KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGEDARAN UANG dalam Mendukung Aktivitas Perokonomian
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Kata Pengantar
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (LSPPU) adalah laporan publikasi yang disusun bersama oleh Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran serta Departemen Pengedaran Uang, Bank Indonesia. LSPPU ini merupakan laporan tahunan yang mencakup informasi perkembangan dan kinerja dibidang sistem pembayaran dan pengedaran uang serta kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia selama tahun 2011 dalam mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat melalui penyediaan alat pembayaran baik tunai maupun non tunai. Laporan ini terdiri dari dua bagian yaitu Bagian 1 Sistem Pembayaran dan Bagian 2 Pengedaran Uang. Bagian 1 Sistem Pembayaran memaparkan perkembangan penyelenggaraan dan kinerja sistem pembayaran, kebijakansistem pembayaran, pengawasan sistem pembayaran, dan arah pengembangan sistem pembayaran. Sementara itu, Bagian 2 Pengedaran Uang memaparkan perkembangan indikator pengedaran uang, kebijakan pengedaran uang, kegiatan dan informasi pendukung dalam tugas pengedaran uang, penilaian kinerja dalam pelaksanaan tugas bank Indonesia dibidang pengedaran uang, serta arah dan kebijakan pengedaran uang kedepan. Kinerja ekonomi nasional yang meningkat pada tahun 2011, yang tercermin pada kestabilan makro ekonomi dan kestabilan sistem keuangan, tidak terlepas dari dukungan dan peran strategis sistem pembayaran dan pengedaran uang dalam kelancaran aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat maupun dunia usaha. Dalam kegiatan perekonomian, peran strategis sistem pembayaran adalah terjaganya kelancaran transaksi pembayaran non tunai masyarakat, sedangkan peran strategis pengedaran uang tercermin melalui terpenuhinya kebutuhan uang kartal masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, pecahan yang sesuai dan dalam kondisi layak edar. Disiminasi LSPPU ini dilakukan dalam bentuk cetakdan compact disc serta dapat diakses melalui website Bank Indonesia (www.bi.go.id). Laporan dalam bentuk cetak selama ini hanya distribusikan secara intern di Bank Indonesia. Mulai edisi tahun2011, diseminasi LSPPU juga dilakukan secara luas kepada berbagai kalangan seperti pemerintah, akademisi, analis, dan lembaga penelitian independen. Akhirnya kami berharap diseminasi LSPPU ini dapat memberikan informasi yang komprehensif mengenai perkembangan dan kinerja sistem pembayaran dan pengedaran uang selama 2011, serta kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia dalam mendorong kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat melalui tersedianya alat pembayaran tunai dan non tunai.
Jakarta, April 2012 BANK INDONESIA Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran Departemen Pengedaran Uang
ii
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Isi Kata Pengantar
ii
Daftar Isi
iii
Daftar Tabel
vi
Daftar Grafik
vii
Daftar Bagan
viii
Ringkasan Eksekutif
ix
Bagian 1 Sistem Pembayaran
1
BAB 1
Sekilas Sistem Pembayaran
2
BAB 2
Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
9
2.1
Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia
11
2.2
Perkembangan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oIeh Bank dan Lembaga Selain Bank
16
BAB 3
Kebijakan Sistem Pembayaran
21
3.1
Upaya Peningkatan Efisiensi dan Keandalan Sistem dengan Pengembangan Sistem
BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II
23
Box 3.1
Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs)
26
3.2
Kebijakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
27
3.3
Kebijakan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
29
Boks 3.2
National Standard for Indonesia Chip Card Spesification
33
Boks 3.3
Kerjasama Interkoneksi ATM PT. Bank Mandiri dengan PT. Bank Central Asia
34
3.4
Kebijakan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang
35
3.5
Kebijakan Layanan Jasa Penatausahaan Rekening Giro di Bank Indonesia
35
3.6
Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran
36
BAB 4
Pengawasan Sistem Pembayaran
39
4.1
Pengawasan terhadap Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia
41
4.2
Pengawasan terhadap Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oIeh Bank dan Lembaga Selain Bank
42
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
iii
BAB 5
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
45
5.1
Penyempurnaan Blueprint Sistem Pembayaran Nasional Dalam Rangka Persiapan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
47
5.2
Roadmap Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN
48
5.3
Roadmap Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sistem Pembayaran Ritel
49
5.4
Standardisasi Uang Elektronik untuk Mewujudkan Interoperabilitas Uang Elektronik
50
Boks 5.1
Koordinasi dengan Otoritas Terkait dalam Rangka Standarisasi Uang Elektronik
52
5.5
Upaya Perluasan Akses Sistem Kliring kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
53
5.6
Pengembangan SKNBI
53
5.7
Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran
54
Artikel : Artikel 1 Identifikasi Kebutuhan Sistem Pembayaran di Daerah Perbatasan dan Terpencil
55
Artikel 2 Perluasan Peran Penyelenggara KUPU Non Bank dalam Sistem Pembayaran Ritel dan Mikro
57
Bagian 2 Pengedaran Uang
61
BAB 6
Sekilas Pengedaran Uang
62
6.1
Perkembangan Pengedaran Uang Tahun 2011
64
6.2
Isu Strategis dan Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
64
6.3
Arah Kebijakan ke Depan
65
BAB 7
Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
67
7.1
Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD)
69
7.2
Aliran Keluar dan Masuk Uang Kartal Melalui BI (Outflow dan Inflow)
71
7.3
Posisi Kas Bank Indonesia
74
7.4
Pemusnahan Uang
75
iv
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
BAB 8
Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
8.1
Peningkatan Kualitas Uang yang Beredar di Masyarakat dan Pemenuhan Permintaan
Uang sesuai dengan Jenis Pecahan yang dibutuhkan
79
Boks 8.1
Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp100.000, Rp50.000 dan Rp20.000 Desain Baru
81
8.2
Peningkatan Efisiensi Operasional Kas di BI dan Perbankan
87
Boks 8.2
Penyempurnaan Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang oleh Bank Umum di BI
88
8.3
Pengembangan Layanan Kas BI dengan Mengikutsertakan Peran Perbankan dan Pihak Terkait Lainnya
94
Boks 8.3
Layanan kas Bank Indonesia di Daerah Terpencil dan Terdepan NKRI
99
Bab 9
Kegiatan dan Informasi Pendukung dalam Tugas Pengedaran Uang
9.1
Kegiatan Museum Artha Suaka
103
9.2
Implementasi Interface BISAK-BISOSA
103
9.3
Kajian Eksistensi Penggunaan Uang Rupiah di Daerah Terdepan NKRI
103
9.4
Pecahan yang Sudah Dicabut dan Ditarik dari Peredaran yang Telah Habis Masa Berlaku Penukarannya
104
BAB 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengedaran Uang
77
101
105
10.1
Survei Kepuasan Terhadap Ketersediaan Uang Layak Edar (ULE)
107
10.2
Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di KPBI
107
BAB 11 Arah Kebijakan dan Rencana Pengembangan Bidang Pengedaran Uang – 2012
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
109
v
Daftar Tabel Bab 1
Sekilas Sistem Pembayaran
Tabel 1.1
Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Nilai)
5
Tabel 1.2
Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Volume)
5
Bab 2
Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Tabel 2.1
Perkembangan Jenis Transaksi melalui Sistem BI-RTGS
Tabel 2.2
Jumlah Nasabah yang Tercantum dalam DHN dan Perbandingan antara
Jumlah Warkat Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan Bank
14
Tabel 2.3
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia
19
BAB 7
Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Tabel 7.1
Rata-rata UYD Harian dan Posisi UYD
69
Tabel 7.2
Pangsa UYD di Bank dan Masyarakat
70
Tabel 7.3
Jumlah Netflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah (Triliun Rp)
74
Tabel 7.4
Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Wilayah
75
Tabel 7.5
Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi
75
Tabel 7.6
Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi
76
Tabel 7.7
Jumlah dan Pangsa Jumlah Uang Logam yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi
76
Bab 9
Kegiatan dan Informasi Pendukung dalam Tugas Pengedaran Uang
Tabel 9.1
Ciri-ciri Uang Kertas Rp10.000 TE 1975
vi
12
104
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Grafik Bab 2
Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Grafik 2.1 Perkembangan Transaksi Melalui Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia
11
Grafik 2.2 Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS
12
Grafik 2.3 Pangsa Nilai Transaksi Sistem BI-RTGS
12
Grafik 2.4 Pangsa Volume Transaksi Sistem BI-RTGS
12
Grafik 2.5 Perkembangan Transaksi melalui BI-SSSS
13
Grafik 2.6 Perkembangan Transaksi melalui SKNBI
13
Grafik 2.7 Volume Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011
14
Grafik 2.8 Nilai Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011
14
Grafik 2.9 Perkembangan Jumlah Kartu Kredit Beredar
16
Grafik 2.10 Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu Kredit
16
Grafik 2.11 Perkembangan Jumlah Kartu ATM dan ATM/debet Beredar
17
Grafik 2.12 Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu ATM dan ATM/debet
17
Grafik 2.13 Perkembangan Transaksi Menggunakan Uang Elektronik
17
Grafik 2.14 Pangsa Volume Transaksi KUPU
18
Grafik 2.15 Pangsa Nilai Transaksi KUPU
18
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
vii
BAB 7
Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Grafik 7.1 Perkembangan UYD, PDB dan Inflasi
69
Grafik 7.2 Pertumbuhan UYD, Konsumsi RT, Rasio UYD terhadap Konsumsi RT
70
Grafik 7.3 Perkembangan UYD
70
Grafik 7.4 Perkembangan Pangsa UYD di Perbankan
70
Grafik 7.5 Pangsa UYD Berdasarkan Nominal
71
Grafik 7.6 Pangsa UYD Berdasarkan Lembar/Keping
71
Grafik 7.7 Inflow, Outflow, dan Netflow Uang Kartal
72
Grafik 7.8 Perkembangan Jumlah Outflow Uang Kartal
72
Grafik 7.9 Jumlah Outflow Uang Kartal Berdasarkan Pangsa Per Pecahan
72
Grafik 7.10 Penyebaran Pangsa Outflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
73
Grafik 7.11 Perkembangan Jumlah Inflow Uang Kartal
73
Grafik 7.12 Jumlah Inflow Uang Kartal Berdasarkan Pangsa Per Pecahan
73
Grafik 7.13 Penyebaran Pangsa Inflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
74
Grafik 7.14 Perkembangan Jumlah Netflow Uang Kartal
74
Grafik 7.15 Perkembangan Jumlah Lembar Uang Kertas yang Dimusnahkan
75
Daftar Bagan BAB 3
Kebijakan Sistem Pembayaran
Bagan 3.1 Penerapan Multiple Settlement pada Kliring Kredit
28
Bagan 3.2 Leaflet Layanan SKNBI
28
Bagan 3.3 Tahapan Implementasi Proses Migrasi Teknologi Chip Pada Kartu ATM / Debet
29
BAB 5
Arah Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
Bagan 5.1 Perluasan Akses SKNBI Kepada BPR
viii
53
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Ringkasan Eksekutif
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, dinamika perekonomian dan pasar keuangan global pada tahun 2011 turut memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Ketidakpastian ekonomi global tahun 2011 yang muncul akibat krisis utang Eropa dan kekhawatiran terhadap prospek pemulihan perekonomian Amerika Serikat telah memicu gejolak di pasar keuangan dan pelemahan pertumbuhan ekonomi global. Namun demikian, fundamental ekonomi yang kuat berhasil meminimalkan dampak dari gejolak ekonomi global terhadap perkonomian Indonesia. Disamping fundamental ekonomi yang kuat, respon kebijakan yang tepat mampu menopang ketahanan perekonomian nasional. Bank Indonesia dan Pemerintah melakukan koordinasi kebijakan dalam memperkuat fundamental ekonomi sekaligus memitigasi dampak gejolak eksternal. Dari sisi Bank Indonesia, penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial secara terukur dan dalam waktu yang tepat telah berhasil menjaga stabilitas makro dan sistem keuangan. Daya tahan perekonomian Indonesia yang kuat ditunjukkan oleh kinerja perekonomian yang meningkat, yang tercermin pada terjaganya kestabilan makroekonomi dan kestabilan sistem keuangan ditengah ketidakpastian ekonomi global. Kestabilan makroekonomi didukung antara lain oleh pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,5% dan pencapaian inflasi pada level yang rendah, yaitu 3,79% (yoy). Dari sisi domestik, daya tahan ekonomi didukung oleh kuatnya daya beli karena meningkatnya pendapatan dan struktur demografi yang sebagian besar berada dalam usia produktif. Dari sisi ekternal, daya tahan perekonomian Indonesia didukung oleh diversifikasi pasar ekspor dengan meningkatnya perdagangan intraregional di kawasan Asia yang masih cukup tinggi dan semakin meningkatnya peran foreign direct investment (FDI). Sementara itu, kestabilan sistem keuangan didukung oleh sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal serta terpenuhinya kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup, baik nominal maupun pecahan untuk mendukung kelancaran aktivitas perekonomian. Sistem pembayaran memiliki peran yang strategis untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter. Dalam kegiatan perekonomian, peran strategis sistem pembayaran terutama adalah menjamin terlaksananya berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya yang dilakukan, baik oleh masyarakat maupun dunia usaha. Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2011 yang tetap kondusif di tengah berlangsungnya ketidakpastian global menjadi faktor utama meningkatnya aktivitas sistem pembayaran pada tahun tersebut. Perkembangan transaksi sistem pembayaran yang semakin meningkat merupakan gambaran dari kondisi perekonomian Indonesia yang mampu berkinerja lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai transaksi melalui sistem pembayaran selama tahun 2011 mencapai Rp71,55 ribu triliun atau meningkat 23,21% dari nilai transaksi tahun 2010 yang tercatat sebesar Rp58,07 ribu triliun. Sementara itu, dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan sebesar 22,66% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Volume transaksi sepanjang tahun 2011 mencapai 2,63 miliar transaksi1.
1 Sumber : EDW Sistem Pembayaran Bank Indonesia
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
ix
Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Fokus kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran selama tahun 2011 adalah peningkatan keamanan, efisiensi, penguatan infrastruktur sistem pembayaran dan interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran. Hal yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah semakin meningkatnya transaksi pembayaran yang dilakukan melalui sistem pembayaran, baik melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), maupun saluran pembayaran lain seperti kartu kredit, kartu ATM/debet, uang elektronik, dan kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU). Kebijakan dan pengembangan sistem yang ditempuh oleh Bank Indonesia selama tahun 2011 antara lain adalah (i) tahapan pengembangan Sistem BI-RTGS dan Bank IndonesiaScripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Generasi II; (ii) penerapan multiple settlement pada Kliring kredit SKNBI; (iii) standardisasi kartu ATM/debet berbasis chip; (iv) penyempurnaan ketentuan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK); dan (v) peningkatan layanan pengelolaan rekening pemerintah. Dari sisi pengawasan sistem pembayaran, penyelenggaraan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, sampai dengan periode laporan, dapat terlaksana secara andal dilihat dari aspek ketersediaan atau tingkat availability sistem BI-RTGS yang memenuhi service level yang telah ditetapkan, serta tersedianya infrastruktur back up system. Sedangkan untuk SKNBI, secara keseluruhan, tidak terdapat gangguan yang memengaruhi kinerja SKNBI dan didukung pula dengan infrastruktur back up system. Pengelolaan likuiditas oleh peserta pada sistem BI-RTGS dan SKNBI juga dapat berjalan sesuai dengan mestinya dilihat dari aspek terpenuhinya target throughput guideline untuk Sistem BI-RTGS dan kecukupan prefund untuk SKNBI. Selanjutnya terkait kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan akan dilakukan melalui sejumlah upaya yaitu: (i) peningkatan keamanan dan keandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri jasa pembayaran nasional; (ii) peningkatan efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk mendorong terciptanya interoperabilitas diantara berbagai penyelenggara jasa pembayaran; (iii) peningkatan perlindungan konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan konsumen. Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan melanjutkan pengembangan BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, implementasi kartu ATM/debet berbasis chip secara bertahap, pengembangan National Payment Gateway (NPG) dan persiapan standardisasi uang elektronik untuk mewujudkan interoperabilitas dalam penyelenggaraan uang elektronik, serta persiapan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Di bidang Pengedaran Uang, uang kartal sebagai alat pembayaran masih memegang peranan yang penting di masyarakat. Hal ini tercermin dari meningkatnya pertumbuhan uang kartal yang beredar (UYD). Seiring dengan perkembangan ekonomi yang membaik sepanjang tahun 2011, pertumbuhan jumlah rata-rata UYD mencapai 16,9%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 12,1%. Dalam rangka mendukung kelancaran transaksi perekonomian nasional, kebijakan Bank Indonesia di bidang pengedaran uang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan uang kartal baik dalam jumlah nominal maupun pecahan. Selain itu, kebijakan Bank Indonesia juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan unsur pengaman uang, ketersediaan uang layak edar secara lebih merata di seluruh Indonesia, optimalisasi manajemen kas Bank Indonesia dan perbankan, serta penanggulangan peredaran dan penyebaran uang palsu.
x
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Penjabaran kebijakan di bidang pengedaran uang pada tahun 2011 mengacu pada tiga pilar kebijakan, sebagai berikut 1) Peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) Peningkatan efisiensi operasional kas di Bank Indonesia dan Perbankan; serta 3) Pengembangan layanan kas Bank Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan dan pihak terkait lainnya. Pilar 1, diimplementasikan melalui pemantauan kualitas rupiah; peningkatan elemen dan unsur pengaman uang rupiah pada uang pecahan besar (Rp20.000, Rp50.000, dan Rp100.000); perencanaan kebutuhan uang kartal yang diiringi dengan kegiatan pencetakan uang dan distribusi ke seluruh wilayah secara efisien, lancar, dan tepat waktu; serta senantiasa meningkatkan upaya penanggulangan peredaran uang palsu. Pilar 2, untuk memperlancar penyediaan uang layak edar, upaya optimalisasi efisiensi operasional kas terus dilakukan. Strategi yang ditempuh adalah dengan melakukan penyempurnaan sistem dan prosedur layanan kas kepada perbankan, pemantauan kegiatan pengolahan uang dan layanan nasabah oleh perbankan dan perusahaan Cash in Transit (CIT), serta optimalisasi kinerja sarana operasional kas. Pilar 3, pengembangan layanan kas sebagai upaya Bank Indonesia untuk menjamin ketersediaan uang di seluruh wilayah Indonesia dilakukan dengan peningkatan layanan kas Bank Indonesia yaitu layanan kas di kantor dan di luar kantor Bank Indonesia. Strategi layanan kas luar kantor Bank Indonesia antara lain dilakukan melalui kerjasama dengan perbankan dan pihak terkait lainnya, dalam bentuk perluasan kerjasama penukaran uang, peningkatan layanan kas di 7 wilayah terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta penambahan 2 kas titipan baru. Ke depan, seiring dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi, kebutuhan uang rupiah diperkirakan meningkat dengan proyeksi sebesar 14,0%. Di tengah kondisi ini, faktor strategis yang terjadi di tahun 2011 antara lain penggunaan uang kartal yang masih dominan, pengedaran uang kartal yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia dan peningkatan kualitas uang diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun 2012. Mempertimbangkan hal ini, Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan terkait dengan pengedaran uang mengacu pada tiga pilar rancangan kebijakan yang telah dijalankan sebelumnya.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
xi
Halaman ini sengaja dikosongkan
xii
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
BAGIAN 1 SISTEM PEMBAYARAN
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
1
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
2
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Kemajuan teknologi saat ini berpengaruh luas terhadap sistem pembayaran di Indonesia.Dalam penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia bersama industri selalu berupaya untuk menjaga sistem pembayaran agar semakin efisien, cepat, aman dan andal. Selama 2011, terjadi peningkatan aktivitas transaksi sistem pembayaran dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meningkatnya aktivitas sistem pembayaran tersebut karena perekonomian Indonesia yang berkinerja baik tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi yaitu mencapai 6,5% dengan pencapaian inflasi pada level yang rendah yaitu 3,79%. Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran selama 2011 difokuskan kepada peningkatan keamanan, efisiensi, penguatan infrastruktur sistem pembayaran dan interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
3
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Faktor yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara, pada umumnya terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam, modal dan teknologi5. Sebagai salah satu faktor penting yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi, kemajuan teknologi saat ini berpengaruh luas terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran Indonesia. Sistem pembayaran, sesuai pengertiannya merupakan suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi dan sesuai UU Bank Indonesia, lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengatur penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia adalah Bank Indonesia.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan kinerja yang baik, meskipun terjadi ketidakpastian ekonomi global. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,5%2 meningkat dibanding tahun 2010 yang mencapai 6,1%3 dan pencapaian inflasi pada level yang rendah pada tahun 2011, yaitu 3,79%4. Dari sisi domestik, daya tahan ekonomi didukung oleh kuatnya daya beli karena meningkatnya pendapatan dan struktur demografi yang sebagian besar berada dalam usia produktif. Dari sisi eksternal, daya tahan perekonomian Indonesia didukung oleh diversifikasi pasar ekspor dengan meningkatnya perdagangan intraregional di kawasan Asia yang masih cukup tinggi dan semakin meningkatkan peran foreign direct investment (FDI). Di samping fundamental ekonomi yang kuat, respon kebijakan yang tepat mampu menopang ketahanan perekonomian Indonesia.
2 Sumber data : Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) 3 Sumber data : Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) 4 Sumber data : Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id)
4
Saat ini, pihak yang menyelenggarakan sistem pembayaran di Indonesia adalah Bank Indonesia dan pihak di luar Bank Indonesia atau industri penyelenggara sistem pembayaran. Dalam hal ini, Bank Indonesia menyelenggarakan Sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI, sedangkan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia adalah penyelenggaraan APMK, KUPU dan Uang Elektronik. Dalam penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia bersama industri selalu berupaya untuk menjaga kelancaran sistem pembayaran yang semakin efisien, cepat, aman dan andal. Dengan pengembangan tersebut, tren pemanfaatan layanan selama beberapa tahun terakhir meningkat. Selama tahun 2011, terjadi peningkatan transaksi melalui sistem pembayaran dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebagaimana Tabel 1.1 dan Tabel 1.2. Perkembangan dan kelancaran transaksi sistem pembayaran tersebut, tidak terlepas dari keandalan sistem dan peran kemajuan teknologi. Keandalan sistem dimaksud tercermin dari tingkat availability sistem BI-RTGS yang merupakan sistem setelmen dana dari sebagian besar transaksi yang dilakukan melalui sistem
5 Samuelson, P.A. and Nordhaus, W.D. (1998). Economics, The McGraw-Hill Companies, Inc. Singapore.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Tabel 1.1 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Nilai)
Nilai (Rp Triliun) RTGS*) Pengelolaan Moneter Transaksi pemerintah Transfer Masyarakat Setelmen Pasar Modal Valas Antar Bank PUAB Lain-Lain KLIRING Debet Cek BG Instrumen debet lainnya Kredit APMK & Uang Elektronik Kartu ATM dan ATM/Debet Kartu Kredit Uang Elektronik Total Transaksi pembayaran
2010 54.159,27 23.104,42 2.507,08 10.558,10 2.362,95 3.290,60 4.723,21 7.612,91 1.747,70 1.260,11 160,41 1.098,16 1,54 487,59 2.165,75 2.001,85 163,21 0,69 58.072,72
2011 66.921,85 30.782,68 3.276,34 13.176,74 2.097,71 3.425,24 5.403,79 8.759,35 1.970,60 1.412,21 181,67 1.230,03 0,51 558,39 2.660,62 2.477,04 182,60 0,98 71.553,07
YoY 23,6% 33,2% 30,7% 24,8% -11,2% 4,1% 14,4% 15,1% 12,8% 12,1% 13,3% 12,0% -66,9% 14,5% 22,8% 23,7% 11,9% 42,0% 23,2%
Tabel 1.2 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Volume) Volume (Ribu Transaksi) RTGS*) Pengelolaan Moneter Transaksi pemerintah Transfer Masyarakat Setelmen Pasar Modal Valas Antar Bank PUAB Lain-Lain KLIRING Debet Cek BG Instrumen debet lainnya Kredit APMK & Uang Elektronik Kartu ATM dan ATM/Debet Kartu Kredit Uang Elektronik Total Transaksi pembayaran
2010
2011
13.995,27 16.166,35 81,07 78,55 841,07 769,96 11.553,80 13.948,98 60,37 65,44 133,79 112,85 97,43 95,59 1.227,74 1.094,98 90.960,99 99.179,07 41.058,78 41.921,14 3.575,46 3.674,12 36.573,28 37.376,78 910,04 870,24 49.902,21 57.257,93 2.037.654,29 2.512.711,78 1.812.075,88 2.262.299,43 199.036,43 209.352,20 26.541,98 41.060,15 2.142.610,55 2.628.057,20
YoY 15,5% -3,1% -8,5% 20,7% 8,4% -15,6% -1,9% -10,8% 9,0% 2,1% 2,8% 2,2% -4,4% 14,7% 23,3% 24,8% 5,2% 54,7% 22,7%
*) Revisi terkini Sumber : EDW BI
*) Revisi terkini Sumber : EDW BI
pembayaran. Selanjutnya salah satu contoh dari peran kemajuan teknologi dalam mendukung kelancaran transaksi sistem pembayaran adalah kerjasama interkoneksi ATM Bank Mandiri dan Bank Central Asia yang diresmikan pada tanggal 16 Januari 2012 oleh Gubernur Bank Indonesia-Darmin Nasution. Interkoneksi ini merupakan realisasi gagasan Bank Indonesia untuk menguatkan dan memperluas jaringan ATM sehingga memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi pembayaran. Selain itu, sinergi antara kedua bank tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri perbankan nasional dalam menghadapi era persaingan global.
Kebijakan dan pengembangan sistem yang ditempuh oleh Bank Indonesia selama tahun 2011 adalah (i) tahapan pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, (ii) standardisasi kartu ATM/debet berbasis chip, (iii) penyempurnaan ketentuan APMK, (iv) peningkatan layanan pengelolaan rekening pemerintah.
Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Fokus kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran selama tahun 2011 adalah peningkatan keamanan, efisiensi, penguatan infrastruktur sistem pembayaran dan interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran. Hal yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah semakin meningkatnya transaksi pembayaran yang dilakukan melalui sistem pembayaran, baik melalui Sistem BIRTGS, SKNBI, maupun saluran pembayaran lain seperti kartu kredit, kartu ATM/Debet, dan uang elektronik.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Dari sisi penguatan infrastruktur, Bank Indonesia menempuh kebijakan pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II merupakan proyek inisiatif Bank Indonesia untuk mengembangkan dan meningkatkan performa layanan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS yang ada saat ini. Selain itu, pengembangan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan tren perkembangan global atas kedua sistem tersebut, seperti peningkatan efisiensi, layanan, dan kemampuan mitigasi risiko melalui pengembangan yang merujuk pada international best practices. Penyediaan advanced liquidity management services dengan menerapkan hybrid system pada Sistem BI-RTGS dan pengggunaan standard platforms yang sangat penting untuk mendukung interoperabilitas, baik untuk kebutuhan transaksi domestik maupun cross-border sebagai persiapan menghadapi kondisi perekonomian yang semakin terintegrasi.
5
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Dari sisi penyediaan informasi, pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II juga ditujukan untuk penyediaan informasi yang bersifat segera (real-time) guna mendukung pelaksanaan fungsi Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, dan pengawasan sistem pembayaran. Selama tahun 2011, telah dilakukan berbagai koordinasi dengan stakeholders di pasar modal seperti Badan Pengatur dan Pengawas Pasar Modal - Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan RI, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu, selama tahun 2011 telah mulai dilakukan pengembangan aplikasi Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Kebijakan untuk peningkatan keamanan dilakukan Bank Indonesia dengan mewajibkan penyelenggara kartu ATM/debet menggunakan teknologi chip dan Personal Identification Number (PIN) paling kurang 6 (enam) digit. Implementasi teknologi chip pada kartu ATM/debet selain ditujukan untuk peningkatan keamanan transaksi kartu ATM/Debet, juga untuk meningkatkan efisiensi biaya investasi dan memperkuat infrastruktur teknologi industri kartu ATM/debet domestik di tengah kekuatan industri pihak asing. Dalam upaya meningkatkan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen pada penggunaan APMK, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan ketentuan APMK agar pelaku dalam industri APMK dapat lebih berhati-hati dan meningkatkan aspek perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan APMK. Pokok-pokok penyempurnaan yang utama mencakup aturan mengenai kerjasama penyelenggara APMK dengan pihak lain, khususnya dengan perusahaan yang melaksanakan penagihan kartu kredit, serta persyaratan yang lebih selektif untuk memperoleh kartu kredit. Dalam rangka peningkatan layanan, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan Sistem Bank Indonesia Government e-Banking (BIG-eB) untuk meningkatkan layanan pengelolaan rekening pemerintah. Penyempurnaan Sistem BIG-eB tersebut dilakukan dengan
6
penambahan fungsi pada aplikasi Sistem BIG-eB dan online transaksi untuk rekening tertentu pemerintah. Selain membantu dalam pengelolaan rekening Pemerintah, hal ini sekaligus juga untuk memudahkan pengelolaan keuangan negara. Sementara itu, dari sisi pengawasan, penyelenggaraan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, sampai dengan periode laporan, dapat terlaksana secara andal dilihat dari aspek ketersediaan atau tingkat availability sistem BI-RTGS yang memenuhi service level yang telah ditetapkan, serta tersedianya infrastruktur back up system. Sedangkan untuk SKNBI, secara keseluruhan, tidak terdapat gangguan yang dapat mengganggu kinerja SKNBI dan didukung pula dengan infrastruktur back up system. Pengelolaan likuiditas oleh peserta pada sistem BI-RTGS dan SKNBI juga dapat berjalan sesuai dengan mestinya dilihat dari aspek terpenuhinya target throughput guideline untuk sistem BI-RTGS dan kecukupan prefund untuk SKNBI. Selanjutnya, arah kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan, akan difokuskan pada upaya untuk (i) peningkatan keamanan dan keandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri jasa pembayaran nasional; (ii) peningkatan efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk mendorong terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi diantara berbagai penyelenggara jasa pembayaran; (iii) peningkatan perlindungan konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan konsumen. Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan melanjutkan pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, implementasi kartu ATM/debet berbasis chip secara bertahap, pengembangan NPG dan persiapan standardisasi uang elektronik untuk mewujudkan interoperabilitas dalam penyelenggaraan uang elektronik, serta persiapan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran, Bank Indonesia mengembangkan NPG. Pengembangan NPG tersebut menitikberatkan pada upaya mengarahkan industri sistem pembayaran untuk bekerjasama menciptakan platform standar sistem atau infrastruktur yang dapat digunakan bersama. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi secara nasional. Masing-masing pelaku sistem pembayaran tidak perlu melakukan investasi untuk infrastruktur yang sama tanpa penggunaan yang optimal. Dengan demikian, investasi dapat dialokasikan untuk memperluas akses ke daerah pelosok (remote area) yang masih minim infrastruktur teknologi sistem pembayarannya. Masih dalam rangka peningkatan efisiensi, di sisi penyelenggaraan uang elektronik, Bank Indonesia mengupayakan terwujudnya standardisasi uang elektronik. Standardisasi uang elektronik dilakukan untuk mempermudah interoperabilitas antar penyelenggara uang elektronik. Selain itu, dalam rangka persiapan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, di bidang
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
sistem pembayaran Bank Indonesia telah berperan aktif melalui berbagai kegiatan dan koordinasi dengan negara ASEAN dalam forum Working Committee on Payment and Settlement Systems (WC-PSS). Implementasi MEA tahun 2015 diprediksi akan meningkatkan volume dan nilai transaksi ekonomi lintas batas kawasan ASEAN (intra-ASEAN cross-border transactions). Peran aktif Bank Indonesia dan bank sentral negara ASEAN dalam wadah WC-PSS merupakan langkah awal dalam menilai kesiapan sistem pembayaran dan setelmen ASEAN dalam rangka mendukung integrasi keuangan ASEAN. Hal tersebut menjadi penting karena penyelenggaraan sistem pembayaran dan setelmen yang efisien dan aman di tingkat regional ASEAN merupakan kebutuhan dasar untuk menunjang kelancaran aktivitas ekonomi antarnegara ASEAN tersebut. Selanjutnya laporan ini akan memaparkan informasi secara komprehensif mengenai sistem pembayaran, yang meliputi perkembangan, kebijakan, pengawasan, dan arah pengembangan sistem pembayaran ke depan pada babbab selanjutnya.
7
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Halaman ini sengaja dikosongkan
8
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
9
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Perkembangan transaksi keuangan yang melalui sistem pembayaran selama tahun 2011 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2011 yang tetap kondusif di tengah berlangsungnya ketidakpastian global menjadi faktor utama meningkatnya aktivitas sistem pembayaran pada tahun tersebut. Perkembangan transaksi sistem pembayaran yang semakin meningkat merupakan gambaran dari kondisi perekonomian Indonesia yang mampu berkinerja lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai transaksi melalui sistem pembayaran selama tahun 2011 mencapai Rp71,55 ribu triliun atau meningkat 23,21% dari nilai transaksi tahun 2010 yang tercatat sebesar Rp58,07 ribu triliun. Sementara itu, dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan sebesar 22,66% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Volume transaksi sepanjang tahun 2011 mencapai 2,63 miliar transaksi. Saat ini sistem pembayaran di Indonesia diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan pihakdi luar Bank Indonesia atau industri sistem pembayaran. Sistem BI-RTGS dan SKNBI merupakan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, sementara APMK, uang elektronik, dan KUPU diselenggarakan oleh industri sistem pembayaran baik berupa bank maupun lembaga selain bank. Selain menyelenggarakan sistem pembayaran, Bank Indonesia bersama dengan industri senantiasa mengupayakan sistem pembayaran yang semakin efisien, cepat, aman, dan andal guna mendukung aktivitas perekonomian Indonesia.
10
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
����������������������
����������������������� ��
����� �����
��
����� ��
����� �����
�
�����
�
�����
�
����� ����� ������
����� �
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
� �
����
Grafik 2.1 Perkembangan Transaksi Melalui Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia
2.1 Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia Selama periode laporan perkembangan transaksi keuangan melalui sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, baik Sistem BI-RTGS maupun SKNBI mengalami peningkatan nilai dan volume transaksi dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Grafik 2.1). Aktivitas transfer keuangan elektronik yang diproses oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI mencapai nilai Rp68,89 ribu triliun atau meningkat sebesar 23,23% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai nilai Rp55,91 ribu triliun. Sementara itudari sisi volume transaksi, mencapai 115,34 juta transaksi atau meningkat sebesar 9,90% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 104,96 juta transaksi. Perkembangan Transaksi melalui Sistem BI-RTGS Aktivitas transaksi pembayaran melalui Sistem BI-RTGS pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Grafik 2.2). Nilai transaksi yang penyelesaiannya dilakukan melalui Sistem BIRTGS pada tahun 2011 mencapai Rp66,92 ribu triliun
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
atau naik sebesar 23,56% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp54,16 ribu triliun dengan volume transaksi tercatat sebanyak 16,17 juta transaksi atau naik sebesar 15,51% dibandingkan dengan tahun 2010. Dengan demikian, rata-rata harian transaksi yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS tahun 2011 mencapai nilai Rp270,94 triliun dengan volume sebesar 65,45 ribu transaksi. Dengan nilai yang tinggi ini, sistem BI-RTGS dikategorikan sebagai Systemically Important Payment System (SIPS), yaitu sistem yang memproses transaksi bernilai besar dengan potensi risiko sistemik6. Transaksi transfer elektronik yang diproses melalui sistem BI-RTGS meliputi transaksi masyarakat, pasar uang antar bank (PUAB), valuta asing, pasar modal, pengelolaan moneter, dan transaksi yang dilakukan untuk kepentingan pemerintah. Peningkatan nilai transaksi melalui BI-RTGS terutama disebabkan oleh meningkatnya transaksi pengelolaan moneter yang memiliki pangsa 45,99% dari total nilai transaksi BI-RTGS (Grafik 2.3). Nilai transaksi pengelolaan moneter tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar
6 Risiko sistemik adalah risiko yang disebabkan oleh satu peserta tidak dapat memenuhi kewajibannya yang berdampak pada terjadinya ketidakmampuan seluruh peserta dalam sistem untuk memenuhi kewajibannya .
11
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
������������������
Tabel 2.1 Perkembangan Jenis Transaksi melalui Sistem BI RTGS
�������������������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
PUAB
�����
�����
Masyarakat
�����
�����
�����
Jenis Transaksi BI-RTGS
Nilai (Triliun)
2010
2011
% Growth
4.723
5.404
14,41
10.558
13.177
24,80
Transaksi Valas
3.291
3.425
4,09
���
Setelmen Pasar Modal
2.363
2.098
(11,22)
�����
���
Transaksi Pemerintah
2.507
3.276
30,68
�����
���
Pengolahan Moneter
23.104
30.783
33,23
���
Lainnya
7.613
8.759
15,06
54.159
66.922
23,56
����� ������
����� �
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
�
Total
Jenis Transaksi BI-RTGS
����
PUAB
Grafik 2.2 Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS
33,23% (Tabel 2.1) dibandingkan dengan tahun 2010. Peningkatan nilai tersebut mengindikasikan meningkatnya kegiatan pengelolaan moneter yang dilakukan Bank Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan. Sementara itu, peningkatan volume transaksi melalui BIRTGS disebabkan oleh meningkatnya transaksi masyarakat yang memiliki pangsa 86,28% dari total volume transaksi BI-RTGS (Grafik 2.4). Volume transaksi masyarakat di tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 20,73% (Tabel 2.1). Peningkatan volume transaksi masyarakat tersebut
�������
Transaksi Valas
�����������
% Growth
97.732
95.585
11.553.796
13.948.983
(1,90) 20,73
133.786
112.852
(15,65)
60.372
65.444
8,40
769.957
(8,46)
Pengolahan Moneter Lainnya Total
81.068
78.552
(3,10)
1.227.743
1.094.979
(10,81)
13.995.268
16.166.352
15,51
menunjukkan bahwa sampai saat ini transfer dana melalui Sistem BI-RTGS masih menjadi pilihan selain transfer melalui SKNBI dan APMK. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian masyarakat membutuhkan sistem transfer dana yang lebih cepat. Dari perspektif efisiensi sistem pembayaran, Sistem BI-RTGS mendukung percepatan penyelesaian transaksi dan efisiensi dari sisi waktu.
����������
�����
2011
841.071
�����������
�����
2010
Transaksi Pemerintah
����������
������
Setelmen Pasar Modal
�������
���������� ����������
Masyarakat
Volume
�����
�����
�����
����� ����� �����
������
����� �����
������ ������
Grafik 2.3 Pangsa Nilai Transaksi Sistem BI-RTGS
12
����
����
�����
�����
�������
�������
Grafik 2.4 Pangsa Volume Transaksi Sistem BI-RTGS
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
������������������
�������������������
��������������
�����
��
�����
��
���������� ���
������
��� ������
���
��
�����
���
�����
���
� ����� � �����
�
��� �
����� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
��
� �
�
Grafik 2.5 Perkembangan Transaksi melalui BI-SSSS
Aktivitas Penatausahaan Surat Berharga melalui Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Sehubungan dengan kegiatan penatausahaan surat berharga pada BI-SSSS, pada periode laporan, telah ditatausahakan transaksi surat berharga dengan nilai mencapai Rp17,86 ribu triliun atau meningkat sebesar 35,41% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp13,19 ribu triliun. Sementara itu di sisi volume transaksi mencapai 122,17 ribu atau meningkat sebesar 15,07% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 106,17 ribu (Grafik 2.5). Dengan demikian rata-rata harian transaksi surat berharga melalui BISSSS pada periode laporan mencapai nilai Rp72,3 triliun dengan volume sebesar 495 transaksi. Sampai dengan akhir periode laporan, peserta BI-SSSS terdiri dari 142 bank, 16 non bank dan 16 sub registry. Perkembangan Transaksi melalui SKNBI Aktivitas transaksi melalui SKNBI pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Grafik 2.6). Nilai transaksi melalui SKNBI pada tahun 2011 mencapai Rp1,97 ribu triliun atau naik sebesar 12,75% dengan volume transaksi tercatat sebanyak 99,18 juta transaksi atau naik sebesar 9,03% dibandingkan dengan tahun 2010. Dengan demikian rata-
���
����� �����
����
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
�����
�� ������ ��������������� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� ���� ����
�� �� �
Grafik 2.6 Perkembangan Transaksi melalui SKNBI
rata harian transaksi yang dilakukan melalui SKNBI tahun 2011 mencapai nilai Rp7,95 triliun dengan volume sebesar 399,92 ribu transaksi. Adapun jumlah peserta SKNBI sampai akhir periode laporan sebesar 141 peserta bank. Pengelolaan Daftar Hitam Nasional (DHN) Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap instrumen pembayaran cek dan/atau Bilyet Giro (BG), Bank Indonesia perlu menjaga kredibilitas cek dan/atau BG mengingat alat pembayaran non tunai berupa cek dan/atau BG tersebut sangat penting bagi kelancaran sistem pembayaran. Dalam praktek, pembayaran menggunakan cek dan BG masih memiliki permasalahan risiko gagal bayar karena saldo tidak cukup atau rekening giro telah ditutup yang dikenal dengan istilah cek dan/atau BG kosong. Dalam rangka pencegahan penarikan cek dan BG kosong tersebut, bank secara self assessment melakukan penetapan identitas penarik cek/BG kosong dalam DHN berdasarkan kriteria yang diatur dalam PBI No.8/29/ PBI/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan SE BI No.9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. Persentase perbandingan jumlah warkat Cek dan/atau Bilyet Giro kosong terhadap total warkat penyerahan
13
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Tabel 2.2 Jumlah Nasabah yang Tercantum dalam DHN dan Perbandingan antara Jumlah Warkat Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan Bank
Tahun
Jumlah Nasabah Yang Tercantum Dalam DHN
Total Warkat Penyerahan
Cek & Bilyet Giro Kosong
Perbandingan Cek & Bilyet Giro Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan
Volume
Nominal (Rp Juta)
Volume
Nominal (Rp Juta)
Volume
Nominal
2010
28.267
55.049.854
1.666.300.622,28
684.943
18.763.993,39
1,24%
1,13%
2011
25.527
56.755.303
1.881.841.642,34
652.723
20.178.539,22
1,15%
1,07%
bank pada periode laporan mengalami penurunan dari 1,24% pada tahun 2010 menjadi 1,15% pada tahun 2011. Demikian pula persentase perbandingan jumlah nominal penarikan cek dan/atau BG kosong mengalami penurunan dari 1,13% pada tahun 2010 menjadi 1,07% pada tahun 2011.
Selama dua tahun terakhir, penarikan BG kosong baik sisi volume maupun nilai lebih besar dibanding penarikan cek kosong. Pada periode laporan, dari sisi volume, porsi penarikan BG kosong sebesar 73%, sedangkan dari sisi nilai sebesar 63%. Sementara itu, porsi penarikan cek kosong dari sisi volume sebesar 27% dan dari sisi nilai sebesar 37%. Kinerja Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia
��� ���
����������
������������������
Grafik 2.7 Volume Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011
Untuk mengetahui kinerja sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI, Bank Indonesia menggunakan ukuran ketersediaan (availability)7 sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI bagi pesertanya. Ukuran ketersediaan (availability) sistem tersebut menunjukkan tingkat keandalan Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI yang diselenggarakan Bank Indonesia. Pada periode laporan, tingkat availability sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI mencapai tingkat yang sesuai dengan service level yang telah ditetapkan. Upaya Menjaga Keamanan dan Keandalan Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan SKNBI melalui Business Continuity Plan, Kegiatan User Group dan Forum Kepesertaan, dan Member Certification
���
Business Continuity Plan
���
����������
������������������
Grafik 2.8 Nilai Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011
14
Dalam kedudukannya sebagai penyelenggara sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI, Bank Indonesia senantiasa berupaya menjamin kelancaran sistem secara keseluruhan yang andal baik dalam kondisi normal maupun dalam kondisi darurat. 7 Ketersediaan (availability) sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI adalah prosentase perbandingan jumlah aktual waktu operasional Sistem BI-RTGS,BI-SSSS dan SKNBI terhadap jumlah waktu operasional normal secara keseluruhan.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Selama periode laporan, untuk menjamin keandalan sistem back-up telah dilakukan uji coba environment sebanyak empat kali. Selain itu, dilakukan juga operasional secara live sebanyak dua kali dengan menggunakan infrastruktur teknologi informasi di lokasi Disaster Recovery Centre (DRC) Bank Indonesia. Sementara itu, untuk memastikan seluruh infrastruktur dalam keadaan siap apabila diperlukan dalam keadaan darurat, setiap bulan dilakukan juga pengecekan
pertemuan tahunan dengan seluruh penyelenggara kliring lokal dalam dua tahap yaitu di Makassar pada September 2011 dan di Bandung pada Oktober 2011. Di samping itu, pada Oktober 2011 Bank Indonesia bekerja sama dengan Forum Komunikasi Kliring Jakarta (FKKJ) mengadakan workshop mengenai penyelenggaraan SKNBI dan outing untuk meningkatkan capacity building bagi petugas kliring di wilayah kliring lokal Jakarta.
infrastruktur di lokasi DRC dan Backup Front Office (BFO). Untuk memberikan alternatif sarana back-up kepada peserta sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, Bank Indonesia menyediakan fasilitas guest bank. Selama tahun 2011 terdapat 6 Peserta yang menggunakan fasilitas guest bank tersebut. Guna meningkatkan kompetensi peserta dalam pemanfaatan fasilitas guest bank, Bank Indonesia memberikan pelatihan guest bank, dan selama periode laporan, telah dilakukan 12 kali pelatihan kepada peserta sistem BI-RTGS/BI-SSSS. Kegiatan User Group dan Forum Kepesertaan Untuk menjembatani komunikasi antara penyelenggara dan seluruh peserta, terutama untuk menyelesaikan berbagai permasalahan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan SKNBI, telah dibentuk user group. Agar kegiatan user group menjadi efektif, keanggotaan user group dibagi menjadi dua yaitu level manajerial dan level operasional. Pada periode laporan, telah diselenggarakan satu kali pertemuan. Dalam rangka meningkatkan pelayanan Bank Indonesia sebagai central registry kepada sub registry, telah dilaksanakan pertemuan sub registry BI-SSSS pada Desember 2011, dimana dalam forum pertemuan tersebut dilakukan diseminasi informasi terkini terkait penyelenggaraan BI-SSSS. Selanjutnya, pada Mei dan November 2011, juga telah dilakukan pertemuan forum kepesertaan sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI dalam rangka knowledge sharing. Sementara itu, guna melakukan diseminasi informasi terkini mengenai penyelenggaraan SKNBI, telah dilakukan pertemuan informasi terkini mengenai penyelenggaraan SKNBI, telah dilakukan Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Member Certification (MC) Bank Indonesia sebagai penyelenggara sistem BI-RTGS, BISSSS, dan SKNBI melakukan kegiatan Member Certification untuk memastikan bahwa semua persyaratan minimal sebagai Peserta Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI serta Penyelenggara Kliring Lokal (PKL selain Bank Indonesia) dan calon peserta sistem telah dipenuhi. Di samping itu, kegiatan MC juga untuk memastikan kepatuhan (compliance) peserta dan calon peserta sistem untuk memitigasi potensi risiko dari sisi Peserta. Aspek penilaian dalam melakukan MC meliputi aspek keamanan dan keandalan infrastruktur, prosedur operasional, lingkungan peserta sistem, dan perlindungan konsumen dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku. Dari hasil penilaian, diperoleh hasil pemetaan profil risiko (risk profile) Peserta Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI dan profil peserta (member profile). Peserta yang termasuk ke dalam kategori risiko menengah dan risiko tinggi menjadi prioritas dalam pelaksanaan on site visit MC. Selama periode laporan, telah dilaksanakan on site visit terhadap empat bank yang mewakili bank dengan level risiko tinggi (high risk) dan risiko menengah (medium risk). Secara keseluruhan, Peserta yang menjadi objek on site visit MC tersebut telah menyatakan komitmennya untuk melaksanakan perbaikan-perbaikan terhadap semua hasil temuan Tim MC. Selanjutnya, pada tahun 2011, Bank Indonesia juga telah membuat Pedoman Pelaksanaan On Site Visit dalam rangka MC terhadap Sub Registry. Adapun aspek-aspek yang diamati dan diteliti antara lain aspek organisasi dan sumber daya manusia (SDM), aspek standard operating
15
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
procedures, aspek bisnis proses dan aspek pelaporan sub registry. Pada periode laporan, telah dilaksanakan on site visit terhadap 3 sub registry di Indonesia. Secara umum, semua Sub Registry yang menjadi sampling kegiatan on site visit MC telah memenuhi persyaratan dan pelaksanaan tugas sebagai sub registry.
������������������
�����������������������
��
��
��
��
��
�� ��
��
��
��
��
�
�
�
2.2 Perkembangan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oIeh Pihak di Luar Bank Indonesia Saat ini penyelenggaraan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia meliputi penyelenggaraan APMK (kartu kredit, kartu ATM, dan kartu ATM/debet), uang elektronik, dan kegiatan usaha pengiriman uang. Selama tahun 2011, terjadi peningkatan transaksi keuangan melalui sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia, baik itu melalui kartu kredit, kartu ATM, kartu ATM/debet, uang elektronik maupun KUPU. Aktivitas Pembayaran Menggunakan Kartu Kredit Jumlah kartu kredit yang beredar pada akhir tahun 2011 mencapai 14,78 juta kartu atau meningkat sebesar 8,92% dari tahun sebelumnya yang mencapai 13,57 juta kartu. Meningkatnya jumlah kartu tersebut turut pula mendorong peningkatan penggunaannya (Grafik 2.10).
���������� �� �� �� �� � � � � �
������������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ����
Grafik 2.9 Perkembangan Jumlah Kartu Kredit Beredar
16
�
� � �
����� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ����
� � �
Grafik 2.10 Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu Kredit
Selama tahun 2011 nilai transaksi menggunakan kartu kredit mencapai 182,60 triliun, meningkat sebesar 11,88% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 163,21 triliun. Sementara itu di sisi volume transaksi mencapai 209,35 juta transaksi, meningkat sebesar 5,18% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 199,04 juta transaksi. Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu ATM dan Kartu ATM/Debet Pada akhir tahun laporan, total kartu ATM dan ATM/ debet yang beredar mencapai 63,38 juta kartu. Jumlah tersebut meningkat sebesar 22,75% dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya yang mencapai 51,64 juta kartu. Dari jumlah tersebut sebanyak 59,76 juta kartu (94,29%) merupakan kartu ATM/debet, yang selain berfungsi untuk melakukan transaksi di terminal ATM, juga dapat berfungsi sebagai kartu debet untuk digunakan dalam transaksi belanja di pedagang (merchant). Sampai dengan akhir periode laporan terdapat 46 bank yang bertindak sebagai penerbit kartu ATM/debet. Sementara itu jumlah kartu ATM beredar sampai dengan akhir tahun laporan adalah sebanyak 3,62 juta kartu (5,71%) yang diterbitkan oleh 47 bank dan 8 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dengan peningkatan jumlah kartu ATM dan ATM/ debet beredar tersebut, mendorong peningkatan aktivitas transaksi menggunakan kartu ATM dan ATM/
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Sampai dengan akhir periode laporan, jumlah penerbit dan prinsipal kartu ATM/debet di Indonesia masingmasing berjumlah 100 penerbit dan 6 prinsipal.
���������� �� ��
Aktivitas Uang Elektronik
�� �� �� �� �� ������������ �
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ����
Grafik 2.11 Perkembangan Jumlah Kartu ATM dan ATM/debet Beredar
debet (Grafik 2.12). Pada tahun 2011, nilai transaksi menggunakan kartu ATM dan ATM/debet mencapai Rp2,48 ribu triliun atau meningkat sebesar 23,74% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 2,0 ribu triliun. Sementara itu, volume transaksi menggunakan kartu ATM dan kartu ATM/debet mencapai 2,26 miliar transaksi atau meningkat sebesar 24,85% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 1,81 miliar transaksi. Dengan demikian rata-rata harian transaksi menggunakan kartu ATM dan ATM/debet pada periode laporan mencapai nilai Rp6,79 triliun dengan volume sebesar 6,2 juta transaksi.
������������������
Sampai akhir periode laporan, terdapat 11 penerbit uang elektronik yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia baik yang berbasis chip maupun media berbasis server. Adapun jumlah uang elektronik yang beredar baik yang berbasis chip maupun berbasis server mencapai sekitar 14,30 juta, meningkat sebesar 80,69% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 7,91 juta. Aktivitas transaksi menggunakan uang elektronik pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Grafik 2.13). Nilai transaksi menggunakan Uang Elektronik pada tahun 2011 mencapai Rp981,30 miliar atau naik sebesar 41,51% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp693,47 miliar. Sementara itu di sisi volume transaksi mencapai 41,06 juta transaksi atau naik sebesar 54,70% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 26,54 juta transaksi. Dengan demikian rata-rata harian transaksi yang dilakukan dengan menggunakan Uang Elektronik pada tahun 2011 mencapai nilai Rp2,69 miliar dengan volume sebesar 112,49 ribu transaksi.
�����������������������
���
����������������� ���
���
���
������������������� �����
���
�����
���
�����
���
��� ���
����� �����
��
���
�����
��� ���
����� �����
��
��
�� �
��
����� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ����
Grafik 2.12 Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu ATM dan ATM/debet
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
���������������
��
���
������
�
�����
�
� ���
���
���
���
����
���
���
���
���
���
���
���
���
����
Grafik 2.13 Perkembangan Transaksi Menggunakan Uang Elektronik
17
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Perkembangan Penyelenggara KUPU Selain Bank Mekanisme pengiriman uang melalui penyelenggara KUPU selain bank telah berjalan sejak lama terutama untuk mengakomodasi kegiatan pengiriman uang oleh tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Pada umumnya pengguna jasa penyelenggara KUPU ini adalah tenaga kerja yang bergerak di sektor informal seperti pembantu rumah tangga, buruh bangunan dan buruh perkebunan yang pada umumnya merupakan masyarakat yang kurang mengenal perbankan. Pada awalnya kegiatan transfer dana ini banyak dilakukan melalui jalur informal, seperti individu atau agen-agen TKI. Seiring dengan berkembangnya potensi pasar yang demikian besar, banyak bermunculan agenagen pengiriman dan penerimaan uang termasuk perusahaan-perusahaan asing selaku penyelenggara yang telah bekerjasama dengan agen-agen pengiriman dan penerimaan uang yang secara bisnis telah bergeser ke jalur formal. Untuk mencegah dimanfaatkannya media pengiriman uang ini untuk kegiatan money laundering, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan di bidang kegiatan pengiriman uang dengan cara mendorong terjadinya shifting dari penyelenggara informal menjadi penyelenggara formal. Sampai dengan akhir periode laporan, terdapat 94 penyelenggara KUPU yang telah memperoleh izin dari
Bank Indonesia. Dari jumlah tersebut, 59 merupakan penyelenggara badan usaha berbadan hukum,18 badan usaha tidak berbadan hukum (Commanditaire Vennootschap dan Usaha Dagang) dan 17 perorangan. Pelaporan transaksi pengiriman uang oleh penyelenggara KUPU selain bank pada pada periode laporan dari sisi nilai mencapai Rp10,72 triliun dengan volume sebesar 2,13 juta transaksi. Aktivitas terbesar transaksi pengiriman uang dari sisi nilai transaksi pada periode laporan, adalah pengiriman uang dari luar negeri dengan porsi nilai 49,06% (Rp5,26 triliun) dan volume 82,51% (1,759.41 ribu transaksi). Pengiriman uang domestik (antar wilayah di Indonesia) dengan porsi nilai 40,40% (Rp4,33 triliun) dan volume 15,26% (325,34 ribu transaksi). Sedangkan sisanya pengiriman uang dari Indonesia ke luar negeri dengan porsi nilai 10,54% (Rp1,13 triliun) dan volume 2,23% (47,55 ribu transaksi). Peta Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia menunjukkan perkembangan jenis sistem pembayaran yang beroperasi di Indonesia, mekanisme penyelenggaraannya, penyelenggara serta peserta sistem pembayaran tersebut sebagaimana dalam Tabel Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia (Tabel 2.3).
�����
������
������
������������������������
������������������������
������
��������������������������
��������������������������
������������������ ������
Grafik 2.14 Pangsa Volume Transaksi KUPU
18
������
������������������
Grafik 2.15 Pangsa Nilai Transaksi KUPU
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Tabel 2.3 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia
Sistem
Tipe Transaksi
Penyelenggara - Bank Indonesia
Peserta - 184 bank termasuk unit usaha syariah
Bank Indonesia - Real Time Gross
- Transfer Kredit
Settlement System (BI-RTGS)
- Transaksi menggunakan central bank money
- 4 Lembaga Selain Bank (LSB)
- Lebih diutamakan untuk transaksi nilai besar
- Bank Indonesia
dan bersifat penting seperti transaksi pengelolaan moneter, transaksi pemerintah, transaksi Pasar Uang Antar Bank, transaksi setelmen hasil kliring antar bank dan kliring pasar modal - Setelmen untuk transaksi surat berharga (SBI dan SUN) yang setelmennya dilakukan pada sistem Bank Indonesia Scripless Secu rities Settlement System (BI-SSSS) - Mekanisme gross settlement dan bersifat no money no game
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
- Transfer Kredit untuk transaksi ritel dengan
(SKNBI)
nilai di bawah Rp100 juta
- Bank Indonesia
- 141 bank termasuk unit usaha syariah - Bank Indonesia
- Kliring warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet lainnya) - Mekanisme net settlement - Untuk kliring debet berlaku mekanisme no money no game - Bank Indonesia
- 142 Bank umum termasuk unit usaha syariah
Bank Indonesia Scripless Securities
- Berfungsi sebagai sarana setelmen dan
Settlement System (BI-SSSS)
pencatatan kepemilikan surat berharga
- 16 Sub registry yang terdiri atas bank yang
secara elektronis
serupa dengan lembaga custodian
- Setelmen surat berharga yang dilakukan
- 16 lembaga selain bank
melalui BI-SSSS dilakukan secara DvP
- Bank Indonesia
Central Depository and Book Entry
- Setelmen dana untuk penyelesaian sisi dana - PT. Kustodian Sentral Efek
- Seluruh anggota Bursa Efek Indonesia
Settlement System (C-Best)
dari transaksi sekuritas yang diperdagangkan Indonesia (KSEI) di pasar modal - Setelmen dana dilakukan melalui 4 bank setelmen yang menjadi tempat rekening anggota bursa
Mekanisme setelmen USD/IDR Payment
- Penyelesaian (setelmen) dari transaksi-
Bank Indonesia untuk sisi IDR dan 39 Bank umum termasuk unit usaha syariah
Versus Payment (PvP)
transaksi jual-beli Dolar Amerika Serikat
Hong Kong Monetary Authority
(USD) terhadap Rupiah (IDR) antar-bank di
untuk USD
Indonesia - Dilakukan melalui BI RTGS untuk sisi IDR dan melalui USD CHATS untuk USD Jaringan Prinsipal Kartu ATM (Nasional)
Internal ATM Bank (Proprietary ATM)
- Transfer dana elektronik menggunakan
- PT. Artajasa Pembayaran
kartu ATM
Elektronis (ATM Bersama)
- 76 bank anggota
- PT. Rintis Sejahtera (PRIMA)
- 49 bank anggota
- PT. Alto Network (ALTO)
- 17 bank anggota
Transfer dana elektronik dengan menggunakan
Beberapa bank yang menyediakan
kartu ATM untuk pemindahbukuan antar
fasilitas tersebut
rekening di bank yang sama
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
19
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Sistem Jaringan Prinsipal Kartu ATM (Internasional)
Tipe Transaksi
Penyelenggara
Peserta
- Transfer dana elektronik menggunakan
- Mastercard International
- 13 bank termasuk konvensional dan Unit
kartu ATM
(Cirrus)
Usaha Syariah (UUS)
- Visa International (Plus)
- 14 bank termasuk konvensional dan Unit Usaha Syariah (UUS)
Jaringan Prinsipal Kartu Debet (Nasional)
- Transfer dana secara elektronik melalui
- China UnionPay
- 2 bank anggota
- PT. Rintis Sejahtera
- 29 bank termasuk konvensional dan Unit Usaha Syariah (UUS)
point of sales (jaringan yang terpasang pada (Debet Prima) merchant)
- PT. Artajasa Pembayaran
- 7 bank termasuk konvensional dan Unit Usaha
Elektronis (Debet ATM
Syariah (UUS)
Bersama) - PT. Alto Network (ALTO Debet) - 3 bank anggota Jaringan Prinsipal Kartu Debet
- Mastercard International
(Internasional)
(Maestro)
Internal Debit Bank (Propietary Debit)
- 15 bank anggota
- Visa International (Electron)
- 11 bank anggota
- China UnionPay
- 2 bank anggota
Transfer dana elektronik dengan menggunakan
Beberapa bank yang menyediakan
kartu debet untuk pemindahbukuan antar
fasilitas tersebut
rekening di bank yang sama Jaringan Prinsipal Kartu Kredit
- Pembayaran secara elektronik menggunakan - Visa International kartu kredit
Uang Elektronik
Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Non bank
- Pembayaran secara elektronik dimana nilai
- 20 bank anggota
- Mastercard International
- 18 Bank umum dan 1 lembaga selain bank
- JCB
- 2 bank anggota
- American Express
- 1 bank
- China UnionPay
- 2 bank
- Bank dan lembaga non bank
- 6 Bank
uang tersimpan pada instrumen/device yang
- 4 Perusahaan telekomunikasi
digunakan
- 1 Perusahaan
- Pengiriman uang ke luar wilayah RI, ke
- Perusahaan Telekomunikasi
dalam wilayah RI, dan dalam wilayah RI
- Kantor Pos - Pegadaian - Perusahaan Jasa Titipan yang menyelenggarakan jasa pengiriman uang - Badan Usaha - Perorangan
Money Transfer Operator (Penyediaan sistem Menyediakan sistem/jaringan dalam kegiatan pemrosesan transfer dana)
Beberapa bank, PT. Pos Indonesia, dan badan
Western Union
transfer dana baik ke luar wilayah Republik
usaha-badan usaha bukan bank yang menjadi
Indonesia, ke dalam wilayah Republik Indonesia,
agen Western Union
maupun dalam wilayah Republik Indonesia. Beberapa bank dan badan usaha-badan usaha
Money Gram
bukan bank yang menjadi agen Money Gram FireCash BCA sebagai MTO
Terhubung dengan 44 institusi di luar negeri dan
domestik
sebagai encashment point di 905 Cabang BCA
20
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
21
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Selama tahun 2011, kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran yang ditempuh Bank Indonesia antara lain adalah tahapan pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, standardisasi kartu ATM/debet berbasis chip, penyempurnaan ketentuan APMK,dan peningkatan layanan pengelolaan rekening pemerintah. Selanjutnya, arah kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan tetap difokuskan pada upaya untuk peningkatan efisiensi, keamanan dan keandalan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran nasional, serta peningkatan perlindungan konsumen melalui penerapan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran dan penguatan peraturan perlindungan konsumen.
22
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Hal-hal yang melatarbelakangi pengembangan tersebut adalah: - Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dari kedua FMIs tersebut tidak lagi mendapat dukungan pemeliharaan terkait isu obsoleteness; - Prospek pertumbuhan transaksi di pasar keuangan Indonesia dan transaksi ekonomi lainnya di masa depan sangat signifikan, sehingga menuntut operasionalisasi infrastruktur TIK dengan kapasitas pemrosesan yang dapat terus ditingkatkan; - Tren penggunaan infrastruktur TIK yang dapat mendukung penyelenggaraan FMIs dengan tingkat ketersediaan layanan yang tinggi dan fitur pengamanan yang andal9, telah menjadi standar internasional untuk infrastruktur TIK dari FMIs;
3.1 Upaya Peningkatan Efisiensi dan Keandalan Sistem dengan Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi berdampak pada perkembangan infrastruktur pasar keuangan (financial market infrastructures-FMIs)8 di Indonesia. FMIs yang saat ini ada di Indonesia antara lain adalah Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS yang masing-masing telah dioperasikan sejak tahun 2000 dan 2004. Dalam rangka meningkatkan performa layanan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, yang selama ini telah memainkan peranan penting dalam sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, sejak tahun 2008 Bank Indonesia mulai melakukan pengembangan
8 Merujuk pada Principles for Financial Market Infrastructures (FMIs) dari Bank for International Settlements (BIS) dan International Organization of Securities Commissions (IOSCO) yang akan diterbitkan pada tahun 2012, FMIs meliputi: Sistem Pembayaran Antar-Bank bersifat Systemically Important (Systemically Important Payment Systems/SIPS); Securities Settlement Systems (SSS) dan Central Securities Depositories (CSDs); securities Central Counterparties (CCPs); dan Trade Repositories (TRs)
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
- Tren penyelenggaraan FMIs di banyak negara lainnya yang telah menggunakan standar internasional dengan tujuan untuk menyelenggarakan FMIs domestik yang semakin efisien dan aman. Di samping itu juga dimaksudkan untuk mendukung efektifitas pelaksanaan kebijakan makroekonomi seperti kebijakan moneter, pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) dan pendalaman pasar keuangan; serta memfasilitasi integrasi dengan pasar keuangan di negara lainnya, baik integrasi pada level regional seperti MEA maupun global. Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II akan mencakup aplikasi Sistem BI-RTGS Generasi II, BI-SSSS Generasi II, Bank Indonesia Electronic Trading Platform (BI-ETP), dan BI-Informasi dengan penjelasan sebagai berikut: - Sistem BI-RTGS merupakan SIPS dalam sistem pembayaran antarbank di Indonesia, dan salah satu FMIs utama di Indonesia yang memproses penyelesaian sisi pembayaran dari transaksi di pasar keuangan di Indonesia yang bernilai besar dan memproses transaksi pembayaran antarbank bersifat segera. 9
Direkomendasikan dalam: - Core Principles for SIPS dari BIS di tahun 2001; - Recommendations for SSS dari BIS dan IOSCO di tahun 2001; dan - Principles for FMIs dari BIS dan IOSCO yg akan diterbitkan pada tahun 2012
23
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Selanjutnya melalui pengembangan Sistem BI-RTGS Generasi II, FMIs untuk setelmen dana tersebut yang saat ini mekanisme setelmennya dilakukan secara gross settlement (penyelesaian transaksi pembayaran dilakukan satu per satu transaksi) selanjutnya akan dilakukan secara hybrid settlement. Mekanisme hybrid settlements pada intinya merupakan gabungan mekanisme setelmen berbasis gross untuk transaksi berprioritas tinggi dan mekanisme secara offsetting untuk transaksi pembayaran antarbank yang bersifat less time critical. Melalui mekanisme tersebut, peserta Sistem BI-RTGS dapat menghemat penggunaan likuiditas untuk keperluan setelmen, meskipun setelmen transaksi pembayaran yang di-offsetting-kan tersebut tetap dilakukan secara gross basis. Selain itu, Sistem BI-RTGS Generasi II dilengkapi dengan fasilitas gridlock detection and resolution yang lebih andal, yang dapat mendeteksi dan mencegah risiko sistemik, yang dapat terjadi karena adanya transaksi pembayaran yang belum dapat di-settle yang disebabkan saldo rekening giro peserta tidak mencukupi. Kegagalan setelmen pada Sistem BI-RTGS tersebut berpotensi menimbulkan kegagalan setelmen secara berantai (domino effect). Selanjutnya, untuk mengakomodasi mekanisme setelmen secara Delivery-versus-Payment (DvP), yaitu model DvP model 210 dan DvP model 311 dari transaksi Surat Berharga Negara (SBN) dan instrumen keuangan lainnya yang ditatausahakan di BI-SSSS, pada Sistem BI-RTGS Generasi II akan terdapat mekanisme multilateral net settlement. Dengan fitur baru tersebut, Sistem BI-RTGS Generasi II akan dapat mengefisienkan penggunaan likuiditas untuk setelmen dan memiliki pilihan perangkat mitigasi risiko sistemik yang semakin lengkap, serta memiliki ketahanan (resilience) yang semakin tinggi terhadap liquidity shock12. BI-SSSS Generasi II adalah FMI yang diselenggarakan 10 DvP model 2: surat berharga di-settle secara gross basis (trade-by-trade), dan dana secara (multilateral) net basis 11 DvP model 3: baik surat berharga maupun dana di-settle secara (multilateral) net basis 12 Terjadinya Liquidity shock pada Sistem BI-RTGS disebabkan oleh adanya liquidity shock pada level perekonomian negara sebagai akibat dari kondisi pasar keuangan/perekonomian negara lain.
24
oleh Bank Indonesia untuk sarana setelmen dan penatausahaan SBN, instrumen operasi moneter Bank Indonesia serta instrumen keuangan lainnya. Fitur bisnis baru yang dikembangkan dalam BI-SSSS Generasi II antara lain: a. fasilitas gridlock detection & resolution guna meningkatkan kapabilitas BI-SSSS dalam memitigasi risiko sistemik; b. mekanisme multilateral net settlement untuk mengakomodasi setelmen dari transaksi surat berharga secara DvP model 3; c. modul collateral management13 untuk memitigasi risiko kredit dan risiko pasar surat berharga yang digunakan sebagai collateral dalam transaksi antara dua pihak. Modul collateral management dapat digunakan oleh: - penyelenggara BI-SSSS, untuk transaksi antara bank peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan Bank Indonesia, untuk keperluan fasilitas pendananaan intrahari dari Bank Indonesia kepada bank peserta Sistem BI-RTGS dan Bi-SSSS, atau transaksi Repo perbankan dengan Bank Indonesia, untuk keperluan operasi moneter kontraksi Bank Indonesia; dan - bank peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, untuk transaksi pinjam meminjam dana antarbank peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS , transaksi Repo antarbank, dan pinjam meminjam surat berharga antarbank (Securities Lending and Borrowing/SLB); d. Penatausahaan rekening surat-surat berharga baik dalam rupiah maupun valuta asing, sampai level investor individual. 13 Memiliki fungsi-fungsi : - price monitoring (monitoring harga-harga surat berharga terkini); - pledge evaluation (re-kalkulasi jaminan/collateral berdasarkan harga pasar terkini); - margin calls, baik notifikasi otomatis untuk meminta pemberi jaminan (collateral giver) menambah surat berharga/uang karena penurunan harga pasar surat berharga yang digunakan sebagai collateral maupun untuk meminta penerima jaminan (collateral taker) me-release surat berharga kepada collateral giver karena kenaikan harga pasar collateral; - collateral substitution, yang merupakan sarana untuk mengganti surat berharga yang digunakan sebagai collateral
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Message format yang akan digunakan baik untuk instruksi setelmen transaksi pembayaran Sistem BI-RTGS Generasi II maupun instruksi setelmen surat berharga BI-SSSS Generasi II berbasis Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). Identifikasi kepesertaan14 pada Sistem BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II akan menggunakan SWIFT BIC (Bank Identifier Code), dan identifikasi jenis instrumen keuangan15 yang ditatausahakan pada BI-SSSS Generasi II mengacu pada Classification of Financial Instruments (CFI), serta struktur identifikasi/kode surat berharga/instrumen keuangan16 pada BI-SSSS Generasi II mengacu pada International Securities Identification Numbering (ISIN). Penggunaan message format dengan standar internasional tersebut akan mendukung: - peningkatan efisiensi pengoperasian infrastruktur interface ke core banking peserta Sistem BI-RTGS/BISSSS17, - kesiapan interoperabilitas Sistem BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II dalam melakukan integrasi FMIs Indonesia dengan FMIs di negara lain; dan - kebijakan pengembangan pasar keuangan Indonesia. - BI-ETP adalah sarana lelang dan perdagangan SBN, instrumen operasi moneter Bank Indonesia dan instrumen keuangan lainnya. Melalui kebijakan pengurangan transaksi over the counter (OTC), Bank
Indonesia mengharapkan terciptanya transparansi informasi di pasar uang dan berkurangnya segmentasi di antara pelaku pasar uang, yang selanjutnya dapat meningkatkan aktivitas transaksi di pasar uang dalam rangka mendukung pendalaman pasar keuangan. BI-Informasi merupakan aplikasi sistem informasi yang menyediakan data/informasi real time, yang bersumber dari penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II serta BI-ETP. BI-Informasi dapat digunakan untuk mendukung dalam pengambilan keputusan serta pengawasan penyelenggaraan sistem pembayaran, pasar SBN, likuiditas perbankan, perbankan dan SSK oleh otoritas terkait. Terkait pengembangan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II, dalam periode laporan telah dilakukan kegiatan penyusunan dan pembahasan dokumen design and functional specifications Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Penyusunan dokumen tersebut dilakukan dengan melibatkan pihak eksternal, yaitu peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS serta otoritas terkait lainnya, seperti BAPEPAM-LK dan DJPU dalam rangka mendapatkan informasi mengenai kebutuhan bisnis dan arah kebijakan BAPEPAM-LK dan DJPU yang perlu diakomodir dalam Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Selain itu, juga dilakukan penyusunan konsep ketentuan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II.
14 suatu reference data 15 Idem 16 Idem 17 pengoperasian interface yang sama (dengan message format dan reference data yang berstandar internasional) baik untuk messaging transaksi keuangan ke FMIs domesik (termasuk BI-RTGS dan BI-SSSS) maupun messaging transaksi keuangan lintas batas negara (cross-border financial messaging) ke bank koresponden/depository institutions di negara/perekonomian lain
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
25
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Boks 3.1
Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs)
Standar penyelenggaraan sistem pembayaran bersifat SIPS yang saat ini digunakan adalah Core Principles for SIPS (CPSIPS). Untuk penyelenggaraan SSSs, standar yang digunakan adalah Recommendations for Securities Settlement Systems (RSSSs) sementara standar CCPs adalah Recommendations for Central Counterparties (RCCPs). Dalam perkembangannya, pada saat ini Committee on Payment and Settlement System (CPSS) dan Technical Commitee of the International Organization of Securities Commissions (IOSCO) tengah menyusun standar baru dalam penyelenggaraan FMIs atas dasar hasil review terhadap ketiga standar di atas. Hasil review atas ketiga standar tersebut dituangkan dalam consultative report Principles for FMIs (PFMIs), yang telah dikeluarkan pada Maret 2011. Di samping itu, dalam PFMIs juga terdapat prinsip yang sebelumnya belum ada, yang meliputi prinsip CCP untuk OTC derivatif dan Trade Repositories (TRs). Tujuan utama penyusunan PFMIs tersebut, disamping untuk mengharmonisasi dan merestrukturisasi standar yang telah ada juga dalam rangka meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam pembayaran, kliring dan setelmen; mencegah risiko sistemik dan mendukung transparasi dan stabilitas keuangan. Financial Market Infrastructures (FMIs) yang mencakup sistem pembayaran yang bersifat SIPS, Central Securities Depositories (CSDs), Securities Settlement Systems (SSSs), Trade Repositories (TRs), dan Central Counterparty (CCP), merupakan infrastruktur keuangan untuk memfasilitasi kegiatan pencatatan, kliring, dan setelmen transaksi moneter dan transaksi keuangan lainnya. FMIs yang aman dan efisien memegang peran penting dalam menunjang stabilitas keuangan dan perekonomian dan sebaliknya apabila FMIs tersebut tidak dikelola dengan baik akan berpotensi menimbulkan financial shock. Dalam laporan tersebut, CPSS dan the Technical Committee of IOSCO mendefinisikan FMI sebagai suatu sistem multilateral yang digunakan untuk kegiatan pencatatan, kliring dan setelmen transaksi pembayaran, surat berharga, derivatif, dan transaksi keuangan lainnya. FMIs menyediakan layanan terpusat (tersentralisasi) bagi pesertanya untuk kegiatan pencatatan, kliring dan setelmen transaksi keuangan. Dengan adanya layanan yang tersentralisasi tersebut, peserta dapat mengelola risiko secara lebih efisien dan efektif, meningkatkan transparansi pasar, dan bahkan membantu bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter dan menjaga stabilitas keuangan. Penyelenggaraan FMIs dapat bervariasi baik dari sisi organisasi, fungsi maupun desainnya. Terkait dengan aspek organisasi, FMIs bisa merupakan asosiasi lembaga keuangan, perusahaan kliring non-bank, atau asosiasi perbankan. FMIs bisa dimiliki dan dioperasikan oleh bank sentral maupun institusi swasta. FMIs juga bisa merupakan organisasi yang bersifat profit or non profit oriented. Dari sisi fungsi, FMIs dapat dibedakan menjadi lima tipe utama yaitu sistem pembayaran yang bersifat SIPS, CSDs, SSSs, CCPs, dan TRs. Penyelenggaraan FMIs di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia dan pihak di luar Bank Indonesia. FMI yang dimiliki dan diselenggarakan oleh Bank Indonesia meliputi sistem BI-RTGS sebagai sistem pembayaran yang bersifat SIPS dan BI-SSSS sebagai CSD dan SSS untuk penatausahaan dan setelmen SBI, SBN, dan instrumen moneter lainnya. Sedangkan FMI yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia meliputi Central Book Entry System (C-BEST) untuk penatausahaan dan setelmen saham dan obligasi korporasi yang dioperasikan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan e-CLEAR yang diselenggarakan oleh Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
26
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
3.2 Kebijakan SKNBI Penerapan Multiple Settlement pada Kliring Kredit SKNBI Untuk meningkatkan layanan transfer dana antarbank melalui SKNBI yang lebih cepat, sejak 7 Januari 2011 Bank Indonesia telah menerapkan empat siklus setelmen transfer dana melalui kliring kredit setiap dua jam sekali, yaitu pada pukul 10.00 WIB, 12.00 WIB, 14.00 WIB dan 16.00 WIB. Dengan diterapkannya mekanisme multiple settlement pada kliring kredit, perbankan peserta SKNBI dapat lebih cepat memperoleh hasil kliring kredit dan pada akhirnya nasabah pun dapat menerima dana efektif lebih cepat. Penerapan Mekanisme Kliring Debet Secara Online dan Penambahan Layanan Kliring Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mendukung kelancaran pelaksanaan operasional di wilayah kliring Surabaya dan Medan, masing-masing pada 10 Juni dan 8 Juli 2011 KBI telah mengimplementasikan perubahan mekanisme pengiriman transaksi kliring debet, yang sebelumnya offline menjadi online. Mengingat perputaran volume warkat yang relatif tinggi di kedua wilayah kliring tersebut, dengan perubahan mekanisme pengiriman transaksi kliring debet menjadi secara online diharapkan dapat mempersingkat waktu pengiriman dan meminimalisir human error. Penerapan mekanisme pengiriman transaksi kliring debet secara online juga akan dilakukan di wilayah kliring lain yang memiliki volume warkat yang relatif banyak.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Selain itu, dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di wilayah Bima, pihak perbankan di wilayah tersebut menyepakati untuk menyelenggarakan kliring lokal di wilayahnya. Sebagai tindak lanjut atas kesepakatan tersebut, sejak 5 Oktober 2011 telah diselenggarakan kliring di wilayah Bima dengan Bank Negara Indonesia (Pesero), Tbk sebagai PKL berdasarkan kesepakatan bank-bank di wilayah Bima. Dengan penambahan PKL ini, jumlah PKL di seluruh Indonesia menjadi 109. Penyempurnaan Tata Cara Penyelenggaraan Operasional Kliring Debet Dalam rangka meningkatkan pelayanan, kelancaran dan efisiensi penyelenggaran SKNBI, Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan tata cara penyelenggaraan operasional kliring debet. Adapun penyempurnaan tata cara tersebut meliputi: 1. Waktu pelaksanaan kliring penyerahan di wilayah Kliring Lokal Jakarta yang selama ini dilakukan satu kali yaitu pukul 13.30 WIB sd 15.30 WIB, menjadi dua kali yaitu pukul 08.30 WIB s.d. 11.00 WIB bersamaan dengan waktu kliring pengembalian dan pukul 12.00 WIB s.d. 15.30 WIB. 2. Penyederhanaan jumlah dan bentuk laporan otomasi dan dokumen kliring yang disampaikan kepada bank peserta kliring. Penyempurnaan tata cara tersebut dilakukan untuk mempercepat proses distribusi warkat kliring debet baik dari sisi Bank Indonesia dan mempercepat proses pembukuan hasil kliring di internal bank peserta.
27
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
�������� ���������
�������� ��������� ���������
��������������
��������������
���������
��������������
��������������
���������
�����������������
���������
���������������
����������
����������
����������
�����������
��������������������
Bagan 3.1 Penerapan Multiple Settlement pada Kliring Kredit
Bagan 3.2 Leaflet Layanan SKNBI
28
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
3.3 Kebijakan APMK Peningkatan Keamanan dengan Standardisasi Kartu ATM/Debet Berbasis Chip Sebagai lanjutan kegiatan penyusunan standar nasional chip untuk kartu ATM/debet yang telah dimulai sejak tahun 2006, fokus utama kegiatan selama 2011 adalah pembentukan fungsi penunjang yaitu Certification Body, Key Management, serta penyusunan ketentuan dan prosedur. Sejak standar kartu ATM/debet berbasis chip yang selanjutnya dikenal sebagai National Specification for Indonesia Chip Card Standard (NSICCS) telah selesai disusun pada akhir 2008, terdapat beberapa tahapan yang telah dilakukan yaitu proof-of-concept (PoC)18 menggunakan simulator environment dengan real card dan terminal pada 2009. Selanjutnya pada 2010 dilakukan
uji coba end to end secara riil terhadap NSICCS dengan melibatkan forum prinsipal (PT. Artajasa Pembayaran Elektronis – ATM Bersama, PT. Rintis Sejahtera – Prima, dan PT. Alto Network – Alto) dan tiga piloting bank (Bank Mandiri, BCA, dan Permata) untuk memastikan kelayakan NSICCS digunakan oleh industri kartu ATM/debet di Indonesia. Untuk memfasilitasi penerapan standar chip tersebut, Bank Indonesia telah menyempurnakan Surat Edaran Bank Indonesia mengenai APMK tahun 2009 melalui SE BI No. 13/22/DASP tanggal 18 Oktober 2011, yang antara lain mengatur mengenai kewajiban penggunaan teknologi chip untuk kartu ATM/debet dengan mengacu pada standar yang telah disepakati oleh industri dengan jadwal implementasi berdasarkan kesepakatan dari industri dan penggunaan PIN paling kurang 6 digit.
����������������������������������������������������������������� ���������������������� ������������������ ������������������������� ������������������� ������������������ ��������� ������������������ ����������� ������������ ����� ������������ ����������
�� ���������������������������� � ���������������������������������� � �������������������������� ����������� � ������������������������������� ����������������
�����������������������������
������������������������������
������� �������������� ������������ ������������
�� �� �� � �� �� �
������������������������������������������������ ���������������������������������� �������������������������������������� ��������������������������� ���������������������������������� �������������������������������������� ���������������������������
Bagan 3.3 Tahapan Implementasi Proses Migrasi Teknologi Chip Pada Kartu ATM / Debet
18 Proof-of-Concept (PoC) adalah pengujian untuk membuktikan bahwa sebuah aplikasi/sistem yang telah dikembangkan dapat digunakan secara fungsional
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
29
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
tersebut ditetapkan batas waktu implementasi teknologi chip termasuk tambahan fitur keamanan berupa penggunaan PIN paling kurang 6 digit untuk bertransaksi, paling lama pada 31 Desember 2015. Selain itu SE mengatur kewajiban dan tanggung jawab penerbit dalam implementasi, pelaporan rencana dan progres implementasi, serta ketentuan peralihan terkait dengan diterbitkannya ketentuan ini. Untuk memberikan pemahaman kepada pelaku sistem pembayaran, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi kepada seluruh bank, BPR, Prinsipal, dan stakeholders lainnya serta satuan kerja di Bank Indonesia.
Adapun tahapan implementasi standardisasi chip untuk kartu ATM/Debet adalah sebagai berikut : a. Pembentukan Fungsi Key Management (KM) dan Certification Body (CB)
Penyediaan fungsi penunjang KM dan CB menjadi prasyarat mutlak yang harus dipenuhi. KM adalah institusi yang menjalankan proses identifikasi, mengembangkan dan mengimplementasikan “public key” NSICCS. Sedangkan CB adalah institusi yang melakukan sertifikasi terhadap perangkat pendukung layanan kartu ATM/Debet yang digunakan oleh pelaku industri. Terkait pembentukan KM dan CB, Bank Indonesia berperan sebagai pengarah dan menjadi anggota steering committee, sementara pembentukan kedua institusi tersebut dilakukan oleh forum prinsipal dengan melibatkan konsultan.
Sebagai acuan industri dalam penggunaan standar chip untuk kartu ATM/Debet, forum prinsipal telah menyampaikan surat kepada Bank Indonesia mengenai penyelesaian standar chip untuk kartu ATM/Debet. Menanggapi surat dimaksud, BI mengirimkan surat persetujuan penggunaan standar yang telah disusun oleh ketiga prinsipal. Selanjutnya, forum prinsipal mendistribusikan standar kepada para anggotanya yang berisi spesifikasi host to host, personalization, principal specification, dan personalization security guidelines. Anggota menandatangani non disclosure agreement (NDA) dengan prinsipal masing-masing.
Untuk memastikan keberadaan NSICCS sebagai standar kartu ATM/debet yang digunakan di wilayah Indonesia, pelaku industri memandang perlu dilakukan pendaftaran NSICCS di BSN. Dalam pertemuan forum prinsipal dengan BSN pada awal 2011, diinformasikan bahwa BSN, NSICCS cukup didaftarkan di BSN untuk mendapatkan nomor identifikasi sebagai aplikasi untuk kartu ATM/debet.
Dalam pembentukan fungsi KM, beberapa aktivitas yang harus dilakukan meliputi pembentukan data center, instalasi hardware dan software KM, serta penyusunan kebijakan dan prosedur. Sedangkan dalam pembentukan fungsi CB, kegiatan yang dilakukan meliputi pembentukan lembaga CB, Functional test lab untuk menguji hardware dan software, test tool, dan personil, serta security test lab untuk menguji aspek security.
b. Ketentuan Implementasi Teknologi Chip untuk Kartu ATM/Debet
c. Penetapan NSICCS sebagai Standar Nasional Kartu ATM/Debet dan Pendaftaran di Badan Standar Nasional (BSN)
Dalam rangka implementasi teknologi chip untuk kartu ATM/Debet, Bank Indonesia telah menerbitkan SE Bank Indonesia No. 13/22/DASP tanggal 18 Oktober 2011 perihal Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. Dalam ketentuan
30
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
atau pembayaran kembali kredit lainnya, seperti Kredit Tanpa Agunan (KTA), dll.
Peningkatan Aspek Perlindungan Konsumen dalam Penyempurnaan Ketentuan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) Banyaknya keluhan dan pengaduan masyarakat terkait dengan penggunaan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) antara lain ditandai dengan kasus yang menimpa credit collection division Citibank, mengisyaratkan terjadinya batas pelanggaran terhadap aspek kehati-hatian, aspek perlindungan konsumen, dan manajemen risiko kredit oleh penyelenggara APMK khususnya Penerbit Kartu Kredit. Kondisi tersebut mendorong Bank Indonesia mengamandemen kebijakan APMK sebagaimana diatur dalam PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK (PBI APMK 2009). Penekanan amandemen PBI APMK 2009 tentunya untuk memperbaiki hal-hal yang dinilai masih kurang tegas dan jelas, sebagaimana diuraikan berikut ini: a. Kartu Kredit
Penyempurnaan pengaturan terkait dengan Kartu Kredit mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) pemurnian fungsi Kartu Kredit Selama ini kartu kredit digunakan sebagai alat pembayaran dan penyaluran kredit. Dalam kebijakan ini ditekankan fungsi Kartu Kredit adalah sebagai alat pembayaran dan dilarang Kartu Kredit digunakan sebagai sarana pencairan dan/
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
2) Etika penagihan Kartu Kredit Dalam praktek penagihan Kartu Kredit, yang dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit maupun oleh jasa penagihan, sering meresahkan masyarakat, sehingga perlu diatur etika penagihan Kartu Kredit. Etika penagihan wajib dipatuhi oleh Penerbit, baik etika yang secara umum ditetapkan oleh Bank Indonesia, maupun etika yang disusun/ ditetapkan oleh asosiasi industri Kartu Kredit (AKKI/ASPI). Selain itu, ditegaskan bahwa proses penagihan juga wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3) pengetatan persyaratan memperoleh Kartu Kredit Pengetatan persyaratan memperoleh Kartu Kredit perlu diatur kembali agar pemberian fasilitas kartu kredit tepat sasaran dan menjadi lebih bijak dalam memanfaatkan kartu kredit. Pengetatan ini difokuskan pada minimum usia pemegang kartu kredit, pendapatan per bulan, maksimum plafon kredit, dan maksimum penerbit yang dapat memberikan fasilitas kartu kredit kepada satu orang pemegang kartu kredit. 4) penetapan maksimum suku bunga Kartu Kredit Dengan membandingkan suku bunga yang berlaku di Malaysia, Singapura, dan Thailand, suku bunga kartu kredit di Indonesia relatif lebih tinggi, sehingga dirasa perlu pengaturan batas maksimum pengenaan suku bunga oleh penerbit kartu kredit kepada pemegang kartu kredit. Penetapan batas maksimum suku bunga kartu kredit oleh Bank Indonesia mempertimbangkan indikator perekonomian (seperti BI rate), struktur biaya Kartu Kredit (cost of fund, biaya operasional, dan/atau premium risk), serta praktik suku bunga oleh penerbit. Pengaturan ini mendorong penerbit dalam mengenakan besarnya suku bunga kartu kredit menjadi lebih wajar. 5) penyeragaman pola dan tata cara penghitungan bunga Kartu Kredit yang dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit
31
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Dalam praktik terdapat metode perhitungan bunga kartu kredit yang berbeda-beda di antara penerbit. Pola perhitungan menggunakan profit approach dan bunga berbunga, sehingga memberatkan pemegang kartu kredit. Pengaturan penyeragaman metode perhitungan bunga secara lebih wajar dan fair, antara lain: (i) bunga dari transaksi pembelanjaan dibebankan jika pemegang kartu kredit tidak melakukan pembayaran, melakukan pembayaran tidak penuh, atau melakukan pembayaran penuh setelah tanggal jatuh tempo (due date); (ii) bunga dari transaksi cash advance dikenakan jika pemegang kartu kredit tidak melakukan pembayaran, melakukan pembayaran tidak penuh, atau melakukan pembayaran penuh baik sebelum maupun setelah tanggal jatuh tempo (due date); (iii) penghitungan hari bunga dimulai dari tanggal pembukuan (posting); (iv) biaya, denda, serta bunga terutang dilarang digunakan sebagai komponen penghitungan bunga; dan (v) penetapan bunga harian didasarkan perhitungan jumlah hari kalender dalam setahun selama 365 hari. 6) penyampaian transaction alert oleh Penerbit Kartu Kredit kepada Pemegang Kartu Kredit melalui teknologi short message service (SMS) Dalam rangka meningkatkan keamanan bertransaksi menggunakan kartu kredit, penerbit kartu kredit diwajibkan menyampaikan transaction alert kepada pemegang kartu kredit atas transaksi-transaksi yang memiliki kriteria tertentu. Penyampaian transaction alert diwajibkan melalui teknologi SMS agar tidak mengganggu kenyamanan dibandingkan apabila melalui telepon kepada pemegang kartu kredit. Selain itu, melalui SMS, informasi yang disampaikan dapat diterima langsung oleh pemegang kartu kredit. Namun demikian, pemegang kartu kredit dapat memilih penyampaian transaction alert menggunakan sarana lainnya. 7) penerapan PIN untuk Kartu Kredit Dalam rangka meningkatkan keamanan dan kenyamanan bertransaksi menggunakan kartu
32
kredit, diperlukan PIN sebagai sarana autentikasi untuk menggantikan tanda-tangan pemegang kartu kredit. Penerapan PIN pada transaksi kartu kredit melengkapi upaya peningkatan keamanan melalui chip yang telah berlaku efektif sejak 1 Januari 2010. PIN paling kurang terdiri dari enam digit agar lebih aman.
b. APMK secara umum 1) kewenangan Bank Indonesia membatasi penyelenggara baru APMK Sebagai bagian dari upaya menciptakan APMK yang lebih efisien, mendukung kebijakan nasional, menjaga kepentingan publik, serta menjaga pertumbuhan dan persaingan usaha yang sehat, perlu penegasan kewenangan Bank Indonesia untuk membatasi penyelenggara APMK di Indonesia. Pembatasan tersebut dapat dilakukan dengan menutup atau membuka kembali permohonan perizinan sebagai penyelenggara APMK. Pembatasan dapat juga dalam bentuk pembatasan wilayah operasional tertentu. 2) kewenangan Bank Indonesia untuk mengeluarkan perintah kepada penyelenggara APMK untuk melakukan atau tidak melakukan hal/kegiatan tertentu 3) Selama ini sanksi yang dapat dikenakan oleh Bank Indonesia terhadap pelanggaran yang dilakukan penyelenggara APMK berupa sanksi administratif, yaitu teguran tertulis, denda, penghentian sementara kegiatan APMK, dan pencabutan izin penyelenggaraan kegiatan APMK. Selain pengenaan sanksi administratif, Bank Indonesia perlu wewenang untuk memberikan perintah kepada penyelenggara APMK untuk melakukan atau tidak melakukan hal/kegiatan tertentu (cease and desist order) yang belum diatur dalam PBI APMK 2009, sehingga perlu diatur secara tegas. Dalam rangka mengidentifikasi dan merumuskan kebijakan-kebijakan tersebut, Bank Indonesia melakukan pembahasan dengan industri APMK (AKKI, Prinsipal (Visa dan Master), dan Penerbit Kartu Kredit).
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Boks 3.2
National Standard for Indonesia Chip Card Spesification
National Standard Indonesia Chip Card Specification (NSICCS) adalah standar kartu ATM/debet berbasis teknologi chip berdasarkan standar Europay MasterCard Visa (EMV) yang dimodifikasi sesuai kebutuhan bisnis dan teknis pelaku industri sistem pembayaran di Indonesia. Standar ini disusun bersama-sama oleh pelaku industri ATM/ debet di Indonesia dengan Bank Indonesia sebagai fasilitator. Penggunaan chip bertujuan untuk mengamankan pemrosesan data transaksi karena chip mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan/atau memproses data dengan enkripsi. Selain itu pada kartu chip dapat ditambahkan berbagai macam aplikasi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Tujuan utama dari penyusunan NSICCS adalah: a. Menjaga interoperabilitas dari sisi teknis antara fisik kartu dengan terminal. b. Meningkatkan keamanan sehingga dapat mengurangi terjadinya fraud sekaligus memberikan rasa aman dalam penggunaan kartu ATM/debet untuk bertransaksi di wilayah Indonesia. c. Meningkatkan efisiensi penyediaan layanan sistem pembayaran pada level bank, hal ini dikarenakan ketika NSICCS diimplementasikan maka seluruh prinsipal telah menerapkan standar yang sama sehingga perbankan tidak perlu memelihara sistem yang berbeda-beda. Dalam penyusunan NSICCS kriteria utama yang digunakan adalah: a. Intelektual property right pengembangan standar chip menjadi hak milik Indonesia. b. Sesuai dengan standar internasional antara lain: - Fisik kartu dan chip harus mengacu pada International Standard Organization (ISO) yaitu ISO 7816 untuk contact card dan ISO 14443 untuk contactless card. - Platform yang digunakan untuk transaksi keuangan pada umumnya mengacu pada EMV. c. Dapat menampung berbagai fungsi untuk kepentingan tertentu dari penerbit antara lain loyalty program dan aplikasi prepaid. d. Dapat diimplementasikan diberbagai jenis kartu dan terminal, untuk menghindari adanya monopoli dari satu vendor tertentu dalam penyediaan kartu dan terminal.
Sejalan dengan telah dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia terkait implementasi standar tersebut maka seluruh penyelenggara kartu ATM/debet secara bertahap mulai melakukan implementasi standar kartu ATM/ debet berbasis chip sejak ketentuan berlaku sampai dengan 31 Desember 2015.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
33
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Boks 3.3
Kerjasama Interkoneksi ATM PT. Bank Mandiri dengan PT. Bank Central Asia
Pada 16 Januari 2012, Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution meresmikan kerjasama interkoneksi ATM Bank Mandiri dengan BCA. Realisasi kerjasama interkoneksi tersebut merupakan mandat dari Bank Indonesia kepada kedua bank sebagai salah satu upaya dalam mencapai sasaran interoperabilitas dalam penyelenggaraan kartu ATM. Selain itu pelaksanaan kerjasama tersebut merupakan komitmen dari kedua bank untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan kenyamanan bertransaksi bagi para nasabahnya. Bank Indonesia, perbankan dan industri sistem pembayaran akan selalu berupaya untuk mewujdkan layanan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Realisasi interkoneksi ini juga bertujuan untuk menguatkan dan memperluas jaringan ATM sehingga memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi pembayaran. Selain itu, sinergi antara kedua bank tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri perbankan nasional dalam menghadapi era persaingan global. Melalui kerjasama ini, nasabah Bank Mandiri dapat bertransaksi tarik tunai, cek saldo dan transfer antar bank melalui lebih dari 31.700 ATM yang terhubung melalui jaringan ATM PRIMA, termasuk 8.578 jaringan ATM BCA yang telah terkoneksi dengan jaringan Cirrus yang tersebar di seluruh dunia. Atau secara total penguatan jaringan ATM Mandiri akan mencapai lebih dari 40 ribu ATM, baik yang terhubung melalui Jaringan ATM PRIMA, Link, maupun ATM Bersama yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebaliknya nasabah BCA maupun bank peserta Jaringan ATM PRIMA lainnya dapat melakukan transaksi serupa di 8.993 ATM Mandiri yang telah terkoneksi ke lebih dari 21 ribu jaringan ATM Link, 30 ribu jaringan ATM Bersama dan Visa Internasional yang tersebar di seluruh dunia. Realisasi interkoneksi ditandai dengan pelaksanaan transaksi kartu ATM Bank Mandiri dan BCA oleh Direktur Utama Bank Mandiri dan Presiden Direktur BCA. Dalam acara tersebut turut hadir Menteri Kominfo Tifatul Sembiring serta perwakilan dari asosiasi perbankan dan sistem pembayaran antara lain, Perbanas, Himbara, Asbanda, Asbisindo, dan FBAI serta ASPI sebagai mitra Bank Indonesia dalam upaya mewujudkan interoperabilitas dalam setiap aspek penyelenggaraan sistem pembayaran.
34
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
3.4 Kebijakan mengenai Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Sebagai tindak lanjut dari amanat Pasal 89 UndangUndang No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, Bank Indonesia telah melakukan hal-hal sebagai berikut : Terkait dengan ketentuan bahwa pengaturan mengenai “orang perseorangan atau badan usaha bukan badan hukum yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagai penyelenggara Transfer Dana wajib berbadan hukum Indonesia dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun” Bank Indonesia telah melakukan training for trainers (ToT) mengenai proses pengurusan badan hukum kepada pegawai di satuan kerja terkait. Setelah pelaksanaan ToT tersebut, Bank Indonesia melakukan diseminasi kepada penyelenggara KUPU yang telah memiliki izin namun belum berbadan hukum di wilayah kerja Kantor Pusat dan beberapa Kantor Bank Indonesia. Terkait dengan ketentuan bahwa “badan usaha yang telah melakukan penyelenggaraan Transfer Dana dan telah memperoleh izin dari institusi lain di luar Bank Indonesia izinnya tetap berlaku dan diakui sebagai Penyelenggara setelah melaporkan kegiatannya kepada Bank Indonesia dalam waktu paling lambat enam bulan”, Bank Indonesia telah melakukan pembahasan dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Dari pembahasan tersebut diketahui bahwa terdapat tiga penyelenggara pos yang telah memperoleh izin dari Kemenkominfo untuk melakukan kegiatan transfer dana. Selanjutnya, ketiga penyelenggara kegiatan transfer dana tersebut telah melaporkan kegiatannya kepada Bank Indonesia sesuai ketentuan Undang-Undang No.3 Tahun 2011. Terkait dengan kegiatan usaha pengiriman uang, pada periode laporan, atas dasar kerjasama antara Bank Indonesia dengan Australian Transaction Reports and Analysis Centre (AUSTRAC) dalam rangka Technical Assistance, AUSTRAC menunjuk lembaga untuk melakukan survei dalam rangka mengidentifikasi penyelenggara KUPU yang belum berizin pada tahun 2011. Survei tersebut mengambil sampel dari dua wilayah Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
penyelenggara KUPU di Batam dan Pulau Jawa. Terkait dengan hasil survei, Bank Indonesia akan melakukan edukasi kepada penyelenggara KUPU yang belum berizin.
3.5 Kebijakan Layanan Jasa Penatausahaan Rekening Giro di Bank Indonesia Dalam rangka meningkatkan kualitas dan efisiensi layanan kepada Pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia telah melakukan pengembangan Sistem Bank Indonesia Government electronic Banking (Sistem BIG-eB) dan penerapan standar layanan sesuai dengan Standar Manajemen Mutu (SMM), yaitu ISO 9001:2008. Peningkatan Layanan Pengelolaan Rekening Pemerintah melalui Pengembangan Sistem BIG-eB Sistem BIG-eB merupakan fasilitas online banking kepada Kemenkeu sehingga Kemenkeu dapat memperoleh informasi saldo, mutasi rekening secara real time dan melakukan transaksi secara on-line. Fasilitas ini disediakan oleh BI sejak tahun 2007 dan terus dilakukan penyempurnaan sesuai kebutuhan Kemenkeu. Perkembangan Sistem BIG-eB selama periode laporan meliputi : a. Penambahan kewenangan hak akses di ruang lingkup Kemenkeu (yang sebelumnya hanya diberikan kepada Subdit Kas Umum Negara, pada 2011 juga diberikan kepada Subdit lainnya dalam lingkungan Direktorat Pengelolaan Kas Negara (PKN). b. Perubahan Transaction Code (TC) yang disediakan oleh Kemenkeu melalui sistem BIG-eB dengan jenis transaksi yang tertuang dalam Kesepakatan Bersama. c. Pengembangan Sistem BIG-eB untuk mengakomodasi kebutuhan Kemenkeu yang sedang mengembangkan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), sehingga kedua sistem tersebut dapat saling terhubung. SPAN merupakan suatu sistem manajemen keuangan pemerintah yang terintegrasi. Tahapan pengembangan sampai dengan akhir periode laporan
35
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
adalah uji koneksi antara SPAN dengan Sistem BIG-eB. Selanjutnya, berdasarkan Kesepakatan Bersama antara Gubernur BI dengan Menteri Keuangan nomor BI 13/1/DASP tanggal 22 Oktober 2011 NK 1/PB/2011
untuk mengakomodasi kebutuhan Kemenkeu dilakukan pengembangan ruang lingkup transaksi, yang secara jangka waktu dibedakan menjadi dua sebagai berikut:
- -
Jangka pendek: ruang lingkup transaksi masih menggunakan (meng-adopt) layanan sebagaimana BIG-eB existing, yaitu transaksi transfer dari rekening Pemerintah di BI ke bank umum dalam rangka Treasury Single Account (TSA) dan pemindahbukuan antar rekening Pemerintah di BI. Jangka panjang: perluasan ruang lingkup layanan, yaitu penambahan transaksi transfer dari rekening Pemerintah di BI ke bank umum di luar TSA.
Pengembangan tahap kedua akan dilanjutkan pada tahun 2012 dan ditargetkan dapat dimplementasikan bersamaan dengan implementasi SPAN di Kementerian Keuangan. Penerapan Standar Manajemen Mutu Dalam rangka mempertahankan Standar Manajemen Mutu (SMM), telah dilakukan peningkatan kualitas layanan kepada Kemenkeu. Sampai saat ini, ruang lingkup layanan yang diberikan meliputi penatausahaan rekening dan penyelesaian transaksi. Sedangkan, ruang lingkup layanan yang diberikan kepada perbankan adalah penatausahaan rekening giro bank dalam valuta asing. Adapun sasaran mutu peningkatan kualitas layanan diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi Pemerintah sebagai stakeholder utama. Sasaran mutu yang telah ditetapkan telah dilakukan review sesuai dengan perubahan proses bisnis, baik di Kemenkeu maupun Bank Indonesia. Pada Juni dan Desember 2011, auditor eksternal telah melakukan surveillance untuk menilai implementasi SMM di DASP dan menyatakan bahwa layanan yang diberikan oleh DASP masih sesuai dengan SMM sehingga sertifikasi ISO-9001:2008 masih dapat dipertahankan.
36
3.6 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran Peningkatan Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang Transfer Dana Dengan diundangkannya UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana) pada tanggal 23 Maret 2011, berbagai upaya sosialisasi telah dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, baik yang berada di Indonesia maupun di beberapa kantung TKI seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong dan Korea Selatan. Sosialisasi yang telah dilakukan di dalam negeri sejak Mei 2011 adalah di Jakarta, Medan, Bali dan Manado, Kabupaten Kudus, Banyumas, Medan, Mataram, Bandung, Sulawesi, Maluku, Papua dan Kupang. Dalam melakukan sosialisasi tersebut Bank Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan mengikutsertakan anggota DPR sebagai narasumber. Selain itu, Bank Indonesia juga melaksanakan sosialisasi kepada Forum Kepatuhan Perbankan, industri Perbankan, dan Kantorkantor Bank Indonesia. Dalam setiap acara sosialisasi, hadir peserta yang berasal dari penyelenggara KUPU, penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim), akademisi dan perusahaan pos. Sosialisasi juga dilakukan terhadap TKI, PJTKI, calon TKI dan keluarganya di tanah air. Beberapa hal yang disampaikan dalam acara sosialisasi adalah : a. Undang-Undang Transfer Dana memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan transfer dana dari/ke luar negeri (cross border fund transfers) sehingga diharapkan dapat mendorong kegiatan investasi di Indonesia. b. Badan usaha berbadan hukum bukan Bank yang melaksanakan kegiatan transfer dana wajib memperoleh izin Bank Indonesia. Bank tidak perlu memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia karena kegiatan transfer dana merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan bank sesuai UU Perbankan.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
c. Pemantauan (oversight) terhadap penyelengara transfer dana, baik yang berupa bank maupun non bank, dilakukan oleh Bank Indonesia. d. Penerapan prinsip mengenali nasabah (Know Your Customer) dalam pengisian perintah transfer dana. e. Tata cara pengaksepan suatu perintah transfer dana, yaitu pengaksepan dilakukan apabila perintah transfer dana telah memuat informasi lengkap, dana cukup, telah dilakukan otentikasi, dan perintah transfer dana telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. f. Hal-hal lainnya yang disosialisasikan antara lain mengenai: - Saat dimulai dan berakhirnya kegiatan Transfer Dana. - Pelaksanaan transfer dana, hak dan kewajiban para pihak dalam Transfer Dana. - Ketentuan mengenai pengembalian dana karena keadaan memaksa, beku/cabut izin usaha, atau putusan pengadilan. - Ketentuan mengenai pembatalan dan perubahan perintah transfer dana. - Keterlambatan dan kekeliruan transfer dana. - Pengakuan informasi/dokumen sebagai alat bukti yang sah, sejalan dengan pengaturan dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik. - Sanksi Administratif dan sanksi pidana, termasuk pengenaan sanksi pidana kepada korporasi. - Pengecualian rahasia bank untuk konfirmasi transfer dana secara elektronik - Penyerahan unclaimed funds kepada Balai Harta Peninggalan (BHP), dalam hal pengirim dan penerima menyampaikan/ menerima dana secara tunai. - Hak mengenakan biaya transfer dana dan kewajiban memberikan informasi biaya. - Penghitungan kompensasi bunga untuk penyelenggara transfer dana syariah dilakukan dengan mengikuti prinsip syariah. Dalam rangka menindaklanjuti UU Transfer Dana, yang memberikan amanat pengaturan lebih lanjut dalam
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
bentuk PBI, Bank Indonesia melakukan diskusi dengan BHP terkait dengan ketentuan yang mengatur bahwa “Dalam hal Pengirim Asal tidak diketahui keberadaannya dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari, dana hasil transfer tersebut diserahkan oleh Penyelenggara Pengirim Asal kepada BHP sesuai dengan peraturan perundangundangan”. Diskusi tersebut dilakukan untuk mengetahui mekanisme pengalihan dana tunai yang tidak bertuan (unclaimed funds) dari para penyelenggara kepada BHP untuk dituangkan dalam konsep PBI Transfer Dana. Secara garis besar, hasil diskusi tersebut sbb. : a. Secara umum mekanisme penyerahan harta kepada BHP tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Namun demikian, terdapat wacana pengaturan unclaimed funds diserahkan kepada BHP untuk dikelola tanpa melalui penetapan Pengadilan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan efisiensi waktu dan biaya, serta pengaturan unclaimed funds didasarkan pada UU Transfer Dana sehingga terdapat wacana pengaturan unclaimed funds yang berbeda dengan mekanisme yang diatur dalam KUHPerdata. b. Materi pengaturan dalam PBI akan mencakup mekanisme teknis penyerahan unclaimed funds kepada BHP. Mekanisme pengelolaan dan pencairan unclaimed funds dilakukan mengacu pada ketentuan terkait dari Kementerian Hukum dan HAM. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM cq Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum agar dapat menindaklanjuti pengaturan UU Transfer Dana dengan menyusun ketentuan pengelolaan unclaimed funds oleh BHP. c. Materi lain yang akan diatur dalam PBI terkait dengan tata cara penyerahan unclaimed funds sebagai berikut: - Penyerahan unclaimed funds dapat dilakukan kepada kantor BHP yang terdekat dengan lokasi Penyelenggara Pengirim Asal; - Penyerahan dapat dilakukan secara tunai atau melalui transfer; dan
37
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
-
Penyerahan harus disertai dengan berita acara penyerahan yang dilampiri dengan dokumen antara lain fotokopi identitas Pengirim Asal dan fotokopi identitas pejabat Penyelenggara Penerima Asal.
Dilihat dari sisi materi, terdapat beberapa hal penting yang perlu diatur dalam PBI, antara lain : a. Definisi mengenai transfer dana, dana (tunai dan non tunai), perintah transfer dana dan penyelenggara transfer dana. b. Prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan transfer dana seperti: - Pengecualian terhadap prinsip zero hour rules; - Pembayaran atau penyelesaian pembayaran bersifat final (finality of payment/finality of settlement); - Penyerahan terhadap pembayaran (delivery versus payment); dan - Membayar bunga atau kompensasi atas use of funds. Penyusunaan Peraturan Bank Indonesia mengenai Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dan bagi Lembaga Selain Bank Sejak diundangkannya UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP TPPU), salah satu materi pengaturan dalam UU tersebut yang terkait dengan Bank Indonesia,
38
khususnya di bidang sistem pembayaran adalah ketentuan bahwa penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) merupakan pihak pelapor menurut dalam UU PP TPPU tersebut. Terkait dengan rencana penyusunan ketentuan APU dan PPT bagi PJSP secara garis besar hal-hal yang akan diatur dalam ketentuan tersebut meliputi ruang lingkup, tanggung jawab direksi dan komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian internal, sumber daya manusia, tipping off, pengawasan dan sanksi. Isi pengaturan kurang lebih akan sama dengan ketentuan mengenai penerapan prinsip pengguna jasa lainnya, dimana titik berat akan ada pada prosedur yang harus dilakukan oleh PJSP mengenai pengguna jasa dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang dilakukannya. Prosedur ini sebagian besar akan dituangkan dalam mekanisme pelaksanaan Customer Due Dilligence (CDD) dan Enhanced Due Dilligence (EDD), yang antara lain akan mencakup proses identifikasi, verifikasi dan pemantauan terhadap pengguna jasa. Pada akhir tahun 2011, proses penyusunan ketentuan APU dan PPT bagi PJSP telah memasuki tahap finalisasi dan diharapkan pada triwulan pertama tahun 2012 ketentuan tersebut dapat diterbitkan dan diatur mengenai masa transisi pemberlakuannya untuk memberikan kesempatan yang cukup kepada PJSP untuk mempelajari ketentuan tersebut dan melakukan persiapan untuk melaksanakannya.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
39
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran berwenang untuk melakukan pengawasan, selain melakukan pengaturan dan perizinan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Obyek pengawasan sistem pembayaran meliputi sistem yang dikategorikan sebagai SIPS maupun yang non SIPS. Sistem pembayaran yang dikategorikan sebagai SIPS adalah Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). Adapun sistem pembayaran yang non-SIPS meliputi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), Uang Elektronik dan kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU). Ruang lingkup pengawasan Sistem Pembayaran menitikberatkan pada aspek keamanan, keandalan, efisiensi dan perlindungan konsumen.
40
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
dari peserta BI-RTGS dan BI-SSSS yang sebagian besar disebabkan adanya gangguan pada sistem internal peserta. Meskipun terdapat beberapa kali perpanjangan window time, jumlah waktu perpanjangan yang diminta oleh peserta masih dalam batas toleransi yang ditetapkan oleh penyelenggara. Selama tahun 2011, pengelolaan likuiditas oleh peserta pada Sistem BI-RTGS juga berjalan dengan baik dan lancar ditandai dengan terpenuhinya target throughput
4.1 Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Berdasarkan hasil pengawasan selama periode laporan, keandalan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS terjaga dengan baik terlihat dari ketersediaan atau tingkat availability Sistem BI-RTGS yang memenuhi service level yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara. Terjaganya ketersediaan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS selama tahun 2011 tidak terlepas dari keandalan sistem utama BI-RTGS dan BISSSS serta tersedianya infrastruktur back up system yang dapat menggantikan setiap saat bila terjadi gangguan pada sistem utama. Terkait dengan kesinambungan dan kesiapan back up system tersebut, dari hasil pengawasan selama periode laporan telah dilakukan uji coba secara berkala terhadap back up system. Dari sisi waktu penyelenggaraan, selama periode laporan terdapat beberapa kali perpanjangan waktu operasional baik untuk Sistem BI-RTGS maupun BI-SSSS. Permintaan perpanjangan waktu ini karena adanya permintaan Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
guideline oleh hampir semua kelompok peserta. Walaupun tidak semua kelompok peserta memenuhi Throughput guideline tersebut namun hal ini tidak sampai mempengaruhi kelancaran sistem pembayaran pada umumnya. Throughput guideline adalah suatu target yang diharapkan peserta dapat menyelesaikan transaksi melalui Sistem BI-RTGS dengan pola distribusi sebagai berikut: - 30% dari total nilai transaksi per hari diselesaikan sebelum pukul 10.30 WIB; - 30% dari total nilai transaksi per hari diselesaikan antara pukul 10.30 sampai dengan 14.30 WIB; dan - 40% dari total nilai transaksi per hari diselesaikan antara jam 14.30 sampai dengan 16.30 WIB. Dengan mengikuti guideline tersebut diharapkan transaksi-transaksi dari para peserta tidak menumpuk pada akhir hari. Pengawasan terhadap Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Penyelenggaraan SKNBI secara umum sampai dengan akhir periode laporan juga berjalan dengan baik dan lancar. Terdapat perpanjangan waktu layanan sebesar 0,81% dari total waktu operasional normal, namun hal tersebut tidak mengganggu penyelenggaraan SKNBI secara keseluruhan. Sama halnya dengan Sistem BIRTGS, untuk menjaga kelancaran operasional SKNBI, Bank Indonesia juga memiliki prosedur contingency yang didukung dengan infrastruktur back up yang andal. Selama tahun 2011, pengelolaan likuiditas oleh peserta SKNBI juga berjalan dengan baik antara lain dapat dilihat dari kecukupan prefund (baik cash maupun collateral) oleh bank peserta sebagai syarat untuk dapat mengikuti
41
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
kliring, sehingga selama periode laporan tidak terdapat peserta yang tidak bisa mengikuti kliring. Total prefund kliring debet dan kliring kredit yang disediakan peserta sampai dengan bulan Desember 2011 mencapai Rp3.909 triliun dengan total nilai transaksi sampai dengan bulan Desember 2011 sebesar Rp1.970 triliun. Dengan demikian rata-rata penggunaan prefund sampai dengan bulan Desember 2011 adalah 50,5% dengan penggunaan terendah 46% yang terjadi pada bulan November 2011 dan tertinggi 56,1% yang terjadi pada bulan Agustus 2011.
4.2 Pengawasan Sistem Pembayaran di Luar Bank Indonesia Pengawasan terhadap Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) Penyelenggaraan Kartu Kredit Pada periode laporan, terdapat permasalahan terkait kegiatan penagihan (collection) kartu kredit yang dilakukan oleh pihak ketiga. Atas terjadinya permasalahan tersebut Bank Indonesia telah mengirimkan surat kepada seluruh penerbit yang isinya mengingatkan mengenai prinsipprinsip penagihan yang sesuai ketentuan Bank Indonesia. Bank Indonesia juga telah melakukan on site visit ke 12 bank penerbit untuk memastikan kepatuhan penerbit terhadap ketentuan mengenai APMK yang berlaku termasuk pemenuhan terhadap aspek perlindungan nasabah. Berdasarkan hasil monitoring terhadap laporan bank penerbit kartu kredit selama tahun 2011, jumlah kasus fraud selama tahun 2011 adalah sebanyak 7.826 kasus dengan nilai kerugian sebesar Rp 33,3 miliar. Jumlah kasus dan nilai kerugian selama tahun 2011 ini menurun sebanyak 5% dan 18% dibandingkan tahun 2010. Penurunan fraud yang signifikan adalah terkait pemalsuan kartu. Semenjak diimplementasikannya chip pada kartu kredit, fraud jenis pemalsuan kartu setiap tahun mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 13,9% atau sejumlah 477 kasus dibandingkan tahun sebelumnya.
42
Meskipun fraud pemalsuan kartu mengalami penurunan, namun terjadi peningkatan pada fraud pencurian identitas. Sehubungan dengan pergeseran jenis fraud tersebut, Bank Indonesia telah menginformasikan kepada seluruh penerbit kartu kredit. Penyelenggaraan Kartu ATM dan Kartu ATM/ Debet Berdasarkan hasil monitoring laporan yang disampaikan oleh seluruh penerbit selama tahun 2011, fraud kartu ATM/Debet mengalami penurunan nilai kerugian sebesar Rp 15,1 miliar dibandingkan dengan tahun 2010. Hal ini seiring dengan penurunan jumlah kasus fraud yang juga menurun sebanyak 8.391 kasus. Selama periode laporan, total kerugian yang disebabkan oleh fraud adalah sebesar Rp 2,38 miliar yang berasal dari 15.789 kasus. Secara nominal kerugian terbesar berasal dari kartu palsu yaitu sebesar Rp 945,5 juta. Sedangkan dari sisi jumlah kasus fraud terbanyak berasal dari fraud jenis kartu hilang atau di curi dengan nilai kerugian 225 juta yang berasal dari 10.059 kasus. Selanjutnya terkait implementasi teknologi chip dan penggunaan personal identification number (PIN) paling kurang enam digit, Bank Indonesia telah melakukan monitoring kesiapan dari masing-masing penerbit melalui laporan bulanan dan triwulanan yang disampaikan oleh para penerbit kartu ATM/Debet. Pengawasan terhadap Uang Elektronik Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh 11 penerbit uang elektronik sampai dengan akhir periode laporan, tercatat jumlah instrumen yang diterbitkan sebanyak 14,3 juta. Volume transaksi uang elektronik sampai dengan akhir periode laporan sebanyak 41,06 juta dengan nilai transaksi sebesar Rp981,3 miliar. Jumlah merchant uang elektronik sampai dengan akhir Desember 2011 sebanyak 9.001 dengan 59.949 terminal. Dana float yang tersimpan di instrumen pada periode laporan sebesar Rp 133 miliar. Selama periode laporan, telah dilakukan on site visit kepada satu penerbit uang elektronik, dengan tujuan
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
mengevaluasi kepatuhan penyelenggaraan uang elektronik terhadap ketentuan Bank Indonesia yaitu Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) dan Surat Edaran Bank Indonesia No.11/11/DASP perihal Uang Elektronik (Electronic Money). Berdasarkan hasil on site visit, secara umum operasional penyelenggaraan uang elektronik telah mematuhi ketentuan Bank Indonesia, namun masih terdapat beberapa aspek yang perlu dilakukan perbaikan seperti aspek transparansi produk dan aspek penanganan keluhan nasabah.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) Selama tahun 2011, telah dilakukan on site visit kepada dua penyelenggara KUPU di wilayah kantor pusat Bank Indonesia untuk memastikan kepatuhan penyelenggara KUPU terhadap ketentuan yang berlaku. Dari hasil on site visit tersebut, secara umum operasional penyelenggaraan KUPU sudah berjalan sesuai ketentuan. Namun demikian masih terdapat beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian dan harus ditingkatkan dari penyelenggara KUPU seperti aspek pengenalan nasabah, transparansi dan perlindungan konsumen.
43
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
Halaman ini sengaja dikosongkan
44
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
45
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
Arah kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan, akan difokuskan pada upaya peningkatan keamanan dan keandalan sistem pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri sistem pembayaran nasional. Dalam rangka peningkatan efisiensi penyelenggaraan sistem pembayaran nasional, Bank Indonesia terus berupaya mendorong terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi di antara berbagai penyelenggara sistem pembayaran. Selain itu, peningkatan perlindungan konsumen tetap menjadi concern Bank Indonesia dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Arah kebijakan sistem pembayaran ke depan tersebut dilakukan antara lain dengan melanjutkan pengembangan BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II, implementasi Kartu ATM/ Debet berbasis chip, secara bertahap, pengembangan Gerbang Pembayaran Nasional atau National Payment Gateway (NPG), persiapan standardisasi uang elektronik untuk mewujudkan interoperabilitas dalam penyelenggaraan uang elektronik serta persiapan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN.
46
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
Penyempurnaan Blueprint SPN dilakukan kembali dalam rangka merespon kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks di masa yang akan datang. Selain itu, industri pembayaran Indonesia yang berkembang pesat dalam tujuh tahun terakhir, baik yang dipicu oleh faktor internal (dari sisi Bank Indonesia, industri dan konsumen) maupun faktor ekternal (globalisasi dan integrasi Sistem Pembayaran), juga perlu diakomodasi dan diselaraskan dengan Blueprint SPN ke depan. Salah satu faktor eksternal yang perlu mendapat perhatian Bank Indonesia adalah integrasi ekonomi ASEAN melalui pembentukan MEA 2015. Dalam menyongsong
5.1 Penyempurnaan Blueprint Sistem Pembayaran Nasional Dalam Rangka Persiapan MEA Sejalan dengan peningkatan perekonomian Indonesia yang tercermin dari peningkatan volume transaksi dan nilainya baik dalam pasar keuangan maupun pasar modal yang semakin berkembang, maka kebutuhan sistem pembayaran dan setelmen nasional yang andal serta efisien semakin meningkat. Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat juga mendorong munculnya berbagai inovasi produk dan layanan sistem pembayaran dan setelmen di Indonesia. Blueprint Sistem Pembayaran Nasional (Blueprint SPN) disusun sebagai arah kebijakan untuk mewujudkan sistem pembayaran dan setelmen yang efisien, cepat, aman dan andal. Blueprint SPN yang diterbitkan pada tahun 1995 disempurnakan pada tahun 2004 dalam rangka terus mengupayakan terciptanya sistem pembayaran dan setelmen yang lebih efisien, cepat, aman dan andal dalam mendukung perkembangan perekonomian dan sistem keuangan Indonesia.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
pembentukan MEA 2015, Bank Indonesia telah menyusun Blueprint Sistem Pembayaran Nasional (SPN) dalam menghadapi persaingan dengan sistem pembayaran negara ASEAN lainnya dan mengantisipasi kebutuhan interkoneksi dengan sistem pembayaran dan setelmen negara ASEAN. Untuk itu, penyusunan Blueprint SPN dilakukan dengan memetakan kondisi sistem pembayaran dan setelmen Indonesia saat ini, melihat tren sistem pembayaran, menganalisa isu-isu strategis dari sisi kebijakan, kerangka hukum, kelembagaan, instrumen, dan infrastruktur/mekanisme. Untuk sistem pembayaran nilai besar, isu-isu strategis yang mengemuka adalah: - perlunya peningkatan efisiensi, kecepatan, keamanan dan keandalan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran dan setelmen; - perlu adanya national central securities depositories, penggunaan central bank money, serta pemenuhan international standards. Sedangkan untuk sistem pembayaran ritel, isu-isu strategis yang muncul adalah kebutuhan peningkatan efisiensi nasional terkait dengan interoperabilitas, perkembangan berbagai delivery channel yang relatif baru, perlunya peningkatan peran industri dalam menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal, koordinasi antar otoritas, serta perlunya peningkatan daya saing penyelenggara sistem pembayaran domestik. Berdasarkan analisa terhadap kondisi saat ini, arah kebijakan pengembangan sistem pembayaran dan
47
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
setelmen disusun dengan mengutamakan kebutuhan pasar Indonesia (market driven policy), melindungi kepentingan nasional (termasuk didalamnya perlindungan konsumen) dengan melibatkan industri, mengantisipasi kebutuhan interoperabilitas dan memanfaatkan teknologi telekomunikasi. Selain itu, arah kebijakan juga ditujukan untuk mendorong perluasan akses masyarakat terhadap layanan jasa sistem pembayaran melalui pengembangan jaringan penyelenggaraan sistem pembayaran domestik. Langkah kongkrit dari pelaksanaan kebijakan pengembangan sistem pembayaran dan setelmen nasional tersebut akan dijabarkan dalam rencana kerja Bank Indonesia, termasuk kegiatan konsultasi industri baik melalui Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) maupun stakeholder sistem pembayaran Indonesia lainnya.
5.2 Roadmap Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN ASEAN Working Committee on Payment and Settlement Systems (WC-PSS) merupakan bagian dari ASEAN Process untuk sub area sistem pembayaran dan setelmen yang dibentuk dalam ASEAN Central Banks Deputy Governors’ Meeting (ACDM) pada April 2010. WC-PSS tersebut bertugas menyiapkan sistem pembayaran dan setelmen negara-negara anggota ASEAN guna dapat memfasilitasi implementasi MEA 2015. Kegiatan penyiapan oleh WC-PSS dilakukan melalui penyusunan kajian dan rekomendasi kebijakan baik untuk pengembangan sistem pembayaran dan setelmen di ASEAN maupun untuk koordinasi dalam rangka harmonisasi sistem pembayaran dan setelmen di ASEAN. Sesuai amanat pembentukannya, WC-PSS telah menghasilkan kajian pada lima bidang yang disepakati yaitu kajian mengenai pengembangan/penyelenggaraan cross border trade settlement, cross border money remittance, cross border retail payment, cross border capital market settlement, dan standardization in payment & settlement systems. Berdasarkan hasil kajian tersebut, WC-PSS menyusun rekomendasi untuk pengembangan sistem pembayaran dan setelmen di ASEAN yang dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
48
Jangka Pendek (2012 – 2013): Standardisasi Penerapan standar dalam sistem pembayaran dan setelmen merupakan salah satu isu penting dalam kajian WC-PSS. Standar internasional telah diterapkan di beberapa area sistem pembayaran dan setelmen, namun di beberapa kawasan lainnya masih perlu dilakukan identifikasi untuk menentukan standard maupun best practices yang dapat dijadikan acuan. Salah satu poin penting dalam studi mengenai standardisasi adalah perlunya mendorong negara-negara ASEAN untuk menerapkan ISO 20022 yang merupakan standar untuk struktur message dalam pelaksanaan transaksi keuangan secara elektronis. Penerapan ISO 20022 diharapkan dapat mendukung tercapainya integrasi sistem keuangan di kawasan ASEAN. Selain standardisasi, rekomendasi dalam pengembangan dan harmonisasi sistem pembayaran dan setelmen di ASEAN juga meliputi (i) peningkatan transparansi biaya bank (seperti kurs mata uang dan biaya administrasi bank) yang diharapkan dapat mengurangi biaya transaksi perdagangan intra ASEAN terutama transaksi yang berhubungan dengan mata uang asing. Dengan adanya keterbukaan informasi dan persaingan yang semakin luas di antara perbankan, biaya transaksi yang menggunakan mata uang lokal akan menjadi lebih murah; (ii) kebijakan untuk mendorong penggunaan jasa remitansi formal serta peningkatan transparansi biaya remitansi untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen, antara lain melalui dorongan dari bank sentral kepada penyedia jasa keuangan non bank formal untuk dapat menjangkau daerah pedesaan dan masyarakat yang belum menggunakan jasa perbankan; (iii) mendorong penggunaan standar internasional atau standar bersama dalam sistem pembayaran ritel yang memungkinkan tercapainya interoperabilitas antara berbagai sistem pembayaran ritel yang telah ada di kawasan. Selanjutnya, untuk meningkatkan efisiensi dan memperluas penggunaan instrumen pembayaran non tunai, bank sentral dapat memfasilitasi pengembangan common-used instruments di tingkat regional. Selain itu, joint research juga dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan inisiatif pengembangan Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
sistem pembayaran ritel di kawasan ASEAN; (iv) penerapan standar internasional yang memungkinkan penyelenggaraan straight through processing (STP) untuk setelmen surat berharga baik di tingkat domestik maupun lintas batas negara serta memperkenalkan usaha mitigasi risiko seperti delivery versus payment dan payment versus payment jika belum diterapkan di pasar keuangan domestik di ASEAN. Jangka Menengah (2014 – 2015): Pengembangan Infrastruktur dan Prasarana Dalam jangka menengah, ketika ASEAN diharapkan telah mencapai suatu tingkatan penerapan standardisasi, negara-negara anggota ASEAN dapat melakukan pengembangan sistem pembayaran dan setelmen lebih lanjut. Inisiatif pengembangan termasuk dengan membangun atau memanfaatkan jaringan yang sudah ada (misalnya Asian Payment Network/APN). Rekomendasi pengembangan jangka menengah untuk kawasan cross border trade settlement adalah untuk mempelajari mekanisme pencapaian T + 1 dalam transfer dana lintas batas negara. Selain itu, direkomendasikan juga untuk mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan antar negara ASEAN 5. Rekomendasi untuk kawasan cross border money remittance adalah untuk menjajagi kemungkinan pengembangan jaringan sistem pembayaran regional yang telah ada (APN) untuk mengakomodasi kebutuhan remitansi serta memperluas jangkauannya. Selanjutnya, untuk kawasan cross border retail payment systems, rekomendasi yang diberikan adalah untuk mendorong perluasan produk yang dilayani oleh jaringan sistem pembayaran regional, bukan hanya untuk transaksi penarikan tunai menggunakan kartu ATM, melainkan juga untuk kartu debit dan kartu kredit, serta remitansi. Untuk kawasan cross border capital market settlement, rekomendasinya adalah agar WC-PSS bekerja sama dengan ASEAN Capital Market Forum (ACMF) dan WC-Capital Market Development untuk mengkaji berbagai kemungkinan pengembangan infrastruktur sistem pembayaran regional guna mendukung setelmen pasar modal.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Jangka Panjang (Setelah 2015): Mengkaji Kemungkinan Pengembangan Linkages antara berbagai Sistem Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai adalah pengembangan “same day settlement” transfer dana lintas negara. Tujuan jangka panjang ini memerlukan linkages antara berbagai sistem pembayaran di kawasan ASEAN, baik untuk sistem pembayaran ritel, setelmen transaksi perdagangan, atau untuk remitansi. Pada tahap ini, kawasan ASEAN diharapkan telah mengembangkan atau membangun sistem pembayaran yang memiliki interoperabilitas melalui penerapan standar yang sama. Dalam kaitan ini tugas WC-PSS adalah menentukan jenis linkages yang akan dibangun oleh negara-negara ASEAN untuk masing-masing kawasan. Sebagai contoh, kepesertaan beberapa negara pada Continous Link Settlement (CLS) yang dapat memitigasi risiko foreign exchange (FX). Linkages lainnya dapat berupa hubungan antara Automated Clearing House (ACH), RTGS, atau infrastruktur sistem keuangan lainnya.
5.3 Roadmap Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sistem Pembayaran Ritel Sebagai tindak lanjut dari hasil kajian mengenai konsep pengembangan NPG, Bank Indonesia membentuk Forum Group Discussion (FGD) NPG yang beranggotakan perwakilan industri sistem pembayaran yang berasal dari perbankan. FGD tersebut bertugas menyusun kesepakatan model bisnis dan teknis pengembangan NPG yang sesuai dengan kebutuhan industri sistem pembayaran. Dalam perjalanannya, pembahasan FGD NPG dikoordinasikan oleh Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan agar lebih fokus dalam melakukan pembahasan, dibentuk working group dengan pengelompokan sebagai berikut : WG
Tugas Pokok
Kelompok A
Kelembagaan dan Kepemilikan Institusi NPG
Kelompok B
Model NPG yang akan dikembangkan (teknis dan bisnis)
Kelompok C
Tahapan Implementasi NPG
49
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
Pada tahap awal, pembahasan difokuskan pada penentuan model NPG bagi penyelenggaraan sistem pembayaran ritel dan elektronis dan telah disepakati oleh industri perlunya masukan para prinsipal domestik terhadap konsep pengembangan NPG. Hal tersebut mengingat terdapat kemungkinan perubahan pada aspek bisnis dan layanan yang disediakan oleh prinsipal. Pembahasan mengenai NPG selanjutnya difokuskan pada fungsi NPG dalam transaksi domestik dan cross border, dengan prioritas pembahasan pada transaksi domestik. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan aktivitas sistem pembayaran Indonesia saat ini didominasi oleh transaksi domestik. Pembahasan tersebut dibagi dalam tiga besaran, yaitu pembahasan transaksi kartu ATM/ Debet, kartu kredit dan transaksi uang elektronik. Dalam pembahasan, terdapat usulan dari industri antara lain : a. Bank Indonesia mensosialisasikan road map pengembangan NPG kepada industri untuk menyesuaikan rencana bisnisnya. b. Perlunya multiple NPG dengan pertimbangan dapat berfungsi sebagai back up satu dan lainnya dan untuk menghindari terjadinya monopoli. c. Proses dan model bisnis penyelenggaraan transaksi kartu ATM/Debet, kartu kredit dan transaksi uang elektronik. Bank Indonesia melihat bahwa institusi penyelenggara NPG harus memiliki syarat tertentu mengingat peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan transaksi ritel dan elektronis di Indonesia. Untuk itu dilakukan kajian mengenai persyaratan institusi yang akan menjalankan fungsi NPG yang paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Berbadan hukum Indonesia. b. Memiliki kompetensi untuk mengintegrasikan semua jenis teknologi dalam “industri pembayaran elektronik”, baik di sisi front end, middle end, maupun back end. c. Memiliki kompetensi untuk mengintegrasikan transaksi dengan database transaksi bank sentral untuk kepentingan kliring dan setelmen.
50
d. Memiliki kompetensi untuk memproses transaksi dalam waktu seketika dan/atau singkat serta terukur sesuai kebutuhan pengguna dan/atau masing-masing jenis transaksi dan/atau sesuai dengan Service Level Agreement yang disepakati. e. Menerapkan prinsip pengamanan berlapis dengan teknologi pengamanan terkini. f. Mampu menyediakan billing system yang transparan bagi seluruh pihak yang menggunakan layanannya. g. Mampu memastikan penerapan seluruh aspek governance dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Dalam rangka pengembangan NPG, kegiatan yang akan dilakukan adalah penetapan model bisnis dan teknis yang disepakati pelaku industri, penetapan bentuk kelembagaan dan kepemilikan institusi NPG, penyiapan tahapan implementasi dan prasyarat pembentukan institusi NPG, implementasi NPG secara bertahap, implementasi dan operasional NPG secara penuh.
5.4 Standardisasi Uang Elektronik untuk mewujudkan Interoperabilitas dalam penyelenggaraan Uang Elektronik Dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal, Bank Indonesia antara lain melakukan penyusunan standar agar terjadi interoperabilitas uang elektronik. Pada tahap awal, interoperabilitas uang elektronik akan dilakukan terlebih dahulu di sektor transportasi dengan pertimbangan bahwa sektor transportasi merupakan sektor strategis untuk meningkatkan penetrasi pasar uang elektronik, mengingat transaksi pembayaran di sektor ini sangat sesuai dengan karakteristik penggunaan uang elektronik yang ditujukan untuk pembayaran transaksi yang bernilai kecil dengan volume transaksi tinggi/digunakan masal, dan dilakukan secara berulang (reguler). Untuk tahap berikutnya, interoperabilitas uang elektronik akan dilakukan di sektor ritel untuk transaksi pembelanjaan. Dalam periode laporan, tahapan kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan standardisasi dalam rangka
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
interoperabilitas uang elektronik tersebut adalah sebagai berikut: a. Pertemuan dengan stakeholders, dalam hal ini otoritas terkait, pelaku industri, dan beberapa operator, membahas rencana pengembangan standar uang elektronik, pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengembangan standar, dan konsep struktur organisasi pengembang standar uang elektronik. b. Penjajagan dan persiapan pengadaan konsultan pengembangan standar uang elektronik. c. Diskusi dan konsultansi dengan pihak-pihak yang berpengalaman dalam pengembangan uang elektronik. Adapun fokus pengembangan interoperabilitas uang elektronik adalah meningkatkan koordinasi dengan otoritas terkait, disamping terus melanjutkan fasilitasi pihak industri. Koordinasi dengan otoritas terkait terutama dilakukan agar pengembangan standar uang elektronik dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan dapat diterima dengan dukungan dari berbagai pihak. Sementara itu, keterlibatan pihak industri ditandai dengan dialihkannya kegiatan fasilitasi pengembangan uang elektronik oleh Bank Indonesia kepada ASPI dengan fokus kegiatan dalam periode laporan yaitu: a. pembentukan working group (WG) uang elektronik yang terdiri dari Komite E-Money dalam ASPI beserta Bank penerbit dan calon penerbit uang elektronik; b. menyiapkan rencana implementasi prototype uang elektronik di sektor transportasi (model KCJ); dan c. menyiapkan proses penyusunan standar uang elektronik untuk program kerja tahun 2012.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Sejalan dengan hal tersebut, dilakukan pilot project interoperabilitas uang elektronik dengan sistem e-ticketing dengan PT. Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ). Hal ini dilakukan sebagai upaya jangka pendek agar manfaat interoperabilitas uang elektronik dapat segera dirasakan oleh stakeholders sehingga akan mendorong penggunaan uang elektronik oleh masyarakat. Pada perkembangannya, penyusunan standar uang elektronik Indonesia dapat mengadopsi standar uang elektronik yang sudah berlaku secara global atau memodifikasi standar global tersebut seperti halnya NSICCS pada standar kartu ATM/debet. Dalam standardisasi uang elektronik, selain aspek teknis, perlu disepakati pula aspek bisnis untuk mendukung pelaksanaan interoperabilitas uang elektronik, mengingat kesepakatan aspek teknis tidak akan berjalan tanpa disertai kesepakatan aspek bisnis. Arah pengembangan dalam mewujudkan interoperabilitas penyelenggaraan uang elektronik akan dilakukan dengan kegiatan yang meliputi penyusunan model bisnis antar pihak terkait dalam penyelenggaraan, penyusunan kajian potensi pengembangan uang elektronik di beberapa kota, penyiapan lembaga pendukung yang akan mengelola standar baik teknis maupun bisnis, pengujian standar, pemetaan kesiapan industri beserta seluruh perangkat yang diperlukan, implementasi standar uang elektronik secara bertahap, dan implementasi standar uang elektronik secara penuh.
51
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
Boks 5.1
Koordinasi dengan Otoritas Terkait dalam Rangka Standardisasi Uang Elektronik
Koordinasi dengan otoritas terkait dilakukan antara Bank Indonesia dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-4). Dalam rangka koordinasi tersebut, Gubernur Bank Indonesia telah menandatangani Kesepakatan Bersama dengan Menteri Perhubungan dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) pada 14 November 2011 tentang Penyusunan Kebijakan dan Standar Interkoneksi dan Interoperabilitas Uang Elektronik di Sektor Transportasi. Di samping itu, masing-masing instansi sesuai dengan kewenangannya akan menyusun kebijakan dan standar interoperabilitas uang elektronik untuk mendukung penggunaan uang elektronik di sektor transportasi publik baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pada waktunya, apabila standar uang elektronik selesai disusun dan siap untuk diimplementasikan, industri wajib menggunakan standar tersebut agar saling interoperable. Pembahasan mengenai standar uang elektronik juga dilakukan di Kemenkominfo utamanya terkait dengan penyusunan standar spesifikasi teknis dasar teknologi informasi untuk kartu cerdas nirkontak (contactless smart card). Sesuai kesepakatan, untuk grand design standar uang elektronik akan dikoordinasikan Bank Indonesia mengingat adanya nilai uang yang terkandung dalam uang elektronik. Untuk menghindari terjadinya duplikasi dalam pengembangan standar uang elektronik, Bank Indonesia senantiasa melakukan koordinasi dengan Kemenkominfo. Sebagai tindak lanjut Kesepakatan Bersama, telah pula dilakukan beberapa kali pertemuan antara Bank Indonesia dengan Kemenhub dan Kemenkominfo, untuk membahas rencana pembentukan tim kerja gabungan dan rencana kegiatan dalam tiga tahun ke depan. Pembahasan dengan pihak Kemenhub dilakukan untuk membahas kebutuhan e-ticketing di sektor transportasi yang dirasakan cukup mendesak. Hal tersebut dilakukan terkait dengan pengembangan sistem pembelian tiket untuk bis TransYogya - kereta api Prameks – bis Trans Batik Solo di Yogyakarta dan Surakarta, kereta komuter di wilayah Jabodetabek, dan telah digunakannya uang elektronik di bis Trans Pakuan Bogor. Rencana pengembangan yang sama juga akan dilakukan di beberapa wilayah lain seperti di Palembang, penggunaan uang elektronik untuk electronic road pricing (ERP), dan penggunaan uang elektronik di mass rapid transportation (MRT). Selain melakukan koordinasi dengan Kemenhub selaku otoritas transportasi di tingkat nasional, Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan otoritas transportasi di daerah, yaitu Pemerintah Daerah (Pemda) yang membawahkan Dinas Perhubungan, misalnya dengan Pemda Solo. Pada kesempatan tersebut, dilakukan pembahasan mengenai pengembangan uang elektronik pada sektor transportasi di daerah Solo dan sekitarnya. Dalam hal ini, Dinas Perhubungan Solo bekerja sama dengan salah satu bank untuk mengembangkan sistem pembelian tiket Trans Batik Solo menggunakan uang elektronik. Pengembangan uang elektronik pada Trans Batik Solo merupakan salah satu program kerja Kemenhub untuk meningkatkan layanan transportasi di daerah yang rencananya akan dilakukan juga di Yogyakarta, Pekanbaru, dan Manado. Untuk keperluan menjaga tingkat keamanan bagi masyarakat pengguna, Kemenhub juga mempertimbangkan penetapan standar di sisi alat pembaca uang elektronik. Hal tersebut juga sejalan dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 29/PER/M.KOMINFO/09/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi, bahwa setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan teknis. Agar pengembangan interoperabilitas uang elektronik dapat dilakukan secara komprehensif, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan UKP-4.
52
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
5.5 Upaya Perluasan Akses SKNBI kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) �����
Untuk memperluas jangkauan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat, Bank Indonesia mengupayakan adanya perluasan akses SKNBI kepada BPR. Rencana perluasan ini dilatarbelakangi selain untuk memenuhi kebutuhan BPR dalam usaha untuk meningkatkan layanan kepada nasabahnya juga adanya perkembangan kegiatan usaha BPR dalam sistem pembayaran, seperti keikutsertaan BPR dalam jaringan bersama ATM yang diselenggarakan oleh switching company. Namun demikian, keikutsertaan BPR dalam jaringan bersama ATM, belum sepenuhnya mengakomodir kebutuhan nasabah BPR akan adanya layanan transfer dana yang murah dengan jangkauan yang luas. Untuk mengakomodir kebutuhan tersebut, Bank Indonesia akan memperluas akses BPR dalam SKNBI khususnya untuk transfer kredit secara two tier system yaitu pengiriman dan penyelesaian transfer kredit oleh BPR melalui Bank Umum sebagaimana gambar berikut. Pilot project perluasan akses BPR adalah BPR di wilayah Jawa Timur dengan bank umum sebagai Apex BPR. Apex BPR adalah bank umum yang menjalankan fungsi sebagai Apex (pengayom) bagi BPR melalui kerjasama keuangan dan bantuan teknis, dengan prinsip yang saling menguntungkan. Diharapkan dengan penunjukkan Apex BPR sebagai penyelenggara kliring transfer kredit BPR, maka Apex BPR dapat meningkatkan peran dan fungsinya sebagai pengumpul dana (pooling of fund), melakukan kerjasama pembiayaan (Linkage Program) serta memberikan dukungan teknis (Technical Support) bagi anggotanya. Selanjutnya, bagi BPD yang ditunjuk sebagai Apex BPR, hal ini dapat mendukung penguatan BPD tersebut dalam program Regional Bank Champion (RBC)19. Dengan perluasan akses BPR dalam sistem pembayaran ini, diharapkan BPR dapat lebih meningkatkan daya 19 Regional Bank Champion adalah Penguatan BPD bersama dengan program pemantauan inflasi daerah serta pengembangan kluster ekonomi potensial daerah yang bersinergi satu sama lainnya ditujukan untuk kepentingan kemajuan perekonomian daerah. Hal ini merupakan salah satu dari pelaksanaan Revisi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang ditujukan untuk memperkuat struktur perbankan nasional sebagai bagian menjaga kestabilan sistem keuangan Indonesia.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
��������� ����������
��������� ����������
��������� ����������
������������� ����������
������������� ����������
������������� ����������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
��
��
��
��
��
��
���������������
Bagan 5.1 Perluasan Akses SKNBI Kepada BPR
saingnya dalam memberikan jasa layanan kepada masyarakat, juga mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dengan semakin lancarnya lalu lintas pembayaran. Perluasan akses BPR dalam transfer kredit SKNBI di wilayah Jawa Timur akan dilaksanakan pada tahun 2012. Selanjutnya, untuk wilayah lainnya perluasan akses dalam transfer kredit SKNBI akan diimplementasikan berdasarkan prioritas BPR yang membutuhkan.
5.6 Pengembangan SKNBI SKNBI yang diimplementasikan pada tahun 2005 saat ini telah menjadi salah satu alternatif sarana transfer dana masyarakat, khususnya untuk transaksi ritel. Seiring dengan perkembangan kegiatan perekonomian dan kebutuhan bisnis, SKNBI telah mengalami beberapa kali penyempurnaan seperti pengembangan mekanisme no money no game pada kliring debet dan penerapan multiple settlement pada kliring kredit. Namun demikian, penyempurnaan yang telah dilakukan belum sepenuhnya dapat mengakomodir seluruh kebutuhan bisnis pengguna SKNBI. Hal-hal yang belum diakomodir antara lain penyelesaian transaksi pembayaran antar bank yang bersifat rutin, memiliki volume tinggi dan ritel (seperti pembayaran gaji karyawan, angsuran kredit, tagihan
53
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
telepon dan listrik). Terkait aspek infrastruktur, usia teknis aplikasi dan hardware SKNBI akan mencapai delapan tahun pada tahun 2013. Dengan pertimbangan tren pertumbuhan volume transaksi SKNBI, perkembangan kebutuhan bisnis pengguna SKNBI, perkembangan TIK serta dalam rangka menjaga layanan SKNBI, maka pada tahun 2011 Bank Indonesia melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap penyelenggaraan SKNBI. Evaluasi tersebut dilakukan terhadap aspek infrastruktur, bisnis, dan kebijakan/pengaturan dalam SKNBI dengan melibatkan pihak eksternal dalam pelaksanaannya. Dari evaluasi tersebut, telah dihasilkan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan SKNBI saat ini dan pengembangan SKNBI ke depan, yaitu: 1. Rekomendasi jangka pendek Adalah rekomendasi berupa penyempurnaan kebijakan dan proses bisnis penyelenggaraan SKNBI, yang memiliki implikasi minim terhadap aplikasi SKNBI dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu kurang dari 12 bulan. Rekomendasi jangka pendek tersebut antara lain penerapan mekanisme pengiriman transaksi debet secara online, upaya perluasan akses SKNBI kepada BPR dan pemberian bantuan keuangan kepada PKL selain BI, serta edukasi kepada masyarakat mengenai kliring kredit. 2. Rekomendasi jangka panjang Adalah rekomendasi terkait pengembangan sistem kliring baru guna meningkatkan keamanan dan efisiensi penyelenggaraan sistem kliring, antara lain efisiensi likuiditas, penatausahaan dan perluasan akses kepesertaan, dan efisiensi penyelenggaraan kliring lokal. Sebagai tahap awal dalam rangka pengembangan sistem kliring baru tersebut, akan disusun grand design sistem kliring.
Salah satu bentuk pelaksanaan tugas tersebut, Bank Indonesia senantiasa memperkuat aspek hukum di bidang sistem pembayaran, melalui penerbitan berbagai ketentuan Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga terlibat aktif dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan bidang tugas sistem pembayaran. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pada periode laporan mendatang Bank Indonesia akan menyusun peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana). Dalam penyusunan peraturan pelaksanaan UU Transfer Dana, terdapat 10 isu pokok yang akan diatur dalam Peraturan Bank Indonesia, yaitu tata cara transfer dana dari dan ke luar negeri, jasa, bunga, kompensasi, pemberitahuan dan penanganan transfer dana yang tidak terkirim karena kondisi tertentu, tata cara pengaksepan dan penetapan jangka waktu pengambilan transfer dana tunai, tata cara pengembalian dana, mekanisme penyelesaian perintah transfer dana dalam hal terjadi beku, cabut izin usaha atau pailit, jenis kekeliruan dan tata cara koreksi transfer dana, pengenaan biaya dan penyampaian informasi biaya, syarat dan tata cara perizinan, serta pemantauan. Dalam penyusunan ketentuan ini, Bank Indonesia akan melibatkan stakeholders terkait, antara lain perwakilan kalangan perbankan, penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang dan asosiasi di bidang sistem pembayaran. Selanjutnya, dalam rangka penguatan aspek hukum dalam sistem pembayaran, diperlukan adanya ketentuan yang mengatur sistem pembayaran secara lebih komprehensif.
5.7 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran Sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 UUBI, tugas Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran adalah untuk “mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran”.
54
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Artikel
Artikel 1 Identifikasi Kebutuhan Sistem Pembayaran di Daerah Perbatasan dan Terpencil
Dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran nasional yang efisien, cepat, aman, dan andal, Bank Indonesia terus mendorong perluasan penggunaan instrumen pembayaran nontunai ke seluruh wilayah Indonesia. Saat ini penggunaan instrumen non tunai cenderung masih terkonsentrasi di kota-kota besar yang telah memiliki dukungan infrastruktur yang memadai serta aktivitas ekonomi yang tinggi. Upaya perluasan layanan penggunaan instrumen pembayaran non tunai tersebut sejalan dengan program financial inclusion yang dicanangkan Bank Indonesia, dimana salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan dan memperluas akses masyarakat terhadap layanan sistem pembayaran. Pada tahap awal, upaya pengembangan dan perluasan layanan sistem pembayaran di daerah terpencil dan perbatasan perlu didukung oleh ketersediaan informasi dan analisis yang komprehensif untuk mengetahui kebutuhan layanan sistem pembayaran di wilayah tersebut melalui penelitian. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melakukan penelitian di delapan wilayah yang dikategorikan sebagai daerah terpencil20 dan perbatasan21. Dalam penelitian ini responden dibedakan Lokasi dan Kategori Wilayah Survei No 1 2 3 4 5 6 7 8
Wilayah Kabupaten Miangas, SULUT Kabupaten Atambua, NTT Kepulauan Natuna, KEPRI Nunukan , KALBAR Kutacane. NAD Sanggau, KALBAR Krayan, KALTIM Tobelo, MALUT
Kategori Perbatasan Perbatasan Perbatasan Perbatasan Malaysia dan Singapura Terpencil Terpencil Terpencil Terpencil
20 Daerah terpencil dimaksudkan sebagai daerah yang belum terjangkau oleh layanan kas keliling Bank Indonesia 21 Daerah perbatasan merupakan wilayah terdepan berbatasan dengan negara tetangga
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
menjadi tiga kelompok, yaitu Masyarakat Umum, Pedagang atau Pengusaha, serta lembaga keuangan baik bank maupun nonbank. Hasil penelitian tersebut akan digunakan sebagai salah satu dasar dalam proses penentuan kebijakan dan arah pengembangan sistem pembayaran ke depan. Secara umum hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Aktivitas ekonomi masyarakat di wilayah terpencil dan perbatasan masih didominasi oleh aktivitas primer, yaitu ekonomi rumah tangga dengan skala mikro dari sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. 2. Sebagian besar transaksi masyarakat berupa pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti belanja di toko/supermarket, pembelian pulsa/tagihan telepon, pembayaran listrik, transportasi, bahan bakar, dan melakukan transaksi kirim/terima uang yang dilakukan secara tunai. 3. Instrumen pembayaran nontunai yang dikenal selama ini berupa kartu ATM/debet, kartu kredit, cek, dan layanan SMS banking. Terkait dengan uang elektronik, belum ada penggunaan oleh masyarakat namun lebih dari separuh responden menyatakan berminat untuk menggunakannya. 4. Dari sisi kelembagaan, pada umumnya masyarakat menggunakan bank dalam melakukan transaksi pembayaran. Jumlah lembaga keuangan terutama Bank dan jenis layanannya masih terbatas. 5. Terkait infrastruktur pendukung sistem pembayaran nontunai, pada umumnya masih terdapat permasalahan gangguan jaringan telekomunikasi dan listrik. Kondisi ini tentunya kurang mendukung pengembangan layanan pembayaran nontunai. 6. Minat masyarakat untuk mengalihkan transaksi tunai
55
Artikel
ke nontunai cukup tinggi terutama untuk pembayaran keperluan belanja, tagihan listrik, angsuran, dan pembelian tiket pesawat. Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa rekomendasi sebagai berikut: 1. Mendorong kemitraan antara lembaga keuangan dengan non lembaga keuangan. Upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan lembaga keuangan kepada masyarakat. 2. Penguatan koordinasi dan komunikasi dengan instansi dan industri terkait.
pembayaran nontunai kepada masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil dan perbatasan. 4. Salah satu jenis instrumen pembayaran yang dapat dikembangkan di wilayah terpencil dan perbatasan adalah uang elektronik yang menggunakan sarana ‘mobile’. Hal tersebut dikarenakan penetrasi penggunaan sarana mobile di daerah dimaksud relatif besar, selain itu jenis uang elektronik dapat menjangkau lokasi di wilayah terpencil dan perbatasan.
3. Melaksanakan program edukasi mengenai alat
56
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Artikel
Artikel 2 Perluasan Peran Penyelenggara KUPU Non Bank dalam Sistem Pembayaran Ritel dan Mikro
Seiring dengan semakin meningkatnya volume maupun nilai transaksi pengiriman uang baik untuk transaksi antar wilayah Republik Indonesia (RI), dari wilayah RI ke luar negeri, maupun dari luar negeri ke dalam wilayah RI, permasalahan keamanan, efisiensi, dan transparansi semakin menjadi perhatian penting tidak saja bagi para pihak yang terlibat dalam kegiatan transfer dana, namun juga otoritas terkait yang berwenang dalam pengaturan dan pengawasan kegiatan tersebut. Mencermati perkembangan yang terjadi, saat ini selain volume dan nilai transaksi, mekanisme dan sarana yang digunakan dalam kegiatan pengiriman uang, serta pihak yang menyediakan jasa pengiriman uang pun semakin beragam. Jika beberapa tahun lalu kegiatan pengiriman uang masih didominasi oleh bank dan perusahaan pos, sekarang ini lembaga non bank dan bahkan perusahaan telekomunikasi telah merambah bisnis ini. Beberapa tahun lalu apabila kita akan mengirim uang harus datang ke lokasi penyelenggara pengiriman uang, saat ini dapat dilakukan pula dengan menggunakan mobile phone, internet, atau sarana lain yang tidak mengharuskan kita untuk pergi ke tempat penyelenggara pengiriman uang. Apabila dibandingkan dengan luasnya jaringan layanan perbankan, terlihat bahwa kemajuan teknologi dan kemudahan yang ditawarkan oleh bank dalam layanan jasa transfer dana ternyata masih menyisakan kondisi dimana belum seluruh masyarakat Indonesia dapat dengan mudah memperoleh layanan jasa perbankan dengan segala ragam penyebab, misalnya tidak adanya kantor cabang bank di daerah tertentu, terutama daerah pedesaan. Untuk mempercepat pengembangan layanan jasa pengiriman uang sehingga menjangkau seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan, Bank Indonesia sebagai otoritas yang bertugas mengatur dan memperlancar kegiatan sistem pembayaran merasa perlu untuk mengembangkan pola kemitraan
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
antara penyelenggara KUPU non bank dengan bank atau pihak lain sehingga upaya tersebut dapat meningkatkan sinergi antara penyelenggara KUPU non bank dengan pihakpihak tersebut dalam mengembangkan kegiatan usahanya. Pengembangan pola kemitraan tersebut juga dimaksudkan untuk menghindari terjadinya persaingan tidak sehat antara industri perbankan dan penyelenggara KUPU non bank dalam menjalankan kegiatan pengiriman uang. Pengembangan kegiatan penyelenggara KUPU non bank ini sejalan dengan upaya Bank Indonesia dalam mengembangkan konsep financial inclusion khususnya dalam sistem pembayaran untuk mempercepat tercapainya less cash society. Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif dalam memberdayakan pelaku industri KUPU non bank, dilakukan pemetaan terhadap kondisi dan karakteristik penyelenggara KUPU non bank yang saat ini karakteristiknya sangat beragam. Selanjutnya, bentuk pola kemitraan yang dapat diterapkan oleh masingmasing penyelenggara KUPU non bank dengan pihak lain didasarkan pada karakteristik penyelenggara KUPU tersebut. Terkait hal tersebut, Bank Indonesia memiliki peran untuk mendorong dan mempercepat implementasi kemitraan antara penyelenggara KUPU non bank dengan pihak lain untuk memperluas peran penyelenggara KUPU non bank. Perluasan peran penyelenggara KUPU non bank dalam sistem pembayaran ritel dan mikro bertujuan untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam industri pengiriman uang dengan lebih memberdayakan penyelenggara KUPU non bank melalui peningkatan peran penyelenggara KUPU non bank dalam sistem pembayaran ritel dan mikro. Di samping itu, hal tersebut juga dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya financial inclusion dalam sistem pembayaran sehingga seluruh lapisan masyarakat yang selama ini belum terjangkau oleh layanan perbankan dapat
57
Artikel
bank yang bekerjasama dengan penyedia sistem seperti Western Union atau MoneyGram, umumnya tidak memiliki kerjasama dengan pihak lain di luar negeri. Sementara itu, penyelenggara KUPU non bank yang mengembangkan sistemnya sendiri biasanya memiliki kerjasama dengan pihak lain di luar negeri sebagai agen pengirim.
terlayani melalui pola kemitraan penyelenggara KUPU non bank dengan perbankan. Dengan upaya tersebut diharapkan terjadi sinergi positif antara penyelenggara KUPU non bank dengan perbankan dan pihak lain yang juga memberikan fasilitas layanan kepada masyarakat. Dalam penelitian perluasan peran penyelenggara KUPU non bank yang dilakukan melalui studi literatur dan survei terhadap penyelenggaraan KUPU di Indonesia guna memperoleh gambaran mengenai profil dan karakteristik penyelenggara KUPU non bank, dan FGD dengan pihak terkait (industri KUPU, Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang Indonesia, dan otoritas terkait), karakteristik penyelenggara KUPU non bank di Indonesia sangat heterogen. Aspek yang dipandang terkait heterogenitas tersebut adalah dari sisi jaringan kantor, pengembangan sistem, maupun kerjasama dengan pihak lain selain penyedia sistem di luar negeri. Berdasarkan survei yang telah dilakukan di wilayah Jawa Timur, Medan, dan Jabodetabek, diperoleh karakteristik penyelenggara KUPU non bank sebagai berikut:
Adapun peluang pola kemitraan yang dapat dilakukan oleh penyelenggara KUPU non bank yang telah dijajagi melalui diskusi dengan pihak perbankan dan industri sistem pembayaran, baik melalui kerjasama dengan bank maupun dengan pihak selain bank, adalah sebagai berikut: 1. Agen dalam program branchless banking
1. Jaringan kantor
Dari aspek yang terkait dengan jaringan kantor, penyelenggara KUPU non bank di Indonesia ada yang tidak memiliki jaringan kantor, memiliki jaringan kantor hanya di kota-kota besar, dan ada pula yang memiliki jaringan kantor dan outlet yang luas, yang tersebar sampai ke pelosok daerah (remote area) di Indonesia.
Penyelenggara KUPU non bank dapat menjadi agen bank, baik dalam kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU) yang dilakukan oleh bank maupun pola kemitraan dalam rangka memperluas layanan perbankan ke daerah pelosok (remote area). Karakteristik utama yang perlu dimiliki oleh penyelenggara KUPU non bank untuk dapat menjadi agen program branchless banking adalah memiliki jaringan kantor yang luas, khususnya di remote area yang belum terjangkau layanan perbankan sehingga dapat dimanfaatkan perbankan untuk memperluas akses layanan perbankan kepada masyarakat di wilayah tersebut.
2. Sistem yang dikembangkan
2. Collecting agent dalam pembayaran angsuran pembiayaan KUR TKI
Dilihat dari sistem yang dikembangkan, saat ini tidak sedikit penyelenggara KUPU non bank yang hanya memanfaatkan layanan perbankan dalam melakukan kegiatan pengiriman dan/atau penerimaan uang sehingga bsinis prosesnya menjadi sangat sederhana, namun ada pula yang telah membangun sistem sendiri untuk penyelenggaran kegaitan pengiriman dan/atau penerimaa uang yang relatif sarat dengan penggunaan sistem dan teknologi informasi yang mutakhir.
3. Kerjasama dengan pihak selain penyedia sistem di luar negeri
Terkait dengan kerjasama dengan pihak selain penyedia sistem di luar negeri, untuk penyelenggara KUPU non
58
Penyelenggara KUPU non bank yang memiliki kerjasama dengan pihak selain penyedia sistem di luar negeri dapat menjadi agen bank baik sebagai collecting agent pembayaran angsuran KUR TKI atau untuk meneruskan pembayaran angsura KUR TKI dari TKI yang ada di luar negeri kepada bank pemberi kredit. Pola kemitraan ini khususnya diperlukan pada KUR TKI yang diberikan kepada TKI yang bekerja di sektor informal. Karakteristik utama yang perlu dimiliki oleh penyelenggara KUPU non bank untuk dapat menjadi collecting agent dalam pembayaran angsuran pembiayaan KUR TKI adalah memiliki jaringan kantor yang luas, khususnya di luar negeri atau memiliki kerjasama dengan pihak lain di
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Artikel
luar negeri yang dapat berperan sebagai perpanjangan tangan penyelenggara KUPU non bank untuk bertindak sebagai collecting agent pembayaran angsuran pembiayaan KUR TKI. 3. Agen cash-in dan cash-out uang elektronik.
Dalam pola kemitraan ini, karakteristik utama dari penyelenggara KUPU non bank agar feasible untuk bertindak sebagai agen cash-in dan cash-out uang elektronik adalah penyelenggara KUPU non bank yang memiliki jaringan kantor/oulet yang tersebar di seluruh Indonesia, sehingga dapat dimanfaatkan oleh penerbit uang elektronik untuk memperluas jaringan uang elektroniknya di masyarakat. Namun demikian, karakteristik utama tersebut juga harus dilengkapi dengan adanya standar penerapan ketentuan Know Your Customer, Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Teroris, serta memiliki dan mampu mengelola likuiditas dengan baik, khususnya untuk kegiatan cash-out uang elektronik yang dilakukan pengguna uang elektronik.
4. Agen bill and salary payment
Peluang pola kemitraan untuk menjadi agen bill and salary payment pada dasarnya hampir sama dengan menjadi agen cash-in dan cash-out uang elektronik, dimana karakteristik utama yang diperlukan adalah memiliki jaringan kantor/outlet yang tersebar di seluruh Indonesia, sehingga utilities company atau biller agrerator dapat memperluas jangkauan pelayanan penerimaan pembayaran tagihan bulanan dari masyarakat di remote area. Selain itu, terkait dengan kegiatan sebagai agen dari salary payment, diperlukan prasyarat lain, yaitu memiliki dan mampu mengelola likuiditas dengan baik. Peran Bank Indonesia dalam mendukung pola kemitraan Penyelenggara KUPU non bank dapat dilakukan melalui fungsinya, baik sebagai fasilitator maupun sebagai regulator. Dalam fungsinya sebagai fasilitator, Bank Indonesia telah beberapa kali memfasilitasi pertemuan antara perbankan dengan penyelenggara KUPU non bank dalam upaya menjajagi berbagai kemungkinan dilakukannya kemitraan
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
antara 2 (dua) industri tersebut. Selanjutnya sebagai regulator, Bank Indonesia perlu merumuskan kebijakan dan aturan yang dapat mendukung pengembangan kegiatan pola kemitraan dan melakukan koordinasi dengan otoritas terkait, seperti PPATK dan pengawas perbankan. Rekomendasi 1. Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai fasilitator perlu terus mendukung perluasan peran penyelenggara KUPU non bank dalam upaya menciptakan industri KUPU non bank yang sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan memfasilitasi peluang-peluang pola kemitraan antara penyelenggara KUPU non bank dengan pihak lain, baik berupa Bank seperti yang telah dilakukan selama periode penelitian maupun dengan institusi lain selain bank seperti biller aggregator, utilities companies (antara lain PLN, PDAM, Telkom) atau penerbit uang elektronik. 2. Mengingat penyelenggara KUPU non bank sangat heterogen, Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai regulator perlu menyusun aturan yang lebih komprehensif mengenai penyelenggara KUPU non bank dalam upaya menciptakan industri KUPU yang sehat. Terkait dengan pola kemitraan penyelenggara KUPU non bank, dalam aturan tentang KUPU non bank tersebut, Bank Indonesia dapat menetapkan kriteria penyelenggara KUPU non bank yang dapat melakukan kemitraan dengan industri lain. 3. Dalam konsep pengembangan pola kemitraan perlu dilakukan koordinasi baik dalam lingkup internal Bank Indonesia maupun dengan pihak eksternal antara lain PPATK khususnya dalam penerapan prinsip Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme. 4. Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang Indonesia (APPUI) perlu menyusun code of conduct (etika bisnis) dalam melakukan kemitraan dengan industri lain, sehingga persaingan antar penyelenggara KUPU non bank dalam melakukan kemitraan dengan industri lain dapat berjalan dengan kondusif.
59
Artikel
Halaman ini sengaja dikosongkan
60
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
BAGIAN 2 PENGEDARAN UANG
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
61
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
62
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
Menjamin Ketersediaan Uang Rupiah Layak Edar di Seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional Uang memiliki fungsi yang penting dalam mendukung kelancaran transaksi perekonomian. Hal ini tercermin dari kinerja perekonomian Indonesia selama tahun 2011 yang terus tumbuh dengan didukung oleh ketersediaan jumlah uang Rupiah layak edar. Dengan peran yang demikian penting, BI senantiasa berupaya mencapai misinya yaitu terpenuhinya kebutuhan uang rupiah di masyarakat dalam jumlah yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
63
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
Guna menjaga kualitas uang dalam kondisi layak edar, BI melakukan pemusnahan atas uang yang tidak layak edar. Pemusnahan uang selama tahun 2011 tercatat sebanyak 5,8 miliar lembar uang kertas dan 71,0 juta keping uang logam, baik dari uang yang masih berlaku maupun yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran.
6.2 Isu Strategis dan Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011 Dalam mencapai misi BI di bidang Pengedaran Uang, BI menetapkan berbagai strategi kebijakan yang didasarkan pada berbagai faktor dan isu strategis baik yang terjadi sepanjang tahun 2011 maupun tahun-tahun sebelumnya.
6.1 Perkembangan Pengedaran Uang Tahun 2011 Peran penting uang Rupiah dalam mendukung kelancaran transaksi ekonomi tercermin dari peningkatan pertumbuhan uang kartal yang diedarkan (UYD) dari 12,1% pada tahun 2010 menjadi 16,9% pada tahun 2011. Selain itu, terdapat kenaikan tambahan kebutuhan uang sebesar 49,2%, yaitu dari Rp36,3 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp54,2 triliun pada tahun 2011. Selama tahun 2011, terjadi kenaikan aliran uang kartal layak edar dari BI (outflow) sebesar 40,6% yaitu dari Rp247,3 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp347,6 triliun. Kenaikan jumlah outflow yang cukup signifikan tersebut dibarengi dengan strategi pendistribusian uang ke seluruh wilayah NKRI hingga ke daerah terpencil dan terdepan. Sejalan dengan outflow, jumlah aliran uang yang masuk dari perbankan dan masyarakat ke BI (inflow) meningkat signifikan sebesar 39,1% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp211,0 triliun menjadi Rp293,4 triliun.
64
Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan masih tingginya preferensi dan budaya masyarakat untuk menggunakan uang kartal sebagai alat transaksi mempengaruhi kinerja dan kebijakan pengedaran uang. Selain itu, pemenuhan kebutuhan uang kartal di masyarakat dalam kondisi yang layak edar di seluruh wilayah Indonesia bahkan hingga ke wilayah terpencil dan terdepan juga menjadi perhatian dalam rangka menjamin ketersediaan uang Rupiah. Beberapa isu lain yang merupakan kelanjutan dari isuisu tahun sebelumnya adalah antara lain peningkatan kualitas dan unsur pengaman uang untuk mengantisipasi tingkat pemalsuan uang dan semakin tingginya tuntutan stakeholders untuk meningkatkan peran berbagai pihak di luar bank sentral dalam pengelolaan uang Rupiah. Memperhatikan perkembangan strategis yang ada, maka kebijakan BI di bidang pengedaran uang dilakukan dengan mengacu pada tiga pilar utama. Pilar pertama, peningkatan kualitas uang yang beredar dan pemenuhan permintaan uang sesuai kebutuhan. Dalam upaya peningkatan kualitas uang dilakukan melalui beberapa strategi antara lain penyempurnaan unsur pengaman dan elemen desain (up grading) uang kertas pecahan besar, yaitu Rp20.000, Rp50.000, dan Rp100.000. Melalui penyempurnaan tersebut, diharapkan masyarakat dapat lebih mudah mengenali ciri keaslian uang rupiah sehingga mempersempit ruang gerak pemalsuan uang.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
Selain itu, untuk mengetahui kondisi dan kualitas uang di berbagai wilayah Indonesia, BI melakukan survei pemantauan kualitas uang yang beredar di wilayah Kantor Pusat dan 9 Kantor Koordinator BI yang meliputi 30 Kabupaten/Kota. Adapun kebijakan untuk pemenuhan kebutuhan uang dilakukan dengan menyusun rencana kebutuhan uang (RKU). Selanjutnya RKU menjadi dasar bagi BI dalam melakukan pengadaan bahan uang dan pencetakan uang. Disamping itu, sebagaimana kebijakan tahun-tahun sebelumnya, BI tetap melakukan upaya peningkatkan penanggulangan uang palsu, pengadaan uang secara komprehensif dan tepat waktu serta distribusi uang ke seluruh wilayah di Indonesia. Terkait dengan penanggulangan uang palsu, selain dengan upaya represif yang bekerjasama dengan POLRI, BI juga melakukan upaya preventif melalui sosialisasi keaslian uang Rupiah dan memasukkan materi keaslian uang Rupiah dalam kurikulum pendidikan SMU dan sederajat. Pilar kedua, peningkatan efisiensi operasional kas di BI dan perbankan. Strategi penting dalam rangka efisiensi operasional kas dilakukan dengan penyempurnaan Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di BI yang diberlakukan pada bulan April 2011. Ketentuan ini memberikan akses yang lebih luas kepada bank umum dalam menyetorkan kelebihan likuiditas rupiah dengan tetap memperhatikan optimalisasi transaksi uang kartal antar bank (TUKAB). Strategi lainnya adalah pemantauan kegiatan pengolahan Rupiah dan layanan nasabah oleh perbankan dan perusahaan Cash in Transit (CIT). Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perbankan dan perusahaan CIT dalam memenuhi standar pengolahan uang yang ditetapkan BI. Pengolahan uang oleh perbankan dan perusahaan CIT memegang peran penting dalam meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat. Pilar ketiga, pengembangan layanan kas BI dengan mengikutsertakan peran perbankan dan pihak terkait lainnya. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka optimalisasi
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
layanan kas yang selama ini rutin dilakukan, yaitu layanan kas BI, layanan kas di luar kantor dan layanan penukaran bagi nasabah perbankan dan masyarakat. Pengembangan layanan kas dengan melibatkan pihak terkait lainnya juga dilakukan untuk meningkatkan penyediaan rupiah dan layanan kas di wilayah terpencil dan terdepan NKRI. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjamin penyediaan uang rupiah layak edar dan layanan kas serta menjaga eksistensi Rupiah terutama di daerah terpencil dan wilayah perbatasan. Kegiatan layanan kas di daerah terpencil dan terdepan NKRI dilakukan dengan menggunakan armada BI atau transportasi umum lain, ataupun melalui kerjasama dengan Kepolisian Perairan (Polair) dan TNI Angkatan Laut (TNI-AL). Kerjasama dengan Polair dan TNI-AL dilakukan di wilayah Kepulauan Seribu di Provinsi DKI, Kepulauan Sangihe Talaud di Provinsi Sulawesi Utara, dan Kepulauan Natuna serta Bintan di Provinsi Riau. Sedangkan kegiatan di wilayah Kepulauan Ternate di Provinsi Maluku Utara, Negeri Lama di Provinsi Sumatera Utara, Bengkayang di Provinsi Kalimantan Barat, Atambua di Propinsi Nusa Tenggara Timur serta di Berau dan Malinau di Provinsi Kalimantan Timur dilakukan dengan menggunakan armada BI atau transportasi umum lainnya.
6.3 Arah Kebijakan ke Depan Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,3% – 6,7%, dengan target inflasi sebesar 4,5%(+ 1%), serta perkiraan nilai tukar rupiah yang relatif stabil terhadap mata uang lainnya. Berdasarkan outlook tersebut, serta masih tingginya preferensi dan budaya masyarakat untuk menggunakan uang kartal, kebutuhan uang kartal pada tahun 2012 diperkirakan meningkat dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 14,0%. Selain perkiraan kebutuhan uang kartal yang meningkat pada tahun 2012, berbagai faktor strategis yang terjadi di tahun 2011 masih akan mempengaruhi penerapan kebijakan pengedaran uang pada tahun-tahun mendatang. Beberapa faktor strategis tersebut antara lain
65
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
pemenuhan kebutuhan uang di seluruh wilayah NKRI; isu kualitas uang yang beredar; kebutuhan pengembangan kegiatan pengedaran uang yang terintegrasi dengan didukung oleh kelancaran jalur distribusi, keamanan, kecukupan khazanah, dan penerapan teknologi yang tepat guna dalam pengelolaan uang; serta pengembangan penanggulangan uang palsu. Mempertimbangkan berbagai faktor dan isu strategis tersebut, arah kebijakan BI pada tahun 2012 tetap akan terfokus pada tiga pilar rancangan kebijakan.
66
Berkaitan dengan penguatan dan pengembangan layanan kas BI, strategi layanan kas di wilayah terpencil dan terdepan NKRI akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang. Pada tahun 2012, upaya penguatan tersebut dilakukan dengan adanya Nota Kesepahaman kerjasama antara BIdengan TNI-AL. Melalui Nota Kesepahaman ini, kesinambungan kerjasama dalam hal penyediaan transportasi bagi kegiatan layanan kas untuk menjangkau wilayah terpencil dan terdepan NKRI tetap terjaga.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
67
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Perkembangan pengedaran uang pada tahun 2011 dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun laporan. Secara umum, perkembangan UYD masih mengikuti pola musiman sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dengan level yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2010. Perkembangan jumlah UYD ini mendorong kecenderungan peningkatan rasio UYD terhadap konsumsi masyarakat (rumah tangga). Hal ini mengindikasikan masih pentingnya peranan uang kartal sebagai alat pembayaran di masyarakat. Selain faktor ekonomi, penerapan penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI yang dikeluarkan pada bulan April 2011 berpengaruh terhadap peningkatan jumlah aliran uang kartal yang keluar dari BI ke perbankan dan masyarakat (outflow) dan aliran uang kartal yang masuk dari perbankan dan masyarakat ke BI (inflow), serta penurunan rasio cash in vault perbankan sebagai respon manajemen pengelolaan kas oleh perbankan paska penyempurnaan ketentuan tersebut. Meskipun terjadi peningkatan kebutuhan uang kartal selama tahun 2011, namun persediaan uang kartal di BI pada posisi akhir tahun masih terjaga untuk memenuhi kebutuhan perbankan dan masyarakat. Peningkatan kebutuhan uang kartal yang terjadi sepanjang tahun 2011 dicermati oleh BI dengan menyediakan uang layak edar yang dibarengi dengan upaya menjaga dan meningkatkan kualitas uang kartal yang beredar di masyarakat, salah satunya dengan melakukan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE).
68
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
������������������
��������� ���
���� ���
����
���
��� �������
����
���
����
���
����
���
���� ���
���
���
���
���
���
��� ���
�
��
��� ����
��
�
��
��� ����
��
�
��
���
��
���
����
Grafik 7.1 Perkembangan UYD, PDB dan Inflasi
7.1 Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) Pola perkembangan UYD tidak terlepas dari perkembangan aktivitas perekonomian nasional dan pola musiman, dimana kenaikan UYD terjadi pada periode menjelang hari raya keagamaan, libur dan pendaftaran sekolah, serta tahun baru. Selama tahun 2011, posisi UYD tertinggi terjadi pada tanggal 26 Agustus yang bertepatan dengan awal Hari Raya Idul Fitri, dengan posisi UYD mencapai Rp391,9 triliun. Sedangkan jumlah UYD terendah terjadi pada tanggal 24 Maret 2011 yang mencapai Rp285,7 triliun. Jumlah rata-rata UYD harian selama tahun 2011 tercatat sebesar Rp320,4 triliun, meningkat 16,9% dari rata-
Tabel 7.1 Rata-rata UYD Harian dan Posisi UYD Periode
2009
2010
2011
UYD Rata-rata (Triliun)
244,4
274,0
320,4
Pertumbuhan (yoy)
10,7%
12,1%
16,9%
Posisi UYD Akhir Th. (Triliun)
279,0
318,6
373,0
Pertumbuhan (yoy)
5,5%
14,2%
17,1%
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
rata UYD tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp274,0 triliun. Laju pertumbuhan rata-rata UYD tersebut lebih tinggi dari tahun 2010 sebesar 12,1% (Tabel 7.1). Hal ini mencerminkan adanya peningkatan perputaran dan pengendapan uang kartal sejalan dengan masih meningkatnya kebutuhan uang kartal masyarakat, yang tercermin dari kinerja perekonomian nasional yang cukup tinggi selama tahun 2011 (Grafik 7.1) Penggunaan uang kartal sebagai alat pembayaran di masyarakat juga memperlihatkan peran yang cukup penting dalam perekonomian. Selain tercermin dari laju pertumbuhan rata-rata UYD yang tinggi, peran penting uang kartal juga terlihat dari rasio jumlah UYD terhadap konsumsi masyarakat (rumah tangga) yang menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2011, rasio tersebut sebesar 32,0%, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 30,6%. (Grafik 7.2). Perkembangan UYD selama tahun 2011 mengikuti pola musiman sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, namun dengan level yang lebih tinggi. Pola musiman tersebut ditandai oleh kenaikan UYD pada periode hari raya keagamaan, tahun baru, dan libur sekolah. Secara bulanan, jumlah rata-rata UYD harian tertinggi terjadi pada bulan September dan Desember masingmasing sebesar Rp350,1 triliun dan Rp349,3 triliun, atau
69
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
� ����
���� ����
���
����
�������������������� �����������������������
����
������������������
����
���� ����
��� ����
���
���� ����
���
���
��� ��� ����
���
���
��� ��� ����
���
���
��� ��� ����
���
���
Grafik 7.2 Pertumbuhan UYD, Konsumsi RT, Rasio UYD terhadap Konsumsi RT
bersamaan dengan periode liburan paska Idul Fitri, serta Hari Natal dan Tahun Baru (Grafik 7.3). Pangsa UYD di perbankan pada tahun 2011 menurun dibandingkan dari tahun sebelumnya, terutama sejak bulan Maret. Penurunan pangsa UYD di perbankan tersebut merupakan respon perbankan atas diberlakukannya penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan oleh bank umum di BI yang berlaku pada awal Maret 2011. Kebijakan tersebut memberikan akses yang lebih luas kepada perbankan untuk menyetorkan kelebihan likuiditas rupiah ke BI.
���
���
���
���
���
���
���
����
���
���
���
Grafik 7.4 Perkembangan Pangsa UYD di Perbankan
Pada paruh pertama tahun 2011, pangsa UYD di perbankan cenderung menurun, dan mulai mengalami kenaikan pada triwulan III sejalan dengan kenaikan cash in vault perbankan untuk mengantisipasi pemenuhan kebutuhan penarikan uang kartal masyarakat pada periode hari raya keagamaan (Grafik 7.4) Pangsa UYD di masyarakat secara bulanan selama tahun 2011 berkisar antara 81,6% sampai dengan 85,5%, atau rata-rata per tahun sebesar 84,2%, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 83,4%. Pangsa UYD di perbankan selama tahun laporan mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 16,6% menjadi sebesar 15,8% (Tabel 7.2). Berdasarkan nominal, UYD rata-rata di
���������� ������ ���� ������
����
Tabel 7.2. Pangsa UYD di Bank dan Masyarakat
����
������
Periode
������
������
������
� �� � �� � �� � �� � �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� � �� � �� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
Grafik 7.3 Perkembangan UYD
70
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des Tahunan
Masy
2010 Bank
Masy
2011 Bank
81,4% 83,1% 83,3% 83,9% 84,5% 84,8% 84,0% 83,6% 80,1% 83,0% 84,4% 84,2% 83,4%
18,6% 16,9% 16,7% 16,1% 15,5% 15,2% 16,0% 16,4% 19,9% 17,0% 15,6% 15,8% 16,6%
81,9% 83,1% 84,5% 84,9% 85,2% 85,5% 84,9% 83,9% 81,6% 85,0% 85,2% 84,9% 84,2%
18,1% 16,9% 15,5% 15,1% 14,8% 14,5% 15,1% 16,1% 18,4% 15,0% 14,8% 15,1% 15,8%
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
� �����
� ���� ����
���� ����
���� ����
�����
�����
����
����� ��
����� ����
����
����
���
�����
������������ ������ ������ �������
��
�����
����
����� ����� ����
�� �����
����� ��
�
��� ����
�����
���� ��� ��� ��� ����
����
����
����
����
�����
�����
����
����
����
����
����
����
�����
Grafik 7.5 Pangsa UYD Berdasarkan Nominal
Grafik 7.6 Pangsa UYD Berdasarkan Lembar/Keping
masyarakat dan perbankan menunjukkan kenaikan sejalan dengan meningkatnya jumlah UYD secara keseluruhan. Jumlah UYD di masyarakat meningkat dari Rp228,0 triliun menjadi Rp269,9 triliun, demikian pula dengan UYD di perbankan meningkat dari Rp45,6 triliun menjadi Rp50,6 triliun.
Secara nominal, pangsa UYD pecahan Rp100.000 terus mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan jumlah lembar, pangsa UYD untuk UPB menunjukkan kecenderungan meningkat, sementara pangsa UPK cenderung menurun. Fenomena ini mencerminkan semakin tingginya penggunaan UPB dalam kegiatan transaksi masyarakat sehari-hari. Hal ini juga menunjukkan penggunaan UPB oleh perbankan yang terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kebutuhan pemenuhan likuiditas bank maupun pemenuhan kebutuhan penyediaan uang di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang menunjukkan indikasi pergeseran ke penggunaan UPB.
Sebagian besar UYD pada posisi akhir tahun laporan merupakan uang kertas, yang mencapai 99,0% dari seluruh total UYD. Pangsa tersebut sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar98,9%. Secara nominal, pada posisi akhir tahun laporan, UYD per pecahan didominasi oleh Uang Pecahan Besar (UPB) pecahan Rp20.000 ke atas, sedangkan berdasarkan jumlah lembar/keping, sebagian besar UYD merupakan Uang Pecahan Kecil (UPK) pecahan Rp10.000 kebawah. Pangsa UPB yang diedarkan mencapai 92,8%, dengan komposisi pangsa pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000 masing-masing sebesar 55,5%; 34,8%; dan 2,5% (Grafik 7.5). Sementara itu, berdasarkan jumlah lembar/keping, pangsa UPB mencapai 19,5% dengan pangsa pecahan Rp100.000 mencapai 7,9%, sedangkan pecahan Rp50.000 dan Rp20.000 masing-masing 9,9% dan 1,8% dari total lembar/keping UYD. Berdasarkan jenis pecahannya, UPK dengan pangsa terbesar adalah UL pecahan Rp100 dan Rp500 yang mencapai 17,4% dan 16,6% dari total lembar/ keping UYD (Grafik 7.6).
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
7.2 Aliran Keluar dan Masuk Uang Kartal Melalui BI (Outflow dan Inflow) Aliran uang kartal melalui BI terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah uang kartal yang diedarkan. Kenaikan outflow dan inflow tersebut diikuti oleh pola fluktuasi outflow dan inflow yang relatif tidak berbeda dengan pola tahun sebelumnya. Jumlah aliran uang yang keluar dari BI ke perbankan dan masyarakat (outflow) menunjukkan kenaikan cukup signifikan yaitu sebesar 40,6%, atau dari Rp247,3 triliun menjadi Rp347,6 triliun. Demikian halnya dengan aliran
71
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
����������
����������
�����
�����
�����
���� ���� ����
�����
����� ���� ����� ������ ������� �������
����
����
����
� ������
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
���
����
����
����
����
Grafik 7.7 Inflow, Outflow, dan Netflow Uang Kartal
Grafik 7.8 Perkembangan Jumlah Outflow Uang Kartal
uang yang masuk ke BI dari perbankan dan masyarakat (inflow), yang mengalami peningkatan sebesar 39,1% , yaitu dari Rp211,0 triliun pada tahun sebelumnya menjadi Rp293,4 triliun. Pertumbuhan outflow dan inflow di tahun 2011 merupakan pertumbuhan tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Hal tersebut dipengaruhi oleh naiknya kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal yang dibarengi dengan adanya kebijakan penyetoran dan penarikan uang Rupiah oleh bank umum di BI.
Rp123,3 triliun dan Rp107,2 triliun. Secara musiman, tingginya jumlah outflow uang kartal pada periode tersebut masih dipengaruhi oleh kenaikan kebutuhan uang kartal masyarakat untuk keperluan transaksi pada periode Ramadhan dan Idul Fitri yang terjadi pada akhir bulan Agustus, serta untuk kebutuhan Natal dan Tahun baru (Grafik 7.8).
Jumlah outflow selama tahun 2011 lebih besar dari jumlah inflow, sehingga terjadi net outflow uang kartal sebesar Rp54,2 triliun, naik 49,2% dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp36,3 triliun. Hal ini mencerminkan terjadinya kenaikan kebutuhan uang kartal di masyarakat sebagai respon tumbuhnya perekonomian nasional, serta masih tingginya preferensi dan budaya masyarakat untuk menggunakan uang kartal sebagai alat transaksi ekonomi, serta meningkatnya jumlah penduduk usia produktif (Grafik 7.7).
Berdasarkan pecahan, terdapat kenaikan pangsa outflow UPB pecahan Rp20.000 ke atas, yaitu dari 93,7% pada tahun 2010 menjadi 95,0%. Adapun pangsa tertinggi terjadi pada pecahan Rp100.000 yang mencapai sebesar
� �����
���� ����
72
���� ����
�����
�����
�����
�����
����
����
���� ����� ����
������ ����� ����� ������
����
Jumlah outflow menunjukkan kenaikan hingga triwulan III, dan menurun di triwulan IV, meskipun dengan jumlah yang lebih besar dari jumlah outflow di triwulan I dan triwulan II. Kecenderungan outflow tersebut memiliki pola yang sama pada 3 tahun terakhir, namun dengan jumlah yang semakin meningkat. Jumlah outflow tertinggi terjadi pada triwulan III dan triwulan IV masing-masing sebesar
���� ����
����
���
�����
����
Grafik 7.9 Jumlah Outflow Uang Kartal Berdasarkan Pangsa Per Pecahan
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
� �����
����
�����
�����
�����
����
����
����
�����
�����
���� ���� ����
����
�����
�����
���� �����
�����
�����
���������� �����
���� ���� ����
����
���� �����
����
�����
����
����
���
��� ����
����
��������
����������
��������
�������
�����������
��
����
����
����
����
Grafik 7.10 Penyebaran Pangsa Outflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
Grafik 7.11 Perkembangan Jumlah Inflow Uang Kartal
51,1% dari total outflow, atau meningkat 49,2% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, pecahan lainnya menunjukkan kecenderungan pangsa yang semakin menurun (Grafik 7.9).
Sebagaimana outflow, sebagian besar inflow selama tahun 2011 adalah pecahan Rp100.000 dengan kecenderungan yang semakin meningkat, sedangkan pecahan lainnya cenderung menurun. Hal ini sejalan dengan komposisi pangsa UYD. Pangsa inflow UPB sedikit meningkat dari 94,6% menjadi 94,8% pada tahun 2011. Adapun pangsa inflow pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000 masing-masing sebesar 47,3%, 44,7%, dan 2,8% (Grafik 7.12).
Berdasarkan wilayahnya, jumlah outflow terbesar terjadi di Kantor Pusat (KP) BI dan wilayah lainnya di Pulau Jawa (Non-KP), masing-masing sebesar 29,2% dan 24,0%. Selama tahun 2007 sampai dengan 2010, outflow di wilayah Sumatera termasuk dalam dua terbesar secara nasional, namun hal tersebut mengalami pergeseran di tahun 2011. Selain peningkatan kebutuhan uang kartal, faktor penyempurnaan kebijakan penyetoran dan penarikan uang rupiah oleh bank umum di BI diindikasikan mempengaruhi terjadinya pergeseran pangsa outflow tersebut (Grafik 7.10). Fluktuasi inflow uang kartal pada 2 tahun terakhir menunjukkan pola yang sama namun dengan jumlah yang lebih tinggi pada tahun 2011. Sebagaimana outflow, tingginya jumlah inflow pada triwulan III terutama disebabkan adalah peningkatan penyetoran likuiditas uang layak edar oleh perbankan paska Idul Fitri. Selama triwulan III, jumlah inflow tercatat sebesar Rp102,5 triliun, dimana jumlah terbesar terjadi pada bulan September yaitu sebesar Rp66,0 triliun, yang juga sekaligus merupakan jumlah inflow tertinggi sepanjang tahun 2011 (Grafik 7.11).
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
� �����
���� ����
���� ����
���� ����
����
����
�����
������ ����� ����� ������
����
����
�����
�����
�����
�����
�����
��� ����
����
����
Grafik 7.12 Jumlah Inflow Uang Kartal Berdasarkan Pangsa Per Pecahan
73
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Tabel 7.3 Jumlah Netflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah (Triliun Rp)
� �����
����
����
���� ����
���� ����
���� ����
�����
�����
�����
����
����
����
�����
�����
����
Wilayah
�����
���� �����
�����
�����
2009
2010
2011
Kantor Pusat BI
(16,3)
(17,1)
(38,6)
Jawa Non KP
32,1
34,0
40,4
Bali + Nustra
(2,5)
(4,3)
(6,1) (22,2)
Sumatera
(12,8)
(24,6)
Kalimantan
(9,0)
(14,6)
(16,3)
Sulampua
(4,5)
(9,8)
(11,4)
Total
(13,0)
(36,3)
(54,2)
��� ����
����
����
��������
����������
��������
�������
�����������
��
Grafik 7.13 Penyebaran Pangsa Inflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
Berdasarkan wilayahnya, jumlah Inflow terbesar terjadi di wilayah Jawa (Non KP) dan KP yang masing-masing mencapai sebesar 42,2% dan 21,5% dari total inflow. Selama 3 tahun terakhir, terjadi kenaikan pangsa inflow di wilayah Jawa (Non KP), sedangkan di KP dan wilayah Sumatera justru menunjukkan kecenderungan penurunan pangsa inflow (Grafik 7.13). Selama tahun 2011, jumlah outflow lebih besar dari jumlah inflow uang kartal (net outflow). Hal ini terjadi sepanjang triwulan II sampai dengan IV 2011, sejalan
dengan kondisi pada tahun sebelumnya. Outflow tertinggi terjadi pada triwulan III, namun net outflow terbesar selama tahun 2011 terjadi pada triwulan IV yang mencapai Rp37,2 triliun. Hal ini disebabkan tingginya outflow pada triwulan III dibarengi dengan tingginya inflow pada triwulan yang sama, sehingga jumlah net outflow pada triwulan III lebih rendah dari triwulan IV. Adapun jumlah outflow uang kartal yang cukup besar pada triwulan IV terjadi menjelang Natal dan menjelang tahun baru, sehinga arus uang kartal masuk dalam jumlah besar diperkirakan akan terjadi pada awal triwulan tahun 2012 (Grafik 7.14). Pola netflow uang kartal tahun 2011 tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Jumlah outflow yang lebih besar dari jumlah inflow (net outflow) terjadi di wilayah KP dan wilayah lainnya, sedangkan net inflow terjadi di wilayah Jawa di luar Jakarta (Tabel 7.3).
���������� ���� ���� ���� ����
����
���
������
������ ����
����
����
����
7.3 Posisi Kas Bank Indonesia Rasio persediaan kas BI sepanjang tahun 2011 berkisar diatas 3,2 bulan rata-rata outflow, relatif aman untuk memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat. Rasio tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 5,9 bulan rata-rata outflow. Penurunan rasio tersebut terutama disebabkan adanya kenaikan rata-rata outflow tahun 2011.
Grafik 7.14 Perkembangan Jumlah Netflow Uang Kartal
74
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
7.4 Pemusnahan Uang
Tabel 7.4 Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Wilayah
Guna menjamin kualitas uang kartal yang beredar di masyarakat dalam kondisi layak edar, secara berkala BI melakukan pemusnahan uang tidak layak edar berupa uang lusuh, uang rusak, uang cacat, serta uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran. Pada tahun 2011, jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan tersebut setara dengan Rp161,8 triliun. Rasio pemusnahan uang sebesar 55,2% dari total inflow uang kertas yang masuk ke BI. Rasio tersebut lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 65,2%, dipengaruhi kenaikan inflow paska penerapan penyempurnaan kebijakan penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum. Selain uang kertas, pada tahun 2011 dilakukan pemusnahan uang logam dengan cara dilebur. Jumlah uang logam yang dimusnahkan senilai Rp19,1 miliar. Jumlah lembar uang kertas yang dimusnahkan sepanjang tahun 2011 sebanyak 5,8 miliar lembar atau naik 18,2% dari tahun sebelumnya sebesar 4,9 miliar lembar. Secara triwulanan, jumlah lembar uang kertas yang dimusnahkan cenderung tinggi pada triwulan I dan triwulan IV. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya aliran masuk uang kartal pada periode tersebut paska berakhirnya hari keagamaan dan tahun baru (Grafik 7.15). Berdasarkan wilayahnya, jumlah uang yang dimusnahkan terbesar terdapat di wilayah Jawa non KP sebesar 46,3%
������������� ���� ���� ���� ����
����
Kantor Pusat BI Jawa Non Kantor Pusat Bali + Nustra Sumatera Kalimantan Sulampua
2009
2010
2011
28,9% 43,1% 2,5% 16,5% 2,8% 6,2% 100,0%
23,8% 47,4% 2,7% 17,4% 3,4% 5,2% 100,0%
19,8% 46,3% 4,1% 19,8% 3,4% 6,6% 100,0%
serta di KP dan wilayah Sumatera masing-masing sebesar 19,8% dari total uang yang dimusnahkan. Kondisi tersebut sejalan dengan tingginya jumlah inflow uang kartal di wilayah tersebut (Tabel 7.4). Berdasarkan denominasi, sebagian besar pemusnahan uang adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, masingmasing mencapai 47,6% dan 39,5% dari total uang kertas yang dimusnahkan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah pemusnahan uang secara nominal, pangsa uang kertas pecahan Rp100.000 yang dimusnahkan menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan jumlah lembar pemusnahan uang kertas, pecahan Rp5.000 ke bawah dan Rp50.000 merupakan pecahan terbanyak yang dimusnahkan masing-masing 45,3% dan 26,4%. (Tabel 7.5) Rasio pemusnahan terhadap inflow uang kertas mengalami penurunan dari 65,2% menjadi 55,2% sejalan dengan meningkatnya inflow uang kartal ke BI. Semakin kecil denominasi akan menunjukan rasio pemusnahan uang terhadap inflow yang semakin tinggi. Rasio pemusnahan uang tidak layak edar pecahan Rp20.000 ke bawah cenderung stabil pada kisaran di atas 85,0% dari
����
Tabel 7.5 Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi
����
Pecahan � ����
����
����
����
Grafik 7.15 Perkembangan Jumlah Lembar Uang Kertas yang Dimusnahkan
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
100,000 50,000 20,000 10,000 <=5000
Berdasarkan Nominal
Berdasarkan Jumlah Lembar
2009
2010
2011
2009
2010
2011
28,6% 46,6% 10,8% 6,5% 7,5% 100,0%
36,6% 51,1% 5,0% 3,3% 4,1% 100,0%
39,5% 47,6% 4,5% 4,0% 4,3% 100,0%
5,2% 17,0% 9,8% 11,9% 55,9% 100,0%
10,2% 28,5% 7,0% 9,1% 48,8% 100,0%
11,0% 26,4% 6,2% 11,1% 45,3% 100,0%
75
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Tabel 7.6 Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi Pecahan
Tabel 7.7 Jumlah dan Pangsa Jumlah Uang Logam yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi
2009
2010
2011
100,000
21,7%
55,6%
46,1%
50,000
27,0%
69,1%
58,7%
20,000
88,2%
92,1%
88,6%
10,000
92,7%
89,0%
90,9%
< 5,000
89,9%
89,6%
86,1%
Jumlah
30,1%
65,2%
55,2%
total inflow, yang mencerminkan bahwa sebagian besar uang pecahan tersebut yang masuk kembali ke BI adalah uang tidak layak edar (Tabel 7.6). Pada tahun 2011, terdapat pemusnahan uang logam tidak layak edar yang setara dengan nilai Rp19,1 miliar atau 71 juta keping. Secara nominal, sebagian besar uang yang
76
Pecahan 1,000 500 200 100 50 25 10 5
Miliar Rp
Pangsa
Ribu Keping
Pangsa
1,3 13,7 0,4 3,5 0,1 0,1 0,0 - 19,1
7,0% 71,7% 2,2% 18,1% 0,7% 0,4% 0,0% 0,0% 100,0%
1,3 27,4 2,1 34,5 2,6 3,0 0,0 - 71,0
1,9% 38,5% 2,9% 48,6% 3,7% 4,3% 0,1% 0,0% 100,0%
dimusnahkan merupakan uang logam pecahan Rp500 dan Rp100, masing-masing sebesar 71,7% dan 18,1% dari total pemusnahan. Sementara berdasarkan jumlah keping, sebagian besar merupakan pecahan uang logam Rp100 dan Rp500, masing-masing sebesar 48,6% dan 38,5% dari total keping uang logam yang dimusnahkan (Tabel 7.7).
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
77
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Misi BI dibidang Pengedaran Uang adalah memenuhi kebutuhan uang dimasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, pecahan yang sesuai, tepat waktu dan kondisi yang layak edar. Dalam mencapai misi tersebut, kebijakan BI selama tahun 2011 mengacu pada tiga rancangan kebijakan, yaitu 1) Peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) Peningkatan efisiensi operasional kas di BI dan Perbankan; serta 3) Pengembangan layanan kas BI dengan mengikutsertakan peran perbankan dan pihak terkait lainnya.
78
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
kebutuhan uang perbankan dan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, dalam kondisi yang layak edar, lancar, tepat waktu serta dalam jumlah dan pecahan yang sesuai dengan kebutuhan. Kebijakan yang ditempuh sepanjang tahun 2011 dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas uang rupiah dan pemenuhan permintaan kebutuhan uang, meliputi: 1. Melakukan perencanaan kebutuhan uang Rupiah secara komprehensif 2. Melakukan pengadaan uang dan bahan uang secara tepat waktu; 3. Meningkatkan kelancaran distribusi uang 4. Meningkatkan unsur pengaman dan elemen desain pada uang kertas pecahan besar 5. Pemantauan kualitas uang 6. Meningkatkan upaya penanggulangan peredaran uang palsu ;
8.1 Peningkatan Kualitas Uang yang Beredar di Masyarakat dan Pemenuhan Permintaan Uang Sesuai dengan Jenis Pecahan yang dibutuhkan
7. Strategi pemusnahan uang dalam rangka clean money policy
Perencanaan Kebutuhan Uang Rupiah
Dalam mengemban misi BI di bidang pengedaran uang, diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas rupiah sebagai uang yang dipercaya dan diterima oleh masyarakat. Sebagai uang yang dipercaya dan diterima oleh masyarakat, Rupiah memiliki nilai ekonomi yang dipercaya, aman dari pemalsuan uang, dalam kondisi layak edar, mudah dikenali ciri-ciri keasliannya, mudah dilakukan handling, serta memiliki nilai estetika/ keindahan.
Guna memenuhi kebutuhan uang Rupiah yang meningkat dari tahun ke tahun, mengganti uang yang tidak layak edar (UTLE), serta mempertimbangkan kecukupan kas BI, secara berkala BI menyusun Rencana Kebutuhan Uang (RKU). RKU merupakan proyeksi perhitungan kebutuhan tambahan uang untuk seluruh unit kerja kas di KPBI dan KBI untuk periode tertentu, baik jumlah nominal maupun komposisi pecahan uang.
Dalam rangka mewujudkan tersedianya Rupiah yang berkualitas, BI senantiasa melakukan evaluasi dan analisis terhadap uang yang telah diedarkan, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Selain itu, BI juga melakukan continuous improvement khususnya terkait dengan pengkinian unsur pengaman uang.
Penyusunan RKU tersebut digunakan sebagai acuan bagi BI dalam menetapkan kebijakan strategis berupa penetapan Rencana Pencetakan Uang dan Rencana Pengadaan Bahan Uang. Selain itu, penyusunan RKU juga digunakan secara operasional sebagai pedoman dalam rangka distribusi uang ke seluruh unit kerja kas di KPBI dan KBI.
Upaya peningkatan kualitas uang juga dibarengi dengan peningkatan kebijakan untuk menjamin pemenuhan
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Hal-hal yang diperhatikan dalam perencanaan kebutuhan uang antara lain variabel makro ekonomi seperti
79
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga (deposito), nilai tukar dan kondisi perekonomian. Disamping itu, data pendukung yaitu data historis realisasi outflow, inflow, pemusnahan uang dan posisi kas, serta kondisi ekonomi dan karakteristik daerah turut diperhitungkan dalam perencanaan kebutuhan uang untuk masing-masing unit kerja kas. Sebagaimana pelaksanaan perencanaan tahun sebelumnya, perencanaan kebutuhan uang tahun 2012 telah dilakukan pada triwulan II tahun 2011. secara internal pelaksanaan perencanaan kebutuhan uang dilakukan berkoordinasi dengan satuan kerja terkait serta unit kerja kas di KPBI dan KBI. Secara ekternal dilakukan koordinasi dengan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan RI.
Pengadaan Pencetakan Uang dan Bahan Uang Berdasarkan hasil penyusunan RKU, setiap tahun BI melaksanakan kegiatan pengadaan pencetakan uang dan pengadaan bahan uang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang rupiah yang cukup, sesuai denominasi, layak edar dan tepat waktu. Dalam melaksanakan proses pengadaan, BI berpegang pada ketentuan pengadaan yang berlaku dengan mengedepankan prinsip - prinsip pengadaan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, terbuka, bersaing, adil dan tidak diskriminatif. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh harga pencetakan uang dan bahan uang yang wajar serta risiko pengadaan yang terkelola dengan baik. Pada tahun 2011, BI merencanakan pencetakan uang kertas (UK) sebanyak 5,8 miliar lembar dan uang logam (UL) sebanyak 244,9 juta keping. Adapun realisasi penerimaan HCS UK dan UL pada akhir tahun 2011 mencapai 100% dari rencana pencetakan uang. Untuk memenuhi kebutuhan pencetakan uang tahun 2011, BI menetapkan pengadaan kertas uang dan logam uang. Realisasi penerimaan kertas uang dan logam uang selama tahun 2011 masing-masing mencapai 100,9% dan 100% dari rencana pengadaan bahan uang. Kelebihan
80
penerimaan kertas uang berasal dari penggantian kertas uang yang digunakan pada proses uji mutu bahan uang. Pelaksanaan Distribusi Uang Guna memenuhi kebutuhan uang layak edar di seluruh wilayah Indonesia, BI melaksanakan kegiatan distribusi uang ke seluruh unit kerja kas di KPBI dan KBI. Pelaksanaan kegiatan tersebut berpedoman pada Rencana Distribusi Uang (RDU) yang mengacu pada RKU yang telah ditetapkan. Untuk memperlancar kegiatan distribusi uang serta memperhatikan ketersediaan moda transportasi, maka kegiatan distribusi uang dilakukan melalui 11 KBI yang telah ditunjuk sebagai Kantor Depot Kas (KDK) yaitu KBI Medan, KBI Padang, KBI Palembang, KBI Bandung, KBI Semarang, KBI Surabaya, KBI Denpasar, KBI Banjarmasin, KBI Makassar, KBI Balikpapan dan KBI Manado. Setiap KDK bertanggungjawab terhadap distribusi uang di KBI dalam wilayah koordinasinya. Disamping itu, dengan mempertimbangkan efisiensi biaya dan ketersedian moda transportasi, dilakukan pengiriman secara langsung ke 5 unit kerja kas di KPBI dan KBI (PgUK, KBI Batam, KBI Bandar Lampung, KBI Pontianak, KBI Jayapura). Pelaksanaan kegiatan distribusi uang dari KPBI ke seluruh unit kerja kas di KBI dilakukan dengan menggunakan berbagai moda transportasi, seperti angkutan darat (truk remise, kereta api), angkutan laut (kapal penumpang dan kapal barang), maupun angkutan udara (pesawat udara). RDU Tahun 2011 terdiri dari kegiatan distribusi uang yang ditetapkan sebesar Rp194,1 triliun, dengan realisasi sebesar Rp215,9 triliun atau 113,3% dari rencana. Meningkatkan Unsur Pengaman dan Elemen Desain pada Uang Kertas Pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000 Dalam rangka mengoptimalkan fungsi elemen pada desain uang kertas pecahan Rp20.000 Tahun Emisi (TE) 2004, Rp50.000 TE 2005 dan Rp100.000 TE 2004, BI secara resmi telah mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas (UK)
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
rupiah desain baru dengan unsur pengaman yang telah ditingkatkan (upgrading) untuk ketiga pecahan tersebut melalui penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tanggal 1 Agustus 2011. Adapun pengedaran uang kertas desain baru tersebut secara luas dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2011.
Boks 8.1
Paska penerbitan dan pengedaran ketiga UK desain baru tersebut, maka desain lama pecahan Rp20.000 TE 2004, Rp50.000 TE 2005 dan Rp100.000 TE 2004 masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran oleh BI. Penjelasan mengenai uang kertas desain baru pada Boks 8.1.
Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000 Desain Baru
Dalam upaya meningkatkan kualitas uang, Bank Indonesia mengoptimalkan fungsi elemen pada desain uang kertas (UK) dan penyempurnaan unsur pengaman (security features) untuk pecahan Rp100.000 Tahun Emisi (TE) 2004, Rp50.000 TE2005, dan Rp20.000 TE2004. Melalui penyempurnaan unsur pengaman uang kertas pecahan besar tersebut, masyarakat diharapkan lebih mudah mengenali uang antar pecahan, ciri-ciri keaslian uang, dan memberikan perlindungan dari upaya-upaya pemalsuan uang. Ketentuan yang mengatur mengenai pengeluaran dan pengedaran uang kertas yang disempurnakan tersebut ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2011 dan pengedarannya dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2011. Secara umum, elemen desain utama uang pecahan besar tersebut seperti warna dominan uang, bahan uang, gambar utama dan ukuran uang adalah tetap atau tidak mengalami perubahan. Uang Kertas Pecahan Rp20.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru Pengeluaran dan pengedaran uang kertas pecahan Rp20.000 TE 2004 desain baru didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/16/PBI/2011 tanggal 1 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/29/PBI/2004 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2004. Beberapa perubahan atau penyempurnaan pada uang kertas pecahan Rp20.000 TE 2004 desain baru adalah sebagai berikut : a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing pada sebelah kanan gambar utama berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu; b. Penambahan desain berbentuk lingkaran-lingkaran kecil berwarna hijau dan ditengahnya berwarna putih yang letaknya tersebar pada sebelah kanan gambar utama; c. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah empat parsegi panjang yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak pada samping kiri gambar utama.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
81
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Uang Pecahan Rp20.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru
Tampak Depan
Tampak Belakang Ciri-ciri Uang Kertas Rp20.000 TE 2004 Desain Baru Nama Uang Kertas : Mata Uang : Seri / Emisi : Pecahan : Tgl. Penerbitan : Penanda tangan : Tanda Air : Bahan : Ukuran : Warna Dominan - Depan : - Belakang : Disain Utama - Depan : - Belakang : - Lain-lain :
Uang Kertas Bank Indonesia Rupiah Pahlawan Nasional / Tahun 2004 Desain Baru Rp20.000,1 Agustus 2011 - Darmin Nasution - Halim Alamsyah Oto Iskandar Di Nata Serat Kapas 147 x 65mm Hijau Hijau Gambar Oto Iskandar Di Nata Pemetik Teh Untuk membantu orang yang bermasalah dengan penglihatan, pada lembar uang tersebut diberi tanda (blind code) berupa dua buah persegi panjang yang terasa kasar bila diraba
Uang Kertas Pecahan Rp50.000 Tahun Emisi 2005 Desain Baru Pengeluaran dan pengedaran uang kertas pecahan Rp50.000 TE 2005 desain baru didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/17/PBI/2011 tanggal 1 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/42/PBI/2005 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp50.000 (Lima Puluh Ribu) Tahun Emisi 2005. Beberapa perubahan atau penyempurnaan pada uang kertas pecahan Rp50.000 TE 2005 desain baru adalah sebagai berikut : a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing pada sebelah kanan gambar utama berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu; b. Penambahan desain berbentuk lingkaran-lingkaran kecil berwarna oranye dan ditengahnya berwarna putih yang letaknya tersebar pada sebelah kanan gambar utama;
82
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
c. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah segi tiga yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak pada samping kiri gambar utama. Uang Pecahan Rp50.000 Tahun Emisi 2005 Desain Baru
Tampak Depan
Tampak Belakang Ciri-ciri Uang Kertas Rp50.000 TE 2005 Desain Baru Nama Uang Kertas : Mata Uang : Seri / Emisi : Pecahan : Tgl. Penerbitan : Penanda tangan : Tanda Air : Bahan : Ukuran : Warna Dominan - Depan : - Belakang : Disain Utama - Depan : - Belakang : - Lain-lain :
Uang Kertas Bank Indonesia Rupiah Pahlawan Nasional / Tahun 2005 Desain Baru Rp50.000,1 Agustus 2011 - Darmin Nasution - Hartadi A. Sarwono I Gusti Ngurah Rai Serat Kapas 149 x 65mm Biru Biru Gambar I Gusti Ngurah Rai Danau Beratan Bedugul Bali Untuk membantu orang yang bermasalah dengan penglihatan, pada lembar uang tersebut diberi tanda (blind code) berupa dua buah segitiga yang terasa kasar bila diraba
Uang Kertas Pecahan Rp100.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru Pengeluaran dan pengedaran uang kertas pecahan Rp100.000 TE 2004 desain baru didasarkan pada PeraturanBank Indonesia Nomor 13/18/PBI/2011 tanggal 1 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/28/PBI/2004 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp100.000 (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2004. Beberapa perubahan atau penyempurnaan pada uang kertas pecahan Rp100.000 TE 2004 desain baru adalah sebagai berikut :
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
83
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing pada sebelah kanan gambar utama berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu; b. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah lingkaran yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak pada samping kiri gambar utama. c. Penambahan penulisan DEWAN PERWAKILAN DAERAH pada gambar gedung MPR/DPR RI yang semula bertuliskan“MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT” menjadi “MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH”.
Uang Pecahan Rp100.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru
Tampak Depan
Tampak Belakang Ciri-ciri Uang Kertas Rp100.000 TE 2004 Desain Baru Nama Uang Kertas : Mata Uang : Seri / Emisi : Pecahan : Tgl. Penerbitan : Penanda tangan : Tanda Air : Bahan : Ukuran : Warna Dominan - Depan : - Belakang : Disain Utama - Depan : - Belakang : - Lain-lain :
84
Uang Kertas Bank Indonesia Rupiah Pahlawan Nasional / Tahun 2004 Desain baru Rp100.000,1 Agustus 2011 - Darmin Nasution - Ardhayadi W.R. Supratman Serat Kapas 151 x 65 mm Merah Merah Gambar Proklamator RI Gambar Gedung MPR, DPR dan DPD Untuk membantu orang yang bermasalah dengan penglihatan, pada lembar uang tersebut diberi tanda (blind code) berupa dua buah lingkaran yang terasa kasar bila diraba
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Survei Uang Rupiah dalam rangka Pemantauan Kualitas Uang Untuk mengetahui kualitas uang rupiah yang beredar di masyarakat, BI melakukan pemantauan kualitas rupiah dengan melaksanakan Survei Tingkat Kelusuhan Uang Rupiah. Responden survei adalah masyarakat umum di 10 (sepuluh) wilayah kerja BI, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Makassar dan Denpasar. Adapun cakupan wilayah survei dari setiap wilayah berada dalam radius kurang dari 20 km, 20-40 km, dan di atas 40 km dari masing-masing KBI wilayah survei. Adapun jumlah responden sebanyak 1.231 responden. Terdapat 3 tujuan utama pelaksanaan survei tingkat kelusuhan uang, yaitu:
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi sebagai berikut:
Hasil Survei
Kondisi 1. Tingkat kelusuhan uang yang Beredar.
a. Semakin besar pecahan, semakin baik kualitasnya.
b. Kondisi riil pecahan Rp10.000 ke atas berada di atas
harapan responden.
c. Semakin jauh lokasi responden dari KBI, tingkat
kelusuhan uang semakin tinggi. 2. Kualitas uang di ATM dan melalui
Kualitas uang yang diperoleh dari ATM lebih baik diband
kasir bank.
ingkan dengan uang yang diperoleh dari kasir.
3. Pemahaman terhadap penukaran
a. Sebanyak 60,1% responden mengetahun bahwa UTLE
uang tidak layak edar. dapat ditukarkan ke bank umum.
b. Sebanyak 72,1% responden mengetahui UTLE dapat
ditukarkan ke BI. 4. Kebiasaan pembayaran.
Sebagian besar responden terbiasa untuk menggunakan
uang lusuh terlebih dahulu untuk transaksi dan setoran
ke bank.
5. Informasi uang logam Rp1.000.
a. Sebanyak 96,3% responden mengetahui BI mengeluar
kan dan mengedarkan UL pecahan Rp1.000.
b. Sebanyak 94,8% responden menyatakan pernah
1. Memperoleh informasi mengenai kualitas uang yang beredar di masyarakat, apakah telah sesuai dengan yang diharapkan dan apakah kegiatan layanan kas yang dilakukan BI dalam rangka menjaga kualitas uang uang beredar tersebut telah memadai.
memperoleh UL pecahan Rp1.000.
2. Mengetahui tingkat pemahaman dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap kebijakan pengeluaran dan pengedaran uang logam pecahan Rp1.000 TE 2010 dan uang kertas Rp10.000 TE 2005 desain baru.
3. Memperoleh opini/pendapat masyarakat atas dikeluarkannya pecahan Rp10.000 TE 2005 desain baru untuk mengatasi kesulitan masyarakat membedakan pecahan Rp10.000 TE 2005 desain lama dengan Rp100.000 TE 2004.
desain baru.
Survei dilakukan dengan metode kuesioner dengan pertanyaan tertutup, memilih tingkat kelusuhan terhadap gambar uang (skala 1/sangat lusuh sampai 8/baik) untuk menentukan standar kelayakan edar masing-masing pecahan serta meminta kepada responden untuk menunjukkan fisik uang yang dimiliki untuk memperoleh gambaran riil kondisi tingkat kelusuhan uang (skala 1/ sangat lusuh sampai dengan 4/baik).
kan peran perbankan untuk mengatasi kondisi
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
c. Sebanyak 76,4% responden lebih menyukai pecahan
Rp1.000 berbentuk uang kertas.
d. Sebanyak 57,5% responden menyatakan desain
gambar uang logam bagus; 81,6% menyatakan beratnya cukup memadai; 53,9% responden menyatakan ukurannya terlalu kecil; dan 78,7% menyatakan menyukai jenis bahan logam yang
digunakan.
e. Sebagian besar responden (79,1%) juga menyatakan
bahwa pecahan uang logam Rp1.000 TE 2010 mudah dibedakan dengan pecahan lain. 6. Kebijakan desain baru UK Rp10.000.
a. Sebagian besar responden (99,1%) mengetahui BI
TE 2005 mengeluarkan dan mengedarkan UK Rp10.000 TE 2005
b. Sebanyak 98,5% responden mengetahui adanya
perubahan warna pada desain uang.
c. Sebanyak 96,8% responden menyatakan lebih mudah
membedakan dengan UK pecahan Rp100.000 TE 2004. 7. Informasi lain.
a. Alternatif bahan uang yang lebih kuat (durable).
b. Kajian terhadap mekanisme layanan kas yang melibat
kelusuhan uang di daerah yang lokasinya relatif jauh dari KBI.
c. Perlunya sosialisasi ke masyarakat untuk menyetorkan
uang lusuhnya ke bank dan mendorong perbankan untuk dapat mambantu tugas menarik UTLE dari masyarakat.
d. Perlunya penyempurnaan materi sosialisasi ciri keaslian
uang Rupiah untuk lebih mengenalkan unsur pengaman lain terutama tinta berubah warna (OVI) dan cetakan pelangi (rainbow printing)
85
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Penanggulangan Peredaran Uang Palsu Jumlah temuan uang palsu selama tahun 2011 mengalami penurunan cukup signifikan sebesar 42,3% dibanding tahun sebelumnya, dengan rasio temuan uang palsu sebesar 10 lembar setiap satu juta lembar uang kertas yang diedarkan. Rasio ini lebih rendah dibandingkan dengan rasio tahun 2010 sebesar 20 lembar temuan uang palsu setiap satu juta uang kertas yang diedarkan. Meskipun terjadi penurunan jumlah temuan uang palsu, namun disinyalir terdapat kecenderungan peningkatan kualitas pemalsuan uang sebagai dampak kemajuan teknologi di bidang pencetakan. Mengantisipasi peningkatan resiko kerugian masyarakat terhadap peningkatan kualitas pemalsuan uang, BI menempuh langkah-langkah preventif maupun represif dalam strategi penanggulangan peredaran uang palsu. Upaya penanggulangan uang palsu secara preventif dilakukan melalui peningkatan unsur-unsur pengaman pada uang serta diseminasi informasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Iklan Layanan Masyarakat (ILM). Penyebarluasan informasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah secara langsung kepada masyarakat dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi, yaitu kegiatan sosialisasi dan edukasi keaslian uang Rupiah, pameran dan pagelaran kesenian tradisional yang dilakukan dan diikuti BI, serta melalui kegiatan Training of Trainers (ToT) yang dilakukan bekerjasama dengan pihak terkait lainnya yang dituangkan dalam suatu nota kesepahaman. Kegiatan sosialisasi keaslian uang rupiah secara langsung dilakukan kepada perbankan dan instansi lainnya yang berasal dari berbagai kalangan, seperti akademisi, pelajar dan mahasiswa, pengusaha, karyawan, organisasi kemasyarakatan, maupun aparat hukum. Sosialisasi secara langsung juga dilakukan pada pelaksanaan berbagai kegiatan pameran yang diikuti BI di berbagai wilayah Indonesia yaitu Jakarta, Padang, Balikpapan, Mataram, Teluk Gelam, Cilegon, Palembang dan Pontianak.
86
Kekayaan ragam budaya Indonesia menjadi inspirasi bagi pelaksanaan kegiatan sosialisasi keaslian uang Rupiah. Pagelaran wayang yang kaya dengan nilai-nilai budaya menjadi salah satu media sosialisasi keaslian Rupiah kepada masyarakat luas. Sepanjang tahun 2011, BI melaksanakan 10 kali kegiatan pagelaran wayang di wilayah Jakarta, Purwokerto, Bojonegoro, Banyuwangi, Sukabumi, Kudus, Boyolali, Bandar Lampung dan Palembang, dengan jumlah audience mencapai 11.000 orang. Guna memperluas jangkauan kegiatan diseminasi keaslian uang Rupiah secara langsung melalui kegiatan ToT dan sosialisasi, BI menjalin kerjasama dengan 3 instansi di luar perbankan yang dalam transaksinya banyak menggunakan uang kartal, yaitu PT. Petamina, PT. Transjakarta dan Perum Pegadaian. Melalui kerjasama tersebut, para peserta pelatihan dibekali dengan pengetahuan yang memadai tentang keaslian uang rupiah, sehingga diharapkan dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat serta mampu berperan sebagai narasumber dalam kegiatan sosialisasi keaslian uang Rupiah yang dilaksanakan secara mandiri di lingkungan kerjanya. Upaya preventif secara langsung dalam penanggulangan uang palsu juga dilakukan melalui kerjasama antara BI dengan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama Kantor Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Kerjasama tersebut dilakukan dengan menyusun silabus ciri-ciri keaslian uang Rupiah untuk dimasukkan dalam kurikulum SMU sederajat. Melanjutkan keberhasilan di Sukabumi, ke depan kerjasama tersebut akan diperluas di wilayah lainnya. Sosialisasi keaslian uang Rupiah secara tidak langsung melalui ILM, yang dikenal dengan “3D” (Dilihat, Diraba. Diterawang), terus dilakukan selama tahun 2011 melalui berbagai media massa, baik elektronik maupun cetak, seperti radio, koran dan majalah. Melalui publikasi tersebut, masyarakat diharapkan dapat memperoleh kemudahan dalam mengenali ciri-ciri keaslian Rupiah. Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilakukan melalui peningkatan koordinasi dengan
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
BOTASUPAL dan aparatur penegak hukum lainnya seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman.
1. Penyempurnaan sistem dan prosedur penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI.
Dalam rangka membantu proses penyidikan tindak pidana uang Rupiah palsu oleh pihak Kepolisian, BI menerima permintaan pemeriksaan laboratorium dari POLRI untuk digunakan sebagai salah satu alat bukti di persidangan. Selain itu, BI juga turut berperan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus pemalsuan uang Rupiah di pengadilan.
2. Pemantauan kegiatan sortasi dan layanan kepada nasabah oleh perbankan dan perusahaan cash in transit (CIT).
Strategi Pemusnahan Uang dalam rangka Clean Money Policy Untuk menjaga kualitas uang yang beredar di masyarakat, BI melakukan pemusnahan UTLE berupa uang lusuh, rusak, cacat maupun uang yang telah ditarik dari peredaran. Untuk terus meningkatkan standar kualitas uang kertas pecahan besar yang dapat diedarkan kembali ke masyarakat, BI melanjutkan kebijakan penetapan standar tingkat kelusuhan (soil level) tertentu pada sarana pengolahan uangnya yang telah dilaksanakan sejak tahun 2009. Sementara itu untuk terus menjaga kualitas uang logam, dilakukan kegiatan peleburan terhadap uang logam tidak layak edar yang masuk ke BI dengan jumlah sebanyak 311,8 ton, terdiri dari uang logam jenis alumunium, cupro nickel, aluminium bronze, brass clad steel dan logam bimetal.
8.2 Peningkatan Efisiensi Operasional Kas di BI dan Perbankan
3. Optimalisasi kinerja sarana pengelolaan uang. Penyempurnaan Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang oleh Bank Umum di Bank Indonesia Dalam rangka meningkatkan efisiensi cash handling BI maupun cash management perbankan untuk mencapai peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat, BI mengeluarkan penyempurnaan mekanisme penyetoran dan penarikan uang rupiah oleh bank umum di BI sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran No.13/9/DPU tanggal 5 April 2011. Ketentuan tersebut secara umum mengatur beberapa hal, antara lain: a. Optimalisasi pengolahan/sortasi uang oleh bank umum terhadap standar Uang Layak Edar (ULE) dan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). b. Optimalisasi transaksi uang kartal antar bank (TUKAB). c. Mekanisme dan tatacara penyetoran ULE dan UTLE. d. Optimalisasi penyampaian laporan dan informasi terkait dengan posisi likuiditas harian dan rencana penarikan dan penyetoran uang.
Peningkatan efisiensi operasional kas pada tahun 2011 dilakukan dengan menyempurnakan sistem dan prosedur layanan kas kepada perbankan yang bersifat “customer oriented”.
Berlakunya penyempurnaan ketentuan tersebut memberikan akses yang lebih luas kepada bank umum dalam menyetorkan kelebihan likuiditas Rupiah dengan tetap memperhatikan optimalisasi TUKAB dan efisiensi pengelolaan uang di perbankan.
Pelaksanaan kebijakan yang dilakukan sepanjang tahun 2011 dalam upaya meningkatkan efisiensi operasional kas tersebut meliputi:
Penjelasan mengenai penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI pada Boks 8.2.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
87
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Boks 8.2
Penyempurnaan Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang oleh Bank Umum di BI
Perkembangan ekonomi nasional akhir-akhir ini berdampak pada peningkatan jumlah uang kartal yang diedarkan. Perkembangan tersebut tercermin dari peningkatan aliran uang kartal baik melalui BI dan perbankan. Kondisi tersebut menyebabkan beban pengolahan uang (cash handling) pada BI dan perbankan semakin berat. Upaya yang dilakukan BI untuk mengurangi beban tersebut antara lain dengan menerbitkan ketentuan penyetoran dan penarikan uang Rupiah oleh bank umum di BI melalui Surat Edaran No. 9/37/DPU tanggal 27 Desember 2007. Ketentuan tersebut mengatur antara lain mekanisme penyetoran dan penarikan uang Rupiah oleh bank atau pihak lain atas nama bank yang tecatat rekeningnya di BI, kewajiban bank untuk melakukan sortasi atau pengolahan uang, penetapan standarisasi ULE dan UTLE, persyaratan dan mekanisme diskresi1 penyetoran uang layak edar, mekanisme transaksi uang kartal layak edar antar bank dan pelaporan likuiditas. Dari sisi BI, ketentuan ini pada awalnya mampu memperlambat laju pertumbuhan aliran uang kartal dari/ke BI (outflow dan inflow). Namun demikian, seiring dengan kenaikan uang kartal yang diedarkan, outflow dan inflow terus meningkat dari tahun-tahun sehingga beban pengolahan uang di BI semakin meningkat. Sementara itu, di sisi perbankan, ketentuan yang membatasi penyetoran uang layak edar ke BI telah memicu peningkatan “cash in vault” yang pada gilirannya membebani manajemen kas perbankan akibat idle money dan biaya asuransi yang meningkat. Untuk mengoptimalkan pengolahan uang di BI dan meningkatkan efisiensi manajemen kas perbankan serta meningkatkan kualitas uang layak edar di masyarakat, BI mengeluarkan penyempurnaan ketentuan mengenai penyetoran dan penarikan uang rupiah oleh bank umum di BI berdasarkan Surat Edaran No.13/9/DPU pada tanggal 5 April 2011. Penyempurnaan ketentuan tersebut memberikan akses yang lebih luas kepada bank umum untuk menyetorkan dan menarik uang Rupiah sesuai dengan kondisi likuiditasnya dan tetap memperhatikan optimalisasi Transaksi Rupiah Antar Bank (TUKAB). Hal ini sejalan dengan upaya BI untuk mengembalikan peran BI sebagai last resort dalam bidang pengedaran uang, dimana setelah melakukan TUKAB, bank dalam kondisi net long dapat melakukan penyetoran uang ke BI, sementara bank dalam kondisi net short dapat melakukan penarikan uang di BI. Perspektif biaya “cash handling” pada BI Cash handling yang dilakukan BI meliputi distribusi uang2, layanan kas kepada perbankan (penyetoran dan penarikan uang), pengolahan/sortasi uang dan pemusnahan uang. Kegiatan yang relevan dalam perspektif biaya adalah kegiatan distribusi uang dan pengolahan/sortasi uang, mengingat dalam kegiatan tersebut terdapat biaya SDM (kasir), biaya pengiriman uang dan biaya pengelolaan peralatan kas berupa biaya investasi maupun biaya perawatan peralatan kas. 1 Diskresi adalah kebijakan yang dilakukan oleh BI kepada perbankan berupa kelonggaran untuk dapat menyetorkan uang layak edar dalam kondisi tertentu 2 Kegiatan distribusi uang meliputi distribusi uang HCS dari Perum Peruri, penerimaan uang eks peredaran dari KBI, penerimaan UL afkir dari KBI, pengiriman uang HCS dan eks peredaran ke KBI dan sebaliknya.
88
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Melalui penyempurnaan ketentuan tersebut, yaitu akses yang lebih besar kepada perbankan untuk menyetorkan kelebihan likuditasnya, pembayaran oleh BI kepada bank melalui mekanisme dropshot ULE3 serta perpanjangan masa retensi pembayaran oleh BI kepada bank dengan menggunakan ULE eks setoran bank, akan mendorong optimalisasi cash handling di BI. Mekanisme dropshot dan perpanjangan masa retensi tersebut akan mengurangi beban pengolahan/sortasi uang. Selain itu kebijakan tersebut akan meningkatkan re-sirkulasi ULE yang pada gilirannya dapat mengurangi kebutuhan uang baru (HCS). Berkurangnya beban pengolahan/sortasi uang dapat mengurangi kebutuhan tambahan SDM (kasir) dan biaya investasi dan pemeliharaan peralatan kas. Selain itu, berkurangnya kebutuhan uang HCS dapat mengurangi biaya pengadaan bahan uang, biaya cetak uang dan biaya distribusi uang. Perspektif biaya cash management perbankan Dari sisi perbankan, biaya cash management terutama disebabkan oleh kelebihan likuiditas uang kartal di atas persediaan untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya. Kelebihan persediaan tersebut akan berdampak pada “idle money” dan biaya asuransi penyimpanan uang. Idle money yang mengendap di khazanah bank berpotensi penyebab opportunity cost perbankan. Disisi lain, kelebihan uang kartal mendorong peningkatan biaya asuransi yang harus dikeluarkan oleh bank yang meliputi biaya asuransi cash in transit dan cash in vault. Potensi in-efisiensi tersebut diatas dapat diminimalkan dengan berlakunya penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI. Akses yang lebih besar yang dimiliki perbankan dalam menyetorkan kelebihan likuiditas bank kepada BI dapat meningkatkan efisiensi cash management perbankan melalui berkurangnya idle money maupun biaya asuransi. Perbankan cukup menjaga kebutuhan kas sesuai kebutuhan operasional mereka dalam memenuhi kebutuhan nasabah sehingga cash management perbankan dapat lebih optimal. Materi Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang oleh Bank Umum di BI Materi yang tercakup dalam penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI tersebut meliputi prinsip umum, kegiatan penyetoran uang tidak layak edar, kegiatan penyetoran uang layak edar, kegiatan pemilahan (penyortiran) uang oleh bank dan penyampaian laporan dan informasi. Prinsip Umum 1. Bank dapat melakukan penyetoran dan/atau penarikan uang di BI dalam 1 (satu) hari kerja :
a. Pelaksanaan kegiatan penyetoran dan/atau penarikan hanya dapat dilakukan masing-masing 1 (satu) kali.
b. Penyetoran dan penarikan Uang yang masih Layak Edar (ULE) dilakukan terhadap pecahan yang berbeda.
3 Dropshot ULE adalah pembayaran uang setoran ULE dari bank oleh BI kepada penyetor atau bank berbeda, dimana setoran ULE yang diterima BI sebelumnya tidak dilakukan perhitungan rinci dan penyortiran. Uang setoran ULE tersebut diterima oleh BI, dan pada hari berikutnya dapat dibayarkan kepada bank penyetor atau bank yang berbeda, dalam 1 kemasan plastik transparan (10 brood) yang masih utuh, tersegel dan terdapat label bank penyetor.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
89
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
c. Penyetoran Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan penarikan ULE dapat dilakukan terhadap pecahan yang sama atau berbeda.
2. Dalam hal kondisi Perbankan di wilayah kerja KPBI atau KBI mengalami Posisi Net Long (setelah terlebih dahulu mengoptimalkan TUKAB), maka Bank yang mengalami Posisi Long dapat melakukan peyetoran uang ke BI. 3. Dalam hal kondisi Perbankan di wilayah kerja KPBI atau KBI mengalami Posisi Net Short (setelah terlebih dahulu mengoptimalkan TUKAB), maka Bank yang mengalami Posisi Short dapat melakukan penarikan uang ke BI.
2. Kegiatan Penyetoran Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
1. Bank dapat menyetorkan UTLE kepada BI tanpa pembatasan terhadap jumlah dan jenis pecahan dengan terlebih dahulu menyampaikan faksimili rencana penyetoran UTLE.
2. Uang yang disetorkan kepada BI dipisahkan antara ULE dan UTLE.
3. Dalam hal kondisi Perbankan di wilayah kerja KPBI atau KBI mengalami Posisi Net Short (setelah terlebih dahulu mengoptimalkan TUKAB), maka Bank yang mengalami Posisi Short meskipun memiliki UTLE dapat menyetorkan UTLE sekaligus melakukan penarikan ULE baik pecahan yang sama maupun pecahan yang berbeda dalam 1 (satu) hari kerja.
���������������������������
�
��������� �������
�������������� ���� �
�
��������
�������
���������
��������������
���� � �
�
��������������������� ������������������
���������� ��������
������������� ���� �
���� � ������������ �� ����������������������������������� ��� ���������������������������������������������������������������������������������� ��� ���������������������������������� ��� �������������������������������� �� ��������������������������������������������������������������������������� ����������������������������������������������������� �� ��������������������������������������������������������������� �� ���������������������������������������������������������������
3. Kegiatan Penyetoran Uang Layak Edar 1. Pada hari pelaksanaan penyetoran ULE oleh bank yang mengalami Posisi Long, maka bank yang lain tidak dapat melakukan penarikan uang pecahan yang sama. 2. Bagi bank yang telah menyetorkan ULE, maka bank tersebut tidak dapat melakukan penarikan selama periode 3 (tiga) hari kerja berikutnya untuk pecahan yang sama terhitung sejak tanggal penyetoran ULE tersebut.
90
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
3. Pembatasan 3 (tiga) hari kerja pada huruf b. tersebut, hanya berlaku bagi bank yang melakukan penyetoran ULE, sehingga bagi bank lainnya dapat melakukan penarikan untuk setiap jenis pecahan. 4. Pembatasan penarikan selama 3 (tiga) hari kerja tidak berlaku bagi bank yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) dengan pendekatan pada kondisi masing-masing bank.
4. Kegiatan Pemilahan (Penyortiran) Uang oleh Bank 1. Bank wajib melakukan pemilahan antara ULE dan UTLE antara lain untuk disetorkan ke BI dan untuk melaksanakan TUKAB dengan berpedoman pada standarisasi ULE dan/atau UTLE yang ditetapkan oleh BI. 2. ULE yang akan disetorkan ke BI minimal dalam kelipatan 10 (sepuluh) brood untuk uang kertas yang dikemas dalam kantong plastik transparan. Adapun untuk ULE uang logam minimal dalam kelipatan 1 (satu) kantong plastik yang berisi 500 (lima ratus) keping.
5. Kegiatan Penyampaian Pelaporan dan Informasi
1. Bank menyampaikan Laporan Proyeksi Bulanan Cashflow yaitu Inflow dan Outflow yang dirinci dalam mingguan (minggu I s.d. minggu IV).
2. Penyampaian informasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square disampaikan dalam 2 (dua) tahap yakni:
1) Tahap I
a. Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square dimulai sejak jam kerja di BI sampai dengan paling lambat pukul 09.00 waktu setempat.
b. Selanjutnya, BI menyampaikan hasil rekapitulasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square kepada Bank paling lambat pukul 09.30 waktu setempat melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI.
2) Tahap II
a. Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short, dan / atau Posisi Square dimulai setelah pukul 09.00 sampai dengan paling lambat pukul 16.00 waktu setempat.
b. BI menyampaikan hasil rekapitulasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square kepada Bank paling lambat pukul 16.15 waktu setempat melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI.
c. Bank menyampaikan rencana penarikan dan/atau penyetoran melalui faksimili paling lambat pukul 16.30 waktu setempat, berdasarkan hasil rekapitulasi informasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square sebagaimana dimaksud pada butir 2)b.
d. Berdasarkan faksimili yang disampaikan oleh bank sebagaimana dimaksud pada huruf c., BI menyampaikan hasil rekapitulasi faksimili rencana penyetoran dan/atau penarikan kepada bank yang dijadikan dasar untuk melakukan penyetoran dan/atau penarikan melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
91
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
e. Bagi bank yang akan melakukan perubahan rencana penyetoran dan/atau penarikan setelah BI menyampaikan hasil rekapitulasi faksimili sebagaimana dimaksud pada huruf d.,maka bank yang bersangkutan menyampaikan laporan perubahan posisi ULE dan perubahan rencana penarikan dan/atau penyetoran melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI dan faksimili paling lambat telah diterima BI pada pukul 08.00 waktu setempat pada hari kerja berikutnya, dengan pengaturan sebagai berikut:
a) Bank yang mengalami perubahan Posisi ULE, terlebih dahulu mengoptimalkan TUKAB dengan Bank lainnya. b) BI menyampaikan hasil rekapitulasi kepada bank mengenai Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square paling lambat pukul 08.15 waktu setempat sebagai informasi final rencana penyetoran dan/atau penarikan dari masing-masing bank. c) Bank yang telah mengajukan faksimili rencana penyetoran dan/atau penarikan dapat melakukan perubahan rencana penyetoran dan/atau penarikan paling lambat pukul 08.30 waktu setempat. d) Dalam hal perubahan rencana penyetoran dan/atau penarikan mengakibatkan terdapatnya penarikan uang ke BI maupun perubahan jumlah penarikan uang ke BI, maka bank wajib menyampaikan permohonan melalui faksimili dengan menyampaikan faktor-faktor penyebabnya untuk mendapatkan persetujuan BI.
92
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Pemantauan Kegiatan Sortasi dan Layanan Kepada Nasabah oleh Perbankan dan Perusahaan CIT Pelaksanaan pemantauan kegiatan pengolahan (sortasi) uang kartal dan layanan kepada nasabah yang dilakukan oleh perbankan merupakan strategi kebijakan dalam mendukung kesesuaian kualitas uang yang diedarkan oleh perbankan dan hasil olahan dari perusahaan Cash in Transit (CIT). Melalui pemantauan tersebut, diharapkan standar kualitas uang layak edar sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pada tahun 2010, BI telah menyusun acuan standar kualitas uang dalam bentuk “Buku Panduan Ciri-Ciri Keaslian dan Standar Kualitas Uang Rupiah” yang menjadi acuan bagi BI, perbankan, dan perusahaan CIT dalam melakukan pengklasifikasian kualitas uang. Meskipun sudah terdapat acuan, dalam praktek pengolahan uang di sentra pengolahan uang bank dan perusahaan CIT, masih ditemukan kualitas uang hasil sortasi baik ULE maupun UTLE tidak sesuai dengan standar kualitas tersebut. Guna penyeragaman kualitas uang layak edar di perbankan dan perusahaan CIT dan menyamakan persepsi kualitas uang layak edar antara perbankan dan perusahaan CIT dengan standar yang ditetapkan oleh BI, maka pada tahun 2011, dilakukan pemantauan kegiatan pengolahan uang di perbankan dan perusahaan CIT. Tujuan dari pemantauan kegiatan pengolahan uang di perbankan dan perusahaan CIT adalah: a. Mengetahui metode atau proses pengolahan uang di masing-masing perbankan dan perusahaan CIT; b. Mengetahui kesesuaian kualitas hasil sortasi uang yang dilakukan perbankan dan perusahaan CIT; c. Mendapatkan informasi mengenai peralatan yang digunakan untuk melakukan pendeteksian keaslian uang di perbankan dan perusahaan CIT; d. Mendapatkan masukan dari perbankan dan perusahaan CIT mengenai ketentuan dan pelayanan BI di bidang pengedaran uang. Adapun ruang lingkup yang menjadi obyek pemantauan adalah informasi umum mengenai kegiatan perkasan dan Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
kebutuhan uang, metodologi pengolahan uang, standar kualitas uang, serta kualitas hasil sortasi. Pemantauan kegiatan sortasi uang pada tahun 2011 dilaksanakan di 4 bank di wilayah KBI Pematang Siantar, 3 perusahaan CIT di wilayah KBI Semarang, 3 bank dan 3 perusahaan CIT di wilayah KPBI, dan 2 bank di wilayah KBI Malang. Berdasarkan pemantauan tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Sebagain besar perbankan dan perusahaan CIT masih melakukan pengolahan uang secara manual. Pendeteksian keaslian uang Rupiah dilakukan berdasarkan pengalaman pegawai dan penggunaan lampu ultraviolet. 2. Pengolahan uang di perbankan dan perusahaan CIT sebagian besar dilakukan oleh pegawai outsourcing. Kecepatan maksimal pegawai dalam melakukan sortasi/pemilahan uang secara manual sekitar 5.000 lembar per jam. 3. Mesin Sortasi Uang Kertas (MSUK) yang umum digunakan oleh perbankan dan perusahaan CIT memiliki kecepatan berkisar antara 25.000 - 35.000 lembar per jam. 4. Pemahaman pegawai bank dan perusahaan CIT mengenai standar kualitas uang layak edar masih belum seragam. Beberapa bank belum menggunakan buku Panduan Standar Visual Kualitas Uang sebagai acuan dalam melakukan pemilahan/sortasi uang. 5. Pemahaman pegawai bank dan perusahaan CIT mengenai prosedur penanganan uang yang diduga palsu dan uang rusak belum merata. Salah satu penyebab hal tersebut karena tingginya tingkat perputaran (turn over) pegawai di perbankan dan perusahaan CIT. Berdasarkan hasil tersebut, pemantauan perlu dilakukan terus-menerus untuk menjamin persamaan persepsi mengenai standar kualitas dan konsistensi pembacaan MSUK serta untuk mendapatkan informasi permasalahan yang dihadapi oleh bank dan/atau perusahaan CIT.
93
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Pemantauan tersebut perlu didukung dengan upaya sosialisasi yang terus menerus terkait sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah dan prosedur penanganan uang palsu kepada petugas bank/perusahaan CIT, serta menghimbau kepada perbankan/perusahaan CIT yang melakukan pengolahan uang dalam jumlah besar untuk menggunakan mesin sortasi dan alat deteksi keaslian yang lebih memadai. Optimalisasi Kinerja Sarana Pengelolaan Uang Penggunaan sarana pengelolaan uang secara optimal akan memperlancar handling uang yang bersumber dari setoran perbankan dan masyarakat, sehingga uang yang layak edar dapat segera dibayarkan kembali ke perbankan/masyarakat. Kebijakan yang dilakukan pada tahun 2011 adalah dengan melakukan pelatihan mengenai sarana pengelolaan uang baik di tingkat teknis dan manajemen, serta pemantauan langsung dan tidak langsung terhadap penggunaan peralatan kas baik di KPBI dan KBI. Disamping itu, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan optimalisasi kinerja sarana pengolahan uang antara lain dengan memprioritaskan pengolahan uang kertas pecahan terbesar (Rp100.000) sampai dengan minimal pecahan Rp 10.000 sesuai dengan kapasitas optimal MSUK yang dimiliki. Melalui berbagai strategi kebijakan yang dilakukan, terdapat peningkatan rata-rata kinerja pengolahan uang menggunakan mesin sortasi uang sebesar 13,5% dari tahun sebelumnya.
8.3 Pengembangan Layanan Kas BI dengan Mengikutsertakan Peran Perbankan dan Pihak Terkait Lainnya Wilayah Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang memiliki cakupan daerah terpencil dan terdepan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Guna menjangkau ketersediaan uang layak edar di wilayah tersebut, dilakukan pengembangan dan peningkatan layanan kas dengan melibatkan peran perbankan dan
94
pihak terkait lainnya terutama untuk meningkatkan kelancaran dan jangkauan distribusi uang. Selain untuk menjamin ketersediaan Rupiah, pengembangan dan peningkatan layanan kas khususnya di daerah terdepan NKRI dimaksudkan juga untuk menjaga eksistensi uang Rupiah. Strategi kebijakan yang dilakukan pada tahun 2012, antara lain: 1. Meningkatkan layanan penukaran uang kepada masyarakat melalui kerjasama BI dengan bank dan/ atau pihak terkait lainnya. 2. Meningkatkan layanan kas BI di daerah yang jauh dari jangkauan BI (remote area) berupa kas keliling dan kas titipan. 3. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan TNI AL dan Kepolisian Perairan (Polair) untuk distribusi dan pengamanan uang di daerah terpencil dan terdepan NKRI termasuk melakukan kegiatan sosialisasi mengenai ciri keaslian uang Rupiah. Optimalisasi Layanan Kas Bank Indonesia Strategi kebijakan untuk mengoptimalkan layanan kas BI dilakukan antara lain dengan menerapkan dan mempertahankan mutu layanan kas sesuai dengan sertifikasi internasional berupa ISO 9001:2008. Sertifikasi tersebut untuk kegiatan layanan penarikan dan penyetoran uang oleh bank umum di KPBI, serta penerapan strategi layanan secara rutin dalam kondisi normal dan strategi layanan tertentu guna menghadapi peningkatan permintaan uang secara signifikan menjelang hari raya keagamaan. Layanan Kas Harian BI Peningkatan layanan kas BI dilakukan dengan menerapkan strategi efisiensi waktu layanan kas serta adanya prosedur layanan kas sesuai standar internasional. Selama tahun 2011, rata-rata waktu layanan kas dalam rangka penarikan uang kartal oleh perbankan selama 19 menit 11 detik, tidak mengalami perubahan dari waktu
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Gambar 8.1 Peta Layanan Kas Bank Indonesia
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
95
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
layanan tahun 2010. Adapun rata-rata waktu layanan penyetoran uang oleh perbankan selama 18 menit 02 detik, lebih lama dari waktu layanan penyetoran tahun sebelumnya selama 17 menit 4 detik per bank.
uang, BI melakukan kerjasama secara intensif dengan penyedia jasa transportasi, baik darat (kereta api), laut (kapal penumpang dan kapal barang), maupun udara (pesawat terbang). 3. Strategi Peningkatan Layanan Kas
Strategi Layanan Kas pada Periode Ramadhan dan Idul Fitri
Dalam rangka memperlancar layanan kas bagi perbankan, BI meminta perbankan untuk menyampaikan lebih awal proyeksi kebutuhan uang selama periode Ramadhan dan Idul Fitri. Adapun pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan mulai minggu ke-4 Juli 2011 sehingga pada awal Ramadhan (awal Agustus 2011) perbankan telah siap untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik di kantor pusat maupun di seluruh kantor cabangnya.
Untuk pemenuhan dan penyebaran kebutuhan UPK, BI melibatkan perbankan dalam kerjasama layanan penukaran UPK kepada masyarakat. Selain itu, BI juga membuka layanan secara langsung melalui loket penukaran baik di kantor BI maupun di berbagai instansi lainnya. Sementara itu, kegiatan layanan penukaran kas luar kantor dilakukan dengan membuka loket penukaran di stasiun kereta api dan rest area jalan tol (Jakarta-Cikampek), disamping dilakukan dengan meningkatkan frekuensi dan menambah plafon kas keliling di berbagai wilayah di Indonesia hingga ke daerah terpencil.
Kegiatan layanan kas mencapai puncaknya pada periode Ramadhan dan Idul Fitri. Strategi BI pada periode tersebut dirangkum dalam 2 cakupan kebijakan, yaitu strategi pemenuhan kebutuhan uang selama Ramadhan dan Idul Fitri, serta strategi antisipasi arus balik uang kartal dari perbankan paska Idul Fitri. Strategi Pemenuhan Uang Kartal Selama Periode Ramadhan dan Idul Fitri 1. Perencanaan kebutuhan uang selama Ramadhan
Guna mengetahui kebutuhan uang kartal selama Ramadhan, dilakukan penyusunan estimasi jumlah penarikan dan penukaran dalam nominal dan jenis pecahan secara nasional. Untuk menyusun perencanaan kebutuhan uang tersebut, dilakukan koordinasi secara internal maupun eksternal. Secara internal, koordinasi dilakukan dengan unit kerja kas di KPBI dan KBI, sedangkan secara eksternal koordinasi melibatkan stakeholders yaitu perbankan dan pihak terkait lainnya. Hal ini dilakukan untuk menggali informasi terkait dengan kebutuhan uang baik uang pecahan besar (UPB) dan uang pecahan kecil (UPK).
2. Strategi Distribusi Uang
Peningkatan kebutuhan uang pada periode Ramadhan dan Idul Fitri perlu didukung dengan kecukupan persediaan kas di seluruh wilayah Indonesia. Selain melakukan distribusi dan pengiriman uang lebih awal ke unit kerja kas di KPBI dan KBI, dilakukan juga upaya meningkatkan frekuensi dan kuantitas pengiriman uang yang mencapai Rp63,7 triliun. Dari jumlah tersebut, 74,1% pengiriman dilakukan selama bulan Juli dan sisanya pada paruh awal bulan Agustus 2011. Untuk menjamin kelancaran arus distribusi
96
Melalui berbagai strategi layanan kas yang ditempuh oleh BI serta didukung kerjasama yang baik dengan perbankan, kebutuhan uang kartal selama periode Ramadhan dan Idul Fitri sebesar Rp79,0 triliun atau naik 45,5% dari tahun sebelumnya dapat dipenuhi dengan lancar dan tanpa kendala berarti. Strategi Layanan Kas Paska Idul Fitri Paska Hari Raya Idul Fitri, terdapat kelebihan likuiditas uang kartal di perbankan yang akan disetorkan kembali ke BI. Jumlah aliran uang yang masuk ke BI paska Idul Fitri tercatat sebesar Rp66,0 triliun atau sebesar 83,5% dari total outflow selama Ramadhan.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Menghadapi tingginya arus balik uang kartal tersebut, BI melakukan optimalisasi pendayagunaan sumber daya kasir dan sarana pengolahan uang termasuk melaksanakan pengolahan uang diluar jam kantor dan hari kerja. Kegiatan penyerapan kelebihan likuiditas uang kartal dilakukan di seluruh unit kerja kas di KPBI dan KBI dengan mengacu pada SE BI No.13/9/DPU tanggal 5 April 2011 tentang penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI. Guna memperlancar perputaran uang dari BI ke perbankan, BI menempuh strategi membayarkan kembali setoran uang layak edar (ULE) kepada bank yang sama atau bank yang berbeda dalam satu wilayah kerja yang sama, menetapkan prioritas hasil sortasi UPB untuk keperluan ATM, serta mengirimkan kembali kelebihan uang kartal di KBI ke KPBI. Strategi Layanan Kas Periode Natal dan Tahun Baru Menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru, BI tidak menerapkan strategi khusus layanan kas pada periode tersebut meskipun kebutuhan uang mengalami kenaikan. Hal ini mengingat sebagian besar kebutuhan uang selama periode tersebut merupakan UPB. Adapun kegiatan penukaran UPK dalam rangka hari Natal dan Tahun Baru relatif sama dengan kondisi normal yang dipenuhi dengan meningkatkan pelayanan bekerjasama dengan perbankan dan pihak terkait lainnya. Optimalisasi Layanan Kas Bank Indonesia Di Luar Kantor Layanan Kas Keliling Kegiatan layanan kas keliling adalah kegiatan layanan penukaran uang oleh unit kerja kas di KPBI dan KBI kepada masyarakat, bank dan/atau pihak lain dengan menggunakan sarana transportasi tertentu. Kas keliling kepada masyarakat (retail) dilakukan di dalam kota dan/ atau di luar kota, sedangkan kas keliling kepada bank dan/ atau pihak lain (wholesale) dilakukan di luar kota.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Kegiatan layanan kas keliling bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan ULE dan UPK di masyarakat. Strategi layanan kas di KPBI di arahkan ke lokasi yang memiliki tingkat kebutuhan dan perputaran uang cukup tinggi. Sedangkan di KBI, selain di arahkan ke lokasi yang memiliki tingkat kebutuhan dan perputaran uang cukup tinggi, juga diarahkan ke lokasi di luar wilayah kerja BI yang belum dapat dilayani oleh perbankan yang ada. Pada tahun 2011, layanan kas keliling yang telah dilaksanakan di KPBI sebanyak 884 kali dengan rincian 832 kali untuk wilayah Jabodetabek dan 52 kali di luar wilayah KPBI. Untuk wilayah Jabodetabek, titik layanan meliputi 62 lokasi yang tersebar di 22 pasar tradisional, rest area, lembaga pemerintah dan 5 stasiun kereta api (Stasiun Kota, Gambir, Senen, Tanah Abang dan Jatinegara). Untuk wilayah di luar Jabodetabek, layanan kas keliling telah menjangkau 8 lokasi yaitu Sukabumi, Serang, Rangkasbitung, Pandeglang, Labuan, Cilegon, Kerawang dan Kepulauan Seribu. Terkait dengan pencitraan uang Rupiah, khususnya kepada wisatawan asing, BI juga merintis kerjasama penukaran yang dilakukan melalui 2 perusahaan Pedagang Valuta Asing (PVA) di Jakarta. Selain kegiatan diatas, terdapat kegiatan kas keliling dalam rangka mendukung kegiatan tertentu untuk memenuhi kebutuhan pengunjung dan peserta pameran, antara lain di arena Pekan Raya Jakarta dan pameran dalam rangka pengembangan usaha kecil serta pameran pembangunan yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia. Layanan Kas Titipan Kegiatan kas titipan adalah kerjasama antara BI dengan kantor bank umum di suatu lokasi yang jauh dari jangkauan kantor BI. Dalam kas titipan, BI menitipkan sejumlah uang untuk dikelola oleh suatu kantor bank setempat guna memenuhi kebutuhan penarikan dan penyetoran oleh kantor-kantor bank dalam satu wilayah kota/daerah yang menjadi bank peserta kas titipan.
97
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Adapun lokasi kas titipan sebagai berikut: No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
KBI Sibolga Pematang Siantar Palembang Palembang Palangkaraya Palu Kupang Manado Manado Jayapura Jayapura Jayapura Jayapura Makassar Makassar
Lokasi Gunung Sitoli Rantau Prapat Lubuk Linggau Pangkal Pinang Sampit Toli-toli Maumere Tahuna Gorontalo Sorong Timika Biak Merauke Palopo Mamuju
Bank Peserta 4 Bank 14 Bank 9 bank 18 bank 8 Bank 7 Bank 4 Bank 5 Bank 16 Bank 12 Bank 7 Bank 7 Bank 7 Bank 12 Bank 11 Bank
Jarak (km) 143 271 350 350 210 240 300 140 160 1000 700 700 750 365 500
Layanan kas titipan ini dilakukan sebagai solusi untuk menjangkau blank spot areas karena belum terjangkau layanan kas secara optimal oleh KBI terdekat. Pada tahun 2010, terdapat 13 lokasi kas titipan yang berada di 8 wilayah KBI. Adapun pada tahun 2011, jumlah kas titipan menjadi 15 lokasi di 9 wilayah KBI atau terdapat penambahan 2 kas titipan baru yaitu di Mamuju (Sulawesi Barat) dan Palopo (Sulawesi Selatan). Kegiatan Rintisan (Pilot Project) Penerapan Sebagian Prinsip Penyetoran dan Penarikan Uang di Kas Titipan Sejalan dengan diterapkannya penyempurnaan mekanisme penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI sebagaimana SE No.13/9/DPU tanggal 5 April 2011, mulai awal tahun 2011 telah dilakukan kegiatan rintisan penerapan sebagian prinsip penyetoran dan penarikan uang di beberapa lokasi kas titipan yaitu di Lubuk Linggau, Pangkal Pinang, Rantau Prapat dan Sampit. Melalui kegiatan rintisan tersebut, mekanisme penyetoran dan penarikan uang di kas titipan diselaraskan dengan mekanisme penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI. Penyetoran dan penarikan uang di kas titipan harus terlebih dahulu mengutamakan TUKAB, kewajiban untuk melakukan sortasi ULE dan UTLE, dan penyampaian informasi likuiditas uang kartal.
98
Untuk kas titipan baru di Mamuju dan Palopo, mekanisme penyetoran dan penarikan uang telah mengimplementasikan sebagian mekanisme penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI. Peningkatan Layanan Penukaran Uang melalui Kerjasama BI dengan Bank dan/atau Pihak Terkait Lainnya Strategi kerjasama BI dengan perbankan dan pihak lain dalam kegiatan penukaran uang merupakan kelanjutan dari strategi yang telah dirintis tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 dilakukan perluasan kerjasama melalui penambahan jumlah bank dan pihak lain yang terlibat dalam kerjasama penukaran uang. Kerjasama layanan penukaran uang di wilayah KPBI meliputi 11 bank umum, 16 BPR dan 6 perusahaan eks Perusahaan Penukaran Uang Pecahan Kecil (PPUPK). Pola kerjasama layanan penukaran uang dengan bank dan pihak lain juga dikembangkan di beberapa KBI, antara lain di KBI Surabaya. Kerjasama layanan penukaran uang pada periode Ramadhan dan Idul Fitri dilakukan oleh KBI Surabaya dengan bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah Surabaya dan sekitarnya dengan jumlah outlet penukaran uang mencapai lebih dari 200 titik. Melalui kerjasama ini, masyarakat memperoleh kemudahan untuk mendapatkan UPK di outlet penukaran uang yang terdekat dengan lokasi rumahnya tanpa harus mendatangi loket KBI Surabaya. Kerjasama Layanan Kas di Wilayah Terpencil dan Terdepan NKRI Dalam rangka menjangkau daerah terpencil dan terdepan NKRI, BI melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pihak terkait lainnya yaitu TNI AL dan Kepolisian Perairan (Polair) untuk distribusi dan pengamanan uang. Penjelasan mengenai koordinasi dan kerjasama dengan TNI AL dan Polair tersebut pada Boks 8.3.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Boks 8.3
Layanan kas Bank Indonesia di Daerah Terpencil dan Terdepan NKRI
Dalam rangka meningkatkan jangkauan layanan kas Bank Indonesia, khususnya untuk daerah terpencil dan daerah perbatasan/terdepan NKRI, Bank Indonesia pada tahun 2011 melakukan kegiatan peningkatan layanan kas berupa kegiatan Kas Keliling sekaligus kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah yang dilakukan oleh KBI setempat, antara lain: 1. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Atambua (NTT dan perbatasan dengan Timor Leste) dilakukan oleh KBI Kupang dan DPU pada tanggal 5-6 Juli 2011; 2. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Tobelo, Gelela dan Morotai dilakukan oleh KBI Ternate pada tanggal 19-23 September 2011; 3. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Kab. Berau-Kaltim (Tanjung Redeb, Tanjung Batu dan Derawan) pada tanggal 1-4 November 2011 serta Malinau dan Tanah Tidung pada tanggal 12-14 Desember 2011, keduanya dilakukan oleh KBI Samarinda dan DPU; 4. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Negeri Lama (daerah terpencil di Sumatera Utara) dilakukan oleh KBI Pematang Siantar pada tanggal 10-12 November 2011. Disamping itu, dilakukan pula kegiatan rintisan (pilot project) distribusi dan pengamanan uang berkoordinasi dan bekerjasama dengan pihak/pihak terkait lainnya lainnya yang memiliki sumber daya atau prasarana yang memadai antara lain TNI Angkatan Laut (AL) dan Kepolisian Air (PolAir). Hal ini untuk meningkatkan jangkauan ke daerah terpencil dan terdepan NKRI yang tidak dapat ditempuh dengan sarana transportasi reguler. Disamping kegiatan Kas Keliling dan sosialisasi, pada kesempatan tersebut dilakukan pula kegiatan Bank Indonesia Social Responsibility (BSR) yaitu pemberian bantuan sosial kepada penduduk setempat berupa buku-buku bacaan/ perpustakaan (SD-SLTA) dan generator set (genset) untuk Pos TNI AL di daerah terdepan NKRI. Kegiatan rintisan distribusi dan pengamanan uang di daerah terpencil dan terdepan NKRI pada tahun 2011, antara lain: 1. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di kepulauan Seribu (DKI Jakarta) dilakukan oleh PgUK bekerjasama dengan Kepolisian Air (PolAir) pada tanggal 25-27 April 2011; 2. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Mianggas, Marore, Melonguane dan Lirung (Sulawesi Utara dan perbatasan dengan Phillipina) dilakukan oleh KBI Manado dan DPU bekerjasama dengan TNI AL pada tanggal 24-30 Juni 2011; 3. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Natuna dan Anambas (Kepri dan perbatasan dengan Singapura, Malaysia, Vietnam, China) dilakukan oleh KBI Batam dan DPU bekerjasama dengan TNI AL pada tanggal 18-24 Juli 2011.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
99
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Kegiatan rintisan distribusi dan pengamanan uang di daerah terpencil dan terdepan NKRI tersebut di atas dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar serta mendapat apresiasi sangat positif dari masyarakat dan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Ke depan, kerjasama sinergis antara BI dan TNI AL akan terus ditingkatkan mempertimbangkan bahwa kedua lembaga memiliki tugas dan kewajiban yang saling terkait. BI memiliki tugas dan kewajiban untuk menjaga kedaulatan ekonomi antara lain menjaga eksistensi uang Rupiah sebagai legal tender di seluruh wilayah NKRI termasuk di daerah terpencil dan terdepan NKRI. Di sisi lain, TNI AL memiliki tugas dan kewajiban untuk menjaga kedaulatan pertahanan dan keamanan di seluruh wilayah NKRI termasuk di wilayah terdepan NKRI. Rute Kegiatan Rintisan Kerjasama BI dan TNI AL, Distribusi dan Pengamanan Uang Rupiah di Kep. Natuna dan Anambas (Daerah Perbatasan RI - Singapura, Malaysia, Vietnam danChina)
75 Nm/7,5 jam
145 Nm/14,5 jam
60 Nm/6 jam
40 Nm/4 jam
285 Nm/28,5 jam 130 Nm/13 jam
Rute Kegiatan Rintisan Kerjasama BI danTNI AL, Distribusi dan Pengamanan Uang Rupiah di Kep. Sagihe danTalaud (Daerah Perbatasan RI - Philipina) P. Miangas 83 Nm/7 jam 110 Nm/9 jam
P. Karakelang – Kec. Melonguane
P. Marore 4 Nm/0,5 jam
P. Salibabu Kec. Lirung
226 Nm/16 jam 213 Nm/15 jam
100
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukung dalam Tugas Pengedaran Uang
Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukung dalam Tugas Pengedaran Uang
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
101
Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukung dalam Tugas Pengedaran Uang
Pelaksanaan tugas pengedaran uang perlu didukung oleh kegiatan pendukung lainnya. Pada tahun 2011, kegiatan pendukung yang dilakukan yaitu pameran koleksi uang, sinergi sistem aplikasi kegiatan kas dan transaksi keuangan BI, kajian eksistensi penggunaan uang Rupiah di Daerah Terdepan NKRI dan informasi pecahan yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran yang telah habis masa berlaku penukarannya.
102
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukung dalam Tugas Pengedaran Uang
4. Pameran koleksi uang di Palembang pada tanggal 12 -20 November 2011 dalam rangka “Sriwijaya Expo 2011” sekaligus memeriahkan SEA GAMES 2011. 5. Pameran koleksi uang di Pontianak pada tanggal 2 - 8 Desember 2011 berbarengan dengan peluncuran kegiatan pengedaran uang di daerah perbatasan di wilayah Kalimantan Barat.
9.2 Implementasi Interface BISAKBISOSA
9.1 Kegiatan Museum Artha Suaka BI memiliki Museum Artha Suaka yang mengelola bendabenda bersejarah berupa koleksi mata uang sejak jaman kerajaan sampai dengan uang yang masih berlaku saat ini. Selain itu, terdapat pula sarana pembuatan uang dan alatalat pembayaran yang pernah beredar di Indonesia. Dalam rangka memperkenalkan koleksi uang yang dimiliki dan untuk menggairahkan dunia numismatika di Indonesia, BI secara berkala melakukan kegiatan pameran koleksi uang ke berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa kegiatan pameran koleksi uang yang dilakukan selama tahun 2011 sebagai berikut : 1. Pameran koleksi uang di Padang pada tanggal 29 Januari - 4 Februari 2011 dalam rangka peresmian gedung Eks KBI Padang di Muaro. 2. Pameran koleksi uang di Balikpapan pada tanggal 2024 Mei 2011, bersamaan dengan peluncuran edukasi publik mengenai usaha kecil. 3. Pameran koleksi uang di Denpasar pada tanggal 1214 Juli 2011 dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Bank Indonesia ke 58.
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas BI atas pelaksanaan tugas di bidang pengedaran uang khususnya dalam administrasi dan pencatatan kegiatan operasional kas, BI berupaya mensinergikan sistem aplikasi yang mencatat seluruh kegiatan operasional kas (BISAK) dengan sistem aplikasi yang mencatat seluruh transaksi keuangan BI (BI-SOSA). Interface sistem aplikasi BISAK dan BI-SOSA telah diimplementasikan secara bertahap di KPBI dan seluruh KBI sejak minggu ke III September 2011 hingga minggu ke I Desember 2011. Dengan diterapkannya interface antara BISAK dan BISOSA, proses pengiriman warkat pembukuan kegiatan operasional kas yang dihasilkan oleh BISAK dapat dilakukan secara online. Hal ini dapat meminimalisir potensi kesalahan akibat human error, meningkatkan security, menyediakan fasilitas check and balance antar sistem aplikasi dan meniadakan duplikasi prores entry sehingga mengurangi beban kerja petugas data entry.
9.3 Kajian Eksistensi Penggunaan Uang Rupiah di Daerah Terdepan NKRI Selain melakukan peningkatan layanan kas di daerah terpencil dan terdepan NKRI, BI juga melakukan kegiatan survey dan penelitian perihal eksistensi penggunaan uang Rupiah di 2 daerah yaitu di Kep. Natuna dan Anambas (Sulawesi Utara) yang berbatasan dengan Phillipina dan di Belu (Nusa Tenggara Timur) yang berbatasan dengan Timor Leste. Berdasarkan hasil kajian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan mata uang Rupiah di kedua daerah tersebut
103
Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukung dalam Tugas Pengedaran Uang
masih cukup tinggi. Hal ini tercermin dari perolehan pendapatan masyarakat dan transaksi ekonomi yang sebagian besar menggunakan uang Rupiah. Sejalan dengan upaya peningkatan eksistensi uang Rupiah, diperlukan upaya peningkatan kegiatan ekonomi antara lain melalui pembangunan infrastruktur serta pemberdayaan dan pelatihan kewirausahaan untuk mengembangkan potensi ekonomi setempat.
9.4 Pecahan yang Sudah Dicabut dan Ditarik dari Peredaran yang Telah Habis Masa Berlaku Penukarannya Sesuai dengan Surat Keputusan No.12/94/Kep/Dir tanggal 19 November 1979 perihal Pencabutan Kembali serta Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Emisi 1975 Pecahan Rp10.000, BI menetapkan pencabutan kembali serta penarikan peredaran Uang Kertas emisi 1975 pecahan Rp10.000 pada tanggal 2 Januari 1980 dan dinyatakan
tidak berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Jangka waktu penukaran uang pecahan tersebut di BI berakhir pada tanggal 31 Desember 2011, sehingga sejak tanggal 2 Januari 2012, masyarakat tidak memiliki hak untuk menukarkan uang pecahan tersebut ke BI. Adapun ciri-ciri uang tersebut sebagaimana tercantum pada gambar 9.1 dan tabel 9.1.
Tabel 9.1 Ciri-ciri Uang Kertas Rp10.000 TE 1975 Nama Uang Kertas
: Uang Kertas Bank Indonesia
Mata Uang
: Rupiah
Seri / Emisi
: Emisi tahun 1975
Pecahan
: Rp10.000
Tgl. Penerbitan
: 15 Juli 1976
Tgl. Penarikan Kembali
: 2 Januari 1980
Penanda tangan
: - Rachmat Saleh
Tanda Air
- Soekmono B. Martokoesoemo
: Jenderal Soedirman
Bahan
: Serat Kapas
Ukuran
: 158x79mm
Warna Dominan
- Depan
: Hijau/Merah/Coklat/Warna-warni
- Belakang
: Hijau/Merah/Coklat/Warna-warni
Disain Utama
- Depan
: Gambar relief Ramayana dari Candi
Borobudur (Ratu Maya beserta pengiring
menuju Taman Lumbrini).
- Belakang
: Gambar pahatan kepala Kala dari Candi Jago
Depan
Belakang Gambar 9.1 Uang Pecahan Rp10.000 Tahun Emisi 1975
104
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengedaran Uang
Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengedaran Uang
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
105
Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengedaran Uang
Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan kredibilitas BI, secara berkala BI melakukan survei persepsi kinerja untuk mengetahui tingkat kepuasan stakeholdersnya. Pada tahun 2011, dilakukan dua survei yaitu Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Ketersediaan ULE dan Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di KPBI.
106
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengedaran Uang
Survei kepuasan terhadap ketersediaan ULE dilaksanakan oleh konsultan independen terhadap 324 responden yang mencakup 3 kelompok stakeholders BI yaitu perbankan, dunia usaha serta masyarakat umum. Secara keseluruhan, para responden cukup puas dengan ketersediaan ULE yang tercermin dari tingkat kepuasan responden perbankan sebesar 4,95, masyarakat umum dan dunia usaha yang masing-masing sebesar 4,60 dan 4,59 (skala 1-6). Aspek yang dinilai dalam survei mencakup 10 atribut kepuasan, antara lain ketersediaan uang tunai, kualitas uang dan kemudahan untuk mengenali keaslian uang. Berdasarkan aspek-aspek tersebut, nilai kepuasan tertinggi diberikan pada atribut sosialisasi ciri-ciri keaslian uang yang mudah dipahami dan dipraktekkan, dengan nilai kepuasan sebesar 4,78. Sedangkan nilai terendah diberikan pada aspek jumlah uang palsu yang beredar secara minimal, dengan nilai kepuasan sebesar 4,43.
10.1 Survei Kepuasan Terhadap Ketersediaan Uang Layak Edar (ULE) Survei kepuasan terhadap ketersediaan ULE dimaksudkan untuk memberikan gambaran kinerja BI di bidang pengedaran uang selama tahun 2011. Gambaran kinerja tersebut dicerminkan dengan ketersediaan uang kartal yang berkualitas, jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai dan tepat waktu. Survei ini juga menjadi barometer keberhasilan atas upaya-upaya yang telah ditempuh BI dalam memberikan informasi mengenai kenyamanan, keamanan dalam memegang dan mengenali ciri-ciri keaslian uang Rupiah kertas kepada masyarakat. Mengacu pada hasil survei pada tahun sebelumnya, maka selama tahun 2011, BI terus berupaya meningkatkan kepuasan stakeholdersnya melalui ketersediaan ULE baik secara kuantitas dan kualitas serta peningkatan kualitas dan perluasan jangkauan layanan kas BI. Upaya tersebut berhasil meningkatkan indeks kepuasan stakeholders BI dari 4,61 pada tahun 2010 menjadi 4,67 (skala 1-6).
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
10.2 Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di KPBI Untuk terus meningkatkan layanan kas prima terhadap perbankan sebagai salah satu stakeholders eksternal BI, secara semesteran BI melakukan pengukuran kinerja layanan kas melalui Survei Kepuasan Perbankan terhadap Layanan Kas di KPBI. Berdasarkan hasil survei tersebut selama tahun 2011, perbankan secara umum merasakan peningkatan kinerja layanan kas di KPBI. Hal ini tercermin dari peningkatan indeks kepuasan di semester I dan semester II 2011masing-masing sebesar 5,54 dan 5,56 (skala 1-6). Hasil tersebut merupakan pencapaian tertinggi selama dilaksanakannya survei sejak tahun 2005. Survei kepuasan perbankan terhadap layanan kas di KPBI pada semester II 2011 mengukur aspek keakurasian, kesesuaian dalam pemenuhan nominal dan pecahan, kualitas uang serta aspek kecepatan dan keamanan dari layanan kas yang diberikan. Dari 82 perbankan yang menjadi responden pada pelaksanaan survei dimaksud,
107
Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengedaran Uang
55% menyatakan sangat puas, 44% puas, dan 1% dari responden cukup puas dengan layanan kas yang diberikan. Penilaian tertinggi diberikan terhadap aspek keakurasian hasil cetak sempurna (HCS), dengan angka indeks sebesar 100%, dimana seluruh responden menilai aspek kesesuaian HCS tersebut sudah memadai. Penilaian tersebut menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya dengan angka indeks sebesar 99%. Hasil survei juga menunjukkan bahwa aspek kesesuain dalam pemenuhan nominal dan UPK pecahan Rp10.000 ke bawah, memperoleh penilaian terendah, dimana 93% dari responden memberikan penilaian sudah memadai, 7% menyatakan belum memadai dan 0% tidak memberikan penilaian.
108
Aspek-aspek yang dinilai
Indeks Kepuasan Sudah Belum Tidak Memadai (%) Memadai (%) Menjawab (%)
Keakurasian (selisih kurang/lebih) eks peredaran
96
2
1
100
0
0
93
7
0
95
5
0
98
2
0
Keakurasian (selisih kurang/lebih) HCS Kesesuaian dalam pemenuhan pecahan Kecil (Rp10.000, ke bawah) Kesesuaian dalam pemenuhan pecahan besar (Rp20.000 ke atas) Kesesuaian dalam pemenuhan nominal Kualitas uang HCS & eks peredaran
96
2
2
Kecepatan waktu layanan kas
98
1
1
99
1
0
Keamanan selama melakukan transaksi di komplek kantor BI
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 11 Arah Kebijakan dan Rencana Pengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012
Bab 11 Arah Kebijakan dan Rencana Pengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
109
Bab 11 Arah Kebijakan dan Rencana Pengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012
Mempertimbangkan berbagai faktor strategis pada tahun 2012, arah kebijakan dan rencana pengembangan bidang pengedaran uang pada tahun 2012 adalah melanjutkan tiga pilar rancangan kebijakan yang sudah dijalankan pada tahun 2011.
110
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 11 Arah Kebijakan dan Rencana Pengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012
kualitas yang dapat diterima karena nilai ekonominya dipercaya, aman dari pemalsuan, dalam kondisi layak edar, serta mudah dikenali ciri-ciri keasliannya. Untuk mewujudkan hal tersebut, langkah kebijakan yang akan dilakukan pada tahun 2012 adalah kajian penyempurnaan desain uang, melanjutkan survei kualitas uang dan preferensi kebutuhan uang Rupiah, penyempurnaan dan diseminasi standar uang serta pemantauan pengolahan uang layak edar kepada perbankan dan perusahaan CIT. Berkaitan dengan peningkatan efektivitas operasional kas di BI, salah satu strategi yang dilakukan oleh BI adalah dengan mempersiapkan penyempurnaan mesin sortasi uang kertas dengan fungsi peracikan baik di KP dan KBI. Melalui penyempurnaan tesebut diharapkan dapat mempercepat proses pengolahan uang yang didukung dengan aspek akuntabilitas dalam pengolahan dan pemusnahan uang rupiah tidak layak edar.
Pada tahun 2012, kondisi perekonomian Indonesia masih tetap kuat dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Perekonomian diperkirakan akan tumbuh mencapai 6,3% - 6,7% diiringi dengan perkiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasarannya sebesar 4,5% + 1%. Seiring dengan perkiraan perkembangan tersebut, kebutuhan uang Rupiah diperkirakan akan meningkat dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 14,0%.
Sementara itu, dalam rangka pengembangan layanan kas, BI akan melanjutkan strategi layanan kas di wilayah terpencil dan terdepan. Strategi pengembangan tersebut dilakukan melalui kerjasama yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman kerjasama antara BI dengan TNIAL untuk memperlancar alur distribusi uang ke wilayah terpencil dan terdepan NKRI. Melalui kerjasama tersebut, diharapkan kesinambungan penyediaan transportasi untuk menjangkau wilayah terpencil dan terdepan NKRI tetap terjaga. Selain itu, akan dilakukan perluasan wilayah layanan kas BI.
Berbagai faktor strategis lainnya yang terjadi di tahun 2011 seperti peningkatan kualitas uang, ketersediaan uang layak edar di seluruh wilayah NKRI serta upaya penanggulangan uang palsu masih akan mempengaruhi kebijakan dan rencana pengembangan pengedaran uang pada tahun 2012. Berdasarkan berbagai faktor tersebut, maka pada tahun 2012, BI tetap akan melanjutkan tiga pilar rancangan kebijakan yaitu peningkatan kualitas uang di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang, peningkatan efektivitas operasional kas di BI dan Perbankan serta pengembangan layanan kas BI. Strategi kebijakan peningkatan kualitas uang Rupiah dilakukan untuk menjaga uang Rupiah layak edar dengan
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
111
Bab 11 Arah Kebijakan dan Rencana Pengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012
Halaman ini sengaja dikosongkan
112
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Singkatan
Daftar Singkatan
ACDM ACH ACMF AKKI APMK ASPI AUSTRAC BAPEPAM-LK BCP BFO BG BHP BIC BI-ETP BIG-eB BPR BI-RTGS BISAK BISOSA BI-SSSS BSN CB C-BEST CCP CDD CIT CFI CLS CPSIPS CPSS CSDs DHN DJPU DvP EDD EMV ERP FDI FGD
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
ASEAN Central Banks Deputy Governors Meeting Automated Clearing House ASEAN Capital Market Forum Asosiasi Kartu Kredit Indonesia Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia Australian Transaction Reports and Analysis Centre Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Business Continuity Plan Backup Front Office Bilyet Giro Balai Harta Peninggalan Bank Identifier Code Bank Indonesia Electronic Trading Platform Bank Indonesia Government electronic Banking Bank Perkreditan Rakyat Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement Bank Indonesia Sentralisasi Administrasi Kas Bank Indonesia Sentralisasi Otomasi Sistem Akunting Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System Badan Standar Nasional Certification Body Central Book Entry System Central Counterparty Customer Due Dilligence Cash In Transit Classification of Financial Instruments Continous Link Settlement Core Principles for Systemically Important Payment System Committee on Payment and Settlement System Central Securities Depositories Daftar Hitam Nasional Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Delivery-versus-Payment Enhanced Due Dilligence Europay MasterCard Visa Electronic Road Pricing Foreign Direct Investment Forum Group Discussion
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
113
Daftar Singkatan
FMIs FX HCS IOSCO ISIN ISO KBI KCJ KDK Kemenkeu Kemenkominfo Kemenkumham KM KPBI KPEI KSEI KTA KUPU MC MEA MRT MRUK MSUK NDA NPG NSICCS OTC PBI PFMIs PIN PJSP PKL PKN PoC PP TPPU PPUPK RBC RCCPs RDU RKU RSSSs SBN SE BI SIPS SKNBI
114
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Financial Market Infrastructures Foreign Exchange Hasil Cetak Sempurna International Organization of Securities Commissions International Securities Identification Numbering International Standard Organization Kantor Bank Indonesia Kereta Commuter Jabodetabek Kantor Depot Kas Kementerian Keuangan Kementerian Komunikasi dan Informatika Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Key Management Kantor Pusat Bank Indonesia Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia Kustodian Sentral Efek Indonesia Kredit Tanpa Agunan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Member Certification Masyarakat Ekonomi ASEAN Mass Rapid Transportation Mesin Racik Uang Kertas Mesin Sortasi Uang Kertas Non Disclosure Agreement National Payment Gateway National Specification for Indonesia Chip Card Standard Over The Counter Peraturan Bank Indonesia Principles for Financial Market Infrastructures Personal Identification Number Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Penyelenggara Kliring Lokal Pengelolaan Kas Negara Proof-of-Concept Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Perusahaan Penukaran Uang Pecahan Kecil Regional Bank Champion Recommendations for Central Counterparties Rencana Distribusi Uang Rencana Kebutuhan Uang Recommendations for Securities Settlement Systems Surat Berharga Negara Surat Edaran Bank Indonesia Systemically Important Payment System Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Singkatan
SMM SMS SPAN SPN SSSs SWIFT TC TE TIK ToT TRs TSA TUKAB UK UKP-4 UL ULE UPB UPK UTLE UYD WC-PSS WG
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Standar Manajemen Mutu Short Message Service Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Sistem Pembayaran Nasional Securities Settlement Systems Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication Transaction Code Tahun Emisi Teknologi Informasi dan Komunikasi Training for Trainers Trade Repositories Treasury Single Account Transaksi Uang Kartal Antar Bank Uang Kertas Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Uang Logam Uang Layak Edar Uang Pecahan Besar Uang Pecahan Kecil Uang Tidak Layak Edar Uang kartal Yang Diedarkan Working Committee on Payment and Settlement Systems Working Group
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
115
Daftar Singkatan
TIM PENYUSUN
KOMITE PENGARAH Boedi Armanto; Gatot Sugiono S.
PENANGGUNG JAWAB & EDITOR Y.F. Sri Suparni; Eko Yulianto
KOORDINATOR PENYUSUN Sudarmaji; Wijayanti Yuwono; Asral Mashuri; Sri Darmadi Sudibyo
TIM PENULIS A. Pandu Wirawan; Ade Yulianti R; Adidoyo Prakoso; Ahmad Fauzi; Anna Setyawati; Aswin Kosotali; Awandani; Ayu Rulita Dewi; Chatarina Anintyarini; Devy Ika Puspitosari; Dwi Hartanto; Hendra Nazaldi; Kiptiah Riyanti; Krismuningsih; Leni Novita Aritonang; Pramudya Wicaksana; Sri Yulistiani; Suriana Anna EK; Triani Susanti; Trifaldi Yudistira
116
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011