KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI (2012) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Ali Akbar 1110114000018
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI (2012) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Ali Akbar 1110114000018
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing
Pembimbing Akademik
A. Fuad Fanani, MA
Debbie Affianty, M.Si
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul: KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI (2012) 1. Merupakan karya hasil saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil asli karya saya atau merupakan hasil dari jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Juni 2015
Ali Akbar
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi Menyatakan bahwa Mahasiswa
Nama: Ali Akbar NIM: 1110114000018 Program Studi : Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PASCA TERPILIHNYA MUHAMMAD MURSI SEBAGAI PRESIDEN MESIR 2012 Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 17 Juni 2015
Mengetahui,
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Pembimbing
Debbie Affianty, M.Si
Ahmad Fuad Fanani, MA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI KEBIJAKAN LUAR NEGERI AS TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MURSI Oleh Ali Akbar 1110114000018
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Juni 2015. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua,
Debbie Affianty, M.Si Penguji I
Eva Mushoffa, MHSPS
Sekretaris,
Debbie Affianty, M.Si Penguji II
Andar Nubowo, DEA
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 02 Juli 2015 Ketua Program Studi Hubungan Internasional
Badrus Sholeh, PhD
ABSTRAKSI
Skripsi ini menganalisa kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap Mesir pada paruh pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir. Terpilihya Mursi yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin menjadi ancaman bagi kepentingan-kepentingan AS di negara itu. Dalam upaya untuk menjaga kepentingan-kepentingannya di Mesir dan Timur Tengah, pemerintahan Obama menerapkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan sejumlah kepentingan Amerika Serikat di negara itu. Hal ini membuat Amerika Serikat melakukan beberapa revisi strategi bantuan pembangunan, dan menggunakan diplomasi dengan cara mengutus Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan US Defense Secretary Leon Panetta ke Kairo untuk menyikapi transisi politik dan keamanan Mesir. Dalam skripsi ini juga membahas beberapa faktor baik internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir. Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah konsep kebijakan luar negeri Rosenau, konsep kepentingan nasional Paul Seabury dan konsep geopolitik. Dari analisa dengan menggunakan ketiga konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pada paruh pertama kepemimpinan Mursi, yaitu AS tidak menganggap Mesir sebagai sahabat ataupun musuh. Hal ini memperlihatkan bahwa AS tetap bersikap secara hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan luar negerinya terhadap Mesir. Bantuan luar negeri tahunan AS tetap digunakan sebagai alat negosiasi dengan Mesir untuk tetap menjaga kepentingan-kepentingan strategisnya di wilayah itu.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmannirrahim, Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI (2012) Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada jurusan Hubungan Internasional. Pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa Terimakasih kepada: 1. Kedua Orang Tua Penulis, Bapak Jazrih dan Ibu Munawaroh. Terima kasih atas nasihat, motivasi, keikhlasan, keridhoan dan kesabaran Bapak dan Ibu selama ini. 2. Dosen Pembimbing Penulis Bpk. A. Fuad Fanani. Terima kasih atas saran, arahan, waktu, nasehat, dan kesabaran Bapak dalam membimbing penulis selama proses pengerjaan skripsi ini. 3. Ibu Debbie Affianty, selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta. 4. Bapak Nazarudin Nasution, Bapak Ali Munhanif, Bapak Ahmad Al fajri, Bapak Andar Nubowo, Ibu Dina, Ibu Muthi, Ibu Eva, Ibu Rahmi dan juga seluruh staf Dosen di jurusan Hubungan Internasional yang telah mengajarkan dan berbagi ilmunya kepada penulis selama masa studi di UIN.
5. Staff Program Studi Hubungan Internasional Pak Jajang dan Pal Amali penulis mengucapkan terimakasih yang sudah banyak membantu dalam proses administrasi penulis. 6. Sahabat-sahabat penulis, Tsani Ariant dan M. Farhan Syatri yang telah membantu mencari dan mendapatkan bahan-bahan untuk skripsi ini. 7. Teman-teman Komisariat IMM Fisip, Hatta, Angga, Shoffi, Devi, Tika, Rizqi, Ruhul, Reza, Berli, Rifqi, Azim, Farhan dan yang lain yang telah memberikan dorongan, semangat, motivasi dan lain-lain kepada penulis. 8. Teman-teman seperjuangan pengurus Cabang IMM Ciputat periode 20132014, Abidin Ghazali, Unaimah Tsanaya, Imam Febrian, Farhan Syatri, Basyir, Tsalis, Tsani Ariant, Dzawin, Fikri, Umar, Epin Kurniasih, Rifqi Syahrizal dan yang lain yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman kelas HI Inter yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 10. Sahabat penulis, wahyu hidayat yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Jakarta, 17 Juni 2015
Ali Akbar
DAFTAR ISI
ABSTRAK....................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR. .................................................................................
v
DAFTAR ISI..................................................................................................
vii
DAFTAR SINGKATAN...............................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...............................................................................
1
B. Pertanyaan Penelitian......................................................................
6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian.......................................
6
D. Tinjauan Pustaka..............................................................................
7
E. Kerangka Teoretis............................................................................
10
1. Konsep Kebijakan Luar Negeri.............................................
10
2. Konsep Kepentingan Nasional...............................................
13
3. Konsep Geopolitik.................................................................
15
F. Metode Penelitian. ............................................................................. 16 G. Sistematika Penelitian........................................................................ 17
BAB II Hubungan Bilateral Amerika Serikat-Mesir A. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Kolonial........................
20
B. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Gamal Abdel Naseer..... 22 C. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Anwar Sadat..
28
D. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Husni Mubarok..30 BAB III
Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012 A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir............................. 35 B. Peran Militer dalam Politik Mesir.................................................
37
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir 2012..............................................
44
1. Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) dalam Pemilu Legislatif Mesir.......................................................................
44
2. Dukungan Kuat dari Ikhwanul Muslimin...............................
47
3. Sikap Anti-Rezim Mubarak....................................................
48
BAB IV Analisa Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama pemerintahan Mursi di Mesir A. Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama Pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir...............................
51
B. Faktor Internal 1. Struktur Pemerintahan AS...............................................
53
2. Kepentingan Ekonomi AS di Mesir ................................
56
C. Faktor Eksternal 1. Kemenangan Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir dari kelompok Ikhwanul Muslimin. .....................................
59
2. Posisi Sentral Mesir di Timur Tengah............................
63
D. Implikasi Kebijakan Luar Negeri AS di Mesir Terhadap Kawasan Regional Timur Tengah...........................................................
68
BAB V PENUTUP Kesimpulan.......................................................................................
72
DAFTAR SINGKATAN
ABMT: Anti-Balistic Missile Treaty CIA: Central Intelligence Agency COMESA: Common Market for Eastern and Southern Africa FMF: Foreign Military Financing FJP: Freedom and Justice Party GID: General Intelligence Directorate NDP: National Demokratic Party NSC: National Security Council PLO: Palestine Liberation Organization RCC: Revolution Command Council SCAF: Supreme Council of the Armed Force SALT: Stategic Arms Limitation Talks
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Amerika Serikat menjalin hubungan diplomatik dengan Mesir sejak tahun
1922, setelah kemerdekaannya dari Inggris. Hubungan yang dijalin berdasarkan kepentingan bersama dalam proses perdamaian dan stabilitas Timur Tengah, revitalisasi ekonomi Mesir dan memperkuat hubungan perdagangan, dan mempromosikan keamanan regional. Mesir telah menjadi mitra penting Amerika Serikat dalam memastikan stabilitas regional dan pada berbagai isu keamanan bersama, termasuk perdamaian Timur Tengah dan melawan terorisme.1 Hubungan AS-Mesir di bawah Husni Mubarak telah berkembang dan bergerak di luar proses perdamaian Timur Tengah menuju persahabatan bilateral yang independen. Presiden Husni Mubarak melanjutkan hubungan dekat dengan Amerika Serikat dari Presiden Mesir sebelumnya yaitu Anwar Sadat . Di bawah Mubarak, Mesir memainkan peranan pentingannya yaitu sebagai negara moderat di Timur Tengah, dan biasanya mengikuti kebijakan Amerika tentang isu-isu regional. Mesir bergabung dengan Amerika Serikat dalam mendukung Fatah atas Hamas di Palestina. Selain itu, kedua negara tersebut juga telah meningkatkan kerjasama ekonomi. Namun kelambatan Mesir dalam beradaptasi terhadap 1
U.S. Departement of State Diplomacy in Action ―U.S. Relations with Egypt‖ dapat dilihat di
http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/5309.htm diakses pada 08 Februari 2015
1
reformasi demokrasi dan laporan pelanggaran hak asasi manusia telah membawa kritik berkala dari pejabat Amerika Serikat.2 Perkembangan yang menarik dan penting di abad ke-20 adalah persaingan politik yang semakin tinggi di sebagian besar negara. Hal ini disertai dengan semakin banyaknya negara yang mengadopsi sistem demokrasi. Dalam era ini, bahkan negara-negara yang tadinya totaliter harus belajar menerapkan demokrasi yang sesungguhnya.3 Mesir merupakan salah satu negara besar yang memiliki kemajuan dalam sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan diselenggarakannya sistem pemilihan umum yang bebas dan demokratis untuk memilih presiden. Saat masa kebangkitan negara-negara Arab mendapat sorotan dari negara Barat karena dicurigai akan mengikuti jejak revolusi Iran yang anti-Barat, Mesir justru muncul dengan revolusi sipil yang aman. Kebangkitan Mesir ini lebih mengacu pada revolusi demokrasi yang terjadi di Eropa Timur dan Eropa Tengah pada tahun 1989.4 Revolusi yang terjadi di Mesir pada tahun 2011 yang ditandai dengan aksi demonstrasi besar-besaran di seluruh Mesir dan menuntut Presiden Husni Mubarak yang telah berkuasa di Mesir selama 30 tahun mundur dari jabatannya. Setelah demonstrasi selama 18 hari, akhirnya pada 11 Februari 2011 Husni 2
US.ForeignPolicy.about.com “US Foreign Policy:The US-Egyptian Relations‖ dapat dilihat di
http://usforeignpolicy.about.com/od/countryprofi3/p/usegyptprofile.htm diakses pada 08 Maret 2015 3
Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Edisi ke-2 (Jakarta: Yayasan Pusaka Obor Indonesia, 2011), hal. 15.
4
Lisbet, “ Krisis Politik Mesir dan Posisi Indonesia,”Info Singkat Hubungan Internasional 5 (Juli 2013): hal
.5.
2
Mubarak mundur dari jabatannya5 dan rakyat Mesir akhirnya menikmati euforia demokrasi di negara nya. Samuel P. Huntington mengatakan dalam tesisnya bahwa sebuah gerakan revolusi adalah perubahan cepat dalam nilai-nilai dan tingkah laku politik.6 Hal ini cukup memberikan gambaran terkait gejolak politik di Mesir saat itu. Setelah rezim Mubarak lengser, era tranformasi politik Mesir berubah haluan dari kediktatoran yang mengekang segala prinsip kebebasan menjadi era kebebasan modern yang didasari pada sistem demokrasi. Setelah presiden Husni Mubarak tumbang dari jabatannya,
Mesir
menyelenggarakan pemilihan umum presiden (pilpres) selama dua hari berturutturut pada 23 dan 24 Mei 2012.7 Pemilihan umum presiden tersebut merupakan salah satu manifestasi terpenting dari adanya perubahan politik di negara Mesir. Masyarakat yang berpartisipasi memberikan hak-hak suaranya dalam pemilihan presiden cukup tinggi, begitupun dengan para kandidat dalam pemilu tersebut yang bersaing secara damai. Pemilihan presiden Mesir pada tahun 2012 ini adalah pemilihan yang kedua dalam sejarah negara itu. Jajak pendapat pertama presiden Mesir terjadi pada tahun 2005 yang memenangkan Mubarak. Mubarak tetap berkuasa selama 30
5
Aljazeera.com Timeline: Egypt's revolution
dapat dilihat di http://www.aljazeera.com /news
/middleeast/2011/01/201112515334871490.html diakses pada 28 juni 2015 6
Samuel P. Huntington, tertib politik di dalam masyarakat yang sedang berubah, Buku ke-2
(Jakarta:Rajawali, 1989), hal 483. 7
Bbc.co.uk Guide to Egyptian presidential election dapat dilihat di http://www.bbc.co.uk /news/world-
middle-east-18115104 diakses pada 28 juni 2015
3
tahun sampai dipaksa untuk mengundurkan diri setelah 18 hari protes di seluruh negeri.8 Dari hasil pemungutan suara pemilihan Presiden putaran pertama di Mesir pada 23-24 mei 2012 tidak ada calon yang berhasil mendapat suara mayoritas. Kandidat dari Ikhwanul Muslimin Muhamad Mursi meraih 24.78 persen suara, Ahmad Shafiq, seorang mantan Mentri di era Husni Mubarok memperoleh 23.66 persen suara; Hamdeen Sabahi berada di peringkat ketiga dengan 20.72 persen suara; Abdel Moneim Abol Fotouh meraih 17.47 persen suara, seorang Islamis moderat yang didukung oleh sebagian kaum liberal, anggota kelompok kiri dan minoritas Kristen; sedangkan kandidat Amr Moussa, mantan kepala Liga Arab dan menteri luar negeri era Mubarak hanya memperoleh 11.13 persen suara. Karena tidak ada pemenang mutlak, kandidat dari Ikhwanul Muslimin, Muhammad Mursi dan mantan menteri di era Mubarak, Ahmed Shafiq harus mengikuti pemilu putaran kedua.9 Pada pemilihan Presiden putaran kedua kandidat Presiden Mesir dari Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), Muhammad Mursi, meraih suara terbanyak dalam pemilihan presiden yang digelar pada 16-17 Juni 2012. Berdasarkan hasil penghitungan suara sementara, calon dari partai yang menjadi sayap politik
8
Republika.co.id Mursi, Presiden Sipil Pertama Setelah 60 Tahun dilihat 12 November 2014
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/06/24/m64n5m-mursi-presiden-sipilpertama-setelah-60-tahun 9
Huffingtonpost.com Egypt Presidential Election 2012: Mohammed Morsi, Ahmed Shafiq In Run-Off Vote
dilihat
pada
28
Juni
2015
http://www.huffingtonpost.com/2012/05/28/egypt-presidential-election-
2012_n_1550483.html
4
Ikhwanul Muslimin ini meraih sedikitnya 52,5 persen suara, dari sekitar 50 juta warga Mesir yang berhak memilih.10 Dari
perubahan dan hasil pemilihan yang terjadi Mesir, pemerintahan
Obama menerapkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan sejumlah kepentingan Amerika Serikat di negara itu. Hal ini membuat Amerika Serikat melakukan beberapa revisi strategi bantuan pembangunan, dan menggunakan diplomasi publik dan swasta untuk menyikapi dalam transisi politik dan keamanan Mesir. Amerika Serikat melakukan review terhadap kebijakan luar negerinya di Mesir. Pada kuartal ketiga, Gedung Putih membawa semua lembaga bersama Departemen Luar Negeri, Pentagon, Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan untuk melakukan tinjauan kebijakan strategis yang menyeluruh di Mesir. Dari tinjauan strategis yang didapat, membantu pemerintahan Obama untuk melakukan negosiasi dengan para pemimpin Mesir akhir tahun 2012 dan untuk tahun 2013.11
10
TheGuardian.com Muslim Brotherhood's Mohammed Morsi wins Egypt's presidential race dapat dilihat di
http://www.theguardian.com/world/middle-east-live/2012/jun/24/egypt-election-results-live diakses pada 28 Juni 2015 11
Center for American Progress Previewing Egypt‘s 2012 Presidential Elections Another Step Forward in
the Country‘s Political Transition—but Not the Last dapat dilihat di https://www.americanprogress.org /issues/security/report/2012/05/23/11553/previewing-egypts-2012-presidential-elections/ diakses pada November 2014
5
12
B.
Pertanyaan Penelitian Merujuk kepada latar belakang dari permasalahan diatas, maka penulis
membatasi masalah penelitian hanya pada kasus terpilihnya Muhammad Mursi menjadi Presiden Mesir di tahun 2012. Sebagai negara demokrasi dan negara yang mempunyai kepentingan di Mesir, AS mengeluarkan kebijakan luar negeri yang cukup serius di negara tersebut. Berdasarkan fakta ini, penulis merumuskannya ke dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir ? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan AS tersebut? C.
Tujuan dan Manfaat penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut : 1.
Mengetahui kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir.
2.
Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan AS terhadap Mesir.
Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : 1.
Memberikan pemahaman tentang latar belakang pemilihan presiden Mesir secara demokratis pasca lengsernya rezim Husni Mubarak
2.
Memberikan pemahaman tentang kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir paska terpilihnya Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir.
6
3.
Memberikan kontribusi terhadap studi Hubungan Internasional, terutama memberikan informasi (referensi) dan data yang terkait dengan masalah yang telah dijelaskan di atas.
D. Tinjauan Pustaka
Pada tahapan ini penulis melakukan studi kajian pustaka yaitu mempelajari buku-buku referensi dan hasil penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Penelitian mengenai krisis Politik di Mesir telah dilakukan oleh Rr. Laeny Sulistyawati Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Militer Mesir, Jember: Skripsi Universitas Jember, 2011. Dalam skripsinya, ia menjelaskan bahwa AS dengan Mesir terlibat hubungan kerjasama berbagai bidang yang semakin intens setelah ditandatanganinya perjanjian Camp David. Diantara berbaga bidang kerjasama tersebut, bidang militer mendapat perhatian serius dari AS karena militer dianggap memiliki peran yang penting. Untuk itu terjadi kerja sama militer seperti bantuan keuangan militer atau FMF (Foreign Military Financing), perlengkapan militer sampai adanya pertemuan
tahunan
rutin antara pejabat tinggi militer AS dengan militer Mesir. Kerja sama terus berlanjut sampai terjadinya krisis politik di Mesir pada 25 Januari
2011, dimana terjadi demonstrasi besar-besaran yang menuntut Husni
Mubarak mundur sebagai presiden Mesir. Krisis yang terjadi membuat munculnya
7
potensi kekuatan oposisi Mesir. Diantara potensi kekuatan oposisi tersebut, ternyata juga rentan muncul kekuatan anti terhadap AS dan sekutunya. Untuk itu AS berupaya tetap berhubungan dengan militer Mesir. 12 Tafwid Mulia Hubungan Perdagangan Mesir-AS (Periode 2000-2002) Jakarta: Skripsi, UNAS, 2006. Dalam skripsinya, ia menjelaskan bahwa hubungan perdagangan antara Mesir-AS sudah berlangsung sejak lama. Pada tahun 2001, negara Amerika Serikat diserang oleh sekelompok teroris yang menewaskan hampir tiga ribu jiwa. Hal ini bisa membuat AS mengubah kebijakan luar negerinya. Mulai saat itu AS mengubah kebijakan luar negerinya menjadi lebih aktif demi melindungi kepentingan nasionalnya baik di dalam maupun di luar negeri. Kebijakan tersebut membuat AS lebih aktif dalam mengubah kondisi politik dunia. Invasi-invasi yang dilancarkan oleh AS untuk menumbangkan rezim-rezim yang sedang memerintah di suatu negara yang dianggap berbahaya bagi kepentingan AS ditentang oleh banyak negara termasuk PBB sendiri. Ditengahtengah suhu politik dunia yang terus memanas, penulis mencoba untuk melihat apa saja yang menjadi peluang dan hambatan terhadap perkembangan hubungan perdagangan kedua negara tersebut.13 Sementara itu, Bulbul Abdurahman dalam tulisannya yang berjudul “ Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis: Ditandai Persaingan antara Demokrat Islam dengan Militer”, berpendapat bahwa
12
Rr. Laeny Sulistyawati, Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Militer Mesir
(Skripsi, 2011). 13
Tafwid Mulia Hubungan Perdagangan Mesir-AS (Periode 2000-2002) (Jakarta: Skripsi, UNAS, 2006).
8
kemenangan Partai Islam dalam Parlemen Mesir pasca kudeta terhadap Hosni Mubarak, hanya kemenangan sesaat. Karena beberapa waktu kemudian hasil pemilu parlemen tahun 2012 ini dibubarkan oleh Militer. Begitupula kemenangan Presiden Mursi pada tahun 2012 yang lalu berakhir dengan diambilalihnya kekuasaan oleh militer.14 Hasil akhir pemilihan parlemen pertama Mesir setelah jatuhnya Presiden Husni Mubarak, menetapkan partai-partai beraliran Islam sebagai pemenang. Partai Kebebasan dan Keadilan, FJP -yang merupakan partai politik milik dengan perolehan itu, FJP akan menguasai 235 kursi di Majelis Rakyat. Tempat kedua diduduki oleh kubu konservatif, Partai Salafist al Nur dengan 121 kursi atau 25% suara. Sementara partai beraliran liberal, Partai Wafd, meraih 36 kursi dan partai sekuler, Koalisi Mesir, memiliki 33 kursi. Dengan hasil tersebut, maka partai-partai Islam menguasai sekitar dua pertiga parlemen. Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi yang dilarang di bawah pemerintahan Presiden Husni Mubarak. Kemenangan mutlak ini membuat FJP sudah memutuskan seorang politisi seniornya, Saad al-Katatni, untuk ditunjuk sebagai ketua Majelis Rakyat.15 Kekhawatiran militer terhadap ancaman dominasi Islamis di tubuh pemerintahan Mesir nampak tergambar jelas dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tiba-tiba membubarkan Parlemen. Berdasarkan hasil pemilu, 70
14
Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis: Ditandai
Persaingan antara Demokrat Islam dengan Militer,” Jurnal online Westphalia 13 ( Januari-Juni 2014), hal.1. 15
Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis”, hal.136
9
persen anggota parlemen berasal dari partai Islam FJP yang juga sayap politik Ikhwanul Muslimin dan An Nur yang berafiliasi ke Salafi.16 Dari kajian-kajian tersebut belum memberikan topik pembahasan yang detail mengenai kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca terpilihnya Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir terhadap tahun 2012 lalu. Oleh karena itu penulisan ini dimaksudkan untuk mengisi ruang yang masih kosong tersebut.
E.
Kerangka Teoritis Untuk memahami suatu permasalahan dan sekaligus menjawab penelitian
diatas, diperlukan adanya kerangka berpikir. Kerangka pemikiran itu terdiri dari teori dan konsep yang berguna sebagai acuan dan panduan dalam melakukan penelitian. Sehingga penelitian ini dapat memenuhi prosedur ilmiah. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan teori Analisa Konsep Kebijakan Luar Negeri, Konsep Kepentingan Nasional (National Interest), dan Konsep Geopolitik. 1. Konsep Kebijakan Luar Negeri Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.17 Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan 16
Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis”, hal. 137.
17
Jack C. Plano dan Roy Olton Kamus Hubungan Internasional.(Bandung: Abardin, 1999.), hal. 5.
10
untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya, meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu.18 Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negaranegara maupun aktor dari negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional dan multilateral. Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.19 Kebijakan luar negeri menurutnya ditujukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara.20 Lebih lanjut, menurut Rosenau, apabila kita mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara, maka kita akan memasuki fenomena yang luas dan kompleks. Fenomena ini meliputi kehidupan internal (internal life) dan kebutuhan eksternal (eksternal needs) seperti aspirasi, atribut nasional, kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang ditujukan untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi suatu negara sebagai negara-bangsa.21 Dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri mencakup: Menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke dalam bentuk tujuan dan sasaran yang spesifik; menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik dan internasional
18
Mochtar Mas‟oed. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. (Jakarta: LP3ES, 1994), hal.
184. 19
James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction. (New York: The
Free Press, 1976), hal. 27. 20
James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction, hal. 32.
21
James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction, hal. 15.
11
yang berkaitan dengan tujuan kebijakan luar negeri; menganalisis kapabilitas nasional
untuk
perencanaan
atau
menjangkau strategi
hasil untuk
yang memakai
dikehendaki; kapabilitas
mengembangkan nasional
dalam
menanggulangi variable tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan; melaksanakan tindakan yang diperlukan secara periodik; serta melakukan evaluasi perkembangan yang telah berlangsung untuk mencapai tujuan atau hasil yang dikehendaki.22 Sementara menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya untuk memperoleh keuntungan dari lingkungan dan berbagai kondisi internal yang menopang formulasi tindakan tersebut. 23 Faktor internal akan digunakan dalam penelitian ini yang meliputi, pembangunan ekonomi, pemerintahan dan faktor geografis. Sementara faktorfaktor ekternal meliputi struktur tindakan aktor lain dan konstelasi politik regional dan global. Pemilihan faktor internal dan ekternal ini adalah karena keempat faktor tersebut yang dianggap signifikan dalam mempengaruhi kebijaka luar negeri Amerika Serikat. Faktor internal dan ekternal sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan luar negeri Amerika Serikat, sistem politik Amerika Serikat, terkait dengan struktur, dinamika dan siapa aktor politik yang berkuasa memiliki peran yang signifikan dalam menentukan kebijakan luar negeri AS. Sementara itu, disisi 22
Jack C. Plano dan Roy Olton.. Kamus Hubungan Internasional, hal. 5.
23
K.J. Holsti, Politik International: Suatu Kerangka Analisis. (Bandung: Bina Cipta, 1992.), hal. 21.
12
lain, faktor-faktor eksternal juga turut berpengaruh dan tidak bisa dihindari politik regional dan global mempengaruhi kebijakan luar negeri AS. 2. Konsep Kepentingan Nasional Kepentingan nasional diakui sebagai konsep kunci dalam politik luar negeri. Sepanjang mengenai kepentingan nasional orang bisa berorientasi kepada ideologi atau berorientasi kepada sistem nilai sebagai pedoman perilaku. Artinya bahwa keputusan dan tindakan politik luar negeri bisa didasarkan atas pertimbanganpertimbangan ideologis atau atas pertimbangan-pertimbangan kepentingan atau gabungan antara kedua pertimbangan tersebut. Bisa juga kadang-kadang terjadi interplay antara ideologi dengan kepentingan sehingga terjadi suatu hubungan timbal balik dan terjadi saling mempengaruhi antara pertimbangan-pertimbangan ideologis dengan pertimbangan-pertimbangan kepentingan yang tidak menutup kemungkinan terjadi formulasi yang lain atau baru.24 Miroslav Nincic memperkenalkan tiga kriteria atau yang disebutnya asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Pertama, kepentingan harus bersifat vital sehingga pencapaiannya harus menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat. Kedua, kepentingan tersebut harus berkaitan dengan lingkungan internasional Artinya pencapaian kepentingan nasional harus dipengaruhi oleh lingkungan internasional. Ketiga, kepentingan nasional harus melampaui kepentingan yang bersifat partikularistik dari individu, kelompok atau
24
R. Soeprapto, Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku, (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), hal.
149-150
13
lembaga
pemerintahan. Sehingga menjadi kepedulian masyarakat secara
keseluruhan.25 Paul Seabury mengemukakan pendapatnya tentang konsep kepentingan nasional. Menurutnya: Istilah kepentingan nasional berkaitan dengan beberapa kumpulan cita-cita tujuan suatu bangsa ... yang berusaha dicapainya melalui hubungan dengan negara lain. Dengan kata lain, gejala tersebut merupakan suatu normatif, atau konsep umum kepentingan nasional ... Arti kedua yang sama pentingnya biasa bersifat deskriptif. Dalam pengertian deskriptif, kepentingan nasional dianggap sebagai tujuan yang harus dicapai suatu bangsa secara tetap melalui kepemimpinan pemerintah. Kepentingan nasional dalam pengertian deskriptif, berarti memindahkan metafisika ke dalam fakta (kenyataan) ... dengan kata lain kepentingan nasional serupa dengan para perumus politik luar negeri...26
Di sini terlihat bahwa untuk mencapai kepentingan nasional perlu adanya strategi tertentu dalam merumuskan kebijakan luar negeri. Strategi kebijakan luar negeri dirumuskan dengan memperhitungkan berbagai aspek. Seperti kekuatan nasional serta peluang dan kendala yang mungkin muncul. Jalinan hubungan luar negeri suatu negara harus bersandar pada potensi nyata yang dimiliki, serta kondisi dalam negara tersebut.
Bagi AS, mencapai dan memenuhi kepentingan nasional adalah hal yang fundamental bagi negara itu. Kepentingan nasional yang berusaha di capai AS seperti kepentingan ekonomi, kesetabilan politik dan keamanan, serta perdamaian di Mesir.
25
Aleksius Jemadu Politik Global dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hal 67
26
Sebagaimana dikutip oleh K.J. Holsti dalam Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis, diterjemahkan
oleh Wawan Juanda, (Bandung : Binacipta, 1987), hal 168-169.
14
3. Konsep Geopolitik
Menurut Alfred Thayer Mahan geopolitik bertumpu pada hubungan antara kontrol politik dari laut dan dampak dari angkatan laut yang kuat terhadap kebijakan luar negeri suatu negara. Dari dua faktor ini, Mahan berusaha untuk memprediksi peran yang kekuatan angkatan laut bermain dalam kebijakan luar negeri AS.27 Sementara menurut Jakub Grygiel berpendapat bahwa keberhasilan atau kegagalan kekuatan besar sebagian dibentuk oleh lokasi, sumber daya, tata letak, dan stabilitas batas negara. Respon strategis negara terhadap kondisi geografis tetap menjadi salah satu faktor yang paling penting dalam membangun dan mempertahankan kekuasaan di arena internasional, sebuah negara dapat meningkatkan dan mempertahankan posisi kekuasaan mereka dengan mengejar geostrategi yang berfokus pada pengendalian sumber daya dan jalur komunikasi.28 Faktor geografis ini sangat vital peranannya bagi AS, Mesir merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut. AS Secara geopolitik mempunyai kepentingan seperti menjaga stabilitas politik dan keamanan di negara itu. Ini terkait dengan kepentingan AS di Mesir diantaranya yaitu mengamankan jalur perdagangan di Terusan Suez. Hal Ini disebabkan
27
Colin Flint Introdution of Geopolitics (New York: Routledge, 2006), hal 18-20.
28
Foreign Affairs What Read on Geopolitics dapat dilihat di https://www.foreignaffairs.com/articles/2009-
03-12/what-read-geopolitics diakses pada 29 Juni 2015.
15
terusan Suez yang berfungsi sebagai jalur distribusi minyak dunia yang berasal dari Timur Tengah didistribusikan ke Eropa dan AS.29
F.
Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menyajikan data
sebagai kata, gambar visual, suara atau objek, dan cenderung analisis deskriptif.30 Ini bertujuan untuk
membawa pandangan sistematis dan faktual berdasarkan
fakta dari variabel dan relevansinya dalam isu-isu sosial untuk menjelaskan lebih dalam hal itu. Metode kualitatif didefinisikan sebagai metode yang digunakan untuk fenomena sosial dengan menganalisis perilaku manusia, kekuasaan, otoritas, emosi, listrik dan lain-lain. 31 Pengumpulan data dalam metode kualitatif dipisahkan dalam empat cara; observasi, wawancara, dokumen dan gambar visual. Sumber utama adalah sumber langsung termasuk dokumen, membaca buku, jurnal, majalah, surat kabar dan internet.
32
Penelitian ini penulis menggunakan studi pustaka sebagai argumen
utama. Langkah-langkah dalam penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data dengan menggunakan studi pustaka untuk mencari data tertulis yang mengacu pada kasus, beberapa literatur, surat kabar dan segala jenis informasi dari internet.
29
Rr. Leany Sulitiyawati Kepentingan AS terhadap Militer Mesir (Jember: Skripsi, 2011), hal. 2.
30
W. Lawrence Newman, Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approach (Boston: Pearson Education, Inc, 2007), hal 326
31 32
W. Lawrence Newman, Basic of Social Reseach, hal. 328. John W Creswell, Reseach design: Qualitative and Quantitative Approaches (Thausan Oaks: Sage Publications, Inc, 1994), hal 24
16
Kemudian, data ini dikumpulkan dan dianalisa sesuai dengan hubungannya dengan tujuan penelitian ini yang akan menjawab pertanyaan penelitian yang ditujukan.
G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Pertanyaan Penelitian C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian D. Tinjauan Pustaka E. Kerangka Teoretis 1. Konsep Kebijakan Luar Negeri. 2. Konsep Kepentingan Nasional 3. Konsep Geopolitik F. Metode Penelitian. G. Sistematika Penelitian BAB II Hubungan Bilateral Amerika Serikat-Mesir A. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Kolonial B. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Gamal Abdel Naseer C. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Anwar Sadat D. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Husni Mubarok BAB III
Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012
17
A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir B. Peran Militer dalam Politik Mesir C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir 2012 1. Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) dalam Pemilu Legislatif Mesir 2. Dukungan Kuat dari Ikhwanul Muslimin 3. Sikap Anti-Rezim Mubarak BAB IV Analisa Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama pemerintahan Mursi di Mesir A. Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama Pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir B. Faktor Internal 1. Struktur Pemerintahan AS 2. Kepentingan Ekonomi AS di Mesir C. Faktor Eksternal 1. Kemenangan Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir dari kelompok Ikhwanul Muslimin. 2. Posisi Sentral Mesir di Timur Tengah D. Implikasi Kebijakan Luar Negeri AS di Mesir Terhadap Kawasan Regional Timur Tengah BAB V PENUTUP
18
BAB II HUBUNGAN BILATERAL AMERIKA SERIKAT-MESIR
A.
Hubungan Bilateral AS dan Mesir pada Era Kolonial Mesir adalah salah satu negara kawasan Timur Tengah yang memiliki
hubungan baik dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, sejak era kolonial hingga saat ini. Pada abad ke-19, Mesir merupakan sebuah provinsi semi otonom di Kekaisaran Ottoman yang mengalami kemunduran kemudian ditopang oleh kerajaan Inggris. Saat itu, Mesir menjadi wilayah yang berharga bagi Inggris dan Perancis, karena hasil pertanian yang melimpah, pasar domestik yang besar, serta lokasinya yang sangat strategis antara Laut Tengah dan Laut Merah. Inggris juga melihat Mesir sebagai wilayah yang berperan penting untuk mengamankan jalur laut.33 Salah satu kebijakan sultan Ottoman yang ke-40 Mehmed VI menjadi kelemahan bagi Mesir pada masa ini yakni adanya perlindungan hukum pada kalangan tertentu. Selain itu, pihak kerajaan memberikan keuntungan yang besar bagi perekonomian masyarakat Eropa di Mesir. hal ini menyebabkan kelumpuhan perekonomian lokal dengan dibanjirinya barang-barang manufaktur dari Eropa sehingga mengakibatkan pedagang lokal Mesir mengalami kebangkrutan.34
33
Library of Congress, Federal Research Division, Egypt: A Country Study, dapat dilihat di
http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/egtoc.html diakses pada 24 Maret 2015 34
Library of Congress, Federal Research Division, Egypt: A Country Study, diakses pada 24 Maret 2015
19
Beberapa dekade kemudian Mesir hanya mengembangkan perekonomian berbasis ekspor kapas dengan harga yang terus berfluktuasi. Hal ini menjadikan perekonomian Mesir menjadi lemah dan sangat rentan jika hanya bergantung pada hasil panen yang baik. Tidak terciptanya keragaman ekonomi yang kuat menyebabkan Mesir tidak bisa menghasilkan devisa yang memadai untuk membangun bangsanya. 35 Keadaan ini menjadi peluang bagi Barat khususnya Inggris dan Perancis untuk menarik simpati Mesir yang saat itu dilanda krisis finansial. Tercatat bahwa Pemerintah Mesir meminjam uang dalam jumlah besar dari bank-bank Eropa untuk membangun Terusan Suez pada tahun 1869. Enam tahun pasca terselesaikannya pembangunan tersebut, Mesir terpaksa menjual seluruh sahamnya kepada Suez Canal Company, pihak yang mengoperasikan Terusan Suez untuk membayar semua hutang luar negerinya. Namun Mesir tidak mampu menyelesaikan pembayaran seluruh hutang luar negerinya. Sehingga Inggris dan Perancis mengambil alih dan terlibat langsung dalam politik Mesir. Hal ini terus berlanjut sampai abad ke-20 pertengahan. 36
35
Jeremy M. Sharp “Egypt: Background and U.S. Relations” CRS Report for Congress 2:RL33003, 12
Agustus 2008 dapat dilihat di http://fpc.state.gov/documents/organization/109518.pdf diakses pada 13 Maret 2015. 36
Jeremy M. Sharp “Egypt: Background and U.S. Relations” diakses pada 13 Maret 2015.
20
B.
Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Gamal Abdel Naseer
Pada
saat
berlangsung
Perang
Dingin,
Amerika
Serikat
mulai
mengembangkan kepentingan dan kebijakan-kebijakannya di wilayah Timur Tengah.
Fokus
utamanya
adalah
stabilisasi
wilayah
tersebut,
karena
ketidakstabilan suatu wilayah hanya akan menciptakan peluang bagi Uni Soviet. Peluang ini
dapat dimafaatkan Soviet untuk membangun pijakan di Timur
Tengah melalui suatu asosiasi anti-Zionis dan Platform Barat dengan gerakan sayap kiri yang telah berkembang.37 Pendekatan ini sejalan dengan kebijakan global pemerintahan AS Containment of Communism,38 seperti yang tertuang dalam resolusi Dewan Keamanan Nasional AS 68 (NSC-68) April 1950.39 Dari sudut pandang Washington, stabilitas di Timur Tengah bergantung pada rezim yang bersekutu dengan Barat dan yag tidak bersekutu dengan blok Soviet. Rezim yang berkuasa baik di Arab maupun Israel akan menentukan proses penyelesaian konflik antar keduanya. Karena konflik itu dapat menjadi faktor penghambat yang mengganggu akses transportasi minyak Timur Tengah. Keadaan darurat ini menjadi pijakan bagi pemerintahan Truman untuk mengeluarkan Program bantuan teknis dan
37
Kermit Roosevelt, Arabs, Oil, and History (New York: Harper, 1949), hal. 92.
38
Yaitu upaya AS untuk membendung meluasnya penyebaran paham komunis oleh Uni Soviet. Dapat dilihat
di http://www.ushistory.org/us/52c.asp diakses pada 30 Juni 2015 39
Laporan Dewan Keamanan Nasional 68 (NSC-68) adalah kebijakan dikeluarkan oleh Dewan Keamanan
Nasional Amerika Serikat pada tanggal 14 April 1950, pada masa presiden Harry S. Truman. Salah satu pernyataan yang paling signifikan dari kebijakan Amerika yaitu pada masa Perang Dingin. Dapat dilihat di https://history.state.gov/milestones/1945-1952/NSC68 diakses pada 28 Juni 2015
21
Program Keamanan Bersama. Bantuan tersebut dirancang untuk menciptakan lingkungan politik yang kondusif, lebih stabil dan pro-Barat, serta menjalin hubungan dengan beberapa junta dalam kekuasaan yang pro- Barat.40 Pada 23 Juli tahun 1952, Revolusi Mesir yang dipimpin oleh Jendral Muhammad Naguib menjadikan Dewan Komando Revolusioner, RCC berkuasa. Revolusi itu dilakukan sesuai dengan tuntutan dari berbagai kalangan di Mesir. Kelompok yang terdiri sebagian besar perwira muda yang memasuki akademi militer di tahun 1930-an di Mesir. Mereka mengecam tindakan korupsi dan nepotisme yang dilakukan oleh monarki Raja Faruq dan struktur partai feodal yang dikendalikan oleh Partai Wafd, hingga akhirnya Raja Faruq digulingkan dari kekuasaannya.41 Jendral Muhammad Naguib akhirnya terpilih menjadi Presiden Mesir setelah Revolusi Juli 1952, namun Naguib hanya dijadikan boneka oleh sekelompok Gerakan Perwira Bebas itu. Pemimpin sebenarnya adalah Letkol Gamal Abdel Nasser, yang dikenal sebagai arsitek revolusi 1952.42
40
Kermit Roosevelt, Arabs, Oil, and History (New York: Harper, 1949), hal 92. Dan sebagaimana yang
dikemukakan oleh Kirk Beattie, dalam artikel yang ditulis oleh komentator Joseph Alsop dicatat pada bulan Februari dan Maret 1952, menyerukan penghapusan Faruq rezim korup dan penggantian oleh pemerintahan diktator militer yang baik dan bisa membantu .Kirk J. Beattie, Egypt during the Nasser Years: Ideology, Politics, and Civil Society (Boulder: Westview Press, 1994), hal. 58. 41
Country Studies.us The Revolution and the Early Years of the New Government: 1952-56 dapat dilihat di
http://countrystudies.us/egypt/32.htm diakses pada 05 April 2015 42
Country Studies.us The Revolution and the Early Years of the New Government: 1952-56
22
Para pemimpin baru Mesir berusaha mengimplementasikan tipe reformasi yang dibutuhkan oleh Amerika Serikat. Tujuannya adalah mengalihkan modal dari kepentingan yang mendasar menuju pada pemanfaatan yang lebih produktif khususnya dalam sektor industri komersial. Melalui strategi tersebut Mesir menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi stabilitas pasar. Washington percaya bahwa kemunduran rezim Raja Faruq, terutama setelah kekalahan memalukan dengan negara yang baru lahir Israel pada tahun 1948, menjadi lebih dari ancaman terhadap stabilitas Mesir dalam jangka panjang. Bagi Amerika Serikat, lebih baik menyerahkan rezim yang tidak layak dipertahankan daripada menunggu ancaman internal yang dapat menimbulkan ketidakstabilan wilayah itu. Sehingga keadaan tersebut bisa dimanfaatkan oleh kedua pasukan komunis internal dan eksternal Mesir.43 Perubahan rezim dianggap mampu mewujudkan sebuah babak baru dalam negosiasi Anglo-Mesir yang telah terhenti di bawah pemerintahan Raja Faruq. Dalam hal ini, Amerika Serikat lebih bersedia untuk mendukung rezim diktator militer demi stabilitas regional Mesir. Hal itu juga merupakan rasionalisasi Perwira Bebas untuk tidak mengadakan kembali sistem parlementer-Mesir pasca revolusi, karena jika diterapkan akan mengancam revolusi itu sendiri.44 Keuntungan untuk kepentingan Amerika Serikat terhadap konstitusi sosial ekonomi kaum revolusioner Mesir adalah fakta bahwa mereka bukan dari Effendi
43
Miles Copeland, The Game of Nations: The Amorality of Power Politics (New York: Simon and Schuster,
1969), hal. 9 44
Beattie, Egypt during the Nasser Years, hal. 70, 79
23
Class45, yang sangat bergantung pada Inggris. Melalui cara ini, para Perwira Bebas itu tidak hanya diakui anti-komunis, akan tetapi mereka juga bersedia untuk bekerjasama dengan Amerika Serikat dalam pengembangan desain strategis Perang Dingin di wilayah itu.46 Dengan stabilitas politik dan ekonomi, diharapkan tujuan jangka panjang dapat dicapai yaitu menghilangkan pengaruh Inggris dari tanah Mesir, mengurangi kekuatan, dan juga menghilangkan kepentingan asing yang merugikan yang dapat merugikan negara itu. Untuk membantu rezim otoriter transisi, Central Intelligence Agency (CIA) membantu membangun intelijen Mesir General Intelligence Directorate (GID) sehingga Revolution Command Council (RCC) dapat menangkal setiap gerakan oposisi, terutama komunis. Ini merupakan hubungan kerja dengan rezim baru Nasser.47 Pada bulan November 1954, Duta Besar AS untuk Kairo, Jefferson Jack, menyimpulkan bahwa rezim baru Mesir telah melakukan kerjasama yang baik dengan AS dalam waktu dua tahun dibandingkan dari semua pendahulu mereka. Salah satu bentuk kerjasama pemerintahan AS dengan rezim baru Mesir adalah menyingkirkan pengaruh Inggris di Mesir. Meskipun secara keseluruhan kerjasama mengenai penahanan pengaruh Uni Soviet terjalin antara AS dengan Inggris, namun Washington dapat terlibat menyingkirkan sekutu Eropa mereka. 45
Effendi merupakan pengucapan bahasa Arab Mesir: [æfændi] juga dianggap sebagai sebutan untuk orang
yang pendidikan tinggi atau status sosial di Timur (Mediterania atau Arab) negara. Itu adalah sebuah gelar berasal dari Turki, sejalan dengan yang terhormat. Dapat dilihat di /glossary/g/me080511b.htm diakses pada 28 Juni 2015 46
Beattie, Egypt during the Nasser Years, hal.102
47
Beattie, Egypt during the Nasser Years, hal.102
24
http://middleeast.about.com/od
Hal ini juga terjadi di Iran pada tahun 1946 dan Israel pada tahun 1948, serta kasus Doktrin Truman itu terjadi di Yunani dan Turki pada tahun 1947.48 Inggris terganggu dengan pembicaraan pada tahun 1952 dalam lingkaran kebijakan di Washington, khususnya di Departemen Luar Negeri. Diantara Kepala Staf Gabungan berencana untuk mengadvokasi bantuan militer kepada RCC, untuk membantu rezim Mesir menstabilkan negaranya. Selain itu menarik Mesir untuk berpartisipasi dalam rencana pertahanan Barat untuk wilayah itu meskipun dalam jumlah yang sedikit. Keterlibatan Mesir dalam hal ini membuat Inggris khawatir jika senjata tersebut digunakan organisasi gerilya anti-Inggris untuk menyerang tentara dan fasilitas-fasilitas Inggris di Terusan Suez49 Hubungan Amerika Serikat dan Mesir terjadi penuh dengan gejolak di tahun 1950-an, yakni saat Gamal Abdel Nasser mengambil kendali pemerintah Mesir setelah revolusi tahun 1952. Para pejabat Amerika menerimanya sebagai pilihan alternatif yang progresif untuk menggulingkan Raja Farouk, mereka membantu Inggris dan Mesir menegosiasikan perjanjian yang mengakhiri pendudukan Inggris dari Mesir serta menawarkan Mesir bantuan ekonomi dan bantuan militer. Namun hubungan AS-Mesir memburuk setelah 1954. Amerika Serikat berharap bahwa Mesir akan bekerja sama dengan Barat dalam perencanaan pertahanan antiSoviet dan membangun stabilitas regional dengan membuat perdamaian dengan Israel. Namun Nasser memutuskan untuk mencari dukungan di kalangan negara-
48
Dikutip oleh Beattie, Egypt during the Nasser Years,hal. 102.
49
Peter L. Hahn, The United States, Great Britain, and Egypt, 1945–1956 (Chapel Hill: University of North
Carolina Press, 1991), hal. 149–51.
25
negara Afrika dan Arab untuk menantang kehadiran Barat di Timur Tengah dan menghadapi Israel.50 Nasser menolak untuk bergabung dengan skema pertahanan yang didukung AS seperti Organisasi Pertahanan Timur Tengah dan Pakta Baghdad51, sebaliknya ia membeli senjata dari Soviet dan menolak rencana Amerika untuk berdamai dengan Israel. Pemerintah Dwight D. Eisenhower berusaha untuk melemahkan upaya Nasser dengan memangkas bantuan ekonomi, namun langkah tersebut justru memprovokasi Nasser dalam menasionalisasi Perusahaan Terusan Suez. Meskipun Amerika Serikat menghentikan serangan Anglo-Perancis-Israel terhadap Mesir dalam konflik itu, hubungan Mesir AS tetap tegang. Para pejabat Amerika tetap khawatir dengan bukti bahwa Nasser menggerakan nasionalisme anti-Barat di seluruh wilayah itu dan melakukan ekspansi guna menyatukan Mesir, Suriah, dan Yaman ke Republik Persatuan Arab di 1958-1961.52 Hubungan kedua negara itu terus mengalami kesulitan sampai akhir era Nasser pada tahun 1970. Presiden Eisenhower dan John F. Kennedy berusaha kembali menjalin pendekatan kepada Nasser melalui bantuan ekonomi, membuat kesepakatan untuk tidak membahas masalah Israel, dan membangun gerakan politik yang ramah. Namun pemulihan hubungan itu berakhir pada awal 1960-an
50
Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East (UK:The Scarecrow Press, Inc. Lanham,
Maryland • Toronto • Plymouth, 2007), hal. 49 51
Pakta Bagdad adalah Organisasi Pakta Sentral (juga disebut CENTO, nama aslinya Pakta Organisasi Timur
Tengah atau METO, juga dikenal seperti Pakta Baghdad) diadopsi pada tahun 1955 oleh Iran, Irak, Pakistan, Turki, dan Britania Raya. Kemudian dibubarkan pada tahun 1979. Dapat dilihat di U.S Departement of State http://2001-2009.state.gov/r/pa/ho/time/lw/98683.htm diakses pada 28 Juni 2015. 52
Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 49
26
ketika Nasser campur tangan dalam perang saudara di Yaman yang bertentangan dengan sahabat Amerika Serikat yaitu Arab Saudi.53 Setelah serangkaian insiden massa yang membakar sebuah Layanan Informasi Perpustakaan Amerika Serikat di Kairo pada tahun 1964, Presiden Lyndon B. Johnson mengecam hal itu sebagai bentuk penghinaan. Hingga akhirnya menghentikan bantuan ekonomi ke Mesir. Nasser memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat selama Perang Arab-Israel tahun 1967 setelah ia menuduh Amerika Serikat secara langsung membantu dalam serangan udara Israel yang menghancurkan negaranya. Selama Perang Atrisi pada 1967-1970, Mesir menjadi tergantung pada dukungan militer Soviet, sebaliknya Amerika Serikat cenderung untuk kembali mendukung Israel.54
C.
Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Presiden Anwar Sadat Hubungan bilateral antara Mesir dengan AS meningkat secara signifikan di
bawah kepemimpinan Anwar Sadat, hal ini berbeda dengan masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser yang dikenal anti-Barat. Pada tahun 1972 Sadat melakukan reposisi haluan politik Mesir di bawah bendera AS, karena pengaruh dan dukungan AS sangat penting bagi negaranya. Bahkan ia tak segan mengganti penasihat militer Mesir yang berasal dari Uni Soviet. Sementara itu, AS membuat
53
Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50
54
Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50
27
perubahan kebijakan yang dramatis dan meluncurkan détente55 terhadap Uni Soviet pada tahun 1970-an. Kedua negara adidaya tersebut menandatangani perjanjian perlucutan senjata seperti Pembatasan Pembicaraan Senjata Strategis (SALT) dan Anti-Balistic Missile Treaty (ABMT).56 Konsiliasi yang terjalin diantara kedua negara itu berdampak buruk bagi politik Timur Tengah khususnya Mesir, hingga akhirnya Mesir meninjau kembali hubungan luar negerinya dengan Uni Soviet dengan memutus hubungan bilateralnya. Selanjutnya Sadat berupaya menunjukkan citra baik kepada Barat dengan memperkenalkan reformasi domestik yang kebijakannya bertentangan dengan pemerintahan masa Nasser. Reformasi ini menerapkan sistem multi-partai dan sistem ekonomi liberal di Mesir. Ia bahkan menyebut strategi reformasi sebagai 'Revolusi Perbaikan'. Langkah-langkah ini secara luas dipuji oleh Barat.57 Sadat mulai menerima berbagai tawaran skema perdamaian yang dikenal dengan perjanjian Camp David dari Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger pasca terjadinya Perang Arab-Israel tahun 1973. Mesir pun melakukan pemulihan hubungan formalnya dengan AS pada tahun 1974, hingga kemudian menjadi penerima bantuan ekonomi yang besar dari pemerintah AS. Selain itu, Sadat melakukan inisiatif diplomatik yakni memimpin perjanjian damai Mesir-Israel pada tahun 1979 yang sebelumnya diprakarsai oleh Presiden Jimmy Carter. 55
Détente adalah pengurangan hubungan ketegangan antara AS dengan Uni Soviet, terutama dalam situasi politik. Dapat dilihat di http://www.u-s-history.com/pages/h1946.html diakses pada 28 Juni 2015
56
Mark R. Amstutz, International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics (Madison: Brown & Benchmark,1995), hal.128.
57
Derek Hopwood, Egypt Politics and Society 1945-1981(London: George Allen & Unwin, 1982), hal.105106.
28
Sebagai imbalan atas kesediannya melakukan upaya perdamaian, Amerika Serikat kembali memberikan bantuan keuangan secara besar-besaran.58 Perjanjian perdamaian antara Mesir-Israel yang dilaksanakan di Camp David pada 17 September 1978 atas bantuan Amerika Serikat, menghasilkan kesepakatan untuk mengembalikan wilayah Mesir yang telah direbut oleh Israel pada perang tahun 1967.59 Namun perjanjian ini tidak mengembalikan Dataran Tinggi Golan milik Syria dan wilayah Jerusalem Timur milik Palestina yang direbut Israel pada perang tahun 1967. Padahal perang Yom Kippur atau perang Ramadhan yang meletus tahun 1973 secara politik telah menguntungkan dunia Arab. Hal ini memicu kemarahan dari kalangan Palestine Liberation Organization (PLO), kaum fundamentalis gerakan Islam dari Palestina dan dunia Arab, terutama setelah mengetahui kunjungan Sadat ke Jerusalem atas undangan Manachem Begin.60 Ketokohan Sadat dianggap Carter dan Presiden Ronald Reagan sebagai penyeimbang Uni Soviet dan Revolusi Iran. Hal ini membuat kebencian di kalangan negara-negara Arab radikal bahkan sebagian memfitnahnya telah berdamai dengan Israel dan tunduk dibawah kuasa AS. Upaya perdamaian dengan Israel dan persahabatannya dengan Amerika Serikat pun membuat Mesir terisolasi dari komunitas Arab dan dikecam keras oleh para kalagan ekstrimis Islam. Hingga
58
Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50
59
Amin Saikal, Islam dan Barat, Konflik atau Kerjasama, (Jakarta: Sanabil. 2006) hal.134.
60
Hermawati, Sejara Agama dan Bangsa Yahudi, (Jakarta: PT Raja Grfindo Persada. 2005) hal.171.
29
pada bulan Oktober 1981, Anwar Sadat dibunuh oleh seorang perwira militer fundamentalis Islam di Kairo.61
D.
Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Presiden Husni Mubarok Pasca
terbunuhnya
Presiden
Sadat
oleh
seorang
perwira
militer
fundamentalis Islam yang berasal dari Jamaah Islamiyah (Kelompok Radikal Islam) dan Al Jihad, kelompok yang lebih radikal dari Ikhwanul Muslimin, berakhir pula kekuasaannya pada tahun 1981. Akhirnya Husni Mubarak, Wakil Presiden Sadat dan mantan komandan Angkatan Udara Mesir, naik sebagai orang nomor satu di Mesir.62 Situasi politik Mesir pada tahun 1981 memberikan kesempatan kepada Mubarak untuk menaikan popularitas dan bentuk legal dari legitimasinya. Segala bentuk kebijakan luar negeri yang dikeluarkannya
menjadi
jawaban atas
intervensi dari AS, Israel dan negara-negara Arab, dengan bertujuan memenangkan sentimen-sentimen nasionalis. Mubarak menjalankan reformasi yang legal dan legitimate untuk memberi penekanan bahwa dia menghormati hukum yang berlaku.63 Mubarak mengambil beberapa keputusan penting dan berani dalam urusan Afrika. Seperti pada tahun 1985 dan 1986, dia menolak tekanan AS untuk 61
Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal 142
62
Jeremy M. Sharp Egypt: Backgraund and US Relations (2008: CRS Report for Congress), hal. 6-7
63
Robert Springborg, Mubarak‘s Egypt: Fragmentation of Political Order, (Boulder CO: Westview Press, 1989), hal. 25.
30
mengambil tindakan militer bersama terhadap Libya. Mubarak juga memainkan peran utama dalam integrasi ekonomi Afrika dan bergabung dengan Pasar Bersama untuk Afrika Timur dan Selatan (COMESA) pada tahun 1998.64 Hubungan AS-Mesir kembali membaik saat terjadinya Perang Teluk Persia tahun 1990-1991. Diantara bentuk hubungan bilateral yang terjalin adalah kerja sama dengan Presiden Ronald Reagan untuk perencanaan keamanan anti-Soviet, kemudian Mubarak memberikan Amerika Serikat hak pangkalan militer di wilayah Mesir dan kembali bekerja sama dengan AS dalam mempromosikan proses perdamaian Arab-Israel tahun 1990-an. Amerika Serikat sangat mendukung upaya Mubarak untuk mengalahkan fundamentalis Islam radikal yang berusaha untuk menguasai Mesir.65 Dalam aspek ekonomi, pada masa pemerintahan Husni Mubarak, Mesir mendapatkan investasi dan bantuan dari luar negeri. Bahkan Mesir merupakan negara ketiga sebagai penerima bantuan terbesar dari Amerika Serikat. AS memberikan bantuan ekonomi dan militer lebih dari US $ 2 miliar pertahun. Dimulai pada anggaran keuangan 1984-1985 tercatat bantuan sebesar 2.200 juta dolar AS kemudian anggaran meningkat pada tahun 1985-1986 menjadi 2.340 juta dolar AS. Bahkan pada 1989-1996, presentase penerimaan keuangan Mesir yang berasal dari bantuan asing mencapai lebih dari 75%. AS semakin gencar memberikan bantuan kepada Mesir hingga 50% dari total bantuan luar negerinya kepada Mesir. Selain itu, pada awal pemerintahan Clinton, dia membuat tiga tim 64
CountryStudies.us The Development of Foreign Policy dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt /125.htm diakses pada 05 April 2015
65
Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50
31
untuk menangani pertumbuhan dan pembangunan yang dimaksudkan untuk meningkatkan sektor swasta di Mesir. Kerjasama ini menunjukan bahwa privatisasi dan kapitalisme liberal akan mampu menyembuhkan penyakit politik dan sosial ekonomi di Mesir.66 Di bidang militer, pada masa rezim Mubarak terjalin hubungan pertahanan militer yang baik antara pemerintah AS-Mesir. Angkatan Bersenjata Amerika Serikat dan Mesir mulai melakukan latihan militer bersama selama dua tahunan tepatnya pada tahun 1983. Kemudian pada pertengahan 1990-an keduanya menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian internasional di Bosnia. Dan hingga tahun 1991 Mesir bergabung kembali dengan koalisi yang dipimpin AS untuk melawan Saddam Hussein dalam Operasi Badai Gurun.67 Terjadinya Perang Teluk pada tahun 1991 diiringi oleh dukungan Mesir untuk koalisi yang dipimpin AS ternyata mempengaruhi status Mesir di dunia Arab. Mesir yang sejak dipimpin oleh Sadat kehilangan posisi sebagai pemimpin Liga Arab kini kembali setelah diperjuangkan oleh Mubarak selama tahun 1980 dengan berbagai upaya diplomatik secara berkala. Mesir akhirnya diterima kembali ke Liga Arab pada tahun 1989, bahkan Liga Arab mengembalikan lokasi asal kantor pusatnya di Kairo. Namun pasca terjadinya Perang Teluk, reputasi Mesir kembali ternodai dan timbul kekecewaan di masyarakat Mesir. Keterlibatan dalam mendukung koalisi yang dipimpin AS dan kekalahan Irak memicu energi
66
Fawas A. Gerges Amerika Serikat dan Islam Politik (Jakarta: Alvabet, 2002) hal.228.
67
Susan Muadi Daraj Modern world leaders Husni Mubarak (USA: Chealse House Publishers, 2007), hal. 69.
32
sebagian besar kalangan untuk mengembangkan gerakan Islam radikal di negara itu.68 Di samping itu, sejumlah konflik terus menerus terjadi dari golongan Islamis Mesir dan pemerintah, puncaknya pada periode (1992-1997) konfrontasi kekerasan terjadi diantara militan Islam dan polisi Mesir. Terjadinya serangan teroris pada 11 September 2001 menyebabkan AS fokus untuk mempromosikan demokrasi di Timur Tengah.69 Perselisihan antara AS dan Mesir kembali muncul pada tahun 2008, karena rezim Mubarak yang menganut sistem otoritarian dalam pemerintahannya ditekan AS untuk melakukan reformasi dalam negeri dengan menerapkan sistem demokrasi. Aksi protes masyarakat Mesir untuk menggulingkan rezim Mubarak meledak pada tahun 2011 dan AS sangat mendukung kaum revolusioner untuk menyambut perubahan di negeri itu.70 Diantara faktor internal yang menyebabkan terjadinya revolusi Mesir adalah pertama, tingginya tingkat korupsi dikalangan pemerintahan Mubarak. Kedua, adanya pembatasan hak-hak sipil untuk berpolitik. Ketiga, angka pengangguran yang semakin meningkat, inflasi dan tingkat pendapatan rendah serta tidak meratanya bantuan asing bagi kesejahteraan masyarakat.71 Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah sikap pemerintah Mesir yang pro-Barat, 68
Susan Muadi Daraj Modern world leaders Husni Mubarak, hal 70-73
69
Jeremy M. Sharp Egypt: Backgraund and US Relations ( CRS Report for Congress, 2008 ) hal 7
70
Michelle Dunne, “Egypt: From Stagnation to Revolution,” in America‘s Challenges in the Greater Middle East: The Obama Administration‘s Policies, ed. Shahram Akbarzadeh, (New York: Palgrave Macmillan, 2011), hal 84
71
CountryStudies.us The Development of Foreign Policy dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt /125.htm
diakses pada 05 April 2015
33
sikap ketidak-aktifan Mesir dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel, serta revolusi Tunisia yang mempengaruhi pergerakan revolusi Mesir. 72
72
TheGuardian.com
What
the
Caused
Revolution
in
Egypt?
Dapat
dilihat
http://www.theguardian.com/global-development/poverty-matters/2011/feb/17/what-caused-egyptianrevolution diakses pada 05 April 2015
34
di
BAB III
Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012
A.
Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi gerakan Islam modern abad ke-
20 yang didirikan di Mesir pada tahun 1928.73 Organisasi ini terbentuk dengan dilatarbelakangi oleh persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat muslim Mesir dan dunia Islam. Kemunduran dan keterbelakangan umat Islam dibandingkan dengan negara-negara Barat merupakan faktor utama penggerak organisasi Islam ini. Untuk mengatasi hal ini, maka Ikhwanul Muslimin bersepakat bahwa umat Islam harus kembali kepada sumber asli ajaran umat Islam yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah Rasullulah. 74 Organisasi Ikhwanul Muslimin berbeda dengan gerakan salafiyah, gerakan ini lebih banyak terlibat dalam bidang pendidikan, politik dan pelayanan sosial. Hal ini bertujuan agar dapat menjangkau publik Mesir yang lebih luas. 75 Dengan melakukan pendekatan seperti itu, Ikhwanul Muslimin dapat mempengaruhi masyarakat Muslim Mesir melalui ideologi gerakannya.
73
Mochtar Efendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001), hal. 418.
74
Harun Nasution, (Eds), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 411, Anggaran Dasar
Ikhwan al-Muslimin, pasal II ayat F. 75
Taufik Abdullah (Eds), Ensiklopedi Tematis Hukum Islam, Dinamika Masa Kini, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Houve, t.th.), hal. 87.
35
Ikhwanul Muslimin menjadikan Islam sebagai jalan dan sistem yang komprehensif
76
dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan manusia, baik
yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan maupun yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia seperti; sosial, ekonomi, budaya, politik dan lainnya.
Bahkan
Islam
tidak
mengabaikan
gerakan
lain
yang
hanya
memperhatikan politik namun mengabaikan agama, atau kelompok tarekat yang hanya memperhatikan soal spiritual namun mengabaikan kehidupan sosial politik. Ikhwanul Muslimin yang juga merupakan kekuatan politik di Mesir ikut dalam dalam pemilihan di negeri itu. Partisipasi pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an, kemudian berpartisipasi kembali dalam politik umum Mesir dengan strategi yang berbeda pada tahun 1984 yaitu melakukan aliansi dengan partai lain, hal ini dilakukan karena adanya larangan untuk mengikuti Pemilu bagi partai berbasis keagamaan. Maka saat pemilihan anggota parlemen 1984 Ikhwanul Muslimin beraliansi dengan partai Wafd, sebuah partai oposisi sekuler di Mesir. Selanjutnya tahun 1987 bersekutu dengan Partai Liberal yang juga beraliran sekuler dan berorientasi pada pengurangan dalam kehidupan politik dan perluasan kebebasan politik. Dan juga dengan Partai Buruh Sosialis yang sekuler berlatar belakang ideolodi Naserisme yang berorientasi pada peningkatan peran negara dalam kehidupan ekonomi.77 Partisipasi Ikhwanul Muslimin dalam politik pemilihan umum terlepas dari ciri-ciri internal gerakan, seperti terlihat pada ideologi dan struktur
76
Yusuf Qardhwi, Menyatukan Pikiran para Pejuang Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), hal. 63.
77
Ghadbian, Najib, Democratization and Islamist Challenge in the Arab World,( Boulder Co: Westview
Press,1997), hal. 93-94.
36
organisasinya. Hal ini menunjukkan bahwa Ikwanul Muslimin dan kelompok Islam lainnya dapat berpartisipasi dalam politik sesuai dengan prosedur demokrasi yang ada. Dengan cara ini, gerakan sosial Islam dapat memberikan sumbangsih pada perkembangan lembaga demokrasi di lingkungannya.78 Pada Pemilu parlemen tahun 2000, Ikhwanul Muslimin memperoleh 17 kursi melalui jalur independen, dan pada Pemilu 2005 jumlah tersebut meningkat signifikan menjadi 99 kursi (20 persen).79 Selanjutnya, pasca terjadinya revolusi Mesir yang menumbangkan Presiden Husni Mubarak pada tahun 2011, Mesir kembali menyelenggarakan pemilihan umum. Freedom and Justice Party ( FJP) yang didirikan oleh Ikhwanul Muslimin
ikut serta dalam pemilihan umum
Parlemen Mesir dan berhasil memenangkan Pemilu Parlemen dan Presiden Mesir yang mengantarkan Muhammed Mursi berkuasa di Mesir.
B.
Peran Militer dalam Politik Mesir Keterlibatan Militer dalam politik Mesir mempunyai sejarah panjang.
Salah satu momentum penting yang mengawali kepemimpinan militer di Mesir adalah saat terjadinya kudeta terhadap pemerintahan Raja Farouk pada Juli 1952. Kudeta ini dilakukan oleh para perwira militer yang tergabung dalam The Free
78
Mahadi Fadulullah, Titik Temu Agama dan Politik, Analisa Pemikiran Sayyid Qutb, (Solo: Ramadhani,
1991), hal. 20. 79
Council on Foreign Relations Dune: ‗ Very Dramatic‘ Achievement for Muslim Brotherhood in Egyptian
Parliamentary Elections di lihat pada 28 Juni 2015 http://www.cfr.org/egypt/dunne-very-dramaticachievement-muslim-brotherhood-egyptian-parliamentary-elections/p9318
37
Officers atau Organisasi Perwira Bebas dibawah pimpinan Gamal AbdulNasser.80 Kudeta Militer yang berhasil menumbangkan Raja Farouk merupakan titik balik dalam pemerintahan, Mesir yang pada awalnya berada dalam kepemimpinan absolut seorang Raja lalu digantikan dengan kepemimpinan Militer. Pada masa ini diadakan berbagai program revolusi untuk menghapuskan segala bentuk kebijakan pemerintahan Raja Farouk. Rezim militer membentuk Revolution Command Council (RCC) yang merupakan suatu perangkat eksekutif militer yang menjalankan pemerintahan atau mengatur masyarakat. Selain sebagai perangkat eksekutif militer, RCC juga bertugas memberangus oposisi intern di dalam tubuh militer dan masyarakat.81 RCC Mesir dipimpin oleh Jenderal Muhammad Naguib, yang pada bulan September di tahun yang sama dikukuhkan sebagai Perdana Menteri Mesir dengan Gamal Abdul-Nasser sebagai deputinya. Pada masa berikutnya RCC memaksa Muhammed Nugaib mundur dari kepemimpinannya dan pada tahun 1954, Gamal mengambil alih kepemimpinan itu. Dalam masa jabatan Gamal Abdul-Nasser, terdapat banyak pemimpin militer yang memegang peranan penting dalam politik domestik Mesir.82 Ia memasukkan lebih banyak kalangan militer dalam pemerintahan, seperti pada saat ia menjabat deputi perdana menteri maupun perdana menteri. Di lain 80
Agus R. Rahman, „Militer dan Demokratisasi di Mesir‟, dalam Syamsumar Dam (ed.), Militer dan
Demokratisasi di Nigeria, Mesir dan Afrika Selatan, (Jakarta: Pusat Penelitian Politik, 2001) hal. 63. 81
Amos Perlmutter, The Military and Politics in Modern Times, (New Haven: Yale University Press, 1977)
hal. 217. 82
Moataz El Fegiery, „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, FRIDE-Policy Brief, 134 (August
2012), hal. 1.
38
pihak, RCC tetap menjadi pendukung utama rezim Gamal Abdul-Nasser dan melanggengkan kekuasaan militer di Mesir. Tidak jauh berbeda dengan pendahulunya, Gamal Abdul-Nasser juga menetapkan kebijakan-kebijakan otoritarian yang serupa dalam pemerintahannya. Ia membubarkan seluruh partai politik yang berkuasa di tahun 1952, melarang dan memenjarakan sejumlah aktivis organisasi Ikhwanul Muslimin.83
Kematian Presiden Gamal Abdul Naseer pada tahun 1970 menjadi akhir dari kepemimpinannya di Mesir. Kemudian ia digantikan oleh wakilnya yakni Anwar Sadat, yang merupakan mantan perwira Organisasi Perwira Bebas dan juga terlibat dalam revolusi 1952. Pola seperti ini menunjukan bahwa masa kepemimpinan militer di Mesir masih terus berlanjut. Namun, pemerintahan Sadat nampaknya tidak begitu otoritarian seperti dua pemimpin sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemerintahan Sadat yang cenderung lebih bebas. Keterlibatan militer pada masa Sadat mulai berkurang sebab presiden dapat mengontrol militer untuk tetap berada di belakangnya.84
Rakyat mesir diberikan Kebebasan politik dan ekonomi yang lebih besar oleh rezim militer yang dipimpin Sadat. Pembentukan partai-partai politik diperbolehkan kembali untuk ikut serta dalam pemilu Mesir. Sadat juga membentuk National Democratic Party (NDP) sebagai basis pendukung
83
Diplomats Handbook, Egypt: Will Democracy Succeed the Pharaoh? (daring), dapat dilihat di
http://www.diplomatshandbook.org/pdf/Handbook_Egypt.pdf diakses pada 13 April 2015. 84
C.f.: Cooper, “Demilitarization of Egyptian Cabinet,” International Journal of Middle East Studies, 14
(May 1982), hal. 204- 210.
39
politiknya. Satu hal penting lainnya ialah pembubaran Arab Socialist Union sebagai bentuk penghapusan kepemimpinan otoriter masa pemerintahan Nasser.85
Setelah kematian Sadat yang tewas terbunuh pada tahun 1981 oleh seorang tentara di negeri itu, Husni Mubarak yang pada awalnya menjabat sebagai wakil presiden naik menjadi Presiden keempat Mesir menggantikan Sadat. Berbeda dengan Sadat yang cenderung memisahkan dan membatasi keterlibatan militer di dalam politik, Husni Mubarak yang berasal dari kalangan militer justru merangkul institusi tersebut dan memberikan tempat dalam ranah sipil Mesir. Petinggi militer menempati 10% persen dari pos kementrian di Mesir.86
Selain itu, sebagian besar dari 26 gubernur di Mesir adalah pejabat senior dalam lingkungan militer dan polisi. Dalam mencapai jabatannya, mereka harus rela untuk menanggalkan karir kemiliterannya. Namun demikian, mereka tetap terintegrasi dengan militer. Peranan gubernur di sini cukup jelas, yaitu memastikan bahwa aktivis oposisi tidak terlibat pada aktivitas yang merusak kontrol politik, yang berpotensi meruntuhkan tabir demokrasi Mesir, atau (paling buruk) memperkuat institusi politik baik dalam level lokal dan regional.87
Pada tahun 1981, Mubarak memberlakukan Undang-undang Keadaan Darurat yang memberikan kewenangan kepada polisi dan militer, menangguhkan hak konstitusional warga negara, dan melegalkan sensor. Terkait undang-undang 85 86
Moataz El Fegiery, „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, hal.2. Robert Springborg, Mubarak‘s Egypt: Fragmentation of the Political Order (Boulder, CO: Westview
Press, 1989), hal. 95-133. 87
S.A. Cook, Rulling but not Governing, (Baltimore: John Hopkin University Press, , 2007), hal. 26.
40
tersebut pemerintah Mesir menggunakannya untuk melawan pihak radikal seperti kelompok Islam fundamentalis yang memberikan ancaman pada stabilitas kepemimpinan di Mesir. Selain itu, pada masa awal Mubarak secara bertahap mengenalkan politik yang terkontrol. Ia mengizinkan oposisi dan organisasi masyarakat mulai aktif dalam politik, namun di sisi lain, Mubarak juga memperbolehkan penangkapan aktor oposisi, dan secara tidak langsung menyingkirkan mereka dari kompetisi politik.88
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Keadaan Darurat Militer, masyarakat Mesir merasa bahwa pemerintahan Mubarak telah mengekang kebebasan mereka melalui aksi militer dan aparat keamanan yang diberi keleluasaan dalam mengadili siapa saja pihak yang berpotensi mengancam kestabilan dan keamanan pemerintahan, baik kelompok Ikhwanul Muslimin maupun kelompok demonstran anti Mubarak. Di bawah undang-undang Keadaan Darurat Militer, para demonstran sering menerima aksi kekerasan yang dilancarkan oleh pihak aparat keamanan dalam serangkaian aksi demonstran yang memprotes pemerintahan Mubarak, selain itu undang-undang tersebut juga digunakan sebagai kontrol terhadap pihak oposisi seperti Ikhwanul Muslimin, agar tidak dapat masuk ke dalam pemerintahan dan mengkritisi kepemimpinan Husni Mubarak.89
88
Omar A. Sheira, Towards a way out of the Egyptian Dillema: New Lessons for And Old Regime. (Tilburg:
Tilburg University, T.th), hal.9-10. 89
Hamdy A. Hassan Civil Society in Egypt under the Mubarak Regime Afro Asian Journal of Social Sciences
2(Quarter II 2011), hal. 13
41
Selain itu, fungsi awal militer Mesir sebagai penjaga keamanan termasuk di dalamnya stabilitas internal, mulai beralih menjadi pelindung pemerintah yang berkuasa. Pemerintah juga cenderung lebih bergantung pada militer dalam kasus ancaman dalam bentuk internal, melibatkan personel militer dalam rapat-rapat Mubarak mengenai kontrol instabilitas domestik. Seperti pada September 1984, Mubarak menaikkan harga bahan pangan dan asuransi, sehingga mengakibatkan protes di Kufr al-Dawwar. Militer kemudian mengambil alih untuk menghentikan kekacauan tersebut meskipun tanpa deployment tentara yang berlebihan. Selain itu, pada tahun 1986 militer kembali menghentikan pemberontakan yang dilakukan sebanyak 20,000 anggota paramiliter Central Security Force dari kalangan petani berpendidikan rendah yang diharuskan mengikuti wajib militer justru menentang program wajib militer tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa militer mendominasi berbagai sektor dan menekan peran kepolisian dalam suatu negara.90
Era Hosni Mubarak memberikan militer hak-hak yang sama dengan sipil, atau disebut dwi-fungsi militer. Dalam era ini, militer diberi otonomi yang luas untuk membuat dan menjalankan industri bisnis militer. Selain itu, militer Mesir menjadi faktor kunci ekonomi sejak 1980-an, baik itu di sektor real estate, produksi peralatan rumah tangga, dan tujuan wisata. Kegiatan bisnis militer membentuk 20 persen dari output ekonomi tahunan negara itu.91 Berbeda dengan 90
Robert B. Satloff, Army and Politics in Mubarak‘s Egypt, (Washington D.C: The Washington Institute for
Near East Policy,1988), hal. 15-16. 91
Quantara.de, The Mubarak System without Mubarak dapat dilihat di http://en.qantara.de/content/political-
upheaval-in-egypt-the-mubarak-system-without-mubarak?wc_c=7155 diakses pada 19 April 2015
42
masa pemerintahan Anwar Sadat yang memotong anggaran belanja militer dan sangat membatasi peran dan keterlibatan militer dalam urusan publik dan politik, Husni Mubarak justru sangat menyambut adanya kontribusi dan keikutsertaan militer dalam pembangunan ekonomi Mesir dan menjamin peranan militer sebagai penjamin stabilitas dalam negeri. Mubarak memberikan anggaran pengeluaran pemerintah yang cukup tinggi kepada militer Mesir,92 dan memberikan
keleluasaan
untuk
mengatur
aktivitas
pemerintah
dalam
pembangunan serta untuk memperkuat pengaruhnya dalam politik dalam negeri Mesir.
Kekuasaan Husni Mubarak berakhir dengan revolusi yang terjadi di Mesir tahun 2011. Seletelah revolusi berakhir, Mesir menyelengarakan pemilihan umum tahun 2012. Muhammad Mursi yang berasal dari kalangan sipil terpilih menjadi presiden di negeri itu, Dewan Militer Mesir mengintegrasikan diri ke dalam tubuh pemerintahan baru Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Mursi. Ketua Dewan Militer Hussein Tantawi kembali menduduki posisi yang dijabat olehnya di era Husni Mubarak yaitu, Menteri Pertahanan. Jendral Mohammed Al-Assar mengatakan, Mahkamah Agung Militer dan sejumlah institusi militer lain di pemerintahan akan tetap ada sampai terbentuknya konstitusi baru dan penyelenggaraan pemilu parlemen berikutnya. Sebaliknya, kekuasaan militer akan berakhir dan dialihkan secara penuh ke Presiden Muhammad Mursi.93
92 93
R. B. Satloff, Army and Politics in Mubarak‘s Egypt, hal. 8 World.Time.com How the Military Won Egypt‘s Presidential Election dapat dilihat di http://world.time.com
/2012/06/18/how-the-military-has-won-egypts-presidential-election/ diakses pada 28 Juni 2015
43
Keterlibatan Militer dalam politik Mesir sedikit demi sedikit disingkirkan oleh Presiden Mursi yaitu dengan cara memecat beberapa jajaran Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir (SCAF). Sejak jatuhnya Hosni Mubarak pada 11 Februari 2011 kekuasaan eksekutif di Mesir berada di tangan Supreme Council of the Armed Force (SCAF). Dengan memecat beberapa petinggi SCAF dan menunjuk pemimpin militer baru yang loyal kepadanya, Presiden Mursi memberikan penegasan bahwa institusi militer dan negara berada dalam kekuasaan presiden. Upaya reformasi ini dilakukan untuk mencegah politisasi angkatan bersenjata dan meningkatkan pengawasan sipil terhadap militer. Kemudian pemerintah Morsi memegang kekuasaan eksekutif secara penuh dan mereformasi struktur kekuasaan Mesir terhadap pemerintahan sipil yang demokratis.94
C.
Faktor-Faktor Kemenangan Mursi dalam Pemilu Mesir
Kemenangan Muhammed Mursi dalam pemilu presiden Mesir pada tahun 2012 tidak terlepas dari beberapa faktor dan pengaruh Ikhwanul Muslimin di dalam perpolitikan negara itu. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi kemenangan Mursi sebagai berikut:
1.
Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) dalam Pemilu Legislatif Mesir Partai Kebebasan dan Keadilan, FJP yang merupakan partai politik milik Ikhwanul Muslimin meraih 47,18% suara, seperti
94
Moataz El Fegiery, „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, hal.1.
44
diumumkan Komisi Pemilihan Umum Mesir pada 21 Januari 2012. Perolehan suara tersebut menunjukkan bahwa FJP dapat menguasai 235 kursi di Majelis Rakyat. Tempat kedua diduduki oleh kubu konservatif, Partai Salafist Al-Nur dengan 121 kursi atau 25% suara. Sementara partai beraliran liberal, Partai Wafd, meraih 36 kursi dan partai sekuler, Koalisi Mesir, memperoleh 33 kursi. Hasil tersebut menunjukkan adanya dominasi partai-partai Islam sekitar dua pertiga yang menguasai parlemen. Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi yang dilarang di bawah pemerintahan Presiden Husni Mubarak. Kemenangan mutlak ini membuat FJP sudah memutuskan seorang politisi seniornya, Saad al-Katatni, untuk ditunjuk sebagai ketua Majelis Rakyat.95 Sebelummnya, pada Pemilu parlemen 2000, lewat jalur independen, IM memperoleh 17 kursi. Jumlah itu meningkat pesat pada pemilu 2005 menjadi 99 kursi (20 persen). Pada waktu itu Presiden Mubarak cukup terkejut.96 Dengan peningkatan perolehan suara dari pemilu legislatif tahun 2000 sampai dengan pemilu legislatif yang telah diselenggarakan pada 28 November 2011 sampai dengan 11 Januari 2012.97 95
Bbc.co.uk Partai-Partai Islam Menang dalam Pemilu dapat dilihat di http://www.bbc.co.uk/indonesia/
dunia/2012/01/120121_mesir_pemilu.shtml diakses pada 13 April 2015 96
Council on Foreign Relations Dune: ‗ Very Dramatic‘ Achievement for Muslim Brotherhood in Egyptian
Parliamentary Elections di lihat pada 28 Juni 2015 http://www.cfr.org/egypt/dunne-very-dramaticachievement-muslim-brotherhood-egyptian-parliamentary-elections/p9318 97
Canadian for Justice and Peace in the Middle East Egyptian Parliamentary Elections 2011/2012 dapat
dilihat di http://www.cjpmo.org /Display Document.aspx?DocumentID=2074 diakses pasa 13 April 2015
45
Kemenangan FJP yang juga partai Ikhwanul Muslimin pada pemilihan umum Parlemen Mesir ini merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemenangan Muhammed Mursi dalam pemilu Presiden Mesir tahun 2012. Kemengan yang diperoleh itu menjadi modal utama bagi Ikwanul Muslimin melalui Partai Kebebasan dan Keadilan, FJP untuk mengusung calon presiden pada pemilihan umum presiden selanjutnya. Hingga pada akhirnya Mohammed Mursi yang merupakan sosok dari Ikhwanul Muslimin dicalonkan pada pemilihan umum presiden Mesir. Pada saat pemilihan Presiden putaran pertama di Mesir pada 23-24 Mei 2012, kandidat dari Ikhwanul Muslimin Muhammad Mursi meraih 24.78 persen suara; Ahmed Shafiq, seorang mantan Menteri di era Husni Mubarok memperoleh 23.66 persen suara; Hamdeen Sabahi berada di peringkat ketiga dengan 20.72 persen suara; Abdel Moneim Abol Fotouh seorang Islamis moderat yang didukung oleh sebagian kaum liberal, anggota kelompok kiri dan minoritas Kristen meraih 17.47 persen suara; sedangkan kandidat Amr Moussa, mantan kepala Liga Arab dan Menteri Luar Negeri era Mubarak hanya memperoleh 11.13 persen suara. Karena tidak ada pemenang mutlak, kandidat dari Ikhwanul Muslimin, Muhammad Mursi dan mantan menteri di era Mubarak, Ahmed Shafiq harus mengikuti pemilu putaran kedua.98
98
Huffingtonpost.com Egypt Presidential Election 2012: Mohammed Morsi, Ahmed Shafiq In Run-Off Vote
dilihat
pada
28
Juni
2015
http://www.huffingtonpost.com/2012/05/28/egypt-presidential-election-
2012_n_1550483.html
46
Pada pemilihan Presiden putaran kedua kandidat Presiden Mesir dari Partai Kemerdekaan dan Keadilan (FJP), Muhammad Mursi, meraih suara terbanyak dalam pemilihan presiden yang digelar pada 16-17 Juni 2012. Berdasarkan hasil penghitungan suara, calon dari partai yang menjadi sayap politik Ikhwanul Muslimin ini meraih 51,7 persen dukungan dengan total peroleh 13.230.131 suara dari sekitar 50 juta warga Mesir yang berhak memilih.99
2.
Dukungan Kuat dari Ikhwanul Muslimin Ikhwanul Muslimin adalah kelompok oposisi tertua dan terbesar di Mesir. kelompok ini mendapat dukungan luas dari kalangan kelas menengah Mesir. Sampai tahun 2011, keberadaan Ikhwanul Muslimin dianggap ilegal karena undang-undang Mesir menyatakan larangan mendirikan partai yang berbasis agama. Pada Desember 2011, partai politik dari Ikhwanul Muslimin yang dikenal dengan nama Partai Kebebasan dan Keadilan akhirnya diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam Pemilu Mesir kemudian mendominasi dan memenangkan sekitar setengah kursi yang diperebutkan di parlemen.100
99
Theguardian.com Muslim Brotherhood's Mohammed Morsi wins Egypt's presidential race dilihat pada 28
Juni 2014 http://www.theguardian.com/world/middle-east-live/2012/jun/24/egypt-election-results-live 100
Kompas.com Mursi, Ikhwanul Muslimin dan Harapan Rakyat Mesir dapat dilihat di http://internasional.
kompas.com/read/2013/07/04/1556514/Mursi.Ikhwanul.Muslimin.dan.Harapan.Rakyat.Mesir diakses pada 13 April 2015
47
Kelompok Ikhwanul Muslimin mengajukan Muhammad Mursi sebagai calon presiden Mesir, selanjutnya ia bersaing dengan kandidat partai politik lainnya dan terpilih sebagai presiden dalam pemilihan secara demokratis pertama di Mesir. Mursi mulai berkuasa pada 30 Juni 2012.
101
Keterpilihan Muhammad Mursi merupakan hasil dari
usaha giat kelompok Ikwanul Muslimin dalam menggalang dukungan ke berbagai elemen masyarakat di Mesir.
3.
Sikap Anti-Rezim Mubarak Pada Pemilu Presiden Mesir 2012, Komisi Pemilihan Umum Mesir menyatakan Mursi dari Ikhwanul Muslimin menang dengan 51,7 persen dukungan dengan total perolehan 13.230.131 suara. Ia mengalahkan Shafiq, mantan Perdana Menteri Mesir di era Mubarak, yang memperoleh suara 48,3 persen atau 12.347.380 suara. Jumlah tersebut hanya separuh dari jumlah pemilik hak suara yang mencapai 50 juta suara.102 Ahmed Shafiq merupakan sosok yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri pada masa pemerintahan Presiden Husni Mubarak 103 yang tumbang melalui aksi revolusi di Mesir tahun 2011. Hal ini
101
Kompas.com Mursi, Ikhwanul Muslimin dan Harapan Rakyat Mesir diakses pada 13 April 2015
102
Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis”,hal. 139
103
The Carter Center Presidential Election in Egypt dapat dilihat http://www.cartercenter.org
/resources/pdfs/news/peace_publications/election_reports/egypt-final-presidential-elections-2012 .pdf diakses pada 28 Juni 2015
48
di
menjadi faktor yang turut mempengaruhi masyarakat Mesir untuk lebih memilih Muhammad Mursi dibandingkan Ahmed Shafiq. Karena sebagian besar masyarakat Mesir menganggap bahwa Ahmed Shafiq sebagai representasi dari rezim Husni Mubarak. Diaa el-Sawy, anggota Komite Eksekutif Partai Buruh Mesir mengatakan bahwa kemenangan Muhammad Mursi di pilpres bukan hanya kemenangan bagi Ikhwanul Muslimin dan Partai Kebebasan dan Keadilan, namun juga kemenangan bagi seluruh rakyat Mesir. Ia menambahkan bahwa rakyat Mesir menumbangkan Ahmad Shafiq, sisa loyalis rezim Hosni Mubarak, dan memilih Mursi karena menginginkan seorang presiden yang memiliki kewenangan penuh.104
104
IRIB World Service El-Sawy: Kemenangan Mursi, Harapan Rakyat Revolusioner Mesir dapat dilihat di
http://indonesian.irib.ir/international/afrika/item/46540-El-Sawy_Kemenangan_Mursi,Harapan_Rakyat_ Revolusioner_Mesir diakses pada 13 April 2015
49
BAB IV Analisa Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir Setelah Terpilihnya Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012 Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.105 Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya, meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang berkuasa.106 Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional, dan multilateral. Menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya untuk memperoleh keuntungan dari lingkungan dan berbagai kondisi internal yang menopang formulasi tindakan tersebut.107 Kebijakan luar negeri
menurutnya
ditujukan
untuk
memelihara
dan
mempertahankan
105
Jack C. Plano dan Roy Olton Kamus Hubungan Internasional.(Bandung: Abardin, 1999.), hal. 5.
106
Mochtar Mas‟oed. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. (Jakarta: LP3ES, 1994) ,hal.
184. 107
K.J. Holsti, Politik International: Suatu Kerangka Analisis. (Bandung: Bina Cipta, 1992.), hal. 21.
50
kelangsungan hidup suatu negara.108 Lebih lanjut, menurut Rosenau, apabila kita mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka kita akan memasuki fenomena yang luas dan kompleks. Hal itu meliputi kehidupan internal (internal life) dan kebutuhan eksternal (eksternal needs) termasuk didalamnya adalah kehidupan internal dan eksternal seperti aspirasi, atribut nasional, kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang ditujukan untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi suatu negara sebagai negarabangsa.109 Faktor internal dan eksternal sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan luar negeri Amerika Serikat, sistem politik terkait dengan struktur pemerintahan, dinamika dan aktor politik yang berkuasa memiliki peran yang signifikan dalam menentukan kebijakan luar negeri AS. Sementara itu, di sisi lain, faktor-faktor eksternal juga turut berpengaruh dan tidak bisa dihindari bahwa politik regional dan global mempengaruhi kebijakan luar negeri AS. A.
Kebijakan Luar Negeri AS Terhadap Mesir Setelah terpilihnya Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir, AS
melakuan peninjauan ulang kebijakan luar negerinya di negara tersebut. Pemerintahan Obama menerapkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan sejumlah kepentingan Amerika Serikat di negara itu. Hal ini membuat Amerika Serikat melakukan beberapa revisi strategi bantuan 108
James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction. (New York:
The Free Press, 1976), hal. 32. 109
James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction, hal. 15.
51
pembangunan, dan menggunakan diplomasi untuk menyikapi dalam transisi politik dan keamanan Mesir. Amerika Serikat melakukan review terhadap kebijakan luar negerinya di Mesir. Pada kuartal ketiga, Gedung Putih membawa semua lembaga bersama Departemen Luar Negeri, Pentagon, Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan untuk melakukan tinjauan kebijakan strategis yang menyeluruh di Mesir. Dari tinjauan strategis yang didapat, membantu pemerintahan Obama untuk melakukan negosiasi dengan para pemimpin Mesir akhir tahun 2012 dan untuk tahun 2013.110 Dalam upaya menyeimbangkan pemerintahan Mesir ini pemerintahan Obama melakukan diplomasi dengan cara mengutus Hillary Clinton pasca dilantiknya Mursi sebagai Presiden Mesir. Hal ini dilakukan Obama agar Mursi dapat kooperatif dalam menjaga kepentingan-kepentingannya di wilayah ini dan tak membiarkan Mesir jatuh dalam suatu kelompok tertentu. Dalam kunjungan ini AS menawarkan bantuan pemulihan ekonomi kepada Mesir yang sedang berada dalam ketidakpastian ekonomi. Sebulan setelah kunjungan Hillary ke Kairo, US Defense Secretary Leon Panetta juga mengunjungi Kairo. Dalam kunjungan itu Panetta bertemu dengan Presiden Mesir Mursi dan Menteri Pertahanan Mesir Tantawi. Hasil dari pertemuan itu Panetta mengisyaratkan Mursi untuk bertindak secara independen dari pengaruh Ikhwanul Muslimin. Langkah diplomasi yang 110
Center for American Progress Previewing Egypt‘s 2012 Presidential Elections Another Step Forward in
the Country‘s Political Transition—but Not the Last dapat dilihat di https://www.americanprogress.org /issues/security/report/2012/05/23/11553/previewing-egypts-2012-presidential-elections/ diakses pada November 2014
52
12
dilakukan AS adalah usaha untuk menyingkirkan pengaruh Ikwanul Muslimin terhadap Mursi.111 B.
Faktor Internal 1. Struktur Pemerintahan AS Barack Obama merupakan presiden AS yang diusung dari Partai Demokrat.
Pada Pemilu Presiden tanggal 4 November 2008, Obama berhasil mengalahkan John McCain dan menjadi orang Afrika Amerika pertama yang terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.112 Ini merupakan perubahan rezim pemerintahan AS dari awalnya dipimpin oleh George W Bush, yang berasal dari Partai Republik dengan Obama yang berasal dari Partai Demokrat. Partai Demokrat merupakan Partai yang menganut faham liberalisme sedangkan Partai Republik yang menjadi pesaing Obama pada Pemilu Presiden AS pada tanggal 4 November 2008,113 merupakan Partai yang beraliran faham konservatif. Dalam kebijakan luar negeri faham liberalisme lebih mengedepankan pada kerjasama ekonomi, diplomasi dan penyebaran demokrasi. Kebijakan luar negeri AS berubah setelah Obama memenangkan pemilu Presiden di Amerika Serikat.
111
Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship (US
Army War College, 2013), hal.10 112
DuniaPustaka.com Biografi Barak Obama dapat dilihat di http://124.40.251.13/file/biografi-barack-
obama.pdf diakses pada 16 Mei 2015 113
DuniaPustaka.com Biografi Barak Obama diakses pada 15 Mei 2015
53
Dalam mencapai kepentingan nasional AS, Partai Republik mempercayai bahwa hal itu dapat dicapai komitmen mendasar dari pemerintah federal dengan penggunaan militer secara efektif di dunia. Sementara Partai Demokrat dalam mencapai kepentingan nasional AS lebih mengutamakan pada usaha negosiasi dengan negara-negara lain dan bahkan mengurangi budget yang dihabiskan untuk intelijen militer. Demokrat percaya bahwa kepetingan nasional dan keamanan sejati dapat dicapai dari negosiasi dengan negara-negara asing.114 Pada saat Ameria Serikat dipimpin oleh George W Bush, kebijakan luar negeri yang dijalankan olehnya lebih menggunakan Hard Power Approach. Kebijakan ini lebih bersifat militeristik seperti; kebijakan invasi militer AS terhadap Irak dan Afganistan. Sementara Obama sebelum menjadi presiden AS merupakan seorang pegiat Anti-invasi AS terhadap Irak.115 Pemerintahan Barack Obama mengalihkan fokus kebijakan luar negerinya menjauh dari penggunaan kekuatan militer dan lebih mengutamakan jalur diplomasi. Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah menunjukkan semangat untuk menarik diri secara bertahap dari medan perang di beberapa negara. AS keluar dari Irak pada tahun 2011 dan mengakhiri invasi militernya secara resmi di
114
Svgop.com Differences Between Republicans and Democrats dapat dilihat di http://www.svgop.com
/files/Differences%20Between%20Republicans%20and%20Democrats.pdf diakses pada 20 Mei 2015. 115
DuniaPustaka.com Biografi Barak Obama diakses pada 16 Mei 2015
54
Afganistan. Para pejabat AS juga berusaha untuk menghindari keterlibatannya dalam penggunaan militer di Timur Tengah seperti Suriah, Libya dan Mesir.116 Departemen Luar Negeri AS kini banyak memimpin beberapa kebijakan luar negeri yang menjadi prioritas Gedung Putih, termasuk dalam perdamaian antara Israel dan Palestina serta negosiasi untuk menghentikan program nuklir Iran. Namun, Departemen Pertahanan masih memiliki sumber daya yang besar. Anggaran militer AS, meski mengalami sejumlah pemotongan, masih mengalahkan pengeluaran untuk diplomasi dan bantuan luar negeri.117 Terpilihnya Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir menjadi tantangan besar bagi AS. Dalam upaya menyeimbangkan pemerintahan Mesir ini pemerintahan Obama melakukan diplomasi dengan cara mengutus Hillary Clinton pasca dilantiknya Mursi sebagai Presiden Mesir. Hal ini dilakukan Obama agar Mursi dapat kooperatif dalam menjaga kepentingan-kepentingannya di wilayah ini dan tak membiarkan Mesir jatuh dalam suatu kelompok tertentu. Dalam kunjungan ini AS menawarkan bantuan pemulihan ekonomi kepada Mesir yang sedang berada dalam ketidakpastian ekonomi. Sebulan setelah kunjungan Hillary ke Kairo, US Defense Secretary Leon Panetta juga mengunjungi Kairo. Dalam kunjungan itu Panetta bertemu dengan Presiden Mesir Mursi dan Menteri Pertahanan Mesir Tantawi. Hasil dari pertemuan itu Panetta mengisyaratkan Mursi untuk bertindak 116
The New York Times Obama Signals a Shift From Military Might to Diplomacy dapat dilihat di
http://www.nytimes.com/2013/11/26/world/middleeast/longer-term-deal-with-iran.html?_r=0 diakses pada 29 Juni 2015 117
The New York Times Obama Signals a Shift From Military Might to Diplomacy diakses pada 29 Juni
2015
55
secara independen dari pengaruh Ikhwanul Muslimin. Langkah diplomasi yang dilakukan AS adalah usaha untuk menyingkirkan pengaruh Ikwanul Muslimin terhadap Mursi.118 2. Kepentingan Ekonomi AS di Mesir Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah AS terhadap Mesir bertujuan untuk mencapai kepentingan nasionalnya di negeri itu. Salah satu kepentingan AS yaitu motif ekonomi. Meskipun Mesir tidak memiliki sumber kekayaan minyak yang besar seperti negara-negara Teluk akan tetapi Mesir termasuk negara penghasil minyak. Pada tahun 2009 Mesir dan AS menandatangai persetujuan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas alam senilai 30 juta dolar Amerika di negeri itu.119 Perusahaan Minyak Apache Amerika Serikat dan Perusahaan Minyak Mesir milik negara serta Perusahaan Minyak Tharwa Mesir menandatangai persetujuan senilai 30 juta dolar Amerika untuk eksplorasi dan eksploitasi 14 sumur minyak dan gas yang terletak di gurun bagian barat Mesir. Mesir menjadi negara penghasil dan pengekspor energi yang penting bagi AS, penghasilan dari ekspor energi menjadi salah satu sumber penting devisa negara tersebut.120
118
Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship (US
Army War College, 2013), hal.10 119
CRI online Mesir dan AS Tandatangai Persetujuan Eksploitasi Migas dapat dilihat di http://indonesian.cri
.cn/201/2009/08/22/1s100636.htm diakses pada 25 April 2015 120
CRI online Mesir dan AS Tandatangai Persetujuan Eksploitasi Migas diakses pada 25 April 2015
56
Apache Corporation adalah investor terbesar Amerika di Mesir, perusahaan ini bergerak dalam bidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas. Pada tahun 2012 total investasi sahamnya mencapai US $ 8 miliar. Apache memegang lebih dari 11 juta gross hektar atau sekitar sepertiga dari wilayah di Western Desert. Perusahaan minyak Amerika lainnya di Mesir adalah Devon, Amerada Hess, IPR, Merlon, Pan Pacific dan El Paso.121
Menurut Departemen Energi AS, selama ini Mesir memiliki cadangan gas alam sebesar 77 trilium kubik feet atau 2,18 triliun meter kubik. Jumlah cadangan gas yang besar itu menjadikan Mesir sebagai produsen utama gas di wilayah mediterania. Mesir juga mengekspor gas 650 miliar kubik feet sepanjang 2009 dan 30 persen diantaranya melalui El Arish-Ashkelon menuju Israel atau disalurkan melalui Yordania, Suriah dan Lebanon.122
Stabilitas Mesir juga dapat mempengaruhi kepentingan ekonomi AS di kawasan tersebut. AS berusaha menjaga stabilitas Mesir yang salah satunya bertujuan untuk mengamankan kepentingan-kepentingan ekonominya di negeri ini seperti keamanan Terusan Suez. Terusan Suez merupakan wilayah paling penting bagi AS karena merupakan jalur distribusi minyak mentah dunia. Hampir dua juta barel minyak dunia perhari didistribusikan melalui kanal tersebut. Situasi yang
121
American Chamber of Commerce in Egypt Trade Resourses Egypt-US Relation dapat dilihat di
http://www.amcham.org.eg/resources_
publications/Trade_Resources/egypt_us_relations/default.asp?tab=3
diakses pada 15 Mei 2015 122
Bloomberg Egyptian Gas to Israel, Jordan May Halt for Two Weeks dapat dilihat di
http://www.bloomberg.com/news/articles/2011-02-05/egypt-gas-pipeline-feeding-israel-explodes-in-sinaidesert-arabiya-says diakses pada 29 Juni 2015
57
terjadi di Mesir akan berpengaruh terhadap harga minyak dunia, apalagi jika kanal tersebut ditutup, maka pasokan minyak dari Timur Tengah ke Barat termasuk ke AS akan membutuhkan lebih banyak waktu. Karena Jalur Suez membuat kapalkapal tanker menghemat jarak hingga 10 ribu km.123
Dari segi jumlah penduduk, Mesir merupakan negara dengan populasi terpadat dibandingkan negara-negara Arab lainnya. Populasi penduduk yang padat ini menjadikan Mesir sebagai pasar yang besar bagi AS. Mesir adalah rumah investasi yang signifikan bagi AS terutama setelah penemuan cadangan gas yang cukup besar di Mesir.124
Sementara itu, investasi modal non-minyak AS di Mesir 49% adalah perusahaan manufaktur di bidang teknik, farmasi dan tekstil. Diantara investasi besar AS yaitu 3M, American Standard, Coca-Cola, Colgate-Palmolive, General Motors, Gillette, Johnson & Johnson, Pepsico, Pfizer, Proctor & Gamble, BristolMyers, Squibb dan Xerox. Layanan sektor penting lain bagi investasi AS di Mesir mencapai 23% dari modal saham AS di Mesir.125
123
Foreign Affairs Why Suez Still Matters:The Canal that Holds the United States and Egypt Together dapat
dilihat di https://www.foreignaffairs.com/articles/middle-east/2013-12-03/why-suez-still-matters diakses pada 29 Juni 2015 124
CRF Strengthening the U.S.-Egyptian Relationship dapat dilihat di http://www.cfr.org/egypt/strengthening
-us-egyptian-relationship-cfr-paper/p8666 Diakses pada 15 Mei 2015 125
American Chamber of Commerce in Egypt Trade Resourses Egypt-US Relation diakses pada 15 Mei 2015
58
Faktor Eksternal 1.
Kemenangan Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir dari Ikhwanul Muslimin. Revolusi yang terjadi di Mesir pada tahun 2011 berhasil mengakhiri
pemerintahan Husni Mubarak. Sebagaimana yang terjadi di Iran, revolusi Mesir dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan rakyat akan ketidakmampuan pemerintahan Presiden Husni Mubarak dalam mengatasi persoalan kemiskinan, pengangguran, serta terbatasnya akses dalam menyampaikan aspirasi.126 Setelah melalui berbagai protes dan demonstrasi, akhirnya perjuangan rakyat Mesir menuai keberhasilan dengan mundurnya Mubarak pada tahun 2011. Pasca jatuhnya Mubarak, pemerintahan sementara Mesir langsung mengadakan pemilihan umum untuk menentukan presiden terpilih. Pemilihan umum Mesir sendiri berjalan dalam dua putaran. Pada putaran pertama Muhammad Mursi dan Ahmad Syafiq berhasil mengungguli calon-calon lainnya sehingga berhak maju ke putaran kedua. Pada putaran kedua, Muhammad Mursi akhirnya mengalahkan Ahmad Syafiq dan berhak menjadi Presiden Mesir selama lima tahun ke depan.127 Terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir menjadi tantangan baru bagi AS yang dapat mempengaruhi hubungan kedua negara. Sokongan kuat Ikhwanul Muslimin di belakang Presiden Mursi mampu mempengaruhi arah kebijakan luar negeri Mesir untuk lebih kontra dengan Israel dan negara-negara 126
A. Tamburaka, Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur
Tengah, (Yogyakarta: Narasi, , 2011), hal. 69. 127
Aljazeera Celebration in Egypt as Morsi declared winner dapat dilihat di http://www.aljazeera.com
/news/middleeast/2012/06/201262412445190400.html diakses pada 29 Juni 2015
59
Barat, terutama AS. Kemenangan Ikhwanul Muslimin pada pemilihan umum Mesir memberikan bayangan akan terjadinya perubahan ekstrim politik luar negeri Mesir terhadap AS,128 sebagaimana yang pernah dialami oleh Kuba dan Iran. Fenomena revolusi Kuba pada 1959 dan Iran pada tahun 1979 merupakan dua contoh relevan terkait efek revolusi terhadap perubahan politik luar negeri. Revolusi yang terjadi di Kuba berawal dari ketidakpuasan rakyat Kuba akan kediktatoran pemerintahan Presiden Fulgencio Batista yang dekat dengan AS. Pada akhirnya, Presiden Batista digulingkan dan digantikan oleh Fidel Castro yang berhalauan sosialis. Di bawah kepemimpinan Castro, politik luar negeri Kuba terhadap AS mengalami perubahan drastis. Perubahan tersebut dapat dilihat dari kebijakan Kuba dalam melakukan nasionalisasi perusahaan asal AS yang berujung pada putusnya hubungan diplomatik kedua negara.129 Revolusi
Iran pecah
menyusul
ketidakpuasan rakyat
Iran akan
kepemimpinan Mohammad Reza Shah Pahlevi yang dinilai terlalu otoriter dan dekat dengan AS.130 Pemerintahan Pahlevi pada akhirnya tumbang dan digantikan oleh pemerintahan baru yang berlandaskan teologi Islam Syiah di bawah komando Ayatullah Khomeini.131 Pergantian rezim pemerintahan pasca revolusi segera
128
Carnegie Endowment for International Peace President Morsi‘s Effect on Egyptian Foreign Policy dapat
dilihat di http://carnegieendowment.org/2012/09/27/president-morsi-s-effect-on-egyptianforeign-policy/dyom diakses pada 29 Juni 2015 129
Bbc.com timeline: US-Cuba relations dapat dilihat di http://www.bbc.com/news/world-latin-america-
12159943 diakses pada 29 Juni 2015 130
A.M. Ansari, Supremasi Iran: Poros Setan atau Superpower Baru?, (Jakarta: Zahra, 2008), hal. 77.
131
M.M.J. Fischer, Iran: From Religious Dipute to Revolution, (Wisconsin: The University of Wisconsin
Press, 2003), hal. 212.
60
diikuti oleh perubahan ekstrim politik luar negeri Iran terhadap AS. Indikator perubahan tersebut dapat dilihat dari pemutusan hubungan diplomatik dengan AS tidak lama setelah Khomeini berkuasa. Ini merupakan hal yang sangat kontras, mengingat selama beberapa dasawarsa sebelumnya AS merupakan sekutu dekat Iran.132 Muhammad Mursi merupakan sosok presiden yang berasal dari organisasi Ikhwanul Muslimin. Kelompok ini mempunyai rencana untuk menerapkan syariat Islam di Mesir dan mendukung pendirian negara Palestina yang merdeka dari Israel.133 Hal ini menjadi kekhwatiran bagi Barat termasuk Amerika Serikat terhadap pemerintahan baru Mesir di bawah presiden Muhammad Mursi yang didukung oleh Ikhwanul Muslimin. Sementara pada pemerintahan Mubarak sangat dipengaruhi oleh Barat, bahkan hampir semua kebijakannya bersifat kooperatif dengan Amerika Serikat.134 Pada masa itu Mesir berkembang menjadi sekutu dekat Barat dan konsisten sebagai pendukung
Amerika Serikat. Hal ini ditunjukkan dengan
dukungan Mesir pada Barat dan Amerika Serikat dalam konflik Israel-Palestina. Keadaan ini memicu banyak resistensi pada pemerintah Mesir, resistensi ini secara konsisten dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin adalah sebuah pergerakan yang secara konsisten tidak tunduk pada Barat khususnya Amerika Serikat, hal ini disebabkan karena Ikhwanul Muslimin sangat simpatik 132
A.M. Ansari, Supremasi Iran: Poros Setan atau Superpower Baru?, hal.55
133
Bbc.com Profile: Egypt's Muslim Brotherhood dapat dilihat di http://www.bbc.com/news/world-middle-
east-12313405 diakses pada 29 Juni 2015 134
Ashraf Khalil, Liberation Square: Inside the Egyptian Revolution and The Rebirth of A Nation. (New
York: St. Martin‟s Press. 2011.), hal. 21
61
dan memberikan dukungan pada perjuangan Palestina dalam melawan pendudukan Israel yang merupakan sekutu Amerika.135 Ide-ide penolakan imperialisme Barat dan pendudukan Israel atas Palestina berhasil menarik simpati rakyat Mesir terhadap Ikhwanul Muslimin. Hal ini dilihat dari ruang eksistensi Ikhwanul Muslimin melalui kemenangannya dalam Pemilihan Umum Parlemen dan Pemilihan Presiden. Presiden Muhammad Mursi adalah kader Ikhwanul Muslimin yang memenangkan pemilihan presiden demokratis setelah revolusi.136 Kemenangan ini dicapai Ikhawanul Muslimin dengan upaya mengambil hati rakyat Mesir serta dukungan pada aksi massa dan demontrasi tahun 2011 yang lalu. Pasca terpilihnya Mursi sebagai Presiden Mesir, Amerika Serikat mewaspadai pemerintahan baru Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Mursi. Namun AS tetap berusaha untuk menyeimbangkan semua kepentingannya dengan cara mempertahankan hubungan dekat AS dengan militer Mesir. Pemerintahan AS mengancam akan menghukum pemerintahan Mursi jika tidak kooperatif dengan AS dan segala bentuk kebijakannya.137 Bentuk kekecewaan AS terhadap Mesir diawali ketika unjuk rasa para demostran anti Amerika di Kedubes AS di Kairo. Protes ini dilakukan sejumlah kelompok Salafi Mesir dengan cara mengganti bendera AS dengan bendera warna 135
Benny Morris, One State, Two State: Resolving the Israel/Palestine Conflict. (New Heaven: Yale
University Press. 2009), hal. 32-33 136
AlJazeera.
Com
Celebration
in
Egypt
as
Morsi
declared
winner.
http://www.aljazeera.com /news/middleeast/2012/06/201262412445190400.html
Dapat
dilihat
di
Diakses pada 15 Mei
2015 137
Jeremy M Sharp Egypt: Background and US Relations Congressional Research Service (13 September
2012); hal. 7.
62
hitam bertuliskan syahadat. Aksi ini bertepatan dengan sejumlah demonstrasi di beberapa negara mayoritas Muslim yang mengakibatkan terbunuhnya beberapa warga negara AS termasuk Duta besar AS untuk Libya. Pemerintah Mesir tidak merespon secara aktif dan memberikan perlindungan kepada Kedutaan Besar AS. Hal ini membuat Presiden Obama mendesak pemerintahan Mesir untuk responsif dalam melindungi kedutaan dan personil AS di negeri itu. Setelah kejadian itu, Obama dilaporkan tidak menganggap Mesir sebagai sekutu maupun musuhnya.138 Ini merupakan awal dari kebijakan AS di bawah pemerintahan Obama yang menyatakan bahwa Mesir bukan sekutu maupun musuh bagi AS. Hal ini memperlihatkan bahwa AS tetap bersikap secara hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan luar negerinya terhadap Mesir. Bantuan luar negeri tahunan AS tetap digunakan sebagai alat negosiasi dengan Mesir untuk tetap menjaga kepentingankepentingan strategisnya di wilayah itu.
2. Posisi Sentral Mesir di Timur Tengah. Selama akhir tahun 2010 dan berlanjut hingga tahun 2013, kawasan Timur Tengah mengalami sebuah pergolakan politik yang luar biasa, selanjutnya dikenal dengan peristiwa ―Arab Spring‖ (Musim Semi Arab). Musim Semi Arab merupakan suatu istilah yang muncul untuk memberikan sebuah gambaran mengenai bergugurannya satu demi satu penguasa-penguasa diktator di kawasan
138
Jeremy M Sharp Egypt: Background and US Relations Congressional Research Service (10 Januari 2014);
hal. 15.
63
Timur Tengah yang diidentikkan dengan bergugurannya daun-daun pohon satu per satu pada saat musim semi tiba. Suatu proses revolusi yang menjalar sangat cepat serta menggoncangkan stabilitas politik di negara-negara Timur Tengah. Revolusi ini dilakukan oleh rakyat kepada para penguasa mereka dengan membawa pesan yang sama, yaitu menginginkan perubahan secara fundamental terhadap kekuasaan dan mengembalikan kekuasaan kepada rakyat. Peristiwa Arab Spring ini berawal dari pergolakan rakyat di Tunisia, selanjutnya menyebar ke Mesir, Aljazair, Yaman, Bahrain, Libya dan negaranegara lain di Timur Tengah.139 Suriah adalah salah satu negara yang masih bergolak dan menjadi sorotan masyarakat internasional hingga saat ini, terhadap atas jumlah korban jiwa yang sangat banyak dalam proses berjalannya revolusi tersebut serta kecenderungan penggunaan senjata kimia. Tuntutan rakyat Suriah dimotivasi oleh keberhasilan perjuangan rakyat Tunisia, Mesir dan Libya yang berhasil menuntut mundur rezim otoriter. Tuntutan tersebut merupakan akumulasi dari ketidakpuasan rakyat Suriah terhadap pemerintahan Bashar al Assad yang dianggap otoriter. Bashar al-Assad telah berkuasa sejak tahun 2000, mewarisi kekuasaan ayahnya Hafez al-Assad yang berkuasa selama tiga dekade di Suriah.140 Dalam perkembangannya kemudian karakter Islam sangat kuat mewarnai perjuangan rakyat yang diwakili oleh milisi-milisi Islam. Transformasi Timur Tengah memang membelalakkan mata dunia, terlebih bagi Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya dunia yang paling sering 139
Apriadi Tamburaka, Revolusi Timur Tengah Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-negara Timur
Tengah, (Yogyakarta : Penerbit Narasi, 2011), hal. 9 140
Irdayanti, Kebijakan Penolakan Rusia terhadap Strategi Barat di Suriah, Jurnal Transnasional,4 (Juli
2012,hal. 2
64
ikut campur dalam urusan Timur Tengah. Amerika Serikat menginginkan agar posisinya dapat menjadi satu-satunya kekuatan yang dapat menimbulkan dominasi di kawasan tersebut.141 Di lain sisi pasca tumbangnya rezim-rezim otoriter di beberapa Timur Tengah seperti; Tunisia, Libya dan Mesir menimbulkan kekhwatiran Barat akan bangkitnya gerakan fundamentalis Islam. Gerakangarakan fundamentalis Islam ini dikekang dan ditekan untuk bergerak pada saat rezim-rezim otoriter negara-negara itu. Secara umum Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki sejumlah kepentingan di kawasan Timur Tengah baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun militer. Hal tersebut disebabkan karena kawasan Timur Tengah memiliki nilai strategis dalam politik dunia. Nilai-nilai strategis tersebut membuat kawasan Timur Tengah menjadi tempat perebutan dalam menyebarkan pengaruh dan kepentingan bagi negara-negara adidaya dunia, khususnya bagi Amerika Serikat. Oleh sebab itu, para elit pembuat kebijakan AS telah lama mewaspadai potensi radikal dari berbagai macam revolusi yang terjadi di kawasan Timur Tengah, termasuk peristiwa Arab Spring. Mereka selalu menunjukkan kekhawatiran terhadap revolusi-revolusi yang menyimpang dari norma-norma konstitusional, liberal, dan kapitalis Amerika Serikat. Tujuan kebijakan luar negeri Amerika selalu terkait erat dengan pencapaian stabilitas yang dikenal sebagai suatu proses perubahan yang teratur.142
141
Council on Foreign Relations Why Washington Should Focus on the Middle East dapat dilihat di http://www.cfr.org/middle-
east-and-north-africa/near-eastern-promises/p32891 diakses pada 30 Juni 2015 142
Stanley Hoffmann, Dead Ends : American Foreign Policy in the New Cold War (Cambridge : Ballinger,
1983), hal. 11- 12, 275.
65
Dalam peta Timur Tengah, Mesir merupakan wilayah penting untuk tujuan strategis AS. Hal ini karena Mesir berada pada garis lintang yang menjadi lalu lintas minyak dunia. Selain itu Mesir juga menjadi tempat pemberhentian penerbangan dan pengisian bahan bakar untuk pesawat militer AS menuju ke wilayah Timur Tengah. Terusan Suez merupakan jalur air yang menjadi tempat transit utama untuk kapal angkatan laut AS. Jalur air ini dari Mediterania ke Laut Merah dan kemudian ke Laut Arab dan Teluk Persia. Dalam sebuah laporan yang dirilis pada tahun 2006, U.S Government Accountability mencatat bahwa antara 2001 dan 2005 pemerintah Mesir memberikan izin penerbangan terhadap 36.553 pesawat militer AS dan tempat transit 861 kapal angkatan laut AS melalui Terusan Suez.143 Angka tersebut menggarisbawahi pentingnya Mesir untuk perencanaan strategis AS. Selain itu, wilayah Mesir yang berbatasan dengan Israel dan Jalur Gaza menjadikan Mesir sebagai aktor penting, strategis dan politis dalam proses perdamaian Israel-Palestina. Mesir juga berbatasan dengan Libya di sebelah barat dan Sudan selatan, kedua negara yang dapat mempengaruhi keamanan wilayah itu.144 Secara historis sejak pemerintahan Mesir di bawah Anwar Sadat pada tahun 1970-an, Mesir dianggap sebagai aset strategis yang penting bagi Amerika
143
U.S. Government Accountability Office Security Assistance: State and DOD Need to Assess How the
Foreign Military Financing Program for Egypt Achieves U.S. Foreign Policy and Security Goals dapat dilihat di http://www.gao.gov/assets/250/249656.html diakses pada 18 Mei 2015. 144
Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship (US
Army War College, 2013) (Strategic Studies Institute and U.S. Army War College Press, 2013), hal.3.
66
Serikat. AS memprakarsai perjanjian damai Mesir-Israel pada tahun 1979 yang dikenal dengan perjanjian Camp David. Meskipun pada saat itu Mesir menandatangani perjanjian ini untuk kepentingan keamanan nasionalnya sendiri, AS juga mempunyai tujuan strategis yaitu untuk menahan pengaruh Uni Soviet dan mengurangi kemungkinan perang Arab-Israel.145 Sejak saat itu, Mesir menjadi penerima bantuan utama keuangan AS dengan nilai bantuan sekitar $ 1,3 miliar untuk militer serta bantuan substansial sipil sebesar $ 800.000.000 pertahun.146 Bantuan ini terutama bantuan militer, dipandang sebagai barometer penting dari dukungan AS untuk Mesir. Dalam perspektif Mesir, bantuan Amerika Serikat diberikan sebagai incentive bagi negara itu untuk mengamankan segala kepentingan strategis AS di wilayah itu.147 Hubugan bilateral yang terjalin sejak lama antara AS dengan Mesir telah menghasilkan beberapa generasi perwira militer Mesir yang mendapatkan pendidikan dan doktrin militer AS. Hal ini menguntungkan AS terutama pembelian peralatan militer Mesir yang dibeli dari AS. Selain itu AS mengadakan latihan militer bersama dua tahunan dengan Mesir yang dikenal dengan sebutan
145
Gregory L. Aftandilian, Egypt‘s Bid for Arab Leadership: Implications for U.S. Policy, hal.65-66.
146
Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship, hal.
4. 147
Pbs NewsHour Why Is Egypt‘s Millitary Using Strong Armed-Tactic? Dapat dilihat di http://www.pbs.org
/newshour/bb/world-jan-june12-egypt2_01-02/ diakses pada 18 Mei 2015 Why Is Egypt‟s
67
Bright Star. latihan militer bersama ini telah membantu Amerika Serikat di saat krisis Perang Teluk pertama 1990-1991.148 Meskipun Perang Dingin berakhir, Mesir tetap menjadi wilayah perencanaan strategis AS di Timur Tengah. Di bawah pemerintahan Mursi, kepentingan-kepentingan AS menjadi terancam di wilayah ini terutama keamanan Israel.149 Mengambil tindakan yang bersifat militeristik dan menghentikan bantuan tahunan bukan tindakan yang menguntungkan bagi AS. Karena jika tindakan itu dilakukan maka akan membuat Mesir mengikuti jejak revolusi Iran yang awalnya bersahabat dengan AS lalu kemudian menjadi musuh yang lebih mengancam bagi negara itu. D. Implikasi Kebijakan Luar Negeri AS di Mesir terhadap Kawasan Regional Timur Tengah AS tetap berusaha menjalin hubungan baik dengan Mesir, meskipun AS mewaspadai Mesir di bawah pemerintahan Mursi.150 Bagi AS stabilitas Mesir dapat mengamankan kepentingan-kepentingannya di wilayah ini. Keamanan Terusan Suez dan jaminan keamanan bagi Israel menjadi prioritas utama kebijakan luar negeri AS di wilayah ini.151 Di sisi lain, Mursi menjadi ancaman
148
Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship, hal.
5. 149
Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship, hal.
6. 150
Jeremy M Sharp Egypt: Background and US Relations Congressional Research Service (13 September
2012); hal. 1 151
Jeremy M Sharp Egypt: Background and US Relation; hal. 6
68
untuk keberlangsungan perjanjian perdamaian Arab-Israel yang digagas oleh Sadat. Upaya diplomasi dijalankan AS dengan cara mengutus Hillary Clinton pasca dilantiknya Mursi sebagai Presiden Mesir. Sebulan setelah kunjungan Hillary ke Kairo, AS mengutus US Defense Secretary Leon Panetta juga mengunjungi Kairo. Langkah diplomasi yang dilakukan AS adalah sebagai usaha untuk menyingkirkan pengaruh Ikwanul Muslimin terhadap Mursi dan membujuk Mursi untuk kooperatif dengan AS terutama dalam menjaga perdamaian Israel dan keamanan jalur Suez.152 Saat menjadi presiden Mesir, Mursi menjalin hubungan baik dengan Iran. Hal ini ditunjukkan dengan disambut baiknya Wakil Presiden Iran saat berkunjug ke Kairo. Setelah kunjungan itu, Mursi pun mengunjungi Iran sebagai i‟tikad untuk serius menjalin hubungan yang baik dengan negara itu. Meskipun Mursi menjalin hubungan baik dengan Iran akan tetapi Mursi tidak ingin hubungannya dengan AS dan Saudi memburuk.153 Bagi AS Iran merupakan negara yang menjadi ancaman bagi kepentingannya di wilayah Timur Tengah, terutama tentang pengayaan uranium negara itu yang diduga dikembangkan menjadi senjata nuklir. Kebijakan AS untuk tidak menjadikan Mesir sebagai sekutu maupun musuh mereka di Timur tengah pada masa pemerintahan Mursi menjadikan stabilitas
152
Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship, hal.
10 153
Gregory Aftandilian Egypt‘s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship, hal.
18.
69
regional ini tetap terkontrol. AS berkomitmen untuk tetap memberikan bantuan keuangan tahunan kepada Mesir yang tengah mengalami keterpurukan ekonomi. Tujuan dari pemberian bantuan ini adalah agar pemerintahan Mursi dapat kooperatif dengan AS dalam mengamankan kepentingan-kepentingannya di wilayah itu.154 Pengaruh dari kebijakan luar AS yang lebih mengutamakan upaya diplomasi di Mesir terhadap regional Timur Tengah pertama, distribusi minyak dunia melalui Terusan Suez dari Timur Tengah tetap berjalan. Bahkan menurut departemen statistik navigasi kanal internasional pengiriman minyak melalui Terusan Suez pada tahun 2012 meningkat 22,5 persen dibandingkan dengan 2011. Beban yang dibawa oleh kapal tanker minyak lebih tinggi pada tahun 2012 daripada empat tahun sebelumnya, mencapai 140.800.000 ton tahun itu, dibandingkan dengan 115.100.000 pada tahun 2011.155 Kedua, Mesir tetap menghormati perjanjian damai dengan Israel.156 Ini merupakan salah satu pengaruh dari kebijakan luar negeri AS terhadap pemerintahan Mursi. Bagi AS keamanan Israel merupakan prioritas utama dalam kebijakan luar negerinya di Timur Tengah. Bantuan luar negeri yang diberikan AS kepada Mesir adalah sebagai konvensasi dari penjanjian damai antara Mesir
154
Jeremy M Sharp Egypt: Background and US Relations Congressional Research Service (10 Januari 2014);
hal. 7. 155
Egypt Independent.com Oil shipments through Suez Canal at four-year high in 2012 dapat dilihat di
http://www.egyptindependent.com/news/oil-shipments-through-suez-canal-four-year-high-2012 diakses pada 01 Juni 2015 156
DW.DE Kebijakan Luar Negeri Baru Presiden Mursi dapat dilihat di http://www.dw.de/kebijakan-luar-
negeri-baru-presiden-mursi/a-16257699 diakses pada 01 Juni 2012
70
dengan Israel yang ditandatangani oleh Anwar Sadat pada waktu itu. Bantuan luar negeri tahunan AS kepada Mesir menjadi alat negosiasi yang digunakan untuk mencapai kepentingan-kepentingan AS di negara tersebut.
71
BAB V PENUTUP
Setelah terpilihnya Muhammed Mursi menjadi Presiden Mesir pada Pemilihan Umum Presiden pada tahun 2012, AS melakukan peninjauan ulang tentang kebijakan luar negerinya di negara itu. Kebijakan yang dijalankan AS itu sebagai upaya untuk menyeimbangi pemerintahan baru Mesir dan menjaga kepentingan-kepentingan nasionalnya di negara tersebut. Terpilihnya Mursi yang diusung dari organisasi Ihkwanul Muslimin menjadi ancaman bagi kepentingankepentingan AS di Mesir. Hal ini karena sikap Ikhwanul Muslimin yang ingin menerapkan hukum Islam di Mesir dan mendukung kemerdekaan Palestina serta mengecam pendudukan Israel atas negara itu. Untuk mencegah memburuknya hubungan AS dengan Mesir, AS melakukan upaya diplomasi dengan cara mengutus Hillary Clinton ke Kairo pasca dilantiknya Mursi sebagai Presiden Mesir. Upaya itu dilakukan agar Mursi dapat kooperatif dalam menjaga kepentingan-kepentingan AS di wilayah Timur Tengah. Sebulan setelah kunjungan Hillary ke Kairo, AS kembali mengutus US Defense Secretary Leon Panetta ke Mesir. Dalam kunjungan itu Panetta bertemu dengan Presiden Mursi dan Menteri Pertahanan Mesir Tantawi. Hasil dari pertemuan itu Panetta mengisyaratkan Mursi untuk bertindak secara independen dari pengaruh Ikhwanul Muslimin. Langkah diplomasi yang dilakukan AS adalah sebagai usaha untuk menyingkirkan pengaruh Ikwanul Muslimin terhadap Mursi
72
Kebijakan luar negeri yang dijalankan AS terhadap Mesir pasca terpilihnya Mursi menjadi presiden tidak terlepas dari faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kebijakan AS itu pertama, struktur pemerintahan. AS adala negara yang menerapkan sistem presidensial yang memiliki posisi yang relatif kuat di pemerintahan. Barack Obama merupakan presiden AS yang terpilih dan diusung dari partai Demokrat. Partai ini berkeyakinan
bahwa
dalam
mencapai
kepentingan
nasional
AS
lebih
mengutamakan pada usaha negosiasi dengan negara-negara lain dan bahkan mengurangi budget yang dihabiskan untuk intelijen militer. Demokrat percaya bahwa kepetingan nasional dan keamanan sejati dapat dicapai dari negosiasi dengan negara-negara asing. Kedua, kepentingan ekonomi menjadi salah satu motif kebijakan luar negeri AS. Meskipun Mesir bukan negara penghasil minyak yang besar seperti nagara-negara Teluk tetapi Mesir menjadi negara penghasil dan pengekspor energi yang penting bagi AS. Cadangan gas alam Mesir sebesar 77 trilium kubik feet atau 2,18 triliun meter kubik. Jumlah cadangan gas yang besar itu menjadikan Mesir sebagai produsen utama gas di wilayah mediterania. Pada tahun 2012 total investasi AS dalam eksplorasi minyak dan gas di Mesir melalui perusahaan minyak dan gas Apache mencapai US $ 8 miliar. Selain itu stabilitas Terusan Suez juga menjadi concern bagi kepentingan ekonomi AS. Hal ini karena Terusan Suez menjadi jalur yang dilalui oleh kapal-kapal distribusi minyak dari Timur Tengah ke Eropa dan Amerika. Penutupan Terusan Suez dapat merugikan Barat termasuk AS dan menjadikan harga minyak dunia melonjak tinggi.
73
Sementara faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan AS terhadap Mesir yang pertama yaitu konstelasi politik regional Timur Tengah. Peristiwa Arab Spring yang berawal dari pergolakan rakyat di Tunisia, selanjutnya menyebar ke Mesir, Aljazair, Yaman, Bahrain, Libya dan negara-negara lain di Timur Tengah merupakan revolusi
yang menjalar sangat
cepat
serta
menggoncangkan stabilitas politik di negara-negara Timur Tengah. Revolusi ini berhasil menumbangkan rezim diktator yang telah lama berkuasa. Tumbangnya rezim-rezim diktator di beberapa negara Timur Tengah membuka kesempatan bagi para kaum fundamentalis Islam untuk menguasai negara-negara itu. Kelompok fundamentalis Islam merupakan ancaman bagi kepentingan AS di Timur Tengah seperti keamanan Israel dan keamanan Talur Suez. Sebelum revousi Arab Spring kelompok-kelompok ini ditekan oleh rezim-rezim otoriter yang beberapa bersekutu dengan AS bahkan keberadaan organisasi tersebut dilarang di beberapa negara termasuk organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir. Sejarah revolusi Iran merupakan contoh yang relevan terhadap kebangkitan kelompok fundamentalis Islam yang sangat merugikan kepentingan AS di negara itu.
74
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik (Eds), Ensiklopedi Tematis Hukum Islam, Dinamika Masa Kini, Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, t.th Aftandilian, Gregory Egypt’s New Regime and The Future of The US-Egyptian Strategic Relationship US Army War College, 2013 Amstutz R. Mark , International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics, Madison: Brown & Benchmark,1995. Ansari, A.M. Supremasi Iran: Poros Setan atau Superpower Baru?, Jakarta: Zahra, 2008 Breuning Marijke, Foreign Policy Analysis: A Comparative Introducction, New York: Palgrave Macmillan, 2007. Chakravarti, Anand , Book Review, The Politics of Scarcity by Myron Weiner. Asia Publishing House, 1963. C. Plano,
Jack dan Olton Roy Kamus Hubungan Internasional, Bandung:
Abardin, 1999. Cook, S.A. Rulling but not Governing, Baltimore: John Hopkin University Press, , 2007. Copeland, Miles The Game of Nations: The Amorality of Power Politics, New York: Simon and Schuster, 1969.
Daraj, Susan Muadi Modern world leaders Husni Mubarak , USA: Chealse House Publishers, 2007. Downer Alexander dan Tim Fischer, in the National Interest Australia’s Foreign Policy and Trade With Paper. Commonwealth of Australia, 2013. Dunne, Michelle ―Egypt: From Stagnation to Revolution,‖ in America’s Challenges in the Greater Middle East: The Obama Administration’s Policies, ed. Shahram Akbarzadeh, New York: Palgrave Macmillan, 2011 Efendi, Mochtar Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001. Fadulullah, Mahadi Titik Temu Agama dan Politik, Analisa Pemikiran Sayyid Qutb, Solo: Ramadhani, 1991. Fidrmuc, Jan dan Abdul G. Naury, Interest Groups, Stakeholders, and The Distribution of Benefits and Cost of Reform. Prepared for the GDN Global Research Project: Understanding Reform, 2003. Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Edisi ke-2 Jakarta: Yayasan Pusaka Obor Indonesia, 2011. Fischer, M.M.J. Iran: From Religious Dipute to Revolution, Wisconsin: The University of Wisconsin Press, 2003. Gerges, A. Fawas. Amerika Serikat dan Islam Politik, Jakarta: Alvabet, 2002. Griffith, M dan O‟callaghan, Tery, International key concepts, New York: Routledge, 2002.
Hahn L, Peter The United States, Great Britain, and Egypt, 1945–1956, Chapel Hill: University of North Carolina Press, 1991. Han L. Peter Historical of US Relations with Middle East, UK:The Scarecrow Press, Inc. Lanham, Maryland • Toronto • Plymouth, 2007. Hermawati, Sejara Agama dan Bangsa Yahudi,
Jakarta: PT Raja Grfindo
Persada. 2005. Heywood, Andrew , Essentials of UK Politic, 2nd Editions. UK: Palgrave Macmillan, 2011. Hopwood Derek, Egypt Politics and Society 1945-1981, London: George Allen & Unwin, 1982. Hoffmann, Stanley Dead Ends : American Foreign Policy in the New Cold War, Cambridge : Ballinger, 1983. Huntington, P. Samuel, Tertib Politik di Dalam Masyarakat yang Sedang Berubah, Buku ke-2, Jakarta: Rajawali, 1983. Jemadu, Aleksius Politik Global dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008. J Holsti K, International Politics: A Framework for Analysis New Jersey: Prentice- Hal, Ltd, 1977. Khalil, Ashraf. Liberation Square: Inside the Egyptian Revolution and The Rebirth of A Nation. New York: St. Martin‟s Press. 2011.
Laeny Sulistyawati Rr. , Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Militer Mesir,2011. Latham, Earl , American Politics and Goverment. Washington D.C:Voice of America, 1973. Lawrence, W. Newman, Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approach. Boston: Pearson Education, Inc, 2007. Mas‟oed, Mochtar. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta: LP3ES, 1994 Mint, Alex dan Karl DeRouen, Undestanding Foreign Policy Decision Making . New York: Cambridge University Press, 2010. Morgenthau, Hans J. , Politic Among Nations: The Struggle for Power and Peace-7 ed. New York: McGraw-Hill, 2006. Morris, Benny. One State, Two State: Resolving the Israel/Palestine Conflict, New Heaven: Yale University Press. 2009. Mulia , Tafwid Hubungan Perdagangan Mesir-AS (Periode 2000-2002), Jakarta: Skripsi, UNAS, 2006. Najib, Ghadbian, Democratization and Islamist Challenge in the Arab World, Boulder Co: Westview Press,1997. Nasution, Harun (Eds), Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992. Omar A, Sheira Towards a way out of the Egyptian Dillema: New Lessons for And Old Regime. Tilburg: Tilburg University, T.th. Perlmutter, Amos The Military and Politics in Modern Times, New Haven: Yale University Press, 1977.
Plano, Jack C.
dan Olton, Roy Kamus Hubungan Internasional. Bandung:
Abardin, 1999. Rahman, R Agus. „Militer dan Demokratisasi di Mesir‟, dalam Syamsumar Dam (ed.), Militer dan Demokratisasi di Nigeria, Mesir dan Afrika Selatan, Jakarta: Pusat Penelitian Politik, 2001. Rosenau, N James., Boyd, Gavin , Thompson, W Kenneth, World Politics: An Introduction, New York: The Free Press, 1976 Roosevelt, Kermit Arabs, Oil, and History, New York: Harper, 1949. Saikal, Amin, Islam dan Barat, Konflik atau Kerjasama, Jakarta: Sanabil. 2006. Satloff, B Robert . Army and Politics in Mubarak’s Egypt, Washington D.C: The Washington Institute for Near East Policy,1988. Springborg, Robert Mubarak’s Egypt: Fragmentation of Political Order, Boulder CO: Westview Press, 1989 Sulistyawati, Rr. Laeny, Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Militer Mesir, Skripsi, 2011 Soeprapto, R. Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: Rajawali Pers, 1997. Tamburaka, A Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur Tengah, Yogyakarta: Narasi, , 2011 W, John Creswell, Reseach design: Qualitative and Quantitative Approaches. Thausan Oaks: SAGE Publications, Inc, 1994. Watts, Ducan , Pressure Group. Manchester:: Edinburgh University Press Ltd, 2007
Zurn, Michael dan Gregor Walter, ed, Globalizing Interest: Pressure Groups and Denationalization. New York Press, 2005.
Jurnal
Abdurahman Bulbul, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis:
Ditandai
Persaingan
antara
Demokrat
Islam
dengan
Militer”,Jurnal Online Westphalia 13, (Januari-Juni 2014) Cooper, C.f.: “Demilitarization of Egyptian Cabinet,” International Journal of Middle East Studies, 14 (May 1982) El Fegiery, Moataz „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, FRIDEPolicy Brief, 134 (August 2012 Hassan, A Hamdy . Civil Society in Egypt under the Mubarak Regime Afro Asian Journal of Social Sciences 2, Quarter II 2011 Irdayanti, Kebijakan Penolakan Rusia terhadap Strategi Barat di Suriah, Jurnal Transnasional,4 (Juli 2012 Lisbet, “ Krisis Politik Mesir dan Posisi Indonesia,”Info Singkat Hubungan Internasional 5 (Juli 2013): 5.
Internet dan Berita Online
About.com “US Foreign Policy:The US-Egyptian Relations‖ dapat dilihat di http://usforeignpolicy.about.com/od/countryprofi3/p/usegyptprofile.htm diakses pada 08 Maret 2015 Al Jazeera. Celebration in Egypt as Morsi declared winner. Dapat dilihat di http://www.aljazeera.com /news/middleeast/2012/06/201262412445190400.html
Diakses pada 15
Mei 2015 American
Chamber
of
Commerce
in
Egypt
dapat
dilihat
di
http://www.amcham.org.eg/resourcespublications/Trade_Resources/egypt_u s_relations/default.asp?tab=3 diakses pada 15 Mei 2015 Bbc.co.uk Partai-Partai Islam Menang dalam Pemilu dapat dilihat di http://www.bbc.co.uk/indonesia/ dunia/2012/01/120121_mesir_pemilu.shtml diakses pada 13 April 2015 Center for Progress Previewing Egypt’s 2012 Presidential Elections Another Step Forward in the Country’s Political Transition—but Not the Last dilihat 12/11/2014https://www.americanprogress.org/issues/security/report/2012/0 5/23/11553/previewing-egypts-2012-presidential-elections/ CJPME.org Egyptian Parliamentary Elections 2011/2012 dapat dilihat di http://www.cjpmo.org/Display Document.aspx?DocumentID=2074 diakses pasa 13 April 2015
Country Studies.us The Revolution and the Early Years of the New Government: 1952-56 dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt/32.htm diakses pada 05 April 2015 CRF
Strengthening
the
U.S.-Egyptian
Relationship
dapat
dilihat
http://www.cfr.org/egypt/strengthening-us-egyptian-relationship-cfr
di
paper
/p8666 Diakses pada 15 Mei 2015 CRI online Mesir dan AS Tandatangai Persetujuan Eksploitasi Migas dapat dilihat di http://indonesian.cri .cn/201/2009/08/22/1s100636.htm diakses pada 25 April 2015 Diplomats Handbook, Egypt: Will Democracy Succeed the Pharaoh? (daring), dapat
dilihat
di
http://www.diplomatshandbook.org/pdf/Handbook_
Egypt.pdf diakses pada 13 April 2015 DuniaPustaka.com
Biografi
Barak
Obama
dapat
dilihat
di
http://124.40.251.13/file/biografi-barack-obama.pdf diakses pada 16 Mei 2015 DW.DE Kebijakan Luar Negeri Baru Presiden Mursi dapat dilihat di http://www.dw.de/kebijakan-luar-negeri-baru-presiden-mursi/a-16257699 diakses pada 01 Juni 2012 Egypt Independent.com Oil shipments through Suez Canal at four-year high in 2012
dapat
dilihat
di
http://www.egyptindependent.com/news/oil-
shipments-through-suez-canal-four-year-high-2012 diakses pada 01 Juni 2015
Kompas.com Mesir Gelar Pilpres pada 26 dan 27 Mei 2014 dilihat 12/11/2014 http://internasional.kompas.com/read/2014/03/30/2214431/Mesir.Gelar.Pilp res.pada.26.dan.27.Mei.2014 Library of Congress, Federal Research Division, Egypt: A Country Study, dapat dilihat di http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/egtoc.html diakses pada 24 Maret 2015 Longman Dictionary of Contemporary English Geopolitics dilihat pada 10/11/2014. http://www.ldoceonline.com/dictionary/geopolitics PBS Why Is Egypt’s Millitary Using Strong Armed-Tactic? Dapat dilihat di http://www.pbs.org/newshour/bb/world-jan-june12-egypt2_01-02/
diakses
pada 18 Mei 2015 Republika.co.id Mesir Hentikan Pasokan Gas ke Israel dan Yordania dapat dilihat di http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/11/04/27/lkbcmnmesir-hentikan-pasokan-gas-ke-israel -dan-yordania diakses pada 15 Mei 2015. Sharp. M Jeremy “Egypt: Background and U.S. Relations” CRS Report for Congress
2:RL33003,
12
Agustus
2008
dapat
dilihat
di
http://fpc.state.gov/documents/organization/109518.pdf diakses pada 13 Maret 2015.
Svgop.com Differences Between Republicans and Democrats dapat dilihat di http://www.svgop.com/files/Differences%20Between%20Republicans%20a nd%20Democrats.pdf diakses pada 20 Mei 2015.
The Guardian What the Caused Revolution in Egypt? Dapat dilihat di http://www.theguardian.com/global-development/poverty-matters/2011/feb /17/what-caused-egyptian-revolution diakses pada 05 April 2015 U.S. Government Accountability Office Security Assistance: State and DOD Need to Assess How the Foreign Military Financing Program for Egypt Achieves U.S.
Foreign
Policy
and
Security
Goals
dapat
dilihat
di
http://www.gao.gov/assets/250/249656.html diakses pada 18 Mei 2015. Quantara.de, The Mubarak System without Mubarak dapat dilihat di http://en.qantara.de/content/political-upheaval-in-egypt-the-mubarak-system -without-mubarak?wc_c=7155 diakses pada 19 April 2015