Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
PLTN DAN PLTS SEBAGAI ALTERNATIF SUPLAI ENERGI DI INDONESIA Sahala M. Lumbanraja, Yohanes Dwi Anggoro, Rr. Arum Puni Rijanti Pusat Pengembangan Energi Nuklir – BATAN Email:
[email protected]
ABSTRAK PLTN DAN PLTS SEBAGAI ALTERNATIF SUPLAI ENERGI DI INDONESIA. Kehidupan modern tidak terlepas dari kebutuhan energi yang akan menggerakkan seluruh sektor aktivitasnya. Untuk mendukung sebagian dari kebutuhan ini, pemerintah telah merencanakan pemanfaatan energi baru dan terbarukan sebesar 5 % pada tahun 2025 yang tertuang Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. PLTN dan PLTS merupakan salah satu solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan ini. Paska kecelakaan PLTN Fukushima Dai-ichi, masyarakat anti nuklir semakin gencar mengkampanyekan penghentiaan PLTN sebagai sumber energi masa depan dan mendorong penggunaan PLTS sebagai salah satu penggantinya. Mayoritas negara industri memanfaatkan PLTN untuk memenuhi kebutuhan energinya, sementara pemanfaatan PLTS masih sangat terbatas karena operasinya sangat tergantung pada kondisi cuaca. Studi ini bertujuan untuk membandingkan prospek PLTN dan PLTS di Indonesia sebagai solusi alternatif pasokan energi dari segi aspek daya pembangkitan, lingkungan dan kebutuhun lahan. Kajian dilakukan dengan studi pustaka.Keandalan PLTS masih sulit diharapkan menjadi suplai utama energi suatu negara karena sangat tergantung pada kondisi cuaca, sebaliknya dengan PLTN. Kata kunci: PLTN, PLTS, Fukushima Dai-ichi, solusi alternatif
ABSTRACT NPP AND SOLAR CELL AS ALTERNATIVE ENERGY SUPPLY IN INDONESIA. Modern life is inseparable from the energy needs that will drive all sectors of activity. To support some of these needs, the government has planned utilization of new and renewable energy by 5% by 2025 as stipulated Presidential Regulation Number 5, 2006 on National Energy Policy. NPP and Solar cell is one alternative solution to meet these needs. NPP post-accident Fukushima Dai-ichi, anti-nuclear people more incentive to campaign for nuclear power as a cessation of future energy sources and encourage the use of Solar cell as a replacement. The majority of industrialized countries use nuclear power to meet its energy needs, while the use of Solar cell is still very limited because its operation is highly dependent on weather conditions. This paper aims to compare the prospects of nuclear power plants in Indonesia and Solar cell as an alternative solution in terms of energy supply aspects of power generation, environmental and land requirements. The study was conducted to study literature. Reliability Solar cell is still difficult to expect a major supply of energy for a country heavily dependent on weather conditions, in contrast with nuclear power plants. Keywords: NPP, Solar Cell, Fukushima Dai-ichi, alternative solution
1.
PENDAHULUAN
Energi merupakan kebutuhan utama masyarakat modern. Tuntutan gaya hidup yang semakin meningkat akan berdampak pada kebutuhan energi yang cukup besar. Pada tahun 2010, komposisi terbesar kebutuhan energi Indonesia dipasok oleh minyak (43,7%), batubara (24,5%), gas (20,1%), sedangkan energi baru dan terbarukan (EBT) hanya berkontribusi sebesar 5,7%[1]. Kebijakan energi nasional yang dirumuskan oleh DEN (Dewan Energi Nasional), porsi EBT pada komposisi kebutuhan energi nasional semakin diperbesar dari tahun ke tahun, sehingga pada tahun 2050 sudah mencapai 39,5%. Pertumbuhan
ISSN 1979-1208
39
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional ekonomi suatu negara selalu diikuti oleh pertumbuhan kebutuhan energi listrik. Pemerintah Indonesia dalam RUKN 2011-2040 (Rencana Umum Kebijakan Nasional) menargetkan pertumbuhan ekonomi rata-rata selama 20 tahun kira-kira sebesar 6,9% per tahun, dan pertumbuhan energi listrik sebesar 7,8% per tahun[1]. Kapasitas terpasang energi listrik di Indonesia masih didominasi oleh pembangkit berbahan bakar batubara dan gas. Pembangkit ini merupakan penghasil gas rumah kaca yang dapat menyebabkan hujan asam dan pemanasan global. Indonesia telah merencanakan untuk mengurangi emisi rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2026. Untuk mendukung rencana ini, kontribusi PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) dan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) perlu dikaji secara mendalam karena kedua pembangkit ini merupakan sumber energi yang ramah lingkungan. Sumber daya dari tenaga surya di Indonesia rata-rata hanya sebesar 4,8 kW/m2/hari, dan tidak dapat diandalkan sebagai baseload karena sangat dipengaruhi kondisi cuaca dan hanya efektif pada siang hari [1]. Pembangkit ini juga membutuhkan panel yang sangat luas (20.000 m 2) untuk membangkitkan listrik sebesar 1 MWe. PLTN merupakan pembangkit EBT yang sesuai untuk baseload. Dari hasil studi PT. PLN, opsi PLTN akan dimulai pada tahun 2022. Pada 2010, PLTN yang beroperasi di dunia sebanyak 439 unit dengan total kapasitas terpasang sebesar 374.285 MWe, dan 62 unit sedang dalam tahap konstruksi [2]. Kajian ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui kelebihan dan kekurangan dari PLTN dan PLTS, sehingga masyarakat dapat menerima pembangkit mana yang akan dibangun untuk memasok energi listrik yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi mereka.
2.
KEBUTUHAN PASOKAN ENERGI
Energi merupakan kebutuhan esensial untuk menggerakkan seluruh sendi kehidupan sebuah negara. Oleh sebab itu, sebuah negara harus mempunyai kebijakan dan politik energi yang teguh agar mampu mengamankan kebutuhan pasokan energi masyarakatnya secara berkelanjutan. 2.1
Kebijakan Energi Nasional Untuk mewujudkan ketahanan energi, pemerintah Indonesia membentuk Dewan Energi Nasional (DEN) yang salah satu tugasnya adalah merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional sehingga pembangunan berkelanjutan dapat bergerak sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Pada sidang paripurna tanggal 7 Maret 2012, DEN telah menyepakati Rancangan Kebijakan Energi Nasional, yaitu perubahan paradigma pengelolan energi nasional yang menempatkan sumber daya energi sebagai modal pembangunan nasional, bukan hanya sebagai komoditas ekspor [3]. Kebijakan energi nasional meliputi, antara lain[4]: • Ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional • Prioritas pengembangan energi • Pemanfaatan sumber daya energi nasional dan • Cadangan penyangga energi nasional Visi ini didasari dua strategi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Strategi bauran energi pada Gambar 1 merupakan strategi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keamanan energi nasional jangka panjang. Pada tahun 2050, energi baru dan terbarukan (EBT) akan berkontribusi sebesar 39,5%, yang mana PLTN dan PLTS termasuk dalam kelompok ini.
ISSN 1979-1208
40
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
Gambar 1. Komposisi Bauran Energi Indonesia Tahun 2010-2050[5] 2.2. Keandalan Pasokan 2.2.1 Keandalan Pasokan PLTS Tenaga surya tersedia cukup melimpah tetapi untuk memanfaatkannya sangat tergantung pada kondisi cuaca dan teknologi. Tenaga surya yang tersedia setiap hari yang dapat dimanfaatkan maksimal hanya 8 jam jika cuaca sangat cerah, dan diagram proses pemanfaatan surya menjadi tenaga listrik ditunjukkan pada Gambar 2. Secara umum, efisiensi teknologi sel surya saat ini sebesar 10%[6]. PLTS tidak diperhitungkan sebagai baseload karena bersifat fluktuatif dan berskala kecil. Sumber daya dari tenaga surya di Indonesia rata-rata hanya sebesar 4,8 kW/m2/hari. Dari hasil penelitian di Oregon Timur Amerika Serikat diperoleh 1 m2 sel surya dapat menghasilkan daya 600 watt pada musim panas. Jika diandaikan surya bersinar selama 8 jam per hari dengan efisiensi panel sel surya sebesar 10 %, maka untuk mendapatkan 1 MWe, dibutuhkan kira-kira 20.000 m2 panel sel surya[7]. Sel surya merupakan perangkat semikonduktor yang mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik searah (direct current, DC) secara langsung atau dapat juga dikonversi menjadi arus bolak-balik (alternating current, AC) yang dihasilkan dari sistem pembangkitan photovoltaic dan solar thermal. Menurut International Energi Agency (IEA) pasokan listrik dari PLTS di seluruh dunia kira-kira sebesar 20.997 GWh (solar PV sebesar 20.155 GWh dan solar termal sebesar 842 GWh) pada tahun 2009. Keandalan pasokan listrik sangat tergantung pada efisiensi, luas permukan yang langsung mengenai solar sel, dan kondisi cuaca. Sel surya mempunyai beberapa model kolektor yang digunakan untuk menangkap energi matahari yaitu parabolic trough, central receiver, dan parabolic dish, dan jenis bahan sel surya, terdiri dari[5]: - crystalline silicon - Amorphous silicon (ASi) - Copper Indium Diselenide (CIS) - Cadmium Telluride (CdTe) - Gallium Arsenide (GaAs) Diagram sel surya ditunjukkan pada Gambar 2.
ISSN 1979-1208
41
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
Gambar 2. Diagram sel surya[6] 2.2.2 Keandalan Pasokan PLTN Status perkembangan PLTN di dunia hingga 2010, PLTN yang sedang beroperasi sebanyak 439 dengan total kapasitas terpasang sebesar 374.285 MWe, dan 62 PLTN sedang dalam tahap konstruksi[2]. Beberapa jenis PLTN yang beroperasi saat ini adalah PWR (268 unit), BWR (84 unit), PHWR (48 unit), dan sisanya adalah GCR, dan FBR. Amerika Serikat merupakan negara yang paling banyak memanfaatkan PLTN yaitu 104 unit dan berkontribusi memasok listrik sebesar 19,59% dari total listrik yang dibangkitkan di negara tersebut, sedangkan Perancis mempunyai 58 PLTN dan berkontribusi memasok listrik sebesar 74,32 % dari total listrik yang dibangkitkan Negara tersebut. Saat ini negara yang paling banyak sedang membangun PLTN baru di dunia adalah Cina, yaitu sebanyak 27 unit, diikuti Rusia (11 unit), India (6 unit) dan Korea Selatan (5 unit). Menurut International Energi Agency (IEA) pasokan listrik dari PLTN mencapai 2.696.765 GWh pada tahun 2009 atau 13,4% dari total listrik yang dibangkitkan dari semua jenis bahan bakar yang digunakan di dunia[9}. Secara umum, efisiensi PLTN adalah 33%. PLTN yang beroperasi saat ini menggunakan bahan bakar uranium-235 (U-235). U235 merupakan bahan bakar yang bersifat fisil. Satu kilogram (kg) U-235 dapat menghasilkan energi kira-kira sebesar 8 x 1013 joule, sedangkan 1 kg batubara hanya menghasilkan energi kira-kira 3 x 107 joule. Dengan demikian energi yang dihasilkan oleh uranium 235 sebesar kira-kira 3 juta kali dari energi yang dihasilkan oleh batubara[10]. Beberapa alasan mengapa PLTN menjadi pilihan untuk memasok energi listrik bagi beberapa negara, yaitu[11]: - Mempunyai unjuk kerja yang sangat baik, yaitu sebesar 12.700 reaktor-tahun. - Mampu menjaga keamanan pasokan energi untuk jangka panjang - Mempunyai faktor kapasitas yang tinggi - Mampu mengurangi hujan asam dan efek rumah kaca 2.3.
Risiko Pembangkit Listrik Pandangan masyarakat terhadap risiko yang ditimbulkan oleh berbagai pembangkit listrik sangat dipengaruhi oleh persepsi yang muncul dari masyarakat. Persepsi negatif akan menyulitkan penerimaan masyarakat terhadap pemanfaatan pembangkit tertentu baik dalam tahap perencanaan maupun pada tahap pelaksanaan. Setiap pembangkit mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. PLTN dan PLTS merupakan pembangkit ramah lingkungan karena tidak menghasilkan gas rumah kaca dan dapat berkontribusi mengurangi pemanasan global. Persepsi yang keliru mengakibatkan pembangkit listrik tertentu tidak dapat dimanfaatkan walaupun telah terbukti beroperasi dengan baik dan dengan tingkat risiko yang kecil. Penerimaaan masyarakat terhadap PLTS lebih besar dibandingkan dengan PLTN walaupun keandalan pasokan energi dari PLTS
ISSN 1979-1208
42
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional lebih kecil dibandingkan dengan PLTN, karena persepsi masyarakat tertentu terhadap PLTN sangat negatif. Pasca kecelakaan PLTN Fukushima Dai-ihi, beberapa negara nuklir (Jepang, Jerman, dan Swiss) akan mengurangi/menutup PLTN yang mereka miliki dan menggantikannya dengan jenis pembangkit lain, seperti PLTS. Tetapi sebagian besar Negara yang telah mengoperasikan PLTN masih tetap memanfaatnya sebagai sumber energi listrik utama mereka.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampai saat ini, kontribusi energi surya sebagai pemasok listrik di dunia masih sangat sedikit sekali. Kontribusinya dapat dilihat dari komposisi listrik berdasarkan jenis pembangkit pada tahun 1973 dan 2009 pada Gambar 3. Berdasarkan data statistik PLN 2010, kapasitas daya terpasang energi surya di Indonesia hanya sebesar 0,19 MW dari total 26.894,98 MW[1]. Pada tahun 2009 pasokan listrik dari PLTS kira-kira sebesar 20.997 GWh di seluruh dunia menurut International Energi Agency (IEA) [9].
Gambar 3. Komposisi listrik berdasarkan jenis pembangkit di dunia pada tahun 1973 dan 2009[6] Berdasarkan RUKN dengan asumsi (rata-rata selama 20 tahun) ditetapkan pertumbuhan ekonomi 6,9% per tahun, pertumbuhan penduduk 1,2% per tahun dan reserve margin 30%. Dari asumsi ini, diproyeksikan pertumbuhan energi listrik sebesar 7,8% per tahun sehingga kebutuhan tambahan daya sebesar 4.138 MW per tahun. Dari hasil simulasi yang dilakukan oleh PT. PLN, PLTS telah berkontribusi tahun 2011, sedangkan PLTN akan berkontribusi pada tahun 2022, ditunjukkan pada Gambar 4. Pasca kecelakan PLTN Fukushima Dai-ichii 1-4, masyarakat anti nuklir semakin mendapat dukungan dari masyarakat yang sangat kuatir terhadap dampak pencemaran radioaktif dari kecelakaan tersebut. Kecelakaan Fukushima mencapai level 7 skala INES yang merupakan level tertinggi dari level kecelakaan nuklir [12]. Beberapa pemilik PLTN, seperti Jepang, Jerman dan Swiss telah merencakan penghentian PLTN dan menggantikannya dengan energi baru terbarukan lainnya seperti PLTS, tetapi sebagian besar negara lainnya masih tetap mempertahankannya. Daya listrik yang dihasilkan oleh PLTN jauh lebih besar dari PLTS dengan total daya terpasang yang sama. Sebagai perbandingan, pada tahun 2010, total daya terpasang PLTS di Jerman sebesar 17,3 GW tetapi hanya menghasilkan listrik sebesar 14.397 GWh per tahun, sedangkan daya terpasang Fukushima Daiichi 1-6 sebesar 4,5 GW tetapi menghasilkan daya listrik sebesar 29.221 GWh per tahun. Jika diandaikan daya terpasang PLTN sebesar 17,3 GW, maka dapat menghasilkan daya listrik sebesar 112338,5 GWh per tahun atau kira-kira 7 kali lebih besar dari PLTS.
ISSN 1979-1208
43
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
Gambar 4. Konfigurasi Kapasitas Pembangkit Berdasarkan Jenis Bahan Bakar di Indonesia[1] PLTS dan PLTN mempunyai kelebihan dan kelemahan[13]. Kedua pembangkit ini dikembangkan untuk saling melengkapi satu sama lain. Keuntungan PLTN: dapat dioperasikan secara kontinue digunakan sebagai baseload transmisi lebih mudah untuk dipusatkan ke sistem jaringan bahan bakar murah energi yang dibangkitkan paling besar per satuan berat tidak menghasilkan efek rumah kaca dan hujan asam Kelemahan PLTN: biaya modal besar. limbah berbahaya dan berumur panjang. proliferasi nuklir potensial. Keuntungan PLTS: merupakan energi terbarukan bahan bakar gratis tidak menghasilkan efek rumah kaca dan hujan asam Kerugian PLTS: membututuhkan material khusus untuk cermin/panel yang dapat mempengaruhi lingkungan membutuhkan lahan yang sangat luas untuk menghasilkan tenaga listrik pada daya sama dengan PLTN sangat tergantung pada cuaca (tenaga yang dihasilkan fluktuatif) efisiensi masih rendah (sekitar 10%) Penerimaan masyarakat terhadap setiap jenis pembangkit sangat tergantung pada persepsi, kebutuhan, lingkungan, dan biaya pembangkitan. Paska kecelakaan PLTN Fukushima, persepsi negatif masyarakat terhadap tenaga nuklir semakin besar. Persepsi negatif ini perlu diluruskan dengan melakukan upaya sosialisasi secara masif bahwa PLTN merupakan energi yang ramah lingkungan dan dapat memenuhi kebutuhan listrik masyarakat modern secara besar. Kebutuhan listrik semakin meningkat drastis akibat pertumbuhan populasi penduduk dan industri. Oleh karena itu perlu dikaji berbagai
ISSN 1979-1208
44
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional sumber energi yang dapat mengatasi kebutuhan ini. PLTN merupakan salah satu solusi untuk daerah yang membutuhkan energi yang sangat besar dan berkelanjutan, seperti daerah industri, sedangkan PLTS lebih cocok untuk daerah yang kebutuhan tidak terlalu besar dan kurang cocok untuk mensuplai enerrgi untuk kawasan industry yang membutuhkan energi listrik berkelanjutan.
4.
KESIMPULAN
PLTN dan PLTS merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan karena dapat berkontribusi untuk mengurangi hujan asam dan pemanasan global. PLTN dioperasikan sebagai pemasok energi listrik pada baseload, sedangkan PLTS umumnya dioperasikan untuk memasok beban menengah dan beban puncak. PLTN telah terbukti menjadi pemasok energi utama di beberapa negara, misalnya di Perancis sebesar 74,32%, sedangkan di seluruh dunia sebesar 13,4% (2.696.765 GWh) dari total energi listrik yang dihasilkan pada tahun 2009. Keandalan PLTS masih sulit diharapkan menjadi salah satu pemasok energi utama di suatu negara karena sangat tergantung pada keadaan cuaca. Total energi listrik yang dibangkitkan dari PLTS hanya sekitar 20.997 GWh pada tahun 2009.
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4].
[5].
[6]. [7]. [8].
[9]. [10]. [11].
[12].
[13].
NASRI SEBAYANG, Outlook Pengembangan Kelistrikan Nasional 2011-2040, Seminar Nasional, 21 Oktober 2011 ANONIM, Statistik Energi Nuklir 2011, PPEN-BATAN 2011 ANONIM, Pertegas Politik Energi, Kompas 27 Maret 2012 AGUSMAN EFFENDI, Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 Tentang Energi, Seminar Nasional Skenario Kebijakan Energi Indonesia Menuju Tahun 2050, Yogyakarta, 21 Oktober 2011 TUMIRAN, Skenario Kebijakan Energi Nasional Menuju Tahun 2050, Seminar Nasional Skenario Kebijakan Energi Indonesia Menuju Tahun 2050, Yogyakarta, 21 Oktober 2011 DAN HALACY, Solar Cell, Energy Technology and the Enviroment Vol 4, Wiley Encyclopedia Series in Environmental Science, John Wiley & Sons, Inc 1995 ANONIM, Own Your Power! A Consumer Guide to Solar Electricity for the Home, Energy Eficiency & Renewable Energi, US Departement Energy, 43844.pdf. diunduh 10 Maret 2012 SARA MANSUR AND DEVON SWEZEY, D oing the Math: Comparing Germany's Solar Industry to Japan's Fukushima Reactors, theenergicollective, doing-mathcomparing-germanys-solar-industry-japans-fukushima-reactors.htm, diunduh 17 April 2012 IEA, IEA Energy Statistics - Electricity for World, iea.org/stats/electricitydata.asp?COUNTRY_CODE=29, diunduh 17 April 2012 ADIWARDOJO, Pengenalan Teknoogi Energi Nuklir, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen ESDM dan BATAN ALAN MCDONALD, Nuclear Power Global Status, http://www.iaea.org/Publications/Magazines/Bulletin/Bull492/49204734548.html, diunduh 8 Mei 2011 NISA, INES Rating on the Events in Fukushima Dai-ichi Nuclear Power Station, www.nisa.meti.go.jp/english/file/en20110412-4.pdf, diunduh 8 Mei 2011 SAHALA M. LUMBANRAJA, SRIYANA, Prospek PLTN di Indonesia: Suatu Kajian Komparatif Berbagai Sumber Energi Pembangkit Listrik, Proseding Seminar Nasional, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 24 Maret 2007
ISSN 1979-1208
45