Analisis Implementasi Program Pelayanan Internal Manunggal Satu Atap One Desk Service di Kementerian Luar Negeri Andhika Mauludi, Amy Yayuk Sri Rahayu Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia E-mail :
[email protected] /
[email protected]
Abstrak Jurnal ini bertujuan untuk menganalisis implementasi Program Pelayanan Internal One Desk Service di Kementerian Luar Negeri. Tujuannya adalah untuk menganalisis implementasi program pelayanan manunggal satu atap One Desk Service di Kementerian Luar Negeri. Metode penelitian dengan post-positivisme. Dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi One Desk Service di Kementerian Luar Negeri masih belum optimal. Terbukti dari faktor-faktor yang terkait dalam keberhasilan yang diharapkan tidak sesuai dengan kondisi kenyataan dalam menciptakan pelayanan prima dalam pelayanan kepegawaian internal di Kementerian Luar Negeri. Faktor-faktor keterbatasan dari Program One Desk Service menyebabkan munculnya penyimpangan lain. Rekomendasi yang peneliti berikan adalah membuat payung hukum yang lebih kuat dan membuat standar pelayanan baku demi mencapai pelayanan prima di bidang pelayanan kepegawaian di Kementerian Luar Negeri. Kata kunci: implementasi program, pelayanan satu atap, kementerian luar negeri.
Implementation Analysis of Internal One-Stop Service Program One Desk Service at Ministry of Foreign Affair Abstract This journal purposes to analyze program implementations of the internal One Stop Service program, One Desk Service at Ministry of Foreign Affair. Research done by using postpositivism. Data collected with in-depth interviews and literature studies. Result of this research indicate that the implementation of One Desk Service at the Ministry of Foreign Affairs is still not optimal. Evident of the factors involved in the expected success was not in accordance with the conditions of reality in creating excellent service in internal staffing services in the Ministry of Foreign Affairs. Factors limitations of Program One Desk Service led to the emergence of other irregularities. Recommendation that researcher give is to make a stronger legal framework and make basic service standards in order to achieve service excellence in the areas of staffing services in the Ministry of Foreign Affairs. Keywords : Program Implementation, One Stop Service, Ministry of Foreign Affair
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Kementerian Luar Negeri memiliki kebutuhan pegawai khusus yang disebut sebagai jabatan fungsional diplomat. Diplomat adalah Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Menteri Luar Negeri untuk melakukan kegiatan diplomatik seperti mewakilkan, melakukan perlindungan, perundingan, promosi, ataupun pelaporan yang bermanfaat bagi kepentingan nasional. Jumlah PDLN setiap tahunnya meningkat baik pegawai diplomat maupun non diplomatik, sedangkan jumlah pegawai non PDLN menurun karena belum dilakukan rekrutmen untuk posisi tersebut. Adanya PDLN menimbulkan kebutuhan lebih terhadap pelayanan kepegawaian di Kementerian Luar Negeri. Pada dasarnya pelayanan kepegawaian adalah salah satu contoh jenis pelayanan yang ditujukan bagi publik internal, hal ini tidak kalah penting karena pelayanan pegawai yang baik dapat pula membantu pegawai itu sendiri dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pihak luar yaitu masyarakat umum. Pelayanan kepegawaian di Kementerian Luar Negeri sendiri terdiri dari pelayanan konsuler, pelayanan keuangan dan pelayanan kepegawaian yang terkait dengan kebutuhan diplomat dalam mempersiapkan masa tugasnya. Tanpa adanya pelayanan kepegawaian yang baik, secara tidak langsung akan menghambat pegawai Kemlu dalam melaksanakan tugasnya. Pelayanan kepegawaian terkait dengan diplomat ini memiliki masalah tersendiri, seorang PDLN yang akan ditempatkan di Luar Negeri harus memiliki persyaratan administratif tertentu. Sebagai contoh, ketika seorang PDLN mendapatkan slip merah sebagai surat perintah penugasan di perwakilan di luar negeri, orang tersebut selain harus mengikuti diklat persiapan dan pemantapan sebagai diplomat, pegawai tersebut juga harus membuat pernyataan kesehatan, SK penempatan, jadwal keberangkatan di Biro Kepegawaian yang terletak di Gedung Utama lantai 6, selanjutnya pegawai tersebut harus mengurus pembuatan passport diplomatik, pengurusan dilakukan di Konsuler yang ada di gedung Protokoler dan Konsuler, dan untuk mendapatkan uang lumpsum atau lazim dianggap sebagai biaya pemindahan dari dalam negeri ke luar negeri pegawai tersebut bisa mendatangi biro keuangan di Gedung Utama lantai 5. Budaya birokrasi organisasi tersebut dinilai tidak efektif sehingga atas pertimbangan pertimbangan di atas, maka Sekjen Kemlu memberikan pengarahan agar sesegera mungkin dilakukan terobosan terkait pelayanan yang dilakukan untuk PDLN agar dapat mempermudah
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
pengguna layanan juga agar PDLN bisa fokus dalam mempersiapkan ataupun melaksanakan tugas. Dimotori oleh Biro Kepegawaian, sejak agustus 2012 dibuat sebuah sistem pelayanan satu atap yang dapat mempersiapkan administrasi PDLN baik menjelang penempatan di perwakilan ataupun saat kembali bertugas di Indonesia. Pelayanan ini diberi nama One Desk Service (ODS). One Desk Service adalah pelayanan pegawai manunggal satu atap yang didirikan dalam rangka memberikan pelayanan prima bagi para pegawai kementerian Luar Negeri serta ditujukan agar dapat meningkatkan efektifitas serta efisiensi pelayanan administrasi kepegawaian, keuangan, dan kekonsuleran. ODS dapat melayani pegawai Kemlu baik yang akan bertugas keluar negeri ataupun bertugas di dalam negeri yang dikelola secara professional dan transparan untuk melayani keperluan kepegawaian seperti presensi, tanda pengenal, surat pernyataan kesehatan, SK penempatan, SK penarikan, jadwal keberangkatan; keperluan konsuler berupa passport diplomatik, visa, dan exit permitt; keperluan keuangan berupa lumpsum. Semua hal tersebut dapat dilakukan di tempat yang sama sehingga lebih memudahkan bagi pegawai serta menghindari transaksi ataupun negoisasi antara pegawai dan pemberi pelayanan. Berdirinya ODS juga diharapkan dapat membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan kepegawaian di Kemlu. One Desk Service yang sudah memasuki tahun kedua, belum memiliki sebuah standar pelayanan tertentu, selain itu ODS juga belum diketahui tingkat keefektifannya dalam melayani pelanggannya. Apakah pelayanan sudah memenuhi kebutuhan dan harapan konsumennya atau belum, apakah pelayanan masih menyulitkan atau tidak, atau bahkan kehadiran ODS justru tidak berdampak apa apa, kemudian muncul permasalahan terkait dengan implementasi program One Desk Service yang belum diketahui dengan jelas. Masalah tersebut terkait dengan payung hukum yang mendasari berjalannya program One Desk Service itu sendiri, selain itu terdapat resistensi yang muncul dari pengguna One Desk Service, kemudian hambatan dan manfaat yang dirasakan oleh pihak pihak terkait dalam pelaksanaan One Desk Service. B. Permasalahan Berdasarkan permasalahan yang ada pada program One Desk Service di Kementerian Luar Negeri, maka permasalahan yang peneliti ambil adalah:
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
a. Bagaimana implementasi program pelayanan pegawai manunggal satu atap One Desk Service di Kementerian Luar Negeri?. b. Faktor-faktor apa saja yang terkait dengan implementasi program pelayanan pegawai manunggal satu atap One Desk Service di Kementerian Luar Negeri?. C. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah adalah: a. Untuk menganalisis implementasi program pelayanan pegawai manunggal satu atap One Desk Service di Kementerian Luar Negeri. b. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang terkait dengan implementasi program pelayanan pegawai manunggal satu atap One Desk Service di Kementerian Luar Negeri?. Tinjauan Teoritis Pada penelitian mengenai “Analisis Implementasi Program Pelayanan Internal Manunggal Satu Atap One Desk Service di Kementerian Luar Negeri” digunakan konsep kebijakan, implementasi kebijakan, dan pelayanan publik untuk mendukung penafsiran data lapangan. A. Konsep Kebijakan Pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah memiliki hal penting didalamnya, yaitu kebijakan program. Melalui kebijakan program sebuah kebijakan dapat dinikmati oleh masyarakat. Suatu kebijakan diimplementasikan melalui program dilakukan agar dapat memberi dampak umpan balik dan menyesuaikan program tersebut dengan sebagai mana mestinya. Pada perusahaan atau organisasi bisnis, suatu produk atau lini produk baru dihasilkan melalui suatu program Eugene Bardach sebagaimana dikutip dalam Jones mengatakan (Jones, 1991: 293): Adalah cukup sulit untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalm bentuk dan cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka yang dianggap sebagai klien. Abidin (2004: 146) mengatakan ada dua faktor yang menentukan keberhasilan kebijakan. Pertama, mutu dari kebijakan dilihat dari substansi kebijakan yang dirumuskan. Hal ini bisa dilihat pada kebenaran mengidentifikasi masalah secara tepat. Kebenaran identifikasi masalah
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
secara tepat artinya masalah itu tidak sekedar benar dalam arti plausible atau masuk akal, tetapi juga dapat ditangani dilihat pada berbagai sarana dan kondisi yang ada dan mungkin dapat diusahakan. Selain itu, terdapat rumusan strategi yang tepat pula. Strategi yang dirumuskan didasarkan pada perhitungan berbagai alternatif secara luas dengan menggunakan berbagai kriteria. Kedua, ada dukungan pada strategi kebijakan yang dirumuskan. Tanpa dukungan yang cukup, kebijakan tidak dapat diwujudkan. Oleh karena itu dalam membuat rumusan strategi yang tepat harus didasarkan pada beberapa alternatif dan juga mendapat dukungan yang cukup. B. Konsep Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan (Winarno, 2012:146). Berbagai program atau proyek pembangunan sosial tersebut pada umumya mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi. Namun dapat dikatakan belum banyak yang sistemnya sudah memadai dan banyak diantaranya yang dapat dikatakan lemah. Justru permasalahan itu terjadi karena kurang memperhatikan masukan dari bawah (Tjokroamidjojo, 1996: 55). Menurut Edward III (1980: 9), Implementasi kebijakan diperlukan karena adanya masalah kebijakan yang perlu diperhatikan dan diatasi. Edward III mengemukakan kendala utama dari implementasi kebijakan adalah komunikasi, sumber daya, disposisi atau sikap birokrasi, dan struktur birokrasi. Keempat hal tersebut tidak dapat dipisahkan dan sama pentingnya jika sedang membahas implementasi kebijakan publik. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lain, saling berpengaruh dan saling memiliki dampak pada implementasi kebijakan publik. A. Komunikasi Edwards (dalam Winarno, 2002: 126) membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu: a. Adanya transmisi Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan sebuah keputusan, ia harus menyadari bahwa keputusan sudah dibuat dan memiliki perintah untuk pelaksanannya; b. Kejelasan informasi
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
Perintah implementasi harus konsisten dan jelas dengan demikian maka implementasi akan berlangsung secara efektif; c. Konsistensi yang dberikan dan disampaikan dalam implementasi kebijakan. Informasi yang diberikan dalam implementasi suatu komunikasi harus jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. B. Sumber Daya Dalam implementasi kebijakan ditunjang oleh sumber daya. Sasaran, tujuan da nisi kebijakan walaupun sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya kertas yang menjadi dokumen saja tidak diwujudkan untuk memberikan pemecahan permasalahan yang ada di masyarakat dan upaya memberikan pelayanan pada masyarakat. Edward III (1980: 53) menyatakan bahwa sumberdaya meliputi empat komponen, yaitu: a. Staf, dimana kuantitas dan kualitas pelaksana yang memadai merupakan hal yang penting dalam implementasi program b. Informasi yang dibutuhkan guna pengambilan keputusan c. Kewenangan tugas dan tanggung jawab. d. Fasilitas yang dibutuhkan dalam implementasi dimana seorang pelaksana mungkin memiliki staf yang memadai, mengetahui apa yang harus dilakukan, memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa fasilitas yang memadai untuk melakukan koordinasi maka besar kemungkinan implementasi program yang direncanakan tidak akan berhasil dengan efektif. C. Disposisi Suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen. Implementor yang baik harus memiliki disposisi yang baik, maka akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka implementasinyamenjadi tidak efektif dan efisien. Kesediaan dan menerima dalam melaksanakan tugas harus dimiliki implementor disertai dengan insentif yang diberikan untuk memberikan motivasi bagi para implementor.
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
D. Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan atau melaksanakan kebijakan terhadap implementasi atau implementasi program, Edward III (1980:125) menyatakan bahwa aspek-aspek dari struktur birokrasi yaitu: 1. Adanya suatu SOP yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksana program. SOP juga memberikan keseragaman dalam tindakan para pegawai. 2. Fragmentasi (Fragmentation) adanya penyebaran tanggungjawab pada suatu area kebijakan diantara beberapa unit organisasi. C. Konsep Pelayanan Publik Keikutsertaan sektor publik ditinjau dari teori public goods dan private goods seperti yang dikemukakan oleh Savas (2000:41-44), adalah barang-barang yang dibedakan berdasarkan penggunaannya (konsumsinya), cara mendapatkannya, dan tingkat ke ekslusifannya. Barang publik dapat digunakan secara bersama-sama, tidak ekslusif, dan tidak ada persaingan untuk mendapatkannya, sedangkan barang privat tidak dapat digunakan secara bersama-sama, bersifat ekslusif, dan untuk mendapatkannya perlu adanya persaingan. Dengan adanya pembedaan terhadap kedua jenis barang ini, maka sektor publik diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan barang public Sedangkan menurut Pamudji sebagaimana dikutip oleh Mere (dalam tesisnya, 2002:45) pelayanan publik diturunkan dari makna public service yang berarti “berbagai aktivitas yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa”. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Pelayanan publik juga diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) kebutuhan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok atau tata cara yang telah ditetapkan. Metode Penelitian Peneliti memilih pendekatan post-positivisme dikarenakan peneliti membutuhkan teori untuk menganalisis data dengan menggunakan dasar konsep yang sudah dipaparkan sebelumnya,
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
hal tersebut dijadikan bahan untuk kemudian dijadikan pemahaman baru atas fakta-fakta yang sebelumnya didapat oleh peneliti terkait dengan implementasi program pelayanan One Desk Service di Kementerian Luar Negeri. Jenis penelitian dapat dibagi berdasarkan tujuan, manfaat, dimensi waktu, dan berdasarkan teknik pengumpulan data. Berdasarkan keempat klasifikasi tersebut, jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian yang berjudul ” Analisis implementasi program pelayanan pegawai manunggal satu atap One Desk Service di Kementerian Luar Negeri” ini sebagai berikut a) berdasarkan tujuan adalah penelitian deskriptif b) berdasarkan manfaat adalah penelitian murni c) berdasarkan dimensi waktu adalah cross sectional d) berdasarkan teknik pengumpulan data adalah teknik pengumpulan data kualitatif dengan wawancara mendalam, studi lapangan, dan studi literatur. Pada penelitian ini, pemberi informasi kepada peneliti adalah pegawai Kementerian Luar Negeri yang dianggap memiliki informasi mendalam mengenai implementasi One Desk Service di Kementerian Luar Negeri. Berikut informan yang menjadi pemberi informasi bagi peneliti : a) Ketua Tim Pelaksana One Desk Service, Winanto; b) Personil Back Office One Desk Service Biro Kepegawaian Kementerian Luar Negeri, Rifki Fahmad Kamulo; c) Personil Front Office One Desk Service Biro Kepegawaian Kementerian Luar Negeri, Harto; d) Personil Back Office
One Desk Service Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri,
Andru; e) Personil Front Office One Desk Service Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri, Lusi Apriani; f) Personil Back Office One Desk Service Direktorat Konsuler Kementerian Luar Negeri, Indri g) Personil Front Office One Desk Service Direktorat Konsuler Kementerian Luar Negeri, Yudanto Wibowo;
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
h) Pengguna One Desk Service Pegawai Kementerian Luar Negeri, Marviana Sendi Siregar, Makhya Suminar, Suparman Asri, Rudy Syafrudin, Mukti R. Setianto, Arum Prasasti, Hertino Husnaidi, Nurfika Wijayanti, dan Ifan Mahdiyat. Dalam penelitian, Peneliti menghadapi keterbatasan yaitu penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan juga peneliti merupakan bagian dari instrument penelitian sehingga hasil penelitian yang ditemukan dapat mengandung subjektifitas peneliti. Namun hal tersebut diminimalisir melalui triangulasi data dengan melakukan konfirmasi dengan informan yang memiliki posisi lebih tinggi. Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis yang dilakukan berdasarkan data hasil wawancara mendalam dan studi dokumen. Beberapa hal yang akan dianalisis antara lain mengenai Implementasi Program Pelayanan One Desk Service di Kementerian Luar Negeri dan Faktor-faktor yang terkait implementasi Program Pelayanan One Desk Service di Kementerian Luar Negeri. A. Implementasi Program Pelayanan One Desk Service di Kementerian Luar Negeri Pelayanan kepegawaian adalah kebutuhan mendasar bagi seluruh pegawai Kemlu, hal tersebut ditegaskan oleh Ifan Mahdiyat, seorang pegawai Kemlu yang menerangkan bahwa “Yang pasti setiap PNS mereka akan melalui beberapa tahap kenaikan pangkat, perubahan dalam kariernya misalkan kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat diplomatik, mengajukan mengurus keberangkatan, atau mengurus kepulangan.”
Menurut
keterangan Mahdiyat tersebut, dapat dilihat bahwa dalam setiap fase pegawai membutuhkan pelayanan karena mencakup pemberhentian gaji, penerimaan gaji, administrasi penempatan dalam dan luar negeri. Namun keadaan pelayanan pegawai tersebut memberatkan sehingga menyulitkan bagi pegawai untuk memenuhi kebutuhan administratifnya, Mahdiyat melanjutkan “..semua pengurusan itu kalau dulu secara sporadik harus ngurus sendiri sendiri, ngurus arsip sendiri sendiri. Bagusnya sih setiap orang memang mengurus sendiri sendiri. Tapi kalau setiap kenaikan pangkat kita harus sediain sendiri, arsip sendiri, mejanya dimana juga ngga tahu kalau ini kepegawaian, keuangan, waah itu pusing.” Pernyataan tersebut sejalan dengan anggapan bahwa pelayanan kepegawaian yang terpisah-pisah menyulitkan pegawai dalam mendapatkan kebutuhan pelayanannya.
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
Namun, kondisi pelayanan kepegawaian yang ada tidak efektif selain itu banyaknya pengguna layanan yang mengantri juga menyebabkan kantor unit pelayanan tersebut menjadi tidak kondusif, menurut Harto, tim Front Office One Desk Service “Dulu kan semrawut harus ke lantai 6 (Biro Kepegawaian) semua, jadi lantai 6 itu kaya pasar tadinya”. Selain pelayanan yang masih terpisah pisah, sistem pelayanan pegawai di Kemlu yang belum terintegrasi tersebut tidak memiliki alur pelayanan yang jelas. Pegawai yang membutuhkan pelayanan tidak mengetahui kemana mereka harus mendapatkan pelayanan, bagaimana tata cara yang benar, berapa lama waktu yang dibutuhkan sehingga sangat menyulitkan bagi para pegawai kemlu, sehingga pengguna layanan harus proaktif atau memiliki inisiatif sendiri dalam mendapatkan informasi terkait pelayanan yang dibutuhkan, menurut Marviana Sendi Siregar, Pegawai Kemlu, tidak mendapatkan informasi baku mengenai pelayanan kepegawaian yang harus diurus “..dikasih tau secara baku atau resmi dari kepegawaiannya ngga, akhirnya kalau mau posting satu angkatan kan ada yang punya informasi proses yang harus dilakukan nanti kita dapat info dari temen gitu. Atau saya nanya ke orang kepegawaian baru dikasih tau.” Selain itu tidak adanya loket disetiap unit pelayanan membuat pengguna layanan kesulitan dalam mencari pihak pelayan yang bersangkutan, sehingga pengguna layanan justru sangat bergantung terhadap pelayan, hal ini dibenarkan menurut penyataan salah satu pegawai Kemlu, Arum Prasasti “Kalo dulu kan harus cari cari orangnya dulu, oo harus ketemu mba ini, dan ngga selalu ada di tempat”. Hal inilah yang juga membuat sulit bagi para pegawai dalam mendapatkan pelayanan. Selanjutnya, hal yang sama ditegaskan kembali oleh Suparman Asri, pegawai Kemlu, “Ya sebelum ODS karena kita mencari orang ya lebih sulit lah, karena ketemunya. Dan orangnya ganti ganti mau ngga mau kan..”, lebih lanjut permasalahan dari ketidakpastian pelayan menyebabkan ketidakpastian penyimpanan dokumen yang sudah ataupun akan diserahkan, “..dokumen kita bisa diterima, bisa keselip bisa ilang. Kalau ini kan (sesudah ODS) kecil kemungkinan untuk itu.”. Selanjutnya kerumitan yang dialami pengguna ODS juga tercermin pada pernyataan Nurfika Wijayanti, Pegawai Kemlu, “Pernah, terutama kepegawaian kan. Tadinya kepegawaian harus ke lantai lima eh enam, abis itu kalau ada apa apa harus balik lagi ke lantai lima, pokoknya ribet.” Menurut Wijayanti, kerumitan yang dialaminya disebabkan karena terpisahpisahnya penyedia layanan, sedangkan tidak adanya pedoman yang jelas dalam mendapatkan kebutuhan pelayanan kepegawaian internal. Alur pelayanan yang tidak jelas tersebut selain mengganggu pihak pengguna layanan, juga mengganggu pemberi layanan dalam menjalankan
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
tugasnya, seperti yang di jelaskan oleh Lusi Apriani, tim Front Office Biro Keuangan, “diatas ada loket di lantai lima, jadi kita bekerja disitu dan kita ngga focus bekerja disana. Jadi kita bekerja disana, orang lalu lalang bertanya.” Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa pelayanan kepegawaian internal yang belum terintegrasi di Kemlu pada saat itu alur pelayananannya tidak jelas sehingga menghambat semua pihak baik pihak pemberi layanan ataupun dari pihak pengguna layanan, yaitu pegawai Kemlu. Merujuk pada sistem kepegawaian internal Kemlu yang lama, dimana terdapat banyak masalah didalamnya dibuatlah sebuah program pelayanan manunggal satu atap dimana seluruh pelayanan kepegawaian internal baik keuangan, kepegawaian, maupun konsuler digabung menjadi satu atap. Upaya ini dilakukan agar dapat mempermudah pegawai kemlu dalam melaksanakan tugasnya dan fokus dalam bekerja. Pada awalnya gagasan ini adalah arahan dari Sekjen Kemlu kemudian dicetuskan oleh Winanto, Kabag Tata Usaha Biro Kepegawaian Kemlu, beliau menjelaskan “Beliau (Sekjen) memanggil saya dan memberikan arahan agar seluruh layanan kepegawaian itu bisa dipusatkan untuk mempermudah staff yang menginginkan pelayanan kepegawaian apakah itu mengurus mutasi, pensiun, kenaikan pangkat, kenaikan gelar, itu dipusatkan disatu tempat.” Arahan yang diberikan oleh Sekjen Kemlu ini diberikan karena sistem kepegawaian yang sebelumnya dinilai sudah tidak efektif lagi dalam melayani pegawai Kemlu dan jika diperbaiki dinilai dapat mempermudah para pegawai kemlu dalam melaksanakan tugas mereka. Selain dibuat sebagai sistem pelayanan pegawai yang lebih efektif, One Desk Service juga dibuat agar dapat menghilangkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelayanan pegawai seperti praktik negoisasi, money politic, dan sebagainya, hal ini sejalan dengan penjelasan Winanto, tim penggagas ODS “..untuk mengurangi adanya money politic dalam tanda kutip, kalau ingin dilayani lebih cepat ya harus ada uang pelicinnya karena sebelumnya memang agak sulit ya untuk mengurus sesuatu. Makanya ketika dipusatkan di satu tempat, diharapkan bisa mengurangi hal hal seperti itu,” Penjelasan tersebut menegaskan bahwa ODS lahir sebagai harapan bagi pelayanan pegawai internal Kemlu yang lebih baik dan terhindar dari penyimpangan penyimpangan yang marak terjadi pada sistem sebelumnya.
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
Asal usul lain dibuatnya ODS adalah dibutuhkan adanya prioritas layanan bagi pegawai internal Kemlu seperti pada layanan di bidang Kekonsuleran, pada bidang tersebut pegawai internal Kemlu harus berdampingan dengan pegawai dari instansi lain yang juga ingin memperoleh layanan kekonsuleran seperti passport. Sebelum dibuatnya ODS, pegawai konsuler mengalami dilemma antara harus mendahulukan internal Kemlu atau mengikuti prosedur baku yang sudah ada. Namun terkadang internal Kemlu yang membutuhkan pelayanan tersebut lebih penting karena urusan tertentu, contoh tim Perlindungan Warga Negara Indonesia mendapatkan tugas untuk melakukan advokasi WNI di luar yang sedang mengalami masalah sehingga membutuhkan pelayanan yang lebih cepat, namun jika harus berdampingan dengan pegawai dari luar secara prosedur tidak etis karena mau tidak mau urusan pegawai kemlu didahulukan karena bersifat lebih genting. Hal inilah yang juga menjadi dukungan lahirnya One Desk Service, dengan gagasan pemisahan antara pelayanan konsuler internal Kemlu dengan eksternal Kemlu. Hal tersebut senada dengan penyataaan Yudanto Wibowo, Kepala Seksi Passport Amerika Eropa, “..Kemlu itu butuh cepat kalau penanganan WNI bermasalah maka kadang kadang ini itu ngga bisa tepat waktu keluarnya Kemsetneg ini, ngga enak diliat sama yang lain, yang kedua karena tadi sudah dibentuk ODS ya untuk memudahkan administrasi dalam segala hal”. Melalui pemisahan yang dilakukan antara internal dan eksternal Kemlu di bidang pelayanan kekonsuleran, tim konsuler dapat lebih maksimal dalam melayani internal Kemlu maupun eksternal Kemlu, Wibowo melanjutkan “..Lebih enak gitu dipisahkan, jadi orang Kemlu ngga perlu datang ke loket lagi, menuh menuhin loket aja, jadi bisa langsung ke ODS.”. Berdasarkan pernyataan tersebut dijelaskan bahwa efek dari One Desk Service tidak hanya berdampak terhadap internal Kemlu tetapi juga berdampak bagi kenyamanan pihak luar Kemlu. Perubahan sistem pelayanan kepegawaian Kemlu ada pada penggabungan jenis layanan baik layanan kepegawaian, keuangan, dan konsuler. Konsep ini adalah inovasi sederhana yang diusung oleh tim penggagas One Desk Service, Winanto yang juga menjadi ketua tim penggagas ODS menyampaikan “konsep dari saya hanya satu dan simple yaitu ada dua dapur, satu dapur bersih dan satu dapur kotor”. Konsep memisahkan antara ‘dapur bersih’ dan ‘dapur kotor’ itulah yang digunakan dalam penggabungan ketiga jenis layanan kepegawaian tersebut. Winanto melanjutkan “Dapur bersih adalah ODS itu sendiri, dimana customer kita itu yang ingin minta pelayanan datang kemudian dia memperoleh penjelasan, memperoleh list of document yang
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
harus dilengkapi..nanti begitu dia datang itu semuanya sudah dalam map untuk diberikan ke mereka.”. Dapur bersih yang dimaksud diatas adalah Ruang Pelayanan One Desk Service yang terletak didekat kantin Kemlu, di ruangan tersebut berisikan tiga meja yang mewakili unit pelayanan keuangan, kepegawaian, dan konsuler. Di situ para pengguna layanan bisa memperoleh informasi mengenai layanan terkait dan juga dapat memberikan permohonan atas kebutuhan layanan yang diinginkan. Dapur bersih tersebut disebut juga dengan instilah front office. Selain back office dapur bersih terdapat pula dapur kotor, dapur kotor atau yang disebut juga dengan back office adalah sebutan bagi tempat proses pengerjaan pelayanan tersebut berlangsung baik di kantor biro kepegawaian, kantor biro keuangan, ataupun kantor konsuler. Winanto menambahkan, “..dapur kotornya itu adalah yang di lantai 5 dan 6 yang mengurus kesana kemari..”. Berjalannya ODS selama dua tahun tidak berarti menghilangkan 100 % penyimpanganpenyimpangan yang ada di sistem pelayanan kepegawaian, tetapi setidaknya melalui ODS penyimpangan-penyimpangan
yang
ada
jauh
berkurang
dari
sebelumnya
khususnya
penyimpangan terkait gratifikasi, Winanto ketua Tim Pelaksana ODS menjelaskan “Jauh berkurang, jauh berkurang. Justru beberapa ada yang dating ke saya, karena setelah dilayani dengan baik dia mau ngasih uang ucapan terima kasih tapi ngga ada yang mau terima. Jadi saya malah seneng kalau merekanya seperti itu.”. Tetapi walaupun sudah jauh berkurang masih terdapat penyimpangan-penyimpangan lain yang sulit untuk diawasi sepenuhnya. Penyimpangan yang juga masih terjadi terkait dengan waktu pelayanan, terkadang pelayanan yang dilakukan mundur dari waktu yang sudah ditetapkan. Rifki Fahmad Kamulo, tim back office Biro Kepegawaian menjelaskan “Namun sekarang yang menjadi problem itu adalah petugas kita yang tidak sesuai jadwal. Jadi misalnya layanan itu 3 hari, itu bisa 4 hari atau 5 hari. Mundur dari jadwal. Karena banyak faktor ya, karena pelayanan itu seharusnya ada time framenya”. Hambatan biasanya dialami oleh personil yang bertugas di back office ODS, biasanya mundurnya waktu pelayanan disebabkan oleh sistem yang belum sempurna seperti penggunaan SIMPEG yang belum maksimal sehingga pelayanan kepegawaian mundur dari waktu yang sudah ditentukan. Selanjutnya penyimpangan yang terjadi masih ada kaitannya dengan waktu pelayanan, dalam proses pelayanan terkadang pegawai Kemlu menyalahi prosedur pelayanan yang sudah
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
ada. Jika prosedur sudah ditetapkan waktu pelayanan tiga hari, terkadang pengguna layanan menginginkan percepatan menjadi satu hari. Biasanya percepatan seperti itu dilakukan oleh Duta Besar yang akan melakukan tugas, walaupun hal tersebut memungkinkan untuk dilakukan tetapi hal tersebut merupakan penyimpangan karena dapat mengganggu pelayanan yang ada sesuai urutan. Hal ini sesuai dengan pernyatan Lusi Apriani, tim Front Office Biro Keuangan, “Kalo yang saya tau itu, perlakuan Dubes itu berbeda dengan pegawai biasa. Dan hal tersebut bukan di level saya ya, jadi kalau misalnya, dan itu bukan keluhan saya saja, tetapi keluhan Kasubag Saya juga tapi pimpinan memang perlakuannya berbeda gitu, jadi ada special treatment sendiri gitu. Jadi apa mau dikata, karena mereka ibaratnya orang nomor satunya. Jadi SK itu ya yang kita ikutin prosesnya ya, jadi kadang SK itu misalnya tanggal 8, dubes itu tau SKnya di tandatangan tanggal 8. Langsung dia meminta cair hari itu juga, yah gimana caranya coba kita kan harus proses ke kementerian keuangan. Tapi ya bisa, ibaratnya apa aja bisa. Jadi kita pakai hak keuangan yang lain, jadi misalkan sambil di proses ke dubes, jadi misalkan ada yang cair jadi kadang kita tumpang. Ibaratnya itu hak orang lain dipakai terlebih dahulu sambil nunggu proses cair dubes. Ya itu sih, diluar ODS ada atau tidak memang special treatment untuk dubes lebih diutamakan.” Jenis penyimpangan seperti ini tentunya akan lebih sulit dihilangkan karena penyimpangan berasal dari top level, untuk menghilangkan penyimpangan seperti ini dibutuhkan kesadaran dari pengguna layanan akan prosedur yang ada, kedepan dibutuhkan juga ketegasan dan keberanian dari tim Pelaksana ODS dalam menegakkan aturan dan prosedur yang ada, maka dari itu standar dan prosedur pelayanan juga harus segera dibakukan. B.
Faktor-faktor yang terkait implementasi Program Pelayanan One Desk Service di Kementerian Luar Negeri
a.
Komunikasi Pada aspek transisi komunikasi, dilakukan tidak hanya secara horizontal antar pelaksana
program tetapi juga dilakukan secara vertical yaitu antar pelaksana program dengan pengguna program. Dikarenakan program One Desk Service bersifat internal, proses transmisi komunikasipun juga dilakukan didalam internal lingkungan Kementerian Luar Negeri tanpa perlu melakukan koordinasi dengan pihak luar. Hal ini juga dikarenakan perubahan pelayanan
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
yang dilakukan oleh ODS tidak mempengaruhi pihak eksternal seperti BKN, Kemenkeu, dan lain sebagainya. Selain penyampaian informasi dari pembuat kebijakan dengan pelaksana program seperti disebutkan diatas, penyampaian informasi juga harus dilakukan antara pelaksana program kepada masyarakat sebagai sasaran dari program tersebut. Dalam hal ini pelaksana program adalah Tim Pelaksana ODS sedangkan sasaran dari program ODS adalah seluruh pegawai Kementrian Luar Negeri. Adapun pada Program One Desk Service penyampaian isi dan tujuan dari ODS sendiri tidak dilakukan secara langsung melalui sosialisasi tertentu. Berdasarkan hasil studi lapangan, penyampaian informasi mengenai program ODS hanya dilakukan dari mulut ke mulut. Berdasarkan hasil tinjauan tersebut maka dapat diketahui proses penyampaian informasi khususnya dari pelaksana program kepada masyarakat masih belum optimal sehingga masyarakat pengguna layanan tidak tahu secara pasti mengenai detail pelayanan yang disediakan oleh program One Desk Service. Kejelasan informasi yang dimaksud mencakup petunjuk pelaksanaan atas hal-hal yang harus dilakukan oleh pelaksana. Pada implementasi program One Desk Service, informasi yang ada tidak cukup dalam memberikan kejelasan petunjuk yang harus dilakukan. Tim Pelaksana tidak memiliki pedoman ataupun acuan mengenai tanggung jawab ataupun kewajiban masingmasing dan prosedur implementasinya. Hal tersebut dikarenakan pelaksana tidak dibekali dengan landasan hukum ODS yang kuat seperti Permenlu yang sudah di sahkan oleh Menteri Luar Negeri, padahal payung hukum juga dapat menjadi landasan dalam memberikan informasi ODS yang sudah berjalan selama dua tahun belum memiliki payung hukum yang melandasi. Sejak diluncurkan pada Agustus 2012, ODS baru memiliki payung hukum berupa SK yang menjelaskan mengenai tim pelaksana ODS melalui SK 02365/B/KP/I/2013/02 yang dibuat pada tahun 2013. Tentunya tanpa adanya payung hukum, ODS memiliki celah untuk mendapatkan intervensi maupun celah terkait dengan penyerapan anggaran yang dibutuhkan. Walaupun tidak berdampak langsung, tetapi payung hukum ODS tetap dibutuhkan agar pelayanan dapat terus berjalan dengan konsisten. Winanto, ketua tim pelaksana ODS menjelaskan bahwa: Sebagai bentuk konsistensi, evaluasi internal selalu rutin dilakukan pada setiap bulan yang dihadiri oleh setiap unit pelayanan yang terlibat baik biro kepegawaian, biro keuangan, dan
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
direktorat konsuler. Lebih lanjut sejak tahun 2013, evaluasi dilakukan juga melalui survey yang diberikan kepada pengguna One Desk Service. Evaluasi tersebut dilakukan melalui survey kepuasan pelanggan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa di lapangan informasi dilakukan secara konsisten. Informasi diharapkan dapat membuat efektif dalam hal implementasi Program One Desk Service di Kementerian Luar Negeri. b. Sumber Daya Staff adalah sumber daya yang sangat berperan dalam implementasi Program. Pada program One Desk Service di Kementerian Luar Negeri, staff yang dianalisis mencakup kualitas dan kuantitas. Demi tercapainya pelayanan prima di bidang pelayanan kepegawaian maka dibutuhkan staff yang kompeten dalam implementasi program One Desk Service. Lebih lanjut mengenai keterampilan teknis dalam melayani, biro kepegawaian membuat pelatihan khusus yang mengundang narasumber dari biro kepegawaian, biro Keuangan, dan Direktorat Konsuler untuk mensosialisasikan prosedur yang akan digunakan dalam One Desk Service. Khusus untuk tim yang bertugas di front office diberikan pelatihan khusus mengenai customer service yang bekerja sama dengan Bank BNI dan Bank Mandiri. Kewenangan merupakan bagian dari sumber daya yang berperan dalam implementasi Program One Desk Service. Program One Desk Service sendiri diimplementasikan oleh Tim Pelaksana ODS, tim memiliki wewenang dalam merancang One Desk Service. Selain bertugas dalam merancang One Desk Service, tim juga bertanggung jawab dalam terlaksananya ODS itu sendiri Hal tersebut sesuai dengan SK 02365/B/KP/I/2013/0 mengenai Tim Pelaksana One Desk Service. Untuk mendukung kebutuhan pelayanan yang disediakan oleh ODS, dibutuhkan beberapa sarana dan prasarana pendukung. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan pada saat pembuatan ODS seperti sofa, meja tamu, kursi kerja, computer, telepon, faximile, printer, ataupun mesin fotocopy. Sarana dan prasarana tersebut disediakan oleh tim pelaksana ODS yang berasal dari Biro Perlengkapan dan Pusat Komunikasi. Selain sarana dan prasaran, ketersediaan dana juga berperan penting dalam program One Desk Service di Kementerian Luar Negeri. Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pelayanan dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri c. Disposisi
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
Disposisi dapat diartikan sebagai sikap dan keinginan para pelaksana terhadap implementasi kebijakan itu sendiri. , temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua pelaksana kebijakan mendukung pelaksanaan program One Desk Service itu sendiri. Hal tersebut berasal dari pihak-pihak internal yang terbiasa memberikan bantuan tidak resmi kepada pengguna layanan, karena sudah terbiasa dengan sistem kepegawaian yang lama pemberi layanan cenderung sudah memiliki pola pikir yang tidak sejalan dengan tujuan ODS yaitu memberikan pelayanan prima di bidang pelayanan internal kepegawaian. Solusi yang diberikan atas resistensi internal yang muncul dari Ketua Tim Pelaksana ODS adalah dengan memberikan kesadaran mengenai pelayanan yang baik seharusnya seperti apa, selain itu koordinator juga menyampaikan konsekuensi hukum yang akan diterima jika tetap menerima gratifikasi dari para pengguna layanan. Lebih lanjut ODS juga tetap memberikan insentif atas pekerjaan sesuai dengan besaran resmi yang sudah ditentukan d. Struktur Birokrasi Prosedur ini sifatnya penting sebagai patokan personil ODS dalam melayani pegawai Kemlu, tanpa adanya SOP tentunya standar yang digunakan dalam melayani berpotensi tidak konsisten. SOP untuk ODS sendiri masih dalam proses pembuatan. Standar pelayanan yang digunakan hingga saat ini masih merujuk pada standar pelayanan yang sama saat sebelum ada ODS. Tidak adanya standar pelayanan yang baku membuat pengguna layanan tidak memiliki acuan pelayanan yang seharusnya dirasakan, begitu juga bagi pemberi layanan yang sulit memberikan kepastian dalam pelayanan. Kemudian hal lain yang juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan ODS adalah kebijakan pimpinan, terkadang pimpinan memberikan arahan untuk mempercepat juga memperlambat suatu pelayanan. Kebijakan pimpinan tersebut tentunya bersifat objektif dan netral, kebijakan yang diambil tidak pandang hulu, walaupun pengguna layanan adalah Duta Besar tetapi kalau diharuskan ditunda akan dilakukan penundaan, begitu juga sebaliknya walaupun pengguna layanan adalah staff tetapi kalau diharuskan dipercepat maka akan dilakukan percepatan atas pelayanan yang diminta, Walaupun didalam ODS terdapat beberapa unit layanan, tetapi tidak terjadi fragmentation. Seperti yang dikemukakan oleh Edward III, Fragmentation terjadi ketika terdapat penyebaran tanggung jawab pada suatu area kebijakan diantara beberapa unit organisasi. Seperti yang sudah kita ketahui, secara umum One Desk Service adalah gabungan dari tiga unit layanan,
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
yaitu Biro Kepegawaian, Biro Keuangan, dan Direktorat Konsuler. Namun fragmentation tidak terjadi karena masing-masing unit memegang tanggung jawabnya masing-masing secara penuh Simpulan Implementasi program pelayanan internal manunggal satu atap one desk service di Kementerian luar negeri berjalan belum optimal. Hal ini terbukti dari faktor-faktor yang terkait dalam keberhasilan yang diharapkan tidak sesuai dengan kondisi kenyataan dalam menciptakan pelayanan prima dalam pelayanan kepegawaian internal di Kementerian Luar Negeri. Dikarenakan adanya faktor-faktor keterbatasan dari Program One Desk Service tersebut menyebabkan munculnya penyimpangan lain pada pelayanan kepegawaian di Kementerian Luar Negeri. Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kementerian Luar Negeri, Peneliti memberikan beberapa rekomendasi. Rekomendasi tersebut antara lain : a. Implementasi ODS yang sudah berjalan dua tahun dengan berlandaskan pada SK Tim Pelaksana 02365/B/KP/I/2013/02 perlu dilandaskan payung hukum yang lebih kuat. Payung hukum yang lebih kuat diperlukan agar pelayanan internal dapat berjalan mandiri bebas dari intervensi pihak manapun. Selain itu payung hukum ini juga dapat menjaga konsistensi pelayanan yang diberikan manakala terjadi pergantian pimpinan. b. ODS perlu membuat prosedur standar operasional yang baku agar pelayanan yang digunakan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pembuatan SOP ini juga penting dalam rangka memberikan standar pelayanan yang jelas dan konsisten. Keberadaan SOP ini akan nengurangi kekaburan makna baik oleh pemberi layanan ataupun penerima layanan. Standar pelayanan harus mencakup informasi mengenai persyaratan, waktu, biaya, dan proses pelayanan c. Pasca pembuatan SOP, Tim Pelaksana ODS perlu melakukan sosialisasi lebih lanjut kepada pihak yang menjadi sasaran dari ODS tersebut yakni pegawai internal Kementerian Luar Negeri. Sosialisasi ini diperlukan dalam rangka memberikan informasi maupun kejelasan hak dan tanggung jawab yang dimiliki oleh pemberi layanan maupun penerima layanan. Adapun sosialisasi dapat diwujudkan dalam bentuk sosialisasi langsung seperti workshop, maupun
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
sosialisasi melalui media elektronik dan media cetak yang dimiliki oleh Kementerian Luar Negeri. Sosialisasi melalui media elektronik dapat dilakukan melalui tv yang tersebar di lingkungan Kementerian Luar Negeri, website ataupun milis internal Kementerian Luar Negeri sedangkan media cetak dapat melalui brosur ataupun poster yang ditempatkan di ruang pelayanan ODS. d. ODS perlu membuat sistem pelayanan berbasis online, karena selain memudahkan pengguna dalam memperoleh layanan pegawai, sistem pelayanan berbasis online juga akan meminimalisir praktik-praktik gratifikasi ataupun penyimpangan lain seperti penyalipan urutan pelayanan. Sistem pelayanan berbasis online ini juga dapat menciptakan efisiensi biaya dan mendukung sistem pelayanan yang ramah lingkungan. e. Pembuatan sistem online juga perlu dilakukan bersamaan dengan digitalisasi dokumen. Hal ini untuk mempermudah berjalannya ODS versi online karena akan terintegrasi dengan sistem informasi kepegawaian (SIMPEG) dimana saat ini SIMPEG masih belum memiliki dokumen lengkap mengenai data-data pegawai Kemlu, sehingga tanpa dilakukan bersamaan dengan pemutakhiran data melalui SIMPEG, maka ODS versi online juga tidak akan berjalan maksimal. f.
ODS juga direkomendasikan untuk menambah waktu operasional ODS. Penambahan waktu bisa dimulai lebih cepat pada jam 08.00. Dipercepatnya waktu operasional ODS diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan pegawai Kemlu yang tidak membawa kartu tanda pengenal pegawai sehingga mereka dapat tetap absen tepat pada waktunya. Diluar itu dibukanya pelayanan ODS menjadi lebih cepat tentunya juga dapat memberikan kesempatan pegawai Kemlu untuk memperoleh pelayanan lebih pagi dari sebelumnya.
g. Untuk menghasilkan pelayanan yang lebih komperehensif ODS diharapkan juga menambah lagi jumlah layanan kepegawaian yang saat ini belum tersedia seperti pensiun dan cuti. Hal ini agar pelayanan kepegawaian secara keseluruhan sudah dapat dinikmati melalui ruang pelayanan satu atap, One Desk Service. h. Perlu diberikannya insentif yang sesuai pada petugas ODS untuk mengimbangi jumlah tupoksi yang diembannya seperti penambahan layanan dan jam buka. REFERENSI Buku:
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014
Edward III, George C. (1980). Implementating Public Policy. Washington; Congressional Quarterly Press. Jones, Charles O. (1991). Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta: Rajawali Press. Savas, E.S. (2000). Privatization The Key to Better Government- Nine Edition. New Jersey: Chatham House Publishers Tjokroamidjodjo, Bintoro. (1996). Manajemen Pembangunan. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Winarno, Budi. (2002). Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogjakarta: Media Pressindo.
Karya Akademis: Mere, Bernardius. (2002). Tesis. Kualitas Pelayanan Publik dalam Pelayanan KTP di Kecamatan Ngada Bawah. Depok: Fisip UI.
Analisis implementasi…, Andhika Mauludi, FISIP UI, 2014