KATA PENGANTAR
S
egala bentuk pujian, sanjungan, dan pujaan hanyalah milik Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Kami bersyukur kepada-Nya karena atas pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014. Laporan ini disusun sebagai wujud penerapan tata kepemerintahan yang baik (good governance) berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1011/M-DAG/KEP/12/2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan Kementerian Perdagangan. Isi laporan terdiri dari 4 (empat) bab. Bab pertama yaitu pendahuluan berisi penjelasan umum organisasi Direktorat Jenderal SPK, struktur organisasi, aspek strategis serta permasalahan utama (strategic issue) yang sedang dihadapi. Bab kedua perencanaan kinerja yang mencakup perencanaan strategis, rencana kinerja tahunan, kontrak kinerja, dan rencana aksi Direktorat Jenderal SPK. Bab ketiga yaitu akuntabilitas kinerja yang mencakup Capaian Kinerja Organisasi, analisis dan evaluasi capaian kinerja, serta Realisasi Anggaran Direktorat Jenderal SPK. Adapun bab keempat adalah penutup yang merangkum simpulan umum serta capaian kinerja organisasi serta langkah untuk meningkatkan kinerja. Pada Bab III Huruf B LAK Direktorat Jenderal SPK Tahun 2014 dipaparkan kinerja dalam mewujudkan 11 (sebelas) target indikator kinerja (IK) pada kontrak kinerja Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Setiap IK dijelaskan informasi dampaknya, disebutkan data realisasi dan capaiannya, dievaluasi keberhasilannya, dan dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya. Penjelasan capaian kinerja tersebut dilengkapi sajian data, tabel, grafik, dan foto yang relevan selama Tahun 2014. Pada kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada para direktur dan pejabat beserta segenap pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada laporan ini. Oleh karena itu kami menunggu kritik dan saran dari yang bersifat membangun. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya dan semoga apa yang telah kami kerjakan bernilai sebagai ibadah di sisi Allah SWT. Jakarta,
Februari
2015
Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen,
Widodo
2014 | LAK DITJEN SPK
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
D
irektorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen telah berkinerja dalam memenuhi Kontrak Kinerja Tahun 2014 yang diperjanjikan kepada Menteri Perdagangan. Pada tahun 2014 telah tersusun 2 (dua) rumusan sebagai bahan masukan dalam perundingan terkait harmonisasi standar barang dan jasa perdagangan, yaitu rumusan “Identifikasi Kesiapan Industri Peralatan Listrik dan Elektronika dalam Menghadapi AEC” dan “Identifikasi Kesiapan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) Peralatan Listrik dan Elektronika dalam Menghadapi AEC”, sehingga capaian 100%. Akumulasi jumlah rumusan standar barang dan jasa perdagangan 2010-2014 mencapai 10 (sepuluh) rumusan. Jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan internasional berhasil terealisasi sebanyak 26 standar, meliputi 5 standar gaya dan tekanan, 6 standar suhu, 6 standar KLH, 4 standar listrik, dan 3 standar massa serta 2 standar panjang. Akumulasi jumlah BPSK yang terbentuk 159 unit dimana pada Tahun 2014 telah difasilitasi pembentukan 48 unit BPSK. Akumulasi jumlah SDM Perlindungan Konsumen sebanyak 6.218 orang yang terdiri dari 1.960 orang motivator perlindungan konsumen; 1.503 orang PPNSK-PK, 1.065 orang PPBJ; 282 orang PPNS metrologi legal; 262 orang pengamat tera; 843 orang pegawai berhak bidang metrologi legal, serta 304 orang petugas penguji mutu barang. Waktu penyelesaian perizinan/pendaftaran di bidang SPK tercapai 4 hari dari target 5 hari. Angka ini merupakan rata-rata dari waktu yang diperlukan dalam penyelesaian pendaftaran LPK 4 hari, pendaftaran/pembebasan label 5 hari, perizinan bidang metrologi legal 5 hari, dan pengurusan NRP 3 hari. Dalam rangka penertiban di bidang metrologi legal, telah dilaksanakan tera dan tera ulang terhadap alat UTTP sebanyak 10.456.026 unit (tercapai 117%). Selain itu jumlah UPT & UPTD yang dibina dan dinilai yaitu 50 UPTD dari target 47 UPTD. Persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa tercapai 70%. Tindak lanjut yang dilakukan antara lain berupa 74 surat apresiasi dan 189 surat teguran. Akumulasi jenis barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO) telah tercapai sebanyak 23 jenis, jauh melebihi target yang ditetapkan yaitu 10 jenis. Kinerja ini didukung melalui pengawasan berkala, khusus, dan crash programme. Adapun jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib telah terlaksana pada 7 daerah yaitu Medan, Pekanbaru, Surabaya, Jawa Barat, Palembang, Semarang dan Tangerang. Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib telah dilaksanakan 8 kali sesuai target yaitu di Surabaya, Medan, Pekanbaru, Sidoarjo, Semarang, Palu, Palembang dan Lampung. Rata-rata capaian target indikator kinerja adalah 138%. Keberhasilan ini didukung karena perencanaan yang tepat dan telah mempertimbangkan kemampuan organisasi dan SDM, pelaksanaan kegiatan yang terkoordinasi, serta pemantauan yang terkendali. Rata-rata capaian anggaran sebesar 88%. Capaian realisasi anggaran tertinggi dilaksanakan oleh Direktorat Metrologi dan BSML yaitu 96,29%. Adapun yang terendah berada pada Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa yaitu tercapai 75,27%.
2
LAK DITJEN SPK | 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1 RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................... 2 DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3 DAFTAR TABEL ................................................................................................................... 4 DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... 6 BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 8 BAB II PERENCANAAN DAN KONTRAK KINERJA.......................................................... 14 A. Perencanaan Strategis................................................................................ 14 B. Rencana Kinerja Tahunan .......................................................................... 20 C. Kontrak Kinerja dan Rencana Aksi ............................................................ 21 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA ................................................................................... 27 A. Capaian Indikator Kinerja Utama ............................................................... 27 B. Analisis dan Evaluasi Capaian Kinerja ...................................................... 28 C. Akuntabilitas Keuangan ............................................................................. 69 BAB IV PENUTUP .............................................................................................................. 73 Lampiran 1........................................................................................................................... 74 Lampiran 2........................................................................................................................... 75 Lampiran 3........................................................................................................................... 77
2014 | LAK DITJEN SPK
3
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Program dan kegiatan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen............................................................................................................ 18
Tabel 2
Penjelasan indikator kinerja pada kontrak kinerja................................................. 22
Tabel 3
Kegiatan-kegiatan pendukung IK 7, IK 8 dan 9, IK 10, serta IK 11 ....................... 25
Tabel 4
Capaian Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 .................................................................. 27
Tabel 5
Target dan capaian IK 1Tahun 2011-2014 ........................................................... 30
Tabel 6
Daftar industri yang disurvei dan kesiapannya ..................................................... 32
Tabel 7
Daftar industri yang disurvei dan kesiapannya ..................................................... 33
Tabel 8
Target standar yang telah tertelusur secara nasional dan internasional ............... 37
Tabel 9
Target dan capaian IK 2 dari Tahun 2011-2014 ................................................... 38
Tabel 10 Daftar BPSK yang terbentuk pada Tahun 2014 berdasarkan Keppres ................. 40 Tabel 11 Target dan capaian IK 3 Tahun 2011-2014 .......................................................... 41 Tabel 12 Lima kota dengan BPSK paling banyak menerima pengaduan kasus .................. 42 Tabel 13 Target dan capaian IK 4Tahun 2011-2014 ........................................................... 45 Tabel 14 Target dan capaian IK 5 Tahun 2011-2014 .......................................................... 47 Tabel 15 Data pelayanan tera dan tera ulang ..................................................................... 48 Tabel 16 Target dan capaian indikator “Jumlah UTTP yang ditera-tera ulang” Tahun 2011-2014............................................................................................................ 49 Tabel 17 Pelaksanaan kebijakan tertib ukur........................................................................ 51 Tabel 18 UPTD Metrologi Legal Terbaik Tahun 2014 ......................................................... 53 Tabel 19 Target dan capaian IK 7 Tahun 2011-2014 .......................................................... 53 Tabel 20 Tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa Tahun 2014 ................ 55 Tabel 21 Target dan capaian IK 8 Tahun 2011-2014 .......................................................... 55 Tabel 22 Target dan capaian indikator “Akumulasi jenis barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO)” dari Tahun 2011-2014 ......................................... 57 Tabel 23 Rekapitulasi hasil pengawasan barang 2011-2014 .............................................. 58
4
LAK DITJEN SPK | 2014
Tabel 24 Target indikator dan capaian “Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib” dari Tahun 2011-2014 ........... 60 Tabel 25 Jumlah pelaku usaha yang sudah mendaftarkan NPB dan NRP 2014 ................. 62 Tabel 26 Target dan capaian IK 11 dari Tahun 2011-2014 ................................................. 64 Tabel 27 Hasil evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib .................................................................................................................... 65 Tabel 28 Penerbitan SPB, NPB, dan NRP Tahun 2010–2014 ............................................ 67 Tabel 29 Realisasi Anggaran Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 .................................................................................................................... 70
2014 | LAK DITJEN SPK
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Fungsi-fungsi yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen ................................................................................... 9
Gambar 2
Ilustrasi strategic issue bidang standardisasi dan perlindungan konsumen ..... 13
Gambar 3
Visi dan misi Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2010-2014 ....................................................................................................... 14
Gambar 4
Tujuan Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 20102014 ................................................................................................................ 15
Gambar 5
Keterkaitan sasaran, tujuan, dan misi Direktorat Jenderal SPK dengantujuan Kementerian Perdagangan ....................................................... 16
Gambar 6
Kebijakan Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 20102014 ................................................................................................................ 16
Gambar 7
Strategi pengembangan standardisasi di bidang perdagangan ....................... 17
Gambar 8
Strategi peningkatan kesadaran dan memberdayakan masyarakat konsumen serta Penguatan pengawasan barang beredar dan jasa perdagangan dan penegakan hukum .............................................................. 17
Gambar 9
Kegiatan-kegiatan pendukung IK 1, IK 2, dan IK 3 .......................................... 24
Gambar 10 Kegiatan-kegiatan pendukung IK 6 .................................................................. 25 Gambar 11 Perbandingan kinerja IK 1 dengan tahun-tahun sebelumnya ........................... 30 Gambar 12 Kunjungan ke LPK dan industri peralatan listrik dan elektronika ...................... 31 Gambar 13 Evaluasi program/kegiatan IK 1 ....................................................................... 35 Gambar 14 Perubahan target IK 2 ..................................................................................... 36 Gambar 15 Perbandingan capaian kinerja IK 2 dengan tahun-tahun sebelumnya ............. 38 Gambar 16 Kegiatan penelusuran standar gaya dan tekanan di Australia ........................ 39 Gambar 17 Perbandingan capaian kinerja IK 3 dengan tahun-tahun sebelumnya ............. 41 Gambar 18 Jumlah BPSK yang telah beroperasi ............................................................... 42 Gambar 19 Jenis barang yang diadukan ke BPSK ............................................................. 42 Gambar 20 Jenis jasa yang diadukan ke BPSK ................................................................. 43 Gambar 21 Perbandingan capaian kinerja IK 4 dengan tahun-tahun sebelumnya ............. 45 Gambar 22 Penutupan diklat PPNS-PK tanggal 4 Juli 2014............................................... 46 6
LAK DITJEN SPK | 2014
Gambar 23 Perbandingan capaian kinerja IK 5 dengan tahun-tahun sebelumnya ............. 47 Gambar 24 Perbandingan capaian kinerja IK 6 dengan tahun-tahun sebelumnya ............. 50 Gambar 25 Menteri Perdagangan RI didampingi Dirjen SPK menganugerahkan penghargaan “Perusahaan Peduli Tertib Ukur” 2014 pada acara Temu Pelanggan Direktorat Metrologi Tahun 2014 ................................................... 50 Gambar 26 Perbandingan capaian kinerja IK 7 dengan tahun-tahun sebelumnya ............. 54 Gambar 27 Hasil Pengawasan Tahun 2014 ....................................................................... 55 Gambar 28 Perbandingan capaian kinerja IK 8 dengan tahun sebelumnya ....................... 56 Gambar 29 Hasil pengawasan Tahun 2014 berdasarkan jenis pelanggaran ...................... 58 Gambar 30 Perbandingan capaian kinerja IK 9 dengan tahun sebelumnya ....................... 58 Gambar 31 Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melakukan kegiatan crash program di Jakarta dan menemukan produk mainan anak yang belum sesuai ketentuan................................................................................... 59 Gambar 32 Perbandingan capaian kinerja IK 10 dengan tahun-tahun sebelumnya ........... 61 Gambar 33 Perbandingan capaian kinerja IK 11 dengan tahun sebelumnya ..................... 64 Gambar 34 Diagram Penerbitan SPB, NPB, dan NRP periode Tahun 2010 – 2014........... 68 Gambar 35 Diagram Penerbitan SPB, NPB, dan NRP periode Tahun 2010 – 2014........... 68 Gambar 36 Diagram pagu dan realisasi anggaran pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 (rupiah) ................... 69 Gambar 37 Capaian kinerja anggaran pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 berdasarkan unit organisasi (%) ........... 70 Gambar 38 Grafik realisasi anggaran per IK Ditjen SPK Tahun 2014 ................................ 72 Gambar 39 Bagan struktur organisasi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen ................................................................................. 74
2014 | LAK DITJEN SPK
7
BAB I PENDAHULUAN
P
ada bab ini akan disajikan penjelasan umum organisasi, struktur organisasi, aspek strategis serta permasalahan utama (strategic issue) yang sedang dihadapi pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Pembangunan nasional di Indoesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Adapun arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional yaitu tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri. Sektor perdagangan memegang peranan penting dalam pembangunan nasional di bidang ekonomi sehingga harus dikembangkan secara seimbang dan melibatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia. Pengembangan kebijakan di bidang standar produk serta peningkatan dan pengawasan mutu barang sangat penting untuk menunjang keberhasilan kegiatan perdagangan. Semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kepastian atas mutu, jumlah, serta keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar. Dalam rangka meningkatkan harkat dan martabatnya, konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Pengembangan kebijakan di bidang perlindungan konsumen, pengawasan barang beredar dan jasa, serta pengaturan di bidang kemetrologian harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
A
• Penjelasan umum organisasi
Liberalisasi perdagangan menjadi sebuah tantangan bagi seluruh elemen Bangsa Indonesia. Masuknya barang impor dengan bebas tanpa hambatan ke pasar Indonesia akan menciptakan sebuah pasar persaingan sempurna, dimana produk impor akan bersaing secara terbuka dengan produk domestik. Kondisi ini dikhawatirkan akan merugikan produsen domestik. Ketidakmampuan produsen dalam negeri untuk bersaing pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan angka pengangguran di Indonesia. Pada 27 Juli 2010 oleh Menteri Perdagangan-Mari Elka Pangestu menetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan yang mengamanatkan bahwa tugas dan fungsi dalam mengamankan perdagangan dalam negeri diemban oleh Direktorat Jenderal Standardisasi 8
LAK DITJEN SPK | 2014
dan Perlindungan Konsumen. Selanjutnya pada 31 Agustus 2012, dilakukan penyempurnaan struktur organisasi dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan oleh Menteri Perdagangan R.I., Bapak Gita Irawan Wirjawan. Sampai dengan saat ini, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dasar hukum sebagaimana tersebut di atas. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dapat dijelaskan sebagai salah satu unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perdagangan. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menyelenggarakan beberapa fungsi.
Pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Perumusan kebijakan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Gambar 1. Fungsi-fungsi yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen.
B
• Struktur organisasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 31 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 57 Tahun 2012, dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas sebagaimana dikemukakan di atas, susunan organisasi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen terdiri dari: 1. Sekretariat Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen; 2. Direktorat Standardisasi; 3. Direktorat Pemberdayaan Konsumen; 4. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa; 5. Direktorat Metrologi; dan 6. Direktorat Pengembangan Mutu Barang. 2014 | LAK DITJEN SPK
9
Dit. PMB
Dit. Metrologi
Dit. Pengawasan BBJ
Dit. Pemberdayaan Konsumen
Dit. Standardisasi
DITJEN SPK
Sekretariat Ditjen SPK
Sekretariat Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Direktorat Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi barang dan jasa sektor perdagangan. Direktorat Pemberdayaan Konsumen mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan barang beredar dan jasa. Direktorat Metrologi mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang metrologi legal. Direktorat Pengembangan Mutu Barang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan mutu barang.
10
LAK DITJEN SPK | 2014
C
• Aspek strategis serta permasalahan utama (strategic issue)
Globalisasi perdagangan dunia memberikan dampak yang bersifat positif maupun negatif. Di satu sisi, globalisasi merupakan peluang sekaligus tantangan bagi perkembangan perdagangan di pasar dalam negeri maupun industri domestik. Tumbuhnya persaingan usaha yang kian ketat menuntut pelaku usaha untuk selalu meningkatkan daya saingnya, baik dari segi kualitas produk maupun harga melalui efisiensi produksi. Pada sisi lain, maraknya barang dan jasa yang beredar diduga diikuti dengan banyak pula barang dan jasa yang tidak sesuai ketentuan sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan merugikan konsumen. Selain itu, globalisasi perdagangan juga membawa dampak bagi perkembangan dan keberlangsungan produk-produk barang maupun jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha serta industri dalam negeri. Peningkatan kualitas dan daya saing bagi produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri menjadi mutlak diperlukan jika tidak ingin kalah bersaing dengan derasnya arus barang impor. Daya saing dan pentingnya standar dalam perdagangan Implementasi ASEAN Economic Community (AEC) yang akan dimulai awal tahun 2016 memberikan dampak positif maupun negatif. Terbukanya akses ekonomi mengakibatkan terciptanya pasar yang lebih luas, sekaligus menyebabkan persaingan di sektor usaha yang jadi semakin tinggi. Permasalahannya, daya saing produk dalam negeri masih lemah. Sebagian besar pelaku usaha belum siap bersaing dengan luar negeri. Hal ini menimbulkan kekhawatiran diambil alihnya pasar domestik. Dalam rangka memperlancar kerjasama ekonomi ASEAN dan untuk membuka peluang bagi pelaku usaha dan sektor industri, dilakukan dengan cara mengurangi hambatan teknis di setiap negara. Upaya yang dapat dilakukan melalui harmonisasi standar, peraturan teknis dan perjanjian saling pengakuan dalam penilaian kesesuaian di tingkat regional, bilateral dan multilateral. Harmonisasi standar dan peraturan teknis dapat menyederhanakan dan mengurangi persyaratan standar dan peraturan teknis yang berbeda-beda di banyak negara tujuan ekspor sehingga akan menurunkan biaya produksi dan lebih lanjut akan menurunkan harga dan meningkatkan daya saing produk di pasar internasional. Namun demikian perlu dilakukan pembenahan inftrastruktur standar dan penilaian kesesuaian (conformity assessment) melalui pemetaan kesiapan pelaku usaha maupun Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK). Untuk itu perlu dilaksanakan identifikasi kesiapan pelaku usaha maupun industri dalam menghadapi AEC. Upaya perlindungan konsumen: pemberdayaan dan penanganan sengketa Aspek penanganan terhadap sengketa konsumen menjadi permasalahan strategis dalam rangka perlindungan konsumen di Indonesia. Sebenarnya, pengadilan sebagai lembaga penegak hukum dapat menjalankan perannya untuk menyelesaikan perkara antara konsumen dengan pelaku usaha. Akan tetapi, pada pelaksanaannya timbul kendala yang menyebabkan konsumen enggan menempuh jalur hukum di pengadilan, antara lain karena biaya dan waktu. Oleh karena itu dibentuklah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yaitu badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen di tingkat kabupaten/kota. Pada Tahun 2010, jumlah BPSK baru sekitar 10% dari jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah pusat supaya dapat ditingkatkan. Lingkup kegiatan perlindungan konsumen 2014 | LAK DITJEN SPK
11
sangat luas. Besarnya lingkup kegiatan perlindungan konsumen terkait dengan jumlah konsumen di Indonesia yang harus dilindungi. Hal ini masih dianggap permasalahan karena upaya perlindungan konsumen dan pengamanan pasar dalam negeri belum dilaksanakan secara optimal. Sosialisasi sebagai upaya penyebarluasan pemahaman dan pencerdasan konsumen terkendala SDM dan dana. Harus ada cara yang tepat dan cepat untuk mencerdaskan konsumen secara preventif dan juga untuk memperkuat pengawasan. Pembentukan SDM di bidang perlindungan konsumen dan pengawasannya masih harus ditingkatkan. Peredaran barang dan jasa yang tidak sesuai ketentuan mengancam konsumen Seiring dengan penerapan pasar bebas, peredaran barang juga meningkat pesat. Banyak dijumpai kasus yang membahayakan keselamatan konsumen. Kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa penting dilaksanakan dalam mengawasi penerapan parameter-parameter yang diatur dalam peraturan perlindungan konsumen yang meliputi standar, label, klausula baku, pelayanan purna jual, cara menjual, pengiklanan. Pengawasan terhadap barang beredar dan jasa masih terkendala SDM dan cakupan wilayah yang luas. Lebih jauh dari hal itu adalah tindak lanjut hasil pengawasan yang telah dilakukan, uji laboratorium, penanganan kasus, penyidikan, dan seterusnya. Pengelolaan standar dan UTTP secara nasional serta verifikasinya Permasalahan strategis lain terkait dengan jaminan kepada konsumen atas ketertelusuran standar ukuran, kepastian alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP), serta layanan tera dan tera ulang UTTP. Standar ukuran seperti standar massa, panjang, dan suhu serta standar ukuran lain yang harus dijamin ketertelusurannya. Dengan sistem ketertelusuran yang jelas dan tidak terputus, maka dapat memberikan jaminan bahwa hasil pengujian yang dilakukan dapat diakui di Indonesia secara Regional dan Internasional. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan terhadap produk-produk Alat - Alat Ukur, Takaran, Timbangan, dan Perlengkapannya (UTTP) yang diuji di Indonesia. Saat ini, rantai ketertelusuran dan sistem penilaian metrologi legal belum sepenuhnya dapat tertata dengan baik. Belum memadainya infrastruktur pengelolaan standar nasional metrologi di Indonesia mempengaruhi jalur ketertelusuran dan proses verifikasi standar kerja yang dimiliki oleh Balai Standar Nasional Satuan Ukuran Metrologi Legal. Pelaksanaan verifikasi standar dilakukan tidak terpusat pada satu institusi melainkan tersebar ke beberapa institusi yang memiliki standar dengan level yang lebih tinggi dan tertelusur. Jumlah UTTP yang demikian banyak dan penyebarannya yang luas sesuai wilayah Indonesia juga menjadi tantangan, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan tera dan tera ulang, karena produk UTTP yang dipasarkan/digunakan untuk kegiatan transaksi perdagangan serta dan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT) harus diawasi, maka jumlah konsumen pengguna UTTP dan BDKT yang harus dilindungi sejumlah penduduk Indonesia, berkisar 230 juta jiwa. Sementara itu, kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen di bidang metrologi legal meliputi pelayanan tera dan tera ulang UTTP, pengawasan UTTP, BDKT dan penggunaan Satuan SI, penyidikan tindak pidana, sampai pada penanganan kasus dan pengaduan konsumen. Untuk meningkatkan pelayanan tera dan tera ulang oleh Unit PelaksanaTeknis Daerah (UPTD) metrologi legal dalam rangka perlindungan konsumen, maka perlu dikelola sistem atau mekanisme penilaian kemampuan pelayanan tersebut sehingga dapat terpantau dan terkendali kualitas pelayanan UPTD.
12
LAK DITJEN SPK | 2014
Tantangan seputar mutu produk impor dan pengembangan produk dalam negeri Pengawasan yang tidak kalah penting adalah dari sisi mutu terhadap produk dalam negeri dan produk impor yang SNI-nya diberlakukan secara wajib. Hal ini penting karena untuk memberikan jaminan mutu dan keamanan kepada konsumen/masyarakat terhadap barang yang akan beredar di masyarakat dengan instrumen yang digunakan adalah standar berupa Standar Nasional Indonesia (SNI). Pemahaman masyarakat dan pelaku usaha terhadap pemberlakuan SNI wajib terhadap produk-produk tertentu dirasa masih kurang. Berdasarkan hal tersebut, maka dirasa perlu untuk meningkatkan pertemuan-pertemuan teknis yang melibatkan berbagai pihak pemangku kepentingan. Selain itu, evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib masih penting dan diperlukan. Untuk itu perlu ditingkatkan kegiatan yang berisi monitoring di pelabuhan bongkar, pabrik dan pasar terhadap pencantuman label NPB untuk produk impor dan NRP untuk produk dalam negeri pada kemasan produk yang akan diedarkan di masyarakat.
Konsumen Indonesia sebagai konsumen cerdas, mandiri dan cinta produk Indonesia
Konsumen Indonesia sebagai target pasar,nrimo, orientasi produk impor, kurang peduli terhadap lingkungan
KAMI MAU PRODUK BERMUTU
KAMI MAU PELAYANAN KAMI MAU LABEL PRIMA INDONESIA
Peran Ditjen SPK dalam mentransformasi konsumen Indonesia
Gambar 2. Ilustrasi strategic issue bidang standardisasi dan perlindungan konsumen.
2014 | LAK DITJEN SPK
13
BAB II PERENCANAAN KINERJA
B
ab ini berisi penjelasan secara ringkas yang berkaitan dengan dokumen perencanaan strategis, rencana kinerja tahunan, serta kontrak kinerja dan rencana aksi. Dalam rangkamenjawab setiap tantangan yang dihadapi dan mengambil kesempatan atas potensi yang dimiliki maka Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen telah melakukan analisis dan evaluasi kondisi umum standardisasi dan perlindungan konsumen dewasa ini, potensi dan permasalahan yang akan, serta rencana strategis pembangunan standardisasi dan perlindungan konsumen.
A. PERENCANAAN STRATEGIS Perencanaan strategis Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mengacu pada Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2010-2014 sebagaimana terakhir diubah pada 3 Desember 2012. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) periode 2005−2025 menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010−2014 bertujuan untuk memantapkan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah dan berbagai kecenderungan pembangunan perekonomian ke depan, Kementerian Perdagangan menetapkan visi organisasi. Dari visi tersebut, ditetapkan 2 (dua) prioritas pembangunan yakni prioritas bidang perdagangan luar negeri dan dalam negeri. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen diamanatkan untuk mendukung prioritas perdagangan dalam negeri. Pembangunan standardisasi dan perlindungan konsumen diarahkan untuk mewujudkan tujuan Kementerian Perdagangan pada pengamanan pasar dalam negeri serta peningkatan pengawasan dan perlindungan konsumen.
Visi
Misi
• Perdagangan sebagai sektor penggerak pertumbuhan dan daya saing ekonomi serta pencipta kemakmuran rakyat yang berkeadilan
• Pengamanan pasar dalam negeri • Peningkatan pengawasan dan perlindungan konsumen
Gambar 3 Visi dan misi Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2010-2014
Untuk dapat mewujudkan visi dan misi, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menetapkan tujuan yang merupakan penjabaran mengenai bagaimana misi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen tersebut dapat dicapai. 14
LAK DITJEN SPK | 2014
Dalam mewujudkan misi pertama “Mengembangan Sistem Standardisasi dan Perlindungan Konsumen” diperlukan terciptanya dua kondisi yakni tersedianya kebijakan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen serta tersedianya kelembagaan dan sumber daya manusia yang akan menggerakkan kebijakan tersebut. Adapun dalam mewujudkan misi kedua “Mengamankan Pasar Dalam Negeri” diperlukan tiga kondisi yakni terselenggaranya pengawasan barang beredar dan jasa, tertib ukur, dan pemberdayaan konsumen.
Pengembangan kebijakan standardisasi dan perlindungan konsumen
TUJUAN
Pengembangan kelembagaan standardisasi dan perlindungan konsumen
Pengembangan SDM perlindungan konsumen
Peningkatan layanan perlindungan konsumen dan kemetrologian
Peningkatan pengawasan barang beredar dan jasa
Peningkatan pengawasan di bidang mutu barang
Gambar 4 Tujuan Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2010-2014
Setelah menetapkan tujuan, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menetapkan sasaran. Sasaran merupakan indikasi yang mengambarkan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Sasaran tersebut kemudian diukur melalui Indikator Sasaran yang dijadikan ukuran keberhasilan pencapaian sasaran itu sendiri. Misi merupakan konsekuensi institusi untuk mewujudkan suatu visi yang telah dirumuskan, dan untuk mewujudkannya perlu adanya penetapan tujuan sasaran yang konkrit sebagai acuan pelaksanaan program yang harus dijalankan. Komponen-komponen misi, tujuan dan sasaran mempunyai keterkaitan. Keterkaitan pola pencapaian visi dari tingkat misi, tujuan, hingga ke sasaran adalah sebagaimana pada gambar di bawah ini.
2014 | LAK DITJEN SPK
15
TUJUAN KEMENDAG
Peningkatan daya saing ekspor Peningkatan akses pasar ekspor & fasilitas ekspor
Peningkatan pengawasan dan perbaikan iklim usaha perdagangan luar
Peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, serta ekonomi kreatif
Peningkatan pengawasan & perlindungan konsumen
Stabilisasi dan penurunan disparitas harga bahan pokok
Peningkatan peran &kemampuan diplomasi perdagangan internasional
Perbaikan iklim usaha perdagangan dalam negeri
Penciptaan jaringan distribusi perdagangan yang efisien
Gambar 5 Keterkaitan sasaran, tujuan, dan misi Direktorat Jenderal SPK dengan tujuan Kementerian Perdagangan
Arah pembangunan standardisasi dan perlindungan konsumen ke depan secara konsisten akan mengacu pada arah pembangunan perdagangan nasional periode 2010-2014. Arah ini merupakan pedoman dalam menyusun langkah-langkah strategis ke depan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Arah pembangunan standardisasi dan perlindungan konsumen dapat dijabarkan menjadi 6 (enam) kebijakan sebagaimana tercermin pada tujuan.
1
• Pengembangan standardisasi bidang perdagangan
2
• Peningkatan kesadaran dan memberdayakan masyarakat konsumen
3
• Penguatan pengawasan barang beredar dan jasa perdagangan dan penegakan hukum
4 5 6
• Peningkatan tertib ukur • Optimalisasi pengendalian mutu komoditas ekspor dan impor
• Peningkatan penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan perlindungan konsumen di daerah
Gambar 6 Kebijakan Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2010-2014
16
LAK DITJEN SPK | 2014
Berdasarkan 6 (enam) kebijakan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, ditetapkan beberapa langkah strategis, yaitu: Peningkatan tertib ukur dilakukan melalui: a. Peningkatan pelayanan di bidang metrologi legal mencakup ketertelusuran standar, pembinaan SDM Kemetrologian, pembinaan UPT dan UPTD Metrologi Legal, pelayanan tera dan tera ulang serta perijinan di bidang kemetrologian. b. Peningkatan pengawasan terhadap UTTP, BDKT, dan penggunaan SI. c. Pembentukan Pasar Tertib Ukur dan Daerah Tertib Ukur.
Penyusunan kebijakan pro konsumen berbasis standardisasi
Peningkatan partisipasi aktif dalam forum nasional, regional dan internasional terkait standardisasi
Peningkatan peran pemangku kepentingan seperti pelaku usaha/asosiasi, akademisi, lembaga penelitian, dan lain-lainnya dalam pengembangan standardisasi
Pengembangan standardisasi bidang perdagangan
Gambar 7 Strategi pengembangan standardisasi di bidang perdagangan Peningkatan kesadaran dan memberdayakan masyarakat konsumen
Penguatan pengawasan barang beredar dan jasa perdagangan dan penegakan hukum
Peningkatan penyelesaian pengaduan konsumen
Peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan instasi terkait penyelenggaraan pengawasan dan penegakan hukum
Penguatan lembaga perlindungan konsumen
Peningkatan kemampuan aparat/SDM pengawas dan penegak hukum
Peningkatan program konsumen cerdas dan edukasi kepada masyarakat
Aktivasi penyelenggaraan pengawasan dan penegakan hukum pada instansi pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota
Peningkatan pembinaan dan pengembangan motivator perlindungan konsumen
Peningkatan publikasi terhadap hasil temuan pengawasan barang beredar dan jasa yang tidak memenuhi ketentuan
Peningkatan pemahaman tentang standardisasi dan perlindungan konsumen bagi masyarakat konsumen dan pelaku usaha
Gambar 8 Strategi peningkatan kesadaran dan memberdayakan masyarakat konsumen serta Penguatan pengawasan barang beredar dan jasa perdagangan dan penegakan hukum
2014 | LAK DITJEN SPK
17
Optimalisasi pengendalian mutu komoditas ekspor dan impor dilakukan melalui: a. Peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan instansi terkait pelaksanaan pengawasan pra-pasar. b. Pembinaan terhadap pelaku usaha dalam negeri dalam penerapan standar bagi komoditas ekspor dan konsumsi dalam negeri. c. Peningkatan kemampuan Lembaga Penilaian Kesesuaian dan tenaga penguji mutu barang. Peningkatan penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan perlindungan konsumen di daerah dilakukan melalui: a. Monitoring implementasi kebijakan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen di daerah. b. Pengembangan sarana dan prasarana standardisasi dan perlindungan konsumen berbasis teknologi informasi.tenaga penguji mutu barang. Pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dilaksanakan melalui Program Peningkatan Perlindungan Konsumen yang akan didukung dengan 8 (delapan) kegiatan yaitu: Tabel 1 Program dan kegiatan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kegiatan
Penjelasan
Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
Kegiatan dilaksanakan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi yang diemban Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Output yang diharapkan adalah: (1) terwujudnya tata kelola yang baik, berkualitas layanan, dukungan yang tinggi terhadap unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dan (2) tingkat kepercayaan pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal yang tinggi.
Pengembangan standardisasi bidang perdagangan
Kegiatan pengembangan standardisasi bidang perdagangan ini dilakukan melalui perumusan harmonisasi standar barang dan jasa perdagangan; partisipasi aktif dalam negosiasi pada sidang internasional yang terjadual; penyusunan regulasi teknis berbasis standar; perumusan standar jasa bidang perdagangan, penelaahan kesesuaian sertifikat kesesuaian yang diterbitkan oleh LPK terdaftar, serta pelatihan dan pengembangan SDM standardisasi bidang perdagangan. Dalam rangka penguatan infrastruktur mutu ekspor, dilaksanakan penyusunan roadmap and guidelines on Export Quality Infrastructure (EQI) melalui dana hibah TSP II dari EU. Output yang diharapkan adalah tersusunnya kebijakan standardisasi bidang perdagangan yang pro konsumen.
Pengembangan kebijakan dan pemberdayaan konsumen
Kegiatan dalam rangka pemberdayaan konsumen dan pelaku usaha dilakukan melalui penyusunan dan penyempurnaan kebijakan di bidang perlindungan konsumen, peningkatan pemberdayaan perlindungan melalui sosialisasi, pelatihan, forum-forum koordinasi, dan klinik
18
LAK DITJEN SPK | 2014
Kegiatan
Penjelasan konsumen. Output yang diharapkan adalah terlaksananya kebijakaan pemberdayaan perlindungan konsumen.
Peningkatan efektivitas pengawasan barang beredar dan jasa
Kegiatan dilakukan dalam rangka pengawasan dan perlindungan konsumen melalui penyusunan dan penyempurnaan kebijakan terkait pengawasan barang dan jasa, peningkatan kualitas SDM pengawasan barang dan jasa, sosialisasi dan publikasi hasil pengawasan, dan peningkatan kegiatan pengawasan. Output yang diharapkan adalah meningkatnya efektivitas sistem pengawasan barang dan jasa.
Peningkatan tertib ukur
Kegiatan dilakukan untuk mendukung pengembangan dan penguatan metrologi legal yang menitikberatkan pada peningkatan tertib ukur melalui penyusunan dan penyempurnaan kebijakan terkait kemetrologian, peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kemetrologian, peningkatan jenis dan jumlah alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) yang ditera dan tera ulang, peningkatan ketertelusuran standar secara nasional, serta penilaian dan pembinaan terhadap UPT dan UPTD metrologi legal. Output yang diharapkan adalah meningkatnya efektifitas kebijakan yang menunjang pengembangan dan pembangunan metrologi legal.
Penguatan lembaga perlindungan konsumen nasional
Kegiatan dilakukan dalam rangka perlindungan konsumen nasional melalui fasilitasi pembentukan BPSK (Badan Penyelesaian sengketa Konsumen), penguatan LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat), dan fasilitasi BPKN (Badan perlindungan Konsumen Nasional). Output yang diharapkan adalah meningkatnya pelaksanaan perlindungan konsumen dalam hal penyelesaian sengketa, pemberdayaan, pencerdasan, dan evaluasi penyelenggaraan perlindungan konsumen di Indonesia.
Peningkatan perlindungan konsumen daerah
Kegiatan dekonsentrasi standardisasi dan perlindungan konsumen di daerah pada dasarnya merupakan tugas Pemerintahan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen di daerah yang menjadi wewenang dan tanggungjawab Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, namun mengingat keterbatasan sumber daya dan pertimbangan efisiensi dan efektifitas, maka kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan oleh dinas provinsi pada pemerintah provinsi yang membidangi perdagangan. Output yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas pelaksanaan perlindungan konsumen daerah.
Peningkatan pengawasan mutu barang
Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung pengawasan dan pelayanan di bidang mutu barang yang menitikberatkan pada pengawasan pra pasar mutu barang impor dan barang produksi dalam negeri yang SNI nya diberlakukan secaa wajib, pembinaan, bimbingan dan evaluasi terhadap SDM fungsional Penguji Mutu Barang, bimbingan mutu barang serta peningkatan kerjasama jejaring lembaga penilaian kesesuaian sebagai infrastruktur yang berperan dalam tugas pengawasan mutu. Output yang diharapkan adalah terjaminnya mutu barang, meningkatnya kapasitas pengawasan mutu barang serta meningkatnya 2014 | LAK DITJEN SPK
19
Kegiatan
Penjelasan kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan. Program peningkatan pengawasan mutu barang dilaksanakan melalui peningkatan pemahaman pelaku usaha dan pengawasan pemenuhan ketentuan SNI Wajib. Hal ini didukung dengan kegiatan-kegiatan antara lain pertemuan teknis pengawasan mutu produk ekspor, pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib, evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib, pengawasan pra-pasar terhadap mutu barang impor dengan mekanisme pendaftaran Nomor Pendaftaran Barang/Surat Pendaftaran Barang (NPB/SPB), pengawasan mutu barang produk dalam negeri setara dengan mutu produk impor melalui mekanisme pendaftaran Nomor Registrasi Produk (NRP), pengawasan mutu produk ekspor, bimbingan teknis kepada jejaring kerja pengawasan mutu barang, pemantauan kemampuan Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK), serta pembinaan pejabat fungsional penguji mutu barang.
B. RENCANA KINERJA TAHUNAN Rencana Kinerja Tahunan (RKT) merupakan penjabaran dari tujuan, sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Renstra yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan.
Tersedianya rumusan standar barang dan jasa perdagangan Peningkatan dan penguatan daya saing produk dalam negeri serta untuk memfasilitasi kerjasama ekonomi ASEAN dalam rangka mengurangi hambatan teknis di setiap negara tujuan ekspor melalui harmonisasi standar, peraturan teknis dan perjanjian saling pengakuan dalam penilaian kesesuaian adalah tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan “Rumusan standar barang dan jasa perdagangan”. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja adalah tersusunnya 2 (dua) rumusan standar barang dan jasa sebagai rumusan hasil identifikasi kesiapan industri dan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) untuk produk elektronik dan peralatan listrik dalam menghadapi AEC. Terjaminnya kepastian standar ukuran dan ketepatan alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya Terjaminnya kepastian standar ukuran dan ketepatan alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya adalah kinerja yang direncanakan untuk mewujudkan jaminan dan kepastian terhadap suatu standar ukuran serta UTTP yang digunakan dalam transaksi perdagangan. Dampak dari kinerja ini adalah perlindungan kepada konsumen. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja ini ada 2 (dua) yaitu: a. Jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional maupun internasional, dan b. Jumlah UTTP yang ditera-tera ulang. Meningkatnya kelembagaan standardisasi dan perlindungan konsumen Kinerja peningkatan kelembagaan standardisasi dan perlindungan konsumen direncanakan dapat mewujudkan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang lebih efektif. Kinerja ini diukur dengan 2 (dua) indikator kinerja.
20
LAK DITJEN SPK | 2014
a. IK pertama yaitu akumulasi jumlah BPSK yang terbentuk. b. IK yang kedua adalah UPT & UPTD yang dibina dan dinilai. Meningkatnya akumulasi jumlah SDM perlindungan konsumen Rencana kinerja meningkatnya akumulasi jumlah SDM perlindungan konsumen adalah kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen untuk menjawab tantangan sekaligus permasalahan yang berkaitan dengan luasnya cakupan sosialisasi kebijakan dan pengawasan barang beredar maupun mutu barang. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja ini yaitu akumulasi jumlah SDM perlindungan konsumen. Meningkatnya layanan perlindungan konsumen, kemetrologian, dan pengujian mutu barang Kinerja meningkatnya layanan perlindungan konsumen, kemetrologian, dan pengujian mutu barangdirencanakan untuk mendukung iklim usaha perdagangan yang kondusif. Indikator untuk mengukur kinerja ini yaitu waktu penyelesaian perizinan/pendaftaran di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen. Efektivitas pengawasan barang beredar dan jasa Kinerja pengawasan barang beredar dan jasa yang efektif ditujukan untuk mendukung perlindungan kepada konsumen dari penggunaan barang dan jasa yang tidak memenuhi ketentuan. Kinerja ini diukur melalui 2 (dua) indikator kinerja. a. IK pertama yaitu akumulasi jenis barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO). b. IK kedua adalah persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa. Meningkatnya pengawasan di bidang mutu barang Kinerja meningkatnya pengawasan di bidang mutu barang direncanakan untuk mendukung pengamanan pasar dalam negeri dan perlindungan pada konsumen sekaligus. Kinerja ini juga diukur dengan 2 (dua) indikator yaitu: a. Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib, dan b. Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib. Target pada Tahun 2014 untuk IK pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib yaitu 7 daerah sedangkan untuk evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib adalah 8 kali.
C. KONTRAK KINERJA DAN RENCANA AKSI Kontrak Kinerja atau Penetapan Kinerja adalah bagian dokumen SAKIP yang harus dibuat oleh kementerian, unit Eselon I dan II, unit kerja mandiri, dan perwakilan perdagangan diluar negeri, yang merupakan perwujudan kesepakatan antara atasan dan bawahan dalam menetapkan kinerja sesuai tujuan dan sasaran pada rencana strategis dan mengacu pencapaian tujuan dan sasaran rencana strategis atasannya. Kontrak kinerja ini disusun setelah diterimanya DIPA dan harus ditandatangani oleh pihak-pihak yang menyepakati. Kontrak Kinerja merupakan tekad dan janji rencana kinerja tahunan yang akan dicapai antara pimpinan instansi pemerintah atau unit organisasi yang menerima amanah atau tanggung jawab dengan pihak yang memberikan amanah atau tanggung jawab. Kontrak kinerja merupakan suatu janji kinerja yang wajib diwujudkan oleh penerima amanah kepada atasan langsungnya. Kontrak kinerja suatu instansi pemerintah atau unit kerja akan 2014 | LAK DITJEN SPK
21
menggambarkan capaian kinerja yang akan diwujudkan oleh suatu instansi pemerintah atau unit kerja dalam suatu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya. Adapun rencana aksi merupakan langkah-langkah mewujudkan kontrak kinerja. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menyusun kontrak kinerja meliputi program, indikator kinerja, serta anggaran selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 2 Penjelasan indikator kinerja pada kontrak kinerja Indikator Kinerja
Penjelasan
Jumlah rumusan standar barang dan jasa perdagangan
Indikator kinerja ini digunakan untuk mengukur tersedianya rumusan harmonisasi standar barang dan jasa sebagai rumusan hasil kegiatan identifikasi kesiapan industri dan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) peralatan listrik dan elektronika dalam menghadapi AEC 2015. Rumusan digunakan sebagai masukan untuk Kementerian/Lembaga terkait serta pelaku usaha dalam pelaksanaan harmonisasi standar barang dan jasa.
Jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan internasional
Ketelusuran merupakan sifat dari hasil pengukuran atau nilai dari standar acuan yang dapat dihubungkan ke suatu standar yang sesuai, biasanya berupa standar nasional atau internasional melalui rantai perbandingan yang tidak terputus, yang masingmasing rantai mempunyai nilai ketidakpastian (The International Vocabulary of Basic and General Terms in Metrologi). Adapun standar-standar yang akan ditelusurkan meliputi standar ukuran massa, panjang, volume, KLH, listrik, tekanan dan gaya serta suhu yang berada dalam pengelolaan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen.
Akumulasi jumlah BPSK yang terbentuk
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen dan dibentuk pada kabupaten/kota.
UPT & UPTD yang dibina dan dinilai
Indikator yang digunakan dalam mengevaluasi kemampuan pelayanan tera dan tera ulang adalah jumlah UPT dan UPTD yang dinilai dan dibina pada Tahun 2010 hingga Tahun 2014.
Akumulasi jumlah SDM Perlindungan Konsumen
Indikator yang digunakan untuk melihat akumulasi jumlah SDM perlindungan konsumen adalah tercetaknya SDM di bidang perlindungan konsumen, meliputi: 1. Penyidik Pengawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK), 2. Petugas pengawas barang beredar dan jasa (PBBJ), 3. Motivator perlindungan konsumen, 4. Pengamat tera, 5. Penera, 6. Tenaga penguji mutu barang, dan 7. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Metrologi (PPNS-Met)
Waktu penyelesaian
Membaiknya
22
LAK DITJEN SPK | 2014
layanan
perizinan/
pendaftaran
di
bidang
Indikator Kinerja
Penjelasan
perizinan/pendaftaran di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
standardisasi dan perlindungan konsumen sebagai pengendalian dalam hal minimasi waktu layanan maupun transparansi layanan. Indikator yang digunakan untuk waktu penyelesaian pendaftaran/perizinan di bidang perizinan/ pendaftaran di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen adalah jumlah hari penyelesaian perizinan/pendaftaran di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen.
Jumlah UTTP yang ditera-tera ulang
Indikator yang digunakan untuk mengukur meningkatnya UTTP yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku adalah Jumlah UTTP yang ditera/tera ulang. Menera ialah hal menandai dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku,atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawaipegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang belum dipakai. Sedangkan tera ulang ialah hal menandai berkala dengan tanda-tanda tera sah atau tera batal yang berlaku atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawaipegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang telah ditera.
Persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa
Indikator yang digunakan untuk mengukur meningkatnya tindak lanjut hasil temuan adalah jumlah pelaksanaan kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa yang ditangani dan ditindak lanjuti. Kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa dilaksanakan dalam mengawasi penerapan parameter-parameter yang diatur dalam peraturan perlindungan konsumen, meliputi standar, label, klausula baku, pelayanan purna jual, cara menjual, pengiklanan.
Akumulasi jenis barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO)
Indikator yang digunakan untuk mengukur meningkatnya jenis barang beredar ber-SNI wajib yang diawasi adalah jumlah jenis barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO). Target yang ditetapkan pada Tahun 2014 adalah 36 jenis barang beredar ber-SNI Wajib.
Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
Pengawasan mutu terhadap produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib penting karenauntuk memberikan jaminan mutu dan keamanan kepada konsumen/masyarakat terhadap mutu barang yang digunakan melalui standar berupa SNI. Melalui pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib ini diharapkan dapat memberikan penyebaran informasi mengenai jenis produk yang SNI-nya telah diterapkan secara wajib dan sudah dinotifikasi ke WTO baik yang berasal dari produk impor maupun produksi dalam negeri, 2014 | LAK DITJEN SPK
23
Indikator Kinerja
Penjelasan kebijakan dan ketentuan yang berlaku dalam rangka penerapan pengawasan mutu barang. Target pada Tahun 2014 yaitu 7 kali pertemuan teknis.
Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib merupakan kegiatan yang berisi monitoring di pelabuhan bongkar, pabrik dan pasar terhadap pencantuman label NPB untuk produk impor dan NRPuntuk produk dalam negeri pada kemasan produk yang akan diedarkan di masyarakat. Tujuan dari kegiatan tersebut yaitu pemantauan/monitoring terhadap penerapan Permendag Nomor 14/M-DAG/PER/7/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, sehingga diperoleh data pelaku usaha yang tidak mencantumkan label NPB dan NRP pada barang impor maupun barang produksi dalam negeri.
Rencana aksi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mengacu pada kontrak kinerja. Sasaran yang hendak diwujudkan adalah meningkatnya efektifitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen. Sasaran ini diukur dengan 11 (sebelas) indikator kinerja sebagaimana tertuang pada kontrak kinerja. Adapun kegiatan-kegiatan pendukung masing-masing indikator dapat dijelaskan berikut ini.
Rumusan standar barang dan jasa perdagangan
Standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan internasional
Identifikasi Kesiapan industri peralatan listrik dan elektronika dalam menghadapi AEC
Akumulasi jumlah BPSK yang terbentuk
Verifikasi alat-alat standar ketingkat nasional dan internasional
Fasilitasi pembentukan dan penguatan BPSK.
Pemeliharaan dan sertifikasi mass volume comparator, pemeliharaan standar dan perlengkapan laboratorium
Fasilitasi koordinasi kelembagaan perlindungan konsumen.
Diseminasi standar massa K46, pengembangan metoda kalibrasi standar massa dan standar ukuran volume, pemantapan teknis laboratorium, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, peningkatan manajemen mutu laboratorium SNSU
Musyawarah nasional BPSK
Analisa regulasi teknis dalam rangka perumusan harmonisasi standardisasi
Pengolahan hasil identifikasi Kesiapan industri dan LPK peralatan listrik dan elektronika dalam menghadapi AEC
Focus Group Discussion untuk menyongsong AEC 2015
Gambar 9 Kegiatan-kegiatan pendukung IK 1, IK 2, dan IK 3
24
LAK DITJEN SPK | 2014
UPT & UPTD yang dibina dan dinilai
•Surveillance UPTD metrologi legal dan fasilitasi penilaian UPTD kabupaten/kota metrologi legal. •Monitoring dan evaluasi unit kerja metrologi legal tingkat provinsi. •Bimbingan teknik kaji ulang manajemen UPT dan UPTD metrologi legal. •Harmonisasi dan sinkronisasi penyelenggaran metrologi legal di wilayah regional BSML. •Pembinaan pengelolaan cap tanda tera dan bimbingan pengelolaan laboratorium metrologi legal dan monitoring sistem ketertelusuran standar milik UPTD metrologi
Akumulasi jumlah SDM Perlindungan Konsumen
•Fasilitasi motivator mandiri bagi masyarakat . •Pembinaan motivator perlindungan konsumen untuk komunitas/ormas. •Gerakan konsumen muda dan para guru. •Diklat PPNSPK pola kurikulum 200 jam pelajaran. •Pelatihan PPBJ di daerah. •Diklat PPNSPK pola kurikulum 400 jam pelajaran. •Pelatihan PPBJ di pusat. Kegiatan-kegiatan pendukung IK 4 dan IK 5
Partisipasi pada sidang/seminar/ konfrensi internasional terkait pengawasan barang dan jasa
Rapat rapat koordinasi/lainn ya/dinas/pimpin an/kelompok kerja
Tersusunnya program dan rencana kerja/kegiatan 6 sub Direktorat Operasional penerbitan SK Pencantuman Label
Waktu penyelesaian perizinan/pendaftaran di Bidang SPK
Koordinasi sistem pengendalian internal pemerintah
Penyusunan laporan akuntabilitas kinerja
Gambar 10 Kegiatan-kegiatan pendukung IK 6
Tabel 3 Kegiatan-kegiatan pendukung IK 7, IK 8 dan 9, IK 10, serta IK 11 Indikator UTTP yang ditera tera ulang
Penjelasan a. Bimbingan teknis tentang syarat teknis UTTP, pengujian meter gas ultrasonik dan pengujian ATG, pelatihan dan bimbingan teknis SDM kemetrologian di dalam dan luar negeri. b. Pengadaan peralatan standar acuan untuk verifikasi standar uji/kerja dan sarana mobilitas pengawasan dan penyuluhan 2014 | LAK DITJEN SPK
25
c. d.
e. f. g. h.
serta pencetakan cap tanda tera dan label ijin tipe/ ijin tanda pabrik. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan dana alokasi khusus (DAK) dan dana dekonsentrasi di bidang metrologi legal. Evaluasi kinerja pegawai berhak dalam rangka penetapan pegawai berhak teladan Tahun 2014 dan uji kompetensi, penetapan pegawai berhak, penilaian angka kredit penera, dan lainnya. Peningkatan pemahaman tentang metrologi legal. Evaluasi manajemen pelayanan tera/ tera ulang. Pemeliharaan instalasi uji dan penyediaan sarana pendukung pelayanan pengujian dan tera/tera ulang. Verifikasi total station, theodolite dan standar alat ukur dimensi.
Persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa dan akumulasi jenis barang beredar berSNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO)
a. Pengawasan berkala/khusus produk tamin, tankimhut dan jasa. b. Crash program dalam rangka operasional pengawasan produk tertentu produk tamin, tankimhut dan jasa. c. Pengawasan distribusi produk tertentu. d. Operasional Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar. e. Pengawasan implementasi pencantuman label, manual, dan kartu garansi. f. Operasional penyidikan dalam rangka penanganan kasus 3 kelompok produk.
Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
Indikator ini dicapai melalui kegiatan pertemuan teknis dalam rangka pengawasan mutu barang yang SNI nya diberlakukan secara wajib untuk produk dalam negeri dan produk impor.
Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
Indikator ini dicapai melalui kegiatan evaluasi pengawasan mutu produk impor dan produk dalam negeri yang SNI nya diberlakukan secara wajib
26
LAK DITJEN SPK | 2014
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
C
apaian kinerja organisasi akan diuraikan pada bab ini sesuai dokumen Kontrak Kinerja serta capaian kinerja bidang yang lain tapi mendukung kinerja organisasi. Selain itu, juga diuraikan realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan pernyataan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Kontrak Kinerja dan Rencana Aksi.
A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA Berikut adalah capaian Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014. Informasi Indikator Kinerja Utama mengacu pada Formulir IKU Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Tabel 4 Capaian Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 No.
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Capaian
Capaian Tahun 2013
1
Jumlah rumusan standar barang dan jasa perdagangan
Rumusan
2
2
100%
114%
2
Jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan internasional
Standar
22
26
118%
155%
3
Akumulasi jumlah BPSK yang terbentuk
Unit
70
159
227%
171%
4
Akumulasi jumlah SDM Perlindungan Konsumen
Orang
3.775
6.218
165%
158%
5
Waktu penyelesaian perizinan/pendaftaran di bidang SPK
Hari
5
4
120%
120%
6
UTTP yang ditera-tera ulang
Unit
8.967.000
10.456.026
117%
130%
7
UPT & UPTD yang dibina dan dinilai
UPTD
47
50
106%
104%
8
Jumlah produk barang beredar berSNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO)
Jenis
10
23
230%
100%
9
Persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa
Persen
70
70
70
100%
10
Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
Daerah
7
7
100%
100%
11
Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
Kali
8
8
100%
100%
2014 | LAK DITJEN SPK
27
Pada Tahun 2014, keseluruhan target IKU Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dapat tercapai dengan rata-rata persentase capaian sebesar 108%. Capaian tertinggi adalah jumlah produk barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO). Capaian IKU yang naik dibandingkan Tahun 2013 yaitu akumulasi jumlah BPSK yang terbentuk naik 56%, akumulasi jumlah SDM perlindungan konsumen naik 5%, UTTP yang ditera-tera ulang naik 58%, serta jumlah produk barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO) niak 130%. Kenaikan capaian kinerja karena perencanaan target yang sudah baik, koordinasi yang semakin kuat, dan monitoring yang berkelanjutan. Sebagian indikator yang lain stabil atau sama dengan tahun sebelumnya. Capaian indikator kinerja yang menurun yaitu jumlah rumusan standar barang dan jasa perdagangan yang mengalami penurunan sebesar 14% jika dibandingkan dengan tahun 2013, serta jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan internasional turun 46%. Penurunan tersebut dikarenakan perencanaan yang kurang matang dan adanya faktor eksternal.
ANALISIS DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA Berikut adalah analisis dan evaluasi capaian kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014. Kinerja tersebut dilaksanakan untuk mewujudkan sasaran meningkatnya efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen.
IK 1
• Jumlah rumusan standar barang dan jasa perdagangan
Dalam rangka menghadapi AEC, telah ditetapkan 12 sektor prioritas ASEAN, yang terdiri dari: electronics, healthcare, agro-based products, rubber based products, wood based products, automotives, textiles and apparels, e-ASEAN, fisheries, air travel, tourism and logistics. Dari 12 sektor prioritas tersebut, terdapat 6 sektor yang mencakup aspek standard and conformance dengan ASEAN Consultative Committee for Standards and Quality (ACCSQ) sebagai implementing body, yaitu: Wood based products, Automotives, Rubber based products, Agro based products, Electronics, dan Healthcare. Untuk menunjang tercapainya ASEAN Economic Community (AEC), negara anggota ASEAN telah menyepakati untuk menghapus hambatan perdagangan melalui harmonisasi persyaratan teknis/ standar serta penilaian kesesuaian. Khusus untuk sektor Electronics sampai tahun 2014 telah disetujui harmonisasi terhadap 121 standar. Penerapan AEC akan berdampak pada perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia. Hal ini menuntut kemampuan setiap negara dalam melakukan integrasi dengan pasar regional maupun global antara lain melalui pembenahan infrastruktur standar dan penilaian kesesuaian (conformity assessment). Untuk peningkatan dan penguatan daya saing produk dalam negeri serta fasilitasi keberterimaan produk nasional dalam pasar ASEAN maupun global, perlu adanya rumusan standar barang dan jasa. Rumusan standar barang dan jasa ini bukan merupakan perumusan Standar Nasional Indonesia seperti yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Teknis melalui penetapan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Rumusan standar barang dan jasa yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melalui Direktorat Standardisasi adalah bahan rekomendasi atau masukan bagi Kementerian/Lembaga untuk ditindaklanjuti pada negosiasi sidang internasional baik di tingkat bilateral dan regional maupun multilateral dalam rangka harmonisasi standar dan penilaian kesesuaian. Rumusan standar juga dapat dipergunakan 28
LAK DITJEN SPK | 2014
sebagai masukan bagi para pelaku usaha terkait kepatuhan untuk memenuhi ketentuan sesuai dengan standar produk yang telah diharmonisasikan ASEAN. Kegiatan penyusunan rumusan harmonisasi standar barang dan jasa telah dilakukan sejak Tahun 2010 dan berakhir pada Tahun 2014. Pemilihan tema penyusunan rumusan didasarkan pada isu yang ada pada tahun berjalan namun tetap dalam ruang lingkup 12 sektor prioritas ASEAN. Rumusan harmonisasi standar barang dan jasa yang telah disusun pada Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2013 yaitu sebagai berikut: 1. Kesiapan Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Integration Untuk Sektor Karet (Rubber Based Products), 2. Kesiapan Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Integration Untuk Sektor Otomotif (Automotive Component Products), 3. Kesenjangan Standar untuk Produk Kelapa Sawit 4. Kesiapan Industri Pangan Olahan Dalam Menghadapi ASEAN Economic Integration, 5. Kesenjangan Standar untuk Produk Dalam Kemasan (Biskuit) Terhadap Pemenuhan Harmonisasi Standar di Tingkat Internasional, 6. Kesiapan Industri Pangan Olahan (Produk Selai, Saus, dan Jelly) Dalam Menghadapi ASEAN Economic Integration, 7. Kesenjangan Standar untuk Bahan Tambahan Pangan (BTP) Dalam Produk Jus Terhadap Pemenuhan Harmonisasi Standar di Tingkat Internasional, 8. Kesiapan Industri Peralatan Listrik dan Elektronika Dalam Menghadapi ASEAN Economic Integration. Pada Tahun 2014 telah disusun 2 (dua) rumusan dengan tema terkait produk peralatan listrik dan elektronika. Pemilihan tema didasarkan pada Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Nomor : 49/KEP/BSN/4/2014 tentang Penetapan Instansi Koordinator Sektor untuk Penanganan Kegiatan WG/PWG ACCSQ, Direktur Standardisasi ditetapkan sebagai koordinator untuk Joint Sectoral Committee Electrical and Electronic Equipment (JSC EEE) for ASEAN Harmonized Electrical and Electronic Equipment Regulatory Regime (AHEEERR). Selain itu, dikarenakan adanya isu mengenai banyaknya produk peralatan listrik dan elektronik yang tidak memenuhi standar peralatan listrik dan elektronika, beredar di pasar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu dilakukan harmonisasi standar yang didahului dengan pelaksanaan identifikasi kesiapan pelaku usaha dan LPK untuk peralatan listrik dan elektronika di Indonesia dalam rangka penerapan harmonisasi standar dan regulasi teknis di ASEAN. Hasil dari identifikasi tersusunnya 2 rumusan:
1
• Rumusan “Identifikasi Kesiapan Industri Peralatan Listrik dan Elektronika dalam Menghadapi AEC”
2
• Rumusan “Identifikasi Kesiapan Lembaga Penilaian Ksesuaian (LPK) Peralatan Listrik dan Elektronika dalam Menghadapi AEC”
Berdasarkan hasil identifikasi: Industri-industri di Indonesia memiliki peluang untuk dapat melakukan ekspor ke negara ASEAN dan luar ASEAN mengingat produk yang dihasilkan sudah memenuhi persyaratan standar dan regulasi teknis dan telah disertifikasi oleh LPK dan laboratorium uji yang terdaftar di ASEAN tetapi masih terdapat kendala yang dihadapi yaitu bea masuk untuk bahan baku impor, perbedaan standar, kurangnya sosialisasi, dan keterbatasan SDM. 2014 | LAK DITJEN SPK
29
Peluang Indonesia untuk mendaftarkan LPK di ASEAN sangat besar dan membuat pengujian produk menjadi lebih murah, efisien serta membantu pengguna LPK dalam memasarkan produk ke ASEAN tetapi masih terdapat kendala yaitu peralatan dan SDM penguji, perbedaan persepsi pengujian, dan kurangnya sosialisasi AEC 2015. Tabel 5 Target dan capaian IK 1Tahun 2011-2014 Tahun
2011
2012
2013
2014
Target
4
6
7
2
Realisasi
4
6
8
2
Capaian
100%
100%
114%
100%
Keberhasilan capaian 100% tahun ini karena perencanaan dalam hal penetapan target sudah tepat yaitu memperhatikan capaian tahun sebelumnya. Hal ini diperkuat pada saat pelaksanaan yaitu dilakukan dengan tertib dan terjadwal. Perkembangannya telah dikontrol sejak awal hingga penyusunan laporan akhir. Mengacu pada target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Rencana Strategis Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2011-2014, maka realisasi kinerja sampai dengan Tahun 2014 telah melebihi target yang ditetapkan sebagaimana terlihat pada tabel. Apabila dibandingkan antara capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu yaitu sebanyak 114% maka capaian pada Tahun 2014 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan hal-hal sebagai berikut: 1. Berdasarkan RENSTRA Ditjen SPK tahun 2010-2014, tertulis bahwa uraian IK 1 berbunyi “Akumulasi jumlah rumusan harmonisasi standar barang dan jasa perdagangan” dengan target di tahun 2013 adalah 7 rumusan yang akan tercapai dengan tersusunnya 1 rumusan standar barang dan jasa bidang perdagangan, namun di tahun 2013 berhasil disusun 2 rumusan sehingga akumulasi jumlah rumusan sampai dengan tahun 2013 yang berhasil disusun adalah 8 rumusan sehingga capaian kinerja sebesar 114%. Pada tahun 2014 target “Jumlah rumusan standar barang dan jasa perdagangan” 2 rumusan. 2. Mengacu pada target IK 1 di tahun 2014 adalah 2 rumusan dan jika melihat pada target yang tercantum pada RENSTRA Ditjen SPK, target akumulasi jumlah rumusan untuk tahun 2014 adalah 8 rumusan, maka capaian kinerja tahun 2014 sebanyak 2 rumusan yang jika diakumulasi sampai dengan tahun 2014 berjumlah 8 dengan demikian capaian kinerja 100% telah memenuhi target yang telah ditetapkan. 10
Target dan Realisasi IK 1
8 6 4 2 2011
2012 Target (rumusan)
2013
2014
Realisasi (rumusan)
Gambar 11 Perbandingan kinerja IK 1 dengan tahun-tahun sebelumnya
30
LAK DITJEN SPK | 2014
Berdasarkan Renstra Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen 20102014, ditargetkan tersusun 10 rumusan sampai dengan Tahun 2014 (akumulatif). Jika dihitung dengan capaian 2 rumusan pada Tahun 2014 maka total telah tersusun 10 rumusan target jangka menengah telah tercapai 100%.
Gambar 12 Kunjungan ke LPK dan industri peralatan listrik dan elektronika
Program/kegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian kontrakkinerja antara lain: 1. Identifikasi Kesiapan Industri Peralatan Listrik dan Elektronika dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC). Produk yang diidentifikasi adalah semua peralatan listrik dan elektronik yang telah diberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib dan merupakan produk baru (bukan second hand, refurbished, recondition) yang dihubungkan langsung dengan sumber listrik bertegangan rendah (50-1000 volts untuk AC dan 75-1500 volts untuk DC) atau menggunakan baterai. Produk dimaksud tidak termasuk peralatan medis dan produk yang termasuk dalam ASEAN Telecommunications MRA. Berdasarkan data hasil identifikasi secara keseluruhan adalah bahwa: 1) Semua industri (25 repsonden) sudah memenuhi persyaratan standar dan regulasi teknis, baik untuk tingkat nasional maupun negara tujuan ekspor. Sebanyak 96% responden telah melakukan pengujian dan sertifikasi produk pada lab uji dan lembaga sertifikasi produk di Indonesia dan 4% tidak melakukan pengujian dan sertifikasi produk di Indonesia. 2) Sebanyak 72% responden sudah mengetahui adanya kerja sama ASEAN, terutama terkait AEC 2015, dan 28% responden menyatakan belum mengetahui mengenai AEC 2015. 3) Sebanyak 80% responden menyatakan tidak setuju apabila produk impor yang masuk ke pasar Indonesia mengacu pada standar IEC yang edisinya lebih rendah dari SNI karena produk tersebut tentunya cenderung memiliki biaya produksi dan harga jual yang lebih rendah sehingga dapat merusak pasar domestik. Selain itu, produk dengan standar edisi yang lebih rendah dapat diasosiasikan dengan kualitas yang lebih rendah, sehingga konsumen berpotensi mendapatkan produk yang kurang bermutu. 4) Sebanyak 96% industri menyatakan produknya siap bersaing dalam menghadapi AEC 2015 dan 4% menyatakan belum siap, yang disebabkan: - Bahan baku yang digunakan masih diperoleh melalui impor, dan bea masuk yang dikenakan masih relatif tinggi, hal ini menyebabkan biaya produksi dan harga jual produk menjadi mahal.
2014 | LAK DITJEN SPK
31
- Perbedaan edisi yang digunakan untuk suatu produk menimbulkan kekhawatiran, karena produk dengan edisi standar yang lebih rendah cenderung memiliki spesifikasi yang lebih rendah sehingga biaya produksi dan harga jual di pasar menjadi lebih rendah. - Budaya konsumen Indonesia yang cenderung memilih barang dengan harga yang lebih murah dapat memperburuk persaingan produk peralatan listrik dan elektronika di Indonesia. 5) Sebagian besar responden menyatakan mendukung penerapan AEC 2015. Hal ini akan membawa dampak positif bagi industri jika kerja sama tersebut benar-benar diterapkan, karena tidak ada lagi pengujian dan sertifikasi ulang, sehingga akan mengurangi biaya pengujian dan sertifikasi. Tabel 6 Daftar industri yang disurvei dan kesiapannya Daerah survei Semarang
Industri yang Disurvei
Kesiapan AEC
1. 2. 3.
PT. Surya Mulya Bangun Indo PT. Intech Anugrah Indonesia PT. Arisa Mandiri Pratama
Siap
Surabaya
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
PT. Tjipto Langgeng Abadi PT. Panggung Electric Citrabuana PT. Sinko Prima Alloy PT. Sinar Angkasa Rungkut PT. Panca Aditya Sejahtera PT. Arto Metal Internasional PT. Philips Indonesia
Siap Siap Siap Siap Siap Siap Siap
Jabodetabek
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
PT. Denpoo Mandiri Indonesia PT. Toshiba Consumer Products Indonesia PT. Haier Electrical Appliances Indonesia PT. Changhong Electric Indonesia PT. Kencana Gemilang PT. Sanken Argadwija PT. Global Internasional Industries (Sinyoku) PT. Top Jaya Antariksa Electronic PT. Kirin Dinamika Sentosa PT. Surya Teguh Jaya PT. Indocitra Widhitama Industries PT. Kabelindo Murni Tbk. PT. Tripacific Electrindo PT. Furin Jaya PT. Sucaco Indonesia
Siap Siap
Belum siap Siap Siap Siap Siap Siap Siap Siap Siap Siap Siap Siap Siap Siap Siap
2. Identifikasi Kesiapan Lembaga Penilaian Ksesuaian (LPK) Peralatan Listrik dan Elektronika dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC). Dari 20 (dua puluh) Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) dengan ruang lingkup peralatan listrik dan elektronika, semua sudah memiliki klien dari dalam negeri. 10 LPK yang terdiri dari 7 LSPro dan 3 laboratorium uji telah memiliki klien dari negara-negara 32
LAK DITJEN SPK | 2014
ASEAN seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam. Terdapat 8 LPK yang terdiri dari 6 LSPro dan 2 laboratorium uji telah memiliki costumer dari luar negeri selain negaranegara ASEAN seperti India, China, Korea. 1) Hambatan dalam pemenuhan persyaratan SNI, sebanyak 50% responden menyatakan tidak mengalami hambatan, sedangkan 50% responden menyatakan masih mengalami hambatan karena keterbatasan peralatan laboratorium uji sehingga pengujian yang dilakukan tidak full paramater, belum ada petunjuk teknis tentang tata cara pengawasan produk oleh LSPro, serta masih ada perbedaan persepsi mengenai cara pengujian. 2) Terkait keanggotaan dalam CB Scheme, 50% responden sudah masuk dalam keanggotaan CB Scheme, sedangkan 50% belum. Hal ini disebabkan beberapa LPK belum mendapatkan informasi mengenai CB Scheme sehingga LPK belum mengetahui manfaatnya. 3) Sebanyak 40% responden sudah terdaftar di JSC EEE sedangkan 60% belum terdaftar di JSC EEE. Hal ini disebabkan sebagian besar LPK belum mengetahui dan mendapat informasi mengenai JSC EEE. 4) Sebanyak 95% responden sudah mendapat penunjukkan dari Menteri Perindustrian dan ESDM, sedangkan 5% responden belum mendapatkan penunjukkan dari Menteri Perindustrian/ESDM karena masih dalam proses akreditasi oleh KAN. 5) Sebanyak 90% responden menyatakan siap dalam menghadapi AEC 2015, 10% responden menyatakan belum siap karena sarana, prasarana, regulasi dan pengawasan untuk pelaksanaaan AHEEERR belum siap, sehingga dikhawatirkan Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk peralatan listrik dan elektronika ASEAN dan tidak banyak mendapatkan manfaat. Sampai saat ini, tercatat 20 Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang sudah terdaftar di JSC EEE, yaitu 15 laboratorium uji dan 5 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dari sebelumnya sebanyak 26 LPK. Hal ini dikarenakan terdapat 6 laboratorium uji yang masa listing-nya sudah berakhir. Indonesia telah mendaftarkan 5 laboratorium uji (PT. Hartono Istana Teknologi, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T), PT. Sucofindo Laboratory, PT. PLN Laboratorium dan Lab uji BPMB) serta 3 LSPro (LSPro Sucofindo, LSPro Pustand dan TUV Rheinland). Terdapat 1 (satu) laboratorium uji Indonesia yang masa listing-nya berakhir, yaitu PT. Panasonic Manufacturing Indonesia dan saat ini sedang dalam proses penyusunan proposal listing dengan ruang lingkup baru. Tabel 7 Daftar industri yang disurvei dan kesiapannya Daerah survei Jakarta, Tangerang dan Bekasi
Industri yang Disurvei 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
LSPro TUV NORD Indonesia, LSPro PT. Sucofindo (Persero), LSPro Balai Sertifikasi Industri (BSI) Kemenperin, LSPro LMK – PLN, LSPro Balai Sertifikasi PPMB, LSPro TUV Rheinland Indonesia Laboratorium uji PT. Sucofindo (Persero), Laboratorium uji Transmisi & Distribusi PLN Penelitian & Pengembangan Ketenagalistrikan,
Kesiapan AEC Siap Siap Siap Belum siap Siap Siap Siap Siap
2014 | LAK DITJEN SPK
33
Daerah survei
Industri yang Disurvei 9. Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) – (BPPT), 10. Laboratorium uji Balai Pengujian Mutu Barang (BPMB), 11. Laboratorium uji Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan (P3T), 12. Laboratorium uji Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian (P2SMTP) LIPI, 13. Laboratorium uji PT. TUV Rheinland Indonesia 14. Laboratorium uji PT. Qualis Indonesia 15. Laboratorium uji PT. Panasonic Manufacturing Indonesia
Bandung
Surabaya
Semarang
Kesiapan AEC Belum siap Siap Siap
Siap Siap Siap Siap
16. LSPro Balai Besar Bahan dan Teknik (LSPro B4T) 17. Laboratorium uji Balai Besar Bahan dan Teknik (B4T)
Siap
18. LSPro Baristan Surabaya 19. Lab uji Baristan Surabaya
Siap
20. Lab uji PT. Hartono Istana Teknologi
Siap
Siap
Siap
3. Focus Group Discussion untuk Menyongsong AEC 2015 Pada tanggal 25 September 2014, telah dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Kesiapan Industri dan Lembaga Penilaian Kesesuaian dengan Ruang Lingkup Peralatan Listrik dan Elektronik dalam Menghadapi AEC 2015. Adapun hasil pelaksanaan FGD antara lain: 1) Industri diharapkan memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri terlebih dahulu dan dapat meningkatkan kualitas produknya sehingga tidak kalah bersaing dengan produk impor mengingat Indonesia adalah negara dengan potensi pasar terbesar di ASEAN. Industri diharapkan dapat memanfaatkan website ASEAN (www.asean.org) lebih intensif serta berperan aktif melaporkan apabila menemukan produk yang tidak sesuai dengan SNI. 2) LPK diharapkan dapat memanfaatkan data pemetaan potensi ekspor produk peralatan listrik dan elektronika Indonesia ke negara ASEAN untuk menambah ruang lingkup sertifikasi dan pengujian serta dapat meningkatkan promosi terkait kompetensi sehingga lebih dipercaya oleh mitra dagang di luar negeri untuk mempermudah akses pasar dan menarik minat industri untuk menggunakan jasa LPK dalam negeri, diantaranya dengan mengajukan sebagai LPK terdaftar di ASEAN. LPK juga diharapkan dapat memanfaatkan website ASEAN (www.asean.org) lebih intensif. 3) KAN, BSN, Kemenperin, Kementerian ESDM diharapkan membentuk forum pengkajian terhadap SNI yang akan diberlakukan secara wajib untuk menghindari perbedaan persepsi dalam pengujian. 4) Kemenperin akan menambahkan persyaratan untuk melampirkan form D ATIGA dalam skema keberterimaan pada revisi Permenperin Nomor 51/M-IND/PER/3/2012 tentang Tata Cara Pengakuan terhadap Sertifikat Produk Peralatan Listrik dan Elektronika dari Lembaga Penilaian Kesesuaian di Negara-Negara ASEAN.
34
LAK DITJEN SPK | 2014
5) KAN akan membuat format/model sertifikat kesesuaian terkait dengan keberterimaan sertifikat dan hasil uji berdasarkan AHEEERR untuk keseragaman format sertifikat kesesuaian yang diterbitkan LSPro Indonesia. 6) Pemerintah agar meningkatkan sosialisasi atau kampanye cinta produk dalam negeri kepada konsumen dan meningkatkan pengawasan terhadap barang beredar di pasar terutama untuk produk yang telah diberlakukan SNI secara wajib, sehingga industri yang telah menerapkan SNI tidak merasa dirugikan dengan maraknya produk yang menggunakan tanda SNI Palsu atau tidak ber-SNI.
Gambar 13 FGD Identifikasi Kesiapan Industri dan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) di Bidang Peralatan Listrik dan Elektronik Menghadapi AEC 2015
Hasil analisis mencatat beberapa hal penting yang perlu dievaluasi pada perencanaan IK 1 yaitu sebagai berikut: 1. Dokumen Renstra Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2010-2014, RKP Tahun 2014, dan Kontrak Kinerja Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 menyatakan sasaran strategis dan indikator kinerja dalam hal ini berfokus pada perumusan standar barang dan jasa sementara kegiatan pendukung dan keluarannya membahas seputar identifikasi kesiapan industri. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang kurang sinergis. 2. Perlu dilakukan penyesuaian perencanaan dalam hal penentuan sasaran dan indikator kinerja dengan penyusunan program/kegiatan dan keluarannya: 1) Bila program/kegiatan yang akan disesuaikan maka disusun program/kegiatan yang mendukung/menghasilkan rumusan standar barang/jasa bidang perdagangan. 2) Bila sasaran strategis dan indikator kinerja yang akan disesuaikan maka perlu disusun ulang sasaran strategis dan indikator kinerja yang mencerminkan tujuan identifikasi kesiapan industri menghadapi AEC. Sasaran strategis •Pengembangan standardisasi bidang perdagangan
Indikator Kinerja •Jumlah rumusan standar barang dan jasa perdagangan
Rumusan standar barang/jasa
Kegiatan
Keluaran
•Identifikasi kesiapan industri menghadapi AEC
•Rumusan hasil identifikasi kesiapan industri peralatan listrik dan elektronika
Identifikasi kesiapan industri dan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK)
Gambar 14 Evaluasi program/kegiatan IK 1
2014 | LAK DITJEN SPK
35
Alternatif indikator kinerja “Persentase Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) terdaftar yang mematuhi peraturan” Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen diberi amanat untuk melakukan pendaftaran Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) untuk ruang lingkup produk yang telah diberlakukan SNI secara wajib (Permendag Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007). Pendaftaran tersebut berdasarkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) atau penunjukan oleh instansi teknis terkait. Dengan adanya pendaftaran LPK, maka akan menjamin ketertelusuran spesifikasi produk yang beredar di konsumen. Hal ini didukung dengan kegiatan monitoring terhadap LPK tersebut dan penelaahan kesesuaian sertifikat kesesuaian produk yang beredar di pasar terhadap peraturan teknis dalam upaya untuk melindungi konsumen. Alternatif indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan keterkaitan antara LPK terdaftar dengan kedisiplinannya dalam mematuhi peraturan digambarkan melalui Persentase LPK terdaftar yang mematuhi peraturan. Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara jumlah ketepatan produk yang memenuhi peraturan teknis yang telah ditetapkan terhadap jumlah LPK yang telah terdaftar. Semakin tinggi jumlah persentase, maka semakin baik kinerja LPK yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen.
IK 2
• Jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan internasional
Semakin besarnya jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan internasional, maka dapat mengindikasikan bahwa lingkup rantai ketertelusuran standar ukuran yang digunakan dalam penyelenggaraan metrologi legal semakin besar dan beragam, sehingga kepastian hasil pengukuran dan jaminan keseragaman hasil pengukuran dapat diberikan kepada masyarakat. Ketelusuran merupakan sifat dari hasil pengukuran atau nilai dari standar acuan yang dapat dihubungkan ke suatu standar yang sesuai, biasanya berupa standar nasional atau internasional melalui rantai perbandingan yang tidak terputus, yang masing masing rantai mempunyai nilai ketidakpastiannya (The International Vocabulary of Basic and General Terms in Metrologi). Sistem ketertelusuran standar ukuran metrologi legal bertujuan untuk memberikan jaminan mampu tertelusurnya hasil pengukuran yang dilakukan dalam kegiatan metrologi legal dengan standar yang berada diatasnya baik didalam negeri ataupun secara intenasional. Karena penghematan anggaran, target menjadi 22 standar
Target awal 26 standar
Realisasi yang terlaksana adalah 24 standar
Gambar 15 Perubahan target IK 2
Target IK Jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional/internasional Tahun 2014 pada awalnya ditetapkan sebanyak 26 standar tetapi karena dampak penghematan anggaran, maka target direvisi menjadi 22 standar. Adapun realisasi yang berhasil dilaksanakan adalah 26 standar sehingga capaiannya sebesar 109%. Daftar alat standar dimaksud dapat dilihat pada Tabel 6.
36
LAK DITJEN SPK | 2014
Tabel 8 Target standar yang telah tertelusur secara nasional dan internasional Jenis standar Standar gaya dan tekanan
Nama standar
Ketertelusuran
1. Pressure calibrator fluke 100G
LIPI
2. Pressure calibrator fluke 717 30 G
LIPI
3. Digital manometer yokogawa MT 210
LIPI
4. DWT Maihak
LIPI
5. DWT Desgranges et Huot Standar suhu
Standar KLH
Standar Listrik
NMI Australia
6. Thermometer digital fluke 714 (k)
LIPI
7. Thermometer gelas ertco 7034
LIPI
8. Thermometer gelas precision 2527
LIPI
9. Thermometer gelas A07902
LIPI
10. Thermometer gelas 9711 zz
LIPI
11. Thermometer gelas 573691
LIPI
12. Hydrometer franz widder OHG 7995
LIPI
13. H 7971 Hydrometer franz widder OHG 7989
LIPI
14. Hydrometer franz widder OHG 7971
LIPI
15. Hydrometer franz widder OHG 7955
LIPI
16. Hydrometer franz widder OHG 1029756
LIPI
17. Hydrometer franz widder OHG 7929
LIPI
18. Transmille 2041 A
Telkom Risti
19. Meter kWh 3 Phase Zera MT 320
Standar massa
Standar panjang
PLN
20. Digital Multimeter Time Electronics/5075
Telkom Risti
21. Decade Resistance Box Yokogawa/ 2793
Telkom Risti
22. Anak timbangan mettle Toledo 11 11 7616 (a)
Telkom Risti
23. Anak timbangan mettle Toledo 11 11 7616 (b)
Telkom Risti
24. Anak timbangan mettle Toledo 11 11 7616 (c)
Telkom Risti
25. Angle block 688/1563 26. Dial gauge tester 170-102/0237
LIPI LIPI
Sumber: Direktorat Metrologi
Faktor keberhasilan pencapaian indikator kinerja antara lain oleh penyusunan rencana yang dilakukan Direktorat Metrologi, meskipun pada Triwulan I sempat terkendala karena adanya renovasi laboratorium pada KIM-LIPI, namun pada Triwulan II hal tersebut telah dapat diatasi dengan baik seiring telah beroperasionalnya laboratorium KIM-LIPI untuk melakukan pelayanan, sehingga target capaian berhasil dipenuhi. Dalam mendukung realisasi capaian tersebut, beberapa kegiatan pendukung yang dilakukan antara lain: a. Pemeliharaan Standar dan Perlengkapan Laboratorium Kegiatan ini diselenggarakan adalah terciptanya jaminan kredibilitas telusuran sehingga keseragaman, ketepatan dan keakurasian standar tetap terpelihara dan terjaga sesuai dengan aturan yang berlaku. b. Audit Internal, Bimbingan Mutu dan Kaji Ulang Manajemen
2014 | LAK DITJEN SPK
37
Kegiatan ini dselenggarakan guna menciptakan laboratorium kalibrasi yang sesuai dan memenuhi standar SNI ISO/IEC 17025-2008 sehingga hasil kalibrasi dapat dipercaya, akurat dan tertelusur sesuai dengan prosedur mutu. Tabel 9 Target dan capaian IK 2 dari Tahun 2011-2014 Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Target
20
20
20
20
22
Realisasi
20
47
32
31
26
Capaian
100
235%
160%
155%
118%
Capaian pada tahun ini mengalami sedikit penurunan 46% dibandingkan dengan tahun lalu. Hal ini dikarenakan jumlah standar yang dikalibrasi ke standar yang memiliki tingkatan lebih tinggi bergantung pada masa berlaku kalibrasi standar tersebut, antara lain 1, 2, 3, 5, dan 10 tahun. Dengan demikian pencapain kinerja pada Tahun 2014 sebanyak 24 alat standar yang tertelusur secara nasional/internasional merupakan standar yang habis masa berlakunya pada Tahun 2014. Di samping itu, keberadaan lembaga yang mengelola standar ukuran secara nasional belum terbentuk padahal ini merupakan amanat dari UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Untuk mengatasi hal ini, pada tahun yang akan datang perlu peningkatan proses pengelolaan laboratorium yang sesuai dengan ISO 17025 yang secara berkala untuk menjamin keakuratan hasil pengukuran secara nasional. Kegiatan diseminasi dan verifikasi perlu ditunjang dengan sumber daya manusia yang sesuai dan infrastruktur yang menunjang. Pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pranata laboratorium secara berkala harus disediakan di dalam negeri sehingga masih mengandalkan pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh organisasi internasional terkait. 50
Target dan Realisasi IK 2
45 40 35 30 25 20 15 10 5 2011
2012 Target (standar)
2013
2014
Realisasi (standar)
Gambar 16 Perbandingan capaian kinerja IK 2 dengan tahun-tahun sebelumnya
Berdasarkan Renstra Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen 20102014, untuk periode 2010-2014 dari 80 standar yang ditargetkan tercapai selama periode tersebut, realisasi kinerja yang berhasil dicapai adalah sebesar 154 standar. Tepenuhinya target capaian antara lain karena dukungan kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat 38
LAK DITJEN SPK | 2014
Metrologi. Grafik menunjukkan terjadi penurunan capaian terus-menerus sejak Tahun 2011 sampai Tahun 2014. Selain karena jumlah target yang ditetapkan memang menurun nilainya juga karena faktor masa berlaku kalibrasi untuk setiap standar berbeda. Kegiatan-kegiatan yang menunjang capaiakn kinerja ini antara lain verifikasi alat-alat standar ke tingkat nasional/internasional, diseminasi standar massa K46, interkomparasi regional besaran volume, pemeliharaan dan sertifikasi mass-volume comparator dan pengembangan metode kalibrasi standar massa dan standar ukuran volume.
Gambar 17 Kegiatan penelusuran standar gaya dan tekanan di Australia
IK 3
• Akumulasi jumlah BPSK yang terbentuk
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah lembaga penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan berkedudukan pada tiap Daerah Tingkat II (kabupaten dan kota) di seluruh Indonesia, kecuali untuk DKI Jakarta sebagaimana diatur menurut UndangUndang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. BPSK bertugas menyelesaikan persengketaan konsumen di luar lembaga pengadilan umum, BPSK beranggotakan unsur perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha atau produsen yang diangkat atau diberhentikan oleh Menteri. Berdasarkan peran BPSK sesuai Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Tugas dan Wewenang BPSK dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah BPSK yang terbentuk maka diharapkan akses masyarakat dalam mengadukan sengketa atas pembelian barang dan/atau pemanfaatan jasa semakin mudah, sehingga hak-hak konsumen semakin terlindungi. Selain itu diharapkan pula dengan semakin meningkatnya upaya perlindungan konsumen di daerah akan tercipta iklim usaha yang lebih baik dan pelaku usaha akan lebih bertanggung jawab dalam memproduksi maupun memperdagangkan barang dan/atau jasa. Pada Tahun 2014, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen memfasilitasi terbentuknya 48 unit BPSK. Akumulasi BPSK yang terbentuk sampai dengan Bulan Desember 2014 adalah 159 unit sehingga capaian kinerjanya sebesar 227% dari target 70 unit. Keberhasilan ini tercapai berkat penetapan target yang telah mempertimbangkan kemampuan pencapaiannya. Menteri perdagangan mendorong percepatan pembentukan BPSK dari 5 unit menjadi 50 unit per tahun. Kegiatan fasilitasi 2014 | LAK DITJEN SPK
39
pembentukan BPSK pada tahun-tahun sebelumnya juga mendukung capaian kinerja. Pengontrolan capaian kinerja secara berkala per triwulan dapat mengawal perkembangan kinerja organisasi. Tabel 10 Daftar BPSK yang terbentuk pada Tahun 2014 berdasarkan Keppres No. 1.
Dasar Hukum Keppres Nomor 4 Tahun 2014
2.
Keppres Nomor 5 Tahun 2014
3.
Keppres No. 27 Tahun 2014
4.
Keppres No. 28 Tahun 2014
5.
Keppres No. 48 Tahun 2014
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48.
Kabupaten/Kota Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur Kabupaten Garut, Jawa Barat Kabupaten Kuantan Singingi, Riau Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur Kota Tomohon, Sulawesi Utara Kabupaten Bangka, Bangka Belitung Kabupaten Badung, Bali Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Sulawesi Utara Kota Sungai Penuh, Jambi Kabupaten Kepahiang, Bengkulu Kabupaten Tegal, Jawa Tengah Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat Kota Sibolga, Sumatera Utara Kota Gorontalo, Gorontalo Kabupaten Karangasem, Bali Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Kabupen Jember, Jawa Timur Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur Kabupaten Solok, Sumatera Barat Kabupaten Bungo, Jambi Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Kabupaten Merangin, Jambi Kabupaten Tebo, Jambi Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur Kota Gunung Sitoli, Sumatera Utara Kota Lhokseumawe, NAD Kota Payakumbuh, Sumatera Barat Kota Tarakan, Kalimantan Utara Kota Bengkulu, Bengkulu Kota Pasaruan, Jawa Timur Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Kabupaten Jepara, Jawa Tengah Kabupaten Agam, Sumatera Barat Kota Pariman, Sumatera Barat
Sumber: Direktorat Pemberdayaan Konsumen
40
LAK DITJEN SPK | 2014
Mengacu pada target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Rencana Strategis Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan KonsumenTahun 2011-2014, maka realisasi kinerja sampai dengan Tahun 2014 sudah melebihi target jangka menengah yaitu 70 unit BPSK pada Tahun 2014. Tabel 11 Target dan capaian IK 3 Tahun 2011-2014 Tahun
2011
2012
2013
2014
Target
55
60
65
70
Realisasi
65
84
111
159
Capaian
118%
140%
171%
227%
Pencapaian Tahun 2014 ini naik 56% dari tahun sebelumnya. Hal ini dapat terwujud karena didukung oleh sosialisasi yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen secara intensif mengenai peran dan fungsi penting BPSK dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen dan berkelanjutan sehingga menumbuhkan kesadaran pemerintah daerah untuk membentuk BPSK. Program-program yang mendukung pembentukan BPSK antara lain fasilitasi pembentukan dan penguatan BPSK, fasilitasi koordinasi kelembagaan perlindungan konsumen, dan seminar nasional BPSK. 200
Target dan Realisasi IK 3
150 100 50 2011
2012 Target (unit)
2013
2014
Realisasi (unit)
Gambar 18. Perbandingan capaian kinerja IK 3 dengan tahun-tahun sebelumnya.
Dari 159 BPSK yang terbentuk, BPSK yang keanggotaannya telah diangkat oleh Menteri Perdagangan baru separuhnya sedangkan yang telah memiliki sekretariat dan beroperasi melayani pengaduan konsumen sebanyak 72 BPSK. Dari jumlah BPSK yang telah beroperasi, sampai saat ini 47 BPSK telah menyampaikan laporan kinerjanya. Diantara BPSK yang telah beroperasi, BPSK yang terbanyak menyelesaikan kasus adalah Kota Tasikmalaya dengan jumlah 120 kasus. Jumlah pengaduan Tahun 2014 sebanyak 768 kasus, turun 23% dari Tahun 2013 sebanyak 1007 kasus. Jenis kasus yang paling banyak diadukan yaitu kasus Perumahan/Property (barang) dan jasa finance/leasing (lembaga nonbank).
2014 | LAK DITJEN SPK
41
BPSK yang telah memiliki sekretariat dan telah beroperasi 72 BPSK (45,3%)
BPSK yang keanggotaannya sudah diangkat 82 BPSK (51,6%)
BPSK terbentuk 159 produk
BPSK belum belum memiliki Sekretariat 10 BPSK (6,3%)
BPSK yang belum memiliki keanggotaan 77 BPSK (48,4%)
Gambar 19 Jumlah BPSK yang telah beroperasi
Tabel 12 Lima kota dengan BPSK paling banyak menerima pengaduan kasus No.
BPSK
Jml pengaduan
Cara Penyelesaian Konsiliasi
Mediasi
Arbitrase
Jml
1
Kota Tasikmalaya
120
11
18
52
81
2
Kota Denpasar
72
2
12
44
58
3
Kabupaten Sukabumi
70
7
28
23
58
4
Kota Batam
54
20
8
13
41
5
Kabupaten Karawang
53
0
48
4
52
Tidak selesai
Dalam proses
25
14
14
0
4
8
9
4
0
1
Jenis barang yang diadukan ke BPSK Makan dan Minuman
14%
20%
Elektronik
2% 0% 12%
2% 0%
Perumahan/Property Bahan Bakar/Gas Kosmetik/Obat-Obatan Sandang SPBU
50%
Lain-lain
Gambar 20 Jenis barang yang diadukan ke BPSK
Kendala utama sekaligus menjadi tantangan dalam pembentukan BPSK adalah berkaitan dengan mekanisme. Hingga saat ini, mekanisme pembentukan BPSK dimulai dengan usulan dari Bupati/Walikota kepada Menteri Perdagangan kemudian Kementerian Perdagangan melakukan verifikasi selanjutnya diajukan rancangan Keppres-nya ke Presiden. Mekanisme ini menyebabkan Kementerian Perdagangan tidak bisa menjadi penentu dalam pengajuan Keppres pembentukan BPSK. Inisiatif harus muncul dari Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. Kementerian Perdagangan terus mendorong, melaksanakan sosialisasi, dan memfasilitasi tetapi tidak dapat memastikan munculnya usulan pembentukan dari Bupati/ Walikota. 42
LAK DITJEN SPK | 2014
Kendala di atas menunjukkan bahwa pemilihan indikator kinerja kurang tepat dalam menggambarkan organisasi sehingga perlu diperbaiki. Alternatif indikator untuk mengukur kinerja peningkatan perlindungan konsumen dapat didekati misalnya dengansuatu indeks penilaian keberdayaan konsumen Indonesia dan persentase pengaduan konsumen yang berhasil ditindaklanjuti/ditangani oleh Kementerian Perdagangan. 2%
Jenis jasa yang diadukan ke BPSK
0% 10%
50% 34%
0% 0%
1% 1%
0%
2%
PLN PDAM Perbankan Finance/Leasing (Lembaga Non-Bank) Asuransi Telekomunikasi Transportasi Udara, Darat, Laut Jasa Pengiriman Layanan Kesehatan Perparkiran Lain-Lain
Gambar 21 Jenis jasa yang diadukan ke BPSK
Penetapan Kriteria Indeks Keberdayaan Konsumen Indonesia Idealnya perlindungan konsumen yang diberikan kepada masyarakat harus bersifat preventif, yaitu perlindungan sebelum konsumen mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah perlu menumbuhkan keberdayaan konsumen yaitu keadaan dimana konsumen berpengetahuan, tidak mengalami praktek tidak adil pelaku usaha, terpenuhi hak-hak sebagai konsumen, memiliki ketegasan sebagai konsumen dengan melakukan perbandingan harga, mengetahui Undang-Undang dan lembaga perlindungan konsumen, cenderung aktif menuntut haknya jika dirugikan pelaku usaha. Sejauhmana tingkat keberdayaan konsumen Indonesia saat ini dapat diukur melalui survei langsung kepada konsumen dengan parameter-parameter atau kriteria-kriteria yang relevan seperti keterampilan konsumen, pengalaman praktek tidak adil pelaku usaha dan pemenuhan hak konsumen, ketegasan konsumen, dan lain sebagainya. Sebagai langkah awal, pada Tahun 2014 dilaksanakan penetapan kriteria Indeks Keberdayaan Konsumen dengan uji coba di Kota/Kab Bogor. Persentase Pengaduan Konsumen yang Berhasil Ditindaklanjuti/ Ditangani oleh Kementerian Perdagangan Kementerian Perdagangan melaksanakan langkah pro aktif perlindungan konsumen dengan menerima dan menangani pengaduan konsumen. Jumlah Pengaduan yang masuk pada Tahun 2013 sebanyak 77 pengaduan dengan pengaduan yang ditangani secara mediasi sebanyak 26 Pengaduan, dan pada tahun 2014 sebanyak 37 pengaduan, dengan pengaduan yang ditangani secara mediasi sebanyak 11 pengaduan. Kinerja penanganan kasus pengaduan konsumen dapat dievaluasi/diukur melalui perbandingan jumlah pengaduan yang berhasil diselesaikan dengan total pengaduan yang masuk. Pengaduan yang masuk melalui Siswas-PK pada tahun 2013 sebanyak 376 inquiry dengan rincian, 78 berupa pengaduan, 25 pertanyaan, 273 informasi. Inquiry yang telah diselesaikan sebanyak 376 inquiry. Pada tahun 2014 diterima sebanyak 378 inquiry dengan rincian 159 pengaduan, 44 pertanyaan, dan 175 informasi. Inquiry yang telah diselesaikan sebanyak 378 inquiry. 2014 | LAK DITJEN SPK
43
Jumlah pengaduan kasus terbanyak adalah pembiayaan/lembaga non bank (jasa) 43 kasus, elektronik (barang) 28 kasus, makanan dan minuman sebanyak 21 kasus. Jumlah pertanyaan terbanyak adalah perumahan/property (barang), 6 kasus. Jumlah informasi terbanyak adalah makanan dan minuman (barang), 78 kasus, elektronik 36 kasus. Korea Selatan memiliki Consumer Dispute Settlement Commission (CDSC)Korean Consumer Agency. CDSC merupakan badan independen yang terdiri dari 48 komisi dibawah Korean Consumer Agency (KCA) yang bertugas untuk menyelesaikan keluhan konsumen terkait kerugian dengan cara arbitrase. Apabila dalam arbitrase pelaku usaha tidak memenuhi keputusan, maka dilimpahkan ke pengadilan. CDSC juga memiliki wewenang untuk mengambil keputusan apabila pihak pelaku usaha tidak hadir pada saat arbitrase. Dalam satu minggu CDSC mengadakan sidang 1 atau 2 kali, masing-masing menangani sekitar 20 kasus. Korea Selatan
Di India, melalui Undang-undang Perlindungan Konsumen yang telah ada sejak tahun 1986 dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa (Consumer Dispute Redressal Agencies) atau dikenal dengan nama Consumer Courts) di 671 distrik dengan nama “Distric Forum”, 28 negara bagian dengan nama “State Commission” dan satu di tingkat nasional dengan nama “National Consumer Disputes Redressal Commission”. Penyelesaian sengketa tidak dikenakan biaya bagi masyarakat yang kurang mampu, sedangkan bagi yang mampu dikenakan biaya antara 100 rupee (sekitar Rp 20.000) hingga 5.000 rupee (sekitar Rp 1.000.000) tergantung besarnya nilai kasus. Pemerintah India juga membentuk lembaga penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase yang berada di tingkat distrik dan negara bagian, misalnya di New Delhi terdapat “Delhi Mediation Centre” dan “Delhi Dispute Setlement Society” yang menyelesaikan sengketa melalui mediasi, “Delhi Local Dialog” melalui konsiliasi/adat dan “Permanent Local Dialog” untuk pelayanan publik seperti listrik melalui konsiliasi dan arbitrase. India
Malaysia mempunyai redress mechanism yang terdiri dari The Court System, The Tribunal for Consumer Claims, The Tribunal for Homebuyer Claims,dan Alternative Dispute Resolution (ADR’s).Setiap negara mempunyai cara yang berbeda-beda dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen namun memiliki satu tujuan yang sama yakni melindungi konsumen dari dampak negatif atas perdagangan barang maupun jasa. Kunci keberhasilan penanganan sengketa konsumen adalah kemampuan lembaga tersebut dalam menyelesaikan pengaduan yang diterima. Karena hal itu akan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Malaysia
IK 4
• Akumulasi jumlah SDM perlindungan konsumen
Jumlah SDM perlindungan konsumen dianggap mencerminkan kondisi pendukung perwujudan perlindungan konsumen, baik SDM yang berperan dalam menyebarluaskan informasi, mendidik masyarakat, melakukan pengawasan, menguji produk, dan sebagainya. Semakin banyak SDM perlindungan konsumen akan berdampak semakin baiknya kualitas perlindungan konsumen di Indonesia. Hal ini akan mendorong terwujudnya kualitas yang baik pada segi pemahaman masyarakat dan pelaksanaan pengawasan serta pengendalian mutu barang. Akumulasi jumlah SDM perlindungan konsumen selama Tahun 2014 yaitu 44
LAK DITJEN SPK | 2014
6.218 orang (memperhatikan SDM pegawai yang pensiun). Angka hasil penghitungan telah dikurangi jumlah pegawai/petugas yang pensiun. Rincian SDM dimaksud terdiri dari:
1.960 orang 1.503 orang 1.065 orang
• Motivator perlindungan konsumen • Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK) • Pengawas barang beredar dan jasa (PPBJ)
282 orang
• PPNS metrologi legal
262 orang
• Pengamat tera
843 orang
• Pegawai Berhak Bidang Metrologi Legal
303 orang
• Tenaga penguji mutu barang
Dari jumlah target akumulasi SDM perlindungan konsumen pada Tahun 2014 sebanyak 3.775 orang, telah tercapai sebanyak 6.218 orang sehingga capaian kinerjanya sebesar 165%. Keberhasilan ini ditunjang karena perencanaan yang telah mempertimbangkan capaian pada tahun sebelumnya, kemampuan pencapaian, serta kekuatan sumber daya organisasi. Dukungan anggaran dan koordinasi pada saat pelaksanaan kegiatan selama Tahun 2014 turut mendukung kelancaran kinerja. Tabel 13 Target dan capaian IK 4Tahun 2011-2014 Tahun
2011
2012
2013
2014
Target (orang)
2.800
3.065
3.425
3.775
Realisasi (orang)
2.964
3.885
5.411
6.163
Capaian
106%
127%
158%
163%
Apabila dibandingkan antara capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu maka capaian pada Tahun 2014 mengalami kenaikan 5%. Penyebab kenaikan telah dijelaskan pada analisis keberhasilan. Mengacu pada target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Rencana Strategis Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2011-2014 yaitu 3.775 orang sampai dengan Tahun 2014, maka realisasi kinerja Tahun 2014 telah melampaui target. 7.000
Target dan Capaian IK 4
6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 2011
Target (orang)
2012
Realisasi (orang)
2013
2014
Gambar 22 Perbandingan capaian kinerja IK 4 dengan tahun-tahun sebelumnya.
2014 | LAK DITJEN SPK
45
Program/kegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian SDM motivator perlindungan konsumen antara lain Pembinaan Motivator Perlindungan Konsumen untuk Komunitas dan Bimbingan Teknis Komunitas Perlindungan Konsumen.
Gambar 23 Penutupan diklat PPNS-PK tanggal 4 Juli 2014
Program/kegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian SDM PPNS-PK dan PBBJ yaitu pendidikan dan pelatihan PPNS-PK dan PBBJ. Kegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian SDM metrologi legal antara lain peningkatan SDM Metrologi legal yang mendukung kompetensi PNS metrologi legal, pengamat tera, dan penera sehingga sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Kementerian Perdagangan secara nasional memiliki Pegawai Berhak yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/M-DAG/PER/12/2010 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia Kemetrologian. Kendala yang dihadapi dalam pencapaian target IK ini antara lain kendala dalam penyesuaian jadwal pelaksanaan dan pengumpulan peserta. Rencana tindak lanjut untuk mengatasinya yaitu dengan koordinasi penetapan jadwal pelaksanaan yang jauh lebih awal.
IK 5
• Waktu penyelesaian perizinan/pendaftaran di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Waktu penyelesaian perizinan/pendaftaran sangat berpengaruh pada iklim usaha. Pelaku usaha membutuhkan kepastian, jika waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perizinan/pendaftaran tidak lama maka akan memberi kemudahan bagi pelaku usaha dalam berusaha sehingga aktivitas perdagangan akan semakin lancar. Hal ini diharapkan akan mewujudkan pelayanan yang memuaskan pelaku usaha (cepat, mudah, dan lancar). Kelancaran aktivitas perdagangan dengan sendirinya akan menggerakkan perekonomian bangsa. Waktu penyelesaian perizinan/pendaftaran di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen tercatat 4 hari dari target 5 hari sehingga capaian kinerja untuk IK ini adalah sebesar 120%. Keberhasilan tahun ini karena perbaikan dalam kerangka reformasi birokrasi berupa penyusunan SOP pelayanan perizinan/pendaftaran, sanksi bagi pegawai yang melanggar ketentuan, perencanaan yang telah mempertimbangkan capaian sebelumnya serta dorongan dan arahan dari pimpinan organisasi. Pada pelaksanaannya dilakukan perbaikan prosedur dan reformasi birokrasi. Pemantauan kinerja juga sudah dilakuakan per tiga bulan sehingga dapat diketahui perkembangannya. 46
LAK DITJEN SPK | 2014
Tabel 14 Target dan capaian IK 5 Tahun 2011-2014 Tahun
2011
2012
2013
2014
Target
5
5
5
5
Realisasi
5
5
4
4
Capaian
100%
100%
120%
120%
Macam pendaftaran/perizinan yang dikelola Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen: 1. Pendaftaran Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) dengan jangka waktu tercapai 3 hari, 2. Pendaftaran pencantuman/pembebasan label berbahasa Indonesia dengan jangka waktu tercapai 5 hari, 3. Perizinan bidang metrologi legal dengan jangka waktu tercapai 5 hari, dan 4. Pendaftaran NRP dengan jangka waktu tercapai 3 hari kerja. Apabila dibandingkan antara capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu yaitu sebanyak 100% maka capaian pada Tahun 2014 adalah sama. Mengacu pada target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Rencana Strategis Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan KonsumenTahun 2011-2014, maka target telah terlampaui. 125%
Capaian IK 5
120% 115% 110% 105% 100% 95% 90% 2011
2012 Target (hari)
2013
2014
Realisasi (hari)
Gambar 24 Perbandingan capaian kinerja IK 5 dengan tahun-tahun sebelumnya
Kegiatan Direktorat Jenderal SPK yang mendukung pencapaian indikator penyelesaian perizinan/pendaftaran antara lain monitoring peningkatan kinerja LPK, operasional penerbitan SK pencantuman label, integrasi sistem informasi di bidang pelayanan dan perizinan metrologi legal, bimbingan pelayanan teknis, serta peningkatan pelayanan prima.
IK 6
• Jumlah alat UTTP yang ditera dan tera ulang
UTTP merupakan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang digunakan sebagai alat untuk mengukur, menakar dan menimbang dalam transaksi perdagangan. Menera adalah menandai dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku atau memberikan keterangan tertulis yang bertanda tera sah yang bertanda tera sah atau tanda 2014 | LAK DITJEN SPK
47
tera batal yang berlaku oleh pegawai yang berhak sedangkan tera ulang adalah menandai secara berkala dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku atau memberikan keterangan tertulis yang bertanda tera sah yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku. Tujuan dari pelaksanaan tera dan tera ulang yaitu melaksanakan amanat dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal untuk melindungi kepentingan umum dengan memberikan jaminan kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya. Jumlah UTTP yang ditera dan ditera ulang dijadikan sebagai indikator kinerja untuk mengukur peningkatan jumlah UTTP yang dapat ditangani oleh UPT dan UPTD metrologi legal sehingga jika indikator ini mengalami peningkatan bisa diartikan bahwa semakin bagus jaminan perlindungan terhadap konsumen dari segi kepastian mendapat ukuran, takaran, dan timbangan yang benar. Dengan demikian, akan tercapai perlindungan terhadap konsumen dari segi kepastian dan berfungsinya alat ukuran, takaran, dan timbangan dengan benar. Jumlah UTTP yang ditera-tera ulang Tahun 2014 oleh UPT dan UPTD metrologi legal yaitu 16.876.250 unit sehingga capaian kinerjanya sebesar 188%. Keberhasilan capaian tersebut karena faktor perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan. Dilihat dari sisi perencanaan, target telah ditetapkan secara progresif dengan memperhatikan capaian pada tahun sebelumnya. Target tiap tahun dinaikkan secara bertahap sehingga pencapaiannya tidak terlalu sulit. Dari segi pelaksanaan, pengalaman pada tahun sebelumnya dapat dijadikan acuan untuk perbaikan terus menerus. Anggaran juga disediakan dengan memadai. Sistem pemantauan telah dilakukan secara berkala untuk mengetahui perkembangan capaiannya. Kepedulian sebagian besar Pemerintah Daerah tercermin dari pengalokasian anggaran pada bidang metrologi legal sehingga pelayanan tera-tera ulang dapat berjalan dengan baik. Tabel 15 Data pelayanan tera dan tera ulang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
48
Provinsi NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur
LAK DITJEN SPK | 2014
UTTP yang ditera 1.441 5.944 617 549 0 348 0 1.066 114 206 139.592 2.269.908 3.673.014 1.460.971 45.521 193.827 7.619 1.005 10 6.981 24.714 11.227 542
UTTP yang ditera ulang 37.159 30.781 20.906 13.583 16.252 16.194 4.107 20.253 9.952 6.698 64.157 3.22.691 772.966 166.293 721.245 1.36.275 32.874 16.828 16.808 21.336 23.954
Total 38.600 36.725 21.523 14.132 16.252 16.542 4.107 21.319 10.066 6.904 203.749 2.269.908 3.995.705 2.233.937 211.814 915.072 1.43.894 33.879 16.838 23.789 24.714 32.563 24.496
No. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.
Provinsi
UTTP yang ditera 4.255 20 154 0 32 0 0 0 25.922
Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Direktorat Metrologi
UTTP yang ditera ulang 49.905 9.920 9.449 13.319 8.086 995 7.682 1.421 8.338
Total
Total 0 54.160 9.940 9.603 13.319 8.118 995 0 7.682 1.421 34.260 10.456.026
*) Tera dan Tera Ulang Sumber: Direktorat Metrologi
Data jumlah UTTP yang ditera dan ditera ulang diatas berdasarkan pada laporan kinerja kemetrologian yang dilakukan UPT dan UPTD metrologi legal yang masuk ke laporan Direktorat Metrologi-Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, sehingga data tersebut belum dapat menggambarkan seluruh UTTP tera dan tera ulang yang mampu ditangani oleh UPT dan UPT metrologi legal. Alternatif solusi yang telah dan akan dilakukan yaitu meningkatkan koordinasi dengan UPTD Metrologi legal terkait penyampaian laporan bulanan dan menyediakan sarana pengiriman laporan bulanan melalui surat elektronik atau menggunakan aplikasi berbasis internet sehingga dapat mempersingkat waktu penyampaian dan dapat digunakan langsung dalam pelaporan internal di UPTD. Tabel 16 Target dan capaian indikator “Jumlah UTTP yang ditera-tera ulang” Tahun 20112014 Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Target
6.125.000
6.737.500
7.411.000
8.152.000
8.967.000
Realisasi
5.907.770
11.793.573
11.239.325
10.584.464
10.456.026
Capaian
96%
175%
152%
130%
117%
Capaian pada Tahun 2014 menurun 13%, faktor penyebabnya adalah komitmen Pemerintah Provinsi dalam meningkatkan tertib ukur sangat tinggi namun tidak disertai dengan semakin tingginya pelaporan kegiatan tera dan tera ulang pemerintah provinsi dan kabupaten kota yang sedikit menurun. Bila mengacu pada target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Rencana Strategis Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2010-2014, maka realisasi kinerja sampai dengan Tahun 2014 telah melebihi target yang ditetapkan. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen pernah melakukan kerja sama dengan Sucofindo pada tahun 2011untuk menghitung potensi UTTP di Indonesia. Hasil penelitian tersebut bahwa potensi UTTP di Indonesia yaitu sebesar 68.552.441 unit atau 68,6 juta unit. Selain itu, perlu diupayakan pemahaman kepada pemerintah daerah agar dapat meningkatkan perhatian terhadap bidang metrologi legal khususnya di dalam pengalokasian anggaran operasional untuk pelaksanaan pelayanan tera dan tera ulang, sehingga pemberian pelayanan metrologi legal yang dilakukan oleh UPTD dapat memadai (mencakup seluruh wilayah kerja UPTD). Untuk membantu mengatasi hal tersebut perlu dilakukan 2014 | LAK DITJEN SPK
49
koordinasi antara Pemerintah dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota guna meningkatkan pelayanan di bidang kemetrologian. 20.000.000
Target dan Realisasi IK 6
15.000.000 10.000.000 5.000.000 2011
2012 Target (unit)
2013
2014
Realisasi (unit)
Gambar 25 Perbandingan capaian kinerja IK 6 dengan tahun-tahun sebelumnya
Peningkatan pembinaan dan pengawasan tertib ukur juga dilakukan melalui pembentukan Daerah Tertib Ukur dan Pasar Tertib Ukur. Daerah dikatakan tertib ukur ketika semua alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) yang digunakan untuk menentukan kuantitas dalam transaksi perdagangan telah bertanda tera sah yang berlaku. Semakin banyaknya Pasar Tertib Ukur dan Daerah Tertib Ukur merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan konsumen atas jaminan kebenaran hasil pengukuran dalam transaksi perdagangan. Adapun kriteria suatu pasar dapat ditetapkan menjadi Pasar Tertib Ukur yaitu: 1. Mempunyai data base tentang jumlah, jenis, lokasi, dan pemilik UTTP 2. Semua UTTP yang digunakan dalam transaksi perdagangan bertanda tera sah. 3. Pemilik/pengguna UTTP telah memperoleh penjelasan tentang penggunaan UTTP yang benar dan sanksi apabila menggunakan UTTP yang tidak bertanda tera sah. 4. Pengelola pasar memahami ketentuan umum penggunaan UTTP yang benar. 5. Pemerintah Daerah menetapkan pembinaan kemetrologian menjadi salah satu program prioritas tahunan.
Gambar 26 Menteri Perdagangan RI didampingi Dirjen SPK menganugerahkan penghargaan “Perusahaan Peduli Tertib Ukur” 2014 pada acara Temu Pelanggan Direktorat Metrologi Tahun 2014
50
LAK DITJEN SPK | 2014
Tabel 17 Pelaksanaan kebijakan tertib ukur No.
Kebijakan Tertib Ukur
Jumlah 2014
1
Pembentukan Daerah Tertib Ukur
16 daerah
2
Pembentukan Pasar Tertib Ukur
268 pasar
Untuk mengapresiasi pemilik UTTP yang telah berpartisipasi dalam meningkatkan perlidungan konsumen melalui kegiatan menera dan menera ulangkan UTTP yang dimiliki sesuai dengan ketentuan yang berlaku Direktorat Jenderal SPK memberikan penganugerahan Perusahaan Tertib Ukur tahun 2014. Alternatif indikator kinerja “Persentase UTTP bertanda tera sah yang berlaku” Indikator yang dipilih pada IK 6 masih berupa output kegiatan yang kualitasnya baru sebatas jumlah UTTP hasil dari kegiatan tera dan tera ulang. Selain itu, indikator dimaksud belum cukup menggambarkan kinerja organisasi karena belum terlihat dampak pengawasan terhadap kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan yang berlaku. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap alternatif-alternatif indikator yang lain. Salah satu pilar untuk mewujudkan perlindungan konsumen adalah terciptanya jaminan kebenaran hasil pengukuran dari UTTP yang digunakan dalam berbagai kegiatan transaksi perdagangan. Perdagangan yang adil tercermin pada kondisi dimana konsumen memperoleh haknya secara penuh sesuai dengan harga yang dibayarkan dan sebaliknya penjual tidak mengalami kerugian atas nilai harga barang yang dijualnya. Pemberian jaminan kebenaran hasil pengukuran tersebut dilakukan melalui pemberian cap tanda tera sah yang berlaku terhadap UTTP untuk jangka waktu tertentu melalui proses tera dan tera ulang. Dengan demikian, perlindungan konsumen akan terwujud apabila seluruh UTTP yang digunakan dalam transaksi perdagangan di Indonesia dapat dijamin kebenaran hasil pengukurannya. Indikator yang dapat mengambarkan kondisi tersebut adalah Persentase Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku. Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara jumlah UTTP bertanda tera sah yang berlaku dibandingkan dengan jumlah potensi UTTP yang wajib di tera dan tera ulang di Indonesia. Dimana semakin tinggi persentase maka semakin baik kondisi tertib ukur yang artinya upaya perlindungan konsumen semakin baik pula.
IK 7
• Jumlah UPT dan UPTD yang dibina dan dinilai
UPT adalah Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal, dalam hal ini adalah Balai Pengujian UTTP yang menangani pelayana tera dan tera ulang penanganan khusus sedangkan UPTD adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah Provinsi atau kabupaten/kota yang melakukan kegiatan kemetrologian pada wilayah kerjanya. Penilaian adalah serangkaian proses/kegiatan yang dilakukan oleh menteri dalam hal ini Dirjen Perdagangan Dalam Negeri terhadap UPT, UPTD Provinsi, atau UPTD Kabupaten/Kota yang memastikan kesesuaian terhadap persyaratan yang telah ditetapkan. Jika jumlah UPT dan UPTD yang dibina dan dinilai semakin banyak, maka dampak yang diharapkan yaitu infrastruktur dan kelembagaan UPT/UPTD semakin membaik sehingga pelayanan kemetrologian yang diberikan kepada masyakat akan berjalan semakin baik sesuai dengan standar dan prosedur berdasarkan peraturan yang berlaku. 2014 | LAK DITJEN SPK
51
Target awal 52 UPTD
Karena penghematan anggaran, target menjadi 47 UPTD
Realisasi yang terlaksana adalah 50 UPTD
Target IK Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang dibina dan dinilai selama Tahun 2014 pada awalnya ditetapkan sebanyak 52 unit tetapi karena dampak penghematan anggaran, maka target direvisi menjadi 47 unit. Adapun realisasi tercatat 50 UPTD sehingga capaiannya sebesar 106%. Dari segi perencanaan, keberhasilan ini didukung adanya penetapan target yang realistis melihat capaian tahuntahun sebelumnya sehingga pencapaiannya tidak terlalu sulit. Target juga sudah ditentukan dengan memperhatikan kemampuan sumber daya organisasi yang ada. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Regional I Balai Pelayanan Kemetrologian Prov. Jambi UPT Metrologi Prov. Sumatera Barat Balai Pelayanan Kemetrologian Prov. Sumatera Selatan UPT Metrologi Prov. Kepulauan Riau Balai Metrologi Prov. Kepulauan Bangka Belitung UPT Metrologi Pematang Siantar UPT Metrologi Medan UPTD Metrologi Provinsi Aceh Balai Metrologi Prov. Lampung UPT Metrologi Prov. Riau Balai Metrologi Prov. Bengkulu UPTD Metrologi Legal Kota Batam Regional II Balai Kemetrologian Bandung Balai Metrologi Wilayah Pati Balai Metrologi D.I. Yogyakarta Balai Metrologi Wilayah Magelang Balai Kemetrologian Bogor Balai Metrologi Wilayah Banyumas UPT Kemetrologian Pamekasan UPT Kemetrologian Madiun UPT Kemetrologian Jember UPTD Metrologi Legal Kota Surabaya UPT Kemetrologian Malang UPT Kemetrologian Surabaya Balai Pengelola Laboratorium Metrologi Prov. Banten
26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50.
Balai Metrologi Wilayah Surakarta Balai Metrologi Prov. Nusa Tenggara Barat UPT Kemetrologian Kediri Balai Metrologi Wilayah Semarang UPT Kemetrologian Bojonegoro Balai Kemetrologian Karawang Balai Metrologi Wilayah Tegal Balai Kemetrologian Cirebon Balai Kemetrologian Tasikmalaya UPT Metrologi Prov. Nusa Tenggara Timur Balai Metrologi Prov. Bali Balai Metrologi DKI Jakarta UPTD Metrologi Legal Kabupaten Malang Regional III Balai Pelayanan Kemetrologian Prov. Kalimantan Selatan Balai Kemetrologian Palangkaraya Unit Pelayanan Kemetrologian Singkawang Unit Pelayanan Kemetrologian Pontianak UPTD Metrologi Prov. Kalimantan Timur UPT Metrologi Kota Balikpapan Regional IV Balai Metrologi Prov. Sulawesi Selatan UPTD Metrologi Prov. Sulawesi Utara UPTD Metrologi Prov. Sulawesi Tengah Balai Metrologi Prov. Gorontalo UPTD Metrologi Prov. Sulawesi Tenggara UPTD Metrologi Prov . Sulawesi Barat
Pada pelaksanaan, pembinaan terhadap UPT & UPTD telah dilakukan sejak lama sehingga tidak banyak mengalami hambatan. Hal ini didukung pula dengan semakin tingginya antusias dan pemahaman UPTD Metrologi Legal untuk meningkatkan pelayanan kemetrologian kepada masyarakat, dengan cara memperbaiki infrastruktur, prosedur, standar dan kelembagaan. Dukungan anggaran yang memadai serta penjadwalan yang baik 52
LAK DITJEN SPK | 2014
juga membantu pencapaian. Dari segi pemantauan, telah dilakukan monitoring setiap tiga bulan melalui laporan triwulanan. Salah satu bagian dari kegiatan surveillance Tahun 2014 yaitu terbitnya Surat Keputusan Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nomor 199/SPK/KEP/08/2014 tentang Penetapan UPTD Metrologi Legal Terbaik Tahun 2014. SK ini diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada UPTD metrologi legal yang memenuhi kriteria-kriteria UPTD yang baik seperti kondisi kantor, laboratorium, serta sistem dokumen yang diterapkan. Melalui pemberian penghargaan ini, diharapkan semua UPTD metrologi legal menjadi terpacu untuk meningkatkan kualitas dari UPTD-nya. Penetapan UPTD Metrologi Legal terbaik baru dimulai pertama kali pada Tahun 2014 sehingga tidak bisa dianalisis terhadap tahun sebelumnya. Tabel 18 UPTD Metrologi Legal Terbaik Tahun 2014 No.
Peringkat
UPTD
Dinas
1
Terbaik I
Balai Kemetrologian Bogor
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat
2
Terbaik II
UPT Kemetrologian Jember
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur
3
Terbaik III
Balai Pengelola Laboratorium Metrologi
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten
Apabila dibandingkan antara capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu, penurunan penurunan jumlah UPTD yang dinilai sebanyak 1 unit. Alasan utama penurunan realisasi adalah karena adanya penghematan anggaran yang menyebabkan penurunan target dan pelaksanaan kegiatan pendukung. Mengacu pada target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Rencana Strategis Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2010-2014, maka Jumlah UPTD yang dinilai dan dibina semakin meningkat setiap tahunnya. Tabel 19 Target dan capaian IK 7 Tahun 2011-2014 Tahun
2011
2012
2013
2014
Target
60%
49 unit
49 unit
47 unit
Realisasi
60%
49 unit
51 unit
50 unit
Capaian
100%
100%
104%
106%
Kegiatan Direktorat Jenderal SPK yang mendukung pencapaian indikator tersebut antara lain surveillance UPTD metrologi legal dan fasilitasi UPTD kab/kota metrologi legal, monitoring dan evaluasi unit kerja metrologi legal tingkat provinsi, bimbingan teknis kaji ulang manajemen UPT dan UPTD metrologi legal, harmonisasi dan sinkronisasi penyelenggaraan metrologi legal di wilayah regional BSML, serta pembinaan pengelolaan cap tanda tera dan bimbingan pengelolaan laboratorium metrologi legal dan monitoring sistem ketertelusuran standar milik UPTD metrologi legal. Penilaian dilaksanakan setelah ada permohonan dari UPT/UPTD Metrologi Legal Provinsi dan Kabupaten/Kota, permohonan penilaian harus dilengkapi persyaratan yang meliputi dokumen panduan mutu; ruang lingkup pelayanan tera dan tera ulang UTTP; rekomendasi 2014 | LAK DITJEN SPK
53
dari Kepala Dinas Provinsi khusus untuk pembentukan UPTD Kabupaten/Kota; isian daftar pertanyaan kesesuaian terhadap persyaratan manajamen dan persyaratan teknis. Surveillance adalah kegiatan kunjungan ke UPT, UPTD Provinsi, atau UPTD Kabupaten/ Kota untuk memastikan bahwa UPT atau UPTD Provinsi atau UPTD Kabupaten/Kota tersebut memelihara kompetensinya dari waktu ke waktu berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh Menteri. UPT, UPTD Provinsi, atau UPTD Kabupaten/Kota yang sudah memperoleh SKKPTTU wajib mengajukan surveillance. Surveillance paling sedikit dilakukan 1 kali dalam 18 bulan setelah SKKPTTU diterbitkan. Namun pelaksanaan surveillance harus menunggu pengajuan permohonan oleh UPTD Provinsi, sehingga hal ini menghambat realisasi output per semester. 60
Target dan Realisasi IK 7
50 40 30 20 10 2011
2012 Target (UPTD)
2013
2014
Realisasi (UPTD)
Gambar 27 Perbandingan capaian kinerja IK 7 dengan tahun-tahun sebelumnya
IK 8
• Persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa
Pengawasan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen memberikan hasil berupa produk-produk yang diawasi berdasarkan parameter SNI Wajib, petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan/garansi dalam bahasa Indonesia (MKG), dan pencantuman label dalam Indonesia. Berdasarkan hasil pengawasan tersebut, ditemukan produk yang memenuhi dan tidak memenuhi ketiga parameter tersebut untuk ditindaklajuti sesuai ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut atas hasil pengawasan tersebut dapat berupa surat apresiasi maupun teguran setelah ada hasil uji laboratorium. Semakin besar persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa menunjukkan semakin besar pula efektivitas pengawasan tersebut. Jika persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa terpenuhi maka dampak yang diharapkan adalah semakin berkurangnya produk barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku sehingga hal tersebut akan turut meningkatkan kesehatan, keselamatan dan kenyamanan konsumen dalam menggunakan barang tersebut. Batasan untuk mengukur tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa dapat mencakup beberapa jenis yaitu teguran kepada pelaku usaha, penerbitan surat keputusan/edaran, pengujian laboratorium, pemberian sanksi administratif, serta penyidikan. 54
LAK DITJEN SPK | 2014
Hasil Pengawasan Tahun 2014 Berdasar Parameter Pengawasan MKG; 44; 12%
SNI; 171; 48% Label; 145; 40%
Gambar 28 hasil pengawasan Tahun 2014 Sumber: Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
Selama Tahun 2014 telah dilakukan pengawasan terhadap barang beredar yang diduga tidak sesuai ketentuan terkait parameter SNI Wajib, petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan/garansi dalam bahasa Indonesia (MKG), dan pencantuman label dalam bahasa Indonesia. Selain itu,Kementerian Perdagangan telah melaksanakan pengawasan terhadap distribusi minuman beralkohol, bahan berbahaya (B2), distribusi pupuk bersubsidi dan gula kristal rafinasi (GKR) serta jasa perdagangan properti. Hasil dari pengawasan yang dilaksanakan dari Januari sampai dengan Desember 2014, ditemukan 360 produk yang diawasi. Dari 360 produk tersebut, sebanyak 130 produk telah sesuai dengan ketentuan, 202 produk tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan 28 produk sedang dalam tahap proses uji di laboratorium. Sebagai tindak lanjut hasil pengawasan tersebut telah disampaikan 63 surat apresiasi untuk produk yang sesuai ketentuan dan 189 surat teguran untuk produk yang tidak sesuai dengan ketentuan. Tabel 20 Tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa Tahun 2014 Jumlah Tahun 2014
Parameter SNI Label MKG Temuan 171 145 44 Produk sesuai 85 36 9 Produk tidak sesuai 58 109 35 Dalam proses uji lab. 28 0 0 Sumber: Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
Tindak lanjut
63 apresiasi 189 teguran
Dari target persentase tindaklanjut hasil Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Tahun 2014 sebesar 70%, secara total Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa telah melakukan tindaklanjut sebanyak 252 apresiasi dan teguran atau sebesar 70% dari 360 produk yang diawasi, sehingga target capaian kinerjanya tercapai sebesar 100%. Tabel 21 Target dan capaian IK 8 Tahun 2011-2014 2011
2012
2013
2014
Target (%)
40
50
60
70
Realisasi (%)
41
50
61
70
103%
100%
102%
100%
Tahun
Capaian(%)
Sumber: Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
2014 | LAK DITJEN SPK
55
Dibandingkan dengan capaian target tahun 2013, pada tahun 2014 terdapat sedikit penurunan dari 102% menjadi 100%. Namun secara umum, capaian kinerja di tahun 2014 tetap terpenuhi sebesar 100% sebagaimana terlihat dalam tabel. 80
Target dan Realisasi IK 8
70 60 50 40 30 20 10 0 2011
2012 TARGET (%)
2013
2014
REALISASI (%)
Gambar 29 Perbandingan capaian kinerja IK 8 dengan tahun sebelumnya
Program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian kontrak kinerja antara lain operasional penyidikan dalam rangka penanganan kasus, penyusunan surat teguran dan pembinaan, pengambilan barang contoh dari pasar, serta uji laboratorium.
Gambar 30 Dokumentasi tindak lanjut hasil pengawasan
IK 9
• Jumlah produk barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO)
Pengawasan terhadap barang beredar ber-SNI Wajib sangat penting mengingat semakin pesatnya perkembangan peredaran barang di pasar. Adanya pasar bebas turut mendorong arus barang beredar yang berpotensi bahaya bagi konsumen jika tidak memenuhi ketentuan. Pengawasan yang memadai diharapkan mampu mendukung terwujudnya perlindungan yang memadai terhadap konsumen dari barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan
56
LAK DITJEN SPK | 2014
yang berlaku, atau dengan kata lain semakin kecil kemungkinan konsumen mendapat produk atau jasa yang tidak sesuai standar atau merugikan. Tabel 22 Target dan capaian indikator “Akumulasi jenis barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO)” dari Tahun 2011-2014 2011 2012 Tahun Target 20 28 Realisasi 20 28 Capaian 100% 100% Sumber: Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
2013 36 36 100%
2014 10 23 230%
Dari jumlah target akumulasi jenis barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO) pada Tahun 2014 yaitu sebanyak 10 jenis, telah tercapai sebanyak 23 jenis sehingga capaian kinerjanya sebesar 230%. Secara akumulasi, dari jumlah target akumulasi jenis barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO) pada Tahun 2014 yaitu sebanyak 46 jenis, telah tercapai sebanyak 59 jenis sehingga tercapai 128%. Keberhasilan ini karena selain melakukan pengawasan berkala produk ber-SNI wajib yang telah direncanakan selama tahun 2014, dilakukan juga pengawasan khusus berdasarkan pengaduan konsumen, sehingga jumlah akumulasi jenis produk ber-SNI wajib yang bisa diawasi dalam kurun waktu tahun 2011-2014 sebanyak 59 jenis. Pada pelaksanannya telah dilakukan pemantauan secara berkala dan telah dilaksanakan siaran pers, sosialisasi hasil pengawasan, dan laporan kinerja triwulanan. Perbaikan dan pendokumentasian juga dilakukan secara berkelanjutan. Pada pelaksanannya telah dilakukan pemantauan secara berkala dan telah dilaksanakan siaran pers, sosialisasi hasil pengawasan, dan laporan kinerja triwulanan. Perbaikan dan pendokumentasian juga dilakukan secara berkelanjutan. Selama Tahun 2014 telah dilakukan pengawasan terhadap barang beredar yang diduga tidak sesuai ketentuan terkait parameter SNI Wajib, petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan/garansi dalam bahasa Indonesia (MKG), dan pencantuman label dalam bahasa Indonesia. Selain itu,Kementerian Perdagangan telah melaksanakan pengawasan terhadap distribusi minuman beralkohol, bahan berbahaya (B2), distribusi pupuk bersubsidi dan gula kristal rafinasi (GKR) serta jasa perdagangan properti. Adapun daftar rincian jenis barang yang diawasi pada Tahun 2014 yaitu: 1. Melamin 13. Baja profil siku sama kaki 2. Helm 14. Sepeda roda dua 3. Ban luar sepeda motor 15. Korek api gas 4. Semen portland komposit 16. Pelek kendaraan bermotor 5. Keramik berglasir 17. Karet perapat 6. Kakao bubuk 18. Tabung gas 7. Garam konsumsi beryodium 19. BjLS 8. Tepung terigu 20. Mainan anak 9. Regulator 21. Kotak kontak 10. Meter air minum 22. Lampu swaballast 11. Setrika listrik 23. Pakaian bayi 12. Batere primer
2014 | LAK DITJEN SPK
57
36 produk (24%) Tidak sesuai ketentuan
asal dalam negeri
202 produk
166 produk (76%)
Sedang diuji lab.
asal luar negeri
28 produk
66 produk (51%)
Sesuai ketentuan
asal dalam negeri
130 produk
64 produk (49%)
Hasil Pengawasan 2014 360 produk
asal luar negeri Gambar 31 Hasil pengawasan Tahun 2014 berdasarkan jenis pelanggaran Sumber: Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
Apabila dibandingkan dengan tahun lalu, capaian kinerja tahun ini naik 130%. Peningkatan capaian ini dikarenakan terdapat penambahan pengawasan khusus berdasarkan pengaduan dari konsumen. Mengacu pada target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Rencana Strategis Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2011-2014, realisasi sampai Tahun 2014 telah memenuhi target. Tabel 23 Rekapitulasi hasil pengawasan barang 2011-2014 No. 1 2 3 4
Parameter pelanggaran SNI Buku manual dan kartu garansi Label Produk diawasi distribusinya (formalin, minol) Jumlah Sumber: Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa 40 35 30 25 20 15 10 5 -
2011 28 51 23 -
2012 179 87 247 5
2013 218 145 157 45
2014 171 44 145 -
102
518
565
360
Target dan Realisasi IK 9
2011
2012 Target (jenis)
2013
2014
Realisasi (jenis)
Gambar 32 Perbandingan capaian kinerja IK 9 dengan tahun sebelumnya (non akumulasi)
58
LAK DITJEN SPK | 2014
70
Target dan Realisasi IK 9
60 50 40 30 20 10 2011
2012 Target (jenis)
2013
2014
Realisasi (jenis)
Gambar 33. Perbandingan capaian kinerja IK 9 dengan tahun sebelumnya (akumulasi)
Program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian kontrak kinerja antara lain pengawasan berkala dan pengawasan khusus, crash program dalam rangka operasional pengawasan produk tertentu, pengawasan distribusi produk tertentu, operasional Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar, dan pengawasan implementasi pencantuman label dan manual kartu garansi. Pengawasan dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Badan POM, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan lain-lain.
Gambar 34. Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melakukan kegiatan crash program di Jakarta dan menemukan produk mainan anak yang belum sesuai ketentuan
Alternatif indikator kinerja “Persentase Barang Beredar Diawasi yang sesuai ketentuan” Indikator yang dipilih pada IK 9 masih berupa output kegiatan yang kualitasnya baru sebatas jumlah produk hasil kegiatan pengawasan. Selain itu, indikator dimaksud belum cukup menggambarkan kinerja organisasi karena belum terlihat dampak pengawasan terhadap kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan yang berlaku. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap alternatif-alternatif indikator yang lain. Upaya perlindungan konsumen tidak hanya dilakukan melalui kegiatan yang bersifat preventif seperti sosialisasi ketentuan perundang-undangan, namun juga perlu didukung dengan kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M2014 | LAK DITJEN SPK
59
DAG/PER/5/1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa, pengawasan dilaksanakan baik secara berkala maupun khusus sampai dengan wilayah kabupaten/kota. Hal ini dilakukan untuk memastikan, barang dan atau jasa yang diperdagangkan, memenuhi ketentuan yang berlaku antara lain SNI Wajib, Manual dan Kartu Garansi dalam Bahasa Indonesia (MK), Label dalam Bahasa Indonesia, Distribusi dan Jasa. Wujud perlindungan konsumen melalui pengawasan barang dapat diukur dengan indikator Persentase Barang Beredar Diawasi yang Sesuai Ketentuan. Semakin tinggi prosentase kesesuaian barang beredar yang diawasi menunjukkan bahwa kinerja pengawasan telah memberikan dampak yang positif bagi perlindungan konsumen dengan tersedianya barang dan atau jasa untuk dikonsumsi yang memenuhi ketentuan SNI Wajib, MKG, Label, Distibusi dan juga jasa.
IK 10
• Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI Wajib
SNI Wajib adalah standar yang mengacu pada SNI produk dan telah diberlakukan secara wajib melalui Peraturan yang diterbitkan oleh kementerian teknis terkait sehingga produk dimaksud harus memenuhi seluruh aspek standar pada SNI bersangkutan. Pengawasan mutu terhadap produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib penting karena untuk memberikan jaminan mutu dan keamanan kepada konsumen/masyarakat terhadap mutu barang yang digunakan melalui standar berupa SNI. Melalui pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib ini diharapkan dapat memberikan penyebaran informasi mengenai jenis produk yang SNI-nya telah diterapkan secara wajib dan sudah dinotifikasi ke WTO baik yang berasal dari produk impor maupun produksi dalam negeri, kebijakan dan ketentuan yang berlaku dalam rangka penerapan pengawasan mutu barang. Tujuan dari kegiatan yaitu untuk menyamakan persepsi tentang kebijakan atau peraturan mengenai pengawasan mutu barang antara pelaku usaha dan instansi terkait agar barang yang dikonsumsi/digunakan masyarakat sudah benar-benar sesuai dengan standar yang diterapkan di Indonesia. Oleh karena itu jika jumlah pertemuan teknis pengawasan memadai dan terlaksana dengan baik maka yang diharapkan adalah meningkatnya kepatuhan para pelaku usaha baik importir ataupun produsen dalam negeri untuk mendaftarkan produknya untuk memperoleh Nomor Pendaftaran Barang/Surat Pendaftaran Barang (NPB/SPB) untuk barang impor dan Nomor Registrasi Produk (NRP) untuk barang produksi dalam negeri, mengurangi tingkat kesalahan para pelaku usaha dalam mengentry data pada saat mendaftarkan NPB ataupun NRP dan mengurangi potensi penolakan pengurusan NPB/SPB dan NRP. Outcome yang diharapkan dari kegiatan ini adalah dengan semakin patuhnya para pelaku usaha yang mendaftarkan barangnya, maka seluruh produk SNI wajib yang beredar dapat tertelusur mutunya, sehingga konsumen dapat lebih terlindungi. Tabel 24 Target indikator dan capaian “Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib” dari Tahun 2011-2014 Tahun Target Realisasi Capaian
2011 7 7 100%
Sumber: Direktorat Pengembangan Mutu Barang
60
LAK DITJEN SPK | 2014
2012 7 7 100%
2013 7 7 100%
2014 7 7 100%
Pada Tahun 2014, telah dilaksanakaan petemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor yang SNI nya diberlakukan secara wajib di 7 (tujuh) daerah sesuai target yaitu 7 (tujuh) daerah sehingga capaian kinerjanya 100%. Faktor keberhasilan kinerja capaian ini antara lain dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan. Perencanaan telah dilakukan dengan baik dimana target selalu tercapai setiap tahun, hanya saja perlu dipertimbangkan untuk membuat target yeng lebih menantang apabila sumber daya yang dimiliki memang memungkinkan. Pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik berkat adanya dukungan dan koordinasi yang baik dan intensif antara aparatur pemerintah dan para pelaku usaha. Sedangkan untuk monitoring kinerja juga telah dilaporkan secara rutin. Dengan demikian pelaksanaan Permendag Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standarisasi Jasa Bidang Perdagangandan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/MDAG/PER/7/2007 tentang perubahan atas Permendag Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 serta Peraturan dari Kementerian Teknis Terkait terhadap komoditi yang SNI-nya diberlakukan wajib dapat dilaksanakan dengan baik dan pelaksanaan pengawasan mutu barang dapat dilaksanakan secara maksimal. Koordinasi yang sudah terjalin dengan baik perlu dijaga dan lebih ditingkatkan lagi kerjasama dengan pihak pemerintah daerah serta mendorong pemerintah daerah agar meningkatkan peran BPSMB dalam kegiatan pengawasan dan sertifikasi mutu barang melalui pengembangan kompetensi SDM dan penambahan sarana dan prasarana laboratorium sesuai dengan komoditi unggulan/potensi daerah. 8
Target dan Realisasi IK 10
7 6 5 4 3 2 1 2011
2012 Target (daerah)
2013
2014
Realisasi (daerah)
Gambar 35. Perbandingan capaian kinerja IK 10 dengan tahun-tahun sebelumnya
Apabila dibandingkan antara capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu maka capaian pada Tahun 2012 adalah sama. Hal ini karena kegiatan yang dilakukan telah berulang setiap tahun sehingga penyelenggaraannya dapat dilaksanakan sesuai pengalaman. Mengacu pada target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Rencana Strategis Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2010-2014, maka realisasi kinerja sampai dengan Tahun 2014 telah tercapai. Bila melihat strategi pengawasan mutu barang di negara lain misalkan China, cara yang digunakan untuk memastikan dan mengembangkan kualitas/mutu barang dilaksanakan melalui penetapan standar yang berfokus pada peningkatan kemampuan adaptasi dan daya saing dari standar-standar teknis yang telah dimiliki. Pemerintah berperan sebagai pembimbing dan perusahaan menjadi pendukung utama. Akan tetapi, untuk beberapa standar yang bersifat penting, penerapan dan implementasinnya masih perlu ditingkatkan agar kualitas/mutu barang dapat diawasi dengan baik. 2014 | LAK DITJEN SPK
61
Kegiatan Direktorat Jenderal SPK yang mendukung yaitu pertemuan teknis dalam rangka pengawasan mutu produk ber-SNI Wajib untuk produk dalam negeri dan produk impor yang telah di laksanakan di tujuh daerah, dimana kegiatan tersebut membahas mengenai 123 jenis produk yang SNI-nya telah diterapkan secara wajib dan sudah dinotifikasi ke WTO baik yang berasal dari produk impor maupun produksi dalam negeri, kebijakan dan ketentuan yang berlaku dalam rangka penerapan pengawasan mutu barang, serta permasalahan yang dihadapi oleh stakeholder.Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib Tahun 2014 berjumlah 7 (tujuh) daerah yaitu terlaksananya kegiatan pertemuan teknis Medan, Pekanbaru, Surabaya, Jawa Barat, Palembang, Semarang dan Tangerang. Pada perencanaan tahun 2015 – 2019 indikator “Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib” tidak lagi digunakan karena masih bersifat output. Kedepan akan disusun indikator baru yang lebih bersifat outcome agar menggambarkan pelaksanaan tugas dan fungsi secara lebih luas.
Gambar 11. Pertemuan Teknis dalam Ranka Pengawasan Mutu Barang SNI nya diberlakukan secara wajib untuk produk dalam negeri dan produk impor
Tabel 25 Jumlah pelaku usaha yang sudah mendaftarkan NPB dan NRP 2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 62
Komoditi Audio video Baja lembaran Baja profil Baja tulangan beton Ban Baterai primer Helm kendaraan bermotor Kabel listrik Kaca lembaran Kaca pengaman Kakao bubuk Katub tabung baja lpg Keramik tableware Kipas angin
LAK DITJEN SPK | 2014
2013 3 2 1 4 54 3 7 12 8 10 18 2 20 14
2014 5 93 2 7 107 6 10 20 19 20 33 5 34 29
No. 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
IK 11
Komoditi Kloset Kompor gas LPG 1 tungku Korek api Lampu swaballast Luminare MCB Melamin Mesi cuci Pc bar/kawat baja Pelek kendaraan Pompa air Pupuk Regulator tekanan rendah untuk LPG Saklar Selang LPG Semen Sepeda roda dua Setrika Spesifikasi meter air minum tabung baja LPG Tangki air Tepung terigu Tusuk kontak & kotak kontak Ubin keramik
2013 17 3 16 18 1 8 1 1 8 44 21 13 9 11 6 21 36 5 5 12 2 17 14 83
2014 28 12 28 38 2 15 4 27 11 84 37 48 12 19 10 27 72 9 6 15 3 39 30 131
• Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib merupakan kegiatan yang berisi monitoring di pelabuhan bongkar, pabrik dan pasar terhadap pencantuman label NPB untuk produk impor dan NRP untuk produk dalam negeri pada kemasan produk yang akan diedarkan di masyarakat. Tujuan kegiatan yaitu pemantauan/ monitoring terhadap penerapan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 14 Tahun 2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, sehingga diperoleh data pelaku usaha yang tidak mencantumkan label NPB dan NRP pada barang impor maupun barang produksi dalam negeri. Dari data tersebut akan dapat dijadikan referensi untuk kebijakan lebih lanjut. Oleh karena itu jika kegiatan ini telah memadai dan terlaksana dengan baik maka dampak yang diharapkan yaitu para pelaku usaha mencantumkan NPB dan NRP pada kemasan atau pada produk yang akan diedarkan di pasar, dan apabila masih ditemukan adanya produk yang tidak mencantumkan label pada kemasannya akan ditindaklanjuti dengan pemberian surat teguran kepada pelaku usaha bersangkutan.
2014 | LAK DITJEN SPK
63
Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib selama Tahun 2014 berjumlah 8 (delapan) kali yaitu terlaksananya monitoring di Surabaya, Medan, Pekanbaru, Sidoarjo, Semarang, Palu, Palembang dan Lampung. Capaian kinerja Tahun 2014 sebesar 100% karena jumlah realisasi sama dengan target. Evaluasi dilakukan terhadap penerapan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 14 Tahun 2007 yang dilakukan kepada para stakeholder melalui metode pengisian kuisioner. Capaian kinerja sampai dengan Tahun 2014 dibandingkan dari target adalah tercapai 100% yang diperoleh dari pelaksanaan evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor yang SNI nya diberlakukan secara wajib di 8 (delapan) daerah. Tabel 26 Target dan capaian IK 11 dari Tahun 2011-2014 Tahun Target Realisasi Capaian
2011 16 16 100%
2012 8 8 100%
2013 8 8 100%
2014 8 8 100%
Sumber: Direktorat Pengembangan Mutu Barang
Faktor keberhasilan kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen pada Tahun 2014antara lain dari segi perencanaan karena target telah disesuaikan dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga pencapaiannya dapat dilaksanakan dengan baik. Dapat dipertimbangkan untuk membuat target yang sedikit lebih menantang pada tahun yang akan datang dengan memperhatikan sumber daya yang dimiliki. Faktor kedua dari segi pelaksanaan keseluruhan kegiatan dapat terselenggara dikarenakan adanya koordinasi yang baik dan intensif antar stakeholder dalam rangka pelaksanaan pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib. Pihak pemerintah daerah telah melaksanakan pengawasan di lapangan dengan turun langsung ke produsen maupun ke pasar-pasar dan toko untuk melakukan evaluasi serta melakukan pembinaan dan pengarahan dengan memanggil para pelaku usaha dan untuk proses klarifikasi serta adanya sinergisitas program kerja di bidang pengawasan mutu barang antara Kementerian Perdagangan, pemerintah daerah provinsi, serta kementerian teknis terkait. Dari segi pemantauan juga dilakukan dengan menyusun laporan bulanan dan triwulanan. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 -
Target dan Realisasi IK 11
2011
2012 Target (kali)
2013
2014
Realisasi (kali)
Gambar 36. Perbandingan capaian kinerja IK 11 dengan tahun sebelumnya.
Apabila dibandingkan antara capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu yaitu 100% maka capaian pada Tahun 2014 stabil. Hal ini karena angka target juga sama. Selain itu 64
LAK DITJEN SPK | 2014
pelaksanaannya telah dilakukan beberapa tahun yang lalu sehingga penyelenggaranya telah berpengalaman. Mengacu pada target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Rencana Strategis Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2010-2014, target Tahun 2014 telah dicapai. Kegiatan yang mendukung pencapaian yaitu evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 14 Tahun 2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, maka barang impor yang SNI-nya telah diberlakukan secara wajib oleh instansi teknis terkait dan telah dinotifikasikan ke WTO yang akan memasuki wilayah pabean Indonesia wajib memiliki Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang diterbitkan oleh PPMB berdasarkan SPPT-SNI yang dimiliki. Di dalam SPB terdapat Nomor Pendaftaran Barang (NPB) yang diberikan kepada importir guna ketertelusuran penerapan pengawasan mutu barang impor SNI wajib, serta untuk mengantisipasi komplain terhadap komoditi yang telah diregistrasi dan memberikan jaminan mutu terhadap barang yang SNI-nya diberlakukan secara wajib. SPB merupakan dokumen pendaftaran hasil verifikasi kesesuaian mutu yang digunakan sebagai lampiran PIB pada saat pengeluaran barang dari kawasan pabean. Sedangkan untuk produk sejenis yang diproduksi di dalam negeri maka wajib memiliki Nomor Registrasi Produk (NRP). NPB/NRP digunakan sebagai dasar pengawasan barang beredar atau market survailen. Tabel 27 Hasil evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib No
Daerah
1
Medan
2
Surabaya
Hasil Evaluasi - Evaluasi ke gudang PT. Meroke Tetap Jaya selaku importir pupuk merk YaraMila, MerokeTSP, MerokeMOP sudah mencantumkan NPB pada kemasan kemasannya. - Evaluasi di Ace Hardware Sun Plaza Medan, pada produk peralatan listrik rumah tangga seperti Saklar, Tusuk Kontak, Kotak Kontak, Lampu Swabalast Produk Sepeda roda dua, produk sepatu pengaman sudah mencantumkan NPB/NRP. Akan tetapi masih ditemukan produk kabel bermerk Voksel yang tidak mencantumkan SNI dan NPB/NRP - Evaluasi di Hypermart Sun Plaza Medan, ditemukan banyak produk saklar dan kotak kontak merk Broco, merk Loyal dan sepeda lipat merk Quattro tidak mencantumkan NPB/NRP. a. Produsen dalam negeri - PT. Karunia Agung Cemerlang sudah mencantumkan NRP pada produk dan kemasan kompor gas bahan bakar LPG satu tungku dengan sistem pemantik merk NIKITA, - PT. Petrokimia Gresik sudah mencantumkan NRP pada kemasan produk pupuk NPK Padat, Super Phosphate, Urea dan ZA, - PT. Semen Indonesia Tbk (Persero) sudah mencantumkan NRP pada kemasan produk semen portland dari PT. Semen Indonesia - PT. Sinko Prima Alloy sudah mencantumkan NRP pada kemasan dan produk lampu hemat energi merk Elitech dan Giant. b. Importir - PT. Dragon Trade Indonesia sudah mencantumkan NPB pada kemasan kemasan produk PC strand / KBjP-P7, merk NESIYO dan jenis KBjP-P7 R B, 2014 | LAK DITJEN SPK
65
No
Daerah
3
Pekanbaru
4
Sidoarjo
5
Semarang
66
Hasil Evaluasi - PT. Great Fortune sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk Baja Lembaran dan Gulungan Lapis Paduan Al. Seng, - PT. Jie Yang Indonesia sudah mencantumkan NPB pada produk sepeda roda dua, - PT. Karunia Alam Segar sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk kakao bubuk, - PT. Modern Keramik Jaya sudah mencantumkan NPB pada produk kloset duduk dan ubin keramik, - PT. New Simo Mulyo sudah mencantumkan NPB pada produk PC strand / KBjP-P7, - PT. Sari Gandum sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk tepung terigu, - PT. Sukses Expamet sudah mencantumkan NPB pada produk baja lembaran dan gulungan lapis paduan alumunium – seng, - PT. Sumber Urip Sejati sudah mencantumkan NPB pada produk pelek kendaraan bermotor kategori M, N dan O - PT. Surya Citra Kencana sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk melamin, - PT. Surya Citra Kencana sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk melamin - PT. Trust Trading sudah mencantumkan NPB pada kemasan kloset duduk dan ubin keramik, - PT. Wijaya Santosa Jaya sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk korek api gas. Evaluasi dilakukan dengan mengunjungi Instansi teknis terkait, produsen dalam negeri, importir untuk mengetahui permasalahan/kendala yang ada dilapangan sekaligus memantau penerapan penandaan SNI dan NRP/NPB pada produk-produk SNI wajib yang beredar Pekanbaru. Berdasarkan informasi dari Kepala Bidang Perdagangan Dinas Koperasi, Perindag, UKM & ESDM Kab. Sidoarjo, pemerintah setempat belum pernah melakukan pengawasan terkait penerapan SNI Wajib, NPB maupun NRP. Pengawasan yang selama ini dilakukan hanya sebatas obat-obatan dan label makanan. Dinas pernah mengikuti sosialisasi terkait SNI Wajib yang diadakan oleh Dinas Perindag Provinsi Jawa Timur. Evaluasi juga dilaksanakan di Depo Bangunan Gedangan, Sidoarjo a. Produk peralatan listrik rumah tangga seperti Saklar, Tusuk Kontak, Kotak Kontak sudah mencantumkan NPB/NRP. Akan tetapi ditemukan produk kabel bermerk KITANI yang tidak mencantumkan NPB/NRP, b. Produk pompa air listrik dari beberapa merk seeprti DAB, SHIMIZU masih belum mencantumkan NPB/NRP, c. Produk keramik sudah mencantumkan NPB/NRP, akan tetapi untuk produk Kloset belum mencantumkan NPB/NRP, a. Produsen dalam negeri - PT. Niko Elektronik Indonesia sudah mencantumkan NRP pada produk dan kemasan kompor gas bahan
LAK DITJEN SPK | 2014
No
Daerah
6
Palembang
7
Palu
8
Lampung
Hasil Evaluasi bakar LPG satu tungku dengan sistem pemantik merek Niko, Kipas Angin Merek Niko, Setrika Listrik merek Niko. b. Importir - PT. Raja Besi sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk Besi Baja - PT. Little Giant sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk Besi Baja - PT. Bumi Anugerah Makmur sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk Sepeda Roda Dua - CV. Mitra Perkasa sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk Pelek Kendaraan Bermotor - CV. Tri Tunggal Jaya sudah mencantumkan NPB pada kemasan produk Sepeda Roda Dua. Berdasarkan informasi Sekretaris Dinas Perindag Provinsi Sumatera Selatan, pemerintah setempat belum pernah melakukan pengawasan terkait penerapan SNI Wajib, NPB maupun NRP dikarenakan belum ada unit yang menangani masalah Perlindungan Konsumen. Evaluasi dilakukan di Hypermart Plaza Indah Palembang dan toko-toko Ubin keramik a. Produk peralatan listrik rumah tangga seperti Pendingin Ruangan dan Setrika sudah mencantumkan NPB/NRP. Akan tetapi ditemukan produk Setrika listrik bermerk samwoo yang mencantumkan 2 nomor NRP berbeda pada kemasan dan produknya b. Produk ubin keramik pada toko-toko sudah sudah mencantumkan NPB/NRP pada kemasannya. Di kantor Dinas Perindag Prov Sulawesi Tengah didapatkan informasi yang diberikan Dinas belum pernah melakukan pengawasan terkait penerapan SNI Wajib, NPB maupun NRP dikarenakan belum ada unit yang menangani masalah Perlindungan Konsumen. Evaluasi dilakukan di pertokoan di kota Palu, dari beberapa pengamatan diperoleh hasil Produk peralatan listrik rumah tangga seperti Pendingin Ruangan merek Samsung dan Setrika merek Maspion sudah mencantumkan NPB/NRP Evaluasi dilakukan di pertokoan/pedagang yang menjual peralatan listrik untuk rumah tangga dengan hasil : Produk peralatan listrik rumah tangga seperti Pendingin Ruangan, Kipas Angin dan Setrika sudah mencantumkan NPB/NRP
Tabel 28 Penerbitan SPB, NPB, dan NRP Tahun 2010–2014 No. 1 2 3 4 5
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
SNI Wajib 54 83 97 111 123
SPB 10.931 13.816 16.506 21.774 28.440
NPB 985 1.134 1.456 1.947 1.532
NRP 626 744 680 982 1.232
Sumber: Direktorat Pengembangan Mutu Barang (31 Desember 2014)
2014 | LAK DITJEN SPK
67
Penerbitan SPB, NPB, dan NRP periode Tahun 2010 – 2014 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 2010
2011
2012
SNI Wajib
SPB
NPB
2013
2014
NRP
Gambar 37. Diagram Penerbitan SPB, NPB, dan NRP periode Tahun 2010-2014.
Alternatif IK “Persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku” Jika diperhatikan, realisasi dan capaian IK 10 dan IK 11 tidak memperlihatkan perubahan (stagnan). Hal ini terutama karena indikator yang dipilih berupa output kegiatan yang kualitasnya baru sebatas terlaksananya kegiatan. Selain itu, indikator dimaksud belum cukup menggambarkan kinerja organisasi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap alternatif-alternatif indikator yang lain. Perlindungan konsumen diantaranya akan dapat terwujud apabila produk-produk impor telah terdaftar memiliki NPB, sehingga barang tesebut dalam peredarannya di pasar dalam negeri terbukti memiliki konsistensi mutu sesuai persyaratan SNI yang telah diberlakukan secara wajib. Konsistensi mutu barang diperoleh melalui proses uji petik terhadap barang-barang impor sebelum diedarkan di pasar dalam negeri. Cara yang ditempuh adalah melalui pengambilan contoh di gudang importir berdasarkan data penerbitan SPB, untuk selanjutnya dilakukan pengujian mutu. Rata-rata per tahun diterbitkan sekitar 5000 NPB dengan variasi produk mencapai 100 merk.
Penerbitan SPB, NPB, dan NRP periode Tahun 2010 – 2014 25000 20000 SNI Wajib
15000
SPB 10000
NPB NRP
5000 0 2010
2011
2012
2013
2014
Gambar 38. Diagram Penerbitan SPB, NPB, dan NRP periode Tahun 2010-2014.
68
LAK DITJEN SPK | 2014
Keberhasilan upaya perlindungan konsumen diantaranya akan tercapai apabila hasil uji petik yang dilakukan terhadap produk impor tersebut terbukti sesuai dengan ketentuan SNI. Dengan demikian penerbitan NPB menjadi instrumen yang melindungi konsumen dari mengkonsumsi barang yang tidak sesuai dengan standar. Kondisi tersebut diukur melalui indikator persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan berlaku. Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara jumlah barang impor ber-SNI yang sesuai ketentuan dibagi dengan jumlah contoh uji petik kemudian dikalikan angka 100%. Dimana semakin tinggi persentase menggambarkan semakin tinggi konsistensi mutu barang impor sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat. Hal ini mengambarkan terwujudnya sebagian upaya perlindungan konsumen.
B. REALISASI ANGGARAN Berikut adalah uraian penggunaan anggaran Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 untuk mendukung sasaran meningkatnya efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen.
A
• Realisasi Anggaran Unit Organisasi
Jumlah anggaran yang diperoleh Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen pada Tahun 2014 sebesar Rp 179.772.746.000,- yang dialokasikan ke masingmasing unit eselon II, sebagai berikut: (1) Sekretariat Ditjen SPK Rp. 23.263.862.000,- (2) Direktorat Standardisasi Rp. 10.910.000.000,- (3) Direktorat Pengawasan Barang Beredar/ Jasa Rp. 18.003.326.000,- (4) Direktorat Pemberdayaan Konsumen Rp. 14.774.900.000,(5) Direktorat Metrologi dan BSML Rp. 52.077.798.000,- serta (6) Direktorat PMB Rp. 51.226.960.000,-. Jumlah pagu, realisasi, dan capaian anggaran Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 dapat dilihat pada grafik. Adapun perbandingan capaiannya dapat dilihat pada tabel. 40.000.000.000 35.000.000.000 30.000.000.000 25.000.000.000 20.000.000.000 15.000.000.000 10.000.000.000 5.000.000.000 0 Sekretariat Direktorat Direktorat PK Direktorat Ditjen SPK Standardisasi PBBJ Pagu Awal
Pagu Revisi
Direktorat Metrologi dan BSML Jumlah Realisasi
Direktorat PMB dan balai
Gambar 39. Diagram pagu dan realisasi anggaran pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 (rupiah) Sumber: Bagian Keuangan Setditjen SPK
Rata-rata capaian anggaran sebesar 88%. Realisasi anggaran tertinggi dilaksanakan oleh Direktorat Metrologi (dan BSML) yaitu Rp 50.144.427.817 atau tercapai 96,29%. Realisasi 2014 | LAK DITJEN SPK
69
anggaran terendah berada pada Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa yaitu Rp 13.552.503.971 atau tercapai 75,27% dari pagu. Tabel 29 Realisasi Anggaran Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 No.
Unit organisasi
Pagu
Revisi
Realisasi
Capaian 2014
1
Sekretariat Ditjen SPK
26.240.138.000
23.263.862.000
21.860.841.028
93.97%
2
Direktorat Standardisasi
13.200.000.000
10.910.000.000
9.421.909.266
86,36%
3
Direktorat PBBJ
26.000.000.000
18.003.326.000
13.552.503.971
75,27%
4
Direktorat PK
18.624.900.000
14.774.900.000
12.920.582.669
87,45%
5
Direktorat Metrologi dan BSML
60.013.388.000
50.144.427.817
96,29%
43.342.975.419
84,54%
6 Direktorat PMB dan balai 57.384.736.000 Sumber: Bagian Keuangan Setditjen SPK
52.077.798.000 51.266.960.000
120,00% 100,00% 80,00%
93,97%
86,36%
60,00%
95,88%
87,45%
89,51%
75,28%
40,00% 20,00% 0,00%
Gambar 40. Capaian kinerja anggaran pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 berdasarkan unit organisasi (%).
B
• Realisasi Anggaran Menurut Sasaran
Sasaran strategis yang ditetapkan yaitu meningkatnya efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen. Target anggaran untuk mencapai sasaran Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 tersebut berjumlah Rp 51.806.508.000,- sebagaimana telah direvisi menjadi Rp 38.592.484.404,-. Realisasi total anggaran yang digunakanyaitu Rp 26.979.159.642,sehingga capaiannya sebesar 69,91%. Rincian akuntabilitas keuangan per indikator kinerja sebagai berikut:
70
LAK DITJEN SPK | 2014
Jumlah rumusan standar barang dan jasa perdagangan •Pagu awal Rp 443.404.000,•Revisi Rp 381.691.000,•Realisasi Rp 375.574.995,•Capaian 98,40%
Jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan internasional •Pagu awal Rp 1.971.925.000,•Revisi Rp 1.661.414.000,•Realisasi Rp 1.627.085.525,•Capaian 97,93%
Akumulasi jumlah BPSK yang terbentuk •Pagu awal Rp 789.730.000,•Revisi Rp 847.280.000,•Realisasi Rp 806.009.100,•Capaian 95,12%
Waktu penyelesaian perizinan/pendaftaran di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
UPTD yang dibina dan dinilai
Akumulasi jumlah SDM Perlindungan Konsumen
•Pagu awal Rp 1.575.000.000,•Revisi Rp 1.230.116.000,•Realisasi Rp 1.127.504.300,•Capaian 91,65%
•Pagu awal Rp1.389.418.000,•Revisi Rp 1.273.496.000,•Realisasi Rp 1.137.004.600,•Capaian 89,28%
•Pagu awal Rp 454.970.000 ,•Revisi Rp 454.970.000 ,•Realisasi Rp 417.135.000,•Capaian 91,68%
UTTP yang ditera-tera ulang
Jumlah produk barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi serta persentase tindak lanjutnya
Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
•Pagu awal Rp3.959.600.000,•Revisi Rp3.3.642.665.000,•Realisasi Rp 3.420.691.310,•Capaian 93,91%
•Pagu awal Rp12.432.378.000,•Revisi Rp 8.035.630.000,•Realisasi Rp 5.469.764.921,•Capaian 68,06%
•Pagu awal Rp 762.930.000,•Revisi Rp 762.930.000,•Realisasi Rp 686.563.850,•Capaian 89,99 %
Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib •Pagu awal Rp694.280.000,•Revisi Rp 694.280.000,•Realisasi Rp 344.538.250,•Capaian 49,62%
Rata-rata capaian realisasi 86,7%. Realisasi tertinggi pada IK “UTTP yang ditera-tera ulang” sedangkan yang terendah pada IK “Waktu penyelesaian perizinan/pendaftaran di Bidang SPK”.
2014 | LAK DITJEN SPK
71
16.000.000.000 14.000.000.000 12.000.000.000 10.000.000.000 8.000.000.000 6.000.000.000 4.000.000.000 2.000.000.000 0 IK
IK 1 IK 2 IK 3 IK 4 IK 5 IK 6 IK 7
Target revisi
IK IK 10 8&9
Gambar 41. Grafik realisasi anggaran per IK Ditjen SPK Tahun 2014.
72
LAK DITJEN SPK | 2014
BAB IV PENUTUP
K
inerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen periode Bulan Januari sampai dengan Desember 2014 telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Secara umum, pelaksanaan kinerja sesuai tugas pokok dan fungsi telah terlihat korelasinya dengan tujuan, misi, Kontrak Kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta tujuan Kementerian Perdagangan. Kesimpulan yang dapat diambil pada laporan ini adalah sebagai berikut: 1. Target seluruh IK pada Kontrak Kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun Anggaran 2014 dapat tercapai dengan rata-rata persentase pencapaian sebesar 138% sedangkan capaian akuntabilitas keuangan ratarata sebesar 88% berdasar unit organisasi dan 87% berdasarkan sasaran/indikator. 2. Perlu dilakukan peninjauan ulang atas pemilihan indikator kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen beserta dokumen Rencana Strategis periode berikutnya. 3. Disarankan agar setiap indikator kinerja yang dipilih menjadi indikator kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen tertelusur sampai pada Kontrak Kinerja pimpinan Unit Eselon II untuk memastikan penghitungan dan pencapaian targetnya. Keberhasilan pencapaian kinerja organisasi merupakan hasil kerja kolektif unit-unit di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta dukungan dari berbagai pihak terkait. Keberhasilan dan permasalahan yang dicapai dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2014 akan dijadikan pelajaran yang berharga untuk meningkatkan kinerja organisasi pada masa mendatang. Belajar dari pengalaman pencapaian kinerja tersebut, penerapan manajemen kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen yang berbasis pada perencanaan, koordinasi dan kerjasama serta pengendalian pelaksanaan kegiatan harus ditekankan dan dilaksanakan secara kuat dan konsisten sesuai yang ditetapkan. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menyadari adanya kendalakendala dalam melaksanakan berbagai kegiatan, namun dengan tekad yang kuat dan usaha yang keras, serta kerja sama dari semua pihak Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mampu menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Beberapa hal yang dirasa belum optimal menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan.
2014 | LAK DITJEN SPK
73
Lampiran 1
KONSUMEN
Gambar 42. Bagan struktur organisasi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
74
Lampiran 2 Dokumen Kontrak Kinerja
2014 | LAK DITJEN SPK
75
76
Meningkatnya efektifitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen
Sasaran
Standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan internasional
Indikator Kinerja Jumlah standar barang dan jasa perdagangan
Lampiran 3
22 standar
2 rumusan
Target
26 standar
2 rumusan
Realisasi
118
100
% Identifikasi kesesuaian implementasi standar di tingkat regional Identifikasi kesesuaian implementasi standar di tingkat bilateral dan multilateral Pengolahan hasil identifikasi kesesuaian implementasi standar di tingkat regional Pengolahan hasil identifikasi kesesuaian implementasi standar di tingkat bilateral dan multilateral Focus Group Discussion untuk menyongsong AEC 2015 Verifikasi alat-alat standar ketingkat nasional dan internasional Diseminasi standar massa dan penyusunan SOP diseminasi standar panjang Interkomparasi besaran massa Pemeliharaan Mass Comparator X64 Peningkatan manajemen mutu laboratorium Balai SNSU
Kegiatan Pendukung
72.400.000
71.200.000
84.200.000
1 kali
1 kali
1 kali
1 standar
603.208.000
8.741.500
71.200.000
72.400.000
78.708.000
75.183.000
Revisi
24 standar
1 kali
1 kali
1 kali
7 daerah
7 daerah
Output
115
100
100
100
100
100
%
587.174.325
84.146.120
69.712.825
71.579.175
73.238.125
73.238.125
Realisasi Anggaran
12.310.000
1 standar
100
10.495.200
Termasuk dalam komponen penghematan anggaran.
Termasuk dalam komponen penghematan anggaran.
121.499.000
Termasuk dalam komponen penghematan anggaran.
615.508.000
125.812.000
7 daerah
20 standar
89.792.000
Target Anggaran
7 daerah
Output
Lembar Pengukuran Pencapaian Sasaran Tahun 2014
85,25
97,3
99,93
97,91
98,86
95,80
97,41
%
Sasaran
Target
70 unit
47 unit
3.775 orang
Indikator Kinerja
Akumulasi jumlah BPSK yang terbentuk
UPT & UPTD yang dibina dan dinilai
Akumulasi jumlah SDM Perlindungan Konsumen
6.218 orang
50 unit
159 unit
Realisasi
165
106
227
%
Kegiatan Pendukung Pemeliharaan standar dan perlengkapan laboratorium Fasilitasi Pembentukan dan Penguatan BPSK Fasilitasi Koordinasi Kelembagaan Perlindungan Konsumen Seminar Anggota BPSK Penilaian/surveillance/ penilaian ulang UPT, UPTD Metrologi Legal, Provinsi, dan UPTD Metrologi Legal kab/kota Fasilitasi penilaian UPTD kab/kota metrologi legal Monitoring & Evaluasi UPTD kab/kota metrologi legal Bimbingan teknik pengelolaan laboratorium dan tenaga auditor UPTD metrologi legal provinsi, dan UPTD metrologi legal kab/kota Fasilitasi motivator mandiri bagi masyarakat Pembinaan motivator perlindungan konsumen untuk komunitas/ormas Gerakan konsumen muda dan para guru Diklat PPNSPK pola kurikulum 200 jam pelajaran, pelatihan PPBJ di daerah dan Pusat pola kurikulum 400 jam pelajaran, 523.665.000 310.224.000
3 daerah 3 akt
164.722.000
545.850.000
380.974.000
3 akt
4 daerah
3 akt
-
8 UPTD kab/kota
17 UPTD kab/kota
36 unit
1 kali
12 lokasi
3 lokasi
-
100
133
100
-
100
100
103
100
100
100
-
109.133.000
568.094.000
292.094.500
195.335.000
260.109.000
146.028.200
526.032.100
552.067.000
122.131.800
131.810.300
Realisasi 124.725.000
Termasuk dalam komponen penghematan anggaran.
380.974.000
211.929.000
226.929.000
-
3 akt
278.709.000
278.709.000
8 UPTD kab/kota
153.976.000
325.442.000
585.502.000
568.840.000
17 UPTD kab/kota
508.840.000
1 kali
125.510.000
743.920.000
127.960.000
12 lokasi
152.930.000
125.575.000
35 unit
152.930.000
186.875.000
3 lokasi
-
Target
66
104
76,67
92,2
93,3
94,8
89,8
97,05
97,30
86,19
99,3
Sasaran
8.967.000 unit
5 hari
Waktu penyelesaian perizinan/pend aftaran di bidang SPK
UTTP yang ditera-tera ulang
Target
Indikator Kinerja
16.876.250 unit
4 hari
Realisasi
188
120
%
Kegiatan Pendukung Ujian kompetensi jabfung PMB Bimbingan teknis sistem mutu Bimbingan teknis pengambilan contoh komoditi Bimbingan teknis pengujian komoditi Bimbingan teknis kaliberasi Pertemuan teknis jabatan fungsional PMB Bimbingan teknis tata cara penilaian angka kredit PMB Bimbingan teknis kebijakan dan ketentuan di bidang jabatan fungsional PMB Bimbingan teknis pengetahuan komoditi Monitoring peningkatan kinerja LPK Operasional penerbitan SK pencantuman label Integrasi sistem informasi di bidang pelayanan dan perizinan metrologi legal Pengembangan dan peningkatan sistem manajemen mutu Workshop APLMF tentang tera dan tera ulang UTTP Workshop evaluasi syarat teknis dan pelaksanaan tera-tera ulang UTTP Evaluasi kinerja pegawai berhak dalam rangka 176.662.000 180.062.000 174.062.000 731.200.000 215.480.000
26 26 80 30
215.480.000
731.200.000
172.662.000
178.662.000
176.662.000
189.062.000
11.810.000
175.128.000 380.834.000
3 orang Pegawai
356.914.000
362.330.000
387.330.000
40 orang
-
-
454.970.000
101.700.000
188.100.000 454.970.000
266.472.000
266.472.000
-
3 Hari
189.062.000
-
542.770.000
30
80
26
26
-
-
60
100
100
100
100
-
-
100
212.908.800
628.286.750
163.416.450
164.847.950
164.440.450
162.552.950
500.389.050
Realisasi
3 orang Pegawai
-
40 orang
-
-
-
3 Hari
100
-
100
-
-
-
100
340.210.700
10.068.000
357.045.000
-
399.995.000
94.700.000
177.784.650
Termasuk dalam komponen penghematan anggaran
597.370.000
60
Target
95,3
85,2
98,5
-
87,91
93,11
66,72
99,80
86,00
94,64
92,26
93,08
85,97
92,19
Sasaran
Target
70%
Indikator Kinerja
Persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa
70%
Realisasi
100
%
Kegiatan Pendukung penetapan pegawai berhak teladan Fasilitasi pelatihan dan bimbingan teknis SDM kemetrologian di dalam negeri Fasilitasi penetapan pegawai berhak, penilaian angka kredit penera, dan kegiatan kemetrologian lainnya Pencetakan cap tanda tera 2015 Penyuluhan kemetrologian Verifikasi standar kerja alat ukur tutsit, dimensi, dan meter gas industri Evaluasi manajemen pelayanan tera/ tera ulang Peningkatan pelayanan pengujian dan tera/tera ulang UTTP Pemeliharaan instalasi uji meter air dan meter BBM Monitoring dan evaluasi pelaksanaandana alokasi khusus (DAK) dan dana dekonsentrasi di bidang metrologi legal Operasional penyidikan dalam rangka penanganan kasus 3 kelompok produk Operasional pengumpulan bahan keterangan dalam rangka penanganankasus 3 kelompok produk 111.441.000
675.227.000 99.080.000 284.436.000
147.301.000
675.227.000 199.900.000
-
8 standar
8 standar
-
-
-
-
Berhak
100
-
-
-
-
244.344.160
98.720.000
675.155.000
106.507.000
191.173.000
Realisasi
713.060.000
7
323.160.000
1.510.500.000
207.267.000
225.787.000 1 daerah
2.325.000.000
65.464.000
150.000.000
-
8
926.411.000
926.411.000
-
7
8
1 daerah
-
-
100
100
100
-
-
139.258.700
517.780.895
179.750.850
65.110.000
868.669.500
Termasuk dalam komponen penghematan anggaran
191.893.000
227.601.000
Target
-
Berhak
43,09
34,27
86,7
99,5
93,8
85,9
99,6
100
95,6
99,6
Sasaran
Target
10 jenis
7 daerah
Indikator Kinerja
Jumlah produk barang beredar berSNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO)
Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk
7 daerah
23 jenis
Realisasi
100
230
%
Operasional Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Tim TPBB) Operasional berkala khusus SNI Wajib produk pertambangan dan aneka industri Crash program pengawasan produk tertentu, produk pertambangan dan aneka industri Crash program dalam rangka pengawasan produk tertentu, produk pertanian, kimia, dan kehutanan Operasional pengawasan berkala khusus SNI Wajib produk pertanian, kimia, dan kehutanan Pengawasan implementasi pencantuman label dan manual kartu garansi Pertemuan teknis dalam rangka pengawasan mutu barang yang SNI-nya diberlakukan secara wajib untuk produk dalam negeri dan produk impor
Operasional pengawasan distribusi produk tertentu
Kegiatan Pendukung Klarifikasi/pengumpulan bahan keterangan di bidang jasa Crash program pengawasan produk Jasa
698.260.000
698.260.000
909.880.000
639.420.000
2
2
12
8
762.930.000
971.380.000
12
4 daerah
2.430.268.000
485.850.000
974.480.000
128.250.000
3
10
2
25
Target
762.930.000
398.540.000
694.880.000
267.040.000
270.520.000
750.560.000
1.542.600.000
372.890.000
706.380.000
128.250.000
5 daerah
8
12
2
2
12
3
10
2
25
125
100
100
100
100
100
100
100
100
100
686.563.850
291.012.295
558.092.575
245.187.145
242.864.900
634.135.645
1.058.594.200
248.974.845
541.607.423
57.519.600
Realisasi
89,99
73,01
80,31
91,81
89,77
84,48
68,62
66,76
76,67
44,84
Sasaran
Indikator Kinerja impor SNI wajib Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
Realisasi 8 kali
Target
8 kali
100
% Evaluasi pengawasan mutu produk impor dan produk dalam negeri yang SNI-nya diberlakukan secara wajib
Kegiatan Pendukung
5 kali
694.280.000
Target
694.280.000
5 kali
100
344.538.250
Realisasi
49,62