Edisi Februari 2004
Ir. Aburizal Bakrie
“Cerita cerita sukses otonomi daerahlah yang ingin kita dengarkan” Walikota Nyat Kadir
“Merajut Kebersamaan, Membangun Batam” Kebijakan Pelayanan Satu Atap di Kabupaten Gianyar
APA PERLUNYA PERINGKAT? Kebijakan Pelayanan Satu Atap di Kabupaten Gianyar Laporan Penelitian Pemeringkatan Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota 2003 Meninjau Kerjasama Antar Daerah Bidang Infrastruktur Dealing With Bank Sistem Failure: Indonesia, 1997 – 2002 Walik ota Nyat KKadir adir : alikota “Merajut Kebersamaan, Membangun Batam” IrIr.. Aburizal Bakrie : “Cerita cerita sukses otonomi daerahlah yang ingin kita dengarkan” Seputar Otonomi Daerah
Gambar Sampul : F. Sundoko. Foto isi diambil dari internet dengan fasilitas http:// www.google.com/ dan sumber foto lain yang disebutkan bersama dengan foto.
AP UNY APAA PERL PERLUNY UNYAA PERINGK PERINGKAAT? Dari kacamata ekonomi politik dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh kinerja pemerintahan dalam mengimplementasikan peran kekuasaan yang didapatnya, berdasar peraturan perundangan yang berlaku. Dalam era otda/pasca gerakan reformasi, salah satu wujud perilaku kekuasaan dapat dipotret dari peristiwa kuatnya kekuasaan lokal (dan masyarakat) Padang yang berhasil menggagalkan kesepakatan pemerintah pusat dengan Cemex dalam pembelian Semen Padang; yang diyakini kalangan dunia usaha menciptakan citra buruk investasi, tidak hanya dalam skala Padang dan Sumatera Barat namun terlebih image Indonesia secara keseluruhan. Di sisi lain, praktek otda yang ditampilkan Kabupaten Sidoarjo melalui intitusi pelayanan satu atap untuk perijinan usaha, memberikan sinyal positif terhadap perbaikan iklim investasi di daerah tersebut, yang bila direplikasikan di banyak daerah otonom berpeluang meningkatkan citra positif investasi Indonesia. Mengingat pentingnya peran kekuasaan yang dalam wujud operasionalnya dikelola pemerintah, muncul kebutuhan untuk mendorong masing masing daerah otonom mewujudkan kinerja terbaiknya dalam membangun ekonomi daerah. Bahwa dalam lingkup pemerintahan ada fungsi pengawasan melekat dari atasan ke bawahan, ada Bawasda, juga pengawasan dari DPRD, yang menjadi bagian penting untuk mencapai kinerja yang baik; namun sangat perlu adanya bagian dari masyarakat warga yang secara aktif memberikan penilaian terhadap kinerja pemerintah tersebut sesuai bidangnya masing masing. Dalam dimensi ekonomi politik, peran yang dimainkan KPPOD dengan mengeluarkan peringkat daya tarik investasi Kabupaten dan Kota yang dilakukannya secara reguler tiap tahun, kiranya dapat ditempatkan sebagai bagian dari upaya civil society dalam mendorong pemegang kekuasaan untuk menggunakannya secara optimal. Sebagai masyarakat warga, justifikasi perannya ada pada independensinya dalam menentukan kriteria pemeringkatan, metode yang digunakan, dan obyektifitasnya dalam proses penilaian. Kredibilitasnya juga bisa diukur dari sejumlah pendekatan yang bisa dilakukan misalnya dengan membandingkan tingkat pertumbuhan investasi, nilai investasi, atau jumlah investor, dengan posisi peringkat masing masing daerah. Secara teoritis, bila terdapat hubungan yang kuat maka hasil pemeringkatan bisa diandalkan, sebaliknya bila hasilnya tidak meyakinkan maka output pemeringkatan patut dipertanyakan. Bila hasil uji korelasi tidak meyakinkan, setidaknya akan menjadi masukan sangat berarti bagi perbaikan desain dan metode pemeringkatan untuk tujuan pelembagaan jangka panjang. Untuk itu akan menggairahkan apabila ada pihak pihak yang bersedia melakukan pembuktian tersebut, termasuk tentu saja menjadi pekerjaan rumah KPPOD, untuk kepentingan pembelajaran masyarakat; meskipun untuk itu harus berkorban waktu, dana, dan sumbangan pemikiran. Terlepas dari apapun hasil pengujian bila dilakukan, penciptaan kompetisi sehat antar daerah yang merupakan salah satu tujuan pemeringkatan diharapkan menjadi kenyataan. Beberapa indikator menunjukkan adanya gairah pemerintah daerah untuk meningkatkan iklim investasi yang baik di daerahnya; misalnya: pembentukan tim pemda untuk peningkatan daya tarik investasi di beberapa daerah, peninjauan ulang perda yang distortif terhadap aktivitas perekonomian oleh daerah sendiri, adanya kunjungan pemda pemda ke KPPOD untuk mendiskusikan rancangan perda-nya, pertanyaan maupun klarifikasi pemda ke KPPOD tentang metode pemeringkatan, antusiasme pemda menjadi tuan rumah sosialisasi hasil pemeringkatan, dan sejumlah indikator lainnya; meskipun sayangnya juga ada pemda yang bertanya ke KPPOD berapa dana yang harus diserahkan ke KPPOD kalau ingin daerahnya mendapat peringkat bagus?! Meskipun kompetisi merupakan kata kuncinya, bukan berarti bahwa sinergi kerjasama antar daerah dalam suatu aliansi strategis tidak diperlukan; bahkan sebaliknya sangat dibutuhkan, mengingat tidak mungkin otonomi tanpa interdependensi antar daerah, baik karena skala ekonomi, kedekatan geo-ekonomis, kedekatan kultural, maupun terutama untuk kepentingan kesatuan negara besar seperti Indonesia. (pap)
Penerbit : Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Alamat Redaksi : Sekretariat KPPOD, Plaza Great River, 15th floor, Jl. HR. Rasuna Said Kav. X-2 No.1, Jakarta 12950, Phone : 62-21-5226018, 5226027, Fax : 62-21-5226027, E-mail :
[email protected], http://www.kppod.org/ Dewan Pengurus KPPOD : Bambang Sujagad, Anton J. Supit, Bambang PS Brodjonegoro, P. Agung Pambudhi, Aburizal Bakrie, Sofjan Wanandi, Adnan Anwar Saleh, Hadi Soesastro, Sri Mulyani Indrawati, Djisman Simandjuntak, Susanto Pudjomartono, Sjarifuddin, Aco Manafe, dan Taufik L. Redaksi : P. Agung Pambudhi, Sigit Murwito, Robert Endi. Tata Letak : F. Sundoko. Iklan dan Distribusi : M. Regina Retno B.
1
Kebijakan Pelayanan Satu Atap di Kabupaten Gianyar Inisiatif pembaruan tata pelayanan pemerintahan di negeri ini sesungguhnya telah muncul jauh hari sebelum kita memasuki masa reformasi saat ini. Di level nasional, pada akhir dekade 80-an, peemerintah pusat telah mengintroduksi suatu prakarsa kebijakan melalui PP No. 6 Tahun 1988 dan dipertegas dalam Inpres No.1 Tahun 1995. Keduanya mengatur soal p e r l u n y a koordinasi dalam pemberian pelayanan umum d a n penyederhanaan b e r b a g a i p r o s e d u r p e l a y a n a n a p a r a t u r pemerintah k e p a d a masyarakat, baik menyangkut perijinan usaha m a u p u n administrasi kependudukan. A r u s pembaruan yang sama juga berlangsung di Kabupaten Gianyar. Melalui SK Bupati No. 759 Tahun 1994 (dan disempurnakan dengan SK No.1968 Tahun 1996), sejumlah pelayanan yang tadinya diberikan secara terpisah di tempat yang berbeda-beda mulai disatukan (Unit Pelayanan Terpadu/UPT). Inilah proyek pionir, sebagai eksperimen pertama di Indonesia dalam hal penyatuan pelayanan, yang bahkan pada awal 1997 dikukuhkan oleh pemerintah pusat sebagai percontohan bagi daerah lainnya di seluruh Indonesia (Surat Dirjen PUOD Depdagri No. 503/125/PUOD. Di era yang ditandai oleh menguatnya inisiatif reformasi sektor publik saat ini, upaya penyatuan pelayanan publik itu kian menemukan momentumnya. Fasilitas kebijakan mengenai hal ini adalah Perda No.4 Tahun 2001 tentang Pembentukan
2
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan jabarannya dalam SK No.122 Tahun 2001 tentang Uraian Tugas Pada Lembaga Teknis Daerah. Dengan kehadiran Perda tersebut, status UPT sebagai unit pelayanan ditingkatkan menjadi Kantor UPT. Dengan peningkatan status ini, kapasitas kelembagaan pengurusan ijin tentu juga semakin baik, sehingga
kalau sebelumnya hanya mengurus 7 jenis perijinan (ijin lokasi, IMB, HO, SIUP, TDI, reklame dan pariwisata) sekarang meluas ke banyak jenis urusan lagi, baik yang bersifat perijinan (ijin rumah makan, ijin usaha bar, dll), non-perijinan (KK, KTP, Catatn Sipil, dll) maupun persetujuan prinsip (persetujuan usaha besar, usah restoran, dll). Berbagai urusan ini bisa dikerjakan secara aktif dalam artian petugas KUPT yang menjemput permohonan masyarakat dan mengantarkan produk hasilnya maupun secara pasif dengan menunggu kehadiran masyarakat sendiri Semua jenis urusan itu dikerjakan dalam suatu prosedur dan mekanisme yang tergambar jelas (lihat Buku Panduan KUPT Kabupaten Gianyar). Prosedur standarnya berawal dari pengambilan blangko di bagian
informasi, pengajuan permohonan di bagian registrasi, pengecekan kelengekapan persyaratan dan pemeriksaan lapangan oleh petugas, dan berakhir dengan pembayaran (biaya) pengurusan setelah ijin diterbitkan. Dan dari segi waktu, ada tenggat yang telah dibatasi secara jelas, seperti 7 hari untuk menyelesaikan pengurusan ijin lokasi, 15 hari untuk IMB, 4 hari untuk SITU/ HO, 7 hari untuk ijin reklame, dan masing-masing 14 hari untuk ijin usaha bar, usaha rumah makan, usaha jasa boga, usaha pondok wisata, usaha pariwisata, usaha hotel melati, persetujuan prinsip usaha rumah makan, persetujuan prinsip usaha restoran, dll. U n t u k m e n g u r u s berbagai jenis pelayanan itu, pasal 8 Perda No.4 Tahun 2001 menetapkan strukur organisasi KUPT ini, yakni Kepala Kantor, sub-bagian tata usaha dan seksi-seksi (pengaduan, perijinan dan non-ijin). Uraian tugas dari masing-masing unit dijabarkan dalam SK Bupati No.122 Tahun 2001. Dibawah kepemimpinan dan pengawasan Kepala Kantor, subbagian tata usaha berperan mengurus segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga kantor; seksi pengaduan berperan mengkoordinasi pelayanan teknis admisnitrasi dan peran kehumasan dalam menyelesaikan urusan pelayanan; seksi perijinan memberikan layanan ijin usaha dan menyiapkan rencana produk hukum yang diperlukan; dan seksi pelayanan non-ijin bertugas dalam pengurusan layanan di luar perijinan usaha. Segala hasil kerja dari KUPT ini,
menurut Perda No. 4 tahun 2001, dipertanggungjawabkan kepada Bupati, sementara pembinaan dan koordinasi administrasinya dijalankan oleh Sekretaris Daerah. Kepala Kantor dan berbagai Kepala Seksi/Sub-bagian diangkat dan diberhentikan oleh Bupati. Sementra itu, menurut PP No.8 Tahun 2003 tentang Pedomaan Perangkat Organisasi Daerah, eselon dari Kepala Kantor (seperti KUPT) adalah IIIa, lebih rendah dari eselon Kepala Dinas (IIb), dan eselon IVa bagi kepala seksi/sub-bagian (pasal 20). Sebagai bagian dari upaya reformasi birokrasi, penyatuan pelayanan perijinan usaha di Kabupaten Gianyar ini jelas merupakan suatu kemajuan penting. Secara internal, penyatuan pelayanan dalam KUPT ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja aparatur Pemda, dan keluar ia dapat mewujudkan pelayanan prima kepada dunia usaha. Dalam persepektif lebih luas, public sector reform ini merupakan bagian dari gerakan reinvensi pemerintahan (government reinventing) yang menguat belakangan ini di banyak negara, dengan orientasi utama kepada kepuasan publik/pelanggan. Dalam konteks itu, keberadaan KUPT di Kabupaten Gianyar dimaksudkan sepenuh-penuhnya untuk dunia usaha yang hendak mengurus perijinan usahanya. Diharapkan, KUPT ini bisa memecahkan persoalan yang sering dihadapi pelaku usaha dalam pengurusan ijin mereka, seperti prosedur dan tata cara pelayanan yang tidak jelas/berbelit-belit, persyaratan pelayanan yang tidak pasti, batas waktu pelayanan yang tak terukur, dan biaya pelayanan yang tak tentu. Semua problem ini tentu tidak sesuai dengan prinsip pelayanan publik yang baik, sebagaimana juga ditetapkan dalam Kepmen-PAN No.63/Kep/M.PAN/7/ 2003 tentang Pedomaan Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Terlepas dari berbagai makna penting kehadiran KUPT ini, sebagai sebuah eksperimen awal tentu ia masih perlu menjalani berbagai proses belajar, penyesuaian dan bahkan koreksi. Pertama, bahwa penyatuan ur usan dalam KUPT ini adalah penyatuan satu atap (Terpadu Satu Atap), bukan satu pintu (Terpadu Satu Pintu). Seperti dijelaskan dalam SK Men-PAN No.63/2003, perbedaan kedua bentuk penyatuan urusan
perijinan ini cukup mendasar. Pelayanan Terpadu Satu Atap berarti diselenggarakannya berbagai jenis urusan yang tidak mempunyai keterkaitan proses satu sama lain melalui beberapa pintu di suatu tempat. Sedangkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu berarti diselenggarakannya berbagai jenis urusan pada satu tempat dan dilayani melalui satu pintu. Istilah satu pintu atau atap di sini tentu lebih dibaca dalam makna simboliknya. Dalam kasus KUPT Kabupaten Gianyar, kongkritnya adalah, kalau sebelumnya urusan pelayanan dilakukan secara sendirisendiri di bawah oleh instansi yang berlainan kini dilakukan secara bersama dibawah satu atap (dalam satu gedung). Namun, berbeda dengan makna satu pintu, keterpaduan satu atap dalam kasus Kabupaten Gianyar ini secara organisatoris kegiatan masing-masing instansi tetap berada dalam jalurnya seperti semula, hanya kini berada di suatu tempat. Hal ini antara lain terlihat dari pembayaran biaya-biaya pelayanan yang masih dipegang oleh masing-masing instansi (seperti biaya pengurusan sertifikat tanah tetap dilakukan melalui loket perwakilan BPN). Selain itu, secara fisik, surat-surat persyaratan untuk mendapatkan pelayanan tetap diproses di kantor instansi masingmasing (sebagian pemrosesan permohonan tetap harus dibawa keluar gedung UPT). Dengan kata lain, keberadaan instansi tersebut masih merupakan perwakilan saja, dan loket mereka adalah tempat menerima dan menyampaikan surat pelayanan (Laporan CLGI, 2003). Kedua, berkaitan dengan eselon kepangkatan dari Kepala KUPT (IIIa) yang lebih rendah dari seorang Kepala Dinas (IIb). Posisi inferior ini, tidak saja problematik secara psikologis, tapi juga menggangu mekanisme kerja karena akan sulitnya seorang Kepala KUPT memaksa para Kepala Dinas berbagai instansi yang lamban mengurus proses perijinan di instansinya masing-masing. Persoalan ini memang berakar pada regulasi nasional (PP No.8 Tahun 2003), di mana eselon seorang kepala kantor ditempatkan lebih rendah (inferior) dibandingkan seorang kepala dinas. Namun, untuk memecahkan masalah ini, langkah Kabupaten Sidoarjo bisa ditiru, di mana kepala UPT-nya setingkat Dinas dengan cara
mengkonversi UPT sebagai Kantor menjadi Dinas (Dinas Perijinan dan Penanaman Modal). Peningkatan status ini juga, seperti terlihat pada kasus Sidoarjo, akan berimplikasi pada semakin terkoensentrasinya sebanyak mungkin urusan di bawah satu tangan, bahkan melalui satu pintu, yakni pada Dinas Perijinan. Ketiga, salah satu prinsip pelayanan yang baik, sebagai mana juga yang hendak difasilitasi dengan kehadiran KUPT ini, adalah kejelasan biaya perijinan. Namun, Perda, SK Bupati maupun Buku Panduan KUPT yang dikeluarkan Kabupaten Gianyar justru tidak mengatur ihwal biaya yang harus ditanggung oleh pemohon ijin ini. Bahkan, dari informasi lapangan, para pemohon itu selain membayar biaya perijinan, juga diminta kesukarealaannya untuk memberi sumbangan sebagai bentuk Sumbangan Pihak Ketiga (berdasar Perda No.6 Tahun 1992). Meski sukarela, keberadaan Perda Sumbangan Pihak Ketiga ini membawa kepelikan masalah tertentu. Pertama bahwa ia justru mencerminkan ketidakjelasan dan kebakuan standar biaya, dan lebih tergantung kepada kepekaan rasa balas budi setiap orang untuk memberikan sumbangan. Kedua, bukan tak mungkin ia mempengaruhi pelayanan itu sendiri karena aparat akan berhitung soal besar-kecilnya jumlah sumbangan (kecuali kalau Pemda konsisiten bahwa pemberian sumbangan baru berlangsung setelah segala proses perijinan selesai). Ketiga, peruntukan sumbangan itu, apakah dimasukan ke dalam kas daerah (melalui Dispenda) yang berarti sebagai pendapatan daerah atau menjadi pemasukan bagi KUPT (sementara pada pihak yang lain, berdasar Perda No.4 Tahun 2001, segala pembiayaan operasional KUPT ditanggung oleh Pemda). Kiranya, segala sisa persoalan semacam ini bisa terselesaikan seiring dengan kian matangnya proses belajar dari eksperimen kebijakan ini. Kabupaten Gianyar mesti terus menunjukkan kepeloporannya dalam cara memuaskan dahaga publik akan pembaruan pelayanan perijinan usaha maupun asministrasi kependudukan dengan terus memperbaiki berbagai kekuarang eksperimen besar ini. Kita layak menaruh kepercayaan terhadap kemampuan daerah ini untuk melakukannya.*
3
4
5
6
7
8
Meninjau Kerjasama Antar Daerah Bidang Infrastruktur Otonomi daerah telah berjalan selama dua tahun lebih, dan selama perjalanan otonomi daerah tersebut. Salah satu hal yang perlu dicermati adalah adanya kecenderungan daerah menggali sumber penerimaan sebesarbesarnya untuk kepentingan wilayahnya. Hal ini sangat disayangkan karena sesungguhnya masih ada potensi lain yang dapat digali yakni mengembangkan kemitraan dan kerjasama daerahnya dengan daerah potensial lainnya. Kerjasama antar daerah ini sesungguhnya merupakan suatu alternatif pemecahan masalah pengembangan wilayah otonomi, dibandingkan hanya sekedar berfokus pada usaha peningkatan PAD semata maupun usaha memperoleh DAU yang lebih besar dari pusat, di mana hal tersebut hanya akan berdampak pada munculnya konflik baik vertikal maupun horizontal. Sementara itu, dengan menggali potensi wilayah dan mengembangkan potensi kerjasama antar daerah justru akan tercapai hasil yang lebih besar yaitu kepentingan dan peningkatan pelayanan masyarakat yang lebih baik. Salah satu potensi kerjasama yang dapat dikembangkan adalah dalam hal pengembangan infrastruktur perkotaan, sebagai contoh yakni apa yan disampaikan oleh Sekretaris Daerah DI Yogyakarta dalam acara Refresher Workshop in Urban Infrastructure Management di Yogyakarta 9 September 2003. Dalam workshop dipresentasikan bentuk kerjasama antar wilayah yang terjadi di wilayah Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta, Pemprov bertindak sebagai fasilitator dalam kerjasama bidang infrastruktur perkotaan yang dilakukan kedua kabupaten tersebut, melalui wadah Forum Bersama Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten
Bantul (disingkat Karto Mantul). Kegiatan kerjasama yang dilakukan adalah pengelolaan air limbah dari tempat pembuangan akhir (TPA), di mana disepakati bahwa lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan TPA berada di wilayah Kabupaten Bantul yang memang memiliki lahan cukup luas. Penetapan lokasi di Kabupaten Bantul ini seolah-olah memberikan keuntungan bagi Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman yang memang luas lahannya lebih terbatas, namun nyatanya tidak demikian, kesepakatan yang dibuat berlandaskan asas kepentingan bersama dan saling menguntungkan (mutualisme). Dengan melibatkan tiga kabupaten/kota serta provinsi, menjadikan biaya investasi dan operasional yang ditanggung setiap daerah menjadi lebih murah. Bagi Kabupaten Bantul sendiri, lokasi IPAL dan TPA yang berada di dalam wilayah yurisdiksinya memberikan keuntungan tersendiri, keberadaan IPAL menghasilkan suatu bahan sedimentasi yang bermanfaat sebagai pupuk bagi mayoritas penduduk Bantul yang berprofesi sebagai petani. Selain itu keberadaan IPAL dan TPA juga memberikan peluang lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar. Proyek kerjasama antar daerah merupakan upaya mengantisipasi egoisme daerah, di mana sejak awal sudah mulai diupayakan bentuk kerjasama antar daerah terutama antara daerah yang selama ini merasakan adanya keterkaitan satu sama lain. Dengan kata lain, para pemerintah daerah yang bersangkutan har us duduk bersama untuk membicarakan bagaimana penanganan eksternalitas positif dan negatif yang dihasilkan masing-masing daerah (Brodjonegoro, 2000). Namun demikian terdapat beberapa hal yang perlu dicermati
sebelum daerah membentuk suatu forum kerjasama, antara lain (Suharjo, 2003): Masing-masing daerah harus mengetahui potensi dan kekurangan yang dapat dijadikan bargaining position secara proporsional dalam hal pembiayaan proyek kerjasama. Perlunya analisis dan inventarisasi kebutuhan berdasarkan nilai manfaat, dengan parameter yang obyektif namun tetap mempertimbangkan factor lingkungan. Hal ini penting untuk menghindari masuknya kepentingan pribadi, golongan, maupun kelompok. Lembaga legislatif daerah sebagai representasi masyarakat perlu dilibatkan sejak awal agar kerjasama yang telah disepakati oleh pemerintah daerah tidak menjadi “mentah” akibat tidak adanya respon positif dari lembaga legislatif. Perlunya komitmen bahwa segala bentuk kerjasama dalam bidang prasarana perkotaan harus berdampak pada peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara luas. Kebijakan pembangunan prasarana harus diikuti dengan alokasi pemeliharaan agar dicapai umur layanan maksimal. Bingkai hukum yang kuat turut berperan penting dalam implementasi proyek maupun program kerjasama antar daerah agar menjadi landasan pendukung operasional dan ditaati oleh pihak pemerintah daerah yang bersangkutan, di samping mengacu pada prinsip-prinsip umum kerjasama dan peraturan perundangan di atasnya. Tabel berikut ini menjelaskan prinsip-prinsip umum yang menjadi landasan kerjasama antar daerah dalam bidang perencanaan dan penyediaan layanan perkotaan.
9
Tabel 1 Kerjasama Antar Daerah (KSAD) untuk Perencanaan dan Penyediaan Layanan Perkotaaan Prinsip-prinsip Umum
Pertimbangan-pertimbangan Operasional Tingkat Kabupaten/Kota
1. Semua KSAD dibentuk dengan persetujuan DPRD
Tingkat Provinsi Untuk KSAD yang dibentuk antara pemda (antar kota/kabupaten di bidang perencanaan, perpipaan air, persampahan, dsb), fungsi utama dari PP adalah membantu mengidentifikasi peluang dan berlaku sebagai pemberdaya dan fasilitator dan bukan mitra KSAD. Pemda harus melaporkan adanya KSAD kepada PP berkenaan dengan tanggung jawabnya untuk meninjau ulang peraturan-peraturan daerah dikaitkan dengan peraturan dan perundangan l k 3. PP seharusnya secara langsung ikut KSADb Perencanaan berkepentingan karena menyangkut PP harus terlibat dalam lintas daerah yang menjadi tanggung proses pendirian KSAD yang jawabnya (misalnya Rencana Tata mempunyai kaitan antara Ruang Provinsi, penyediaan air baku, Rencana Tata Ruang pengelolaan sumber daya air) atau Daerah/Kota dan Rencana Tata memang diminta oleh pemda sendiri. Ruang Propinsi. Gubernur seharusnya menunjuk Bappeda Provinsi untuk terlibat dan memberi arahan sehubungan dengan Rencana Tata Ruang Provinsi 2. KSAD seharusnya didirikan antara sesama pemda yang saling membutuhkan. Pemerintahan yang lebih tinggi seharusnya tidak menjadi mitra KSAD kecuali sesuatu kebutuhan yang tidak terelakkan untuk terlibat langsung.
10
Kelompok Sasaran & Kompetensi DPRD Harus memiliki pemahaman perlunya dan potensi manfaat dari KSAD Perencanaan dan Layanan Perkotaan. Mampu mengidentifikasi peluang KSAD yang potensial (khususnya bila pihak pemerintah tidak mempunyai prakarsa untuk membentuk KSAD). Mampu mengevaluasi proposal/usulan KSAD bidang layanan perkotaan yang diserahkan oleh KDH. Mampu menyiapkan, menegosiasikan, dan merampungkan dokumendokumen legal dengan mitra DPRD. Mampu menyampaikan manfaat yang potensial dari KSAD kepada masyarakat dan menerima berbagai masukan
Bappeda dan Kepala Dinas Provinsi Mampu mengidentifikasi daerah-daerah yang memerlukan KSAD serta menyampaikan potensi-potensi bagi pemda yang bersangkutan. Mampu memberikan saransaran teknis, administratif, dan pembiayaan KSAD kepada pemda. Gubernur/Biro Hukum/Bappeda/Kep. Dinas Provinsi Mampu meninjau ulang peraturan-peraturan daerah yang berkaitan dengan KSAD. Bappeda Propinsi Harus mampu mengaitkan tujuan KSAD dengan mekanisme perencanaan pembangunan yang ada ( baik Rencana Tata Ruang Daerah/Kota maupun Rencana Tata Ruang Propinsi).
Tingkat Pusat 4. Peranan utama dari pusat adalah Pusat harus mensosialisasisebagai “tut wuri handayani” (enabler) kan peraturan-peraturan dan fasilitator. pemerintah dan panduan umum tentang atau terkait dengan KSAD sesuai dengan UU No. 22/1999. Pusat harus mendokumentasikan dan menyebarkan informasi tentang pengalamanpengalaman praktis penyelenggaraan KSAD. Pemerintah Provinsi harus melaporkan keberadaan KSAD kepada Pusat khususnya yang menyangkut kesesuaian antara peraturan daerah pendirian KSAD dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Mendagri/Depdagri Harus mampu mensosialisasikan peraturan pemerintah tentang atau terkait dengan KSAD berdasarkan otonomi penuh Pemda dalam formasi maupun pelaksanaan. Harus mampu memonitor sehubungan dengan peraturan dan panduan terkait yang diterbitkan oleh kementrian teknis (misalnya Dep Kimbangwil, PU, Lingkungan Hidup, dsb) dengan tetap menjaga semangat otonomi serta menghindarkan diri dari perbedaan yang tajam, tumpang tindih, dan konflik keteknikan.
5. Pusat seharusnya secara langsung ikut serta sebagai mitra dalam konteks KSAD lintas propinsi pada area yang menjadi tanggung jawab perencanaan dan koordinasi nasional dan untuk program pembangunan prasarana strategis atau sewaktu-waktu secara khusus ada permintaan dari Pemprov.
Tabel 1 menjelaskan tentang prinsip-prinsip umum, pertimbangan operasional, serta kelompok sasaran dan kompetensi kerjasama antar daerah dalam perencanaan dan penyediaan layanan perkotaan, prinsip-prinsip umum tersebut harus dijalankan oleh seluruh tingkat pemerintahan mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, sampai pusat. Seperti tertera dalam tabel, maka setiap tingkat pemerintahan memiliki tugas dan tanggung jawabnya sendiri dalam menunjang kerjasama antar daerah, selain itu dalam matriks tersebut disebutkan pula peran strategis lembaga daerah seperti DPRD, Bappeda, Kepala Dinas, Gubernur, Biro Hukum, serta Mendagri. Tabel 2 Kerjasama Antar Daerah – Asosiasi
Prinsip-prinsip Umum
Pertimbangan-pertimbangan Operasional 1. Pengembangan asosiasi Pemda Beberapa tipe asosiasi Pemda yang yang independen harus dirangsang mungkin diperlukan antara lain: dalam rangka: Asosiasi Kota Metropolitan mencerminkan kepentingan Asosiasi Kota-kota Menengah Pemda dalam kerangka Asosiasi Kota Pertanian kebijaksanaan pembangunan Asosiasi Walikota Seluruh nasional Indonesia menetapkan mekanisme KSAD Asosiasi Legislatif Daerah dengan maksud tukar menukar Indonesia pengalaman dan pengalaman Asosiasi Pembangunan Daerah praktis, kota kembar dan pelatihan, dll.
Kelompok Sasaran & Kompetensi KDH/Ketua DPRD Mampu mengidentifikasi prioritas kebijaksanaan yang membutuhkan “perwakilan” (misalnya tentang kebijaksanaan Pusat yang mengatur pelimpahan wewenang kepada Pemda, rumusan pelimpahan PusatDaerahm pelimpahan kewenangan pembiayaan pada tingkat daerah, dsb). Memahami beberapa tipe/bentuk asosiasi internasional. Asosiasi pengembangan kemampuan.
11
Tabel 2 Kerjasama Antar Daerah – Asosiasi
Prinsip-prinsip Umum
Pertimbangan-pertimbangan Kelompok Sasaran & Operasional Kompetensi Beberapa tipe asosiasi profesi yang Dukungan Pemda dan Asosiasi 2. Pengembangan asosiasi mungkin diperlukan antara lain: independen bidang profesi yang Profesi terkait dengan pemerintah daerah Asosiasi Pengelola Kota Pengembangan asosiasi profesi dan harus dirangsang untuk terus Asosiasi Profesi Keuangan meningkatkan keprofesiannya dan Daerah otonominya. Dll Beberapa asosiasi profesi yang dapat ditingkatkan: PERPAMSI IATPI IAP Tabel 2 menjelaskan tentang prinsip-prinsip umum kerjasama antar daerah yang melibatkan asosiasi. Asosiasi di sini merupakan asosiasi daerah yang terdiri dari usahawan, praktisi, industri, serta pemerintahan lokal, yang diharapkan akan dapat mengembangkan kerjasamanya dengan asosiasi lainnya di berbagai wilayah. Dengan menggali potensi kerjasama antar pemerintah daerah maupun antar asosiasi lokal, memperhatikan faktor eksternalitas daerah, serta mengacu pada prinsipprinsip kerjasama perencanaan dan penyediaan pelayanan perkotaan, egoisme kedaerahan maupun pungutan-pungutan daerah yang semakin membebankan laju
perekonomian daerah dapat diredam, pada gilirannya akan mampu menjadi alternatif solusi bagi peningkatan pelayanan masyarakat daerah otonom maupun lokomotif pembangunan daerah. Referensi Brodjonegoro, Bambang P.S., makalah yang disampaikan pada Forum URDI, 13 Sep-
tember 2000. Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas bagi Pemerintahan DaerahKerangka Normatif B9: Kerjasama Antar Daerah, April 2000. Suharjo, Imam, Kerjasama Antar Daerah dalam Infrastruktur Perkotaan, Banjarmasin Post, 5 Januari 2003.
Dealing With Bank Sistem Failure: Indonesia, 1997 – 2002 Seminar LPEM kali ini merupakan salah satu kegiatan Indonesia Project, Economic Division dari the Australian National University, yang merupakan salah satu bentuk kerja sama di bidang ekonomi antara Australian National University dengan Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Seminar mengambil tema Dealing With Bank Sistem Failure: Indonesia, 1997 – 2002 , dengan menghadirkan Profesor Ross H. Mc Leod sebagai pembicara. Partisipan yang hadir dalam seminar ini cukup beragam baik dari kalangan akademis seperti Universitas Indonesia, the Australian National University, University of Adelaide, dan National University of Singapura, kalangan praktisi dari Ernst and Young serta Bank BNI, dari pemerintahan yakni wakil dari Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Kantor Menko Perekonomian,
12
serta tidak ketinggalan wakil dari lembaga donor dan lembaga internasional seperti World Bank, USAID, UNSFIR, dan GIAT/CMEA. Makalah yang disajikan Prof. Mc Leod merupakan inti sari dari studi atas Letter of Intent (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF) pada bulan Oktober 1997 sampai dengan Juni 2002. Secara umum disampaikan bahwa program pemulihan dampak krisis ekonomi 1997 yang dijalankan Indonesia telah mengalami kegagalan, hal ini ditunjukkan oleh dua indikator yang menjadi tujuan pemulihan ekonomi yakni: efisiensi dan ekuitas. Perekonomian Indonesia mengalami kondisi resesi yang parah dan berkepanjangan dalam kurun waktu beberapa bulan setelah hadirnya IMF, dan enam tahun kemudian tingkat output baru mencapai tingkat sedikit lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum krisis. Runtuhnya sistem perbankan
nasional serta penjaminan para depositor oleh pemerintah berdampak pada pada kerugian publik yakni turunnya nilai GDP setidaknya mencapai minimal 40%. Kesimpulan yang dapat diambil antara lain bahwa selain terjadi resesi ekonomi yang mendalam, krisis juga menciptakan ketimpangan besar dalam proses redistribusi kesejahteraan antara kelas menengah dan kelompok kaya dengan pengeluaran sektor publik khususnya bagi orang miskin. Proses redistribusi ini masih akan berlangsung untuk jangka waktu yang cukup lama serta tercermin pada rekapitalisasi bunga dan nilai obligasi, peningkatan pajak, serta yang terpenting adalah pemotongan subsidi yang kemudian dikompensasi kepada orang miskin dalam bentuk pendidikan dan kesehatan.
13
14
KPPOD Mengucapkan Terima Kasih Kepada :
Atas dukungan dan kerja samanya pada Pelaksanaan KPPOD Award, 20 Januari 2004.
15
Walikota Nyat Kadir : “Merajut Kebersamaan, Membangun Batam” Siapa yang tak kenal Batam? Kalau Bali adalah tempat rekreasi utama para wisatawan, Batam tampaknya masih menjadi lokasi-pilihan paling sexy dalam berinvestasi di sektor industri di negeri ini. Pulau seluas 415 km2 yang terletak dalam gugusan kepualaun Riau (Kepri) ini, sejak tahun 1973 (Keppres No. 41/73) dirancang sebagai daerah pusat industri (kini terdiri dari 18 kawasan industri) yang berorientasi internasional, dengan otoritas tersendiri dalam pengelolaannya (Badan Otorita Batam/BOB). Sedangkan secara administratif pemerintahan, status Batam mengalami evolusi yang panjang. Pada awalnya, Batam menjadi salah satu kecamatan di dalam Kabupaten Kepri, lalu pada tahun 1983 dinaikkan menjadi Kotamadya Administratif (PP No.34/1983). Perkembangan terakhir, seiring berlakunya kebijakan Otda yang baru pada tahun 1999 (UU No. 22/ 99), Batam bersama semua daerah administratif lainnya di Indonesia mendapatkan status otonomi, yang lebih lanjut lagi diatur dalam UU No.53 Tahun 1999 tentang pembentukan sejumlah daerah otonom baru di Propinsi Riau (termasuk Kota Batam). Keberadaan Pemkot dan OB dalam suatu wilayah pemerintahan itu bukannya tanpa masalah. Eksistensi kedua lembaga ini sudah ada sejak masa Orde Baru, namun karena kuatnya campur tangan pusat atas potensi konflik (manajemen konflik) dan adanya persepsi diri kedua lembaga itu sebagai sama-sama institusi pemerintah pusat di daerah menyebabkan rendahnya konflik yang meruak ke permukaan. Kondisi berbeda muncul seiring berlakunya otonomi di era reformasi, di mana Pemkot murni merupakan institusi pemerintahan daerah (dan mempersepsikan dirinya sebagai penguasa wilayah), sementara di sisi lain OB masih memegang mandat sebagai delegasi pusat di daerah. Ketidakjelasan pengaturan hubungan kerja antar kedua lembaga ini
16
Bergandengan Tangan - Menyadari adanya “status ganda dan dualisme kepemimpinan” antara Pemkot Batam dan Otorita Batam, upaya harmonisasi dan penggalangan kerja sama terus dilakukan guna mencapai tujuan pembangunan. menyebabkan munculnya ketegangan berbeda dari daerah lain, di Batam dalam beberapa waktu lalu. diadakan wadah kerja sama unsur pemerintah yang dinamakan Muspida Bergandengan Tangan Plus Kota Batam. Kerja sama ini Namun, hari-hari ini, dengan diharapkan mampu menepis dugaan menyadari adanya “status ganda dan selama ini, bahwa antara Pemkot dan dualisme kepemimpinan” di Batam, OB tidak terjalin formula kerja sama upaya harmonisasi dan penggalangan yang harmonis. Bahkan terkesan ada kerja sama terus dilakukan. Hal itu persaingan berupa perebutan sumber diakui oleh Walikota Batam Nyat Kadir daya dan konflik kewenangan, saat menyampaikan pidato terutama yang berkaitan dengan sambutannya menerima KPPOD urusan pelayanan investasi. “Kerja Award tanggal 20 Januari lalu. Atas sama yang digalakan sekarang ini keberhasilan Batam mendapat adalah langkah untuk menjamin peringkat pertama sebagai Kota yang kelancaran kegiatan usaha bagi para memiliki daya tarik investasi terbaik di investor.” Indonesia (44 Kota otonom yang dinilai), Nyat Kadir mengatakan bahwa Terus Bergerak Maju itu adalah capaian bersama Prestasi Kota Batam sebagai kota Pemerintah Kota (Pemkot) dan Otorita yang berdaya tarik investasi terbaik Batam (OB), dengan dukungan unsur dalam pemeringkatan versi KPPOD dunia usaha dan masyarakat Batam adalah sesuatu yang semestinya. secara keseluruhan. “Terus terang, Bahkan tidak saja dalam hal sukses Batam ini adalah buah kerja proyeksi/potensi daya tarik, data keras bersama Pemkot, Otorita dan realisasi investasi dan pertumbuhan masyarakat,” kata Nyat Kadir. Batam memang menjadi semacam Ia mengakui bahwa kerja sama anomali di tengah gejala adalah kata kunci keberhasilan kemunduran atau pertumbuhan pembangunan Batam ke depan. Maka, lambat di daerah-daerah lain
maupun secara nasional. Ketika termasuk bantuan OB.” Sedangkan daerah tersebut, karena sikap ekonomi nasional melorot pada untuk menciptakan iklim sosial politik pemerintah pusat yang mengundang tahun 1998. misalnya, Batam masih yang kondusif, Pemkot bersama OB rasa cemas. Setelah satu persoalan, bisa bertahan dengan angka mengambil sejumlah prakarsa penting. yakni disharmoni Pemkot-OB mulai pertumbuhan 3,08%, dan melonjak “Misalnya, untuk mengurangi gejolak perlahan terurai, problem lain yang menjadi 7,90% pada tahun 2001/2002 sosial dan pemukiman liar, masih tersisa adalah peningkatan stasaat pertumbuhan daerah lain dan direncanakan pembangunan rumah tus Batam dari kawasan berikat pertumbuhan ekonomi (Bonded naisonal kita berjalan Zone) lambat. menjadi Kemajuan Batam tidak kawasan terlepas dari upaya keras perdagangan berbagai komponen yang bebas ada, terutama Pemkot, OB (Free dan DPRD. Nyat Kadir, Tr a d e dalam kesempatan acara Zone). KPPOD Award, Hali ini menyampaikan beberapa ditekankan bentuk upaya memajukan o l e h investasi dan perekonomian N y a t Batam tersebut. “Pada K a d i r, ur utan pertama, kami sebagai bersama DPRD menerbitkan “Sesuatu berbagai Perda yang y a n g menunjang kegiatan sangat investasi. Saat ini, tidak ada dinantikan satu pun Perda yang o l e h dikeluhkan menghambat seluruh investasi,” demikian ia masyarakat K o t a meyakinkan. Batam.” Termasuk dalam Alihkebijakan investasi ini adalah Batam - Kemajuan pembangunan di Batam adalah wujud sukses yang dicapai a l i h penyusunan rencana tata bersama Pemerintah Kota (Pemkot) dan Otorita Batam (OB), dengan dukungan berharap, ruang wilayah (RTRW) Kota unsur dunia usaha dan masyarakat Batam secara keseluruhan. a r a h Batam tahun 2001-2011. “RTRW ini berguna sebagai susun sederhana untuk penduduk atau perkembangan belakangan ini bukan pedoamaan pembangunan, karena para pekerja, yakni sebanyak 6.528 tak mungkin menyirnakan gelora berisi rencana dan arahan program buah untuk menampung 26.000 orang. semangat tadi. Menjelang tutup tahun sektoral dan tata ruang untuk tertib Saat ini, sebagiannya sudah 2003 lalu, pemerintah menerbitkan dua beleid (PP N0.63/2003 dan SK Menkeu pembangunan dan pemanfaatan terealisasi.” yang ruang,” kata Nyat Kadir. Sedangkan Menyadari bahwa problem sosial, 583/KMK.03/2003) untuk mempermudah pelayanan seperti diulas banyak pengamat, bisa memberlakukan PPN dan PPNBM investasi, Pemkot membuat kebijakan menjadi potensi ancaman masa depan (kecuali barang kena pajak ekspor) pelayanan satu atap dan program e- pembangunan Batam, prakarsa untuk kendaraan bermotor, rokok dan government, sebagaimana juga di kesejahteraan sosial sungguh menjadi minuman beralkohol (sejak 1 Januari sejumlah daerah lain di Indonsia. perhatian serius Pemko dan OB. Tidak 2004), untuk barang elektronik segala “Buah dari kebijakan ini, Pemkot hanya persediaan perumahan murah, jenis (sejak 1 Maret 2004), dan lain-lain berhasil menerbitkan 13.906 ijin usaha, langkah lain adalah “untuk menyusul di Kawasan Berikat Batam. 24 ijin prinsip, dengan nilai rencana mengurangi pengangguran dibangun Pemberlakuan dua beleid ini membuat investasi US$ 2 milyar selama 2001 pasar induk bagi sektor informal yang sambutan dunia usaha atas upaya dan sampai 2003.” Jumlah ijin dan nilai kian berkembang, pengendalian capaian Pemkot/OB (termasuk investasi ini di luar yang ditangai pertumbuhan penduduk (dengan prestasi peringkat terbaik dalam rating Otorita Batam. menekan angka kelahiran dan KPPOD) menjadi tidak sepenuhnya Di luar kebijakan, bentuk upaya lain membatasi penduduk yang masuk), antusias (Gatra, 7/2/04). Kemajuan yang dilakukan adalah penciptaan penataan kegiatan hiburan yang rawan Batam sedikit-banyaknya terpengaruh iklim dan sarana usaha semaksimal konflik, sampai kepada eliminasi oleh faktor kebijakan pusat ini.(ndi) mungkin, terutama dalam aspek praktik prostitusi melalui rehabilitasi keamanan, social budaya dan non-panti yang berlokasi di Tanjung infrastruktur. “Untuk menjamin Pandan.” keamanan, Pemkot setiap tahunnya mengalokasikan dana APBD untuk Tak Selalu Mulus kamtibmas. Tahun anggaran 2003, Gelora semangat membangun misalnya, dana yang disediakan Pemkot dan OB tidak selamanya kuat. sebesar Rp 2,5 milyar. Angka ini belum Ada kerikil tajam di sepatu aparat
17
Ir. Aburizal Bakrie : “Cerita cerita sukses otonomi daerahlah yang ingin kita dengarkan” Bulan Januari 1994 menandai salah satu peristiwa penting dalam perjalanan hidup Aburizal Bakrie, taipan bisnis Indonesia yang saat itu terpilih pertama kalinya sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia, mengalahkan kekuatan besar politik waktu itu yang tidak menghendakinya memimpin satu satunya organisasi dunia usaha yang keberadaannya dituangkan dalam suatu Undang Undang (UU No.1/ 1987). Barangkali motto hidupnya ‘winning is my habit’ yang memberikan spirit luar biasa untuk meme nangkan s e
tiap kompetisi yang diikutinya; pun pula ketika Ical, demikian panggilan akrabnya, kembali terpilih sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia kedua kalinya tahun 1999 pada saat prahara menerpa iklim usaha Indonesia, tak terkecuali kerajaan bisnis Bakrie. Di penghujung ke pemim pinannya di Kadin yang akan dilepasnya tanggal 19 Fe bru ari 2004, dalam kapas itasnya sebagai Ketua Um um Ka din Indonesia, sekaligus sebagai pendiri KPPOD, Ir. Aburizal Bakrie mengemukakan harapan harapannya terhadap pelaksanaan otda yang disampaikannya dalam acara pemberian KPPOD Award untuk Kabupaten/Kota Terbaik dalam hal Daya Tarik Investasi Tahun 2003. Tulisan di bawah merupakan penulisan ulang materi pidato mantan Anggota MPR-RI dan Calon Presiden RI dalam Konvensi Partai Golkar tahun 2004 ini, dalam acara KPPOD Award dengan penyesuaian seperlunya. Harapan Kesuksesan Otda Paling tidak dalam tiga tahun terakhir ini, Aburizal Bakrie ikut mempunyai andil dalam dinamika perjalanan otonomi daerah di Indonesia. Dengan mendirikan KPPOD bersama unsur dunia pendidikan dan media masa, diharapkannya ada suatu institusi yang melakukan pemantauan, penilaian, dan advokasi secara profesional untuk memberikan kontribusi yang berarti bagi keberhasilan otda; bukan sekedar larut dalam hiruk pikuk otda yang minim arti. Sebagai pengusaha, Ical mengharapkan fokus pemerintah daerah dalam melaksanakan otda adalah penciptaan iklim usaha yang business friendly sehingga daerah daerah menjadi menarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut.
18
Dalam sambutannya, Ical menekankan bahwa sudah merupakan tekad bersama sebagai bangsa untuk mensukseskan otonomi daerah, suatu sistem pemerintahan yang diharapkan membawa kesejahteran rakyat! Atas tujuan mulia otda itulah dunia usaha menaruh harapan yang tinggi pada masa depan keberhasilannya. “ Cerita cerita sukses otonomi daerah-lah yang ingin kita dengarkan!; karena dari sana optimisme dunia usaha bersama pemerintah – pusat dan daerah – dapat kita bangun bersama sama”. Sayangnya, kenyataan di lapangan menceritakan hal lain! Bukannya dominasi cerita sukses yang didapatkan, namun sebaliknya semakin banyak benturan antara dunia usaha dan pemerintah. Kebijakan kebijakan daerah yang distortif, perilaku kekuasaan daerah yang tidak pro bisnis, dan juga disharmoni antar peraturan perundangan di tingkat pusat yang lebih sering harus dihadapi dunia usaha. Dikatakannya, bahwa bukan kehendak para pelaku usaha kalau harus mengemukakan hal hal yang barangkali tidak enak didengar bagi unsur pemerintahan, namun fakta lapanganlah yang memaksa pelaku usaha untuk terus menerus mendesak dihilangkannya ekonomi biaya tinggi. “Tujuannya sederhana, daya saing kita harus mampu bertahan bahkan memimpin dalam persaingan global; kompetisi, itulah kata kuncinya dalam mekanisme pasar”. Lebih lanjut Ical menyampaikan bahwa pada saat dunia usaha menghadapi berbagai kesulitan aktivitas usaha seperti lemahnya fungsi intermediasi perbankan, meningkatnya biaya tenaga kerja, lesunya pasar dunia, dan berbagai kesulitan makro ekonomi lainnya; pelaku usaha berharap bahwa faktor otonomi daerah tidak menambah beban aktivitas usaha. Yang diharapkan adalah bahwa melalui kewenangan yang lebih besar di daerah, pelayanan usaha menjadi
lebih jelas, cepat, dan biaya yang lebih terjangkau, sehingga dunia usaha bisa menjadi lebih kompetitif. Peringkat Daya Tarik Investasi Melanjutkan sambutannya, Ical menekankan bahwa merupakan karakter dunia usaha untuk berjuang agar selalu sur vive di segala kondisi, namun akan jauh lebih berarti kontribusinya apabila ada dukungan sepenuhnya dari otoritas pemegang kebijakan publik. Dengan dukungan kebijakan dan pelayanan pemerintah yang business friendly, Jalinan Kerjasama - Dengan dukungan kebijakan dan pelayanan pemerintah yang business para pelaku usaha friendly, para pelaku usaha yakin bahwa kontribusi dunia usaha akan menjadi signifikan dalam yakin bahwa penyerapan tenaga kerja, peningkatan daya beli masyarakat, dan pemasukan pajak yang kontribusi dunia usaha pada gilirannya harus kembali untuk kesejahteraan rakyat. akan menjadi signifikan dalam penyerapan tenaga Dalam hal capaian peringkat, peringkat baik. Saat ini, unsur dunia kerja, peningkatan daya beli Aburizal Bakrie mengatakan bahwa usaha kembali memberikan apresiasi masyarakat, dan pemasukan pajak merupakan hal yang biasa apabila bagi daerah yang telah menunjukkan yang pada gilirannya harus kembali dalam suatu kompetisi ada yang kinerjanya yang baik dalam beberapa untuk kesejahteraan rakyat. “Untuk menempati peringkat atas demikian kategori yang dianalisis tim peneliti. itulah upaya yang dilakukan KPPOD juga sebaliknya ada yang menempati “Kalau boleh saya sampaikan, di dengan membuat pemeringkatan daya peringkat bawah. Dalam batasan bawah kepemimpinan Bapak-Bapak tarik investasi Kabupaten dan Kota kriteria pemeringkatan, hal tersebut dan Ibu-ibu Bupati/Walikota, kami mesti dilihat sebagai kontribusi dunia menunjukkan kinerja daerah yang para pelaku usaha menaruh harapan usaha, lembaga pendidikan dan pers, bersangkutan, bukan dari sudut tinggi bagi upaya bersama sebagai sumbangan bagi terciptanya pandang siapa siapa, namun dari mensejahterakan rakyat kita” kompetisi antar daerah yang sehat” sudut pandang dunia usaha – harapan demikian ungkapnya. “Selagi demikian ungkapnya. dunia usaha!. “Dari hasil kesempatan masih ada, sekaranglah Kegiatan tahunan yang telah pemeringkatan itu, kami harapkan saatnya kita bersama mewujudkan dilakukan tiga kali berturut turut dari daerah yang mendapat peringkat sinergi otoritas publik dan dunia tahun 2001 sampai tahun 2003, terbaik akan mampu usaha, sebelum kita dilindas oleh diharapkan mendorong upaya membuktikannya dengan menarik gelombang persaingan yang semakin pemerintah Kabupaten dan Kota investasi yang berarti” demikian kuat dari berbagai penjuru dunia. untuk meningkatkan kinerja diharapkannya. Sebaliknya bagi Sekaranglah saatnya kita wujudkan pelayanan aktivitas usaha. Kalau di daerah di posisi peringkat bawah, otonomi daerah agar menjadi bagian tahun 2001 daerah yang diperingkat bukan berarti sama sekali tidak dari kunci pemecahan permasalahan berjumlah 90 Kabupaten dan Kota, dan memiliki potensi. “Kami dari dunia bangsa kita yang multidimensional, tahun 2002 menjadi 134, maka tahun usaha akan selalu mampu melihat bukan sebaliknya justru menjadi 2003 pemeringkatan dilakukan atas peluang dari situasi apapun – daerah bagian dari permasalahan itu sendiri.” 200 Kabupaten dan Kota. Penambahan manapun, namun tentu itu juga bukan (pap) jumlah daerah dan penyempurnaan berarti sebagai pembenar untuk tidak kriteria serta metode pemeringkatan berbenah memperbaiki diri.” selalu diupayakan KPPOD selain Mengenai pemberian KPPOD untuk memberikan masukan kepada Award, Aburizal Bakrie lebih banyak daerah juga mengemukakan bahwa satu tahun lalu dimaksudkan untuk lebih dalam kesempatan yang serupa bertanggungjawab terhadap output KPPOD memberikan penghargaan pemeringkatan. kepada daerah yang mendapatkan
19
Purwakarta Paling Menarik untuk Investasi Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dinilai terbaik sebagai kabupaten yang memiliki daya tarik investasi untuk dunia usaha. Purwakarta memiliki nilai yang lebih unggul daripada 4 nominasi lainnya , yakni Kabupaten Magetan, Bulungan, Jembrana, dan Kuningan. Pengurus Komite Pemantauan Pelaksana Otonomi Daerah (KPPOD) Anton J Supit, yang mengumumkan pemenang kabupaten peringkat terbaik itu mengatakan bahwa Purwakarta termasuk daerah yang tidak jauh dari Jabotabek. Selain itu kabupaten ini dekat lintas pantai, dan infrastrukturnya bagus. “Pertimbangan Purwakarta menjadi kabupaten terbaik karena rata-rata skor untuk kabupaten itu baik. Walaupun daerah ini merupakan baru masuk dalam pemeringkatan untuk penilaian KPPOD,” katanya. Pembagian Kategori Dalam pemeringkatan ini KPPOD membagi dalam kategori peringkat umum kelembagaan, sosial politik , ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas dan infrastruktur fisik. Untuk pemeringkatan ini dibagi antara kabupaten dan kota. Untuk pemenang kabupaten peringkat terbaik dalam faktor kelembagaan yakni Kabupaten Janeponto. Kabupaten Magetan, Jatim menjadi pemenang kabupaten terbaik dalam faktor sosial politik, Labuhan Batu, Sumut masuk dalam pemenang kabupaten dalam kategori faktor ekonomi daerah. Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar, masuk dalam peringkat terbaik faktor produktivitas dan tenaga kerja. Sementara Kabupaten Gresik, Jatim masuk dalam pemenang faktor infrastruktur fisik, karena dianggap ketersediaan listrik ada di daerah itu. (Suara Pembaruan)
Lelang Eks HPH dan Kuasa Pertambangan - Pemerintah Pusat Wajib Libatkan Pemkab Dalam pemberian izin kuasa pertambangan (KP) maupun pelelangan atas areal hutan eks hak pengusahaan hutan yang sudah habis masa berlakunya, pemerintah pusat seyogianya memberi tahu ke pemerintah kabupaten setempat. Hal itu diungkapkan Bupati Mandailing Natal, Amru Daulay, ketika ditemui Kompas pekan lalu di Panyabungan, kota kabupaten yang terletak sekitar 400-an km dari Kota Medan. Dia menyebutkan, yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Provinsi Sumatera Utara, bisa jadi contoh tentang kebijakan pemerintah pusat yang dalam prosesnya sama sekali tidak melibatkan pemerintah kabupaten telah menimbulkan ekses di daerah ini. Izin kuasa pertambangan emas kepada PT Sorik Mas Mining, yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat di wilayah Kabupaten Madina, terbukti tumpang tindih dengan areal hutan lindung yang diusulkan untuk menjadi Taman Nasional (TN) Batanggadis. Pemkab Madina baru mengetahui terbitnya izin kuasa penambangan justru setelah perusahaan itu beberapa lama melakukan eksplorasi. Padahal, sesuai dengan semangat otonomi daerah, seharusnya Pemkab Madina sejak awal dilibatkan kendati kewenangan itu berada di pusat. Ia menyebutkan, Pemkab Madina seolah-olah dianggap tidak ada. Padahal, kalau nanti ada masalah di lapangan, pasti Bupati yang dicari. Karena itu, baik dalam soal pemberian izin kuasa pertambangan maupun lelang eks HPH sewajarnya pihak pemkab dilibatkan. (Kompas)
Pemekaran Provinsi Perketat Pengawasan SDA Pemekaran provinsi di Papua merupakan upaya untuk memperketat pengawasan terhadap sumber daya alam setempat. Kasus penebangan liar, penangkapan ikan secara ilegal, serta penyelundupan satwa dan flora asal Papua yang bernilai triliunan rupiah selama ini tidak dapat diatasi secara efektif selama Papua hanya berada di bawah kuasa seorang gubernur. Demikian dikatakan Sekretaris Umum Koperasi Masyarakat Adat (Kopermas) Papua John Kabey di Jayapura, Selasa (27/1). Menurut Kabey, gubernur tidak akan mampu mengendalikan semua persoalan yang ada di daerah ini. Banyak kasus yang luput dari pengamatan gubernur misalnya, kasus penyelundupan 70.000 meter kubik kayu yang sedang dalam proses hukum. Karena itu, pemekaran Provinsi Papua menjadi 3-4 provinsi akan sangat efektif dalam sistem pengawasan SDA, penertiban administrasi, kontrol terhadap kinerja pemerintah kabupaten dan kota, serta memperpendek rentang kendali pemerintahan. Sementara itu Mendagri Hari Sabarno meminta agar pemekaran Provinsi Papua yang dikehendaki sebagian masyarakat agar jangan dipaksakan, namun perlu diatur secara baik bersama pemerintah provinsi induk. Dia berharap kepada seluruh komponen masyarakat di Papua agar perbedaan pendapat yang selama ini terjadi jangan sampai menimbulkan konflik fisik. (Kompas, Media Indonesia)
Pejabat Salah Artikan Otda Presiden Megawati Soekarnoputri mengingatkan, akibat samping dari salah paham terhadap keseluruhan konsep gerakan reformasi nasional, banyak di antara para pejabat di daerah yang salah mengartikan otonomi daerah (Otda). “Bagaimanapun daerah-daerah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari negara kesatuan RI, yang menurut UUD 1945, tidak bisa ditawar-tawar lagi,” kata Presiden ketika membuka Penyegaran Wawasan Kebangsaan dan Kewaspadaan Nasional, di Istana Negara Jakarta, (12/02). Kepala negara mengingatkan, aspek pengelolaan, perbedaan dan keanekaragaman atau masalah manajemen kebangsaan sangat penting untuk dipahami dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Semua pihak harus bekerja dan berfungsi sebagai komponen-komponen dari negara kesatuan, yang akan memungkinkan bangsa ini untuk menghimpun kekuatan nasional yang besar, guna mewujudkan sasaran-sasaran besar yang akan dinikmati oleh semua komponen bangsa. (Suara Pembaruan)
20
Bentuk logo merupakan stylirisasi dari kaca pembesar yang terbentuk atas huruf KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah) menjadi mnemonic (jembatan keledai) dari pemantau. Logo Dengan huruf FrnkGothITC Hvlt Bold berwarna electric blue melambangkan keteguhan Lembaga dalam menjalankan kegiatan utamanya yaitu melakukan pemantauan dan pengkajian terhadap pelaksanaan otonomi daerah di seluruh Indonesia. Huruf O (otonomi) adalah lensa kaca pembesar berbentuk pusaran air berwarna gradasi biru gelap. Gradasi warna dari pusat pusaran ke arah lingkaran terluar menjadi semakin nyata. Hal ini melambangkan pergeseran dari sistem pemerintahan yang selama ini terpusat lama kelamaan menjadi terdesentralisasi yang sesuai dengan konsep otonomi daerah.