eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (3) 971-986 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2015
KERJASAMA MEKSIKO – INDONESIA DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING 2011-2013 Margaretha Sisilia 1 Nim. 0802045253 Abstract The bilateral cooperation of Mexico - Indonesia in the reduction and prevention of narcotics. This type of research is descriptive where bilateral cooperation will compare Mexico - Indonesia in the handling of drugs trafficking. This research used secondary data which obtained through a review of the literature and literature such as books, the Internet, and others. The analysis technique used is the technique of qualitative analysis The results showed that the Indonesian government has done some things like improving the performance of ministries and local government agencies and social organizations to implement the Presidential Instruction No. 12/2011 on the prevention and control of drug trafficking. Together with the government of Mexico to cooperate with law enforcement in foreign countries such as China, Portugal, Taiwan, and Bulgaria in capturing the global drug syndicate, regional, and national levels. Therefore, international cooperation is needed in the handling of a synergistic, effective, efficient, and responsible. Keywords : Drugs Trafficking, Indonesia, Mexico, Bilateral Cooperation Pendahuluan Drugs trafficking merupakan kejahatan lintas batas yang memerlukan kerjasama bilateral, multilateral bahkan global untuk menanganinya. Selama tahun 2000-an, nilai perdagangan narkotika mengalami kecenderungan peningkatan khususnya dari tahun 2005 sampai 2013. Untuk suplai narkotika pada tahun tersebut, jenis narkotika yang diperdagangkan dengan skala besar ialah opium, kokain, cannabis, heroin dan (Amphetamine Type Stamili) ATS. Dengan kondisi stabil pada 2005 hingga 2012 mencapai 50% jumlah keseluruhan dari jenis di atas yang diperdagangkan dan semakin naik pada 2013 mencapai 75% yang diperdagangkan di pasar Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Selatan dan Asia Barat. (http://www.world_drug_report_2014.pdf). Kesepakatan kerjasama Indonesia – Meksiko ini tertuang dalam MoU tentang penanganan peredaran narkotika yang ditandatangani pada 3 November 2011 di Meksiko oleh Kepolisian Republik Indonesia, Gories Mere dan Jaksa Agung Meksiko Mrs. Marisena Morales Ibanez. Inti dari MoU ini adalah memberikan dasar hukum 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 971-986
dalam peluang kerjasama pemberantasan peredaran narkoba antara Meksiko dan Indonesia. (http://www. Interpol.go.id). Kerjasama ini didasari oleh kebutuhan kedua negara untuk menangani drugs trafficking. Bagi Indonesia, Meksiko merupakan negara yang memiliki banyak pengalaman dalam menjalin kerjasama penanganan drugs trafficking seperti antara Meksiko– Amerika dalam Merida Initiative tahun 2008. Selain itu, dikedua negara drugs trafficking pada kenyataannya telah menjadi masalah yang mengkhawatirkan. Di Indonesia misalnya drugs trafficking menjadi fokus utama pemerintah dalam pemberantasannya. Hal ini dikarenakan Indonesia telah menjadi salah satu jalur utama dalam perdagangan obat bius di Asia Tenggara. Banyaknya narkotika yang diperdagangkan dan diselundupkan oleh sindikat internasional yang terorganisir, terutama karena ada permintaan cukup tinggi dan muda mudi Indonesia telah dijadikan perantara sindikat internasional untuk menuju pasar narkotika yang besar. Indonesia sendiri sudah membuat banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir sejak 2010 lalu dan menyita narkotika serta obat bius illegal dalam jumlah besar yang masuk dari luar negeri, terutama bahan-bahan methamphetamine. Terdapat peningkatan barang bukti yang ditemukan oleh BNN, pada 2010 ganja disita sebesar 22.689.916,05gr meningkat 23.891.244,25gr pada 2011 (5,3%), heroin pada 2010 25.053,44gr meningkat 27.439,81gr pada 2011 (9,5%), jenis methamphetamine pada 2010 424.515,5 meningkat 826.096,25 pada 2011 (94,6%). (Hasil Survey BNN, terdapat di Jurnal Data P4GN tahun 2012). Kerjasama antara Indonesia–Meksiko memiliki arti yang sangat penting. Pertama Meksiko menjadi salah satu negara pengedar narkotika terbesar di dunia. Kedua perdagangan narkotika di negara Amerika Latin ini telah merusak tatanan sosial, politik, budaya dan ekonomi. Aktifitas ilegal ini juga selalu diwarnai tindak kriminal yang melampaui batas kemanusiaan seperti pembunuhan atau pembantaian massal, pemerkosaan, penculikan dan perampokan. Bahkan pemerintah Amerika Serikat telah berjanji mengalokasikan dana 1,4 milyar USD selama 3 tahun untuk memerangi perdagangan narkotika di kawasan Amerika Selatan. Sebagian besar dana itu dialokasikan untuk Meksiko, negara yang paling rawan dalam hal kekerasan akibat perang dalam perebutan jalur perdagangan narkoba. Berdasarkan hasil penelitian BNN yang bekerjasama dengan Puslitkes UI tahun 2011 diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna Narkoba telah mencapai sebesar 2,2% dari total populasi penduduk (berusia10-60 tahun) atau sekitar 3,8 s/d 4,3 juta orang. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 0,21% biladibandingkan tahun 2008 (1,99%) atau sekitar 3,3 juta orang. Dengan berkembangnya peredaran narkotika di Indonesia telah memberikan dampak yang tidak baik. Terdapatnya perkembangan tingkat tindak pidana penyalahgunaan narkotika sudah sangat memperihatinkan.Melihat beberapa tahun yang lalu, peredaran dan pecandu narkotika hanya berkisar di wilayah perkotaan, kini tidak ada satupun kecamatan, atau bahkan desa di Republik ini yang bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap obat terlarang itu. Bahkan pesantrenpun tidak lepas dari sasaran. Peredaran dan pecandu narkoba hanya berkisar pada remaja dan keluarga mapan, kini penyebarannya telah merambah kesegala penjuru strata sosial ekonomi maupun kelompok masyarakat dari keluarga melarat hingga konglomerat, dari pedesaan hingga perkotaan, dari anak muda hingga yang tua– tua.
972
Kerjasama Meksiko-Indonesia dalam Penanganan Drugs Trafficking (Margaretha Sisilia)
MoU Meksiko - Indonesia dilaksanakan dari tahun 2011 sampai tahun 2013 dikedua negara dalam peluang kerjasama pemberantasan peredaran gelap narkoba antara Meksiko dan Indonesia. Penandatanganan kedua Nota Kesepahaman ini merupakan langkah penting dan strategis Pemerintah RI untuk peningkatan kerjasama dengan negara-negara di kawasan Amerika Utara dan Amerika Latin, khususnya Meksiko. Kerangka Dasar Teori dan Konsep KonsepTransnational Organized Crime ( TOC ) Drugs Trafficking adalah peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba dimana transaksi dilakukan dalam lintas batas negara. Kondisi keamanan dan penanggulangan drugs trafficking secara umum masih ditandai oleh tingginya gangguan keamanan masyarakat sebagai akibat kondisi perekonomian dan keamanan negara yang belum sepenuhnya pulih. Biasanya drugs trafficking ini tak terlepas dari Transnational Organized Crime, yaitu sebuah bentuk kejahatan yang terorganisir dengan baik, memiliki struktur yang jelas dan aturan yang mengikat anggotanya. Kejahatan ini beroperasi hingga melampaui batas-batas negara, memiliki hubungan antar jaringan yang kuat dan sangat rahasia serta ikatan yang kuat antara anggota serta jaringannya tersebut membuat TOC sulit untuk diberantas organisasi yang melakukan kejahatan transnasional ini dikenal dengan berbagai istilah seperti mafia, gangster, kartel, ataupun triad. Istilah transnasional sendiri dalam kepustakaan hukum internasional pertama kali diperkenalkan oleh Phillip C. Jessup. Jessup menjelaskan bahwa selain istilah hukum internasional atau international law, digunakan pula istilah hukum transnasional atau transnasional law yang dirumuskan, semua hukum yang mengatur semua tindakan atau kejadian yang melampaui batas territorial suatu negara. Teori Keamanan Selama pertengahan tahun 1900-an perhatian dunia internasional dialamatkan pada konflik yang menjadi fokus utama dalam mengembangkan pola fikir dalam mengambil sebuah kebijakan. Salah satu konsep yang muncul dalam hubungan internasional pada saat itu adalah kajian tentang keamanan dan perang dimana pada saat ini dijadikan sebagai bagian yang penting dalam perkembangan studi hubungan internasional. Di waktu yang sama, perkembangan kajian tersebut telah kembali memunculkan bagian yang penting dalam suatu hubungan yaitu bagaimana seharusnya pemahaman terhadap konsep keamanan. Konsep keamanan mempunyai makna yang ambigu sekaligus fleksibel karena terbuka pada interpretasi subjek yang luas dan mengandung dimensi psikologis yang berbeda pula. Perasaan aman dari tindakan kejahatan adalah elemen yang penting dalam konsep keamanan, akibatnya konsep mengenai keamanan biasanya sulit untuk didefinisikan dan diartikulasikan karena keamanan mempunyai tingkatan-tingkatan tersendiri. Persepsi mengenai konsep keamanan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya karena semua itu tergantung pada ancaman yang didapat dan secara langsung dapat merubah tingkatan dari ancaman tersebut, baik yang datang dari negara maupun aktor-aktor non negara.
973
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 971-986
Menurut Barry Buzan, keamanan berkaitan dengan masalah kelangsungan hidup. Isuisu yang dianggap mengancamkelangsungan hidup akan dianggap sebagai ancaman eksistensial. Konsep keamanan melihat ancaman dapat berasal dari negara dan nonnegara, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ancaman dapat datang dari domestik maupun transnasional. Sifat ancaman yaitu militer dan non militer, seperti isu-isu ekonomi, politik domestik, lingkungan hidup, terorisme, penyakit menular,dan narkoba. Dan dalam studi hubungan internasional dan politik internasional, keamanan merupakan konsep penting yang selalu dipergunakan dan dipandang sebagai ciri eksklusif yang konstan dari hubungan internasional. Konsep Kerjasama Bilateral Pada hubungan Internasional, kerjasama banyak dilakukan secara bilateral. Konsep kerjasama bilateral mengacu pada adanya suatu hubungan kerjasama politik, budaya, dan ekonomi antara dua negara. Kerjasama bilateral yang dimaksud seperti kerjasama diplomatik, strategic partnership programme dan sebagainya. Secara khusus, dimensi ekonomi, politik, dan sebagainya kerjasama bilateral sama-sama menyimpan hal yang bersifat rahasia. Meskipun keduanya bekerjasama menuju tujuan bersama, kedua belah pihak tidak berarti sama dalam sumber daya yang dapat dikerahkan untuk mencapai masing – masing kepentingannya. Manfaat untuk mengadakan hubungan luar negeri dengan negara lain tentu lebih baik ketimbang bersikap konfrontatif dengan negara tersebut. Adanya perbedaan kepentingan dan kebijakan luar negeri suatu negara sering menjadi pemicu ketegangan atau bahkan konflik antar negara. di dalam hubungan internasional hubungan yang melibatkan dua negara disebut hubungan bilateral. Hubungan ini mencakup beberapa bidang termasuk aspek ekonomi, politik, militer, dan pertahanan keamanan. Hubungan bilateral diartikan Suatu bentuk kerjasama diantara kedua negara baik yang berdekatan secara geografis ataupun yang jauh diseberang lautan dengan sasaran utama untuk menciptakan perdamaian dengan memperhatikan kesamaan politik, kebudayaan, dan struktur ekonomi. Jadi dalam kerjasama bilateral antara dua negara letak geografisnya yang saling berjauhan tidak lagi menjadi hambatan yang cukup berarti. Perkembangan yang menakjubkan telah memungkinkan semua itu. Semakin tingginya saling ketergantungan antara negara satu dengan yang lain telah menjadikan letak geografis yang berjauhan tidak lagi menjadi penghalang yang berarti. Hubungan antar dua negara bisa dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti; bidang ekonomi, politik, militer dan kebudayaan. Hubungan akan terjalin sesuai dengan tujuan-tujuan spesifik serta bidang-bidang khusus yang dijadikan tolak ukur bagi suatu negara dalam melakukan hubungan dengan negara lain. Dalam hubungan tersebut sangat ditentukan oleh hasil interaksi kedua negara dalam berbagai bidang. Jadi, kerjasama bilateral ini dilakukan oleh Meksiko dan Indonesia terkait kepentingan diantara dua negara tersebut yang menyangkut soal penanganan narkotika. Dimana keduanya sepakat menangani pelaku kejahatan narkotika tersebut melalui memorandum of understanding.
974
Kerjasama Meksiko-Indonesia dalam Penanganan Drugs Trafficking (Margaretha Sisilia)
Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif, yaitu berupaya untuk menggambarkan Kerjasama Meksiko-Indonesia Dalam Penanganan Drugs Trafficking Tahun 2011-2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah, tinjauan pustaka (library research) dengan mengumpulkan data-data sekunder yang bersumber dari buku-buku, artikel, dan data-data dari internet yang tingkat kapabilitasnya terhadap permasalahan yang dihadapi dan validitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Teknik analisis data yang telah digunakan adalah teknik analisis data kualitatif, yang menjelaskan yang dilandaskan pada kerangka pemikiran konseptual yakni teknik analisis yang dilandaskan pada kerangka pemikiran, dengan menggunakan teori. Hasil Penelitian Meningkatnya peredaran narkotika di Indonesia telah menjadi fokus pemerintah dalam penanganan narkotika di Indonesia. Hampir seluruh daerah di Indonesia terdapat kelompok-kelompok tertentu yang menjadikan narkotika sebagai mata pencaharian, selain juga digunakan untuk diri sendiri. Kondisi seperti ini membuat pemerintah Indonesia memilih melakukan kerjasama dengan Meksiko dalam penanganan peredaran narkotika di Indonesia. Indonesia memilih Meksiko karena sebelumnya Meksiko terlihat mampu menangani peredaran Narkotika yang ada di negaranya, terlepas dari banyak kegagalan yang sebelumnya telah dilakukan oleh pemerintah Meksiko, namun dari segala bentuk penanganan yang dipilih oleh pemerintah Meksiko, terdapat penanganan yang terlihat jelas telah mengurangi peredaran narkotika di Meksiko. Hal ini yang menyebabkan Indonesia melakukan kerjasama dengan Meksiko dalam penanganannya. Drugs Trafficking di Indonesia Peredaran dan perilaku yang terasosiasi dengan zat adiktif berbahaya kini semakin kentara berada di permukaan keseharian masyarakat Indonesia. Sudah menjadi sebuah fakta bahwa narkoba ada di sekeliling. Dalam survei bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2008 lalu, penyalahgunaan narkoba di Indonesia menunjukkan tren meningkat dan tidak ada tanda untuk menurun. Tingginya angka penyalahgunaan narkoba tersebut juga disumbang oleh ulah para sindikat narkoba. BNN dibantu Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai garda depan dalam perang melawan narkoba di Indonesia terus membuktikan kemampuannya untuk memenangi perang tersebut. Sepanjang tahun 2008, BNN dan polisi berusaha menunjukkan prestasi melalui berbagai tindakan pengungkapan kasus-kasus penyalahgunaan serta pembongkaran jaringan perdagangan narkoba. Peredaran narkoba yang dilakukan dengan teknik canggih telah merambah seluruh Indonesia. Peredaran narkotika di Indonesia dikendalikan oleh jaringan internasional yang didalamnya terdapat beberapa sindikat dari beberapa negara, misalnya warga perbatasan Thailand, Myanmar yang berhubungan langsung dengan warga Indonesia. Itu sebab hampir 70% narkotika yang beredar di dalam negeri merupakan kiriman dari luar negeri. Selain itu, kurangnya penegakan hukum menjadikan produsen narkotika luar negeri tertarik masuk ke Indonesia. Negara pemasoknya kini
975
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 971-986
mengalami pergeseran, dari negara-negara tetangga ASEAN seperti Thailand, nyammar, dan Laos menjadi Meksiko dan Columbia juga termasuk Indonesia, 60 – 70% narkotika yang beredar di Indosia berasal dariluar negeri, hanya 30 – 40% narkotika asal lokal, terutama ganja. Masuknya narkotika jenis morfin, heroin, dan kokain ke Indonesia menunjukkan indikasi bahwa Indonesia memang merupakan jalur peredaran narkotika internasional. Sebab jenis narkotika di atas, tidak diproduksi di Indonesia. Masuknya heroin dan kokain ke Indonesia ini antara lain disebabkan karena lokasi Indonesia yang dekat dengan Kawasan Segi Tiga Emas (Golden Triangle) yaitu perbatasan Myanmar, Laos, dan Thailand, dan Australia sebagai daerah pemasaran. Sindikat narkotika di Indonesia sejauh ini belum menunjukkan ada hubungan dengan Golden Triangle hal ini disebabkan karena narkotika di kawasan itu ditanam oleh penduduk setempat yang kehidupannya relatif miskin. Para pedagangnyalah yang umumnya warga Thailand atau Myanmar, yang berhubungan dengan sindikat di Indonesia. Dampak penyalahgunaan narkotika di Indonesia sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia yang terletak pada posisi di antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan penggeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap. Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya pemakaian secara illegal bermacam macam jenis narkotika. Kekhawatiran ini semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang. Hasil survey Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2004, pecandu narkotika mencapai 1,5% dari jumlah penduduk atau sekitar 3.256.000 smapai 4 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 800.000 pecandu mengkonsumsi narkotika dengan jarum suntik yang digunakan secara bergantian, yang dampaknya sangat buruk yakni menularnya virus HIV/AIDS. (http://www. www.bnn.go.id)
Drugs Trafficking di Meksiko Pada tahun 1990, narkoba di Meksiko mulai menjadi masalah bagi Pemerintah Meksiko. Hal yang menyebabkan narkoba mulai masuk adalah kemiskinan yang diderita oleh warga Meksiko. Kemiskinan yang dimaksud bagi warga Meksiko adalah rendahnya pendapatan yang didapat bagi mereka yang hidup didaerah pinggiran, karena mereka yang hidup didaerah pinggiran rata-rata seorang petani. Rendahnya pendapatan juga didukung dengan tidak sampainya bantuan dana langsung atau subsidi dari pemerintah kepada mereka. Beberapa warga Meksiko mulai menjadikan narkoba sebagai mata pencaharian atau bisnis agar taraf kehidupan mereka meningkat. Bisnis ini menjadi semakin besar ketika sekumpulan orang-orang yang menjadikan narkoba sebagai bisnis utama membentuk sebuah organisasi yaitu drugs trafficking organization (DTO).
976
Kerjasama Meksiko-Indonesia dalam Penanganan Drugs Trafficking (Margaretha Sisilia)
Di samping itu alasan utama Drugs Trafficking di Meksiko ini adalah besarnya pasar Asia Tenggara telah membuat produksi obat-obat terlarang tumbuh dengan cepat. Di tengah krisis, setidaknya ada satu bisnis yang paling laris, yakni perdagangan narkotika dari Meksiko ke wilayah sekitar hingga ke kawasan Segitiga Emas. Perdagangan narkotika yang marak terjadi biasanya melalui jalur yang sukar diselidiki, yakni jalur laut. Tabel 3.2 Tingkat Penyelundupan Narkotika yang Dilakukan oleh DTOs
Sumber: U.S. Government estimate. Estimated figure for 2007 based on partial data because of incomplete survey; estimates for 2005 and 2008 not available. Dampak dari peredaran narkotika di Meksiko ini menimbulkan kerugian sebesar kurang lebih dari 1,3 Triliun tiap tahunnya dari beberapa tahun terakhir, mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2012. Meksiko mengalami dampak ekonomi yang cukup signifikan.Khususnya pada tahun 2009, terdapat pencucian uang yang berasal dari perdagangan narkotika Meksiko – Amerika Serikat sebesar US $ 6 miliar. Jumlah ini merupakan sekitar 5% dari total transaksi narkotika dunia.Kemudian dana yang dicuci di AS oleh Meksiko berasal dari kegiatan trafficking sebesar US$ 1 milyar menurut Drugs Crime Report tahun 2008. Berikutnya dana ilegal yang dibersihkan berasal dari perdagangan senjata ilegal senilai US$ 900 juta pada tahun 2008. Serta hasil dari tindak pidana bisnis prostitusi pada tahun 2007 sebesar 20 % dari total dunia. Keikutsertaan militer dalam usaha perang obat bius di Meksiko juga tentunya memberikan potensi ancaman bagi upaya konsolidasi demokrasi yang terdapat di Meksiko. Kerena sebagai konsekuensinya akan berdampak pada memburuknya situasi relasi sektor sipil dan militer di Meksiko. Konsekuensi tersebut akan berlanjut pada dua permasalahan baru, yakni menurunnya kontrol sipil atas militer yang berujung pada ketidakpercayaan masyarakat Meksiko terhadap pemerintahan dan berlanjut pada melemahnya respon militer dalam menjaga kewenangan politik demokrasi di Meksiko.Kondisi masyarakat sipil yang seakan tidak ingin melanjutkan
977
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 971-986
proses konsolidasi demokrasi dengan tangan mereka sendiri, dan lebih memilih untuk mempercayakannya pada pihak militer, maka akan semakin memperbesar kemungkinan untuk para kartel obat bius menyusup kedalam tubuh militer. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jika para kartel obat bius merupakan salah satu implementasi dari CAS (complex adaptive system). Sehingga untuk beradaptasi situasi disaat militer mulai menjadi satu satunya strategi pemerintahan, para kartel obat bius tersebut mulai menerapkan skema “plata o plomo” terhadap para anggota militer. Pemerintah melakukan penanganan secara eksternal yaitu dengan melakukan kerjasama dengan Amerika Serikat yang terbentuk melalui kerjasama Merida Innitiative, dimana hal ini merujuk pada kasus yang dimiliki kedua negara yaitu peredaran narkotika yang serupa. Hal inilah yang mendorong Amerika Serikatingin menjalin kerjasama bilateral dengan Meksiko dengan wujud pengamanan perbatasan, mobilisasi personel, dan pelatihan teknis. Amerika Serikat berpendapat bahwa, kerjasama difokuskan pada negara sumber, saat tingkat produksi dan penawaran dapat ditekan maka permintaan pun dapat berkurang. Menanggapi masalah peradaran narkotika dan obat bius dari Meksiko kemudian Amerika Serikat berinisiatif untuk menjalankan kerjasama dengan pemerintah Meksiko, Vicente Fox. Kerjasama ini memiliki pola yang tidak berimbang karena di satu pihak Amerika Serikat memiliki sumber daya manusia dan peralatan yang besar, sedangkan pemerintah Meksiko memiliki sumber daya yang relatif terbatas. Kerjasama Amerika Serikat-Meksiko dimulai dengan Binational Drug Control Stategy, dimulai pada tahun 1998 – 2006. Tujuan dari kerjasama ini adalah Menghentikan peningkatan dan mengurangi konsumsi obat terlarang, produksi, dan lalu lintas narkotika di kedua negara, dalam koordinasi, mengobati masalah efek samping yang dihasilkan oleh obat-obatan di alam kesehatan dan keselamatan di kedua masyarakat, menyetujui tindakan yang diperlukan untuk mengurangi produksi, perdagangan, distribusi, dan konsumsi. Namun, kerjasama Binational dirasa masih lemah, karena masih tingginya tingkat kejahatan terorganisir dari para kartel. Adanya kerjasama Merida Innitiative efektivitas kerjasama terlihat jelas dan strategi yang dilakukan berhasil meningkatkan keamanan nasional yang menjadi tujuan utam kedua negara menjalin kerjasama. Tentu saja dalam kerjasama kedua negara pasti terdapat hambatan-hambatan dalam mengimplementasikan kerjasama. Hambatan yang dianggap paling krusial adalah lemahnya pemerintahan Meksiko yang banyak terlibat korupsi menyebabkan terhambatnya kerjasama ini dapat berjalan dan tingginya pemakaian dan permintaan warga Amerika Serikat terhadap narkotika dan obat bius. Dua hambatan tersebut yang menjadi konsentrasi utama kerjasama. Dampak dari peredaran narkotika telah menjadikan pemerintah Meksiko melakukan penyuluhan di berbagai sekolah untuk mencegah meningkatnya jumlah pengguna narkotika, walaupun faktanya jumlah pengguna narkoba terus meningkat. Berbuat yang tidak sopan (pelecehan seksual) secara bebas, berakibat buruk dan mendapat hukuman masyarakat, mencuri milik orang lain demi memperoleh uang, menganggu ketertiban umum, seperti ngebut dijalanan dan lain-lain, menimbulkan bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum antara lain karena kurangnya rasa sosial
978
Kerjasama Meksiko-Indonesia dalam Penanganan Drugs Trafficking (Margaretha Sisilia)
manakala berbuat kesalahan, serta menimbulnya keresahan masyarakat karena gangguan keamanan dan penyakit kelamin lain yang ditimbulkan oleh hubungan seks bebas. Kerjasama Indonesia – Meksiko Dengan berkembangnya peredaran narkotika di Indonesia telah memberikan dampak yang tidak baik. Terdapatnya perkembangan tingkat tindak pidana penyalah gunaan narkotika sudah sangat memperihatinkan. Melihat beberapa tahun yang lalu, peredaran dan pecandu narkotika hanya berkisar di wilayah perkotaan, kini tidak ada satupun kecamatan, atau bahkan desa di Republik ini yang bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap obat terlarang itu. Bagi Meksiko, Indonesia menjadi perhatian khusus karena ganja yang beredar di Meksiko kebanyakan berasal dari Indonesia, jumlah yang diperdagangkan berkisar 2,9% - 4,3% yang tiap hasil produksinya bisa diperdagangkan kembali sejumlah 5gram. Kartel-kartel Meksiko melakukan transaksi dengan oknum penjual dari Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka Indonesia dan Meksiko sepakat melakukan kerjasama. Alasan Nota Kesepahamannya adalah untuk meningkatkan kerja sama antara para pihak untuk membangun pertukaran informasi, teknologi, dan pengetahuan yang saling menguntungkan dalam rangka melawan penyalahgunaan dan peredaran gelap obat-obat narkotika, zat psikotropika, dan prekursor kimianya. Kerjasama ini dituangkan oleh Memorandum of Understanding (MOU) yang di tandatangani pada tanggal 3 November 2011 lalu di Mexico City, sebelumnya perjanjian dilakukan pada tahun 2010. Nota Kesepahaman ini akan berlaku selama 5 (lima) tahun dan akan secara otomatis tetap berlaku selama periode yang sama kecuali jika salah satu pihak berkeinginan untuk menghentikan kesepakatan tersebut dengan pemberitahuan tertulis paling lambat 6 (enam) bulan sebelum tanggal habis masa berlaku Nota Kesepahaman tersebut. Adapun isi – isi MOU tersebut adalah: 1. Membangun kerjasama internasional dengan organisasi internasional antara lain PBB, ICPO-Interpol, dalam Pertukaran semua jenis informasi dan data tentang perdagangan gelap obat-obat narkotika, zat psikotropika, dan prekursor kimianya, dan kejahatan pencucian uang terkait dengan kejahatan narkoba sesuai dengan undang-undang nasional para Pihak. 2. Membangun kerjasama internasional di luar organisasi internasional dalam skala global yaitu mengadakan penyediaan informasi jenis-jenis gelap obat-obat narkotika, zat psikotropika, dan prekursor kimianya yang telah digunakan untuk membuat narkotika jenis baru yang mungkin diperkenalkan di pasar. 3. Membangun kerjasama dengan Kepolisian negara-negara anggota ICPO-Interpol dalam upaya pemantauan, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional terorganisasi. 4. Membantu Kedutaan Besar Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada Nasional Indonesia di luar negeri. 5. Menempatkan Staf Atase Polri dan Teknis Polri sebagai wakil Polri di luar negeri khususnya negara-negara sesama anggota ICPO-Interpol.
979
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 971-986
6. Membangun hubungan internasional dalam upaya untuk mencapai misi dan kemanusiaan, misi pembangunan kapasitas baik sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana Polri. 7. Membangun kerjasama dengan negara berbatasan langsung baik perbatasan darat maupun perbatasan perairan dalam upaya keamanan dan pemberantasan kriminal yang melintasi perbatasan. Penandatanganan kedua Nota Kesepahaman ini merupakan langkah penting dan strategis Pemerintah RI untuk peningkatan kerjasama dengan negara-negara di kawasan Amerika Utara dan Amerika Latin, khususnya Meksiko, dimana jaringan kejahatan lintas negara antara RI dan Meksiko termasuk kelompok sangat berbahaya. Penandatanganan MoU ini merupakan suatu bentuk konkrit dari hasil pertemuan ke-4 Forum Konsultasi Bilateral RI-Meksiko. Kerja sama ini diharapkan dapat lebih meningkatkan hubungan bilateral RI-Meksiko. Penandatanganan kerja sama ini dilakukan secara sirkular, setelah sebelumnya ditandatangani oleh Kapolri di Jakarta pada 28 Oktober 2011. Setelah ditandatanganinya MoU oleh Kapolri BNN Gories Mere dan Jaksa Agung Meksiko Marisela Morales Ibanez, kerjasama Polri dengan Meksiko akan semakin meningkat terutama dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan transnasional dan pengembangan kapasitas. Demikian disampaikan oleh Wakapolri Komjen Pol. Nanan Sukarna di Mexico City. Membangun Kerjasama Dengan PBB dan ICPO-Interpol Pada tahun 1995, PBB telah mengidentifikasi 18 jenis kejahatan transnasional, yaitu pencucian uang, terorisme, pencurian benda seni dan budaya, pencurian kekayaan intelektual, perdagangan senjata gelap, pembajakan pesawat, pembajakan laut, penipuan asuransi, kejahatan komputer, kejahatan lingkungan, perdagangan orang, perdagangan bagian tubuh manusia, perdagangan narkoba, penipuan kepailitan, infiltrasi bisnis, korupsi, dan penyuapan pejabat publik atau pihak tertentu. Dilihat dari jenis-jenis kejahatan transnasional diatas dapat di ketahui bahwa peredaran narkoba (illegal drugs trafficking) merupakan salah satu kejahatan transnasional yang termasuk didalamnya. Berbagai masalah yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan dan perdagangan ilegal obat-obatan berbahaya ini membuat keberadaan suatu organisasi yang dapat menanggulangi masalah tersebut dirasakan sangat perlu. Kerjasama antar negara dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika harus dikembangkan karena tidak mungkin suatu negara dapat memberantas peredaran gelap narkotika berdimensi internasional sendirian. Maka dibutuhkan suatu kerjasama baik itu melalui pemerintah atau organisasi internasional. Secara yuridis pembentukan National Central Bureau (NCB) di suatu negara didasarkan pada pasal 22 Konstitusi ICPO-lnterpol yang menyatakan bahwa setiap negara anggota harus menunjuk suatu badan yang berfungsi sebagai Biro Pusat Nasional menjamin hubungan dengan berbagai departemen/instansi di dalam negeri, dengan NCB negara lain dan dengan Sekretaris Jenderal ICPO-Interpol. Pada tahun 1952 Indonesia bergabung dengan ICPO-Interpol, pemerintah Indonesia mengirim 2 orang utusan sebagai peninjau pada Sidang Umum ICPO-lnterpol ke-21 di Stockholm, Swedia. Pada tahun 1954, Indonesia resmi diterima menjadi anggota ICPO-lnterpol. Pada periode 1952-1954 ini, Pemerintah Indonesia belum menunjuk suatu badan tertentu yang berfungsi sebagai NCB Indonesia. Seluruh permasalahan
980
Kerjasama Meksiko-Indonesia dalam Penanganan Drugs Trafficking (Margaretha Sisilia)
yang menyangkut tugas-tugas NCB Indonesia dilaksanakaan oleh Kantor Perdana Menteri Indonesia. Baru pada akhir tahun 1954, dengan Surat Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No.245/PM/1954 tanggal 5 Oktober 1954 Pemerintah Republik Indonesia menunjuk Jawatan Kepolisian Negara sebagai NCB Indonesia untuk mewakili Pemerintah Indonesia dalam organisasi ICPO-lnterpol dan sebagai Kepala NCB Indonesia ditunjuk Kepala Kepolisian Negara untuk menindaklanjuti Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia tersebut. Kerjasama yang dibangun antara PBB dengan ICPO-Interpol Indonesia terlihat pada pertukaran semua jenis informasi yang terkait dengan terdagangan narkotika serta kejahatan yang terkait dengan undang-undang. Hal ini berdasarkan Lampiran “J” Keputusan Kapolri No. Pol. Kep/53/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Set NCB-Interpol Indonesia, tugas Set NCB-Interpol Indonesia selain bertugas menyelenggarakan kerjasama/koordinasi melalui wadah ICPO-Interpol dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kejahatan internasional/transnasional juga menyelenggarakan kerjasama internasional/antar negara dalam rangka mendukung pengembangan Polri baik dalam bidang pendidikan, pelatihan maupun teknologi dan kegiatan “Peace keeping operation” di bawah bendera PBB. Kerjasama tersebut juga telah membantu kedutaan besar Indonesia dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada warga Indonesia. Misalnya dalam usaha menggagalkan penyelundupan narkotika di masing–masing negara. Interpol sering mengedarkan perintah penangkapan ke seluruh negara anggota sehingga memungkinkanseluruh negara anggota Interpol untuk mencari tertuduh atau penjahat yang dicari dan menangkapnya. Di dalam kerjasama internasional, ada beberapa jalur yang bisa ditempuh antara lain melalui jalur police to police. Jalur ini bisa ditempuh apabila telah memiliki hubungan baik dengan kepolisian negara yang diajak atau diminta untuk kerja sama. Jadi NCB-INTERPOL Indonesia yang menghubungkan ke NCB INTERPOL Meksiko untuk menjalin kerja sama. Pada forum ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime ke-8 (8th AMMTC) yang diselenggarakan pada tanggal 9 hingga 13 Oktober 2011 di Bali, Komisi Pengawas Narkotika Internasional dan Bantuan Pengawasan Penyalahgunaan Narkotika PBB saling menukar informasi mengenai lalu lintas perdagangan gelap narkotika dengan Sub-Divisi Narkotika Interpol. Sindikat dan mafia narkotika sulit diberantas. Beberapa delegasi yang berbicara dalam sidang komite dan pleno pada Sidang Umum Interpol mengingatkan perdagangan gelap narkotika mau tak mau berkaitan dengan kasus-kasus money laundering dan penjualan senjata api, yang juga berhubungan dengan terorisme internasional. Kerjasama Kepolisian Indonesia–Meksiko Dengan Kepolisian Negara-Negara Anggota ICPO Interpol Dalam Upaya Penangkapan Jaringan Sindikat Narkotika Indonesia dan Meksiko telah Membangun kerjasama dengan Kepolisian negaranegara anggota ICPO-Interpol dalam upaya pemantauan, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional terorganisasi. Hal ini terlihat pada kondisi pemerintah Indonesia yang melakukan beberapa hal seperti meningkatkan kinerja kementerian dan lembaga pemerintah daerah serta organisasi sosial kemasyarakatan
981
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 971-986
dalam mengimplementasi Instruksi Presiden Nomor 12/2011 tentang pecegahan dan penanggulangan peredaran narkotika. Pemerintah Indonesia dan Meksiko bekerja sama dengan penegak hukum di luar negeri seperti China, Portugal, Taiwan, dan Bulgaria dalam menangkap jaringan sindikat narkotika global, regional, dan nasional. Indonesia bersama negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk meningkatkan komunikasi dan kerjasama di antara mereka maupun dengan negara lain, dalam upaya memerangi bahaya penyalahgunaan Narkoba. Contoh kerjasama yang telah dilakukan ASEAN adalah dengan Republik Korea melalui pembangunan sistem informasi seaport dan airport interdiction di Indonesia, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Di Indonesia sendiri pusat pengawasan seaport dan airport interdiction telah dibangun di kota Jakarta, Batam, Medan, dan Denpasar. Selanjutnya daerah-daerah perbatasan di Indonesia yang memiliki tingkat kerawanan tinggi seperti Entikong juga akan memiliki fasilitas seperti ini. Sedangkan upaya kerjasama yang dilakukan pemerintah Meksiko dalam menangani masalah Drugs Trafficking pada masa Felipe Calderon yang tertuang dalam Merida Initiative yaitu melakukan kerjasama dengan pemerintah Amerika Serikat dalam lintas batas negara dengan melakukan penjagaan ketat di posko antara perbatasan wilayah Meksiko-Amerika Serikat begitu juga sebaliknya. Pemeriksaan ketat yang di lakukan pada barang-barang yang masuk melalui bea cukai, baik itu terhadap produk makanan, minuman maupun produk lainnya. Membangun lembaga khusus anti narkotika di setiap wilayah yang rawan akan penyelundupan narkotika, meningkatkan atau menambah fasilitas terhadap alat-alat pendeteksi narkotika dan obat-obatan terlarang. Kerjasama Dengan Negara Yang Berbatasan Langsung Indonesia juga telah membangun kerjasama dengan negara berbatasan langsung baik perbatasan darat maupun perbatasan perairan dalam upaya keamanan dan pemberantasan kriminal yang melintasi perbatasan. Indonesia melakukan kerjasama Mutual Legal Assistance of Criminal Matters (MLA). MLA pada dasarnya merupakan suatu bentuk perjanjian timbal balik dalam masalah pidana. Pembentukan MLA dilatar belakangi adanya kondisi faktual bahwa sebagai akibat adanya perbedaan sistem hukum pidana di antara beberapa negara mengakibatkan timbulnya kelambanan dalam pemeriksaan kejahatan. Sering kali masing-masing negara menginginkan penggunaan sistem hukumnya sendiri secara mutlak dalam penanganan kejahatan, hal yang sama terjadi pula pada negara lain, sehingga penanganan kejahatan menjadi lamban dan berbelit-belit. Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga yang menangani narkoba di Indonesia kembali mengikuti sidang tahunan ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD) ke-36. Sidang yang dihadiri oleh pejabat tinggi ASEAN yang menangani masalah narkoba tersebut diselenggarakan pada tanggal 24-26 Agustus 2015 di Singapura. ASOD merupakan kerjasama negara-negara ASEAN dalam penanganan mengenai masalah obat-obatan terlarang, dimana pertemuan ini memiliki arti penting dalam mengkaji langkah yang perlu dilakukan dan meraih capaian masing-masing negara. Adapun tiga bidang yang menjadi prioritas ASEAN dalam mengatasi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di kawasan asia tenggara
982
Kerjasama Meksiko-Indonesia dalam Penanganan Drugs Trafficking (Margaretha Sisilia)
diantaranya, pengurangan lahan tanaman gelap, penurunan produksi, peredaran dan kejahatan narkoba, serta pengurangan prevalensi narkoba di masing-masing negara. Salah satu agenda yang dibahas dalam sidang ASOD tahun ini yakni mengenai tindak lanjut inisiasi Indonesia dalam pembentukan ASEAN Seaport Interdiction Task Force (ASITF) atau yang bisa diartikan sebagai gugus tugas interdiksi pelabuhan ASEAN. Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 13.466 pulau dan fakta bahwa 80% penyelundupan narkoba dilakukan melalui jalur laut, Indonesia merasa sangat perlu untuk menguatkan kerjasama interdiksi antar negara ASEAN, khususnya di wilayah laut. Agenda pembentukan ASITF tersebut telah disetujui pada sidang ASOD ke-35 sebelumnya yang diselenggarakan di Manila, Philipina. Pembentukan ASITF ini merupakan upaya optimalisasi pemberantasan peredaran gelap Narkoba antar negara ASEAN yang diselundupkan melalui pelabuhan-pelabuhan. Selain agenda tersebut, beberapa agenda lain yang juga dibahas dalam sidang ASOD tahun ini di antaranya mengenai pertukaran informasi antar negara, penyediaan contact person dan mekanisme komunikasi, pelatihan, seminar, operasi gabungan, serta kegiatankegiatan lain yang terkait. Secara umum tujuan dari dibentuknya ASITF adalah untuk memperkuat koordinasi dalam meningkatkan pertukaran data dan informasi terkait penyelundupan narkoba dan Prekursor Narkotika melalui jalur laut dan pelabuhan, memperkuat kolaborasi antara badan investigasi dan operasi gabungan di pelabuhan, training dan peningkatan kemampuan personel di pelabuhan atau interdiksi narkoba kelautan, serta adanya pertukaran pengalaman sehingga dapat lebih baik dalam praktek di lapangan. Peredaran gelap narkoba dan penyelamatan pecandu serta penyalah guna narkoba merupakan tugas bersama yang harus terus diupayakan. Selain itu, harus disadari bersama bahwa pasar narkoba terus berkembang pesat dengan sistem, metode, serta rute-rute baru dalam penyelundupan yang begitu cepatnya dibandingkan kemampuan dalam menangkalnya dan meningkatnya sosial ekonomi masyarakat ASEAN akan meningkatkan target dari sindikat narkoba sehingga akan menimbulkan resiko yang lebih besar. Kerjasama antara pemerintah Amerika Serikat dan Meksiko diwujudkan dalam pengamanan wilayah perbatasan bersama. Pembentukan pasukan pengamanan bertujuan sebagai bentuk aktif dan antisipasi agar penanganan dapat berjalan secara efektif dan cepat. Dengan adanya kerjasama Merida Initiative, efektivitas kerjasama terlihat jelas dan strategi yang dilakukan berhasil meningkatkan keamanan nasional yang menjadi tujuan utama kedua negara menjalin kerjasama. Awal kerjasama ini terjadi pada bulan Oktober 2007, Amerika Serikat dan Meksiko menandatangani kemitraan keamanan yang belum pernah terjadi sebelumnya dikenal sebagai Mérida Initiative. Mengingat tantangan signifikan yang dihadapi kedua negara dari perdagangan narkoba, AS-Meksiko mendesak para pembuat kebijakan untuk tetap memprioritaskan upaya untuk mengatasi semua aspek perdagangan narkoba. Tujuan dari kerjasama ini adalah menghentikan peningkatan dan mengurangi konsumsi obat terlarang, produksi, dan lalu lintas narkotika di kedua negara, dalam koordinasi mengobati masalah efek samping yang dihasilkan oleh obat-obatan di alam kesehatan dan keselamatan di kedua masyarakat, menyetujui
983
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 971-986
tindakan yang diperlukan untuk mengurangi produksi, perdagangan, distribusi, dan konsumsi. Kesimpulan Trend perkembangan pengedaran narkotika di Indonesia dan di Meksiko lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup berarti baik dari segi kuantitas dan kualitas maupun modus operandi yang dilakukan oleh para pengedar. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal sebagai dampak dari kemajuan pembangunan secara umum dan dinamika politik, ekonomi, sosial-budaya dan keamanan. Penandatanganan kedua Nota Kesepahaman merupakan langkah penting dan strategis Pemerintah RI untuk peningkatan kerjasama dengan negaranegara di kawasan Amerika Utara dan Amerika Latin, khususnya Meksiko, dimana jaringan kejahatan lintas negara antara RI dan Meksiko termasuk kelompok sangat berbahaya. Penandatanganan MoU ini merupakan suatu bentuk konkrit dari hasil pertemuan ke-4 Forum Konsultasi Bilateral RI-Meksiko. Kerja sama ini dapat lebih meningkatkan hubungan bilateral RI-Meksiko. Hasil kerjasama yang telah berlangsung dalam kurun waktu tersebut telah memberikan dampak yang baik bagi Indonesia. Pemerintah telah terus meningkatkan kapasitas aktor dan lembaga kelembagaan, termasuk pelatihan unit khusus untuk memerangi kejahatan terorganisir transnasional dan perdagangan, dan telah berhasil dituntut dan dihukum individu untuk pelanggaran tersebut. Meskipun kemajuan ini, kejahatan terorganisir dan perdagangan ancaman transnasional yang serius terus menghadapi Indonesia. Kapasitas lembaga dan pejabat bisa tidak cukup untuk menghadapi ancaman dari tindak pidana transnasional terorganisasi. Lembaga lain, seperti pengadilan dan Kejaksaan Agung memiliki kapasitas dan sumber daya kendala yang sama. Daftar Pustaka Buzan, Barry. 2002. People, States, And Fear: An Agenda For International Security Studies In The Post-Cold War Era.Jakarta: CSIS. CSIS. 2002. Analisis Isu – isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan. Jakarta: CSIS. Damian, Edy, 1991, Kapita Selekta Hukum Internasional,Alumni, Bandung. Direktorat IV/Narkoba dan K.T.2009.Tindak Pidana Narkoba dalam Angka dan Gambar.Jakarta: POLRI. Ellis S. Krauss dan TJ. Pempel, 2004, Beyond Bilateralism: US – Japan Relation in the New Asia Pacific. ( United States nof America: Standford University Press). Krauss, Ellis S. dan TJ. Pempel, Beyond. 2004. Bilateralism: US – Japan Relation in the New Asia Pacific. United States nof America: Standford University Press.
984
Kerjasama Meksiko-Indonesia dalam Penanganan Drugs Trafficking (Margaretha Sisilia)
John Scott. 2009. International Maize and Wheat Improvement Center.Rural Poverty Mapping in Mexico.Análisis delPrograma de Educación, Salud y Alimentación (PROGRESA). ---------.2002. Analisis Isu-Isu Non-Tradisional : Bentuk Baru Ancaman Keamanan. Jakarta: CSIS R. Hendra, Halwani. 2002. Ekonomi Internasional Dan Globalisasi Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Ekonomi.
Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1997, hal 27 Sumber Lain Bea Cukai Gagalkan Penyelundupan Narkoba Senilai Rp 11,5 Miliar, dalam: http://id.berita.yahoo.com/bea-cukai-gagalkan-penyelundupan-narkoba-senilairp-11-012243283.html, diakses 06 Februari 2012. Berantas Narkoba, Polri Kerjasama dengan Kejaksaan Mexico, dalam http://www.pedomannews.com/amerika-dan-eropa/8678-berantas-narkobapolri-kerjasama-dengan-kejaksaan-mexico, diakses 9 Februari 2013. Hasil
kerjasama, terdapat di http://www.setkab.go.id/berita-10587-indonesiameksiko-kerjasama-penanggulangan-narkotika.html, pada 20 Juni 2014.
Kesepakatan Polri dan Kejagung Meksiko tentang Penanggulangan Kejahatan Transnasional, dalam: http://www.interpol.go.id/en/news/423-kesepakatanpolri-dan-kejagung-meksiko-tentang-kerjasama-penanggulangan-kejahatantransnasional-, diakses 28 Februari 2013. Konsep Hubungan Bilateral, dalam http://id.shvoong.com/social-sciences/politicalscience/2232271-konsep-hubungan-bilateral/#ixzz2KYHL7KTT, diakses 9 Februari 2013. Konsep Hubungan Bilateral, Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/politicalscience/2232271-konsep-hubungan-bilateral/#ixzz2KYHL7KTT, diakses 19 Februari 2013. Laporan Akuntabilitas Badan Narkotika Nasional Tahun 2013, terdapat di www.bnn.go.id, pada Oktober 2014. Narkotika dan Kemiskinan di Meksiko, dalam:http://culturalizm.blogspot.com/2010/12/penyebab-kemiskinan-dimeksiko.html, pada 6 Januari 2014..
985
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 971-986
Negara Produksi Narkoba Terbesar Di Dunia, http://veromons.blogspot.com.2012/02/6-negara-produksi-terbesar-di diakses 9 Februari 2013. Obat
dalam .html,
Perdagangan Ilegal di Amerika Latin, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Illegal_drug_trade_in_Latin_America, diakses 9 Februari 2013.
Penanganan Narkotika, terdapat http://indonesiana.tempo.co/read/13521/2014/04/14/frederika.tarigan/bnnmenyelamatkan-bangsa-dengan-memberantas-narkoba, pada 20 Juni 2014.
986
di