Kelainan Tractus Digestivus dan Metabolisme Dr. Afriyan Wahyudhi, SpA, MKes
Bagian I: Gangguan Digestif
Klasifikasi • Efek samping makanan atau konten tambahan pada makanan • Intoleransi makanan reaksi fisiologi • Alergi makanan reaksi imunologi
Epidemiologi • Westernized country 3,5% penduduk USA • 6% pernah alergi makanan 3 tahun pertama kehidupan • • • •
2,5% alergi susu sapi 1,5% alergi telur 0,6% alergi kacang-kacangan Dan lain-lain
• 50% dari alergi susu dan telur akan membaik setelah 3 tahun • 80-90% alergi kacang dan seafood menetap seumur hidup
Faktor Pejamu •
Defisiensi enzim – Defisiensi laktase (primer dan sekunder) – Defisiensi fruktase (keterlambatan maturasi)
•
Gangguan fungsi gastrointestinal – Inflammatory bowel disease – Irritable bowel syndrome
•
Reaksi idiosinkrasi – Kafein pada minuman ringan hiperaktivitas usus
•
Gangguan psikologis – Fobia pada makanan tertentu
•
Migrain – Jarang
Faktor Makanan • Mikroorganisme – E.coli, S. aureus, Clostridium
• Toksin – Histamin, saksitoksin
• Agen farmakologi – Kafein, teobromin, triptamin, tiramin
• Kontaminan – Logam berat, pestisida, antibiotik
Dasar Etiologi • Makanan antigen terbesar • GALT (gut-associated lymphoid tissue) mudah membedakan antara reaksi makanan berbahaya – kontaminasi • Mulut sel T dan sel T regulator: menyebabkan toleransi terhadap makanan yang dikonsumsi 2% alergen yang bisa masuk sirkulasi • Bayi muda fisiologis maturasi imunologi belum mampu toleransi
Patofisiologi • Makanan (Ag) terikat pada reseptor Fcε pada mastosit, basofil, sel dendritik, makrofag • Ikatan ini menembus barrier mukosa usus bereaksi dengan IgE • Terjadi pelepasan mediator radang • Manifestasi peradangan akut
Patofisiologi • Aktivasi sel T setelah terjadi ikatan Ag-sel pelepasan sitokin delayed respons • Selain manifestasi akut, Ag-sel-IgE juga bisa menginduksi peradangan kronis
Bentuk Manifestasi • IgE mediated • • • •
Kulit: angioedema, morbiliform, flushing GIT: sindrom alergi oral, GI anafilaksis Respirasi: rinokonjunktivitis akut, bronkospasm Umum: syok anafilaktik
• Mixed IgE-Cell mediated • Kulit: dermatitis atopik • GIT: oesofagitis dan gastroenteritis eosinofilik • Respirasi: asma bronkiale
Bentuk Manifestasi • Cell mediated • Kulit: dermatitis kontak, dermatitis herpetiformis • GIT: enterocolitis protein-induced, proktokolitis, sindroma enteropati, penyakit coeliac • Respirasi: sindroma Heiner (hemosiderosis pulmonary foodinduced)
• Unclassify • Anemia susu sapi
Bentuk manifestasi • Muntah dan diare pada alergi makanan gangguan penambahan berat badan • Dilakukan prick test atau RAST • Enterocolitis protein-induced bayi 1 bulan, muntah 1-3 jam setelah minum susu sapi • Proctolitis protein induced bercak darah pada feses, bisa menyebabkan anemia
Bentuk manifestasi • Enteropathy protein induced cepat kenyang, distensi abdomen, muntah, diare, malabsorbsi anemia, fail to thrive
Diagnosis banding • Gangguan GIT dengan/tanpa vomitus dan diare • • • • • •
Kelainan anatomis (stenosis pilorus, Hirschsprung disease) Defisiensi enzim primer atau sekunder Galaktosemia Defisiensi disakaridase (laktase, fruktase, sukrase-isomaltase) Malignansi dengan obstruksi Lain-lain: kistik-fibrosis pankreas, penyakit lambung
• Reaksi psikologis fobia makanan
Diagnosis banding • Bahan kontaminan dan zat aditif • Zat pewarna dan pengawet sodium metabisulfit, MSG, nitrit, tartrazin eksim, urtika, namun sangat jarang • Toksin bakteri, jamur (aflatoksin), fish-related (scombroid, ciguatera) • Bakteri salmonella, E.coli, Shigella • Virus rotavirus, enterovirus • Parasites (Giardia, akis simpleks) pada ikan • Kontaminan logam berat, pestisida • Agen farmakologik kafein, glikosidal alkaloid solanin (kentang), histamin (ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju)
Makanan Alergen Mayor KELAS I FOOD
PROTEIN
ALERGEN
Cow's milk
Casein
Bos d8
β-Lactoglobulin
Bos d5
Egg
Ovomucoid
Gal d1
Peanut
Vicilin
Ara h1
Conglutin
Ara h2
Paralbumin
Gad c1
Fish
Makanan Alergen Mayor
KELAS II POLLEN
PROTEIN
CROSS-REACTING FOOD
Birch
Bet v1
Apple (Mal d1)
Carrot (Dau c1) Potato (Sol t1) Cherry (Pru av1) Ragweed
Watermelon
Cantaloupe Honeydew
Diagnosis • Anamnesis mencakup • • • •
Makanan yang dicurigai Durasi dari waktu makan sampai timbul gejala Jenis gejala (gatal, diare, dll) Apakah makanan yang dicurigai selalu menimbulkan gejala yang sama • Waktu makan – timbul gejala terakhir • Riwayat keluarga
Diagnosis • • • •
Eliminasi makanan yang dicurigai Skin test dan RAST negatif bukan alergi makanan Skin test dan RAST positif belum tentu alergi makanan Pemeriksaan serum food-specific IgE levels • susu ≥15 kUa/L (≥5 kUa/L ≤1 th) • telur ≥7 kUa/L (≥2 kUa/L <3 th) • Kacang-kacangan ≥14 kUa/L
FOOD FAMILY
RISK OF ALLERGY TO ≥1 MEMBER (APPROXIMATE)
FEATURES
Legumes
5%
Main causes of reactions are peanut, soya, lentil, lupine, and garbanzo
Tree nuts (eg, hazel, walnut, brazil)
35%
Reactions are often severe
Fish
50%
Reactions can be severe
Shellfish
75%
Reactions can be severe
Grains
20%
Mammalian milks
90%
Cow's milk is highly cross reactive with goat's or sheep's milk (92%) but not with mare's (4%)
Rosaceae (rock) fruits
55%
Risk of reactions to more than three related foods is very low (<10%)
Latex-food
35%
For individuals allergic to latex, banana, kiwi, and avocado are the main causes of reactions
Penatalaksanaan dan Pencegahan • Pembatasan makanan yang dicurigai sulit jika konten terdapat pada makanan yang diproses • Self-injection epinephrine (EpiPen) untuk keadaan emergensi • Menghindari susu sapi sampai usia 1 tahun • Pengaturan diet ibu: • Susu sapi sampai 1 tahun • Kacang-kacangan sampai 18-24 bulan • Makanan laut sampai 3 tahun
Botulism
Definisi • • • •
Penyakit yang jarang Disebabkan Clostridium botulinum Neurotoksin kelumpuhan otot Inhibisi sekresi asetilkolin pada motor end-plate
Bentuk Klinis Food borne botulism Wound botulism Infant botulism
Fotomikrograf Clostridium botulinum (Gentian violet). Bakteri, C botulinum, menghasilkan neurotoksin botulismus (kelumpuhan)
Sejarah • Botulus sosis, Wurstgift (german) sosis beracun • Justinus Kerner (1820) toksin pada sosis siap saji botulism • Kerner membuktikan efek Wurstgift dengan menyuntikkan ekstrak pada dirinya • Emile-Pierre van Ermengen (1897) spora basil anaerob Bacillus botulinum, Clostridium botulinum
Sejarah • Merson-Dowell (1973) kultur C. botulinum dari luka fraktur terbuka tanpa riwayat keracunan makanan • Midura-Arnon, Picket (1976) kondisi botulismus dijumpai pada bayi (15% berasal dari madu, sisanya tidak diketahui)
Epidemiologi • • • •
1900 mortalitas 70% Saat ini (tahun?) mortalitas 15% Tidak ada predileksi rasial dan seks Distribusi usia infant botulism umumnya 2-6 bulan (bisa terjadi pada bayi 3-382 hari)
Etiologi • • • •
Clostridium botulinum, basil gram positif Spora anaerob, tahan terhadap kerusakan bertahun-tahun Menghasilkan toksin botulinum letal Botulinum toxin is lethal at a femtomolar dose of 10–9 g/kg, making botulinum toxin 15,000-100,000 times more potent than sarin gas • Habitat: tanah, debu, makanan produk pertanian yang segar atau dimasak • Spora bisa terhirup atau masuk melalui mata • Dalam kondisi aerob dan anaerob menghasilkan beberapa macam toksin tidak rusak oleh enzim pencernaan
Etiologi • Spora dan toksin bisa dirusak dengan pemanasan >80oC selama >30’ • Bisa bertahan pada suhu 3oC (tipikal lemari es)
Food Borne Botulism • Umumnya pada makanan kalengan dengan kadar asam rendah (sayur atau ikan) • Makanan segar yang terlalu lama dibiarkan pada suhu ruangan • Tes botulism pada makanan kaleng teteskan air pada permukaan kaleng yang akan diuji, lalu tusuk kaleng. Jika air tidak menyerap (menutupi lubang tusukan) atau bahkan menyembur botulism (+)
Food Borne Botulism • Gejala GIT pertama (18-36 jam setelah konsumsi) berupa mual, muntah, diare kemudian konstipasi • Kemudian muncul gejala fungsi motorik nervi craniales terkena pertama • Diplopia, gangguan pandangan lateral sekunder, pengelihatan kabur (Nn. III, IV, VI), ptosis, midriasis • Mulut kering (N. VII), mata kering (N. V) • Gangguan motorik wajah, disartria, disfagia • Hipotonia, hiporefleks, sulit bernafas
• Banyak pasien memiliki mulut kering. • Nervi spinales paralisis progresif, disfungsi otonom • Hipotensi ortostatik, retensi urine, konstipasi, meteorismus
Food Borne Botulism • Toksin hanya mengenai fungsi motorik dan otonom • Kesadaran dan sensorik tidak terganggu • Afebris
Wound Botulism • Inkubasi 4-14 hari • Akibat luka penetrasi (infus, jarum suntik), luka terbuka, atau luka tumpul • Banyak terjadi pada pengguna narkoba • Gejala mirip dengan food-borne botulism
Infant Botulism • Inkubasi 2-4 minggu • Puncak insiden bayi 2-4 bulan • Disfungsi otonom tampak terlebih dulu • • • • • •
Konstipasi Gangguan reflek muntah (N. IX) aspirasi Reflek menghisap menurun Midriasis, ptosis, mulut kering, menangis lemah Sulit bernafas Paralisis keseluruhan otot bertahap progresif
Infant Botulism • ASI eksklusif mencegah penggunaan susu kaleng yang terkontaminasi • Tapi bayi dengan ASI eksklusif lebih rentan terhadap efek toksin flora usus murni, permisif terhadap toksin botulinum
Diagnosis • Riwayat konsumsi makanan kaleng, makanan awetan, atau makanan yang sudah menginap • Riwayat luka terbuka • Gejala klinis • Pemeriksaan kultur dari sampel luka atau feses • Toksin ELISA
Diagnosis • CDC uji tikus • Beberapa ekor tikus diberikan antitoksin clostridium yang berbeda lalu disuntikan serum pasien dalam 24 jam, tikus yang hidup adalah diagnosis pastinya • Jika uji tikus negatif tegakan diagnosis berdasarkan klinis
Penatalaksanaan • Suportif ventilasi, cegah aspirasi • Intubasi atau trakeostomi
• Antitoksin signifikan dalam mencegah perburukan terutama sebelum 24 jam • Infant botulism antibiotik untuk C. botulinum adalah kontraindikasi • Wound botulism antibiotik untuk pencegahan infeksi sekunder • Aminoglikosid (gentamisin, tobramisin) menyebabkan hambatan neuromuskuler, kontraindikasi
Penatalaksanaan • Equine-derived heptavalent botulinum antitoxin (Cangene’s botulism antitoxine heptavalent) HBAT, non infant botulism 20-mL vial contains equine-derived antibody to the 7 known botulinum toxin types (ABCDEFG) with the following nominal potency values: 7500 U anti-A, 5500 U anti-B, 5000 U anti-C, 1000 U anti-D, 8500 U anti-E, 5000 U anti-F, and 1000 U antiG
• Human derived antitoksin (Investigational New Drug, IND) BabyBIG, infant botulism (<1 yr), antitoxin A and B
Penatalaksanaan • Hipnotik sedatif harus dihindari • Pelunakan tinja sangat dianjurkan pada pasien konstipasi
Pencegahan • Memasak makanan awetan minimal pada suhu 80oC selama lebih dari 30’ • Makanan yang telah berubah warna dan bau tidak boleh dikonsumsi • Makanan kemasan dengan wadah yang sudah menggembung (atau melewati waktu kedaluarsa) tidak boleh dikonsumsi • Melakukan uji botulinum pada makanan kaleng yang dicurigai
Pencegahan • Hindari madu untuk anak <12 bulan • Luka segera ditangani dengan baik infeksi sekunder • Pekerja lab imunisasi
Next : Bagian II • • • • • • •
Kandidiasis mulut Parotitis Ulkus mulut (aptosa dan herpes) Glositis Angina Ludwig Karies gigi Leukoplakia