eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (2) 459-470 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
KERJASAMA INDONESIA – JEPANG DALAM MENGEMBANGKAN ENERGI ALTERNATIF BARU DI INDONESIA Apringga Fitrialdy Lesmana1 Nim. 1002045124 Abstract This research goalsis to find out what has gained from the cooperation between Indonesia and Japan in the energy sector from IJEPA. Form of implementation of cooperation and the aims of the establishment of such cooperation based on points IJEPA especially energy sector cooperation. Indonesia and Japan have agreed to develop alternative energy, building power plant and maintenance program to Indonesia with funding and expertise from Japan. For Japan,, the Japanese get a priority market in exporting products such as household and automotive industries. IJEPA is a step in bilateral cooperation that has been ongoing since 1958. The signed and agreed upon by the two heads of state, represented by the Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono and Japan was represented by Prime Minister Shinzo Abe on 20 August 2007 in Jakarta . Keywords :Energy, IJEPA Pendahuluan Permasalahan energi global dewasa ini membuat negara maju dan negara berkembang berupaya untuk menemukan solusi yang dapat diterapkan di masing-masing negara dalam rangka memenuhi kebutuhan energinya. Salah satu penyebabnya yaitu semakin menipisnya cadangan energi dalam negeri yang membuat berbagai negara maju dan negara berkembang termasuk Indonesia berupaya mengantisipasi terkait dengan berkurangnya ketersediaan cadangan energi global. Permasalahan energi Indonesia ditandai dengan semakin berkurangnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti minyak bumi, batu bara, gas alam sebagai bahan utama penyokong energi nasional dalam sektor industri, kelistrikan, serta sarana transportasi. Kebijakan energi Indonesia secara umum lebih bertumpu pada energi yang berasal dari bahan bakar minyak (BBM). Khusus tentang penyediaan energi listrik dari kapasitas PLN yang telah terpasang, sebesar 72,85% energi dihasilkan dari bahan bakar fosil di mana 28,58% di antaranya berasal dari pembangkit berbahan bakar gas, 25,28% dari minyak bumi dan 18,99% berasal dari batu bara, sedangkan tenaga listrik yang dihasilkan oleh tenaga air sebesar 11,96% dan yang dihasilkan oleh panas bumi sebesar 1,51%. 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Email :
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 459-470
Beberapa masalah energi yang kemudian dihadapi oleh Indonesia di antaranya yaitu; subsidi energi (BBM) yang semakin meningkat hingga mencapai Rp. 255,6 triliun pada tahun 2011, jumlah penduduk yang belum mendapatkan akses terhadap listrik masih 87,69 juta penduduk, keterbatasan infrastruktur domestik yang menjadi tantangan dan permasalahan dalam memenuhi kebutuhan energi domestik, ketergantungan terhadap minyak masih dominan mencapai 49,7%, pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) masih sekitar 6%. Upaya Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dalam mengantisipasi permasalahan energi adalah dengan melakukan berbagai upaya internal serta kerjasama bilateral maupun multilateral yang diharapkan mampu mendukung penuh kebijakan pemerintah untuk mengantisipasi berkurangnya ketersediaan cadangan energi global. Upaya internal yang dilakukan oleh Indonesia seperti mengeluarkan program percepatan pembangunan pembangkit energi. Pada tahun 2006, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 71 untuk program percepatan pembangkit 10.000 MW atau dikenal sebagai fast track program (phase I) dengan bahan bakar batu bara untuk memperbaiki bauran bahan bakar. Kemudian program ini dilanjutkan dengan phase II sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 dengan menambah lagi sebesar 10.000 MW serta melakukan perbaikan bauran bahan bakar fosil ke energi hidro dan panas bumi sehingga bisa mengurangi subsidi. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang sangat besar, Indonesia juga melakukan kerjasama bilateral dengan Jepang yang merupakan negara sangat maju dalam bidang perkembangan teknologi, sumber daya manusia, dan pemanfaatan energinya. Untuk itu, pada tanggal 5-8 Juli 2006 diadakan The 4th Intersessional Meeting di Tokyo. Pertemuan ini menjadi langkah awal kedua negara dalam membentuk IJ-EPA (Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement) yang telah disepakati pada tanggal 20 Agustus 2007 di Jakarta oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Beberapa poin kerjasama yang terdapat di dalam IJ-EPA antara lain: Manufacturing Industries, Agriculture, Forestry and Fisheries, Trade and Investment Promotion, Human Resource Development, Tourism, Financial Services, Government Procurement, Energy and Mineral Resources. Permasalahan krisis energi yang dihadapi Indonesia mengindikasikan bahwa pemerintah telah melakukan beberapa usaha untuk mengurangi dampak krisis energi global dan domestik dan dalam mengupayakan pemenuhan kebutuhan energi yang sangat besar, Indonesia kemudian melakukan kerjasama dengan salah satu negara yaitu Jepang yang memang sudah sangat maju dalam bidang perkembangan teknologi, sumber daya manusia, dan pemanfaatan energinya. Untuk itu, pada tanggal 5-8 Juli 2006, diadakan The 4th Intersessional Meeting di Tokyo. Selanjutnya, pertemuan ini yang menjadi langkah awal kedua negara dalam membentuk IJ-EPA (Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement) yang telah disepakati pada tanggal 20 Agustus 2007 di Jakarta oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Beberapa poin kerjasama yang terdapat di dalam IJ-EPA antara lain: Manufacturing Industries, Agriculture, Forestry and Fisheries, Trade and Investment Promotion, Human Resource Development, Tourism, Financial Services, Government Procurement, Energy and Mineral Resources.
460
Kerjasama Indonesia – Jepang Mengembangkan Energi Alternatif (Apringga Fitrialdy L)
IJEPA sendiri merupakan suatu bentuk kerjasama yang dikembangkan dari IJERT (Indonesia – Japan Energy Round Table) di mana kerjasama yang khusus membahas bidang energi ini telah berlangsung 12 kali sejak tahun 2000, dan pertemuan terakhir di Todoufuken Conference Hall, Tokyo, Jepang pada tanggal 17 Oktober 2011. IJERT merupakan kerjasama bilateral Indonesia-Jepang dengan representasinya dari Pemerintah Indonesia adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sementara dari pihak Pemerintah Jepang adalah Asia Pacific Energy Forum (APEF) yang fokusnya membahas empat poin penting, yaitu: Kerjasama yang saling menguntungkan untuk pembangunan yang berkelanjutan pada sektor Minyak dan Gas Bumi, kerjasama sektor energi dan energi terbarukan, kerjasama mineral dan perkembangan nilai harga batubara, energi riset, peningkatan kapasitas dan geologi. Pada perkembangannya, IJEPA kemudian merupakan suatu bentuk kerjasama yang luas dan mencakup berbagai sektor dan mewakili kerjasama bilateral sebelumnya, yaitu IJERT. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Konsep Kepentingan Nasional Konsep kepentingan yang didefinisikan sebagai kekuasaan, memaksakan disiplin intelektual kepada pengamat, memasukkan keteraturan rasional kedalam pokok masalah politik, sehingga memungkinkan pemahaman politik secara teoritis. Interest atau kepentingan sendiri adalah setiap politik luar negeri suatu negara yang didasarkan pada suatu kepentingan yang sifatnya relatif permanen yang meliputi tiga faktor yaitu sifat dasar dari kepentingan nasional yang dilindungi, lingkungan politik dalam kaitannya dengan pelaksanaan kepentingan tersebut, dan kepentingan yang rasional. Kepentingan nasional adalah merupakan pilar utama tentang politik luar negeri dan politik internasional yang realistis karena kepentingan nasional menentukan tindakan politik suatu negara. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri suatu negara. Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar power dimana segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol atas suatu negara terhadap negara lain. Menurut Hans J.Morgenthau di dalam "The Concept of Interest defined in Terms of power", Konsep Kepentingan Nasional (Interest) yang didefiniskan dalam istilah "power" menurut Morgenthau berada di antara nalar, akal atau "reason" yang berusaha untuk memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang harus dimengerti dan dipahami. Dengan kata lain, power merupakan instrumen penting untuk mencapai kepentingan nasional. Konsep kepentingan nasional juga mempunyai indikasi di mana negara atau state berperan sebagai aktor utama di dalam formulasi politik yang merdeka berdaulat. Selanjutnya di dalam mekanisme interaksinya masing-masing negara atau aktor berupaya untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Kepentingan inilah yang akhirnya diformulasikan ke dalam konsep ‘power’ kepentingan ‘interest’ didefinisikan ke alam terminologi power. Ada kepentingan nasional yang bersifat vital bagi suatu negara karena terkait dengan eksistensinya. Untuk tetap berdiri sebagai negara berdaulat suatu negara harus mempertahankan kedaulatan atau yuridiksinya dari campur tangan asing. Selain itu negara itu berkepentingan untuk mempertahankan keutuhan wilayah (territorial
461
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 459-470
integrity) sebagai wadah bagi entitas politik tersebut. Kepentingan nasional yang bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangsungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya. Pembentukan kepentingan nasional adalah langkah pertama, meskipun masih abstrak sifat konsepnya dalam merumuskan politik luar negeri. Sebelum konsep dipakai sebagai tuntutan tindakan, sang negarawan harus menghadapi suatu masalah klasik, yaitu menyesuaikan tujuan dengan sarana yang ada. Tujuan tindakan negara dalam politik internasional, yaitu kepentingan nasional dan tujuan nasional yang bersumber daripadanya, biasanya sudah dispostulasikan atau didalilkan secara apriori. Sebelum kebijakan dapat disusun, negarawan haruslah memahami dan menyesuaikan faktafakta permasalahannya dengan sistem konseptual yang dibentuk oleh kumpulan tujuan tadi dengan sarana yang ada padanya. Dalam situasi kebijakan khusus, salah satu masalah yang paling sulit bagi para pembuat kebijakan adalah menentukan hubungan yang tepat antara tujuan abstrak dengan sarana konkretnya. Dalam teori, tujuan itu menentukan sarana atau cara. Dalam situasi yang memungkinkan dilakukannya berbagai macam tindakan, haruslah memilih salah satu yang langsung mendekati tercapainya kepentingan nasional. Tetapi dalam praktek, selalu terdapat gairah untuk membiarkan sarana menentukan tujuan, dan untuk mencapai lebih dahulu tujuan yang paling mudah. Sarana untuk tujuan-antara adalah tujuan yang bilamana tercapai akan dijadikan sarana untuk melanjutkan usaha mencapai tujuan-tujuan berikutnya. Tujuan-antara ini yang dimaksudkan hanya untuk digunakan sebagai sarana bagi tujuan-tujuan lebih lanjut, biasanya cenderung pula memperoleh relevansi mutlak dalam dirinya sendiri sebagai tujuan. Sehingga berdasarkan tujuan yang telah di targetkan, kecendrungan Indonesia dalam memilih sarana yang tepat dalam kelangsungan kerjasama semestinya dapat memenuhi sebagian apa yang telah di targetkan melalui kebijakan serta memprioritaskan kepentingan nasional Indonesia dan kepentingan nasional Jepang melalui kerjasama IJ-EPA. Konsep Energy Security Menurut Daniel Yergin, konsep energy security meliputi dua dimensi, yaitu dimensi independensi suatu negara untuk memenuhi kebutuhan energinya yang berasal dari sumber daya energi domestik, dan dimensi interdependensi global di mana pemenuhan energi setiap negara tak lepas dari pasokan energi dunia yang berasal dari khususnya, negara-negara pengekspor yang kaya akan sumber minyak dan gas. Melalui dua dimensi ini, nampak bahwa energy security tidak semata merupakan isu domestik suatu negara tetapi meliputi isu global di mana kekurangan pasokan energi dapat berimplikasi pada stabilitas internasional, baik itu bidang ekonomi dan perdagangan maupun politik dan sosial. Sementara itu, menurut Anup Shah ada beberapa hal yang membuat isu energy security semakin intens diperhatikan, yaitu : 1. Semakin berkurangnya ketersedian minyak dan bahan bakar fosil lainnya 2. ketergantungan pada sumber energi luar negeri 3. faktor geopolitik–seperti pemerintahan yang diktator 4. meningkatnya aksi terorisme, “stabilitas” negara penyuplai energi
462
Kerjasama Indonesia – Jepang Mengembangkan Energi Alternatif (Apringga Fitrialdy L)
5.
6. 7. 8.
kebutuhan energi negara-negara berkembang, dan permintaan yang tinggi dari negara-negara yang sedang maju (advancing developing countries) seperti China dan India efisiensi ekonomi vs pertumbuhan populasi isu-isu lingkungan, khususnya perubahan iklim pencarian sumber daya-sumber daya yang dapat diperbaruhi dan energi alternatif lainnya.
Sehingga dari berbagai faktor tersebut kemudian dapat memunculkan konflik energi global (fueling conflict) apabila terjadi krisis energi. Karena di masa sekarang kebutuhan energi tidak akan lepas dan sangat vital bagi suatu negara untuk tetap bertahan serta menghidupi industrialisasi negaranya. Negara maju merupakan produk atau sebagai contoh bagi negara lain khususnya negara berkembang untuk terus berinovasi mengembangkan perindustrian, perekonomian, perdagangan, energi yang mana sektor tersebut berhubungan langsung dengan kuat atau lemahnya suatu kekuatan negara tertentu di mata dunia internasional. Konsep Energi Baru dan Terbarukan (Renewable Energy) Secara definisi pada Undang – Undang Republik Indonesia no. 30 tahun 2007 tentang Energi Bab 1 pasal 1 butir ke 6 (enam) bahwa: Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, radiasi matahari, aliran air dan air terjun, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dalam Bab 1 tentang Ketentuan Umum, bahwa : 1) Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi listrik, energi mekanik dan panas. 2) Sumber Energi adalah sebagian sumber daya alam antara lain berupa minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomasa dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi. 3) Energi Baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi tak terbarukan, antara lain : Hidrogen, Coal Bed Methane, Coal Liquifaction, Coal Gasification dan Nuklir. 4) Energi Terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain : panas bumi, biofuel, aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut. 5) Diversifikasi Energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatn berbagai sumber energi dalam rangka optimasi penyediaan energi. 6) Konservasi Energi adalah penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar – benar diperlukan. 7) Sumber Energi Alternatif Tertentu adalah jenis sumber energi tertentu pengganti Bahan Bakar Minyak. 8) Elastisitas Energi adalah rasio atau perbandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dengan tingkan pertumbuhan ekonomi. 9) Harga Keekonomian adalah biaya produksi per unit energi termasuk biaya lingkungan ditambah biaya margin.
463
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 459-470
Sementara itu, UU no. 30 tahun 2007 mengklasifikasikan bahwa Energi Baru (EB) terdiri atas Nuklir, Hidrogen, Coal Bed Methana, Liquified Coal, Gasified Coal. Serta untuk Energi Terbarukan (ET) terdiri atas Panas Bumi, Angin, Bioenergi, Sinar Matahari, Aliran dan Terjunan Air, dan Gerakan dan Perbedaan Suhu Air Laut. Metode Penelitian Inti tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah menganalisis alasan Indonesia dan Jepang melakukan kerjasama pengembangan energi alternatif dan bagaimana kerjasama Indonesia dan Jepang pada IJ-EPA dalam pengelolaan dan pengembangan energi alternatif, khususnya pada potensi energi panas bumi di Indonesia.Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, penulis menggunakan tipe penelitian DeskriptifEksplanatifyang bertujuan untuk menjelaskan upaya pemerintah Indonesia serta bentuk implementasi dari kerjasama dalam mengembangkan potensi energi, khususnya energi alternatif dan Jepang sebagai mitra kerja sama yang kemudian terbentuk di dalam kerangka IJEPA. Jenis data yang dipakai yaitu jenis data sekunder yaitu data yang berasal dari hasil interpretasi data primer baik berupa buku, artikel dan akses media elektronik. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah studi literature yaitu mencari dan membaca buku-buku, laporan jurnal, artikel, tabloid, koran, dan data-data internet baik nasional maupun internasional. Sedangkan teknik analisa data dalam penelitian ini adalah teknik kualitatif yaitu dengan menganalisis data sekunder dan kemudian menggunakan teori sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan kejadian yang sedang diteliti. Hasil Penelitian Alasan Kerjasama Indonesia – Jepang Dalam Kerangka IJEPA di Bidang Energi Kerjasama Indonesia dan Jepang dalam IJEPA itu sendiri merupakan suatu langkah nyata dalam mengahadapi perkembangan ekonomi global. Dimana dalam hal ini kerjasama tersebut mendapatkan suatu apresiasi tersendiri oleh kedua belah pihak yang mana saling membutuhkan satu sama lain, tidak terkecuali dalam sektor energi dan sumber daya mineral. Kepentingan Indonesia kepada Jepang itu sendiri tidak lain kepada manajemen pengelolaan energi yang ramah lingkungan dan maju. Hal itu dapat terlihat bagaimana tata kota Jepang serta lokasi pembangkit energi yang memperhatikan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian pemerintah Indonesia belajar dari apa yang telah dilakukan Jepang melalui kerjasama IJEPA ini khususnya pada sektor energi dan sumber daya mineral. Serangkaian kerjasama dalam bentuk proyek dan ketenaga ahlian telah dilakukan keduanya. Kepentingan nasional pemerintah Indonesia itu sendiri meliputi bagaimana Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang sehat dalam manajemen pengelolaan energi baik yang diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sedangkan untuk Jepang sendiri, bagaimana mendapatkan suatu prioritas ekspansi pasar yang dapat dilihat banyaknya produk Jepang yang masuk ke Indonesia, khususnya sektor industri rumah tangga dan otomotif. Keuntungan ini kemudian menjadi dasar kekuatan kerjasama antara keduanya untuk saling membutukan satu sama lain. Kerjasama ini mengarah kepada perkembangan energi alternatif terbarukan dimana pemerintah Indonesia sedianya melakukan kerjasama dengan Jepang dalam upayanya mengatasi kurangnya pasokan energi nasional. Namun, beberapa proyek kerjasama yang telah dibahas diatas, Jepang dan Indonesia lebih intens kepada proyek energi
464
Kerjasama Indonesia – Jepang Mengembangkan Energi Alternatif (Apringga Fitrialdy L)
yang telah berjalan dari Indonesia itu sendiri. Jepang melakukan serangkaian investasi kepada beberapa proyek kerjasama tersebut melalui pinjaman-pinjaman dan dana investasi. Sehingga, apa yang diharapkan dalam kerjasama ini tidak terlalu buruk karena walaupun tidak sesuai target dengan poin kerjasama dari IJEPA dalam sektor energi dalam pemenuhan kebutuhan energi alternatif, setidaknya pemerintah Indonesia dan Jepang berupaya untuk mengelola secara bijak penggunaan energi yang telah ada, seperti pembangkit energi yang masih menggunakan fosil sebagai sumber utama dari pembangkit energi itu sendiri dengan meningkatkan daya, perawatan, serta pengelolaan yang baik. Pemerintah Indonesia dan Jepang dalam IJEPA dalam pemenuhan kebutuhan energi saling melengkapi satu sama lain, terlihat bagaimana kerjasama ini telah berlangsung dari beberapa proyek kerjasama yang telah selesai maupun yang masih berjalan. Isu energi global semakin menguatkan komitmen keduanya dalam rangka mengantisipasi krisis energi dunia yang semakin bergantung kepada fosil sebagai bahan dasar utama dalam menjalankan beberapa pembangkit energi. Ketersediaan bahan fosil yang semakin menipis memerlukan manajemen yang baik dan bijak, pemerintah Indonesia menunjuk Jepang sebagai salah satu mitra kerjasama atas alasan serta jawaban untuk efisiensi dari penggunaan energi nasional. Implementasi Kerjasama IJEPA dalam Bidang Energi Berdasarkan artikel dari MOU IJEPA tersebut pula, IJEPA dijadikan sebagai pola kerjasama yang diadopsi kepada kerjasama lainnya oleh kedua negara, karena kerjasama ini sangat mengutamakan saling mendukung potensi yang sudah ada, dan mengembangkannya. Hal itu terlihat salah satunya ketika beberapa ilmuwan Indonesia melakukan “Joint Study Group” dalam rangka mendapatkan beberapa keuntungan yang telah dilakukan oleh Jepang dalam mengembangkan energi alternatif dari segi perawatan, pengembangan dan pengawasan, dan juga diketahui Jepang memang bukan negara yang kaya akan sumber daya alam dan energi tetapi dapat mengatur semua hal tersebut dengan baik dan bijak. Beberapa tujuan telah dilaksanakan dengan baik, berdasarkan kerjasama yang telah disepakati kedua belah pihak Indonesia menyediakan sumber daya mineral sebagai pemenuhan kebutuhan energi Jepang dan Indonesia didukung dana investasi serta teknologi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe meresmikan 4 proyek sektor energi dengan nilai investasi USD3,977 miliar, pada tanggal 21 Agustus 2007 yang mana proyek-proyek itu terutama ditujukan untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan energi di dalam negeri. Keempat proyek yang diresmikan yakni; pipa transmisi gas jalur Sumatera Selatan-Jawa Barat (South Sumatera-West Java/SSWJ) yang dioperasikan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Proyek senilai USD1,357 miliar tersebut, 34% di antaranya dibiayai pemerintah Jepang dalam bentuk special yen loan (SYL) melalui Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Sisanya dibiayai melalui dana pinjaman komersial PGN, yaitu obligasi euro 1 & 2, dana penawaran saham perdana, serta dana internal PGN. Proyek kedua, yaitu pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Cilegon, Banten berkapasitas 740 megawatt (MW). Proyek milik PT Perusahaan Listrik Negara (persero) itu dikerjakan Mitsubishi Corp dengan nilai
465
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 459-470
investasi USD345 juta. PLTGU sebagian besar pendanaannya berasal dari JBIC dan sudah beroperasi secara penuh pada Agustus 2007. Proyek ketiga, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung 2x100 MW, yang juga milik PLN dengan pelaksana proyek Marubeni Corp, Mitsui Miike, dan Alsthom Power. Pendanaan proyek senilai USD268 juta itu juga berasal dari JBIC. PLTU Tarahan saat ini sedang dalam tahap uji coba dan ditargetkan beroperasi September 2007. Terakhir, proyek hulu gas dan kilang gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Senoro di Sulawesi Tengah. Proyek dimiliki tiga perusahaan,yakni PT Pertamina (persero), PT Medco Energi Internasional Tbk,dan Mitsubishi Corp. Nilai investasi proyek itu untuk hulu mencapai USD840 juta dan kilang USD1,167 miliar. Di luar keempat proyek tersebut, Presiden SBY dan PM Shinzo Abe menyaksikan penandatanganan kerja sama lima proyek energi dan sumber daya mineral (ESDM) senilai USD2,16 miliar. Kelima proyek tersebut meliputi proyek kelistrikan, pertambangan, dan migas. Pertama, penandatanganan kontrak jual-beli listrik PLTU Cirebon 1x660 MW sebesar USD4,363 sen per kwh antara PLN dan konsorsium Marubeni. Kedua, penandatanganan memorandum of agreement (MOA) PLTU Paiton 3-4 di Jatim 1x800 MW antara PLN dan Paiton Energy Company (PEC). Ketiga, penandatanganan head of agreement Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla, Sumut berkapasitas total 330 MW. Proyek itu merupakan kerja sama antara PLN dan PT Pertamina Geothermal Energy, Medco, ORMAT International, dan Itochu Corporation. Keempat, penandatanganan head of agreement studi kelayakan komersialisasi pencairan batu bara antara Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen ESDM dengan JBIC, PT Bumi Resources, Kobe Steel, dan Sojitz Corporation di Satui, Kalimantan Selatan. Kelima, penandatanganan certificate of acknowledgement (COA) antara PT Pertamina dan Itochu Corp untuk proyek terminal liquefied petroleum gas (LPG) di Indramayu, Jawa Barat. Proyek pembangkit tenaga listrik dengan sistem gabungan tenaga matahari, angin dan menggunakan hybrid sedang diujicoba di Huis Ten Bosch,Nagasaki dan akan diterapkan juga di Indonesia pada tahun 2016. Pemeintah Jepang bekerjasama dengan BPPT ( Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ) untuk mengembangkan pembangkit ini dan akan memulai uji coba pembangunan pembangkit listrik di Yogyakarta, khususnya di Techno Park. Proyek ini dilakukan dalam kaitan JCM (Joint Crediting Mechanism) untuk mengurangi atau antisipasi gas buangan dunia (CO2) yaitu dengan mengantisipasinya lewat proyek lingkungan hidup di negara lain dari Jepang. Sistem ini juga menggunakan solar panel yang ternyata akan diambil dan dibelinya dari PT Len Industri Bandung. Pengerjaan sistem pembangkit listrik ini juga mengincar banyak pulau di Indonesia. Banyaknya analisa kerjasama di atas lebih tertuju kepada Indonesia, Jepang sendiri di sini, selain mendapatkan peluang invesatasi dengan menanamkan modalnya kepada pemerintah Indonesia baik itu melalui perusahaan milik negara maupun swasta, Jepang mendapatkan prioritas ekspor dalam jangka waktu tertentu dalam mendapatkan sumber daya alam khususnya bahan bakar `pembangkit energi. Berdasarkan poin kerjasama IJEPA (Joint Statement) antara Indonesia dan Jepang melalui Energy and Mineral Resources, antara lain sebagai berikut : (a) Geothermal Energy Development in the Republic of Indonesia
466
Kerjasama Indonesia – Jepang Mengembangkan Energi Alternatif (Apringga Fitrialdy L)
(b) Project Cooperation on the Development of Training for EnvironmentalMonitoring Power Plant (c) Formulation Study for Energy Conservation (d) Coal Mining Technology Enhancement Project (follow up) (e) Inventory and Evaluation of Underground Coal Mine in Indonesia (f) Education and Training Project on Energy Management (g) Development of Coal Liquefaction in Indonesia (h) Development of Upgraded Brown Coal (UBC) Demonstration Plant in Indonesia (i) Coal Bed Methane (CBM) in Indonesia Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sarulla di Sumatera Utara Dalam amandemen kedua perjanjian jual-beli tenaga listrik antara PT PLN dengan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan konsorsium Medco-Ormat-Itochu- Kyushu, yang ditandatangani pada tanggal 4 April 2013 di Jakarta yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Muhammad Husen, dan Presiden Direktur Medco Geopower Sarulla Noor Wahyu Hidayat. Selain itu, ditandatangani Direktur Orsarulla Inc (Ormat) Ammon Gabbay, Direktur Sarulla Power Asset Ltd (Itochu) Takae Shinohara, Direktur Kyuden Sarulla PTE Ltd (Kyushu) Takashi Tajiri, dan Direktur Sarulla Operations Ltd (Sol) Takao Shinohara. Proyek PLTP Sarulla sebenarnya merupakan salah satu proyek yang masuk kedalam program percepatan pembangunan pembangkit listrik (fast track program/FTP) tahap 2 oleh pemerintah, dimana 60% bahan bakar dalam FTP tahap 2 ini menggunakan energi baru terbarukan. Proyek yang menelan investasi sekitar 1,5 miliar USD ini masuk dalam geothermal terbesar di dalam single contract (the world’s largest singlecontract geothermal power plant) sehingga akan mempercepat pencapaian sasaran elektrifikasi di Indonesia. Ditargetkan pada tahun 2016 unit pertama proyek Sarulla sebesar 110 MW dijadwalkan untuk beroperasi komersial. Selanjutnya, pengoperasian unit kedua dan ketiga yang masing-masing sebesar 110 MW akan dioperasikan komersil pada tahun 2017 dan 2018. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) merancang geothermal sebagai sumber energi terbarukan untuk pembangkit listrik di masa depan. Saat ini, penggunaan energi terbarukan masih terbatas yakni sebesar 5,7% dari total penggunaan energi. PT. Medco Power Indonesia) bersama Itochu Corporation, Kyushu Electric Power Co dan Ormat Internasional Inc. membentuk Konsorsium Sarulla Operations Ltd. Konsorsium ini pada April 2014 mendapat pinjaman senilai USD1,17 miliar dengan tenor 20 tahun dan tujuh bulan masa tenggang untuk membiayai pembangunan proyek PLTP Sarulla. Para pemberi pinjaman adalah dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Asian Development Bank dan konsorsium dari beberapa bank komersial yang terdiri dari Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd, ING Bank NV, Mizuho Bank, Ltd, National Australia Bank, Société générale dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation sebagai Mandated Lead Arrangers. Potensi sumber panas bumi nasional sebanyak 40% dari total potensi panas bumi global. Indonesia menjadi negara dengan sumber panas bumi terbesar sebagai
467
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 459-470
alternatif yang strategis untuk sumber energi listrik. Proyek PLTP Sarulla diharapkan bisa memenuhi kebutuhan listrik di Sumatera Utara dan bisa menghemat BBM. PLTP Sarulla ini sudah akan dibangun sejak 1993 sesuai dengan original ESC/JOC yang ditandatangani pada tanggal 27 Februari 1993 antara PLN, PT PGE, dan Unocal North Sumatera Geothermal Ltd (UNSG). Namun, akibat dampak krisis ekonomi pada tahun 1998, pemerintah RI sempat menghentikan proyek ini dan pada periode tahun 2000 – 2004 sempat dilakukan renegosiasi harga, namun tidak tercapai kesepakatan. Dengan harga energy sales contract yang disepakati sebesar 6,79 cent USD per kWh ini, PLTP Sarulla akan menghemat subsidi listrik 4 triliun per tahun. Selain itu PLTP Sarulla ini bisa berkontribusi dalam pengurangan pemanasan global kurang lebih sebanyak 1 juta ton CO2 per tahun. Jika dibandingkan dengan biaya pokok produksi listrik rata-rata nasional sebesar 13 cent USD/kWh, maka penghematan subsidi listrik yang dihasilkan adalah 364 juta USD per tahun atau sekitar 1 juta USD setiap harinya saat mulai beroperasi di tahun 2016. Dari sekian poin kerjasama tersebut dan berdasarkan uraian kerjasama yang telah dijabarkan, pengembangan energi geotermal atau energi panas bumi yang mana termasuk kepada energi alternatif telah terealisasi. Beberapa kerjasama yang telah dilakukan antar Indonesia dan Jepang berdasarkan MOU IJEPA khususnya pada pengembangan energi panas bumi tersebut selain itu berupa kerjasama teknik seperti pembelajaran tentang koservasi energi, pelatihan dan training mengenai manajemen energi, belum terlihat dari 9 poin yang terdapat dalam poin energi dan sumber daya mineral pada kerangka IJEPA. Impelementasi dari kerjasama untuk bidang sumber daya energi dan mineral serta pengembangan energi alternatif terdapat pada usaha pemerintah Indonesia yang baik dalam menjalin kerjasama dengan pihak Jepang. Hal itu ditandai salah satunya dengan terealisasinya program Proyek PLTP Sarulla di Sumatera Utara, dan proyek lainnya yang masih berlangsung. Kerjasama ini merupakan suatu arah tepat di mana Indonesia akan bangkit dengan kecukupan energi yang telah dikembangkan bersama dengan kerjasama yang telah dilakukan. Jepang lebih kepada mendukung kepada sokongan dana dalam pengelolaan maupun pembangunan jaringan hingga pembangkit energi tersebut dan bahan—bahan sumber daya energinya yang berasal dari Indonesia. Jepang pun mendapatkan beberapa keuntungan dari prioritas ekspor bahan mentah seperti minyak bumi, gas alam, dan sumber daya mineral tersebut. Mitra kerjasama antara Indonesia dan Jepang mendapatkan beberapa keuntungan untuk keduanya yang mana tujuan IJEPA itu sendiri merupakan dasar dimana kekuatan kerjasama di antara keduanya. Melalui kerjasama ini sendiri Jepang kemudian dapat mengontrol arah liberaliasi ekonomi domestiknya. Model kerjasama ini pula yang memungkinkan Jepang untuk tetap mempertahankan langkah proteksinya terhadap sektor perekonomian di bidang tertentu. IJEPA memberikan dampak positif terhadap kinerja dalam mengontrol strategi pembangunan dan tatanan produksi, dan juga langkah kerjasamanya sangat luas selalu melibatkan negosiasi di dalamnya. Kerangka kerjasama IJEPA ini selalu ditopang oleh ODA dalam memilih sektor industri dan proyek integrasi, sehingga dalam hal ini Jepang dapat dikatakan tidak hanya mementingkan kepentingan liberalisasi perekonomiannya saja, namun juga mengikat dan mempererat hubungan yang berlangsung dengan mitra kerjasamanya baik secara bilateral maupun multilateral.
468
Kerjasama Indonesia – Jepang Mengembangkan Energi Alternatif (Apringga Fitrialdy L)
Kesimpulan Kerjasama ini mengarah kepada poin perkembangan energi alternatif dan terbarukan, dimana pemerintah Indonesia sedianya melakukan kerjasama dengan Jepang dalam upayanya mengatasi kurangnya pasokan energi nasional. Namun, beberapa proyek kerjasama yang telah dibahas, Jepang dan Indonesia lebih intens kepada proyek energi yang telah berjalan dari Indonesia itu sendiri, salah satunya kepada proyek PLTP Sarulla di Sumatera Utara dengan melakukan serangkaian investasi kepada beberapa proyek kerjasama tersebut melalui pinjaman-pinjaman dan dana investasi. Kelangsungan kerjasama Indonesia dan Jepang dalam kerangka kerjasama IJEPA berlangsung sudah baik, hal itu ditandai dengan semakin banyak masuknya investor asing khususnya dari Jepang dalam rangka membantu mengembangkan potensi energi alternatif di Indonesia yang khususnya pada pembahasan ini penulis fokus kepada pembangkit energi panas bumi Sarulla yang terletak di Sumatera Utara. Daftar Pustaka Literatur Buku Akhadi, Mukhlis. 1997. Pengantar Teknologi Nuklir. Jakarta. Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global Dalam Teori dan politik. Yogyakarta Kurniawan, Iwan dan Wilardjo, Liek dkk. 1996 Pembangunan PLTN : Demi Kemajuan Peradaban ?. Jakarta. Sitepu, Antonius. Teori Realisme Politik Hans J. Morgenthau Dalam Studi Politik dan HI. Wardhana, Wisnu, Arya. 2007. Teknologi Nuklir : Proteksi Radiasi dan Aplikasinya, Yogyakarta. e-Book Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kajian Indonesia Energy Outlook, 2012 Syahrul, Prospek Pemanfaatan Energi Angin Sebagai Energi Alternatif di Daerah Pedesaan, 2008 Wongso, Atmojo, Suntoro, Potensi Pertanian Dalam Mengatasi Krisis Energi, 2006 Internet “Bangun PLTU Hemat Energi, PLN Gandeng Perusahaan Jepang” yang terdapat dalam http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/04/10/1353138/Bangun.PLTU.Hemat.E nergi.PLN.Gandeng.Perusahaan.Jepang “Free Trade Agreement and Economic Partnership Agreement yang terdapat dalam http://www.mofa.go.jp/policy/economy/fta/indonesia.html
469
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 459-470
“Indonesia Energi Outlook 2010” diakses darihttp://www.esdm.go.id/publikasi/indonesia-energyoutlook/ringkasaneksekutif/doc_download/1255-ringkasan-eksekutif-indonesia-energy-outlook2010.html “Indonesia Masuk 10 Besar Ekonomi Dunia” yang terdapat dalamhttp://www.kemenkeu.go.id/Berita/ Indonesia masuk-10-besar-ekonomidunia “JOINT PRESS STATEMENT Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement” yang terdapat dalam http://www.mofa.go.jp/region/asiapaci/indonesia/joint0611-2.htm “Keberadaan China Dalam Penyelesaian Konflik Sudan – Sudan Selatan” yang terdapat dalam http://www.ejournal.hi.fisip.unmul.org “Kebijakan Energi Nasional Terhadap Kapasitas Listrik” yang terdapat dalam http://www.alpensteel.com/kebijakan-energi-nasional-terhadap-kapasitaslistrik “Penandatanganan MoU Antara Dirjen EBTKE Dengan NEDO” yang terdapat dalam http://www.esdm.go.id/siaran-pers/55-siaran-pers/6370-penandatangananmou-antara-dirjen-ebtke-dengan-nedo “Pengembangan Energi Terbarukan Sebagai Energi Aditif di Indonesia” yang terdapat dalam http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1101089425&9 “Perlunya Efisiensi Energi dan Eksplorasi Energi Terbarukan” yang terdapat dalam http://io.ppijepang.org/old/article.php?id=323 “Potensi Kerjasama Indonesia - Jepang di Sektor Industri dan Energi Khususnya untuk Pengembangan Industri Photovoltaic” yang terdapat dalam http://io.ppijepang.org/old/article.php?id=261 “RI-Jepang Garap Proyek Energi” yang terdapat dalamportal.djlpe.esdm.go.id/modules/news/index.php?_act=detail&sub=news _media&news_ id=1885 “Sektor Pasokan Energi Produksi Minyak, Gas dan Batubara Indonesia 2050 Pathway Calculator” yang terdapat dalam http://calculator2050.esdm.go.id/assets/mini_paper/energy/id/Panduan%2520 Pengguna%2520untuk%2520Produksi%2520Fosil.pdf “The Indonesia - Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA)” yang terdapat dalam http://gaikindo.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=245&Ite mid
470