000 14.790.000
7.
Rak Pemeliharaan
8.
Seriframe
9.
Termometer
1
10
50.000
50.000
10.
Kompor (25% x Nilai)
2
5
120.000
60.000
11.
Sprayer
1
5
15.000
15.000
12.
Motor (60% x Nilai)
1
10
6.000.000
3.600.000
Jumlah
25.805.000
Besarnya biaya investasi usaha peternakan ulat sutera Desa Karyasari pada skala usaha yang diusahakan saat ini adalah Rp 25.805.000,-. Dalam skenario I, terdapat beberapa variabel investasi yang termasuk ke dalam biaya tidak tunai, dimana untuk variabel tersebut sebenarnya pemilik tidak mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya namun tetap diperhitungkan sebagai biaya sebagai opportunity cost. Biaya tersebut adalah biaya pembelian bibit murbei. Bibit murbei didapatkan pemilik dari hasil penyetekan batang tanaman murbei yang telah ada di Desa Karyasari, dimana tanaman murbei yang telah ada berasal dari program bantuan Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor yang ingin mengembangkan budidaya ulat sutera di Desa Karyasari. Namun karena minat masyarakat sekitar yang kurang, sehingga program tersebut menjadi terbengkalai dan tanaman murbei yang telah ada tidak termanfaatkan. Selain biaya tidak tunai, terdapat pula beberapa investasi yang dipergunakan tidak hanya untuk kegiatan usaha peternakan ulat sutera tetapi juga
63
digunakan untuk usaha lain dan untuk kegiatan sehari-hari sebagai biaya bersama, oleh karena itu dalam perhitungan digunakan proporsi pemakaian. Variabel investasi tersebut adalah cangkul, garpu, kompor, dan motor. Besarnya proporsi pemakaian barang-barang investasi tersebut menggunakan perbandingan waktu pemakaian untuk usaha ini dan untuk kegiatan lain. Variabel cangkul dan garpu digunakan pada saat persiapan lahan selama satu minggu. Selain untuk persiapan lahan, cangkul dan garpu digunakan pemilik untuk kegiatan usahatani lainnya. Perbandingan proporsi waktu pemakaian cangkul dan garpu untuk persiapan lahan adalah 20 persen dibanding waktu pemakaian untuk kegiatan usahatani lainnya. Variabel kompor digunakan untuk menghangatkan suhu di dalam kandang pada saat musim hujan. Selain itu, kompor juga digunakan untuk kegiatan sehari-hari pemilik. Dalam satu tahun, pemakaian kompor untuk usaha ini selama 4 bulan, sehingga nilai variabel kompor pada usaha ini adalah 25 persen dari nilai belinya. Variabel motor digunakan untuk pengangkutan bibit ulat sutera, pengangkutan pakan murbei untuk ulat sutera, dan pengangkutan hasil kokon ke CV Batu Gede. Biaya persiapan lahan meliputi pengolahan lahan selama satu minggu, upah tenaga kerja, dan pupuk kandang sebanyak 20 ton. Tenaga kerja yang digunakan untuk pengolahan lahan sebanyak 5 orang dan proses penanaman bibit murbei. Para pekerja tersebut juga dipekerjakan untuk menanam bibit murbei selama 8 hari. Dalam variabel investasi, ada beberapa variabel yang mengalami reinvestasi yaitu ketika barang investasi telah habis umur ekonomisnya. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Biaya Reinvestasi Pada Skenario I (Kondisi Usaha Saat ini, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha) No
Uraian
Umur Ekonomis
Jumlah
(tahun)
Harga Satuan
Nilai (Rp)
(Rp)
1.
Alat Stek
3
2
20.000
40.000
2.
Rak
5
2
105.000
210.000
3.
Seriframe
10
40
12.000
480.000
4.
Termometer
10
1
50.000
50.000
5
2
120.000
60.000
5.
Kompor
(25%
x
Nilai) 6.
Sprayer
5
1
15.000
15.000
7.
Motor (60% x Nilai)
10
1
6.000.000
3.600.000
64
Biaya berikutnya adalah biaya operasional. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung dari besarnya jumlah produksi kokon yang dihasilkan. Komponen yang termasuk biaya tetap yaitu biaya komunikasi, sewa lahan, upah tenaga kerja, perawatan kendaraan, pemeliharaan kandang, dan kaporit. Sewa lahan termasuk ke dalam biaya tidak tunai yang diperhitungkan sebagai opportunity cost, karena lahan murbei seluas 2 Ha merupakan lahan pribadi pemilik yang sudah dimiliki sebelum peternakan ulat sutera berdiri. Perkiraan besarnya sewa lahan berdasarkan biaya sewa lahan persawahan di Desa Karyasari per hektar setiap tahunnya. Tenaga kerja yang digunakan untuk pemeliharaan tanaman murbei yang meliputi aktivitas penyiangan pada usaha skenario I sebanyak 5 orang, namun demikian kelima pekerja tidak bekerja secara bersamaan. Penyiangan dilakukan selama 5 hari kerja oleh satu orang pekerja setiap bulannya secara bergantian. Besarnya upah tenaga kerja untuk aktivitas penyiangan per tahunnya adalah Rp 1.200.000,-. Pada kegiatan pengangkutan pakan murbei, tenaga kerja yang digunakan adalah berasal dari pemilik usaha dibantu oleh anaknya, sehingga upah tenaga kerja yang dikeluarkan adalah upah tenaga kerja yang diperhitungkan. Dalam satu tahun, upah tenaga kerja yang diperhitungkan pada usaha skenario I adalah Rp 3.840.000,-. Pada usaha ini, tidak dicantumkan biaya perijinan karena usaha ini masih dalam bentuk perseorangan dan belum memiliki badan hukum. Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan per tahunnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Biaya Tetap Per Tahun pada Skenario I (Kondisi Usaha Saat ini, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha) No.
Uraian
Harga Satuan
Jumlah
Nilai (Rp)
(Rp)
1.
Komunikasi
-
-
60.000
2.
Sewa Lahan
2 Ha
5.000.000
10.000.000
3.
Upah Tenaga Kerja
252 Hari
20.000/hari
5.040.000
4.
Perawatan Kendaraan
6
40.000
240.000
5.
Pemeliharaan kandang
-
-
20.000
6.
Kaporit
6 Kg
10.000
90.000
65
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah selama proses pemeliharaan ulat sutera, bergantung pada banyaknya produksi kokon yang dihasilkan. Komponen yang termasuk biaya variabel adalah biaya transportasi, biaya pembelian bibit, dan popson. Popson merupakan obat untuk melindungi ulat sutera dari berbagai penyakit. Biaya pembelian bibit ulat sutera dan popson yang bervariasi didasarkan pada pengalaman yang dialami usaha. Pada tahun pertama setelah 6 bulan masa persiapan lahan dan pakan, kapasitas produksi kandang dapat memelihara ulat sebanyak 3 boks dalam satu kali musim pemeliharaan, sehingga pada bulan ke-7 hingga bulan ke-12 pada tahun pertama, peternakan berproduksi dengan kapasitas 3 boks bibit. Kondisi ini bertahan hingga 10 kali masa pemeliharaan, setelah itu, kapasitas produksi menurun menjadi 1 boks per musim pemeliharaannya. Hal ini dikarenakan ketersediaan pakan yang terbatas akibat pemeliharaan murbei yang kurang baik. Sedangkan bahan bakar digunakan untuk keperluan transportasi dan penghangatan kandang pemeliharaan ketika musim penghujan. Rincian pengeluaran biaya variabel per tahunnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Biaya Variabel Skenario I (Kondisi Usaha Saat ini, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha) Biaya Variabel No
Tahun
Bahan Bakar (Rp)
Bibit Jumlah
Harga
(Boks)
Satuan(Rp)
Popson Nilai (Rp)
Jumlah
Harga
(Botol)
Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
1.
1
360.000
18
105.000
1.890.000
18
20.000
360.000
2.
2
360.000
20
105.000
2.100.000
20
20.000
400.000
3.
3
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
4.
4
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
5.
5
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
6.
6
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
7.
7
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
8.
8
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
9.
9
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
10.
10
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
11.
11
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
12.
12
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
13.
13
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
14.
14
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
15.
15
360.000
12
105.000
1.260.000
12
20.000
240.000
66
6.2.1.2 Analisis Manfaat Manfaat yang diterima pada usaha peternakan ulat sutera Desa Karyasari berasal dari penerimaan penjualan kokon. Setiap bulannya, jumlah kokon yang dihasilkan bervariasi antara 30 Kg – 40 Kg. Harga kokon yang diterima setiap panen berkisar antara Rp 18.000,- – Rp 25.000,-. Besarnya penerimaan penjualan didapat dari perkalian antara jumlah rata-rata produksi kokon per tahun dikalikan dengan harga jual rata-rata kokon yang diterima berdasarkan kualitas yang dihasilkan. Besarnya penerimaan penjualan kokon yang diterima selama umur proyek berlangsung sebesar Rp 156.170.000,-. Rincian penjualan kokon per tahun dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario I (Kondisi Usaha Saat ini, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha) Tahun
Jumlah Produksi Rata-
Ke-
Rata(Kg)
1.
630
23.000
14.490.000
2.
700
23.000
16.100.000
3.
420
23.000
9.660.000
4.
420
23.000
9.660.000
5.
420
23.000
9.660.000
6.
420
23.000
9.660.000
7.
420
23.000
9.660.000
8.
420
23.000
9.660.000
9.
420
23.000
9.660.000
10.
420
23.000
9.660.000
11.
420
23.000
9.660.000
12.
420
23.000
9.660.000
13.
420
23.000
9.660.000
14.
420
23.000
9.660.000
15.
420
23.000
9.660.000
Jumlah
Harga Jual Rata-Rata (Kg)
Nilai (Rp)
156.170.000
Pada tahun pertama, produksi kokon mencapai 630 Kg dan pada tahun kedua, produksi kokon mencapai 700 Kg, namun tahun berikutnya kapasitas menurun menjadi 420 Kg per tahun dan pada skenario I ini diasumsikan jumlah produksi tahun ketiga konstan hingga akhir umur proyek. Penurunan produksi
67
kokon disebabkan karena pemeliharaan tanaman murbei yang tidak sesuai prosedur sehingga produksi daun untuk pakan jadi terbatas dan masa panen murbei yang lebih lama. Manfaat lain berasal dari nilai sisa (salvage value) yang dihasilkan dari variabel-variabel investasi yang telah dikeluarkan. Nilai sisa diperoleh dari biaya investasi yang terdapat hingga akhir umur proyek. Terdapat beberapa variabel investasi yang memiliki nilai sisa di akhir umur ekonomisnya dan di akhir umur proyek, sebagaimana disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario I (Kondisi Usaha Saat ini, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha)
No.
Uraian
Umur
Penyusutan
Ekonomis
Per Tahun
(tahun)
(Rp)
Nilai Sisa
Nilai Sisa
Umur
Umur Proyek
Ekonomis
(Rp)
(Rp)
1.
Bibit murbei
15
0
900.000
900.000
2.
Alat Stek
3
10.000
-
-
Pemeliharaan
20
100.000
12.790.000
13.290.000
4.
Rak
5
25.000
-
-
5.
Seriframe
10
84.000
600.000
340.000
6.
Termometer
10
5.000
-
-
7.
Kompor
5
16.000
-
-
8.
Sprayer
5
3.000
-
-
9.
Motor
10
45.000
900.000
3.375.000
3.
Kandang
Jumlah
17.905.000
Berdasarkan tabel di atas, besarnya nilai sisa yang diperoleh pada akhir umur proyek adalah sebesar Rp 17.905.000,-. Nilai sisa pada tanaman murbei didapat dari penjualan daun murbei untuk pakan ternak sapi sebesar Rp 300,- per kilogram. Dalam 2 Ha lahan murbei dapat menghasilkan 3.000 Kg daun murbei. Selain di akhir umur proyek, terdapat beberapa nilai sisa dari variabel investasi di akhir umur ekonomisnya, yaitu pada tahun ke-10 terdapat tambahan manfaat dari nilai sisa seriframe dan motor.
68
6.2.1.3 Analisis Finansial Perhitungan analisis finansial usaha peternakan ulat sutera Desa Karyasari pada kondisi saat ini menggunakan kriteria NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period. Hasil analisis finansial skenario I dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Analisis Finansial Skenario I (Kondisi Usaha Saat ini, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha) Kriteria Net Present Value (rupiah) Net Benefit and Cost Ratio Internal Rate Return (persen) Payback Period (tahun)
Hasil -73.775.582 0,009 -
Berdasarkan Tabel 16, nilai Net Present Value pada skenario I besarnya kurang dari nol (NPV<0) yaitu sebesar Rp -73.775.582,-, yang artinya usaha ini tidak layak untuk dijalankan. Usaha memiliki nilai manfaat bersih yang negatif selama umur proyek pada tingkat diskonto yang berlaku. Ketidaklayakan usaha juga ditunjukkan dari hasil perhitungan nilai Net B/C dan IRR. Berdasarkan hasil analisis, nilai Net B/C yang dihasilkan kurang dari 1 (Net B/C<1) yaitu sebesar 0,009, yang artinya setiap Rp 1,- biaya yang dikeluarkan selama umur proyek,
mendatangkan manfaat sebesar Rp 0,009,-, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diterima. Untuk kriteria IRR dan Payback Period, berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan tidak pernah kembali karena terus mengalami kerugian. Pemilik selama ini tetap menjalankan usahanya karena pemilik tidak memperhitungkan biaya-biaya tidak tunai seperti pelatihan, pengadaan bibit murbei, sewa lahan, dan upah tenaga kerja keluarga. Keputusan pemilik usaha yang tetap menjalankan usaha walaupun dalam keadaan yang sesungguhnya dimana biaya tidak tunai diperhitungkan membuat usaha tidak layak untuk diusahakan, karena pemikiran pemilik yang beranggapan bahwa dalam pengadaan variabel-variabel yang termasuk ke dalam biaya tidak tunai seperti mengikuti pelatihan, pembelian bibit murbei, dan sewa lahan, dan upah tenaga kerja keluarga, pemilik tidak mengeluarkan biaya yang sebenarnya bila diperhitungkan akan menghasilkan biaya yang besar, sehingga selama ini pemilik masih beranggapan bahwa usaha ini memiliki keuntungan yang besar.
69
6.2.1.4 Analisis Switching Value Analisis sensitivitas pada skenario I dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti (switching value). Analisis switching value dilakukan hingga memperoleh nilai NPV yang mendekati dan lebih besar dari nol sehingga usaha dinyatakan layak untuk dijalankan. Penentuan variabel-variabel sensitivitas pada switching value yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada pengalaman usaha selama ini. Variabel yang akan dianalisis sensitivitas perubahannya adalah jumlah produksi kokon dan harga jual kokon dan biaya operasional. Karena hasil analisis kelayakan pada skenario I menunjukkan hasil yang tidak layak, maka switching value yang dilakukan adalah sampai sejauh mana kondisi jika terjadi peningkatan harga jual kokon, jika terjadi peningkatan jumlah produksi kokon, dan dan jika terjadi penurunan biaya operasional mampu membuat usaha ini paling tidak mampu memenuhi seluruh biaya yang dikeluarkan. Hasil perhitungan analisis switching value skenario I dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil Analisis Switching Value Skenario I (Kondisi Usaha Saat ini, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha) Perubahan
Persentase
NPV
Net
IRR
Payback
(persen)
(rupiah)
B/C
(persen)
Period (tahun)
Peningkatan
Harga
84,13
21.836
1
9
14,99
Peningkatan Produksi
84,12
12.683
1
9
14,99
Penurunan
52,97
10.993
1
9
14,99
Kokon
Biaya
Operasional
Berdasarkan hasil analisis switching value yang telah dilakukan, usaha peternakan ulat sutera akan mampu memenuhi seluruh biaya yang dikeluarkan selama umur proyek paling tidak harus melakukan salah satu dari tiga kemungkinan perubahan, yaitu meningkatkan harga jual kokon sebesar 84,13 persen dari harga awal Rp 23.000,- per kilogram menjadi Rp 42.350,- per kilogramnya, meningkatkan jumlah produksi kokon sebesar 84,12 persen dari jumlah produksi awal per tahun pada kondisi usaha saat ini, atau mengurangi biaya operasional sebesar 52,97 persen dari biaya operasional per tahun yang 70
dikeluarkan pada kondisi saat ini. Dalam analisis switching value skenario I ini, variabel biaya operasional merupakan variabel yang paling sensitif dibandingkan dengan dua variabel lainnya. Berdasarkan pengalaman usaha selama ini, harga jual kokon tertinggi yang diterima adalah sebesar Rp 25.000,- per kilogram atau peningkatan sekitar 8,6 persen dari harga jual kokon rata-rata per kilogramnya. Di Indonesia, harga jual kokon tertinggi pada kondisi normal per kilogramnya adalah Rp 30.000,-8. Peningkatan harga jual kokon menjadi Rp 42.350,- per kilogram tidak mungkin untuk dilakukan pemilik usaha. Peningkatan produksi kokon per musim dapat dilakukan karena kapasitas produksi kokon per musim dengan luasan lahan murbei dan kandang pemeliharaan yang ada saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Peningkatan produksi kokon per musim akan dibahas pada skenario II. Besarnya biaya operasional usaha yang dikeluarkan per tahunnya relatif stabil. Pengeluaran biaya operasional terbesar adalah pada saat 2 tahun pertama masa pemeliharaan, dimana pada saat itu jumlah ulat sutera yang dipelihara setiap musimnya adalah 3 boks. Variabel yang memiliki porsi yang cukup besar dalam pengeluaran biaya operasional per tahunnya adalah sewa lahan, upah tenaga kerja, dan biaya pembelian bibit ulat sutera. Namun besarnya biaya sewa lahan, upah tenaga kerja, dan harga bibit ulat sutera selama ini tidak pernah mengalami perubahan, sehingga penurunan biaya operasional sebesar 52,97 persen dari biaya operasioanal yang dikeluarkan pada kapasitas produksi kokon dan luas lahan murbei yang dimiliki saat ini tidak mungkin untuk dilakukan.
6.2.2 Analisis Kelayakan Finansial Skenario II (Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha, pada Kondisi Optimal) Hasil produksi kokon per musim pada kondisi usaha ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Dengan luas lahan murbei 2 Ha, dalam satu
8
Budianta E. 2000. Budidaya Ulat Sutera, Murbei dan Peluang Ekonominya. [12 Januari 2009].
http://partisimon.com/blog/budidaya-ulat-sutera-murbei-peluang-ekonominya.html.
71
musim pemeliharaan, kokon yang dihasilkan rata-rata sebesar 35 Kg atau dengan 1 boks bibit ulat sutera. Sedangkan dalam kondisi optimal, berdasarkan penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan hasil dari beberapa literatur dalam 2 Ha lahan murbei, jumlah ulat sutera yang dapat dipelihara maksimal sebanyak 4 boks atau mampu menghasilkan rata-rata kokon 140 Kg dalam satu musim pemeliharan. Pada 10 musim pertama pemeliharaan ulat sutera, usaha ini mampu memelihara 3 boks ulat sutera dalam satu musimnya, namun karena keterbatasan pakan murbei, pemeliharaan ulat sutera dikurangi menjadi 1 boks per musimnya. Keterbatasan pakan murbei terjadi akibat pemeliharaan murbei yang belum dilakukan secara baik, sehingga dalam skenario II, akan dilakukan optimalisasi produksi kokon dengan luasan murbei dan kandang pemeliharaan yang ada saat ini. Perbaikan pemeliharaan murbei dilakukan melalui kegiatan irigasi pada musim kemarau, pendangiran, pemupukan, pengapuran, dan pemberian obatobatan yang dilakukan sebanyak 4 kali dalam setahun. 6.2.2.1 Analisis Biaya Arus biaya pada analisis finansial skenario II terdiri dari biaya pra investasi, biaya investasi, dan biaya operasional. Biaya pra investasi yang dikeluarkan pada skenario II sama dengan biaya pra investasi pada skenario I yaitu biaya pelatihan yang besarnya Rp 2.000.000,-. Variabel penyusun biaya investasi pada skenario II sama dengan investasi pada skenario I, hanya terdapat penambahan rak pemeliharaan menjadi 4 buah dan Seriframe menjadi 160 buah. Besarnya biaya investasi pada skenario II bertambah menjadi Rp 26.495.000,-. Biaya investasi yang dikeluarkan pada skenario II dapat dilihat pada Tabel 21.
72
Tabel 21. Biaya Investasi pada Skenario II (Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha, pada Kondisi Optimal) Umur No.
Uraian
Jumlah (buah)
Ekonomis (tahun)
1.
Bibit Murbei
2.
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
20.000
15
100
2.000.000
Cangkul (20% x Nilai)
5
5
50.000
50.000
3.
Persiapan Lahan
-
-
-
3.500.000
4.
Alat Stek
2
3
20.000
40.000
5.
Garpu (20% x Nilai)
5
5
50.000
50.000
2
6.
Kandang Pemeliharaan 60 m
1
20
14.790.000
14.790.000
7.
Rak Pemeliharaan
4
5
105.000
420.000
8.
Seriframe
160
10
12.000
1.920.000
9.
Termometer
1
10
50.000
50.000
10.
Kompor (25% x Nilai)
2
5
120.000
60.000
11.
Sprayer
1
5
15.000
15.000
12.
Motor (60% x Nilai)
1
10
6.000.000
3.600.000
Dalam skenario II, terdapat penambahan variabel investasi yang mengalami reinvestasi yaitu variabel cangkul. Pada skenario I, cangkul hanya dipakai pada saat persiapan lahan, sedangkan pada skenario II, selain persiapan lahan cangkul juga digunakan untuk menggemburkan tanah pada saat pemupukan murbei setaip 3 bulan sekali, sehingga pembelian cangkul ketika umur ekonomisnya habis rutin dilakukan. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan pada skenario II dapat dillihat pada Tabel 22. Tabel 22. Biaya Reinvestasi pada Skenario II (Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha, pada Kondisi Optimal) Umur No
Uraian
Ekonomis
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Jumlah (buah)
(tahun) 1.
Alat Stek
3
2
20.000
40.000
2.
Rak
5
4
105.000
420.000
3.
Seriframe
10
160
12.000
1.920.000
4.
Termometer
10
1
50.000
50.000
5.
Kompor
5
2
120.000
60.000
(25%
x
Nilai) 6.
Sprayer
5
1
15.000
15.000
7.
Motor (60% x Nilai)
10
1
6.000.000
3.600.000
8.
Cangkul
5
5
50.000
50.000
(20%
x
Nilai)
73
Biaya berikutnya adalah biaya operasional. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Pada skenario I, pemeliharaan murbei hanya dengan mengadakan penyiangan gulma setiap masa panen kokon tiba. Hal ini berpengaruh pada jumlah daun murbei yang dihasilkan yang sedikit dan murbei baru bisa dipanen setiap 3 bulan sekali. Pada skenario II ini, pemeliharaan murbei lebih diintensifkan, setiap 3 bulan sekali kebun murbei diberi pupuk NPK, pupuk kandang, diadakan pengapuran, pemberian herbisida, pestisida, dan fungisida untuk menjaga kualitas daun murbei yang dihasilkan. Berdasarkan literatur, pemeliharaan murbei yang dilakukan dengan maksimal dapat memperpendek masa panen menjadi 2 bulan sekali. Pembelian pupuk, pengapuran, herbisida, pestisida, dan fungisida termasuk ke dalam biaya tetap yang dikeluarkan usaha per tahun. Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan per tahunnya dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario II (Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha, pada Kondisi Optimal) No.
Uraian
Satuan
Jumlah
Harga Satuan
(Buah)
(Rp)
Nilai (Rp)
1.
Komunikasi
-
-
-
240.000
2.
Sewa Lahan
Ha
2
5.000.000
10.000.000
3.
Upah Tenaga Kerja
-
-
20.000/hari
7.640.000
Perawatan
-
-
-
-
-
4.
5. 6. 7.
Kendaraan Pemeliharaan
-
kandang
240.000
20.000
Kaporit
Kg
6
10.000
90.000
Pupuk: -NPK
Ton
1
2.000
2.000.000
4
100
400.000
- pupuk kandang
8.
Kapur
Kg
1000
150
150.000
9.
Herbisida
Kg
4
90.000
360.000
10.
Pestisida
Kg
4,8
163.000
782.400
11.
Fungisida
Kg
2,4
70.000
168.000
Upah tenaga kerja pada skenario II sebesar Rp 7.640.000,- per tahun. Tenaga kerja pada skenario II tidak hanya melakukan penyiangan pada tanaman murbei, tetapi juga melakukan aktivitas penyiraman selama musim kemarau, 74
pendangiran, pemupukan, pengapuran, dan pemberian obat-obatan. Tenaga kerja yang dipakai pada aktivitas penyiraman adalah satu orang yang dilakukan selama 30 hari selama 6 bulan musim kemarau setiap tahunnya. Aktivitas pendangiran, pemupukan, pengapuran, dan pemberian obat-obatan
membutuhkan 6 orang
tenaga kerja. Dalam satu tahun aktivitas pendangiran, pemupukan, pengapuran, dan pemberian obat-obatan dilakukan bersamaan sebanyak 4 kali yang masingmasing memakan waktu selama 5 hari. Untuk tenaga kerja keluarga, jumlah upah yang dikeluarkan sama dengan upah tenaga kerja pada skenario I yaitu sebesar Rp 3.840.000,-. Biaya variabel yang dilkeluarkan pada skenario II terdiri dari bahan bakar, biaya pembelian bibit ulat sutera ukuran instar III, dan biaya pembelian popson. Ulat sutera yang dipelihara dalam satu musim pemeliharaan adalah 4 boks, sehingga pada tahun pertama, jumlah boks ulat sutera yang dipelihara selama 6 kali musim pemeliharaan adalah 24 boks. Sedangkan pada tahun ke-2 hingga tahun ke-15, jumlah ulat sutera yang dipelihara selama 12 kali musim pemeliharaan per tahunnya adalah 48 boks. Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Biaya Variabel Per Tahun pada Skenario II (Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha, pada Kondisi Optimal) Biaya Variabel Bahan Bakar No
Tahun
(Rp)
Bibit
Popson
Jumlah
Harga
Nilai
Jumlah
Harga
(Boks)
(Rp)
(Rp)
(Botol)
Satuan
Nilai (Rp)
(Rp) 1.
1
360.000
24
105.000
2.520.000
24
20.000
480.000
2.
2-15
360.000
48
105.000
5.040.000
48
20.000
960.000
6.2.2.2 Analisis Manfaat Manfaat yang diterima pada usaha peternakan ulat sutera Desa Karyasari berasal dari penerimaan penjualan kokon. Pada skenario II, setelah dilakukan pemeliharaan yang baik terhadap tanaman murbei, jumlah produksi kokon ratarata yang dihasilkan menjadi meningkat. Pada tahun pertama, kokon yang dihasilkan sebanyak 840 Kg, dan pada tahun ke-2 hingga tahun ke-15, kokon yang dihasilkan sebanyak 1.680 Kg. Penerimaan penjualan kokon diperoleh dari 75
perkalian jumlah produksi kokon yang dihasilkan dengan harga jual rata-rata kokon per kilogram. Besarnya penerimaan penjualan kokon skenario II sampai akhir umur proyek berakhir adalah Rp 520.280.000,-. Besarnya penerimaan penjualan kokon per tahunnya dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario II (Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha, pada Kondisi Optimal) Tahun
Jumlah Produksi Rata-
Harga Jual Rata-Rata
Ke-
Rata(Kg)
(Kg)
1.
840
23.000
19.320.000
2.
1680
23.000
38.640.000
3.
1680
23.000
38.640.000
4.
1680
23.000
38.640.000
5.
1680
23.000
38.640.000
6.
1680
23.000
38.640.000
7.
1680
23.000
38.640.000
8.
1680
23.000
38.640.000
9.
1680
23.000
38.640.000
10.
1680
23.000
38.640.000
11.
1680
23.000
38.640.000
12.
1680
23.000
38.640.000
13.
1680
23.000
38.640.000
14.
1680
23.000
38.640.000
15.
1680
23.000
38.640.000
Jumlah
Nilai (Rp)
560.280.000
Manfaat lain yang dihasilkan dalam usaha peternakan ulat sutera skenario II adalah nilai sisa yang dihasilkan dari investasi yang sudah dikeluarkan. Pada skenario II terdapat penambahan nilai sisa untuk variabel seriframe. Penambahan nilai sisa di akhir umur proyek pada seriframe terjadi karena jumlah seriframe yang dipakai pada skenario II sebanyak 160 buah. Besarnya nilai sisa di akhir umur proyek adalah Rp 18.925.000,-. Penambahan nilai sisa seriframe terjadi pada akhir umur ekonomis seriframe. Besarnya nilai sisa pada tahun ke-10 adalah Rp 1.700.000,-. Besarnya nilai sisa untuk skenario II dapat dilihat pada Tabel 26.
76
Tabel 26. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario II (Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha, pada Kondisi Optimal)
No.
Uraian
1.
Bibit murbei
2.
Alat Stek
3.
Umur
Penyusutan
Ekonomis
Per Tahun
(tahun)
(Rp)
Nilai Sisa
Nilai Sisa
Umur
Umur Proyek
Ekonomis
(Rp)
(Rp)
15
0
900.000
900.000
3
10.000
0
0
20
100.000
12.790.000
13.290.000
5
50.000
0
0
Kandang Pemeliharaan
4.
Rak
5.
Seriframe
10
112.000
800.000
1.360.000
6.
Termometer
10
5.000
0
0
7.
Kompor
5
16.000
0
0
8.
Sprayer
5
3.000
0
0
9.
Motor
10
47.000
900.000
3.375.000
10.
Cangkul
5
6.000
0
0
Jumlah
18.925.000
6.2.2.3 Analisis Finansial Perhitungan analisis finansial untuk skenario II menggunakan kriteria NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period. Hasil analisis finansial skenario II dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil Analisis Finansial Skenario II (Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha, pada Kondisi Optimal) Kriteria
Hasil
Net Present Value (rupiah)
40.359.905
Net Benefit and Cost Ratio
2,44
Internal Rate Return (persen) Payback Period (tahun)
29 5,12
Berdasarkan hasil analisis finansial skenario II yang dilakukan, Net Present Value (NPV) yang dihasilkan bernilai positif (NPV>0) yaitu sebesar Rp 40.359.905,-. Artinya, besarnya manfaat bersih yang diterima selama umur proyek pada tingkat diskonto 9 persen adalah Rp 40.359.905,- yang artinya usaha
77
ini layak untuk dijalankan. Sedangkan untuk kriteria Net Benefit and Cost Ratio, hasil analisis menunjukkan angka 2,44 (Net B/C>1) yang menunjukkan usaha ini layak untuk dijalankan pada kondisi skenario II karena setiap Rp 1,- biaya yang dikeluarkan selama umur proyek akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 2,44,-. Untuk kriteria Internal Rate of Return (IRR), hasil analisis menunjukkan angka 29 persen, lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku yaitu 9 persen sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. Nilai IRR yang jauh lebih besar dari nilai tingkat diskonto yang berlaku menunjukkan bahwa modal yang diinvestasikan pada usaha peternakan ulat sutera ini akan memperoleh keuntungan yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mendepositokan modal yang dimiliki pemilik. Sedangkan berdasarkan kriteria Payback Period, investasi yang dikeluarkan dalam usaha ini akan kembali dalam 5 tahun 1 bulan 13 hari, jauh lebih cepat dari umur proyek usaha, sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. 6.2.2.4 Analisis Switching Value Analisis sensitivitas pada skenario II dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti (switching value). Analisis switching value dilakukan hingga memperoleh nilai NPV yang mendekati dan lebih besar dari nol sehingga usaha masih tetap layak untuk dijalankan. Penentuan variabel-variabel sensitivitas pada switching value yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada pengalaman usaha selama ini. Variabel yang akan dianalisis sensitivitas perubahannya adalah jumlah produksi kokon dan harga jual kokon dan biaya operasional. Hasil analisis switching value skenario II dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Hasil Analisis Switching Value Skenario II (Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 2 Ha, pada Kondisi Optimal) Perubahan
Persentase
NPV
Net
IRR
Payback
(persen)
(rupiah)
B/C
(persen)
Period (tahun)
Penurunan Harga Jual
13,74
2.552
1
9
14,99
Penurunan Produksi
13,73
29.371
1
9
14,99
Peningkatan Biaya
18,11
21.277
1
9
14,99
Operasional
78
Berdasarkan hasil analisis switching value yang telah dilakukan, usaha peternakan ulat sutera hanya akan mampu memenuhi seluruh biaya yang dikeluarkan selama umur proyek bila terjadi tiga kemungkinan perubahan, yaitu menurunnya harga jual kokon sebesar 13,74 persen dari harga awal Rp 23.000,per kilogram menjadi Rp 17.840,- per kilogramnya, menurunnya jumlah produksi kokon sebesar 13,73 persen dari jumlah produksi awal per tahun pada kondisi usaha skenario II, atau meningkatnya biaya operasional sebesar 40,92 persen dari biaya operasional per tahun yang dikeluarkan pada kondisi skenario II. Penurunan jumlah produksi pada tahun pertama dari 840 Kg menjadi 724,668 Kg, dan pada tahun ke-2 hingga tahun ke-15 produksi menurun dari 1.680 Kg menjadi 1.449,336 Kg. Berdasarkan pengalaman usaha selama ini, harga jual kokon terendah yang diterima adalah Rp 18.000,-, sehingga dari sisi penurunan harga jual kokon usaha ini memiliki risiko yang kecil. Dari sisi jumlah produksi, banyaknya kokon yang dihasilkan selama ini menunjukkan hasil yang tidak optimal karena pemeliharaan murbei yang tidak sesuai standar. Sedangkan dari sisi total biaya operasional, berdasarkan pengalaman usaha selama ini hampir tidak pernah terjadi peningkatan total biaya operasional, sehingga dari sisi peningkatan biaya operasional usaha ini memiliki risiko yang kecil. Dalam analisis switching value skenario II ini, variabel penurunan produksi kokon merupakan variabel yang paling sensitif dibandingkan dengan dua variabel lainnya.
6.2.3 Analisis Kelayakan Finansial Skenario III (Kondisi Pengembangan Usaha, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 6 Ha) Hasil produksi kokon usaha ini selama ini selalu dipasarkan ke CV Batu Gede. CV Batu Gede memasarkan produk-produk berbahan sutera ke wilayah Bogor dan sekitarnya. Untuk memenuhi permintaan produk suteranya, CV Batu Gede mengadakan kemitraan dengan peternak ulat sutera di daerah Sukabumi, Sukanegara, dan Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang. Kapasitas mesin pemintalan benang sutera yang dimiliki CV Batu Gede mampu mengolah 500-700 Kg kokon menjadi benang sutera per bulan .
79
Jumlah kokon yang baru dapat dipasok oleh Bapak Baidin adalah 35 Kg per bulan, atau sekitar 5,83 persen dari rata-rata kebutuhan kokon CV Batu Gede per bulan. Kekurangan pasokan ditutupi oleh mitra lainnya dari Sukabumi dan Sukanegara, padahal biaya transportasi dan waktu pengiriman dari Sukabumi dan Sukanegara jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan Desa Karyasari, sehingga untuk jangka panjang diharapkan pasokan kokon dapat terpenuhi seluruhnya dari Desa Karyasari. Oleh karena itu pada skenario III akan dilakukan pengembangan usaha. Pengembangan usaha dilakukan dengan cara peningkatan luas lahan murbei menjadi 6 Ha dan pembuatan 2 kandang pemeliharaan ulat sutera sehingga kapasitas kandang pemeliharaan dapat meningkat menjadi 12 boks per musim pemeliharaan. Dengan kapasitas 12 boks per musim pemeliharaan, rata-rata produksi kokon per musim dapat meningkat menjadi 420 Kg atau mampu memenuhi 70 persen rata-rata permintaan kokon dari CV Batu Gede. Sedangkan 30 persen produksi akan dipenuhi dari hasil produksi kokon dari peternakan milik CV Batu Gede sendiri. Pengembangan usaha yang dilakukan baru akan memenuhi 70 persen permintaan kokon dari CV Batu Gede karena keterbatasan modal yang dimiliki pemilik usaha. Pemilik usaha hingga saat ini belum berkeinginan untuk melakukan pinjaman modal pada lembaga keuangan karena kemampuan pemilik untuk menanggung risiko yang mungkin timbul karena masalah pengembalian modal yang masih rendah. 6.2.3.1 Analisis Biaya Arus biaya pada analisis finansial skenario III terdiri dari biaya pra investasi, biaya investasi, dan biaya operasional. Biaya pra investasi yang dikeluarkan pada skenario III besarnya sama dengan biaya pra investasi pada skenario I dan II yaitu biaya pelatihan yang besarnya Rp 2.000.000,-. Skenario III merupakan perluasan usaha yang dilakukan pada kondisi optimal. Biaya investasi yang dikeluarkan pada skenario III dapat dilihat pada Tabel 29. Berdasarkan Tabel 26, variabel-variabel penyusun biaya investasi sama seperti kondisi skenario I dan II, hanya jumlah masing-masing variabel saja yang bertambah. Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan pada skenario III adalah sebesar Rp 60.870.000,-. Investasi terbesar adalah pembuatan dua kandang
80
pemeliharaan ulat sutera berukuran 6 x 10 m yang membutuhkan dana sebesar Rp 29.580.000,-. Tabel 29. Biaya Investasi pada skenario III (Kondisi Pengembangan Usaha, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 6 Ha) No.
Uraian
Jumlah
Umur
Harga
(buah)
Ekonomis
Satuan (Rp)
60.000
15
100
6.000.000
10
5
50.000
100.000
Nilai (Rp)
1.
Bibit Murbei
2.
Cangkul (20% x Nilai)
3.
Persiapan Lahan
-
-
-
10.500.000
4.
Alat Stek
6
3
20.000
120.000
5.
Garpu (20% x Nilai)
10
5
50.000
1.000.000
2
6.
Kandang Pemeliharaan 60 m
2
20
14.790.000
29.580.000
7.
Rak Pemeliharaan
12
5
105.000
1.260.000
7.
Seriframe
480
10
12.000
5.760.000
8.
Termometer
2
10
50.000
100.000
9.
Kompor (25% x Nilai)
4
5
120.000
120.000
10.
Sprayer
2
5
15.000
30.000
11.
Motor (60% x Nilai)
2
10
6.000.000
7.200.000
Jumlah
60.870.000
Pada skenario III, hampir seluruh barang investasi mengalami reinvestasi. Barang yang tidak mengalami reinvestasi adalah kandang pemeliharaan dan garpu. Kandang pemeliharaan memiliki umur ekonomis yang lebih lama dari umur proyek, sehingga terdapat nilai sisa pada akhir umur proyek. Sedangkan garpu hanya dipakai pada saat persiapan lahan di tahun pertama investasi. Besarnya biaya reinvestasi pada skenario II dapat dilihat pada Tabel 30. Biaya operasional yang dikeluarkan pada skenario III dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Kegiatan usaha pada skenario III mengacu pada kegiatan pemeliharaan murbei yang optimal seperti pada skenario II. Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan pada tahun pertama adalah Rp 50.380.000,-, sedangkan pada tahun ke-2 hingga tahun ke-15, besarnya biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp 58.161200,- per tahun. Perbedaan besarnya biaya tetap yang dikeluarkan antara tahun pertama dengan tahun-tahun berikutnya karena pada tahun pertama pemeliharaan murbei belum seintensif tahun-tahun berikutnya.
81
Tabel 30. Biaya Reinvestasi Pada Skenario III (Kondisi Pengembangan Usaha, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 6 Ha) No
Uraian
Umur
Jumlah
Harga Satuan
Ekonomis
(buah)
(Rp)
Nilai (Rp)
(tahun) 1.
Alat Stek
3
6
20.000
480.000
2.
Rak
5
12
105.000
2.520.000
3.
Seriframe
10
120
12.000
5.760.000
4.
Termometer
10
2
50.000
100.000
5.
Kompor (25% x
5
4
120.000
240.000
Nilai) 6.
Sprayer
5
2
15.000
60.000
7.
Motor (60% x
10
2
6.000.000
7.200.000
5
10
50.000
200.000
Nilai) 8.
Cangkul (20% x Nilai)
Pada tahun pertama, pemberian pupuk NPK dan pupuk kandang hanya dilakukan sebanyak 3 kali dan pemberian kapur, herbisida, pestisida, dan fungisida terhadap murbei belum dilakukan karena tanaman masih berusia muda. Sedangkan untuk tahun kedua hingga akhir umur proyek, pemberian pupuk, pengapuran, dan pemberian obat-obatan dilakukan sebanyak 4 kali dalam satu tahun. Tenaga kerja yang digunakan pada aktivitas pengairan adalah 2 orang yang dilakukan selama 30 hari selama 6 bulan musim kemarau setiap tahunnya. Tenaga kerja yang digunakan pada aktivitas pendangiran, pemupukan, pengapuran, dan pemberian obat-obatan adalah 12 orang. Tenaga kerja keluarga yang dipakai untuk usaha skenario III berjumlah 2 orang, tenaga kerja keluarga melakukan aktivitas pemberian pakan murbei selama 16 hari dalam satu bulan. Jumlah upah tenaga kerja keluarga yang dikeluarkan pada usaha skenario III sebesar Rp 7.680.000,- per tahun. Biaya tetap per tahun yang dikeluarkan pada skenario III dapat dilihat pada Tabel 31.
82
Tabel 31. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario III (Kondisi Pengembangan Usaha, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 6 Ha) No.
Uraian
Harga Satuan
Jumlah
Nilai (Rp)
(Rp)
1.
Komunikasi
-
-
600.000
2.
Sewa Lahan
6 Ha
5.000.000
30.000.000
3.
Upah Tenaga Kerja
20.000/hari
15.280.000
4.
Perawatan Kendaraan
-
-
480.000
5.
Pemeliharaan kandang
-
-
40.000
6.
Kaporit
18 Kg
10.000
180.000
Pupuk: -NPK
3 Ton
2000
6.000.000
12 Ton
100
1.200.000
3000 Kg
150
450000
12 Kg
90000
1.080.000
7.
- Pupuk Kandang
8.
Kapur
9.
Herbisida
10.
Pestisida
14,4 Kg
163000
2.347.200
11.
Fungisida
7,2 Kg
70000
504.000
Biaya variabel yang dikeluarkan pada skenario III terdiri dari bahan bakar, biaya pembelian bibit ulat sutera, dan biaya pembelian popson. Biaya transportasi yang dikeluarkan pada setiap skenario besarnya sama yaitu Rp 360.000,-. Biaya transportasi tersebut digunakan untuk pengambilan bibit ulat sutera dan pemasaran kokon ke CV Batu Gede serta untuk pengambilan pakan murbei. Pada skenario III, kapasitas kandang pemeliharaan ulat sutera per bulannya mencapai 12 boks bibit. Pada tahun pertama, dimana hanya terdapat 6 musim pemeliharaan, jumlah bibit ulat sutera yang dipelihara adalah 72 boks. Sedangkan untuk tahun ke-2 hingga tahun ke-15, jumlah bibit ulat yang dipelihara per tahunnya mencapai 144 boks. Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan pada skenario II dapat dilihat pada tabel 32. Tabel 32. Biaya Variabel Skenario III No
Tahun
Biaya Variabel Bahan Bakar (Rp)
Bibit Jumlah
Harga
(Boks)
(Rp)
Popson Nilai (Rp)
Jumlah
Harga
(Botol)
Satuan
Nilai (Rp)
(Rp) 1.
1
720.000
72
105.000
7.560.000
72
20.000
1.440.000
2.
2-15
720.000
144
105.000
15.120.000
144
20.000
2.880.000
83
6.2.3.2 Analisis Manfaat Manfaat yang diterima pada skenario III berasal dari penerimaan penjualan kokon dan nilai sisa barang investasi. Besarnya penerimaan penjualan kokon bergantung pada jumlah kokon yang dihasilkan setiap tahunnya. Pada skenario III, lahan murbei diperluas menjadi 6 Ha, sehingga kebutuhan akan bibit ulat sutera meningkat menjadi 12 boks bibit per musim pemeliharaan. Pada tahun pertama, kokon yang dihasilkan sebanyak 2.520 Kg, dan pada tahun ke-2 hingga tahun ke-15, kokon yang dihasilkan sebanyak 5.040 Kg. Penerimaan penjualan kokon diperoleh dari perkalian jumlah produksi kokon yang dihasilkan dengan harga jual rata-rata kokon per kilogram. Jumlah penerimaan penjualan kokon skenario III sampai umur proyek berakhir adalah sebesar Rp 1.680.840.000,-. Besarnya penerimaan penjualan kokon per tahunnya dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario III (Kondisi Pengembangan Usaha, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 6 Ha) Tahun
Jumlah Produksi Rata-
Harga Jual Rata-Rata
Ke-
Rata(Kg)
(Kg)
1.
2520
23.000
57.960.000
2.
5040
23.000
115.920.000
3.
5040
23.000
115.920.000
4.
5040
23.000
115.920.000
5.
5040
23.000
115.920.000
6.
5040
23.000
115.920.000
7.
5040
23.000
115.920.000
8.
5040
23.000
115.920.000
9.
5040
23.000
115.920.000
10.
5040
23.000
115.920.000
11.
5040
23.000
115.920.000
12.
5040
23.000
115.920.000
13.
5040
23.000
115.920.000
14.
5040
23.000
115.920.000
15.
5040
23.000
115.920.000
Jumlah
Nilai (Rp)
1.680.840.000
84
Manfaat lain yang diterima dihasilkan melalui nilai sisa dari barangbarang investasi pada skenario III yang masih memiliki nilai jual ketika umur ekonomisnya habis atau ketika berakhirnya umur proyek. Barang investasi yang masih memiliki nilai jual ketika habis umur ekonomisnya adalah seriframe dan motor. Seriframe dan motor juga memiliki nilai sisa di akhir umur proyek termasuk juga kandang pemeliharaan dan tanaman murbei. Besarnya nilai sisa yang diterima pada skenario III dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario III (Kondisi Pengembangan Usaha, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 6 Ha)
No.
Uraian
1.
Bibit murbei
2.
Alat Stek
3.
Umur
Penyusutan
Ekonomis
Per Tahun
(tahun)
(Rp)
Nilai Sisa
Nilai Sisa
Umur
Umur
Ekonomis
Proyek (Rp)
(Rp)
15
0
2.700.000
2.700.000
3
20.000
-
-
20
200.000
25.580.000
27.580.000
5
150.000
-
-
Kandang Pemeliharaan
4.
Rak
5.
Seriframe
10
336.000
2.400.000
4.080.000
6.
Termometer
10
10.000
-
-
7.
Kompor
5
32.000
-
-
8.
Sprayer
5
6.000
-
-
9.
Motor
10
94.000
1.800.000
6.750.000
10.
Cangkul
5
12.000
-
-
Jumlah
41.110.000
Pada skenario III besarnya nilai sisa yang diterima pada akhir umur proyek adalah Rp 41.110.000,-. Sedangkan nilai sisa pada akhir umur ekonomis seriframe dan motor pada tahun ke-10 sebesar Rp 4.200.000,-. 6.2.3.3 Analisis Finansial Kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera Desa Karyasari skenario III dapat dilihat pada beberapa kriteria yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit
85
and Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period. Hasil analisis finansial skenario III dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Hasil Analisis Finansial Skenario III (Kondisi Pengembangan Usaha, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 6 Ha) Kriteria Net Present Value (rupiah) Net Benefit and Cost Ratio Internal Rate of Return (persen) Payback Period (tahun)
Hasil 200.507.842 4,38 55 3,07
Berdasarkan hasil analisis, NPV yang dihasilkan nilainya lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 200.507.842,- (NPV>0), yang artinya manfaat bersih yang diterima selama umur proyek pada tingkat diskonto yang berlaku sebesar Rp 200.507.842,-. berdasarkan hasil perhitungan, usaha pada skenario III ini layak untuk dijalankan. Pada kriteria Net B/C, nilai yang dihasilkan sebesar 4,38 (Net B/C >1), yang artinya setiap Rp 1,- biaya yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan manfaat sebesar Rp 4,38,- sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan hasil analisis, IRR yang dihasilkan sebesar 55 persen, jauh lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku sebesar 9 persen. Artinya pemilik akan tepat menginvestasikan modal yang dimiliki untuk usaha peternakan ulat sutera jika dibandingkan dengan mendepositokan modalnya di lembaga perbankan. Investasi yang dikeluarkan akan kembali setelah usaha memasuki 3 tahun 8 bulan 12 hari. 6.2.3.4 Analisis Switching Value Analisis sensitivitas pada skenario III dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti (switching value). Analisis switching value dilakukan hingga memperoleh nilai NPV yang mendekati dan lebih besar dari nol sehingga usaha masih tetap layak untuk dijalankan. Variabel yang akan dianalisis sensitivitas perubahannya adalah jumlah produksi kokon dan harga jual kokon dan biaya operasional. Dalam analisis, akan dilihat sampai sejauh mana penurunan harga jual kokon, penurunan produksi kokon, dan peningkatan biaya operasional membuat usaha pada skenario III berada pada titik impasnya. Hasil analisis switching value skenario II dapat dilihat pada Tabel 36.
86
Tabel 36. Hasil Analisis Switching Value Skenario III (Kondisi Pengembangan Usaha, Budidaya Ulat Sutera dengan Luas Lahan Murbei 6 Ha) Perubahan
Penurunan Harga Jual Penurunan Produksi Peningkatan Biaya Operasional
Persentase (persen)
NPV (rupiah)
22,41 97.618 22,42 36.316 32,69 53.851
Net B/C
IRR (persen) 1 1 1
9 9 9
Payback Period (tahun) 14,99 14,99 14,99
Berdasarkan hasil analisis switching value pada skenario III, usaha peternakan ulat sutera hanya akan mampu memenuhi seluruh biaya yang dikeluarkan selama umur proyek bila terjadi tiga kemungkinan perubahan, yaitu menurunnya harga jual kokon sebesar 22,41 persen dari harga awal Rp 23.000,per kilogram menjadi Rp 17.845,- per kilogramnya, menurunnya jumlah produksi kokon sebesar 22,42 persen dari jumlah produksi awal per tahun pada kondisi usaha skenario III, atau meningkatnya biaya operasional sebesar 32,69 persen dari biaya operasional per tahun yang dikeluarkan pada kondisi skenario III. Penurunan jumlah produksi pada tahun pertama dari 2.520 Kg menjadi 1.955,016 Kg, dan pada tahun ke-2 hingga tahun ke-15 produksi menurun dari 5.040 Kg menjadi 3.910,032 Kg. Berdasarkan pengalaman usaha selama ini, harga jual kokon terendah yang diterima adalah Rp 18.000,-, sehingga dari sisi penurunan harga jual kokon usaha ini memiliki risiko yang kecil. Dari sisi jumlah produksi, banyaknya kokon yang dihasilkan selama ini menunjukkan hasil yang tidak optimal karena pemeliharaan murbei yang tidak sesuai standar. Sedangkan dari sisi total biaya operasional, berdasarkan pengalaman usaha selama ini hampir tidak pernah terjadi peningkatan total biaya operasional, sehingga dari sisi peningkatan biaya operasional usaha ini memiliki risiko yang kecil. Dalam analisis switching value skenario III ini, variabel penurunan harga jual kokon merupakan variabel yang paling sensitif dibandingkan dengan dua variabel lainnya.
6.2.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Ketiga Skenario Perbandingan hasil analisis kelayakan pada tiga skenario usaha dilakukan untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan terhadap usaha ini saat ini dan
87
jangka panjang. Berdasarkan hasil analisis finansial yang dilakukan terhadap tiga skenario usaha, skenario usaha yang layak untuk dijalankan adalah skenario II dan III yaitu pada saat usaha mengalami optimalisasi produksi dan perluasan usaha. Sedangkan pada usaha skenario I menghasilkan nilai yang menunjukkan usaha yang dilakukan pada kondisi saat ini tidak layak untuk dijalankan. Tabel 37. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Skenario Kriteria
Skenario I
Skenario II
Skenario III
Net Present Value (rupiah)
-73.775.582
40.359.905
200.507.842
Net Benefit and Cost Ratio
0,009
2,44
4,38
Internal Rate Return (persen)
-
29
55
Payback Period (tahun)
-
5,12
3,07
Berdasarkan Tabel 37, usaha skenario III memiliki tingkat kelayakan yang paling tinggi dibandingkan dengan dua skenario lainnya jika dilihat dari keempat kriteria kelayakan finansial. Usaha dengan skenario III menghasilkan keuntungan yang jauh lebih besar dan waktu pengembalian investasi yang lebih cepat dibandingkan dengan skenario I dan II.
6.2.5 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Skenario Perbandingan hasil analisis switching value dilakukan untuk melihat tingkat kepekaan usaha pada masing-masing skenario pada kemungkinan perubahan yang terjadi. Pada skenario II dan III, analisis switching value dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana penurunan harga jual kokon, penurunan produksi kokon, dan peninngkatan biaya operasional menyebabkan usaha ini berada pada batas kelayakan usaha. Hasil perbandingan analisis switching value pada skenario II dan III dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38. Perbandingan Hasil Switching Value pada Skenario II dan III Perubahan
Skenario II (%)
Skenario III (%)
Penurunan Harga Jual
13,74
22,41
Penurunan Produksi
13,73
22,42
Peningkatan Biaya Operasional
18,11
32,69
88
Sedangkan pada skenario I, analisis switching value dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan harga jual kokon, peningkatan jumlah produksi kokon, dan penurunan biaya operasional menyebabkan usaha ini sampai pada batas kelayakan usaha. Hasil analisis switching value skenario I dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Hasil Switching Value Pada Skenario I Perubahan
Skenario I (%)
Peningkatan Harga Jual
84,13
Peningkatan Produksi
84,12
Penurunan Biaya Operasional
52,97
Berdasarkan hasil perbandingan, usaha dengan skenario III memiliki tingkat kepekaan terhadap perubahan ketiga variabel yang dianalisis sensitivitas perubahannya lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha dengan skenario II. Pada skenario II, batas maksimal perubahan penurunan harga jual yang masih memberikan keuntungan adalah sebesar 13,74 persen, sedangkan untuk skenario III sebesar 22,41 persen. Batas maksimal perubahan penurunan produksi kokon pada skenario II yang masih memberikan keuntungan adalah sebesar 13,73 persen, sedangkan pada skenario III sebesar 22,42 persen. Pada peningkatan biaya operasional, batas maksimal perubahan yang masih memberikan keuntungan pada skenario II adalah 18,11 persen, sedangkan pada skenario III sebesar 32,69 persen. Berdasarkan perbandingan hasil analisis kelayakan dan analisis switching value terhadap tiga skenario diperoleh bahwa skenario III paling menguntungkan untuk diusahakan dan memiliki tingkat sensitivitas yang paling rendah terhadap kemungkinan perubahan biaya dan manfaat yang terjadi. Oleh karena itu, untuk pengembangan usaha sebaiknya dilaksanakan usaha pembudidayaan ulat sutera dengan skenario III.
89
VII. PENUTUP 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek-aspek non finansial, secara umum usaha peternakan ulat sutera pada kondisi saat ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan aspek pasar, peluang pasar masih terbuka karena permintaan yang tinggi. Berdasarkan aspek teknis, kegiatan budidaya ulat sutera menggunakan teknologi dan peralatan relatif sederhana seperti budidaya pertanian pada umumnya. Berdasarkan aspek manajemen, budidaya ulat sutera dapat dilakukan secara perseorangan dan tidak memerlukan organisasi yang kompleks. Berdasarkan aspek sosial, budidaya ulat sutera mampu menyerap tenaga kerja, memanfaatkan lahan tidur, dan ramah terhadap lingkungan. 2. Usaha peternakan ulat sutera pada kondisi pemeliharaan murbei saat ini, secara finansial tidak layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan kapasitas produksi kokon yang dihasilkan belum optimal dengan luas lahan murbei yang dimiliki saat ini karena pemeliharaan murbei belum sesuai standar disebabkan kesadaran dan kualitas sumber daya manusia pemilik usaha yang masih rendah. Selain itu, pemilik usaha tidak memperhitungkan biaya-biaya tidak tunai seperti pelatihan, pembelian bibit murbei, upah tenaga kerja keluarga, dan sewa lahan sebagai opportunity cost. Pada kondisi saat ini melalui perbaikan pemeliharaan murbei dengan cara melakukan pengairan saat musim kemarau, pendangiran, pemupukan, pengapuran, dan pemberian obat-obatan serta kondisi pengembangan usaha, berdasarkan hasil analisis finansial layak untuk dijalankan. Kondisi pengembangan usaha memiliki tingkat keuntungan yang paling tinggi. 3. Usaha pada kondisi pengembangan usaha memiliki tingkat sensitivitas yang paling rendah dibandingkan pada kondisi saat ini. Pada kondisi pengembangan
90
usaha, penurunan harga jual kokon dan penurunan jumlah produksi kokon merupakan variabel yang paling sensitif terhadap perubahan.
7.2 Saran Berdasarkan
hasil
penelitian,
terdapat
beberapa
saran
yang
direkomendasikan pada usaha ini, diantaranya adalah: 1. Pemilik sebaiknya mengadakan perbaikan dalam metode pemeliharaan tanaman murbei dengan melakukan kegiatan irigasi pada saat musim kemarau, pendangiran, pengapuran, pemupukan, dan pemberian obat-obatan sebanyak empat kali dalam satu tahun. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi daun murbei, sehingga usaha pada kondisi saat ini layak untuk dijalankan. 2. Setelah melakukan perbaikan metode pemeliharaan tanaman murbei maka dapat dilaksanakan pengembangan usaha dengan 6 Ha lahan murbei dan 2 kandang pemeliharaan. Di samping pemilik mampu meningkatkan kapasitas produksi dan memenuhi 70 persen rata-rata permintaan kokon yang ada, pemilik juga mampu memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan usaha dengan skala yang lebih kecil. 3. Pemilik harus mendaftarkan usahanya agar memiliki badan hukum yang pasti. Hal ini bertujuan untuk pengembangan usaha jangka panjang, sehingga akses pada calon penanam modal dan mitra usaha lain untuk pengembangan usaha akan lebih mudah dilakukan. 4. Untuk penelitian lanjutan dapat dilakukan analisis kelayakan usaha peternakan ulat sutera tidak hanya sampai usaha menghasilkan kokon saja, tetapi dapat ditambah dengan melakukan pemintalan benang sutera dan penenunan kain sutera. Dengan demikian dapat dibandingkan pengelolaan usaha dalam kondisi mana yang paling menguntungkan bagi pelaku usaha. 5. Bagi Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor, untuk pengembangan usaha peternakan ulat sutera di Kabupaten Bogor maka program-program pelatihan kepada pelaku usaha dan calon pelaku usaha dapat terus dilaksanakan karena usaha peternakan ulat sutera memiliki prospek dan keuntungan yang baik dan layak untuk diusahakan di wilayah Kabupaten Bogor.
91
DAFTAR PUSTAKA Afrilia JD. 2004. Analisis Kelayakan Finansial Usahaternak Ulat Sutera di Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Atmosoedarjo S et al. 2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. [BPA] Balai Pesuteraan Alam. 2007. Statistik BPA 2007. Sulawesi Selatan: Balai Pesuteraan Alam. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Statistik Kehutanan Indonesia 2007. [Dephut] Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2006. Pembinaan dan Pengembangan Pesuteraan Alam Nasional Dengan Pendekatan Klaster. Departemen Kehutanan. [Depperin] Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. 1982. Penelitian dan Pengembangan Industri Kecil. Jakarta: Departemen Perindustrian [Depperin] Biro Data dan Analisa. 1982. Keadaan dan Perkembangan Industri Tekstil di Indonesia Sampai Tahun 1980. Jakarta: Departemen Perindustrian [Depperin] Direktorat Pelaporan Data dan Informasi, Direktorat Jenderal Industri Tekstil. 2008. Industri Tekstil dalam Angka. Jakarta: Departemen Perindustrian. Frimawati R. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Ulat Sutera (Studi Kasus pada Koperasi Petani Pengrajin Ulat Sutera Sabilulungan III, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Jakarta : UI-Press. Husnan S dan Muhammad S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Fakultas Ekonomi. Jakarta: UI-Press. Kaomini M. 2006. Pedoman Teknis Pemeliharaan Ulat Sutera. Bandung: SAMBA PROJECT. Kasmir J. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Kencana. Katsumata F. 1964. Petunjuk Sederhana Bagi Pemeliharaan Ulat Sutera. Tokyo. Maulana MES. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurlela A. 2006. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Usaha Pemintalan dan Pertenunan Sutera Alam di KOPPUS Sabilulungan III, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Purnamawati DA. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Usaha Tepung Talas Safira (Safira Powder) pada PT Bogor Agro Lestari [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
92
Rochmayanto Y et al. 2007. Efisiensi dan Produktivitas Pemanfaatan Limbah Pakan pada Budidaya Ulat Sutera Alam Skala Rumah Tangga. Jurnal Info Sosial Ekonomi (Volume 7 Nomor 3, September 2007): 149-162 Sugama NWN. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
93
LAMPIRAN
94
Lampiran 1. Ekspor-Impor Produk Tekstil Periode 2007-2008 No.
Uraian
Ekspor
Ekspor
Volume (Kg)
Volume (Kg)
Nilai (US$)
Nilai (US$)
2007
2008
2007
2008
2007
2008
2007
2008
4.763
2.913
29.834
21.836
22.559
313.448
46.939
3.003.494
Serat Serat Alam 1.
a. Sutera
2.
b. Wol
55.139
17.703
363.633
269.762
1.045.110
1.712.661
5.384.852
12.812.329
3.
c. Kapas
28.569.969
24.931.909
26.372.276
30.821.600
475.121.267
560.221.869
625.602.258
922.910.447
4.
d. Nabati Lainnya
18.695.508
13,901,350
2,598,744
2,625,618
2,869,452
5,407,229
1,873,052
5,809,096
Serat Buatan 5.
a. Akrilik
93,469
17,41
132,2
240,548
50,868,339
54,813,776
111,131,454
140,179,553
6.
b. Nilon
154,495
22,831
435,559
121,312
372,282
1,530,024
1,872,502
6,507,882
7.
c. Poliester
55,638,625
68,669,398
69,289,113
94,274,310
31,239,316
58,232,884
40,709,851
77,584,503
8.
d. Polypropilin
102,287
137,985
247,253
390,74
2,305,795
4,971,911
4,213,978
10,523,078
72,812,802
95,366,717
141,792,496
220,254,495
46,907,545
19,704,347
61,235,134
69,537,986
9,420,598
5,719,282
8,581,306
5,896,222
2,997,760
2,163,229
3,811,980
5,763,609
145,545
343,371
593,795
1,952,108
9.
e. Rayon
10.
f. Stapel Buatan Lainnya Benang Benang dari serat nabati
11.
a. Sutera
12.
b. Wol
13.
c. Kapas
14.
d. Nabati Lainnya
15.
a. Filamen nilon
2,221
10,301
659,107
700,089
2,985,609
4,009,852
149,134
884,295
881,862
7,402,357
83,913,151
77,800,245
229,527,177
220,878,211
21,158,939
26,750,752
41,508,183
67,655,003
308
26,29
802
62,041
6,171,614
7,575,132
5,067,110
8,024,304
28,184,273
29,113,399
100,518,575
110,322,387
5,956,214
9,697,239
20,829,200
48,501,876
Benang dari serat buatan
95
16.
b. Filamen Polyester
199,523,827
175,429,565
350,101,381
338,081,105
10,412,548
29,190,280
27,112,995
87,850,196
17.
c. Filamen Rayon
7,886,669
2,980,392
27,257,827
10,659,927
17,602,217
18,367,233
67,334,209
79,608,963
18.
d. Filamen Lainnya
4,682,244
1,655,017
9,081,227
4,696,064
7,147,850
10,066,316
24,515,138
36,928,158
19.
e. Stapel
281,737,072
247,163,682
733,871,230
684,721,240
4,231,936
7,276,945
10,119,246
27,669,790
Kain Tenun 20.
a. Sutera
21.
b. Wol
3,381
83,103
128,076
1,146,219
52,647
648,522
230,783
5,584,061
42,346
44,286
441,388
433,019
168,074
1,623,525
3,437,412
28,625,187
22.
c. Kapas
57,557,461
48,920,019
273,732,700
263,673,832
18,799,312
73,942,755
77,986,223
522,055,931
23.
d. Nabati Lainnya
20,685
7,734
184,973
106,501
661,733
1,563,996
3,058,190
12,298,493
24.
e. Filamen
101,631,192
79,145,813
459,613,962
464,865,846
16,073,806
41,880,627
44,720,363
309,266,972
25.
f. Stapel
58,777,458
61,476,987
239,455,474
291,121,450
6,326,487
23,230,371
17,643,265
134,217,103
26.
Kain Kempa
328,957
143,766
1,161,096
330,603
259,181
405,352
2,018,567
3,847,191
27.
Kain non woven
10,742,152
11,128,674
26,430,970
29,804,642
10,004,675
20,859,760
27,937,688
72,650,826
28.
Kain tenun berbulu
77,534
77,611
2,018,892
768,578
564.790
2,269,402
4,037,844
14,372,807
29.
Kain handuk terry
4,331
17,753
13,002
74,973
545,718
411.840
3,647,099
2,715,023
30.
Kain kassa
874
590
47,328
6,269
3.800
383.620
30,028
5,131,307
31.
Kain jala
555,299
658,246
5,975,998
7,109,328
84,428
410,942
606,941
3,577,472
32.
Kain renda
187,698
320,683
1.885.910
4,826,298
118,467
836,431
3,299,666
16,308,401
33.
Kain pita
1,500,877
1,114,887
13,087,277
11,261,675
780,921
4,510,603
6,694,974
43.488.440
34.
Kain label
63,537
52.770
662.110
646,474
109,672
4,102,397
2,024,101
39,205,573
35.
Kain jalinan
36,047
21,509
271,811
109.300
112,472
544,502
294,026
4,129,593
36.
Kain benang logam
37.
Kain sulaman
38.
Produk tekstil dilapisi
1,868
680
10,565
8,965
167,169
103,654
590,771
843,902
1,413,951
1,495,459
15,039,403
18,163,045
124,409
1,508,887
1,016,794
17,697,478
7,488
14,196
41,757
111,124
2,997
553,607
15.990
4,604,004
96
39.
Kain tekstil dilapisi
22,437,274
24.884.860
79.602.110
99.690.290
19.973.300
43,667,523
55,162,268
155.094.520
40.
Kain Rajutan
12,684,006
13,785,536
68,895,356
64,739,016
10.203.060
78,216,851
55,044,363
551,298,196
Pakaian jadi Rajutan 41.
a. Pakaian lelaki dan anak lelaki
29,214,921
30,394,054
335,416,085
343,686,159
1,369,016
2,016,222
4,904,869
9,615,835
42.
b. Pakaian wanita dan anak wanita
35,177,644
45,123,302
550,852,956
681,569,329
3,131,871
8,196,195
9,309,396
19,429,398
43.
c. Pakaian jadi tekstil lainnya
69,391,081
76,833,643
774,548,605
874.616.820
1,346,161
5,139,629
15,097,269
42,831,097
44.
d. Perlengkapan pakaian jadi
11,069,796
11,112,735
82,800,234
92,473,633
881,902
1.965.980
2,365,458
12.283.900
13,493,303
14,099,832
31,691,623
36,328,083
6,566,482
10.209.180
7,501,886
16,387,937
37,648
2,207
74,058
9,507
Permadani 45.
a. Penutup lantai
46.
b. Penutup dinding
24,165
220.890
Barang jadi tekstil 47.
a. Gumpalan Tekstil
4,510,219
5,833,166
29,504,436
40,665,296
174,969
990,948
754,031
4,147,235
48.
b. Barang jadi dari benang
5.378.600
4.476.950
20,797,083
20,438,217
14,002,485
18,068,922
20,279,189
42,501,325
49.
c. Label, lencana dan semacamnya
10,996
12,709
99,228
144,218
64,421
1,657,022
837,875
14.269.380
50.
d. barang tekstil lainnya
52,444,561
48,126,104
182,175,199
162,661,311
14,871,911
19,320,811
19,188,303
28,678,428
Sumber: Depperin, 2008
97
Lampiran 2. Peta Silk Road
Sumber: http://people.hofstra.edu/geotrans/eng/ch1en/conc1en/silkroad.html Lampiran 3. Pola Tanam Lahan Murbei Saat Ini Tahun 1 Bulan Hamparan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 Tahun 2-15
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8
Hamparan
9 10 11 12
1 2 3 4 Keterangan:
: Persiapan Lahan : Pemangkasan tahap I : Pemangkasan Tahap II (Panen) : Masa bera
Lampiran 4. Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000) No. Jumlah Pendapatan (Rp) Tarif PPh 1. s/d 50.000.000 10% 2. Diatas 50.000.000 s/d 100.000.000 15% 3. Diatas 100.000.000 30%
95
Lampiran 6. Arus Kas Skenario I Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.6
9.660.000
9.660.000
9.6
Inflow Penjualan
14.490.000
16.100.000
PV Nilai Sisa Total Inflow
1.500.000 14.490.000
16.100.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
11.160.000
9.660.000
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan* Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya Investasi Bibit murbei* Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi 3. Biaya Operasional
2.000.000 50.000 3.500.000 40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
50.000 14.790.000 210.000 1.440.000
210.000
210.000 480.000 50.000
50.000 60.000
60.000
60.000 15.000
15.000
15.000
3.600.000
3.600.000 285.000
25.805.000
0
0
40.000
0
40.000
0
0
40.000
4.415.000
0
Biaya Tetap
95
40.000
Komunikasi Sewa Lahan* Upah Tenaga Kerja Perawatan Kendaraan pemeliharaan kandang Kaporit Total Biaya Tetap
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
6
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.0
3.120.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.0
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
2
240.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
2
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
9
13.530.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.4
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
3
1.890.000
2.100.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.2
360.000
400.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
2
Biaya Variabel Bahan Bakar Bibit Ulat Sutera Popson
360.000
Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional
2.610.000
2.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.8
16.140.000
18.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.3
Total Outflow
43.945.000
18.310.000
17.310.000
17.350.000
17.310.000
17.595.000
17.350.000
17.310.000
17.310.000
17.350.000
17.310.000
17.350.000
17.3
-29.455.000
-2.210.000
-7.650.000
-7.690.000
-7.650.000
-7.935.000
-7.690.000
-7.650.000
-7.650.000
-6.190.000
21.725.000 12.065.000
-7.650.000
-7.690.000
-7.6
-29.455.000
-2.210.000
-7.650.000
-7.690.000
-7.650.000
-7.935.000
-7.690.000
-7.650.000
-7.650.000
-6.190.000
12.065.000
0,917431193
0,841679993
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
-27022935,78
-1860112,79
-5447789,87
-4971975,11
-4731381,24
-4206693,34
0,50186628 3839277,039
0,46042778 3522272,51
0,422410807
PV DF
0,77218348 5907203,62
PV Negatif
-74457225,15
PV Positif
681642,7628
Net Benefit Tax Net Benefit After Tax DF
NPV Net B/C
-2614722,89
0,38753285 4675583,84
-7.650.000
-7.690.000
-7.6
0,355534725
0,32617865 2508313,79
0,299
-2719840,65
-73775582,39 0,009154824
IRR
-
Payback Period
-
96
-2289
Lampiran 11. Arus Kas Skenario II Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
19.320.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
1.700.000 19.320.000
38.640.000
38.640.000
0
0
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
40.340.000
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya Investasi Bibit murbei Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi
2.000.000 50.000
50.000
50.000
3.500.000 40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
50.000 14.790.000 420.000 1.920.000
420.000
420.000 1.920.000 50.000
50.000 60.000
60.000
60.000 15.000
15.000
15.000
3.600.000 26.495.000
3.600.000 0
0
40.000
0
545.000
40.000
240.000
240.000
0
0
40.000
6.115.000
0
40.000
3. Biaya Operasional Biaya Tetap Komunikasi
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
97
240.000
Sewa Lahan
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
Upah Tenaga Kerja
5.520.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
Perawatan Kendaraan
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
pemeliharaan kandang
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
Kaporit
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
Pupuk
1.800.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
Kapur
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
Herbisida
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
Pestisida
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
Fungisida
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
17.910.000
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
2.520.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
480.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
3.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
21.270.000
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
Total Biaya Tetap Biaya Variabel Bahan Bakar Bibit Ulat Sutera Popson Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional Total Outflow Net Benefit
49.765.000
28.450.400
28.450.400
28.490.400
28.450.400
28.995.400
28.490.400
28.450.400
28.450.400
28.490.400
34.565.400
28.450.400
28.490.400
-30.445.000
10.189.600
10.189.600
10.149.600
10.189.600
9.644.600
10.149.600
10.189.600
10.189.600
11.849.600
4.074.600
10.189.600
10.149.600
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
Tax Net Benefit After Tax
960.000
-30.445.000
9.193.540
9.193.540
9.153.540
9.193.540
8.648.540
9.153.540
9.193.540
9.193.540
10.853.540
3.078.540
9.193.540
9.153.540
DF
0,917431193
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,38753285
0,355534725
0,326178647
PV DF
-27931192,7
7738018,685
7099099,711
6484598,506
5975170,197
5156841,827
5007299,842
4613927,717
4232961,208
4584652,589
1193035,381
3268622,717
2985689,291
PV Negatif
-27931192,7
PV Positif
68291097,67
NPV
40359905,01
Net B/C
2,44497607
IRR
29%
Payback Period
5,12
98
Lampiran 16. Arus Kas Skenario III Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
57.960.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
4.200.000 57.960.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
120.120.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
2. Biaya Investasi Bibit murbei Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi
6.000.000 100.000
100.000
100.000
10.500.000 120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
100.000 29.580.000 1.260.000 5.760.000
1.260.000
1.260.000 5.760.000 100.000
100.000 120.000
120.000
120.000 30.000
30.000
30.000
7.200.000 60.870.000
7.200.000 0
0
120.000
0
1.510.000
120.000
600.000
600.000
0
0
120.000
14.570.000
600.000
600.000
0
120.000
3. Biaya Operasional Biaya Tetap Komunikasi
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
99
600.000
Sewa Lahan
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
Upah Tenaga Kerja
13.680.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
Perawatan Kendaraan pemeliharaan kandang
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
Kaporit
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
Pupuk
5.400.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
Kapur
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
Herbisida
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
Pestisida
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
Fungisida
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
50.380.000
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
Bibit Ulat Sutera
7.560.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
Popson
1.440.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional
9.360.000
18.360.000
18.360.000
18.360.000
18.360.000
18.360.000
18.360.000
18.360.000
18.360.000
18.360.000
18.360.000
18.360.000
18.360.000
59.740.000
76.521.200
76.521.200
76.521.200
76.521.200
76.521.200
76.521.200
76.521.200
76.521.200
76.521.200
76.521.200
76.521.200
76.521.200
Total Biaya Tetap Biaya Variabel Bahan Bakar
Total Outflow
122.610.000
76.521.200
76.521.200
76.641.200
76.521.200
78.031.200
76.641.200
76.521.200
76.521.200
76.641.200
91.091.200
76.521.200
76.641.200
Net Benefit
-64.650.000
39.398.800
39.398.800
39.278.800
39.398.800
37.888.800
39.278.800
39.398.800
39.398.800
43.478.800
24.828.800
39.398.800
39.278.800
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
Tax Net Benefit After Tax DF PV DF PV Negatif PV Positif
-64.650.000
35.580.920
35.580.920
35.460.920
35.580.920
34.070.920
35.460.920
35.580.920
35.580.920
39.660.920
21.010.920
35.580.920
35.460.920
0,917431193 59311926,61 59311926,61
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,38753285
0,355534725
0,326178647
29947748,51
27474998,63
25121409,74
23125156,66
20315376,39
19398337,59
17856863,95
16382443,99
16753201,22
8142421,716
12650252,61
11566594,9
259819769
NPV
200507842,4
Net B/C
4,380565324
IRR
55%
Payback Period
3,07
100
Lampiran 5. Laporan Laba Rugi Skenario I Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
14.490.000
16.100.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
1.500.000 14.490.000
16.100.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
Bahan Bakar
360.000
360.000
360.000
360.000
Bibit Ulat Sutera
1.890.000
Popson
360.000
Total Biaya Variabel
2.610.000
2.860.000
1.860.000
1.860.000
Komunikasi
60.000
60.000
60.000
60.000
Sewa Lahan
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
Upah Tenaga Kerja
3.120.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
Perawatan Kendaraan
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
pemeliharaan kandang
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
Kaporit
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
Total Biaya Tetap
13.530.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
Total Biaya Operasional
16.140.000
18.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
288.000
288.000
288.000
288.000
288.000
288.000
9
17
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
11.160.000
9.660.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
27
Outflow 1. Biaya Operasional Biaya Variabel 360.000
360.000
360.000
360.000
2.100.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
400.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1
1.8
Biaya Tetap
2. Biaya Penyusutan
60.000
60.000
60.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5
240.000
240.000
240.000
240.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17
288.000
288.000
288.000
288.000
288.000
288.000
288.000
288.000
101
60.000
Total Biaya
16.428.000
18.598.000
17.598.000
17.598.000
17.598.000
17.598.000
17.598.000
17.598.000
17.598.000
17.598.000
17.598.000
17.598.000
17.598.000
17.598.000
17
EBIT
(1.938.000)
(2.498.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(6.438.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
9.9
EBT
(1.938.000)
(2.498.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(6.438.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
9.9
Pajak Penghasilan Laba Bersih Setelah Pajak
(1.938.000)
(2.498.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(6.438.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
(7.938.000)
8.9
Biaya Bunga
102
Lampiran 10. Laporan Lara Rugi Skenario II Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
19.320.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
1.700.000 19.320.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
40.340.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
Bahan Bakar
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
Bibit Ulat Sutera
2.520.000
Popson
480.000
Total Biaya Variabel
3.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
Komunikasi
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
Sewa Lahan
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
Upah Tenaga Kerja
5.520.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
Perawatan Kendaraan
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
pemeliharaan kandang
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
Kaporit
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
Outflow 1. Biaya Operasional Biaya Variabel
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
Biaya Tetap
Pupuk Kapur
1.800.000
150.000
150.000
150.000
150.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
Herbisida
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
Pestisida
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
103
Fungisida
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
Total Biaya Tetap
17.790.000
21.970.400
21.970.400
21.970.400
21.970.400
21.970.400
21.970.400
21.970.400
21.970.400
21.970.400
21.970.400
21.970.400
21.970.400
21.970.400
Total biaya Operasional
21.150.000
28.330.400
28.330.400
28.330.400
28.330.400
28.330.400
28.330.400
28.330.400
28.330.400
28.330.400
28.330.400
28.330.400
28.330.400
28.330.400
349.000
349.000
349.000
349.000
349.000
349.000
349.000
349.000
349.000
349.000
349.000
Total Biaya
21.499.000
28.679.400
28.679.400
28.679.400
28.679.400
28.679.400
28.679.400
28.679.400
28.679.400
28.679.400
28.679.400
28.679.400
28.679.400
28.679.400
EBIT
(2.179.000)
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
11.660.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
(2.179.000)
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
11.660.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
9.960.600
2. Biaya Penyusutan
349.000
349.000
349.000
Biaya Bunga EBT Pajak Penghasilan Laba Bersih Setelah Pajak
996.060 (2.179.000)
8.964.540
996.060 8.964.540
996.060 8.964.540
996.060 8.964.540
996.060 8.964.540
996.060 8.964.540
996.060 8.964.540
996.060 8.964.540
996.060 10.664.540
996.060 8.964.540
996.060 8.964.540
996.060 8.964.540
104
996.060 8.964.540
Lampiran 15. Laporan Laba Rugi Skenario III Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
57.960.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920
115.920.000
115.920.000
115.920
720.000
720
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
1.700.000 57.960.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
117.620.000
115.920.000
720.000
720.000
720.000
720.000
Outflow 3. Biaya Operasional Biaya Variabel Bahan Bakar
720.000
Bibit Ulat Sutera
7.560.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120
Popson Total Biaya Variabel
1.440.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880
9.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.0
Biaya Tetap Komunikasi
600.000
Sewa Lahan
30.000.000
Upah Tenaga Kerja Perawatan Kendaraan pemeliharaan kandang
480.000
Kaporit
180.000
Pupuk Kapur
13.680.000
40.000
5.400.000
600.000 30.000.000
600.000 30.000.000
600.000 30.000.000
600.000 30.000.000
600.000 30.000.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
600.000 30.000.000 15.280.000 480.000 40.000 180.000 7.200.000
600.000 30.000.000
600.000 30.000.000
600.000 30.000.000
600.000 30.000.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
480.000
480.000
480.000
480.000
40.000
40.000
40.000
40.000
180.000
180.000
180.000
180.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
600.000 30.000.000 15.280.000 480.000 40.000 180.000 7.200.000
600.000 30.000.000
600
30.000.0
15.280.000
15.280
480.000
480
40.000
40
180.000
180
7.200.000
7.200.00
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450
Herbisida
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080
Pestisida
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347
105
Fungisida Total Biaya Tetap Total Biaya Operasional 2. Biaya Penyusutan
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504
50.380.000
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.2
60.100.000
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.2
860.000
860.000
860.000
860.000
860.000
860.000
860.000
860.000
860.000
860.000
860.000
860.000
860.000
860
Total Biaya
60.960.000
77.741.200
77.741.200
77.741.200
77.741.200
77.741.200
77.741.200
77.741.200
77.741.200
77.741.200
77.741.200
77.741.200
77.741.200
77.741.2
EBIT
(3.000.000)
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
39.878.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.8
(3.000.000)
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
39.878.800
38.178.800
38.178.800
38.178.800
38.178.8
Biaya Bunga EBT Pajak Penghasilan Laba Bersih Setelah Pajak
3.817.880 (3.000.000)
34.360.920
3.817.880 34.360.920
3.817.880 34.360.920
3.817.880 34.360.920
3.817.880 34.360.920
3.817.880 34.360.920
3.817.880 34.360.920
3.817.880 34.360.920
3.817.880 36.060.920
3.817.880 34.360.920
3.817.880 34.360.920
106
3.817.880 34.360.920
3.817
34.360.9
Lampiran 7. Analisis Switching Value Peningkatan Harga Jual Kokon Sebesar 84,13% pada Skenario I Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
Inflow Penjualan
26.680.500
29.645.000
PV Nilai Sisa Total Inflow
1.500.000 26.680.500
29.645.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
17.787.000
19.287.000
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan* Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya Investasi Bibit murbei* Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi
2.000.000 50.000 3.500.000 40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
50.000 14.790.000 210.000 1.440.000
210.000
210.000 480.000 50.000
50.000 60.000
60.000
60.000 15.000
15.000
15.000
3.600.000
3.600.000
25.805.000
0
0
40.000
0
285.000
40.000
0
0
40.000
4.415.000
0
40.000
3. Biaya Operasional Biaya Tetap Komunikasi
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
107
60.000
1
Sewa Lahan*
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
3.120.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
Perawatan Kendaraan
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
pemeliharaan kandang
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
Kaporit
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
13.530.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
Upah Tenaga Kerja
Total Biaya Tetap
240.000
1
1
Biaya Variabel Bahan Bakar Bibit Ulat Sutera Popson
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
1.890.000
2.100.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
360.000 1.260.000
1.260.000
360.000
1.260.000
360.000
360.000
400.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
2.610.000
2.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional
16.140.000
18.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
Total Outflow
43.945.000
18.310.000
17.310.000
17.350.000
17.310.000
17.595.000
17.350.000
17.310.000
17.310.000
17.350.000
21.725.000
17.310.000
17.350.000
-17.264.500
11.335.000
477.000
437.000
477.000
192.000
437.000
477.000
477.000
1.937.000
-3.938.000
477.000
437.000
-17.264.500
11.335.000
477.000
437.000
477.000
192.000
437.000
477.000
477.000
1.937.000
-3.938.000
477.000
437.000
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,355534725
0,32617865
0,
9540442,724
368331,52
309581,8172
310017,2713
114483,3268
239053,965
239390,2154
219624,0508
818209,733
0,38753285 1526104,36
169590,0639
142540,069
14
PV Negatif
0,917431193 15838990,83 17365095,19
PV Positif
17386931,53
NPV
21836,33872
Net B/C
1,001257485
Net Benefit
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
Tax Net Benefit After Tax DF PV DF
IRR Payback Period
9% 14,99
108
Lampiran 8. Analisis Switching Value Peningkatan Produksi Kokon Sebesar 84,12% pada Skenario I Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
Inflow Penjualan
26.678.988
29.643.320
PV Nilai Sisa Total Inflow
1.500.000 26.678.988
29.643.320
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
17.785.992
19.285.992
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan* Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya Investasi Bibit murbei* Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi
2.000.000 50.000 3.500.000 40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
50.000 14.790.000 210.000 1.440.000
210.000
210.000 480.000 50.000
50.000 60.000
60.000
60.000 15.000
15.000
15.000
3.600.000
3.600.000
25.805.000
0
0
40.000
0
285.000
40.000
0
0
40.000
4.415.000
0
40.000
3. Biaya Operasional Biaya Tetap Komunikasi
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
109
60.000
1
Sewa Lahan*
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
3.120.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
Perawatan Kendaraan
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
pemeliharaan kandang
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
Kaporit
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
13.530.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
Upah Tenaga Kerja
Total Biaya Tetap
240.000
1
1
Biaya Variabel Bahan bakar Bibit Ulat Sutera Popson
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
1.890.000
2.100.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
360.000 1.260.000
1.260.000
360.000
1.260.000
360.000
360.000
400.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
2.610.000
2.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional
16.140.000
18.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
17.310.000
Total Outflow
43.945.000
18.310.000
17.310.000
17.350.000
17.310.000
17.595.000
17.350.000
17.310.000
17.310.000
17.350.000
21.725.000
17.310.000
17.350.000
-17.266.012
11.333.320
475.992
435.992
475.992
190.992
435.992
475.992
475.992
1.935.992
-3.939.008
475.992
435.992
-17.266.012
11.333.320
475.992
435.992
475.992
190.992
435.992
475.992
475.992
1.935.992
-3.939.008
475.992
435.992
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,38753285
0,355534725
0,32617865
0,
9539028,701
367553,159
308867,7246
309362,1404
113882,2893
238502,5545
238884,3342
219159,9396
817783,9429
-1526495
169231,6849
142211,281
14
PV Negatif
0,917431193 15840377,98 17366872,98
PV Positif
17379556,15
NPV
12683,17051
Net B/C
1,000730308
Net Benefit
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
Tax Net Benefit After Tax DF PV DF
IRR Payback Period
9% 14,99
110
Lampiran 9. Analisis Switching Value Penurunan Biaya Operasional Sebesar 52,97% pada Skenario I Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
10
11
12
13
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
Inflow Penjualan
14.490.000
16.100.000
PV Nilai Sisa Total Inflow
1.500.000 14.490.000
16.100.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
9.660.000
11.160.000
9.660.000
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan* Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya Investasi Bibit murbei* Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi
2.000.000 50.000 3.500.000 40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
50.000 14.790.000 210.000 1.440.000
210.000
210.000 480.000 50.000
50.000 60.000
60.000
60.000 15.000
15.000
15.000
3.600.000
3.600.000
25.805.000
0
0
40.000
0
285.000
40.000
0
0
40.000
4.415.000
0
40.000
3. Biaya Operasional Biaya Tetap Komunikasi
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
111
60.000
Sewa Lahan*
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
3.120.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
Perawatan Kendaraan
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
pemeliharaan kandang
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
Kaporit
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
13.530.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
15.450.000
Upah Tenaga Kerja
Total Biaya Tetap
240.000
1
1
Biaya Variabel Bahan bakar Bibit Ulat Sutera Popson Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
1.890.000
2.100.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
360.000
400.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
2.610.000
2.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
1.860.000
360.000
1.860.000
360.000
360.000
7.590.642
8.611.193
8.140.893
8.140.893
8.140.893
8.140.893
8.140.893
8.140.893
8.140.893
8.140.893
8.140.893
8.140.893
8.140.893
35.395.642
8.611.193
8.140.893
8.180.893
8.140.893
8.425.893
8.180.893
8.140.893
8.140.893
8.180.893
12.555.893
8.140.893
8.180.893
-20.905.642
7.488.807
1.519.107
1.479.107
1.519.107
1.234.107
1.479.107
1.519.107
1.519.107
2.979.107
-2.895.893
1.519.107
1.479.107
-20.905.642
7.488.807
1.519.107
1.479.107
1.519.107
1.234.107
1.479.107
1.519.107
1.519.107
2.979.107
-2.895.893
1.519.107
1.479.107
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,355534725
0,32617865
0,
6303179,025
1173029,33
1047836,689
987315,3184
735857,682
809122,1808
762388,5785
699439,0629
1258406,992
0,38753285 1122253,67
540095,2896
482453,12
45
PV Negatif
0,917431193 19179488,07 20301741,74
PV Positif
20312734,89
NPV
10993,14961
Net B/C
1,000541488
Total Outflow Net Benefit Tax Net Benefit After Tax DF PV DF
IRR Payback Period
9% 14,99
112
Lampiran 12. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Kokon Sebesar 13,74% pada Skenario II Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
16.665.600
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
1.700.000 16.665.600
33.331.200
33.331.200
0
0
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
33.331.200
0
0
35.031.200
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya Investasi Bibit murbei Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi
2.000.000 50.000
50.000
50.000
3.500.000 40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
50.000 14.790.000 420.000 1.920.000
420.000
420.000 1.920.000 50.000
50.000 60.000
60.000
60.000 15.000
15.000
15.000
3.600.000 26.495.000
3.600.000 0
0
40.000
0
545.000
40.000
0
240.000
240.000
0
40.000
6.115.000
240.000
240.000
0
40.000
3. Biaya Operasional Biaya Tetap Komunikasi
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
113
240.000
Sewa Lahan
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
5.520.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
Perawatan Kendaraan
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
pemeliharaan kandang
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
Kaporit
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
1.800.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
Upah Tenaga Kerja
Pupuk Kapur
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
Herbisida
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
Pestisida
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
Fungisida
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
17.910.000
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
2.520.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
480.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
3.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
21.270.000
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
49.765.000
28.450.400
28.450.400
28.490.400
28.450.400
28.995.400
28.490.400
28.450.400
28.450.400
28.490.400
34.565.400
28.450.400
28.490.400
-33.099.400
4.880.800
4.880.800
4.840.800
4.880.800
4.335.800
4.840.800
4.880.800
4.880.800
6.540.800
-1.234.200
4.880.800
4.840.800
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
Total Biaya Tetap Biaya Variabel Bahan bakar Bibit Ulat Sutera Popson Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional Total Outflow Net Benefit Tax Net Benefit After Tax
960.000
-33.099.400
3.884.740
3.884.740
3.844.740
3.884.740
3.339.740
3.844.740
3.884.740
3.884.740
5.544.740
-2.230.260
3.884.740
3.844.740
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,355534725
0,326178647
0
3269707,937
2999732,052
2723710,746
2524814,454
1991377,842
2103204,443
1949620,01
1788642,212
2342158,097
0,38753285 864299,015
1381159,968
1254072,091
1
PV Negatif
0,917431193 30366422,02 30366422,02
PV Positif
30368973,65
NPV
2551,632149
Net B/C
1,000084028
DF PV DF
IRR Payback Period
9% 14,99
114
Lampiran 13. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Kokon Sebesar 13,73% pada Skenario II Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
16.667.364
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
0
0
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
1.700.000 16.667.364
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
33.334.728
35.034.728
33.334.728
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya Investasi Bibit murbei Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi
2.000.000 50.000
50.000
50.000
3.500.000 40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
50.000 14.790.000 420.000 1.920.000
420.000
420.000 1.920.000 50.000
50.000 60.000
60.000
60.000 15.000
15.000
15.000
3.600.000 26.495.000
3.600.000 0
0
40.000
0
545.000
40.000
0
0
40.000
6.115.000
0
3. Biaya Operasional Biaya Tetap
115
40.000
3
Komunikasi Sewa Lahan Upah Tenaga Kerja
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
5.520.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
240.000 10.000.000 7.640.000
240.000
240.000
10.000.000
10.000.000
7.640.000
7.640.000
Perawatan Kendaraan
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
pemeliharaan kandang
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
Kaporit
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
1.800.000
2.400.000
2.400.000
Pupuk
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
Kapur
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
2.400.000 150.000
150.000
150.000
Herbisida
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
Pestisida
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
Fungisida
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
17.910.000
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
2.520.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
480.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
6.360.000
6.360.000
Total Biaya Tetap
22.090.400
1
2
Biaya Variabel Bahan bakar Bibit Ulat Sutera Popson Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional Total Outflow Net Benefit
3.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
21.270.000
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
28.450.400
49.765.000
28.450.400
28.450.400
28.490.400
28.450.400
28.995.400
28.490.400
28.450.400
28.450.400
28.490.400
34.565.400
28.450.400
28.490.400
-33.097.636
4.884.328
4.884.328
4.844.328
4.884.328
4.339.328
4.844.328
4.884.328
4.884.328
6.544.328
-1.230.672
4.884.328
4.844.328
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
Tax Net Benefit After Tax
360.000
6.360.000
-33.097.636
3.888.268
3.888.268
3.848.268
3.888.268
3.343.268
3.848.268
3.888.268
3.888.268
5.548.268
-2.226.732
3.888.268
3.848.268
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,355534725
0,32617865
0,
3272677,384
3002456,316
2726210,07
2527107,412
1993481,473
2105134,379
1951390,6
1790266,601
2343648,363
0,38753285 862931,799
1382414,295
1255222,85
11
PV Negatif
0,917431193 30364803,67 31227735,47
PV Positif
31257106,86
DF PV DF
116
NPV
29371,39231
Net B/C
1,000940555
IRR Payback Period
9% 14,99
117
Lampiran 14. Analisis Switching Value Peningkatan Biaya Operasional Sebesar 18,11% pada Skenario II Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
19.320.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
38.640
1.700.000 19.320.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
38.640.000
40.340.000
38.640.000
38.640.000
38.640.0
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan
2.000.000
Total Biaya Pra Investasi
2.000.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya Investasi Bibit murbei
2.000.000 50.000
Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan
40.000
Alat Stek
Rak Seriframe
40.000
420.000 1.920.000
40.000
420.000
40
420.000 1.920.000 50.000
50.000 60.000
Kompor (25% x Nilai)
60.000
60.000 15.000
15.000
Sprayer
Total Biaya Investasi
40.000
14.790.000
Termometer
Motor (60% x Nilai)
50.000
50.000
Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan
50.000
3.500.000
15.000
3.600.000 26.495.000
3.600.000 0
0
40.000
0
545.000
40.000
0
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
0
40.000
6.115.000
0
40
240.000
240
3. Biaya Operasional Biaya Tetap Komunikasi
240.000
240.000
240.000
240.000
118
Sewa Lahan Upah Tenaga Kerja Perawatan Kendaraan
10.000.000 5.520.000 240.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
7.640.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
10.000.000 7.640.000 240.000
10.000.000 7.640.000
10.000.000
10.000.0
7.640.000
7.640
240.000
240.000
240
pemeliharaan kandang
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20
Kaporit
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90.000
90
Pupuk
1.800.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.00
Kapur
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150
Herbisida
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360
Pestisida
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782.400
782
Fungisida
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168.000
168
Total Biaya Tetap
17.910.000
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
22.090.400
360.000
360.000
360.000
22.090.400
22.090.4
Biaya Variabel Bahan bakar
360.000
Bibit Ulat Sutera
2.520.000
Popson
480.000
Total Biaya Variabel
3.360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
360.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
6.360.000
360.000
360
5.040.000
5.040.000
5.040
960.000
960.000
960
6.360.000
6.360.000
6.360.00
Total Biaya Operasional
25.121.997
33.602.767
33.602.767
33.602.767
33.602.767
33.602.767
33.602.767
33.602.767
33.602.767
33.602.767
33.602.767
33.602.767
33.602
Total Outflow
53.616.997
33.602.767
33.602.767
33.642.767
33.602.767
34.147.767
33.642.767
33.602.767
33.602.767
33.642.767
39.717.767
33.602.767
33.642
-34.296.997
5.037.233
5.037.233
4.997.233
5.037.233
4.492.233
4.997.233
5.037.233
5.037.233
6.697.233
-1.077.767
5.037.233
4.997
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996.060
996
-34.296.997
4.041.173
4.041.173
4.001.173
4.041.173
3.496.173
4.001.173
4.041.173
4.041.173
5.701.173
-2.073.827
4.041.173
4.001
0,917431193
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,355534725
0,32617
PV DF
-31465134,86
3401374,093
3120526,691
2834531,515
2626484,884
2084653,467
2188778,41
2028128,238
1860668,108
2408236,901
0,38753285 803676,259
1436777,175
1305097
PV Negatif
-32268811,12
PV Positif
32290087,93
NPV
21276,80447
Net Benefit Tax Net Benefit After Tax DF
119
Net B/C IRR Payback Period
1,000659361 9% 14,99
120
Lampiran 17. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Kokon Sebesar 22,41% pada Skenario III Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
44.969.400
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
4.200.000 44.969.400
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
89.938.800
94.138.800
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya Investasi Bibit murbei Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi
6.000.000 100.000
100.000
100.000
10.500.000 120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
100.000 29.580.000 1.260.000 5.760.000
1.260.000
1.260.000 5.760.000 100.000
100.000 120.000
120.000
120.000 30.000
30.000
30.000
7.200.000
7.200.000
60.870.000
0
0
120.000
0
1.510.000
120.000
0
0
120.000
14.570.000
0
120.000
3. Biaya Operasional Biaya Tetap Komunikasi
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
121
600.000
Sewa Lahan
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
Upah Tenaga Kerja
13.680.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
Perawatan Kendaraan pemeliharaan kandang
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
Kaporit
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
Pupuk
5.400.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
Kapur
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
Herbisida
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
Pestisida
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
Fungisida
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
50.380.000
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
Total Biaya Tetap Biaya Variabel Bahan bakar Bibit Ulat Sutera
7.560.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
Popson
1.440.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
15.120.000 2.880.000
Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional
9.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
60.100.000
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
Total Outflow
122.970.000
76.881.200
76.881.200
77.001.200
76.881.200
78.391.200
77.001.200
76.881.200
76.881.200
77.001.200
91.451.200
76.881.200
77.001.200
Net Benefit
-78.000.600
13.057.600
13.057.600
12.937.600
13.057.600
11.547.600
12.937.600
13.057.600
13.057.600
17.137.600
-1.512.400
13.057.600
12.937.600
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
Tax Net Benefit After Tax
-78.000.600
9.239.720
9.239.720
9.119.720
9.239.720
7.729.720
9.119.720
9.239.720
9.239.720
13.319.720
-5.330.280
9.239.720
9.119.720
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,355534725
0,326178647
7776887,467
7134759,144
6460639,566
6005184,029
4608979,482
4988799,143
4637103,902
4254223,763
5626393,673
0,38753285 2065658,602
3285041,31
2974657,93
PV Negatif
0,917431193 71560183,49 73625842,09
PV Positif
73723460,06
NPV
97617,96813
Net B/C
1,001325866
DF PV DF
IRR Payback Period
9% 14,99
122
Lampiran 18. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Kokon Sebesar 22,42% pada Skenario III Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
44.965.368
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
44.965.368
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
94.130.736
89.930.736
89.930.736
89.930.736
0
0
0
0
0
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
4.200.000
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya Investasi Bibit murbei Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi
6.000.000 100.000
100.000
100.000
10.500.000 120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
100.000 29.580.000 1.260.000 5.760.000
1.260.000
1.260.000 5.760.000 100.000
100.000 120.000
120.000
120.000 30.000
30.000
30.000
7.200.000
7.200.000
60.870.000
0
0
120.000
0
1.510.000
120.000
0
0
120.000
14.570.000
600.000
600.000
0
120.000
3. Biaya Operasional Biaya Tetap Komunikasi
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
123
600.000
Sewa Lahan
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
Upah Tenaga Kerja
13.680.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
Perawatan Kendaraan pemeliharaan kandang
480.000 40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
Kaporit
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
Pupuk
5.400.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
Kapur
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
Herbisida
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
Pestisida
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
Fungisida
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
50.380.000
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000 15.120.000
Total Biaya Tetap Biaya Variabel Bahan bakar Bibit Ulat Sutera
7.560.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
Popson
1.440.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional
9.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
60.100.000
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
76.881.200
Total Outflow
122.970.000
76.881.200
76.881.200
77.001.200
76.881.200
78.391.200
77.001.200
76.881.200
76.881.200
77.001.200
91.451.200
76.881.200
77.001.200
Net Benefit
-78.004.632
13.049.536
13.049.536
12.929.536
13.049.536
11.539.536
12.929.536
13.049.536
13.049.536
17.129.536
-1.520.464
13.049.536
12.929.536
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
Tax Net Benefit After Tax
-78.004.632
9.231.656
9.231.656
9.111.656
9.231.656
7.721.656
9.111.656
9.231.656
9.231.656
13.311.656
-5.338.344
9.231.656
9.111.656
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,59626733
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,355534725
0,326178647
0
7770100,16
7128532,257
6454926,825
5999942,982
4604171,18
4984387,859
4633056,852
4250510,873
5622987,352
0,38753285 2068783,67
3282174,278
2972027,625
2
PV Negatif
0,917431193 71563882,57 73632666,24
PV Positif
73668981,89
DF PV DF
NPV Net B/C IRR Payback Period
36315,6592 1,0004932 9% 14,99
124
Lampiran 19. Analisis Switching Value Peningkatan Biaya Operasional Sebesar 32,69% pada Skenario III Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
57.960.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
Inflow Penjualan PV Nilai Sisa Total Inflow
4.200.000 57.960.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
120.120.000
115.920.000
115.920.000
115.920.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Outflow 1. Biaya Pra Investasi Pelatihan Total Biaya Pra Investasi
2.000.000 2.000.000
2. Biaya Investasi Bibit murbei Cangkul (20% x Nilai) Persiapan Lahan Alat Stek Garpu (20% x Nilai) Kandang Pemeliharaan Rak Seriframe Termometer Kompor (25% x Nilai) Sprayer Motor (60% x Nilai) Total Biaya Investasi
6.000.000 100.000
100.000
100.000
10.500.000 120.000
120.000
120.000
120.000
120.000
100.000 29.580.000 1.260.000 5.760.000
1.260.000
1.260.000 5.760.000 100.000
100.000 120.000
120.000
120.000 30.000
30.000
30.000
7.200.000 60.870.000
7.200.000 0
0
120.000
0
1.510.000
120.000
0
0
120.000
14.570.000
0
3. Biaya Operasional Biaya Tetap
125
120.000
Komunikasi
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
Sewa Lahan
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
Upah Tenaga Kerja
13.680.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
Perawatan Kendaraan
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
pemeliharaan kandang
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
Kaporit
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
Pupuk
5.400.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
Kapur
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
30.000.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
15.280.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
180.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
30.000.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
Herbisida
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
1.080.000
Pestisida
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
2.347.200
Fungisida
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
504.000
50.380.000
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
58.161.200
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
720.000
Bibit Ulat Sutera
7.560.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
15.120.000
Popson
1.440.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
2.880.000
Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional
9.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
18.720.000
79.746.690
102.013.664
102.013.664
102.013.664
102.013.664
102.013.664
102.013.664
102.013.664
102.013.664
102.013.664
102.013.664
102.013.664
102.013.664
Total Outflow
142.616.690
102.013.664
102.013.664
102.133.664
102.013.664
103.523.664
102.133.664
102.013.664
102.013.664
102.133.664
116.583.664
102.013.664
102.133.664
Net Benefit
-84.656.690
13.906.336
13.906.336
13.786.336
13.906.336
12.396.336
13.786.336
13.906.336
13.906.336
17.986.336
-663.664
13.906.336
13.786.336
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
3.817.880
Total Biaya Tetap
58.161.200
Biaya Variabel Bahan bakar
Tax Net Benefit After Tax
-84.656.690
10.088.456
10.088.456
9.968.456
10.088.456
8.578.456
9.968.456
10.088.456
10.088.456
14.168.456
-4.481.544
10.088.456
9.968.456
0,841679993
0,77218348
0,708425211
0,649931386
0,596267327
0,547034245
0,50186628
0,46042778
0,422410807
0,326178647
8491251,342
7790138,846
7061905,347
6556804,012
5115052,861
5453086,647
5063055,74
4645005,266
5984908,813
0,38753285 1736745,629
0,355534725
PV DF
0,917431193 77666688,07
3586796,331
3251497,398
PV Negatif
-79403433,7
PV Positif
79457284,66
NPV
53850,95533
Net B/C
1,000678194
DF
126
IRR Payback Period
9% 14,99
127
Lampiran 20. DOKUMENTASI
Gambar 4. Ulat Sutera
Gambar 6. Kokon dalam Seriframe
Gambar 5. Murbei
Gambar 7. Kokon
95