Analisis Kebijakan e-ASEAN di Indonesia dalam Kaitannya dengan ASEAN Digital Revolution 2025 HIZRA MARISA Universtas Abdurrab
Abstract One of the policies that are in the ASEAN Economic Community is the improvement of infrastructure and technology. Contained in a policy called e-ASEAN. e-ASEAN is set up to exploit the opportunities of the revolution in information and communication technology (IT) and e-Commerce in ASEAN. Establishment of e-ASEAN intended to boost development in terms of economy, society, and government. ASEAN via e-ASEAN is give some examples of pilot projects that can be implemented to each member country such as facilitating information infrastructure in ASEAN. This study tried to underline, explain and analyze the e-ASEAN policy in Indonesia. Any efforts that have been made Indonesia as a member of ASEAN in the implementation of the e-ASEAN, particularly to achieve the ASEAN Digital Revolution 2025. The focus of the research will emphasis on policy and implementation of e-ASEAN undertaken by Indonesia, in particular e-Government and e-Learning. Keywords: e-ASEAN, AEC, ASEAN Digital Revolution 2025, e-Government
Pendahuluan Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), semua negara ASEAN harus bisa menghadirkan kondisi persaingan yang kompetitif. Kesepuluh negara yang bersaing secara friendly competition tersebut adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja. Jangan heran jika tahun ini bangsa asing akan sering wara-wiri di negeri kita dan tidak menutup kemungkinan juga kita akan dengan mudahnya bekerja dan berbisnis di Negara ASEAN lainnya. Itu idealnya. Struktur tersebut mengakibatkan semua anggota ASEAN termasuk Indonesia, mau tidak mau akan terlibat dalam suatu tatanan global yang seragam, pola hubungan dan pergaulan yang seragam khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Aspek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin pesat terutama teknologi komunikasi dan transportasi, menyebabkan isu-isu global tersebut menjadi semakin cepat menyebar dan menerpa pada berbagai tatanan, baik tatanan politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Dengan kata lain globalisasi yang ditunjang dengan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadikan dunia menjadi transparan tanpa mengenal batas-batas negara. Berpijak pada hal tersebut, ASEAN meluncurkan e-ASEAN. Pada dasarnya e-ASEAN didirikan untuk memanfaatkan peluang-peluang dari adanya revolusi dalam teknologi informasi dan komunikasi (TI), dan e-Commerce di ASEAN terutama di era MEA. Ini bertujuan untuk meningkatkan perkembangan dalam hal ekonomi, masyarakat dan
44
Hizra Marisa
pemerintah, tiga pilar penting yang merupakan main actor dari era tanpa batas tersebut. E-ASEAN atau electronic ASEAN didirikan untuk memanfaatkan peluang-peluang dari adanya revolusi dalam tekhnologi informasi dan komunikasi (TI) dan e-Commerce di ASEAN. Ada 6 pilar e-ASEAN yang disuguhkan bagi negara-negara anggota untuk diimplementasikan yakni menetapkan infrastruktur informasi di ASEAN, memfasilitasi pertumbuhan e-Commerce, membebaskan perdagangan dan investasi dalam hal teknologi informasi dan komunikasi (ICT), memfasilitasi perdagangan produk dan servis dari teknologi informasi dan komunikasi (ICT), membangun kapasitas dan suatu e-Society dan mempromosikan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam pengaplikasian e-Government. Enam pilar tersebut memaksa Negara untuk bisa memanfaatkan teknologi seluasluasnya, akses informasi yang tiada batasnya serta penggunaan teknologi digital akan lebih sangat pesat. Lewat internet, perusahaan bisa melakukan analisis data untuk membuka pasar baru. Dari data BPS didapatkan potensi transaksi via internet pada tahun 2014 lalu hanya US$23 miliar, diperkirakan bisa naik berkali lipat menjadi US$500 miliar pada 2020 mendatang. Dengan integrasi teknologi digital dalam eASEAN, daya saing pengusaha akan lebih meningkat. Teknologi juga akan menguatkan jutaan pelaku usaha UKM (Usaha Kecil Menengah) di Tanah Air. Akses terhadap pendanaan, teknologi, pemasaran, termasuk analisis data yang berbasis cloud tak akan lagi menjadi masalah. Inilah pentingnya teknologi digital. Anggota ASEAN akan memanfaatkan TI dan komunikasi untuk menyambut National Single Window (NSW) bidang perdagangan. Ini artinya jika ingin melakukan ekspor, suatu negara tidak perlu datang ke pelabuhan untuk mengurus perizinan. Mau melakukan ekspor-impor di mana pun akan mudah dengan memanfaatkan sistem NSW. Memanfaatkan teknologi berbasis internet. Tulisan ini mencoba menggaris bawahi, menjelaskan dan menganalisis kebijakan eASEAN di Indonesia. Apa saja upaya yang telah dilakukan Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN dalam penerapan e-ASEAN, khususnya dalam pengejewantahan ASEAN Digital Revolution 2025. Fokus penelitian ini akan dititik-beratkan pada kebijakan dan penerapan e-ASEAN yang dilakukan oleh Indonesia, khususnya e-Government dan eLearning. Oleh sebab itu, penelitian lanjutan diperlukan untuk melihat bagaimana kemudian pemerintah Indonesia berperan dan berkontribusi lebih lanjut dalam pencapaian ASEAN Digital Revolution 2025. Adapun maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Analisis Kebijakan eAsean Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan Asean Digital Revolution 2025. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui kebijakan penerapan e-ASEAN di Indonesia; 2) Untuk menganalisa beberapa kebijakan e-ASEAN dalam tataran kebijakan Pemerintah Daerah di Indonesia secara umum seperti e-Government dan e-Learning; 3) Untuk memberikan gambaran penerapan e-ASEAN dan masukan (otokritik) bagi pemerintah Indonesia dalam pencapaian dan partisipasi Indonesia di ASEAN Digital Revolution 2025.
International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
45
Analisis Kebijakan e-ASEAN di Indonesia dalam Kaitannya dengan ASEAN Digital Revolution 2025
Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran Definisi Analisis menurut Dale Yoder seperti yang dikutip oleh A.A. Anwar Prabu Mangkunegara bahwa analisis sebagai prosedur melalui fakta-fakta yang berhubungan dengan setiap pengamatan yang diperoleh dan dicatat secara sistematis (dalam Mangkunegara, 2001:13). Berdasarkan pengertian tersebut maka analisis merupakan suatu pemahaman dari suatu hal yang diperoleh melalui penyelidikan yang dicatat secara sistematis sehingga dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya dalam upaya menerapkan dan mengembangkan pemerintahan yang berbasis e-ASEAN, ketersediaan perangkat elektronik seperti computer atau perangkat-perangkat lain yang mendukung proses penerapan e-ASEAN tersebut. Kebijakan penerapan e-ASEAN merupakan mekanisme interaksi baru (modern) antara pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan pemerintah serta kalangan lain yang berkepentingan. Kebijakan penerapan e-ASEAN sangat tepat dengan kemajuan teknologi yang semakin mutakhir sekarang ini. Kebijakan dikatakan sebagai suatu program yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan, nilai-nilai dan praktekpraktek yang telah ditetapkan (Lasswell dan Kaplan dalam Wirman dan Israwan, 2008 : 18). Kebijakan penerapan e-ASEAN disesuaikan dengan tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan praktek-praktek yang telah ditentukan yaitu berorientasi pada pelayanan baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Dalam bukunya Wirman Syafri dan Israwan Setyoko yang berjudul Implementasi Kebijakan Publik dan Etika Profesi Pamong Praja, Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt mengemukakan bahwa kebijakan adalah: “Kebijakan dirumuskan sebagai suatu keputusan yang teguh yang disifati oleh adanya perilaku yang konsisten dan pengulangan pada bagian dari keduanya yaitu bagi orang-orang yang membuatnya dan bagi orang yang melaksanakannya” (dalam Islamy, M. Irfan., 1995 : 18).
Sementara itu menurut William N. Dunn kebijakan merupakan “Aktivitas menciptakan pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan (dalam Islamy, M. Irfan., 1995 : 20). Dari definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan merupakan tindakan-tindakan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah, dimana tindakan atau keputusan tersebut memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Sedangkan ASEAN Digital Revolution adalah sebuah kebijakan teknologi dari ASEAN yang bertujuan membuat perubahan besar kepada seluruh negara anggotanya, dari mulai membantu mempermudah segala urusan sampai penggunaan fasilitas digital yang semakin canggih dengan baik dan benar. (diakses dalam asean.org) Adapun kebijakan yang terdapat didalam ASEAN Digital Revolution 2025 adalah: 1) Mengejar revolusi broadband; 2) Mempercepat inovasi dalam layanan mobile keuangan, e-commerce; 3) Meningkatkan kepercayaan dan keamanan digital dalam perekonomian ASEAN; 4) Memperkuat ekonomi digital lokal; 5) Meningkatkan inovasi digital dalam ASEAN seperti e-Learning dalam sistem pendidikan dan lain sebagainya.
International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
46
Hizra Marisa
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode tersebut dapat mengarahkan penyusunan dalam melakukan penelitian dan pengamatan, dengan begitu dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif. Menjelaskan bagaimana kebijakan yang ditempuh oleh Indonesia dalam penerapan e-ASEAN dalam mencapai ASEAN Digital Revolution 2025. Pembahasan Sejarah e-ASEAN E-ASEAN didirikan untuk memanfaatkan peluang-peluang dari adanya revolusi dalam tekhnologi informasi dan komunikasi (TI), dan e-Commerce di ASEAN. Pendirian e-ASEAN dimaksudkan untuk meningkatkan perkembangan dalam hal ekonomi, masyarakat, dan pemerintahan. Adapun tujuan dari pembentukan didirikannya e-ASEAN adalah: Mempromosikan kerjasama untuk membangun, memperkuat, dan menambah daya saing dari adanya sektor tekhnologi informasi dan komunikasi (ICT) di ASEAN, mengurangi adanya kesenjangan tekhnologi digital, membebaskan perdagangan dan investasi dalam tekhnologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk menopang atau mendukung prakarsa e-ASEAN. Semua tujuan tersebut didasarkan pada 6 pilar yang ada didalam e-ASEAN, yakni menetapkan infrastruktur informasi di ASEAN, memfasilitasi pertumbuhan eCommerce, membebaskan perdagangan dan investasi dalam hal tekhnologi informasi dan komunikasi (ICT), memfasilitasi perdagangan produk dan servis dari tekhnologi informasi dan komunikasi (ICT), membangun kapasitas dan suatu e-Society, mempromosikan penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam pengaplikasian e-Government. Dalam pelaksanaannya, ASEAN melalui e-ASEAN, memberikan beberapa contoh proyek percobaan yang dapat diimplementasikan ke tiap negara anggota seperti memfasilitasi infrastruktur informasi di ASEAN, ASEAN Regional Internet Exchange (ARIX), sebagai suatu infrastruktur untuk pertukaran lalu-lintas internet di ASEAN, pusat komunitas e-Learning yakni dengan menghubungkan pusat komunitas multimedia melalui ASEAN SchoolNet, memfasilitasi e-Commerce, pertukaran para pekerja ahli yang merupakan pintu gerbang ASEAN untuk tenaga ahli, real estate dalam Cyberspace yaitu pasar ASEAN untuk perdagangan real estate, berbagi informasi, dan kerjasama, pembentukan weASEAN.com yakni kerjasama B2B (Business to Business) komunitas e-Commerce untuk ASEAN SME’S, contohnya http://www.eASEANvisa.com,http://www.gmSupplyPower.com. Program selanjutnya adalah membangun kapasitas dan e-Society, ASEAN infonet yakni proyek untuk membangun sebuah jaringan perpustakan online, ASEAN SchoolNet yakni proyek untuk menghubungkan sekolah-sekolah di ASEAN, membangun fasilitas computer melalui kemampuan jalur lebar (broadband) dan mengembangkan pembelajaran multimedia, program e-Government ditiap provinsi atau daerah ditiap negara serta
International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
47
Analisis Kebijakan e-ASEAN di Indonesia dalam Kaitannya dengan ASEAN Digital Revolution 2025
workshop pelatihan cyberlaw untuk membuat undang-undang, member masukan bagi pemerintah, serta untuk menilai pemerintahan. Analisis Implementasi e-Asean Di Indonesia Sebagai salah satu anggota aktif di ASEAN, Indonesia memainkan peranan baik dalam tataran konsep dan implementatif, khususnya dalam program e-ASEAN. Pemerintah melalui pemerintahan daerah telah menerapkan beberapa kebijakan yang dijewantahkan kedalam program daerah. Dalam uraian dan analisis berikut akan dijelaskan beberapa kebijakan yang diterapkan di Indonesia dalam kaitannya dengan program e-ASEAN. E-Govenrment Sejak masa reformasi di Indonesia, seluruh kegiatan pemerintahan mengalami perubahan yang dikenal dengan nama reformasi birokrasi. Salah satu dari program reformasi tersebut adalah penerapan electronic government atau e-government. Hal ini dilaksanakan di lingkungan perkantoran pemerintah khususnya Pemerintahan Provinsi. Penerapan reformasi birokrasi tersebut khususnya di pemerintahan diharapkan dapat dipercepat dengan implementasi e-Government, dikarenakan pemanfaatan Information Communication Technology (ICT) akan membuat adminintrasi perkantoran semakin efektif dan efesien. Salah satu hal yang diimplementasikan adalah komputerisasi ditiap lini dan instansi pemerintah khususnya pemerintahan daerah. Dengan komputerisasi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi administrasi pemerintah daerah sekaligus menampung semakin banyaknya kebutuhan pengolahan data untuk pelayanan publik. Pada awalnya semua proses pengolahan data pada setiap instansi pemerintah daerah menggunakan sistem manual sehingga hal ini berdampak pada kurang efektifnya kinerja atau kegiatan pada instansi tersebut. Pemanfaatan komputerisasi dan teknologi informasi dalam berbagai aspek pengelolaan informasi dalam setiap instansi akan menghasilkan efisiensi yang ditunjukkan oleh kecepatan dan ketepatan waktu pemrosesan serta ketelitian dan kebenaran informasi yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan penggunaan perangkat keras komputer (hardware), program aplikasi pendukung (software), perangkat komunikasi dan internet sebagai sarana pengelolaan informasi yang ada. E-ASEAN merupakan salah satu realisasi dari ASEAN Community yang termaktub dalam Visi ASEAN 2020 yaitu untuk melakukan integrasi didalam negara-negara ASEAN dengan membentuk pasar tunggal, basis produksi bersama termasuk dalam penyatuan teknologi digital diantara negara anggota. Hal tersebut akan direalisasikan di antara negara-negara anggota ASEAN secara bertahap. Pada 2015 di antara 10 Negara ASEAN yang terdiri dari Indonesia, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Philipina, Laos, dan Kamboja, dan Vietnam harus membebaskan 5 hal di atas untuk menerapkan aturan dari kesepakatan tersebut. AEC Blueprint tersebut menjadi pedoman untuk tiap negara anggota supaya mengarah pada tujuan AEC 2015, yaitu : Menuju single market dan production base International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
48
Hizra Marisa
(arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal). Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan komsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerse. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata melalui pengembangan UKM dan program-program Initiative for ASEAN Integration (IAI). Menuju integrasi penuh pada ekonomi global dengan pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi luar kawasan serta mendorong keikutsertaan dalam jejaring produksi global (global supply network). e-Government hadir dan dibutuhkan untuk menyelesaikan tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia yang antara lain: Laju Peningkatan Ekspor dan Impor: persaingan yang terjadi tidak hanya didalam negeri tetapi persaingan dengan negara sesame ASEAN dan negara diluar ASEAN seperti China dan India. Kinerja ekspor selama periode 2014-2015 yang berada di urutan ke-4 setelah Singapura, Malaysia dan Thailand, dan importer tertinggi ke-3 setelah Singapura dan Malaysia merupakan tantangan yang sangat serius ke depan karena telah mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia yang deficit terhadap beberapa Negara ASEAN tersebut. Laju Inflasi: Laju inflasi Indonesia yang tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Stabilitas makro masih terkendala peningkatan daya saing Indonesia dan tingkat kemakmuran Indonesia juga masih lebih rendah. Populasi Indonesia yang terbesar di ASEAN menjadi kendala dalam pemerataan pendapatan. Dampak Negatif Arus Modal yang Lebih Bebas Aliran modal yang bebas di kawasan dapat mengakibatkan terjadinya konsentrasi aliran modal ke negara tetentu yang mana negara tersebut dianggap memiliki potensi keuntungan lebih menarik. Kesamaan Produk: Kesamaan jenis produk unggulan khususnya disektor pertanian, perikanan, produk karet, produk berbasis kayu dan elektronik. Indonesia perlu melakukan strategi peningkatan nilai tambah bagi produksi ekspornya sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dari produk negara kawasan. Daya Saing SDM: Kemampuan bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan. Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik dalam negeri maupun intra-ASEAN, hal ini digunakan untuk mencegah banjirnya tenaga terampil dari luar. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan karena memerlukan upaya secara menyeluruh dalam system pendidikan di Indonesia. Kepentingan Nasional: Dalam rangka integrasi ekonomi kepentingan nasional merupakan hal yang utama yang harus dimankan oleh negara anggota ASEAN. Apabila kepentingan kawasan tidak sejalan dengan kepentingan nasional, maka kepentingan kawasan menjadi prioritas kedua. Hal ini menjadi sulitnya mencapai dan melaksanakan komitmen liberalisasi AEC blueprint. Tantangan lainnya yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah bagaimana mengoptimalkan peluang tersebut. Bila Indonesia tidak melakukan persiapan yang berarti maka Indonesia akan menjadi negara tujuan pemasaran bagi ASEAN lainnya. ASEAN Economic Community dapat menjadi International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
49
Analisis Kebijakan e-ASEAN di Indonesia dalam Kaitannya dengan ASEAN Digital Revolution 2025
kebangkitan kejayaan perekonomian Indonesia jika Indonesia mampu meningkatkan daya saingnya dan memanfaatkan peluang yang terbuka lebar di pasar ASEAN. Kejayaan yang dimaksud yaitu sebagai bangsa besar yang berpengaruh dan dihormati dunia karena mampu memanfaatkan semangat globalisasi. Demikian diungkapkan Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan saat memberikan sambutannya pada seminar "Strategi Memenangkan Persaingan Pasar Dalam Negeri dan Menembus Pasar ASEAN dalam Menyongsong ASEAN Economic Community 2015" di Kementerian Perdagangan. Perkembangan e-government di Indonesia sudah dimulai dari jaman pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2003. Inpres No.3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan egovernment, mengintruksi kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing guna terlaksananya pengembangan e-government secara nasional dengan berpedoman pada Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan egovernment. Namun hingga akhir 2014 perkembangan e-government di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lainnya, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Indonesia berada di peringkat ke-7 diantara negara di kawasan Asia Tenggara dalam laporan survey Persatuan Bangsa Bangsa berdasarkan e-government development index, disingkat EGDI. EGDI adalah indikator komposit yang mengukur kemauan dan kapasitas administrasi pemerintahan untuk menggunakan teknologi komunikasi dan informasi (TIK) untuk menyediakaan layanan publik. EGDI untuk edisi 2014 diukur berdasarkan tiga sub index yaitu online serviceindex, telecommunictaion index, dan human capital index. Dalam UU No. 32 tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah, efisiensi dan efektivitaspenyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikanaspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensidan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikankewenangan yang seluasluasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dankewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraanpemerintahan negara. Amanat UU ini menunjukkan bagaimana pentingnnya efisiensi dan transparansi, sehingga e-Government sangat sejalan dengan pengamalannya. Target layanan e-Government saat ini adalah, Government to Citizens (G to C). Tipe G to C ini merupakan aplikasi e-Government yang paling umum, yaitu dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubunganinteraksi dengan masyarakat. Tujuan G to C adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melaluikanal-kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahnya untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. E-Learning dalam Perguruan Tinggi (e-SchoolNet) Khusus dalam bidang IPTEK (Ilmu Pengertahuan dan Teknologi), konsep teknologi yang ditawarkan oleh e-ASEAN ini sebenarnya memiliki berdampak bagus pada sektor pendidikan. Proyek untuk membangun sebuah jaringan perpustakan online, ASEAN International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
50
Hizra Marisa
SchoolNet dimana proyek untuk menghubungkan sekolah-sekolah dan Perguruan Tinggi di ASEAN, membangun fasilitas komputer melalui kemampuan jalur lebar (broadband) dan mengembangkan pembelajaran multimedia adalah hal implikatif yang harus digesa dan didorong pelaksanaannya. Dalam hal ini, Indonesia bisa melihat pengalaman Cina. Saat ini, jumlah penduduk yang besar bukan menjadi masalah utama bagi Cina. Pemerintah Negara “Tirai Bambu” tersebut telah bereksperimen dengan kebijakan untuk memacu perkembangan IPTEK demi mencapai keberhasilan negara. Penguasaan IPTEK di Cina telah berkembang dengan pesat mulai dari bidang perekonomian (penanaman modal) hingga produksi. Salah satu program pemerintah yang berpengaruh luas adalah The Torch Plan yang mencakup pengembangan berbagai kawasan hi-tech (high-technology). Begitu pula dalam bidang pendidikannya. E-ASEAN yang salah satu butirnya membangun kapasitas dan e-Society sejalan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang merupakan salah satu tujuan pencapaian yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi. Karena setiap perguruan tinggi haruslah melahirkan orang – orang yang memiliki semangat juang yang tinggi, diri yang selimuti pemikiran – pemikiran yang kritis, kreatif, mandiri, inovatif dan sebagainya. Tidak semua sekolah atau perguruan tinggi di Indonesia mempunyai biaya yang cukup untuk pengadaan instrument yang dibutuhkan, pengoperasian, pengembangan, serta pemeliharaannya. Hal ini diperparah dengan adanya otonomi daerah, dimana anggaran pendidikan tergantung pada pendapatan daerah, sehingga fasilitas pendidikan di Indonesia tidak merata. Semakin ke daerah, fasilitas semakin terbatas. Tidak semua pebelajar memiliki daya bayar. Kemiskinan pebelajar merupakan kendala utama. Masih banyak penduduk Indonesia berada pada garis kemiskinan. Untuk pembelajaran elearning, memerlukan computer dan akses internet. Ini akan menjadi mahal bagi penduduk yang belum memiliki kesejahteraan dalam hidupnya. Belum semua daerah mampu menyediakan pangkalan untuk mengakses internet. Hal ini berkaitan dengan kondisi geografis Indonesia, yang terdiri dari beribu-ribu pulau serta banyaknya pengunungan. Kondisi ini menjadikan daerah di Indonesia terbagi menjadi daerah maju, daerah tertinggal serta daerah terpencil. Daerah tertinggal dan daerah terpencil, rata-rata tidak dapat mengakses internet. Infrastruktur listrik yang belum memadai. Masih adanya daerah belum dialiri listrik. Hal ini menjadi kendala dalam pembelajaran elearning. Kalaupun ada, saat ini ada istilah “pemadaman bergilir”. Suatu hari, ada bantuan pemerintah pusat untuk daerah terpencil. Bantuan itu berupa satu set personal komputer. Sepertinya pemerintah pusat tidak memperhatikan infrastrukturyang menunjang pengoperasian komputer di daerah tersebut. Kultur tatap muka dalam proses pembelajaran masih dominan. Ini dipicu oleh kebiasaan dalam menerima informasi dalam bentuk lisan. Masyarakat kita belum terbiasa dengan bahasa tulis. Merasa kurang pas, jika belum ketemu dengan gurunya sebagai nara sumber. Gejala ini dapat kita lihat pada kegiatan ceramah pengajian. Masyarakat mau berbondong-bondong mendengarkan pengajian, dalam hal ini konteksnya adalah belajar. Pada hal materi pengajian sangat mudah diakses di internet. International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
51
Analisis Kebijakan e-ASEAN di Indonesia dalam Kaitannya dengan ASEAN Digital Revolution 2025
Belum terbentuknya budaya belajar mandiri di kalangan pebelajar. Siswa bahkan mahasiswa masih kergantungan dengan guru atau dosen dalam pembelajaran. E-Learning belum menjadi kebutuhan bagi siswa dan mahasiswa sebagai sumber belajar. Sistem pendidikan kita belum menciptakan atau mengkondisikan siswa atau mahasiswa untuk selalu mengakses materi atau informasi lewat internet. Diktat dan buku wajib masih mendominasi sumber belajar, terutama di daerah-daerah. Internet digunakan masih pada taraf pemenuhan kebutuhan akan hiburan dan tukar informasi. Ini dapat kita lihat dari beberapa pemanfaatan jejaring sosial. E-Learning belum menjadi kebutuhan guru dalam memperkaya sumber belajar siswanya. Masih ada guru merasa sangat penting dan harus menyampaikan sendiri materi pelajaran pada siswanya. Gejala ini pada umumnya terjadi pada guru senior dalam mengajar. Dan masih banyak hal lainnya yang menjadi kendala dalam pelaksanaan e-Learning di Indonesia. Jika kita berbicara mengenai perguruan tinggi, maka mahasiswa adalah salah satu unsur yang melekat di dalam pembahasan tersebut. Mahasiswa yang dikenal sebagai agent of change, social control, dan iron stock, pada dasarnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Layaknya seperti sekolah mempunyai siswa-siswi, perguruan tinggi mempunyai mahasiswamahasiswi. Setiap lembaga pendidikan tentunya mempunyai visi dan misi, karena proses pembelajaran itu sendiri memang harus diawali oleh visi dan misi. Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah salah bentuk konkret dari seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Karena sudah menjadi keharusan bagi setiap perguruan tinggi untuk melahirkan manusia-manusia yang intelek, kritis, peduli, dan berakhlak mulia. Dalam rangka memenuhi hal tersebut, mahasiswa itu sendiri harus tahu dan paham dengan betul apa yang maksud dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi: Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian. Pendidikan adalah poin pertama dan utama dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pendidikan dan pengajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu proses pembelajaran. Undang-Undang dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Perguruan tinggi perlu melakukan revitalisasi dalam hal ini. Perlu dipahami bahwa perkembangan dan ranah pendidikan saat ini sudah sangat berbeda dan sangat kompleks. Perguruan tinggi perlu memperlengkapi para mahasiswa-mahasiswinya dengan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja sekarang. Berdasarkan laporan dari Pearson (2014), pendidikan jaman sekarang bukan lagi sekedar 3Rs (Reading, wRiting, and aRithmetic), tetapi juga harus menyangkut keterampilan-keterampilan baru yang dibutuhkan dunia kerja sekarang,
International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
52
Hizra Marisa
seperti: Leadership, Digital Literacy, Communication, Emotional Intelligency, Entrepreneurship, Global Citizenship, Problem Solving, and Team-working. Leadership adalah keterampilan untuk memengaruhi diri sendiri (self leadership), memengaruhi tim (team leadership), dan juga memengaruhi semua orang di dalam organisasi (organizational leadership) agar berkomitmen dan bekerjasama untuk mencapai visi dan misi yang dicanangkan organisasi tersebut. Digital Literacy berkaitan dengan keterampilan dalam tiga hal berikut, yakni: kemampuan untuk menggunakan teknologi digital, alat komunikasi atau jaringan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan dan menciptakan informasi, kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai format dari berbagai sumber ketika disajikan melalui komputer, dan kemampuan seseorang untuk melakukan tugas-tugas secara efektif dalam lingkungan digital. Communication berkaitan dengan keterampilan mengkomunikasikan informasi penting secara mudah dan singkat agar dapat dipergunakan untuk pembuatan keputusan peningkatan kinerja organisasi. Emotional Intelligence (EQ) adalah keterampilan untuk mengidentifikasi, menggunakan, memahami, dan mengelola emosi secara positif untuk meredakan stres, berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, berempati dengan orang lain, mengatasi tantangan, dan meredakan konflik. Entrepreneurship adalah keterampilan untuk mengembangkan, mengatur dan mengelola usaha-usaha kreatif bersama dengan risiko yang diperhitungkan (calculated risks) dalam rangka untuk menciptakan manfaat-manfaat dari usaha-usaha kreatif itu. Global citizenship adalah keterampilan seseorang yang mampu menempatkan identitas mereka agar sesuai dengan komunitas global lebih daripada identitas mereka sebagai warga negara tertentu atau asal suku bangsa tertentu. Problem Solving adalah proses mental yang melibatkan, menemukan, menganalisis dan memecahkan masalah. Tujuan utama dari pemecahan masalah adalah untuk mengatasi hambatan dan menemukan solusi yang terbaik untuk memecahkan masalah. Teamwork adalah proses bekerja bersama-sama dengan sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Teamwork merupakan bagian penting dari keberhasilan organisasi, karena kita membutuhkan rekan-rekan kerja untuk bekerja sama dengan baik, mencoba ide-ide terbaik mereka dalam situasi apapun agar mencapai sinergi dalam hasil. Prinsip dua kepala lebih baik daripada satu kepala berlaku dalam teamwork ini. Penelitian adalah poin kedua di dalam Tri Dahrma Perguruan Tinggi. Penelitian mempunyai peranan bagi kemajuan perguruan tinggi, kesejahteraan masyarakat serta kemajuan bangsa dan negara. Dari penelitian maka mahasiswa mampu mengembangkan ilmunya dan berpikir kritis. Mahasiswa harus mampu memanfaatkan penelitian dan pengembangan ini dalam suatu proses pembelajaran untuk memporoleh suatu perubahan-perubahan yang akan membawa Indonesia kearah yang lebih maju dan terdepan. Sayangnya, dalam hal penelitian pun, Indonesia juga masih kalah dengan negara-negara tetangga anggota ASEAN lainya. Menurut data yang disajikan majalah Suara Mahasiswa edisi ke-30, publikasi ilmiah yang dilakukan oleh para akademisi di International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
53
Analisis Kebijakan e-ASEAN di Indonesia dalam Kaitannya dengan ASEAN Digital Revolution 2025
Indonesia masih sangat jauh dibandingkan dengan negara-negara tetangga anggota ASEAN, terutama dengan Singapura. Di dalam majalah tersebut dikatakan bahwa jumlah publikasi ilmiah Universitas Indonesia (UI), sebagai salah satu universitas papan atas Indonesia, bahkan tidak mampu mencapai 10 persen saja dari jumlah publikasi ilmiah University of Singapore. Di dalam majalah tersebut dikatakan bahwa publikasi ilmiah yang dilakukan UI hanya sebesar 2714 publikasi, sedangkanUniversity of Singapore telah melakukan 64.991 publikasi.
Kesimpulan Kalau kita tarik peluang ini dengan kenyataan lapangan dari penerapan kebijakan eASEAN yang masih menjadi momok di masyarakat Indonesia tentu masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita laksanakan dan benahi. Salah satunya kesiapan SDM. Sejauh ini, manusia Indonesia dalam impelementasi teknologi masih berperan dalam tataran konsumen. Kita memang masih tertinggal jauh dengan negara tentangga lainnya. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40). Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Indonesia masih sangat jauh tertinggal dalam persaingan global. Kualitas SDM harus ditingkatkan baik secara formal dan informal, tentu saja peran Perguruan Tinggi sebagai pencetak SDM harus bias lebih progresif dan proaktif melakukan perubahan khususnya dalam bentuk teknis sistem pengajaran. Jumlah pengguna internet telah berkembang pesat selama dekade terakhir dan sekarang dua-perlima dari populasi dunia melakukan kegiatan online dan lebih dikenal dengan sebutan masyarakat internet atau netizen. Hal ini semakin dilengkapi dengan telephone pintar atau smartphone, konsumen bergantung pada Internet untuk berbagai kegiatan sehari-hari, dari berhubungan dengan teman dan keluarga, belanja hingga perbankan. Termasuk juga bisnis, memanfaatkan internet secara luas di seluruh kegiatannya. Sebuah rantai nilai yang kompleks dan dinamis yang terdiri dari pemain global dan lokal telah dikembangkan untuk memberikan layanan digital untuk konsumen dan bisnis. Perekonomian digital terdiri dari tiga unsur: perangkat, jaringan, dan aplikasi. Kesenjangan digital di regional ASEAN adalah tantangan terbesar menjelang dimulainya era pasar bebas, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Negara dengan tingkat perkembangan teknologi informasi dan infrastruktur yang mapan berpeluang menciptakan produk dan inovasi baru dengan biaya yang lebih efisien. Namun, pengembangan teknologi digital terintegrasi di e-ASEAN masih menjadi tantangan tersendiri. Konsep e-ASEAN sangat bermanfaat untuk 12 sektor industri prioritas MEA, yakni perawatan kesehatan, turisme, jasa logistik, jasa angkutan udara, produk berbasis agro, barang-barang elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil dan pakaian, otomotif, dan produk berbasis kayu. International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
54
Hizra Marisa
Diantara kedua belas sektor, konsep dari e-ASEAN sangatlah mempengaruhi semua sektor prioritas. Misalnya di perawatan kesehatan, kita bisa dapat layanan lebih mudah. Di sektor agribisnis, teknologi memudahkan petani melihat data cuaca, kesuburan tanah, kapan waktu tanam dan panen,” kata Alison Kennedy, Managing Director, Accenture Strategy ASEAN. Konsep teknologi ini juga berdampak bagus pada sektor pendidikan. Masyarakat di daerah bisa mengakses pendidikan di luar negeri lewat internet. Penguatan kemampuan individu akan lebih maksimal jika bisa kuliah di Harvard misalnya. Dengan catatan, pemerintah Indonesia telah lebih dulu melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan yang bersangkutan., yang tak kalah penting, teknologi juga akan menguatkan jutaan pelaku usaha UKM di Tanah Air. Akses terhadap pendanaan, teknologi, pemasaran, termasuk analisis data yang berbasis cloud tak akan lagi menjadi masalah. Inilah pentingnya teknologi digital. Konsep di MEA menggesa UKM agar bisa memanfaatkan teknologi yang ada. Namun, regulasi perdagangan yang ada tidak melihat faktor elektronik, masih ke perdagangan yang bersifat fisik. Penggunaan teknologi digital akan sangat pesat. Lewat internet, perusahaan bisa melakukan analisis data untuk membuka pasar baru. Potensi transaksi via internet pada 2014 lalu hanya US$20 miliar, bisa naik berkali-kali lipat menjadi US$500 miliar pada 2025 mendatang. Dengan integrasi teknologi digital dalam e-ASEAN, daya saing pengusaha akan meningkat. Masalah data, termasuk privacy, pengelolaan, dan security masih menjadi tantangan tersendiri di Indonesia. Jika e-ASEAN tidak berjalan di Indonesia, semua juga tidak jalan. Indonesia masih yang terkuat dari segi pasar dan sumber daya alamnya. Adopsi teknologi ini juga akan membantu usaha pemerintah mengurangi angka pengangguran, meningkatkan jumlah wirausahawan baru untuk mempercepat perluasan kesempatan kerja, termasuk meningkatkan perhatian pada sektor informal. Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial di dunia. Tidak hanya itu, Indonesia membuka peluang bagi para investor untuk menginvestasikan bisnis mereka di sini. Sebegitu besar dan potensialnya, Indonesia sangat menentukan keberhasilan ASEAN dalam melakukan integrasi di era Masyarakat Ekonomi ASEAN dan ASEAN Digital Revolution 2025. Dalam hal revitalisasi pendidikan Indonesia menghadapi ASEAN Digital Revolution 2025, tidak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa memegang peranan yang penting dalam Indonesia menghadapi ASEAN Digital Revolution 2025. Hal tersebut juga dipertegas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh. Beliau juga ikut mengajak perguruan tinggi untuk bersiap menghadapinya. Urusan sebesar ini tidak cukup sekadar jadi pengetahuan. Tetapi kita harus menerjemahkannya. Apa implikasi dan apa yang harus kita siapkan dalam menghadapi perubahan pasar, perubahan interaksi sosial? Sehingga kompetensi, sertifikasi, dan skill tertentu menjadi bagian yang harus kita persiapkan. Perguruan tinggi juga harus mampu melahirkan mahasiswa-mahasiswia Indonesia yang kompeten, kritis dan solutif guna menghadapi ASEAN Digital Revolution 2025. International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
55
Analisis Kebijakan e-ASEAN di Indonesia dalam Kaitannya dengan ASEAN Digital Revolution 2025
Guna mencapai hal tersebut, Perguruan Tinggi harus selalu menerapkan prinsip transparan dan akuntabel. Dengan melibatkan sebanyak mungkin sivitas akademika, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan tertentu. Diharapkan dengan ini, mahasiswa-mahasiswi Indonesia dapat melaksanakan e-ASEAN sebagai sebuah peluang untuk menuju Indonesia yang lebih baik. Sudah saatnya IPTEK dijadikan untuk meningkatkan daya saing di Perguruan Tinggi agar dapat berdaya saing di tingkat Nasional dan Internasional. Jika tak ada kesiapan menghadapi MEA dan e-ASEAN bukan tidak mungkin Perguruan Tinggi di Indonesia dapat tersisihkan di negeri sendiri. Kesiapan Teknologi Informasi dalam scope Universitas menjelang e-ASEAN sangat dipengaruhi oleh tingkat kemauan dan kemajuan yang bersangkutan karena terdapat batasan anggaran untuk membangun infrastruktur TI. Kesenjangan digital yang terjadi bisa memberikan peluang dan tantangan tersendiri bagi Universitas itu sendiri. Contohnya biaya untuk menggelar infrastruktur internet. Lebih luas jika berbicara tentang Negara, ini adalah tantangan untuk meningkatkan perkembangan TI yang mapan berpeluang untuk menciptakan produk dan inovasi baru dengen biaya yang lebih efisien, lebih khusus pada tingkat Perguruan Tinggi. Belum lagi kesiapan teknisi dan SDM yang akan menggerakkanya dilini Universitas juga perlu ditinjau ulang, selanjutnya kesiapan mental dalam hal ini sikap open minded menerima jendela informasi teknologi juga harus perlu dipupuk dan terakhir yang lebih penting adalah masalah kesiapan sistem security jaringan yang harus diperkuat. Sekalipun tantangan e-ASEAN dan implementasinya di Tanah Air khususnya dalam sektor Perguruan Tinggi cukup berat, namun optimisme kita harus tetap dibangun agar bisa menghadapi e-ASEAN dan MEA dengan semangat dan kepala tegap, bukan menunduk lemah.
Referensi 2000 e-ASEAN Framework Agreement, diakses dalam http://www.aseansec.org/599.htm , diakses pada Tanggal 05 Januari 2014. Agustino, Leo. (2006). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV AFABETA. Anwar, M. Khoirul. (2004). Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era Otonomi Daerah, SIMDA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fath-Allah, Abdoullah, et.al., “E-Government Maturity Models: A Comparative Study”, International Journal of Software Engineering and Applications (IJSEA) 5 (2014). Indrajit, Richardus Eko, et all..( 2004 ). Electronic Government : Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Berbasis Teknologi Digital. Yogjakarta : Andi. Islamy, M. Irfan. (1995). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Sinar Grafika
International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
56
Hizra Marisa
Jogiyanto. (2001). Analisis dan Disain, Sistem Informasi:Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi. United Nations. (2014). United Nations E-Government Survey 2014: E-Government for the Future We Want. New York: Bern Assoc. (e-Book) Widodo, Joko. (2007). Analisis Kebijakan Publik. Malang : Bayu Media
International Society, Vol. 2, No. 2, 2015
57