KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat ALLAH SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan KaruniaNya sehingga dapat disusun Laporan Standar Pelayanan Miniman (SPM) Bidang Ketahanan Pangan Provinsi Riau Tahun 2012. Laporan
ini
berisikan
kebijakan,
sasaran,
strategi
dan
penerapan serta pencapaian SPM Ketahanan Pangan Provinsi Riau, semoga laporan ini dapat menjadi masukan yang berguna bagi pelaksanaan Ketahanan Pangan di Provinsi Riau.
Pekanbaru, Desember 2012 Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................................. I DAFTAR ISI................................................................................................................................ II I.
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A.
Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
B.
Maksud dan Tujuan .................................................................................................................... 3
C.
Dasar Hukum ............................................................................................................................... 4
II.
KEBIJAKAN, SASARAN DAN STRATEGI ............................................................. 5
A.
Kebijakan ..................................................................................................................................... 5
B.
Sasaran ......................................................................................................................................... 6
C.
Strategi ......................................................................................................................................... 7
III. 1. A. B. C. D. 2.
IV.
PENERAPAN DAN PENCAPAIAN SPM .......................................................... 14 Penerapan SPM ......................................................................................................................... 14 Pelayanan Ketersediaan dan Cadangan Pangan .................................................................. 14 Pelayanan Dasar Distribusi dan Akses Pangan ..................................................................... 16 Pelayanan Penganekaragaman dan Keamanan Pangan ..................................................... 19 Pelayanan Penanganan Kerawanan Pangan ......................................................................... 21 Pencapaian SPM ....................................................................................................................... 25
PENUTUP .................................................................................................................... 30
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
ii
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menetapkan urusan ketahanan pangan merupakan urusan wajib yang harus dilaksanakan.
Penyelenggaraan urusan wajib oleh daerah merupakan
perwujudan otonomi yang bertanggungjawab yang pada intinya merupakan pengakuan/pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, maka untuk menjamin terselenggaranya urusan wajib daerah yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar perlu ditetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi Riau. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Dalam perkembangannya,
terjadi perubahan paradigma pengertian ketahanan pangan yang lebih luas sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
yang
menuntut
perubahan,
peningkatan,
penyempurnaan,
dan
pengembangan seluruh aspek dalam koridor ketahanan pangan. Perubahan tersebut antara lain juga menuntut semakin tingginya upaya yang harus dilakukan untuk mengkoordinasikan, mengapresiasi, serta merepresentasikan aspirasi dan partisipasi masyarakat. Dalam rangka menggerakkan serta membangun partisipasi dan sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan wilayah. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan,
distribusi,
dan konsumsi.
Subsistem ketersediaan pangan
berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
1
terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya. Sehubungan
hal
tersebut
maka
peningkatan
ketahanan
pangan
diarahkan untuk memfasilitasi terjaminnya masyarakat dalam memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal dengan sasaran : (1) Tercapainya ketersediaan pangan di tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal, (2) Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat, (3) Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah distribusi dan kerawanan pangan. Dinamika dan kompleksitas dalam mewujudkan ketahanan pangan menimbulkan berbagai permasalahan dan tantangan serta potensi dan peluang yang terus berkembang, perlu diantisipasi dan diatasi melalui kerjasama yang harmonis
antar
seluruh
pihak
yang
terkait
dalam
melaksanakan
program/kegiatan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan. Ketahanan pangan
nasional salah satunya dicirikan dengan adanya
ketersediaan pangan yang cukup secara makro namun demikian masih ada beberapa daerah dimana masyarakatnya tidak mampu mengakses pangan yang cukup. Hal ini disebabkan karena kondisi wilayahnya miskin ataupun pendapatan mereka yang tidak mencukupi untuk memperoleh akses terhadap pangan. Keragaan konsumsi pangan masyarakat dapat diketahui dari pola konsumsi pangan di daerah yang bersangkutan, yaitu mencakup ragam jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi serta frekuensi dan waktu makan; yang secara kuantitatif kesemuanya menentukan jumlah pangan yang dikonsumsi. Apabila keragaan konsumsi pangan berada di bawah anjuran, maka tingkat konsumsi masyarakat perlu ditingkatkan melalui peningkatan pendapatan dan pengetahuan pangan dan gizi serta peningkatan ketersediaan pangan sesuai dengan kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
2
Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008, mempunyai tugas menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan
urusan
di
bidang
Ketahanan
Pangan
Daerah
berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Sebagai salah satu perangkat daerah, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau mengelola Program dan
kegiatan
yang diarahkan pada tiga
aspek yang dapat digunakan sebagai indikator ketahanan pangan dalam rangka penyelenggaraan SPM Ketahanan Pangan yaitu : a.
Aspek ketersediaan yang artinya bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun mutunya serta aman,
b.
Aspek distribusi pangan adalah pasokan pangan yang dapat menjangkau keseluruh wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga , dan
c. Aspek konsumsi pangan adalahsetiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola konsumsi yang beragam, bergizi dan seimbang serta preferensinya. Dari ke tiga spek ketahanan pangan tersebut, maka Standar Pelayanan Minimal (SPM) Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau, terdiri dari 4 (empat) jenis pelayanan dasar : 1. Bidang ketersediaan dan cadangan pangan 2. Bidang distribusi dan akses pangan 3. Bidang penganekaragaman dan keamanan pangan 4. Bidang penanganan kerawanan pangan.
B. Maksud dan Tujuan Maksud ditetapkannya Standar Pelayanan Minimal (SPM) Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau adalah sebagai pedoman/acuan dalam menyelenggarakan urusan wajib di bidang ketahanan pangan.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
3
Tujuan penetapan Standar Pelayanan Minimal Kantor Ketahanan Pangan untuk : a)
Meningkatkan penanganan ketersediaan dan cadangan pangan;
b)
Meningkatkan distribusi dan akses pangan sampai tingkat rumah tangga;
c)
Meningkatkan keragaman konsumsi dan keamanan pangan terhadap pangan lokal;
d)
Menangani kerawanan pangan pada masyarakat miskin.
C. Dasar Hukum 1.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
2.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
65
Tahun
2005
tentang
Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. 3.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.
4.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal.
5.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Standar
Pelayanan
Minimal
Bidang
Ketahanan
Pangan
Provinsi
Kabupaten/Kota.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
4
II.
KEBIJAKAN, SASARAN DAN STRATEGI
A. Kebijakan Arah kebijakan ketahanan pangan di Riau ditujukan untuk memecahkan permasalahan pokok yang difokuskan pada upaya penanganan kemiskinan dan kerawanan pangan, meliputi aspek ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Pada sisi ketersediaan, kebijakan ketahanan pangan diarahkan untuk : (a) meningkatkan kualitas lingkungan dan kualitas sumberdaya alam dan air; (b) menjamin kelangsungan produksi pangan utamanya dari produksi dalam daerah; (c) mengembangkan kemampuan
pengelolaan
cadangan
pangan
pemerintah
dan
masyarakat; dan (d) meningkatkan kapasitas produksi daerah dengan menetapkan lahan abadi untuk produksi pangan. Pada aspek distribusi, kebijakan ketahanan pangan diarahkan untuk : (a) mengembangkan sarana dan prasarana distribusi pangan untuk meningkatkan efisiensi perdagangan, termasuk di dalamnya mengurangi kerusakan
bahan pangan dan kerugian akibat distribusi yang tidak
efisien; (b) mengurangi dan/atau menghilangkan peraturan daerah yang menghambat distribusi pangan antar daerah, dan (c) mengembangkan kelembagaan
pengolahan
meningkatkan
efisiensi
dan
dan
pemasaran
efektivitas
di
pedesaan
distribusi
untuk
pangan
serta
mendorong meningkatkan nilai tambah. Dalam hal konsumsi, kebijakan ketahanan pangan diarahkan untuk : (a) menjamin pemenuhan pangan bagi setiap rumah tangga dalam jumlah dan mutu yang memadai, aman dikonsumsi dan bergizi seimbang; (b) mendorong mengembangkan peran
serta
masyarakat
dan membangun serta memfasilitasi dalam
pemenuhan
implementasi pemenuhan hak atas pangan; (c)
pangan
sebagai
mengembangkan
jaringan antar lembaga masyarakat untuk pemenuhan hak atas pangan; dan (d) meningkatkan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
5
pangan/pangan bersubsidi kepada golongan masyarakat tertentu (golongan miskin, ibu hamil, balita gizi buruk dan sebagainya).
B. Sasaran Pembangunan ketahanan pangan di Riau ditujukan untuk memperkuat ketahanan pangan ditingkat mikro/tingkat rumah tangga dan individu serta ditingkat makro/daerah, sebagai berikut : 1.
Mempertahankan ketersediaan enegri perkapita minimal 2.200 kilokalori/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari.
2.
Meningkatkan konsumsi pangan perkapita untuk
memenuhi
kecukupan energi minimal 2.000 kilokalori/hari dan protein sebesar 52 gram/hari. 3.
Meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) minimal 80 (padi-padian 275 gr, umbi-umbian 100 gr, pangan hewani 150 gr, kacangkacangan 35 gr, sayur dan buah 250 gr).
4.
Mengurangi jumlah/persentase penduduk rawan pangan kronis (yang mengkonsumsi kurang dari 80% AKG) dan penduduk miskin minimal 1 % pertahun; termasuk didalamnya ibu hamil yang mengalami anemia gizi dan balita dengan gizi kurang.
5.
Meningkatkan keamanan, mutu dan higienis pangan yang dikonsumsi masyarakat.
6.
Meningkatkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah daerah dan pemerintah.
7.
Meningkatkan jangkauan jaringan distribusi dan pemasaran pangan ke seluruh daerah.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
6
8.
Meningkatkan
kemampuan
daerah
dalam
mengenali,
mengantisipasi dan menangani secara dini serta dalam melakukan tanggap darurat terhadap masalah kerawanan pangan dan gizi.
C. Strategi Untuk mencapai sasaran ketahanan pangan sebagaimana tersebut diatas, maka perlu ditempuh strategi dengan mengambil langkahlangkah dan upaya : 1.
Ketersediaan dan Distribusi Pangan a. Memelihara
kemantapan
penyediaan
pangan
berlandaskan kemandirian, terutama melalui peningkatan produksi berbagai jenis pangan baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor dengan memperhatikan optimalisasi pemanfaatan sumber daya. b. Memperkuat
cadangan
pangan
daerah
baik
yang
dikelola oleh masyarakat maupun oleh pemerintah. c. Peningkatan pendapatan masyarakat untuk memperkuat akses terhadap keterjangkauan ketersediaan pangan terutama bagi penduduk miskin. d. Peningkatan penanganan secara khusus kelompok masyarakat rawan pangan yang berada di daerah terpencil, kering dan miskin dengan “Food Entitlement” atas bantuan pangan, padat karya dan sebagainya. e. Meningkatkan
kualitas
sarana
dan
prasarana
perdagangan pangan terutama melalui peningkatan teknologi transportasi pangan dan menyempurnakan pola perdagangan perintis dan pelayanan perintis sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
7
dengan lingkungan sistem transportasi perdagangan untuk daerah terpencil, transmigrasi, pedalaman dan perbatasan terutama di kawasan timur Indonesia. f. Meningkatkan kemampuan distributor, pengecer dan niaga pangan dalam negeri lainnya dalam berkompetisi di pasar domestik. g. Meningkatkan peran serta Koperasi, BUMN serta usaha menengah, kecil dan usaha informal dalam sistem distribusi
pangan
melalui
peningkatan
kemampuan
managerial dan kewiraswastaan para pelaku di ibu kota Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan dengan pelatihan, penyuluhan dan konsultasi usaha. h. Menyusun dan mengembangkan sistem pengendalian dan pencegahan timbulnya kerwanan dalam penyediaan pangan. i.
Meningkatkan
efisiensi
dan
efektifitas
sistem
perdagangan pangan melalui pengembangan pusat kegiatan perdagangan serta pengembangan pasar desa dan pasar lelang lokal untuk hasil-hasil pertanian.
2.
Diversifikasi Konsumsi Pangan a. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap arti dan pentingnya pola pangan harapan melalui penyuluhan gizi seimbang. b. Pengembangan makanan tradisional unggulan. c. Pengembangan produk pangan olahan yang memenuhi persyaratan mutu gizi seimbang melalui pengembangan teknologi pangan dan fortifikasi.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
8
d. Menumbuhkan kesadaran pola ekonomi keluarga yang memperhatikan pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi bagi kehidupan yang sehat. e. Melaksanakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan pengembangan di bidang diversifikasi konsumsi pangan.
3.
Mutu dan Keamanan Pangan a. Peningkatan pemasyarakatan dan penerapan Undangundang RI No 7 Tahun 1996 tentang pangan dan peraturan perundang-undangan tentang pangan. b. Pemanfaatan
kelembagaan
dan
infrastruktur
pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan. c. Penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan dalam pengolahan pangan. d. Pengembangan sumber daya manusia di bidang pangan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan, termasuk produsen/pengolah pangan terutama yang berskala usaha kecil serta pengawas dan penyuluh pangan. e. Penyuluhan dan penyebarluasan pengetahuan di bidang mutu dan keamanan pangan, termasuk untuk konsumen. f. Peningkatan peran serta masyarakat termasuk asosiasi, organisasi profesi dan swasta dalam pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan kemampuan usaha kecil dan penyuluhan di bidang pangan. g. Peningkatan
kegiatan
pengembangan
di bidang
penelitian keamanan
dan pangan
atau dan
teknologi pangan.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
9
h. Melaksanakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan pengembangan di bidang mutu dan keamanan konsumsi pangan. 4.
Kelembagaan Pangan a. Meningkatkan
peranan
pendistribusian
pangan
koperasi ke
wilayah
sebagai
wadah
pedesaan
dan
penampungan hasil produksi pertanian di pedesaan. b. Pengembangan kelembagaan pembinaan pangan pada tingkat daerah dan gugus pulau. c. Peningkatan inventasi oleh BUMN, koperasi dan swasta yang diarahkan untuk perluasan areal pertanian pangan, yang disesuaikan dengan kondisi tanah, pola tata ruang dan upaya pelestarian lingkungan hidup, terutama untuk luar jawa.
Seiring dengan itu harus menciptakan
hubungan kemitraan yang saling menguntungkan dan mengembangkan sistem insentif bagi pelaku investasi antara lain melalui penyederhanaan ijin peningkatan dan investasi baru. d. Menjamin
kemantapan
penyediaan
pangan
yang
didukung oleh sistem cadangan pangan daerah yang mantap, terutama cadangan pangan yang dikelola masyarakat dalam kelembagaan yang sesuai dengan kondisi setempat, serta cadangan pangan pemerintah yang cukup untuk mengatasi keadaan pangan darurat yang dapat mengganggu ketahanan pangan. e. Menetapkan perangkat hukum serta peraturan lainnya melalui penyusunan peraturan perundangan tentang pangan.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
10
f. Memperkuat lembaga koordinasi dari pusat sampai daerah melalui penyatuan misi dan visi (semacam refungsionalisasi)
atas
lembaga-lembaga
yang
menyangkut pangan. 5.
Kelompok Masyarakat Rawan Pangan a. Melakukan
pengamatan
secara
periodik
kondisi
kelompok-kelompok dan wilayah-wilayah rawan pangan. b. Menyiapkan sumber-sumber daya dan dana untuk mengatasi kelompok-kelompok masyarakat dan wilayah rawan pangan secara efisien dan efektif. c. Peningkatan diversifikasi pangan dan gizi khususnya kegiatan
intensifikasi
pekarangan
terutama
bagi
kelompok miskin di pedesaan yang mengalami kurang pangan dan gizi. d. Melakukan koordinasi tindakan penanggulangan secara cepat
dan
tepat
melalui
peningkatan
efektivitas
penerapan sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
11
Untuk mengukur tercapainya sasaran bagi parameter atau indikator yang digunakan adalah : 1.
Ketersediaan dan Distribusi Pangan a. Angka ketersediaan pangan setara energi dan protein di banding angka kecukupan berdasarkan rekomendasi. b. Angka indeks ketahanan konsumsi pangan rumah tangga. c. Tingkat
cadangan
pangan
pemerintah
dibanding
perkiraan kebutuhan. d. Tingkat harga pangan pokok penduduk setempat. e. Perbedaan harga pangan antar waktu, tempat dan kualitas.
2.
Diversifikasi Konsumsi Pangan a. Angka konsumsi energi dan protein dibanding angka kecukupan berdasarkan rekomendasi. b. Persentase jumlah penduduk mengalami kurang pangan. c. Skor PPH untuk tingkat ketersediaan atau konsumsi. d. Ketimpangan konsumsi pangan antar kelompok rumah tangga.
3.
Keamanan Pangan a. Persentase angka pangan tercemar. b. Persentase jumlah sarana dan prasarana produksi, peredaran
dan
perdagangan
pangan
yang
tidak
memenuhi persyaratan sanitasi. c. Persentase angka kasus persyaratan sanitasi.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
12
4.
Kelembagaan Pangan a. Tersusunnya peraturan perundangan tentang pangan sebagai
penjabaran
dan
pengoperasionalisasian
Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. b. Terlaksananya koordinasi program di bidang pangan. c. Jumlah dan penyebaran organisasi lembaga cadangan pangan masyarakat. d. Terbangunnya sistem pangan beserta subsistemnya yang mendukung ketahanan pangan.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
13
III.
PENERAPAN DAN PENCAPAIAN SPM
1. Penerapan SPM A. Pelayanan Ketersediaan dan Cadangan Pangan a. Gambaran Umum Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu : (1) produksi dalam negeri, (2) impor pangan dan (3) pengelolaan cadangan pangan. Cadangan pangan terdiri atas cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat.
Cadangan pangan masyarakat meliputi
rumah tangga, pedagang dan industri pengolahan.
Cadangan pangan
pemerintah (pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota) hanya mencakup pangan tertentu yang bersifat pokok. Kebutuhan pangan semakin meningkat dari waktu ke waktu sebagai akibat jumlah penduduk yang semakin bertambah sehingga diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi pangan baik kuantitas maupun kualitas, serta perlunya pemantapan cadangan pangan khususnya pangan pokok. Ketersediaan pangan yang stabil pada suatu daerah merupakan faktor yang sangat menunjang pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat sehingga diperlukan suatu usaha untuk mengetahui situasi pangan/bahan pangan di wilayah tersebut. Pengelolaan
cadangan
pangan
yang
selama
ini
ditangani
pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) masih sangat terbatas sehingga tidak dapat dijadikan tumpuan harapan untuk menjamin ketersediaan pangan sehingga diperlukan kemandirian masyarakat untuk mengatur dan mengelola cadangan pangannya untuk memenuhi kebutuhan setiap waktu. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan khususnya diperlukan di pedesaan adalah melalui penguatan kelembagaan pangan. Lumbung pangan sebagai lembaga milik masyarakat harus mempunyai peran sebagai penyedia komoditi pangan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
14
lokal (gabah/beras atau jagung) terutama untuk mengatasi kondisi paceklik dan atau untuk menstabilkan harga pada saat panen.
Keberadaan dan
kondisi lumbung pangan pada saat ini masih pada tingkatan sederhana dan berorientasi sosial sehingga diharapkan revitalisasi yang nyata terhadap upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan di pedesaan. Aspek-aspek yang penting menjadi fokus dalam pemberdayaan lumbung pangan antara lain : Organisasi, administrasi, pengembangan usaha, pemupukan modal dan pengembangan jaringan. Semua aspek tersebut di atas harus mendapatkan perhatian lebih lanjut dan pembinaan secara langsung dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal ketersediaan dan cadangan pangan, dioperasionalkan melalui indikator penguatan cadangan pangan. b. Indikator Operasional Indikator Penguatan Cadangan Pangan Definisi Operasional : a.
b.
Cadangan Pangan di tingkat pemerintah :
Tersedianya cadangan pemerintah di tingkat kabupaten/kota minimal sebesar 100 ton ekuivalen beras dan di tingkat provinsi minimal sebesar 200 ton ekuivalen beras;
Adanya lembaga cadangan pangan pemerintah pada setiap provinsi dan kab/kota;
Tersedianya cadangan pangan pemerintah, minimal 25 ton ekuivalen beras.
Cadangan Pangan di tingkat masyarakat :
Penyediaan cadangan pangan sebesar 500 kg ekuivalen beras di tingkat rukun tetangga (RT) untuk kebutuhan minimal 3 bulan, yang bersifat pangan pokok tertentu dan sesuai dengan potensi lokal;
Adanya lembaga cadangan pangan masyarakat minimal 1- 2 di setiap kecamatan;
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
15
Berfungsi untuk antisipasi masalah pangan pada musim paceklik, gagal panen, bencana alam sekala lokal dan antisipasi keterlambatan pasokan pangan dari luar.
c. Target Target capaian penguatan cadangan pangan (cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat) sebesar 60% pada Tahun 2015. Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2011 - 2015 Uraian Penguatan Cadangan pangan 60 % Target Kuantitatif ( Ton ) Target ( % )
Realisasi 2011
2011
2012
Target 2013
2014
2015
-
75 37,5
100 50
110 55
120 60
-
B. Pelayanan Dasar Distribusi dan Akses Pangan a.
Gambaran Umum Distribusi pangan berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien, sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau.
Untuk menjamin agar
seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah maupun kualitas secara berkelanjutan, sangat sulit diwujudkan, mengingat masih ada sebagian masyarakat yang tidak mampu mengakses pangan yang cukup, penyebab utamanya adalah kemiskinan karena sebagian besar penduduk miskin tersebut adalah petani diperdesaan yang berperan sebagai produsen dan konsumen.
Sebagian besar petani bekerja pada
usaha tanaman pangan khususnya padi dan jagung dengan skala usaha kecil bahkan buruh tani. Hal ini menyebabkan petani menghadapi berbagai permasalahan, antara lain (a) rendahnya posisi tawar, terutama pada saat panen raya sehingga menjual produknya dengan harga rendah, (b) rendahnya nilai tambah produk pertanian karena terbatasnya kemampuan untuk mengolah
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
16
hasilnya, (c) keterbatasan modal untuk melaksanakan kegiatan usaha, (d) keterbatasan penyediaan pangan (beras) saat paceklik karena tidak mempunyai cadangan pangan yang cukup. Pencapaian standar pelayanan minimal distribusi pangan dan akses pangan, dioperasionalkan melalui indikator ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan, dan indikator stabilisasi harga dan pasokan pangan. Goal dari pelayanan distribusi pangan adalah untuk menjamin agar seluruh wilayah dan rumah tangga dapat memperoleh pasokan pangan yang cukup dengan harga yang stabil dan terjangkau. Indikator Standar Pelayanan Distribusi dan Akses pangan adalah : 1. Ketersediaan Informasi Pasokan, Harga dan Akses Pangan di Daerah 2. Stabilitas harga dan pasokan pangan Indikator Ketersediaan Informasi Pasokan, Harga dan Akses Pangan merupakan informasi harga, pasokan dan akses pangan adalah kumpulan data harga, pasokan dan akses pangan yang dipantau dan dikumpulkan secara rutin atau periodik oleh provinsi dan kabupaten/kota untuk digunakan aebagai alat analisis perumusan kebijakan yang terkait dengan distribusi pangan. b.
Defenisi Operasional 1.
Informasi
yang
wajib
disediakan
di
tingkat
provinsi
maupun
kabupaten/kota mencakup (a) informasi hasil pemantauan harga, (b) informasi hasil pemantauan pasokan dan informasi dan (c) hasil pemantauan akses pangan, untuk beberapa komoditas bahan pangan strategis,
di
semua
lokasi
(kabupaten
dan
kecamatan),
dan
dikumpulkan secara reguler dengan frekuensi mingguan atau bulanan selama periode satu tahun; 2.
Target komoditas yang wajib dipantau adalah
gabah/beras, jagung,
kedele, daging sapi, daging ayam, telur, minyak goreng, gula pasir,
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
17
cabe merah. Komoditas tersebut dapat ditambah dengan komoditas lainnya yang dianggap penting di wilayah masing-masing; 3.
Target lokasi yang harus di pantau oleh provinsi adalah semua kabupaten di wilayahnya dan target lokasi yang harus di pantau oleh kabupaten/kota adalah semua kecamatan/ zona di wilayahnya ;
4.
Target
frekuensi
pemantauan
harga adalah mingguan ataupun
akumulasi dari mingguan menjadi bulanan, sedangkan untuk pasokan dan akses pangan 12 bulan dalam satu tahun.
c. Target Target nilai capaian pelayanan Ketersediaan Informasi Pasokan, Harga dan Akses Pangan di Provinsi 100 % pada Tahun 2015. Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2011 - 2015 Realisasi Uraian 2011 2011 Ketersediaan Informasi,Pasokan, Harga 71,94 77,59 dan Akses Pangan di Daerah 100% - Harga (Ki) - Pasokan ( Ki) - Akses ( Ki)
86,67 45,83 83,33
91,11 54,17 87,50
2012 87,87
Target 2013 91,76
2014 94,35
2015 100,00
100,00 71,94 91,67
100,00 80,83 94,44
100,00 85,83 97,22
100,00 100,00 100,00
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
18
C. Pelayanan Penganekaragaman dan Keamanan Pangan a.
Gambaran Umum Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan komposisinya cukup guna memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Pola konsumsi pangan berfungsi untuk mengarahkan agar pola pemanfaatan
pangan
secara
nasional
memenuhi
kaidah
mutu,
keanekaragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, disamping juga efisiensi untuk mencegah pemborosan. Pola konsumsi pangan juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan mineral serta aman. Kondisi keamanan pangan pada saat ini khususnya keamanan pangan produk segar masih cukup memprihatinkan, hal ini terlihat dari masih dijumpainya kandungan residu pestisida pada tanaman sayuran dan buah-buahan. Permintaan akan produk pertanian segar semakin meningkat hal ini tercermin dari jumlah produk pangan yang diperdagangkan. Tidak adanya sistem jaminan mutu dan keamanan pangan khususnya untuk pangan segar di Indonesia telah menyebabkan masyarakat lebih memilih pangan segar impor karena diyakini produk impor lebih terjamin mutu dan keamanannya.
Hal ini menyebabkan
membanjirnya produk-produk segar ke Indonesia dan menyisihkan produkproduk domestik yang tentunya akan merugikan petani kita disamping akan menciptakan ketergantungan kepada produk impor yang tinggi. Sementara itu, produk segar Indonesia mengalami kesulitan untuk masuk ke negaranegara lain karena ketatnya persyaratan mutu dan keamanan yang ditetapkan negara tujuan. Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
19
Pangan, Pemerintah menetapkan persyaratan mutu dan keamanan pangan
produk
pertanian
diserahkan
tanggung
jawabnya
kepada
Kementerian Teknis termasuk Kementerian Pertanian. Untuk memantau persyaratan teknis, dan sekaligus memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan perlu ada satu instintusi resmi yang menangani keamanan pangan segar, terutama terkait dengan sertifikasi dan pelabelan terhadap produk yang telah memenuhi persyaratan teknis. Indikator Pelayanan penganekaragaman
dan keamanan pangan
adalah pengawasan dan pembinaan keamanan pangan. b. Indikator
Indikator Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan Definisi Operasional
a. Penyediaan informasi tentang keamanan pangan, khususnya pangan segar;
Prima tiga (P-3) adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi.
Prima dua (P-2) adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik.
Prima satu (P-1) adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi bermutu baik serta cara produksinya ramah terhadap lingkungan.
b. Koordinasi dengan instansi terkait tentang pengendalian, pengawasan dan monitoring peredaran disalahgunakan untuk pangan;
bahan
kimia
berbahaya
yang
c. Pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan produk pangan terhadap UMKM Pangan;
d. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman terhadap keamanan pangan di sekolah;
e. Pembinaan dan pengawasan produk pangan segar;
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
20
f.
Pembinaan dan pengawasan produk pabrikan skala kecil/rumah tangga.
c. Target Target capaian Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan sebesar 80% pada tahun 2015.
Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2011 - 2015 Uraian
Realisasi 2011
Pembinaan dan Pengawasan Produk PanganSegar 80 % - Sayur - Buah
46,15 85,71
2011
2012
Target 2013
2014
2015
65 60
65 65
70 70
75 75
80 80
D. Pelayanan Penanganan Kerawanan Pangan a. Gambaran Umum Pada dasarnya keadaan rawan pangan dan gizi merupakan bagian akhir dari suatu rentetan peristiwa yang terjadi melaui proses perubahan situasi.
Rawan pangan adalah keadaan situasi daerah
dimana banyak penduduk mengalami kekurangan pangan, sedangkan rawan gizi adalah suatu keadaan dimana banyak penduduk mengalami kekurangan gizi. Kemiskinan merupakan pangkal terjadinya kerawanan pangan. Penduduk miskin, mengkonsumsi makanan pada umumnya rendah dan zat gizinya juga rendah, sehingga daya tahan tubuh
taraf
kesehatan umumnya rendah akibatnya produktivitas kerja rendah dan akhirnya tingkat pendapatan rendah.
Dalam keadaan demikian,
kegiatan-kegiatan yang timbul secara berurutan dapat mengakibatkan tingkat konsumsi makanan menurun sehingga disebut rawan pangan. Berbagai penyebab terjadinya kerawanan pangan antara lain :
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
21
a.
Kegagalan produksi akibat curah hujan rendah, kekeringan, luas tanam
dan panen rendah, luas kerusakan perkebunan, hasil
tangkapan ikan menurun, serangan penyakit pada hewan dan sebagainya; b.
Krisis Sosial Ekonomi Politik; keadaan ekonomi yang sulit, kesempatan
kerja
kurang,
pegangguran
dam
kriminilitas
meningkat; c.
Ketersediaan pangan di masyarakat menurun; ketersediaan pangan di pasar turun, stok pangan di Bulog rendah, harga pangan naik;
d.
Pendapatan dan daya beli menurun;
e.
Ketersediaan pangan di rumah tangga menurun ; jumlah konsumsi, kualitas makanan,frekuensi makan menurun;
f.
Asupan gizi menurun dan penyakit infeksi terjadi. Dampak buruk akibat kerawanan pangan terlihat pada
penurunan status gizi masyarakat dan status kesehatan masyarakat, sedangkan dampak buruk langsung dari terganggunya ketersediaan pangan serta berkurangnya daya beli masyarakat dapat menimbulkan kemiskinan struktural sehingga dengan usaha apapun pendapatannya tidak mencukupi kebutuhan keluargannya. Kondisi yang terpuruk kerawanan pangan dapat menjurus kepada adanya bencana kelaparan. Agar penanganan permasalahan kerawanan pangan dapat lebih terfokus, maka perlu adanya Peta Kerawanan Pangan atau Food Insecurity Atlas (FIA) sebagai alat (tool) dalam pemantauan dan analisis rawan pangan. Disamping itu juga, untuk memberi informasi bagi
pengambil
kebijakan
ditingkat
Pusat,
Provinsi
maupun
Kabupaten/Kota agar mampu menyusun perencanaan yang lebih baik dan tepat sasaran, efektif dan efisien dalam mengatasi permasalahan kerawanan pangan, baik transien maupun kronis.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
22
Untuk mencapai hal tersebut, perlu Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan atau A Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA)
sebagai
alat
(tool)
dalam
pemantauan
dan
analisis
Kerentanan Pangan pada 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
b. Indikator Indikator Penanganan Daerah Rawan Pangan Definisi Operasional Penanganan rawan pangan dilakukan pertama melalui pencegahan kerawanan pangan untuk menghindari terjadinya rawan pangan disuatu wilayah sedini mungkin dan kedua melakukan penanggulangan kerawanan pangan pada daerah yang rawan kronis melalui program-progam sehingga rawan pangan di wilayah tersebut dapat tertangani, dan penanggulangan daerah rawan transien melalui bantuan sosial
Pencegahan rawan pangan melalui pendekatan yaitu :
Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dengan melaksanakan 3 kegiatan sebagai berikut : 1)
Peramalan situasi pangan dan gizi melalui SIDI, termasuk peramalan ketersediaan pangan dan pemantauan pertumbuhan balita dan hasil pengamatan sosial ekonomi
2)
Kajian situasi pangan dan gizi secara berkala berdasarkan hasil survei khusus atau dari laporan tahunan.
3)
Diseminasi hasil peramalan dan kajian situasi pangan dan gizi bagi perumus kebijakan (forum koordinasi tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi).
Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas) disusun pada periode 3- 5 tahunan yang menngambarkan kondisi sampai tingkat kecamatan/desa sebagai acuan dalam penentuan program
Penghitungan tingkat kerawanan dengan membandingkan jumlah penduduk miskin yang mengkonsumsi pangan berdasarkan 3 kriteria prosentase angka kecukupan gizi (AKG) sebesar 2.000 Kalori yaitu:
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
23
a)
Penduduk sangat rawan
< 70% AKG
b)
Penduduk pangan resiko sedang
c)
Penduduk tahan pangan
< 70% - 89,9% AKG > 89,9% AKG
C. Target Capaian penanganan daerah rawan pangan sebesar 60% pada tahun 2015.
Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) 2011 - 2015
URAIAN Penanganan Daerah Rawan Pangan 60 % pada Tahun 2015 - Jumlah kecamatan SKPG - Jumlah Kecamatan Penanganan Daerah Rawan Pangan
Realisasi 2011
31 136 22,79
2012
100 136 73,53
Target 2013 2014
106 136 77,94
2015
121 136 136 136 88,97 100,00
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
24
2. Pencapaian SPM Realisasi a) Pelayanan Ketersediaan dan Cadangan Pangan
-
Indikator Penguatan Cadangan Pangan
Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2011 - 2015 Uraian Penguatan Cadangan pangan 60 % Target Kuantitatif ( Ton ) Target ( % )
Realisasi 2011
2012
2011
Target 2012 2013
2014
2015
110 55
120 60
-
-
75 37,5
100 50
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian No. 65 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota tentang SPM Cadangan Pangan di tingkat pemerintah adalah tersedianya cadangan pemerintah di tingkat kabupaten/kota minimal sebesar 100 ton ekuivalen beras dan di tingkat provinsi minimal sebesar 200 ton ekuivalen beras. Target cadangan pangan pemerintah Provinsi Riau yang berasal dari dana APBD Tahun 2012 belum dalam bentuk cadangan pangan pemerintah tetapi dalam formulasi beras raskin otonomi dengan jumlah 245,72 ton beras dijadikan beras bantuan untuk 20.481 rumah tangga miskin. Pada tahun 2013 (target kuantitatif) sebanyak 100 ton, jadi persentase yang dicapai sebesar 50 % dari SPM cadangan pangan provinsi.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
25
b) Pelayanan Dasar Distribusi dan Akses Pangan
Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2011 - 2015 Realisasi Uraian 2011 2011 Ketersediaan Informasi,Pasokan, Harga dan Akses Pangan di Daerah 100% 71,94 77,59 - Harga (Ki) - Pasokan ( Ki) - Akses ( Ki)
86,67 45,83 83,33
91,11 54,17 87,50
Target 2013
2012
2014
2015
87,87
91,76
94,35
100,00
100,00 71,94 91,67
100,00 80,83 94,44
100,00 85,83 97,22
100,00 100,00 100,00
c) Pelayanan Penganekaragaman dan Keamanan Pangan
-
Indikator Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2011 - 2015 Uraian Pembinaan dan Pengawasan Produk PanganSegar 80 % - Sayur - Buah
Realisasi 2011 2012
76,9 95
2011
65 60
2012
65 65
Target 2013
70 70
2014
75 75
2015
80 80
Telah dilaksanakan pengawasan terhadap berbagai jenis sayur dan buah (termasuk buah impor) di pasar tradisional dan petani dan sejumlah Kabupaten/Kota di Riau yang selanjutnya dilakukan uji laboratorium yang meliputi : uji residu pestisida Dari 26 jenis sampel sayuran lokal pada 12 Kabupaten/Kota (kacang panjang, bayam (dari Kota Dumai), kol gepeng, kacang panjang (dari Kota Pematang Reba), tomat, buncis (Kota Tembilah), kangkung darat, pare (Bagan Siapi-api), mentimun, kangkung darat (Kota Selat Panjang), kacang panjang, bayam (Kota Pekanbaru), wartel (Kab.Siak), sawi, bayam (Kab.Kuansing), mentimun (Bengkalis), pare, kangkung
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
26
darat (Kab.Rokan Hulu), Kol gepeng, kacang panjang (Kab.Pelalawan), bayam, terung ungun (Kota Bangkinang), selada dan sawi (Kota Pekanbaru), ternyata hanya 20 jenis yang masuk kategori aman yaitu , : bayam (dari Kota Dumai), kol gepeng,
kacang panjang (dari Kota
Pematang Reba), buncis (Kota Tembilah), kangkung darat, pare (Bagan Siapi-api), mentimun, kangkung darat (Kota Selat Panjang), kacang panjang,
bayam
(Kab.Kuansing),
(Kota mentimun
Pekanbaru), (Bengkalis),
wartel pare,
(Kab.Siak),
sawi,
kangkung
darat
(Kab.Rokan Hulu), Kol gepeng, kacang panjang (Kab.Pelalawan), selada dan sawi (Kota Pekanbaru) sisanya masuk kategori tidak aman karena menggunakan jenis pestisida yang dilarang seperti Fenthion, Dimethoat, Profenofos. Jika dirumuskan : 20 x 100 % = 76,90 % 26 Sehingga dapat disimpulkan bahwa wilayah Riau untuk sayur dalam kategori wilayah pangan belum aman (< 80 %). Buah : Selanjutnya untuk buah lokal dari 19 sampel yang diuji pada 5 Kabupaten/Kota yaitu : buah naga super reed (Arifin Bengkalis), buah naga super reed (Mardi Bengkalis),salok pondoh, jambu biji (Kab.Siak) jeruk siam /4 orang yang punya (Kota Tembilahan), mangga, apel, jeruk, (Kota Pekanbaru) dan nenas (7 orang yang punya), pisang (Kota Bangkinang) terlihat bahwa terdapat 18 jenis buah yang masuk kategori aman, sedangkan sisanya yaitu buah naga super reed (Arifin Bengkalis) mengandung pestisida Endosulfan yang dilarang. Dapat disimpulkan bahwa untuk jenis buah lokal wilayah Riau masuk kategori aman dengan perhitungan : Jika dirumuskan : 19 x 100 % = 95,00 % 20 Sehingga dapat disimpulkan bahwa wilayah Riau untuk buah lokal dalam kategori wilayah pangan aman (< 80 %).
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
27
Buah Impor Untuk kategori buah impor dari 2 (apel dan jeruk) sampel buah impor yang di survey pada beberapa pasar tradisional di Kota Pekanbaru dan yang mengandung pestisida yang dilarang yaitu buah apel USA (mengandung Lindan), mengandung
bahan aktif
yang
dilarang
sehingga dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengawasan yang dilakukan ternyata wilayah Riau tidak aman dari buah impor (<80 %).
Jika dirumuskan : 1 x 100 % = 50,00 % 2
d) Pelayanan Penanganan Kerawanan Pangan
-
Penanganan Daerah Rawan Pangan Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) 2011 - 2015
URAIAN Penanganan Daerah Rawan Pangan 60 % pada Tahun 2015 - Jumlah kecamatan SKPG - Jumlah Kecamatan Penanganan Daerah Rawan Pangan
Realisasi 2011 2012
2012
3 12 25,00
9 12 75,00
6 12 50,00
2013
10 12 83,33
Target 2014
2015
11 12 12 12 91,67 100,00
Dari 134 jumlah kecamatan yang ada di Provinsi Riau, terdapat 50 kecamatan yang teridentifikasi sangat rawan (Prioritas 1), rawan (prioritas 2), agak rawan (prioritas 3) berdasarkan peta FSVA tahun 2012 Intervensi SKPG melalui Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) sampai dengan tahun 2015 sebanyak 11 Kabupaten/Kota. Jumlah Kab/kota SKPG yang dijadikan target penanganan daerah rawan pangan di Provinsi Riau pada tahun 2012 sebanyak 9 Kab/Kota dari 9 kab/Kota, namun jumlah Kab/Kota yang terealisasi hanya 6 Kabupaten dengan persentase 40 %, hal ini disebabkan oleh dana yang dialokasikan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
28
untuk penanganan daerah rawan pangan sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah Kab/Kota
yang terkena kerawanan pangan baik kronis
maupun transien, sehingga dari pencapaian target 6 Kab/Kota berkurang menjadi 6 Kab/Kota yang belum terealisasi.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
29
IV.
PENUTUP
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang menjadi hak azasi bagi masyarakat, oleh karena itu ketahanan pangan menjadi penting. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
merata
dan
terjangkau.
Ketahanan
pangan
dengan
prinsip
kemandirian dan berkelanjutan senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberlanjutan eksistensi bangsa Indonesia. Mengingat
pentingnya
ketahanan
pangan,
maka
Menteri
Pertanian
menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No:65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tahun 2012
30