KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan izinNya kami dapat menyelesaikan Laporan Kinerja (Lapkin) Tahun 2015. Lapkin disusun sebagai bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen atas penggunaan anggaran dalam periode satu tahun, juga dimaksudkan untuk menyampaikan capaian kinerja unit organisasi yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan, sasaran, dan target organisasi. Lapkin disusun berdasarkan Pedoman Penyusunan Dokumen Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan Kementerian Perdagangan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 794/M-DAG/KEP/8/2015. Lapkin berisi uraian capaian target-target indikator kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dalam mewujudkan 6 sasaran yang dijanjikan pada Perjanjian Kinerja Tahun 2015 yaitu: (1) meningkatnya pemberdayaan konsumen; (2) meningkatnya ketertelusuran mutu barang; (3) meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku; (4) meningkatnya tertib ukur; (5) meningkatnya LPK terdaftar yang mematuhi peraturan; serta (6) meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik. Pada kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada para direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen atas kerja samanya dalam pengumpulan bahan masukan dan juga mengucapkan terima kasih kepada segenap pegawai pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta pihakpihak yang telah membantu dalam penyusunan Lapkin yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada laporan ini. Oleh karena itu kami menunggu kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan kinerja dan kemajuan organisasi. Perlu kami informasikan bahwa sejak 23 Desember 2015, pejabat Unit Eselon I yang menangani bidang standardisasi dan perlindungan konsumen telah dilantik menjadi Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga. Akhirnya, Lapkin Tahun 2015 ini diharapkan bisa memberi gambaran yang jelas atas pelaksanaan kegiatan, memantapkan pelaksanaan akuntabilitas kinerja, serta sebagai salah satu alat evaluasi kinerja Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga pada tahun selanjutnya. Jakarta,
Maret 2016
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga,
Widodo
i|Page
RINGKASAN EKSEKUTIF
Berdasarkan dokumen Perjanjian Kinerja Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen kepada Menteri Perdagangan Tahun 2015, terdapat 6 sasaran organisasi yang hendak diwujudkan, yaitu meningkatnya pemberdayaan konsumen, meningkatnya ketertelusuran mutu barang, meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku, meningkatnya tertib ukur, meningkatnya LPK terdaftar yang mematuhi peraturan, serta meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik. Pencapaian sasaran tersebut diukur dengan 7 indikator kinerja yaitu indeks keberdayaan konsumen, persentase penanganan pengaduan konsumen, persentase konsistensi mutu barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan, persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan, persentase alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku, persentase Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) terdaftar yang mematuhi peraturan, serta persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen. Dalam rangka mengukur indeks keberdayaan konsumen, telah dilakukan riset pada 13 provinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimatan Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Papua). Hasilnya indeks keberdayaan konsumen yaitu 34,17 (kategori “Paham”). Indeks tersebut masih dibawah indeks terendah negara di Uni Eropa yaitu 37,83 (Rumania). Sampai akhir Tahun 2015, telah diterima 586 pengaduan dan telah ditangani 100%). Jenis pengaduan yang terbanyak masuk yaitu kategori elektronik, e-commerce, dan perumahan. Dalam rangka pengawasan mutu barang, pada kegiatan uji petik ketertelusuran mutu barang sampai akhir tahun 2015, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen telah melakukan pengambilan contoh terhadap 89 merek produk. Setelah dilakukan pengujian, diketahui bahwa 55 merek telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, 26 merk tidak sesuai SNI, dan 8 merek masih dalam proses pengujian di laboratorium Balai Pengujian Mutu Barang. Oleh karena itu, persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku yaitu 61,80%. Jumlah barang beredar yang telah diawasi dengan parameter ketentuan SNI Wajib, label berbahasa Indonesia, buku petunjuk penggunaan dan kartu garansi, dan distribusi adalah sebanyak 500 produk. Dari jumlah tersebut, sebanyak 248 barang telah sesuai ketentuan, 249 barang tidak sesuai ketentuan, dan 3 barang dalam proses uji lab. Jadi, persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan yaitu 49,60%. Realisasi jumlah UTTP yang berhasil ditera-tera ulang pada periode Tahun 2015 yaitu 9.122.520 unit sedangkan jumlah meter listrik dan meter air yang ditera Tahun 2010-2014 dan masih bertanda tera sah adalah 24.948.172 unit. Maka persentase UTTP bertanda tera sah 49,70%. Jumlah Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 adalah 32 LPK. Dari jumlah tersebut, LPK Terdaftar yang telah menyampaikan laporan ke Direktorat Standardisasi sebanyak 20 LPK sehingga persentase LPK terdaftar yang mematuhi peraturan sebesar 62,50%. ii | P a g e
Data perizinan dan pendaftaran pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mencatat ada 36.403 pengajuan izin dan pendaftaran selama Tahun 2015 yang terdiri dari 34 ajuan pendaftaran LPK; 4.084 ajuan Pendaftaran Surat Keterangan Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia (SKPLBI); 1.302 permohonan Surat Pembebasan Keterangan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia (SPKPLBI); 968 ajuan Izin tipe; 21 ajuan Izin tanda pabrik; 1.725 pendaftaran Nomor Registrasi Produk; 3.478 pendaftaran Nomor Pendaftaran Barang; 24.971 ajuan Surat Pendaftaran Barang. Dari total seluruh ajuan tersebut, seluruh ajuan dapat diproses tepat waktu sehingga persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen terealisasi 100%). Kinerja keuangan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen sampai dengan Tahun 2015 telah merealisasikan anggaran sebesar Rp. 193.278.319.695,- dari pagu anggaran Rp. 218.002.214.000,- (capaian 88,66%). Adapun rata-rata capaian anggaran masing-masing unit kerja sebesar 87,69%. Realisasi anggaran tertinggi berada di Direktorat Metrologi yaitu 95,78% dari pagu. Realisasi anggaran terendah berada pada Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa yaitu 78,13%dari pagu.
iii | P a g e
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................................ ii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. vi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1 Penjelasan umum organisasi .................................................................................... 2 Struktur organisasi .................................................................................................... 3 Aspek strategis serta permasalahan utama (strategic issue) .................................... 4 BAB II PERENCANAAN KINERJA ......................................................................................... 20 Penjelasan sasaran Tahun 2015 ............................................................................ 25 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA ........................................................................................ 33 A. Capaian Kinerja ...................................................................................................... 33 Meningkatnya pemberdayaan konsumen ............................................................... 33 Meningkatnya ketertelusuran mutu barang ............................................................. 41 Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku ... 48 Meningkatnya tertib ukur......................................................................................... 51 Meningkatnya LPK terdaftar yang mematuhi peraturan .......................................... 54 Meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik.............................. 58 B. Kinerja Anggaran .................................................................................................... 61 BAB IV PENUTUP .................................................................................................................. 65 Lampiran 1 Dokumen Perjanjian Kinerja ............................................................................... 66 Lampiran 2 Formulir Pengukuran Pencapaian Kinerja .......................................................... 68 Lampiran 3 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen .......................................................................................................... 70
iv | P a g e
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbandingan sasaran indikator renstra baru dan sebelumnya ............................... 23 Tabel 2 Perubahan Sasaran 1 ............................................................................................. 25 Tabel 3 Bobot Dimensi Terhadap Indeks ............................................................................. 26 Tabel 4 Perubahan Sasaran 2 ............................................................................................. 27 Tabel 5 Perubahan Sasaran 3 ............................................................................................. 28 Tabel 6 Perubahan Sasaran 4 ............................................................................................. 29 Tabel 7 Perubahan Sasaran 5 ............................................................................................. 30 Tabel 8 Perubahan Sasaran 6 ............................................................................................. 32 Tabel 9 Penjelasan nilai Indeks Keberdayaan Konsumen ................................................... 34 Tabel 10 Indeks Keberdayaan Konsumen di Uni Eropa Tahun 2011..................................... 35 Tabel 11 Realisasi dan capaian IK 1 ..................................................................................... 36 Tabel 12 Daftar rincian pengaduan yang diterima Tahun 2015 ............................................. 36 Tabel 13 Realisasi dan capaian IK 2 ..................................................................................... 37 Tabel 14 Uji petik Tahun 2015 ............................................................................................... 42 Tabel 15 Realisasi dan capaian IK 3 ..................................................................................... 42 Tabel 16 Hasil uji petik Tahun 2012-2015 ............................................................................. 43 Tabel 17 Daftar barang hasil uji petik Tahun 2015 ................................................................ 43 Tabel 18 Target jangka menengah IK 3................................................................................. 47 Tabel 19 Realisasi dan capaian IK 4 ..................................................................................... 49 Tabel 20 Target jangka menengah IK 4................................................................................. 50 Tabel 21 Daftar rincian UTTP yang bertanda tera sah Tahun 2015 ....................................... 52 Tabel 22 Realisasi dan capaian IK 5 ..................................................................................... 52 Tabel 23 Target jangka menengah IK 5................................................................................. 53 Tabel 24 Realisasi dan capaian IK 6 ..................................................................................... 55 Tabel 25 Target jangka menengah IK 6................................................................................. 56 Tabel 26 Rekapitulasi pelayanan pendaftaran dan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen periode Januari-Desember 2015 ...................................... 59 Tabel 27 Realisasi dan capaian IK 7 ..................................................................................... 59 Tabel 28 Target jangka menengah IK 7................................................................................. 59 Tabel 29 Realisasi Anggaran Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 .......................................................................................................................62
v|Page
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Fungsi-fungsi yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. ..................................................................................... 2
Gambar 2
Unit Eselon II Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen ............................................................................................................ 3
Gambar 3
Peran Ditjen SPK dalam Kementerian Perdagangan ......................................... 21
Gambar 4
Indeks Keberdayaan Konsumen Tahun 2015..................................................... 34
Gambar 5
Talkshow Nasional Pemperingati HARKONAS .................................................. 40
Gambar 6
Uji Petik Ketertelusuran Mutu Barang Impor SNI Wajib ...................................... 48
Gambar 7
Menteri Perdagangan Mengadakan Konferensi Pers Terkait Hasil Pengawasan Barang Beredar di Auditorium Kemendag Jakarta ........................ 50
Gambar 8
Peresmian Daerah Tertib Ukur dan Pasar Tertib Ukur Tahun 2015 di Bandung ............................................................................................................ 54
Gambar 9
Kegiatan sosialisasi SNI Pasar Rakyat di Auditorium Kemendag ....................... 57
Gambar 10 Pendaftaran LPK Online (http:\\lpk.kemendag.go.id) .......................................... 60 Gambar 11 Diagram pagu dan realisasi anggaran pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 (milyar rupiah) ........... 62
vi | P a g e
BAB I PENDAHULUAN
Setiap instansi pemerintah wajib menyusun laporan kinerja (Lapkin) dan laporan keuangan secara berkala untuk mempertanggung-jawabkan pelaksanaan kegiatan sesuai tugas dan fungsi, termasuk pengelolaan sumber daya yang didasarkan pada perencanaan strategis. Pertanggungjawaban dimaksud dilaporkan kepada pemberi mandat, pimpinan masingmasing instansi, lembaga pengawasan dan penilai akuntabilitas, dan akhirnya disampaikan kepada Presiden. Laporan tersebut menggambarkan kinerja instansi pemerintah melalui suatu Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangandan Kinerja Instansi, Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Pertanggungjawaban sumber daya publik (public resources) merupakan kunci dari proses pengelolaan negara serta merupakan elemen yang penting bagi demokrasi yang sehat. Pihak legislatif, eksekutif dan masyarakat sangat ingin mengetahui, apakah pelayanan pemerintah kepada masyarakat telah dilaksanakan secara transparan, efisien, efektif, ekonomis serta telah mentaati hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Dalam rangka pencapaian mendukung dan mempercepat good governance, Kementerian Perdagangan telah mengembangkan SAKIP untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja ke arah terwujudnya pemerintahan yang baik dan dipercaya. Secara operasional, sasaran yang diinginkan dalam akuntabilitas kinerja adalah menjadikan Kementerian Perdagangan akuntabel dalam melaksanakan aktivitasnya, responsif terhadap perubahan yang terjadi, terbuka, dipercaya masyarakat dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Proses pemantauan merupakan kegiatan penyampaian data dan pengukuran kemajuan atau progress atas program dan kegiatan. Proses pemantauan pelaksanaan kinerja dari setiap unit kerja dilingkugan Kementerian Perdagangan bertujuan agar memastikan dan mengendalikan keserasian pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan perencanaan tujuan dan sasaran yang tertuang dalam Visi dan Misi Kementerian Perdagangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Lapkin disusun sebagai salah satu sarana pemantauan berkelanjutan atas kinerja dan program yang dilaksanakan di lingkungan Kementerian Perdagangan diterapkan pada seluruh tingkatan unit kerja Eselon II, Eselon I, dan termasuk Kementerian secara periodik. Dengan demikian, diharapkan proses pelaksanaan program dan kegiatan tetap dapat berjalan baik sesuai rencana ataupun dapat diambil suatu tindakan perbaikan untuk mengatasi adanya penyimpangan yang terjadi terhadap capaian kinerja. Penyusunan Lapkin mengacu pada Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 794/M-DAG/KEP/8/2015 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan Kementerian Perdagangan.
1|Page
Setiap unit kerja di lingkungan Kementerian Perdagangan berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun dan menyampaikan laporan kinerja secara tertulis, periodik dan melembaga. Pelaporan kinerja ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja unit kerja dalam satu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran unit kerja tersebut. Unit kerja yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan dan kegagalan sesuai tingkat kinerja yang dicapainya. Pelaporan kinerja oleh unit kerja ini dituangkan dalam Lapkin yang disampaikan kepada para pihak yang berkepentingan.
Penjelasan umum organisasi Liberalisasi perdagangan menjadi sebuah tantangan seluruh elemen Bangsa Indonesia. Masuknya barang impor dengan bebas tanpa hambatan ke pasar Indonesia akan menciptakan sebuah pasar persaingan sempurna, dimana produk impor akan bersaing secara terbuka dengan produk domestik dan dikhawatirkan akan merugikan produsen domestik. Ketidakmampuan produsen dalam negeri untuk bersaing pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan angka pengangguran di Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan yang mengamanatkan bahwa tugas dan fungsi dalam mengamankan perdagangan dalam negeri diemban oleh Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Selanjutnya pada 31 Agustus 2012, dilakukan penyempurnaan struktur organisasi dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dasar hukum sebagaimana tersebut di atas sampai dengan perubahan nomenklatur pada akhir Tahun 2015 dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan.
Pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Perumusan kebijakan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Gambar 1 Fungsi-fungsi yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen.
2|Page
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dapat dijelaskan sebagai salah satu unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perdagangan, yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen. Dalam melaksanakannya, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menyelenggarakan beberapa fungsi sebagaimana Gambar 1.
Struktur organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2012, dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas, susunan organisasi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, terdiri dari: 1. Sekretariat Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen; 2. Direktorat Standardisasi; 3. Direktorat Pemberdayaan Konsumen; 4. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa; 5. Direktorat Metrologi; dan 6. Direktorat Pengembangan Mutu Barang.
Dit. PMB
Dit. Metrologi
Dit. Pengawasan BBJ
Dit. Pemberdayaan Konsumen
Dit. Standardisasi
DITJEN SPK
Sekretariat Ditjen SPK Gambar 2 Unit Eselon II Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
Sekretariat Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Direktorat 3|Page
Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi barang dan jasa sektor perdagangan. Direktorat Pemberdayaan Konsumen mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan barang beredar dan jasa. Direktorat Metrologi mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang metrologi legal. Direktorat Pengembangan Mutu Barang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan mutu barang. Seiring berjalannya waktu, pelaksanaan kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menemui beberapa hal berkaitan dengan ruang lingkup, beban kerja serta cakupan permasalahan yang dikelola dan wewenang organisasi. Bertolak dari pemikiran di atas, maka menjadi penting untuk dilakukan perubahan nomenklatur dan penyempurnaan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dengan menajamkan tugas pokok dan fungsinya dan pengelompokan kembali (re-grouping) unit Esselon II. Menimbang bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan Kementerian Kabinet Kerja periode Tahun 2014-2019 dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, ditetapkanlah Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan pada 29 April 2015. Sejak saat itu, ditetapkan adanya Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan TertibNiaga (Pasal 4) dan dihapusnya Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Adapun pejabat Eselon I yakni Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga dilantik pada 23 Desember 2015. Sejak saat itu telah dilaksanakan berbagai kinerja penting terutama dalam menyiapkan kelengkapan organisasi yang baru.
Aspek strategis Semakin terbukanya pasar nasional sebagai bagian dari proses globalisasi ekonomi harus tetap dapat memberikan jaminan atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang beredar di pasar. Dalam rangka perlindungan konsumen Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen telah melakukan upaya peningkatan penerapan standar, mutu produk dalam negeri, tertib ukur dan pengawasan barang/jasa yang semakin efektif, serta edukasi konsumen. Berikut adalah beberapa capaian Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen:
4|Page
Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian Persaingan usaha yang semakin ketat menuntut pelaku usaha untuk selalu meningkatkan daya saingnya baik dari segi kualitas produk maupun daya saing harga melalui efisiensi produksi. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya pilihan barang kebutuhan yang tersedia bagi konsumen dengan kualitas dan harga yang bersaing. Meskipun demikian, di sisi lain banyak beredar barang yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan standar maupun ketentuan ekspor-impor karena harganya cenderung lebih murah dibandingkan dengan produk sejenis, sehingga dapat merugikan konsumen dan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Hal demikian dapat timbul karena persaingan usaha yang ketat dapat mendorong para pelaku usaha yang tidak sanggup meningkatkan efisiensi produksi dengan mengurangi biaya produksi sehingga mengurangi kualitas barang dan jasa yang diberikan. Penerapan standar pada dasarnya bersifat sukarela. Namun untuk keperluan melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dapat memberlakukan standar tertentu secara wajib. Pemberlakuan standar secara wajib perlu dilakukan secara berhati-hati untuk menghindari hambatan persaingan yang sehat, hambatan inovasi, dan hambatan pengembangan UKM. Dalam kerangka CAFTA, untuk ke-20 sektor industri, tercatat terdapat 2.058 Standar Nasional Indonesia (SNI) atau sekitar 30% dari total 6.839 SNI yang telah ditetapkan BSN. SNI terbanyak ada pada sektor Makanan dan Minuman (440 SNI), Mesin dan Perkakas (156 SNI), Tekstil dan Produk Tekstil (266 SNI), Plastik (79 SNI), Elektonika dan Kelistrikan (159 SNI), Benang dan Kain (142 SNI), Alat Kesehatan (133 SNI), Hortikultura (113 SNI), Pertanian dan Industri Hasil Pertanian (121 SNI), Petrokimia Hulu (108 SNI), Alumunium (49 SNI), Alas Kaki (47 SNI), Baja Hilir (141 SNI), Furnitur (30 SNI), Kosmetik (30 SNI), Ban (15 SNI), Serat Sintesis (14 SNI), Pengelolaan Kakao (10 SNI), Mainan Anak ( 4 SNI) dan Kaca Lembaran (1 SNI). Dari 11 sektor yang menjadi perhatian utama sebagaimana disebutkan sebelumnya, berbagai Kementerian sudah menerbitkan sejumlah 35 regulasi teknis untuk pemberlakuan SNI secara wajib, yaitu mencakup 76 SNI produk dan telah dinotifikasikan ke TBT/WTO. Produk yang telah dinotifikasikan tersebut, meliputi: baja, pupuk, semen, tepung terigu, susu infant formula, lampu swa ballast, gula kristal mentah, frekuensi sistem arus bolak balik, safety kipas angin, pemutus sirkit arus bolak balik, saklar, PUIL, ban, helm, tusuk kontak, tanda keselamatan pemanfaat listrik, kaca pengaman, tabung gas dan kelengkapannya, sepatu pengaman, baterai primer, gula rafinasi, melamin perlengkapan makan dan minum, luminer, RCCB, perlengkapan kendali lampu, AMDK, kaca lembaran, kakao bubuk dan kabel. Pemberlakuan SNI wajib perlu didukung dengan infrastruktur mutu yang memadai. Pengawasan SNI wajib terhadap barang produksi dalam negeri atau impor yang diperdagangkan di dalam negeri dilakukan melalui pengawasan pra-pasar dan pengawasan di pasar. Untuk memudahkan pengawasan baik pra-pasar maupun di pasar dilakukan melalui Nomor Registrasi Produk (NRP) untuk barang produksi dalam negeri yang diperdagangkan di dalam negeri dan Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang di dalamnya ada Nomor Pendaftaran Barang (NPB) untuk barang Impor.
5|Page
Pengawasan sebagai bagian dari penerapan standar didukung melalui kegiatan penilaian kesesuaian yang bergantung kapasitas Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang terdiri dari Lembaga Sertifikasi, Laboratorium penguji, dan Lembaga Inspeksi. Pada tahun 2007 telah diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, yang mengatur pengawasan pra pasar dan di pasar untuk produk SNI yang diberlakukan secara wajib, serta LPK yang menerbitkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI) terhadap barang yang diberlakukan SNI secara wajib. Pada Tahun 2013 jumlah LPK terdaftar sebanyak 31 lembaga dan seiring dengan peningkatan pemberlakuan SNI secara wajib, jumlah LPK terdaftar turut mengalami peningkatan hingga mencapai 35 lembaga (27 lembaga sertifikasi produk/LSPro dan 8 Laboratorium penguji SIR) pada tahun 2014. Total keseluruhan SNI yang telah ditetapkan pada 11 sektor prioritas tersebut, berjumlah 1.570 SNI, jumlah total LPK yang ada saat ini berjumlah 149 unit dengan sebaran sebagai berikut: Pada sektor peralatan listrik dan elektronika, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen telah identifikasi kesiapan industri di Indonesia di bidang harmonisasi standar dan regulasi teknis dalam menghadapi ASEAN Economic Community dan identifikasi kesenjangan standar industri dalam negeri di Indonesia terhadap standar nasional dan standar Internasional. Sampai dengan Tahun 2014 telah dihasilkan sebanyak 9 rumusan: 1. Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Integration Untuk Sektor Karet (Rubber Based Products); 2. Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Integration Untuk Sektor Otomotif (Automotive Component Products); 3. Kesenjangan Standar untuk Produk Kelapa Sawit; 4. Kesiapan Industri Pangan Olahan dalam Menghadapi ASEAN Economic Integration; 5. Kesenjangan Standar untuk Produk dalam Kemasan (Biskuit) terhadap Pemenuhan Harmonisasi Standar di Tingkat Internasional; 6. Kesiapan Industri Pangan Olahan (Produk Selai, Saus, dan Jelly) dalam Menghadapi ASEAN Economic Integration; 7. Kesenjangan Standar untuk Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam Produk Jus terhadap Pemenuhan Harmonisasi Standar di Tingkat Internasional; 8. Kesiapan Industri Peralatan Listrik dan Elektronika dalam Menghadapi ASEAN Economic Integration; 9. Kesiapan Lembaga Penelaian Kesesuaian (LPK) Peralatan Listrik dan Elektronika Dalam Menghadapai ASEAN Economic Community (AEC). Penyelenggaraan Pengembangan Mutu Barang Dalam rangka perlindungan terhadap kesehatan, keselamatan dan keamanan konsumen serta kelestarian lingkungan hidup, maka diperlukan mutu barang beredar yang sesuai persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Optimalisasi pelaksanaan pengawasan dan pengembangan mutu barang dilakukan melalui pembinaan terhadap pelaku usaha dalam negeri dalam penerapan standar bagi produk yang SNI-nya diberlakukan secara wajib, peningkatan 6|Page
kerjasama dan koordinasi dengan instansi terkait untuk pelaksanaan pengawasan pra pasar mutu produk dalam negeri dan produk impor yang SNI nya diberlakukan secara wajib, peningkatan kapasitas pengawasan mutu barang melalui penguatan LPK, kerjasama jejaring kerja pengawasan mutu dan keberterimaan sertifikat kesesuaian dalam perdagangan internasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peran pengawasan dan pengembangan mutu barang sangat diperlukan, karena saat ini masih beredar barang impor dan produksi dalam negeri yang tidak memenuhi standar sehingga banyak menimbulkan permasalahan terkait mutu barang dimasyarakat, oleh karena itu diperlukan upaya untuk peningkatan pengawasan mutu barang dengan tujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen, meningkatkan daya saing produk dalam negeri serta upaya melakukan pembatasan produk impor yang tidak memenuhi standar. Salah satu cara yang ditempuh adalah melalui pengawasan barang pra pasar yaitu melalui evaluasi mutu barang yang SNI-nya diberlakukan secara wajib untuk produk dalam negeri dan produk impor, melalui pelaksanaan pelayanan pendaftaran Pendaftaran Barang (NPB) atau Surat Pendaftaran Barang (SPB) untuk barang impor serta pendaftaran Nomor Registrasi Produk (NRP) untuk barang produksi dalam negeri. Selain barang impor dan produk dalam negeri yang SNI-nya diberlakukan secara wajib, juga perlu adanya peningkatan mutu barang komoditas ekspor asal Indonesia agar barang dapat diterima dinegara tujuan ekspor tanpa adanya penolakan, untuk itu dilaksanakanlah pengawasan mutu barang ekspor melalui pengujian dan pembinaan pelaku usaha. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pengawasan mutu barang perlu adanya sumber daya manusia yang memadai dan kompeten yang diperoleh melalui pembinaan, evaluasi/penilaian serta peningkatan kompetensi tenaga fungsional Penguji Mutu Barang (PMB) serta adanya kerja sama jejaring kerja pengawasan mutu barang ditingkat pusat dan daerah. Untuk mencapai efektifitas pengawasan mutu barang menuju terjaminnya mutu barang, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melalui Direktorat Pengembangan Mutu Barang sebagai unit teknis infrastruktur mutu di Kementerian Perdagangan telah melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka mendukung perlindungan konsumen, antara lain: 1. Pengawasan pra-pasar terhadap mutu barang impor dan produksi dalam negeri yang SNI nya telah diberlakukan secara wajib melalui registrasi terhadap 106 produk SNI wajib dengan mekanisme penerbitan NPB/SPB, NRP dan Penerbitan TPP SIR untuk ekspor. 2. Penerbitan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) dan Nomor Registrasi Produk (NRP) dalam rangka pengawasan pra-pasar mutu produk impor dan produksi dalam negeri yang setara dengan mutu produk impor sebagai dasar pelaksanaan pengawasan barang beredar atau market survailen, Kementerian Perdagangan sampai dengan September 2014 telah menerbitkan sebanyak 1.072 NPB, 18.176 SPB, 686 NRP dan 2 TPP. 3. Kerjasama jejaring LPK, telah dilaksanakan kegiatan monitoring terhadap 26 LPKBPSMB di daerah untuk mengetahui perkembangan kemampuan/kompetensinya sebagai jaringan laboratorium penguji mutu. Serta peningkatan kompetensi LPK yang dilakukan
7|Page
melalui bimbingan teknis di bidang pengujian, pengambilan contoh, kalibrasi serta sertifikasi oleh tenaga yang kompeten. 4. Sebagai unit pembina jabatan fungsional Penguji Mutu Barang (PMB) sampai dengan tahun 2014 terdapat sebanyak 304 PMB yang tersebar di seluruh Indonesia dengan perbandingan 162 PMB Terampil dan 142 PMB Ahli. Selain itu, terdapat 115 orang calon PMB yang telah dibina melaui diklat penjenjangan fungsional dan ujian kompetensi PMB. Penyelenggaraan Metrologi Legal Dalam Rangka Tertib Ukur Upaya-upaya standardisasi dan perlindungan konsumen juga dilakukan melalui penyelenggaraan metrologi legal sehingga konsumen tidak dirugikan oleh hasil pengukuran, penimbangan atau penakaran yang kurang akurat. Penyelenggaraan kemetrologian dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dihadapkan pada tantangan yang cukup besar. Desentralisasi kewenangan melalui otonomi daerah membawa pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem penyelenggaraan urusan kemetrologian dari sentralistik menjadi desentralistik. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan metrologi legal berada pada Pemerintah dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi, Jumlah kabupaten/kota yang telah memiliki sarana dan prasarana untuk memberikan pelayanan menjadi hal utama dalam mendukung penyelenggaraan urusan metrologi legal untuk melindungi kepentingan umum melalui adanya jaminan dalam kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP), sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Disadari bahwa dalam mewujudkan perlindungan terhadap kepentingan umum tidak mudah. Lingkup kegiatan perlindungan konsumen khususnya di bidang metrologi legal sangat luas baik dari banyaknya jumlah konsumen yang harus dilindungi, luasnya jenis kegiatan yang berkaitan dengan metrologi legal, maupun banyaknya jumlah dan jenis UTTP yang harus diawasi. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa untuk melindungi seluruh masyarakat tidak dapat terlepas dari efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pengawasan, pelayanan tera/tera ulang, pembinaan SDM, pengelolaan peralatan uji UTTP maupun standar ukuran, dan peningkatan kesadaran masyarakat pengguna UTTP dan konsumen. Data dari hasil evaluasi yang dilakukan pada tahun 2011 jumlah UTTP secara nasional sebanyak ±68,6 juta, terdiri dari: meter kWh sebanyak ± 44,7 juta; meter air sebanyak ±11,5 juta; meter taksi sebanyak ±50,6 ribu; UTTP khusus yang digunakan di bidang migas sebanyak ±105,8 ribu; dan UTTP lainnya seperti timbangan, anak timbangan, pompa ukur BBM, dan timbangan pengisian elpiji di SPPBE sebanyak ±12,3 juta. Untuk pelayanan tera dan tera ulang secara nasional, di tahun 2011, jumlah UTTP yang ditera dan ditera ulang yang dilaporkan sebanyak 11.793.573 unit, sedangkan tahun 2012 sebanyak 11.239.325, dan pada tahun 2013 sebanyak 10.584.464 unit. Semakin rendahnya jumlah UTTP yang ditera dan tera ulang dari tahun 2011-2013 belum dapat menunjukan rendahnya penanganan pelayanan tera dan tera ulang. Perlu diketahui tidak semua UPTD menyampaikan laporan secara berkala kepada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, 8|Page
sehingga data tersebut belum dapat merujuk sebagai kemampuan pelayanan tera dan tera ulang secara keseluruhan. Belum optimalnya penyelenggaraan pelayanan tera dan tera ulang secara nasional disebabkan beberapa hal, antara lain keterbatasan SDM, anggaran, dan kondisi peralatan uji/ standar uji khususnya yang dimiliki oleh UPTD. Berdasarkan hasil evaluasi pada tahun 2011, ditemukan bahwa banyak standar uji/kerja dan standar acuan yang dimiliki oleh UPT dan UPTD Metrologi Legal sebanyak 27.835 unit dari 183 jenis standar uji. Kondisi peralatan uji tersebut 99 % dalam keadaan baik namun dari 99% tersebut hanya 12% yang tergolong dalam peralatan baru atau umur kurang dari 10 tahun. Persentase terbesar di wilayah Maluku dan Papua yang memiliki 62% peralatan di atas 10 tahun, diikuti wilayah Sumatera yang memiliki 37% peralatan di atas 10 tahun. Dari segi SDM Metrologi Legal, penurunan jumlah SDM khususnya Tenaga Penera secara nasional menjadi kendala utama. Tahun 2008 jumlah Tenaga Penera sebanyak 680 orang yang tersebar di seluruh UPTD, tahun 2009 sebanyak 658 orang dan tahun 2010 menjadi 596 orang, karena proses mutasi dan pensiun yang tidak diimbangi dengan penambahan jumlah formasi bagi SDM Metrologi Legal di daerah. Tahun 2011, terjadi penambahan jumlah SDM menjadi 709 orang, namun penambahan ini lebih banyak didominasi di daerahdaerah di pulau Jawa. Masih rendahnya kesadaran pelaku usaha/pengguna UTTP untuk menerakan atau meneraulangkan UTTP kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Metrologi Legal setempat baik membawa langsung ke kantor UPTD maupun pada saat pelaksanaan sidang tera/tera ulang yang dilakukan secara berkala oleh UPTD. Konsumen memegang peranan yang tidak kalah pentingnya, pemahaman konsumen untuk lebih kritis dan menyuarakan agar selalu menggunakan UTTP yang telah ditera atau tera ulang ketika bertransaksi perlu lebih ditingkatkan. Dalam rangka memberikan jaminan dalam kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metoda pengukuran dan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) hingga tahun 2014 telah ditetapkan 16 kabupaten/kota sebagai Daerah Tertib Ukur (DTU) yaitu Kota singkawang, Kota Solo, Kota Batam, Kota Balikpapan, Kota Bontang, Kota Tarakan, Kabupaten Mojokerto, Kota Padang, Kota Gorontalo, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Karimun, Kota Banda Aceh, Kota Solok, Kota Tangerang Selatan, Kota Semarang dan Kabupaten Gianyar, serta terbentuk 268 Pasar Tertib Ukur (PTU). Pada aspek pelayanan kemetrologian telah dilaksanakan kegiatan tera dan tera ulang terhadap UTTP sebanyak 13.017.546 sebagai capaian dari pembinaan terhadap 54 UPT dan UPTD Metrologi Legal. Penyelenggaraan Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Liberalisasi perdagangan dunia dan integrasi ASEAN dapat memberikan dampak yang bersifat positif maupun negatif. Globalisasi perdagangan tersebut merupakan peluang sekaligus tantangan bagi perkembangan perdagangan di pasar dalam negeri serta industri domestik. Beredarnya produk yang tidak memenuhi standar sangat merugikan konsumen. Contohnya, demi mengejar keuntungan, sering pelaku industri memproduksi baja tanpa memperhatikan standar. Banyak beredar Baja Tulangan Beton (BjTB) yang ukurannya dimanipulasi dengan ukuran “banci”. Selain itu, di pasar juga banyak beredar produk baja yang 9|Page
masuk secara ilegal yang tidak memiliki standar atau mutu yang jelas. Hal ini merugikan konsumen dan berpotensi merusak pasar nasional yang menimbulkan kerugian tidak sedikit bagi industri nasional. Contoh lain, hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap mainan anak, ditemukan masih banyak kandungan logam berat, seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), chromium (Cr), dan cadmium (Cd) yang terkandung dalam mainan anak yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kasus lain dari air minum dalam kemasan yang beredar di pasar, terkait dengan ketentuan label, masih banyak ditemukan produk air minum dalam kemasan yang tidak mencantumkan alamat produsen secara jelas tetapi hanya mencantumkan PO Box, tidak mencantumkan Logo SNI (hanya tulisan SNI beserta nomornya), dan tidak mencantumkan bulan dan tahun kadaluarsa. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak barang beredar dan jasa di pasar yang belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang berpotensi merugikan konsumen. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan Tahun 2014, pelaksanaan pengawasan terhadap barang beredar dan jasa didukung dengan 1.503 orang Petugas Pengawas Barang dan jasa (PPBJ) yang tersebar di instansi pemerintah, pemerintah daerah provinsi/kabupaten/ kota, serta pelaksanaan penegakan hukum didukung oleh 850 tenaga PPNS-PK aktif. Untuk bidang pengawasan dan penegakan hukum di bidang metrologi legal, didukung oleh 273 orang PPNS Metrologi Legal. Jumlah ini terus berkurang, dimana hingga Tahun 2014 jumlah PPNS-PK yang telah dilatih mencapai 1.065 orang dan PPNS Metrologi Legal 391 orang. Dalam upaya pengawasan barang beredar, kegiatan pengawasan sampai Tahun 2014 telah dilaksanakan di 164 kabupaten/kota terhadap 107 jenis komoditi yang meliputi produk pertambangan dan aneka industri (TAMIN) ; pertanian kimia dan kehutanan (TANKIHUT); dan komoditi jasa. Petunjuk teknis tata cara pengawasan untuk komoditi (SNI wajib) telah disusun, yaitu: 12 jenis produk TAMIN (pelek kendaraan bermotor; pompa air; sepeda; kabel listrik; korek api gas; MCB; baja profil siku sama kaki; baterai kering; spesifikasi meter air minum; mainan; pakaian bayi; pendingin ruangan, lemari pendingin, dan mesin cuci), 12 jenis produk TANKIHUT dan 12 jenis Jasa (penyelenggara jasa telekomunikasi, promosi berhadiah, usaha jasa makanan dan minuman, promosi potongan harga, cara menjual, jasa penyediaan listrik prabayar, iklan media cetak, iklan media elektronik, klausula baku penjualan properti, pencantuman harga barang pada usaha ritel (eceran), pencantuman harga barang pada usaha penyediaaan makanan dan minuman, pencantuman harga barang dan/ atau tarif jasa pada usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa secara online). Selama kurun waktu Tahun 2011 hingga 2014 telah dilakukan pengawasan terhadap 1.566 produk yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan terkait parameter SNI Wajib, Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Dalam Bahasa Indonesia (MKG), dan Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia serta Distribusi. Persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa tercapai 79,06% dari target 70%. Tindak lanjut yang dilakukan antara lain berupa dilakukannya 150 uji laboratorium, dikeluarkannya 68 teguran, 218 peringatan, 1 surat edaran Dirjen SPK, selain itu 7 kasus masih dalam penyidikan, 9 kasus telah selesai dan 1 kasus masih dalam proses mediasi.
10 | P a g e
Dalam rangka mendukung pelaksanaan pengawasan barang beredar tersebut, Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen telah melaksanakan kerja sama dengan beberapa instansi melalui penandatanganan beberapa nota kesepahaman/memorandum of understanding (MoU), antara lain: 1. Nota kesepahaman antara Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Badan Karantina Pertanian dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan tentang kerjasama pengawasan barang untuk produk non pangan, pangan olahan, dan pangan segar; 2. Nota kesepahaman antara Kementerian Perdagangan dengan Badan Inteligen Negara tentang pengamanan sasaran dan program strategis di bidang perdagangan; 3. Nota kesepahaman antara Kementerian Perdagangan dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat tentang pengamanan di bidang perdagangan dan perlindungan konsumen di perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. Nota kesepahaman antara Kementerian Perdagangan dengan Badan Pengawas Obat Dan Makanan, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan, Badan Karantina Pertanian, dan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri tentang kerjasama pengawasan barang yang dilarang atau dibatasi (Lartas) di tempat pemasukan dan pengeluaran serta pengawasan barang beredar di pasar. Pemberdayaan Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen Masyarakat konsumen Indonesia telah semakin cerdas, hal ini ditandai dengan semakin kritisnya masyarakat terhadap barang dan jasa yang dikonsumsinya. Berdasarkan data periode Tahun 2003–2011, terdapat 2.627 kasus pengaduan konsumen yang diselesaikan baik oleh Kementerian Perdagangan (456 kasus), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat/LPKSM (823 kasus), maupun oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/ BPSK (1.348 kasus). Peningkatan jumlah pengaduan yang masuk dan kasus pengaduan yang diselesaikan sebanding dengan peningkatan jumlah LPKSM. Jumlah LPKSM yang terdaftar dan tersebar di kabupaten/kota mencapai 349 LPKSM. Sedangkan jumlah BPSK pada Tahun 2014 mencapai 159 BPSK. Kondisi tersebut tidak terlepas dari upaya yang berkesinambungan dari Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dalam melakukan edukasi kepada konsumen. Edukasi konsumen dilakukan antara lain dengan sosialisasi kepada aparatur pemerintah, kalangan pelajar dan mahasiswa, wartawan, serta masyarakat umum termasuk bimbingan kepada pelaku usaha. Sampai akhir tahun 2013 telah dibentuk 1.800 orang motivator perlindungan konsumen. Kegiatan yang mendukung hal ini antara lain forum dialog dengan berbagai perguruan tinggi, klinik konsumen terpadu bagi siswa-siswa SD sampai SMU, fasilitasi motivator mandiri, forum edukasi konsumen cerdas, dan diseminasi perlindungan konsumen di berbagai media publik. Peluncuran gerakan “Konsumen Cerdas Mandiri dan Cinta Produk Dalam Negeri” yang telah dicanangkan di peringatan Hari Konsumen Nasional (HARKONAS) pada 20 April 2014 di Jakarta melalui slogan “ayo jadi konsumen cerdas” dengan maskot binatang kancil dengan 11 | P a g e
nama “Si Koncer” merupakan salah satu upaya/ajakan kepada konsumen agar memiliki sifat kritis, cerdas, dan berhati-hati dalam mengkonsumsi dan memanfaatkan barang dan/atau jasa. Dalam slogan tersebut tercantum beberapa pesan, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Teliti sebelum membeli; Pastikan produk sesuai standar ( SNI ); Perhatikan label dan manual, garansi bahasa Indonesia; Beli sesuai kebutuhan, bukan keinginan; Perhatikan masa kadaluarsa.
Di samping itu, penguatan pemberdayaan konsumen dilakukan dengan berbagai peraturan, antara lain mewajibkan produsen dan importir mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia terhadap produk yang diperdagangkan di wilayah Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menjamin konsumen memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang yang akan dipakai. Pencantuman label dalam bahasa Indonesia digunakan dan dimanfaatkan dengan baik oleh konsumen. Pengaturan kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia dilandasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kewajiban Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia Pada Barang jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67 Tahun 2013. Peran serta masyarakat dan Pemerintah Daerah juga dipandang penting dalam meningkatkan keberdayaan konsumen di Indonesia. Untuk itu Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen telah melaksanakan kerja sama dengan beberapa instansi, lembaga, perguruan tinggi serta organisasi kemasyarakatan (ORMAS) melalui penandatanganan beberapa nota kesepahaman/ memorandum of understanding (MoU). Berikut ini adalah beberapa nota kesepahaman yang telah ditandatangani dalam rangka kerjasama peningkatan edukasi di bidang perlindungan konsumen, antara lain dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Majelis Ulama Indonesia Pusat, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama, Parisada Hindu Dharma Indonesia, Perwakilan Umat Budha Indonesia, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB.PMII), Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI), Masyarakat Indonesia Anti Pemalsian (MIAP), Indonesia Marketing ASSOCIATION (IMA), MoU juga dilakukan dengan perguruan tinggi yang di tindaklanjuti dengan penempatan seperangkat komputer dalam rangka penyebaran informasi perlindungan konsumen dan pengaduan konsumen on-line pada beberapa Universitas, antara lain: Universitas Gajah Mada, Universitas Islam Indonesia, Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakartra, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Tarumanegara Jakarta, Universitas Trunojoyo Madura, Universitas Jember, Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Mataram, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur, Universitas Sriwijaya Palembang, Universitas Brawijaya Malang. Untuk mendorong peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam melakukan pemberdayaan konsumen yang telah memberikan dukungan anggaran untuk penyelenggaraan perlindung12 | P a g e
an konsumen di daerah, Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen sejak Tahun 2013 telah memberikan penghargaan pada Pemerintah Daerah Peduli Konsumen. Pada Tahun 2013 penghargaan diberikan kepada Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kota Bogor. Untuk Tahun 2014 pada Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, Kota Yogyakarta, Kota Denpasar, Kota Surakarta. Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen di Daerah Untuk meningkatkan penyelenggaran perlindungan konsumen di daerah, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen telah melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah melalui mekanisme Dana Dekonsentrasi dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Dekon di bidang perlindungan konsumen merupakan salah satu upaya yang diberikan pada Pemerintah Daerah Provinsi untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan perlindungan konsumen di daerah. Kegiatan yang dibiayai melalui dana dekonsentrasi meliuti kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa, peningkatan tertib ukur, pemberdayaan konsumen di daerah, peningkatan kompetensi SDM penguji mutu barang, dan sosialisasi standardisasi bidang perdagangan. Sedangkan DAK difokuskan kepada peningkatan kapasitas UPTD Metrologi Legal melalui pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal berupa pembangunan gedung UPTD serta pengadaan sarana dan alat pengujian. Penyediaan anggaran DAK sub bidang metrologi legal terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 jumlah anggaran DAK sub bidang metrologi legal sebesar Rp 12,75 M yang masih difokuskan kepada pengadaan unit berjalan metrogi legal dan diterima hanya oleh Pemerintah Kabupaten Kota. Untuk tahun 2015 anggaran DAK sub bidang metrologi legal mencapai Rp. 93,9 M dengan kegiatan meliputi pembangunan gedung dan pengadaan sarana metrologi legal dan penerima yang lebih luas termasuk Pemerintah Provinsi. Potensi Untuk mencapai sasaran pembangunan perdagangan dalam jangka waktu lima tahun ke depan, terdapat sejumlah potensi, baik di internal maupun eksternal Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: 1. Lingkup standardisasi bidang perdagangan yang cukup luas Lingkup standardisasi bidang perdagangan tidak hanya mencakup standar dokumen bagi produk barang dan jasa tetapi juga mencakup standardisasi sistem, proses, metode uji, personel, dan kelembagaan di bidang perdagangan. Gudang dan Sistem Resi Gudang merupakan salah satu contoh ruang lingkup standardisasi yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan dalam beberapa tahun terakhir. Standardisasi bidang perdagangan dapat diarahkan juga pada keseragaman pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berada dalam kerangka perdagangan. Standardisasi bagaimana cara menjual produk, standardisasi promosi dan iklan produk yang ditawarkan untuk dijual, serta standardisasi terhadap penyelenggaraan penjualan barang secara online merupakan bentuk upaya pembangunan standardisasi sistem perdagangan. Pengaturan terhadap harga satuan bagi produk yang dijual juga menjadi tantangan dalam 13 | P a g e
pengembangan standardisasi di bidang perdagangan. Pengembangan standardisasi tidak hanya dalam bentuk transposisi ke dalam bentuk standar dokumen tetapi juga bisa dalam bentuk penetapan regulasi teknis yang tetap berpedoman pada prinsip harmonisasi global sehingga tidak menimbulkan hambatan baru dalam perdagangan. Lingkup standardisasi yang bersifat ke dalam lebih diarahkan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan menjaga iklim usaha agar tetap kondusif. Dengan demikian roda perekonomian nasional dapat tumbuh dengan baik. Hal ini tentunya menjadi tantangan dan peluang dalam hal pengembangan standardisasi, untuk itu mutlak perlu dilakukan terobosan dan inovasi dalam proses pengembangan standardisasi sebagai bagian dari pembangunan standardisasi dan perlindungan konsumen. 2. Pasar domestik Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari barat ke timur. Di satu sisi, letak Indonesia berada di tengah-tengah jalur perdagangan internasional Asia pasifik. Letak yang strategis dan juga letak yang membahayakan. Sebagai negara yang berada di sentral jalur perdagangan, dimungkinkan aliran barang dan jasa akan masuk dengan leluasa. Tentu saja ini didukung dengan jumlah populasi Indonesia yang cukup besar yang menjadi target pasar bagi produk-produk impor. Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya (1990−2000) laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,44 persen. Menurut data BPS, jumlah penduduk Indonesia pada Tahun 2010 berdasarkan hasil sensus sebanyak 237.641.326 jiwa. Pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan mencapai 252.370.792 Jiwa atau sekitar 3,41 persen dari total populasi dunia. Jumlah ini menempatkan Indonesia pada peringkat 4 negara dengan penduduk terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Dari sisi penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau Sumatera yang luasnya 25,2 persen dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni oleh 21,3 persen penduduk, Jawa yang luasnya 6,8 persen dihuni oleh 57,5 persen penduduk, Kalimantan yang luasnya 28,5 persen dihuni oleh 5,8 persen penduduk, Sulawesi yang luasnya 9,9 persen dihuni oleh 7,3 persen penduduk, Maluku yang luasnya 4,1 persen dihuni oleh 1,1 persen penduduk, dan Papua yang luasnya 21,8 persen dihuni oleh 1,5 persen penduduk. Besarnya jumlah penduduk tersebut tentunya akan seiring dengan besarnya jumlah konsumen di Indonesia. 3. Peran Indonesia di dunia internasional Peran Indonesia semakin penting di dunia internasional. Indonesia merupakan pasar yang besar yang tetap tumbuh positif di tengah krisis global, kinerja diplomasi internasional Indonesia juga telah mampu menempatkan Indonesia menjadi pemeran sentral dalam berbagai forum multilateral maupun regional. Peran sentral ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, khususnya melalui perdagangan internasional (ekspor dan impor) dan melalui kerjasama investasi. Di bidang standardisasi, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen memegang peran yang penting dalam harmonisasi standar di tingkat ASEAN. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen merupakan koordinator sektor 14 | P a g e
Electrical and Electronic Equipment (EEE) di Indonesia yang mengawal pelaksanaan harmonisasi sektor EEE yang mulai diberlakukan pada tahun 2011. Di bidang perlindungan konsumen, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen turut aktif dalam ASEAN Comitte for Consumer Protection (ACCP) dalam upaya membangun sistem peringatan dini bagi konsumen di kawasan ASEAN. Di bidang metrologi legal, peran Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen pada organisasi metrologi legal regional dan internasional semakin meningkat. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen merupakan bagian dalam keanggotaan organisasi metrologi legal regional dan internasional sebagai berikut: 1. Organisasi Internasional untuk Metrologi Legal (Organization Internationale de Metrologie Legale-OIML); 2. Asia Pacific Legal Metrology Forum (APLMF); 3. ASEAN Consultative Commitee for Standard and Quality (ACCSQ) Working Group 3 on Legal Metrology. Di bidang mutu barang, peran Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen pada organisasi internasional terkait dengan mutu, antara lain : 1. Sebagai chairperson pada organisasi International Pepper Community (IPC); 2. Anggota Organisasi International Coffee Organization (ICO); 3. Anggota ASEAN Consultative Commitee for Standard and QualityPrepared Foodstuff Products Working Group(ACCSQ PFPWG); 4. Anggota ASEAN Consultative Committee for Standards and Quality (ACCSQ) Rubber Based Product Working Group (RBPWG); 5. Anggota Codex Committee on Pesticide Residue (CCPR); 6. Anggota JSC Electrical and Electronic Equipment (EEE); 7. Kerjasama saling keberterimaan sertifikat dengan Laboratorium AINIA di Spanyol. 4. Kualitas SDM Selain potensi yang berada di eksternal Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen yang telah diuraikan di atas, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen juga memiliki potensi sumber daya manusia (SDM) yang makin baik di internal, untuk menyelenggarakan pembangunan standardisasi dan perlindungan konsumen, yaitu: 1. Jumlah pegawai pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen tahun 2014 sebanyak 680 orang yang terdiri dari Strata-2 sebanyak 153 orang (42,35 persen), dan Strata-1 sebanyak 288 orang (22,50 persen). Hal ini berarti terdapat sekitar 64,85 persen dari total pegawai dipersiapkan menjadi manajer strategis yang akan memimpin Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. 2. Kemampuan teknis semakin baik. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perdagangan dan Lembaga Pendidikan lainnya menyelenggarakan diklat fungsional. Hal ini untuk menambah kekurangan tenaga operasional pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen baik di pusat maupun daerah yang akan menyelenggarakan kegiatan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen.
15 | P a g e
5. Ketersediaan infrastruktur Proses pengembangan standardisasi harus tepat sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan sektor industri dalam negeri untuk meningkatkan daya saing produk nasional di pasar domestik maupun internasional, serta harus sesuai dengan perkembangan global guna menjadi benteng pengamanan pasar dalam negeri terhadap produk-produk yang tidak sesuai dengan persyaratan. Penguatan infrastruktur standardisasi dan perlindungan konsumen yang tercakup dalam infrastruktur mutu mencakup semua aspek berkaitan dengan metrologi, standardisasi, pengujian, manajemen mutu, sertifikasi, dan akreditasi (empat aspek terakhir sering disebut sebagai penilaian kesesuaian) diperlukan dalam lingkup institusi publik maupun swasta. Penguatan infrastruktur tersebut diharapkan dapat mengurangi resiko dalam kaitannya dengan perdagangan internasional terutama faktor keberterimaan produk nasional di pasar internasional maupun melindungi konsumen dalam negeri, terbangunnya efisiensi ekonomi, perdagangan yang adil, serta meningkanya kepercayaan konsumen atas barang yang beredar. Sebagaimana yang sudah disebutkan di atas, bahwa pertumbuhan LPK cukup menjanjikan. Jumlah LPK terdaftar turut mengalami peningkatan hingga mencapai 35 lembaga pada tahun 2014. Di bidang pengembangan mutu barang, dalam hal pelaksanaan pengawasan/pengujian mutu barang dapat dilakukan pada laboratorium uji baik yang terdapat di pusat ataupun di daerah yaitu pada 26 Balai Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) yang tersebar di 25 Propinsi dengan masing-masing kompetensi yang berbeda-beda. Selain itu, proses pengawasan juga didukung oleh laboratorium kalibrasi dan lembaga sertifikasi. Kegiatan pengawasan didukung oleh 304 SDM fungsional Penguji Mutu Barang yang tersebar di seluruh Indonesia. Di bidang metrologi legal, untuk melaksanakan kegiatan pelayanan khusunya pelayanan tera dan tera ulang, terdapat 52 UPT dan UPTD Metrologi Legal, terdiri dari 1 UPT dan 51 UPTD Provinsi, yang tersebar sebagai berikut: 1. Untuk wilayah Sumatera terdapat 13 UPTD yang melayani 150 kabupaten/kota; 2. Untuk wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara terdapat 24 UPTD yang melayani 159 kabupaten/kota; 3. Untuk wlayah Kalimantan terdapat 5 UPTD yang melayani 55 kabupaten/kota; 4. Untuk wilayah Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, dan Papua) terdapat 9 UPTD yang melayani 133 kabupaten/kota. Dalam hal SDM, pelayanan tera dan tera ulang secara nasional tahun 2014 dilakukan oleh 843 Pegawai Berhak di 55 UPT/UPTD, yang tersebar menurut wilayahnya sebagai berikut: 1. Wilayah Sumatera sebanyak 150 Pegawai Berhak; 2. Wilayah Jawa sebanyak 380 Pegawai Berhak; 3. Wilayah Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 55 Pegawai Berhak; 4. Wilayah Kalimantan sebanyak 47 Pegawai Berhak; 5. Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua sebanyak 77 Pegawai Berhak 6. Undang-Undang Perdagangan dan implementasinya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan merupakan satu-satunya dan pertama kali diundangkan setelah 80 tahun menggunakan Dutch’s Bedrijfsreglementerings 16 | P a g e
Ordonnatie (BRO) pada tahun 1934. UU yang terdiri atas 19 bab dan 122 pasal ini memuat fungsi kebijakan, pengaturan, dan pengendalian di sektor perdagangan yang diharapkan dapat memacu kinerja sektor perdagangan nasional. Pengesahan UU perdagangan ini didasari keinginan untuk mendorong daya saing sektor perdagangan Indonesia, khususnya di tengah integrasi ekonomi dunia yang sarat dengan perubahan cepat. Pada perspektif strategis, UU Perdagangan merupakan representasi dari komitmen besar pemerintah dan DPR untuk menjaga sektor perdagangan nasional agar dapat memberikan daya dorong dan nilai tambah bagi perekonomian nasional, melindungi produksi dalam negeri, memperluas pasar tenaga kerja, perlindungan konsumen, menjamin kelancaran/ketersediaan barang dan jasa, penguatan UMKM, dan sebagainya. Sebagai perundang-undangan yang baru diterbitkan, maka kedepan proses sosialisasi UU perlu dilaksanakan secara intensif ke seluruh stakeholder sektor perdagangan dalam kaitannya dengan pengimplementasiannya yang akan dilengkapi dengan peraturan pelaksana pendukung. UU Perdagangan akan dilengkapi dengan peraturan pelaksana yang meliputi 9 Peraturan Pemerintah, 14 peraturan Presiden, dan 20 Peraturan Menteri. Penyelesaian peraturan-peraturan pelaksana ini dalam waktu beberapa tahun kedepan harus dapat diselesaikan sehingga dapat memberikan keoptimalan proses implementasinya.
Permasalahan utama (strategic issue) Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pemerintah berkewajiban melakukan upaya pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen. Konsumen Indonesia saat ini masih sebagai target pasar dan belum dapat mengelaborasi perannya sebagai market driven bagi perkembangan barang dan jasa. Lebih lanjut konsumen Indonesia memiliki karakteristik menerima dan pasrah, berorientasi pada produk murah dan produk impor, serta kurang peduli terhadap lingkungan. Edukasi terhadap konsumen Indonesia disertai dukungan pengawasan barang/jasa yang efektif akan mengubah posisi konsumen Indonesia menjadi konsumen yang cerdas, mandiri dan cinta produk dalam negeri. Keterbatasan SDM Penyelenggara Perlindungan Konsumen Jumlah tenaga pengawas yang secara nasional yang tersebar di instansi pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota, serta pelaksanaan penegakan hukum hanya sebanyak 805 tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK) aktif dan 283 orang PPNS Metrologi Legal. Sedangkan pelaksanaan pelayanan tera dan tera ulang UTTP secara nasional, pelayanan tera dan tera ulang hanya didukung oleh 843 orang Pegawai Berhak yang tersebar di UPT dan UPTD Metrologi Legal di seluruh Indonesia. Jumlah ini sangat minim mengingat potensi UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang cukup besar. Penerapan SNI Wajib yang semakin luas Sampai saat ini telah diberlakukan sebanyak 106 SNI wajib terhadap barang-barang yang beredar di pasar. Penerapan SNI wajib ini selalu bertambah setiap tahun. Oleh karena itu, dalam rangka mendukung implementasi penerapan SNI wajib, maka diperlukan adanya
17 | P a g e
penambahan sarana dan prasarana pendukung pengawasan mutu barang terutama pada peralatan laboratorium uji. Rendahnya koordinasi lintas sektoral Indonesia masih merupakan negara yang memiliki ekonomi biaya tinggi. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh penyelenggaraan standardisasi danperlindungan konsumen yang juga menimbulkan ekonomi biaya tinggi dalam hal aspek institusional dan aspek infrastruktur. Pada aspek institusional, penyelenggaraan standardisasi dan perlindungan konsumen di Indonesia dihadapkan pada permasalahan-permasalahan seperti adanya indikasi kurang efektifnya peraturan perundang-undangan (belum konsisten antara peraturan yang ditetapkan dengan pelaksanaan di lapangan), dan kecenderungan pada penarikan pendapatan asli daerah (PAD). Pembangunan standardisasi dan perlindungan konsumen memerlukan kebijakan yang komprehensif dan koheren yang mempertimbangkan isu-isu terkait dengan konsumen, pelaku usaha, perdagangan dalam negeri, dan perdagangan internasional. Dalam pembangunan standardisasi dan perlindungan konsumen, diperlukan adanya jaminan terhadap transparansi bagi setiap pihak yang berkepentingan dengan pembangunan tersebut. Implementasi kebijakan tidak dapat berjalan sendiri tetapi perlu koordinasi antara pemangku kepentingan baik antar unit di pemerintahan, pemerintah daerah maupun swasta. Tingkat kesadaran konsumen dan pelaku usaha masih rendah Di samping itu, upaya untuk perlindungan terhadap kepentingan umum/konsumen melalui peningkatan tertib ukur, masih terkendala rendahnya kesadaran pelaku usaha/pengguna UTTP untuk menerakan atau meneraulangkan UTTP kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Metrologi Legal setempat, baik dengan membawa langsung ke kantor UPTD maupun pada saat pelaksanaan sidang tera/tera ulang yang dilakukan secara berkala. Hal ini berakibat masih banyak UTTP yang digunakan tidak bertanda tera sah yang berlaku. Akibatnya kesalahan pengukuran dari UTTP berada di luar batas kesalahan yang diijinkan. Mutu barang produksi dalam negeri dan imor yang tidak konsisten Sesuai dengan peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2017 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, terhadap barang yang SNInya sudah diberlakukan secara wajib, maka barang impor maupun produksi dalam negeri wajib memiliki SPPT-SNI sebagai bukti bahwa produknya telah memenuhi persyaratan SNI yang selanjutnya digunakan untuk memperoleh NPB untuk barang impor atau NRP untuk barang produksi dalam negeri. Seharusnya produk yang sudah terdaftar memiliki mutu yang tetap konsisten sesuai persyaratan mutu yang ditetapkan. Akan tetapi tidak demikian adanya karena berdasarkan pengawasan kesesuaian mutu, diperoleh hasil bahwa produk yang sudah terdaftar memiliki mutu produk yang tidak sesuai dengan standar. Pada Tahun 2012 dilakukan pengawasan terhadap 101 merk dan diperoleh hasil 59,41% produk yang terdaftar dan 40,59% produk yang tidak terdaftar. Untuk produk yang terdaftar terdapat 68,33% produk sesuai persyaratan SNI sedangkan masih ada 31,67% produk yang tidak sesuai SNI. Sedangkan hasil pengawasan tahun 2013 terhadap 112 merk terdapat 18 | P a g e
41,96% produk yang terdaftar dan 58,04% produk yang tidak terdaftar. Untuk produk yang terdaftar terdapat 51,06% produk sesuai persyaratan SNI dan 48,94% produk yang tidak sesuai SNI. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan SNI wajib belum sepenuhnya dipatuhi oleh pelaku usaha baik produsen dalam negeri maupun importir. Hal ini terlihat dengan masih banyak ketidaksesuaian mutu produk dengan yang dipersyaratkan, padahal produk tersebut telah dibuktikan dengan SPPT-SNI bahwa produknya telah sesuai dengan standar mutu yang dipersyaratkan. Oleh karena itu pada tahun 2015 hingga tahun 2019 konsistensi mutu barang perlu dimonitor dan diharapkan terjadi peningkatan konsistensi mutu produk per tahun. Perangkat hukum bidang standardisasi dan perlindungan konsumen Infrastruktur perangkat hukum bidang standardisasi dan perlindungan konsumen belum sepenuhnya menunjang pengembangan sektor perdagangan. Belum memadainya infrastruktur perangkat hukum bidang standardisasi dan perlindungan konsumen ini terlihat masih adanya peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih, disharmonisasi pengaturan penyelenggaraan standardisasi dan perlindungan konsumen di masing-masing kementerian teknis, dan disharmonisasi peraturan antar sektor. Hal ini perlu penyempurnaan dan penyederhanaan peraturan perundang-undangan guna mengantisipasi kurangnya koordinasi dari instansi yang bergerak di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen. Perpindahan kewenangan penyelenggaraan perlindungan konsumen Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebabkan terjadinya beberapa perubahan kewenangan penyelenggaraan perlindungan konsumen baik di pusat maupun daerah. Di bidang penyelesaian sengketa konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang selam ini pembentukan dan pembiayaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah harus dialihkan kepada Pemerintah Pusat. Hal ini akan berkonsekuensi pada kebutuhan penyediaan anggaran dan SDM yang besar dari Pemerintah Pusat untuk dapat mempertahankan keberadaan BPSK di seluruh Indonesia. Di bidang metrologi legal, untuk melaksanakan kegiatan pelayanan khusunya pelayanan tera dan tera ulang, terdapat 55 UPT dan UPTD Metrologi Legal dengan rincian yaitu 1 UPT dan 51 UPTD Provinsi serta 3 UPTD Kabupaten/Kota, yang tersebar sebagai berikut: a. Untuk wilayah Sumatera terdapat 14 UPTD yang melayani 150 kabupaten/kota. b. Untuk wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara terdapat 26 UPTD yang melayani 159 kabupaten/kota. c. Untuk wlayah Kalimantan terdapat 5 UPTD yang melayani 55 kabupaten/kota. d. Untuk wilayah Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, dan Papua) terdapat 9 UPTD yang melayani 133 kabupaten/kota.
19 | P a g e
BAB II PERENCANAAN KINERJA
Visi Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kabinet Kerja Pemerintahan Republik Indonesia, maka Visi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen selaras dengan Visi Presiden Republik Indonesia yakni “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong ”
Misi Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, maka misi yang ditetapkan adalah: 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan Negara hukum; 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim; 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera; 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing; 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Tujuan Sebagai bagian dari Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen berperan dalam mendukung tujuan dan sasaran dari Kementerian Perdagangan yakni tujuan Peningkatan Perlindungan Konsumen dengan sasaran Meningkatnya Pemberdayaan Konsumen, Standardisasi, Pengendalian Mutu, Tertib Ukur, dan Pengawasan Barang dan Jasa. Sebagai penjabarannya sasaran Kementerian Perdagangan tersebut maka ditentukan tujuan pembangunan Standardisasi dan Perlindungan Konsumen periode 2015-2019 yang ingin dicapai adalah: 1. Meningkatnya dukungan pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal SPK yang berkualitas; 2. Optimalisasi Standardisasi di bidang perdagangan; 3. Meningkatnya Pemberdayaan Konsumen; 4. Optimalisasi Pengawasan Barang beredar dan Jasa; 5. Optimalisasi Tertib Ukur; 6. Optimalisasi Mutu produk.
20 | P a g e
Gambar 3 Peran Ditjen SPK dalam Kementerian Perdagangan
Arah kebijakan dan strategi Setelah menganalisis perkembangan lingkungan strategis dengan memperhatikan kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan serta menetapkan faktor-faktor kunci keberhasilan, tujuan, dan sasaran sebagai penjabaran visi dan misi, dapat ditentukan strategi operasional. Strategi tersebut ditetapkan sebagai cara untuk mencapai tujuan dengan perencanaan kebijakan dan program yang akan dipergunakan sebagai pedoman operasional. Visi pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 adalah mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Pencapaian visi dalam RPJPN dijabarkan melalui 4 tahap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Penyusunan strategi dan arah kebijakan mengacu pada arah pembangunan dalam RPJMN tahap 3 yakni periode 2015-2019 yaitu memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat. Misi pembangunan nasional dalam RPJMN 2015-2019 yang terkait dengan sektor perdagangan adalah perdagangan sebagai sektor penggerak pertumbuhan dan daya saing ekonomi untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan. Berdasarkan acuan ini, Kementerian Perdagangan telah menyusun 3 arah kebijakan yaitu: 1. Peningkatan kinerja perdagangan luar negeri yang bertumbuh dan berkelanjutan; 2. Terwujudnya perdagangan dalam negeri yang bertumbuh dan berkualitas; 3. Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik di sektor perdagangan. Berdasarkan 3 pokok pikiran di atas, Kementerian Perdagangan menetapkan langkah, yaitu: 1. Peningkatan ekspor barang non migas yang bernilai tambah; 2. Peningkatan pengamanan perdagangan; 21 | P a g e
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Peningkatan akses dan pangsa pasar internasional; Pemantapan promosi ekspor dan nation branding; Peningkatan efektivitas pengelolaan impor barang dan jasa; Pengintegrasian dan perluasan pasar dalam negeri; Peningkatan penggunaan produk dalam negeri; Optimalisasi penguatan pasar berjangka komoditi, SRG, dan pasar lelang; Peningkatan ketersediaan dan kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok dan barang penting; 10. Peningkatan perlindungan dan pemberdayaan konsumen. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen sebagai penanggung jawab Program Peningkatan Perlindungan dan Pemberdayaan Konsumen memiliki peranan penting dalam mendukung peningkatan daya saing dan pengamanan pasar dalam negeri. Dalam rangka pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis Kementerian Perdagangan, dengan mempertimbangkan arah kebijakan dan strategi nasional serta arah kebijakan dan strategi Kementerian Perdagangan, Ditjen SPK telah menyusun 4 arah kebijakan yaitu: 1. Mendorong pengembangan standardisasi, mutu produk dan regulasi pro konsumen; 2. Gerakan konsumen cerdas, mandiri dan cinta produk dalam negeri; 3. Efektivitas pengawasan produk dan tertib ukur; 4. Penguatan kapasitas kelembagaan perlindungan konsumen. Berdasarkan 4 arah kebijakan tersebut, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menetapkan beberapa langkah strategis, yaitu: Pengembangan standardisasi bidang perdagangan yang dilakukan melalui: 1. Penyusunan peraturan teknis dan standar di bidang perdagangan 2. Peningkatan kerjasama standardisasi di bidang perdagangan 3. Peningkatan bimbingan teknis dan penyediaan informasi standar terkait standardisasi di bidang perdagangan Peningkatan tertib ukur yang dilakukan melalui: 1. Penyusunan kebijakan di bidang metrologi legal; 2. Peningkatan pelayanan dan pengawasan kemetrologian antara lain pembentukan Pasar Tertib Ukur (PTU), pembentukan Daerah Tertib Ukur (DTU), penilaian mutu pelayanan kemetrologian, serta pengawasan UTTP dan BDKT. Peningkatan efektivitas pengawasan barang beredar dan jasa yang dilakukan melalui: 1. Penyusunan kebijakan pengawasan barang beredar dan jasa; 2. Peningkatan pelaksanaan pengawasan barang beredar dan jasa antara lain peningkatan kapasitas PPNS dan PPBJ, forum pengawasan barang beredar dan jasa; 3. Peningkatan pelaksanaan pengawasan barang beredar dan jasa di daerah perbatasan. Peningkatan pengawasan mutu barang yang dilakukan melalui: 1. Penyusunan kebijakan di bidang pengembangan mutu barang; 2. Peningkatan jumlah SDM yang mampu melakukan verifikasi mutu barang; 3. Pengawasan pra pasar terhadap mutu barang yang diperdagangkan; 4. Pelayanan publik yang berkualitas. Pengembangan perdagangan dalam negeri di daerah yang dilakukan melalui: 1. Fasilitasi penyelenggaraan Hari Konsumen Nasional; 22 | P a g e
2. 3. 4. 5.
Fasilitasi pengembangan dan peningkatan kompetensi pengujian mutu barang; Jumlah produk yang diawasi di daerah; Koordinasi pengawasan UTTP dan BDKT; Sosialisasi standardisasi bidang perdagangan.
Perjanjian Kinerja Tahun 2015 merupakan awal dimulainya periode rencana strategis baru Tahun 2015-2019 setelah berakhirnya periode sebelumnya Tahun 2010-2014, terjadi perubahan mendasar pada sasaran dan indikator kinerja Kementerian Perdagangan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen. Sasaran yang ditetapkan dan indikator kinerja yang dipilih serta target yang ditentukan berbeda secara keseluruhan dengan rencana strategis periode sebelumnya. Pada periode sebelumnya, sasaran yang ditetapkan yaitu peningkatan perlindungan konsumen yang diukur dengan indikator akumulasi jumlah BPSK yang terbentuk. Mulai Tahun 2015, sasaran yang ditetapkan adalah meningkatnya pemberdayaan konsumen, standardisasi, pengendalian mutu, tertib ukur dan pengawasan barang/jasa. Pencapaian sasaran tersebut diukur dengan indikator: (1) indeks keberdayaan konsumen; (2) persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku; (3) persentase barang beredar diawasi yang sesuai ketentuan; serta (4) persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku. Tabel 1 Perbandingan sasaran indikator renstra baru dan sebelumnya Sasaran dan indikator 2010-2014 Sasaran: peningkatan konsumen IK: akumulasi jumlah terbentuk
perlindungan
BPSK
yang
Sasaran dan indikator 2015-2019 Sasaran: meningkatnya pemberdayaan konsumen, standardisasi, pengendalian mutu, tertib ukur dan pengawasan barang/jasa. IK: indeks keberdayaan konsumen; Persentase penanganan pengaduan konsumen; persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku; persentase barang beredar diawasi yang sesuai ketentuan; persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku; Persentase Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) terdaftar yang mematuhi peraturan; Persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK).
Perubahan atau perbaikan arsitektur perencanaan kinerja dikarenakan beberapa alasan/ latar belakang antara lain: 1. Pedoman penyusunan dan penelaahan rencana strategis kementerian/lembaga (Renstra K/L) 2015-2019 Merujuk pada Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019, maka Kementerian Perdagangan melakukan perbaikan arsitektur perencanaan di berbagai sisi. Berdasarkan sosialisasi peraturan tersebut oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), bahwa setiap K/L harus memiliki lebih dari 1 (satu) sasaran strategis 23 | P a g e
dan setiap program harus menjadi tanggung jawab 1 (satu) Eselon I. Satu Eselon I dapat memiliki lebih dari 1 (satu) program dan setiap program harus memiliki lebih dari 1 (satu) sasaran program (outcome). 2. Mempertimbangkan hasil penelaahan oleh Bappenas atas perencanaan sebelumnya Setelah mempelajari dan menelaah dokumen perencanaan Kementerian Perdagangan Tahun 2010-2014 terutama pada bidang standardisasi dan perlindungan konsumen, Tim Penelaah yang ditunjuk BAPPENAS menyatakan pendapat bahwa indikator yang dipilih yaitu “Jumlah BPSK yang terbentuk” tidak cukup mencerminkan kinerja Kementerian Perdagangan dalam membangun bidang standardisasi dan perlindungan konsumen di Indonesia. Indikator tersebut juga kurang tepat dalam mengukur sejauhmana capaian peningkatan perlindungan konsumen yang merupakan sasaran yang ingin diwujudkan. Diperlukannya sasaran dengan cakupan yang lebih luas, yaitu tidak hanya sebatas peningkatan kualitas instrumen perlindungan konsumen tetapi juga meningkatkan pemberdayaan masyarakat sebagai konsumen. 3. Hasil pembahasan internal seluruh unit kerja Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen bersama instansi terkait Pada akhir Tahun 2014, telah dilakukan seluruh unit kerja Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen bersama instansi terkait mengenai indikator “Jumlah BPSK yang terbentuk”. Kendala utama sekaligus menjadi tantangan dalam pembentukan BPSK adalah berkaitan dengan mekanisme. Hingga saat ini, mekanisme pembentukan BPSK dimulai dengan usulan dari bupati/walikota kepada Menteri Perdagangan kemudian Kementerian Perdagangan melakukan verifikasi selanjutnya rancangan Keputusan Presiden tantang pembentukan BPSK tersebut diajukan ke presiden. Mekanisme ini menyebabkan Kementerian Perdagangan tidak bisa menjadi penentu dalam pembentukan BPSK. Inisiatif harus muncul dari pemerintah daerah kabupaten/kota. Kementerian Perdagangan terus mendorong, melaksanakan sosialisasi, dan memfasilitasi tetapi tidak dapat memastikan munculnya usulan pembentukan dari Bupati/Walikota. Kendala ini menunjukkan bahwa pemilihan indikator kinerja kurang tepat dalam menggambarkan organisasi sehingga perlu diperbaiki. Alternatif indikator untuk mengukur kinerja peningkatan perlindungan konsumen dapat didekati misalnya dengan suatu indeks penilaian keberdayaan konsumen Indonesia dan persentase pengaduan konsumen yang berhasil ditindaklanjuti/ ditangani oleh Kementerian Perdagangan. 4. Masukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dan BAPPENAS Melalui pendampingan, sosialisasi, dan arahan dari KemenPAN-RB, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja akan lebh baik jika dapat mengukur impact/dampak. BAPPENAS juga menilai perlu dipelajari alternatif indikator lain yang lebih tepat dan tidak lagi berupa output. Setelah dibahas intensif maka ditetapkan 4 indikator baru yaitu 1) indeks keberdayaan konsumen; (2) persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku; (3) persentase barang beredar diawasi yang sesuai ketentuan; serta (4) persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku. 24 | P a g e
Sasaran 1: Meningkatnya Pemberdayaan Konsumen Penjelasan sasaran Tahun 2015 Tabel 2 Perubahan Sasaran 1 Periode sebelumnya
2015
Sasaran: Meningkatnya efektifitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen
Sasaran: Meningkatnya Pemberdayaan Konsumen
IK=Jumlah BPSK yang terbentuk
IK= Indeks Keberdayaan Konsumen (37) IK= Persentase penanganan pengaduan konsumen (70%)
Indeks Keberdayaan Konsumen Sasaran Tahun 2015 yaitu meningkatnya pemberdayaan konsumen dapat diukur secara kuantitas melalui indeks keberdayaan konsumen dan persentase penanganan pengaduan konsumen yang dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai indeks yang mengukur kesadaran dan pemahaman konsumen akan hak dan kewajibannya, serta kemampuannya dalam berinteraksi dengan pasar. Indikator ini diharapkan dapat mencerminkan tingkat keberdayaan konsumen sebagai dampak dari upaya-upaya perlindungan konsumen yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Standarsasi dan Perlindungan Konsumen kepada masyarakat. Dengan kata lain indeks keberdayaan konsumen diharapkan dapat menilai kinerja perlindungan konsumen. Indonesia merupakan negara dengan konsumen terbesar keempat dunia dimana konsumennya saat ini berada dalam pasar yang semakin kompleks dan dihadapankan pada jumlah informasi yang semakin banyak dengan pilihan produk dan jasa yang semakin beragam, akibatnya dihawatirkan konsumen lebih rentan terhadap penipuan. Untuk menghindari hal tersebut konsumen perlu diberdayakan sehingga memiliki keahlian dan pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan sebelumnya. Terdapat dua upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen yaitu perlindungan konsumen secara preventif dan represif. Upaya preventif dalam perlindungan konsumen adalah perlindungan sebelum konsumen mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa, sedangkan upaya represif yaitu perlindungan ketika konsumen telah mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Upaya represif telah dilakukan dengan menjamin adanya kepastian hukum kepada konsumen melalui Undangundang Perlindungan Konsumen serta tersedianya lembaga-lembaga perlindungan konsumen yang dapat diakses untuk mengadukan kerugian yang dialami. Sementara itu upaya perlindungan konsumen secara preventif dalam kenyataannya masih belum sesuai dengan harapan dimana masih terdapat konsumen yang belum mampu menggunakan hak dan kewajibannya sebagai konsumen untuk menentukan pilihan terbaik bagi diri dan lingkungannya sehingga retan akan kerugian. Untuk mewujudkan perlindungan konsumen yang bersifat preventif, maka pemerintah perlu menumbuhkan keberdayaan konsumen. Indikator yang mengambarkan terwujudnya kondisi keberdayaan konsumen tersebut diukur melalui nilai Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). 25 | P a g e
Surve IKK pernah dilakukan seorang peneliti Institut Pertanian Bogor pada akhir Tahun 2014 dengan area penelitian di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor (Jawa Barat). Konsep penelitian tersebut dapat dikembangkan untuk mengukur IKK di Indonesia. Definisi operasional IKK adalah perspektif kesadaran, pemahaman dan kemampuan diukur melalui tiga dimensi dalam interaksi pasar yaitu sebelum pembelian, saat pembelian dan pasca pembelian. Dimensi pra pembelian diukur dengan dua indikator, yaitu pencarian informasi dan pengetahuan tentang undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen. Dimensi saat pembeli-an diukur dengan 2 indikator, yaitu pemilihan dan preferensi barang/ jasa serta perilaku pembelian. Dimensi pasca pembelian diukur dengan dua indikator, yaitu kecenderungan untuk bicara dan perilaku komplain. Indeks Keberdayaan Konsumen di Indonesia diukur melalui survei secara langsung kepada konsumen dalam kerangka riset untuk memperoleh rata-rata skor dengan pembobotan 20% untuk pencarian informasi, 10% untuk pengetahuan tentang undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen, 10% untuk pemilihan dan preferensi barang/jasa, 15% untuk perilaku pembelian, 5% untuk kecenderungan untuk bicara dan 40% untuk perilaku komplain. Variabel pendukung lainnya karakteristik demografi, sosial dan ekonomi responden mencakup usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan responden dan penda-patan keluarga responden. Tabel 3 Bobot Dimensi Terhadap Indeks Dimensi keberdayaan A. Tahap Pra Pembelian Pencarian informasi Pengetahuan tentang undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen B. Tahap Pembelian Pemilihan dan preferensi barang/jasa Perilaku pembelian C. Tahap Pasca Pembelian Kecenderungan untuk bicara Perilaku komplain Persentase penanganan pengaduan konsumen
∑ pertanyaan
Bobot
9 5
20% 10%
7 5
10% 15%
2 10
5% 40%
Indonesia merupakan negara heterogen dan memiliki latar belakang budaya dan pendidikan yang berbeda sehingga terjadi perbedaan tingkat pemahaman perlindungan konsumen di masyarakat luas. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengamanatkan Menteri Perdagangan sebagai koordinator penyelenggaraan perlindungan konsumen. Dengan mempertimbangkan kondisi yang heterogen tersebut, maka Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlinfungan Konsumen harus pro aktif dalam upaya untuk lebih menjamin hak-hak konsumen. Langkah pro aktif yang dilakukan adalah dengan memberikan suatu wadah bagi konsumen untuk menyampaikan keluhan atau permasalahan yang dihadapi dalam mengkonsumsi atau memanfaatkan barang dan/atau jasa. Pada Tahun 2013, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlinfungan Konsumen menerima pengaduan konsumen yang disampaikan baik melalui datang langsung, email maupun surat sebanyak 77 pengaduan (74 sengketa dan 3 pertanyaan) dapat ditangani 100%. Pada Tahun 2014, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menerima 400 kasus dan dapat ditangani 70%. Diperkirakan pada Tahun 2015 akan diterima 500 kasus pengaduan dan diharapkan dapat ditangani paling sedikit 70%. 26 | P a g e
Pelaksanaan evaluasi dan konsultasi penanganan kasus konsumen yaitu dengan melakukan pelatihan penanganan kasus konsumen yang dilaksanakan di dinas propinsi dengan peserta berasal dari aparatur dinas kabupaten/kota yang membidangi perdagangan dengan cara memberikan materi tentang cara penanganan kasus melalui mediasi dan melakukan simulasi dengan instruktur berpengalaman dari lembaga mediasi yang ada di Indonesia. Target persentase penanganan pengaduan konsumen sebesar 70% merupakan pertimbangan dari penanganan pengaduan konsumen pada tahun sebelumnya. Hal ini mengingat SDM yang menangani pengaduan serta kompleknya pengaduan yang diterima memerlukan analisa hukum dan melibatkan pihak terkait lainnya. Sasaran 2: Meningkatnya ketertelusuran mutu barang Perubahan pada indikator kinerja program dilakukan agar lebih bersifat outcome yang mencerminkan pengaruh terhadap pencapaian sasaran kegiatan, sehingga nomenklatur dan jenis indikator kinerja dirubah yang semula jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib dan evaluasi pengawsan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib yang masih bersifat output menjadi persentase konsistensi mutu barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan lebih bersifat outcome. Tabel 4 Perubahan Sasaran 2 Periode sebelumnya
2015
Sasaran: Meningkatnya efektifitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen
Sasaran: Meningkatnya ketertelusuran mutu barang
IK=Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
IK= Persentase Persentase konsistensi mutu barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan(50%)barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku (50%)
IK= Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib
Dalam rangka mendukung terwujudnya perlindungan konsumen, dan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, terhadap barang yang SNI-nya sudah diberlakukan secara wajib, maka barang impor wajib memiliki SPPT-SNI sebagai bukti bahwa produknya telah memenuhi persyaratan SNI yang selanjutnya digunakan untuk memperoleh Nomor Pendaftaran Barang (NPB) yang berlaku selama 3 tahun dan Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang harus didaftarkan per shipment. Pada perkembangannya, pada Tahun 2015 dilakukan deregulasi untuk mempercepat aliran barang terutama di pelabuhan. Deregulasi tersebut memungkinkan importir memasukkan barang ke Indonesia dengan lebih mudah dan cepat namun tetap terawasi mutunya. Selanjutnya, produk-produk impor SNI wajib diharuskan memiliki NPB, sehingga dalam peredarannya di pasar dalam negeri terbukti memiliki mutu sesuai persyaratan SNI yang telah diberlakukan secara wajib dengan konsisten. Konsistensi dimaksud diperoleh melalui proses uji petik terhadap barang-barang impor sebelum diedarkan di pasar dalam negeri, melalui pengambilan contoh di gudang importir berdasarkan data penerbitan SPB, untuk 27 | P a g e
selanjutnya dilakukan pengujian mutu. Rata-rata per tahun diterbitkan ± 5000 NPB dengan variasi produk mencapai ± 100 merk. Sasaran 3: Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku Tabel 5 Perubahan Sasaran 3 Periode sebelumnya
2015
Sasaran: Meningkatnya efektifitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen
Sasaran: Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku
IK= Jumlah produk barang beredar ber-SNI Wajib yang diawasi (notifikasi WTO)
IK= Persentase Barang Beredar yang Diawasi yang sesuai ketentuan (60%)
IK= Persentase tindak lanjut hasil pengawasan barang beredar dan jasa
Di akhir Tahun 2015, Indonesia memasuk era baru dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mengintegrasikan pasar dan basis produksi yang berdampak pada peningkatan kompetisi diantara negara anggota ASEAN. Dengan terciptanya integrasi ini akan berpengaruh terhadap peningkatan investasi, arus barang dan jasa dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Peningkatan investasi, arus barang dan jasa di kawasan Asia Tenggara dapat menjadi suatu peluang bagi peningkatan akses pasar produk Indonesia dengan tujuan mendorong pertumbuhan neraca perdagangan yang positif bagi Indonesia. Namun dengan semakin terbukanya akses pasar Indonesia, dapat menimbulkan dampak negatif berupa masuknya barang-barang hasil produksi negara lain di yang tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan sehingga perlu diantisipasi dengan pengawasan barang beredar dan jasa yang optimal baik sebelum memasuki pasar maupun pada saat beredar di pasar. Upaya perlindungan konsumen tidak hanya dilakukan melalui kegiatan yang bersifat preventif seperti sosialisasi ketentuan perundang-undangan, namun juga perlu didukung dengan kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa. Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa, pengawasan dilaksanakan baik secara berkala maupun khusus sampai dengan wilayah kabupaten/kota. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa barang dan atau jasa yang diperdagangkan, memenuhi ketentuan yang berlaku antara lain: 1. SNI Wajib, 2. Penyertaan buku petunjuk penggunaan dan kartu garansi dalam Bahasa Indonesia (MKG), 3. Penggunaan label dalam bahasa Indonesia, 4. Pelaksanaan distribusi, dan 5. Perdagangan bidang jasa. Wujud perlindungan konsumen melalui pengawasan barang dapat diukur dengan indikator Persentase Barang Beredar Diawasi yang Sesuai Ketentuan. Dalam periode tahun 20102014, Indikator Kinerja yang ditetapkan adalah Jumlah produk ber-SNI Wajib yang diawasi 28 | P a g e
(notifikasi World Trade Organization) dengan sasaran meningkatnya efektifitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen. Sesuai dengan indikator tersebut, lingkup kegiatan pengawasan yang dilakukan seolah-olah masih dibatasi hanya terhadap produk-produk yang telah diberlakukan SNI secara Wajib, sementara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dalam upaya perlindungan konsumen melalui pengawasan barang beredar dan jasa tidak hanya dilakukan berdasarkan parameter standar namun juga dilakukan berdasarkan petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan/ garansi (MKG) dalam Bahasa Indonesia, label, dan distribusi, serta parameter jasa. Dalam periode 2015–2019, persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai dengan ketentuan ditetapkan sebagai Indikator Kinerja dengan sasaran meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku untuk dapat memberikan dampak positif terwujudnya perlindungan konsumen melalui peredaran barang dan jasa yang telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Semakin tinggi persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi menunjukkan bahwa kinerja pengawasan telah memberikan dampak yang positif bagi perlindungan konsumen dengan tersedianya barang dan atau jasa untuk dikonsumsi yang memenuhi ketentuan SNI Wajib, MKG, Label, Distibusi dan jasa. Sasaran 4: Meningkatnya tertib ukur Dalam konteks perlindungan terhadap konsumen dalam hal kebenaran hasil pengukuran pada perdagangan barang dan jasa, metrologi legal berperan sebagai bagian dari pengamanan perdagangan barang baik dalam negeri maupun luar negeri. Didalam pengamanan perdagangan dalam negeri, konsumen menghendaki adanya jaminan kebenaran hasil pengukuran dan kepastian hukum terhadap proses transaksi perdagangan yang menggunakan alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) sebagai dasar penetapan kuantitas dan harga barang dan jasa. Sedangkan dalam perdagangan luar negeri, negara menghendaki adanya jaminan kebenaran hasil pengukuran terhadap ekspor dan impor barang dan jasa agar negara tidak mengalami kerugian akibat kesalahan atau ketidaksesuaian hasil pengukuran terhadap barang dan jasa. Dalam rangka mewujudkan perlindungan terhadap kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan UTTP sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal serta untuk menjamin kepastian teknis dan kepastian hukum UTTP. Tabel 6 Perubahan Sasaran 4 Periode sebelumnya
2015
Sasaran: Meningkatnya efektifitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen
Sasaran: Meningkatnya tertib ukur
IK= Jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan internasional
IK= Persentase alat – alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku (50%)
IK= UTTP yang ditera-tera ulang IK= UPT & UPTD yang dibina dan dinilai
29 | P a g e
Peran kegiatan kemetrologian dalam sektor perdagangan dilakukan melalui pemberian jaminan dan kepastian hukum atas kebenaran hasil pengukuran dalam setiap transaksi perdagangan yang menggunakan UTTP sebagai dasar penetapan kuantitas harga barang dan jasa. Peranan ini dilakukan untuk mewujudkan perdagangan yang adil, melindungi konsumen, menciptakan iklim usaha yang kondusif, serta mengurangi kerugian-kerugian yang ditimbulkan dari praktek penyimpangan dalam proses pengukuran. Hasil pengukuran yang benar yang sesuai dengan persyaratan teknis kemetrologian, memiliki peran yang sangat penting dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen khususnya kebenaran hasil pengukuran pada perdagangan barang dan jasa, salah satu bentuk kongkrit dalam hal menjamin kebenran hasil pengukuran adalah kegiatan tera dan/atau tera ulang UTTP, dimana UTTP tersebut banyak digunakan oleh masyarakat dalam transaksi perdagangan, untuk itu UTTP yang tidak bertanda sah yang berlaku bukan hanya tidak memiliki jaminan kebenaran dalam hal pengukuran namun juga telah melanggar Undang-Undang. Pertimbangan saat menentukan nilai target 50% UTTP yang bertanda tera sah antara lain karena kemampuan sumber daya manusia (penera) yang ada saat ini. Selain itu, keterbatasan anggaran juga menjadi faktor penyebab lainnya, karena pelayanan tera dan tera ulang belum dapat menjangkau seluruh wilayah kerja dan belum dapat mencakup seluruh ruang lingkup pelayanan tera dan tera ulang, dan masih kurangnya kesadaran dan pengetahuan para wajib tera/pemilik/pengguna UTTP. Sasaran 5: Meningkatnya LPK terdaftar yang mematuhi peraturan Tabel 7 Perubahan Sasaran 5 Periode sebelumnya
2015
Sasaran: Meningkatnya efektifitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen
Sasaran: Meningkatnya LPK terdaftar yang mematuhi peraturan
IK=Jumlah standar barang dan jasa perdagangan (2 rumusan)
IK= Persentase Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) terdaftar yang mematuhi peraturan (60%)
Sesuai amanat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen diberi amanat untuk melakukan pendaftaran LPK untuk ruang lingkup produk yang telah diberlakukan SNI secara wajib. Pendaftaran tersebut berdasarkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) atau penunjukan Instansi Teknis terkait. Masa berlaku pendaftaran selama 3 tahun untuk yang diakreditasi oleh KAN, dan 2 tahun untuk penunjukan. Berdasarkan peraturan dimaksud pendaftaran dapat diperpanjang. Pendaftaran LPK ditujukan untuk menjamin ketertelusuran produk yang beredar. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan keterkaitan antara pentingnya LPK terdaftar dengan kedisiplinannya dalam mematuhi peraturan, digambarkan melalui Indikator Kinerja Program Persentase LPK terdaftar yang mematuhi peraturan. Melalui laporan berkala, Direktorat Jenderal Standardisasi dan perlindungan konsumen dapat memeriksa kepatuhan LPK terhadap ketentuan yang harus dipenuhi karena laporan yang disampaikan meliputi laporan 30 | P a g e
penerbitan, pembekuan, pengaktifan kembali, maupun pencabutan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI). Dimana hal tersebut sangat terkait dengan kesesuaian produk di pasar. Indikator dihitung melalui perbandingan antara jumlah LPK yang menyampaikan laporan secara tepat waktu terhadap jumlah LPK Terdaftar. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, mewajibkan seluruh LPK terdaftar untuk menyampaikan laporan berkala setiap 3 bulan. Semakin tinggi jumlah persentase, semakin tinggi disiplin LPK dan diharapkan akan mencerminkan jaminan ketertelusuran dan kesesuaian barang dalam memenuhi persyaratan, mengingat dalam laporan penerbitan SPPT SNI, disebutkan juga identitas produsen atau importir. LPK terdaftar yang tidak menyampaikan laporan akan ditegur dan diawasi melalui kegiatan monitoring. LPK berperan penting dalam mewakili pemerintah dan konsumen dalam upaya mengawasi mutu barang yang beredar serta untuk melihat konsistensi mutu produk yang beredar di pasar. Selain itu, pendaftaran LPK juga ditujukan untuk menjamin ketertelusuran produk yang beredar di pasar melalui pencantuman nomor pendaftaran LPK pada Nomor Registrasi Produk (NRP) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) serta membantu dalam pengawasan mutu melalui survailance berkala dan sewaktu-waktu. LPK harus memantau kemampuan pelaku usaha dalam memelihara kesesuaian produk yang telah menggunakan tanda kesesuaian terhadap SNI dan/atau persyaratan lain yang diacu dan harus mengambil tindakan yang memadai untuk memastikan bahwa pelaku usaha akan melaksanakan koreksi yang tepat apabila produk yang telah dibubuhi tanda kesesuaian ternyata diketahui berbahaya dan/atau tidak sesuai dengan SNI dan/atau persyaratan lain yang diacu. Pada saat menerima laporan adanya penyalahgunaan tanda kesesuaian atau adanya bahaya yang ditimbulkan oleh produk yang menggunakan tanda kesesuaian, LPK yang dalam hal ini adalah Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) harus melakukan investigasi untuk mengetahui validitas dari laporan. Apabila laporan tersebut benar maka lembaga sertifikasi harus menginformasikan kepada Instansi Teknis terkait dan melakukan langkah-langkah agar pelaku usaha mengambil tindakan koreksi sehingga Instansi Teknis atau pemegang otoritas pengawas pasar dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan yang harus segera dilakukan dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat. Selain itu LPK terdaftar wajib menyampaikan laporan berkala tentang penerbitan sertifikat kesesuaian untuk barang SNI Wajib yang telah diterbitkan setiap 3 bulan sekali. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dapat melakukan verifikasi bersama dengan KAN terhadap LPK terdaftar apabila ada pengaduan kinerja dan dapat membatalkan pendaftaran apabila diketahui bahwa akreditasinya dibatalkan oleh KAN, atau Lembaga Sertifikasi terbukti tidak memenuhi kriteria atau persyaratan dari prosedur atau terdapat alasan kuat atas kinerja LPK terdaftar untuk mencabut pendaftarannya. LPK yang pendaftarannya telah dibatalkan/dicabut oleh Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan sertifikasi barang SNI wajib untuk pendaftaran NRP atau SPB/NPB. Dalam rangka mendukung kinerja 31 | P a g e
LPK secara optimal, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melakukan kegiatan monitoring kinerja terhadap LPK terdaftar, penelaahan kesesuaian sertifikat kesesuaian produk yang beredar di pasar terhadap peraturan teknis, serta Forum Konsultasi Teknis LPK Terdaftar. Selain itu dalam rangka efektifitas dan efisiensi waktu (timeless) dan kertas (paperless), sejak Tahun 2013, Direktorat Standardisasi mengembangan aplikasi pendaftaran LPK secara online. Sasaran 6: Meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik Sasaran dalam hal waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen secara umum tidak banyak berubah. Pada tahun ini, dilakukan penajaman tujuan yang ingin dicapai yaitu membaiknya layanan perizinan dan pendaftaran dalam hal ketepatan waktu layanan. Sasaran yang ditetapkan yaitu meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik. Sasaran tersebut diharapkan dapat menjadi bagian dari upaya penciptaan iklim usaha perdagangan yang kondusif. Semakin banyak jumlah penyelesaian pendaftaran dan perizinan yang dapat diselesaikan secara tepat waktu, maka akan semakin baik iklim usaha perdagangan. Dari sisi internal, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen juga terus melakukan peningkatan kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik dalam kerangka reformasi birokrasi. Tabel 8 Perubahan Sasaran 6 Periode sebelumnya
2015
Sasaran: Meningkatnya efektifitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen
Sasaran: Meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik
IK= Waktu penyelesaian perizinan/pendaftaran di bidang SPK
IK= Persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen (70%)
32 | P a g e
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Berikut adalah capaian kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 untuk mewujudkan sasaran meningkatnya efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen. Pembahasan pada bagian ini disesuaikan dengan macam indikator kinerja yang ada pada Kontrak Kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015. Meningkatnya pemberdayaan konsumen
Sasaran
Sasaran meningkatnya pemberdayaan konsumen diukur melalui 2 Sasaran: Indikator Kinerja Program (IKP) yakni indeks keberdayaan konsumen dan persentase penanganan pengaduan konsumen.
Sasaran
IK 1
Indeks Keberdayaan Konsumen
Indeks Keberdayaan Konsumen di Indonesia diukur melalui survei secara langsung kepada konsumen dalam kerangka riset untuk memperoleh rata-rata skor dpencarian informasi, pengetahuan tentang undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen, pemilihan dan preferensi barang/jasa, perilaku pembelian, kecenderungan untuk bicara dan perilaku komplain. Variabel pendukung lainnya adalah karakteristik demografi, sosial dan ekonomi responden mencakup usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan responden dan pendapatan keluarga responden. Semakin tinggi angka indeks keberdayaan konsumen maka semakin tinggi tingkat keberdayaan dari konsumen di Indonesia. Hal ini menggambarkan terwujudnya sebagian upaya perlindungan konsumen. Pengukuran indeks pertama kali dilakukan pada tahun 2015 dan selanjutnya akan dilaksanakan setiap tahun oleh Kementerian Perdagangan. Pada Tahun 2015, telah dilakukan riset dalam rangka pengukuran Indeks Keberdayaan Konsumen di kota-kota besar pada 13 Provinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimatan Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Papua). Provinsi-provinsi ini dipilih dengan pertimbangan dapat merepresentasikan berbagai kelompok masyarakat di Indonesia baik secara demografi, ekonomi dan pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis indeks keberdayaan konsumen, menganalisis perbedaan indeks keberdayaan konsumen dan merumuskan strategi peningkatan keberdayaan konsumen di Indonesia. Responden Responden penelitian ini adalah 986 perempuan dan 964 laki-laki yang berusia antara 20-55 tahun yang diambil dari masing-masing kota yang diteliti. Responden dibuat proporsional berdasarkan gender dan dapat merepresentasikan karakteristik pendidikan, pendapatan dan sebaran usia. Pertimbangan utama pemilihan konsumen adalah telah memiliki penghasilan, 33 | P a g e
menikah dan melakukan pengambilan keputusan konsumen secara mandiri. Tingkat pendidikan pun beragam mulai dari tidak sekolah hingga S3 dengan persentase terbesar adalah berpendidikan menegah. Sedang rata-rata pendapatan 2.5-5 juta rupiah perbulan. Teknik pengambilan sampel penelitian adalah secara purposif yakni kriteria sampel ditetapkan terlebih dahulu, sampel diambil yang memenuhi kriteria saja, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan total responden penelitian 1.950 orang. Hasil penelitian
Gambar 4 Indeks Keberdayaan Konsumen Tahun 2015
Tabel 9 Penjelasan nilai Indeks Keberdayaan Konsumen No.
Tingkat kategori
IKK
Deskripsi
1
Sadar
≤ 20
Mengenali hak dan kewajiban dasar sebagai konsumen
2
Paham
20,01 – 40
Memahami hak dan kewajiban konsumen untuk melindungi dirinya
3
Mampu
40,01 – 60
Mampu menggunakan hak dan kewajiban konsumen untuk menentukan pilihan terbaik termasuk menggunakan produk dalam negeri bagi diri dan lingkungannya
4
Kritis
60,01 – 80
Berperan aktif memperjuangkan hak dan melaksanakan kewajibannya serta mengutamakan produk dalam negeri
5
Berdaya
≥ 80,01
Memiliki nasionalisme tinggi dalam berinteraksi dengan pasar dan memperjuangkan kepentingankonsumen
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diketahui bahwa Indeks keberdayaan konsumen (IKK) yang diteliti masih rendah yaitu bernilai 34,17 atau berada dalam tingkat kategori 34 | P a g e
Paham (Tabel 10). Pada kategori ini, konsumen baru pada tahap memahami hak dan kewajiban konsumen untuk melindungi dirinya tetapi belum mencapai tahap mampu menggunakan hak dan kewajiban konsumen untuk menentukan pilihan terbaik termasuk menggunakan produk dalam negeri bagi diri dan lingkungan. Urutan indeks keberdayaan konsumen yang diteliti dari nilai tertinggi adalah Jakarta yang berdaya (43,22) dan yang rendah (tidak berdaya) adalah Papua (24,61). Secara umum, dimensi yang rendah adalah perilaku komplain artinya masyarakat masih kurang berdaya melakukan komplain apabila merasa dirugikan. Analisis Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih rendah 2,83 poin di bawah angka target yang ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja pemberdayaan konsumen harus lebih ditingkatkan lagi. Perbandingan berikut, membandingkan antara capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu atau beberapa tahun terakhir, namun analisis tersebut tidak dapat dilakukan karena indikator ini merupakan indikator baru yang ditetapkan Tahun 2015 sehingga tidak ada data pada tahun sebelumnya. Membandingkan realisasi kinerja sampai tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, untuk mencapai target Tahun 2016 yaitu 37 maka perlu mengupayakan terobosan pemberdayaan konsumen sehingga indeks bisa meningkat 3 poin. Jika dapat diusahakan kenaikan indeks sebesar 5 poin tiap tahun maka di Tahun 2019 akan dicapai indeks sebesar 54,17 yaitu 4,17 poin melebihi target akhir tahun jangka menengah yaitu 50 pada Tahun 2019. Tabel 10 Indeks Keberdayaan Konsumen di Uni Eropa Tahun 2011
Sumber: JRC Scientific and Technical Reports “The Consumer Empowerment Index”, Michela Nardo, Massimo Loi, Rossana Rosati, Anna Manca (2011)
35 | P a g e
Tabel 11 Realisasi dan capaian IK 1 IK
Target
Realisasi
Capaian
37
34,17
92,35%
Indeks Keberdayaan Konsumen
Namun demikian, apabila realisasi kinerja tahun ini dibandingkan dengan standar nasional/ internasional, akan didapati bahwa IKK Indonesia masih jauh dengan indeks tertinggi di Eropa, yakni Norwegia mencapai 61,63 bahkan jika dibandingkan dengan indeks terendah di Eropa, yaitu Rumania yang sebesar 37,83, IKK Indonesia masih sedikit lebih rendah. Adapun penyebab tidak tercapainya target IKK dikarenakan nilai objek survey bervariasi dari barat hingga timur Indonesia, dari perkotaan yang memiliki IKK sudah tinggi hingga pedesaan yang masih memiliki IKK rendah sehingga mempengaruhi nilai rata-rata IKK keseluruhan dari 13 provinsi. Namun demikian, memperhatikan bahwa indikator IKK pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang tidak terlalu buruk.
IK 2
Persentase penanganan pengaduan konsumen
Persentase penanganan pengaduan konsumen dipilih sebagai indikator yang dapat menjelaskan kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dalam upaya represif yaitu penanganan berbagai kasus konsumen yang telah mengalami kerugian.Persentase tersebut diukur melalui perbandingan jumlah pengaduan yang ditangani dengan jumlah pengaduan yang masuk atau dapat digambarkan dengan rumus: 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒂𝒅𝒖𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒊𝒕𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒊 𝒙 𝟏𝟎𝟎% 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒂𝒅𝒖𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒕𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 Suatu pengaduan dihitung “sudah ditangani” jika sudah ditangani dengan batas penanganan minimal (paling tidak) adalah respon jawaban Direktorat Pemberdayaan Konsumen kepada konsumen dengan surat resmi dan/atau email balasan. Penanganan lebih lanjut yang lain bisa berupa memanggil pelaku usaha untuk dimintakan klarifikasi, melakukan mediasi antara para pihak, dan penyelesaian kasus (solusi tercapai). Total pengaduan meliputi seluruh pengaduan (berupa kasus sengketa, pertanyaan, permohonan informasi) melalui jalur langsung (datang langsung, email, dan surat, serta Sistem Pengawasan Perlindungan Konsumen (SISWAS-PK). Selama Tahun 2015, total pengaduan yang diterima 586. Dari jumlah tersebut, pengaduan melalui Siswas-PK yaitu 508 pengaduan yang terdiri dari 174 pengaduan, 40 pertanyaan, 294 informasi. Urutan jenis pengaduan terbanyak masuk yaitu 1. Makanan dan minuman; 2. Barang elektronik; 3. Jasa pembiayaan/lembaga non bank. Tabel 12 Daftar rincian pengaduan yang diterima Tahun 2015 No.
36 | P a g e
Sarana pengaduan
Jumlah aduan
Jumlah ditangani
1.
Siswas-PK
508
508
2.
Datang langsung
30
30
3.
Email/contact us
48
48
Total
586
586
Pengaduan yang masuk seluruhnya dapat ditangani (100%). Bentuk penanganan pengaduan antaralain berupa klarifikasi kepada pelaku usaha dan mediasi atara konsumen dan pelaku usaha. 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑑𝑢𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑒𝑛 =
586 x 100% = 100% 586
Tabel 13 Realisasi dan capaian IK 2 IK Persentase penanganan pengaduan konsumen
Target
Realisasi
Capaian
70%
100%
142,86%
Analisis Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih tinggi 30% di atas angka target yang ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini telah dilaksanakan dengan baik. Perbandingan berikutnya, yaitu membandingkan antara capaian kinerja kinerja tahun ini dengan tahun lalu atau beberapa tahun terakhir. Pada Tahun 2014 pengaduan yang berhasil ditangani tercatat 100% sedangkan Tahun 2015 tertangani 100%. Hal ini menunjukkan kinerja dapat dipertahankan/stabil. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka realisasi Tahun 2015 sudah melebihi target Tahun 2019 yaitu 90%. Indikator ini sebenarnya masih bisa dipertajam dengan menampilkan data kepuasan pelanggan/pengadu. Kebanyakan kinerja pelayanan biasanya mengevaluasi kinerja pelayanan dengan mengukur kualitas pelayanan yang dirasakan pelanggannya. Memperhatikan bahwa indikator ini pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik. Beberapa hal mendukung keberhasilan kinerja pada indikator antara lain karena pengukuran bersifat kualitatif dan eksklusif (di kalangan internal lembaga) belum bersifat kualitatif yang melibatkan pihak luar (inklusif) sehingga relatif mudah dicapai. Kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya sasaran meningkatnya pemberdayaan konsumen yang dilaksanakan pada Tahun 2015 adalah sebagai berikut: Penyuluhan perlindungan konsumen Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, secara pro aktif mensosialisasikan informasi perlindungan konsumen melalui kegiatan penyuluhan perlindungan konsumen yang merupakan sarana bagi masyarakat untuk dapat berinteraksi dan mendapatkan informasi terkait perlindungan konsumen secara langsung dari pemerintah di tempat umum seperti pasar, pusat perbelanjaan, sekolah, dan tempattempat strategis lainnya sehingga masyarakat dapat mengambil langkah preventif dari kemungkinan pelanggaran atau kerugian akibat dari transaksi atau konsumsi yang dilakukan. Selama tahun 2015 kegiatan dilaksanakan sebanyak 26 kali dengan jumlah konsumen yang teredukasi sebanyak 1.500 orang. Forum dialog perlindungan konsumen dengan perguruan tinggi Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan media yang tepat dalam mensosialisasikan dan menumbuhkan perhatian generasi muda terhadap upaya perlindungan konsumen. Maha37 | P a g e
siswa sebagai agent of change diharapkan mampu berperan aktif untuk meningkatkan pengetahuan dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya terhadap perlindungan konsumen. Selain itu, dosen dan praktisi juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk meningkatkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia. Selama tahun 2015 kegiatan dilaksanakan dengan Universitas Singaperbangsa, Karawang dan Universitas Lampung (Unila) dengan jumlah konsumen yang teredukasi sebanyak 200 orang. Fasilitasi motivator mandiri bagi masyarakat (komunitas RT/RW, pemuda, tokoh masyarakat dan komunitas lainnya) Sebagai bentuk tindak lanjut dari kegiatan edukasi kepada konsumen yang telah mendapatkan pengetahuan mengenai perlindungan konsumen maka Direktorat Pemberdayaan Konsumen melaksanakan kegiatan Fasilitasi Motivator Mandiri bagi Masyarakat (Komunitas RT/RW, Pemuda, Tokoh Masyarakat dan Komunitas lainnya). Kegiatan ini diharapkan tidak terputus/berhenti dalam arti kata para peserta yang telah mengikuti kegiatan ini dapat juga terus menyebarluaskan perlindungan konsumen kedalam lingkungannya serta dapat membuat jejaring yang semakin kuat di komunitasnya. Sampai akhir tahun 2015 kegiatan telah diselenggarakan sebanyak 4 Angkatan, jumlah peserta yang teredukasi adalah 400 orang. Pembinaan motivator perlindungan konsumen untuk komunitas Komunitas tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. Hubungan antar anggota komunitas yang lebih erat serta partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat serta komunitas yang ada di masyarakat diharapkan dapat mempercepat upaya peningkatan perlindungan konsumen. Pada Tahun 2015, pembinaan motivator perlindungan konsumen untuk komunitas diberikan kepada Muslimat NU Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Wilayah Provinsi Sumatera Selatan, Muhammadiyah (Mahasiswa STIA, STIKES & Organisasi Kepemudaan Muhammadiyah) Provinsi Jawa Barat, Parasida Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Provinsi Bali, Badan Koordinasi Majelis Taklim (BKMT) wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum teknis aparatur pemberdayaan konsumen Salah satu tugas aparatur penyelenggara perlindungan konsumen adalah wajib mengetahui dan memahami berbagai kebijakan serta peraturan terbaru di bidang perlindungan konsumen sehingga dalam memberikan pembinaan, baik terhadap para pelaku usaha maupun konsumen, aparatur penyelenggara perlindungan konsumen dapat melakukannya secara profesional serta meminimalisir terjadinya kesalahan lintas sektoral karena ketidak mampuan aparaturnya. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan guna menjalin komunikasi antara aparatur perlindungan konsumen Pusat dan Daerah sebagai upaya harmonisasi program dan kegiatan perlindungan konsumen. Selama tahun 2015, telah dilaksanakan 2 kali kegiatan di Banten dengan dihadiri oleh 40 aparatur penyelenggara perlindungan konsumen dari seluruh dinas perdagangan kabupaten/kota di Provinsi Banten dan di Manado-Sulawesi Utara dengan dihadiri oleh 40 aparatur penyelenggaran perlindungan konsumen dari seluruh dinas perdagangan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara.
38 | P a g e
Bimbingan teknis komunitas perlindungan konsumen Proses edukasi dan penyebaran informasi terkait perlindungan konsumen memerlukan pendekatan strategi khusus agar proses penyebaran informasinya menjadi lebih tepat dan terarah. Pendekatan yang digunakan adalah melaksanakan proses edukasi perlindungan konsumen kepada kader-kader komunitas yang memiliki potensi untuk menjadi seorang motivator. Hal ini menjadi syarat utama agar proses sosialisasi dapat terus menyebarluaskan informasi kedalam lingkungan maupun komunitas sekitarnya. Tehnik yang digunakan adalah melalui pendekatan Training of Trainers (TOT) yang di implementasikan pada bentuk kegiatan Bimbingan Teknis Komunitas Perlindungan Konsumen. Pada Tahun 2015 kegiatan Bimbingan Teknis Komunitas Perlindungan Konsumen telah diselenggarakan sebanyak 4 (empat) angkatan di Kota Ternate, Kota Belitung Timur, Kota Semarang dan Kota Pekanbaru dengan jumlah peserta yang teredukasi dari kegiatan ini adalah 200 orang. Bimbingan teknis kepaniteraan bagi Sekretariat BPSK Dalam upaya menegakan keadilan, konsumen memiliki sejumlah alternatif penyelesaian sengketa, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Salah satu cara penyelesaian masalah perlindungan konsumen di luar pengadilan adalah melalui BPSK. Sekretariat BPSK berperan untuk membantu kelancaran tugas BPSK, dimana Sekretariat menjadi pintu pertama BPSK dalam menerima pengaduan konsumen baik yang disampaikan secara lisan ataupun secara tertulis. Bimbingan Teknis Kepaniteraan bagi Sekretariat BPSK dilaksanakan untuk meningkatkan wawasan, menambah ilmu pengetahuan, dan menjadi sarana diskusi diantara kepala maupun anggota sekretariat BPSK. Bimbingan Teknis Kepaniteraan bagi Sekretariat BPSK dilaksanakan sebanyak 1 kali dan diikuti oleh 32 (tiga puluh dua) peserta yang berasal dari wakil-wakil BPSK Kabupaten/Kota yang belum pernah mengikuti kegiatan tersebut. Bimbingan teknis SDM bagi Anggota LPKSM Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), Pemerintah mendukung keberadaan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Keberadaan LPKSM ini dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat agar hak-haknya bisa terlindungi disamping bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sebagai konsumen. Dalam menjawab permasalahan dan tantangan di atas, dilaksanakan Bimtek sehingga setiap peserta memiliki kompetensi SDM dalam hal pengetahuan dan keterampilan, manajemen organisasi serta sikap dan perilaku untuk diperlengkapi dalam hal penyelenggaraan perlindungan konsumen. Bimtek Tahun 2015 diikuti 35 peserta/anggota LPKSM. Bimbingan teknis SDM bagi Anggota BPSK Kegiatan Bimbingan Teknis Sumber Daya Manusia Bagi Anggota BPSK dimaksudkan agar para ketua ataupun anggota BPSK dapat memiliki kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dalam melaksanakan tugas pokoknya dalam penanganan dan penyelesain sengketa konsumen. Bimtek diselenggarakan atas kerjasama antara Kementerian Perdagangan dengan Universitas Katholik Parahyangan Bandung diikuti 30 peserta yang berasal dari wakil BPSK Kabupaten/Kota yang belum pernah mengikuti kegiatan ini. 39 | P a g e
Pembinaan kebijakan perlindungan konsumen bagi pelaku usaha Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan guna meningkatkan kualitas pelaku usaha dalam hal pengetahuan dan pemahaman perlindungan konsumen khususnya dalam arus transaksi jual beli di dunia maya yang sampai saat ini masih belum secara jelas diatur dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen. Selama tahun 2015 pembinaan kebijakan perlindungan konsumen bagi pelaku usaha diselenggarakan sebanyak 2 angkatan yaitu dengan para pelaku usaha di bidang transaksi jual beli online dan asosiasi pelaku usaha. Koordinasi penyelesaian kasus sengketa konsumen Koordinasi Penyelesaian Kasus Sengketa Konsumen adalah sosialisasi UUPK kepada aparatur penegak hukum di daerah sekaligus menyamakan persepsi, pemahaman dan kesatuan langkah pelaksanaan penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen serta membangun koordinasi antara penegak hukum di daerah dalam penyelenggaran perlindungan konsumen. Kerjasama lintas sektoral dan forum koordinasi stakeholder perlindungan konsumen Isu terkait perlindungan konsumen sangatlah luas dan bukan saja menjadi ranah serta kewenangan Direktorat Pemberdayaan Konsumen, Kementerian Perdagangan. Banyak pihak lain yang juga memiliki perhatian dan/atau kewenangan terhadap isu-isu terkait perlindungan konsumen, seperti Kementerian/Lembaga Non Kementerian lainnya, Dinas Perdagangan, Akademisi, Organisasi Internasional, Asosiasi Pelaku Usaha hingga Lembaga Swadaya Masyarakat. Oleh karena itu diperlukan sebuah Forum yang dapat menjadi sarana koordinasi, dialog dan diskusi antara Direktorat Pemberdayaan Konsumen dengan para pemangku kepentingan lainnya di bidang Perlindungan Konsumen. Pada tahun 2015 telah dilaksanakan 8 kali Forum Koordinasi Stakeholder Perlindungan Konsumen. Peringatan Hari Konsumen Nasional Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 tentang Hari Konsumen Nasional menetapkan setiap tanggal 20 April Indonesia memperingati Hari Konsumen Nasional yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan.
Gambar 5 Talkshow Nasional Pemperingati HARKONAS
Tema Tahun 2015 adalah “Gerakan Konsumen Cerdas, Mandiri dan Cinta Produk Dalam Negeri” dengan sub tema “Konsumen Cerdas dengan Nasionalisme Tinggi Menggunakan 40 | P a g e
Produk Dalam Negeri”. Melalui momentum Hari Konsumen Nasional tanggal 20 April 2015 diharapkan akan meningkatkan pemahaman terhadap hak konsumen akan informasi yang benar, jelas dan jujur serta mampu menjadi agen perubahan dan penentu ekonomi nasional melalui gerakan konsumen cerdas, mandiri dan cinta produk dalam negeri serta dengan nasionalisme tinggi menggunakan produk dalam negeri. Operasional Consumer Protection ASEAN Dalam rangka berperan serta secara aktif menunjang kerjasama organisasi perlindungan konsumen se-ASEAN, dimana Indonesia sebagai Ketua Working Group on Rapid Alert Sytemand Information Exchage dan Ketua ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP) di Tahun 2015. Ditjen SPK berpartisipasi pada kegiatan perlindungan konsumen di tingkat ASEAN yaitu penyelenggaraan Sidang ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP) Ke-11 di Bali pada 19-21 Mei 2015 dan ke-12 pada 28-30 Oktober 2015 di Jakarta. Meningkatnya ketertelusuran mutu barang
Sasaran
Barang yang akan beredar di pasar dalam negeri dan telah memiliki Surat Persetujuan Penggunaan Tanda (SPPT-SNI) baik produk impor Sasaran: ataupun produksi dalam negeri diwajibkan memiliki mutu yang tetap konsisten sesuai persyaratan mutu yang ditetapkan. Akan tetapi, berdasarkan pengawasan yang dilakukan Sasaran sebelumnya, masih diperoleh hasil bahwa produk yang sudah terdaftar memiliki mutu produk yang tidak sesuai dengan standar walaupun telah memperoleh SPPT SNI. Uji petik ketertelusuran mutu barang dilakukan dalam rangka monitoring kesesuaian mutu barang, sehingga dapat diketahui barang mana saja yang aman untuk dikonsumsi masyarakat.
IK 3
Persentase konsistensi mutu barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan
Salah satu keberhasilan dalam upaya perlindungan konsumen diantaranya akan tercapai apabila hasil uji petik yang dilakukan terbukti sesuai dengan ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu hasil uji atas contoh barang yang diambil sesuai dengan persyaratan teknis SNI, antara lain syarat penandaan, ukuran, pengemasan dan syarat mutu/karakteristik sesuai dengan parameter uji setiap komoditi (produk). Proses uji petik dilakukan melalui pengambilan contoh barang impor yang diberlakukan SNI secara wajib di gudang importir berdasarkan data rekapitulasi penerbitan dokumen Nomor Pendaftaran Barang (NPB). Oleh karena itu, penerbitan NPB menjadi instrumen penting untuk mendukung perlindungan konsumen atas konsumsi barang yang beredar di pasar. Kondisi ini diukur melalui indikator Persentase Konsistensi Mutu Barang Impor Ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan (perbandingan antara jumlah barang impor ber-SNI yang sesuai ketentuan dibagi jumlah contoh uji petik kemudian dikalikan angka 100%). Semakin tinggi persentase semakin tinggi konsistensi mutu barang impor sehingga aman dikonsumsi masyarakat. 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒊𝒎𝒑𝒐𝒓 𝒃𝒆𝒓𝑺𝑵𝑰 𝒘𝒂𝒋𝒊𝒃 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒊 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖𝒂𝒏 𝒙 𝟏𝟎𝟎% 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒎𝒃𝒊𝒍 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 Keterangan: Jumlah barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan adalah sesuai hasil uji laboratorium. Total contoh uji petik dalam satu tahun adalah jumlah produk dihitung berdasarkan jenis-merek-tipe. Lokasi dan kuantitas sampel tidak diperhitungkan.
41 | P a g e
Tabel 14 Uji petik Tahun 2015 Periode
Jumlah
Triwulan I
18 merek
Triwulan II
48 merek
Triwulan III
23 merek
Triwulan IV
0 merek
Total
89 merek
Selama Tahun 2015, telah dilakukan pengambilan contoh pada kegiatan uji petik ketertelusuran mutu barang sebanyak 89 merk produk (lampu hemat energi, setrika, kipas angin, saklar, tusuk kontak dan kotak kontak serta korek api, pupuk (NPK, TSP, ZA, Fosfat Alam, NPK Padat, ban dalam truk dan bus, serta ban sepeda motor dari gudang importir di Medan, Jakarta, Surabaya, Bekasi dan Serang) dan semua barang terdiri dari 3 gugus sampel dan seluruh sampel sudah diserahkan kepada Balai Pengujian Mutu Barang untuk dilakukan pengujian. Pengambilan contoh dilakukan digudang importir dengan berdasarkan pada data penerbitan Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang dilakukan per shipment (sebelum adanya deregulasi terhadap pemberlakuan penerbitan SPB). Berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan dan ketersediaan anggaran, maka seluruh kegiatan uji petik dijadwalkan selesai pada Triwulan III 2015 karena pertimbangan lama/jangka waktu proses pengujian lab, sehingga pada Triwulan IV 2015 kegiatan uji petik sudah tidak dilakukan. Setelah dilakukan pengujian, diperoleh hasil sebanyak 55 merek sesuai dengan ketentuan/standar SNI dan 34 merk yang tidak sesuai (baik dari penandaan atau hasil pengujiannya), sehingga persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku 61,80%. 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 =
55 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢𝑎𝑛 x 100% = 61,80% 89 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑗𝑖
Tabel 15 Realisasi dan capaian IK 3 IK Persentase konsistensi mutu barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan
Target
Realisasi
Capaian
50%
61,80%
123,60%
Analisis Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih tinggi 12% di atas angka target yang ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini telah dilaksanakan dengan baik. Pada Tahun 2012 dilakukan pengawasan terhadap 101 merk dan diperoleh hasil sebesar 68,33% produk sesuai persyaratan SNI sedangkan masih ada 31,67% produk yang tidak sesuai SNI. Sedangkan hasil pengawasan pada Tahun 2013 terhadap 112 merk didapat 51,06% produk sesuai persyaratan SNI dan 48,94% produk yang tidak sesuai SNI. Sedangkan hasil pengawasan pada Tahun 2014 terhadap 98 merk,maka diperoleh hasil sebesar 71,88% produk sesuai persyaratan SNI dan 28,12% produk yang tidak sesuai SNI.
42 | P a g e
Tabel 16 Hasil uji petik Tahun 2012-2015 Hasil No
Tahun
Merk Sesuai SNI
Tidak sesuai SNI
1
2012
101
68,33%
31,67%
2
2013
112
51,06%
48,94%
3
2014
98
71,88%
28,12%
4
2015
89
61,80%
38,20%
Untuk Tahun 2015 juga dilakukan pengawasan, akan tetapi dengan lokasi yang berbeda, yakni pengambilan contoh dilakukan bukan di pasar melainkan di gudang importir dan jumlah contoh yang diambil dengan 3 gugus sampel per merk. Pengujian mutu terhadap 89 merk yang telah diambil sampelnya di lab Balai Pengujian Mutu Barang diperoleh hasil sebanyak 55 merk sesuai ketentuan (61,80%) dan 34 merk tidak sesuai ketentuan (38,2%). Untuk seluruh produk yang tidak sesuai dengan ketentuan selanjutnya diserahkan kepada Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa untuk ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku. Dari tabel diatas, perbedaan jumlah contoh (merk) yang diambil setiap tahun, dikarenakan penurunan besarnya anggaran dan perbedaan lokasi pengambilan contoh, dimana tahun 2012-2014 dilakukan di pasar dan dimulai pada tahun 2015 dilakukan di gudang importir. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka realisasi Tahun 2015 sudah melebihi target Tahun 2018 yaitu 60%. Jika kinerja tahun depan bisa sebagus tahun ini maka dimungkinkan realisasi tahun depan bisa melebihi target Tahun 2019. Tabel 17 Daftar barang hasil uji petik Tahun 2015 No.
Komoditi
Importir
Merek
Lokasi
Eclat Du Jour 2U-15W, 170240 V, 50 Hz Citrus 3U-20W, 220-240V, 5060 Hz Takashima 2U20W, 220-240 V, 50/60 Hz Morris, 3U-18W, 220-240 V, 50/60 Hz Visicom, 2U-11 W, 150-250 V, 50/60 Hz LHE Hemat, 2U20 W, 150-240 V, 50/60 Hz i-Hemat, 2U-8 W, 150-250 V, 50/60 Hz
Jakarta
1
Lampu Swaballast
PT. Samudra Karya Mulia
2
Lampu Swaballast
PT. Samudra Karya Mulia
3
Lampu Swaballast
4
Lampu Swaballast
5
Lampu Swaballast
PT. Sinergy Niagatama Indonesia PT. Sinergy Niagatama Indonesia PT. Gunawan Elektrindo
6
Lampu Swaballast
PT. Gunawan Elektrindo
7
Lampu Swaballast
PT. Gunawan Elektrindo
Tanggal ke Lab. 17 Maret 2015
Hasil Sesuai SNI
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
43 | P a g e
No.
Komoditi
Importir
Merek
Lokasi
Kenmaster, 2U15 W, 220-240 V, 50/60 Hz Phillips, 2U-8 W, 220-240 V, 50/60 Hz Kenmaster, Plug Adaptor L009 Kenmaster, Sambungan Kabel 5 Lubang
Jakarta
Tokai
Jakarta
Krisbow, Spiral23 W; 220-240 V; 200mA GAO, 1 Gang 2 Way Switch, 250/10 AX Krisbow, Kabel Extension 3 Outlet putih, 230 V~ 50Hz, max 16A LIOA, 6CK33N, max 16A-250V
Jakarta
8
Lampu Swaballast
PT. Kenmaster Indonesia
9
Lampu Swaballast
PT. Philips Indonesia
10
Tusuk Kontak
11
Tusuk Kontak dan Kotak Kontak Kombinasi Korek Api
12 13
Lampu Swaballast
14
Saklar
15
Tusuk Kontak dan Kotak Kontak Kombinasi
16
17
Tusuk Kontak dan Kotak Kontak Kombinasi Kotak Kontak
18
Seterika Listrik
19
Ban Dalam Truk dan Bus Ban Dalam Truk dan Bus Ban Dalam Truk Ringan Ban Dalam Truk Ringan Ban Dalam Truk dan Bus
20 21 22 23
24
Korek Api
25
Korek Api
26
LHE Spiral 30W
27
LHE Spiral 35W
44 | P a g e
PT. Kenmaster Indonesia PT. Kenmaster Indonesia
PT Tokai Darma Persada PT. Ace Hardware Indonesia PT. Ace Hardware Indonesia PT. Ace Hardware Indonesia
PT. Ace Hardware Indonesia PT. Ace Hardware Indonesia PT. Philips Indonesia CV. Bumi Niaga CV. Bumi Niaga CV. Bumi Niaga CV. Bumi Niaga PT. Sumber Urip CV. Wijaya Santosa CV. Wijaya Santosa PT. Tjipto Langgeng Abadi PT. Tjipto Langgeng Abadi
Tanggal ke Lab. 17 Maret 2015
Hasil Sesuai SNI
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
Jakarta
17 Maret 2015 17 Maret 2015
Sesuai SNI
17 Maret 2015 17 Maret 2015
Sesuai SNI
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
Jakarta
17 Maret 2015
Gagal pada penandaan
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
GAO, 250 V/16A
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
Phillips, DIVA, 350 W
Jakarta
17 Maret 2015
Sesuai SNI
Amberstone 10.00 R20 Techking 10.00 R20 Amberstone 7.50 R16 Techking 7.50 R16 Anjitire 10,00 R20
Surabaya
3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015
Sesuai SNI
Hugo
Surabaya
Ducati
Surabaya
Focus 30 W
Surabaya
MGM 35 W
Surabaya
Jakarta
Surabaya Surabaya Surabaya Surabaya
3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015
Sesuai SNI
Sesuai SNI
Gagal ada penandaan Sesuai SNI Gagal ada penandaan Gagal pada penandaan Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI
Sesuai SNI
No.
Komoditi
28
Korek Api
29
Korek Api
30
Pupuk TSP
31
33
Pupuk Fosfat Alam Pupuk NPK 15151-15 Pupuk NPK
34
Pupuk ZA
35
Pupuk TSP
36
Pupuk NPK
37
Pupuk TSP
38
Pupuk Fosfat Alam Pupuk NPK
32
39 40 41
Pupuk NPK 1414-14 Pupuk NPK
42
Pupuk KCl
43
Pupuk NPK
44 45
Pupuk Fosfat Alam Pupuk TSP
46
Pupuk KCL
47
Pupuk NPK
48
Ban Dalam Truk dan Bus
49
Korek Api
50
Korek Api
51
LHE 2U 8W
52
Ban Dalam Truk dan Bus
53
Korek Api
Importir PT. Lintas Cindo PT. Lintas Cindo PT. Multi Mas Chemindo PT. Multi Mas Chemindo PT. Santani Agro L PT. Santani Agro L PT. Santani Agro L PT. Santani Agro L PT. Santani Agro L PT. Rolimex
Merek
Lokasi
Fighter
Surabaya
Sonic
Surabaya
Daun Sawit
Medan
Daun Sawit
Medan
Nitrophoska
Medan
Entec
Medan
Cap Kuda Sakti
Medan
Nitroposka
Medan
Nitroposka Spesial Anjing Laut
Medan
CIRP Ikan Paus
Medan
PT. Agrotama Tunas Sarana PT. Agrotama Tunas Sarana PT. Pupuk Hikay PT. Pupuk Hikay PT. Alif Raya
Agroblen
Medan
Osmocote
Medan
Cap Bunga Raya Merah Cap Bunga Raya Merah Jongkang Mas
Medan
PT. Meroke Tetap Jaya PT. Meroke Tetap Jaya PT. Meroke Tetap Jaya PT. Meroke Tetap Jaya PT. Kreasi Mantap Benderang CV. Tepian Samudra CV. Tepian Samudra PT. Solarindo
Meroke Rock
Medan
TSP
Medan
MOP
Medan
Yaramila Mutiara Pirelli
Medan
G2000
Medan
FOX
Medan
Hannochs
Medan
Ling Long
Medan
Fortis
Medan
PT. Rolimex
CV. Sehati Jaya PT. Bahari Cakra Abadi
Medan
Medan Medan
Medan
Tanggal ke Lab. 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015
Hasil Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI
Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI Gagal pada penandaan Tidak Sesuai SNI
45 | P a g e
No.
Komoditi
54
Korek Api
55
Korek Api
56
Korek Api
57
Pupuk NPK Padat
58
Pupuk NPK Padat
59
Pupuk NPK Padat
60
Pupuk NPK Padat
61
Pupuk NPK Padat
62
Pupuk NPK Padat Ban Sepeda Motor
63
64
Kotak Kontak
65
Saklar
66
Kipas Angin
67
Ban Dalam Kendaraan Bermotor
68
Ban luar Sepeda Motor
69
Ban luar Sepeda Motor
70
Saklar
71
Saklar
72
Kotak Kontak
73
Tusuk Kontak
74
Kipas Angin
46 | P a g e
Importir
Merek
Lokasi
Tanggal ke Lab. 3 Juni 2015 3 Juni 2015 3 Juni 2015 17 Juni 2015
Hasil
PT. Bahari Cakra Abadi PT. Bahari Cakra Abadi PT. Bahari Cakra Abadi PT. Hextar Fertilizer Indonesia PT. Hextar Fertilizer Indonesia PT. Hextar Fertilizer Indonesia PT. Hextar Fertilizer Indonesia PT. Hextar Fertilizer Indonesia CV. Nusa Tani
AFTA
Medan
M-2000
Medan
Hunter
Medan
DGW Compaction 15/15/15 + TE Simplot 10-2611
Bekasi
Bekasi
17 Juni 2015
Sesuai SNI
NPK DGW Booster 12/6/22/3 + TE Simplot 18-7-9
Bekasi
17 Juni 2015
Tidak Sesuai SNI
Bekasi
17 Juni 2015
Sesuai SNI
Simplot 12-6-32
Bekasi
17 Juni 2015
Tidak Sesuai SNI
Growmore
Bekasi
Sesuai SNI
PT. Sumber Multi Jaya Nusantara PT. Eximindo Jaya PT. Eximindo Jaya PT. Eximindo Jaya PT. Arta Batrindo
CST
Bekasi
17 Juni 2015 17 Juni 2015
Nero
Bekasi
Sesuai SNI
Nero
Bekasi
MT EDMA
Bekasi
Winstone TR78A Butyl Tube 7.50-16
DKI Jakarta
17 Juni 2015 17 Juni 2015 17 Juni 2015 26 Juni 2015
PT. Mitra Lestari Motorindo PT. Jetwin International Motorindo PT. Ace Hardware Indonesia PT. Le Grand Indonesia PT. Le Grand Indonesia PT. Le Grand Indonesia
Comet 70/80-17 35S
DKI Jakarta
26 Juni 2015
BATTLAX BT 39 Tubeless 90/8014 KRISBOW Model WS412
DKI Jakarta
26 Juni 2015
Sesuai SNI
DKI Jakarta
26 Juni 2015
Le Grand 1G 1W Switch Le Grand 2P+E Socket Le Grand 2P+E Black Side Outlet KRISBOW
DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta
26 Juni 2015 26 Juni 2015 26 Juni 2015
Gagal pada penandaan Sesuai SNI
DKI Jakarta
26 Juni 2015
PT. Ace Hardware Indonesia
Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI
Sesuai SNI
Sesuai SNI Sesuai SNI Gagal pd Parameter Kuat Tarik Badan Sesuai SNI
Sesuai SNI Sesuai SNI
Sesuai SNI
No.
Komoditi
Importir
Merek
Lokasi Banten
75
Kipas Angin
Pt. Mitsubishi Electric Indonesia
76
Kipas Angin
77
Ban Sepeda Motor
PT. Midea Planet Indonesia PT. Batavia Cyclindo Prima
Mitsubishi Elektrik Tatami Fan 16 Inchi Model R-16-GS Midea Kipas Angin Lantai 16 Inchi FS40-12P Duro Ukuran 70/90-1438P
78
Ban Dalam Truk Ringan
PT. Tribuana Kartika Jaya
79
Korek Api
80
Setrika Listrik
81
Korek Api
82
Tanggal ke Lab. 29 Juni 2015
Hasil Sesuai SNI
Banten
29 Juni 2015
Sesuai SNI
Banten
29 Juni 2015
Sesuai SNI
Aeolus Ukuran 7.50 R16
Banten
29 Juni 2015
CV. Gema Supplyindo PT. Aditya Sarana Graha PT. Gunawan Elektrindo
Indomaret GS E-32 Kirin KEI-330N
Banten
FOX
Jakarta
Korek Api
PT. Gunawan Elektrindo
G2000 / GE-169
Jakarta
83
Lampu Swaballast
PT. Gunawan Elektrindo
PLC Hemat
Jakarta
84
Kipas Angin
PT. Industrial Multi Fan
CKE / DAK KTD-12
Jakarta
85
Lampu Swaballast
PT. Indah Mentari
Kawachi / 2U 5W
Jakarta
86
Ban Dalam Mobil
PT. Ascendo International
Jakarta
87
Ban Dalam
PT. Ascendo International
ASPIRA / Butyl Inner Tube 10.00-20 TR 78 TIRON / 11.0020 TR 78A
88
Ban Dalam
PT. Ascendo International
HUNG-A / 11.00-20 TR78A
Jakarta
89
Ban Sepeda Motor
PT. Michelin Indonesia
MICHELIN 70/90-14
Jakarta
29 Juni 2015 29 Juni 2015 22 September 2015 22 September 2015 22 September 2015 22 September 2015 22 September 2015 22 September 2015 22 September 2015 22 September 2015 22 September 2015
Gagal pada penandaan Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI
Banten
Jakarta
Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI
Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI
Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI Sesuai SNI
Tabel 18 Target jangka menengah IK 3 Indikator Persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku (%)
2015
2016
Target 2017
2018
2019
50
53
56
60
64
Memperhatikan bahwa indikator ini pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik. Beberapa hal yang mendukung/menghambat keberhasilan/kegagalan kinerja pada indikator ini antara lain kesulitan dalam menemukan produk impor dalam jumlah banyak yang disimpan di gudang importir karena importir 47 | P a g e
langsung memasarkan/memindah tangankan kepada distributor untuk dipasarkan dipasar dalam negeri, selain itu dengan semakin banyaknya gugus sampel yang diambil maka berefek pada semakin lama waktu yang diperlukan dalam melakukan proses pengujian laboratorium. Kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya sasaran meningkatnya pemberdayaan konsumen yang dilaksanakan pada Tahun 2015 adalah sebagai berikut: Uji petik ketertelusuran mutu barang
Gambar 6 Uji Petik Ketertelusuran Mutu Barang Impor SNI Wajib
Kegiatan Uji Petik Ketertelusuran Mutu Barang atas Penerbitan NPB/NRP dilaksanakan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72 Tahun 2015 tentang Perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007, melalui pengambilan contoh produk yang dilakukan di gudang importir untuk melihat ketertelusuran mutu barang terhadap penerbitan NPB/NRP. Tujuan pelaksanaan kegiatan uji petik yaitu untuk memastikan konsistensi mutu produk impor yang diberlakukan SNI wajib terhadap SPPT-SNI yang diperoleh. Pelaksanaan Uji Petik Ketertelusuran Mutu Barang terhadap penerbitan NPB/NRP dilakukan 5 kali kegiatan di Jakarta, Medan, Surabaya, Bekasi dan Serang.
Sasaran
Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku
Sasaran meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku diukur melalui 2 IKP Persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku dan Persentase barang beredar diawasi yang sesuai ketentuan di Sasaran daerah perbatasan darat. Adapun pada Tahun 2015, hanya IKP pertama yang diperjanjikan, karena penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 lebih dahulu dilakukan dari pada pembahasan dan penyusunan Renstra Tahun 2015-2019 yang menyusul kemudian. Renstra menyatakan perlunya kinerja pengawasan daerah perbatasan sedangkan RKA Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 belum menyediakan anggarannya. Oleh karena itu IKP kedua dan kegiatan-kegiatan pendukungnya baru akan dilaksanakan mulai Tahun 2016.
Sasaran:
48 | P a g e
Persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan
IK4
Persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi yang sesuai dengan ketentuan diharapkan dapat merefleksikan peningkatan perlindungan konsumen sekaligus menjadi ukuran dalam menilai peningkatan kinerja pengawasan barang beredar dan jasa. Dengan semakin tinggi capaian indikator kinerja, maka dapat dikatakan bahwa kinerja pengawasan barang beredar dan jasa semakin meningkat dan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perlindungan konsumen di Indonesia. Capaian indikator kinerja Persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan diukur dengan membandingkan jumlah produk yang diawasi yang telah memenuhi ketentuan yang berlaku terhadap jumlah total produk yang diawasi dengan formulasi sebagai berikut: 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒊 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖𝒂𝒏 𝒙 𝟏𝟎𝟎% 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒘𝒂𝒔𝒊 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 Keterangan: Jumlah barang sesuai ketentuan berdasar pengamatan dan/atau uji lab.
Total barang yang diawasi dalam satu tahun berdasarkan jenis-merek-tipe-kode produksi.
Gugus atau lokasi pengambilan sampel dan kuantitas barang tidak diperhitungkan. Untuk barang yang sama jenis-merek-tipe meskipun diambil di lokasi berbeda maka hanya dihitung sebagai 1 barang.
Selama Tahun 2015, jumlah barang beredar yang diawasi dengan parameter ketentuan SNI Wajib, petunjuk penggunaan dan kartu garansi, label berbahasa Indonesia, dan distribusi sebanyak 500 produk. Dari jumlah tersebut, 248 barang telah sesuai ketentuan, 249 barang tidak sesuai ketentuan, dan 3 barang masih dalam proses uji laboratorium. Jadi, persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan 42,20%. 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢𝑎𝑛 =
248 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 x 100% = 49,60% 500 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Persentase barang yang sesuai dengan ketentuan masih menghitung secara total barang yang diawasi sebanyak 500 produk dan masih terdapat 40 barang yang dalam proses pengujian sehingga belum dapat diketahui kesesuaiannya terhadap ketentuan perundangundangan. Dengan mengecualikan barang yang masih dalam tahapan pengujian, presentase barang yang sesuai ketentuan adalah 49,60%. Tabel 19 Realisasi dan capaian IK 4 IK Persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan
Target
Realisasi
Capaian
60%
49,60%
82,67%
Analisis Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih rendah 17,80% di bawah angka target yang ditetapkan. Ini menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator tersebut belum sebaik yang diharapkan. Beberapa kendala yang menghambat, antara lain karena jumlah dan kualitas SDM pengawas yang belum memadai dan perlu ditingkatkan lagi mengingat beban kerja yang demikian besar. Belum optimalnya capaian kinerja tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kinerja petugas pengawas, namun juga
49 | P a g e
dipengaruhi oleh kondisi riil peredaran barang di pasar dan kemampuan laboratorium pengujian untuk dapat melakukan pengujian secara cepat. Dalam melaksanakan pengawasan, petugas melakukan pengambilan sampel di wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi peredaran barang yang ada dan masih banyak ditemukan barang yang tidak memenuhi ketentuan SNI Wajib, petunjuk penggunaan dan kartu garansi, label berbahasa Indonesia, dan ketentuan distribusi. Sampai akhir Tahun 2015, masih terdapat 40 barang yang masih dalam pengujian di lab. Belum selesainya pengujian dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemampuan lab penguji dalam menerima sampel dan metoda pengujian untuk parameter tertentu yang membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama. Namun demikian, jika dibandingkan dengan Tahun 2014 terdapat peningkatan sebesar 13,49% ditahun 2015. Pada Tahun 2014 persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan tercatat 36,11% sedangkan Tahun 2015 49,60%. Hal ini menunjukkan bahwa, kinerja pengawasan barang beredar dan kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen mengalami peningkatan. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka realisasi Tahun 2015 masih cukup jauh dari angka target Tahun 2019 yaitu 75%. Dengan demikian, perlu upaya lebih keras melalui peningkatan pengawasan barang beredar untuk mengejar target pada tahun-tahun mendatang dan meningkatkan realisasi paling tidak sebesar 5% per tahun.
Gambar 7 Menteri Perdagangan Mengadakan Konferensi Pers Terkait Hasil Pengawasan Barang Beredar di Auditorium Kemendag Jakarta
Tabel 20 Target jangka menengah IK 4 Indikator Persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan (%)
2015
2016
Target 2017
2018
2019
60
62
65
70
75
Salah satu kekurangan pada indikator ini adalah tidak menampilkan data perbandingan produk yang diawasi dengan total potensi barang beredar di pasar sehingga belum terlihat 50 | P a g e
seberapa besar cakupan kinerja dalam skala nasional. Memperhatikan indikator ini pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik. Kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya sasaran meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap barang yang sesuai dengan ketentuan berlaku yang dilaksanakan pada Tahun 2015 adalah kegiatan Pengawasan yang dilakukan secara berkala maupun khusus, Pengawasan distribusi, Sosialisasi dan Pelatihan serta Bimbingan Teknis Petugas Pengawas Barang Beredar dan Jasa (PPBJ). Dalam kurun waktu Tahun 2015, telah dilaksanakan pengawasan berkala dan pengawasan khusus di beberapa wilayah antara lain Medan (2 kali), Padang, Pekanbaru (3 kali), Palembang (3 kali), Lampung (3 kali), Serang,Tanggerang (2 kali), DKI Jakarta (20 kali), Yogyakarta (4 kali), Makassar (3 kali), Surabaya (6 kali), Semarang (4 kali), Tangerang Selatan (2 kali), Solo (4 kali), Palu (2 kali), Batam (3 kali), Bandung (3 kali), Depok, Bekasi, Bogor, Banjarmasin, Pontianak, Bangka Belitung, Ternate, Lombok, dan Nusa Tenggara Barat. Adapun pengawasan distribusi dilaksanakan sebanyak 13 kali dibeberapa wilayah antara lain Surabaya, Manado, Palembang, Gorontalo, Denpasar, Batam, Solo, Medan, dan Lombok dilaksanakan 1 kali dan DKI Jakarta (4 kali), Kegiatan Sosialisasi sebagai pendukung kegiatan pengawasan dilaksanakan sebanyak 3 kali di Kota Semarang, Palembang dan DKI dengan peserta dari kalangan pelaku usaha dan dinas yang membidangi perdagangan serta instansi teknis terkait. Pelatihan PPBJ dan Bimbingan Teknis PPBJ dilaksanakan masing-masing sebanyak 1 kali dengan lokasi pelaksanakan di DKI Jakarta. Meningkatnya tertib ukur
Sasaran
Sasaran meningkatnya tertib ukur diukur melalui IKP Persentase alatSasaran: alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku. Hasil pengukuran yang benar yang sesuai dengan persyaratan teknis kemetrologian, memiliki peran yang sangat penting dalam rangka memberikan perlindungan terSasaran hadap konsumen khususnya kebenaran hasil pengukuran pada perdagangan barang dan jasa, salah satu bentuk kongkrit dalam hal menjamin kebenran hasil pengukuran adalah kegiatan tera dan/atau tera ulang UTTP, dimana UTTP tersebut banyak digunakan oleh masyarakat dalam transaksi perdagangan, untuk itu UTTP yang tidak bertanda sah yang berlaku bukan hanya tidak memiliki jaminan kebenaran dalam hal pengukuran namun juga telah melanggar undang-undang. Atas dasar itulah persentase UTTP bertanda tera sah yang berlaku dijadikan indikator, karena apabila UTTP yang beredar di masyarakat bertanda tera sah yang berlaku maka akan dapat menjamin kebenaran hasil pengukuran dan adanya kepastian hukum atas kebenaran hasil pengukuran dalam setiap transaksi perdagangan yang menggunakan UTTP dan terciptanya tertib ukur.
IK5
Persentase alat – alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku
Salah satu pilar untuk mewujudkan perlindungan konsumen adalah terciptanya jaminan kebenaran hasil pengukuran dari UTTP yang digunakan dalam berbagai kegiatan transaksi perdagangan. Perdagangan yang adil tercermin pada kondisi dimana 51 | P a g e
konsumen memperoleh haknya secara penuh sesuai dengan harga yang dibayarkan dan sebaliknya penjual tidak mengalami kerugian atas nilai harga barang yang dijualnya. Pemberian jaminan kebenaran hasil pengukuran tersebut dilakukan melalui pemberian cap tanda tera sah yang berlaku terhadap UTTP untuk jangka waktu tertentu melalui proses tera dan tera ulang. Dengan demikian, perlindungan konsumen akan terwujud apabila seluruh UTTP yang digunakan dalam transaksi perdagangan di Indonesia dapat dijamin kebenaran hasil pengukurannya. Indikator yang dapat mengambarkan kondisi tersebut adalah Persentase UTTP bertanda tera sah yang berlaku. Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara jumlah UTTP bertanda tera sah yang berlaku dibandingkan dengan jumlah potensi UTTP yang wajib di tera dan tera ulang di Indonesia. Dimana semakin tinggi persentase maka semakin baik kondisi tertib ukur yang artinya upaya perlindungan konsumen semakin baik pula. Potensi UTTP yang wajib di tera dan tera ulang di Indonesia berdasarkan Laporan Hasil Penelitian Direktorat Metrologi Tahun 2011 adalah 68.552.441 unit. Sampai dengan saat ini tidak tersedia data atau hasil penelitian terkini tentang potensi UTTP di Indonesia. 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒂 𝒔𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒍𝒂𝒌𝒖 𝒙 𝟏𝟎𝟎% 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒅𝒊 𝑰𝒏𝒅𝒐𝒏𝒆𝒔𝒊𝒂 ∑ 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 𝒊𝒏𝒊 + ∑ 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 𝒍𝒂𝒍𝒖 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎% ∑ 𝒑𝒐𝒕𝒆𝒏𝒔𝒊 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒏𝒂𝒔𝒊𝒐𝒏𝒂𝒍 Keterangan:
∑UTTP tahun ini adalah jumlah UTTP yang ditera-tera ulang pada tahun bersangkutan (masa berlaku 1 tahun).
∑UTTP tahun lalu adalah jumlah UTTP yang ditera-tera ulang pada tahun-tahun sebelumnya tetapi tanda tera sah masih berlaku.
∑potensi UTTP nasional yaitu jumlah potensi UTTP yang wajib di tera dan tera ulang di Indonesia dalam satu tahun (berdasarkan survei Sucofindo Tahun 2011: 68.552.441 unit).
Tabel 21 Daftar rincian UTTP yang bertanda tera sah Tahun 2015 No.
Rincian
2010
2011
2012
2013
1.
Meter listrik
2.
Meter air
3.
UTTP yang ditera-tera ulang selama Tahun 2015
2014
Jumlah
590.777
1.179.357
1.123.933
1.242.591
823.139
4.959.797
2.363.108
4.717.429
4.495.730
4.602.221
3.809.887
19.988.375 9.122.520
Total UTTP
34.070.692
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑈𝑇𝑇𝑃 𝑏𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑎 𝑠𝑎ℎ =
34.070.692 𝑢𝑛𝑖𝑡 x 100% = 49,70% 68.552.441 𝑢𝑛𝑖𝑡
Realisasi UTTP yang ditera-tera ulang pada periode Tahun 2015 adalah sebesar 9.122.520 unit sedangkan jumlah meter listrik dan meter air yang ditera Tahun 2010-2014 dan masih bertanda tera sah adalah 24.948.172 unit. Tabel 22 Realisasi dan capaian IK 5 IK Persentase UTTP bertanda tera sah yang berlaku
52 | P a g e
Target
Realisasi
Capaian
50%
49,70%
98,41%
Analisis Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih rendah 0,3% di atas angka target yang ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini telah dilaksanakan dengan cukup baik dan target tercapai. Perbandingan berikutnya, yaitu membandingkan antara capaian kinerja kinerja tahun ini dengan tahun lalu atau beberapa tahun terakhir. Tabel 23 Target jangka menengah IK 5 Target Indikator Persentase alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkap-annya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku
2015
2016
2017
2018
2019
50
55
60
65
70
Pada Tahun 2014 persentase UTTP bertanda tera sah tercatat 51,65% sehingga hal ini menunjukkan terjadi penurunan kinerja. Penyebab turunnya kinerja karena adanya dampak perubahan peraturan dengan terbitnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 yang mengalihkan tugas pelayanan kemetrologian dari Pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka realisasi Tahun 2015 masih jauh dari target Tahun 2019 yaitu 70%. Kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya sasaran meningkatnya tertib ukur yang dilaksanakan pada Tahun 2015 adalah sebagai berikut: Pembentukan Daerah Tertib Ukur Pembentukan Daerah Tertib Ukur (DTU) dilakukan untuk membangun kesadaran masyarakat dan aparat pemerintah khususnya pemerintah daerah tentang pentingnya kebenaran hasil pengukuran dan memberikan perlindungan terhadap kepentingan umum/konsumen dalam hal kebenaran hasil pengukuran, dengan demikian masyarakat dapat secara langsung merasakan manfaat dari pentingnya tertib ukur khususnya dalam melakukan transaksi perdagangan yang didasarkan pada ukuran, takaran, dan timbangan. Kegiatan Penentuan DTU sudah dimulai pada tahun 2011 dan telah ditetapkan 1 daerah yaitu Kota Singkawang, selanjutnya tahun 2012, ditetapkan 3 daerah yaitu Kota Batam, Kota Balikpapan dan Kota Surakarta. Tahun 2013 ditetapkan 7 DTU, yaitu Kota Tarakan, Kota Bontang, Kabupaten Mojokerto, Kota Gorontalo, Kota Padang, Kabupaten Karimun serta Kota Tebing Tinggi. Pada tahun 2014 ditetapkan 5 daerah, yaitu Kota Banda Aceh, Kota Solok, Kota Semarang, Kabupaten Gianyar dan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan pada tahun 2015 kembali ditetapkan 5 DTU, yaitu Kota Salatiga, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Barru, Kota Palangkaraya, dan Kabupaten Fak-Fak. Dengan demikian, dalam kurun waktu tahun 2011 sampai tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah menetapkan 21 Daerah Tertib Ukur. Pembentukan Pasar Tertib Ukur Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menganggarkan Kegiatan Pembentukan Pasar Tertib Ukur pada 113 Pasar Tradisional di 27 Provinsi di 82 kabupaten/kota tetapi usulan pasar yang masuk sebanyak 117 pasar tradisional yang dicanangkan sebagai pasar tertib ukur. Dari jumlah tersebut, berdasarkan hasil evaluasi, 53 | P a g e
102 pasar telah memenuhi kriteria pasar tertib ukur dan 15 pasar tidak memenuhi kriteria sebagai pasar tertib ukur ditambah 36 pasar tertib ukur dari daerah tertib ukur yang telah memenuhi kriteria sebagai pasar tertib ukur.
Gambar 8 Peresmian Daerah Tertib Ukur dan Pasar Tertib Ukur Tahun 2015 di Bandung
Pengawasan UTTP dan BDKT Kegiatan-kegiatan yang mendukung pengawasan kemetrologian ditahun 2015 yang dilaksanakan antara lain peningkatan pengawasan menjelang Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1436 H. Pengawasan barang dalam keadaan terbungkus (BDKT) dilakukan dari tanggal 23 Mei s/d 3 Juli 2015 di Kota Denpasar, Kabupaten Malang, Kota Tegal dan Kota Batam terhadap 9 jenis komoditi BDKT yang diprioritaskan berdasarkan kesepakatan negara-negara ASEAN yaitu minyak goreng, beras, gula, kopi, susu, teh, mie instan, kecap dan minuman buah. Juga dilaksanakan Forum Pengawasan Metrologi Legal Nasional Tahun 2015 dalam rangka meningkatkan harmonisasi dan pemahaman pemerintah daerah dalam melaksanakan kegiatan pengawasan dibidang metrologi legal. Meningkatnya LPK terdaftar yang mematuhi peraturan
Sasaran
Sesuai amanat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Sasaran: Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Direktorat Standardisasi melakukan pendaftaran LPK untuk ruang lingkup produk yang telah Sasaran diberlakukan SNI secara wajib. LPK yang melakukan Pendaftaran adalah LPK yang telah mendapat akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) atau Menteri Teknis terkait. Masa berlaku pendaftaran selama 3 tahun untuk yang diakreditasi KAN, dan 2 tahun untuk penunjukan. Berdasarkan peraturan dimaksud pendaftaran dapat diperpanjang. Dengan adanya pendaftaran LPK, maka akan menjamin ketertelusuran produk yang beredar di konsumen. Hal ini didukung dengan kegiatan monitoring terhadap LPK terdaftar pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta penelaahan kesesuaian sertifikat kesesuaian produk yang beredar di pasar terhadap peraturan teknis dalam upaya untuk melindungi konsumen. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan keterkaitan antara LPK terdaftar dengan kedisiplinannya dalam mematuhi peraturan digambarkan 54 | P a g e
melalui Indikator Kinerja Program Persentase LPK terdaftar yang mematuhi peraturan. Indikator ini dihitung melalui perbandingan antara jumlah laporan yang disampaikan LPK Terdaftar terhadap jumlah LPK yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Semakin tinggi jumlah persentase, maka semakin baik kinerja LPK terdaftar di Indonesia, khususnya mendaftar melalui Direktorat Standardisasi Kementerian Perdagangan.
IK 6
Persentase Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) terdaftar yang mematuhi peraturan
Dengan adanya pendaftaran LPK, maka akan menjamin ketertelusuran produk yang beredar di konsumen. Hal ini didukung dengan kegiatan monitoring terhadap LPK terdaftar di Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta penelaahan kesesuaian sertifikat kesesuaian produk yang beredar di pasar terhadap peraturan teknis dalam upaya untuk melindungi konsumen. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan keterkaitan antara LPK terdaftar dengan kedisiplinannya dalam mematuhi peraturan digambarkan melalui Indikator Kinerja Program Persentase Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) terdaftar yang mematuhi peraturan. Indikator ini dihitung melalui perbandingan antara jumlah laporan yang disampaikan LPK Terdaftar terhadap jumlah LPK yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan mewajibkan seluruh LPK terdaftar untuk menyampaikan laporan berkala setiap tiga bulan. Semakin tinggi jumlah persentase, maka semakin baik kinerja LPK terdaftar di Indonesia, khususnya mendaftar melalui Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan. ∑ 𝑳𝑷𝑲 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒑𝒐𝒓𝒂𝒏 𝒙 𝟏𝟎𝟎% ∑ 𝑳𝑷𝑲 𝒕𝒆𝒓𝒅𝒂𝒇𝒕𝒂𝒓 Keterangan:
∑ LPK yang menyampaikan laporan adalah jumlah LPK yang menyampaikan laporan secara berkala setiap tiga bulan sebagaimana telah diwajibkan Permendag 14/2007.
∑ LPK terdaftar adalah jumlah LPK yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen.
Jumlah LPK yang terdaftar di Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 adalah 32 LPK. Dari jumlah tersebut, LPK Terdaftar yang telah menyampaikan laporan ke Direktorat Standardisasi sebanyak 20 LPK sehingga persentase LPK terdaftar yang mematuhi peraturan sebesar 62,50%. 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐿𝑃𝐾 𝑝𝑎𝑡𝑢ℎ =
20 𝑥 100% = 62,50% 32
Tabel 24 Realisasi dan capaian IK 6 IK Persentase Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) terdaftar yang mematuhi peraturan
Target
Realisasi
Capaian
60%
62,50%
104,17%
55 | P a g e
Analisis Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih tinggi 2,5% di atas angka target yang ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini telah dilaksanakan dengan baik, dimana LPK telah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan amanat Permendag Nomor 14 Tahun 2007.Perbandingan berikutnya, yaitu membandingkan antara capaian kinerja kinerja tahun ini dengan tahun lalu atau beberapa tahun terakhir. Pada Tahun 2014 persentase LPK terdaftar yang mematuhi peraturan tercatat 73% sedangkan Tahun 2015 63,5%. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan kinerja sekitar 10%. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, realisasi Tahun 2015 hampir mencapai target Tahun 2016 yaitu 65%. Tabel 25 Target jangka menengah IK 6 Indikator Persentase Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) terdaftar yang mematuhi peraturan
2015
2016
Target 2017
60
65
70
2018
2019
80
90
Memperhatikan bahwa indikator ini pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik namun target tahun depan perlu ditingkatkan. Kegiatan Tahun 2015 yang mendukung terwujudnya sasaran meningkatnya LPK terdaftar yang mematuhi peraturan adalah sebagai berikut: Penelaahan kesesuaian produk terhadap sertifikat kesesuaian yang diterbitkan oleh LPK terdaftar Penelahaan kesesuaian produk terhadap sertifikat kesesuaian yang diterbitkan oleh LPK merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mendukung pengawasan mutu di pasar melalui mekanisme pembelian contoh produk di daerah untuk selanjutnya dilakukan pengujian di laboratorium uji yang terakreditasi oleh KAN. Kegiatan bertujuan untuk melihat konsistensi mutu produk yang telah memperoleh NRP/NPB terhadap persyaratan SNI, dan untuk mendorong LPK dalam melakukan monitoring terhadap SPTT SNI yang telah diterbitkannya dalam rangka perlindungan kepada konsumen terkait keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup (K3L). Pada Tahun 2015, telah dilaksanakan pengambilan contoh produk di 10 daerah yaitu Palembang, Semarang, Pontianak, Yogyakarta, Makassar, Batam, Surabaya, Bali, Medan, dan Bandung. Berdasarkan hasil uji, diketahui bahwa 3 dari 10 sampel tidak memenuhi SNI. Forum konsultasi teknis LPK terdaftar Penyelenggaraan Forum Konsultasi Teknis LPK bertujuan untuk mendapatkan masukan, tanggapan, saran dalam implementasi kebijakan standardisasi serta mencari solusi atas kendala dan permasalahan yang dihadapi LPK. Kegiatan dilaksanakan di Yogyakarta dan dihadiri perwakilan dari LPK dan Instansi teknis terkait. Berdasarkan pelaksanaan kegiatan, diperoleh hasil bahwa revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 telah menyepakati pelaksanaan audit khusus bagi LPK yang dibekukan SPPT-SNI-nya karena mendapatkan temuan pengawasan di pasar. 56 | P a g e
Monitoring kinerja LPK terdaftar Untuk menunjang kinerja LPK, diperlukan kegiatan Monitoring Kinerja LPK. Kegiatan ini merupakan peran aktif Pemerintah dalam melakukan pembinaan terhadap LPK.Dengan pembinaan yang berkesinambungan, diharapkan LPK dapat memiliki kompetensi dan siap dalam memenuhi tantangan di era ASEAN Economic Community (AEC).Pada Tahun 2015, telah dilakukan Monitoring Peningkatan Kinerja LPK di 13 daerah yaitu Riau, Makassar, Medan, Bogor, Palembang, Padang, Surabaya, Yogyakarta, Lampung, Aceh, Banjarmasin, Bandung dan Serang. Berdasarkan hasil peninjauan lapangan, secara keseluruhan LPK memberikan penilaian “Baik” terhadap pelayanan pendaftaran LPK. Identifikasi pemenuhan standar/regulasi teknis Dalam rangka harmonisasi standar dan peraturan teknis serta guna mengoptimalkan manfaat positif dan mengurangi dampak negatif dari harmonisasi standar, Direktorat Standardisasi selaku anggota pada forum ASEAN Commitee Consultative on Standards and Quality-Rubber Based Product Working Group (ACCSQ-RBPWG) melakukan kegiatan identifikasi kesiapan pelaku usaha dan LPK dengan ruang lingkup produk berbahan dasar karet dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada Tahun 2015, Direktorat Standardisasi telah menyusun 2 Dokumen Identifikasi dan Evaluasi Pemenuhan Standar/ Regulasi Teknis, yaitu dokumen identifikasi dan evaluasi pemenuhan standar/regulasi teknis di tingkat regional, bilateral dan multilateral. Pengembangan informasi standar negara tujuan ekspor Salah satu program Trade Support Programmee II (TSP2) adalah membangun sistem informasi Indonesia Technical Requirement Information System (INATRIMS) bersama dengan 8 K/L. INATRIMS merupakan layanan online dari Pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk menyediakan informasi bagi para pelaku bisnis yang bermaksud mengekspor produk ke pasar internasional.
Gambar 9 Kegiatan sosialisasi SNI Pasar Rakyat di Auditorium Kemendag
INATRIMS berisikan informasi ekspor terkait dengan persya-ratan, standar dan peraturan teknis dari 10 produk ekspor utama dan 10 produk ekspor potensial. Website dapat diakses melalui portal http://inatrims.kemendag.go.id. Pada Tahun 2015, telah dihasilkan Informasi
57 | P a g e
Standar Negara Tujuan Ekspor yang sudah mencakup pasar Uni Eropa, Tiongkok, Uni Emirat Arab, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Kinerja lain Selain tersebut di atas, ada keberhasilan di bidang standardisasi jasa perdagangan yang perlu disampaikan yaitu telah tersusunnya SNI 8152:2015 Pasar Rakyat. Perumusan SNI Pasar Rakyat untuk memudahkan pengelola pasar dalam mengelola dan memberdayakan komunitas pasar, dengan memadukan peraturan-peraturan dimaksud. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen juga telah mengimbau Kepala Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perdagangan untuk melakukan simulasi penerapan SNI 8152:2015 terhadap pasar rakyat di wilayah masing-masing serta melakukan pendataan berdasarkan tipe pasar dalam rangka menentukan pengelompokan pasar. Seminar dan sosialisasi SNI telah dilaksanakan bertema “Peningkatan Perlindungan Konsumen, Pedagang dan Pengelola Pasar serta Daya Saing Pasar Rakyat melalui Penerapan SNI Pasar Rakyat”. Selain itu juga telah dilaksanakan inhouse training untuk auditor pasar rakyat. Kegiatan dekonsentrasi pun dilakukan di 16 provinsi yang memiliki kantor perwakilan asosiasi pengelola pasar. Direncanakan, pada Tahun 2016, PD. Pasar Jaya melakukan sertifikasi untuk 10 pasar yang dikelola. Meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik
Sasaran
Sasaran meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik diukur melalui IKP Persentase ketepatan waktu penyelesaian Sasaran: pelayanan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen. Peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan adalah membaiknya layanan perizinan dan pendaftaran dalam hal Sasaran ketepatan waktu layanan.
IK7
Persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
Indikator Persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen dipilih karena dianggap cukup representatif terhadap sasaran yang ditetapkan yaitu membaiknya layanan perizinan dan pendaftaran dalam hal ketepatan waktu layanan. Indikator ini mengukur kualitas pelayanan dari segi waktu terhadap penyelenggaraan pendaftaran dan perizinan yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Pendaftaran dan perizinan tersebut terdiri dari: (1) Pendaftaran LPK; (2) Pendaftaran Surat Keterangan Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia (SKPLBI); (3) Permohonan Surat Pembebasan Keterangan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia (SPKPLBI); (4) Izin tipe; (5) Izin tanda pabrik; (6) Nomor Registrasi Produk; (7) Nomor Pendaftaran Barang; dan (8) Surat Pendaftaran Barang. Persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen dihitung dengan membandingkan antara jumlah ajuan pelayanan publik yang tepat waktu dengan jumlah total ajuan yang masuk. ∑𝒂𝒋𝒖𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒍𝒂𝒚𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒑𝒖𝒃𝒍𝒊𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒑𝒂𝒕 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒙 𝟏𝟎𝟎% ∑𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒂𝒋𝒖𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒂𝒔𝒖𝒌
58 | P a g e
∑ ajuan pelayanan publik yang tepat waktu adalah jumlah pelayanan publik yang diselesaikan tepat waktu. ∑ total ajuan yang masuk adalah total pelayanan publik yang diberikan dalam satu tahun. Macam pelayanan publik yang diperhitungkan:pendaftaran LPK, pendaftaran pencantuman label, pembebasan pencantuman label, izin tipe, izin tanda pabrik, nomor registrasi produk, nomor pendaftaran barang, surat pendaftaran barang.
Tabel 26 Rekapitulasi pelayanan pendaftaran dan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen periode Januari-Desember 2015 No.
Jenis pelayanan
Jumlah pengajuan
Standar waktu
Jml tepat waktu
34
5 hari
34
1
Pendaftaran LPK
2
Pendaftaran SKPLBI
4.084
5 hari
4.084
3
Permohonan SPKPLBI
1.302
2 hari
1.302
4
Izin tipe
968
4 hari
968
5
Izin tanda pabrik
21
4 hari
21
6
Nomor Registrasi Produk
1.725
5 hari
1.725
7
Nomor Pendaftaran Barang
3.478
5 hari
3.478
8
Surat Pendaftaran Barang
24.791
5 hari
24.791
Jumlah
36.403
36.403
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 =
36.403 = 100% 36.403
Tabel 27 Realisasi dan capaian IK 7 IK
Target
Realisasi
Capaian
Persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK)
70%
100%
143%
Analisis Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih tinggi 30% di atas angka target yang ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini telah dilaksanakan dengan baik. Perbandingan berikutnya, yaitu membandingkan antara capaian kinerja kinerja tahun ini dengan tahun lalu atau beberapa tahun terakhir. Pada Tahun 2014 persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan tercatat 100% sedangkan Tahun 2015 dengan angka yang sama. Hal ini menunjukkan konsistensi kinerja. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka realisasi Tahun 2015 sudah melebihi target Tahun 2019 yaitu 80%. Tabel 28 Target jangka menengah IK 7 Target Indikator Persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (%)
2015
2016
2017
2018
2019
70
70
75
80
80
59 | P a g e
Memperhatikan bahwa indikator ini pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik. Beberapa hal mendukung keberhasilan kinerja pada indikator ini antara lain karena pengukuran bersifat kualitatif dan eksklusif (di kalangan internal lembaga) belum bersifat kualitatif yang melibatkan pihak luar (inklusif) sehingga relatif mudah dicapai.Kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya sasaran meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan pada Tahun 2015 adalah sebagai berikut: Pengelolaan LPK Online Sesuai amanat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen diberikan amanat untuk melakukan pendaftaran LPK untuk ruang lingkup produk yang telah diberlakukan SNI secara wajib.
Gambar 10 Pendaftaran LPK Online (http:\\lpk.kemendag.go.id)
Tujuan dari pendaftaran LPK adalah untuk memudahkan ketertelusuran produk yang beredar di pasar dan memudahkan monitoring sertifikat kesesuaian yang telah diterbitkan LPK. Sejak pertengahan Tahun 2013, Direktorat Standardisasi telah melaksanakan layanan pendaftaran LPK secara online melalui website http://lpk.kemendag.go.id. Dengan adanya pelayanan pendaftaran LPK di Direktorat Standardisasi secara online, diharapkan dapat memudahkan LPK melakukan pendaftaran maupun perpanjangan pendaftaran. Layanan pendaftaran online ini pun senantiasa diperbarui, menyesuaikan perubahan database LPK. LSPro yang terdaftar di Direktorat Standardisasi berjumlah 34 LSPro dan 9 Lab Uji SIR. LPK yang melakukan pendaftaran/pendaftaran ulang/penambahan ruang lingkup berjumlah 18 LPK. Pendaftaran SKPLBI dan permohonan SPKPLBI Di pasar dalam negeri masih banyak barang impor yang beredar yang tidak dimengerti konsumen karena labelnya masih menggunakan bahasa asing, oleh karena itu label menjadi salah satu parameter pengawasan barang beredar guna menjamin diperolehnya hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang yang akan dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen, serta mendorong terciptanya persaingan usaha yang sehat. Selama Tahun 2015 dari pengajuan Surat Keterangan Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia (SKPLBI) yang masuk sebanyak 1.459, telah 60 | P a g e
diterbitkan dan ditolak sebanyak 542. Pada Tahun 2015 dari pengajuan SKPLBI yang masuk 2.327, telah diterbitkan 1.486 dan ditolak 841. Adapun pengajuan Surat Pembebasan Keterangan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia (SPKPLBI) yang masuk sebanyak 850, telah diterbitkan 467 dan ditolak 383. Layanan izin tipe dan izin tanda pabrik Ketapatan waktu penyelesaian perizinan di bidang metrologi legal yang terdiri dari Izin Tipe dan Izin Tanda Pabrik untuk Tahun 2015 adalah 100% atau perizinan selesai 5 hari atau kurang dari 5 hari setelah berkas permohonan benar dan lengkap. Pada bulan Febuari 2012, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nomor 18.1/SPK/KEP/02/2012 dibentuk Unit Pelayanan Perizinan Kemetrologian (UPPK), dan selanjutnya pengembangan pelayanan perizinan di bidang metrologi legal ini masuk menjadi Quick Win Kementerian Perdagangan dan diikursertakan dalam perlombaan penghargaan terhadap pelayanan public Cipta Layanan Prima. Beberapa upaya dilakukan untuk mempercepat waktu pelayanan perizinan tersebut antara lain penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 74 Tahun 2012 tentang Izin Tipe sebagai penyempurnaan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 637 Tahun 2004 tentang Ketentuan UTTP asal Impor serta pengembangan aplikasi/perangkat lunak untuk mendukung proses pelayanan perizinan. Penerbitan NRP, NPB, SPB, dan tanda pengenal produsen Standard Indonesian Rubber (SIR) 2015 Dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 Tahun 2014 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007, maka pendaftaran barang yang SNI-nya telah diberlakukan secara wajib oleh instansi teknis terkait dan telah dinotifikasikan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebelum barang beredar di pasar didaftarkan melalui mekanisme penerbitan dokumen Surat Pendaftaran Barang (SPB/NPB) untuk barang impor dan Nomor Registrasi Produk (NRP) untuk barang produksi dalam negeri. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10 Tahun 2008 tentang Ketentuan Karet Alam Spesifikasi Teknis Indonesia (SIR) yang Diperdagangkan ke Luar Negeri, setiap produsen yang memperdagangkan SIR ke luar negeri wajib memiliki Tanda Pengenal Produsen (TPP) SIR. Tujuannya sebagai pelayanan pendaftaran NRP, NPB dan SPB serta TPP Standard Indonesian Rubber (SIR). Pada Tahun 2015, penerbitan NRP sebanyak 1.725 dokumen, NPB 3.478 dokumen dan SPB 24.791 serta dokumen TPP SIR 2 dokumen. B. Kinerja Anggaran Berikut uraian realisasi anggaran Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 untuk mewujudkan sasaran meningkatnya efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen. Realisasi
Jumlah anggaran yang diperoleh Direktorat Jenderal Standardisasi dan 61 | P a g e
anggaran unit organisasi
Perlindungan Konsumen pada Tahun 2015 sebesar Rp. 218.002.214.000,yang dialokasikan ke Unit Eselon II, masing-masing: (1) Sekretariat Ditjen SPK Rp. 58.302.214.000,- (2) Direktorat Standardisasi Rp. 9.740.000.000,(3) Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Rp. 16.824.917.000,(4) Direktorat Pemberdayaan Konsumen Rp. 19.071.095.000,- (5) Direktorat Metrologi Rp. 62.163.988.000,- dan (6) Direktorat Pengembangan Mutu Barang Rp. 51.900.000.000,-. Jumlah pagu, realisasi, dan capaian anggaran Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 dapat dilihat pada grafik. Adapun perbandingan capaiannya dapat dilihat pada tabel. Kinerja keuangan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen di Tahun 2015 merealisasikan anggarannya sebesar Rp. 193.278.319.695,- dari pagu anggaran (capaian 88,66%).
Gambar 11 Diagram pagu dan realisasi anggaran pada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 (milyar rupiah) Sumber: Bagian Keuangan Setditjen SPK
Jika dilihat dari grafik, realisasi anggaran Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen pada Tahun 2015 secara umum sudah cukup bagus. Realisasi anggaran tertinggi dilaksanakan oleh Direktorat Metrologi yaitu 95,78% dari pagu. Realisasi anggaran terendah berada pada Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa yaitu 78,13% dari pagu. Tabel 29 Realisasi Anggaran Ditjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2015 No.
Unit organisasi
Realisasi
Capaian
1
Sekretariat Ditjen SPK
58.302.214.000
49.848.528.014
85,50%
2
Direktorat Standardisasi
9.740.000.000
8.991.394.630
92,31%
3
Direktorat PK
19.071.095.000
16.714.415.129
87,64%
4
Direktorat PBBJ
16.824.917.000
13.145.211.599
78,13%
5
Direktorat Metrologi dan BSML
62.163.988.000
59.541.483.916
95,78%
6
Direktorat PMB dan Balai
51.900.000.000
45.037.286.407
86,78%
Sumber: Bagian Keuangan Setditjen SPK
62 | P a g e
Pagu
Realisasi anggaran menurut pencapaian sasaran
Sasaran strategis yang ditetapkan yaitu meningkatnya efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan standardisasi dan perlindungan konsumen. Target anggaran untuk mencapai sasaran Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun Anggaran 2015 berjumlah Rp. 29.186.687.000,-. Realisasi total anggaran yang digunakan yaitu Rp. 75.540.564.468,-. Adapun rincian akuntabilitas keuangan per indikator kinerja sebagai berikut: 1. Meningkatnya Pemberdayaan Konsumen dianggarkan sebesar Rp. 2.669.189.000.- terealisasi Rp. 2.339.348.265,-. Kegiatan yang dianggarkan untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah: Survei Indeks Keberdayaan Konsumen; Sistem Pengawasan Perlindungan Konsumen (SISWAS PK); Forum Pelaksanaan Kerja Sama Sektoral dan Stakeholder Perlindungan Konsumen; Penyuluhan Perlindungan Konsumen; Pembinaan Motivator Perlindungan Konsumen Bagi Masyarakat. 2. Meningkatnya ketertelusuran mutu barang dianggarkan Rp. 33.820.263.000,- terealisasi Rp. 29.348.224.877,-. Kegiatan yang dianggarkan untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah: Pengawasan konsistensi mutu barang; Pembinaan SDM pengawas mutu barang; Penyelesaian keluhan pelanggan; Pelaksanaan pelayanan; Pembinaan pengembangan mutu barang; dan Pelaksanaan forum kerjasama dan koordinasi pengembangan mutu barang. 3. Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku sebesar Rp. 14.654.471.000,- terealisasi Rp. 11.449.454.530,-. Kegiatan yang dianggarkan untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah: Pendidikan PPNS-PK dan PBBJ; Penyusunan pedoman/juknis/SOP pengawasan barang beredar dan jasa; Fasilitasi dan kerja sama pengawasan; Pengawasan produk yang diawasi yang sesuai ketentuan SNI Wajib, label, manual kartu garansi, distribusi, jasa; Penyelenggaraan forum pengawasan barang beredar dan jasa. 4. Meningkatnya tertib ukur ditargetkan Rp28.199.362.000,- terealisasi Rp. 27.009.719.180,- sehingga capaiannya 28%. Kegiatan yang dianggarkan untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah: Penyusunan rumusan kebijakan metrologi legal; Pembentukan daerah tertib ukur; Penilaian UPT dan UPTD; Penelusuran alat standar secara nasional/internasonal; 63 | P a g e
Pengawasan UTTP dan BDKT; Penilaian mutu pelayanan kemetrologian; Pelaksanaan sosialiasasi. 5. Meningkatnya LPK terdaftar yang mematuhi peraturan ditargetkan Rp. 4.145.002.000,- terealisasi Rp. 3.838.389.785,-. Kegiatan yang dianggarkan untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah: Pengembangan layanan pendaftaran LPK (monitoring peningkatan kinerja LPK, penyelenggaraan forum konsultasi teknis LPK terdaftar, penelaahan kesesuaian sertifikat kesesuaian yang diterbitkan oleh LPK terhadap persyaratan teknis); Monitoring peningkatan kinerja LPK; Forum konsultasi teknis LPK terdaftar; Penelaahan kesesuaian sertifikat kesesuaian yang diterbitkan oleh LPK terhadap persyaratan teknis; Identifikasi dan evaluasi pemenuhan standar/regulasi teknis di tingkat regional; Identifikasi dan evaluasi pemenuhan standar/regulasi teknis di tingkat bilateral dan multilateral. Focus group discussion terkait pemenuhan standar/regulasi teknis di tingkat regional. 6. Meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik ditargetkan Rp. 1.754.396.000,- terealisasi Rp. 1.555.427.831,-. Kegiatan yang dianggarkan untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah: Pelaksanaan operasional penerbitan SKPLBI (Direktorat Pemberdayaan Konsumen); Pengembangan dan Peningkatan Sistem Manajemen Mutu (SMM) Pelayanan Perizinan (Direktorat Metrologi); Pengelolaan LPK online (Direktorat Standardisasi); Pencetakan cap tanda tera dan label izin tipe (Direktorat Metrologi); Penyelenggaraan layanan registrasi barang yang SNI-nya diberlakukan secara wajib (Direktorat Pengembangan Mutu Barang).
64 | P a g e
BAB IV PENUTUP
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen sampai dengan Tahun 2015 telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Secara umum, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi telah terlihat korelasinya dengan tujuan, misi, perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta tujuan Kementerian Perdagangan. Realisasi indikator kinerja yang berhasil dicapai di atas 100% dari target yang dijanjikan adalah (1) Persentase penanganan pengaduan konsumen; (2) Persentase konsistensi mutu barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan; (3) Persentase Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) terdaftar yang mematuhi peraturan; dan (4) Persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen. Adapun indikator yang lain belum mencapai 100% namun capaiannya tidak kurang dari 82,67%. Bahkan, capaian indikator Indeks Keberdayaan Konsumen dan Persentase alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku adalah 92,35% dan 98,41%. Sebagaimana uraian di atas, sebagian kegiatan Tahun Anggaran 2015 Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen telah menghasilkan realisasi nyata sedangkan sebagian lainnya masih dalam proses. Pencapaian kinerja dimaksud merupakan hasil kerja kolektif unit-unit di bawah Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dan dukungan dari berbagai pihak terkait. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menyadari adanya kendala-kendala dalam melaksanakan berbagai kegiatan, namun dengan tekad yang kuat dan usaha yang keras, serta kerja sama dari semua pihak Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mampu menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Beberapa hal yang dirasa belum optimal menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan tahun depan. Adapun beberapa hal harus ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada bulan berikutnya. Menindaklanjuti capaian kinerja dan realisasi keuangan pada tahun ini sekaligus menjawab kendala yang ada, maka akan dilakukan konsolidasi internal yang lebih baik lagi agar pengelolaan SDM maksimal. Berkaitan dengan koordinasi antar instansi, akan dilakukan sinergi lintas unit kerja. Penjadwalan kegiatan akan diatur sedemikian rupa agar dapat mengantisipasi perubahan waktu. Keberhasilan dan permasalahan yang dicapai dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen sampai dengan Tahun 2015 akan dijadikan pelajaran yang berharga untuk meningkatkan kinerja organisasi pada masa mendatang. Belajar dari pengalaman pencapaian kinerja tersebut, penerapan manajemen kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen yang berbasis pada perencanaan, koordinasi dan kerjasama serta pengendalian pelaksanaan kegiatan perluditekankan dan dilaksanakan secara kuat dan konsisten sesuai yang ditetapkan.
65 | P a g e
Lampiran 1 Dokumen Perjanjian Kinerja
66 | P a g e
67 | P a g e
Lampiran 2 Formulir Pengukuran Pencapaian Kinerja Unit Kerja Eselon I
: Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
Tahun
: 2015 Target
Realisasi
% Capaian
37
34,17
92,35
Persentase penanganan pengaduan konsumen
70%
100,00%
142,86
Meningkatnya ketertelusuran mutu barang
Persentase konsistensi mutu barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan
50%
61,80%
123,60
Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku
Persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan
60%
49,60%
82,67
Meningkatnya tertib ukur
Persentase alat – alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku
50%
49,70%
98,41
Meningkatnya LPK terdaftar yang mematuhi peraturan
Persentase Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) terdaftar yang mematuhi peraturan
60%
62,50%
104,17
Meningkatnya kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik
Persentase ketepatan waktu penyelesaian pelayanan perizinan bidang standardisasi dan perlindungan konsumen
70%
100,00%
142,86
Sasaran Strategis Meningkatnya pemberdayaan konsumen
Indikator Kinerja Indeks Keberdayaan Konsumen
Program/kegiatan Program Peningkatan Perlindungan Konsumen Dukungan Manajemen Dan Dukungan Teknis
68 | P a g e
Anggaran
Realisasi
Capaian
218.002.214.000
193.278.319.695
88,66%
58.302.214.000
49.848.528.014
85,50%
Program/kegiatan
Anggaran
Realisasi
Capaian
Lainnya Direktorat Jenderal Standardisasi Dan Perlindungan Konsumen Pengembangan Standardisasi Bidang Perdagangan
9.740.000.000
8.991.394.630
92,31%
Pengembangan Kebijakan dan Pemberdayaan Perlindungan Konsumen
19.071.095.000
16.714.415.129
87,64%
Peningkatan Efektivitas Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
16.824.917.000
13.145.211.599
78,13%
Peningkatan Tertib Ukur
62.163.988.000
59.541.483.916
95,78%
Peningkatan Pengawasan Mutu Barang
23.568.797.000
21.180.428.070
89,87%
Peningkatan Pelayanan Pengujian Mutu Barang
14.990.700.000
12.191.073.338
81,32%
Peningkatan Pelayanan Kalibrasi
7.167.620.000
6.018.424.188
83,97%
Peningkatan Pelayanan Sertifikasi Mutu
6.172.883.000
5.647.360.811
91,49%
Jakarta, Maret 2016 Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga,
Widodo
69 | P a g e
Lampiran 3 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sekretariat Direktorat Jenderal Direktorat Standardisasi Direktorat Pemberdayaan Konsumen
Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Direktorat Metrologi
Direktorat Pengembangan Mutu Barang
70 | P a g e