1
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
KATA PENGANTAR
Perubahan lingkungan eksternal yang semakin pesat dan terbuka saat ini, mensyaratkan pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance di suatu institusi, tidak terkecuali di Bank Indonesia. Harus kita sadari bahwa stakeholder menuntut Bank Indonesia agar lebih transparan dan akuntabel dalam pelaksanaan tugas, khususnya di bidang pengedaran uang. Melalui laporan tahunan pengedaran uang ini, Bank Indonesia ingin menunjukkan kepada publik mengenai komitmen dalam menerapkan prinsip-prinsip Good Governance. Dalam kaitannya dengan pengedaran uang, kebijakan Bank Indonesia tetap diarahkan pada upaya pencapaian misi-nya, yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang kartal yang berkualitas dalam arti layak edar, jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai dan tepat waktu serta menanggulangi meluasnya peredaran uang palsu di masyarakat. Selama kurun waktu 2006, seiring dengan pesatnya perkembangan sistem pembayaran global dan meningkatnya tuntutan stakeholder akan layanan yang lebih baik di bidang pengedaran uang, berbagai perbaikan dan penyempurnaan infrastuktur telah dilakukan oleh Bank Indonesia, baik dari segi regulasi dan kebijakan, teknologi maupun kompetensi sumber daya manusianya. Terlepas dari berbagai perbaikan dan penyempurnaan infrastruktur pengedaran uang yang telah ada akan terus dilakukan, masih terdapat beberapa isu yang berkaitan dengan pengedaran uang. Isu-isu tersebut antara lain perbaikan manajemen mutu layanan kas kepada perbankan, kasus pemalsuan uang, manajemen kas dalam sistem perbankan dan keterbatasan jangkauan peredaran uang di daerah terpencil dan perbatasan. Bank Indonesia telah mengambil berbagai langkah terobosan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di bidang pengedaran uang. Berkaitan dengan layanan kas kepada perbankan, Bank Indonesia telah mencanangkan strategi layanan kas prima, Bank Indonesia berupaya menerapkan Sistem Manajemen Mutu sesuai dengan standar internasional, dan akhirnya pada tanggal 26 Agustus 2006 layanan kas di Kantor Pusat Bank Indonesia memperoleh ISO 9001:2000. Pada kasus pemalsuan uang, Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya preventif dan represif. Salah satunya adalah merintis pembentukan unit khusus penanggulangan uang palsu yang diharapkan mampu berperan sebagai pusat database dan informasi temuan uang palsu di Indonesia.
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
Dalam rangka mendorong perbankan dalam mengembangkan manajemen kas yang efektif, maka Bank Indonesia menerapkan kebijakan setoran bayaran. Uji coba setoran bayaran antara lain berupa keharusan untuk menyetorkan uang dalam kondisi tidak layak edar untuk seluruh pecahan, diberlakukan pada bulan Mei di Kantor Pusat (KP) dan pada bulan Desember di seluruh Kantor Bank Indonesia (KBI). Berkaitan dengan keterbatasan jangkauan peredaran uang, Bank Indonesia mengimplementasikan kerjasama dengan PT. Pos Indonesia (Posindo) khususnya untuk melayani penukaran uang layak edar di wilayah terpencil dan perbatasan. Kerjasama ini didasari bahwa Posindo merupakan lembaga yang memiliki jaringan yang tersebar di seluruh Indonesia, memiliki sumber daya yang memadai dan khazanah yang cukup. Akhirnya kami berharap bahwa Laporan Tahunan Pengedaran Uang 2006 ini dapat menjadi sumber data dan informasi serta sarana edukasi yang strategis bagi stakeholder khususnya dalam memberikan gambaran menyeluruh mengenai pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang pengedaran uang. Laporan ini juga dapat dijadikan sebagai sumber dalam menganalisis perkembangan kegiatan perekonomian dan pengambilan keputusan khususnya yang berkaitan dengan pengedaran uang. Semoga memberi bermanfaat.
Jakarta, 2007 Direktorat Pengedaran Uang
Direktur
2
3
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................... 1 DAFTAR ISI ............................................................................................................................................................ 3 DAFTAR TABEL ...................................................................................................................................................... 5 DAFTAR GRAFIK ................................................................................................................................................... 6 BAB I PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGEDARAN UANG ................................................................................. 7 1.1 Pelaksanaan Kebijakan BI dalam Upaya Memenuhi Kebutuhan Uang Rupiah............................................ 7 Pengadaan Uang dan Bahan Uang ............................................................................................................. 8 Distribusi Uang ........................................................................................................................................... 8 Pemenuhan Uang Rupiah kepada Perbankan dan Masyarakat .................................................................... 9 Pelaksanaan Pemenuhan Uang Kepada Perbankan ..................................................................................... 9 Pelaksanaan Penukaran Uang Kepada Masyarakat...................................................................................... 9 Strategi Clean Money Policy ..................................................................................................................... 11 Penarikan dan Pencabutan Uang Rupiah .................................................................................................. 12 1.2 Pelaksanaan Kebijakan untuk Mengoptimalkan Layanan Kas dan Pengelolaan Uang Rupiah ................... 13 Peningkatan Waktu Layanan Kas .............................................................................................................. 13 Layanan Kas Sesuai dengan Standar Internasional ISO 9001:2000 ........................................................... 14 Penerapan Uji Coba Setoran dan Bayaran Perbankan ............................................................................... 14 1.3 Pelaksanaan Kebijakan dalam Penanggulangan Peredaran Uang Palsu..................................................... 16 Mempersiapkan Pembentukan Unit Khusus Penanggulangan Uang Palsu ................................................ 17 Sosialisasi dan Publikasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah ........................................................................... 17 Meningkatkan Upaya Represif Penanggulangan Uang Palsu ..................................................................... 18 1.4 Pelaksanaan Kebijakan untuk Pengembangan Operasional Pengedaran Uang.......................................... 18 Peran BI dalam Penyusunan RUU Mata Uang .......................................................................................... 18 Mengembangkan dan Menyempurnakan Sistem Aplikasi dan Informasi di Bidang Pengedaran Uang ...... 19 Pengembangan Sistem Administrasi dan Informasi Uang dan Bahan Uang (SA-UBU) ......................... 19 Penyempurnaan Sistem Aplikasi Bank Indonesia Sentralisasi Administrasi Kas (BISAK) ....................... 19 Pengembangan Sistem Informasi Database Uang Palsu ....................................................................... 20 Pengembangan Sistem Informasi Transaksi Uang Kartal ...................................................................... 20 Mengoptimalkan Kinerja Laboratorium Uang dan Bahan Uang ................................................................ 20 Melakukan Kajian dan Penelitian .............................................................................................................. 21
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
Kajian Sinkronisasi Database Nomor Seri Uang Rupiah ...................................................................... 21 Kajian Sistem Pemantauan Kinerja Peralatan Kas ................................................................................ 21 Kajian Strategi Implementasi Cash Centre............................................................................................ 21 Survei Kebutuhan Pecahan Uang Rupiah ............................................................................................ 22 Penelitian Bahan Uang Pecahan Kecil................................................................................................. 23 Kajian dan Penetapan Standar Uang Layak Edar (ULE) ........................................................................ 24 Kegiatan Museum Artha Suaka Bank Indonesia......................................................................................... 24 BAB II PENINGKATAN KINERJA BI DALAM PELAKSANAAN TUGAS DI BIDANG PENGEDARAN UANG . 26 Survei Ketersediaan Uang Rupiah ............................................................................................................. 26 Survei Kepuasan Layanan Kas ................................................................................................................... 26 Survei terhadap Pengenalan Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah ..................................................................... 27 BAB III HUBUNGAN KERJASAMA BI DENGAN PIHAK TERKAIT .................................................................... 29 Kerjasama BI dengan Lembaga di Dalam Negeri ...................................................................................... 29 Kerjasama BI dengan Lembaga di Luar Negeri .......................................................................................... 30 BAB IV ARAH KEBIJAKAN DAN RENCANA PENGEMBANGAN BIDANG PENGEDARAN UANG - 2007 .... 33 Rencana Distribusi dan Pengadaan Uang Tahun 2007 ............................................................................. 33 Pengembangan Sistem Database Uang Palsu Dalam Rangka Mendukung Pembentukan BI Counterfeit Analysis Center (BI-CAC) .......................................................................................................................... 33 Pembentukan Titipan Kas Besar di KBI...................................................................................................... 33 Perluasan Sosialisasi Iklan Layanan Masyarakat Mengenai Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah ....................... 33 Kajian Dampak Uji Coba Setoran dan Bayaran Bank .......................................................................... 34 Kajian tentang Pembentukan Model Cash Centre Indonesia ................................................................ 34 Kajian tentang efektifitas pelaksanaan Pilot Project Kerja sama Layanan Penukaran Uang dengan PT. Posindo ............................................................................................................................................... 34 BOKS - BOKS BOKS 1. Pemenuhan Uang Rupiah Layak Edar di Wilayah Perbatasan dan Terpencil ............................................ 25 LAMPIRANLAMPIRAN -LAMPIRAN ....................................................................................................................................... 35
4
5
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Wilayah Layanan Kas Melalui PT. Posindo ............................................................................................... 10 Tabel 2 Aspek-aspek Penilaian Survei Layanan Kas di KPBI .................................................................................. 27 Tabel 3 Persentase Perkembangan Temuan Uang Palsu Tahun 2006 .................................................................... 44
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Komposisi Pengadaan Uang Kertas (Lembar) ............................................................................................. 8 Grafik 2 Komposisi Pengadaan Uang Kertas (Nominal) ........................................................................................... 8 Grafik 3 Rasio Pemusnahan Uang terhadap Inflow di BI........................................................................................ 12 Grafik 4 Waktu layanan kas KPBI .......................................................................................................................... 14 Grafik 5 Perkembangan Jumlah Inflow di KP ......................................................................................................... 16 Grafik 6 Perkembangan Jumlah Inflow di KKBI...................................................................................................... 16 Grafik 7 Perkembangan Jumlah Outflow di KP ...................................................................................................... 16 Grafik 8 Perkembangan Jumlah Outflow di KKBI................................................................................................... 16 Grafik 9 Indeks Hasi Survei : Ketersediaan Uang 2005-2006................................................................................. 26 Grafik 10 Indeks Hasil Survei : Kemampuan Mengenali Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah........................................ 28 Grafik 11 Perkembangan UYD Tahun 2005-2006 ................................................................................................. 37 Grafik 12 Perkembangan Rasio Uang Kartal terhadap Uang Giral ......................................................................... 37 Grafik 13 Pangsa Uang Kertas yang Diedarkan Berdasarkan Nominal................................................................... 38 Grafik 14 Pangsa Uang Logam yang Diedarkan Berdasarkan Nominal.................................................................. 38 Grafik 15 Pangsa pecahan UYD Berdasarkan Nominal ......................................................................................... 38 Grafik 16 Pangsa Pecahan UYD Berdasarkan Lembar/Keping................................................................................ 38 Grafik 17 Perkembangan Outflow dan Inflow 2002 – 2006 .................................................................................. 39 Grafik 18 Perkembangan Outflow dan Inflow Bulanan.......................................................................................... 39 Grafik 19 Perkembangan Jumlah Outflow dan Inflow............................................................................................ 39 Grafik 20 Perkembangan Jumlah Outflow KP dan KBI........................................................................................... 40 Grafik 21 Perkembangan Jumlah Inflow KP dan KBI.............................................................................................. 40 Grafik 22 Pangsa Inflow Berdasarkan Wilayah Kerja ............................................................................................. 40 Grafik 23 Pangsa outfllow Berdasarkan Wilayah Kerja .......................................................................................... 40 Grafik 24 Pangsa Setoran Bank Berdasarkan Pecahan ........................................................................................... 41 Grafik 25 Pangsa Bayaran Bank Berdasarkan Pecahan .......................................................................................... 41 Grafik 26 Pangsa Penukaran Masuk Berdasarkan Pecahan .................................................................................... 41 Grafik 27 Pangsa Penukaran Keluar Berdasarkan Pecahan .................................................................................... 42 Grafik 28 Perkembangan Persediaan Kas BI .......................................................................................................... 42 Grafik 29 Komposisi Persediaan Kas BI Berdasarkan Nominal............................................................................... 42 Grafik 30 Perkembangan Pemusnahan Uang Berdasarkan Lembar/Keping ............................................................ 43 Grafik 31 Komposisi Pemusnahan Uang Berdasakan Wilayah............................................................................... 43 Grafik 32 Komposisi Pemusnahan Uang Berdasarkan Nominal ............................................................................. 43 Grafik 33 Komposisi Pemusnahan Uang Berdasarkan Jumlah Lembar/Keping ....................................................... 44
6
7
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
BAB I
PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGEDARAN UANG
BAB I PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGEDARAN UANG UANG Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia No.3 tahun 2004, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Dalam melaksanakan tugas tersebut di bidang pengedaran uang, BI memiliki kewenangan untuk mengeluarkan, mengedarkan, mencabut dan menarik, serta memusnahkan uang rupiah. Dalam rangka melaksanakan kewenangan tunggal di bidang pembayaran tunai, BI telah menetapkan misi yang merupakan arah dari setiap kebijakan pengedaran uang, yaitu memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar. Misi tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Setiap uang yang dikeluarkan dimaksudkan agar dapat mempermudah kelancaran transaksi pembayaran tunai, dapat diterima, dan dipercaya oleh masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, uang perlu memiliki beberapa karakteristik yaitu mudah digunakan dan nyaman (user friendly), tahan lama (durable), mudah dikenali (easily recognized) dan sulit dipalsukan (secure against counterfeiting). 2. BI mengupayakan tersedianya jumlah uang rupiah di masyarakat secara cukup, dengan memperhatikan kesesuaian jenis pecahannya. Untuk itu diperlukan perencanaan yang komprehensif terutama dalam melakukan perencanaan pengadaan uang dan distribusinya. 3. Mengupayakan tersedianya kelembagaan pendukung untuk mewujudkan terciptanya kelancaran arus uang kartal yang layak edar, baik secara regional maupun nasional.
Guna mencapai misi di bidang pengedaran uang tersebut, pada tahun 2006 BI telah merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijakan yang terfokus paa: 1. Pemenuhan kebutuhan uang rupiah di berbagai wilayah di Indonesia. 2. Optimalisasi layanan kas dan pengelolaan uang rupiah BI. 3. Penanggulangan peredaran uang palsu. 4. Pengembangan operasional pengedaran uang. 1.1
Pelaksanaan Kebijakan Kebijakan BI dalam Upaya Memenuhi Kebutuhan Uang Rupiah
Beberapa pelaksanaan kebijakan BI untuk menjamin pemenuhan kebutuhan uang rupiah di berbagai wilayah di Indonesia dalam jumlah yang cukup dan layak edar, antara lain: 1. Menyusun rencana pengadaan uang dan bahan uang serta melaksanakan pengadaan uang dan bahan uang. 2. Melaksanakan distribusi uang yang efektif untuk menjamin tersedianya uang yang cukup, lancar, dan tepat waktu di seluruh wilayah Kantor Bank Indonesia (KBI). 3. Memenuhi kebutuhan uang rupiah melalui perbankan dan kerjasama dengan pihak ketiga. 4. Melaksanakan clean money policy melalui pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). 5. Melakukan penarikan dan pencabutan uang rupiah. Berlandaskan berbagai kebijakan yang ditempuh tersebut, BI mampu memenuhi kebutuhan uang rupiah di masyarakat yang cenderung meningkat selama tahun 2006, dengan tetap mampu memelihara kecukupan persediaan kas pada tingkat yang aman.
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
Pengadaan Uang dan Bahan Uang Guna memenuhi kebutuhan uang rupiah di masyarakat selama tahun 2006, BI merencanakan pengadaan uang kertas sebesar 5,6 miliar lembar atau naik 5,7% dari pengadaan tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 5,3 miliar lembar. Sedangkan secara nominal, nilainya meningkat sebesar 16,7%. Adapun uang logam (UL) tidak dilakukan pengadaan karena persediaan UL yang ada di BI dinilai masih mencukupi untuk kebutuhan UL masyarakat. Realisasi pengadaan uang kertas tahun 2006 yang merupakan uang hasil cetak sempurna (HCS) tercapai sebesar 99,6% dari rencana pengadaan. Berdasarkan komposisinya, pengadaan uang rupiah selama tahun 2006 didominasi oleh pecahan Rp1.000 dan Rp50.000 yang mencapai masingmasing sebesar 38,1% dan 20,9% dari total lembar pengadaan uang kertas rupiah. Sedangkan secara nominal, pangsa pecahan terbesar adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 masing-masing sebesar 47,3% dan 34,2% dari total nominal pengadaan uang kertas selama tahun 2006. Komposisi pengadaan uang pecahan tersebut didasarkan pada proyeksi rencana distribusi uang dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti struktur perekonomian daerah dan nasional, volume transaksi masing-masing pecahan antara perbankan dengan BI serta mempertimbangkan tingkat kelusuhan uang dan persediaan kas BI. Selain melakukan pengadaan uang, pada tahun 2006 Bank Indonesia juga melaksanakan pengadaan bahan uang kertas dengan memperhitungkan persediaan bahan uang minimum yang aman. Sedangkan untuk bahan uang logam, pada tahun 2006 Bank Indonesia tidak melakukan pengadaan, karena persediaan bahan uang yang ada masih mencukupi. Dalam rangka pengadaan bahan uang tersebut, BI sudah memperhatikan penerapan unsur
pengaman uang yang handal untuk mengantisipasi upaya pemalsuan uang.
2005
7.0%
2006
7.5%
0.0%
18 .0 %
10 .1% 9 .4 %
2 0 .9 %
15.2 %
9 .0 % 12 .6 %
20.0%
40.0%
Rp100.000
Rp50.000
Rp5.000
Rp1.000
11.8 %
60.0% Rp20.000
4 0 .3 %
3 8 .1%
80.0%
100.0%
Rp10.000
Grafik 1 Komposisi Pengadaan Uang Kertas (Lembar)
2005
34.9%
4 4 .7%
2006
34.2%
4 7.5%
0.0%
20.0%
40.0%
Rp100.000
Rp50.000
Rp5.000
Rp1.000
60.0% Rp20.000
80.0%
100.0%
Rp10.000
Grafik 2 Komposisi Pengadaan Uang Kertas (Nominal)
Distribusii Uang Distribus Dalam rangka melaksanakan kegiatan distribusi uang ke berbagai wilayah di Indonesia, selama tahun 2006 BI menempuh strategi pengiriman uang ke satuan kerja kas/KBI sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan serta menerima pengiriman uang dari KBI yang mengalami net inflow dan atau kelebihan posisi kas serta menyalurkan kepada satuan kerja/KBI yang membutuhkan (retur). Untuk melaksanakan strategi distribusi uang tersebut, BI menyusun rencana distribusi uang yang akan dilaksanakan selama satu tahun berjalan. Rencana pengiriman uang selama tahun 2006 sebesar Rp125,1 triliun dan rencana retur sebesar Rp15,4 triliun. Adapun realisasi yang dicapai untuk pengiriman uang adalah Rp129,9 triliun atau
8
9
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
mencapai 103,8% dari rencana, dan realisasi retur uang sebesar Rp13,8 triliun atau tercapai sebesar 89,4% dari rencana.
bekerjasama dengan perusahaan penukaran uang pecahan kecil (PPUPK) dan PT. Pos Indonesia (PT. Posindo).
Jumlah distribusi uang rupiah di seluruh wilayah di Indonesia yang dicerminkan melalui selisih dari pengiriman dan retur uang selama tahun 2006 mencapai sebesar Rp116,1 triliun atau tercapai 105,9% dari rencana sebesar Rp109,7 triliun. Pencapaian realisasi tersebut lebih dari 100%, sejalan dengan meningkatnya rata-rata laju pertumbuhan uang kartal yang diedarkan (UYD) selama tahun 2006 sebesar 14,6% atau lebih tinggi dari laju pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 13,2%. Berdasarkan pecahannya, sebagian besar besar realisasi distribusi uang adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 yang mencapai masing-masing 45,2% dan 36,2%.
Pelaksanaan Pemenuhan Uang Kepada Perbankan Guna memenuhi kebutuhan uang rupiah, perbankan melaksanakan penarikan uang kartal secara langsung dari BI di seluruh wilayah. Volume penarikan uang oleh perbankan mendominasi aliran uang keluar dari BI (outflow), yaitu mencapai sekitar 96,7% dari total outflow. Sebagian besar penarikan uang perbankan dilakukan oleh kelompok bank pemerintah yang mencapai sebesar 41,5% dari total penarikan uang oleh perbankan, selanjutnya adalah kelompok Bank Pembangunan Daerah dan Bank Umum Swasta Nasional yang mencapai sebesar 32,2% dan 23,8%.
Guna memenuhi kebutuhan uang rupiah di tahun 2007, BI mulai melakukan berbagai persiapan penyusunan rencana distribusi uang sejak triwulan II-2006. Berbagai langkah yang dilakukan masih sejalan dengan tahapan tahun sebelumnya, yaitu melakukan perhitungan proyeksi dengan menggunakan metode Error Corection Model (ECM), serta pembahasan dengan seluruh satuan kerja kas.
Pemenuhan Uang Rupiah kepada Perbankan dan Masyarakat Pemenuhan uang rupiah untuk perbankan dan masyarakat dilakukan secara langsung, maupun melalui kerjasama baik dengan perbankan dan pihak ketiga. Pemenuhan uang rupiah kepada perbankan meliputi pelaksanaan penarikan uang layak edar dan penyetoran dari bank terutama uang yang tidak layak edar. Selain itu, BI juga melaksanakan kegiatan kas titipan di 11 KBI untuk memenuhi kebutuhan uang kartal perbankan di wilayah tertentu. Adapun pemenuhan uang kartal kepada masyarakat meliputi penukaran melalui loket di seluruh satuan kerja kas BI dan kas keliling, serta melalui pihak ketiga yang
Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan uang rupiah khususnya bagi perbankan di wilayah-wilayah tertentu yang sulit dijangkau oleh BI, dilaksanakan layanan kas titipan di perbankan. Jumlah kas titipan BI di perbankan pada tahun 2006 terdapat di 12 KBI yang meliputi KBI Jambi, Banjarmasin, Palu, Sibolga, Surabaya, Medan, Manado, Jayapura, Palangkaraya, Palembang, Kupang, dan Makassar. Volume pengaliran uang melalui kas titipan di perbankan sebesar 1,5% dari total outflow. Frekuensi pengiriman uang dari BI untuk dititipkan di bank tersebut setiap bulan bervariasi, dengan rata-rata 2 sampai 3 kali. Dari 12 KBI yang memiliki kas titipan, volume kas titipan terbesar tercatat di wilayah KBI Medan dan KBI Palembang masing-masing mencapai 46,7% dan 24,8% dari total volume layanan kas titipan.
Pelaksanaan Penukaran Uang Kepada Masyarakat Guna memenuhi kebutuhan uang rupiah bagi masyarakat, BI melaksanakan layanan penukaran uang secara langsung melalui loket di seluruh kantor BI dan melalui kas keliling. Selain melakukan penukaran kepada masyarakat secara langsung, BI juga melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yaitu
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
dengan perusahaan penukaran pecahan uang kecil (PPUPK) yang melayani penukaran uang pecahan kecil dan dengan PT. Pos Indonesia (Posindo) untuk melayani kebutuhan uang layak edar di wilayah perbatasan dan terpencil. Layanan penukaran uang kepada masyarakat meliputi penukaran uang yang masih layak edar (ULE) dengan uang yang masih layak edar dalam pecahan yang sama atau pecahan lainnya, atau penukaran UTLE dengan uang layak edar dalam pecahan yang sama atau pecahan lainny. Volume layanan penukaran tersebut selama tahun 2006 mencapai sekitar 1,8% dari total outflow. Layanan penukaran uang layak edar melalui PT. Posindo dimaksudkan untuk meningkatkan dan memperluas wilayah layanan BI untuk memenuhi kebutuhan uang rupiah ke masyarakat, khususnya di daerah perbatasan dan terpencil. Pada pelaksanaan kerjasama tersebut, PT. Posindo berperan dalam penukaran uang ke masyarakat dengan menggunakan sarana dan prasarana yang disediakan atau dimiliki. Adapun BI berperan memberikan pelatihan dan konsultasi kepada PT.Posindo khususnya terkait dengan teknik atau cara mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah dan penetapan besarnya penggantian atas uang rusak. Melalui kerjasama tersebut diharapkan masyarakat yang berada di wilayah terpencil dan perbatasan yang seringkali mengalami kesulitan dalam memperoleh uang yang layak edar untuk keperluan transaksi akan berkurang secara bertahap, karena masyarakat dapat secara langsung menukarkan uang tidak layak edar kepada PT. Posindo terdekat. Pemilihan PT. Posindo dalam kegiatan penukaran uang tersebut, karena merupakan salah satu institusi yang layak dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan fungsi pengedaran uang karena didukung oleh jaringan kantor yang tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia, memiliki sumber daya manusia dan armada yang memadai, memiliki khazanah yang memadai, serta biaya investasi yang
dibutuhkan relatif tidak terlalu besar. Pada tahun 2006 telah direalisasikan kerjasama BI dengan PT.Posindo yang meliputi 9 wilayah propinsi. Tabel 1 Wilayah Layanan Kas Melalui PT. Posindo No.
PT. POSINDO
Wilayah
KPRK
Singkawang
1.
Pontianak
Sanggau
2.
Kupang
Atambua
3.
Samarinda
Tarakan
Tenggarong
4.
Palu
Palu
5.
Ambon
Ambon
Tual
6.
Papua
Jayapura
Merauke
KPC Singkawang, Bengkayang, Tujuhbelas, Sungaiduri, Samalantan, Ledo, Sanggauledo, Seluas, Sambas, Selakau, Pemangkat, Jawai, Tebas, Sekura, dan Paloh. Sanggau, Balai Karangan, Balai Sebut, Batang Tarang, Kedukul, Kembayan, Melinau, Pusat Damai, Sekadau, Sosok, Tayan, Sedayak, Beduai, dan Bonti Atapupu, Besikama, Betun, Boas, dan Weluli. Tanjung Selor, Long Bawang, Nunukan, Sungai Nyamuk, Malinau, Sebuku, dan Mansalong Kotabangun, Barong Tongkok, Melak, dan Long Iram. Tentena, Beteleme, Kolonedale, Bungku, dan Tomata. Leksula, Bula, Pasahari,Geser, Wahai, dan Mako. Dobo, Elat, Larat, Saumlaki, Tepa, Serwaru, dan Wonreli. Arso, Waris, Wamena, Abepura, Sentani, Sarni, Genyem. Tanah Merah, Agats, Kurik, Kimaam, Mindiptama, Bade, Kepi, dan Asiki.
10
11
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
No.
7.
Wilayah
Kendari
PT. POSINDO KPRK
Kendari
Palangkaraya 8.
Palangkaraya Sampit
9.
Ternate
Ternate
KPC Lambuya, RateRate, Mowewe, Anaiwoi, Kesipute, Tinanggea, Palangga, Punggaluku Tamiang layang, Ampah, Bunto, Muarateweh, Puruk Cahu Samuda, Kuala Pumbuang, Pembuang Hulu Payahe, Weda, Sidangoli, Jailolo, Kao, Tobelo
KPRK : Kantor Pos Pemeriksa KPC : Kantor Pos Cabang Selanjutnya, guna memenuhi kebutuhan uang khususnya pecahan kecil (Rp10.000 ke bawah) bagi masyarakat, BI tetap melaksanakan program kerjasama dengan pihak ketiga yaitu Perusahaan Penukaran Uang Pecahan Kecil (PPUPK) yang dilakukan sejak tahun 2001. Strategi kerjasama tersebut selama tahun 2006 meliputi: 1. Meningkatkan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan layanan penukaran Uang Pecahan Kecil (UPK) kepada masyarakat, antara lain dengan menyusun Pedoman Pengawasan PPUPK dalam melaksanakan fungsi tersebut. Pedoman tersebut telah disosialisasikan kepada 12 (dua belas) KBI penyelenggara PPUPK. 2. Peningkatan peran layanan PPUPK pada periode peningkatan kebutuhan uang rupiah yaitu menjelang liburan hari raya keagamaan. Pada periode tersebut, BI menerapkan peningkatan modal penukaran bagi setiap PPUPK sekitar 50% atau 100%, dengan frekwensi penukaran sebanyak 2 kali seminggu. Konsentrasi layanan PPUPK terutama di stasiun kereta api, terminal bus, pasar, dan pelabuhan. Sebagaimana tahun sebelumnya, BI melaksanakan survei terhadap kegiatan layanan penukaran uang
pecahan kecil. Berdasarkan survei tersebut, indeks kepuasan masyarakat atas ketersediaan uang pecahan kecil pada tahun 2006 mencapai 4,74 (skala 1-6), atau lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 4,99. Meskipun mengalami penurunan nilai indeks, namun kegiatan layanan penukaran uang pecahan kecil tersebut masih dinilai cukup membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan uang pecahan kecil.
Strategi Clean Money Policy Dalam melaksanakan strategi clean money policy, BI melaksanakan kegiatan pemusnahan uang terhadap uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) dan mengganti dengan uang baru. Proses pemusnahan tersebut dilakukan melalui suatu prosedur dan pengawasan pelaksanaan pemusnahan uang yang ketat serta menetapkan tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan. Pemusnahan uang kertas oleh Bank Indonesia menggunakan mesin sortasi uang kertas (MSUK) dan mesin racik uang kertas (MRUK), sedangkan pemusnahan uang logam dilakukan melalui peleburan yang berada di bawah pengawasan penuh BI. Pada saat ini jumlah mesin sortasi yang dapat digunakan sekaligus untuk meracik uang memiliki kapasitas 4.073.000 lembar uang kertas per jam atau terdapat kenaikan kapasitas sebesar 7,1% dari tahun sebelumnya yang mencapai 3.803.000 lembar uang kertas. Adapun mesin racik yang dimiliki BI berkapasitas memusnahkan 6.314.462 lembar uang kertas per jam. Pelaksanaan pemusnahan uang di BI dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari pengawas serta pelaksana pemusnahan dalam suatu ruangan yang khusus dan steril dari kegiatan kas lainnya. Sebelum dilakukan pemusnahan oleh MRUK, dilakukan uji petik terhadap uang yang akan dimusnahkan yang diakhiri dengan pemeriksaan hasil racikan uang. Uji petik tersebut perlu dilakukan, meskipun sebelumnya
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
telah melalui proses sortasi dan perhitungan yang dilakukan minimal sebanyak 2 kali baik melalui mesin hitung manual maupun dengan menggunakan mesin khusus sortasi. Adapun penggunaan MSUK, dilakukan secara langsung yang digunakan untuk keperluan sortasi dan meracik uang kertas. Seluruh hasil pelaksanaan pemusnahan uang tersebut dituangkan dalam suatu Berita Acara Pemusnahan dan Berita Acara Pemeriksaan Hasil Racikan. Selain melakukan prosedur dan pengawasan yang ketat pada pelaksanaan pemusnahan uang, BI juga menetapkan strategi kelayakan uang rupiah yang tidak layak edar (UTLE). Penetapan UTLE tersebut melalui setting mesin sortasi berupa penentuan soil level (tingkat kelusuhan) dan secara manual melalui standarisasi visual uang layak edar. Jumlah uang yang dimusnahkan selama tahun 2006 sebanyak 4,8 miliar lembar uang kertas, dan 243,5 juta uang logam. Adapun rasio pemusnahan uang rupiah terhadap aliran uang yang masuk ke BI (inflow) secara triwulanan cenderung meningkat. Kisaran rasio pemusnahan tersebut antara 16,9% sampai dengan 37,0%. Rasio pemusnahan uang di KP meningkat secara signifikan pada triwulan-2 dan triwulan-3 yang mencapai masing-masing sebesar 57,9% dan 94,5%. Peningkatan rasio pemusnahan uang rupiah terhadap inflow tersebut terutama berkaitan dengan penerapan kebijakan kepada perbankan untuk menyetorkan uang ke BI dalam kondisi yang tidak layak edar pada bulan Mei 2006 atau pada pertengahan triwulan-2. Namun demikian, pada triwulan-4 terjadi penurunan rasio pemusnahan di KP terutama disebabkan kebijakan diskresi berupa kelonggaran penyetoran uang layak edar selama 5 hari kerja di bulan November 2006 untuk mengakomodasi kelebihan uang di perbankan paska hari raya lebaran. Penerapan kebijakan penyetoran UTLE di KBI pada bulan Desember 2006, berdampak pula terhadap peningkatan rasio pemusnahan uang terhadap inflow secara signifikan.
100.0%
KP
KKBI
Nasional
80.0%
60.0%
40.0%
20.0%
0.0% Tw-1 2005
Tw-2 2005
Tw-3 2005
Tw-4 2005
Tw-1 2006
Tw-2 2006
Tw-3 2006
Tw-4 2006
Grafik 3 Rasio Pemusnahan Uang terhadap Inflow di BI
Budaya dan perilaku masyarakat terhadap cara memperlakukan uang di Indonesia selama ini cukup mempengaruhi kondisi uang rupiah yang beredar di masyarakat. Untuk itu, pada tahun 2006 secara intensif menyampaikan sosialisasi melalui berbagai penyuluhan dan iklan layanan masyarakat mengenai ”Cara Mempelakukan Uang dengan Baik dan Benar”. Tujuan dari penyampaian materi Cara Memperlakukan Uang tersebut adalah menghimbau dan mengajak masyarakat agar dapat berperanserta dalam memperlakukan uang dengan baik dan benar sehingga fisik uang tidak cepat lusuh dan rusak. Dengan kondisi fisik uang yang masih baik maka masyarakat akan lebih mudah mengenali ciri-ciri keasliannya.
Penarikan dan Pencabutan Uang Rupiah Guna memenuhi kebutuhan uang yang layak edar di masyarakat, BI secara berkala melakukan penarikan dan pencabutan uang yang dinilai telah memiliki masa edar yang cukup lama. Penarikan dan pencabutan uang Rupiah juga merupakan salah satu upaya untuk memutus mata rantai pemalsuan uang terhadap pecahan tertentu yang dinilai cukup banyak beredar. Pada tahun 2006, BI melakukan penarikan terhadap 4 pecahan uang kertas yang terdiri dari pecahan Rp100, Rp500, Rp1.000, dan Rp5.000 masing-masing tahun emisi 1992, serta uang logam pecahan Rp5 tahun emisi 1979, Rp50 dan Rp100 masing-masing tahun emisi 1991.
12
13
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
1.2
Pelaksanaan Kebijakan untuk Mengoptimalkan Layanan Kas dan Pengelolaan Uang Rupiah
Setiap satuan kerja kas di KP dan KBI melakukan layanan kas kepada perbankan, dan pihak lain seperti pemerintah dan masyarakat. BI senantiasa melaksanakan layanan kas dengan cepat, akurat, serta aman sesuai dengan fasilitas yang tersedia di KP dan masing-masing KBI. Upaya yang dilakukan dalam mengotimalkan layanan kas khususnya di KP adalah dengan mempercepat waktu layanan berdasarkan target maksimum tertentu, serta mencapai sertifikasi ISO di bidang layanan kas. Melalui strategi tersebut diharapkan dapat memperlancar aliran uang rupiah dari dan ke BI baik kepada/dari perbankan maupun pihak lain sehingga kebutuhan uang rupiah bagi masyarakat dapat terpenuhi dengan cepat. Selain itu, dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan uang kartal di BI yang mengarah pada layanan kas dari perbankan dari retail menjadi wholesale, BI menerapkan kebijakan uji coba setoran bayaran kepada perbankan berupa keharusan penyetoran UTLE ke BI. Melalui kebijkan tersebut diharapkan dapat memacu perbankan untuk mengoptimalkan pengelolaan uang kartalnya serta memperlancar penyediaan kebutuhan uang bagi masyarakat. Penilaian terhadap upaya optimalisasi layanan kas BI pada tahun 2006 menunjukkan kondisi yang memuaskan. Hal tersebut tercermin dari hasil survei layanan kas yang mencapai angka 5,10 (skala 1-6) di semester I yang meningkat menjadi 5,13 (skala 1-6) di semester II atau sedikit lebih tinggi dari angka indeks tahun sebelumnya yang mencapai angka 5,12.
Peningkatan Waktu Layanan Kas BI menetapkan target waktu layanan kas rata-rata sebagai salah satu indikator kinerja layanan kas BI
kepada stakeholders, yaitu 27 menit untuk layanan kas kepada perbankan, baik untuk layanan penarikan maupun pembayaran uang rupiah. Realisasi rata-rata waktu layanan kas KPBI kepada perbankan selama tahun 2006 masih lebih cepat dari target selama 27 menit tersebut. Rata-rata waktu layanan pembayaran uang rupiah ke perbankan selama tahun 2006 adalah sebesar 19 menit 55 detik, sedangkan rata-rata waktu layanan penyetoran uang rupiah dari perbankan ke BI selama tahun 2006 sebesar 16 menit 22 detik. Pencapaian rata-rata layanan pembayaran dan penyetoran uang tersebut lebih baik dari rata-rata waktu layanan yang dicapai tahun sebelumnya, masing-masing 22 menit dan 26 menit 30 detik. Secara triwulanan, target rata-rata waktu layanan kas berupa pembayaran kepada perbankan masingmasing dengan rata-rata waktu layanan pada triwulan I mencapai 21 menit 48 detik, triwulan II mencapai 16 menit 55 detik, triwulan III mencapai 18 menit 45 detik dan triwulan IV mencapai 22 menit. Adapun rata-rata waktu layanan penyetoran uang rupiah dari perbankan selama triwulan I sampai triwulan IV 2006, masing-masing sebesar 18 menit, 16 menit 04 detik, 14 menit 22 detik, dan 15 menit 35 detik. Rata-rata waktu layanan pembayaran kas pada triwulan III dan IV mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan II, disebabkan peningkatan volume penarikan oleh perbankan terkait dengan periode masa liburan anak sekolah dan liburan hari raya keagamaan yang terjadi di triwulan III dan IV. Meskipun demikian, waktu layanan kas tersebut masih di bawah target yang ditetapkan selama 27 menit. Adapun waktu layanan penyetoran uang rupiah di KPBI yang relatif meningkat di triwulan IV-2006 juga disebabkan peningkatan volume uang masuk dari perbankan paska berlangsungnya hari raya lebaran.
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
0:28:48 0:23:02 0:17:17 0:11:31 0:05:46 0:00:00 Tw. I
Tw. II Bayaran
Tw. III Setoran
Tw. IV Target
Grafik 4 Waktu layanan kas KPBI
Layanan Kas Sesuai dengan Standar Internasional ISO 9001:2000 BI telah mencanangkan strategi layanan kas prima sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan pengguna sejak tahun 2004. Untuk mewujudkannya, BI berupaya untuk menerapkan Sistem Manajemen Mutu yang sesuai dengan satuan kerja kas berdasarkan prinsip-prinsip dasar (persyaratan) standar ISO 9001:2000 serta perlunya peningkatan (improvement) terhadap layanan kas dan sistem manajemen mutu satuan kerja kas. Rangkaian kegiatan untuk mencapai layanan kas sesuai dengan standar internasional tersebut diawali dengan penyusunan kajian mengenai penerapan standar ISO 9001:2000 yang telah dilaksanakan pada tahun 2005 serta pendampingan oleh konsultan yang kompeten. Berdasarkan kajian dan rekomendasi yang dilaksanakan di tahun 2005, menyatakan bahwa BI telah siap melaksanakan implementasi Sistem Manajemen Mutu sebagai langkah lanjutan untuk memperoleh sertifikat ISO 9001:2000. Proses selanjutnya adalah melaksanakan Audit Mutu Internal (AMI) terhadap pelaksanaan layanan kas kepada perbankan, yang akan menjadi dasar penunjukkan Badan Sertifikasi, yaitu PT. Lloyd Register Indonesia. Finalisasi audit yang dilakukan oleh Badan Sertifikasi pada bulan Juni 2006 mendapatkan hasil yang positif atau tidak ada temuan yang bersifat major.
Berdasarkan berbagai langkah dan strategi peningkatan layanan kas BI tersebut, pada tanggal 23 Agustus 2006 BI secara resmi memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 dari United Kingdom Accreditation Service (UKAS) yang berkedudukan di LondonInggris. Dengan tercapainya sertifikasi ISO 9001:2000 bagi layanan kas di KPBI tersebut, bukan berarti strategi optimalisasi layanan kas BI telah selesai. Langkah selanjutnya yang dinilai lebih berat adalah menjaga dan mengupayakan pelaksanaan layanan kas yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.
Penerapan Uji Coba Setoran dan Bayaran Perbankan Salah satu kebijakan BI kedepan adalah melayani kebutuhan uang dalam jumlah besar (wholesale), serta mendorong perbankan untuk mengembangkan manajemen kas yang lebih efektif. Untuk tujuan tersebut, sebagai langkah awal BI telah menerapkan uji coba setoran dan bayaran kepada perbankan sejak 2005 berupa penyetoran bank-bank ke BI hanya diperkenankan uang dalam kondisi tidak layak edar (UTLE) dan penarikan layak edar (ULE) dari BI hanya dapat dilakukan setelah jumlah dan pecahan tertentu ULE di perbankan sudah tidak tersedia. Dengan diberlakukannya uji coa tersebut, akan memberikan manfaat terhadap efisiensi pengelolaan uang di BI sehingga diharapkan pelayanan bagi perbankan menjadi lebih cepat sehingga selanjutnya dapat memperlancar layanan kas dari perbankan ke masyarakat. Selain itu, penerapan uji coba tersebut juga akan memacu perbankan untuk mengelola manajemen uang kartalnya secara lebih baik. Penerapan uji coba setoran dan bayaran perbankan dibagi dalam 4 tahap, yaitu tahap I untuk penyetoran UTLE pecahan Rp10.000 ke bawah yang diberlakukan pada triwulan IV-2005 kepada bankbank wilayah kerja Kantor Pusat BI. Penerapan uji coba tahap II diberlakukan untuk penyetoran UTLE
14
15
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
pecahan Rp10.000 ke bawah di wilayah KBI yang dilaksanakan sejak triwulan II-2006. Adapun uji coba tahap III dan IV diberlakukan berupa penyetoran UTLE dari bank ke BI untuk seluruh pecahan, masing-masing diberlakukan di KP pada triwulan II-2006 dan di seluruh wilayah KBI pada triwulan IV-2006. Untuk mendukung dan optimalisasi pelaksanaan uji coba setoran dan bayaran tersebut, berbagai kegiatan yang telah dilakukan BI sebagai berikut: 1. Melakukan sosialisasi kepada perbankan di berbagai wilayah di Indonesia mengenai pelaksanaan uji coba setoran dan bayaran 2. Menyusun pedoman uji coba setoran dan bayaran yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan kegiatan uji coba tersebut, antara lain yang mencakup asumsi-asumsi efektivitas dan efisiensi dari layanan kas BI dengan mengutamakan keamanan dan kenyamanan perbankan. Adapun ruang lingkup pedoman tersebut antara lain meliputi prinsip umum, pelaksanaan uji coba, monitoring pelaksanaan uji coba, dan sanksi. 3. Membentuk fokus grup yang beranggotakan perbankan dan BI sebagai fasilitator guna mengkomunikasikan materi pedoman dan kendala pelaksanaan uji coba dimaksud. Hasil dan peran yang diharapkan dari pembentukan fokus grup tersebut antara lain: a. Memperoleh masukan dari bank-bank agar penerapan pengaturan kegiatan penyetoran dan pengambilan uang di BI dapat berjalan efektif. b. Menjadi partner BI dalam melakukan sosialisasi, sehingga bank-bank dapat memperoleh pemahaman yang baik dan seragam terhadap penerapan kebijakan tersebut. 4. Memfasilitasi untuk dilakukannya transaksi uang kartal antar bank melalui penyusunan Bye Laws Transaksi Uang Kartal Antar Bank, perubahan
5.
6.
7.
8.
mekanisme pengambilan uang di BI, penyediaan media komunikasi dan informasi dalam bentuk mailing list, serta pembentukan help desk uji coba setoran dan bayaran bank. Melaksanakan kegiatan evening & morning call guna memantau hambatan dan kendala yang ditemui pada pelaksanaan uji coba setoran dan bayaran secara periodik. Meningkatkan aspek pengawasan seperti melakukan pemeriksaan berkala, serta pengawasan dan pembinaan kepada bank secara individual. Pembukaan Transaction Reference Number (TRN) pada aplikasi BI-RTGS sebagai salah satu sarana pengawasan dan monitoring transaksi uang kartal antar bank. Menetapkan standarisasi UTLE secara visual seluruh pecahan dari Rp1.000 sampai dengan Rp100.000 untuk masing-masing tingkat kelusuhan.
Selama pelaksanaan uji coba setoran dan bayaran perbankan tersebut, tercatat satu kali BI menempuh kebijakan diskresi untuk memperkenankan bankbank melakukan penyetoran ULE. Kebijakan diskresi tersebut diberlakukan selama 5 (lima) hari kerja, dengan pertimbangan terjadi kelebihan uang rupiah di perbankan paska liburan hari raya keagamaan (lebaran). Berdasarkan pemantauan terhadap pelaksanaan uji coba sertoran bayaran tersebut, jumlah aliran uang yang masuk ke BI menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Jumlah inflow uang kartal ke BI di wilayah KP sejak diberlakukannya uji coba setoran dan bayaran bank pada bulan Mei menunjukkan penurunan. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, periode Mei sampai dengan Desember 2006 juga menunjukkan jumlah yang lebih rendah dari periode yang sama tahun 2005. Inflow di wilayah KKBI juga menunjukkan penurunan yang signifikan sejak diberlakukan uji coba setoran dan
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
bayaran untuk Desember 2006.
seluruh
pecahan
pada
bulan
Triliun Rp
16.0 2005
Sebagaimana inflow, jumlah outflow selama periode setelah diberlakukannya uji coba setoran dan bayaran bank untuk seluruh pecahan di KP dan wilayah KKBI juga menunjukkan penurunan di bandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi BI, kondisi tersebut berdampak terhadap efisiensi pengelolaan uang rupiah, sedangkan bagi perbankan menunjukkan adanya upaya optimalisasi manajemen kas dan pengelolaan uang kartal.
2006
12.0
8.0
4.0
JAN
FEB
MAR
AP R
M EI
JUNI
J ULI
AGT
S EP T
OKT
N OV
D ES
Grafik 7 Perkembangan Jumlah Outflow di KP Triliun Rp 40.0
2005
2006
Triliun Rp 12.0
2005
30.0
2006
10.0
20.0 8.0
10.0
6.0 4.0
JAN
FE B
M AR
AP R
MEI
JUNI
JULI
AGT
SE P T
OKT
NOV
DE S
2.0
Grafik 8 Perkembangan Jumlah Outflow di KKBI J AN
FEB
M AR
AP R
M EI
JUNI
J ULI
A GT
S EP T
OK T
N OV
D ES
Grafik 5 Perkembangan Jumlah Inflow di KP
1.3
Triliun Rp 40.0
2005
2006
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 J AN
FE B
M AR
AP R
MEI
JU NI
JULI
A GT
SE P T
OKT
N OV
DES
Grafik 6 Perkembangan Jumlah Inflow di KKBI
Pelaksanaan Kebijakan dalam Penanggulangan Peredaran Uang Palsu
Rasio temuan uang palsu terhadap uang kertas yang diedarkan pada tahun 2006 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, namun masih berada pada nilai yang cukup rendah. Rata-rata rasio uang palsu terhadap UYD per bulan pada tahun 2005 sebesar 0,0000009 atau terdapat 9 lembar temuan uang palsu pada setiap 10 juta lembar uang kertas yang diedarkan, sedangkan pada 2006 rata-rata rasio temuan uang palsu terhadap UYD per bulan menjadi 0,0000014 atau terdapat 14 lembar pada setiap 10 juta lembar uang kertas yang diedarkan. BI menempuh strategi penanggulangan meluasnya pemalsuan uang Rupiah melalui upaya preventif dan represif. Upaya preventif yang dilakukan selama tahun 2006 meliputi peningkatan pengenalan dan
16
17
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui kegiatan sosialisasi dan publikasi, serta merintis pembentukan unit khusus penanggulangan uang palsu. Adapun secara represif dilakukan melalui kerjasama dengan pihak penegak hukum khususnya dalam menangani kasus kejahatan pemalsuan uang.
pembentukan BI CAC karena Bundesbank dinilai memiliki sumber daya manusia yang mampu dan berpengalaman dalam menangani penanggulangan uang palsu, serta memiliki sistem dan prosedur penanganan yang komprehensif, sistem informasi dan pelaporan, serta dukungan peralatan yang canggih dalam pendeteksian uang palsu.
Mempersiapkan Mempersiap kan Pembentukan Unit Khusus Penanggulangan Uang Palsu Dalam rangka memenuhi konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dan guna mengantisipasi amanat Rancangan Undang-undang (RUU) Mata Uang serta memenuhi standar internasional di bidang penanggulangan uang palsu, BI telah merintis pembentukan unit khusus penanggulangan uang palsu (Bank Indonesia Counterfeit Analisys Center/BI CAC) sejak tahun 2005. Pembentukan BI CAC tersebut memiliki fungsi antara lain sebagai pusat database uang palsu, mengadministrasikan dan menyimpan contoh uang palsu, serta sebagai pusat kajian dan studi tentang uang palsu.
Cakupan kerjasama BI dengan Bundesbank meliputi pemberian bantuan teknis dari aspek teknologi informasi, hukum, dan analisis uang. Sebagai langkah awal kerjasama BI dengan Bundesbank, telah dilakukan workshop mengenai ’how to eliminate counterfeit currency’, dengan peserta dari BI, Bareskrim POLRI, Pusat Laboratorium dan Forensik POLRI, Botasupal, dan Perusahaan Umum Pencetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Berdasarkan hasil workshop tersebut dapat diperoleh informasi mengenai : 1. Organisasi dan penyebaran pusat analisis uang
Pada tahun 2006 BI telah mengimplementasikan sistem informasi database uang palsu, antara lain mencakup informasi mengenai data kasus dan lokasi temuan uang palsu, jenis pemalsuan uang, serta sindikat/pelaku pemalsu uang. Untuk lebih mendukung pencapaian pembentukan BI CAC tidak hanya didukung oleh database dan informasi saja, namun diperlukan berbagai faktor lain yang mencakup sumber daya manusia, prosedur serta sistem analisis uang palsu. Dalam rangka pengembangan BI CAC, pada tahun 2006 BI menjalin kerjasama dengan bank sentral Jerman (The Deutsche Bundesbank). Sebagaimana negara lainnya yang tergabung dalam Europe Union, Bundesbank memiliki pusat analisis uang palsu yang dikenal dengan nama The National Analysis Centre Deutsche Bundesbank (NAC-DB). Pemilihan Bundesbank dalam rangka kerjasama untuk
palsu di negara-negara Eropa. 2. Aspek
hukum
yang
mendasari
kasus-kasus
temuan uang palsu 3. Prosedur penatausahaan uang palsu 4. Sistem informasi database uang palsu 5. Peralatan untuk meneliti uang palsu 6. Peran dan tugas Bundesbank dalam kerjasama dengan pihak terkait seperti European Central Bank (ECB), Europol, European Commision, dan National
Police
dalam
menangani
penanggulangan uang palsu.
Ciri--ciri Keaslian Uang Sosialisasi dan Publikasi Ciri Rupiah Kegiatan sosialisasi dan publikasi ciri-ciri keaslian uang rupiah bertujuan agar masyarakat dapat dengan mudah mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah sehingga apabila menemukan uang yang diragukan keasliannya dapat segera melaporkan kepada Bank
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
Indonesia atau kantor Kepolisian terdekat. Materi yang disampaikan pada sosialisasi yang dilakukan pada tahun 2006, meliputi pengenalan terhadap ciriciri keaslian yang bersifat kasat mata maupun kasat raba. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi mengenai ciriciri keaslian uang rupiah secara garis besar ditempuh melalui dua cara, yaitu: 1. Sosialisasi secara langsung melalui tatap muka dan penyuluhan kepada berbagai lapisan masyarakat. Kegiatan sosialisasi selama tahun 2006 sebanyak 233 kali atau meningkat sebesar 32,4% dari dibandingkan tahun 2005 yang mencapai sebanyak 176 kali kegiatan. Demikian pula dengan jumlah peserta terjadi peningkatan sebesar 46,6% dari sekitar 42.000 peserta di tahun 2005 menjadi sekitar 61.585 orang peserta. Peserta sosialisasi berasal dari berbagai kalangan masyarakat, seperti perbankan, pedagang pasar tradisional, murid-murid sekolah, mahasiswa, serta aparat penegak hukum. Selain itu, upaya penyuluhan ciri-ciri keaslian uang rupiah dilakukan melalui kegiatan pameran di berbagai daerah, antara lain Pekan Raya Jakarta (PRJ), Manado Expo, dan Sriwijaya Expo. 2. Sosialisasi secara tidak langsung, melalui penayangan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) di berbagai media elektronik dan media cetak, melalui istilah ”3D”. Selain itu, BI juga menyediakan sarana informasi yang lebih lengkap dan jelas pada menu sistem pembayaran pada situs bi.go.id, yang diresmikan pada 28 Desember 2006. Materi pada situs tersebut meliputi edukasi tentang data dan keaslian uang rupiah, serta data dan penyebaran uang palsu di Indonesia.
Meningkatkan Upaya Represif Penanggulangan Uang Palsu Penanggulangan uang palsu secara represif dilakukan melalui peningkatan kerjasama dengan
pihak-pihak terkait dalam hal koordinasi penangkapan dan pemrosesan ke pengadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pemalsuan uang Rupiah. Pada tahun 2006, kerjasama dan koordinasi BI dengan pihak Mabes Polri diperluas cakupannya tidak hanya meliputi wilayah Jakarta, namun meliputi wilayah Kepolisian Daerah terutama untuk melengkapi database kasus uang palsu. Selain itu, upaya penanggulangan uang palsu perlu juga ditempuh dengan menegakkan hukum melalui pengenaan sanksi hukum yang maksimal terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang. Terkait dengan hal ini, Bank Indonesia secara intensif memberikan sosialisasi kepada aparat penegak hukum guna meningkatkan pemahaman kejahatan uang palsu dan bahayanya bagi masyakarat. 1.4
Pelaksanaan Kebijakan untuk Pengembangan Operasional Pengedaran Uang
BI senantiasa melakukan pengembangan operasional pengedaran uang guna mencapai sistem pembayaran yang aman, efisien, dan handal. Fokus pengembangan operasional di bidang pengedaran uang yang dilaksanakan selama tahun 2006 meliputi peran serta BI secara aktif dalam penyusunan RUU Mata Uang, pengembangan peralatan/laboratorium dan sistem informasi di bidang pengedaran uang, serta peningkatan kajian dan penelitian.
Peran BI dalam Penyusunan RUU Mata Uang Penyusunan RUU Mata Uang merupakan amanat konstitusi pasal 23B Undang-undang Dasar Tahun 1945, sehingga BI bersama dengan berbagai pihak terkait secara intensif dan berkesinambungan. Untuk pelaksanaannya, telah dibentuk tim kerjasama pembahasan RUU tentang Mata Uang didasarkan pada Surat Keputusan bersama (SKB) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2005.
18
19
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
Pada tahun 2006, penyusunan RUU Mata Uang dimasukkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) yang merupakan salah satu RUU yang diprioritaskan pembahasannya di DPR RI serta ditetapkan sebagai inisiatif DPR RI. Terhadap penyusunana RUU tersebut, BI berupaya untuk berperan aktif sesuai dengan kebutuhan dan memberikan beberapa masukan terutama terkait dengan perlakuan terhadap pemalsu uang Rupiah.
Mengembangkan dan Menyempurnakan Sistem Aplikasi dan Informasi di Bidang Pengedaran Uang Pengembangan dan penyempurnaan berbagai sistem aplikasi pengedaran uang senantiasa mempertimbangkan faktor integrasi ke dalam enterprise data warehouse (EDW) system yang telah dimiliki yaitu EDW Sistem Informasi Pengedaran Uang. Beberapa pengembangan sistem aplikasi di bidang pengedaran uang yang dilaksanakan selama tahun 2006 meliputi pengembangan sistem administrasi dan informasi uang dan bahan uang (SA-UBU), rewrite dan pengembangan Bank Indonesia Sentralisasi Administrasi Kas, pengembangan awal sistem informasi transaksi uang kartal. Pengembangan Sistem Administrasi dan Informasi Informasi Uang dan Bahan Uang (SA(SA -UBU) Pengembangan SA-UBU yang telah dirintis sejak tahun 2005, dilakukan dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi yang bertujuan untuk dapat menyajikan informasi/data mengenai uang dan bahan uang yang akurat dan reliable. Selain itu mencakup otomasi laporan-laporan yang masih bersifat manual yang terkait dengan kegiatan pengadaan uang seperti perencanaan uang dan bahan uang, pengadaan uang dan bahan uang, pengelolaan bahan uang, penerimaan uang dan pengelolaan hasil uang salah cetak, serta monitoring pelaksanaan kegiatan pengadaan uang secara keseluruhan.
Prototipe SA-UBU disusun secara multi years yang dimaksudkan agar SA-UBU dapat disusun secara cermat dan komprehensif meliputi seluruh kegiatan pengadaan uang dan bahan uang yang saling berkaitan. Pada tahun 2006 telah dilaksanakan implementasi SA-UBU Tahap I, dan pada tahun 2007 juga akan dilakukan pengembangan SA-UBU sebagai sarana pemantauan penggunaan nomor seri uang. Sistem ini dikembangkan dalam bentuk Database Nomor Seri Uang (DNSU) yang bertujuan untuk melakukan administasi dan pemantauan realisasi penggunaan nomor seri uang rupiah. DNSU ini diharapkan dapat memudahkan tugas Bank Indonesia dalam mencocokkan rencana nomor seri yang akan digunakan (blocking) nomor seri, dengan realisasi nomor seri uang yang digunakan pada hasil cetak uang. Selain itu, DNSU diharapkan juga dapat menciptakan sinkronisasi antara administrasi pemantauan nomor seri uang di Bank Indonesia dan di Perusahaan Percetakan Uang. Penyempurnaan Sis Sistem tem Aplikasi Bank Indonesia Sentralisasi Administrasi Kas (BISAK) Penyempurnaan BISAK yang mulai dikembangkan pada tahun 2006 merupakan re-write terhadap sistem aplikasi yang telah ada sebelumnya yaitu sistem palikasi Otomasi Administrasi Perkasan (OAP). Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan aspek perkembangan teknologi dengan tujuan untuk sentralisasi sistem dan mempermudah proses integrasi dengan sistem aplikasi dan informasi lainnya. Penyempurnaan OAP menjadi BISAK meliputi penambahan menu data kegiatan kas yang sebelumnya tidak tersedia, penambahan menu koreksi untuk setiap kegiatan dan proses dual entry pada kegiatan pengiriman uang. Proses pengembangan BISAK dilakukan selama tahun 2006, sedangkan implementasinya akan dilakukan secara bertahap di tahun 2007 yaitu Kantor Pusat pada triwulan I yang dilanjutkan
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
dengan 20 KBI pada triwulan-triwulan selanjutnya. Adapun langkah-langkah dalam rangka pengembangan BISAK yang telah dilakukan selama tahun 2006 meliputi penyusunan mapping setiap kegiatan kas di seluruh satuan kerja kas, desain flowchart kegiatan kas, penyusunan dan pembahasan materi term of reference (TOR) dan user requirement, pengembangan sistem aplikasi serta pengadaan sarana/teknologi pendukung. Pengembangan Sistem Informasi Database Uang Palsu Terbentuknya peran BI sebagai pusat data pencegahan uang palsu (counterfeit analisys centre) merupakan salah satu sasaran jangka menengah panjang Bank Indonesia guna menanggulangi meluasnya peredaran uang palsu. Guna menunjang peran BI tersebut, diperlukan adanya system informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan komprehensif mengenai uang palsu di Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, pada tahun 2006, BI telah mengimplementasikan sistem informasi database uang palsu. Pada tahap awal, sistem informasi tersebut diimplementasikan secara terbatas untuk internal di Kantor Pusat BI meliputi data uang palsu, wilayah pemalsuan uang, info kasus pemalsuan uang, serta laporan kasus uang palsu dan kegiatan dalam rangka menanggulangi uang palsu. jenis pemalsuan, nama sindikat/pelaku pemalsu uang rupiah, serta wilayah/lokasi pemalsuan. Berbagai data dan informasi tersebut bersumber dari internal yaitu satuan kerja kas BI dan ekternal yaitu dari kepolisian dan laporan masyarakat/perbankan. Pengembangan sistem informasi database uang palsu masih akan dilakukan pada tahun 2007 antara lain dapat diakses oleh pihak internal di satuan kerja kas di KP dan KBI, serta kepolisian dan pihak lainnya yang terkait dalam Botasupal. Adapun penyempurnaan informasi meliputi penyebaran lokasi pemalsuan hingga wilayah Kabupaten/Kota serta penambahan laporan
yang lebih lengkap mencakup bahan uang dan teknik cetak yang digunakan dalam pemalsuan uang melalui integrasi dengan tim laboratorium uang dan bahan uang di BI. Pengembangan Pe ngembangan Sistem Informasi Transaksi Uang Kartal Pengembangan sistem informasi transaksi uang kartal dimaksudkan untuk dapat mengakomodasi kebutuhan BI dan perbankan mengenai posisi long dan short pecahan uang rupiah serta laporan yang terkait dengan rencana penarikan/penyetoran uang dari/ke BI. Pengembangan sistem informasi transaksi uang kartal semakin dibutuhkan terutama sejak diimplementasikannya ujicoba setoran dan bayaran kepada perbankan. Pada saat ini, data dan informasi mengenai posisi long dan short uang rupiah di perbankan menggunakan sarana mailing list pada server eksternal. Namun demikian terdapat beberapa kendala antara lain masih adanya proses dan prosedur entry ulang manual yang dilakukan oleh Bank Indonesia, serta belum adanya quality of service dari data yang bersifat rahasia. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2006 dalam pengembangan system informasi tersebut meliputi mapping kebutuhan serta penyusunan alur bisnis dan user requirement yang akan menjadi dasar pengembangan sistem informasi tersebut.
Mengoptimalkan Kinerja Laboratorium Uang dan Bahan Uang Dalam rangka meningkatkan kualitas uang dan bahan uang serta analisis terhadap uang Rupiah palsu, BI memiliki laboratorium uang dan bahan uang. Selain melakukan penelitian terhadap uang dan bahan uang, pada waktu-waktu tertentu laboratorium tersebut juga melakukan analisis dan penelitian terhadap surat berharga dari satuan kerja lain di BI.
20
21
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
Kegiatan laboratorium uang dan bahan uang BI selama tahun 2006 meliputi: 1. Pengujian bahan uang kertas sebagai proses quality control bahan uang kertas untuk menunjang kelancaran proses pencetakan kertas uang. 2. Pengujian uang palsu untuk memastikan keaslian uang serta berguna sebagai evaluasi terhadap unsur pengaman yang dipalsukan. 3. Pengujian uang hasil cetak sempurna (HCS) terhadap hasil cetak dari perusahaan pencetak uang untuk mengetahui kesesuaian antara hasil cetak dengan spesifikasi uang yang telah ditetapkan. 4. Pengujian uang rusak hasil temuan masyarakat atau bank-bank untuk menilai jumlah nominal penggantian. 5. Menunjang proses rencana penerbitan uang baru, meliputi: a. Pengembangan uji kelusuhan (soil test), sebagai simulasi perlakuan uang di masyarakat untuk menentukan usia edar uang. b. Pengujian tanda air pada uang (water mark). c. Pengujian contoh bahan uang kertas jenis durable paper.
Melakukan Kajian dan Penelitian Guna memberikan masukan dalam penyempurnaan dan pengembangan kebijakan, serta mendukung penyempurnaan pelaksanaan operasional dan ketentuan, serta efisiensi di bidang pengedaran uang, BI senantiasa melakukan berbagai kajian dan penelitian. Selama tahun 2006, terdapat beberapa kajian yang telah dilaksanakan sebagai berikut: Kajian Sinkronisasi Database Nomor Seri Uang Rupiah Kajian sinkronisasi database nomor seri uang rupiah bertujuan untuk mengetahui tahapan/prosedur dan pemilihan sistem teknologi yang diharapkan dapat memenuhi fungsi administrasi dan pemantauan
nomor seri uang yang efektif dan efisien. Berdasarkan hasil kajian itu BI telah melakukan beberapa langkah penyempurnaan, terkait dengan rencana nomor seri uang yang akan digunakan (blocking nomor seri), serta pembahasan bersama dengan perusahaan pencetakan uang untuk pengembangan database nomor seri uang. Terkait dengan berbagai langkah penyempurnaan yang telah dilakukan dalam rangka sinkronisasi nomor seri uang, serta mempertimbangkan posisi dan teknik cetak nomor seri pada uang, direkomendasikan perlunya pengembangan sistem aplikasi dalam proses administrasi dan pemantauan nomor seri uang dengan memanfaatkan teknologi terkini. Kajian Sistem Pemantauan Kinerja Peralatan Kas Kajian ini bertujuan untuk menyusun indikator kinerja mesin sortasi uang kertas (MSUK) dan mesin racik uang kertas (MRUK) serta mekanisme baku pengukurannya dengan mengacu best practises internasional. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari kajian tersebut, antara lain: a. Identifikasi pengembangan sistem aplikasi yang tepat untuk mendukung pengukuran/pemantauan kinerja MSUK dan MRUK secara cepat, handal dan akurat. b. Memaksimalkan kinerja mesin dan meminimalkan pengolahan uang secara manual. c. Memberikan masukan terhadap analisis bersifat jangka panjang dalam penerapan teknologi pada kegiatan pengelolaan uang di Bank Indonesia. Kajian Strategi Implementasi Cash Centre Salah satu strategi pengelolaan uang rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia di masa mendatang adalah melayani kebutuhan uang kepada bank dalam jumlah besar (wholesale) dan mendorong perbankan untuk mengimplementasikan manajemen kas yang lebih efisien dan efektif; termasuk
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
peningkatan peran aktif perbankan untuk mengelola uang yang masih layak edar. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam proses penyusunan kajian tersebut meliputi: a. Melakukan sosialisasi mengenai konsep cash centre (CC) Indonesia kepada instansi/lembaga yang dinilai sebagai embrio pengelola CC. b. Pembahasan dengan perbankan di wilayah Kantor Pusat BI mengenai penjajakan pelaksanaan kas titipan di bank. c. Pembahasan konsep dan aspek teknis praktekpraktek CC di negara lain pada saat seminar tahunan asosiasi para pelaku bisnis dan institusi yang berkaitan dengan pengedaran uang. d. Melaksanakan penjajakan teknis bersama salah satu bank sentral di Asia Tenggara yaitu Bank Negara Malaysia terkait dengan proses pembentukan cash centre di Malaysia, kelembagaan dan sistem pengawasan CC, prosedur dan teknik pencatatan, serta sistem informasi. Berdasarkan hal-hal tersebut dan sesuai dengan hasil perbandingan dan pendalaman terhadap model penerapan CC di beberapa negara, telah disusun suatu kajian strategi implementasi CC dengan hasil kajian dan rekomendasi sebagai berikut: a. Berdasarkan pengalaman dari beberapa negara yang telah menerapkan CC, proses implementasi CC dapat dibagi menjadi 2 jenis, yakni secara revolusi dan secara evolusi. Proses revolusi dilakukan melalui pendekatan langsung membentuk CC tanpa melakukan tahapan persiapan yang dapat mengakomodasikan penyesuaian-penyesuaian bagi pihak terkait. Sedangkan implementasi CC melalui proses evolusi dilakukan berdasarkan serangkaian persiapan dan tahapan guna mencapai efektifitas keberhasilan implementasinya. Dalam hal ini, diperlukan manajemen kas perbankan yang lebih efisien dan efektif terutama menyangkut
potensi idle fund akibat kesalahan mengelola likuiditas uang kartal (mismatch liquidity). b. Beberapa faktor pokok yang perlu diperhatikan dalam rangka implementasi CC di Indonesia, terkait dengan persiapan dan kesiapan Bank Indonesia, serta lembaga/instansi yang saat ini dinilai telah menjadi embrio CC. Persiapan tersebut meliputi sumber daya manusia, investasi dan infrastruktur yang mencakup peralatan, gedung dan sistem informasi. Faktor lainnya yang perlu diperhatikan adalah perencanaan strategi implementasi yang efektif dan efisien, serta implikasi yang timbul terkait dengan pembentukan CC. c. Implementasi atas strategi dan kebijakan di atas dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu:
-
Implementasi jangka pendek untuk menciptakan mekanisme penyempurnaan kegiatan pengelolan uang yang mengarah kepada fungsi CC, dengan periode waktu sampai dengan berakhirnya uji coba ketentuan setoran dan bayaran bank.
-
Implementasi strategi lanjutan, yakni dilakukannya landscaping perbankan dan mapping terhadap jumlah embrio CC yang sudah berdiri agar layanan kepada bank dapat efektif dan efisien, pada suatu regional tertentu.
-
BI memfasilitasi pengaturan secara formal kelembagaan CC di Indonesia.
Survei Kebutuhan Pecahan Uang Rupiah Survei kebutuhan pecahan uang rupiah dilaksanakan oleh BI bekerjasama dengan konsultan pihak ketiga pada tahun 2006. Perlunya dilakukan survey tersebut antara lain karena kecenderungan penggunaan uang kartal dalam kegiatan transaksi ekonomi masyarakat dalam 10 tahun terakhir masih cukup tinggi yang tercermin dari jumlah UYD yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di sisi lain, dengan semakin beragamnya jenis dan pecahan serta ukuran uang
22
23
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
yang beredar di masyarakat lebih memungkinkan untuk menggunakan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diminati. Secara nominal, Bank Indonesia mampu memenuhi peningkatan kebutuhan uang kartal, namun disadari bahwa jenis pecahan dan bahan uang yang sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat serta tanggapan mengenai desain dan kemudahan mengenali uang rupiah belum diketahui sepenuhnya. Tujuan dilakukannya survei kebutuhan pecahan uang rupiah adalah untuk memperoleh informasi dari masyarakat baik secara keseluruhan (nasional) maupun parsial (wilayah), mengenai:
-
Indikasi komposisi pecahan yang diperlukan masyarakat.
-
Indikasi jenis bahan uang untuk pecahan kecil yang diminati masyarakat.
-
Pendapat masyarakat mengenai uang kertas dan uang logam (lama dan baru) yang dikeluarkan Bank Indonesia ditinjau dari ukuran, jenis bahan (kertas, polymer, logam), desain, warna, security feature.
-
Kemudahan masyarakat dalam mengenali security feature yang bersifat kasat mata.
-
Pendapat masyarakat mengenai kondisi uang Rupiah yang beredar.
Sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, daerah yang menjadi wilayah survei meliputi Jakarta, Medan, Batam, Solo, Malang, Denpasar, Samarinda, Makassar, dan Jayapura. Adapun responden survei adalah masyarakat, berbagai institusi/perusahaan, perbankan, serta satuan kerja kas di BI. Survei dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2006, dan pada akhir tahun 2006 telah diselesaikan draft awal laporan hasil survei berdasarkan jenis responden, meliputi: a. Secara umum kebutuhan uang untuk masyarakat dan institusi relatif sama yaitu pecahan Rp1.000 sampai dengan Rp20.000, sedangkan perbankan
lebih membutuhkan pecahan besar yaitu Rp 50.000 – Rp100.000. b. Tingkat pemenuhan uang pecahan besar relatif lebih baik, sedangkan pecahan Rp1.000 dan Rp5.000 masih perlu diperbaiki. Hal ini antara lain disebabkan tingkat kebutuhan pecahan Rp1.000 dan Rp5.000 yang tinggi, penggunaannya yang tinggi di masyarakat serta memiliki peranan ganda untuk keperluan pembayaran dan pengembalian. c. Mayoritas responden menyarankan pencabutan uang pecahan Rp50 dan Rp25. Selanjutnya untuk pengeluaran pecahan baru, masyarakat menyetujui pengeluaran pecahan Rp2.000 sementara untuk Rp200.000, relatif berimbang yang menyatakan setuju dan tidak setuju dikeluarkannya pecahan tersebut. d. Secara umum, responden lebih menyukai desain uang emisi baru dibandingkan emisi lama dan menyarankan untuk pengeluaran uang ke depannya dengan karakteristik yang mirip dengan uang edisi baru. Secara umum, pecahan uang yang paling banyak diterima dalam kondisi lusuh dan rusak adalah pecahan Rp5.000, Rp1.000 dan Rp500. Responden mengusulkan pecahan 100.000 s.d 1.000 menggunakan bahan kertas, sementara 500 s.d 25 menggunakan logam. e. Ciri-ciri keaslian uang rupiah yang mudah dikenali dan diingat menurut responden adalah tanda air, benang pengaman, angka nominal, dan gambar pahlawan. Sedangkan yang paling tidak dikenal terutama untuk responden masyrakat dan institusi adalah OVI, irisafe, dan mikroteks. Penelitian Bahan Uang Pecahan Kecil Penelitian mengenai bahan uang pecahan kecil merupakan lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh spesifikasi
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
bahan uang pecahan kecil. Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam penelitian tersebut meliputi: a. Menyusun draft metode pengujian ketahanan uang terhadap kelusuhan serta draft spesifikasi kertas uang durable dan penyempurnaan spesifikasi uang yang beredar saat ini. b. Pembahasan secara intensif antara Bank Indonesia dengan Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK) serta Balai Besar Tekstil mengenai materi penyusunan draft. Selain itu juga dilakukan pembahasan dengan salah satu bank sentral di Asia mengenai metode pengujian ketahanan uang terhadap kelusuhan serta spesifikasi kertas uang durable dan penyempurnaan spesifikasi yang yang beredar saat ini. c. Menyusun katalog hasil serangkaian percobaan laboratorium dalam rangka penyusunan metode pengujian ketahanan terhadap kelusuhan untuk pendokumentasian proses dan hasil percobaan. Berdasarkan berbagai rangkaian kegiatan tersebut, telah dapat disusun hasil penelitian mengenai spesifikasi kertas uang durable dan telah diimplementasikan dalam pelaksanaan pengadaan bahan uang pecahan kecil. Kajian dan Penetapan Standar Uang Layak Edar (ULE) Sehubungan dengan telah ditetapkannya uji coba setoran dan bayaran bank sejak bulan Oktober 2005, diperlukan adanya keseragaman kriteria ULE. Kajian terhadap standar ULE telah diselesaikan pada tahun 2005, dan berdasarkan hasil kajian tersebut direkomendasikan mengenai standar ULE berdasarkan defect level dan soil level. Berdasarkan rekomendasi tersebut, pada tahun 2006 dilakukan kajian mengenai penetapan standar ULE melalui tahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Menyusun sampel uang untuk pecahan uang kertas Rp1.000 sampai dengan Rp100.000 untuk
masing-masing soil level (dari level 1 sampai dengan level 10). 2. Menyusun standar ULE untuk seluruh pecahan dan menyampaikannya kepada seluruh satuan kerja kas di Bank Indonesia. Sampel standar ULE tersebut akan digunakan sebagai panduan dalam melakukan pemilahan ULE maupun UTLE di BI.
Kegiatan Museum Artha Suaka Bank Indonesia Dalam rangka memperkenalkan dan memasyarakatkan koleksi benda-benda bersejarah khususnya di bidang pengedaran uang berupa mata uang, sarana pembuatan uang dan alat-alat pembayaran lain yang pernah beredar di Indonesia, Bank Indonesia telah mengadakan pameran uang yang merupakan koleksi Museum Artha Suaka di Banjarmasin pada tanggal 15 Juni hingga 19 Juni 2006. Tema dari pameran tersebut adalah Peranan Mata Uang sebagai Alat Pemersatu Bangsa. Berbagai koleksi mata uang yang dipamerkan meliputi uang logam dan uang kertas sejak zaman peradaban kerajaan-kerajaan kuno seperti kerajaan di Aceh, Majapahit, Jenggala, Madura, dan Banten serta peredaran uang zaman kolonialisme Belanda dan Jepang, zaman kemerdekaan hingga peredaran uang terkini. Pelaksanaan pameran merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun sejak tahun 2003. Pameran dilakukan secara bergantian di beberapa kota di wilayah Indonesia. Pameran ini bertujuan untuk lebih memperkenalkan kepada masyarakat berbagai ragam uang yang pernah digunakan oleh bangsa Indonesia. Selain menerima kunjungan secara rutin dari berbagai kalangan, Museum Artha Suaka juga mengikuti pameran Java Auction ke-2 pada bulan Agustus 2006 di Jakarta.
24
25
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
BOKS 1 PEMENUHAN UANG RUPIAH LAYAK EDAR DI WILAYAH PERBATASAN DAN TERPENCIL Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah, kebutuhan dan perputaran uang kartal umumnya cenderung meningkat. Disamping itu, faktor pertumbuhan penduduk dan budaya memegang fisik uang yang masih kental di kalangan masyarakat dalam bertransaksi merupakan faktor lain yang mempengaruhi kenaikan uang yang beredar dan kelusuhan uang. Jangkauan pelayanan uang kepada masyarakat relatif terbatas, beberapa wilayah tertentu seperti di daerah terpencil dan perbatasan belum dapat dilayani secara optimal karena keterbatasan transportasi dan infrastruktur distribusi uang yang dimiliki BI. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal yang layak edar di wilayah tersebut, serta sekaligus meningkatkan eksistensi uang rupiah sebagai simbol kedaulatan negara di daerah perbatasan, di tahun 2006 BI melakukan kerjasama dengan PT. Pos Indonesia (PT. Posindo) untuk melayani penukaran uang rupiah yang layak edar. Kerjasama BI dengan PT. Posindo tersebut didasari pada suatu penilaian bahwa PT. Posindo merupakan salah satu institusi yang layak dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan misi tersebut karena memiliki jaringan kantor yang tersebar di hampir seluruh wilayah di Indonesia, memiliki sumber daya manusia dan armada yang memadai, khazanah yang cukup, dan biaya investasi yang dibutuhkan relatif tidak terlalu besar. KerjasamaBI dengan PT. Posindo diawali dengan penandatanganan Nota Kesepahaman pada hari kamis, 24 November 2005 di Bandung. Ruang lingkup kerjasama meliputi pelayanan penukaran uang rupiah kepada masyarakat di wilayah terpencil dan perbatasan oleh PT. Posindo, sedangkan BI berperan untuk memberikan pelatihan dan konsultasi khususnya terkait dengan teknik dan cara mengenali ciri-ciri keasllian uang rupiah, serta penetapan besarnya penggantian uang rusak. Pemenuhan uang rupiah melalui PT. Posindo merupakan pilot project yang pelaksanaannya melibatkan Kantor Bank Indonesia. Sebelum dilaksanakan implementasi layanan penukaran uang oleh PT. Posindo, BI melakukan survei di beberapa lokasi guna mengetahui kondisi geografis, kesiapan
kantor pos setempat, serta kondisi uang rupiah yang beredar di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil survei dan kajian, ditetapkan 9 wilayah propinsi yang dinilai layak untuk menjalankan misi penukaran uang melalui PT. Posindo. Pelaksanaan kegiatan penukaran uang di wilayah terpencil dan perbatasan pada 9 propinsi dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan dari masing-masing Kantor Bank Indonesia dan PT. Posindo. Implementasi kerjasama ditandai dengan penandatanganan perjanjian masing-masing: Tanggal 12 Juni 2006 bertempat di KBI Pontianak, antara KBI Pontianak dengan Kanwil Pos IX Kalimantan.
• • •
•
Tanggal 27 Juli 2006 bertempat di KBI Kupang, antara KBI Kupang dengan Kanwil Pos VIII Bali – Nusa Tenggara. Tanggal 11 September 2006 bertempat di KBI Samarinda, antara KBI Samarinda dengan Kanwil Pos IX Kalimantan. Tanggal 15 September 2006 bertempat di KBI Ambon, antara KBI Ambon dan KBI Jayapura dengan kanwil Pos XI Jayapuran dan KBI Palu dengan Kanwil Pos X Makassar. Tanggal 1 Desember 2006 bertempat di KBI Ternate, antara KBI Ternate dengan Kanwil Pos XI Jayapura, KBI Kendari dengan Kanwil Pos X Makassar, dan KBI Palangkaraya dengan Kanwil Pos IX Kalimantan.
Guna menjamin pelaksanaan memenuhi kebutuhan uang kartal sesuai dengan yang diperjanjikan, BI senantiasa melakukan pemantauan dan pengawasan, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada Kantor Pusat PT. Posindo.
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
BAB II II
26
PENINGKATAN KINERJA BI DI DALAM PELAKSANAAN TUGAS PENGEDARAN UANG
B AB II PENINGKATAN PENINGKATAN KINERJA BI DALAM PELAKSANAAN TUGAS DI BIDANG PENGEDARAN UANG UANG
Sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang rupiah. Untuk mengetahui penilaian masyarakat terhadap kinerja BI khususnya di bidang pengedaran uang, selama tahun 2006 telah dilakukan berbagai survei kepada stakeholders eksternal. Berbagai survei penilaian kinerja BI yang dilaksanakan pada tahun 2006 meliputi survei ketersediaan uang Rupiah, survei layanan kas BI, dan survei terhadap pengenalan ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Hasil survei tersebut selain untuk menilai kinerja BI, juga digunakan sebagai masukan bagi BI untuk melaksanakan evalusi kebijakan dan strategi pengedaran uang untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan.
Survei Ketersediaan Uang Rupiah Survei tersebut dilakukan untuk menilai kinerja BI dalam mengupayakan untuk memenuhi kebutuhan uang rupiah dalam jumlah yang cukup dan pecahan yang sesuai serta dalam kondisi yang layak edar. Responden yang dipilih dalam survei tersebut meliputi masyarakat dari berbagai kalangan yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif, media massa, pakar/pengamat dan akademisi, perbankan, dunia usaha dan profesi, serta masyarakat umum. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada tahun 2006, tingkat kepuasan stakeholders eksternal terhadap ketersediaan uang Rupiah, baik secara kuantitas dan kualitas, meskipun menunjukkan sedikit penurunan dari hasil survei tahun sebelumnya namun masih menyatakan cukup puas. Angka indeks hasil survei tahun 2006 mencapai sebesar 4,74 sedangkan tahun 2005 sebesar 4,99.
Dari sisi ketersediaan uang, secara umum stakeholders menilai puas, hanya untuk ketersediaan uang logam (Rp50 – Rp500), relatif masih harus ditingkatkan ketersediaannya. Terkait dengan kualitas uang rupiah, 22% responden menyatakan sering menerima uang lusuh, sedangkan masingmasing 39% responden menyatakan kadang-kadang dan jarang menerima uang lusuh. Berdasarkan kelompok responden stakeholder eksternal, tingkat kepuasan tertinggi diberikan oleh eksekutif, legislatif, dan perbankan. Adapun nilai terendah diperoleh dari kelompok yudikatif yang mencapai angka indeks 4,63. Angka indeks tersebut menunjukkan angka yang lebih rendah dari angka indeks terendah tahun sebelumnya yang mencapai 4,77. Pakar/pengamat & akademisi Yudikatif M edia massa M asyarakat umum
2005
5.90
5.07 5.00 5.00 4.95 4.94 4.86 4.77
4.68
4.27 4.31 4.35
Legislatif Eksekutif Perbankan
4.21 4.30
4.41 4.31
2004
Asosiasi dunia usaha dan profesi
Grafik 9 Indeks Hasi Survei : Ketersediaan Uang 2005-2006
Survei Kepuasan Layanan Kas Guna memenuhi kebutuhan uang Rupiah, BI menyelenggarakan layanan kas di setiap satuan kerja kas berupa penerimaan setoran dan bayaran bankbank dan bendaharawan proyek pemerintah yang memiliki rekening di BI, serta layanan penukaran uang kepada masyarakat dan perbankan. Selain itu BI memberikan layanan kas di luar kantor berupa kas
27
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
keliling, kas titipan dan kerjasama penukaran dengan pihak ketiga. Survei kepuasan layanan kas di KPBI dilaksanakan pada dua tahap yaitu Semester I dan Semester II, dengan responden yang menilai terdiri dari perbankan dan masyarakat. Berdasarkan aspekaspek yang dinilai dari survei tersebut, tingkat kepuasan keseluruhan terhadap layanan kas di KP BI pada tahun 2006 cukup baik, tercermin dari angka indeks kepuasan yang mencapai angka indeks di atas 5 (dari skala 1-6). Pada semester I-2006, angka indeks penilaian responden terhadap layanan kas BI semakin membaik, tercermin dari pencapaian angka indeks pada semester I-2005 yang mencapai 5,03, meningkat menjadi 5,11 di semester II. Berdasarkan aspek-aspek penilaian tersebut, angka indeks tertinggi pada semester II dicapai oleh aspek penilaian terhadap keamanan proses perkasan dan pengaturan proses antrian, sedangkan aspek layanan yang perlu menjadi perhatian antara lain terkait dengan keakuratan proses penghitungan jumlah setoran uang dan kesesuaian jumlah pecahan uang yang diminta bank. Tabel 2 Aspek-aspek Penilaian Survei Layanan Kas di KPBI Indeks AspekKepuasan Aspek -aspek yang dinilai Sm. I Sm. II Keakuratan proses penghitungan jumlah uang (selisih lebih atau kurang) Spesifikasi jenis pecahan yang diberikan pada saat penarikan Kecepatan waktu proses layanan Keramahan petugas Pengaturan proses antrian Keamanan selama proses perkasan Ketentuan/regulasi mengenai perkasan yang harus dipenuhi Kepuasan Keseluruhan Terhadap Layanan Perkasan di KP BI
4,80
5,02
4,95
5,17
5,19 5,38 5,20 5,39 4,91
5,14 5,21 5,22 5,24 5,01
5,03
5,11
Ciri--ciri Keaslian Survei terhadap Pengenalan Ciri Uang Rupiah Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang Rupiah,
sejak tahun 2004 Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi melalui iklan layanan masyarakat (ILM) di berbagai media massa dengan istilah ”3D” (Dilihat, Diraba, Diterawang). Selain itu BI juga melakukan berbagai kegiatan sosialisasi dan penyuluhan mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah di berbagai daerah di Indonesia. Guna mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang Rupiah, BI melakukan survei yang sudah dilakukan sejak tahun 2005 terhadap responden dari kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif, media massa, pakar/pengamat dan akademisi, perbankan, asosiasi dunia usaha dan profesi, serta masyarakat umum. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada responden, secara umum (97%) stakeholders eksternal menyatakan mampu mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah, dengan angka indeks mencapai 4,79 (skala 1-6). Dari hasil survei tersebut juga diketahui bahwa, 99% responden menyatakan pernah mendengar/melihat atau membaca ILM tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah yang menggunakan cara ”3D”. Kelompok responden yang memiliki pemahaman yang cukup tinggi terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah adalah kelompok masyarakat umum, legislatif dan perbankan, sedangkan pemahaman terendah dinyatakan oleh kelompok media massa dan asosiasi dunia usaha/profesi. Kondisi tersebut memberikan tantangan bagi Bank Indonesia untuk lebih menggalakkan upaya sosialisasi dan publikasi pengenalan uang rupiah.
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
Eksekutif Legislatif Yudikatif M edia M assa
2006
4.8 4.82 4.74 4.69 4.77 4.81 4.73 4.82
Pakar/Pengamat & Akdemisi Perbankan Asosiasi dunia usaha & profesi M asyarakat umum
2005
4.66 4.93 4.84 4.9
4.9
4.95 4.75 4.88
Grafik 10 Indeks Hasil Survei : Kemampuan Mengenali Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah
28
29
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
BAB III
HUBUNGAN KERJASAMA BI DENGAN PIHAK TERKAIT BAB III HUBUNGAN KERJASAMA BI DENGAN PIHAK TERKAIT
Dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas dan kebijakan di bidang pengedaran uang, BI senantiasa menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga di dalam dan di luar negeri, serta dengan berbagai bank sentral di dunia. Kerjasama tersebut sejalan dengan fungsi dan pelaksanaan tugas BI di bidang pengedaran uang meliputi upaya pemenuhan uang layak edar, distribusi uang, penanggulangan uang palsu, serta penyempurnaan pelaksanaan operasional kas.
Kerjasama BI dengan Lembaga di Dalam Negeri Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang rupiah dalam jumlah yang cukup dan layak edar khususnya di wilayah terpencil dan perbatasan, Bank Indonesia telah menandatangani kerjasama dengan PT. Pos Indonesia (PT. Posindo). Kerjasama tersebut merupakan perwujudan dari misi Bank Indonesia di bidang pengedaran uang, sekaligus meningkatkan eksistensi uang rupiah sebagai simbol kedaulatan negara di daerah perbatasan. Melalui kerjasama tersebut diharapkan masyarakat yang berada di wilayah terpencil dan atau perbatasan yang seringkali mengalami kesulitan dalam memperoleh uang yang layak edar untuk keperluan transaksi akan berkurang secara bertahap. Pada tahun 2006 telah diimplementasikan kerjasama penukaran uang melalui PT.Posindo yang meliputi wilayah terpencil dan perbatasan di 9 KBI. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dalam rangka pengadaan uang tahun 2006, BI melakukan kerjasama dengan Perusahaan Umum Pencetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) untuk melakukan pencetakan uang rupiah. Pelaksanaan pengadaan dilakukan secara penunjukan langsung untuk seluruh pesanan cetak uang rupiah tahun 2006.
Selain kegiatan pencetakan uang, BI juga melakukan kerjasama dengan Perum Peruri dalam hal pembuatan desain uang baru serta pemilihan tanda pengaman pada uang Rupiah. Disamping kegiatan yang terkait dengan pencetakan dan pembuatan desain uang, BI juga melibatkan Perum Peruri dalam melakukan pengujian mutu bahan uang. Pengujian dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan uang yang dibeli dari pemasok apakah telah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, apabila ditemukan bahan uang yang tidak sesuai dengan spesifikasi dapat segera dimintakan penggantian dari pemasok bahan uang. Dalam hal penetapan spesifikasi kertas uang, BI juga selalu melibatkan Perum Peruri untuk memberikan masukan yang terkait dengan proses pencetakan di Perum Peruri. Dengan adanya kerjasama dengan Perum Peruri, diharapkan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pencetakan uang maupun pengadaan bahan uang dapat diminimalisir. Guna memperlancar dan mengamankan kegiatan pendistribusian uang ke berbagai wilayah di Indonesia telah dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga baik untuk moda transportasinya maupun tenaga pengawalannya antara lain dengan PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) dan PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PT. PELNI). Salah satu alat transportasi yang digunakan dalam rangka pengiriman uang adalah kereta api. Sarana transportasi tersebut digunakan untuk melayani kebutuhan kas Kantor Bank Indonesia khususnya di wilayah Pulau Jawa. Ruang lingkup kerjasama tersebut adalah penyediaan jasa transportasi kereta api untuk pengiriman barang berharga milik BI dengan cakupan antara lain penyediaan gerbong khusus, sarana dan prasarana bongkar muat di
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
stasiun, penyediaan tiket untuk tim pengawalan, dan posisi pengawasan gerbong. Kapal laut juga merupakan salah satu alat transportasi lain yang digunakan untuk pengiriman uang terutama untuk melayani kebutuhan kas Kantor Bank Indonesia khususnya di luar Pulau Jawa. Bentuk kerja sama yang selama ini terbina antara kedua belah pihak adalah bentuk kerja sama yang mengikat yang dituangkan dalam suatu Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Jasa Transportasi Pengiriman Barang yang disusun setiap tahun. Dalam Perjanjian tersebut, PT. PELNI memiliki kewajiban untuk menyediakan sarana angkutan laut berupa kapal penumpang, sarana angkutan darat berupa truk peti kemas beserta peti kemasnya atau ruang simpan/angkut untuk uang yang akan dikirimkan ke Kantor Bank Indonesia dengan tarif yang telah disepakati. Selain itu, untuk memperlancar dan menjamin tersedianya sarana angkutan laut, BI juga menjalin kerjasama dengan pihak ketiga (perusahaan ekspedisi muatan kapal laut/EMKL) yang menyediakan alat transportasi laut alternatif apabila tidak tersedia jadwal keberangkatan kapal milik PT.PELNI. Pengamanan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam setiap pengiriman uang ke berbagai daerah di Indonesia. Dalam rangka pengamanan tersebut, BI melaksanakan kerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia khsusnya dengan Kesatuan BRIMOB. Peningkatan upaya penanggulangan uang palsu senantiasa dilakukan melalui kerjasama dengan anggota yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal). Lembaga tersebut berfungsi untuk menyelenggarakan koordinasi tingkat pimpinan, merumuskan kebijakan-kebijakan pelaksanaan di dalam pengumpulan data dan pelaksanaan penindakan terhadap kasus uang palsu. Botasupal berada di
bawah Badan Intelejen Negara dan dipimpin oleh Kepala Staf Harian, beranggotakan Kepolisian, Kejaksaan Agung, Departemen Kehakiman, Bank Indonesia, Perum Peruri, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Imigrasi dan Departemen Penerangan. Adapun tugas dan wewenang instansi dilaksanakan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing instansi yang telah ditetapkan dengan peraturan/perundang-undangan yang berlaku. Secara represif, BI bersama-sama Botasupal dan POLRI berupaya mengungkap dan menyelidiki kasus tindak pidana uang palsu. Selain itu, upaya preventif dilakukan melalui pemberian informasi dan pengetahuan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah secara berkelanjutan, di antaranya adalah :
-
Melakukan pendidikan dan pelatihan penanggulangan uang palsu dalam rangka membentuk jaringan dan kerjasama yang lebih harmonis dalam penanggulangan uang palsu yaitu antara Bank Indonesia dan Polri di wilayah kerja masing-masing.
-
Memberikan pengetahuan ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada peserta pendidikan, kepada reserse dan intel Polri seluruh Indonesia, maupun aparat hukum lain yang merupakan anggota Botasupal.
-
Memberikan dukungan dalam kasus tindak pidana uang palsu kepada Kepolisian dan Kejaksaan sampai ke Sidang Pengadilan sebagai Saksi Ahli.
-
Berdasarkan data laporan penemuan uang palsu dari perbankan, memberikan informasi kepada Botasupal dan Polri terhadap orang yang melakukan penyetoran uang palsu dalam jumlah besar.
Kerjasama BI dengan Lembaga di Luar Negeri BI menjadi salah satu anggota The South East Asia Central Banks (SEACEN) dan secara rutin berperan serta dalam berbagai pertemuan, penelitian, dan pelatihan mengenai operasional dan perkembangan
30
31
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
pembayaran tunai. Dalam rangka kerjasama tersebut, pada tahun 2006 BI berperan serta dalam kegiatan Conference & Meeting of Directors yang berlangsung di Thailand. Selanjutnya dalam rangka pemberantasan dan penanggulangan uang palsu atau uang yang dimanipulasikan, Bank Indonesia juga telah menjalin kerjasama internasional sebagai anggota International Criminal Police Organization (ICPO) yang telah dikenal dengan nama Interpol. Organisasi ini mempunyai sebuah biro yang bekerja dalam masalah penanggulangan uang palsu dan yang berhubungan dengan semua informasi tentang uang yang sah beredar dan uang palsu serta dokumen/surat berharga lainnya. Sehubungan dengan upaya untuk menanggulangi penyebaran pemalsuan uang Rupiah, pada tahun 2006 BI menjalin kerjasama dengan Bundesbank dalam rangka bantuan teknis pembentukan Bank Indonesia Counterfeit Analysis Centre (BI-CAC). Cakupan kerjasama BI dengan Bundesbank meliputi pemberian bantuan teknis dari aspek teknologi informasi, hukum, dan analisis uang. Untuk memudahkan koordinasi dan kesibambungan kerjasama, BI dan Bundesbank telah membentuk tim yang bertanggungjawab terhadap program pemberian bantuan teknis tersebut. Sebagai langkah awal kerjasama BI dengan Bundesbank, pada bulan November 2006 telah dilakukan seminar mengenai penanggulangan uang palsu, yang akan dilanjutkan dengan training workshop pada awal tahun 2007. Terkait dengan pengembangan dan penyempurnaan operasional kas, pada tahun 2006 BI bekerjasama dengan bank sentral di Asia Tenggara, yaitu Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand. Kerjasama BI dengan Bank Negara Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2006 dimaksudkan untuk melakukan sharing informasi terkait dengan strategi implementasi cash centre di Indonesia yang
mengacu pada best practice internasional. Kerjasama BI dengan BNM tersebut didasarkan pada pertimbangan BNM telah mengaplikasikan cash centre secara bertahap dan merupakan salah satu bank sentral yang akan menjadi acuan dalam penyusunan kajian mengenai cash centre di Indonesia. Cakupan kerjasama BI dengan BNM tersebut meliputi 7 aspek pengembangan cash centre yaitu (1) model, mekanisme, dan pengaturan, (2) tahapan dan strategi implementasi, (3) pengaturan mengenai keanggotaan, (4) sistem akuntansi dan administrasi, (5) pengawasan, (6) sistem Informasi, dan (7) manajemen resiko pembentukan cash centre. Adapun kerjasama BI dengan Bank of Thailand terkait dengan melakukan sharing informasi mengenai pencetakan dan pengujian kertas uang durable. Pengujian kertas durable oleh BI baru dilakukan pertama kali di tahun 2006, sehingga BI belum memiliki persyaratan standar ketahanan kertas uang durable tersebut serta belum memiliki peralatan laboratorium yang memadai. Mengingat adanya keterbatasan peralatan dan pengalaman tersebut, maka BI melaksanakan kerjasama dengan Bank of Thailand yang telah memiliki pengalaman di bidang tersebut selama sekitar 8 tahun. Adapun informasi yang diperoleh dari kerjasama tersebut, selain dapat melakukan pengujian untuk memastikan ketahanan kualitas cetak di atas kertas durable, BI juga berkesempatan untuk mempelajari sistem pengendalian mutu bahan uang dan uang, proses cetak, serta proses pengeluaran baru yang dilakukan oleh BOT. Di bidang pengembangan peralatan kas, Bank Indonesia secara aktif berperan dalam keanggotaan BPS International Users Group (BPS IUG) yang setiap tahunnya mengadakan technical advisory group meeting dan IUG meeting. BPS IUG merupakan organisasi internasional yang terdiri dari bank sentral
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
dan perusahaan pencetakan uang yang menggunakan mesin sortasi uang kertas (MSUK) tertentu. BPS IUG diprakarsai oleh Federal Reserve Bank (Amerika Serikat) sebagai pengguna mesin BPS terbanyak di dunia. Berdasarkan berbagai pertemuan tersebut, BI secara rutin memperoleh informasi dan pengalaman bank sentral lain terkait dengan perkembangan teknologi peralatan mesin dan pengelolaan uang. Pada bulan April 2006, BI mengikuti Technical Advisory Group (TAG) Meeting yang membahas mengenai konsep dan peningkatan desain serta pengembangan mesin pengolah uang, permasalahan dan alternatif penyelesaian terhadap operasional mesin pengolah uang tersebut. Pada pembahasan tersebut juga diperoleh informasi mengenai kebijakan standar uang layak edar yang dilakukan oleh European Central Bank (ECB), pengujian yang dilakukan oleh bank sentral lain terhadap mesin pengolah uang tidak layak edar, serta permasalahan teknik terkait dengan pengoperasian mesin pengolah uang. Selanjutnya pada bulan Juni 2006, BI juga mengikuti BPS IUG Meeting Juni yang membahas mengenai pengelolaan uang yang dilaksanakan oleh 3 bank sentral.
32
33
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
BAB IV IV
ARAH KEBIJAKAN DAN RENCANA PENGEMBANGAN BIDANG PENGEDARAN UANG-2007
BAB IV ARAH KEBIJAKAN DAN RENCANA PENGEMBANGAN BIDANG PENGEDARAN UANG - 2007
Kebijakan dan strategi BI di bidang pengedaran uang tahun 2007 masih akan diarahkan pada upaya untuk memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat baik dari secara nominal maupun pecahan, optimalisasi layanan kas dan pengelolaan uang rupiah BI, penanggulangan peredaran uang palsu, dan pengembangan operasionalnya. Untuk mendukung arah kebijakan tersebut, pelaksanaan dan rencana pengembangan system pembayaran tunai 2006 sebagai berikut:
Rencana Distribusi dan Pengadaan Uang Tahun 2007 Dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal, Bank Indonesia tetap melakukan kebijakan pengadaan uang berdasarkan hasil perhitungan rencana distribusi uang selama 1 (satu) tahun kedepan. Pada tahun 2007, jumlah kebutuhan uang rupiah di masyarakat diperkirakan masih akan meningkat. Proyeksi rencana distribusi uang tahun 2007 juga memperhitungkan tingkat kelusuhan uang yang dimusnahkan serta mempertimbangkan terjadinya optimalisasi persediaan uang rupiah yang mengalami kecenderungan inflow serta semakin efektifnya pengelolaan uang layak oleh perbankan. Terkait dengan berbagai pertimbangan tersebut, rencana distribusi uang yang layak edar ke seluruh wilayah Indonesia di tahun 2007 tersebut diperkirakan mencapai 80,4% dari realisasi distribusi uang tahun 2006. Adapun mengenai jumlah rencana pengadaan uang, pada tahun 2007 Bank Indonesia merencanakan melakukan pengadaan uang dengan jumlah 6,6 miliar lembar uang kertas dan 640,24 juta keping uang logam atau secara nominal meningkat sebesar
11,4% dibandingkan nilai nominal pesanan cetak tahun 2006. Peningkatan ini disebabkan adanya perubahan kebijakan BI dalam menentukan jumlah persediaan uang yang cukup aman sesuai dengan best practices.
Pengembangan Sistem Database Uang Palsu Dalam Rangka Mendukung Pembentukan BI Counterfeit Analysis Center (BI(BI-CAC) Untuk menunjang terbentuknya peran BI sebagai pusat data pencegahan uang palsu (counterfeit analysis center), pada tahun 2007 ini akan dikembangkan sistem data base uang palsu yang terintegrasi antara data base temuan uang palsu yang bersumber dari perbankan dan masyarakat dengan data base temuan uang palsu yang bersumber dari Kepolisian. Selanjutnya pengembangan data base uang palsu ini akan menghasilkan informasi yang berguna bagi upaya penanggulangan peredaran uang palsu terkait dengan perkembangan temuan uang palsu, pemetaan wilayah penyebaran dan jaringan, serta analisis dan kualitas pemalsuan. Pembentukan Titipan Kas Besar di KBI Terkait dengan kebijakan pemenuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup sesuai dengan best practices bank sentral di dunia, dan guna memenuhi Manajemen Penanggulangan Bencana Bank Indonesia (MPBBI) di bidang pengedaran uang, akan dibentuk titipan kas besar di beberapa KBI. Selain itu, pembentukan kas besar titipan tersebut dimaksudkan untuk untuk penyebaran wilayah penyediaan uang rupiah, serta efisiensi pengiriman uang. Perluasan Sosialisasi Iklan Layanan Masyarakat Ciri--ciri Keaslia Keaslian Mengenai Ciri n Uang Rupiah Pada tahun 2007, Bank Indonesia tetap melakukan upaya-upaya penanggulangan uang palsu melalui
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah sebagaimana yang telah dilaksanakan pada tahun 2006. Sosialisasi akan dilaksanakan secara tatap muka langsung maupun melalui penayangan ILM atau publikasi melalui artikel (advertorial) di media massa. Selain itu pengetahuan mengenai keaslian uang rupiah juga diupayakan masuk sebagai bagian kurikulum pendidikan di Sekolah Tingkat Dasar dan Menengah serta penggunaan media berjalan (seperti mobil) untuk penunjang kegiatan publikasi.
Penelitian dan Kajian Kajian Dampak Uji Coba Setoran dan Bayaran Bank Sehubungan dengan penerapan uji coba setoran dan bayaran bank telah berlangsung sejak tahun 2005, akan dilakukan kajian mengenai dampak penerapan kebijakan tersebut ditinjau dari aspek sumber daya manusia dan peralatan kas. Untuk mencapai tujuan dari penelitian, kajian akan meliputi evaluasi terhadap pola aliran penyetoran dan pembayaran paska penerapan kebijakan tersebut. Berdasarkan kajian tersebut diharapkan dapat memberikan materi usulan dalam penyusunan ketentuan setoran dan bayaran serta tindak lanjut perbaikan/ penyempurnaannya. Kajian tentang Pembentukan Model Cash Centre Indonesia Guna mencapai penerapan cash centre di Indonesia, perlu didukung dengan berbagai persiapan. Terkait dengan hal tersebut, pada tahun 2007 direncanakan untuk dilakukan penelitian pembentukan model cash centre di Indonesia termasuk perangkat yang dibutuhkan. Tujuan dilakukannya kajian ini antara lain:
-
Menganalisis persiapan yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan tahapan implementasi pembentukan dan CC.
-
Menganalisis perangkat pendukung yang dibutuhkan dalam pembentukan CC, meliputi
dasar hukum pendirian lembaga, pengaturan dan ketentuan CC; pola layanan termasuk pembentukan model skema layanan dan operasional serta pengaturan mekanisme kerja CC; hubungan kerja dengan perbankan serta pengawasan dan pemeriksaan CC; dan tatacara pencatatan maupun penyelesaian transaksi melalui CC. Kajian Kajian tentang efektifitas pelaksanaan Pilot Project Kerja sama Layanan Penukaran Uang dengan PT. Posindo Kajian mengenai efektivitas pelaksanaan kerjasama layanan penukaran uang dengan PT. Posindo akan diarahkan kepada efektifitas mekanisme kerjasama layanan penukaran uang dengan PT Pos Indonesia serta manfaatnya terhadap masyarakat khususnya di daerah perbatasan dan terpencil. Adapun tujuan penelitian antara lain mengukur efektifitas dan mekanisme kerjasama dengan PT.Posindo, serta mengetahui manfaat dan kepuasan masyarakat terhadap layanan penukaran dan ketersediaan uang rupiah di wilayah terpencil dan perbatasan.
34
35
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
LAMPIRAN
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
LAMPIRAN LAMPIRAN 1
PERKEMBANGAN INDIKATOR ALAT PEMBAYARAN TUNAI DAN TEMUAN UANG PALSU
PERKEMBANGAN INDIKATOR ALAT PEMBAYARAN TUNAI DAN TEMUAN UANG PALSU
Upaya Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang kartal kartal di masyarakat dalam jumlah yang cukup untuk mendukung kelancaran transaksi perekonomian selama tahun 2006 dilaksanakan secara efektif. Hal ini tercermin dari kemampuan BI untuk memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat yang menunjukkan meningkat kecenderungan men ingkat di tahun 2006, dengan tetap menjaga kecukupan uang kas pada tingkat yang aman. Selain itu, rasio temuan uang palsu terhadap uang kertas yang diedarkan selama tahun 2006 masih dalam rasio yang cukup rendah, sehingga tidak berdampak secara signifikan terhadap perekonomian. Kegiatan perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2006 tumbuh sebesar 5,5%, serta kenaikan hargaharga umum sebesar 6,6% yang dibarengi dengan dorongan kebijakan fiskal berdampak terhadap meningkatnya kebutuhan uang kartal (UYD) di masyarakat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan rata-rata UYD selama tahun 2006 sebesar 14,6% atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai 13,2%. Sejalan dengan peningkatan perekonomian Indonesia di tahun 2006 tersebut, kebutuhan uang kartal di berbagai wilayah naik sebesar 11,9%, atau lebih tinggi dari peningkatan tahun sebelumnya yang mencapai 7,5%. Masih cukup tingginya kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal berpengaruh terhadap realisasi distribusi uang kartal yang mencapai sebesar 105,9% dari rencana. Adapun proporsinya selama tahun 2006 masing-masing sebesar 75,4% di wilayah Indonesia Barat, sebesar 15,7% di wilayah Indonesia Tengah, dan 8,9% di wilayah Indonesia Timur.
Perkembangan Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) Sejalan dengan perkembangan perekonomian, lonjakan kenaikan kebutuhan uang kartal selama tahun 2006 masih dipengaruhi oleh faktor-faktor musiman seperti hari raya keagamaan dan tahun baru, serta liburan anak sekolah. Selain itu, faktor kebijakan fiskal seperti percepatan realisasi anggaran, masih berlangsungnya bantuan langsung tunai (BLT), dan kenaikan gaji PNS, serta kenaikan harga-harga secara umum di 2006 yang mencapai 6,6% (yoy) memicu kenaikan uang kartal yang diedarkan (UYD) secara keseluruhan. Jumlah UYD rata-rata harian selama tahun 2006 sebesar Rp144,5 triliun, sedangkan rata-rata di tahun sebelumnya sebesar Rp126,1 triliun atau terjadi kenaikan sebesar 14,6%. Berdasarkan pola pergerakannya, UYD selama tahun 2006 tidak berubah dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu terjadi penurunan di triwulan-1 yang diikuti dengan trend meningkat pada awal triwulan-2 serta kenaikan yang signifikan pada periode hari raya keagamaan dan tahun baru (grafik 12). UYD tertinggi pada tahun 2006 dicapai pada tanggal 28 Desember yang berdekatan dengan periode liburan panjang hari raya keagamaan (natal) dan tahun baru serta liburan anak sekolah, sedangkan UYD tertinggi pada tahun-tahun sebelumnya dicapai pada periode menjelang hari raya idul fitri. Kondisi tersebut antara lain terkait dengan kebijakan Bank Indonesia untuk tetap melayani transaksi kas pada periode libur idul fitri, sehingga berdampak terhadap penyesuaian perbankan dalam memelihara kecukupan uang kartalnya. Sebagaimana tahun sebelumnya, sebagian besar UYD selama tahun 2006 berada di masyarakat yang
36
37
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
mencapai kisaran berkisar antara 81,5% pada minggu IV bulan Oktober 2006 sampai 88,2% yang terjadi di akhir minggu I Juni 2006. Adapun kisaran UYD yang berada di bank sebesar 11,8% sampai 18,5% dengan rata-rata selama tahun 2006 sebesar 13,9%. Rasio uang kartal di masyarakat terhadap uang giral rata-rata selama tahun 2006 sebesar 65,4% atau terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai rata-rata 70,7% (Grafik 13). Hal tersebut menunjukkan bahwa peran uang kartal dalam transaksi ekonomi pada tahun 2006 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Triliun Rp 180 2005
2006
160
140
120
100 1Jan
31Jan
1M ar
31M ar
30Apr
30M ay
29Jun
29Jul
28Aug
27Sep
27Oct
26Nov
26Dec
Bulan
Grafik 11 Perkembangan UYD Tahun 2005-2006 2005
2006
75.0% 60.0% 45.0% 30.0% 15.0% 0.0% Feb
M ar
Apr
M ei
Berdasarkan keseluruhan uang kartal (UK dan UL) yang diedarkan, jumlah nominal pecahan uang yang paling banyak beredar adalah pecahan besar yaitu Rp20.000 ke atas yang mencapai 90,6% dari total UYD, sedangkan pecahan kecil Rp10.000 ke bawah hanya mencapai 9,4%. Pangsa pecahan Rp10.000 ke bawah tersebut menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun jika dibandingkan dengan tahun 2004 dan 2005. Meskipun secara nominal, pecahan yang banyak beredar di masyarakat adalah pecahan besar, namun berdasarkan jumlah lembar/keping uang, menunjukkan pecahan Rp10.000 ke bawah masih mendominasi yaitu mencapai 60,9% dari total jumlah/lembar uang yang diedarkan.
90.0%
Jan
Rp50.000 masing-masing sebesar 44,9% dan 41,8%. Selama 3 tahun terakhir menunjukkan pangsa uang kertas (UK) yang diedarkan untuk pecahan Rp100.000 semakin meningkat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penggunaan uang kertas pecahan besar semakin dibutuhkan dalam kegiatan transaksi ekonomi. Sedangkan pangsa uang logam (UL) yang diedarkan, masih didominasi oleh pecahan Rp500 dan Rp100 masing-masing sebesar 52,6% dan 27,7% dari total UL yang diedarkan. Komposisi UL di masyarakat tersebut cenderung tidak mengalami perubahan, kecuali untuk pecahan Rp200 yang mulai memperlihatkan kenaikan serta pangsa UL Rp100 yang cenderung menurun. Hal ini mengindikasikan fungsi substitusi pengeluaran uang pecahan Rp200 mulai efektif (grafik 14 dan 15).
Jun
Jul
A gt
Sept
Okt
Nov
Des
Grafik 12 Perkembangan Rasio Uang Kartal terhadap Uang Giral
Secara nominal, sebagian besar uang kertas (UK) yang diedarkan adalah pecahan Rp100.000 dan
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
2004
26.4%
2005
55.6%
38.6%
8 .1%
45.7%
2004
11.5%
63.3%
2005
12.0%
62.5%
9 .9 %
7.1% 8 .6 %
2006
2006
44.9%
41.8%
0.0%
0.0%
20.0%
40.0% 100,000
50,000
60.0% 20,000
80.0%
>=10.000
< 10.000
51.2%
2005 6.1%
52.5%
4.8%
28.3%
8.3%
2006 6.0%
52.6%
5.5%
27.7%
8.1%
20.0%
40.0% 1,000
500
30.7%
60.0% 200
100
8.7%
80.0%
100.0%
< 100
Grafik 14 Pangsa Uang Logam yang Diedarkan Berdasarkan Nominal 2004
2005
2006
0.0%
25.9%
54.5%
37.9%
44.2%
20.0% 100,000
8.0% 11.7%
44.9%
7.0% 10.3%
41.1%
40.0% 50,000
60.0% 20,000
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
5.3% 9.4%
80.0%
5,000
1,000
500
<= 200
Grafik 16 Pangsa Pecahan UYD Berdasarkan Lembar/Keping
2004 6.6%
2.7%
20.0%
100.0%
Grafik 13 Pangsa Uang Kertas yang Diedarkan Berdasarkan Nominal
0.0%
60.9%
11.8%
5.3 % 8 .0 %
100.0%
< 10.000
Grafik 15 Pangsa pecahan UYD Berdasarkan Nominal
Perkembangan Aliran Masuk dan Keluar Uang Kartal Melalui BI Penerapan kebijakan uji coba setoran dan bayaran kepada perbankan berupa penyetoran uang ke BI oleh perbankan dalam kondisi yang tidak layak edar untuk seluruh pecahan, secara jangka pendek berdampak terhadap penurunan volume aliran uang kartal melalui BI. Kondisi tersebut berdampak terhadap efisiensi pengelolaan uang di BI serta mengindikasikan membaiknya manajemen pengelolaan uang oleh perbankan. Perkembangan aliran uang keluar dari BI menunjukkan kecenderungan meningkat, namun terjadi perlambatan pada 2006, sedangkan aliran uang masuk ke BI yang cenderung meningkat selama 4 tahun terakhir, menunjukkan sedikit penurunan di tahun 2006. Jumlah outflow pada tahun 2006 sebesar Rp338,1 triliun atau naik 2,4% dari tahun sebelumnya yang mencapai sebesar Rp330,8 triliun. Pertumbuhan outflow selama tahun 2006 tersebut lebih rendah dari laju pertumbuhan outflow tahun sebelumnya yang mencapai 14,7%. Jumlah inflow di 2006 menunjukkan penurunan sebesar 3,0% dari sebesar Rp314,6 triliun menjadi Rp305,1 triliun (Grafik 18). Perlambatan kenaikan ouflow dan penurunan inflow di 2006 tersebut terutama dipengaruhi penerapan kebijakan setoran dan
38
39
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
bayaran yang diberlakukan untuk seluruh pecahan mulai Mei 2006 di KP dan Desember 2007 di KBI. Secara nasional, pola outflow dan inflow uang kartal melalui BI selama tahun 2006 masih menunjukkan pola yang sama dengan tahun sebelumnya, yaitu terjadi peningkatan outflow secara signifikan pada periode menjelang hari raya keagamaan dan tahun baru, yang dilanjutkan dengan peningkatan inflow setelah periode tersebut. Jumlah outflow tertinggi di tahun 2006 terjadi pada bulan Oktober atau bersamaan dengan periode libur hari raya keagamaan (lebaran) yang mencapai sebesar Rp41,6 triliun, sedangkan jumlah outflow terendah dicapai pada bulan November 2006 yaitu sebesar Rp19,3 triliun. Adapun jumlah inflow selama tahun 2006 berkisar antara Rp9,7 triliun pada Desember dan tertinggi di bulan November sebesar Rp33,0 triliun (grafik 19). Triliun Rp
Jumlah uang kartal yang diserap oleh masyarakat selama tahun 2006 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, tercermin dari kenaikan jumlah net outflow dari sebesar Rp15,5 triliun menjadi Rp33,0 triliun atau naik 112,6%. Pertumbuhan net outflow tersebut lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 21,8%. Secara triwulanan, jumlah net outflow pada triwulan-3 dan triwulan-4 menunjukkan kecenderungan meningkat dan sejalan dengan pola tahun 2004. Pola kenaikan net flow tersebut berbeda dengan tahun 2005, yaitu kenaikan net flow yang lebih tinggi di triwulan-3 dibandingkan dengan triwulan-4. Perubahan pola net outflow yang terjadi pada tahun 2005 tersebut terkait dengan adanya peningkatan pengeluaran pemerintah yang dimulai sejak di triwulan III serta ekspektasi masyarakat untuk berjaga-jaga mengantisipasi kenaikan harga BBM yang cukup signifikan pada awal triwulan-4 2006.
300.0
Triliun Rp 225.0
5.0 150.0
Outf low
75.0
Tw-1
Inf low
Tw-2
Tw-3
Tw-4
(10.0) 0.0 2002
2003
2004
2005
2006
2006
Grafik 17 Perkembangan Outflow dan Inflow 2002 – 2006 Triliun 60.0
(25.0) Out-2005
Out -2006
In-2005
In-2006
Triwulan
50.0
Grafik 19 Perkembangan Jumlah Outflow dan Inflow
40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 J an
2005
2004
Feb
M ar
Ap r
M ei
J un
J ul
Ag t
Sep
Okt
No v
Des
Bulan
Grafik 18 Perkembangan Outflow dan Inflow Bulanan
Berdasarkan regionalnya, jumlah inflow dan outflow di wilayah KPBI sejak triwulan-2 2006 sampai triwulan-4 2006 menunjukkan jumlah yang lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Demikian juga dengan jumlah outflow dan inflow di wilayah KKBI menunjukkan jumlah yang lebih rendah dari tahun sebelumnya sejak triwulan-4 2006
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
(Grafik 20 dan 21). Hal tersebut berkaitan dengan penerapan penyetoran UTLE oleh perbankan pada bulan Mei untuk perbankan di wilayah KPBI dan Desember 2006 untuk wilayah KBI. Melalui penerapan kebijakan tersebut, terjadi kemungkinan suatu bank mengalami posisi kelebihan atau kekurangan uang kartal untuk pecahan tertentu, sehingga terjadi transaksi uang kartal antar bank. Berdasarkan kondisi tersebut, perbankan akan berupaya untuk mengelola uang kartalnya untuk menghindari dana idle yang dapat merugikan. Tri liun Rp 80.0
60.0 KP-2006 KP-2005 KBI-2006 KBI-2005
40.0
Bandung, KKBI Semarang, dan KKBI Surabaya mengalami net inflow sebesar Rp25,4 triliun. Pangsa inflow dan outflow di wilayah KP selama tahun 2006 menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hampir seluruh wilayah KKBI mengalami kenaikan pangsa inflow, kecuali KKBI Semarang, dan KKBI. Demikian pula dengan pangsa outflow menunjukkan hampir seluruh KKBI mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, kecuali KKBI Banjarmasin. Pangsa inflow tertinggi selama tahun 2006 terjadi di wilayah KKBI Bandung dan KP yang mencapai masingmasing 20,7% dan 16,4% dari total inflow, sedangkan outflow selama tahun 2006 berada di wilayah Kantor Pusat dan KKBI Surabaya yaitu sebesar 24,8% dan 17,4% dari total outflow.
20.0
16.4%
2006
9.5% 6.8%
20.7%
12.2%
19.2%
5.5% 9.7%
1
2
Triwulan
3
4
Grafik 20 Perkembangan Jumlah Outflow KP dan KBI 23.5%
2005
Triliun Rp
6.9%6.5%
18.2%
13.6%
18.1%
5.8%7.3%
80.0
0.0%
60.0 KP-2006 KP-2005 KBI-2006 KBI-2005
40.0
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
KP
M EDAN
PADANG
BANDUNG
SEM ARANG
SURABAYA
BANJARM ASIN
M AKASSAR
100.0%
Grafik 22 Pangsa Inflow Berdasarkan Wilayah Kerja
20.0
2006
1
2
3
24.8%
9.4% 8.3% 13.4% 8.7%
17.4% 7.3% 10.6%
4
Triwulan
Grafik 21 Perkembangan Jumlah Inflow KP dan KBI
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, jumlah aliran uang kartal dari wilayah di luar Jakarta dan luar Jawa yang masuk ke wilayah Jawa masih terjadi ditahun 2006. Selama tahun 2006, terjadi net outflow di KP dan KKBI di wilayah luar Jawa, masing-masing sebesar Rp34,0 triliun dan Rp24,4 triliun. Sedangkan 3 KKBI di wilayah Jawa yaitu KKBI
2005
32.3%
0.0%
20.0%
6.1%8.0% 12.2% 9.6%
40.0%
60.0%
16.9% 7.2% 7.8%
80.0%
KP
M EDAN
PADANG
BANDUNG
SEM ARANG
SURABAYA
BANJARM ASIN
M AKASSAR
100.0%
Grafik 23 Pangsa outfllow Berdasarkan Wilayah Kerja
40
41
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
Sebagian besar transaksi inflow uang kartal ke BI berupa setoran bank mencapai 97,9% dari total inflow, sedangkan sisanya berupa penyetoran non bank dan penukaran dari masyarakat. Berdasarkan pecahannya, sebagian besar setoran bank adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 yang mencapai masing-masing 53,9% dan 37,3% dari total setoran bank. Dibandingkan tahun lalu, pangsa setoran pecahan Rp50.000 tersebut mengalami penurunan yaitu dari sebesar 61,3%, sebaliknya pangsa pecahan Rp100.000 menunjukkan kenaikan dari 28,0%. Sebagaimana transaksi inflow, sebagian besar aliran uang kartal yang keluar dari BI selama tahun 2006 adalah penarikan oleh bank yang mencapai 97,9% dari total outflow. Sebagaimana penyetoran uang, pangsa penarikan uang kartal oleh perbankan selama tahun 2006 sebagian besar adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 masing-masing sebesar 51,5% dan 42,0%. Selain itu, persentase penarikan uang pecahan Rp100.000 menunjukkan kenaikan, sedangkan pecahan Rp50.000 ke bawah mengalami penurunan.
28.0%
2004
25.7%
0.0%
20.0% 100,000
61.3%
61.6%
40.0% 50,000
60.0%
80.0%
100.0%
20,000
< = 10,000
Grafik 24 Pangsa Setoran Bank Berdasarkan Pecahan
2006
2005
2004
0.0%
42.0%
51.5%
33.3%
56.6%
24.5%
64.7%
20.0%
40.0%
100,000
50,000
60.0% 20,000
80.0%
100.0%
<= 10,000
Grafik 25 Pangsa Bayaran Bank Berdasarkan Pecahan
2006
2005
0.0%
46.3%
39.5%
50.6%
35.3%
20.0% 100,000
7 .0 % 4 .5 %
2004
45.2%
5 .4 % 4 .4 %
Berbeda dengan pola penarikan dan penyetoran oleh perbankan, pangsa penukaran uang pecahan besar ke pecahan kecil mendominasi transaksi penukaran melalui BI. Pangsa penukaran masuk pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 mencapai 46,3% dan 45,2%, untuk ditukarkan dengan uang pecahan kecil (Rp10.000 ke bawah) yang mencapai sebesar 80,7%.
2005
5 .2 % 3 .3 %
Pangsa penyetoran dan penarikan uang kartal yang mengarah pada pecahan yang semakin besar oleh perbankan tersebut, antara lain digunakan untuk keperluan pengisian mesin kasir otomatis (ATM), serta efisiensi dalam proses penarikan maupun penyetoran uang nasabah jika menggunakan uang pecahan besar.
53.9%
37.3%
2006
53.2%
40.0% 50,000
60.0%
80.0%
20,000
< = 10,000
100.0%
Grafik 26 Pangsa Penukaran Masuk Berdasarkan Pecahan
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
2006 7.0%6.7%5.7%
2005
80.7%
15.8% 7.7% 8.1%
68.4%
2004 7.2% 8.5% 6.2%
0.0%
20.0% 100,000
komposisi tersebut, masing-masing pecahan uang kertas tersebut mampu memenuhi 2,2 sampai 5,5 bulan rata-rata outflow, sedangkan uang logam masing-masing pecahan selama 4,6 sampai 22,9 bulan rata-rata outflow. Triliun Rp
78.1%
40.0% 50,000
100.00
60.0%
80.0%
20,000
< = 10,000
100.0%
Grafik 27 Pangsa Penukaran Keluar Berdasarkan Pecahan
Posisi Kas Posisi kas Bank Indonesia selama tahun 2006 masih berada pada kisaran minimal selama 2-3 bulan ratarata outflow, dengan komposisi terbesar adalah uang kertas pecahan besar yaitu Rp20.000 ke atas. Ratarata posisi uang kartal di BI selama tahun 2006 sebesar Rp71,9 triliun atau meningkat sebesar 37,5% dari tahun 2005 yang mencapai sebesar Rp52,3 triliun. Rasio rata-rata posisi kas terhadap rata-rata outflow selama tahun 2006 tercatat sebesar 2,6 bulan outflow atau berada pada kisaran kecukupan kas minimum selama 2-3 bulan rata-rata outflow. Jumlah posisi kas Bank Indonesia Jumlah posisi kas terendah selama tahun 2006 sebesar Rp42,8 triliun yang terjadi di 2 Januari 2006, sedangkan posisi kas tertinggi sebesar Rp88,7 triliun pada 29 Agustus 2006. Guna mengupayakan kebutuhan uang kartal di masyarakat, BI berupaya untuk menyediakan komposisi uang kartal yang sesuai. Pada posisi akhir Desember 2006, pecahan uang kertas Rp50.000 dan Rp100.000 masing-masing sebesar 51,3% dan 29,1% total posisi kas BI. Sesuai dengan peningkatan pangsa pecahan Rp100.000 pada inflow dan outflow uang kartal, pangsa pecahan Rp100.000 juga mengalami peningkatan. Berdasarkan lembar/keping uang, pangsa terbanyak adalah pecahan Rp50.000 dan Rp1.000 sebesar 22,1% dan 17,9%. Dengan
80.00
60.00
40.00 2005
20.00
2006
1-Jan
31-Jan
1-Mar 31-Mar 30-Apr 30-May 29-Jun 29-Jul 28-Aug 27-Sep 27-Oct 26-Nov 26-Dec
Bulan
Grafik 28 Perkembangan Persediaan Kas BI
2006
2005
2004
0.0%
29.1%
51.3%
23.5%
56.3%
32.3%
43.9%
20.0% 100.000
40.0% 50.000
60.0% 20.000
10.5% 9.1%
8.5% 11.7%
15.0% 8.8%
80.0%
100.0%
<=10.000
Grafik 29 Komposisi Persediaan Kas BI Berdasarkan Nominal
Pemusnahan Uang Dalam rangka menjaga kualitas uang kartal yang diedarkan dalam kondisi yang layak, BI melakukan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) berupa uang lusuh, uang rusak, uang cacat, dan uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran. Sejalan dengan penurunan jumlah inflow uang kartal selama tahun 2006, jumlah pemusnahan uang juga menunjukkan penurunan. Secara total, jumlah pemusnahan uang selama 2006 menurun sebesar 10,6% dibandingkan tahun sebelumnya.
42
43
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
Perkembangan pemusnahan uang selama 2006 menunjukkan kecenderungan meningkat pada bulan Mei dan Agustus, serta mencapai puncaknya pada bulan November. Kenaikan yang signifikan di bulan November tersebut terutama dipengaruhi oleh kenaikan inflow paska hari raya lebaran.
31.0%
2006
26.2%
2005
2004
Pengawasan terhadap pemusnahan uang dilakukan secara konsisten melalui sarana penetapan soil level pada mesin sortasi dan standarisasi visual UTLE di seluruh satuan kerja kas BI. Secara regional, pemusnahan uang tertinggi selama tahun 2006 adalah di Kantor Pusat BI dan KKBI Bandung masing-masing sebesar 31,0% dan 17,8%. Selama 3 tahun terakhir, pangsa pemusnahan uang di wilayah KP menunjukkan peningkatan, sedangkan di wilayah KKBI Bandung menunjukkan peran yang semakin mengecil. Kondisi tersebut selain mengindikasikan tingginya UTLE yang disetorkan ke BI, juga sejalan dengan tingginya aliran uang kartal yang masuk ke BI di wilayah tersebut. Miliar Lbr/Kpg 0.6
0.4
7.5%6.2%
19.6%
0.0%
6.6%6.4%
20.5%
8.9% 7.3%
20.0%
17.8%
23.0%
40.0%
11.1%
16.8% 3.6% 6.1%
12.2%
17.8% 3.9% 6.3%
14.3%
17.1% 4.0% 5.7%
60.0%
80.0%
100.0%
KANTOR PUSAT
KKBI M EDAN
KKBI PADANG
KKBI BANDUNG
KKBI SEM ARANG
KKBI SURABAYA
KKBI BANJARM ASIN
KKBI M AKASSAR
Grafik 31 Komposisi Pemusnahan Uang Berdasakan Wilayah
Sebagian besar pemusnahan UTLE oleh BI adalah uang kertas yang mencapai 99,9% dari total pemusnahan. Secara nominal, jumlah pemusnahan uang yang paling banyak adalah pecahan Rp50.000 yang mencapai sebesar 59,0% dari total pemusnahan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pangsa pemusnahan uang pecahan Rp100.000 menunjukkan kenaikan sehingga mencapai jumlah pemusnahan terbesar kedua menggantikan pecahan Rp20.000. Berdasarkan lembar/keping pemusnahan uang, jumlah terbesar uang yang dimusnahkan masih sejalan dengan tahun sebelumnya yaitu pecahan kecil Rp10.000 ke bawah dan Rp50.000, yang mencapai masingmasing sebesar 68,3% dan 19,6% dari total lembar/keping uang yang dimusnahkan.
0.2 2004
2005
2006
2006
17.0%
2005
12.0%
59.0%
11.2% 12.8%
Jan
Feb
M ar
Apr
M ei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
62.7%
12.6%
12.7%
Grafik 30 Perkembangan Pemusnahan Uang Berdasarkan Lembar/Keping 2004
6.5%
0.0%
11.6%
66.5%
20.0% 100.000
40.0% 50.000
20.000
60.0%
80.0%
15.4%
100.0%
<= 10.000
Grafik 32 Komposisi Pemusnahan Uang Berdasarkan Nominal
LAPORAN TAHUNAN PENGEDARAN UANG 2006
2006 2.8%
19.6% 9.3%
68.3%
2005 1.6% 16.9% 9.8%
71.7%
2004 0.9% 18.0% 10.2%
71.0%
0.0%
20.0% 100.000
40.0% 50.000
60.0% 20.000
80.0%
100.0%
< = 10.000
Grafik 33 Komposisi Pemusnahan Uang Berdasarkan Jumlah Lembar/Keping
Perkembangan Temuan Uang Palsu Rata-rata rasio temuan uang palsu per bulan terhadap uang kertas yang diedarkan pada tahun 2006 lebih tinggi dari rata-rata rasio tahun sebelumnya, namun masih dalam jumlah yang cukup rendah sehingga tidak berdampak secara signifikan terhadap perekonomian. Pada tahun 2006, rasio rata-rata per bulan adalah sebesar 0,0000014 atau terdapat 14 temuan uang palsu pada setiap 10 juta lembar uang kertas yang diedarkan, sedangkan tahun sebelumnya sebesar 0,000009 atau sebanyak 9 lembar temuan uang palsu pada setiap 10 juta lembar uang kertas yang diedarkan. Sebagian besar temuan uang palsu bersumber dari kasus pemalsuan uang oleh Kepolisian RI yang mencapai 56,9% dari total temuan uang palsu, sedangkan temuan perbankan/BI mencapai 43,1%. Adapun, berdasarkan wilayahn temuan uang palsu, sebagian besar bersumber dari wilayah di Pulau Jawa, yaitu di wilayah Kantor Pusat sebesar 46,3%, KKBI Surabaya sebesar 24,8%, dan KKBI Semarang sebesar 20,4%.
44
Tabel 3 Persentase Perkembangan Temuan Uang Palsu Tahun 2006 KP/KKBI TwTwTwTwTotal Tw-1 Tw-2 Tw-3 Tw-4 Kantor Pusat 16.0% 49.3% 75.6% 21.3% 46.3% Medan 0.1% 0.3% 0.7% 0.4% 0.4% Padang 0.5% 1.0% 0.3% 0.2% 0.4% Bandung 4.0% 3.9% 2.3% 13.8% 5.7% Semarang 46.9% 15.3% 7.1% 22.5% 20.4% Surabaya 28.6% 29.7% 13.0% 39.0% 24.8% Banjarmasin 3 . 3 % 0 . 2 % 0 . 1 % 0 . 4 % 0 . 9 % Makassar 0.7% 0.4% 1.1% 2.4% 1.2% Jumlah 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%