KATA PENGANTAR Kebutuhan produk susu masyarakat harus dapat disediakan dalam jumlah yang cukup, bermutu, aman dan bergizi. Untuk memenuhi kriteria tersebut, maka industri pengolahan susu semakin dituntut untuk memproduksi olahan secara baik, bermutu serta memenuhi keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumen sehingga layak untuk dikonsumsi. Atas dasar pemikiran tersebut, Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Dep. Pertanian, menyiapkan “Petunjuk Teknis Penanganan dan Pengolahan Susu”, yang merupakan pedoman prosedur operasional penanganan dan pengolahan susu, bagi aparat Pembina di daerah dan pelaku usaha dalam mengembangkan pengolahan susu Mengingat dinamika teknologi pengolahan susu yang semakin maju dan dengan tuntutan konsumen terhadap mutu produk yang juga semakin tinggi, maka untuk mengikuti perkembangan tersebut, saran penyempurnaan Pedoman Teknis ini, sangat kami harapkan. Semoga buku ini, bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan bagi pihak yang memerlukan.
Jakarta, April 2008 Direktur Pengolahan Hasil Pertanian,
Ir. Chairul Rachman, MM NIP. 080 048 537
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I.
PENDAHULUAN
BAB II.
PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN GAPOKTAN DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU
BAB III.
PROSPEK INDUSTRI SAPI PERAH
BAB IV.
PROGRAM AKSI PENGEMBANGAN PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU SAPI PERAH RAKYAT
BAB V.
TEKNIS PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU SEGAR
BAB VI.
PERALATAN PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU SEGAR
BAB VII. CARA PENGOLAHAN YANG BAIK BAB VIII. CARA TRANSPORTASI YANG BAIK BAB IX.
CARA PEMASARAN SUSU YANG BAIK
BAB X.
PENUTUP
TIM PENYUSUN I.
PENGARAH
: Ir. Chairul Rachman. MM
II.
PENANGGUNG JAWAB
: Ir. Agus Amran. SU
III.
TIM TEKNIS
: - Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA - Ir. Soebardjo - Ir. Susanto. MM - Ir. Bambang Kuncoro. MM - Ir. Solfia,MM - Rochmadi, SP - M. Adhar. S. Sos - Ery Kusmiati. Sp - Widyaningsih. Se
PETUNJUK TEKNIS PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Potensi peternakan yang dimiliki oleh masing-masing wilayah ternyata memiliki peluang yang sangat besar untuk ditingkatkan nilai tambahnya melalui proses pengolahan dan pemasaran. Nilai tambah dari pengolahan beberapa hasil peternakan mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di perdesaan. Kebijakan dan strategi operasional yang mendukung ke arah tersebut dalam Program Revitalisasi Pertanian, yakni Agroindustrialisasi Perdesaan. Sapi perah merupakan ternak yang sangat tepat untuk dikembangkan dalam program ini, mengingat ternak tersebut dapat menghasilkan sekaligus 2 (dua) produk utama yakni susu dan daging. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga sangat mendesak untuk dikembangkan mengingat banyaknya kasus gizi buruk dikalangan masyarakat. Untuk pemulihan kondisi status gizi tersebut, pemberian dan atau gerakan minum susu bagi masyarakat, nampaknya merupakan kegiatan yang paling tepat. Dalam rangka mengatasi masalah tersebut dan mendukung Program Revitalisasi Pertanian pemerintah yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada
POHON INDUSTRI SUSU SEKTOR INDUSTRI
SEKTOR PERTANIAN
(Depperindag, Dir P2H-Nak)
(Dirjen Bina Prod-Nak Dirjen BP2HP)
KONSUMEN
Evaporated Milk
Pasteurized Milk
UHT Milk Butter Milk
Krim Susu Mentega
SUSU SEGAR
Cream product (single cream, double cream, whipping cream,dll)
Susu Kental Manis
Milk Fatt
Skim Milk
INDUSTRI MAKANAN /RUMAH TANGGA
Susu Bubuk( skim)
Fermented Milk (Yoghurt, Keffir,dll)
Susu Bubuk (Whole)
Ice Cream Milk Powder
Es Krim
Tahu Susu,krupuk susu Keju Whey Protein Concentrate
Whey
Laktosa
INDUSTRI MAKANAN/ FARMASI/ INDUSTRI MAKANAN TERNAK
Whey Concentrate
1
tanggal 11 Juni 2005, pengembangan industri ternak penghasil susu berbasis sumberdaya lokal merupakan suatu langkah strategis yang sangat mendesak untuk dilaksanakan. Sapi perah merupakan ternak yang sangat tepat untuk dikembangkan mengingat ternak tersebut dapat menghasilkan sekaligus dua produk utama yaitu susu dan daging dan paling efisien dalam mengonversi pakan menjadi produk pangan. Hal ini juga sangat sesuai dengan kondisi sekarang dimana banyak terjadi kasus gizi buruk yang untuk pemulihan status gizi tersebut, pemberian susu nampaknya paling tepat. Dalam pembinaan penanganan dan pengolahan susu sapi perah, pada hakekatnya terdapat 4 (empat) unsur yang saling berinteraksi yang perlu mendapat perhatian utama, yakni : 1. Peternak dan atau Pelaku usaha 2 pengolahan (SDM pengolahan) dan Kelembagaannya, sebagai subyek pembangunan yang harus ditingkatkan kemampuan dan 1 keterampilannya teknis dan menejerial dalam menjalankan 3 usahanya. 2. Bahan baku, sebagai obyek pembangunan pengolahan yang harus ditingkatkan ketersediaanya 4 baik kualitas maupun kuantitasnya. 3. Teknologi (proses/alat), difokuskan pada pelayanan informasi penerapan teknologi penanganan dan pengolahan untuk mendapatkan nilai tambah dengan efisiensi dan produktifitas serta mutu yang memenuhi standar nasional maupun internasional. 4. Pemasaran sebagai basis usaha, harus diintegrasikan dalam perencanaan produk usaha pengolahan susu itu sendiri, sehingga produk yang dihasilkan terintegrasi dengan pasar. Karena, esensi pembangunan peternakan sapi perah dengan paradigma agribisnis adalah, “menghasilkan apa yang dituntut pasar (konsumen)”. Upaya tersebut, merupakan salah satu komponen dalam perbaikan posisi tawar peternak sebagai produsen susu segar dan olahannya terhadap pedagang, pedagang terhadap konsumen dan sebaliknya, melaui perbaikan daya saing produk sehingga semua pihak memperoleh keuntungan sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Mengingat usaha pengolahan susu, baik skala usaha kecil dan menengah pada umumnya masih dalam kondisi yang kurang memuaskan, maka hal yang perlu
2
dilakukan adalah meningkatkan motivasi para peternak sapi perah melalui kelembagaan Kelompok/Gapoknak agar dapat melakukan perbaikan penanganan susu dan melakukan usaha pengolahan secara terus menerus dengan berupaya memperbaiki produk olahannya sesuai dengan permintaan pasar. Berbagai upaya untuk mewujudkan hal tersebut, sudah menjadi agenda kalangan masyarakat industri persusuan termasuk pemerintah. Upaya pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian, adalah mengembangkan agroindustri perdesaan berbasis susu di berbagai daerah sentra pengembangan sapi perah. Kegiatan ini, dilaksanakan dengan menumbuhkembangkan usaha persusuan berbasis pada kelompok/Gapoknak yang kemudian ditindaklanjuti dengan bantuan peralatan penanganan dan pengolahan susu, permodalan sampai pada kegiatan pendampingan pengembangan usahanya. Berkenaan dengan hal tersebut, agar kegiatan pengembangan agroindustri perdesaan berbasis susu dapat lebih terfokus dan terarah, diperlukan “Petunjuk Teknis Penanganan dan Pengolahan Susu”, untuk dijadikan pedoman dalam perencanaan maupun operasionalisasi usaha pengolahan susu di perdesaan.
1.2.
Pengertian
Dalam rangka menyamakan pengertian, definisi dan persepsi, dalam pedoman teknis penanganan dan pengolahan susu ini, digunakan beberapa istilah antara lain : 1. Kegiatan penanganan susu meliputi kegiatan pemerahan, pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan. 2. Pengolahan susu adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan daya simpan dan nilai tambah produk, mempertahankan kualitas dan memungkinkan adanya diversifikasi produk yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu adalah peralatan dan mesin yang dioperasikan dengan motor penggerak maupun tanpa motor penggerak untuk kegiatan penanganan dan pengolahan susu. 4. Gabungan Kelompok Peternakan (Gapoknak) adalah organisasi gabungan kelompok peternak sapi perah di suatu wilayah/daerah sentra produksi yang bergerak di bidang usahatani, penanganan dan pengolahan susu yang anggotanya terdiri dari peternak/kelompok peternak. 5. Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) adalah stimulasi dana bagi peternak, kelompok peternak dan Gapoknak yang mengalami keterbatasan modal sehingga mampu mengakses pada lembaga permodalan secara mandiri. Fasilitasi PMUK ini merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat peternak, yang dikawal dengan kegiatan terkait yaitu penguatan kelembagaan peternak dan peningkatan
3
SDM peternak melalui pembinaan, penyuluhan, pelatihan, monitoring, evaluasi dan lainnya. 6. Pendampingan adalah kegiatan yang melibatkan secara aktif tenaga profesional (ahli) yang akan mengawal kegiatan pengembangan penanganan dan pengolahan susu. 7. Pelatihan adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kapasitas, kemampuan dan keterampilan peserta dalam bidang penanganan dan pengolahan susu. 1.3.
Tujuan
Tujuan disusunnya pedoman teknis manajemen operasional penanganan dan pengolahan susu, adalah untuk : 1. Memberikan pedoman/panduan teknis tentang penanganan dan pengolahan susu berasal dari dana APBN Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian melalui dana tugas pembantuan pada Dinas Peternakan Kabupaten/Kota. 2. Menyediakan pedoman/panduan teknis dalam upaya pengembangan penanganan dan pengolahan susu untuk meningkatkan kualitas susu yang dihasilkan peternak sapi perah dan mengembangkan usaha pengolahan susu sapi perah. 1.4.
Sasaran
Sasaran disusunnya pedoman teknis penanganan dan pengolahan susu ini adalah: 1. Tersedianya panduan/acuan tentang kegiatan penanganan dan pengolahan susu yang berasal dari dana APBN Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian melalui dana tugas pembantuan pada Dinas Peternakan Kabupaten/Kota. 2. Tercapainya tingkat penanganan dan pengolahan susu secara optimal sehingga dapat menghasilkan susu yang berkualitas sebagai bahan baku olahan dan dalam mengembangkan usaha pengolahan susu itu sendiri.
1.5.
Indikator keberhasilan
Indikator keberhasilan kegiatan penanganan dan pengolahan susu ini adalah : 1. Tersalurnya dana tugas pembantuan (belanja sosial) kegiatan penanganan dan pengolahan susu secara langsung kepada Gapoknnak. 2. Terlaksananya fasilitasi pengadaan dan pendayagunaan alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu. 3. Tumbuhkembangnya Gapoknak di daerah Kabupaten/Kota dalam bidang penanganan dan pengolahan susu.
4
1.6.
Pola Pikir Pencapaian Sasaran
Pembangunan Sub Sektor Peternakan pada dasarnya mengacu pada Panca Yasa yakni : (1) perbaikan infrastruktur, (2) pengembangan kelembagaan petani, (3) penyuluhan, (4) fasilitasi pembiayaan dan (5) pemasaran hasil. Pembangunan Sub Sektor Peternakan, pada masa mendatang harus lebih banyak diorientasikan pada kegiatan penanganan dan pengolahan serta pemasaran hasil peternakan, karena dari sinilah nilai tambah dan daya saing tersebut bersumber. Untuk itu penguasaan terhadap sumberdaya langka yaitu akses terhadap output peternakan, akses terhadap teknologi pemasaran, akses terhadap konsumen adalah mutlak adanya. Untuk mendapatkan akses yang seluas-luasnya terhadap ketiga sumber daya langka tersebut, dalam membangun pengolahan dan pemasaran komoditas peternakan, digunakan tiga filosofi dasar yang menjadi acuan kerja, yaitu (a) fasilitasi pembangunan harus berbasis pada gabungan kelompok peternak (Gapoknak), bukan pada individu peternak, (b) peternak harus didorong untuk tidak hanya sebagai produsen, namun juga sebagai pemasok (supplier), dan (c) pasar di tingkat peternak (farm-gate market) harus menjadi sarana untuk meningkatkan akses pasar dan posisi tawar peternak.. PANCA YASA:
• Perbaikan infrastruktur
•
pertanian.
• Pengembangan kelembagaan.
• Penyuluhan. • Fasilitasi pembiayaan
menjadi dasar filosofi
pertanian.
• •
• Pemasaran hasil
TRILOGI PPHP: Pembangunan berbasis GAPOKTAN. Menjadikan PETANI tidak sekedar produsen namun juga menjadi SUPPLIER. Pembangunan FARM-GATE MARKETING SYSTEM.
pertanian.
KEGIATAN UTAMA : Penanganan Pasca Panen Pengembangan Agroindustri Pedesaan Pengembangan Mutu & Standarisasi Pengembangan Pemasaran
Gambar 1. : Dasar Filosofi Pembangunan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
5
BAB II PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN GAPOKNAK DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU Dalam upaya mendorong tumbuhnya agroindustri perdesaan berbasis susu, diperlukan organisasi berupa kelompok peternak/pelaku usaha pengolahan yang handal, didukung dengan manajemen usaha pengolahan yang menampilkan hubungan kemitraan dengan pelaku usaha pemasaran yang harmonis. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan rekayasa kelembagaan peternak/pelaku usaha pada tingkat desa sehingga diharapkan tumbuh dan berkembangnya suatu kelembagaan yang besar seperti halnya Gabungan Kelompok Peternak/Gapoknak yang memiliki posisi yang kuat dalam berbagai hal. Kelembagaan peternak mempunyai peranan yang strategis, baik sebagai alur penghubung dengan lembaga “luar” dan atau sesama peternak, sebagai media dalam proses transfer teknologi dan informasi, maupun sebagai wadah bagi peternak bermitra usaha dengan lembaga-lembaga terkait lainnya dalam mata rantai system agribisnis sapi perah. Salah satu contoh keberhasilan dalam kelembagaan persusuan nasional adalah GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia). GKSI merupakan kelembagaan yang sangat berperan dalam pengembangan agribisnis sapi perah di Indonesia. Lembaga ini berdiri pada tahun 1979 yang merupakan koperasi sekunder pada tingkat nasional dari puluhan jumlah koperasi persusuan saat itu. Salah satu prestasi dari GKSI terlihat dengan meningkatnya jumlah koperasi persusuan sejak tahun 1979 sejalan dengan berkembangnya ratusan jumlah KUD susu. Koperasi sangat membantu peternak dalam penyediaan sarana dan prasarana produksi khususnya pakan konsentrat, peralatan produksi, memberikan pelayanan kesehatan dan mengumpulkan serta menjual susu ke Industri Pengolahan Susu (IPS). Disamping itu, koperasi merupakan wahana untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya, para peternak rakyat dalam memperoleh dukungan kebijakan pemerintah dalam pengembangan agribisnis peternakan. Pada tahun 1980 an terlihat peran GKSI dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya secara signifikan jumlah populasi sapi perah pada saat itu. Peningkatan populasi sapi perah sejalan dengan peningkatan jumlah peternak maupun jumlah tenaga kerja yang terserap pada agribisnis sapi perah.
6
Atas dasar uraian tersebut, maka diharapkan adanya lembaga yang sudah memiliki struktur organisasi dan personil baik dalam bentuk Gapoknak maupun Koperasi sebagai penerima bantuan peralatan pengolahan susu melalui tugas pembantuan. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah operasional dalam memberdayakan Kelompok/Gapoknak yang bergerak dibidang penanganan dan pengolahan susu di daerah. 2.1.
Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok/Gapoknak
Penumbuhan dan pengembangan Gapoknak diartikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan Gapoknak dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam upaya penumbuhan dan pengembangan Gapoknak perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Bila di lokasi terpilih belum ada Gapoknak perlu dibentuk Gapoknak baru sesuai kebutuhan. 2. Bila di lokasi terpilih sudah ada Gapoknak, maka alokasi alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu bisa diberikan kepada Gapoknak, yang telah ada dengan menambahkannya agar sejauh mungkin dapat mencapai skala ekonomi yang ideal. 3. Bila di lokasi terpilih terdapat beberapa Gapoknak, maka dipilih satu atau dua yang terbaik. Penetapan Gapoknak yang dipilih berdasarkan seleksi dari Dinas Peternakan setempat.
KELOMPOK PETERNAK SAPI PERAH PETANI)
KELOMPOK PETERNAK SAPI PREH PETANI)
KELOMPOK PETERNAK SAPI PERH PETANI)
GAPOKNAK SAPI PERAH
UNIT USAHA SAPRONAK
UNIT USAHA PASCA PANEN DAN PENGOLAHAN
UNIT USAHA PEMBIAYAAN
UNIT USAHA PMASARAN SUSU
Gambar 2 : Konsep Kelembagaan Gapoknak Sapi Perah
7
2.2.
Pengorganisasian Gapoknak
Pada dasarnya organisasi Gapoknak adalah organisasi yang berorientasi bisnis, bukan organisasi yang bersifat sosial. Dalam pengembangan gapoknak diarahkan untuk memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Gapoknak harus mempunyai struktur organisasi yang dilengkapi dengan uraian tugas dan fungsi secara jelas dan disepakati semua anggota. 2. Pengurus dipilih secara demokratis oleh anggota, bertanggung jawab kepada anggota, dan pertanggungjawabannya disampaikan dalam rapat gapoknak yang dilakukan secara periodik. 3. Mekanisme dan tata hubungan kerja antar anggota Gapoknak disusun secara partisipatif. 4. Proses pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah dan dituangkan dalam berita acara atau risalah rapat yang ditandatangani oleh pengurus dan diketahui oleh unsur pembina atau instansi terkait. 5. Anggota melakukan pengawasan terhadap pengembangan usaha Gapoknak. 6. Gapoknak membangun kerjasama kemitraan dengan pihak terkait. 7. Pengembangan Gapoknak diarahkan menuju terbangunnya lembaga ekonomi seperti koperasi atau unit usaha berbadan hukum lainnya. 2.3.
Kriteria Gapoknak Penerima Alat Mesin Penanganan dan Pengolahan Susu
Kriteria Gapoknak penerima alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu, adalah : 1. Mempunyai pengurus aktif (MINIMAL Ketua, sekretaris, dan Bendahara) dan aturan organisasi yang dibuktikan dengan Berita Acara pembentukan Kelompok/Gabungan Kelompok yang disetujui anggota dan usahanya telah berjalan. 2. Tidak termasuk dalam daftar kredit macet atau kredit bermasalah serta tidak termasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia. 3. Mengusahakan penanganan pasca panen susu, pengolahan dan atau pemasaran susu. 4. Mempunyai proposal kegiatan dan rencana penggunaan anggarana untuk mengembangkan penanganan pasca panen susu, pengolahan dan atau pemasaran susu 5. Lolos seleksi dan disetujui oleh tim teknis Dinas Peternakan Kabupaten/Kota. 6. Bersedia mengikuti petunjuk/pembinaan dari Dinas Peternakan.
8
2.4.
Tata Cara Seleksi
Seleksi calon Gapoknak didasarkan kepada prioritas pengembangan wilayah sentra produksi susu dan usulan/proposal yang diajukannya. Proses seleksi dilakukan Dinas Peternakan Kabupaten/Kota dengan menilai potensi dan usulan/proposal rencana usahanya. Proposal rencana usaha setidaknya memuat informasi tentang ; profil usaha yang dilakukan kelompok, sumberdaya sarana yang dimiliki, potensi yang dapat dikembangkan, rencana usaha yang akan dilakukan, kelayakan usaha dan prospek pasarnya, rincian anggaran yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha kelompok. Hasil seleksi dari dituangkan dalam berita acara yang memuat daftar Gapoknak terpilih. 2.5.
Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan Sumber Daya Manusia.
Peningkatan kemampuan dan ketrampilan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan pendampingan/pengawalan, pelatihan, bimbingan teknis dan manajemen secara berkelanjutan. Pelatihan, bimbingan teknis dan manajemen dilakukan setelah peralatan penanganan dan pengolahan susu diterima oleh Gapoknak di daerah. Pada tahap ini peran Dinas Peternakan Propinsi dan Kabupaten/Kota sangat menentukan keberhasilan penanganan, pengolahan dan pemasaran susu di daerahnya. Materi Pelatihan, Bimbingan Teknis dan Manajemen usaha alat mesin penanganan dan pengolahan susu, meliputi : 1. Kelompok Teknis - Standar operasional prosedur (SOP) pengoperasian alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu. - Cara-cara perawatan dan perbaikan alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu. - Manajemen perbengkelan. 2. Kelompok Usaha - Analisis kebutuhan alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu di suatu wilayah/daerah. - Perhitungan/analisis kelayakan ekonomi (finansial pengunaan alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu). - Pembukuan dan pencatatan usaha jasa alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu. - Akses sumber-sumber permodalan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha penanganan dan pengolahan susu
9
- Demontrasi dan promosi penggunaan alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu serta praktek lapang. 3. Kelompok Manajemen Usaha - Perencanaan usaha jasa alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu. - Pengorganisasian usaha alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu. - Manajemen Pemasaran - Kerjasama/ kemitraan usaha. - Peningkatan kemampuan manajerial kelompok usaha. - Kewirausahaan. 4. Pengorganisasian Alat dan Mesin Penanganan dan Pengolahan Susu Secara Bisnis Dalam pelaksanaan usaha penanganan dan pengolahan susu kepada petani/kelompok peternak sapi perah/Gapokn di suatu wilayah/daerah perlu dilakukan penerapan standar operasional prosedur (SOP) yang baik dan benar. Setiap Gapoknak berupaya untuk mencapai kapasitas kerja alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu yang optimal dengan cara bekerjasama/bermitra dengan peternak sapi perahi/kelompok peternak sapi perah, dealer/ perusahaan alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu, dan lembaga keuangan/ perbankan, industri dan pasar di daerah. 5. Pendampingan Penanganan dan Pengolahan Susu Tugas dan Fungsi Tenaga Pendamping : Menyusun data base/profil persusuan yang meliputi jumlah ternak sapi perah, produksi susu (kuantitas dan kualitas), ketersediaan alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu, kelembagaan Gapoknak, harga susu segar perliter, dan lain-lain. Pendampingan terhadap penggunaan/penerapan dan pengelolaan alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu secara optimal. Pendamping sebagai konsultan Gapoknak untuk pembuatan proposal usaha yang dapat diajukan ke lembaga keuangan/Bank. Mobilisasi dan pemberdayaan peternak sapi perah dalam pemanfaatan alat dan mesin penanganan dan pengolahan susu. Perancangan dan pendampingan pengadaan alat mesin melalui PMUK, kredit yang diperoleh, dan lain-lain. Pendampingan peternak sapi perah dalam kegiatan penanganan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran susu.
10
Melaporkan perkembangan kegiatan pendampingan penanganan, pengolahan dan pemasaran susu ke Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, Propinsi dan Perguruan Tinggi. Rekruitmen Tenaga Pendamping Dinas Peternakan Kabupaten/Kota bekerjasama dengan Perguruan Tinggi yang ditunjuk oleh Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mengadakan (rekruitmen) petugas pendamping sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Masa kerja pendamping adalah 8 bulan (Maret s/d Oktober) yang diikat dengan perjanjian kontrak kerja. Pendamping adalah sarjana peternakan atau Dokter Hewan.
11
BAB III PROSPEK INDUSTRI SAPI PERAH
Bila dilihat potensi usaha sapi perah rakyat yang selama ini hanya berkembang di Pulau Jawa, ternyata dalam beberapa tahun terakhir ini populasi dan produksi sapi perah juga mulai berkembang di beberapa propinsi di luar Jawa. Hal ini mungkin terjadi karena usaha peternakan sapi perah merupakan salah satu industri berbasis perdesaan dan padat karya. Mengingat semua Industri Pengolahan Susu (IPS) berada di Pulau Jawa, maka untuk mengantisipasi perkembangan Sapi Perah di luar Jawa perlu pembinaan penanganan dan pengolahannya. Untuk mengetahui sentra populasi dan produksi sapi perah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Sentra Populasi dan Produski Susu Sapi Perah th 2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Propinsi / Kabupaten NAD SUMUT SUMBAR SUMSEL BENGKULU LAMPUNG DKI JAKARTA JABAR JATENG DI YOYAKARTA JATIM BALI KALBAR KALSEL SULSEL TOTAL
Populasi (ekor) 31 6.780 792 353 194 131 3.180 109.601 116.481 8.623 135.056 69 36 122 797 382.246
Produksi (ton/th) 36 4.882 998 805 399 104 4.808 239.000 71.053 8.900 243.300 79 42 126 920 575.452
Pada tahun 2000, industri sapi perah telah memasarkan produk susu yang bernilai Rp. 4,17 triliun, dengan melibatkan 69.327 peternak dan menyerap 210.830 orang tenaga kerja. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha sapi perah sangat berarti dalam membangkitkan perekonomian masyarakat di perdesaan yang merupakan jumlah terbesar dari penduduk Indonesia.
12
Tabel 2. Penyerapan tenaga kerja industri sapi perah dan nilai jual susu (1979-2000)
Jumlah peternak Penyerapan tenaga kerja (orang) Populasi sapi perah (ekor) Produksi susu (juta kg/tahun) Nilai jual susu (miliar rupiah) Rasio konsumsi susu (domestik : impor)
1979 1.497 4.181
1984 32.999 92.160
1989 58.797 164.208
Tahun 1994 80.066 183.899
1999 64.798 197.016
2000 69.327 210.830
5.987
131.997
235.188
320.262
259.191
277.308
72,20
179,00
338,20
426,70
436,00
504,20
18,91
402,23
948,78
1.718,38
3.901,84
4.174,57
1 : 20
1 : 3,5
1 : 0,7
1 : 2,0
1 : 2,0
1: 2,0
Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa nilai rasio produksi susu dengan impor yang masih tinggi, yakni 1 : 2. Hal ini, mengindikasikan bahwa peluang untuk meningkatkan usaha sapi perah memiliki potensi yang sangat besar terutama untuk pemenuhan kebutuhan produksi susu domestik. Namun dalam dekade terakhir ini, produksi susu lokal masih belum mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan susu, sehingga dalam upaya memenuhi kebutuhan akan susu tersebut, pemerintah mengimpor susu dengan laju peningkatan yang sama dengan laju peningkatan kebutuhan. Data perdagangan ekspor-impor komoditas peternakan selama 5 tahun (1997-2001) menunjukkan neraca yang negatif (tabel 2). Komoditas sapi perah selalu mengalami neraca negatif terbesar dengan kecenderungan yang terus meningkat terutama setelah masa krisis ekonomi tahun 1998. Data tersebut juga menunjukkan bahwa prospek pasar dalam negeri sangat tinggi yakni jumlah penduduk yang mencapai 210 juta dengan laju pertambahan jumlah penduduk rata-rata laju pertumbuhan 1,49% per tahun. Hal tersebut, diikuti dengan meningkatnya kesadaran gizi masyarakat dan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM agar dapat bersaing di era globalisasi. Kondisi demikian sangat membutuhkan penyediaan produk ternak (susu dan daging) dalam jumlah besar. Konsumsi susu penduduk Indonesia saat ini masih rendah, namun peningkatan kesadaran gizi dan pendapatan diperkirakan akan memacu konsumsi dan kebutuhan akan produk susu seperti halnya konsumsi susu yang sangat tinggi pada negaranegara maju.
13
Tabel 3. Neraca dan rasio ekspor impor komoditas sapi perah dan potong (1997-2001) Ekspor (000 US$) Sapi Perah 1997 1998 1999 2000 2001 Sapi Potong 1997 1998 1999 2000 2001
Impor (000 US$)
Neraca (000 US$)
5.055,40 8.397,80 17.461,40 74.567,90 92.635,50
147.738,20 93.537,10 127.307,40 254.244,20 323.074,50
-142.682,80 -85.139,30 -109.846,00 -179.676,30 -230.439,00
32.633,00 79.284,60 63.302,10 87.681,30 81.557,40
280.954,40 224.154,40 189.816,10 226.792,20 175.484,00
-248.321,40 -144.869,80 -126.514,00 -139.110,90 -93.926,60
Bila dilihat potensi ekspor untuk komoditas usaha sapi perah, maka sangat beralasan untuk dijadikan salah satu sektor yang diunggulkan untuk memasuki perdagangan bebas ASEAN (AFTA). Industri sapi perah menyumbang 20% dalam perdagangan komoditas peternakan dan ini masih dapat ditingkatkan dengan melakukan pembenahan usaha dari hulu sampai ke hilir. Disamping pemenuhan kebutuhan domestik sebagai upaya swasembada, dalam jangka panjang sasaran berikutnya adalah mengekspor susu dan produk olahan susu ke negara tetangga ASEAN. Selain Indonesia dan Thailand umumnya negara-negara ASEAN lainnya bukan merupakan negara produsen susu. Padahal dalam aspek konsumsi negaranegara ASEAN merupakan negara-negara yang tingkat konsumsinya senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data FAO (2001), negara-negara ASEAN masih mengimpor susu dalam jumlah besar seperti diperlihatkan pada Gambar 3. Malaysia mengimpor susu sebanyak 1.359.000 ton/thn, Brunei sebanyak 38.000 ton/thn, Philipina sebanyak 1.637.000 ton/thn dan Thailand sebanyak 936.000 ton/thn. Data impor tersebut menunjukkan bahwa potensi pasar regional bagi susu dan produk olahannya sangat besar.
14
Gambar 3. Jumlah impor susu beberapa negara ASEAN (FAO, 2001) 2000
1367
1369 1500
936 East 1000
West North
3 8
500 0 Malaysia
Brunei
2000
Filipina
Thailand
1367
1369 1500
936 East 1000
West North
3 8
500 0 Malaysia
Brunei
Filipina
Thailand
15
BAB IV PROGRAM AKSI PENGEMBANGAN PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU SAPI PERAH RAKYAT Dalam upaya mengembangkan persusuan nasional, diperlukan suatu rencana aksi untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki dan dengan harapan dapat meminimalisir permasalahan yang dihadapi. Dari sisi produksi susu sapi perah rakyat, masalah utama yang terjadi sampai saat ini adalah rendahnya kualitas susu yang dihasilkan sehingga mempengaruhi tingkat harga susu segar yang diterima peternak. Dari sisi lain, usaha pengolahan susu segar ditingkat peternak/Kelompok/Gapoknak relatif masih kurang kita jumpai sehingga pemasaran susu segar yang dihasilkan peternak, masih sangat tergantung pada Industri Pengolahan Susu (Single buyer). Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak dapat ditingkatkan, maka masalahmasalah yang dihadapi selama ini perlu ditanggulangi dengan baik. Kebijakan peningkatan produksi dan konsumsi nasional tentunya harus diimbangi dengan peningkatan kualitas susu yang dihasilkan peternak. Upaya untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan program aksi dalam rangka pengembangan penanganan dan pengolahan susu segar, yakni 1. Memberikan dukungan nyata kepada para peternak, untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas hasil ternak sapi perah (susu). Daya saing susu sapi perah yang dihasilkan peternak, hanya akan dapat ditingkatkan apabila produktifitas dan kualitas tersebut dapat ditingkatkan. Untuk itu, fasilitasi peralatan penanganan susu segar mutlak dilakukan pada setiap jumlah ternak dan atau jumlah peternak disuatu kawasan dengan pendekatan Kelompok/Gapoknak. 2. Peningkatan kemampuan pengolahan susu pada tingkat peternak yang berbasis pada Kelompok/Gapoknak. Upaya ini dapat dilakukan melalui penyediaan bantuan teknik dan peralatan pengolahan susu di sentra produksi susu sapi perah. 3. Peningkatan kemampuan peternak/pelaku usaha penanganan, pengolahan dan pemasaran susu dalam mengembangkan usahanya.
16
Upaya yang dapat dilakukan yakni dengan melakukan kegiatan pendampingan usaha bagi peternak/Kelompok/Gapoknak dengan merekrut tenaga yang kompeten baik dari Perguruan tinggi maupun dari lembaga-lembaga lain yang relevan dengan hal tersebut. 4. Peningkatan kemampuan penjualan langsung ke konsumen. Tantangan yang dihadapi dalam hal ini bahwa minum susu belum merupakan budaya masyarakat, sehingga diperlukan suatu rencana aksi dengan membuat suatu kebiasaan minum susu yang kemudian kebiasaan itulah yang akan membetuk budaya minum susu. Upaya ini dapat dilakukan dengan promosi minum susu segar atau susu murni bagi anak sekolah dan kelompok masyarakat gizi buruk. Program aksi pengembangan penanganan dan pengolahan susu sapi perah rakyat tersebut, secara rinci tertuang dalam tabel 4 rencana aksi dan tabel 5 bantuan peralatan secara terbatas di berbagai daerah sentra produksi susu sapi perah. Rencana Aksi Pengembangan Penanganan dan Pengolahan Susu Sapi Perah Rakyat Untuk mewujudkan program aksi tersebut, kegiatan utama yang dilakukan, antara lain ; fasilitasi peralatan penanganan, pengolahan dan pemasaran susu segar, pendampingan pengembangan usaha, Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) serta kegiatn pemasaran susu antara lain dengan program GERIMIS BAGUS (Gerakan Minum Susu Bagi Anak Usia Sekolah). Kegiatan-kegiatan tersebut, dialokasikan diberbagai daerah sentra produksi sesuai dengan potensi yang dimiliki.
17
Tabel 4. Rencana Aksi Pengembangan Industri Sapi Perah KONDISI
No. Sekarang 1
1
2 Kualitas Susu - TPC melebihi 1 juta diatas SNI - Handling dalam pemerahan kurang baik - TS < 12% ideal - Residu kontaminasi dari pestisida - Pemalsuan susu/penambahan bahan lain
Yang Diharapkan 3 Sesuai SNI < 1 juta - Pengetahuan peternak terhadap GMP - TS > 12% - Bebas Residu antibiotik -
Susu murni
Langkah Kegiatan
Indikator Keberhasilan
4
5
Penanganan Susu Segar - Pengadaan cooling unit - Pemerahan yang baik, peralatan yang higienis, perlunya SOP, controling - Sosialisasi GFP & GHP - Peningkatan pengetahuan peternak melalui pendidikan dan pendampingan
-
2
Keinginan mengolah susu segar sangat rendah
-
Apresiasi peternak dan kelompok dalam mengolah susu Pengetahuan peternak terhadap nilai tambah dan GMP
Pengolahan Susu - Penciptaan peluang usaha pengolahan dan pemasaran susu segar (pasteurisasi) dan susu olahan - Fasilitasi sarana pengolahan dan penguatan modal usaha - Sosialisasi GMP
Pemasaran susu sapi perah rakyat langsung ke konsumen (susu segar/pasteurisasi) Peternak bukan hanya sekedar produsen susu segar tapi juga sebagai supplier
Pemasaran - Fasilitasi sarana pemasaran,penguatan modal usaha dan bimbingan informasi pasar - Sosialisasi GDP - Merubah peternak dari produsen menjadi supplier
-
-
3
Suply Chain Managemen (SCM) belum tertata
-
4
PROMOSI - Masih Minim -
5
Aparat Pembina - Tingkat advokasi teknologi penanganan dan pengolahan susu bagi penyuluh peternakan masih rendah
Perlu ditingkatkan baik sistem maupun pendanaan Strategi promosi pemasaran
Pembinaan teknologi agribisnis persusuan (hulu & hilir) sesuai dengan perkembangan, kebutuhan dan permintaan pasar
- Gerakan minum susu segar dikalangan masyarakat kelas bawah
- Magang, dll
-
-
-
Meningkatnya kualitas susu sesuai SNI TS > 12% Tidak ada residu antibiotik Setiap TPS terjangkau pelayanan Lab. Susu Meningkatnya jumlah peternak yang menerapkan GFP & GHP
Meningkatnya jumlah Kelompok peternak/Gapoknak yang melakukan usaha pengolahan Meningkatnya jumlah Kelompok peternak/Gapoknak yang menerapkan GMP
Peternak mengetahui kebutuhan pasar Meningkatnya jumlah peternak yang menerapkan GDP Meningkatnya pemasaran susu sapi perah rakyat yang dipasrkan langsung ke konsumen Meningkatnya konsumsi susu segar
-
Meningkatnya kesadaran masyarakat pentingnya minum susu
-
Pembinaan/penyuluhan tentang agribisnis persusuan (hulu & hilir) berjalan sesuai dengan yang diharapkan
18
BAB V TEKNIS PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU SEGAR 5.1.
Definisi Susu 1. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing (sapi) sehat yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar tanpa mengurangi atau menambah sesuatu komponen atau bahan lain (SK Dirjen Peternakan No. 17 tahun 1983) 2. Susu yang diperdagangkan harus memenuhi syarat HAUS (Halal, Aman, Utuh dan Sehat). Syarat HAUS Susu segar ini diterjemahkan sesuai persyaratan kualitas susu dalam SNI tahun 1998, yang antara lain mensyaratkan kandungan mikroba dalam susu (TPC) sebesar 1 juta/ml. Hasil Survey Dinas Peternakan Prop. Jabar (2001) menunjukan bahwa kandungan mikroba susu di tingkat peternak 65 % diatas 3 juta/ml dan hanya 35 % di tingkat KUD yang kandungannya dibawah 3 juta/ml 3. Mikroba atau jasad renik adalah jasad hidup yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Hal ini disebabkan karena ukuran dari mikroba sangat kecil berkisar antara 0,01 micron sampai 100 micron, sehingga untuk bisa melihatnya diperlukan bantuan alat mikroskop (mikroskop biasa atau mikroskop electron). Atas dasar definisi diatas maka kita mengenal beberapa macam mikroba yaitu , Virus; Bakteri; Ragi/Yeast; Jamur/Kapang dan Protozoa Virus hanya bisa tumbuh didalam cel tubuh jasad yang hidup dan bersifat parasit. Dapat menyebabkan penyakit pada tanaman, binatang maupun pada manusia (misalnya flu, SARS, dll). Virus tidak dapat hidup dalam bahan makanan yang tidak mengandung jasad hidup. Dan mudah dimusnahkan dengan perlakuan panas, sehingga sebagai penyebab kerusakan bahan makanan Virus dianggap tidak berbahaya. Hal yang sama berlaku untuk Protozoa. Dengan demikian dalam proses pengolahan/pengawetan makanan ada 3 (tiga) macam mikroba yang perlu diperhatikan yaitu Bakteri, Yeast dan Jamur, yang semuanya merupakan jasad renik yang dapat hidup dalam makanan dan dapat meyebabkan kerusakan bahan makanan tersebut. 4. Mengingat Susu merupakan bahan makanan berkadar asam rendah (pH sekitar 6,6), maka didalam proses penanganan pasca panen dan pasteurisasi susu peranan bakteri sebagai penyebab kerusakan susu harus
19
mendapat perhatian utama. Mikroba lain seperti Jamur dan Yeast sangat mudah dimusnahkan dengan perlakuan panas pada suhu yang relatif rendah. Oleh karena peranan bakteri sangat signifikan dalam kerusakan bahan makanan (susu) maka perlu ditinjau sedikit lebih dalam mengenai jasad renik yang bernama Bakteri ini. Pada dasarnya dikenal 3 macam type bakteri, yaitu ; Bakteri Pathogen ; Bakteri Pembentuk Spora dan Bakteri Vegetative 1) Bakteri Pathogen adalah jenis-jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau dapat meghasilkan racun (toksin) yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Contoh dari bakteri pathogen a.l : Bakteri TBC; Coli, dll. 2) Bakteri Pembentuk Spora, sangat perlu diperhatikan bila akan memproduksi bahan makanan steril dan berasal dari bahan makanan berkeasaman rendah. Satu bakteri dalam lingkungan yang kritis akan melindungi diri dengan jalan membentuk spora. Dan bila kemudian keadaan lingkungan memungkinkan pertumbuhan lagi maka satu spora tersebut akan berkecambah dan membentuk satu bakteri lagi. 3) Bakteri Vegetative merupakan semua bentuk bakteri yang dalam keadaan hidup, tumbuh dan berkembang. 5. Seperti kita ketahui bakteri berkembang biak Jam jumlah dengan jalan membelah diri, yaitu dari 1 sel bakteri menjadi 2 dan dari 2 menjadi 4 sel, demikian 1 seterusnya. Disini dikenal adanya 12.00 12.20 2 istilah/definisi waktu pertumbuhan, yaitu 12.40 4 jarak waktu yang dipakai untuk melakukan 13.00 8 pembelahan diri. Misalnya dari 1 sel mejadi 2 14.00 84 15.00 512 sel. Waktu pertumbuhan bakteri sangat 4.096 tergantung dari keadaan lingkungan dimana 16.00 32.786 bakteri tersebut berada. Sebagai contoh 17.00 18.00 282.144 bakteri E. Coli waktu pertumbuhannya hanya 19.00 2.097.152 10 – 12 menit pada lingkungan yang optimal. Adapun faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri adalah : 1) Temperatur/Suhu 2) Komposisi bahan makanan 3) Kelembaban 4) Oksigen.
20
Menurut penelitian Hobbs (1968) dalam Jay (1970), dalam kondisi lingkungan yang ideal 1 (satu) bakteri setiap 20 menit akan membelah menjadi 2 (dua) sehingga dalam jangka waktu 7 (tujuh) jam 1 bakteri tersebut sudah akan membiak menjadi 2.097.152, yaitu sesuai gambaran dalam diagram berikut :
21
KETERANGAN: Pada kondisi lingkungan yang baik, satu bakteri akan membelah menjadi dua setiap 20 menit. Dengan demikian satu bakteri akan berkembang menjadi 2.097.152 dalam waktu 7 jam
0
C
100
Semua bakteri akan mati pada suhu ini
62,8 40 37,7
Bakteri tumbuh Bakteri masih Berkembang sangat cepat Dengan baik
Pertumbuhan Bakteri menurun
36,1 15 7,2 0
Bakteri berhenti berkembang tapi tidak mati
23
Manajemen Kesehatan Pemerahan Manajemen kesehatan pemerahan adalah usaha yang harus dilakukan sebelum pemerahan, pada saat pemerahan dan setelah pemerahan dengan tujuan untuk mendapatkan susu yang halal, aman, utuh dan sehat. Juga untuk memelihara kesehatan ambing sehingga produksi susu dapat meningkat secara optimal. Dengan melaksanakan prosedur pemerahan yang benar (Good Milking Practice) baik yang mencakup jarak pemerahan, perlakuan pendahuluan pada ambing, cara pemerahan, pencegahan dan pengujian mastitis, dll, diharapkan hasil pemerahan susu yang optimal. Selain prosedur pemerahan yang benar, juga perlu diperhatikan peralatan untuk menampung susu harus bersih dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 antara lain : 1. Kedap air 2. Terbuat dari bahan yang tidak berkarat (stainless steel; aluminium) 3. Tidak mengelupas bagian-bagiannya 4. Tidak bereaksi dengan susu 5. Tidak merubah bahu, warna dan reaksi susu 6. Mudah dibersihkan dan disucihamakan 5.2.
5.3.
Teknologi Penanganan Pasca Panen Susu
Dikenal beberapa teknologi yang lazim dipakai untuk melakukan pencegahan kerusakan makanan yang disebabkan oleh kegiatan mikroba, yaitu : 1. 2. 3. 4.
Refrigeration (Pendinginan) Deep - Freezing (Pembekuan) Chemical preservation (Pengawetan dengan bahan kimia) Heat Treatment (Perlakuan panas)
52
Refrigeration (Pendinginan) Adalah penyimpanan bahan makanan pada suhu sekitar 00 C sampai 100 C. Seperti telah diuraikan dimuka waktu pertumbuhan bakteri antara lain ditentukan oleh faktor suhu. Pada suhu rendah pada umumnya pertumbuhan bakteri terhambat dan jika ada beberapa jenis bakteri yang masih bisa berkembang pada suhu rendah maka kecepatan pertumbuhannya sangat lambat dan diperlukan waktu cukup lama untuk dapat meyebabkan kerusakan bahan makanan atau dengan kata lain umur keawetan bahan makanan bertambah. Selain itu pada suhu rendah proses reaksi kimia, bio-kimia dan fisika juga akan menjadi lambat. Perlu ditegaskan sekali lagi bahwa pendinginan hanya memperlambat semua proses yanag terjadi dan bukan menghentikan. sehingga didalam proses pendinginan perlu dijaga agar suhu pendinginan harus selalu konstan. Heat Treatment ( Perlakuan Panas) Adalah perlakuan panas yang cukup tinggi pada makanan dan ditujukan untuk mengurangi atau membunuh mikroba yang ada didalam makanan. Dalam hal ini dikenal 2 macam proses, yaitu : 1. Proses Pasteurisasi 2. Proses Sterilisasi Proses Pasteurisasi Proses pasteurisasi terutama ditujukan untuk membunuh semua bakteri pathogen dan juga dengan sendirinya mengurangi jumlah bakteri non-pathogen. Tetapi spora-spora bakteri tetap tahan terhadap perlakuan pasteurisasi. Dikenal beberapa type pasteurisasi yaitu Low Temperature Long Time (LTLT) yaitu proses pasteurisasi pada suhu sekitar 60 – 70 0C selama 30 menit dan type High Temperature Short Time dimana perlakuan panasnya pada suhu 76 - 80 0 C atau lebih selama 15 detik.
53
Perlu diperhatikan disini adalah waktu yang dipakai pasteurisasi adalah waktu yang dihitung sejak suhu ditetapkan (misalnya 650 C) telah tercapai. Proses Sterilisasi Pada dasarnya dikenal 2 macam type sterilisasi, yaitu : 1. Batch Sterilization Produk yang belum steril diisikan kedalam kemasan dan selanjutnya bersama-sama dilakukan proses sterilisasi. Biasanya dipakai suhu sterilisasi 1209 C selama 20 atau 30 menit. 2. Flow Sterilization (UHT) Produk dan kemasan disterilisasikan sendiri-sendiri/terpisah. Biasanya dipakai suhu sterilisasi 1350 C sampai 1500 C selama 2 detik. 5.4. Teknologi Pasteurisasi Susu Dipandang dari segi kesehatan manusia susu segar yang tidak dipasteurisasi • Jenis – Jenis Pasteurisasi: merupakan bahan makanan yang 1. High Temperature Short Time membahayakan bila dikonsumsi (HTST); 0 - 71,7 C selama 15 detik langsung, karena susu merupakan media 2. Low Temperature Long Time yang sempurna untuk pertumbuhan (LTLT/Holder Pasteurization) mikroba yang dapat menginfeksi - 62.8 - 65.6 0C selama 30 menit manusia. Penyakit seperti TBC, typhus, disentri Seperti penjelasan sebelumnya, Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan pada suhu dibawah 1000 C dan dalam jangka waktu tertentu yang dapat mematikan sebagian mikroba yang ada dalam susu. Selain ditujukan untuk membunuh mikroba pembawa penyakit (pathogen) seperti bakteri TB; Coli, dll, proses pasteurisasi yang dilanjutkan dengan pendinginan segera akan menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan suhu pasteurisasi juga akan merusak sistem ensimatis yang dihasilkannya (misalnya enzim phosphatase, lipase, dll), sehingga dapat mengurangi kerusakan zat gizi serta memperbaiki daya simpan susu (keeping quality) dan mempertahankan rupa maupun cita rasa susu segar. Dikenal dua metoda yang lazim digunakan pada proses pasteurisasi susu yaitu LTLT (Low Temperature Long Time) dan HTST (High Temperature Short Time). Metode LTLT pada dasarnya dilakukan dengan pemanasan susu sampai suhu 63 – 65 0C dan dipertahankan pada suhu tersebut selama 30 menit. Alat yang digunakan untuk LTLT berupa tangki terbuka (open vat) dengan pemanas tidak langsung atau lebih dikenal dengan “Batch Pasteuriser”. Sedang metoda HTST dilakukan dengan pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu 76 – 80 0C atau lebih dengan menggunakan
54
alat penukar panas (heat exchanger) dan diikuti dengan proses pendinginan susu dengan cepat agar mikroba yang masih hidup tidak tumbuh kembali.
55
BAB VI PERALATAN PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU SEGAR A. PERALATAN PENANGANAN SUSU SEGAR Seperti telah diuraikan pada Bab Pendahuluan, air susu yang diperah dari ambing sapi yang sehat dan dilaksanakan dengan manajemen kesehatan pemerahan yang benar (Good Milking Practices), akan menghasilkan susu yang memenuhi kaidah halal, aman, utuh dan sehat .Adalah tugas para peternak dan para petugas yang menangani pengumpulan, pengiriman susu segar, cooling center dan transportasi susu segar untuk menjaga agar seminimal mungkin terjadi kontaminasi mikroba dari luar kedalam susu yang pada akhirnya dapat berakibat turunnya kualitas susu atau kerusakan susu (milk deterioration) Pelaksanan penanganan susu yang baik (Good Handling Practices) memerlukan peralatan penanganan yang baik dan benar sesuai tempat tahapan penanganan susu dilakukan. Peralatan Penanganan Susu tersebut antara lain : 6.1. Peralatan di tempat Pemerahan 1. Ember Susu Fungsi : Sebagai wadah penampungan susu yang diperah secara manual Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu
2. Saringan Susu / Strainer Fungsi : Benda-benda asing yang terikut air susu pada waktu pemerahan (rambut, sel ephithel, kotoran lain), perlu disaring agar air susu benar-benar bersih. Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu
3. Milk Can. Fungsi : Sebagai alat untuk menampung dan menyimpan sementara susu hasil pemerahan, untuk segera dikirim ke Koperasi / MCC (Milk Collecting Center) maupun ke Industri Pengolahan Susu yang jarak dan waktu tempuhnya tidak lebih 2 jam dari 23
proses pemerahan. Alat ini berbahan stainless steel/aluminium, berpenutup rapat dan umumnya berkapasitas 5, 10, 20, 30, 40, 50 liter. Spesifikasi
: SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu
4. Mesin Pemerah Susu Fungsi : Sebagai sarana untuk memerah susu secara pneumatis, dimana pemerahan dilakukan dengan membuat tekanan vakum pada penampung dan susu diperah kedalam penampung melalui unit perah . Pemerahan dengan mesin perah akan mengurangi kontak susu dengan tukang perah dan lingkungan kandang, sehingga susu hasil perahan lebih bersih dan higienis. Selain itu juga jumlah sapi dan kapasitas pemerahan jauh lebih tinggi Spesifikasi : Pada dasarnya semua mesin pemerah susu terdiri atas a). Pompa Vakum b). Pulsator c). Milk claw d). Sedotan puting (Teat cup) dan e). Wadah susu (Bucket) Dikenal 3 (tiga) macam model mesin perah susu, yaitu a). Portable Milking Machine Milking type ini semua peralatan mesin perah (Pompa vakum s/d Bucket) ditaruh diatas Troley dan didorong ke sapi yang akan di perah. Jumlah dan Volume bucket bervariasi, ada yang single bucket (25 lt, 30 lt) ada yang double bucket. Demikian pula jumlah teat cup (cluster) ada yang single ada pula yang double
b). Bucket Milking Machine Pompa Vakum terpisah dan dihubungka di titiktitik tertentu dengan bucket melalui pipa vakum sepanjang lorong kandang. Bucket, Pulsator serta teat cup mendatangi tiap sapi yang akan diperah dan menyambung pulsator dengan pipa vakum.
24
c). Flat Barn dan Herringbone Milking Machine Milking machine type ini sekelompok sapi digiring ketempat pemerahan (milking parlour) dengan alunan musik tertentu. Posisi sapi pada waktu diperah secara berbaris miring (herringbone) atau tegak lurus (flat barn). Biasanya susu hasil pemerahan serentak ini langsung dipompakan ke tangki cooling unit. 6.2. Peralatan di tempat Pengumpulan (TPS) 1. Transfer tank Fungsi : Sebagai wadah menampung dan membawa susu segar dari para peternak ke Pusat Pendinginan Susu. Spesifikasi Alat : Material : Satinless steel 304, single wall Top manhole diameter 500 mm Ledder; Saddle t = 4 mm Outlet : 2 ½ : witg Butterfly valve Kapasitas : 500 - 1.000 lt 2. Cooling Unit. Fungsi : Sebagai alat untuk menampung dan menyimpan susu segar dalam kondisi dingin (4-7 oC), tertutup, dan tidak tembus cahaya. Alat ini dilengkapi dengan termostat, display suhu susu di dalam cooling unit, pengaduk, tombol operasi alat. Spesifikasi : Material cooling unit seluruhnya terbuat dari stainless steel sheet type AISI 304. dinding diunsulasi dengan lapisan polyurethane (PU) dan dilengkapi dengan agitator berkecepatan rendah serta thermometer. Dikenal 2 (dua) model/type cooling unit, yaitu :
25
a) Direct Expansion Cooling Unit Cooling unit type ini proses pendinginan dilakukan secara langsung, dimana cairan pendingin (Freon) langsung diuapkan pada dasar tangki melalui celah sempit (cavity plate/panel evaporator). b) Ice Bank Cooling Unit Cooling unit ini terdiri atas dinding rangkap tiga (triple wall), dimana terdapat ice bank didalamnya. Proses pendinginan dilakukan secara tidak langsung, dimana air es dari ice bank disemprotkan pada dinding tangki, sehingga luas permukaan pendinginan lebih luas dan proses pendinginan susu lebih cepat. 6.3. Peralatan di Cooling Center/KUD 1. Unit Pendingin Cepat Susu (Chilling unit) Sebagai tempat penerima susu dari para peternak dalam jumlah besar, biasanya di pusat pendinginan susu (KUD) dilengkapi dengan fasilitas pendinginan cepat susu. Unit pendingin cepat susu pada dasarnya terdirir atas a). Tangki tuang susu (dumping tank) b). Pompa Susu SS c), Plate/Tubular cooler d). Storage tank/Cooling unit e). unit Ice bank dan f). CIP (cleaning in place) tank Fungsi : Tangki tuang berfungsi untuk menerima susu yang datang dari para peternak atau kelompok peternak, baik dalam wadah milk can maupun transfer tank. Susu disaring dengan kain saring halus untuk menyaring benda-benda asing yang terikut kedalam susu. Dengan bantuan pompa sentrifugal susu dialirkan ke unit pendingin (plate atau 26
tubular cooler) yang akan melakukan pertukaran panas dengan air es yang berasal dari ice bank. Susu yang telah dingin disimpan kedalam tangki penyimpan berpendingin (cooling unit). 2. Transport Tank Fungsi : Sebagai sarana pengiriman susu dari Cooling center/KUD ke IPS, diperlukan tangki susu khusus yang mampu menjaga suhu susu tetap dingin selama dalam perjalanan jauh dan memakan waktu 8 – 12 jam. Spesifikasi : Material tangki plat SS 304; double wall Insulasi Polyurethene density 80 ; tebal 60 m Top manhole diameter 500 mm Outlet dia 2 ½ ” dengan Butterfly valve Ledder dan sadle t – 4 mm Kapasitas 5000; 8000; 10000 dan 12000 lt
27
B. PERALATAN-PERALATAN PENGOLAHAN SUSU Semua peralatan pengolahan susu seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan. Permukaan yang kontak langsung dengan susu seharusnya halus, tidak bercelah, tidak mengelupas dan tidak menyerap air. Permukaan yang kontak langsung dengan produk harus dijaga kebersihannya secara rutin sebelum digunakan atau sesuai dengan kebutuhan dengan teknik pembersihan yang sesuai untuk peralatan yang bersangkutan, Peralatan produksi harus diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja dan mudah dibersihkan, Semua peralatan seharusnya diperlihara agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih, Peralatan yang akan diperbaiki harus dibawah keluar setelah prosesing. Bila ada mesin yang harus diperbaiki selama produksi berjalan, tindakan pencegahan yang layak harus diambil untuk mencegah kontaminasi produk susu, perlengkapan dan peralatan harus di desinfeksi segera sebelum penggunaan dan kapanpun bila ada kemungkinan kontaminasi. 7.1.
Produk-Produk Olahan Susu Dikenal berbagai macam dan bentuk susu olahan, yaitu antara lain Susu Pasteurisasi Susu Evaporasi Susu Sterilisasi/UHT Susu Fermentasi Yoghurt Ice Cream Mentega/Butter Keju/Cheese Susu Bubuk/Milk Powder Dari berbagai macam produk olahan susu perlu diingat bahwa apapun macam produk olahan susu, selalu diawali dengan proses pasteurisasi . Oleh karena itu bahasan peralatan proses pengolahan susu akan di fokuskan pada peralatan pasteurisasi susu dan utamanya peralatan pasteurisasi di tingkat peternak (farm pasteurizer); Kelompok peternak dan KUD/UKM. Secara diagramatis proses pengolahan susu digambarkan sebagai berikut :
28
Secara diagramatis proses pengolahan susu digambarkan sbb.:
28
1. Peralatan Pasteurisasi Susu Peralatan pasteurisasi susu yang ada dipasaran sangat beragam baik dalam teknologi, kapasitas maupun harga unitnya. Uraian mengenai peralatan pasteurisasi akan dibahas berdasarkan kelompok pengguna, yang umumnya berskala kecil untuk tingkat peternak maupun UKM/KUD, yaitu sbb: a. Peralatan Pasteurisasi Skala sangat kecil ( s/d 100 lt/hari) Farm pasteurization yang ada umum biasanya dalam bentuk unit lepas, artinya hanya batch pasteuriser dengan kapasitas tangki 20 lt susu, tanpa unit pengisi dan penyimpan susu pasteurisasi (rantai dingin) Spesifikasi Peralatan Pasteurisasi skala peternak secara lengkap terdiri atas : Batch Pasteuriser : kapasitas 20 lt, bahan SS 304, dinding rangkap, lengkap dengan low speed agitator dan thermometer. Media Pemanas : Air panas atau element listrik; Media pendingin : air sumur dan air es Cup Sealer : Manual atau semi automatic cup sealer , kapasitas 300 – 400 cup/jam; 350 - 450 watt Display cooler : Untuk penyimpanan susu pasteurisasi, kapasitas 100 – 200 liter; air tight-glass panel door Peralatan Utilitas : a). Hot water sistem; bahan SS 304; kapasitas 40 – 50 lt; pemanas element listrik atau kompor BBM/BBG lengkap dengan pompa sirkulasi. b). Unit Air Es; bahan SS 304; kapasitas 40 – 50 lt; condensing unit 80 watt, lengkap dengan pompa sirkulasi
Batch Pasteuriser
Cup sealer Display Cooler Batch Pasteuriser (s/d 100 lt/hari)
35
b. Peralatan Pasteurisasi Skala kecil (100 - 500 lt/hari) Unit pasteurisasi susu type ini cocok digunakan untuk kelompok peternak yang pasar produknya sekitar 500 – 3000 cup/hari. Spesifikasi Peralatan Pasteurisasi pada dasarnya tidak berbeda dengan peralatan type I, yaitu terdiri atas : 1) Batch Pasteuriser : kapasitas 250 lt, bahan SS 304, dinding rangkap tiga, insulasi, lengkap dengan low speed agitator dan thermometer. Media Pemanas : Air panas atau element listrik; Media pendingin : air sumur dan air es 2) Automatic Cup Filler & Sealer : Fully automatic cup filler & sealer , kapasitas 1200 – 1500 cup/jam; 1100 watt 3) Display cooler : Untuk penyimpanan susu pasteurisasi, kapasitas 100 – 200 liter; air tight-glass panel door 4) Chest Freezer : Kapasitas 200 – 300 ltr, kapasitas beku 14 kg/24 jam; Inside temperature : - 20 0 C 5) Peralatan Utilitas : a). Hot water sistem; bahan SS 304; kapasitas 500 lt; pemanas element listrik 5000 watt, lengkap dengan pompa sirkulasi. air panas b). Unit Air Es; bahan SS 304; kapasitas 500 lt; condensing unit 1 PK, lengkap dengan pompa sirkulasi air es Batch Pasteuriser (100 – 250 lt/hari)
c. Peralatan Pasteurisasi Skala Menengah (500 - 2000 lt/hari) Unit pasteurisasi susu type ini cocok digunakan untuk UKM/KUD yang pasar produknya sekitar 3000 – 10.000 cup/hari. Spesifikasi Peralatan Pasteurisasi pada dasarnya juga tidak berbeda dengan peralatan type II, yaitu terdiri atas :
36
1) Tubular/Plate Pasteuriser : kapasitas 250 - 500 lt/jam, bahan SS 304, terdiri atas 3 segmen heater , cooler dan chiller. Media Pemanas : Air panas atau element listrik; Media pendingin : air sumur dan air es 2) Automatic Cup Filler & Sealer : Fully automatic cup filler & sealer , kapasitas 1200 – 1500 cup/jam; 1100 watt 3) Display cooler : Untuk penyimpanan susu pasteurisasi, kapasitas 100 – 200 liter; air tight-glass panel door 4) Chest Freezer : Kapasitas 200 – 300 ltr, kapasitas beku 14 kg/24 jam; Inside temperature : - 20 0 C 5) Peralatan Utilitas : a). Hot water sistem; bahan SS 304; kapasitas 1000 lt; pemanas element listrik 5000 watt, lengkap dengan pompa sirkulasi. air panas b). Unit Air Es; bahan SS 304; kapasitas 1000 lt; condensing unit 1 PK, lengkap dengan pompa sirkulasi air es
2. Alat Pengolah Susu Walaupun mesin dan peralatan industri pengolahan susu diluar pokok bahasan buku ini, namun sebagai gambaran umum disampaikan beberapa macam mesin dan peralatan indutri pengolahan susu, sbb.:
Pengolahan Susu Pasteurisasi HTST
Industri Pengolahan Keju/Cheese Industri Pengolahan Mentega/Butter
37
Industri Pengolahan Susu UHT (Plate Sterilizer)
Industri Pengolahan Susu Bubuk (Spry Drier)
38
Tabel 4. Bantuan Peralatan Pengembangan Penanganan dan Pengolahan Susu Sapi Perah Rakyat NO
PROPINSI / KABUPATEN
Jenis Bantuan 2004
1
2
3
Sumatera Utara - Kab. Tanah Karo
Sumatera Barat - Kab. Padang Panjang
Jawa Barat - Kab. Garut
- Kab Kuningan - Kab. Bogor
- Kab. Sukabumi
- Kab. Depok
- Kab. Tasikmalaya
- Kab. Ciamis - Kab. Cianjur
2005
2006
2007
2008
2009
- Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam
- Alat cooling unit - Milk can - Pendampingan
- Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam
- Alat cooling unit - Milk can - Pendampingan
- Alat Pasteurisasi Kapasitas 500 ltr/jam
- Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan
- Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan - Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan
Alat Pemerah susu
- Rumah Susu - Pendampingan
- Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam - Pendampingan - Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam - Pendampingan
Pendampingan
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan
- Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam - Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan - Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam - Pendampingan
39
4
Jawa Tengah - Kab. Semarang
- Alat Pasteurisasi Kapasitas 500 ltr/jam - Pendampingan
- Kab. Boyolali
- Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr - Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam - Pendampingan - PUMK
- Kab. Tegal
- Kab. Banyumas
5
Jawa Timur - Kab. Blitar
- Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam
- Kab. Trenggalek
6
DIY - Kab. Kulonprogo - Kab. Sleman
7
Sulawesi Selatan - Kab. Sinjai
- Kab. Enrekang
9
Nusa Tenggara Barat
- Pendampingan - Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr - Pendampingan - Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan - Kendaraan Susu - Milk can
- Pendampingan
- Pendampingan
- Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr - Pendampingan - Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan - Kendaraan Susu - Pendampingan - Milk can
Alat pembuat Tablet susu
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan - Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan
Alat pembuat Tablet susu
Bali - Kab. Bangli
8
- Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan - Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan
- Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam - Pendampingan
- Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr - Pendampingan
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan
- Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam - Pendampingan
- Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr - Pendampingan - Alat cooling unit Kapasitas 500 ltr - Pendampingan
- Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan - Kendaraan Susu - Milk can - Pendampingan
Alat Pateurisasi
Pendampingan
- Alat Pasteurisasi Kapasitas 250 ltr/jam
40
C. STANDAR PAKET PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU
Untuk menyamakan persepsi dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis persusuan, maka perlu adanya standar paket operasional (peralatan yang dibutuhkan dan bangunan yang perlu disediakan) berdasarkan sistem dan usaha sapi perah sesuai dengan jumlah kepemilikan ternak sapi perahnya atau jumlah jumlah produksi susu perharinya, yakni Paket A, Paket B, Paket C. Standar paket disusun berdasarkan jumlah ternak atau eqivalent dengan produksi susunya, yaitu untuk paket A jumlah ternaknya berkisar antara 100 s/d 300 ekor atau eqivalent dengan produksi susu 500 s/d 2.000 ltr/hari, paket B jumlah ternaknya berkisar antara 50 s/d 100 ekor atau eqivalent dengan produksi susu 200 s/d 1.000 ltr/hari, paket C jumlah ternaknya berkisar antara 20 s/d 50 ekor atau eqivalent dengan produksi susu 100 s/d 250 ltr/hari. Secara garis besar kebutuhan peralatan diasumsikan sebagai berikut : - untuk setiap 1 s/d 5 ekor membutuhkan 1 bh ember susu, 1 bh saringan, 1 bh milk can. - Untuk setiap 1 s/d 10 ekor membutuhkan 1 bh portable milking machine - Untuk setiap 10 s/d 20 ekor membutuhkan 1 bh bucket milking machine - Untuk setiap 50 s/d 300 ekor membutuhkan 1 bh transfer tank, 1 bh cooling unit kap 2.500 ltr, 1 set peralatan laboratorium Adapun rincian standar paket penanganan dan pengolahan susu dapat dilihat pada tabel berikut :
52
Produksi Susu 500 – 2000 lt/hr (100–300 ekor sapi perah) No
Uraian Kegiatan/Kebutuhan alsin
1.
PERALATAN PASCA PANEN A. PERALATAN - Ember susu (milk pail) - Saringan susu (strainer) - Milk can (20 atau 40 ltr) B. MESIN PERAH - Portable milking machine - Bucket milking machine - Farm cooling unit (1000 ltr) ALSIN PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU A. COOLING CENTER - Transfer tank - Cooling unit (2500 ltr) - Peralatan laboratorium - Fasilitasi pencucian & sanitasi (CIP) B. PENGOLAHAN SUSU PASTEURISASI - Alsin pengolahan susu pasteurisasi - Alsin pengolahan keju, mentega, ice cream (1000 ltr/hr) - Peralatan laboratorium - Fasilitasi pencucian & sanitasi (CIP) SARANA DISTRIBUSI / PEMASARAN - Transport tank ke IPS ( 3000 ltr) - Cold room - Show case - Motor + cool box BANGUNAN PENANGANAN & PENGOLAHAN SUSU A. BANGUNAN COOLING CENTER - Daya listrik B. BANGUNAN PENGOLAHAN - Daya listrik MODAL KERJA & PENDAMPINGAN (2,5 s/d 5%)
2.
3.
4.
5.
Jumlah
Nilai (Rp)
TOTAL
661.000.00,-
60 buah 60 buah 60 buah
36.000.000,9.000.000,96.000.000,-
15 unit 5 buah 2 TOTAL
390.000.000,130.000.000,1.410.000.000.-
1 unit 1 set 1 set
150.000.000,260.000.000,40.000.000,35.000.000,-
Type A
300.000.000,550.000.000,-
1 set TOTAL 1 set 12 m3 16 unit 12 set TOTAL
40.000.000,35.000.000,572.000.000,220.000.000,100.000.000,72.000.000,180.000.000,773.000.000,-
160 m2 10 KVA 90 m2 15 KVA TOTAL
320.000.000,53.000.000,320.000.000,80.000.000,85.000.000,-
TOTAL SEMUA
3.501.000.000,-
Catatan : Nilai yang tercantum adalah harga indikasi
53
Produksi Susu 200 – 1000 lt/hr (50–100 ekor sapi perah) No
Uraian Kegiatan/Kebutuhan alsin
1.
PERALATAN PASCA PANEN A. PERALATAN - Ember susu (milk pail) - Saringan susu (strainer) - Milk can (20 atau 40 ltr) B. MESIN PERAH - Portable milking machine - Bucket milking machine - Farm cooling unit (1000 ltr) ALSIN PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU A. COOLING CENTER - Transfer tank - Cooling unit (2500 ltr) - Peralatan laboratorium - Fasilitasi pencucian & sanitasi (CIP) B. PENGOLAHAN SUSU PASTEURISASI - Alsin pengolahan susu pasteurisasi - Alsin pengolahan keju, mentega, ice cream (1000 ltr/hr) - Peralatan laboratorium - Fasilitasi pencucian & sanitasi (CIP) SARANA DISTRIBUSI / PEMASARAN - Transport tank ke IPS ( 3000 ltr) - Cold room - Show case - Motor + cool box BANGUNAN PENANGANAN & PENGOLAHAN SUSU A. BANGUNAN COOLING CENTER - Daya listrik B. BANGUNAN PENGOLAHAN - Daya listrik MODAL KERJA & PENDAMPINGAN (2,5 s/d 5%)
2.
3.
4.
5.
Jumlah
Nilai (Rp)
TOTAL
307.000.000,-
20 buah 20 buah 20 buah
12.000.000,3.000.000,32.000.000,-
5 unit 1 b.milker 1 TOTAL
130.000.000,130.000.000,705.000.000,-
1 unit 1 unit 1 set 1 set
150.000.000,130.000.000,40.000.000,35.000.000,-
1 Type B -
275.000.000,-
1 set 1 set TOTAL 1 set 8 unit 4 set TOTAL
40.000.000,35.000.000,246.000.000,150.000.000,36.000.000,60.000.000,399.000.000,-
80 m2 3 KVA 40 m2 10 KVA TOTAL
160.000.000,26.000.000,160.000.000,53.000.000,82.000.000,-
TOTAL SEMUA
1.379.000.000,-
Catatan : Nilai yang tercantum adalah harga indikasi
54
No
Produksi Susu 100 – 250 lt/hr (20–50 ekor sapi perah)
Uraian Kegiatan/Kebutuhan alsin
Jumlah 1.
2.
3.
4.
5.
PERALATAN PASCA PANEN A. PERALATAN - Ember susu (milk pail) - Saringan susu (strainer) - Milk can (20 atau 40 ltr) B. MESIN PERAH - Portable milking machine - Bucket milking machine - Farm cooling unit (1000 ltr) ALSIN PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU A. COOLING CENTER - Transfer tank - Cooling unit (2500 ltr) - Peralatan laboratorium - Fasilitasi pencucian & sanitasi (CIP) B. PENGOLAHAN SUSU PASTEURISASI - Alsin pengolahan susu pasteurisasi - Alsin pengolahan keju, mentega, ice cream (1000 ltr/hr) - Peralatan laboratorium - Fasilitasi pencucian & sanitasi (CIP) SARANA DISTRIBUSI / PEMASARAN - Transport tank ke IPS ( 3000 ltr) - Cold room - Show case - Motor + cool box BANGUNAN PENANGANAN & PENGOLAHAN SUSU A. BANGUNAN COOLING CENTER - Daya listrik B. BANGUNAN PENGOLAHAN - Daya listrik MODAL KERJA & PENDAMPINGAN (2,5 s/d 5%) TOTAL SEMUA
Nilai (Rp)
TOTAL
41.700.000,-
6 buah 6 buah 6 buah
3.600.000,900.000,11.200.000,-
1 unit TOTAL
26.000.000,120.000.000,-
-
40.000.000,-
1 Type C 1 unit TOTAL 2 unit 2 unit TOTAL
80.000.000,39.000.000,9.000.000,30.000.000,-
3000 watt TOTAL
10.000.000,210.700.000,-
Catatan : Nilai yang tercantum adalah harga indikasi
55
56
BAB VII CARA PENGOLAHAN YANG BAIK
Konsekuensi Tidak Ada
GMP Ancaman/ Bahaya
*Kesehatan konsumen *Kualitas Produk *Masa simpan *Recall *Manajemen *Kredibilitas *Reputasi *Pasar *Finansial
Cara Pengolahan Yang Baik/GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi industri pangan tentang bagaimana cara memproduksi makanan dan minuman yang baik. GMP merupakan prasyarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points)
GMP sudah menjadi pedoman yang dikenal baik oleh sebagian besar industri – industri pangan di Indonesia, melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomor 23/Men.Kes/SK 1978. serta Peraturan Menteri Pertanian nomor : 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. (terlampir) GMP telah dijadikan pedoman penuntun bagi produsen makanan dan minuman dengan tujuan untuk meningkatkan mutu hasil produksinya dan dengan demikian masyarakat dapat dilindungi keselamatan dan kesehatannya terhadap produksi dan peredaran makanan yang telah memenuhi syarat. Dalam memenuhi keamanan konsumen secara lebih mantap dan rinci, industri pangan di dunia disarankan untuk menerapkan sistem HACCP. Dengan demikian produk yang dihasilkan akan dapat lebih menjamin keamanannya bagi konsumen. Industri pangan yang telah mendapat Sertifikat sistem HACCP, dapat dipastikan telah menerapkan GMP diperlukan SSOP atau Standar Sanitasi Operating Procedure. Secara garis besar mengenai pelaksanaan GMP dapat disampaikan sebagai berikut :
41
8.1.
Ruang Lingkup
1. Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) ini menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai produksi pangan mulai bahan baku sampai produk akhir. 2. Pedoman CPPB-IRT sesuai Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1639 tanggal 30 April 2003 3. Pedoman CPPB-IRT ini berlaku bagi semua IRT yang berada di wilayah Republik Indonesia 8.2.
Pengertian
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai pangan bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. 2. Aman untuk dikonsumsi adalah pangan tersebut tidak mengandung bahanbahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia misalnya bahan yang dapat menimbulkan penyakit atau keracunan. 3. Layak untuk dikonsumsi adalah pangan tersebut keadaannya normal tidak menyimpang seperti busuk, kotor, menjijikkan dan penyimpangan lainnya. 4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan fisik yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. 5. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan. 6. Cara Produksi Pangan yang Baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi. 7. Higiene pangan adalah kondisi dan perlakukan yang diperlukan untuk menjamin keamanan pangan di semua tahap rantai pangan. 8. Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertambah dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam pangan,peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia. 9. Industri Rumah Tangga (disingkat IRT) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.
42
8.3.
Tujuan Penerapan CPPB-IRT
1. Tujuan umum adalah menghasilkan pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen domestik maupun internasional. 2. Tujuan khusus adalah : a. Memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik; b. Mengarahkan IRT agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan dan asilitas, peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses dan pengawasan. 8.4.
Lingkungan Produksi
Industri pengolahan harus berada di tempat yang : - Bebas pencemaran, semak belukar dan genangan air - Bebas dari sarang hama, khususnya serangga dan binatang pengerat - Tidak berada di daerah sekitar tempat pembuangan sampah baik sampah padat maupun sampah cair atau daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor lainnya. Unit pengolahan susu tidak berada di daerah pemukiman penduduk yang kumuh. Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara : - Sampah harus dibuang dan tidak menumpuk - Tempat dampah harus selalu tertutup - Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik Untuk menetapkan lokasi unit pengolahan susu perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya
43
8.5.
Bangunan dan Fasilitas Unit Pengolahan Susu
1. Persyaratan Umum Bangunan Didalam industri pengolahan susu, maka spesifikasi bangunan/ ruangan proses dan lingkungan sama pentingnya dengan spesifikasi peralatan proses. Dalam kaitan ini disampaikan persyaratan umum (minimal) untuk bangunan pengolahan susu pasteurisasi mini, dengan maksud untuk menjadikan panduan dalam membuat bangunan proses
Lingkungan disekitar lokasi pabrik
A.
Ruang Proses Harus ada drainase utama di ruang proses Lantai dari keramik miring 3 0 kearah drainase Dinding keramik setinggi 1,2 m Pintu utama 2 daun dari Aluminium + kaca Plafond tinggi 2,8 m dari asbes Lengkapi kran-kran air dan stop kontak Lampu penerangan TL Kawat nyamuk pada dinding ventilasi Pertemuan dinding dan lantai melengkung
B.
Ruang Filling/Pengisian Susu Saluran pipa drainase dia 3 “ beri tutup Lantai dari keramik miring 3 0 kearah drainase Dinding keramik setinggi 1,2 m Sebagian dinding separo bata + kaca Pintu 90 cm dari Al + kaca Lengkapi foot bath depan pintu masuk Lengkapi kran air + stop kontak Plafon dari asbes Selain lampu TL lengkapi lampu UV Kalau perlu lengkapi AC Kalau perlu lengkapi lobang pengeluaran produk
44
C.
Ruang Utilitas Ruang terpisah/di luar ruang proses Lantai dari beton/adukan Lengkapi kran air dan stop kontak Kalau perlu lengkapi Gen-set
Luas bangunan tergantung pada kapasitas produksi susu pasteurisasi yang akan dihasilkan tiap harinya. Yaitu minimal dibutuhkan luas bangunan 60 75 m2 tiap produksi 1000 liter susu pasteurisasi. Sedang kebutuhan air yang diperlukan adalah sekitar 7 - 10 liter air setiap produksi 1 liter susu pasteurisasi (dikutip dari buku ”Milk Pasteurization” Hall, Carl, Trout M, 1968)
45
P
M
K
N
4
O
L KETERANGAN : • Receptionis • Ruang manager • Ruang laboratorium • Ruang administrasi • Pantry • Ruang proses • Ruang filling • Ruang cold room • Gudang bahan baku • Ruang penerimaan susu • Kantin • Ruang ganti pakaian • Locker • Ruang utilitas • Workshop/bengkel • Gudang suku cadang
1
1
4
B
C
G F
A I 4
D J
H
E
1 3
6
6
2
4
1 50
20 10
2 2 1,5
4,5
1,5 1,5 9 3 3
1 2
4
3
7
5
6
Contoh Denah Bangunan Pengolahan Susu Pasteurisasi 51
2. Ruang Produksi
Ruang produksi harus selalu dalam keadaan bersih dan rapi a. Disain dan Tata Letak Ruang produksi seharusnya cukup luas dan mudah dibersihkan b. Lantai 1) Lantai seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat mudah dibersihkan dan dibuat miring untuk memudahkan pengaliran air. 2) Lantai harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir dan kotoran lainnya. c. Dinding 1) Dinding seharusnya dibuat dari bahan kedap air minimal 2 meter, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah megelupas, kuat dan mudah dibersihkan. 2) Dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya. d. Langit- langit 1) Konstruksi langit-langit seharusnya didisain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama, memperkecil terjadinya kondensasi, serta terbuat dari bahan tahan lama dan mudah dibersihkan. 2) Langit-langit harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang labahlabah dan kotoran lainnya. e. Pintu Jendela dan Lubang Angin 1) Pintu dan jendela seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah, rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan. 2) Pintu, jendela dan lubang angin seharusnya dilengkapi dengan kawat kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembesihan dan perawatan. 3) Pintu seharusnya didisain membuka ke luar/ ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan 4) Pintu seharusnya didisain untuk dapat menutup sendiri, dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup.
52
5) Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang produksi 6) Lubang angin harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan tidak dipenuhi sarang labah-labah. Bangunan dan fasilitas unit pengolahan dapat menjamin bahwa pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik,biologis dan kimia serta mudah dibersihkan dan disanitasi.
f. Kelengkapan ruang produksi 1) Ruang produksi seharusnya cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti. 2) Di ruang produksi ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya. 3) Di ruang produksi harus tersedia perlengkapan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK) g. Tempat Penyimpanan 1) Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan tambahan pangan (BTP) seharusnya terpisah dengan produk akhir. 2) Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahanbahan bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas dan oli. 3) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung atau mikroba dan ada sirkulasi udara. 3. Peralatan Produksi a. Peralatan produksi seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan b. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan seharusnya halus, tidak bercelah, tidak mengelupas dan tidak menyerap air. c. Permukaan yang kontak langsung dengan produk harus dijaga kebersihannya secara rutin sebelum digunakan atau sesuai dengan kebutuhan dengan teknik pembersihan yang sesuai untuk peralatan yang bersangkutan d. Peralatan produksi harus diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja dan mudah dibersihkan e. Semua peralatan seharusnya diperlihara agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih.
53
f. Peralatan yang akan diperbaiki harus dibawah keluar setelah prosesing. Bila ada mesin yang harus diperbaiki selama produksi berjalan, tindakan pencegahan yang layak harus dimbil untuk mencegah kontaminasi produk susu. g. perlengkapan dan peralatan harus di desinfeksi segera sebelum penggunaan dan kapanpun bila ada kemungkinan kontaminasi. 4. Pembersihan dan desinfeksi peralatan a. Peralatan yang digunakan untuk menangani produk susu cair seharusnya dibersihkan dan didesinfeksi segera setiap periode penggunaan atau sekurang-kurangnya sehari sekali. b. Peralatan yang digunakan untuk menangani produk kaya lemak seperti mentega dan keju seharusnya dibersihkan sesuai persyaratan, tetapi tidak kurang dari sekali seminggu. c. Tahapan dasar pembersihan bangunan dan peralatan adalah : Bilas dengan air untuk mengangkat sisa minyak dengan air dingin atau hangat-hangat kuku (40-50oC), tetapi air panas diatas 85oC digunakan untuk peralatan penyangga Selanjutnya cuci dengan deterjen hingga seluruh permukaan peralatan bersih. Hal ini harus dilakukan sesuai dengan metode pembersihan yang tepat tergantung pada jenis peralatan yang dicuci. Bilas dengan air dingin berstandar air minum hingga permukaan bersih dari deterjen d. Desinfeksi Desinfeksi peralatan pemerahan harus dilakukan dengan beberapa aturan sebagai berikut : a) Penguapan – Penguapan harus dilakukan 10-15 menit setelah suhu penguapan diatas 85oC. b) Air panas – Air panas dengan suhu 80oC (gunakan air dengan kesadahan rendah untuk menghindari deposisi garam-garam) digunakan tidak kurang dari 20 menit, dan pada pembersihan dengan metode sirkulasi digunakan air panas dengan suhu 85oc selama 15 menit. c) Deterjen/desinfeksi – digunakan sebagai bagian dari proses pembersihan pada suhu antara 45-60oC atau sesuai dengan aturan pembersihannya untuk saluran-saluran susu, tangki penyimpanan dan tangki-tangki lainnya. e. Suplai Air Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan
54
pangan seharusnya didisain.dikonstruksi dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum. Persyaratannya sebagai berikut : a) Air yang digunakan harus air bersih dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi b) Sumber dan pipa air untuk keperluan selain pengolahan pangan seharusnya terpisah dan diberi warna yang berbeda. c) Air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus memenuhi persyaratan air bersih. 8.6.
Fasilitasi dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi
Sanitasi Ruangan/Lingkungan tidak ada gunanya apabila semua peralatan dalam kondisi bersih tetapi ruangan dan lingkungan (termasuk petugas/karyawan produksi) dalam kondisi kurang bersih. Secara garis besar kondisi sanitasi ruangan dan lingkungan yang diinginkan antara lain : 1. Peralatan Proses Permukaan peralatan harus selalu dalam keadaan bersih baik bagian luar ataupun bagian dalam yang akan bersinggungan/kontak dengan susu, yang dicirikan dengan : a. Tidak ada bau dari produk yang membusuk b. Permukaan halus dan bersih c. Permukaan tidak belang-belang karena lidah air 2. Lingkungan yang bersih a. Tembok, lantai dan got harus selalu bersih dan tidak berbau b. Ruang Filling harus disediakan larutan Chlorine di pintu masuk dimana sepatu/boot karyawan harus nyebur (foot-bath) c. Bila kosong lampu Ultra-violet (UV) di ruang filling harus dinyalakan terutama malam hari. d. Harus dijaga tidak ada genangan air baik di dalam maupun diluar ruang proses, termasuk saluran pembuangan limbah. e. Ruang penyimpanan produk (storage area) harus selalu bersih
55
3. Alat cuci/pembersih a. Alat cuci /pembersih seperti sikat, pel, deterjen, dan bahan sanitasi harus tersedia dan terawat dengan baik. b. Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu. 4. Kebersihan karyawan/Personil yang tinggi Semua karyawan yang ikut menangani produk dari tahap awal produksi sampai akhir harus selalu rapih dan bersih 5. Kegiatan higiene dan sanitasi a. Pembersihan dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat atau secara kimia seperti dengan deterjen atau gabungan keduanya. b. Jika diperlukan, penyucihamaan dapat dilakukan dengan menggunakan kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan. c. Kegiatan pembersihan, pencucian, dan penyucihamaan peralatan harus dilakukan secara rutin. d. Harus ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pembersihan, pencucian dan penyucihamaan. Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan
8.7.
Pengendalian Hama
Hama (tikus, serangga, dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan 1. Mencegah masuknya hama a. Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam keadaan tertutup. b. Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam tidak boleh berkeliaran di pekarangan IRT apalagi di ruang produksi.
56
c. Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama d. IRT seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan timbulnya sarang hama. 2. Pemberantasan hama a. Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan pangan. b. Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus. c. Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan. 8.8.
Kesehatan dan Higiene Karyawan
1. Kesehatan karyawan Karyawan yang bekerja di ruang produksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran a. Dalam keadaan sehat. Karyawan yang sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan bekerja di pengolahan pangan. b. Karyawan yang menunjukkan gejala atau sakit misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan mengolah pangan. c. Karyawan harus diperiksa dan diawasi kesehatannya secara berkala.
57
2. Kebersihan karyawan a. Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya. b. Karyawan seharusnya mengenakan pakaian kerja/celemek lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan dan sepatu kerja. Pakaian dan perlengkapannya hanya dipakai untuk bekerja. c. Karyawan harus menutup luka dan perban. d. Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah atau bahan/alat yang kotor dan sesudah ke luar dari toilet/jamban; 3. Kebiasaan karyawan Karyawan tidak boleh bekerja sambil mengunyah, makan dan minum, merokok, tidak boleh meludah, tidak boleh bersin atau batuk ke arah pangan, tidak boleh mengenakan perhiasan seperti giwang, cincin, gelang, kalung, arloji dan peniti. 4. Fasilitas higiene karyawan a. Baju kerja diganti dengan yang bersih setiap hari b. Rambut pendek, badan bersih dan sehat c. Selalu memakai perlengkapan kerja yang sesuai (sepatu boot karet, topi pet, dll) d. mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya kebersihan termasuk 5. Memelihara kebersihan tempat kerja a. Fasilitas higiene karyawan seperti tempat cuci tangan dan toilet/jamban harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan selalu dalam keadaan bersih. b. Pintu toilet/jamban harus selalu dalam keadaan tertutup. 8.9.
Pengendalian Proses
1. Penetapan spesifikasi bahan baku a. Harus menentukan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan baku dan bahan penolong untuk memproduksi pangan yang akan dihasilkan. b. Tidak menerima bahan pangan yang rusak Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi unit pengolahan susu dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) Penetapan spesifikasi bahan baku; (2) Penetapan komposisi dan formulasi bahan;
58
(3) Penetapan cara produksi yang baku; (4) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan (5) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa. c. Menggunakan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan sesuai batas maksimum penggunaannya. d. Susu dan bahan baku harus memenuhi standar pengujian rutin dan bebas bakteri patogen untuk memastikan manfaatnya. 2. Penetapan komposisi dan formulasi bahan a. Harus menentukan komposisi bahan yang digunakan dan komposisi formula untuk memproduksi jenis pangan yang akan dihasilkan. b. Harus mencatat dan menggunakan komposisi yang telah ditentukan secara baku setiap saat secara konsisten. 3. Penetapan cara produksi yang baku a. Harus menentukan proses produksi pangan yang baku b. Harus membuat bagan alirnya atau urut-urutan prosesnya secara jelas. 4. Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan a. Harus menentukan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan yang digunakan. b. Harus menggunakan bahan kemasan yang sesuai untuk pangan c. Harus mencatat dan menggunakan informasi ini untuk pemantauan 5. Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa. a. Harus menentukan karakteristik produk pangan yang dihasilkan. b. Harus menentukan tanggal kadaluarsa c. Harus mencatat tanggal produksi. 8.10. Label Pangan 1. Label pangan yang dihasilkan IRT harus memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. 2. Keterangan pada label sekurang-kurangnya : - nama produk - daftar bahan yang dihasilkan - berat bersih atau isi bersih - nama dan alamat pihak yang memproduksi - tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa - nomor Sertifikasi Produksi (P-IRT)
59
3. Kode produksi harus dicantumkan pada setiap label pangan. Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih,menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi pangan. Kode produksi pangan diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan. 8.11. Penyimpanan 1. Penyimpanan bahan dan produk a. Penyimpanan bahan dan produk pangan dilakukan di tempat yang bersih. b. Bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), bahan penolong dan produk akhir masing-masing harus disimpan terpisah. c. Penyimpanan bahan baku dan produk pangan harus sesuai dengan suhu penyimpanannya d. Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat kering, misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk e. Bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), bahan penolong dan produk akhir diberi tanda untuk membedakan yang memenuhi syarat dengan yang tidakmemenuhi syarat. f. Bahan yang lebih dahulu masuk harus digunakan terlebih dahulu g. Produk akhir harus disimpan dalam keadaan bersih pada suhu dan kelembaban yang sesuai dan pemeraman yang diijinkan (misal pada keju atau yoghurt) untuk mencegah kerusakan produk. h. Produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan / diedarkan terlebih dahulu. 2. Penyimpanan bahan berbahaya Bahan berbahaya seperti pemberantas serangga, tikus, kecoa, bakteri dan bahan berbahaya lainnya harus disimpan dalam ruangan terpisah dan harus selalu diawasi penggunaannya. 3. Penyimpanan label dan kemasan a. Kemasan dan label harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari pencemaran. b. Label harus disimpan secara rapih dan teratur supaya tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya.
60
4. Penyimpanan peralatan Peralatan yang telah dibersihkan dan disanitasi harus disimpan di tempat bersih. Sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya. Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan produk pangan yang diolah 5. Transportasi yang higienis Produk harus diangkut dalam kendaraan yang bersih dan menggunakan alat pendingin, pada kondisi yang sesuai dan tidak diletakkan bersama-sama dengan benda-benda lain. 6. Penanggung Jawab a. Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya. b. Kegiatan pengawasan hendaknya dilakukan secara rutin. 8.12. Struktur Kelembagaan Pengolahan Susu Pembagian tugas dalam kegiatan pengolahan susu haruslah jelas, tujuannya adalah agar ada penanggung jawab pada setiap proses kegiatan, dan penanggung jawab tersebut minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya. Kegiatan pengawasan hendaknya dilakukan secara rutin. 1. Manager : Memantau kegiatan produksi dan pemasaran secara umum; Merancang rencana kerja mingguan sesuai dengan data pemesanan produk dari marketing dan perhitungan pemasaran; Merancang dan melakukan pemesanan bahan-bahan dan peralatan untuk produksi maupun sanitasi sesuai dengan laporan dari supervisor produksi dan kebutuhan produksi berikutnya; Merancang kebutuhan bahan baku produksi untuk proses produksi berikutnya sesuai dengan perkiraan perhitungan pemasaran; Memastikan ketersediaan produk untuk pemasaran. 2. Supervisor Produksi: Memantau seluruh kegiatan produksi dan membuat laporan harian kepada manager; Memonitor seluruh proses produksi apakah telah sesuai dengan standar yang berlaku;
61
Memonitor kondisi sanitasi setiap ruangan yang berkaitan dengan produksi setiap kali proses produksi akan dimulai apakah sudah sesuai dengan standar yang berlaku; Memonitor kondisi peralatan : o Sudah tersanitasi dengan baik dan benar; o Dalam keadaan baik dan dapat berfungsi dengan benar; o Sudah tersetting pada suhu yang benar; Memonitor ketersediaan bahan baku dan peralatan yang dibutuhkan untuk produksi dan melaporkannya kepada manager; Memonitor kualitas bahan baku; Memonitor kualitas produk akhir. 3. Marketing : Mencatat data pemesanan produk dari costumer; o Hari/tanggal/jam pemesanan; o Nama pemesan dan nama perusahaan pemesan produk; o Alamat dan nomor telepon pemesan; o Alamat nomor telepon tujuan pengantaran produk; o Jumlah produk yang dipesan; o Sistem pembayaran; o Sistem pengambilan produk (diambil sendiri atau diantarkan). Mencari pasar baru untuk penjualan produk. 4. Laboran Menguji kualitas bahan baku; Menguji kualitas produk akhir; Standarisasi sanitasi.
8.13. Penarikan Produk 1. Pemilik IRT harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga menimbulkan penyakit atau keracunan pangan 2. Pemilik IRT harus menghentikan produksinya sampai masalah terkait diatasi. 3. Pemilik IRT harus melaporkan penarikan produknya ke Pemerintah Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat 4. Pangan yang terbukti berbahaya bagi konsumen harus dimusnahkan.
62
8.14. Pencatatan dan Dokumentasi 1.
Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan : a. Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan sekurang-kurangnya bahan penolong. Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman. Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan. Pencatatan dan dokumentasiyang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi b. Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal produksi, kode produksi dan jumlah produksi.
2.
Catatan dan dokumen harus disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang dihasilkan.
8.15. Pelatihan Karyawan Pimpinan dan karyawan unit pengolahan susu harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses pengolahan pangan yangditanganinya agar dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman. 1. Pemilik/penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang Good Manufacturing Practice 2. Pemilik/penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan yang lain.
63
BAB VIII CARA TRANPORTASI SUSU YANG BAIK Dalam pengangkutan jarak jauh, perlu peralatan pendingin untuk menjaga kesegaran, karena air susu segar kesegarannya hanya mampu bertahan + 3 jam sejak diperah dari induk. Produk harus diangkut dalam kendaraan yang bersih dan menggunakan alat pendingin, pada kondisi yang sesuai dan tidak diletakkan bersama-sama dengan benda-benda lain. 9.1. Transport Susu Mentah Susu yang telah didinginkan di peternakan atau sentra pendinginan dapat di kirim di dalam can susu atau tangki besar. Tangki pengiriman sudah di isolasi, sehingga susu akan tetap dingin hingga tempat pengolahannya (bila ketersediaan transportasi cepat, misal jarak yang pendek atau fasilitas jalan yang bagus menyebabkan susu dapat dikirim sebelum suhu susu meningkat menjadi 10oC 9.2. Transportasi susu dalam can Sebagai alternatif, susu dapat diisi ke dalam can dan dikirim dalam cannya. Keuntungannya, susu dari peternak dengan kualitas rendah tidak akan tercampur dengan susu dari peternak yang memiliki kualitas bagus. Bila can tidak diisolasi, transport menuju industri pengolahan haruslah efisien sehingga memungkinkan susu dapat mencapai pabrik dalam kondisi yang bisa diterima. Dalam kasus peternak mengirimkan susunya dengan sistem kolektif, dianjurkan agar can susu ditempatkan di area yang teduh sembari menunggu kendaraan yang akan mengangkutnya. Susu dengan kualitas rendah akan ditolak di tempat pengolahan sehingga peternak akan kehilangan uangnya. Pengirim susu juga akan kehilangan uangnya jika kesalahan ada dipihaknya. Untuk mencegah hal buruk ini terjadi, penanganan susu yang higiene sangat penting pada setiap tahap; saat di peternakan, tempat pendinginan dan selama transportasi. 9.3. Standar truk tangki susu : 1. sampel dan peralatan sampling : (jika tersedia) kontainer sampel harus tersimpan untuk menghindari kontaminasi box sampel harus dalam kondisi baik dan terjaga kebersihannya
64
alat pemindah sampel harus dalam keadaan bersih dan tersanitasi untuk memastikan sampel yang tepat dikumpulkan kontainer peralatan pemindah sampel tersedia dan cukup untuk memelihara kondisi tersanitasi sampel harus dijaga pada temperatur yang sesuai (32 oF – 40 oF) dan suhu sample kontrol tersedia termometer yang sesuai standar tersedia untuk pengambil sampel. Keakuratan termometer di periksa setiap 6 bulan dan hasilnya tercatat pada wadah penyimpannya. 2. Suhu produk 4,4oC (45oF) atau kurang : Produk yang tersisa di dalam sistem transfer eksternal yang dengan suhu melebihi 4,4oC (45oF) di buang. Hal ini termasuk pompa, selang karet, peralatan pengurang udara atau sistem pengukuran 3. Konstruksi peralatan, pembersihan, sanitising dan perbaikan Konstruksi dan persyaratan perbaikan : o Truk pengangkut susu dan semua peralatannya harus memenuhi syarat standar sanitasi dan mentaati rancangan sanitasi dan persyaratan konstruksi yang sesuai standar o Truk pengangkut susu harus memiliki interior yang halus, tidak larut, anti karat, tidak terbuat dari bahan yang beracun/toksik, dan harus dijaga selalu dalam kondisi yang baik. o Perlengkapan truk pengangkut susu termasuk karet, pompa dan perkakasnya, harus terbuat dari material yang halus, tidak beracun/toksik dan mudah dibersihkan. fleksibilitas dibutuhkan pada sistem transfer larutan harus dikuras bebas didukung dengan kemiringan dan kesejajaran sehingga mendukung untuk pemeliharaan. Peralatan tersebut haruslah mudah dibongkar pasang untuk pemeriksaan o Terdapat bagian penyimpanan yang dapat digunakan untuk menyimpan perlengkapan dan peralatan sampling yang aplikatif, sebaiknya dibangun dengan desain yang dapat mencegah kontaminasi yang disebabkan oleh debu dan kotoran. Bagian penyimpanan ini harus selalu dalam keadaan bersih dan kondisi yang baik. o Truk pengangkut susu harus tertutup rapat, ventilasi dan penutup debu harus di desain untuk melindungi tangki dan susu dari kontaminasi. Persyaratan pembersihan dan sanitasi o Truk pengangkut susu dan semua perlengkapannya harus di bersihkan dan di sanitasi sesuai dengan persyaratan standar pembersihan dan sanitasi peralatan
65
4.
5.
6.
7.
o Truk pengangkut susu harus dibersihkan dan disanitasi terlebih dahulu untuk penggunaan pertama kali. Truk pengangkut susu harus di sanitasi ulang bila dalam jangka waktu 72 jam belum digunakan untuk pertama kalinya. o Dibolehkan untuk mengangkut susu dalam beberapa batch pengangkutan selama 24 jam berturut-turut asalkan truk pengangkut susu tersebut di cuci setiap hari setelah digunakan. Kondisi tangki luar : bagian luar truk pengangkut susu dibangun dengan layak dan dalam kondisi baik. Cacat dan kerusakan yang berdampak merugikan pada produk yang ada di dalam truk pengankut susu tersebut menjadi acuan pada form pemeriksaan truk pengangkut susu dan tindakan koreksi dicatatkan. Kebersihan bagian luar truk pengangkut susu di evaluasi dengan memperhatikan cuaca luar dan kondisi lingkungan Catatan pencucian dan sanitasi : Pekerja yang menyampling susu mentah harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa truk pengangkut susu tersebut telah di bersihkan dan disanitasi dengan baik. Truk pengangkut susu yang tidak dilengkapi dengan dokumentasi pembersihan dan sanitasi seharusnya tidak boleh diijinkan mengangkut susu sampai sanitasi dan pembersihan yang layak dapat dibuktikan Label pembersihan dan sanitasi harus tertempel erat pada bagian luar sambungan pada truk pengangkut susu sampai pencucian dan sanitasi berikutnya. Ketika truk pengangkut susu tersebut dicuci dan disanitasi, label pencucian dan sanitasi sebelumnya harus di pindahkan dan disimpan dilokasi dimana truk pengangkut susu tersebut dicuci untuk jangka waktu tidak lebih dari 15 hari. Informasi yang harus ada pada label pembersihan dan sanitasi : o Identitas truk pengangkut susu o Tanggal dan waktu truk pengangkut susu di bersihkan dan disanitasi o Lokasi tempat truk pengangkut susu di bersihkan dan disanitasi o Tanda tangan persona yang membersihkan dan mensanitasi truk pengangkut susu Pemeliharaan seluruh informasi yang terdapat pada label pembersihan dan sanitasi tersebut merupakan tanggung jawab pengambil sample atau operator truk pengangkut susu Lokasi pembersihan/sanitasi terakhir : Lokasi pembersihan dan sanitasi seharusnya telah diuji oleh instansi yang berwenang dan tercatat pada form pemeriks aan truk pengangkut susu serta Pelabelan: pemeliharaan seluruh informasi yang berkaitan dengan seluruh dokumen pengiriman, faktur pengiriman, bukti pembayaran atau karcis berat merupakan tanggung jawab dari pengambil sampel susu. Truk
66
pengangkut susu bertugas mengangkut susu mentah, susu UHT atau pasteurisasi dan produk-produk susu dari satu industri susu ke industri susu lainnya, stasiun penerima atau pengirim diharuskan menandatangani faktur pengiriman dengan nama dan alamat dari industri susu atau pengambil sampel susu dan truk pengangkut susu harus dalam kondisi tersegel rapi. Seluruh dokumen pengiriman harus meliputi informasi berikut : o Nama, alamat dan nomor ijin pengirim. o Surat-surat ijin pengambil sampel susu, jika bukan karyawan dari pengirim o Lokasi awal pengiriman o Nomor identitas truk pengangkut susu o Nama produk o Berat produk o Suhu produk saat pertama kali dimuat o Tanggal pengiriman o Nama supervisor agen berwenang pada lokasi awal pengiriman o Selain susu mentah, susu pasteurisasi atau cream, susu skim atau rendah lemak, produk yang dikirim harus mengalami perlakuan panas o Nomor segel pada inlet, outlet, lubang dan sambungan pencucian o Grade dari produk Seluruh informasi yang tercantum diatas harus di telah disetujui oleh instansi berwenang dan tercatat sebagai lembar pemeriksaan yang diakui bila truk pengangkut susu tersebut diperiksa. 8. Identifikasi kendaraan dan truk pengangkut susu : pemilik truk pengangkut susu atau operator bertanggung jawab untuk memberi identifikasi yang baik dan legal pada seluruh truk pengangkut susu yang dibawah tanggung jawabnya. 9. Label atau lembar hasil pemeriksaan sebelumnya harus tersedia : pada saat susu pengangkut susu harus mengangkut susu atau produk susu dari satu wilayah ke wilayah lainnya, tidak perlu memeriksa setiap truk pengangkut susu yang tiba. Pemilik truk pengangkut susu dan operatornya harus membawa bukti hasil pemeriksaan rutin dari instansi terkait. Namun truk pengangkut susu dapat diperiksa setiap saat atau menurut aturan dari instansi yang bertanggung jawab untuk supply susu
67
BAB IX CARA PEMASARAN SUSU YANG BAIK
Produk susu yang dipasarkan harus dalam kondisi dan kualitas yang baik serta dalam kemasan yang menarik, sehingga produk tersebut terjamin aman dan baik untuk dikonsumsi. Produk susu yang dipasarkan adalah produk yang terlebih dahulu diproduksi dan masih dalam jangka waktu kadaluarsa (FIFO: First in First Out).
Untuk menjamin produk yang dipasarkan sampai ke konsumen dengan kualitas bagus, aman dan baik untuk dikonsumsi, juga memperhatikan menerapkan cara pendistribusian produk yang benar. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kerusakan produk yang dipasarkan selama pendistribusian. Jika tempat pemasaran berwaktu tempuh lebih dari 1 jam, maka pengiriman produk dilakukan menggunakan alat transportasi yang dilengkapi dengan pendingin. Alat transportasi yang digunakan harus aman dan berfungsi dengan baik. Alat transportasi yang digunakan harus dalam keadaan bersih dan kering sebelum maupun setelah digunakan untuk pendistribusian produk. Jika tidak memungkinkan menggunakan alat transportasi yang dilengkapi pendingin, pendistribusian produk bias dilakukan dengan menggunakan boks es (coolbox) dengan penambahan es untuk menjaga kondisi produk tetap dalam keadaan dingin. Boks es harus dalam keadaan bersih dan kering seblum digunakan, begitu juga setelah dimasukkan produk, boks es harus dalam keadaan bersih dan tertutup rapat. Penyalur/retailer produk harus diberi tahu prosedur penyimpanan produk yang benar sesuai dengan karakteristik produk. Pengambilan barang untuk didistribusikan di ruang penyimpanan harus dicatat pada form pengambilan barang. Sebelum berangkat untuk pendistribusian produk, kelengkapan administrasi pemasaran telah lengkap dibawa. Kelengkapan administrasi antara lain data jumlah dan alamat pengirim, nota/faktur, alat tulis, brosur/leaflet. Setelah selesai pendistribusian, alat dan kelengkapan administrasi telah dibawa, dilengkapi dan diperiksa untuk dilaporkan.
68
m e n g a n d u n g l e m a k
BAB X PENUTUP
Dalam pengembangan industri Sapi Perah, hal penting yang harus dilakukan adalah meminimalisir permasalahan yang terjadi dan sekaligus mengoptimalkan potensi yang dimiliki saat ini. Mengingat komoditas susu sapi perah rakyat memiliki nilai ekonomi dan merupakan komoditi strategis, maka sudah saatnya mengoptimalkan berbagai kebijakan yang dilakukan selama ini untuk mendorong bangkitnya industri persusuan di perdesaan dengan pendekatan holistik, yakni mulai dari hulu sampai hilir dan dengan melibatkan berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangannya Beberapa kebijakan yang dapat dilakukan adalah meningkatkan produksi dan produktifitas hasil sapi perah yang berdaya saing tinggi dan memiliki nilai tambah dari produk turunan yang dihasilkannya. Hal ini dapat dilakukan melalui penyediaan teknologi (proses dan peralatan) terapan yang tepat guna dan tepat lokasi baik budidaya, pasca produksi, maupun pengolahan hasil.
69