Kedudukan Bimbingan dan Konseling Dalam Pendidikan Sebagai Layanan Paedagogis D I S U S U N
Oleh : Kelompok 3 Kelas : Reguler C Nama Anggota:
Ari Asmida Ritonga Suchi Mayumi Sari Asmaini Manik Siti Rahmah Sri Wahyuningsih Utari Dwi Febrianty
(Ketua) (moderator) (Penjelas) (Notulen)
Fakultas Ilmu Pendidikan T.A 2010
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala Puji bagi Allah Swt yang telah menerangi hati kita dengan cahaya.AlQuran, menghiasi akhlak kita dengannya, dan mengindahkan amalanamalan kita dengan amalan AlQuran. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta umatnya sepanjang zaman yang senantiasa mempelajari dan mengajarkan Al-Quran. Atas rahmat yang telah Allah berikan pula, sehingga kami selaku penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Kedudukan Bimbingan Konseling dalam Pendidikan Sebagai Layanan Paedagogis” ini dapat terselesaikan. Makalah ini kami susun sebagai persyaratan tugas mata kuliah Dasar-Dasar BK. Kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami berharap pada makalah ini dapat sesuai yang diharapkan pembaca dan memohon saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar penyusun dapat lebih baik lagi kedepannya. Mohon maaf jika dalam penyusunan rangkuman ini masih terdapat kekurangan. Akhir kata sebelum dan sesudahnya penysun ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Medan,
September 2010 Penyusun
(Kelompok 3)
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...............................................................................
i
DAFTAR ISI...............................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah………………....................................
1
I.2 Tujuan .........………………………...........................................
1
I.3 Manfaat ......................................................................................
1
.
BAB II PEMBAHASAN II.1 Sejarah Paedagogis………………………………………. .......
2
II.2 Landasan Paedagogis.…………………………………………
2
II.3 Keterikatan Pendidikan ……………………….........................
6
II.4 Konsep Diri Peserta Didik..........................................................
6
II.5 Unsur-Unsur Proses………………………………………....... 6 BAB III PENUTUP III.I Kesimpulan …………………………………………………………....
7
DAFTAR PUSTAKA………………………….…………….......................
8
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Permasalahan Landasan dalam bimbingan dan konseling, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum. Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktorfaktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya bagi konselor yang sebagai pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan pondasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki pondasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian juga, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh pondasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang akan menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (konseli). Secara umum terdapat lima landasan yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis,religius, psikologis, sosial-budaya, dan pedagogis. Akan tetapi dalam makalah ini kami hanya akan menguraikan salah satunya saja yaitu landasan pedagogis. 2. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman/ pengetahuan tentang landasan Paedagogis yang digunakan dalam bimbingan dan konseling. 3. Manfaat Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: a. Mahasiswa dapat mengetahui tentang landasan Paedagogis yang digunakan dalam bimbingan konseling. b. Dapat memberi sumbangsih pengetahuan dalam pembelajaran mata kuliah bimbingan dan konseling.
1
BAB II PEMBAHASAN II.1 Sejarah Paedagogis Malcolm Knowles menyatakan bahwa apa yang kita ketahui tentang belajar selama ini adalah merupakan kesimpulan dari berbagai kajian terhadap perilaku kanak-kanak. Pada umumnya, apa yang kita ketahui tentang mengajar juga merupakan hasil kesimpulan dari pengalaman mengajar terhadap anak-anak. Sebagian besar teori belajar-mengajar, didasarkan pada perumusan konsep pendidikan sebagai suatu proses pengalihan kebudayaan. Atas dasar teori-teori dan asumsi itulah kemudian tercetus istilah "pedagogi" yang akar-akarnya berasal dari bahasa Yunani kuno paidagōgeō yaitu paid berarti anak-anak dan agogos berarti membimbing. Kemudian Pedagogis mengandung arti membimbing anak-anak Atau definisi secara khususnya sebagai "suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak". Akhirnya pedagogis kemudian didefinisikan secara umum sebagai "ilmu dan seni mengajar anakanak". proses pembelajaran tersebut terpusat pada guru atau pengajar. II.2 Landasan Paedagogis Setiap masyarakat tanpa terkecuali senantiasa menyelenggarakan pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Landasan paedagogis membahas tentang, pendidikan itu merupakan salah satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial (Budi Santoso, 1992). Dengan Reproduksi sosial itulah nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial yang melandasi kehidupan masyarakat itu diwujudkan dan dibina ketangguhannya. Karena itu berbagai cara dilakukan masyarakat untuk mendidik anggotanya, seperti menceritakan dogeng-dongeng mitos, menenemkan etika sosial dengan memberitahu, ,menegur dan keteladanan, melelui permainan, terutama yang memperkenalkan peran-peran sosial, serta kegiatan lain di antara teman sebaya, dan kerabat. Pada bagian ini pendidikan akan ditinjau sebagai landasan bimbingan dan konseling dari 3 segi yaitu : 1. Pendidikan sebagai upaya pengembangan Individu: Bimbingan merupakan bentuk upaya pendidikan Pelayanan bimbingan dan konseling berfokus pada manusia, bahkan dikatakan bimbingan dari manusia oleh manusia dan untuk manusia. Manusia yang dimaksud disini adalah manusia yang berkembang, yang terus-menerus berusaha mewujudkan keempat dimensi kemanusiaannya menjadi manusia seutuhnya. Wahana yang paling utama untuk terjadinya proses dan tercapainya tujuan perkembangan itu tidak lain adalah pendidikan. 2
Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Seorang bayi manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bayi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialisasinya, kesusilaannya dan keberagamaannya. Pendidikan dapat juga diartikan sebagai upaya membudidayakan manusia muda. Upaya pembudidayaan ini meliputi pada garis besarnya penyiapan manusia muda menguasai alam lingkungannya, memahami dan melaksanakan nilai-nilai dan norma yang berlaku, melakukan peranan yang sesuai, menyelenggarakan kehidupan yang layak, dan meneruskan kehidupan generasi orang tua mereka. Untuk tugas-tugas masa depan mereka itu, melalui proses pendidikan manusia muda memperkembangkan diri dan sekaligus mempersiapkan diri dengan potensi yang ada pada diri mereka dan prasarana serta sarana-sarana yang tersedia. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional menetapkan pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pengertian ini terasa lebih praktis dan secara langsung menunjuk kepada komponen-komponen utama pendidikan itu sendiri yaitu: Pendidikan merupakan usaha sadar. Oleh karena itu program pendididkan harus dirancang dan diselenggarakan dengan perhitunganperhitungan yang matang. Pendidikan merupakan penyiapan peserta didik (dalam hal ini konseli), artinya para peserta didik itu hendaknya dibawa kearah tujuan yang jelas, yang sesuai dengan tatanan kehidupan sosial budaya yang dikehendakinya. Tujuannya adalah peranan peserta didik itu kelak dalam tatanan masyarakat yang lebih berkembang. Proses pendidikan dilakukan melalui praktek-praktek bimbingan, pengajaran, dan atau latihan. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 berdasarkan Ayat 6 Tentang sistem pendidikan Nasional yaitu : Pendidikan adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasiliator, dan sebutan alin yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisispasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
3 Tujuan bimbingan dan konseling pada dasarnya adalah agar konseli-konseli lebih mantap dalam keberagamannya, berbudi luhur, berpengetahuan dan berketrampilan yang memadai sesuai dengan kebutuhan kehidupan dan pengembangan dirinya, sehat jasmani dan rohaninya, mandiri serta memiliki tanggung jawab sosial kemasyarakatandan kebangsaan. Crow & crow (1960) mengemukakan bahwa bimbingan menyediakan unsurunsur di luar individu yang dapat dipergunakannya untuk memperkembangkan diri. Dalam artinya yang luas, bimbingan dapat dianggap sebagai suatu bentuk upaya pendidikan. Dalam arti yang sempit bimbingan meliputi berbagai teknik, termasuk di dalamnya konseling, yang memungkinkan individu menolong dirinya sendiri. Integrasi bimbingan dan konseeling dalam pendidikan juga tampak dari dimasukkannya secara terus-menerus program-program bimbingan dan konseling ke dalam program-program sekolah (Belkin, 1975 dan Borders & Drury, 1992). Pelayanan bimbingan dan konseling di luar sekolah juga tetap mengacu pada upaya pendidikan. 2. Pendidikan sebagai inti Proses Bimbingan Konseling Ciri yang menandai berlangsungnya upaya pendidikan yaitu peserta didik yang terlibat didalamnya menjalani proses belajar dan kegiatan tersebut bersifat normatif (kondisi inheren pada ilmu pendidikan). Apabila kedua ciri itu tidak ada, maka upaya yang dialkukan itu tidak dapat dikatakan pendidika. Barangkali ada kegiatan-kegiatan yang dinamakan ”bimbingan”, ”pengajaran”, dan atau ”latihan”, tetapi apabila di dalamnya tidak terkandung unsur-unsur belajar dan norma-norma positif yang berlaku, maka kegiatan-kegiatan itu tidak dapat digolongkan ke dalam upaya pendidikan. Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh konseli-konselinya. Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika Serikat . pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses yang berorientasi pada belajar……, belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai pemahaman.. (dalam Belkin, 1975). Lebih jauh, Nugent (1981) mengemukakan bahwa dalam konseling kenseli mempelajari ketrampilan dalam pengambilan keputusan. Pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru . Dengan belajar itulah konseli memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya; dengan memperoleh hal-hal baru itulah konseli berkembang.
4 3. Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan Bimbingan dan konseling Pendidikan merupakan upaya yang berkelanjutan. Apabila suatu kegiatan atau program pendidikan selesai, individu tidak hanya berhenti di sana. Ia maju terus dengan kegitan dan program pendidikan lainnya. Ibarat bola salju yang menggelinding, makin jauh menggelinding makin besar. Proses pendidikan yang berhasil setiap kali memperkaya peserta didik dana makin menatap pribadi peserta didik menuju manusia seutuhnya. Demikian pula dengan hasil bimbingan dan konseling. Hasil pelayanan itu tidak hanya berhenti sampai pada pencapaian hasil itu saja, melainkan perlu terus digelindingkan untuk mencapai hasil-hasil berikutnya. Namun berbeda dari pendidikan individu yang berhasil dalam proses bimbingan dan konseling tidak diharapkan segala memasuki program bimbingan dan konseling lainnya. Bahkan sebaliknya, individu yang berhasil dalam bimbingan dan konseling diharapkan tidak perlu memasuki program bimbingan dan konseling lagi ataupun mengambil program bimbingan lebih lanjut. Oleh karena itu tidak dikenal istilah ”bimbingan dan konseling berkelanjutan”, dalam arti membimbing individu yang sama terus-menerus. Crow & Crow (190) menyatakan bahwa tujuan khusus yang segera hendak dicapai (jangka pendek) dalam pelayanan bimbingan dan konseling ialah membantu individu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sedangkan tujuan akhir (jangka panjang) ialah bimbingan-diri-sendiri. Bimbingan-diri-sendiri itu dicapai hendaknya melalui bimbingan yang berkelanjutan, melainkan bimbingan-bimbingan yang telah diberikan terdahulu hendaknya dapat mengembangkan kemampuan konseli untuk mengatasi masalah-masalahnya sendiri dan memperkembangkan diri sendiri tanpa bantuan pelayanan bimbingan dan konseling lagi. Di sinilah terdapat perbedaan antara pendidikan dan bimbingan yaitu : pada bimbingan-diri-sendiri bantuan bimbingan tidak diperlukan lagi, tetapi pendidikan masih diperlukan. Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (Borders dan Drury, 1992). Hasil-hasil bimbingan dan konseling pada kawasan itu menunjang keberhasilan pendidikan pada umumnya.
5 KETERIKATAN PENDIDIKAN Keterikatan pendidikan (paedagogis) berarti tindakan pendidikan yang dilakukan oleh pendidik demi kepentingan anak didik, dan anak didik aktif turut serta dalam tindakan itu. Selama pendidikan memikul tanggung jawab mendidik, dan selama anak didik mengakui kewibawaann pendidikan dari pendidik maka keterikatan pendidikan antara anak didik dan pendidik tetap ada. Semakin anak didik mengambil keputusan dan tindakan sendrir, semakin renggang keterikatan pendidikan itu. Pada saat anak didik menjadi pribadi dewasa, maka keterikatan pendidikan ini berakhir. Anak didik telah menyelesaikan pendidikannya, dan selanjutnya ia mengalami pembentukan diri sendiri. Secara nyata keterikatan ini berakhir sesuai dengan pandangan masyarakat tentang kriterium ini berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Secara umum dapat dikatakan bahwa seseorang telah mencapai kedewasan jika telah menerima dan mampu memikul tanggung jawab pada taraf sosial-budaya.(Langeveld, 1971: Fatsat 30) KONSEP DIRI PESERTA DIDIK 1. Pribadi yang bergantung kepada gurunya 2. Masih harus dibentuk daripada digunakan sebagai sumber belajar (Pengalaman peserta didik) 3. Seragam (uniform) sesuai tingkat usia dan kurikulum (Kesiapan belajar peserta didik) 4. Oriensi dalam belajar 5. Dengan pujian, hadiah, dan hukuman (Motivasi belajar) UNSUR-UNSUR PROSES 1. Suasana (Tegang, rendah dalam mempercayai, formal, dingin, kaku, lambat, orientasi otoritas guru, kompetitif dan sarat penilaian) 2. Perencanaan (Utamanya oleh guru) 3. Diagnosa kebutuhan (Utamanya oleh guru) 4. Penetapan tujuan (Utamanya oleh guru) 5. Desain rencana belajar (Rencana bahan ajar oleh guru, Penuntun belajar dibuat guru, Sekuens logis, pembelajaran oleh guru) 6. Kegiatan belajar (Tehnik penyajian, tugas bacaan) 7. Evaluasi belajar (Oleh guru, berpedoman pada norma, pemberian angka)
6
BAB III Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan konseling harus dibangun di atas landasan yang kokoh. Landasan bimbingan dan konseling yang kokoh merupakan tumpuan untuk terciptanya layanan bimbingan dan konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan. Landasan pedagogis mengemukakan bahwa bimbingan merupakan salah satu bagian dari pendidikan yang amat penting dalam upaya untuk memberikan bantuan (pemecahan-pemecahan masalah) motivasi agar peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Landasan Paedagogis mengemukakan bahwa antara pendidikan dan bimbingan memang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Secara mendasar bimbingan (dan konseling) merupakan salah satu bentuk pendidikan.Demikian, proses bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan belajar dan sifat normatif. Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling memperkuat tujuan-tujuan pendidikan dan menunjang program-program pendidikan secara menyeluruh.
7
DAFTAR PUSTAKA Prayitno dan Amti, Erman, 2004, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta. Nurmaniah. 2010. Ilmu Pendidikan. Medan Purwanto, M. Ngalim. 1990. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hasbullah. 2005.Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Rostiawati, Yustina dkk.1992. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Gramedia.
8