KEBIJAKAN ASEAN DALAM MENANGANI MASALAH DRUGS TRAFFICKING DI INDONESIA
PERIODE 2003-2008 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial
Oleh NATIQOH NIM. 106083003631
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAK ULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UIN SYARIF H IDAYATULLAH JAK ARTA 2011
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Nege i (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Maret 2011
Natiqoh
ABSTRAK Dengan semakin maraknya arus globalisasi dan merebaknya dampak sosial dari krisis ekonomi dan moneter di Kawasan Asia Tenggara, telah menyebabkan semakin meningkatnya aksi-aksi kejahatan yang melintas batas. Bentuk dan aksi kejahatan ini salah satunya adalah masalah drugs trafficking. Dengan kondisi seperti ini, maka perdagangan dan peredaran narkotika obat-obatan terlarang bukan saja menjadi ancaman keamanan masing-masing negara anggota ASEAN. Dari sisi yang sama, ia telah menjadi suatu ancaman keamanan bagi ketahanan regional ASEAN secara keseluruhan, baik untuk saat ini maupun pada masa yang akan datang. Hal ini mengingat sasaran dari pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang adalah generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa di masa depan dan mengancam human security. Mengingat kondisi tersebut, maka dalam skripsi ini penulis menganalisis kebijakan ASEAN dalam menangani masalah drugs trafficking di Indonesia pada periode 2003-2008. Tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana kebijakan dalam menangani masalah drugs trafficking di Indonesia, serta melihat bagaimana implementasi dari hasil kerjasama ASEAN tersebut untuk direalisasikan di negara ASEAN khususnya Indonesia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis menemukan hasil dari kebijakan ASEAN itu adalah mengadakan kerjasama dengan anggota ASEAN menyangkut masalah drugs trafficking. Kerjasama tersebut dengan melihat perkembangan kebijakan yang dilakukan ASEAN serta program aksi dan strategi ASOD (ASEAN Senior Officials on Drugs Matters) sebagai institusi ASEAN. Sementara kelemahan dari kerjasama ASEAN yang paling mendasar dalam up aya mengatasi masalah drugs trafficking ini adalah kurangnya sumberdaya manusia yang memadai dan sumber dana yang mencukupi. Pendekatan konsep penelitian ini dengan menggunakan tiga teori yang pertama kerjasama regional dimana ASEAN ini adalah sekumpulan negara yang memiliki kedekatan geografis karena berada dalam satu wilayah tertentu, yang kedua keamanan dimana masalah keamanan ini cenderung bersifat laten, dinamis dan multidimensial, yang implikasinya tidak hanya terbatas pada suatu negara, tetapi lintas negara. Yang ketiga human security dimana dampak dari drugs trafficking ini mengancam keamanan manusia itu sendiri.
Kata Kunci: Drugs Trafficking , Human Security, Transnational Crime,
Security, Non-Konvensional
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kemudahan yang diberikan oleh -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercuarah dan terlimpah kepada
Nabi Muhammad saw. Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima
dan
saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.
Prof.Dr.Bachtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Dina Afrianty, Ph.D., selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Agus Nilmada Azmi, M.Si., sebagai Sekertaris Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Ali Munhanif, Ph.D selaku pembimbing akademik Jurusan
ungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5.
Bapak Drs.Armein daulay M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang penuh dengan rasa sabar dalam memberikan arahan, saran serta motivasi selama penulisan skripsi ini. “Terimakasih banyak pak, semoga segala kebaikan dan ketulusan yang Bapak berikan menjadi amal shaleh dan juga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat.”
6.
Seluruh Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nazaruddin Nasution, SH, MA., Kiky Rizky MSi., Adian Firnas, MSi., Rahmi Fitriyanti MSi., yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membant penulis dalam meyelesaikan tugasnya sebagai mahasisw i. Kenangan belajar bersama dosen -dosen tsb akan selalu terpatri dalam hati penulis selamanya.
7.
Segenap pihak Kementrian Luar Negeri RI Direktorat Jendral Kerjasama Fungsional ASEAN dan segenap Sekertariat Badan Narkotika Nasional RI yang telah membantu penulis dalam penyediaan data-data yang berkaitan dengan skripsi ini.
8.
Kedua orang tua ku tercinta Ayahanda H.Madsyukra dan Ibunda Hj.Siti Hamrah yang tanpa pernah lelah selalu memberikan senyuman serta tetesan air mata do’a untuk kesuksesan anak-anaknya.
9.
Kakak -kakaku tercinta Ulumuddin, zein Qursayni, Fahrurrozi, Siti Hanah, Jamaluddin, Ja’far Sidiq, Ubaydillah. yang selalu memberikan semangat dalam selimut cinta dan kasih. keponakan -keponakanku, Lia, Ebah, Zaky, Fauziah, Mu2s, Fadil, Ubad, Abi, Alif, Ziska yang menghibur dan penyemangat penulis.
10.
Tuk seorang yang sangat berarti “Ma’mun Ibni Khidir S.HI” yang selalu setia mendampingi dan menghibur penulis, serta penyemangat, yang telah menjadi cinta yang setia, serta menghiburku dikala penulis mengalami kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini.
11.
Sahabat-sahabatku Crista MC Auliffe, Dian Erlita Aristya, Murni Habibah yang telah memberikan arti sebuah ketulusan dalam bingkai persahabatan, juga buat Neni Herdiyani, Hastri Nurdiyanti, Nayla Hidayah, Lina Herlina, Musyrifah, Aldi Wandra Terima kasih tuk semua canda tawa serta tempat
dalam berbagi suka dan duka. 12.
Teman-temanku, Anne Normadiah, Ita Fatimah, Hazrina, Dzuriah Tiara Hany, Ayu Yukhairoh, Astrid Ismulyanti, Izun Nahdliya, Dwi Wahyuni, Umi Kulsum, Shinta Octalia, Insan Maulidy, Agus Firmansyah, Khairul Umam, Eko Fernanda, Bernardy Ferdiansyah. Kalian adalah keluarga kecilku yang penuh kehangatan, terima kasih tuk sekotak senyuman yang diberikan bagi penulis ketika penulis menghadapi masa-masa sulit.
13.
Teman-teman Mahasiswa/Mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional kelas A dan B angkatan 2006, 2007, 2008, 2009 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
14.
Saudara dan sahabat-sahabatku di Banjaran-Bandung, yang telah banyak mengajarkan diri ini untuk menjadi pribadi yang ramah dan sederhana.
15.
Serta Besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat menambah khazanah keilmuan dan bermanfaat bagi banyak pihak. Penulis sadar bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis berharap peneliti-peneliti selanjutnya dapat melakukan p erbaikan.
Akhir kata penulis ucapkan. Jazakumullah Khairan Katsirin
Jakarta, 18 Maret 2010
Natiqoh
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI...................................................................................................
viii
DAFTAR SINGKATAN ...............................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiv
DAFTAR GRAFIK........................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang .............................................................................
1
I.2 Rumusan Masalah........................................................................
9
I.3 Tujuan Penelitian .........................................................................
10
I.4 Tinjauan Pustaka..........................................................................
10
I.5 Kerangka Pemikiran ....................................................................
12
1.5.1 Konsep Kerjasama Regional .............................................
12
1.5.2 Konsep Keamanan .............................................................
14
1.5.3 Kon sep Human Security.....................................................
19
I.6 Metode Penelitian ........................................................................
24
I.7 Sistematika Penulisan ..................................................................
26
BAB II PERMASALAHAN DRUGS TRAFFICKING DAN DAMPAKNYA TERHADAP HUMAN SECURITY II.1 Gambaran Umum Masalah Drugs Trafficking ........................
28
II.1. 1 Masalah Drugs Trafficking di Segi Tiga Emas (Golden Triangle)...........................................................................
32
II.1.2 Produksi dan Jalur Peredaran Drugs Trafficking di Segitiga Emas (Golden Triangle)..................................................
37
II.2 Dampak dari Masalah Drugs Trafficking Terhadap Human
Security.......................................................................................
41
II.2.1 Dampak terhadap Dimensi Politik ...............................
42
II.2.2 Dampak terhadap Dimensi Ekonomi...........................
44
II.2.3 Dampak terhadap Dimensi Sosial................................
47
II.2.4 Dampak terhadap Dimensi Budaya .............................
50
II.2.5 Dampak terhadap Dimensi Kesehatan .......................
50
II.2.6 Dampak terhadap Dimensi Penegak Hukum ..............
51
II.2.7 Dampak terhadap Dimensi Keamanan Nasional ........
53
BAB III GAMBARAN UMUM MASALAH DRUGS TRAFFICKING DI
INDONESIA III.1 Masalah Drugs Trafficking di Indonesia .............................
55
III.2 Jenis Narkotika dan Obat-obatan Terlarang di Indonesia ..
56
III.3 Produksi Narkotika dan Obat-obatan Terlarang di Indonesia ..............................................................................
63
III.4 Jalur Peredaran Narkotika dan Obat-obatan Terlarang di Indonesia .............................................................................
BAB IV
ANALISIS
KEBIJAKAN
ASEAN
DALAM
65
MENANGANI
MASALAH DRUGS TRAFFICKING DI INDONESIA IV.1 Kebijakan ASEAN dalam Menangani Masalah Narkotika dan Obat-obatan terlarang....................................................
73
IV.1.1 Perkembangan Kerjasama ASEAN ...........................
79
IV.1.2 Program Perkembangan Aksi ASEAN ......................
88
IV.1.3 Perkembangan Strategi Kerjasama ASEAN .............
91
IV.2 Implementasi Kerjasama ASEAN dalam Menangani Masalah Narkotika dan Obat-obatan Terlarang di Indonesia ...........
97
IV.3 Hambatan Kerjasama ASEAN dalam Menangani Masalah Narkotika dan Obat-obatan Terlarang .................................
101
IV.3.1 Kurangnya komitmen dari Negara -negara Anggota .
102
IV.3.2 Permasalahan Dana ( Fund ) ........................................
104
IV.3.3 Hambatan dari Faktor Geografis ASEAN .................
104
BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan dan Saran ...............................................................
108
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
xvi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
ACCORD
ASEAN-China Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs
ACOT
ASEAN Centre on Transnational Crime
AD
Alternative Development
AFMM
ASEAN Financial Ministers Meeting
AMM
ASEAN Ministerial Meeting
AMMTC
ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime
ASEANAPOL
ASEAN Chiefs of National Police
ASOD
ASEAN Senior Official on Drugs Matters
ATS
Amphetamine Type Stimulant
BERSAMA
Badan Kerjasama Pembinaan Warga Tama
BNN
Badan Narkotika Nasional
CBT
Computer Based Training
CMO
Comprehensive Multidisciplinary Outline
COSD
Cmmitte on Social Development
DEA
Drug Enforcement Administration
ICDAIT
International Conference on Drug Abuse and Illicit Trafficking
IFNGO
International Federation of Non -Government Organizations for Drugs and Substance Abuses
IMF
International Monetary Fund
INCB
International Narcotic Colombo Plan Bureau
KTT
Konferensi Tingkat Tinggi
MoU
Momerondum of Understanding
NDBC
National Drug Abuse Prevention Center
TAC
Treaty of Amity and Cooperation
TOC
Transnational Organization Crime
UNDCP
United Nation Drug Control Program
UNDP
United Nation Development Program
UNODC
United Nation Office on Drugs and Crime
VAP
Vientiane Action Programme
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.3.1.2
Jalur Drugs Trafficking di The Golden Triangle ...........
Gambar II.3.2.1
Jalur Lalu Lintas Obat-Obatan Terlarang yang Masuk
Gambar II.3.2.2
48
ke Indonesia .....................................................................
52
Jalur peredaran ganja di Indonesia .................................
54
DAFTAR TABEL
Tabel II.3.2.3
Kasus Narkoba di Indonesia Tahun 2003-2008 .............
Tabel IV.1.3.1
Perkembangan Kebijakan kerjasama ASEAN dalam menangani masalah Drugs Trafficking...........................
56
92
DAFTAR GRAFIK
Grafik II.3.1.1
Total seziure of methamphetamines pills in Myanmar
and Thailand 1998 - 2006 ..............................................
47
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Perubahan akibat dari globalisasi yang dilandasi oleh sistem informasi dan teknologi yang sangat cepat menja
negara-negara
“seolah -olah” tanpa batas, serta dampak sosial dari krisis ekonomi dan keuangan yang melanda kawasan Asia Tenggara telah mendorong munculnya masalah gangguan keamanan baru berupa aksi-aksi kejahatan yang melintasi batas wilayah negara. Persoalan batas negara yang belum dikelola dengan baik bahkan juga menjadi salah satu indikator bahwa negara tersebut sangat lemah. Oleh karenanya, batas dan luas teritorial memainkan peran yang sangat signifikan dalam menentukan eksistensi suatu negara. 1 Lebih lanjut dengan mengutip pendapat George Sorensen (1996) 2 , Anak Agung Banyu Perwita menyatakan gagasan utama dari penentuan batas untuk membedakan negara secara fisik. Selain dari itu menjadi alat untuk mengontrol aliran barang, gagasan, Selain
itu,
apabila
suatu
negara
tidak
dapat
l adalah negara juga bahkan ideologi.
melindungi
wilayah
perbatasannya akan menghadapi berbagai persoalan ketidakamanan wilayah
1
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Deplu RI, Kerjasama ASEAN dalam Menaggulangi Kejahatan Lintas Negara . 2000. h. 1. 2 Anak Agung Banyu Perwita “Problematika Hubungan TNI dan POLRI dalam Menangani Terorisme dan Kejahatan Lintas Batas” makalah disampaikan dalam seminar Nasional “Memperkuat Hubungan TNI-POLRI dalam Kerangka Keamanan Nasional” Bandung, 10 September 2007. h 7-10 .
perbatasannya yang muncul dari aktor non negara seperti kejahatan transnasional seperti perdagangan narkotika.
Bentuk dan aksi kejahatan transnasional di atas antaranya meliputi perdagangan dan penyelundupan manusia, (khususnya wanita dan anakanak); pencegahan dan penanggulangan bahaya narkotika
obat-obatan
terlarang; pembajakan kapal di perairan Asia Tenggara; masalah pencucian uang serta perdagangan gelap persenjataan ringan (small arms).3 Aksi-aksi kejahatan
di atas dimanfaatkan oleh
kelompok teroris yang kerap
menggunakanya karena lemahnya kontrol wilayah perbatasan, diawali dengan merencanakan, mempersiapkan dan menggalang semua aksi kejahatan tersebut akan terus diupayakan untuk dicari pencegahan dan penyelesaian nya. Misalnya, di Indonesia untuk masalah pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainya di upayakan pencegahan dan penanggulangannya. Dalam hal ini, diadakan koordinasi dengan instansi pemerintah terkait untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan di bidang ketersediaan, mengoprasikan satuan tugas melalui komunikasi, informasi dan edukasi, pengendalian dan pengawasan, penegakan hukum, treatment dan rehabilitas
masyarakat bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. 4 Salah satu bentuk kejahatan transnasional yang diangkat penulis ialah masalah drugs trafficking yang sedang mendapat sorotan, baik dari masyarakat internasional maupun nasional. Dapat dikatakan bahwa akhir3
Ibid h. 11. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, ADVOKASI Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba . 2009. h. 107. 4
akhir ini di negara anggota ASEAN5 menunjukkan peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam kerjasama tersebut. Data statistik di mas ingmasing negara anggota menunjukkan bahwa kasus-kasus penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dan para pecandunya semakin meningkat. Antara lain di Brun ei Darussalam pada tahun 1988 ditemui dari 15 kasus, meningkat menjadi 423 kasus pada tahun 1998. Kemudian di Thailand dari 122.119 pada tahun (1994) menjadi 167.039 pada tahun (1998). Dan Kamboja dari 32 pada tahun (1994) menjadi 78 pada tahun (1998). Di Malaysia pada tahun 1994 terdapat 11.672 pecandu meningkat menjadi 21.073. 6 Bahkan di Indonesia jumlah perkara penyalahgunaan narkotika dan
obat-obatan terlarang dari tahun 1998 sampai dengan tahun 1999 telah meningkat hingga hampir 90%. Jenis narkotika dan obat-obatan terlarang yang beredar juga bervariasi dari Methamphetamine, Amphetamine, Heroin, Zat -zat Psikotropika, Opium, Mariyuana .7 Asia Tenggara merupakan salah satu dari tiga kawasan penghasil obatobatan terlarang terbesar di dunia, bersama-sama dengan wilayah “Bulan Sabit Emas” atau “ Golden Crescent ” (Afganistan -Pakistan -Iran). Secara khusus Asia Tenggara tersebut yakni ASEAN keberadaan “Segitiga Emas”
(Golden Triangle) di perbatasan Thailand, Myanmar dan Laos, menghasilkan 60% produksi opium dan heroin di dunia. Produksi narkoba di kawasan 5
ASEAN ( Association of Southeast Asian Nation ) merupakan suatu organisasi regional di Asia Tenggara yang dibentuk pada tanggal 8 Agustus1967 di Bangkok, Thailand, oleh lima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Pembentukan ASEAN ditandai dengan penandatanganan deklarasi Bangkok. Pada saat ini ASEAN beranggotakan sepuluh negara dengan masuknya Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995),
Laos (1997), Myanmar (1997), dan Kamboja (1998). 6 Data dihimpun dari hasil Workshop on ASEAN Community ness: The Drug Problem in the Region , Bandung, 24 -27 Oktober 1999 yang diselenggarakan oleh Departemen Penerangan RI. Jakarta, 6 -8 April 1999. 7 ibid
tersebut termasuk dalam kategori narkotika dan potential addictive yang terbuat dari jenis-jenis tumbuhan opium poppy dan papaver somniferum yang menghasilkan heroin. Wilayah Segi Tiga Emas ini memberikan sumbangan pada industri heroin yang bernilai US$ 160 milyar pertahun.8 Dari sisi yang sama, produksi yang paling populer di Indonesia adalah ganja yang di hasilkan dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi memungkinkan pergerakan barang, jasa, manusia secara cepat dan mudah, termasuk perdagangan narkoba. Jaringan perdagangan narkoba kini memiliki berbagai jalan alternatif ke berbagai negara sasaran, termasuk jalur untuk memasukkan komoditi narkoba ke Indonesia.
ini semakin
banyak tempat yang menjadi sasaran maupun transit lalu lintas perdagangan narkoba. Tempat-tempat seperti pelabuhan Belawan (Medan), perairan Tanjung Balai, dan Pulau Nias di Sumatra Utara menjadi pintu masuk peredaran obat-obatan terlarang tersebut.9 Propinsi tersebut dekat dengan kawasan The Golden Triangle dan bertetangga dengan daerah “penghasil” ganja di Nanggro e Aceh Darussalam (NAD) keadaan ini memang sangat rawan, bukan hanya sebagai wilayah transit tetapi juga sentra penyebarannya. Di samping melalui pelabuhan-pelabuhan besar, tidak dipungkiri pasokan
obat-obatan tersebut dapat dilakukan melalui pelabuhan -pelabuhan kecil yang terdapat di pinggiran pantai. 10
8
Fredy B. L. Tobing, “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang Mengancam Stabilitas Negara” , dalam Jurnal Global Politik Internasional, Vol 5 No1 November 2002 h. 83. 9 Ibid h. 62. 10 Ibid
Tidak mengherankan, bila melihat secara demografi, jumlah penduduk ASEAN hampir mencapai 500 juta jiwa, 11 menjadikan kawasan tersebut bukan saja sebagai wilayah produksi terbesar obat-obatan terlarang, namun juga sebagai wilayah dan pasar yang cukup potensial bagi para pengedar narkotika dan obat-obatan berbahaya. Dengan kondisi seperti ini, maka perdagangan dan peredaran narkotika serta obat-obatan terlarang bukan saja menjadi ancaman keamanan masingmasing negara anggota ASEAN. Dari sisi yang sama, ia telah menjadi suatu ancaman keamanan bagi ketahanan regional ASEAN secara untuk saat ini maupun pada masa yang akan datang. Hal
luruhan, baik mengingat
sasaran dari pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang adalah generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa di masa depan. Disamping itu, dampak yang ditimbulkan dari pengguna obat-obatan ini telah terbukti selain membahayakan kesehatan, ia juga mengubah pergeseran nilai dan perubahan gaya hidup dengan kemampuan daya beli (purchasing power) generasi muda yang meningkat. 12 Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya penggunaan dan pemasokan narkoba ke Asia Tenggara. Bagaimanapun, yang paling menghawatirkan yaitu pada kenyataannya kawasan
Tenggara
dewasa ini termasuk sebagai salah satu pasar potensial bagi obat-obatan terlarang.
11 12
Ibid h. 78. Ibid h. 80.
Dampaknya,
masalah
peredaran
dan
penggunaan
narkoba
diperkirakan terus meningkat dapat mengancam kehidupan generasi muda
ASEAN di masa mendatang. Perubahan gaya hidup sebagian generasi muda diakibatkan oleh narkoba sangat berdampak buruk, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Ketergantungan yang ditimbulkan oleh zat kandungan narkoba
menjadikan generasi muda hidup dalam alam khayalan, berfi iran pendek dan tidak memikirkan masa depannya. Pada tingkat kecanduan yang sudah akut, mereka akan melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuha
ya. Untuk
membiayai ketergantungan kepada narkoba, seseorang memerlukan banyak biaya untuk membelinya. Akibatnya, para pecandu ini menghalalkan segala cara dengan mencuri, merampok, menipu, mengedarkan narkoba bahkan bisa membunuh
untuk
mendapatkan
uang
kesemuanya
ini
merugikan
masyarakat.1 3 Inilah fenomena ketergantungan atas narkoba dan sederetan kasus-kasus kejahatan sebagai efek dari konsumsi narkoba. Masalah inilah yang perlu dipelajari dan untuk dicari pula bagaimana pemecahan nya. Sejauh ini ASEAN memang bersikap aktif dalam menghadapi fenomena meluasnya tantangan keamanan non konvensional. Kesiapan ASEAN dalam menghadapi tantangan keamanan non konvensional relatif masih rendah. Hal ini dikarenakan belum mampu memberikan prediksi-
13
Lihat dalam Visi, Misi. Badan Koordinasi Narkotika Nasional dan kebijaksanaan Serta Strategi Nasional Jakarta 2000. hal 4 -5. Perhatikan juga kasus warga di Kashmir, dalam menghadapi tekanan psikologis dan emosional cenderung diri dengan penggunaan obat terlarang atau narkotika yang semakin meningkat yakni kejadian per 100.000 orang. Namun pasca pemberontakan yang meletus pada tahun 1989 menjadi 13 kejadian per 100.000 orang. Kompas, 16 Agustus 2010.
prediksi yang akurat sehingga dapat memperkecil kemungkinan makin
merebaknya tantangan keamanan non konvensional. 14 Sebagai wadah kerjasama regional, ASEAN memegang peranan besar dalam mengatasi fenomena makin maraknya lalu -lintas perdagangan narkoba di kawasan Asia Tenggara. Pada sidang ASEAN Ministerial Meeting (AMM) di Manila pada 26 juni 1976 telah ditandatangani ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drugs ini adalah langkah awal ASEAN untuk menghadapi kasus narkoba.15 Selanjutnya pada tahun 1981 dibentuk ASEAN Drugs Experts sebagai subkomite dibawah Committee on Social Development (COSD) dan Narcotic Desk di Sekertariat ASEAN. Kemudian pada tahun 1984 dalam sidang tahunannya yang ke-8 di Jakarta, nama ASEAN Drugs Experts berubah menjadi ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD). Tugas ASOD adalah
menyelaraskan
pandangan,
pendekatan
dan
strategi
dalam
menanggulangi masalah narkoba, melalui konsolidasi. Selain dari pada itu, memperkuat upaya bersama di bidang penegakan hukum, pe undang-undang,
peningkatan
upaya-upaya
partisipasi
preventife,
kerjasama
organisasi-organisasi
usunan
internasional dan
non -pemerintah,
seperti
melibatkan LSM-LSM terkait yang memiliki akar yang kuat dalam
14
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Deplu RI, Kerjasama Menaggulangi Kejahatan Lintas Negara . 2000. h. 17. 15 ASEAN Sekretariat. ASEAN Plan of Action , Jakarta : 1994, h. 7.
ASEAN dalam
masyarakat, seperti yang termuat dalam ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drugs.16 Walaupun demikian, upaya kerjasama yang selama ini terus dilakukan dengan meningkatkan upaya-upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba melalui kerjasama antar negara dan non negara sekalipun. Namun , dalam kenyataannya, kasus-kasus kejahatan narkoba tersebut dari tahun ke tahun terus meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Di Indonesia misalnya, bila dilihat dari segi geografis jumlah pend
uknya sekitar 231 juta
jiwa lebih, dengan luas daratan kurang lebih 1,9 juta
persegi dan 7,9 juta
km persegi lautan (perbandingan daratan dan lautan adalah 1:4). 17 Dengan begitu Indonesia merupakan wilayah yang rawan bagi berkembangnya masalah penyalahgunaan narkoba, termasuk Ibukota Jakarta juga merupakan
pusat lalu lintas bagi transaksi barang haram ini. Maraknya
lu lintas
perdagangan narkoba dan psikotropika di Indonesia juga bermuara pada posisi Indonesia yang terletak diantara dua benua dan
ua samudera yang
mengelilinginya, hingga membuat lalu lintas perdaganganpun menjadi rawan. Bumi Indonesia juga subur untuk kultivasi gelap tanaman ganja. Lalu lintas perdagangan narkoba di Indonesia juga dapat diidentifikasi dari data kejahatan narkoba yang ditangani Polri selama tiga tahun terakhir. Dalam kurun waktu tersebut, diketahui bahwa pada tahun 2005 terjadi 16,252 perkara, kemudian meningkat menjadi 17,355 perkara pada tahun 2006
16
k
Direktorat Jendral kerjasama ASEAN, Deplu RI, ASEAN Selayang Pandang , Jakarta 2000, h. 173. 17 ASEAN Selayang Pandang Edisi Ke-19, Tahun 2010, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri, Jakarta: 2010. h. 245.
6,8%), dan pada tahun 2007 sebanyak 22,630 perkara (na
30,4%). Pelaku
kejahatan narkoba yang ditangkap selama tiga tahun terakhir cukup banyak, pada tahun 2005 sebanyak 22,780 orang, tahun 2006 meningkat menjadi 31,635 orang (naik 91,31%) dan tahun 2007 sebanyak 36,
9 orang (turun
0,63%). 18 Dengan demikian di Indonesia kasus-kasus penyalahgunaan narkoba cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dari
iode tahun 2005-
2009. Dalam tulisan ini Penulis membatasi masalah drugs trafficking tersebut dengan melihat data kasus narkoba dari pusat Badan Narkotika Nasional (BNN). Berangkat dari permasalahan di atas penulis termotivasi untuk menulis skripsi ini dengan judul ”Kebijakan ASEAN dalam Menangani
Masalah Drugs Trafficking di Indonesia Periode 200 3-2008”
I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dideskripsikan tersebut, tentunya akan sangat luas pembahasannya. Oleh sebab itu guna mencapai sasaran pembahasan dan ruang lingkup yang jelas, dalam penulisan skripsi ini penulis ingin merumuskan pembahasan tentang “Kebijakan
ASEAN dalam Menangani Masalah Drugs Trafficking di Indonesia”. Perumusan masalah pokoknya dapat diuraikan sebagai ber
:
1. Bagaimana Kebijakan ASEAN dalam Menangani Masalah Drugs Trafficking ?
18
Badan Narotika Nasional Republik Indonesia, “Kebijakan dan Strategi Badan Narkotika Nasional dalam Pencegahan dan pemberantasan Penyalahgu an dan peredaran Gelap Narkoba ”, 2002, h. 5.
2.
Bagaimana Implementasi kebijakan ASEAN dalam Menangani Masalah Drugs Trafficking di Indonesia?
3. Apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Kebijakan ASEAN dalam Menangani Masalah Drugs Trafficking ?
I.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui bagaimana kebijakan ASEAN sebagai organisasi regional antar negara anggotanya dalam mengatasi masalah drugs trafficking.
2. Melihat sejauh mana implementasi dari kebijakan ASEAN dalam menangani masalah drugs trafficking khususnya di Indonesia. 3. Selain itu juga mengidentifikasikan hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan ASEAN dalam menangani masalah drugs trafficking.
I.4 Tinjauan Pustaka Beberapa ahli telah membuat tulisan yang berhubungan dengan permasalahan drugs trafficking salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Zarina Othman dalam penelitiannya yang
dul “ Myanmar,
Illicit Drug and Security Implication ”,19 secara umum tulisan ini juga membahas peredaran narkoba di kawasan Asia Tenggara salah satunya adalah Myanmar sebagai negara produsen opium terbesar. Hasil
penelitiannya
menunjukkan bahwa perdagangan gelap narkoba di Myanmar berkembang 19
27.
Zarina Othman, Illicit Drug Trafficking and Security Implication . Akademika 65 : 2004 h.
sangat pesat dan mengancam keamanan negara, meskipun ancaman transnasional ini menyebar tanpa memperhatikan batas negara, akan tetapi Myanmar terus melakukan strategi keamanan dengan cara
ional. Hal ini
bahwa ancama terhadap manusia selalu memiliki potensi
mengancam
stabilitas negara. pada tahun 1998 ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara telah menjadikan masalah perdagangan serta peredaran narkoba sebagai ancaman keamanan regional dan setabilitas
kawasan. Selanjutnya Yunus Husein
meneliti tentang Major Laundering
Countries.20 Indonesia bersama 53 negara lainnya masuk dalam kategori ini, predikat major laundering countries diberikan kepada negara yang lembaga dan system keuanganya dinilai terkontaminasi bisnis narkotika internasional yang diasumsikan melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar. Menurut Yunus Husein selanjutnya, sejarah mencatat bahwa kelahiran rejim hukum internasional yang memerangi kejahatan pencucian uang dimulai pada saat masyarakat internasional merasa frustasi dengan upaya memberantas kejahatan perdagangan gelap narkoba.21 Pada saat itu, rezim anti pencucian uang dianggap sebagai paradigma baru dalam memberantas kejahatan yang tidak lagi difokuskan pada upaya penangkapan pelakunya, melainkan lebih diarahkan pada penyitaan dan perampasan harta kekayaan yang dihasilkan. Logika dari memfokuskan pada hasil kejahatan ini adalah bahwa motivasi pelaku kejahatan akan menjadi hilang apabila pelaku 20
Yunus Husein, Hubungan Antara Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana Pencucian Uang . Artikel Hukum Pidana, 3 Maret 2006. 21 Ibid
dihalang-halangi untuk menikmati hasil kejahatannya. Melihat kolerasi yang erat antara kejahatan peredaran gelap narkoba sebagai predicate crime dan kejahatan pencucian uang sebagai derivative-nya, maka Yunus Husein berasumsi bahwa keberhasilan perang melawan kejahatan
gelap
narkoba disuatu negara sangat ditentukan oleh efektifitas rezim anti pencucian uang di negara itu. 2 2 Dalam skripsi ini penulis ingin memfokuskan lebih dalam tentang fenomena perdagangan narkoba di kawasan regional ASEAN khususnya Indonesia, dilihat dari kasus penyalahgunaan narkoba yang semakin meningkat dan faktor yang melatarbelakangi semakin berkembangnya kerjasama antara negara anggota ASEAN. Hal ini melahirkan kebijakan ASEAN
dalam
upaya
mengurangi
perdagangan
narkoba,
untuk
mengembangkan kebijakan tersebut disusun dan disepakati arah kerjasama, aksi, dan strategi dalam menangani masalah narkoba. Serta bagaimana mengimplementasikan kerjasama tersebut khususnya di Indonesia dan upaya mengatasi berbagai hambatan yang muncul dalam perjalanan kerjasama
tersebut.
I.5 Kerangka Pemikiran I.5.1 Konsep kerjasama Regional Kerjasama dapat diartikan dalam rangka hubungan bilate l yang hanya menyangkut masalah dua negara, dan dapat juga diadakan dalam
22
Ibid
rangka hubungan multilateral yang menyangkut masalah banyak negara. Kemudian kerjasama multilateral dibagi pula dalam kerjasama regional yang terbatas pada beberapa negara-negara kawasan.23 Sedangkan menurut K.J Hans J. Morgenthau, region atau kawasan diartikan sebagai sekumpulan negara yang memiliki kedekatan geografis karena berada dalam satu wilayah tertentu.24 Dalam Tulisan ini penulis menggunakan konsep regionalism, regionalism merupakan tatanan dunia yang tidak asing sejak Perang Dingin, bahkan mencapai puncaknya dipertengahan tahun 1980-an.25 Fenomena ini tidak hanya terjadi di Amerika dan Eropa, namun juga di Asia, khususnya Asia Tenggara yang salah satunya ditunjukkan dengan adanya ASEAN. Kesadaran regional ini mencerminkan keinginan bersama negara-negara dalam satu kawasan tertentu untuk menciptakan yang terbaik bagi kawasannya. Berkaitan dengan itu Josep S Nye, Jr. mendefinisikan kawasan regional sebagai sejumlah negara yang saling berkait karena hubungan geografis dan derajad interdependensi yang pembentukannya saling menguntungkan.2 6 Menurut Michael Leifer, 27 Regionalisme muncul karena berbagai hal, seperti adanya persamaan tempat tinggal dan identitas atau karena
23 24
M, Sabir. ASEAN Harapan dan Kenyataan , Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992. h. 15. Craig A Snyder. Contemporary Security and Strategy. Palgrave: Little Brown & CO, 1968.
h. 228. 25
Joseph S. Nye, Jr (ed.), International Regionalism. Boston: Little Brown & Co, 1968. h.
26
Ibid Michael Leifer, Regionalism, Global Balance and South East Asia , Jakarta : CSIS, 1997, h.
12. 27
55.
adanya prospek keuntungan timbal balik bila saling berkerjasama, atau karena adanya kesamaan persepsi mengenai ancaman eksternal. Sama halnya dengan Joseph S Nye dan Leifer juga melihat bahwa istilah regionalism bisa mengacu pada suatu bentuk kerjasama negara yang berada dalam satu kawasan.28 Kerjasama tersebut dibangun untuk mencapai berbagai tujuan. Di satu sisi berguna sebagai wadah untuk melakukan respon terhadap tantangan dari luar kawasan
untuk
mengkordinasikan posisi regional dalam institusi internasional atau dalam forum negosiasi. Disisi lain, berguna sebagai wadah untuk mencapai kesejahteraan untuk mempromosikan nilai-nilai bersama dan untuk memecahkan masalah bersama terutama yang muncul semakin meningkatnya interdependensi regional. Dari sinilah lahir sebuah keinginan bersama negara-negara dalam satu region untuk dapat menyelesaikan
permasalahan
yang dapat mengganggu
stabi itas
kawasan.
I.5.2 Konsep Keamanan Terjadinya peningkatan perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang di kawasan Asia Tenggara ini telah menjadi suatu ancaman baru, terutama bagi generasi mendatang. Ancaman ini di dalam studi politik
keamanan
keamanan
28
Ibid
internasional
non -konvensional.
dikategorikan
Istilah
sebagai
keamanan
bukan
masalah dalam
pengertian keamanan militer saja, melainkan suatu upaya untuk membangun tatanan regional yang berujung pada integras ekonomi melalui konsepsi komunitas ekonomi, dari sisi politik
keamanan
menjadi satu konsep komunitas keamanan ASEAN. Masalah
akan
menjadi tantangan besar bagi perkembangan ASEAN di masa
mendatang, oleh karena beberapa faktor. 29 Faktor pertama adalah bahwa hakekat dari masalah keamanan nonkonvensional itu sendiri, yaitu sukar untuk dirumuskan, bahkan sering muncul sebagai masalah “baru”. Beberapa masalah keamanan nonkonvensional seperti misalnya migrasi gelap (illegal migration ) ataupun perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang seyogyanya sudah mendapatkan perhatian baik oleh pengamat maupun pemerintah. Disamping itu, terdapat tantangan lain, seperti ancaman terhadap lingkungan hidup dan terorisme internasional, dengan masing-masing karakter dan akar permasalahanya yang terus berkembang. Selain dari itu
sumber
dan
ragam
dari
masalah
tantangan
keamanan
nonkonvensional tersebut juga diperkirakan akan terus
bang
seiring dengan tren yang sedang dan akan terus berlangsung di dunia internasional, seperti pelaksanaaan demokrasi, hak asasi manusia serta sistem perdagangan dan moneter yang bebas dan terbuka.30 Faktor kedua yang merumitkan penanganan ialah masalah keamanan nonkonvensial adalah kecenderungannya sebagai isu lintas 29
A.K.P Mochtar. “ASEAN dan Agenda Keamanan Nonkonvensional”, CSIS Jakarta, 1999.
h. 46. 30
Ibid
negara (inter state). Misalnya kasus-kasus migran gelap, perdagangan narkotika, ancaman terhadap lingkungan hidup atau menipisnya sumber energi yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable energy resources).
Dampak
yang
ditimbulkan
oleh
permasalahan
nonkonvensional tersebut pada umumnya tidak terbatas pada satu negara, tetapi cenderung melibatkan negara lain.3 1 Sementara itu, menurut Barry Buzan (1998) dalam penelitiannya ia membagi keamanan ke dalam lima dimensi atau sektor, yaitu politik, militer, ekonomi, societal, dan lingkungan. 32
Tiap -tiap
sektor
keamanan tersebut memiliki unit keamanan, nilai (value), dan karakteristik survival dan ancaman yang berbeda-beda. Secara umum, penelitian yang dilakukan oleh Buzan hanya memfokuskan pada empat dimensi atau sektor keamanan saja, yaitu politik, militer, ekonomi, dan sosial (societal). 3 3 Berkaitan dengan keempat dimensi keamanan tersebut, masalah peredaran obat-obatan terlarang sebagai bagian dari kejahatan transnasional (transnational crime) dilihat sebagai isu keamanan. Menurut Alan Dupont,34 hal ini didasarkan atas empat proposisi diantaranya: Pertama , kegiatan -kegiatan kejahatan transnasional dapat menjadi ancaman langsung terhadap kedaulatan politik suatu negara
31
Ibid Barry Buzan dan Ole Waever, and Jaap de Wilde. Security: A New Frmaework for Analysis, London: Boulder, 1998. h. 21. 33 Ibid 34 Alan Dupont, “Transnational Crime, Drugs And Security in East Asia ”. dalam Jurnal Asian Survey Vol.XXXIX No.3 May/june, 1999. h. 440 . 32
karena kapasitas dari kegiatan-kegiatan tersebut mampu melemahkan otoritas dan legitimasi pemerintahan di suatu negara. Kedua, adalah menurutnya legitimasi dan otoritas negara tersebut akan menyebabkan maraknya tindakan korupsi yang merupakan bagian dari strategi aktor -
aktor kejahatan transnasional untuk mempertahankan bisnis ilegal mereka. Hal ini pada giliranya menimbulkan ancaman di bidang ekonomi. Ketiga , meningkatnya kekuatan koersif dari sindikat kejahatan tersebut, pada tingkat internasional, dapat
mengancam
norma-norma dan berbagai institusi yang berperan untuk menjaga tatanan global. Keempat , kejahatan transnational tersebut juga dapat menghadirkan ancaman yang bersifat militer terutama jika berkaitan dengan kegiatan -kegiatan dari berbagai kelompok pemberontakan internal di dalam negara. Bagi banyak negara berkembang seperti Indonesia misalnya, isu perbatasan negara dan keamanan nasional kerap menjadi yang sangat dilematis. Aspek pertahanan yang merujuk kepada kemampuan untuk mengatasi berbagai ancaman militer yang berasal dari lingkungan internasional akan berbaur dengan aspek ancaman non militer. Tidak seperti negara maju lainya, negara-negara berkembang harus menghadapi sekaligus berbagai isu pembangunan ekonomi, sosial budaya dan politik yang begitu rumit dan terkait erat dengan stabilitas internal serta kemampuan aspek pertahanan negara untuk melindunginya dari berbagai kemungkinan ancaman militer yang
berasal dari lingkungan eksternal. Sedangkan tindakan
liter dalam
menumpas perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang bukan merupakan sarana yang efektif dalam menanggulangi masalah ini.35 Dengan demikian kerjasama internasional antara lembaga-lembaga terkait di masing-masing negara perlu lebih dikedepankan dalam
mencegah perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang. Konsep keamanan telah didefinisikan dalam kerangka geopolitik, yang mencakup berbagai aspek seperti “ deterrence, power balancing dan military strategy”.3 6 Digunakannya istilah “ security” dalam masalah ancaman ini dengan tujuan agar supaya masalah ini mendapatkan perhatian serius dari negara -negara lain khususnya yang tergabung dalam ASEAN. Bahaya terhadap ancaman keamanan ini pada hakekatnya cenderung bersifat transnasional yang bahaya alam, ekonomi, pembangunan dan so sial-politik. Misalnya, masalah perdagangan gelap narkoba.37 Apabila meninjau keadaan ASEAN pada saat ini, dapat dilihat bahwa baik sebelum terjadinya krisis ekonomi maupun sesudahnya, pembangunan politik dan ekonomi di masing-masing negara tidak merata, bahkan sebagai akibat krisis, masing -masing negara masih berada pada tahap yang cukup rentan dalam proses pemba 35
n
Anak Agung Banyu Perwita “Problematika Hubungan TNI dan POLRI dalam Menangani Terorisme dan Kejahatan Lintas Batas” makalah disampaikan dalam seminar Nasional “Memperkuat Hubungan TNI-POLRI dalam Kerangka Keamanan Nasional” Bandung, 10 September 2007. h. 9 36 Muladi “Problematika Hubungan TNI dan POLRI dalam Menangani Terorisme dan Kejahatan Lintas Batas” Ibid, h. 15. 37 Ibid
bangsa. Oleh karenanya ketahanan masyarakat terhadap proses globalisasi masih sangat lemah. Sebaliknya dengan adanya kemajuan ekonomi akan mendorong terjadinya pergeseran nilai-nilai hidup di dalam masyarakat, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif dari modernisasi. Dengan demikian tantangan keamanan pada umumnya bersifat tidak
langsung
dan
cenderung
berawal
dari
keadaan
atau
perkembangan di dalam negeri, yang arah dan perkembanganya tidak terlepas dari kecenderungan -kecenderungan globalisasi. Dengan kata lain, masalah keamanan non -konvensional cenderung bersifat laten, dinamis dan multidimensial, yang implikasinya tidak hanya terbatas
pada suatu negara, tetapi lintas negara. 3 8
I.5.3 Konsep Human Security Konsep human security sudah berkembang sejak didirikannya Palang Merah Internasional (International Red Cross) pada tahun 1896. 39 kemudian dalam perkembangan waktu, konsep ini disahka melalui Piagam PBB pada tahun 1945 yang disusul oleh Deklarasi Universal Hak-hak Asazi Manusia pada tahun 1948. Sedangkan istilah human security untuk pertama kalinya diperkenalkan dalam Human
38
A.K.P Mochtar, Loc.Cit. h. 47-50. Human Scurity: Safety For People in a Changing World (April 1999) dalam http://www.summit-americas-org/Canada/Humansecurity-english.html, diakses pada tanggal 28 juni 2010. 39
Development Report tahun 1994, yang dikeluarkan oleh United Nation Deveopment Program (UNDP). 40 Sebagaimana yang dijelaskan dalam laporan tersebut, ba konsep dari human security menekankan pada pentingnya empat karakteristik utama. Pertama, yaitu bahwa konsep keamanan manusia itu haruslah universal artinya relevan untuk semua orang baik di negara kaya maupun miskin. Kedua, adalah interdependent . Ketiga, human security yang akan lebih terjamin melalui pencegahan daripada intervensi dan keempat, berbasis pada rakyat (people contered ). Hal ini berhubungan
dengan
bagaimana orang dapat hidup bebas di
masyarakat dilain pihak. Bila dijabarkan lebih lanjut, berdasarkan identifikasi UNDP pada tahun 1994 terdapat tujuh komponen human security
yaitu
keamanan
pangan
security),
keamanan
keamanan
ekonomi
(economic
security),
(food security), keamanan kesehatan (health lingkungan
hidup,
keamanan
pribadi
(personal security), keamanan komunitas (community security), keamanan politik (political security).41 Mengingat masalah keamanan manusia merupakan suatu konsep yang problematis, khususnya bila ia dijadikan sebagai
ian dari
analisis atas keamanan internasional, maka bentuk keamanan inipun memiliki agenda yang berbeda. Biasanya ia menjadi isu internasional maupun keamanan yang hanya ditafsirkan sebagai 40
Ibid United Nation Development Program, Human Development Report 1993. Oxford University Perss, New York, 1993. h. 2. 41
pemahaman
dalam
konsep
keamanan
militer.
Namun
dalam
pemahaman ini, keamanan bagi suatu negara tidak hanya paut kepada keamanan militer belaka tetapi hal ini memiliki makna untuk
kelangsungan
hidup
manusia.
Sementara
itu,
identitas
merupakan kunci dari pemahaman keamanan bagi suatu bangsa. Dengan demikian ruang lingkup human security lebih luas daripada national security karena tidak terjamin nya keamanan manusia, pada dasarnya dapat memberi dampak
ancaman terhadap seluru
umat
manusia yang bersifat global. Hal ini dapat dikatakan bahwa national security merupakan salah satu bagian dari human security.4 2 Masalah keamanan tradisional ini sudah tidak terlalu dominan, karena hal ini disebabkan terjadinya pergeseran dari isu -isu keamanan
konvensional menuju isu non konvensional. 43 Artinya konsep -konsep keamanan seperti tersebut diatas perlu diredefinisikan kembali, karena mencakup semua aspek kehidupan manusia. Konsep keamana manusia inipun semakin mendapat perhatian sebagai salah satu cara
pendekatan keamanan. Konsep ini juga berusaha menggeser pemikiran keamanan dari dominasi kedaulatan negara ke arah keamanan manusia yang mencakup masalah kesejahteraan sosial, perlindungan hak-hak kelompok masyarakat, kelompok minoritas, anak-anak, wanita dari kekerasan fisik, masalah -masalah sosial, ekonomi dan politik. 42
Muladi, Problematika Hubungan TNI dan POLRI dalam Menangani Terorisme dan Kejahatan Lintas Batas, Makalah disampaikan dalam seminar Nasional dalam Memperkuat Hubungan TNI-POLRI dalam Kerangka Keamanan Nasional, Bandung: 11 September 2007. 43 Landry Haryo Subianto, “Konsep Human Security: Tinjauan dan Prospek ” dalam Analisis CSIS, Isu -isu Non-Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan . Jakarta 1999. h. 106.
Salah satu masalah yang termasuk ke dalam kategori ancaman keamanan non tradisional yang terjadi di kawasan Asia
enggara
khususnya Indonesia adalah perdagangan narkoba. Meski pada
awalnya Indonesia hanya dijadikan daerah transit perdagangan narkoba oleh para aktor peredaran narkoba, namun pada akhirnya Indonesia pun dijadikan sasaran perdagangan narkoba. Dengan kata lain, masalah perdagangan narkoba ini terus berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Ancaman serius ini tentu tidak hanya terjadi dalam negara
satu
kesatuan kawasan, namun sudah menjadi ancaman serius bagi keamanan manusia (human security), terutama sumber daya generasi muda. Selain itu konsep human security menekankan pada hakekat manusia sebagai individu maupun kelompok dalam keseluruhan kerangka keamanan. Persoalan human security apabila diabaikan akan melemahkan sumber daya manusia. Terutama di negara-negara berkembang yang masih berada dalam masa transisi polit
diliputi
berbagai masalah disintegrasi bangsa, krisis ekonomi berkepanjangan, konflik etnis, serta merebaknya korupsi diantara para pejabat pemerintahan dan aparat penegak hukum. Berbagai persoalan domestik ini juga meningkatkan berbagai ancaman terhadap human security.44
Karena perkembangan isu -isu global yang terkait dengan human security bersifat transnasional (lintas-batas), maka berbagai ancaman
44
Ibid h. 107.
terhadap human security tidak hanya menjadi persoalan domestik suatu negara. Akan tetapi, ancaman ini juga merupakan masalah dalam hubungan internasional. Tidak ada satu negarapun yang membatasi diri terhadap persoalan yang mengancam human security, mengingat ancaman ini tidak mengenal batas-batas teritorial (transnasionalisasi ancaman). Oleh sebab itu dalam upaya menangani ancaman ini, perlu ditingkatkan kerjasama antar negara dan antar aparat negara maupun aktor non -negara. Misalnya ia meliputi sumber daya manusia, organisasi non -pemerintah, akademisi, serta organisasi regional dan internasional dalam merumuskan strategi keamanan secara gelobal baik itu
di lingkup
domestik, regional, maupun
di ling
internasional. Dengan demikian, berdasarkan sifat-sifatnya isu -isu global
yang
diperlukan
lintas-batas
kerjasama
teritorial
Internasional
(transnasional/antarnegara) yang
dilandasi
dengan
pembentukan global governance berdasarkan pada perluasan peran masyarakat (civil sosiety), dari berbagai aturan diciptakan secara bersama melalui hubungan antarpemerintah dan antar masyarakat.45 Dalam
perkembangan
selanjutnya,
human
security
juga
dituangkan dalam Hanoi Plan of Action yang menjadi konsep program kerja ASEAN dalam mengoperasionalkan “ ASEAN Plan of Action on Drug Abuse Control by 2004 ”.4 6 Program ini mengembangkan serta
45
Caballero -Anthony, Mely. “Human Security and Comprehensive Security in ASEAN ” The Indonesian Quarterly, Vol.XXVIII, No.4. 2000. h. 1-3. 46 http://www.aseansec.org/5804.htm, The 21st Meeting of The ASEAN Senior Officials on Drug Matter, Jakarta, 6-8 April 1998, di akses pada tanggal 30 juni 2010.
mengimplementasikan berbagai program strategis dalam menangani masalah narkotika dan obat-batan terlarang. Tujuan tersebut ialah untuk meningkatkan kegiatan pencegahan penyalahgunaan
ba
dengan community-based (berbasiskan masyarakat), pemberdayaan generasi muda untuk melawan penyalahgunaan obat-obatan terlarang seperti narkoba dan zat psikotropika. Selain itu, diadakan Training of Trainers
dalam
interpersonal
konseling
melalui
untuk
pendidikan
meningkatkan mengenai
kemampuan
masalah
penyuluhan, pencegahan, sosialisasi, pelayanan terapi
narkoba, rehabilitasi
bagi para pengguna narkoba.
I.6 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif di mana suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta -fakta yang ada.47 Sedangkan menurut Whitney (1960) yang dikutip Mohammad Nazir, mengatakan bahwa penelitian deskriptif yaitu mempelajari masalah -masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu, termasuk tantangan hubungan, kegiatan, serta proses-proses yang sedang berlangsung
47
Nazir Mohammad, Metode Penelitian , Ghalia Indonesia : Jakarta 1988. h. 63.
dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.4 8 Selanjutnya penelitian penulis tentang kebijakan ASEAN dalam menangani masalah dugs trafficking merupakan penelitian deskriptif kualitatif, bertujuan
ntuk memberikan
deskripsi secara kompherensip, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang ada diselidiki dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis ini memaparkan penjelasan data dan berbagai informasi lainnya untuk menjawab pertanyaan permasalahan penelitian ini. Hal yang akan dipaparkan kemudian dalam penelitian ini adalah yang berkaitan dengan masalah drugs trafficking di Asia Tenggara, dan kebijakan yang dilakukan oleh ASEAN dengan merujuk kepada kebijakan lain yang telah dilakukan oleh
masing-masing
negara
anggota
ASEAN
khususnya
Indonesia.
Selanjutnya akan dilihat sejauhmana keberhasilan kebijakan -kebijakan tersebut yang sudah diterapkan. Dengan
penekanan
pada
kejadian -kejadian
penting
selama
perjalanannya, penelitian ini sementara menemukan data mengenai drugs trafficking
di Indonesia yaitu
dalam
bentuk data statistik.
Teknik
pengumpulan data yang dipakai adalah studi pustaka yang merujuk pada data skunder yaitu berupa buku -buku, jurnal, artikel, makalah, skripsi, tesis dan situs internet yang relevan dengan masalah yang akan dibahas. Sedangkan data primer, peneliti melakukan serangkaian wawancara kepada pihak yang mendalami masalah kerjasama ASEAN dalam menangani dugs trafficking
tersebut.
48
Ibid h. 63-65.
I.7 Sistematika Penulisan Bab I
Merupakan bagian pendahuluan yang berisikan latar bela rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II
Membahas permasalahan drugs trafficking di kawasan regional ASEAN khususnya di segitiga emas dan dampaknya terhada human security yang mengancam keamanan manusia itu sendiri dampak dari human security ini juga dilihat dari berbagai dimensi yaitu seperti dimensi politik, ekonomi, sosial, budaya,
kesehatan, keamanan, penegak hukum. Bab III
Berisikan
gambaran
umum
masalah
drugs trafficking di
Indonesia. Diantaranya yaitu melihat sejauh mana masalah drugs trafficking di Indonesia, jenis-jenis narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia, produksi dan jalur peredaran drugs trafficking di Indonesia.
BAB IV
Kebijakan ASEAN dalam menangani masalah narkotika dan obat-obatan terlarang. Bab ini pula menjelaskan kebijakan ASEAN serta realisasi dan perkembanganya. Selain itu juga dijelaskan tentang implementasi kebijakan ASEAN dalam menangani masalah narkoba khususnya di Indonesia. Dan mengidentifikasikan hambatan dalam pelaksanaan kerjasama
dalam menangani masalah drugs trafficking tersebut.
Bab V
Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian.
BAB II PERMASALAHAN DRUGS TRAFFICKING DAN DAMPAKNYA TERHADAP HUMAN SECURITY
II.1 Gambaran Umum Masalah Drugs Trafficking
Maraknya terlarang
telah
masalah ada
peredaran
sejak
ratusan
dan tahun
penyalahgunaan lalu .
obat-obatan
Obat-obatan
seperti
psychoactive49 telah digunakan sebagai keperluan pengobatan. Pada akhir abad ke 19 dengan semakin berkembangnya ilmu kimia dan farmakologi, masyarakat mensintesiskan berbagai zat yang sangat kuat dan bersifat amat addictive yang dapat mengakibatkan kecanduan yang sangat akut misalnya coccain dan heroin. Semakin berkembangnya zaman terdapat pula penemuan alat suntik (hypodermic syringe) yang disalahgunakan masyarakat untuk menyuntikkan obat-obatan tersebut sehingga mengakibatkan efek yang lebih kuat dan semakin meningkatkan resiko ketergantungan obat-obatan tersebut yang lebih serius. 50 Masalah narkotika dan obat-obatan terlarang telah menjadi sebuah fenomena global, dampaknya telah merambah kehampir semua negara di belahan bumi, meskipun tingkat ancaman dan karakterist
berbeda-beda
antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Masalah yang termasuk kedalam kategori ancaman keamanan non tradisional terhadap keamanan di kawasan 49
Psychoactive adalah segala macam zat yang dikonsumsi masyarakat untuk mengubah cara mereka merasakan, berfikir ataupun bertingkahlaku. 50 Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Deplu RI “Kerjasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan Transnational” 2000. h. 21.
Asia Tenggara, khususnya keamanan di kawasan Indonesia dalam bentuk drugs trafficking . Meskipun pada awalnya Indonesia hanyalah dijadikan daerah transit perdagangan narkoba oleh para aktor pengedar narkoba. Secara umum, masalah narkotika dan obat-obatan terlarang pada itan:51 pertama
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian yang saling
masalah produksi obat secara illegal, kedua perdagangan secara illegal, ketiga penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Produksi obat-obatan secara illegal itu melalui proses pembudidayaan dimana tanaman yang menjadi bahan baku utama untuk pembuatan obat-obatan berbahaya seperti tanaman coca sebagai bahan baku coccain , opium poppies sebagai bahan baku heroin dan cannabis (ganja) yang diolah menjadi hashish maupun marijuana dan proses pengolahan
(manyfacture)
bahan
baku
tersebut
hingga
siap
untuk
diperdagangkan dan dikonsumsi. Perdagangan illegal merupakan segala kegiatan pasca panen maupun paca pengolahan hingga sampai ke tangan para
pengguna (customers) yang meliputi aktifitas pengangkutan, penyelundupan, dan perdagangan obat-batan terlarang tersebut. Sedangkan Drugs Abus merupakan mata rantai terakhir dari masalah narkoba, yaitu penggunaan obatobatan berbahaya oleh konsumen yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan yang berdampak serius diakibatkan oleh penyalahgunaan
seperti
meningkatnya tingkat kejahatan dan tindak kekerasan, serta memburuknya kondisi kesehatan sehingga rentan terhadap berbagai penyakit seperti
HIV/AIDS dan hepatitis.
51
Ibid
Masalah narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia merupakan masalah serius yang harus ditangani dan dicarikan jalan penyelesaian nya dengan segera. Banyak kasus yang diakibatkan dari masalah ini sehingga menyebabkan banyak kerugian, baik materi maupun non -materi. Maraknya lalulintas perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia bermuara pada posisi Indonesia yang terletak diantara
benua dan dua
samudera. Dua samudera inilah justru membuat lalulintas perdagangan
barang haram ini menjadi rawan. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia secara umum disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:52 pertama, ketersediaan obat-obatan dan narkotika secara luas dan bebas di pasaran dalam masa krisis sekarang ini, narkotika merupakan komoditi yang diperjual belikan karena menghasilkan keuntungan yang sangat besar sehingga peredaranya meluas kehampir semua lapisan masyarakat. Kedua, dampak krisis ekonomi dan moneter yang melanda negara-negara di kawasan Asia
Tenggara khususnya Indonesia menyebabkan banyaknya permasalahan baik itu dalam lingkungan keluarga, masyarakat, ataupun negara. Social-Cost sebagai dampak krisis ternyata tidak lebih ringan dari pada faktor ekonominya. Meningkatnya pengangguran, maraknya tindak kekerasan dan kejahatan. Sebagian dari hal ini disebabkan oleh semakin maraknya bisnis
obat-obatan terlarang. Perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang dapat menghasilkan uang dengan cepat. Faktor ketiga , adalah semakin banyak dan
52
Ibid
beragamnya kesempatan dan pilihan untuk menggunakan dan memakai narkotika dan obat-obatan. Faktor keempat, konsumsi narkoba telah cenderung menjadi gaya hidup pada sebagian orang, terutama para professional dalam kaum selebritis, telah menjadikan penyalahgunaan obat-
obatan terlarang sebagi bagian dari gaya hidup mereka. Hal
disebabkan
oleh semakin menipisnya penghayatan agama dan peran para tokoh agama
serta derasnya arus informasi. Pada awal tahun 2000 menurut data dari United Nation Office On Drugs and Crime (UNODC) 53 menyatakan, bahwa lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia telah menyalahgunakan narkoba. Kalau
ini setiap negara
menyatakan bahwa orang-orang yang telah menyalahgunakan narkoba semakin meningkat, maka data 200 juta kini tentu sudah terlampaui.
Perkiraan ini mungkin saja terjadi mengingat indikator maraknya peredaran dan produsen gelap narkoba sering terbongkar dengan ju
uang sangat
mencengangkan. Indikator terbongkarnya peredaran dan produsen gelap narkoba dalam jumlah yang sangat besar itu menunjukan bahwa konsumen terus bertambah. Sebagaimana hukum pasar mengatakan ada demand ada supply artinya semakin banyak permintaan maka semakin meningkat
pasokan. Tahun 2006 merupakan tahun campuran bagi pengawasan narkoba internasional. Kabar baiknya adalah kesuksesan negara-negara Segitiga Emas, khususnya Laos yang berhasil memotong produksi opium gelap hampir ke 53
Badan Narotika Nasional Republik Indonesia, ADVOKASI Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba . 2009. h. 23.
tingkat yang biasa dikatakan tidak ada. Namun pencapaian tersebut dibalikkan lagi oleh kabar buruk dari Afghanistan. Produksi opium
Afghanistan yang diperkirakan menyumbang 92% dari total supplay dunia, naik hingga 49% dengan rekor 6.100 ton.54 UNODC telah memperingatkan
negara-negara Barat untuk bersiap -siap menghadapi peningkatan kasus-kasus over dosis sebagai akibat dari peningkatan kemurnian h eroin.
II.1.1 Masalah Narkotika dan Obat -obatan Terlarang di Segi Tiga Emas (Golden Triangle) The golden triangle atau segi tiga emas adalah sebuah kawasan yang terletak di Asia Tenggara. Segi tiga emas ini terdiri dari daerah Thaiand utara, Laos bagian Barat, dan Myanmar bagian Timur. Di kawasan inilah narkotika, heroin, dan amphetamine diproduksi dan disebarkan keseluruh penjuru dunia.55 Bisnis dengan keuntungan berlipat-lipat ini membuat pelaku -pelaku utamanya, khususnya di kawasan Myanmar sangat sulit ditaklukkan. Junta militer Myanmar bahkan cenderung mengambil garis lunak dan memberi otonomi bagi etnis Wa yang dikenal sebagai produsen utama amphetamine. Dari kawasan segitiga emas ini obat-obatan terlarang kemudian disalurkan ke Thailand. Jalur lain nya ialah melalui Yunan, Guang Dong,
Hongkong, dan Macao di China. Jalur transit lain adalah Vietnam, Kamboja, dan Philipina dan dari kawasan ini obat-obatan terlarang 54
Ibid Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara “Teropong Terh dap Dinamika, Kondisi Riil dan Masa Depan” : Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2007. h. 228. 55
tersebut akan diedarkan ke seluruh dunia termasuk ke Asia, yang mulai meningkat daya serapnya terhadap amphetamine.56 Di bawah ini adalah negara yang termasuk dalam kawasan golden triangle: II.1.1.1 Laos Laos yang tadinya Negara produsen opium nomor tiga terbesar di dunia, telah melakukan pencapaian besar di tahun 2006, dimana dapat dikatakan menjadi bebas opium dengan penurunan jumlah penanaman opium hingga 93% melalui upaya yang dilakukan sejak tahun 1998. UNODC berkerjasama dengan pemerintah Laos merencanakan strategi nasional yang baru “Pendekatan Seimbang untuk Mempertahankan Penghapusan Opium di Laos PDR (2006 2009)” yang difokuskan pada kegiatan alternative development , peningkatan kesadaran masyarakat dan penegakan hukum. dan pemerintah Laos juga terus melanjutkan dukungan bagi program terapi dan rehabilitasi para pecandu opium di 10 Propinsi di Wilayah Utara. Dalam tahun 2005 -2006. lebih dari 8.250 orang mendapatkan perawatan dengan angka relapse yang relatif rendah. II.1.1.2 Myanmar Myanmar yang merupakan negara produsen opium nomor dua di Dunia, dengan melihat kondisi geografis, iklim dan situasi politik di Myanmar telah memotivasi perkembangan penanaman opium, sebagai salah satu jenis tanaman yang diandalkan oleh kaum mil
56
Ibid
separatis
untuk membiayai perjuangan militer dan politik mereka. Fenomena ini terjadi pada dekade 1970-an dan kawasan perbukitan Shan di Myanmar dijadikan episentrum penanaman opium, karena mampu memproduksi 90 persen heroin yang beredar di kawasan the golden triangle. Pada periode 10 tahun selanjutnya, yaitu tahun 1987 sampai tahun 1997, telah terjadi peningkatan produksi heroin yang cukup signifikan di Myanmar, dari yang semula hanya 835 ton
87)
menjadi 2.365 ton (1997). 5 7 Selanjutnya, dengan melihat fenomena di atas Myanmar berusaha untuk mengikuti program pengurangan penanaman opium di tahun 2006. UNODC meluncurkan proyek dukungan masyarakat, memperkenalkan inisiatif pengurangan permintaan atas narkoba dan membantu untuk menyediakan program terapi dan rehabilitasi bagi para pecandu opium di negeri tersebut. Di Myanmar penanaman opium turun hingga 34% dari sebelumnya 130.000 ha di tahun 1998 menjadi 21.500 ha. Program UNODC dalam pengurangan permintaan memberikan program perawatan dan detoksifikasi bagi para pecandu narkoba di lima wilayah kota Mong Pawk dan Distrik Wein Kao. Antara tahun 2004 hingga Juli 2006 telah dilakukan perawatan kepada lebih dari ratusan pecandu dan memberikan bantuan konseling bagi
57
Fredy B. L. Tobing, “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang Mengancam Stabilitas Negara” , dalam Jurnal Global Politik Internasional, Vol 5 No1 November 2002. h. 79.
keluarga. Selain itu juga UNODC juga menjadi badan yang memberi dukungan bagi permasalahan HIV/AIDS. 58 II.1.1.3 Thailand Kawasan Segitiga Emas, yang terletak antara perbatasan Thailand, Laos, dan Myanmar, dikenal luas sebagai pusat narkotik di kawasan Asia Tenggara. Kaum mafioso menanam opium dan mengolahnya menjadi heroin di kawasan sulit, yang jauh dari jangkauan operasi aparat keamanan. Juga tak terelakkan, Thailand masuk dalam jangkauan jaringan mafia narkotik internasional. Kemajuan
teknologi
telekomunikasi
dan
transportasi
telah
dimanfaatkan kaum mafioso untuk memperluas jaringan ke iatannya pada skala global. 5 9 Ancaman narkotika telah menimbulkan kerisauan luas karena menjadi salah satu bahaya terbesar dunia, terutama bagi generasi muda. Tidak mudah pula menghancurkan jaringan produksi dan
pengedaran narkotika. Perdagangan narkotika memang termasuk bisnis menggiurkan. Operasi pemberantasan
jaringan
mafia narkotik a
bertambah sulit karena adakalanya pejabat pemerintah dan aparat keamanan sering tergoda oleh penyuapan. Keprihatinan tentang bahaya
narkotika cenderung meluas. Korban narkotika tidak pandang bulu. Thailand juga termasuk negara yang paling dekat dengan kawasan segitiga emas. Tahun 2003 Perdana Menteri Thaksin 58
http://www.myanmar-narcotic.net/eradication/coop7.htm. diakses tgl 25 -09 -2010. H Sumarmo Ma’sum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat. Jakarta: CV Haji Masagung 1987 . h. 36-40. 59
Sinawarta giat melancarkan perang terbuka terhadap jaringan obatoatan terlarang di negerinya. Pemerintah Thailand menetapkan target bahwa dalam kurun waktu tiga bulan sejak awal Pebruari 2003 perang ini
akan
berakhir
dengan
kemenangan
dipihak
pemerintah.
Pelaksanaan kebijakan ini ternyata menuai protes publi
karena
penangkapan dan pelaksanaaan eksekusi terhadap mereka dituduh terlibat dalam jaringan obat-obatan terlarang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak azasi manusia. 60 Salah satu program UNODC di Thailand, CBT (Computer Based Training ), meraih UN21 Award untuk kategori proyek PBB terbaik di tahun 2006. dengan mempromosikan standarisasi pendataan laboratorium sebagai sumber referensi utama, UNODC memberikan bantuan untuk memperkuat pengawasan prekursor dan peningkatan kemampuan mereka dalam mengenali narkoba. Safrol, cairan ekstrasi dari tumbuhan, adalah prekursor yang digunakan di laboratorium gelap
untuk
memproduksi
narkoba.
UNODC
memungkinkan
penelitian pertama di Thailand atas kandungan yang sangat kaya dalam
safrol hingga
dilaksanakannya
operasi
internasional
mengenai
prekursor ATS oleh INCB. hasil dari penelitian ini akan membant
negara-negara dalam mengembangkan mekanisme untuk mencegah
60
Ibid
penyebarluasan bahan ini untuk kepentingan pembuatan gelap
narkoba.61
II.1.2 Produksi dan Jalur Peredaran Narkotika dan Obat-obatan Terlarang di Segitiga Emas (The Golden Triangle) Sebagian telah disebutkan dalam bab terdahulu, The Golden Triangle adalah daerah yang dikenal sebagai pusat produksi, penyelundupan, serta perdagangan narkotika di kawasan Tenggara. Daerah tersebut meliputi Thailand, Myanmar,
Laos.
Ketiga negara ini menjadi salah satu pusat produksi serta pemaso k ATS ( Amphetamine Type Stimulant ), heroin maupun opium terbesar di dunia pada dekade terakhir ini. Hal yang paling dikhawatirkan dari keberadaan The Golden Triangle ini adalah dampaknya bagi negaranegara di kawasan Asia Tenggara, negara-negara tersebut bias saja akan
menjadi seperti negara-negara
Amerika
Latin
misalnya
Columbia dan Mexico. Masyarakat di negara tersebut percaya bahwa the
drugs
lords62
lebih
kuat
dari
negara
bahkan
mampu
mengendalikan sebuah negara sekalipun.6 3
61
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Pemuda 2002. h. 39 62 The drug lords merupakan sebutan untuk orang, kelompok, dan organisasi yang mempu menguasai aktifitas produksi, peredaran, serta perdagangan narkotika dan memiliki jaringan internasional bahkan cenderung tidak tersentuh oleh hukum sekalipun. Di negara Colombia, mafia ataupun organisasi kejahatan yang memegang kendali dalam aktifitas drugs trafficking memiliki otoritas yang sngat besar bahkan dalam level negara s dimana mereka dengan mudahnya lepas dari jeratan hukum serta mampu mengendalikan hukum tersebut. 63 Zarina Othman, “Myanmar, Illicit Drug Trafficking and Security Implication ” Akademika 65: 2004. h. 33.
Untuk tahun 2000 pemerintah AS memperkirakan
produksi
heroin total di seluruh dunia sebesar 627,8 ton dengan 92% berasal dari afganistan. Sementara UNODC memperkirakan potensi produksi heroin di seluruh dunia adalah sebesar 472 ton dengan afganistan menyumbang sebanyak 87%. Meskipun, wilayah di perbatasan antara tiga negara, Myanmar, Thailand, Laos, merupakan penghasil heroin terbesar di kawasan Asia Tenggara, jumlah heroin yang
produksi di
wilayah ini menurun sebanyak kira-kira 70% selama kurun waktu 1999-2004. 64 Pada tahun 2004, Myanmar dan Laos merupakan penghasil seuluruh heroin yang di produksi di wilayah
i. Usaha
pemberantasan dan pemberlakuan kawasan bebas tanaman p
py
berhasil untuk mengurangi tingkat panen selama kurun waktu 20002004. meskipun terdapat penurunan pada produksi heroin, terjadi peningkatan dari produksi methamphetamine.65 Grafik dibawah ini menunjukkan produksi ATS khususnya di Myanmar dan Thailand sebagai berikut.
64
http://www.unodc.org/unodc/en/frontpage/drug-trafficking-in-the-golden-triangle.html di akses tanggal 17 Februari 2011. 65 Pierre-arnaud chouvy dan joel meissonnier, “yaa baa: Production, Traffic, and Consumption of Methamphetamine in Mainland Southeast Asia ”. www.geopium.org, di akses pada tanggal 5 Januari 2011.
Grafik II.3.1.1
Sumber: “Drug-free ASEAN 2015: Status and Recommendation” United Nation Office on Drugs and Crime Regional Centre for East Asia and The Pacific 2008.
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa di kawasan As Tenggara, yakni Maynmar adalah salah satu negara penghasil opium terbesar di dunia. Sementara itu Laos juga menjadi negara penghasil terbesar kedua, dan Thailand adalah negara yang mendominasi dalam hal produksi ATS di kawasan Asia Tenggara. Fakta inilah yang menjadi faktor utama mengapa Thailand pernah menjadi negara dengan tingkat pengguna narkoba tertingi didunia. Sedangkan Phnom Penh, Kamboja merupakan pusat pencucian uang (money laundering ) dari keuntungan drugs trafficking dan kejahatan transnasional lainnya seperti penyelundupan senjata illegal, perdagangan manusia, cyber
crime, dan lain sebagainya. 66 Di bawah ini digambarkan peta jalur drugs trafficking di Golden Triangle:
66
Drug-free ASEAN 2015: “Status and Recommendation” United Nation Office on Dru and Crime Regional Centre for East Asia and The Pacific 2008.
Gambar II.3.1.2 Jalur Drugs Trafficking di The Golden Triangle
Sumber: Drug-free ASEAN 2015: “Status and Recommendations” United Nation Office on Drugs and Crime Regional Center for East Asia and The Pacific 2008.
Dari peta di atas dapat diketahui bahwa Myanmar merupakan exit point dari The Golden Triangle dalam mendistribusikan opium keseluruhan dunia. Myanmar bukan lagi hanya drug -transiting country, tapi a major drug -producing country Berbeda dengan Columbia atau kawasan Amerika Latin seperti Mexico yang didominasi oleh peredaran dan perdagangan Asia Tenggara merupakan kawasan pusat produksi heroin, opium dan sejenisnya yang merupakan olahan dari tanaman opium poppy.
Dikawasan The Goden Triangle, heroin didistribusikan ke Thailand melalui jalur kasus perdagangan gelap narkoba. Narkotika lainnya masuk ke provinsi Yunnan, Cina dan tujuan akhirnya adalah Guangdong, Hongkong, dan Makau. Disamping itu Ho Chi Minh City (Myanmar), Manila (Philipina) dan Phnom Pen (Kamboja) juga menjadi komponen penting dalam hal distribusi drugs ke pasar internasional, karena tujuan distribusi yang berbeda membuat drugs tersebut harus melewati tempat atau negara transit untuk memberikan supplay terhadap pasar domestik dan pasar internasional.
II.2 Dampak dari Masalah Drugs Trafficking Terhadap Human Security Secara umum fenomena peredaran narkoba dan obat-obatan terlarang terbagi menjadi tiga bagian yang saling terkait yaitu: Adanya produksi secara gelap, adanya perdagangan gelap narkoba, adanya penyalahgunaan narkoba. Hal
ini
disinyalir
merupakan
ancaman
keamanan
terhadap
sistem
internasional diantara negara-negara yang terkait dalam proses produksi, perdagangan, dan penyalahgunaan. Ancaman tersebut sesungguhnya bersifat multidimensial artinya dilihat dari berbagai dimensi. Sebagai catatan bahwa pada tahun 2001 PBB yang mempunyai perhatian terhadap permasalahan narkoba yakni United Nation Drug Control Program (UNDCP) mencatat bahwa hampir 200 juta penduduk dunia terlibat dalam
penyalahgunaan
narkoba
dengan
berbagai
penyalahgunaan dan jenis narkoba yang disalahgunakan.
bentuk
da
cara dari
permasalahan narkoba yang bersifat multidimensial dapat dilihat dari berbagai dimensi. 6 7
II.2.1 Dampak Terhadap Dimensi Politik Ancaman dimensi politik ini terjadi terhadap kedaulatan pemerintah negara-negara produsen narkoba seperti di negara anggota ASEAN. Disisi lain ancaman ini juga dapat terjadi karena proses perpindahan dari hasil produksi narkoba yang disalurkan melewati batas negara-negara produsen narkoba lainnya, atau negara lain yang belum tersentuh narkoba sekalipun tanpa adanya kontrol
dari
pemerintah
negara-negara
yang
bersangkutan.
kenyataannya hal ini merupakan ancaman terhadap kedaulatan teritorial dari negara-negara tersebut. Ancaman dalam bidang politik misalnya dapat terjadi karena adanya kelemahan internal
negara-negara produsen narkoba dan dalam kondisi ini negaranegara produsen narkoba secara umum termasuk dalam kategori
negara-negara berkembang (developeding countries), hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa sistem politik, ekonomi, dan sosial negara-negara produsen narkoba tersebut yang sangat
lemah.68
67
Badan Narotika Nasional Republik Indonesia, ADVOKASI Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba . 2009. h. 99. 68 Fredy B. L. Tobing, “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang Mengancam Stabilitas Negara” , dalam Jurnal Global Politik Internasional, Vol 5 No1 november 2002 . h. 80.
Fenomena tersebut menunjukan bahwa legitimasi pemerintah di negara-negara produsen narkoba sering kali masih didorong oleh adanya konflik -konflik internal didalam negara itu sendiri. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh para produsen dan pengedar untuk memproduksi dan mengedarkan narkoba dengan cara-cara yang terorganisir, mempunyai jaringan yang luas, dan sulit untuk memberantasnya. Lemahnya sistem negara-negara produsen narkoba sebagian dipengaruhi oleh besarnya kekuatan dan otoritas yang dimiliki para produsen dan pengedar narkoba di negara-negara tersebut. Hal ini dikarenakan kekuatan dan otoritas yang dibentuk dari keuntungan finansial yang diperoleh dari bisnis narkoba, memungkinkan pemilik power dan otoritas itu dapat memainkan peran politiknya secara dominan. Misalnya dalam suatu pilkada yang dibiayai langsung oleh bandar narkoba. Fenomena ini dapat terjadi karena keuntungan finansial dari bisnis narkoba dipakai juga membentuk, mempengaruhi, dan memperoleh eksistensi power politik dalam bentuk kekuatan paramiliter. 69 Adanya otoritas dan kapabilitas paramiliter tersebut memungkinkan para produsen dan pengedar tersebut membentuk suatu “negara dalam negara” (state within state) yang paralel dan independen terhadap institusi negara, dimana para produsen dan pengedar tersebut berada.
69
Ibid, h. 80.
Kesulitan untuk memperoleh akses ke wilayah pedalaman serta keterbelakangan ekonomi yang dirasakan oleh penduduk setempat, menjadikan wilayah tersebut oleh para drugs traffickers menjadi tempat yang ideal bagi berkembangnya produksi obatobatan terlarang tanpa mendapat pengawasan yang berarti dari aparat pemerintahan. Ketidak mampuan pemerintah pusat
pun
daerah secara efektif menangani masalah produksi obat-obatan terlarang serta penerapan prosedur hukum yang berlaku
ah
menyebabkan semakin menurunya kreadibilitas dan legitimasi politik pemerintahan pusat. Rendahnya kinerja dari pemerintah pusat di negara-negara yang menyangkut masalah narkoba tersebut untuk memerangi produksi obat-obatan terlarang selalu dihadapkan pada kegagalan. Keadaan ini terkait dengan besarnya pengaruh kekuatan finansial dan aparat bersenjata yang dimiliki oleh para produsen dan pengedar obat-obatan terlarang. Sejumlah keuntungan
hasil
penjualan
obat-obatan
besar uang dari terlarang
tersebut
digunakan untuk melakukan infiltrasi dan menciptakan budaya korupsi dalam institusi-institusi publik pada semua tingkat dengan cara menyuap para pejabat politik, aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa agung, bahkan hal tersebut juga disinyalir melibatkan aparat militer. Budaya korupsi yang tercipta tersebut sulit untuk dihapuskan, karena rendahnya tingkat penghasilan dari
para pejabat negara termasuk para aparat penegak hukum antara lain juga lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah.
II.2.2 Dampak terhadap Dimensi Ekonomi Dalam dimensi ekonomi, produksi dan peredaran obat-obatan terlarang dapat juga menciptakan ancaman. Pertama, terciptanya ketergantungan yang sangat besar dari aspek perekonomian negaranegara produsen terhadap penghasilan ekspor dan pendapatan devisa yang diperoleh dari penjualan obat-obatan terlarang. Kedua, bisnis obat-obatan terlarang tersebut dapat menciptakan distorsi
dalam perekonomian negara-negara produsen itu sendiri. Perkembangan perdagangan regional bukan saja hanya memicu perdagangan obat-obatan terlarang, kenyataanya krisis ekonomi pun telah memicu hal yang sama. Salah satu dampak dari Krisis ekonomi adalah meningkatnya jumlah angka pengangguran, dan hal ini telah membuka kesempatan kepada para produsen obatobatan terlarang untuk mempekerjakan para pengangguran ini sebagai tenaga pengedarn ya. Di Indonesia sendiri misalnya berdasarkan studi tentang biaya ekonomi akibat penyalahgunaan narkoba yaitu jumlah penyalahgunaan sebesar 1,5% dari populasi 3,2 juta orang, dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 juta orang, yang terdiri dari 6
kelompk
teratur pemakai dan 31% kelompok pecandu. Dari para kelompok teratur pemakai ini terdiri dari penyalahgunan ganja (71%), shabu
(50%), ekstasi (42%), penenang (22%). Dari kelompok pecandu terdiri dari penyalahgunaan ganja (75%), heroin/putau
shabu (57%), ekstasi (34%), penenang (25%). 70 Sedangkan biaya ekonomi dan sosial dari penyalahgunaan narkoba yang terjadi diperkirakan sebesar Rp, 23,6 tri iun, Biaya ekonomi terbesar adalah untuk pembelian atau konsumsi narkoba yaitu sebesar Rp, 11,3 triliun, dan angka kematian pecandu narkoba dan obat-obatan terlarang yaitu 1,5% per tahun (15 ribu orang mati/tahun) atau 40 orang per hari. 71 Dampak lain dari Penyalahgunaan narkoba selain merusak kesehatan manusia juga meningkatkan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh keluarga, masyarakat dan Negara. Bahkan masyarakat pun juga menanggung beban dan kerugian akibat menurunnya produktivitas sumberdaya manusia, biaya pengobatan
medis. Sisi lain dari kejahatan narkoba yaitu timbulnya pencucian uang
(money
laundering ).
Menurut
laporan
Internasional
Monetary Fund (IMF) implikasi makro eknomi dari money laundering bahwa tingkat ini sangat signifikan dalam menentukan keseimbangan mata uang dan bisa mempunyai pengaruh yang
nampak pada pertumbuhan ekonomi.
70 71
Badan Narotika Nasional Republik Indonesia, Loc. Cit, h. 99. Ibid
Selanjutnya menurut IMF konsekuensi makro ekonomi dari money laundering adalah:72
a.
kesalahan kebijakan ekonomi, karena kesalahan ukuran atau statistik makro ekonomi yang timbul dari money laundering .
b.
Perubahan yang mudah terjadi dalam nilai tukar uang dan tingkat suku bunga karena cross border transfer dari dana yang tidak bias diantisipasi.
c.
Berkembeangnya suatu dasar jaminan yang tidak setabil dan struktur asset yang tidak sehat dari lembaga-lembaga keuangan yang menciptakan resiko atas terjadinya systemic crisis dan instabilitas moneter.
d.
Akibat buruk kepada pengumpulan pengeluaran
umum
karena
laporan
pajak dan tidak
alokasi
benar
dari
penghasilan. e.
Mis-alokasi dari resources karena distorsi dalam nilai asset dan komoditi yang timbul dari money laundering .
f.
Efek
kontaminasi pada transaksi legal karena adanya
kemungkinan keterkaitan dengan kejahatan. Konsekuensi yang disebutkan di atas yaitu implikasi ekonomi yang disebabkan oleh adanya money laundering dimana hal ini akan menggangu pertumbuhan perekonomian negara-negara
tersebut.
72
Ibid
II.2.3 Dampak terhadap Dimensi Sosial Ancaman dalam dimensi sosial ini umumnya dihadapi oleh
negara-negara konsumen, namun pada kenyataannya negara-negara produsen juga menghadapi ancaman
serupa. Negara-negara
produsen ini pada tingkat tertentu juga sekaligus menjadi konsumen. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketersed
obat-
obatan terlarang, dan lemahnya peraturan di negara-negara tersebut mengenai penggunaan obat-obatan terlarang. Di samping itu adanya upaya dari para pengedar obat-obatan terlarang itu sendiri untuk mengembngkan pasarnya di dalam negeri. Di Indonesia, ancaman dalam dimensi sosial ini dimana penyalahgunaan narkoba sangat berpengaruh dan memperburuk kondisi keluarga yang pada umumnya juga sudah tidak harmonis. Keluarga-keluarga yang sudah penuh masalah dalam kehidupannya ia
akan
mempengaruhi
masyarakatnya,
dengan
ketergantungan
kepada
kehidupan upaya narkoba
lain
lain
di
lingkungan
untuk
membiayai
seseorang
dari
anggota
keluarganya memerlukan banyak uang untuk membeli narkoba, disisi lain para pecandu tersebut mencuri, merampok, menipu, mengedarkan narkoba bahkan bisa membunuh untuk mendapatkan uang, Kesemuanya ini merugikan masyarakat. Para pecandu narkoba pada umumnya menjadi orang yang anti sosial dan menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban
pada lingkungannya. Kerugian dibidang pendidikan juga dengan presentasi yang cukup tinggi, yaitu prestasi sekolah merosot 96%. Para siswa penyalahgunaan narkoba sering merusak atau mendorong teman -temanya untuk memakai narkoba bahkan mereka juga menjadi pengedar narkoba di sekolah, karena pengaruh teman terhadap penyalahgunaan narkoba pada pelajar dan mahasiswa perlu diwaspadi. Dari hasil survey tahun 2006 dan 2009 telah menunjukkan teman adalah orang yang paling banyak menawakan narkoba, teman diluar sekolah lebih banyak yang menawarkan narkotika dibanding teman diluar sekolah. 73 Rumah teman di luar sekolah menjadi tempat yang paling banyak digunakan untuk menawarkan narkoba. Dengan demikian pergaulan dengan teman bisa menjadi faktor risiko yang cukup rawan terhadap pintu masuk utama bagi penyalahgunaan narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa, terutama pergaulan dengan teman luar sekolah. Semakin tinggi jenjang sekolah, semakin tinggi juga jumlah pelajar yang ditawari narkoba oleh teman. Dalam kondisi yang demikian bisa diasumsikan bahwa semakin tinggi jenjang sekolah, tingkat pergaulan semakin
luas, sehingga
pengaruh teman juga semakin besar, hal ini sangat merugikan
generasi muda.74
73
Himpunan Hasil Penelitian Penyalahgunaan dan Peredara Gelap Narkotika Tahun 2009, Badan Narkotika Nasional 201 0. h. 3-4. 74 Ibid
Berdasarkan temuan National Drug Abuse Prevention Center
(NDBC) terdapat sekitar 4 juta pecandu narkoba di Indonesia dan sekitar 70% diantaranya tercatat sebagai anak usia sekolah antara 14 sampai 20 tahun.75
II.2.4 Dampak terhadap Dimensi Budaya Jika
penyalahgunaan
dan
maka
jumlah
akan berkembang menjadi pecandu -pecandu
penyalahgunaan narkoba
dibiarkan,
akan
meliputi semua
lapisan
dan
golongan
masyarakat. Tingkah laku, prilaku dan norma-norma mereka, lamakelamaan
akan
membudaya
sebagai
sub
kultur
yang
membahayakan. Jika sudah menjadi sub kultur maka sudah berakar disebagian masyarakat dan bisa saja suatu saat orang menerima bahwa pemimpinya, Bupatinya, kepala Polisinya adalah pecandu. Hal tersebut di atas adalah sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara.
II.2.5
Dampak terhadap Dimensi Kesehatan
Dalam
dimensi
kesehatan
sudah
barang
tentu
penyalahgunaan narkoba merusak atau menghancurkan kesehatan manusia baik secara jasmani, mental, emosional, dan kejiwaan seseorang. Penyalahgunaaan narkoba dapat merusak susunan saraf
75
Ibid
pusat otak, organ -organ lainnya seperti hati, jantung, paru -paru, usus dan penyakit komplikasi lainnya. Penyalahgunaan narkoba juga menimbulkan gangguan psikis pada perkembangan normal remaja, daya ingat, perasaan, presepsi dan kendali dir
Narkoba
dapat merusak sistem reproduksi, seperti produksi sperma menurun, penurunan hormon testosterone, kerusakan kromosom, kelainan sex, keguguran dalam kandungan dan lain-lain. Penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan penyakit AIDS melalui pemakaian bersama jarum suntik, jika yang bersangkutan
mengidap penyakit AIDS. Bahkan pengguna narkoba memilik resiko empat kali lebih besar terinfeksi HIV bila dibandingkan dengan pelaku hubungan seks bebas. Para ahli tingkat nasional memprediksi jumlah orang yang hidup dengan HIV di Indonesia pada tahun 2002 melaporkan estimasi jumlah tersebut sebesar 110.800 diantranya terdapat 42.749 (38,6%) penyalahguna narkoba dengan jarum suntik.76
II.2.6
Dampak terhadap Dimensi Penegakan Hukum Untuk mencegah dan memberantas penyelundupan narkoba ke Indonesia tidak mudah mengingat panjangnya garis pantai dan ribuan pulau -pulau. Dengan terbukanya jalur transportasi dari luar
76
Badan Narotika Nasional Republik Indonesia, Loc. Cit, h. 99-100.
negeri langsung ke beberapa kota di Indonesia baik melalui udara maupun laut. Sejak beberapa tahun lalu, methamphetamine, ectasy, dan psiktropika lainnya sudah diproduksi di laboratorium gelap, dengan kemampuan dan kapasitas produksi yang semakin meningkat. Mendeteksi laboratorium gelap tidak mudah, karena sebuah laboratorium gelap tidak memerlukan bangunan yang besar dan peralatan yang canggih. Untuk memproduksi narkotika tertentu dan psikotropika, digunakan bahan dasar kimia (precursor) yan biasanya digunakan untuk keperluan industri atau farmasi. Hal ini sangat menyulitkan untuk pengawasan dan pencegahan karena
bahan-bahan kimia tersebut dipakai secara umum, apalagi lokasi dan tempat memproduksinya hanya berupa kamar dalam satu apartemen atau dalam ruko sekalipun. Sistem distribusi gelap dari sindikat narkoba, sangat dan luas, memakai sistem sel, berjenjang, dan dengan pengamanan yang ketat sehingga sangat sulit untuk mengetahui apalagi akan memperkarakan orang-orang penting adakalanya menggunakan
satuan pengawasan tersembunyi yang dilengkapi dengan keamanan pengintai dari sindikat tersebut, mengingat system pembuktian yang dianut dalam system hukum di Indonesia. Sedangkan dalam system
distribusi
legal
obat-obatan
ini
digunakan
untuk
kepentingan kesehatan, tetapi didalamnya terdapat kebocoran atau
penyelewengan karena terdapat kelemahan dalam pengendalian dan pengawasannya. Walaupun penyalahgunaan narkoba ini tidak dipandang sebagai tindak kejahatan, namun perbuatan menyalahgunakan narkoba diklasifikasikan dalam Undang-undang sebagai kejahatan
dengan ancaman hukuman penjara. Tentu saja hukuman penjara ini bukan untuk menyiksa yang bersangkutan, melainkan untuk memaksakan penyalahguna untuk menjalani
pengobatan dan
rehabilitasi, jika mereka tidak dapat disembuhkan, ini dapat menyeret remaja, pemuda, termasuk para selebriti dan orang lain untuk ikut dalam menyalahgunakan narkoba, sehingga jumlah
penyalahguna dan pecandu semakin banyak. Disisi lain kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk membangun tempat-tempat treatment dan rehabilitasi sangat terbatas. Upaya untuk menangani penyalahgunaan dan pemakai narkoba merupakan tugas aparat penegak hukum, disamping itu pihak orang tua maupun masyarakat dapat berperan serta. Dalam kaitannya dengan penegak hukum tersebut berlaku hukum supplay dan demand. Semakin besar demand maka akan meningkatkan
usaha-usaha supplay narkoba, dan penyalahgunaan itu sendiri adalah pelanggar Undang-undang narkoba yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
II.2.7
Dampak terhadap Dimensi Keamanan Nasional Karena perdagangan gelap narkoba menghasilkan banyak uang, maka hal ini juga digunakan oleh para gerakan sparatis yang akan melakukan pemberontakan untuk membiyai tujuan mereka. Dengan dana yang diperoleh tersebut, mereka bisa membeli antara lain senjata api, amunisi, bahan baku peledak untuk membuat bom
dan juga membiayai operasi-operasi destruksi mereka. Hasil perdagangan narkoba seperi perdagangan gelap di Aceh pada saat itu digunakan untuk membiayai gerakan sparatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Bukan hanya di Indonesia, di Myanmar pun hasil kejahatan narkoba dipergunakan untuk membiayai pemberontakan Shan Army di bawah pimpinan
Jenderal Khun Sa. Demikian juga di Afganistan, patut dicurigai terorisme. 7 7 Di Amerika Latin sindikat atau kartel narkoba karena mempunyai banyak uang, mampu mempunyai tentara sendiri
(private army) yang dipersenjatai dengan senjata canggih dan mampu
melawan
kekuatan
senjata militer negara tersebut
contohnya, kasus penangkapan tokoh dibalik perdagangan obat bius di Colombia, Palbo Eskuador, sehingg terpaksa pemerintah Columbia minta bantuan dari AS untuk menghancurkanya.
77
Peter Chalk, Grey Area Phenomena in Shoutheast Asia: Piracy, Drugs Political Terorism. The Australian National University, Canberra. 1997 h. 43.
ficking and
Dengan demikian diperoleh gambaran bahwa dampak lalu lintas perdagangan narkoba begitu luas terhadap human security, karena menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, bahkan hubungan antar
negara.
BAB III GAMBARAN UMUM MASALAH DRUGS TRAFFICKING DI
INDONESIA
III.1 Masalah Drugs Trafficking di Indonesia Sejarah narkoba di Indonesia dilihat dari banyaknya candu yang dipakai oleh keturunan Cina pada tahun 1617. Namun sebenarnya
pribumi
juga banyak yang kecanduan, baik para bangsawan maupun rakyat biasa. Dalam perkembangannya, candu di Jawa telah menjadi kom
ekonomi
yang dikuasai oleh bandar narkoba. Karenanya VOC banyak melakukan kerjasama perjanjian monopoli dengan penguasa setempat, seperti dengan Sultan Amangkurat II (1677). Baru kemudian Sultan Banten (1681), Sultan Cirebon (1682) dan Sultan Palembang (1777). Pemerinah
Belanda
secara resmi mendirikan perkebunan candu di Jawa dan Sumatera pada tahun 1862. 78
Dengan mengutip james R.Rush dalam opium to java Syaefurrahman mengatakan bahwa opium tidak ditanam di Jawa. Pada abad ke -19 tampaknya semua opium resmi yang dikonsumsi di Jawa berasal dari Turki dan Persia atau British Bengal. Dari jalur tersebut lalu di alurkan dalam waktu yang beraturan kepada bandar opium di Jawa dan di simpan melalui gudanggudang di Batavia, Semarang dan Surabaya.79
78
Syaefurrahman Al-banjary, Hitam Putih Polisi dalam Mengungkap Jaringan Narkoba . Jakarta: Restu Agung dan PTIK Press, 2005. h. 5. 79 Ibid
Jenis narkoba yang beredar saat ini juga bervariasi seperti: opium, heroin, ganja, methamphetamine, amphetamine, dan lain-lain. Sementara itu berbagai bahan atau zat kimia yang dijadikan sebagai bahan dasar atau katalisator pembuat narkotika dan psikotropika yang kita sebut prekursor, sangat mudah didapat dipasaran. prekursor tersebut disamping bermanfaat dalam rangka proses industri seperti kosmetika, pabrik cat. Sering disalahgunakan atau penggunaanya dan peredaranya kurang control karena belum diatur dalam undang-undang tentang pengawasan, sangsi dan
peredaranya. Dengan melihat fenomena tersebut diatas, sangat jelas
jaringan
peredaran gelap narkoba internasional sangat kuat, yang setiap saat mampu menerobos celah yang tidak kita duga sebelumnya. seperti lembaga pemasyarakatan yang seharusnya steril mampu diterobos oleh penjahat, terbongkarnya berbagai penyelundupan narkoba di pelabuhan udara juga mengindikasikan kemungkinan lolosnya barang haram tersebut, serta adanya berbagai pelabuhan laut yang tersebar dimana-mana sangat sulit dikontrol.
III.2 Jenis Narkotika dan Obat -obatan Terlarang di Indonesia Narkoba adalah istilah yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainya. Narkoba termasuk golongan bahan atau zat yang jika masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi-fungsi yang dapat merusak tubuh termasuk otak. Istilah narkotika sering dikaitkan kepada candu, morfin, heroin, kokain, ganja serta beberapa obat bius lainya
yang dapat mengakibatkan kecanduan bagi manusia. Sedangkan beberapa psikotropika juga dikaitkan dengan jenis shabu -shabu serta ekstasi. 80 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan atau kecanduan. Narkotika tergolong menjadi tiga golongan. Golongan pertama, narkotika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan. Golongan kedua,
kuat narkotika
yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Sedangkan narkotika golongan tiga adalah narkotika yang berkhasi
pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan untuk bertujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.81 Sedangkan di Indonesia terdapat jenis-jenis narkoba diantaranya:82
III.2.1 Heroin Heroin merupakan jenis opioda semi sintetik yang berupa serbuk putih, butiran dan cairan, rasanya pahit, memiliki sifat menghilangkan 80
http://www.bknn.or.id/pengertian/narkoba-salah.html, Narkoba yang sering disalah gunakan. di akses pada tanggal 13 -1-2011. 81 Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, ADVOKASI Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba . 2009, h. 51. 82 Ibid h. 53-66 .
rasa nyeri. Heroin murni berupa bubuk putih tetapi yang umumnya beredar dipasar gelap berwarna kecoklatan karena telah dicampur oleh
bahan-bahan lain. Sehingga setiap kandungan heroin memiliki yang berbeda-beda. Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiad yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir-akhir ini. Heroin
selain
menyebabkan
ketergantungan
fisik
maupun
psikologis, juga dapat menyebabkan badan terasa sakit, mual dan muntah, miosis, mengantuk, mulut kering, berkeringat,
i
pernapasan, hipotermia, tekanan darah turun, konstipasi, kejang saluran empedu, sukar buang air kecil, kematian biasanya terjadi apabila dosis yang digunakan berlebihan. Pemakai yang sudah menjadi pemadat cenderung untuk menggunakan obat dengan dosis berlebihan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya batas toleransi tubuh yang semakin meninggi. Jika pemakaian heroin tiba-tiba dihentikan atau dosisnya di kurangi, maka terjadi gejala putus zat (sakauw) seperti kejang otot, mencret, tremor (anggota tubuh bergetar tanpa kendali), panik, hidung dan mata berair, dan rasa nyeri ke seluruh tubuh.
III.2.2 Morfin Morfin adalah suatu zat aktif yang berasal dari candu (opium) setelah mengalami proses kimiawi. Pada dasarnya morfin merupakan bahan analgesic atau penghilang rasa sakit yang sangat kuat untu
seseorang yang mengalami luka atau sakit yang sangat berat terutama jika dirawat di ruang ICU. Namun yang digunakan oleh dokter ke pasien, dosisnya sesuai dengan kebutuhan si pasien, sehingga tidak akan menimbulkan ketergantungan. Morfin berbentuk seperti bubuk kristal berwarna putih seperti jarum -jarum lembut atau prisma yang berkilauan dan tidak berbau. Jika dipegang oleh jari-jari kita terasa seperti memegang bubuk kapur.
warna morfin bermacam-macam, dari yang putih, kuning gading sampai cokelat atau cokelat kopi. Malah ada juga morfin yang seperti kapas. Morfin bubuk biasanya dibungkus dalam b
uknya atau
kantong plastik. Ada dua jenis morfin yaitu jenis Banna dan jenis Snow White yang berbentuk seperti bedak. Pada tahun 1805 seorang Apoteker Jerman bernama Sertuerner berhasil mengisolasi morfin, Morfin berasal dari bahasa yunani yang berarti Morpheus dan kata lain adalah dewa mimpi . Kandungan morfin dari candu sampai 10%. Pada tahun 1874, pabrik Bayer berhasil mensisntesiskan heroin (diasetilmorfin atau diamorfin) dari bahan baku morfin menggunakan asam asetat atau cuka anhidrat, nama heroin diambil dari bahasa jerman, yakni heroic yang artinya pahlawan. Heroin yang pertama kali dibuat ini dicoba untuk obat
batuk.
Namun, baru tahun 1898 diuji manfaat dan bahayanya pada hewan dan manusia. Ternyata bahaya heroin jauh lebih besar daripada manfaatnya karena itu pada tahun 1924 di Amerika Serikat dilarang produksi dan
digunakan. Dulu heroin dibuat oleh pabrik resmi, namun sejak adanya larangan produksi tersebut heroin dibuat oleh industri gelap. Industri gelap ini sering mengambil lokasi di kebun candu, misalnya di daerah segi tiga emas (Myanmar, Thailand dan Laos), dan Bulan Sabut Emas (Afghanistan, Iran dan Pakistan). Hal ini terlihat, dari setiap oprasi aparat kepolisian atau militer ditemukan asam cuka dalam jumlah besar. Heroin harganya lebuh mahal daripada morfin dan efek dari kecanduan dan halusinasinya lebih kuat daripada morfin.
III.2.3 Kokain Kokain adalah narkotika yang terbuat dari daun tumbuha Erytroxylon coca yaitu sejenis tumbuhan yang tumbuh di lereng pegunungan Andes di Amerika Selatan. Kokain termasuk golongan obat perangsang atau stimulan, kokain sangat berbahaya karena dampak ketergantungan sangat kuat. Hal ini ditunjukan dari hasil percobaan di laboratorium, yang hasilnya ternyata binatang percobaan yang diberikan kokain terus menerus lebih memilih kokain daripada makananya. Begitu terus hingga akhirnya binatang tersebut mati akibat kelaparan
atau over dosis. Kokain ini berbentuk kristal halus berwarna putih bersih, juga ada yang berbentuk seperti kepingan -kepingan salju, kapur barus, gula ataupun garam. Saat ini kokain masih digunakan sebagai anestetik local, khususnya untuk pembedahan mata, hudung, dan tenggorokan.
Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena afek merugikanya telah dikenali. Menyebabkan paranoid dan halusinasi serta kurangnya percaya diri.
kesehatan
akan memperburuk system pernapasan dan gangguan pada otak.
III.2.4 Ganja Ganja atau kanabis mempunyai beberapa bentuk, ganja bisanya berbentuk dedaunan seperti daun ketela pohon dan berwarna hijau. Cairan yang lengket, minyak dammar ganja. Ganja yaitu
tanaman
yang dikeringkan dengan efek yang dapat membuat pemakainya menjadi teler “sakaw” atau flay. Menimbulkan ketergantungan psikis yang diikuti oleh kecanduan fisik dalam waktu yang lama, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakanya. Ganja dapat tumbuh hampir di semua tempat di seluruh penjuru dunia, ganja berasal dari tumbuhan perdu liar yaitu Cannabis saliva ataupun Cannabis indica yang tumbuh di daerah beriklim tropis dan subtropik seperti Indonesia, India, Nepal, Thailand, Laos, kambodja. Beberapa jenis tanaman cannabis mempunyai efek rasa yang sama, karena tergantung pada iklim, keadaan tanah dan waktu
ya.
Marijuana daun dan bunga kering tanaman cannabis biasanya dihisap dalam rokok yang digulung dengan tangan atau memakai pipa. Di antara variasi ganja yang lain, marijuana yang dmpaknya paling ringan.
Penggunaan ganja akan memberikan pengaruh yang menjadikan pemakainya merasa rileks, kadang-kadang merasa nyaman dan gembira. Pemakainya juga dapat mengalami sensasi palsu dalam penglihatan, penciuman dan pendengaran yang disebut halusinasi. Gangguan dalam dimensi penglihatan, misalnya jarak pandang tidak normal, sesuatu nampak jauh padahal dekat Gangguan lain adalah tidak wajarnya kemampuan berfikir secara logis. Bahaya penyalahgunaan ganja pada tahap jangka pendek pemakaian ganja dapat meningkatkan selera makan denyut nadi juga meningkat. Dalam dosis besar, pemakai merasa terjadi perubahan dalam persepsi suara dan warna yang menjadi lebih tajam. Sedangkan daya pikirnya melambat dan terjadi kebingungan. Jika dosisnya sangat besar, pengaruhnya sama dengan halusinogen lain, dan dapat menyebabkan cemas, panik, bahkan gangguan jiwa.
III.2.5 Ekstasi Ekstasi adalah bahan psikoaktif yang bersifat stimulcin (memacu kerja otak). Biasanya dibuat oleh pabrik gelap, sehing
sebutan ekstasi
tak lagi mengacu pada satu bahan tertentu, melainkan terdiri dari beberapa bahan yang mempunyai pengaruh sama pada pemakainya. Seperti kebanyakan obat terlarang, tidak ada kontrol yang mengatur kekuatan dan kemurnian salah satu jenis narkoba ini. Bahkan tidak ada jaminan bahwa sebutir ekstasi sepenuhnya berisi ekstas
Seringkali
ekstasi dicampur dengan bahan -bahan berbahaya lainya. Bentuk ekstasi
ini berupa tablet warna-warni dan sering juga disebut dengan inex. XTC mulai bereaksi setelah 20 sampai 60 menit diminum. Daya rangsang ekstasi sangat tinggi karena mengandung zat psikotropika yang biasanya diproduksi secara illegal dalam bentuk tablet atau kapsul. Pengaruh pada pemakai ekstasi adalah mendorong tubuh melakukan aktivitas melampaui batas maksimum, meningkatkan rasa empati dan keakraban terhadap orang-orang lain. Pemakai merasa menjadi lebih mudah bergaul dan bersemangat, sehingga memiliki rasa empati yang sangat berlebihan termasuk kepada orang ya
baru
dikenalnya. Bahaya bagi pemakai obat ini adalah aktivitas mental emosional meningkat karena terjadi perubahan fungsi faal tubuh. Terjadi dehidrasi atau tubuh kepanasan dan kekurangan cairan, pusing, dan lelah. System organik dalam tubuh tidak dapat mengendalikan suhu tubuh. Ekstasi juga merusak organ -organ tubuh, seperti hati dan ginjal. Dapat mengakibatkan kejang dan gagal jantung. Bila pemakaian dengan dosis besar ekstasi akan menyebabkan gelisah, tidak dap at diam, cemas, dan halusinasi, Pemakaian ekstasi jangka panjang dapat merusak otak, bahkan menimbulkan depresi, gangguan daya ingat, dan psikosis atau gangguan jiwa.
III.3. Produksi Narkotika dan Obat-obatan Terlarang di Indonesia Indonesia menurut analisis Badan Narkotika Nasional (BNN) hasilnya menunjukkan sistem produksi narkotika di Indonesia telah mengalami
perubahan dari sistem produksi pabrik menjadi produksi rumahan yang terkenal dengan istilah “ Kitchen Lab”.8 3
Perubahan sistem ini terlihat dari hasil penggrebekan terhadap beberapa tempat produksi narkotika yang rata -rata merupakan rumah pribadi maupun kamar sebuah apartemen dengan pekerja antara 3 -5 orang. Misalnya yang terlihat dalam kasus digerebeknya Pabrik narkoba di apartemen Marina Ancol Jakarta Utara Rabu 24 Maret 2010. 84 dari penggerebekan ini, petugas mengamankan dua tersangka warga negara asing asal Taiwan, yang diduga kuat sebagai ahli peraciknya. Produksi narkotika dengan sistem “ Kitchen lab” tersebut kini telah mulai merebak di tanah air, termasuk kemungkinan di
daerah-daerah terpencil. Dimana sebuah “ Kitchen lab” mampu memproduksi ratusan narkotika dalam satu hari dengan target pasar lokal dan tidak tertutup kemungkinan perdagangan antar Provinsi dan internasional. Perkembangan globalisasi dan kemajuan transportasi dan komunikasi memungkinkan pergerakan barang, jasa, dan manusia secara cepat dan mudah, termasuk komoditi illegal seperti obat-obatan terlarang. Bandar obatobatan terlarang kini memiliki berbagai alternatif jalan untuk memasukkan komoditi itu ke Indonesia, selain melalui jalur tradis
lewat bandara
internasional Soekarno Hatta atau melalui bandara internasional Ngurah Rai Bali. Daerah ini semakin banyak tempat yang menjadi sasaran maupun transit
dari perdagangan obat-obatan telarang tersebut. Tempat-tempat seperti
83
http://www.bnn.or.id-produksi-narkoba- di-indonesia-berganti-sistem.html di Akses pada Taggal 10 Desember 2010. 84 http://www.interpol.go.id/id/kejahatan-transn asional/narkoba di Akses pada tanggal 2 Februari 2011.
pelabuhan Belawan (Medan), perairan Tanjung Balai, bahkan Pulau Nias
telah menjadi pintu masuk perdagangan obat-ob atan terlarang. 8 5
III.4. Jalur Peredaran Narkotika dan Obat -obatan Terlarang di Indonesia Berdasarkan informasi dari (BNN), jalur peredaran narkotika secara ilegal ke Indonesia itu berasal dari tiga tempat yang segitiga emas diantaranya Thailand, Myanmar dan Laos.
disebut daerah ga negara ini
dideteksi memiliki ladang tanaman opium sejak jaman dulu. Pemasok opium lainnya yang terekam dari data BNN adalah Iran, Pakistan, dan Afganistan yang produksinya mencapai 4 ribu ton pertahun. Sementara didalam negeri, ganja dari Aceh yang dikenal berkualitas paling baik,
banyak beredar,
barang-barang illegal itu akhirnya masuk ke Bali melalui jalur darat hingga ke Lampung untuk dibawa ke Jakarta dan cukup bervariatif
ra membawanya
baik melalui jalur darat (bus, kereta api), jalur laut melalui yacht (kapal pesiar ukuran kecil) dan juga jalur udara.8 6
85
Fredy B. L. Tobing, “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang Mengancam Stabilitas Negara” , dalam Jurnal Global Politik Internasional, Vol 5 No1 November 2002. h. 83. 86 Database Badan Narkotika Nasional http://www.bknn.or.id di akses pada tanggal 8
Desember 2010
Gambar II.3.2.1 Jalur Lalu Lintas Obat-Obatan Terlarang Yang Masuk ke
Indonesia
Sumber: Badan Narkotika Nasional http://www.bknn.or.id di akses pada tanggal 8 Desember 201087
Dari gambar peta di atas terlihat, bahwa obat-obatan terlarang yang masuk ke Indonesia khususnya Jakarta seperti Heroin, Morphin, Hasis dan Cocain berasal dari negara-negara yang sering disebut Golden Crescent atau
negara-negara di daerah Bulan Sabit (Iran -Pakistan -Afganistan) dan negaranegara di daerah Segi Tiga Emas atau Golden Triangle (Myanmar-ThailandLaos).demikian juga halnya dengan ganja yang berasal dari Aceh. Dari semua
obat-obatan terlarang yang masuk Indonesia kemudian di distribusikan atau diedarkan secara gelap ke seluruh wilayah Indonesia dan ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Modus operandi penyebaran obat-obat terlarang di Indonesia memang banyak melalui kawasan wisata internasional. Bisnis kargo di kawasan wisata
87
Ibid.
sering kali dimanfaatkan oleh jaringan kartel internasional. Para drug trafficker yang berasal selain dari Indonesia memilih pulau Bali, untuk menghindari ketatnya pengamanan di laut Karibia, wilayah teluk Meksiko atau teluk Panama. Para pengedar rela untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh hanya untuk menghindari kawasan -kawasan yang memiliki tingkat pengawasan bea cukai yang lebih ketat. Bali juga menjadi wilayah transit pengiriman narkoba dan Thailand menuju Eropa karena ketatnya pengawasan di Eropa untuk barang impor asal Thailand. Dampaknya ialah banyak pengedar internasional kelas kakap tertangkap di Bali. Menurut data Kejaksaan Tinggi di Bali, pulau ini telah menjadi surga bagi para drug trafficker. Sebagai contoh, gembong narkoba Kid Mikie, seorang buronan Drug Enforcement Administration (DEA) AS atas kasus penyelundupan obat terlarang di kawasan segitiga emas. 88 Wilayah lain yang juga sangat rawan adalah Propinsi Su
Utara.
Propinsi yang dekat dengan kawasan the Golgen Triangle dan bertetangga dengan NAD yang memeasok ganja memang sangat rawan, bukan hanya sebagai wilayah transit tetapi juga sebagai sentra penyebarannya. Bahkan data dari Poltabes Medan memperlihatkan bahwa daerah ini sekarang mampu memproduksi ecstasy dengan kandungan amphetamine yang lebih rendah
dibanding produk impor. Untuk produksi ganja, Sumatera Utara juga telah
88
Fredy B. L. Tobing, “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang Mengancam Stabilitas Negara” , dalam Jurnal Global Politik Internasional, Vol 5 No1 November 2002. h. 83.
menyaingi Aceh dengan sentra penanaman di empat kabupaten: Deli Serdang, Simalungun, Tanah Karo dan Tobassa.89 Penanaman gelap ganja juga terlihat pada tanah dan iklim yang memungkinkan ia tumbuh. Di seluruh wilayah Indonesia apalagi tumbuhan ganja dapat juga tumbuh di Kawasan yang membentang amat luas yaitu daerah tropis dan daerah sub tropis. Daerah NAD adalah sentra penanaman ganja yang terkenal di Indonesi, sejak zaman dahulu kala sudah mengenal, menanam dan mengkonsumsi ganja baik di rokok maupun digunakan sebagai bumbu masak. Sebagian besar ganja dari NAD diedarkan didalam negeri meliputi
keseluruh propinsi. Lihat gambar dibawah ini yang menerangkan mengenai jalur peredaran ganja di Indonesia.9 0 Gambar II.3.2.2 Jalur peredaran ganja di Indonesia
Sumber: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Pemuda 2002
Dari gambar di atas menunju kkan betapa strategisnya Wilayah Indonesia dan sekitarnya untuk dijadikan kawasan lalu lintas peredaran dan 89
Ibid h. 84. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Pedoman Narkoba Bagi Pemuda 2002. 90
egahan Penyalahgunaan
perdagangan
narkoba.
Dengan
demikian,
perkembangan
lalulintas
perdagangan narkoba yang berlangsung di Kawasan Asia Tenggara semakin memperjelas posisi Indonesia dalam perkembangan lalulintas p erdagangan
narkoba, ia juga bukan lagi hanya sebagai tempat transit perdagangan dan peredarannya. Bahkan, Indonesia telah menjadi transit daerah pemasaran dan menjadi produsen narkoba. Pintu masuknya narkoba secara gelap ke Indonesia semakin banyak sehubungan dengan terbukanya jalur transporasi dari luar negeri Iangsung ke kota-kota di Indonesia, baik melalui udara maupun laut. Tidak mengherankan bila sindikat narkoba internasional mempunyai jaringan di banyak negara termasuk Indonesia. Misalnya, Nigerian Crime Enterprise telah mempengaruhi sebagian masyarakat untuk membantu mengembangkan kegiatan sindikat tersebut. Bahkan beberapa areal telah menjadi daerah basis kegiatan mereka seperti Kampung Bali, Mangga Besar, Tanah Abang dan beberapa tempat lainnya. Warga di wilayah tersebut telah
dijadikan
peredaran
dan
perdagangan
gelap
narkoba
sebagai mata
pencaharian pokok mereka.91 Pada tabel di bawah ini terdapat jumlah kasus narkoba di Indonesia dari tahun 2003-2008. 92
91
Ibid Badan Narotika Nasional Republik Indonesia, ADVOKASI Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba . 2009. h. 107. 92
Tabel II.3.2.3 Kasus Narkoba di Indonesia Tahun 2003-2008
Kasus No
Tahun
1. 2. 3. 4. 5. 6.
2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah %
Narkotika 3.929 3.874 8.171 9.422 11.380 10.006 46.782 46,36
Psikotropika 2.590 3.887 6.733 5.658 9.289 9.780 37.937 37,5
Bahan Adiktif Lainnya 621 648 1.348 2.275 1.961 9.573 16.426 16,2
Sumber : Badan Narkotika Nasional, ADVOKASI Pencegahan dan Peny hal 32
Jumlah 7.140 8.409 16.252 17.355 22.630 29.359 101.145 100 an Narkoba 2009
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa perkembangan kasus narkotika, psikotropika dan bahan adiktif dari tahun 2003 hingga
2008 cenderung
semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2003 kasus narkotika mencapai 3.929 kasus, pada tahun 2004 kasus
ka menurun
menjadi 3.874 kasus dan pada tahun 2008 sangat meningkat menjadi 10.006 kasus. Untuk kasus psikotropika pada tahun 2003 sebanyak 2.590 kasus dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 6.733 kasus dan tahu 2008 meningkat hingga 9.780 kasus. Demikian pula dengan kasus bahan a
if, yakni pada
tahun 2003 mencapai 621 kasus, hingga tahun 2008 terus meningkat sampai 9.573 kasus. Dengan demikian diperoleh gambaran faktual bahwa di Indonesia kasus-kasus penyalahgunaan narkoba cenderung meningkat. Kegiatan penyediaan, perdagangan dan peredaran narkoba lega l yang semakin meningkat tersebut, disebabkan semakin terbukanya kegiatan perdagangan dunia. Kegiatan ini sangat rentan terhadap penyalahgunaan
usaha perdagangan dan peredaran narkoba legal, yang dapat menimbulkan dampak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba semakin meningkat. Fenomena ini dapat terjadi karena perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia terutama para remaja dan pemuda yang semakin konsumtif terhadap
narkoba,
merupakan
salah
satu
faktor
meningkatnya
penyalahgunaan dan peredaran gelap di Indonesia. Pemahaman tentang bahaya penyalahgunaan narkoba semakin kurang diperhatikan dan bahkan tertutup,
oleh
sebab
mengkonsumsinya.
itu
banyak
orang
yang
terjerumus
uk
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN ASEAN DALAM MENANGANI MASALAH DRUGS T RAFFICKING
IV.1 Kebijakan ASEAN dalam Menangani Masalah Narkotika dan obatobatan terlarang
Rangkaian perkembangan kerjasama ASEAN dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang yang tertuang dalam ASEAN Declaration of Principles to Combat The abuse of Narcotic Drugs pada sidang AMM pada tgl 26 Juni 1976 di Manila, Philipina. Hal ini dapat dipandang sebagai langkah awal kerjasama ASEAN. 93 Namun sejauh itu pula ternyata kerjasama ini memerlukan arah kebijakan yang lebih jelas dan terpadu dimana dengan adanya komitmen yang lebih kuat dalam mengarahkan kerjasama ASEAN dalam menangani narkotika
obat-
obatan terlarang diharapkan ia akan semakin efektif dan menghasilkan kerjasama yang jelas hingga tercapainya ASEAN Bebas Narkoba 2015.
Kerjasama negara-negara di Asia Tenggara semakin memperkuat komitmennya untuk memberantas dan menanggulangi masalah kejahatan transnasional di kawasan Asia Tenggara. Hal ini menjadi arah kebijakan kerjasama ASEAN dalam menangani masalah narkoba adalah dengan adanya kehendak bersama untuk memperkuat komitmen negara anggota dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang. Dengan 93
ASEAN Declaration on Transnational Crime, The First ASEAN Conference on Transnational Crime Manila o n 18-20 December 1997.
komitmen tersebut maka arah kebijakan kerjasama tidak hanya semakin jelas
dan mempunyai landasan komitmen yang kuat. Kerjasama dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang
akan terealisasikan jika terdapat komitmen
memberantas
kejahatan
transnasional
yang
bersifat
kuat dalam kompleks
dan
terorganisasi dan mustahil bangsa-bangsa di Asia Tenggara mampu secara efektif dalam menangani masalah narkoba tanpa adanya komitmen yang
kuat. Dengan didirikannya ASEAN Centre on Transnational Crime (ACOT) yang akan mangkoordinir upaya regional melawan kejahatan transnasional melalui penyelidikan bersama, harmonisasi kebijakan dan koord inasi operasi. Kebijakan ini jelas terarah untuk kepentingan bersama yang memerlukan dukungan organisasi dan manajemen operasional. Dengan kata lain arah kebijakan kerjasama ASEAN telah mengisyaratkan peluang
dukungan teknis kelembagaan dan manajemen yang lebih kongkrit.94 Paling tidak sekali dalam
dua tahun negara-negara ASEAN
mengadakan pertemuan AMMTC dengan tujuan untuk mengkoordinasikan kegiatan lembaga-lembaga ASEAN yang berkenaan dalam masalah transnational crime seperti ASOD dan ASEANAPOL, ini merupakan salah satu
indikator untuk diperlukannya kinerja manajerial
dapat
memperkuat dan sekaligus memperlancar administrasi kerjasama. Hal ini tentu sangat dibutuhkan dalam mengidentifikasikan permasalahan dan
94
Ibid
dalam mengembangkan berbagai metode pendekatan yang lebih tepat dan terpadu dalam menangani permasalahan. Konsep kerjasama ASEAN dalam menangani masalah narkoti
dan
obat-obatan terlarang yang semakin nyata, dengan kesepakatan untuk mengadakan diskusi dalam upaya penandatanganan persetujuan bantuan hukum, perjanjian bilateral, MoU ataupun persetujuan lainya diantara negara anggota. Dapat diartikan sebagai sesuatu konsep saling pengertian bahwa penanggulangan kejahatan transnasional seringkal dihadapkan pada perbedaan aturan, kepentingan dan kebijakan yang hanya biasa diatasi dengan saling pengertian oleh para anggota ASEAN. Adanya kesepakatan untuk memberikan dukungan teknis manajerial dengan mengadakan pertemuan panitia ad -hoc Expert Group dalam waktu satu tahun untuk menyelesaikan tugas sekertariat ASEAN yang meliputi penyusunan ASEAN Plan of Action on Transnational Crime, kerangka kerja lembaga untuk ASEAN Cooperation on Transnational Crime dan studi kelayakan dalam penelitian ACOT dengan kesepakatan ini maka arah kebijakan kerjasama ASEAN dalam menangani masalah narkoba dan obatobatan terlarang semakin terpadu dan terpola. Dalam melakukan Law Emporcement terhadap pelaku kejahatan internasioanal diperlukan tindakan -tindakan kepolisian yang efektif, maka adanya kesepakatan yang dapat mendorong negara anggota untuk menandatangani Police Attaches dan Police Liason Officers di masing-
masing Ibu Kota negara untuk memfasilitasi kerjasama dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang. Penguatan
komitmen
dan
memperjelas
arah
kebijakan
yang
disebutkan di atas maka kepala negara sepakat menandatangani deklarasi bersama The first ASEAN Conference on Transnational Crime pada 20
Desember 1997 di Manila Philippina. Arah kebijakan yang tertuang dalam Deklarasi ASEAN tersebut adalah sebagai berikut : 9 5 Telah memutuskan untuk menangani masalah kejahatan transnasional melalui cara sebagai berikut : 1.
Menguatkan komitmen negara anggota untuk kerjasama pada tingkat regional dalam memerangi kejahatan transnasional.
2.
Mengadakan paling tidak sekali dalam dua pertemuan AMMTC dengan tujuan untuk mengkoordinasikan kegiatan lembagalembaga ASEAN yang berkenaan dalam masalah TOC , seperti
ASOD dan ASEANAPOL. 3.
Mengadakan diskusi dalam upaya penandatanganan persetujuan bantuan hukum, perjanjian bilateral, MoU ataupun persetujuan lainnya diantara negara anggota.
4.
Mempertimbangkan pendirian ASEAN Centre on Transnational Crime (ACOT) yang akan mengkoordinir upaya regional melawan kejahatan
95
Ibid
transnasional
melalui
ASEAN
Declaration
on
Transnational
Crime,
The
first
Transnational
Crime
Manila
on
ASEAN 18 -20
Conference December
on
1997.
penyelidikan bersama, harmionisasi kebijakan dan koordinasi
operasi. 5.
Mengadakan pertemuan panitia ad -hoc Expert Group dalam waktu satu tahun untuk menyelesaikan tugas sekretariat ASEAN sebagai
berikut : a. ASEAN Plan of Action on Transnational Crime
b. Kerangka kerja lembaga untuk ASEAN Cooperation on Transnational Crime c. Study kelayakan dalam penelitian ACOT 6.
Mendorong negara anggota untuk menandatangani Police
7.
Attaches dan Police Liason Officers di masing-masing ibukota negara untuk memfasilitas kerjasama dalam menangani kejahatan
transnasional. 8.
Mendorong kerjasama antar lembaga negara yang berkaitan atau organisasi
di
negara
anggota
untuk
mengatasi kejahatan
transnasional untuk lebih meningkatkan pertukaran informasi. 9.
Meluaskan ruang
lingkup
upaya negara anggota melawan
kejahatan transnasional seperti terorisme, perdagangan narkoba, perdagangan senjata, pencucian uang, perdagangan manusia, dan pembajakan di laut, dan meminta Sekretariat ASEAN General
untuk memasukan masalah ini ke dalam program kerja sekretariat ASEAN.
10. Meluaskan jalan dimana negara anggota d apat bekerja lebih dekat
dengan lembaga dan organisasi yang relevan dalam dialogue partner negara internasional lainnya, termasuk PBB dan lembaga khususnya Colombo Plan Bureau , Interpol dan lembaga lainnya,
untuk memerangi kejahatan transnasional. 11. Kerjasama dan koordinasi lebih dekat dengan Badan -badan
ASEAN lainnya seperti ASEAN Law Ministers and AttorneysGeneral, ASEAN Chiefs of National Police, ASEAN Finance
Ministers, Director-General of Imigration dan Director-General of Customs, dalam penyelidikan, penangkapan dan rehabilitasi. 12. Meningkatkan kapasitas Sekretariat ASEAN membantu negara
anggota dalam menyusun, merencanakan, dan mengkoordinasi kegiatan , strategi, program
dan
proyek untuk memerangi
kejahatan transnasional. Visi dan misi kerjasama ASEAN dalam menangani kejahatan transnasional khususnya dalam menangani masalah narkoba dan obatobatan terlarang, yang mengancam masing-masing negara anggota menjadi lebih jelas. Dalam knteks hubungan internasional, arah kebijakan yang demikian itu merupakan refleksi solidaritas di antara anggota, yang tidak hanya berupaya mengharmonisasikan
negara an
politik, ekonomi dan sosial masing-masing anggota, tetapi yang lebih penting lagi adalah
bahwa komitmen untuk memerangi kejahatan
transnasional dinyatakan sebagai musuh bersama, sebagaimana yang sedang disosialisasikan oleh Amerika dalam memerangi terorisme. Dari kebijakan ASEAN dalam menangani masalah narkoba di atas dapat di jabarkan perkembangan kerjasama dalam menangani masala narkoba di bawah ini.
IV.1.1. Perkembangan Kerjasama ASEAN Kerjasama ASEAN dalam menangani masalah narkotika dan obat-obatan terlarang dapat diartikan sebagai salah satu konsep dan proses dalam kegiatan antar anggota. Menurut K.J Hans J. Morgenthau, region atau kawasan diartikan sebagai sekumpulan negara yang memiliki kedekatan geografis karena berada dalam satu wilayah tertentu.9 6 Dari sinilah lahir sebuah keinginan bersama
negara-negara dalam
satu
region
untuk
dapat menyelesaikan
permasalahan yang dapat mengganggu stabilitas kawasan yaitu dengan melakukan kerjasama. Kerjasama ASEAN ini dapat dipandang
sebagai suatu proses pelaksanaan kekuatan bersama bangsa-bangsa di Asia Tenggara dalam hal ini kebijakan bersama tersebut telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Tujuan utama dari kerjasama ASEAN tersebut dalam memerangi masalah
narkotika
dan
obat-obatan
terlarang
adalah
untuk
menciptakan ASEAN sebagai kawasan bebas narkotika (A Drug -Free
96
h. 228.
Craig A Snyder. Contemporary Security and Strategy. Palgrave: Little Brown & CO, 1968.
ASEAN ) pada tahun 2020 dan komitmen ASEAN ini juga tercermin dari dicantumkanya masalah narkotika tersebut di dalam “ ASEAN Vision 2020” dan “ Hanoi Plan of Action ”.9 7 Kerjasama ASEAN dalam menangani masalah narkoba dan
obat-obatan terlarang tercakup didalam wadah ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD). Kerjasama ini dimulai pada saat ASEAN Ministerial Meeting (AMM) di Manila , Philipina, 26 Juni 1976, dengan
ditandatanganinya ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotics Drugs.9 8
Pada tahun 1981 dibentuk ASEAN Drugs Experts, sebagai subkomite di bawah Committee on Social Development (COSD) dan Narcotic Desk di Sekretariat ASEAN. Pada sidang tahunannya yang ke-8 di Jakarta tahun 1984, ASEAN Drug Experts mengubah namanya
menjadi ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD) sebagai suatu wadah bagi negara-negara ASEAN untuk bekerjasama dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang.99 ASOD secara resmi didirikan pada tahun 1984 dan berbagai prakarsa yang berkaitan dengan masalah obat-obatan terlarang berdasarkan pada ASEAN Plan of Action on Drug Abuse Control yang dihasilkan pada pertemuan ASOD yang ke-17 pada bulan Oktober 1994. Rencana kegiatan 97
itu meliputi empat bidang prioritas;
C.P.F Luhulima, Dewi Fortuna Anwar, Dkk. Masyarakat Asia Tenggara Menuju Comunitas ASEAN 2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2008. h. 3-4. 98 Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Deplu RI “Kerjasama ASEAN dalam menanggulangi kejahatan transnational” 2000. h. 173. 99 Ibid
pendidikan untuk pencegahan penyalahgunaan narkoba, perawatan
dan rehabilitasi, pemberdayaan dan penelitian.100 Dibidang pendidikan dan informasi pencegahan, beberapa workshop tentang pendidikan mengenai obat-obatan terlarang bagi para guru dan penyusun kurikulum serta riset komparatif mengenai pendidikan pencegahan. Hal ini telah diselenggarakan kegiatan kerjasama dalam pemberdayaan hukum mencakup pertukaran personel pemberdayaan hukum, penyelenggaraan program training dengan bantuan lembaga internasional dan pertukaran informasi mengenai trends, modus operandi dan jalur perdagangan obat-obatan terlarang. Negara -negara anggota ASEAN telah melakukan pertukaran secara regular personel termasuk dalam hal perawatan dan rehabilitasi pada tingkat operasional. Pelaksanaan program -program tersebut diaatas juga ditunjang oleh empat pusat training yang terdapat di negara-negara ASEAN
masing-masing adalah : ASEAN Training Centre for Narcotics Law Enforcement (Bangkok), ASEAN Training Centre for Preventive Drug Education (Manila), ASEAN Training Centre for Treatment and Rehabilitation (Kualalumpur), dan ASEAN Training Centre for the Detection of Drugs in Body Fluids (Singapore). 10 1
100
Ibid ASEAN Drug Abuse Control, medium-term programme 1996-1998, ASEAN Secertariat November 1995. h. 3. 101
ASOD memiliki tugas antara lain adalah:102 a. Menyelaraskan
pandangan, pendekatan
dan
strategi dalam
menangani masalah narkotika dan obat-obatan terlarang dan cara memberantas peredarannya di wilayah ASEAN
b. Mengkonsolidasikan serta memperkuat upaya bersama, terutama dalam masalah penegakan hukum, penyusun undang-undang,
upaya-upaya preventif melalui pendidilkan, penerangan kepada masyarakat. c. Melaksanakan ASEAN policy and Strategies on Drug Abuse Control sebagaimana telah disetujui dalam pertemuan ASEAN Drug Experts Ke-8 di Jakarta tahun 1984.
d. Melaksanakan pedoman mengenai bahaya narkotika yang telah ditetapkan oleh “International Conference on Drug Abuse and
Illicit Trafficking” dimana negara-negara anggota ASEAN telah berpartisipasi secara aktif.
e. Merancang, melaksanakan, memonitor serta mengevaluasi semua program dalam menanggulangi masalah narkotika ASEAN. f.
Mendorong partisipasi dan kerjasama dengan pihak ke tiga dalam usaha pemberantasan peredaran gelap narkotika.
g. Meningkatkan upaya kearah tercapainya ratifikasi, aksesi dan pelaksanaan semua ketentuan PBB yang berkaitan dengan masalah
bahaya narkotika. Diantara sejumlah tujuan yang di utarakan terdapat penetapan kawasan Asia Tenggara yang bebas narkoba. Ukuran kerjasama untuk mengatasi masalah yang hanya dapat dipecahkan secara regional termasuk kejahatan internasional untuk merealisasikan
isi tersebut.
Sejumlah badan dalam ASEAN terlibat baik secara langsung maupun 102
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Deplu RI. Loc.cit h. 173-174.
tidak langsung, melakukan perumusan kebijakan dan inisiatif melawan kejahatan internasional tersebut. Kebijakan ini meliputi ASEAN ministerial meeting on Transnational Crime (AMMTC), ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM), ASEAN Chiefs of National Police (ASEANAPOL), dan ASEAN Senior Officials on Drugs
Matters (ASOD). Realisaasi kerjasama ASEAN di bidang penanggulangan transnational crime dimulai pada saat diselenggarakanya sidang ke-1 para Menteri Dalam negeri ASEAN yang bertanggungjawab terhadap masalah kejahatan transnational (The First meeting of ASEAN Ministers of Interior/Home Affairs on Transnatinal Crime) pada Desember 1997 di Manila. Pertemuan tersebut menghasilkan the ASEAN Declaration on Transnational Crime yang menegaskan tekad ASEAN untuk mengadopsi suatu pendekatan komprehensif guna memerangi kejahatan lintas batas melalui kolaborasi regional yang lebih baik dan dengan meningkatkan kerjasama internasional. 10 3 Selanjutnya pada sidang yang ke-2 AMMTC, Juni 1999 di Myanmar, mesahkan ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime. Rencana aksi tersebut antaralain berisi mekanisme dan berbagai kegiatan guna memperluas upaya negara-negara anggota ASEAN untuk memberantas kejahatan transnational pada level nasional, bilateral hingga dimensi regional, serta memperkuat 103
ASEAN Declaration on Transnational Crime, The First ASEAN Conference on Transnational Crime Manila on 18 -12 December 1997
komitmen dan kapasitas regional guna melaksanakan upaya yang telah
diperluas tersebut. Plan of Action ini meletakan suatu strategi regional yang kohesif untuk memberantas kejahatan transnasional dan meliputi pertukaran informasi, kerjasama dalam bidang pemberdayaan hukum dan undang-undang, kapasitas lembaga, pelatihan dan kerjasama ekstra regional sebagai kunci kegiatan. Upaya regional ini akan melengkapi dan mendukung upaya bilateral yang dilaksanakan oleh negara anggota ASEAN. 10 4 Pada sidang ASEAN Finance Ministers pertama, pada tanggal 1 Maret 1997 di Thailand, telah ditandatanganinya ASEAN Agreement on
Customs.
Persetujuan
ini
merupakan
bagian
dari
upaya
peningkatan kerjasama ASEAN guna menghadapi realisasi AFTA, bertujuan
meningkatkan
kerjasama
dalam
menangani masalah
narkotika dan obat-obatan terlarang, dan akan memfalisitasi dana sebagai upaya bersama untuk menangkal penyelundupan dan
pengawasan masyarakat.105 Dibentuknya ASEAN Chiefs of National Police (ASEANAPOL) yang merupakan forum kepala kepolisian dan berbagai negara ASEAN patut untuk bekerja dalam hal pencegahan, pemberdayaan dan aspek operasional kerjasama melawan kejahatan transnasional. ASEANAPOL
telah
secara
aktif
terlibat
dalam
pertukaran
pengetahuan dan kemampuan dalam hal kebijakan pemberdayaan, 104 105
ASEAN Plan of Action on Drugs Abuse Cntrol, ASEAN Secretariat, January, 1995 h. 21. Direktorat Jendra Kerjasama ASEAN, Deplu RI. Loc.Cit h 11
hukum, pengadilan penjahat, dan kejahatan transnasional atau internasional. Badan ini telah menetapkan tiga komisi ad -hoc dalam menangani perdagangan narkoba, perdagangan senjata, kejahatan ekonomi dan finansial, kejahatan kartu kredit, ekstradisi dan penyerahan tersangka pelaku kriminal. Badan ini juga telah mengambil inisiatif untuk memerangi bentuk baru kejahatan transnasional, seperti pemalsuan dokumen perjalanan, pemalsuan pengiriman barang, dan
bajak laut. Institusi yang merupakan forum kerjasama antar kepolisian nasional dari negara-negara ASEAN telah mengembangkan suatu sistem database yang memungkinkan negara-negara anggotanya untuk saling bertukar informasi secara cepat dan aman. Disamping itu diharapkan dapat pula menyediakan berbagai sarana lebih lanjut guna mengakses sistem komputer pada Sekertariat Jenderal IN ERPOL. 10 6 ASEAN pengembangan
telah dalam
mengupayakan pencegahan
dan
kegiatan rehabilitasi
kerjasama narkoba,
pemberdayaan wanita dan mengatasi kekerasan terhadap wanita dan kejahatan eksploitasi seksual terhadap wanita dan anak-anak. Dengan perluasan jenis kejahatan transnasional sebagai akses
krisis
finansial, ASEAN harus lebih mengintensifkan upaya dalam melawan jenis kejahatan transnasional tersebut di atas. Upaya yang sedang dilakukan untuk membangun rencana kerjasama program kerja dan proyek kegiatan untuk mengatasi kejahatan transnasional diharapkan
106
Ibid
akan menekan pertumbuhannya di wilayah regional. ASEAN pula harus meningkatkan kerjasama dengan Dialogue Partners yang telah berperan secara signifikan dalam arena internasional melawan
kejahatan transnasional.107 Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, ASOD mengadakan pertemuan tiap tahunnya guna membahas strategi kerjasama dalam
menangani kasus narkoba. Luasnya jaringan perdagangan narkoba yang meliputi jalur produksi, jalur distribusi, dan konsumen memerlukan kerjasama yang efektif dan data yang akurat, dalam upaya penanggulangannya. Para pemimpin ASEAN telah menyadari pentingnya kerjasama dengan negara-negara diluar ASEAN dan kerjasama dengan masyarakat, dalam hal ini adalah organisasi non pemerintah dan sektor pribadi. 108 Pada pertemuan ASOD ke-31 yang diadakan di Jakarta ini dihadiri oleh 103 utusan delegasi yang berasal dari 10 negara, yaitu: Indonesia,
Brunei Darussalam,
Singapura,
Malaysia,
Myanmar,
Filipina, Thailand, Kamboja, Laos, dan Vietnam. Dalam
ini
Indonesia menjadi tuan rumah dan dipilihnya kepala Badan Narkotika Nasional sebagai Chairman untuk masa jabatan 2009-2010. 1 09
107
Report of The Twenty Third Meeting of The ASEAN Senior Officials on Drugs Matter (ASOD). Kualalumpur, Malaysia 14 -15 October 2002. 108 Organisasi non-pemerintah yang secara internasional bergerak dalam penceghan, penyalahgunaan narkoba adalah International Federation of non -Government Organizations for Drugs and Substancer Abuses (IFNGO).Sedangkan organisasi non-pemerintah atau lembaga suadaya masyarakat di Indonesia adalah organisasi BERS A (Badan Kerjasama Pembinaan Warga Tama). 109 Laporan pertemuan ASEAN Senior Official on Drug Matters (ASO) ke 31, tgl 13-15 Oktober 2010 di Jakarta.
Tema ASOD pada tahun ini adalah The Spirit of Partnership is the Key to Achieve a Drug -Free ASEAN 2015 , atau dapat diartikan: semangat kebersamaan merupakan kunci dalam mewujudkan ASEAN Bebas Narkoba Tahun 2015. Agenda pertemuan akan diawal dengan pemilihan Chairman dan Vice-Chairman untuk periode 2010 -2011. Selanjutnya para peserta akan memberikan laporan mengenai hasilhasil
kegiatan
yang
telah
dicapai,
terkait
dengan
rekomendasi pertemuan ASOD ke-30 tahun lalu. Kemudian dalam working group sessions, para peserta akan saling berdiskusi
dan berbagi pengalaman di negara masing-masing, sesuai dengan empat bidang prioritas yang ada. 110 Dalam pertemuan ASOD kali ini, pihak Indonesia juga mendapatkan
kesempatan
untuk
berbagi
pengalaman mengenai
pelaksanaan program Alternative Development (AD) di propinsi Aceh. Alternative development atau pembangunan alternatif bertujuan untuk menekan laju peredaran gelap narkoba, khususnya ganja. Pohon ganja yang banyak ditanam oleh masyarakat, diganti dengan jenis sayursayuran, umb i-umbian serta peternakan kambing, yang dianggap memiliki nilai ekonomis dan produktif. Melalui program yang telah dimulai sejak tahun 2006 ini diharapkan masyarakat Aceh tidak lagi bertanam dan memperdagangkan ganja secara gelap, sehingga dapat membantu
110
Ibid.
akselerasi
program
Pencegahan,
Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba dalam mewujudkan Indonesia Bebas Narkoba Tahun 2015. 111 Dari uraian di atas diketahui bahwa perkembangan kerjasama ASEAN dalam menanggulangi lalu lintas perdagangan narkob a, sebagai salah
satu
aksi kerjasama penanggulangan
transnasional telah berlangsung cukup lama, dan telah perluasan
arah
kebijakan
yang
lebih
terpola
kejahatan lui proses
dan
terpadu.
Perkembangan kerjasama ini terjalin melalui berbagai pertemuan tingk at Kepala Negara Kepala Pemerintahan, pertemuan tingkat Menteri dan pertemuan tingkat senior official serta pelaksanaan berbagai program aksi yang melibatkan instansi atau lembaga dan pakar terkait dari masing -rnasing negara anggota ASEAN. Dari dimensi perkembangan
kerjasama ASEAN di atas
diperoleh gambaran tentang program aksi dan strategi ASEAN dalam menangani masalah narkotika dan obat-obatan terlarang.
IV.1.2 Program Perkembangan Aksi ASEAN Pada sidang ke-17 ASOD tahun 1994 yang berhasil disahkan melalui ASEAN Plan of Action on Drug Abuse Control yang dijadikan sebagai landasan terhadap berbagai perkara maupun kegiatan ASEAN dalam mengatasi masalah lalulintas perdagangan narkoba. Secara umum, tujuan dan rencana aksi ini adalah untuk menciptakan
111
Ibid
kesadaran mengenai penyebab dan dampak dari penyalahgunaan narkotika
dan
obat-batan
terlarang.
Sehingga
hal
ini
dapat
menggerakkan keterlibatan individu , kelompok dan masyarakat untuk mengimplementasikan berbagai program aksi ini yang bertujuan untuk memberantas pengguna dan permintaan illegal narkotika dan obat-
obatan terlarang. Tujuan dari rencana aksi diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:11 2 1.
Meningkatkan pengembangan sumberdaya manusia di bidang
penanggulangan masalah narkoba; 2.
Mengembangkan mekanisme untuk meningkatkan peluang memperoleh pendanaan bagi proyek-proyek terkait;
3.
Meningkatkan
berbagai
program
dan
aktivitas
yang
terintegrasi secara efektif dengan berbagai badan atau institusi yang relevan di ASEAN; 4.
Mereview kebutuhan data regional tentang penyalahgunaan
dan perdagangan gelap narkoba; 5.
Mengintensifkan kerjasama dengan berbagai negara (di luar ASEAN) serta organisasi internasional dalam menanggulangi
masalah narkoba; 6.
Memfasilitasi Ratifikasi Awal (Early Ratification ) dan implementasi semua konvensi PBB yang relevan dalam menanggulangi masalah narkotika dan zat-zat psikotropika;
7.
Meningkatkan kapasitas riset , monitoring dan evaluasi drug control programmes di kawasan Asia Tenggara;
112
ASEAN Plan of Action on Drug Abuse Control, ASEAN Secretariat Website: www.aseansec.org/function/paasod1.htm di akses pada tanggal 22 Desember 2010.
8.
Meningkatkan
peranan
LSM
dalam
pencegahan
dan
penanggulangan masalah narkoba;
Sementara itu program dan prioritas utama dari kerjasama ASEAN yang digariskan dalam rencana aksi tersebut meliputi empat kegiatan: Pendidikan pencegahan penyalahgunaan narkoba, perawatan dan rehabilitasi, pemberdayaan dan penelitian. Dalam pendidikan
pencegahan dan informasi, berbagai workshop mengenai pendidikan narkoba untuk para guru dan penyusun kurikulum dan penelitian komparatis mengenai pendidikan dan pencegahan telah diadakan. Kegiatan
kerjasama
dalam
pemberdayaan
hukum
mencakup
pertukaran informasi mengenai trends, modus operandi dan jalur
perdagangan narkoba. Negara -negara anggota ASEAN juga secara regular telah melaksanakan program pertukaran personil yang berkaitan dengan perawatan dan rehabilitasi pada tingkat operasional, hal ini terdapat
empat training centre dalam pelaksanaan program-program yang disebutkan di atas yaitu: ASEAN Training Centre for Narcotics Law Enforcement (Bangkok), ASEAN Training Centre for Preventive Drug Education (Manila), ASEAN Training Centre for Treatment and Rehabilitation (Kuala Lumpur), ASEAN Training Centre for the Detection of Drugs in Body Fluids (Singapore).1 13
113
ASEAN Drug Abuse Control, Medium-term Programme 1996 -1998 dalam ASEAN Secretariat website: www.aseansec.org. diakses pada tanggal 22 Desember 2010.
ASEAN juga telah mengupayakan pengembangan program aksi pencegahan dan rehabilitasi korban narkoba melalui peningkatan dan perluasan
kerjasama
di antara
organisasi pemerintah
dengan
organisasi non-pemerintah dan kerjasama diantara sesama organisasi non-pemerintah di masing-masing negara. Pengembangan program aksi pencegahan dan rehabilitasi korban narkoba di Indonesia dikoordinasikan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).
IV.1.3 Perkembangan Strategi Kerjasama ASEAN Dari deskripsi Arah Perkembangan Kebijakan ASEAN dan Perkembangan Program Aksi ASEAN dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang di atas diketahui bahwa strategi
pendekatan
yang
digunakan
adalah
strategi
Comprehensive Multidisciplinary Outline (CMO).114
pendekatan
Dimana pada
tahun 1985, ASEAN turut mensponsori resolusi PBB no. 4
2
mengenai perlunya untuk mengadakan suatu konferensi Dunia pada tingkat Menteri mengenai penyalahgunaan narkoba dan peredaran ilegalnya, International Conference on Drug Abuse and Illicit Trafficking (ICDAIT) pada akhirnya berhasil diselenggarakan di
Wina, Austria pada tahun 1987 dan menghasilkan salah satu kesepakatan penting yaitu Comprehensive Multidisciplinary Outline (CMO) kesepakatan tersebut menekankan pentingnya pendekatan 114
ASEAN Plan of Action on Drugs Abuse Control, ASEAN Secretariat, January, 1995 dalam ASEAN Secretariat website: www.aseansec.org. diakses pada tanggal 22 Desember 2010.
yang berimbang antara faktor pencegahan, perawatan dan rehabilitasi para
pecandu
kebijaksanaan
obat-obatan
terlarang.
Baik
maupun tindakannya dengan
dalam
pembuatan
upaya mengu rangi
persediaan atau pasokan narkoba dan perdagangan gelapnya. Disisi yang lain, strategi pendekatan ini dapat dikatakan sebagai strategi
pendekatan yang menyeluruh menggunakan berbagai cara sumberdaya dan diselenggarakan dengan pola kerjasama yang terarah.11 5 Strategi ini juga sebagai suatu konsep pendekatan teknis operasional
yang
dilakukan
berdasarkan
analisis
sumber
permasalahan, fenomena dan dampak permasalahan serta analisa solusi permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai tampaknya menjadi penting untuk dikedepankan. Dengan demikian
arah
kebijakan yang ditetapkan menjadi lebih jelas untuk ditempuh. Serta kerjasama ASEAN dalam penanggulangan lalu lintas perdagangan narkoba akan menjadi efektif bila diselenggarakan dengan strategi pendekatan yang tepat, cermat dan terintegrasi ke seluruh sektor dan tingkatan. Strategi yang demikian itu teridentifikasi dari arah kebijakan yang memperluas jalan dimana negara anggota dapat bekerja lebih dekat dengan lembaga dan organisasi yang relevan dalam dialogue partner negara-negara dan negara internasional lainnya. Termasuk
115
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Deplu RI “Kerjasama ASEAN dalam menanggulangi kejahatan transnational” 2000. h. 181.
PBB dan lembaga khususnya Colombo Plan Bureau , Interpol dan lembaga lainnya untuk mem erangi kejahatan transnasional. Disamping itu, dipandang perlu kerjasama dan koordinasi lebih dekat dengan Badan -badan ASEAN lainnya seperti ASEAN Law Ministers and Attorneys-General, ASEAN Chiefs of National Police, ASEAN Finance Ministers, Director-General of lmigration dan Director-General of Customs dalam penyelidikan, penangkapan dan rehabilitasi. Dan yang lebih penting lagi, ASEAN memandang penting peranan organisasi non -pemerintah dalam kerjasama pencegahan penyalahgunaan narkoba serta kerjasama rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkoba. Organisasi non-pemerintah yang secara internasional bergerak dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba antara
lain
International
Federation
of
Non -Government
Organizations for Drugs and Substances Abuses (IFNGO). 11 6 Keberadaan organisasi non-pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat Indonesia di dalam federasi ini diwakili oleh organisasi BERSAMA (Badan Kerjasama Pembinaan Warga Tama). Organisasi ini berfungsi sebagai forum kerjasama bagi seluruh organisasi atau
lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pencegahan penyalahgunaan narkotika serta organisasi atau lembaga yang bergerak
dalam
bidang
penyembuhan
korban
penyalahgunaan
narkoba. Dari kebijakan ASEAN dalam melakukan kerjasama tersebut
116
Ibid h. 8.
yang telah di terangkan di atas dapat di gambarkan dalam tabel di
bawah ini: Tabel IV.1.3.1 Pekembangan Kebijakan kerjasama ASEAN dalam
menangani masalah Drugs Trafficking
No. Pertemuan 1. Manila, Philipina 26 Juni 1976
Kerjasama Hasil Kerjasama ASEAN Ministerial Meeting Di tandatanganinya ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drugs
2. Pada tahun 1981
ASEAN Ministerial Meeting Di bentuk ASEAN Drugs Experts
3. Pada sidang tahunan ASEAN Drugs Experts yang ke-8 di Jakarta mengubah namanya tahun 1984
Menjadi ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD)
4. Pada sidang ASOD yang ke-17 Oktob er 1994
ASEAN Plan of Action Drugs Abuse Control
Menghasilkan rencana kegiatan meliputi empat kegiatan utama: pendidikan pencegahan penyalahgunaan narkoba, perawatan dan rehabilitasi, pemberdayaan dan penelitian.
5. Pada pertemuan AMM Juli 1998
Join Declaration for A Drug -Free ASEAN
Kerjasama ASEAN ini difokuskan pada empat bidang kegiatan: - preventif education - treatmen and rehabilitation, - law enforcement,and - research
6. Pada tanggal 1 Maret ASEAN Finance Ministerial Persetujuan ini merupakan 1997 meeting bagian dari upaya peningkatan kerjasama menand atangani ASEAN guna menghadapi realisasi AFTA, tujuannya ASEAN Agreement on untuk meningkatkan Custom kerjasama dalam memerangi perdagangan narkoba. 7. Pada tanggal 20 Desember 1997
The ASEAN Minister of Interior/Home Affairs
Di tandatanganinya ASEAN Declaration on Transnational Crime dan Untuk memperjelas arah menghasilkan keputusan kebijakan dalam ASEAN berupa merealisasikan visi ASEAN. pendekatan komprehensif untuk melawan kejahatan transnasional.
8. Pada sidang AMMTC ASEAN Plan Of Action to ke 2 Juni 1999 di Combat Transnational Myanmar Crime
9. Pada tanggal 24-25 Juli di Manila 1998
Joint Cmmunique the 31st ASEAN Ministerial Meeting (AMM)
Menetapkan mekanisme dan kegiatan untuk menambah upaya Negara anggota ASEAN untuk memerangi kejahatan transnasional pada level nasional. Ditandatanganinya Treaty of Amity and Cooperation (TAC) Penerapan prinsip non intervensi.
10. KTT IX ASEAN di Bali 2003.
Menciptakan komunitas keamanan yang terintegrasi dimana tidak ada lagi hubungan kekerasan berskala besar diantara anggotanya
Deklarasi Bali Concord II 2003 - ASEAN Security Community - ASEAN Sosio Cultural Community - ASEAN Economic Community
11. Pada KTT ASEAN ke-10 di Laos tahun 2004
Disepakati Vientiane Action Salah satu intinya Programme (VAP) menegaskan kembali tekad negra-negara anggta ASEAN untuk mewujudkan Kawasan ASEAN Bebas Narkoba 2015.
12. KTT XIII ASEAN di Merupakan transformasi Singapura 2007. ASEAN untuk dapat menjadi organisasi yang lebih efektif dan dinamis serta lebih mengakar ke bawah (people center organization ).
-Dita ndatanganinya Piagam ASEAN yang terdiri dari : Pembukaan, 13 Bab dan 55 Pasal
13. Pada sidang ke-30 ASOD, tanggal 30 Oktober 2009 Phnom Penh, Kamboja
Indonesia dengan negara Worl Plan tersebut anggota ASEAN merupakan suatu mengesahkan ASOD Work komitmen kuat ASEAN Plan on Combating Illicit dalam memerangi bahaya Drug Manufacturing Narkoba dan merupakan Trafficking and Abuse (2009 wujud implementasi -2015) ASEAN Socio Cultural Blueprint Element B6. Ensuring a drug -free serta merupakan indikator kualitatif ASEAN Drugs Free 2015.
14. Pada sidang ke-31 ASOD, tanggal 13 Oktober 2010 di Jakarta
Pertemuan telah menyepakati tiga hal dasar sebagai priority benchmark pelaksanaan ASOD Work Plan
-illicit manufacturing and trafficking of drugs and drug -relate crime -the prevalence of illicit drug use, dan -illicit crop cultivation Pertemuan ASOD ini juga telah menyepakati untuk meneruskan kerjasama ASEAN -China Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs (ACCORD)
Sumber: Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Nindasari Utomo Direktorat Kerjasama Fungsional ASEAN Kementrian Luar Negeri Indonesia 25 Januari 2011
IV.2 Implementasi Kerjasama dalam Menangani Masalah Narkotika dan Obat -obatan Terlarang di Indonesia Implementasi kerjasama dalam menangani masalah narkoti
dan
obat-obatan terlarang khususnya di Indonesia ini sangat penting untuk diketahui, karena dari implementasi ini dapat diketahui bagaimana upaya Indonesia
dalam
menangani
masalah
obat-obatan
terlarang.
Dari
implementasi kerjasama ini juga akan diketahui sejauhmana efektifitas kerjasama ASEAN dalam mengurangi drugs trafficking di Indonesia. Salah satu solusi yang efektif untuk mengatasi masalah narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia adalah dengan ditingkatkanya penegakan hukum (law enforcement ) secara tegas dan konsisten. Situasi narkoba di Indonesia yang semakin memperihatinkan membuat pemerintah berusaha keras untuk mewujudkan Indonesia Bebas Narkoba 2015 dengan berbagai langkah dan tindak pencegahan dengan program pedoman pencegahan pemberantasan dan peredaran gelap narkoba. Kemudian BNN telah menetapkan visi “Terwujudnya Masyarakat Indonesia Bebas dari Penyalahgunaan Narkoba dan Peredaran Gelap Narkoba Tahun 2015” visi ini selaras atau sebagai wujud komitmen dari negara-negara ASEAN yaitu “ASEAN Bebas Narkoba 2015”. 117 Badan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No.17 tahun 2002, Badan Narkotika Nasional mempunyai misi dan tugas pokok serta fungsinya yaitu dengan mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait 117
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, ADVOKASI Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. 2009. h. 107 .
dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan dibidang ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika,
precursor
dan
bahan
adiktif
lainya
serta
mengoprasionalkan satuan tugas-tugas melalui komunikasi, informasi dan edukasi, pengadilan dan pengawasan, penegakan hukum, treatment dan rehabilitasi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba tahun 2015. 118 Implementasi dalam mewujudkan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, diarahkan pada prioritas kegiatan:
a. Dalam pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba
dilakukan
dengan
pendekatan
komprehensif
multidimensial.
b. Membangkitkan dan memberdayakan segala potensi masyarakat, bangsa dan negara untuk bersatu padu membangun komitme menyatakan perang terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba. c. Pelibatan segenap potensi masyarakat, bangsa dan negara diarahkan untuk membangun daya tangkal dan daya cegah berbasiskan
masyarakat. d. Menghilangkan
pandangan
bahwa
penyalahgunaan
narkoba
merupakan aib keluarga dan menjadikan konsep sebagai musibah yang harus dicegah dan disembuhkan melalui proses treatment dan rehabilitasi.
e. Pelibatan media massa, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dibutuhkan dalam upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
118
Ibid. h. 108 .
f.
Pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia, sarana dan prasarana
sangat
diperlukan
dlam
upaya
meningkatkan
profesionalisme. g. Pelaksanaan penegakan hokum harus dilakukan secara tegas sungguhsungguh konsisten sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan
peraturan-peraturan yang berlaku. h. Melakukan penelitian dan pengembangan sebagai basis pelaksanaan program
pemberantasan, penyalahgunaan, dan
peredaran
gelap
narkoba (P4GN) serta pembangunan system pelayanan informasi berbasiskan teknologi.
i.
Melaksanakan kerjasama internasional baik bilateral dan multilateral dalam upaya-upaya pencegahan pemberantasan maupun treatment dan rehabilitasi. Khusus untuk masalah hubungan dan kerjasama di kawasan ASEAN
sudah terjalin sangat baik, dimana dalam forum seperti ASOD (ASEAN Senior Officials On Drugs Matters), ACCORD (ASEAN-China Cooperative
Operations in Response to Dangerous Drugs) dan forum -forum lainya telah menunjukkan komitmen dan upaya yang kuat untuk mewujudkan “ASEAN Bebas Narkoba Tahun 2015”. Peran serta masyarakat ini sangat penting seperti keterlibatan
masyarakat yaitu organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dan keluarga. hal ini sudah cukup baik, akan tetapi masih terbatas di kota-kota besar, sementara itu berbagai fakta menunjukkan narkoba sudah masuk pedesaan, oleh karena itu sosialisasi tentang bahaya narkoba harus menyentuh ke
lapisan masyarakat bawah. Bidang penegakan Hukum juga tidak kalah penting, hal ini masih terdpat berbagai kelemahan, dari aspek regulasi belum
iki UU tentang
prekursor dimana masih terbatasnya pada peraturan menteri dengan berbagai kelemahan, dari aspek implementasi penegakan hukum masih dirasakan kelambanan proses waktu yang cukup lama, dan aspek moral para penegak hukum yang masih banyak kurang serius dalam proses penegakan hukum.
Aspek sarana prasarana sumber dana, teknologi, dan juga sumber daya manusia masih terbatas. Sebagai contoh masih sulitnya
melaksanakan
Alternative Development ganja di Nanggroe Aceh Darussalam. Aspek kelembagaan kualitas organisasi BNN masih perlu ditingkatkan dalam artian BNN masih bersifat lembaga forum, bahkan komitmen dari sebagian pejabat anggota BNN masih sulit untuk melakukan koordinasi, dan sering samasama bekerja akan tetapi sulit untuk berkerjasama. Hal yang sedang dilakukan untuk mengefektifkan kerjasama dalam memberantas
narkoba yaitu
dalam
aspek
kelembagaan.
Berdirinya
kelembagaan BNN dari Keppres 17/2002 telah berubah menjadi Perpes 83/2007, aspek regulasi telah dilakukan Amandemen Undang-undang No.22/1997 tentang narkotika draft ini sedang dibahas
pensus DPR,
aspek sosialisasi berbagai nota kerja sama MoU dengan berbagai lemen Bangsa seperti PLN, Pertamina, Kowani, Seniman. Hal in diharapkan dapat membantu untuk menggelorakan kepedulian semua lapisan masyarakat untuk
menyatakan
perang
terhadap
narkoba.
Program
Alternative
Development juga telah melakukan perancangan untuk melaksanakan
program Alternative Development tanaman ganja di Aceh dengan meminta
bantuan UNODC dan juga pengajuan anggaran ke DPR. 119 Hasil dari analisis wawancara penulis dengan maya ia mengatakan
bahwa implementasi kerjasama ASEAN dalam menangani masalah narkotika dan obat-obatan terlarang jelas tidak akan efektif bila tidak didukung oleh kebijakan dan strategi penanggulangan oleh negara yang menjadi negara anggota ASEAN khususnya Indonesia. Dengan demikian Indonesia perlu suatu Badan Nasional yang bertugas dan mempunyai fungsi untuk merumuskan arah kebijakan, program aksi dan strategi dalam menangani masalah obat-obatan terlarang di Indonesia. Hal ini dapat dijadikan panduan oleh seluruh instansi dan lembaga pemerintahan serta organisasi non -pemerintah yang berperan dan terkait dalam upaya
menangani masalah obat-obatan terlarang yang sangat kompleks, berkolerasi dengan banyak faktor, dan menyentuh berbagai aspek kehidupan, terutama
aspek-aspek kehidupan generasi muda selanjutnya.
IV.3 Hambatan Kerjasama ASEAN dalam Menangani masalah Narko dan Obat-obatan terlarang Isu drugs trafficking di Kawasan Asia Tenggara merupakan ancaman yang harus diselesaikan oleh ASEAN sebagai organisasi tertinggi
i
kawasan. Akan tetapi, sebagai organisasi yang beranggotakan negara-negara di Kawasan Asia Tenggara tentunya ASEAN masih mengalam beberapa 119
Wawancara KASUBDIT Kerjasama Regional dan Internasional, Badan Narkotika Nasional, 9 Februari 2011.
hambatan dan tantangan seperti, kurangnya komitmen dari negara-negara anggota ASEAN sendiri dalam hal penanggulangan masalah drugs trafficking , lalu permasalahan dana yang menghambat proyek ASEAN dalam memberantas drugs trafficking , serta faktor-faktor lainnya seperti faktor geografis Asia Tenggara sendiri.
IV.3.1 Kurangnya komitmen dari Negara -negara Anggota Meskipun dalam berbagai KTT dan pertemuan -pertemuan ASEAN lainny, isu drugs trafficking sudah menjadi agenda prioritas, akan tetapi dalam perkembangannya masih terdapat beberapa negara yang
cenderung
belum
sepenuhnya
berkomitmen
terhadap
penyelesaian serta penanggulangan isu ini. Sebagi contoh misalnya, saat negara-negara Asia Tenggara lainnya mendeklarasikan diri untuk menjadikan isu drugs trafficking sebagai ancaman negara dan ancaman kawasan, Myanmar sebagai negara utama penghasil opium tidak pernah menganggap isu ini sebagai sebuah ancaman.1 20 Terkait dengan pandangan Myanmar yang berbeda dengan
negara-negara ASEAN lainnya, tentu kita harus menganalisa kondisi internal negara tersebut. Myanmar merupaka salah satu
yang
jika dilihat pertumbuhan ekonominya jauh dibawah negara-negara
120
lain di Asia Tenggara seperti malysia, Singapura, Thai
dan
Indonesia sendiri. Kemudian setatus Myanmar sebagai sa
satu
Hasil wawancara dengan, Nindasari Utomo. Direktorat Jendral Kerjasama Fungsional ASEAN, Kementrian Luar Negeri Indonesia 25 Januari 2011.
negara penghasil opium terbesar di dunia secara tidak langsung mengindikasikan bahwa hasil dari produksi dan penjualan opium tersebut menjadi pemasukan negara. Selain itu, mayoritas warga Myanmar yang bekerja sebagai petani bisa jadi memilih opium karena memberikan keuntungan lebih. Dengan kata fenomena yang terjadi di Myanmar dipengaruhi oleh faktor politik internal Myanmar dan hal ini tentunya juga memberikan
ikasi
terhdap stabilitas kawasan secara keseluruhan. Oleh ka
itu,
ASEAN sebagai organisasi tertinggi di Asia Tenggara bagaimanapun juga harus berperan lebih intensif guna mengatasi permasalahan ini. Kurangnya komitmen dari negara-negara ASEAN lainnya juga tercermin dalam hal kontribusi dana pada beberapa kerjasama eksternal ASEAN yang ada. Misalnya, Malaysia dan Laos. Saat semua negara ASEAN memberikan sumbangan dana untuk proyekproyek yang akan dijalankan, kedua negara ini tidak memberikan sedikitpun kontribusi dana. Hal ini tentu saja memberi dampak bagi ekspektasi serta postur kerjasama itu sendiri karena j
terdapat
beberapa negara yang tidak menunjukkan komitmennya terhadap suatu permasalahan tentunya berimplikasi pada totalitas negaranegara lain yang ada dalam suatu kerjasama tersebut. Sehingga, progress yang diharapkan tentunya juga akan terhambat.
IV.3.2 Permasalahan Dana (Fund) Permasalahan klasik lainnya yang menjadi penghambat dalam kelancaran proyek-proyek maupun program -prgram ASEAN terkait dalam penanggulangan drugs trafficking adalah kurangnya dana. Meskipun ASEAN telah memiliki ASEAN Fondation dan skema cost sharing sebagai alternative pendanaan, akan tetapi banyaknya program dan proyek ASEAN terkait berbagai ancaman pembenahan membuat dana yang didapat untuk program penanggulangan drugs trafficking masih terbilang minim. Oleh karena itu, ASEAN masih sangat mengandalkan bantuan dana dari mitra wicara ASEAN. 121
Permasalahan dana ini semakin menjadi beban, alasanya adalah ASEAN sebagai organisasi tertinggi dikawasan Asia Teng dianggap semakin tidak memiiki kapabilitas dalam menanggulangi suatu permasalahan. Terlebih lagi banyaknya draft proyek yang dirumuskan dari setiap pertemuan baik ditingkat mentri maupun hingga di level pejabat senior semakin mengasumsikan bahwa penggunaan dana ASEAN terkesan jauh dari efektifitas dan efisiensi.
IV.3.3 Hambatan dari Faktor Geografis ASEAN Dalam
permasalahan
drugs trafficking di kawasn Asia
Tenggara, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan permasalahan ini semakin kompleks dan berkembang menjadi permasalahan baru.
121
Ibid
Pada dasarnya, letak geografis kawasan Asia Tenggara yang strategis dan mudah mencapai kawasan lain meelalui jalur laut seperti Ketimur Tengah, Jepang dan Australia. Kondisi geografis ini menyebabkan kawasan Asia Tenggara menjadi wilayah transit yang strategis terkait peredaran illegal narkotika. Tidak hanya itu, adanya kawasan sub regional seperti halnya Greater Mekong Sub -region telah menjadi jalur maupun tujuan perdagangan obat-obatan illegal itu sendiri dan jalur ini memberi jalan bagi drug trafficker untuk memasarkannya ke pasar internasional. 122 Dalam dimensi regional, lemahnya manajemen perbatasan ntar
negara-negara Asia Tenggara juga dimanfaatkan oleh para drug trafficker untuk menyelundupkan serta mendistribusikan drugs tersebut. Seperti yang kita ketahui, konflik perbatasan merupakan ciri dari dinamika keamanan Asia Tenggara. Kondisi ini tentunya akan menunjang aktifitas drugs trafficking karena situasi konflik yang cenderung dimaksimalkan
oleh
para pelaku
kejahatan
transnasional. Masalah lain juga timbul karena kebanyakan negara-negara Asia Tenggara mengadopsi konsep keamanan tradisional untuk menyelesaikan masalah drugs trafficking seperti memberantas sumber produksi dan peredaran hingga melewati batas kedaulatan sebuah negara atau melewati perbatasan antar negara. Kondisi ini 122
Yasmin sungkar, dkk. Isu -isu keamanan Strategis Dalam Kawasan ASEAN , Jakarta: LIPI Press, 2008. h. 83.
menyebabkan munculnya permasalahan baru karena negara yang teritorialnya diganggu cenderung akan merespon pihak yang mengganggu kedaulatan batas wilayah mereka. Karena masalah peredaran obat-obatan terlarang sebagai bagian dari kejahatan
transnasional (transnational crime) dilihat sebagai isu keamanan. Menurut Alan Dupont,123 hal di atas didasarkan atas empat proposisi
diantaranya:
Pertama ,
kegiatan -kegiatan
kejahatan
transnasional dapat menjadi ancaman langsung terhadap politik suatu negara karena kapasitas dari kegiatan -kegiatan tersebut mampu melemahkan otoritas dan legitimasi pemerintahan di suatu negara. Kedua , adalah menurutnya legitimasi dan otoritas negara tersebut akan menyebabkan maraknya tindakan korupsi yang merupakan bagian dari strategi aktor-aktor kejahatan transnasional untuk mempertahankan bisnis ilegal mereka. Hal ini pada giliranya menimbulkan ancaman di bidang ekonomi. Ketiga , meningkatnya kekuatan koersif dari sindikat kejahatan tersebut, pada tingkat internasional, dapat juga mengancam norma-norma dan berbagai institusi yang berperan untuk menjaga tatanan global. Keempat , kejahatan transnational tersebut juga dapat menghadirkan ancaman yang bersifat militer terutama jika berkaitan dengan kegiatankegiatan dari berbagai kelompok pemberontakan internal di dalam
negara. Tidak hanya itu, permasalahan drugs trafficking sebenarnya 123
Alan Dupont, “Transnational Crime, Drugs and Security in East Asia ”. dalam Jurnal Asian Survey, Vol.XXXIX No.3 May/june. 1999, h. 440 .
merupakan isu yang bersifat jangka panjang bagi kawasan Asia Tenggara. Dilihat dari sejarahnya, ancaman serta peredaran narkotika terus meningkat dan masih menjadi permasalahan bersama sejak berakhirnya perang dingin hingga sekarang dan akan terus
berlanjut.12 4
124
Ibid h. 434.
BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan dan Saran Dari uraian yang terdapat dalam bab -bab sebelumnya mengenai kebjakan ASEAN dalam menangani masalah drugs trafficking di Indonesia periode 2003 -2008 dapat ditarik suatu kesimpulan antara lain: Masalah perdagangan, peredaran dan penyalahgunaan narkoba sebagai salah satu bentuk kejahatan transnasional yang sedang
dapat sorotan baik
dari masyarakat internasional maupun nasional, hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa the goden triangle merupakan salah satu penghasil narkoba terbesar di Asia Tenggara. Dengan keberadaan golden triangle di perbatasan Thailand, Myanmar, Laos. Segitiga emas menghasilkan 60 persen opium dan heroin di dunia, dengan jumlah penduduk ASEAN mencapai 500 juta jiwa menjadikan wilayah ini bukan saja sebagai wilayah produksi terbesar namun juga sebagai wilayah dan pasar yang cukup potensial bagi para pengguna
narkoba. Penulis
menemukan
pemahaman
tentang
permasalahan
drugs
trafficking . Pada dasarnya masalah drugs trafficking ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yang saling berkaitan: pertama masalah produksi obat secara illegal, kedua perdagangan secara illegal, ketiga penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Produksi
obat-obatan
secara
illegal
itu
melalui
proses
pembudidayaan dimana tanaman yang menjadi bahan baku utama untuk
pembuatan obat-obatan berbahaya hingga bahan baku tersebut siap untuk diperdagangkan dan dikonsumsi. Perdagangan illegal merupakan segala kegiatan pasca panen maupun paca pengolahan hingga sampai ke tangan para
pengguna (customers) yang meliputi aktifitas pengangkutan, penyelundupan, dan perdagangan obat-batan terlarang tersebut. Sedangkan Drugs Abus merupakan mata rantai terakhir dari masalah narkoba, yaitu penggunaan obatobatan berbahaya oleh konsumen yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan yang berdampak serius diakibatkan oleh penyalahgunaan
seperti
meningkatnya tingkat kejahatan dan tindak kekerasan, serta memburuknya kondisi kesehatan sehingga rentan terhadap berbagai penyakit seperti
HIV/AIDS dan hepatitis. Secara umum fenomena peredaran narkoba dan obat-obatan terlarang terbagi menjadi tiga bagian yang di sebutkan di atas. Hal ini disinyalir merupakan ancaman keamanan terhadap sistem internasional diantara negaranegara
yang
terkait
dalam
proses
produksi,
perdagangan,
dan
penyalahgunaan. Ancaman tersebut sesungguhnya bersifat multidimensial artinya dilihat dari berbagai dimensi yaitu: dimensi politik, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi budaya, dimensi kesehatan, dimensi penegak hukum,
dan dimensi keamanan nasional. Fenomena kejahatan transnasional yang kian meningkat merupakan ancaman non konvensional, pada saat ini telah menjadi
ian utama
negara-negara ASEAN. Hal ini adalah wajar karena jenis kejahatan ini tidak mengenal batas-batas kedaulatan.
Selanjutnya dalam analisis, penulis menyimpulkan bahwa Kerjasama ASEAN dalam menangani masalah drugs trafficking dapat dipandang sebagai suatu proses pelaksanaan kebijakan bersama bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Kebijakan tersebut adalah: Pada tahun 1981 dibentuk ASEAN Drug Experts sebagai subkomite dibawah Cominttee On Social Development (COSD) dan Narcotic Desk Disekertariat ASEAN. ASEAN Drug Experts berubah menjadi ASEAN Senior Official on Drug Matters (ASOD). Tugas ASOD antara lain adalah
menyelaraskan pandangan, pendekatan dan strategi dalam menangani masalah drugs trafficking . ASEAN Plan of Action Drugs Abuse Control meliputi empat kegiatan utama: pendidikan, pencegahan penyalahgunaan narkoba, perawatan dan rehabilitasi, pemberdayaan dan penelitian. Guna merealisasikan visi ASEAN 2020, maka melalui The ASEAN minister of interior/home Affairs pada tanggal 20 Desember 1997 dan dihasilkan ASEAN Declaration on Transnational Crime, yang menghasilkan keputusan ASEAN berupa pendekatan komperhensif untuk melawan kejahatan
transnasional
melalui
kolaborasi
regional
dan
kerjasama
internasional. Khusus untuk melakukan tindakan -tindakan kepolisian yang dianggap penting dalam memerangi kejahatan transnasional di bentuk ASEAN Chiefs of National
Police
(ASEANAPOL)
bekerja
dalam
hal
pencegahan,
pemberdayaan
dan
aspek
operasional kerjasama
melawan
kejahatan
transnasional. Impementasi kerjasama dalam menangani masalah drugs trafficking di Indonesia pada umumnya berbasiskan pada tindakan penegakan hukum terhadap para pengedar narkoba yang menggunakan jalur darat, laut dan udara serta terhadap penyalahgunaan narkoba. Untuk penegakan hukum ini Indonesia mempunyai perundang-undangan sendiri. Bukan hanya itu implementasi kerjasama ini juga difokuskan pada upaya
mbasm ian
terhadap penanaman ganja di Aceh. Fokus implementasi kerjasama dalam menangani drugs trafficking ini dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan pendidikan pencegahan, penyembuhan dan rehabilitasi terhadap para penyalahguna narkoba, terutama dikalangan remaja dan pelajar. Untuk mengefektifkan
kegiatan
ini,
pemerintah di Indonesia harus melibatkan peran serta masyarakat, terutama
lembaga-lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan dan lingkungan kerja. Di Indonesia juga terdapat suatu badan atau lembaga nasional yang secara fungsional bertugas merumuskan kebijakan nasionalnya. Kerjasama bilateral, regional, dan internasional dilakukan oleh
nesia guna
memperluas penggalangan sumber daya plitik, sumber daya ekonomi, dan sumber daya teknologi untuk meningkatkan afektifitas dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang. ASEAN sebagai organisasi tertinggi di kawasan Asia Tenggara tentunya masih mengalami beberapa hambatan dan tantangan
dalam
menangani masalah drugs trafficking seperti, kurangnya komitmen dari
negara-negara anggota ASEAN sendiri dalam hal penanggulangan drugs trafficking , lalu permasalahan dana yang menghambat proyek ASEAN dalam memberantas drugs trafficking , serta faktor-faktor lainnya seperti faktor geografis Asia Tenggara sendiri. Singkatnya, penulis menyarankan bahwa bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang yang sudah banyak meracuni ini. Sekarang adalah waktu yang paling tepat untuk mengambil langkah-langkah pencegahan, penyalahgunaan narkotika dan ob at-obatan terlarang. Bukan hanya pemerintah, tapi juga sektor swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, kalangan masyarakat seperti tokoh -tokoh masyarakat, pemuka agama diharapkan juga ikut dalam upaya menangani masalah narkotika dan obatobatan terlarang. Dengan demikian upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah penyuluhan,
Indonesia tapi
tidak
juga
saja
mencakup
hanya
bersekala
kerjasama
domestik
regional
dan
seperti bahkan
internasional. Tujun utamanya adalah untuk menangani masalah narkotika dan obat-obatan terlarang.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU ASEAN Selayang Pandang 2000, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri, Jakarta 2000. ASEAN Selayang Pandang Edisi Ke-19, Tahun 2010, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri, jakarta 2010.
Al-Banjary, Syaefurrahman. Hitam Putih Polisi dalam Mengungkap Jaringan Narkoba . Jakarta: Restu Agung dan PTIK Press, 2005. Buzan, Barry, Ole Waever, and Jaap de Wilde. Security: A New Frmaework for Analysis, London: Boulder, 1998 Bandoro, bantarto. Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik. Jakarta, CSIS, 1996. Bandoro, bantarto. “ ASEAN dan Tantangan Suatu Asia Tenggara” Jakarta, CSIS, 1997. Craig A Snyder. Contemporary Security and Strategy. Palgrave: Little Brown & CO, 1968. Cipto, Bambang. Hubungan Internasional di Asia Tenggara “Teropong Terhadap Dinamika, Kondisi Riil dan Masa Depan” Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007. Chalk, Peter. Grey Area Phenomena in Shoutheast Asia: Piracy, Drugs Trafficking and Political Terorism. The Australian National University, Canberra. 1997. Dam,
Sjamsumar dan Riswandi. Kerjasama ASEAN: Latar Belakang, Perkembangan dan Masa Depan. Jakarta: Ghalia Indonesia 1995.
Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN, Deplu RI, Kerjasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan Lintas Negara, 2001. Hamzah, A dan RM Surakhman, Rm. Kejahatan Narkotika dan Psikotropika . Jakarta: Sinar Grafika 1994. Sabir, M. ASEAN Harapan dan Kenyataan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992
S. Nye, Joseph Jr (ed.), International Regionalism.Boston: Little Brown & Co, 1968. Leifer, Michael. Regionalism, Global Balance and South East Asia . Jakarta : CSIS, 1997. Luhulima, C.P.F. ASEAN Menuju Postur Baru, Jakarta: Center for Strategic and Internacional Studies, 1997. Luhulima, C.P.F, Anwar, Dewi Fortuna, Dkk. Masyarakat Asia Tenggara Menuju Comunitas ASEAN 2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2008. Ma’sum, Sumarmo. Penanggulngan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat . CV Haji Masagung : Jakarta 1987. Mochtan, A.K.P. “ ASEAN dan Agenda Keamanan Nonkonvensional”, CSIS Yakarta, 1999. Nazir, Mohammad. Metode Penelitian , Ghalia Indonesia : Jakarta 1988. Wresniwiro, M. Masalah Narkotika dan Obat Berbahaya , Kol. Pol. Drs. Yayasan Mitra Bintibmas, Jakarta 2000. Yasmin Sungkar, Dewi Fortuna anwar, Lidya Cristin S, Ratna Shofi, dan Tri Nuke Pudjiastuti ”Isu -isu Keamanan Strategis dalam kawasan ASEAN ”, Jakarta: LIPI Press, 2008. Zarina, Othman, Myanmar Illicit Drug Trafficking and Security Implicat on . Akademika 65, 2004.
ARTIKEL DAN JURNAL ASEAN Political Security Community Blueprint, Direktorat Jenderal kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI. 2010. ASEAN Sosio -Cultural Community Blueprint, Direktorat Jenderal kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI. 2010. Badan Narkotika Nasional RI, Pedoman Pencega han Penyalahgunaan Narkoba Bagi Pemuda. 2003. Badan Narkotika Nasional RI, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba 2009.
Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama, Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua dan Aparat dalam Menanggulangan n penyalahgunaan Narkoba. Caballero -Anthony, Mely. “ Human Security and Comprehensive Security in ASEAN ” The Indonesian Quarterly, Vol.XXVIII, No.4. 2000. Dupont, Alan. Asian Survey, “ Transnational Crime, Drugs And Security in East Asia ”. Vol.XXXIX, No.3 May/june, 1999. Fredy B. L. Tobing, “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang Mengancam Stabilitas Negara”, dalam Jurnal Global Politik Internasional, Vol 5 No1 november 2002 Muladi, Problematika Hubungan TNI dan POLRI dalam Menangani Terorisme dan Kejahatan Lintas Batas, Makalah disampaikan dalam Nasional dalam Memperkuat Hubungan TNI-POLRI dalam Kerangka Keamanan Nasional, Bandung: 11 September 2007. Perwita, Anak Agung Banyu. “ Human Security dalam Konteks Global dan Relevansinya Bagi Indonesia” dalam Analisis CSIS, Terorisme dan Keamanan Manusia, CSIS Tahun XXXII/2003/No.1. Subianto, Landry Haryo. “Konsep Human Security: Tinjauan dan Prospek” dalam Analisis CSIS, Isu-isu Non -Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan. Jakarta 1999. Yunus Husein, Hubungan Antara Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Artikel Hukum Pidana, 3 Maret 2006. United Nation Development Program, Human Development Report 1993. Oxford University Perss, New York, 1993.
INTERNET ASEAN secretariat Website, http://www.aseansec.org Database Badan Narkotika Nasional, http://www.bknn.or.id UNDCP
Website, http://www.undcp.un.or.th/Congress/press_release_13_oct_2000.htm di akses pada tgl 25 Agustus 2010 Joint Communique The 31st ASEAN Ministerial Meeting (AMM) Manila, Philippines, 24 -45 July 1998, http://www.aseansec.org/5804.htm, di akses tgl 25 juni 2010
Human Scurity: Safety For People in a Changing World (April 1999) dalam http://www.summit-americas-org/Canada/Humansecurity -english.html, diakses pada tanggal 28juni 2010 The 21st Meeting of The ASEAN Senior Officials on Drug Matter, Jakarta, 6 -8 April 1998, http://www.aseansec.org/5804.htm, di akses pada tanggal 30 juni 2010.
Lampiran 1 Wawancara dengan Nindasari Utomo, Direktorat Jendral Kerjasama Fungsional ASEAN Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia Tanggal 25 Januari 2011 Q: Skripsi ini meneliti tentang Kebijakan ASEAN dalam Menangani masalah Drugs Trafficking di Indonesia. Yang ingin saya tanyakan menyangkut masalah skripsi saya adalah, bagaimana Kebijakan ASEAN dalam Menangani Masalah Drugs Trafficking? A: Kerjasama negara-negara di Asia Tenggara semakin memperkuat komitmennya untuk memberantas dan menanggulangi masalah kejahatan transnasional di kawasan Asia Tenggara. Hal ini menjadi arah kebijakan ASEAN dalam menangani masalah narkoba adalah dengan adanya kehendak bersama untuk memperkuat komitmen negara anggota dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang. Dengan komitmen tersebut maka arah kebijakan kerjasama tidak hanya semakin jelas dan mempunyai landasan komitmen yang kuat. Kerjasama dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang akan terealisasikan jika terdapat komitmen yang kuat dalam memberantas kejahatan transnasional yang bersifat kompleks dan terorganisasi dan mustahil bangsa-bangsa di Asia Tenggara mampu secara efektif dalam menangani masalah narkoba tanpa adanya komitmen yang kuat. Q: Tujuan dari kerjasama ini untuk apa? A: Tujuan dari kerjasama ini adalah untuk mencegah, mengurangi dan memberantas narkoba. Diharapkan kerjasama ini akan semakin efektif dan menghasilkan kerjasama yang jelas hingga tercapainya ASEAN Bebas Narkoba 2015. Q: Dalam bentuk apa Kerjasama ASEAN dalam Menangani Masalah Narkoba dan Obat-obatan Terlarang khususnya di Indonesia? A: kerjasama ASEAN dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang ini tercakup dalam wadah ASEAN Senior Officials on Drugs Matters (ASOD). Dimana ASOD ini mempunyai rencana aksi yaitu meliputi 4 bidang yakni: pendidikan untuk pencegahan penyalahgunaan narkoba, perawatan dan rehabilitasi pemberdayaan dan penelitian. Di bidang pendidikan dan informasi pencegahan, beberapa workshop tentang pendidikan mengenai ob at-obatan terlarang bagi para guru dan penyusun kurikulum serta riset komparatif mengenai pendidikan pencegahan. Hal ini telah diselenggarakan kegiatan kerjasama dalam pemberdayaan hukum mencakup pertukaran personel pemberdayaan hukum, penyelenggaraan program training dengan bantuan lembaga internasional dan informasi mengenai trends, modus operandi dan jalur perdagangan obatobatan terlarang. Negara-negara anggota ASEAN telah melakukan pertukaran secara regular personel termasuk dalam hal perawatan dan rehabilitasi pada tingkat operasional.
Bukan hanya ASOD, ASEANAPOL (ASEAN Chiefs of National Police) juga dibentuk guna menangani aspek-aspek preventif, penegakan (enforcement) dan operasional dari kerjasama ASEAN dalam menangani k jahatan transnational. ASEANAPOL telah secara aktif terlibat kerjasa a di bidang pengetahuan dan keahlian dalam penegakan hukum (policing), pelaksanaan (enforcement), hukum (law), criminal justice, serta penanggulangan kejahatan transnational dan international. Q: Sejauh ini bagaimana perkembangan kerjasama ASEAN dalam Menangani Masalah Narkoba dan Obat-obatan Terlarang? A: Pertemuan ASOD ke-21 tahun 1999 di Jakarta telah mencatat perkembangan penting dengan dilaksanakannya beberapa proyek kerjasama ASEAN yang tercakup dalam “ ASEAN -EU three years plan of action on preventive drug education ”. Disamping itu, sebagai akibat dari krisis ekonomi dan keuangan, ASEAN telah menspesifikasikan beberapa proyek kerjasamanya dengan tujuan untuk lebih menjangkau kelompok masyarakat yang rentan terhadap narkotika dan obat-obatan terlarang. Dalam pertemuan tersebut, juga telah diundang para wakil dari UNDCP (United Nation Drug Control Programme). Perkembangan kerjasama tersebut juga bukan hanya sampai disitu, sampai sekarang perkembangan kerjasama tersebut masih berjalan dengan baik. contohnya terlihat dalam lampiran 3 dan 4 terdapat laporan kerjasama ASEAN dalam menangani masalah narkoba yang di sebut dengan pertemuan ASOD yang ke 30 – ke 31 di Jakarta. Komitmen ASEAN dalam menangani masalah narkoba dan obat-batan terlarang juga tercermin dalam “ASEAN Vision 2020” dan “ Hanoi Plan of Action ” (HPA). Hal ini merupakan pandangan ASEAN mengenai masa depan kerjasama ASEAN dalam berbagai bidang, khususnya bidang politik dan keamanan, ekonomi, fungsional dan kerjasama eksternal ASEAN. Sementara HPA yang disepakati pada KTT ASEAN ke -6 tahun 1998 di Hanoi, merupakan serangkaian rencana aksi enam tahunan untuk ujudkan “ASEAN Vision 2020”. Kedua dokumen ini merupakan dokumen strategis ASEAN dalam menghadapi tantangan di masa depan. Q: Apa yang menjadi Kendala atau Hambatan dalam Perjalan Kerjasama ASEAN dalam Menangani Masalah Narkoba dan Obatobatan Terlarang? A: Hambatan dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang yang dihadapi oleh negara-negara anggota ASEAN diantaranya yaitu: adanya kecenderungan global yang berpengaruh terhadap hampir faktor kehidupan di semua negara tidak terkecuali, apakah negara maju ataupun negara berkembang sekalipun. Hambatan yang terjadi di kawasan regional ini adalah masalah kemiskinan, terlebih lagi setelah terimbas oleh krisis ekonomi dan moneter, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, informasi mengenai bahaya narkoba. Bukan hanya itu hambatan yang bersekala nasional yaitu setiap negara memiliki karakteristik tersendiri yang berbedabeda antara negara satu dengan negara lain dalam menangani masalah narkoba, seperti keterbatasan sumberdaya manusia.
Lampiran 2 Wawancara Ibu Maya KASUBDIT Kerjasama Regional dan Internasional, Badan Narkotika Nasional (BNN) Tanggal 9 Februari 2011 Q: Menurut Ibu bagaimana gambaran umum masalah narkoba di Indonesia ini ? menyangkut masalah peredaran, perdagangan, dan penyalahgunaan narkoba dan obat -obatan terlarang? A: Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia memang sudah menjadi persoalan yang krusial. Menurut hasil survey (BNN) pada tahun 2008 dampak sosial dalam masalah perdagangan dan penyalahgunaan narkoba sangat menghawatirkan, hampir semua generasi juga sudah banyak yang menjadi pengguna. Sedangkan dari sisi profesi ada Polisi, Jaksa, Hakim, Profesional Muda, Anggota Dewan, dan kalangan Selebrit yang rentan sebagai pengguna narkoba. Q: Terlihat dari fenomena drugs trafficking tersebut, apa saja dampak yang terjadi akibat perdagangan narkoba dan obat-obatan terlarang yang mengancam keamanan manusia itu sendiri? A: Dampak yang terjadi akibat perdagangan narkoba ini diantaranya adalah masalah ekonomi, dimana orang akan mengeluarkan biaya sangat besar dimulai dari membeli narkoba, hingga membiayai untuk menyembuhkan pecandu tersebut. Bukan hanya itu dari dimensi politik, sosial, budaya, kesehatan, keamanan nasional, dan dimensi penegak hukum juga tidak menutup kemungkinan karena dampak dari masalah drugs trafficking ini menyangkut masalah keamanan manusia itu sendiri. Q: Dilihat dari data kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2003 -2008 setiap tahunnya meningkat? Apakah kerjasama ini tidak efektif ? A: Jadi sebuah kerjasama ataupun institusi seharusnya tidak secara eksplisit dikatakan dapat secara efektif atau tidak efektif, melainkan harus dilihat dari bagaimana dari komponen -komponen dari kerjasama mampu menjalankan fungsinya masing-masing. Pada dasarnya setiap institusi pasti memiliki beberapa tujuan yang merupakan akumulasi dari kepentingan para aktor yang menjadi anggota institusi kerjasama tersebut. Oleh karena itu, jika tujuan pertama institusi sudah tercapai, namun tujuan kedua dan ketiga belum juga tercapai, maka tidak dapat secara pasti dinilai apakah institusi tersebut gagal atau tidak efektif. Paling tidak dari kerjasama tersebut negara-negara ASEAN kususnya Indonesia sendiri sudah berperan aktif dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba, karena dari kerjasama ini juga terdapat hambatan yang memungkinkan kejahatan narkoba ini sangat meluas. Sekarang adalah waktu yang paling tepat untuk mengambil langkah -langkah untuk pencegahan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, bukan hanya pemerintah saja melainkan sektor suwasta, Lembaga Swadaya
Q:
A:
Q:
A:
Masyarakat, kaangan masyarakat seperti tokoh -tokoh masyarakat, juga pemuka agama diharapkan ikut dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya lainnya. Bagaimana Implementasi Kerjasama ASEAN dalam Menangani Masalah Narkoba dan Obat -batan Terlarang di Indonesia? khususnya untuk Indonesia sendiri implementasi dari ke tersebut hanya diprioritaskan kepada pedoman pencegahan pemberantasan dan peredaran gelap narkoba P4GN. Indonesia sendiri diperlukan suatu badan nasional yang bertugas dan berfungsi merumuskan arah kebijakan, strategi dan program aksi penanggulangan penyalahgunaan narkoba, yang dapat di jadikan panduan oleh seluruh instansi dan lembaga pemerintah serta organisasi non -pemerintah yang berperan dan terkait dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Badan ini sangat diperlukan karena penanggulangan perdagangan dan penyalahgunaan narkoba yang bersifat kompleks, berkorelasi dengan banyak faktor, dan menyentuh berbagai aspek kehidupan, terutama aspek-aspek kehidupan generasi muda. Sejauh mana efektifitas dari implementasi kerjasama tersebut dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang khususnya implementasi di Indonesia? Implementasi kerjasama ASEAN dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang jelas tidak akan efektif bila tidak didukung oleh kebijakan dan strategi penanggulangan oleh masing-masing negara anggota ASEAN khususnya Indonesia.