KATA PENGANTAR
P
ertama-tama kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Rencana Strategis (RENSTRA) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2010 – 2014 versi Revisi dapat disusun. Renstra ini merupakan panduan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian untuk 5 (lima) tahun ke depan, yang disusun antara lain berdasarkan hasil evaluasi lima tahun sebelumnya. Selain itu, Renstra ini juga disusun dengan berpedoman pada RPJMN 2010-2014, serta mempertimbangkan berbagai keadaan, terutama menyangkut keunggulan, peluang, kendala dan tantangan. Revisi Renstra ini merupakan penyempurnaan dan penyesuaian terhadap perubahan struktur organisasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di akhir tahun 2010. Diharapkan, Renstra ini menjadi satu kesatuan yang utuh dari proses perencanaan pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian mulai di tingkat Direktorat Jenderal, hingga pada jajaran pemerintahan daerah. Dengan demikian, visi Pembangunan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2010-2014 yaitu ” Menjadi institusi yang peduli dan memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan masyarakat pertanian sejahtera, handal dan berdaya saing di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian melalui penyelenggaraan birokrasi yang profesional dan berintegritas ” dapat direalisasikan dalam lima tahun ke depan. Semoga Tuhan YME senantiasa memberikan petunjuk dalam mewujudkan visi, misi serta pencapaian sasaran yang ditetapkan di dalam Renstra ini. Jakarta, Agustus 2011 Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,
Dr. Ir. Zaenal Bachruddin, MSc. NIP. 19520428 197803 01 001.
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Kondisi Umum Pembangunan PPHP Tahun 2005-2009............... 1.3. Potensi, Permasalahan dan Tantangan ........................................ II. VISI, MISI DAN TUJUAN ...................................................................... 2.1. Visi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian ....................................................................................... 2.2. Misi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian ....................................................................................... 2.3. Tujuan .......................................................................................... 2.4. Target Utama dan Sasaran Strategis .......................................... III. STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN ....................................................... 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional (Penugasan RPJM 20102014) ............................................................................................ 3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian .................. 3.3. Kebijakan dan Strategi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 3.4. Program dan Kegiatan Pembangunan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian IV. PENUTUP ..............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
1. Matrik Program dan Kegiatan Prioritas Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2. Matriks Indikator Kinerja Utama (IKU) 3. Matrik Rencana Strategis (RS) 4. Rancangan Pengembangan Industri Hilir Pertanian 5. Matrik Indikator Utama, Strategi dan Rencana Aksi Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor Produk 6. Tugas Pokok Fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, dan menyeimbangkan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sebagai sektor ekonomi, pertanian mempunyai fungsi yaitu: menghasilkan bahan pangan, pakan, agroindustri dan bioenergi; meningkatkan kapabilitas petani dan keluarganya; menghasilkan devisa, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian, serta membantu menjaga keseimbangan lingkungan dengan praktek usahatani yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Ditjen PPHP) sebagai salah satu unit kerja eselon I di bawah Kementerian Pertanian juga telah memberikan sumbangannya melalui kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian antara lain peningkatan rendemen hasil pertanian, perbaikan mutu dan standarisasi produk pertanian, pengembangan jaringan dan akses pemasaran, stabilisasi harga dan pasokan, serta peningkatan ekspor dan pengendalian impor hasil pertanian. Sesuai PP No. 17 tahun 1986, Ditjen PPHP mengemban salah satu tugas Kementerian Pertanian yakni merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian ini merupakan dokumen perencanaan yang berisikan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, program dan kegiatan Ditjen PPHP yang akan dilaksanakan selama lima tahun ke depan (2010-2014). Dokumen ini disusun berdasarkan analisis strategis atas potensi, peluang, tantangan dan permasalahan termasuk isu strategis terkini yang dihadapi dalam pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian selama lima tahun ke depan. Dokumen Renstra ini sebagai acuan dan arahan bagi jajaran birokrasi di Ditjen PPHP sendiri, pengelola kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian di daerah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian tahun 2010-2014 secara menyeluruh, terintegrasi, efisien dan bersinergi.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
1
Reformasi perencanaan dan penganggaran tahun 2010-2014 mengharuskan Kementerian/Lembaga dan unit-unit kerja di dalamnya untuk merestrukturisasi program dan kegiatan dalam kerangka performance based budgeting. Untuk itu, dokumen ini dilengkapi dengan indikator kinerja sehingga akuntabilitas pelaksana beserta organisasinya dapat dievaluasi selama periode tahun 2010-2014. 1.2.
KONDISI UMUM PEMBANGUNAN PPHP TAHUN 2005-2009
Pada era Kabinet Indonesia Bersatu tahun 2005-2009, pertanian telah memperlihatkan berbagai capaian pembangunan yang cukup menggembirakan. Dalam kurun waktu tersebut, krisis pangan menjadi salah satu dampak yang sangat dikhawatirkan oleh banyak negara selama krisis ekonomi dunia. Indonesia mampu terhindar dari krisis pangan tersebut bahkan berhasil berswasembada beras. Ini semua merupakan hasil kerja keras para petani, penyuluh dan pelaku usaha di bidang pertanian bersama dengan pemerintah pusat dan daerah. Sumbangan Ditjen PPHP dalam capaian pembangunan pertanian khususnya ketahanan pangan adalah menurunnya tingkat kehilangan hasil (losses) yang cukup signifikan khususnya dalam penanganan pasca panen padi dari 20,51 % pada tahun 1998 menjadi 10,82 % pada tahun 2008 (BPS, 2008). Hasil tersebut diyakini merupakan dampak dari fasilitasi peralatan pasca panen hasil pertanian terutama padi yang diberikan dalam kurun waktu tahun 2006 - 2008. Untuk komoditas non padi (jagung, kedelai, hasil perkebunan, hortikultura) diyakini juga terjadi penurunan kehilangan hasil yang cukup signifikan meskipun tidak diukur sebagaimana halnya padi mengingat fasilitasi peralatan penanganan pasca panen dan pengolahan juga diberikan untuk komoditas-komoditas tersebut. Secara keseluruhan kondisi pembangunan PPHP tahun 2005-2009 adalah sebagai berikut: 1.2.1. Pasca Panen Pasca panen hasil pertanian adalah semua kegiatan yang dilakukan sejak proses pemanenan hasil pertanian sampai dengan proses yang menghasilkan produk setengah jadi (produk antara/ intermediate). Kegiatan pasca panen meliputi panen, pengumpulan, perontokan/ pemipilan/ pengupasan, pencucian, penyortiran, pengkelasan (grading), pengangkutan, pengeringan (drying), penggilingan dan atau penepungan, pengemasan dan penyimpanan. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
2
Kondisi penanganan pasca panen komoditas pertanian sampai tahun 2009 adalah sebagai berikut: Tanaman Pangan; untuk komoditas tanaman pangan telah terjadi penurunan kehilangan hasil padi yang cukup signifikan sebagaimana telah disebut terdahulu. Untuk komoditi jagung selain penurunan losses juga terjadi peningkatan kualitas (penurunan kadar aflatoxin) dengan tersedianya fasilitasi sarana pemipilan, pengeringan dan penyimpanan (corn sheller, lantai jemur, drier dan silo) khususnya di kabupaten sentra jagung. Untuk kedele dan ubikayu juga telah difasilitasi dengan peralatan pasca panen. Fasilitasi pengembangan kelembagaan petani (tanaman pangan) telah dilakukan dengan Pengembangan Kecamatan Pasca Panen. Pengembangan Kecamatan Pasca Panen merupakan upaya strategis dalam rangka rekayasa sosial dan teknologi penanganan pasca panen di daerah. Dalam periode 20052009 telah dibentuk Kecamatan Pasca Panen di kabupaten-kabupaten sentra padi. Hortikultura; untuk komoditas hortikultura diperkirakan juga terjadi penurunan losses dan perbaikan mutu karena adanya fasilitasi sarana penanganan pasca panen dan pengolahan hasil hortikultura. Sarana dan peralatan yang diberikan untuk itu seperti gudang penyimpan bawang merah, grading dan packaging unit untuk buah dan sayuran serta peralatan pengolahan seperti vacuum drying, vacuum sealer, vacuum frying, juicer, mesin pembungkus, alat press tutup gelas plastik dll. Perkebunan; tingkat kehilangan pasca panen produk perkebunan belum diukur sebagaimana pada komoditas padi. Namun demikian dapat diperkirakan terjadi penurunan kehilangan hasil dan perbaikan mutu hasil perkebunan karena adanya fasilitasi/bantuan sarana penanganan pasca panen yang telah diberikan. Pada kegiatan perbaikan mutu hasil perkebunan, permasalahan yang dihadapi adalah bahwa petani masih melakukan usahanya secara individu, belum dalam skala usaha yang lebih besar misalnya dalam suatu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sehingga jumlah (volume) produk berkualitas baik yang dihasilkan petani relatif masih sedikit atau belum memenuhi skala ekonomi. Akibat dari hal tersebut pembeli sulit memberikan harga yang pantas untuk produk berkualitas yang jumlahnya sedikit. Permasalahan tersebut terjadi pada komoditi perkebunan seperti kopi, kakao, karet dan lada. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
3
Fasilitasi peralatan pasca panen hasil perkebunan yang pernah diberikan pada periode 2005-2009 antara lain adalah alat pasca panen kakao, kopi, karet, mete, minyak atsiri, gambir, dan alat pengolahan kelapa terpadu, kacang mete, gula kelapa dan tebu. Bantuan peralatan yang diberikan kepada petani (kelompok tani) tersebut masih banyak belum dimanfaatkan yang disebabkan berbagai hal antara lain ketersediaan listrik yang tidak mencukupi, spesifikasi alat yang kurang sesuai dengan kebutuhan setempat, kurangnya kemampuan petani mengoperasikan dan merawat alat, serta kurangnya modal usaha petani/kelompok tani untuk membeli bahan baku. Peternakan; tingkat kehilangan pasca panen produk peternakan belum diukur sebagaimana pada padi, namun diperkirakan terjadi penurunan kehilangan hasil dan perbaikan mutu hasil peternakan karena adanya fasilitasi sarana penanganan pasca panen yang telah diberikan. Dari tahun 2006 hingga tahun 2008, Ditjen PPHP Deptan telah melaksanakan kegiatan fasilitasi perbaikan/ penyempurnaan sarana RPH/TPH di 70 Kabupaten/Kota di 41 Provinsi dan sarana RPU di 66 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi (lihat tabel berikut). Selanjutnya mulai tahun 2009 kegiatan pengembangan dan pembangunan RPH dan RPU diserahkan ke Ditjen Peternakan. Kegiatan Pengembangan Pengolahan Pakan Skala Kecil (P3SK) yang bertujuan meningkatkan kemampuan kemandirian peternak dalam penyediaan pakan bagi ternaknya baru dimulai pada tahun 2007. Kegiatan yang telah dilakukan adalah fasilitasi pengadaan Sarana P3SK di 14 Kabupaten/Kota di 8 Provinsi. Sedangkan pada TA 2008 telah disebarkan Sarana P3SK di 40 Kabupaten/Kota di 25 Provinsi.
1.2.2. Pengolahan Hasil Pertanian Pada masa awal pembangunan pertanian, masalah utama yang dihadapi adalah kesulitan dan kekurangan produksi serta penawaran komoditaskomoditas pertanian. Dalam kondisi tersebut, prioritas pembangunan pertanian diarahkan kepada peningkatan produksi dan pemenuhan serta pencapaian kecukupan bahan pangan terutama beras. Namun, peningkatan produksi saja ternyata sulit untuk meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan. Oleh karena itu, sejak tahun 1994 paradigma pembangunan pertanian mengalami perubahan dari pendekatan produksi menjadi pembangunan pertanian berorientasi agribisnis. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
4
Permasalahan mendasar bangsa ternyata sebagian besar berada pada petani dan masyarakat perdesaan yaitu kemiskinan, keterbelakangan, ketidakberdayaan dan pengangguran. Karenanya, tawaran untuk pemecahan masalah mendasar bangsa tersebut yaitu dengan mengupayakan profit center berada pada petani. Prinsip tersebut seyogyanya merupakan paradigma pembangunan pertanian pada saat ini dan di masa depan yang harus dicermati dan menjadi acuan operasional bagi seluruh pemangku kepentingan. Pembangunan agribisnis selama ini belum sepenuhnya menempatkan profit center pada petani. Petani hanya menerima bagian terkecil dari suatu sistem usaha agribisnis. Karena itu, salah satu implementasi sistem tersebut adalah mengembangkan Agroindustri Perdesaan dengan pendekatan paradigma baru seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Bidang-bidang agroindustri meliputi industri yang terintegrasi dengan usaha budidaya pertanian termasuk pemanfaatan limbah/produk sampingan pertanian, industri primer, dan industri yang dilakukan oleh petani di perdesaan. Sampai saat ini komoditas ekspor hasil pertanian masih didominasi produk primer, walaupun ekspor komoditi olahan hasil pertanian sudah semakin besar. Dengan mengekspor produk primer, maka nilai tambah yang terbesar akan berada di luar negeri. Apabila Indonesia mampu mengekspor produk olahannya maka nilai tambah terbesarnya akan berada di dalam negeri. Dalam kerangka pengembangan agroindustri, maka pengembangan agroindustri perdesaan merupakan pilihan strategis dalam meningkatkan pendapatan dan sekaligus membuka lapangan pekerjaan. Selama ini masyarakat perdesaan cenderung menjual produk dalam bentuk mentah (primer), karena lokasi industri umumnya berada di daerah urban (semi-urban). Akibatnya, nilai tambah produk pertanian lebih banyak mengalir ke daerah urban, hal mana termasuk sebagai penyebab terjadinya urbanisasi. Faktor-faktor internal yang dominan mempengaruhi kemampuan petani dalam meningkatkan kesejahteraannya antara lain adalah masalah penguasaan sumberdaya, terutama: (1). Sumberdaya alam, (2). Teknologi, khususnya teknologi pasca panen dan pengolahan hasil, (3). Modal dan (4). Informasi, khususnya informasi pasar, akses kepada teknologi dan modal. Sedangkan faktor eksternal antara lain menyangkut: (1). System pembinaan, (2). Kebijakan ekonomi makro, (3). Kebijakan khusus, seperti kebijakan perdagangan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
5
menyangkut komoditas tertentu, dan (4). Perubahan lingkungan strategis yang potensial menjadi tantangan dan menimbulkan permasalahan bagi petani. Dari permasalahan yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa peluang petani di perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraannya adalah melalui peningkatan nilai tambah hasil pertaniannya. Hal ini dapat terlaksana apabila petani di perdesaan dapat menguasai proses pengolahan dan pemasaran komoditas yang diusahakan, atau penerapan sistem agribisnis secara utuh. Untuk mengembangkan kegiatan pengolahan hasil pertanian yang terfokus dan terintegrasi, maka pada tahun 2005 telah dibangun suatu model program terpadu yang dinamakan Pengembangan Komoditas Strategis Nasional (PKSN) antara lain pengembangan susu sapi, jeruk dan ubi kayu. Dalam pelaksanaannya dilakukan kerjasama dengan institusi yang kompeten diantaranya dengan perguruan tinggi dan dinas terkait. Unit Pengolahan Hasil (UPH) adalah industri pengolahan hasil pertanian skala kecil dan rumah tangga yang berbasis di perdesaan. Unit Pengolahan Hasil (UPH) Pertanian merupakan program terobosan dalam mempercepat penumbuhan pendapatan masyarakat petani dan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Sebagai program terobosan, UPH dikembangkan dengan mengacu pada skala usaha yang ekonomis, sehingga fungsi pelayanan dapat berkembang ke arah peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinyuitas produksi untuk memasok permintaan pasar. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 telah berhasil dikembangkan UPH Tanaman Pangan sebanyak 51 UPH di 51 kabupaten, UPH Hortikultura sebanyak 67 UPH, UPH Perkebunan sebanyak 40 UPH, dan UPH peternakan sebanyak 90 UPH Pakan Ternak dan pengelolaan lingkungan (pengolahan kompos dan biogas) sebanyak 2598 unit dengan komoditi unggulan kelapa sawit (768 UPH), kelapa (kopra 7.188 UPH, minyak kelapa 1.200 UPH), karet (crumb rubber 567 UPH, sheet 1.479 UPH, lateks pekat 69 UPH), kakao (841 UPH), kopi (2.604 UPH), mete (82 UPH), tebu (207 UPH), dan teh (teh hijau 1.002 UPH, teh hitam 291 UPH).
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
6
1.2.3. Mutu dan Standarisasi Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi pengembangan mutu melalui penerapan jaminan mutu dalam sistem standarisasi pertanian yang telah dilakukan sampai saat ini masih belum optimal. Pengembangan dan penerapan sistem jaminan mutu serta sistem standarisasi di sektor pertanian mengakibatkan kondisi usaha pertanian kurang tangguh sehingga kurang dapat berkompetisi untuk menangkal tekanan yang terjadi baik dalam perdagangan domestik maupun di kancah internasional. Hal ini diperkuat oleh system perdagangan dalam negeri yang memberikan penghargaan produk bermutu dan Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang pertanian hingga tahun 2009 berjumlah 452 SNI terdiri dari standar produk segar dan olahan primer, standar metoda pengujian benih, bibit, alat mesin pertanian dan sistem. Banyaknya standar bidang pertanian tersebut merupakan modal dasar yang kuat untuk mengembangkan sistem jaminan mutu kearah sistem jaminan mutu terpadu. Standar tersebut dapat berfungsi sebagai pedoman dalam penentuan batas kritis (critical point). Sistem jaminan mutu terpadu untuk pangan yang diakui secara internasional adalah system HACCP (Hazzard Analysis Critical Control Points). Sedangkan untuk non pangan adalah system mutu ISO 9000-2000 serta system manajemen lainnya (ISO 17025, ISO 17020, ISO 17011, Pangan Organik). Sistem Jaminan Mutu Terpadu menuntut penerapan Good Practices yang meliputi Good Agriculture Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP), Good Manufacturing Practices (GMP), Good Distribution Practices (GDP). Jabatan fungsional pengawas mutu telah ditetapkan dan telah dilakukan sosialisasi serta rekruitmen aparat fungsional pengawas mutu mulai tahun 2006. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang diberi tugas sebagai Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) jabatan fungsional mutu di tingkat pusat sampai tahun 2009 telah melatih dan meluluskan pengawas mutu sebanyak 217 orang terdiri dari tenaga pengawas mutu trampil 68 orang dan tenaga pengawas mutu ahli 149 orang. Idealnya jumlah pengawas mutu diseluruh Indonesia adalah sebanyak 5.000 orang. Pengawas mutu mempunyai tugas yang sangat strategis dalam mengamankan produk pertanian agar aman dikonsumsi.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
7
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan telah memberi kewenangan kepada Menteri Pertanian untuk mengatur, membina dan/atau mengawasi kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan segar. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, sesuai tugas pokok dan fungsinya maka Ditjen PPHP telah ditetapkan sebagai otoritas yang berwenang menangani keamanan pangan produk segar pertanian di Indonesia atau Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKP-P). Sedangkan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai tugas pokok dan fungsi tersebut di atas (mengatur, membina dan/atau mengawasi kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan segar) yang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah (Gubernur). Selama ini, Ketua OKKPD yang ditunjuk oleh Gubernur sebagian adalah Kepala Dinas Pertanian dan sebagian Kepala Badan Ketahanan Pangan Propinsi. Sampai tahun 2009, perkembangan dalam pembentukan dan aktivitas OKKPD di seluruh Indonesia (sampai dengan bulan Juni 2009) adalah sebagai berikut: 1)
Telah dilakukan Sosialisasi OKKPD di 33 propinsi.
2)
Telah dibentuk 27 OKKPD dengan Keputusan Peraturan Gubernur.
3)
Sudah diverifikasi 6 (Jateng, DIY, Jatim, Kalsel, Sulsel, dan Bangka Belitung) OKKPD oleh OKKP –Pusat
4)
Sudah ada 1 OKKPD yang melakukan sertifikasi (DIY).
Agar PP No. 28 tahun 2004 dapat dilaksanakan, maka OKKPD di semua propinsi harus sudah terbentuk, diverifikasi dan melaksanakan tugas dan fungsinya.
1.2.4. Pemasaran Domestik 1.2.4.1.
Prasarana/Sarana Hortikultura
Pasar
dan
Pengembangan
Kawasan
Saat ini beberapa prasarana/sarana pasar seperti Terminal/Sub terminal Agribisnis (TA/STA), Pasar Tani, Pasar Lelang, dan Pasar Ternak/Hewan telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik atas inisiatif masyarakat maupun atas fasilitasi pemerintah (Kementerian Pertanian). Namun hanya sebagian kecil (umumnya yang dibangun atas inisiatif Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
8
masyarakat) yang sudah berfungsi dalam mendukung kelancaran pemasaran komoditi pertanian. Prasarana/sarana pasar, sistem/jaringan informasi yang dibangun, dan kebijakan stabilisasi pemasaran yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1)
Sub Terminal dan Terminal Agribisnis (STA dan TA) Pada akhir tahun 2009 sudah dibangun 58 STA dan 2 TA, tersebar di beberapa kabupaten di hampir seluruh propinsi Indonesia, namun demikian yang sudah berfungsi sebagai agen pasar (umumnya masih terbatas transaksi jual-beli) komoditas pertanian baru sebanyak 25 STA (41,66 %). Beberapa permasalahan mendasar yang mengakibatkan belum berfungsinya prasaranan/sarana tersebut antara lain adalah lokasi prasarana/sarana yang kurang strategis, SDM pengelola, kelembagaan diantara pelaku usaha yang belum tumbuh/diberdayakan dalam mendukung beroperasinya suatu sarana pasar secara efektif.
2)
Pasar Tani Pasar tani muncul atas prakarsa Ditjen PPHP yang melihat bahwa pemasaran hasil pertanian yang ada saat ini belum menemukan sistem pemasaran yang terbaik khususnya yang menguntungkan bagi petani. Dalam sistem pemasaran yang ada, petani memiliki peluang yang rendah dalam meraih pangsa pasar serta terdapat selisih harga yang besar antara harga di tingkat petani dan yang dibayar konsumen. Pasar tani merupakan sarana untuk mendekatkan petani (produsen) kepada pembeli (konsumen). Dengan demikian keberadaan pasar tani diharapkan dapat memperpendek rantai pemasaran dan menekan biaya-biaya transaksi sehingga margin keuntungan petani bisa ditingkatkan. Pasar tani telah diuji coba pertama kali di Kantor Pusat Kementerian Pertanian pada tahun 2007 dan telah berjalan dengan baik hingga saat ini. Pada tahun 2007 juga telah dilakukan ujicoba pasar tani di kawasan Monas Jakarta Pusat dan telah berjalan beberapa saat, namun kemudian berhenti karena terhalang oleh masalah perijinan. Untuk tahun-tahun selanjutnya diharapkan kegiatan ini dapat dikembangkan di daerah. Sampai dengan tahun 2009 telah difasilitasi pembangunan pasar tani di 16 propinsi di 32 lokasi.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
9
3)
Pasar Ternak dan Pasar Lelang Keberadaan pasar ternak yang umumnya tumbuh dan berkembang atas inisiatif masyarakat, kondisinya masih tradisional. Fasilitasi pemerintah untuk perbaikannya masih sangat terbatas karena sumber dana yang terbatas. Sementara itu pasar lelang komoditi pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan akses pasar petani juga belum tumbuh dan berperan secara optimal seperti yang diharapkan karena pada umumnya yang mendapat manfaat langsung hanyalah para pedagang pengumpul dan pedagang besar, sedangkan petani produsen karena lemahnya kelembagaan petani belum mampu memanfaatkannya. Sampai dengan tahun 2009 telah difasilitasi sarana dan rehabilitasi pasar ternak di kabupaten dan pasar lelang di kabupaten.
4)
Kawasan Pengembangan Hortikultura Di tengah kekhawatiran munculnya disinkronisasi pembangunan ekonomi antar daerah akibat pelaksanaan undang-undang otonomi daerah maka pembangunan agribisnis hortikultura yang dilakukan dengan pendekatan kawasan yang melibatkan sentra produksi dan sentra pemasaran sebagai basis kegiatan merupakan langkah strategis. Pendekatan kawasan agribisnis sangat diperlukan untuk menghindari fluktuasi harga akibat disinkronisasi produksi antara daerah sentra produksi yang selanjutnya dapat memberikan dampak luas bagi perkembangan agribisnis daerah yang bersangkutan. Forum Kerjasama Kawasan Hortikultura adalah salah satu model pengembangan agribisnis di bidang hortikultura yang berbasis kawasan yang mencakup beberapa propinsi di Indonesia. Forum Kerjasama Kawasan Hortikultura dibentuk berdasarkan potensi di masing-masing kawasan, yaitu potensi sebagai kawasan sentra produsen maupun sebagai sentra konsumen. Pendekatan kawasan agribisnis sangat diperlukan untuk menghindari fluktuasi harga akibat disinkronisasi produksi antara daerah sentra produksi yang selanjutnya dapat memberikan dampak luas bagi perkembangan agribisnis daerah yang bersangkutan. Forum Kerjasama Kawasan Agribisnis Hortikultura yang telah terbentuk adalah: (1) Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera (KAHS) yang mencakup propinsi-propinsi di Pulau Sumatera kecuali
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
10
Lampung; (2) Kawasan Agribisnis Hortikultura Krakatau yang mencakup daerah/Propinsi DKI Jakarta, Lampung, Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan Barat; serta (3) Kawasan Agribisnis Hortikultura Jabalsukanusa yang mencakup daerah/Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Bali, Propinsi di pulau Kalimantan kecuali Kalimantan Barat, Propinsi-Propinsi di Pulau Sulawesi dan Nusa Tenggara. Untuk meningkatkan peran Forsama Kahorti, kawasan sentra dan pelaku pemasaran perlu dibina secara terpadu dengan melibatkan semua pelaku usaha agribisnis, sehingga mampu meningkatkan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif wilayah. Sampai dengan tahun 2009 telah difasilitasi forum kerjasama Kahorti di 8 provinsi untuk 10 komoditas.
1.2.4.2. Jaringan Informasi Pasar dan Kebijakan Stabilisasi Harga 1)
Jaringan dan Informasi Pasar Informasi pasar sangat diperlukan sejalan dengan upaya pemerintah dalam pergeseran paradigma dari orientasi produksi ke orientasi pasar. Informasi pasar merupakan sarana penunjang agar signal pasar menjadi dasar bagi penentuan jenis produk yang akan dihasilkan oleh petani. Tersedianya sistem informasi pasar akan menjembatani supply di sentra produksi dan demand di sentra pasar (konsumen). Oleh karena itu pola pengembangan informasi pasar secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan pendapatan petani yang pada gilirannya mengurangi kemiskinan. Pengembangan Sistem Informasi Pasar Agribisnis (Singosari) melalui jaringan internet memerlukan keterlibatan aktif dari semua pihak yang terkait. Singosari merupakan salah satu sistem informasi yang memanfaatkan teknologi internet berbasis Web yang telah dikembangkan oleh Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang menyajikan informasi secara lengkap berkaitan dengan pengolahan dan pemasaran beberapa rumpun komoditas pilihan. Sistem informasi yang berjalan saat ini, masih menghadapi hambatan dalam mendapatkan input/informasi terkini (up to date) khususnya di tingkat produsen sebagai akibat dari
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
11
keterbatasan kemampuan SDM Pelayanan Informasi Pasar (PIP) di daerah. Hingga tahun 2009, telah dibangun jaringan PIP di 105 kabupaten dengan 16 komoditi pertanian yang dimonitor harganya yakni: gabah/beras, ubukayu, jagung, kedelai, cabai merah, bawang merah, jeruk siam, kakao, karet, kopi, kelapa, daging ayam broiler, telur ayam ras, susu, pakan ternak dan daging sapi. Pembinaan yang telah dilakukan terhadap SDM pengelola PIP adalah berupa pelatihan PIP dan Analisa Pasar bagi 150 orang petugas. Juga telah dilakukan fasilitasi hardware dan software (komputer dan programnya) untuk input data harga melalui SMS. 2)
Stabilisasi Harga Dalam hal stabilisasi harga, kebijakan yang telah diterapkan antara lain adalah: a.
Kebijakan Harga Pokok Pemerintah (HPP) Kebijakan HPP untuk gabah/beras telah diberlakukan secara nasional. Sasaran kebijakan HPP gabah/beras ini adalah untuk mempertahankan harga gabah/beras di atas biaya produksi gabah/beras oleh petani; apabila harga di bawah HPP maka pemerintah melalui Bulog akan membeli gabah petani dengan harga sama dengan HPP. Namun demikian karena keterbatasan dana maka kemampuan Bulog membeli gabah petani juga terbatas, sehingga kebijakan ini kurang efektif. Untuk jagung tidak berlaku Harga Minimun Regional (HMR) secara nasional. Propinsi Gorontalo adalah propinsi yang menetapkan HMR untuk jagung melalui SK Gubernur. Pemerintah Propinsi Gorontalo akan membeli jagung petani apabila harganya jatuh di bawah HMR nya. Kebijakan propinsi Gorontalo ini efektif mempertahankan harga jagung di tingkat yang menguntungkan petani. Itu terbukti karena hingga saat ini harga jagung setempat tidak pernah berada di bawah HMR nya.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
12
b.
Penetapan Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Dengan Peraturan Menteri Pertanian Kebijakan Penetapan harga TBS ini telah berlaku sejak tahun 1998 (SK Menhutbun) dan terakhir telah direvisi dengan Peraturan Menteri Pertanian nomor 395 tahun 2005 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Kebun. Tujuan penetapan harga TBS Kelapa sawit ini adalah untuk memberikan jaminan harga TBS kelapa sawit produksi kebun yang wajar serta menghindari adanya persaingan tidak sehat di antara Pabrik Kelapa Sawit. Kebijakan ini telah membantu pekebun dalam memperoleh harga yang layak bagi TBS yang dihasilkannya. Namun mengingat banyaknya dinamika di daerah khususnya permasalahan rendemen sehingga Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395 tahun 2005 ini telah direvisi menjadi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 17 tahun 2010.
3)
Kebijakan Fiskal a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN); Kebijakan PPN untuk komoditi pertanian sebaiknya diterapkan hanya untuk barang jadi hasil olahan pertanian. Untuk produk primer pertanian sebaiknya PPN ditiadakan guna merangsang berkembangnya agribisnis dan agroindustri dalam negeri. b. Pajak Ekspor; mengenai pajak ekspor (PE) hasil pertanian diupayakan seminimal mungkin tanpa mengganggu proses penyediaan bahan baku industri dalam negeri. Besarnya pajak ekspor hasil pertanian mengikuti peraturan Menteri Keuangan yang menetapkan besarnya pajak ekspor atas dasar harga komoditas tertentu di pasar internasional. Sebagai contoh pajak ekspor untuk CPO pernah turun dari 3 % menjadi 1,5 % pada waktu yang lalu (pada harga CPO di pasar internasional sekitar 600 US dollar per metric ton). Tetapi akhir-akhir ini meningkat menjadi sekitar 20 % dikarenakan meningkatnya harga CPO di pasaran dunia hingga 1200 dolar AS per metric ton. Namun kondisi paling akhir (akhir tahun 2008) harga CPO di pasar internasional jatuh kembali pada tingkat yang sangat rendah sehingga perlu dilakukan penyesuaian pajak ekspornya.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
13
1.2.5. Pemasaran Internasional Hal yang menggembirakan dari data empat tahun terakhir (2005-2008) devisa perdagangan dari produk pertanian semakin membaik, hal ini menggambarkan dari segi nilai, mutu dan kuantitas produk ekspor Indonesia di pasar dunia semakin membaik. Jika dilihat per subsektor, ternyata subsektor perkebunan merupakan penyumbang 94 persen terhadap total devisa yang diperoleh dari kegiatan ekspor produk pertanian di tahun 2007 yang mencapai US$ 19.964,870 juta. Sementara pada tahun 2008 devisa dari sub sector perkebunan meningkat menjadi US $ 24.461,145 juta dan pada tahun 2009 menurun menjadi US $. 18.498,093 juta hal itu kemungkinan dikarenakan melemahnya perdagangan internasional sebagai dampak krisis ekonomi global. Sedangkan sub sektor lainnya yaitu hortikultura, tanaman pangan dan peternakan jauh ketinggalan dibanding perkebunan. Komposisi ini tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa hingga saat ini produk perkebunan masih menjadi primadona ekspor produk pertanian Indonesia. Produk utama yang menjadi andalan ekspor ini antara lain minyak sawit, karet, kakao, dan kopi. Perkembangan Ekspor Impor; berdasarkan analisa ekspor-impor produk pertanian (segar dan olahan) tahun 2003-2008, diketahui bahwa secara umum nilai ekspor tersebut mengalami peningkatan sebesar 28,5 persen per tahun. Sementara itu nilai impornya juga meningkat lebih besar yakni 49,95 persen per tahun. Ekspor produk pertanian tahun 2003 bernilai US$ 7,536 milyar, dan terus meningkat hingga pada tahun 2007 mencapai US$ 21,257 milyar. Sedangkan nilai impor tahun 2003 US $ 4.54 milyar meningkat hingga US $ 8,597 milyar pada tahun 2007, US $ 9,594 milyar tahun 2008 dan sedikit menurun pada tahun 2009 yakni US $ 8,4957 milyar . Kebijakan yang telah dilaksanakan; untuk mencapai target-target tersebut maka kebijakan utama yang telah dilakukan adalah membuka akses pasar seluas-luasnya melalui negosiasi, promosi dan kerjasama pemasaran baik di tingkat global, regional maupun bilateral. Di tingkat regional dilaksanakan kesepakatan ASEAN-KOREA, sedangkan di tingkat bilateral akan tercapai penerapan IJEPA secara kondusif. Beberapa kesepakatan yang sedang intensif dibahas adalah ASEAN-ANZ serta bilateral Indonesia-India yang diharapkan disepakati pada akhir tahun 2009. Untuk beberapa komoditi yang sangat potensial untuk diekspor namun kinerja ekspornya belum maksimal akan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
14
dilakukan kegiatan fasilitasi percepatan ekspor seperti untuk mangga, manggis dan tanaman hias.
1.3
POTENSI, PERMASALAHAN DAN TANTANGAN
1.3.1
POTENSI
1) Indonesia negara kepulauan memiliki ragam budaya, citarasa, dan komoditi unggulan dengan berbagai jenis olahan yang akan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan masyarakat. 2) Produk agroindustri memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang sangat besar sehingga kemajuan di bidang agroindustri dapat membuka peluang investasi serta mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan. 3) Memiliki keterkaitan yang besar ke hulu, on-farm maupun ke hilir (forward and backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektorsektor lainnya. 4) Meningkatnya kesadaran masyarakat (prevalensi konsumen) terhadap kualitas dan keamanan pangan. 5) Indonesia merupakan produsen utama dunia beberapa komoditas pertanian antara lain: sawit, karet, kakao, kopi, teh, kelapa, lada dan beras. 6) Tenaga kerja di sektor pertanian yang sangat besar (40 juta) yang bisa menopang agroindustri. 7) Permintaan produk agroindustri meningkat sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat dunia (Income Elastic Demand).
1.3.2. PERMASALAHAN 1) Lambatnya Proses Industrialisasi Perdesaan Proses industrialisasi perdesaan sangat lambat. Hal ini terlihat antara lain dari semakin senjangnya ekonomi desa-kota. Dualisme Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
15
ekonomi desa-kota telah mengakibatkan kota menjadi pusat segalagalanya dan ekonomi perdesaan hanyalah pendukung ekonomi perkotaan. Terlebih lagi apabila dikaitkan dengan kebijakan di masa lalu yang lebih mendorong pengembangan industri yang kurang berbasis pada bahan baku lokal, menyebabkan potensi yang ada kurang dapat dioptimalkan. Dalam jangka panjang apabila industrialisasi perdesaan dan dualisme ekonomi desa-kota tidak dapat diatasi maka dapat dipastikan akan muncul masalah lain yang lebih rumit. Urbanisasi besar-besaran, rusaknya kultur asli bangsa seperti gotong royong dan kekeluargaan, kriminalitas yang meningkat serta yang tidak kalah pentingnya semakin senjangnya pendapatan dalam masyarakat. Masyarakat kaya pemilik modal akan semakin kaya sementara penduduk miskin semakin bertambah besar. 2) Keterbatasan Informasi dan Penerapan Teknologi Pengolahan Hasil Ke depan daya saing suatu komoditas akan ditentukan oleh muatan teknologi dalam komoditas tertentu dan kemampuan dalam merespon preferensi konsumen. Untuk itu perlu dikembangkan produkproduk pertanian yang sesuai dengan preferensi konsumen. Saat ini, pelaku usaha khususnya petani pengolah masih belum optimal dalam penguasaan teknologi pengolahan hasil pertanian, karena selama ini konsentrasi lebih pada teknologi budidaya. Pada akhir tahun 2014 diharapkan penguasaan teknologi pengolahan hasil pertanian para pelaku usaha sudah cukup optimal untuk mendukung kemampuan produksi dalam merespon preferensi konsumen. Penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian saat ini masih belum merata di masyarakat pertanian, hal ini disebabkan antara lain karena penyebaran informasi tentang teknologi pengolahan tersebut masih belum dilakukan secara intensif. Perhatian pemerintah terhadap peningkatan nilai tambah produk pertanian di perdesaan selama ini masih relatif kecil jika dibandingkan dengan upaya peningkatan produksi hasil pertanian. Sehingga perkembangan penanganan pengolahan hasil hingga dewasa ini masih berjalan lambat dan masih belum sesuai dengan harapan. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
16
Perkecualian terjadi pada komoditi tanaman pangan. Teknologi pasca panen dan pengolahan untuk tanaman pangan khususnya padi dan jagung telah cukup banyak diintrodusir. Bantuan sarana dan peralatan pasca panen baik yang mekanis ataupun semi mekanis cukup banyak diberikan kepada Gapoktan/Poktan dan pengolah. Sabit bergerigi, terpal, thresher (pedal dan power thresher) adalah sarana pasca panen yang telah diberikan kepada Gapoktan/ Poktan disentra-sentra padi dan jagung yang dapat memberikan dampak bagi penurunan kehilangan pasca panen padi dan jagung yang sangat signifikan serta peningkatan kualitas jagung. Selain itu juga diberikan bantuan penggilingan padi (RMU) kepada Gapoktan untuk memperbaiki serta meningkatkan rendemen penggilingan padi. Sedangkan untuk komoditas perkebunan dan hortikultura sarana dan peralatan pasca panen dan pengolahan yang diberikan masih belum tepat sasaran baik dari segi jenis yang dibutuhkan maupun jumlahnya. Dampak yang terlihat antara lain mutu hasil olahan yang masih rendah, tingkat efisiensi hasil yang masih rendah, nilai jual yang kurang kompetitif dan penampakan hasil (keragaan hasil) yang belum memuaskan (terutama masalah pengemasan, pewarnaan, pengawetan dan pelabelan) serta lemahnya pencitraan “brand image”. Lambatnya penyerapan maupun penerapan teknologi pasca panen dan pengolahan hasil tersebut berimplikasi pada industri perdesaan yang kurang berkembang antara lain disebabkan oleh faktor teknis, sosial maupun ekonomi sebagai berikut: a.
Permasalahan Teknis Dari segi teknis beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain : -
-
Tingkat pengetahuan dan kesadaran petani akan pentingnya penerapan teknologi pasca panen dan pengolahan serta penerapan sistem jaminan mutu hasil masih sangat terbatas. Kurangnya tenaga yang terampil (Technical Skill) dalam mengoperasikan pengolahan.
-
alat
dan
mesin
pasca
panen
dan
Dukungan perbengkelan dalam perbaikan, perawatan dan penyediaan suku cadang alat mesin masih rendah karena
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
17
-
kemampuan permodalan bengkel alsintan masih lemah dan kesulitan dalam memperoleh permodalan. Introduksi beberapa teknologi belum sesuai dengan kebutuhan petani dan belum bersifat lokal spesifik. Belum cukup memadainya infrastruktur seperti jalan yang memadai sehingga menyulitkan petani/kelompok dalam memasarkan produk olahannya. Penyebaran alsin pasca panen dan pengolahan masih
-
terbatas. Belum cukup tersedianya rumah kemas “packing house”.
-
-
b.
Kurangnya tenaga pembina yang terampil dalam bidang pasca panen dan pengolahan dibanding tenaga pembina pada kegiatan-kegiatan pra panen.
Permasalahan Sosial Dari segi sosial beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain: Introduksi teknologi pasca panen dan pengolahan pada
-
-
-
c.
daerah-daerah yang padat penduduknya ada kecenderungan menimbulkan gesekan/friksi sosial. Kebiasaan petani dalam melakukan kegiatan pasca panen dan pengolahan secara tradisional menyulitkan dalam penerapan teknologi yang baik dan benar dalam skala luas. Daerah-daerah tertentu yang mempunyai budaya pasca panen dan pengolahan hasil yang teknologinya diterima secara turun temurun, sehingga mereka sering mempunyai sifat tertutup terhadap introduksi teknologi. Terbatasnya kemampuan akses informasi masyarakat tentang teknologi pasca panen dan pengolahan. Masih rendahnya pendidikan/pengetahuan dan keterampilan SDM pertanian dan pelaku usaha pada umumnya.
Permasalahan Ekonomi Dari segi ekonomi beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
18
-
-
3)
Daya beli petani terhadap teknologi pasca panen dan pengolahan rendah, sehingga permintaan alsin juga relatif rendah. Harga alsin pasca panen dan pengolahan relatif tinggi sehingga kurang mampu dimiliki. Belum tersedianya skim kredit khusus atau skim pembiayaan alternatif untuk pengadaan alsin untuk usaha pasca panen dan pengolahan hasil.
Kurangnya Pembiayaan Usaha Pertanian dan Pemberdayaan Masyarakat Tani Sebagian besar usaha pertanian bergerak dengan memanfaatkan dana masyarakat sendiri yang sangat terbatas dan relatif kecil. Hal ini tentu disebabkan karena sebagian besar petani yang menggerakkan usaha pertanian adalah golongan penduduk yang miskin. Implikasinya karena investasi yang sangat minim, output dan pertumbuhan yang dihasilkan juga rendah, akibatnya peningkatan pendapatan yang diharapkan juga tidak akan signifikan. Kondisi ini sungguh ironis bila dibandingkan dengan sektor-sektor lain yang sebagian besar sumber pendanaan usaha dibiayai oleh perbankan yang dananya bersumber dari masyarakat luas. Masalah aksesibilitas petani dan pelaku agribisnis pada sumber-sumber permodalan adalah masalah klasik yang di Indonesia hingga saat ini belum sepenuhnya terpecahkan. Masalah aksesibilitas ini seringkali terkendala oleh masalah ketiadaan jaminan / agunan, banyak dan luasnya nasabah yang tidak dapat dijangkau oleh jaringan perbankan dan tidak adanya bantuan dan bimbingan teknis yang diberikan. Oleh karena itu diperlukan upaya terobosan untuk mengatasi masalah tersebut. Terbukanya akses petani kepada sumber permodalan dan kemampuannya memanfaatkan permodalan tersebut dengan dukungan dari perbankan sendiri, pemerintah dan LSM adalah bagian strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat tani.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
19
4)
Iklim investasi di sektor agroindustri yang tidak menarik Investasi di sektor pertanian selama ini dianggap kurang memberikan keuntungan baik bagi swasta domestik dan asing, sehingga investasi untuk sektor pertanian setiap tahunnya mengalami penurunan. Padahal investasi atau penanaman modal sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Demikian halnya dengan fasilitas pendukung seperti infrastruktur pendukung
pertanian
yang
termasuk
dalam
sektor
jasa-jasa
lainnya,padahal seperti yang diketahui, sektor pertanian sangat berperan sebagai katup penyelamat perekonomian Indonesia ketika terjadi krisis. 5)
Permasalahan Harga, Inefisiensi Pemasaran dan Sistem Pemasaran yang Belum Adil Fluktuasi permintaan dan penawaran produk pertanian dunia juga berakibat pada fluktuasi harga produk pertanian yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kekurangan pasokan pada musim tertentu atau kelebihan pasokan pada musim panen raya. Untuk beberapa produk pertanian tertentu menurunnya daya saing di pasar internasional karena faktor harga. Hal ini disebabkan tingginya inefisiensi di semua subsistem dalam rangkaian sub-sistem agribisnis. Inefisiensi tersebut terjadi mulai dari pengadaan sarana produksi, budidaya, pengolahan panen dan pasca panen serta biaya transportasi. Namun demikian apabila ditelaah lebih jauh inefisiensi pemasaran menempati peringkat tertinggi. Hal ini terkait erat dengan masalah infrastruktur pascapanen yang masih lemah dan kelembagaan pemasaran yang belum cukup efektif. Inefisiensi pemasaran yang dicerminkan dengan panjangnya rantai pemasaran berakar dari kondisi infrastruktur perdesaan yang kurang memadai seperti : ketersediaan informasi, sarana transportasi dan jalan desa. Sistem pemasaran yang tidak adil terkait dengan keterbatasan permodalan yang menyebabkan petani banyak terjebak dalam sistem ijon yang melemahkan posisi tawar mereka. Disamping itu, sarana pasar bagi petani dan kemampuan petani terbatas dalam menyimpan produknya, sehingga seringkali hasil panen harus segera dijual sesaat sesudah
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
20
panen. Kondisi ini diperburuk dengan membanjirnya produk impor di pasar domestik sebagai akibat dari liberalisasi perdagangan. Upaya pemerintah memberikan jaminan harga terkendala oleh dana dan kemampuan, sehingga hanya beras dan gula yang mendapat perlindungan harga dari pemerintah. 6)
Permasalahan Pemasaran Produk Pertanian Di Pasar Domestik Seperti Lemahnya Akses Pasar, Fluktuasi Harga Yang Seringkali Terjadi dan Lemahnya Informasi Pasar. Pada umumnya para petani belum terbiasa melakukan penanganan produk yang mengarah kepada peningkatan mutu dan nilai tambah. Hasil usahatani yang diperjual belikan hanya diolah sampai tahap pengeringan, tanpa memperhatikan proses pengolahan yang bermutu, seperti melakukan pengkelasan (grading), pembersihan (sortation) dan pengemasan (packing) yang baik. Konsekuensi dari lemahnya pengelolaan mutu hasilpada penanganan produk ini mengakibatkan lemahnya posisi rebut tawar (bargaining position) dalam memasarkan hasil produksi. Sementara itu peningkatan kualitas pendidikan dan pendapatan masyarakat menuntut adanya peningkatan kualitas dari produk yang akan dikonsumsi.
Akses Pasar Produk-produk primer yang dihasilkan umumnya dipasarkan melalui pedagang perantara yang telah menguasai jaringan pasar secara keseluruhan. Para pedagang perantara ini begitu kuat posisi tawarnya sehingga sangat berperan dalam penentuan harga, yang pada akhirnya merekalah yang memperoleh marjin keuntungan terbesar dari harga yang dibayar konsumen, sementara resiko yang mereka pikul lebih kecil daripada petani. Hal ini disebabkan antara lain terbatasnya sarana dan prasarana pasar serta lemahnya kelembagaan pemasaran ditingkat petani.
Fluktuasi Harga Komoditi pertanian umumnya bersifat musiman sehingga menyebabkan adanya fluktuasi produksi dan harga. Skala produksi yang kecil dan lokasi yang terpencar dengan hasil produksi yang relatif kecil menyebabkan terjadinya in-efisiensi dalam pengangkutan dan pemasaran. Kondisi tersebut menyebabkan ketidak-sesuaian
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
21
antara permintaan dan pasokan, yang pada akhirnya mengakibatkan tingginya fluktuasi harga.
Informasi Harga dan Produk Kendala utama lainnya di bidang pemasaran pertanian rakyat adalah keterbatasan petani dalam perolehan informasi menyangkut harga, teknologi, permodalan, dan informasi mutu dan hasil produk yang dibutuhkan pasar. Keterbatasan itu menyebabkan lemahnya posisi tawar petani dalam perencanaan produk dan penetapan harga produk yang dihasilkan, yang akhirnya cenderung ditetapkan oleh pedagang pengumpul.
7)
Permasalahan Perdagangan.
Liberalisasi
Pasar
Global
dan
Ketidakadilan
Petani Indonesia saat ini menghadapi pasar persaingan yang tidak adil dengan petani dari negara lain yang dengan mudah mendapatkan perlindungan tarif dan subsidi langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu, kedepan pemerintah akan mencari instrumen kebijakan perlindungan inovatif tidak saja berupa tarif tetapi juga perlindungan non tarif maupun dukungan domestik lainnya dalam rangka memperkuat daya saing produk pertanian, namun diakhir tahun 2025 semua jenis proteksi sudah tidak ada lagi. Selain hal di atas, pembentukan ekonomi kawasan seperti North American Free Trade Area (NAFTA), European Union (EU), ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN- China, dan yang lebih luas lagi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) perlu mendapat perhatian karena akan dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi baru yang bukan lagi dalam hubungan antar negara namun dalam cakupan yang lebih luas lagi antar kawasan/regional. Ketimpangan antar kawasan ini dapat terjadi karena adanya proses pematangan kawasan ekonomi yang berbeda satu dengan lainnya. Salah satu kawasan ekonomi yang diperkirakan akan sangat kuat adalah Uni Eropa (European Union). Kawasan ini sudah mencapai suatu tahapan penyatuan mata uang, yaitu suatu tahapan yang paling maju dalam implementasi integrasi ekonomi. Kondisi tersebut akan semakin menyulitkan ekspor produk pertanian Indonesia dan negaranegara lain di luar Eropa, karena sudah pasti akan mendapat perlakuan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
22
yang berbeda dengan negara-negara yang berada di kawasan yang sama. Untuk menghadapi masalah ini, dalam jangka panjang Indonesia harus mulai mengembangkan produk pertanian olahan dan mengutamakan pangsa pasar dalam negeri yang potensinya juga sangat besar. 8)
Permasalahan Sanitari dan Phytosanitari (SPS). Sebuah contoh permasalahan SPS yang menarik bahwa Amerika Serikat memberikan penalti dalam bentuk diskon/reduksi harga secara otomatis kepada produk asal Indonesia untuk komoditas-komoditas kakao, lada, udang dan jamur dengan alasan antara lain terkontaminasi serangga, salmonella, logam berat dan antibiotik. Dalam hal ini Indonesia tidak bisa mengadu ke Komisi SPS WTO karena AS bisa membuktikan secara ilmiah dan Indonesia memang belum bisa mengatasinya. Jepang menolak masuknya beberapa buah-buahan Indonesia seperti pisang dan beberapa jenis buah-buahan lainnya dengan alasan lalat buah. Dalam hal ini Indonesia tidak mengajukan protes ke Komisi SPS WTO karena kenyataannya memang terjadi di Indonesia dan sejauh ini belum mampu mengatasinya. Selain itu, Jepang juga menolak masuknya pucuk tebu asal Indonesia dengan alasan penyakit mulut dan kuku (PMK). Untuk kasus ini Indonesia mengadukannya ke Komisi SPS WTO karena Indonesia dalam daftar OIE merupakan salah satu negara yang dinyatakan bebas PMK. Taiwan belakangan ini telah menerapkan SPS di mana paprika kita dan buah lainnya ditolak masuk Taiwan karena alasan Indonesia belum bebas lalat buah tertentu.
9)
Permasalahan Technical Barriers to Trade (TBT). Hampir serupa dengan perjanjian Sanitary & Phytosanitary (SPS) adalah TBT (Technical Barriers to Trade). Perjanjian ini mengatur standarisasi baik yang bersifat mandatory (wajib) maupun yang bersifat voluntary yang mencakup karakteristik produk; metode dan proses produk; terminologi dan simbol; serta persyaratan kemasan (packaging) dan label (labeling) suatu produk. Ketentuan ini ditetapkan untuk memberikan jaminan bagi kualitas suatu produk ekspor, memberikan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan manusia, hewan,
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
23
tumbuhan dan lingkungan hidup. Perjanjian TBT ini mewajibkan para anggotanya
untuk
menggunakan
standar
internasional
sebagai
dasar
penetapan standar, seperti ISO dan lainnya.
Untuk mencegah terjadinya penolakan (claim) atas komoditas ekspor yang sangat merugikan itu, diperlukan upaya peningkatan mutu yang ditopang dengan sistem pembinaan mutu dan dikembangkan secara terus-menerus. Untuk itu, pembinaan mutu terhadap komoditas ekspor unggulan, perlu dilakukan secara menyeluruh dari tingkat produsen pertama sampai tingkat eksportir, terutama dalam menindaklanjuti kesepakatan EPA (Economic Partnership Agreement). 10)
Permasalahan Tarif Ekspor CPO Indonesia ke negara India mengalami diskriminasi tarif yaitu adanya perbedaan penetapan tarif yang cukup besar antara minyak nabati atau vegetable oil yang berasal dari Indonesia dan yang berasal dari Amerika. Sementara itu tarif bea masuk impor komoditi pertanian sudah sangat rendah, bahkan untuk beberapa komoditi seperti buah-buahan, palawija, produk ternak, bea masuk yang rendah menyebabkan banjirnya produk impor di dalam negeri dan mengancam kelangsungan produksi petani di dalam negeri. Perjuangan Indonesia di forum WTO untuk melindungi produkproduk dalam negeri yang menyangkut isu pengurangan kemiskinan, ketahanan pangan dan pembangunan masyarakat perdesaan, masih belum mencapai hasil yang diinginkan.
1.3.3. TANTANGAN Pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian menghadapi berbagai tantangan seperti: 1.
Perubahan lingkungan ekonomi regional dan internasional, baik karena pengaruh liberalisasi ekonomi maupun karena perubahan fundamental dalam pasar produk pertanian global.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
24
2.
Sebagai tuntutan pasar atas efisiensi usaha, maka diperlukan adanya upaya adopsi teknologi yang terus mengarah pada efisiensi pada industrialisasi pertanian dan perdesaan.
3.
Kecenderungan penurunan harga dan permintaan pasar internasional untuk komoditi pertanian ekspor akibat krisis keuangan global.
4.
Perubahan pada sisi permintaan yang menuntut kualitas tinggi, kuantitas besar, ukuran seragam, ramah lingkungan, kontinuitas produk dan penyampaiannya tepat waktu serta harga yang kompetitif.
5.
Perkembangan preferensi pasar (permintaan konsumen), tren konsumen akan informasi nutrisi serta jaminan kesehatan dan keamanan produkproduk pertanian.
6.
Terdapat kecenderungan pemberlakuan non-tariff barrier dan tariff escalation bagi produk olahan sebagai persyaratan impor oleh negaranegara maju yang kuat.
7.
Telah diterapkannya persyaratan ”green products” atau penolakan terhadap komoditi yang dalam proses produksi (budidayanya) dianggap tidak mengindahkan kelestarian alam dan lingkungan serta hak-hak asasi manusia khususnya oleh negara Uni Eropa dan negara maju lainnya .
8.
Munculnya negara-negara pesaing (competitors) yang menghasilkan produk-produk hasil pertanian yang sejenis dan pada musim yang sama serta produk-produk substitusi merupakan tantangan bagi pengembangan produk pertanian Indonesia, baik di dalam negeri maupun di negaranegara tujuan ekspor tradisional maupun negara-negara tujuan ekspor baru.
9.
Perubahan iklim global yang mengakibatkan produksi pertanian cenderung fluktuatif. Akibat hal ini maka bahan baku industri pengolahan mengalami kendala.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
25
BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN
2.1
Visi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Mengacu kepada visi Kementerian Pertanian yakni ”Terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor dan kesejahteraan petani ”, maka visi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian adalah ”Menjadi institusi yang peduli dan memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan masyarakat pertanian sejahtera, handal dan berdaya saing di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian melalui penyelenggaraan birokrasi yang profesional dan berintegritas ”. 2.2.
Misi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Untuk mencapai visi tersebut di atas, diemban misi yang harus dilaksanakan yaitu: (1)
Menumbuhkembangkan kelembagaan usaha pengolahan dan pemasaran petani yang merupakan basis ekonomi perdesaan, yang nantinya di harapkan sebagai wadah peningkatan peran dari petani produsen menjadi petani pemasok melalui penerapan manajemen, teknologi dan permodalan secara profesional.
(2)
Mengembangkan sistem agroindustri terpadu di perdesaan melalui, keterpaduan sistem produksi, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, sehingga mampu memberikan peningkatan pendapatan petani, kesempatan kerja di perdesaan dan peningkatan nilai tambah produk pertanian secara adil serta profesional.
(3)
Mengembangkan penerapan sistem jaminan mutu hasil pertanian secara efektif dan operasional untuk meningkatkan daya saing produk segar dan olahan, baik di pasar domestik maupun internasional.
(4)
Meningkatkan daya serap pasar domestik melalui kebijakan promosi dan proteksi produk pertanian yang efektif dan efisien
(5)
Meningkatkan akses pasar luar negeri hasil pertanian melalui kebijakan promosi dan proteksi produk pertanian yang efektif dan efisien.
(6)
Mengembangkan kapasitas institusi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang profesional dan berintegritas moral tinggi.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
26
2.3
Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam periode 2010-2014 adalah:
2.4
1)
Membangun sistem manajemen pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian
2)
Menumbuhkembangkan usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang memacu pertumbuhan ekonomi perdesaan.
3)
Menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan serta penyusunan dan penerapan standar nasional Indonesia produk dan hasil pengolahan pertanian (SNI).
4)
Meningkatkan daya serap pasar domestik dan ekspor.
Target Utama dan Sasaran Strategis 1)
Target Utama Selama lima tahun ke depan Kementerian Pertanian telah mencanangkan 4 target utama yaitu (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan, (3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor, dan (4) Peningkatan Kesejahteraan Petani. Dari ke empat (4) target utama tersebut, target utama ke tiga yakni Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor adalah target yang menjadi tanggung jawab Ditjen PPHP untuk pencapaiannya. Peningkatan Nilai Tambah; upaya ini akan difokuskan pada dua hal yakni peningkatan kualitas dan jumlah olahan produk pertanian untuk mendukung peningkatan daya saing dan ekspor. Peningkatan kualitas produk pertanian (bahan mentah dan olahan) diukur dari peningkatan jumlah produk pertanian yang mendapat sertifikasi jaminan mutu. Pada akhir tahun 2014 semua produk pertanian organik, kakao fermentasi, bahan olah karet (bokar) sudah harus tersertifikasi dengan pemberlakuan sertifikasi wajib. Peningkatan jumlah olahan diukur dari rasio produk mentah dan olahan. Saat ini 80 % produk pertanian diperdagangkan dalam bentuk bahan mentah dan 20 % dalam bentuk olahan. Pada akhir tahun 2014 ditargetkan bahwa 50 % produk pertanian diperdagangkan dalam bentuk olahan. Peningkatan Daya Saing; upaya ini akan difokuskan pada pengembangan produk berbasis sumberdaya lokal yang (1) dapat
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
27
meningkatkan pemenuhan permintaan untuk konsumsi dalam negeri; dan (2) dapat mengurangi ketergantungan impor (substitusi impor). Indikator keberhasilannya adalah besarnya pangsa pasar (market share) di pasar dalam negeri dan penurunan net impor. Upaya peningkatan daya saing akan difokuskan pada peningkatan produksi susu yang selama ini impornya mencapai 73% untuk memenuhi kebutuhan domestik. Untuk mengurangi besarnya impor gandum/terigu yang mencapai 6,7 juta ton per tahun akan dikembangkan tepung-tepungan berbasis sumberdaya lokal, yang ditargetkan pada akhir 2014 sudah bisa mensubstitusi 20 % impor gandum/terigu. Untuk kakao, ditargetkan pada akhir 2014 kebutuhan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri bisa dipenuhi semua dari produksi dalam negeri. Peningkatan Ekspor; upaya ini akan difokuskan pada pengembangan produk yang berdaya saing di pasar internasional, baik segar maupun olahan, yang kebutuhan di pasar dalam negeri sudah tercukupi. Indikatornya adalah pertumbuhan net ekspor komoditi segar dan olahan sebesar 15% pertahun. 2)
Sasaran Strategis Sasaran strategis pengembangan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang ingin dicapai dalam periode 2010-2014 adalah: 1)
Meningkatnya kapasitas, kemampuan dan kemandirian petani dan pelaku bisnis lainnya dalam usaha agroindustri serta kelembagaannya.
2)
Meningkatnya kapasitas, SDM Ditjen PPHP.
3)
Berkembangnya agroindustri terpadu di perdesaan melalui, keterpaduan sistem produksi, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
4)
Tercapainya penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan.
5)
Meningkatnya kualitas dan jumlah olahan produk pertanian untuk mendukung peningkatan daya saing dan ekspor
6)
Meningkatnya daya serap pasar domestik dan devisa negara dari ekspor produk pertanian.
kemampuan dan profesionalisme
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
28
BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN
3.1.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL (PENUGASAN RPJM 2010-2014)
3.1.1. PRIORITAS NASIONAL Dalam RPJM Nasional 2010-2014 (Buku I) terdapat 11 prioritas nasional. Diantara 11 prioritas nasional tersebut yang terkait dengan Kementerian Pertanian adalah prioritas ke 5 (lima) yakni “Ketahanan Pangan”. Dalam RPJMN tersebut tema prioritas ketahanan pangan adalah “Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemendirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam”. Selain prioritas nomor 5 (lima) Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian juga mendapat amanah untuk terlibat dalam pelaksanaan prioritas nomor 1 yaitu Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, nomor 8 Energy, dan Nomor 9 Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Disamping terlibat dalam pencapaian Prioritas Nasional (RPJMN 2010-2014, Buku I), pembangunan pertanian ditempatkan pada kelompok pembangunan Bidang SDA dan Lingkungan Hidup (RPJMN 2010-2014, Buku II) dengan 7 prioritas bidang. Dari 7 prioritas bidang tersebut yang terkait dengan Kementerian Pertanian adalah prioritas nomor 1, yaitu “ Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan”.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
29
3.2.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERTANIAN
3.2.1 Arah Kebijakan Kementerian Pertanian Terkait Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Pembangunan
1)
Pengembangan bio-energy berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energy masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM.
2)
Pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa kota.
3)
Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usaha tani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional.
4)
Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi.
5)
Optimalisasi potensi perempuan melalui kegiatan produktif di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian (Pengarusutamaan gender).
6)
Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance.
3.2.2. Strategi Kementerian Pertanian Terkait Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Strategi pembangunan pertanian selama 2010-2014 akan dilakukan melalui Tujuh (7) Gema Revitalisasi dan yang terkait erat dengan pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah: Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, Revitalisasi Kelembagaan Petani , dan Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir, serta revitalisasi pembiayaan. 1)
Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana
Untuk mengarah ke pertanian industrial penggunaan alat mesin pertanian mutlak diperlukan untuk meningkatkan efisiensi usaha pertanian. Untuk Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
30
menyediakan peralatan mesin pengolahan hasil pertanian yang tepat dan memenuhi persyaratan teknis yang baik beberapa upaya yang perlu dilakukan adalah:
Memperkuat kelembagaan Alat Mesin di Pusat untuk membuat kebijakan dan regulasi berkaitan dengan pembuatan penyebaran dan penggunaan alsin di tingkat petani secara bertanggung jawab. Terkait dengan upaya tersebut Ditjen PPHP memiliki UPT Balai Pengujian Mutu Alsintan yang berfungsi menguji mutu dan kelayakan alsin pengolahan hasil yang diproduksi oleh masyarakat.
Mendorong swasta untuk mendesain, memproduksi dan menyebarkan alsin sesuai dengan standar kualitas nasional.
Bekerjasama dengan sektor terkait untuk mendorong terbentuknya fasilitas bengkel-bengkel alsin.
2) Revitalisasi Kelembagaan Petani Kondisi organisasi petani saat ini lebih bersifat budaya dan sebagian besar berorientasi hanya untuk mendapatkan fasilitas pemerintah, belum sepenuhnya diarahkan untuk memanfaatkan peluang ekonomi melalui pemanfaatan aksesibilitas terhadap berbagai informasi teknologi, permodalan dan pasar yang diperlukan bagi pengembangan usahatani dan usaha pertanian. Di sisi lain, kelembagaan usaha yang ada di pedesaan, seperti koperasi belum dapat sepenuhnya mengakomodasi kepentingan petani/kelompok tani sebagai wadah pembinaan teknis. Berbagai kelembagaan petani yang sudah ada seperti Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Perhimpunan Petani Pemakai Air dan Subak dihadapkan pada tantangan ke depan untuk merevitalisasi diri dari kelembagaan yang saat ini lebih dominan hanya sebagai wadah pembinaan teknis dan sosial diharapkan menjadi kelembagaan yang juga berfungsi sebagai wadah pengembangan usaha yang berbadan hukum atau dapat berintegrasi dalam koperasi yang ada di pedesaan. 3) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir
Mendorong pengembangan industri pengolahan pertanian di perdesaan secara efisien guna peningkatan nilai tambah dan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
31
daya saing di pasar dalam negeri dan internasional; cakupan industri yang akan dikembangkan diantaranya adalah industri pengolahan makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri bioenergi, industri pengolahan hasil ikutan (by-product).
Meningkatkan jaminan pemasaran dan stabilitas harga komoditas pertanian; jaminan pemasaran produk dan harga yang diterima petani adalah permasalahan yang sering dihadapi sehingga upaya-upaya intervensi stabilisasi harga perlu dilanjutkan (untuk beras) oleh Bulog; melanjutkan dan menerapkan secara intensif sistem pembelian dengan resi gudang; memberikan perlindungan petani produsen melalui kebijakan tarif khususnya komoditi impor agar produksi dalam negeri tidak jatuh (seperti pada susu, bawang); membentuk jaringan informasi pasar dan menyebarkan ke seluruh wilayah; melakukan promosi pemasaran terhadap komoditi ekspor.
Meningkatkan dan menjaga mutu dan keamanan pangan pada semua tahapan produksi mulai dari hulu sampai hilir; peningkatan mutu hasil pertanian ditempuh melalui penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan dengan memperkuat (a) Kelembagaan Otoritas Kempeten Keamanan Pangan Daerah, (b) SDM inspector, auditor, fasilitator dan pengawas, (c) sistem dan prosedur pengawasan mutu. Standardisasi produk pertanian mulai dari hulu sampai hilir perlu dilakukan untuk komoditas yang mempunyai prospek pasar di luar negeri.
Mendorong peningkatan potensi perempuan di bidang pengolahan hasil pertanian (pengarusutamaan gender); dengan meningkatnya peran perempuan dalam kegiatan pengolahan hasil pertanian akan mampu memberikan peran nyata dalam (1) menjamin pelaksanaan pembangunan yang lebih mantap, berkesinambungan, dan mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi, dengan mempertimbangkan pengalaman, aspirasi, permasalahan dan kebutuhan perempuan dan laki-laki; (2) memperkecil kesenjangan gender yang terjadi di berbagai bidang pembangunan; (3) meningkatkan pendapatan mensejahterakan keluarga.
keluarga
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
sehingga
dapat
32
4) Revitalisasi Pembiayaan Revitalisasi pembiayaan dilakukan melalui pengembangan Pola Insentif Two in One. Pola insentif yang diberikan bagi tumbuhnya industri perdesaan meliputi bantuan insentif teknologi dan bantuan akses terhadap modal usaha. Bantuan teknologi diberikan dalam bentuk alat dan mesin yang dibutuhkan dalam kegiatan pengembangan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Bantuan teknologi bersumber dari dana APBN, sedangkan bantuan akses modal usaha terhadap sumbersumber permodalan skim kredit lunak (bersubsidi). Penerima insentif teknologi dan permodalan adalah inti dan plasma. Inti adalah industri yang bergerak dalam kegiatan pengolahan/pasca panen (swasta, koperasi, BUMD, PT dan lain-lain). Plasma adalah kelompok tani atau gabungan kelompok tani yang sudah berbadan hukum dan bankable/feasible. Insentif teknologi diberikan kepada plasma yang dikelola oleh inti. Jenis teknologi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan kedua belah pihak, yakni yang dapat mendorong percepatan pengembangan industri hilir di bidang pertanian. Inti juga yang selanjutnya akan membeli produk plasma untuk dipasarkan langsung atau diolah dan kemudian dipasarkan dengan harga yang disepakati (berkeadilan). Sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan pasar, pihak inti yang akan menetapkan kuantitas, kualitas dan kontinuitas produk yang harus dihasilkan plasma, serta membina plasma dalam sistem produksi dan mutu.
3.3.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN
3.3.1. Fokus Komoditi Fokus komoditi pembangunan PPHP 2010-2014 terdiri dari 4 (empat) kelompok komoditas utama yakni: 1)
Pangan Utama : Beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi.
2)
Andalan Ekspor : Kakao, kopi, sawit, rempah dan teh.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
33
3)
Produk Potensial Pasar Domestik dan Ekspor : Buah tropika, biofarmaka, tanaman hias tropika, bokar, beras specialty, mete, atsiri, kelapa.
4)
Subsitusi Impor : Susu, tepung, jeruk, daging ayam dan telur.
3.3.2. Strategi 1) Penerapan dan pengawasan sistem jaminan mutu komoditi strategis dan keamanan pangan. 2) Pengembangan dan pengelolaan sarana kelembagaan pemasaran produk hasil pertanian 3) Pengembangan kewirausahaan pemasaran hasil pertanian
dan
investasi
pengolahan
dan
4) Pemenuhan permintaan pasar dalam negeri dan penguatan ekspor komoditas strategis.
3.3.3.
Kebijakan Mengacu kepada arah kebijakan Kementerian Pertanian dan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, maka kebijakan pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian ditetapkan sebagai berikut:
A.
Kebijakan Pengolahan Hasil Pertanian Dalam upaya pengembangan pengolahan hasil pertanian, dengan karakteristik usaha yang berskala kecil dengan berbagai keterbatasannya, memerlukan kebijakan pengembangan yang memiliki keunggulan. Salah satu pendekatan terintegrasi yang dipandang sesuai, adalah pendekatan kelompok yang memiliki jaringan usaha yang terkait. Pendekatan pengembangan aktifitas usaha pengolahan secara berkelompok dalam kegiatan usaha yang sejenis, tentunya dapat meningkatkan kapasitas serta dayasaing usaha, yang kemudian dapat dikembangkan beberapa usaha yang cakupannya berbeda tetapi masih saling terkait menjadi bentuk klaster (inti dan plasma). Keunggulan pola klaster ini, mengacu pada argumentasi bahwa sulit bagi usaha berskala kecil secara individual untuk bersaing dengan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
34
usaha berskala besar dalam suatu aktifitas usaha yang sama (economic of scale). Pengembangan suatu usaha dengan pendekatan klaster, dimana kelompok usaha yang saling terakit dari berbagai jenis usaha dan beroperasi dalam wilayah yang saling berdekatan, terbukti memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. Usaha pengolahan yang berbasis klaster di beberapa negara, menunjukkan kemampuannya secara berkesinambungan untuk mampu menembus pasar ekspor, menghasilkan nilai tambah yang memadai, mampu menyerap tenaga kerja dan sangat responsif terhadap pemanfaatan inovasi teknologi. Dengan demikian, pengembangan agroindustri perdesaan, dengan karakter dan kondisi yang ada, pola pengembangan klaster (inti plasma) merupakan pilihan yang tepat, karena pelaku usaha pengolahan dapat meningkatkan aksesibilitasnya terhadap sumberdaya produktif, meningkatkan kapasitas produksi, meningkatkan akses pasar dan efisiensi usaha sebagai dampak dari aktifitas usaha yang saling bersinergi. Optimalisasi potensi perempuan dalam meningkatkan produktivitas pertanian dapat dilakukan melalui kegiatan produktif dimana kesetaraan gender menjadi inti pengembangan program peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan sektor pertanian, khususnya usaha-usaha agroindustri pedesaan yang responsif gender sangat diperlukan. Hal tersebut mempunyai peran untuk: (1) menjamin pelaksanaan pembangunan yang lebih mantap, berkesinambungan, dan mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi, dengan mempertimbangkan pengalaman, aspirasi, permasalahan dan kebutuhan perempuan dan laki-laki; (2) memperkecil kesenjangan gender yang terjadi di berbagai bidang pembangunan; (3) meningkatkan pendapatan keluarga sehingga dapat mensejahterakan keluarga. Secara teknis usaha agroindustri terpadu adalah unit usaha yang telah memperhatikan dan mengembangkan aspek-aspek penyiapan bahan baku yang bermutu, menerapkan prinsip-prinsip GAP, GHP, dan Good Manufacturing Practices (GMP), menerapkan sistem jaminan keamanan dan mutu hasil pertanian khususnya pangan,
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
serta telah
35
memanfaatkan dan mengelola limbah dengan baik (zero waste). Usaha Agroindustri tersebut merupakan industri pengolahan hasil pertanian skala kecil-menengah dan skala rumah tangga yang pada umumnya berada dan dimiliki warga di perdesaan yang bergerak dalam usaha pengolahan makanan minuman, biofarmaka, bioenergy, dan pengolahan hasil samping. Agroindustri terpadu ini dikembangkan dengan tujuan: (a) Meningkatkan nilai tambah hasil panen di pedesaan, baik untuk konsumsi langsung, maupun untuk bahan baku agroindustri lanjutan; (b) Memberikan jaminan mutu dan harga sehingga tercapai efisiensi agribisnis; (c) Mengembangkan diversifikasi produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan produksi atau kelangkaan permintaan pada periode tertentu; (d) Sebagai wahana pengenalan, penguasaan, pemanfaatan teknologi tepat guna dan sekaligus sebagai wahana peran serta masyarakat pedesaan dalam sistem agribisnis, dan (e) menjaga kelestarian lingkungan. Kebijakan pengembangan dilaksanakan adalah:
pengolahan
hasil
pertanian
yang
(1)
Peningkatan nilai tambah melalui agroindustri pedesaan
(2)
Peningkatan inovasi dan diseminasi teknologi pengolahan
(3)
Peningkatan efisiensi usaha pengolahan hasil pertanian melalui optimalisasi dan modernisasi sarana pengolahan
(4)
Peningkatan kemampuan dan memberdayakan SDM pengolahan dan penguatan lembaga usaha pengolahan hasil di tingkat petani
(5)
Peningkatan upaya pengelolaan lingkungan
B. Kebijakan Mutu dan Standardisasi Dalam sistem perdagangan komoditas pangan hasil pertanian di era pasar global ini, aspek keamanan pangan dan mutu produk merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memenangkan persaingan. Sistem keamanan dan mutu terpadu produk pangan hasil pertanian dengan demikian harus sudah mulai diterapkan sejak awal dan pada akhir periode diharapkan sudah berjalan dengan baik. Karena di era pasar bebas ini industri pangan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
36
Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam sistem manajemen mutunya. Sistem standar mutu merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari pembinaan mutu hasil pertanian sejak proses produksi bahan baku hingga produk di tangan konsumen. Penerapan sistem standarsasi secara optimal sebagai alat pembinaan mutu hasil pertanian bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses produksi maupun produktivitas di bidang pertanian yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing dan mendorong kelancaran pemasaran komoditi pangan serta mendorong berkembangnya investasi di sektor pertanian. Kebijakan mutu dan standarisasi yang dilaksanakan adalah: (1) Pengembangan standardisasi sarana dan hasil pertanian Pengembangan SNI Regulasi wajib standar Sistem Kontrol Internal (ICS) Sertifikasi jaminan mutu dan keamanan pangan Kerjasama dan Harmonisasi standar (2) Penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan. Pengawasan penerapan sistem jaminan mutu produk pertanian (keamanan pangan dan produk organik) serta pemberdayaan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat/Daerah (OKKP-P / OKKP-D) (3) Pengembangan sistem uji mutu alsintan (4) Pembinaan kelembagaan mutu (lab, lembaga sertifikasi)
C. Kebijakan Pemasaran Domestik Pengembangan pemasaran dalam negeri diarahkan bagi terciptanya mekanisme pasar yang berkeadilan, sistem pemasaran yang efisien dan efektif, meningkatnya posisi tawar petani, serta meningkatnya pangsa pasar produk lokal di pasar domestik, dan meningkatnya konsumsi terhadap produk pertanian Indonesia, serta terpantaunya harga komoditas hasil pertanian di seluruh provinsi. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
37
Untuk mencapai hal tersebut maka kebijakan yang dilaksanakan adalah: (1) Pengembangan jaringan pemasaran domestik, (2) Pengembangan sarana dan kelembagaan pasar, (3) Kebijakan stabilisasi harga dan pemantauan pasar. (4) Pengembangan pelayanan informasi pasar. D. Kebijakan Pemasaran Internasional Pengembangan pemasaran internasional dimaksudkan untuk percepatan peningkatan ekspor hasil pertanian, baik dalam bentuk segar maupun olahan, sehingga dapat meningkatkan pangsa pasar produk lokal di pasar internasional dan sekaligus meningkatkan perolehan devisa negara. Disamping itu, pengembangan pemasaran internasional juga dimaksudkan untuk melindungi produk pertanian dalam negeri. Untuk mencapai hal tersebut maka kebijakan pemasaran internasional yang dilaksanakan adalah: (1) Pengembangan analisa pasar, Market Intelligent dan perluasan pasar internasional, (2) Berpartisipasi dalam perundingan internasional bidang pertanian (3) Penyusunan posisi Indonesia dalam forum perundingan bilateral, regional dan multilaterial serta forum komoditi strategis (4) Pembinaan kelompok usaha untuk tujuan ekspor (5) Peningkatan akses ekspor komoditi strategis. E. Kebijakan Pengembangan Usaha dan Investasi Kebijakan pengembangan usahatani yang semula berorientasi produksi, telah mulai bergeser menuju kearah konsep pengembangan usaha tani yang berbasis agribisnis, yaitu usahatani yang terpadu antara agroinput (hulu), kegiatan produksi (onfarm), dan pengolahan (processing) yang secara keseluruhan disebut sebagai sebuah sistem agribisnis. Namun demikian pada penerapan atau operasionalisasinya Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
38
di lapangan masih banyak mengalami kendala. Kegiatan produksi usahatani (onfarm) sebagian besar masih secara tradisional bahkan sebagian masih bersifat subsisten atau hanya untuk mencukupi kebutuhan sendiri belum berorientasi pasar, sehingga dalam menghadapi persaingan banyak menghadapi kendala. Pengembangan agroindustri berorientasi pada kekuatan pasar (market driven) komoditi pertanian yang bernilai ekonomis, melalui pengembangan masyarakat yang tidak saja diarahkan kepada upaya pengembangan produksi (onfarm), tetapi juga meliputi pengembangan kegiatan atau usaha hulu (backward-linkage), seperti : penyediaan sarana produksi (alat pengolahan, dll), dan pengembangan kegiatan usaha hilir (forward lingkage), seperti industri pengolahan hasil pertanian, pasar hasil produk pertanian dan jasa-jasa pendukung lainnya. Pengembangan investasi pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, menciptakan lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan kegiatan ekonomi, pendapatan masyarakat (dalam hal ini petani) dan pendapatan daerah, melalui penciptaan iklim investasi usaha, serta lembaga keuangan yang telah mengakar di masyarakat, serta percepatan alih teknologi. Kebijakan dalam kerangka pengembangan usaha dan investasi pertanian meliputi : (1) Pengembangan usaha dan kelembagaan pertanian berbasis kemitraan dan kewirausahaan (2)
Peningkatan promosi dan pelayanan investasi pertanian
(3)
Peningkatan promosi produk pertanian di tingkat nasional dan internasional
(4)
Peningkatan konsumsi produk lokal melalui kampanye.
3.4.
PROGRAM DAN KEGIATAN
3.4.1.
Program Sesuai Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran, maka sebagai salah satu unit kerja Eselon I di Kementerian Pertanian,
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
39
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian memiliki satu program yang mendukung Kementerian Pertanian dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, yaitu “Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian”. Program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan tugas fungsi Eselon II di dalamnya meliputi kegiatan: (1) Pengembangan Usaha dan Investasi (2) Pengembangan Pengolahan Hasil Pertanian, (3) Pengembangan Mutu dan Standardisasi Pertanian, (4) Pengembangan Pemasaran Domestik, (5) Pengembangan Pemasaran Internasional, (6) Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Indikator keberhasilan (outcome) dari program Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian hingga tahun 2014 adalah sebagai berikut: 1) Meningkatnya produk olahan hasil pertanian yang bermutu untuk ekspor dan pasar domestik sebesar 5% pertahun 2) Meningkatnya net ekspor komoditi segar dan olahan sebesar 15% pertahun 3) Meningkatnya jumlah lembaga pemasaran petani dalam rangka penyerapan pasar hasil pertanian di pasar domestik sebesar 5% pertahun 4) Meningkatnya jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian sebesar 6% pertahun. 3.4.2.
Kegiatan
A. Kegiatan Pengembangan Pengolahan hasil Pertanian 1.
Kegiatan di Pusat dan daerah Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanakan kegiatan Pengembangan Pengolahan Hasil Pertanian sebagai berikut: Kegiatan di Pusat: a.
Pertemuan koordinasi teknis
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
40
b.
Analisa kelayakan usaha industri serta penyusunan pedoman /petunjuk teknis pengembangan agroindustri berbasis komoditas/produk unggulan tanaman pangan, perkebunan dan peternakan
c.
Penyusunan pedoman pengembangan agroindustri berbasis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan
d.
Updating data dan pengembangan layanan informasi teknis pengolahan hasil pertanian.
e.
Fasilitasi sosialisasi/promosi/pemberian penghargaan kepada Gapoktan/ pelaku usaha pengolahan hasil pertanian.
f.
Pengembangan pertanian
g.
Pembinaan, bimbingan teknis dan pengawalan penerapan teknologi pengolahan hasil tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
informasi
layanan
teknis
pengolahan
hasil
Kegiatan di Daerah
2.
a.
Pendampingan pengembangan agroindustri pedesaan berbasis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
b.
Fasilitasi sarana pengolahan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
c.
Fasilitasi penerapan GHP
d.
Bimbingan Gapoktan
e.
Sosialisasi & Pelatihan teknis
f.
Koordinasi
g.
Informasi layanan teknis pengolahan hasil pertanian.
h.
Dukungan administrasi (Rapat, honor, site manajer/supervisor, PPK , ATK dll)
i.
Kegiatan penunjang lain (Penguatan kelembagaan, Bimtek /Binwal), kemitraan pemasaran, pembinaan mutu monev, PMUK).
Sasaran Kegiatan a.
Pengembangan penggilingan padi berkualitas sebesar 10% pertahun.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
41
3.
b.
Pengembangan jumlah produk tepung-tepungan berbahan baku lokal untuk substitusi impor sebesar 20 % (tahun 2009 sebesar 5 %).
c.
Peningkatan produksi susu domestik sebesar 50 % (tahun 2009 sebesar 26 %).
Indikator Keberhasilan (output) a.
Meningkatnya unit usaha pengolahan hasil tanaman pangan sebesar 9000 unit.
b.
Meningkatnya unit usaha pengolahan hasil hortikultura sebesar 200 unit.
c.
Meningkatnya unit usaha pengolahan hasil perkebunan sebesar 400 unit.
d.
Meningkatnya unit usaha pengolahan hasil peternakan sebesar 300 unit.
B. Kegiatan Pengembangan Mutu dan Standarisasi 1)
Kegiatan di Pusat dan Daerah Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanakan kegiatan pengembangan Mutu dan Standarisasi: Kegiatan di Pusat : a. b. c.
Penyusunan Pedoman Teknis Mutu Kakao Fermentasi. Penyusunan Layanan Informasi Publik. Bimbingan Teknis Penerapan Pasca Panen Kakao dan Sistem Jaminan Mutu.
d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Monitoring pelaksanaan kegiatan teknis. Pengembangan pengelolaan pengujian alsintan. Pengembangan sertifikasi alsintan. Analisis dan evaluasi metode pengujian. Pemantauan dan evaluasi hasil pengujian. Penyusunan Rencana Teknis. Pengelolaan laboratorium. Sosialisasi pengujian dan sertifikasi alsintan. Pengembangan sistem mutu produsen alsintan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
42
m.
Pengadaan sarana dan prasarana, bangunan kantor LS Pro Alsintan.
Kegiatan di Daerah : a. b. c. d. e. f. g. h. i. 2)
3)
Konsultasi, koordinasi, pelatihan, pertemuan, monitoring dan evaluasi Fasilitasi sarana dan prasarana pengembangan mutu kakao, bokar dan produk organik. Fasilitasi Penerapan sistem jaminan mutu, SNI Pengembangan jabatan fungsional PMHP Fasilitas harmonisasi standar mutu Pengembangan laboratorium Peningkatan kompetensi SDM mutu dan keamanan pangan Pengembangan OKKP Pengawasan mutu dan keamanan pangan
Sasaran Kegiatan a.
Peningkatan produksi kakao fermentasi bermutu tinggi sebesar 50 % pada akhir tahun 2014 ( tahun 2009 sebesar 20 %)
b.
Peningkatan prosentase karet (bokar) yang sesuai SNI sebesar 50 % ( tahun 2009 sebesar 30 %).
c.
Peningkatan produk organik bersertifikat sebanyak 300 produk pada akhir 2014 ( tahun 2009, ada 40 produk tersertifikasi).
d.
Peningkatan jumlah pelaku usaha mendapat sertifikasi Jaminan Varietas sebanyak 10 orang pada akhir tahun 2009 (tahun 2009, ada 2 pelaku usaha nendapat sertfikasi jaminan varietas)
e.
Peningkatan jumlah pelaku usaha yang mendapat sertifikat Jaminan Keamanan Pangan sebanyak 825 orang (tahun 2009 ada 41 pelaku usaha mendapat sertifikat).
f.
Penerapan SNI wajib bagi produk kakao dan karet.
Indikator Keberhasilan (output) a.
Menghasilkan rancangan SNI produk pertanian sebesar 100 dokumen.
b.
Jumlah unit usaha yang menerapkan sistem jaminan mutu sebesar 1000 unit.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
43
C.
c.
Jumlah laboratorium pengujian dan kesesuaian sebesar 43 laboratorium.
lembaga
penilaian
d.
Jumlah kerjasama standar mutu dan harmonisasi standar mutu sebesar 30 kerjasama.
e.
Jumlah pengujian dan sertifikasi alsintan sebesar 250 lembaga.
f.
Jumlah pengawasan jaminan mutu sebesar 35 unit.
Kegiatan Pengembangan Pemasaran Domestik Fokus kegiatan pemasaran domestik yang akan dilakukan adalah: (a) pengembangan kelembagaan pasar dalam bentuk Sub Terminal Agribisnis (STA) komoditas tanaman pangan dan hortikultura, pasar lelang perkebunan, pasar tani, dan pasar ternak; (b) pengembangan jaringan pemasaran yang saling menguntungkan dan mampu mendistribusikan nilai tambah secara adil terutama kemitraan antara kelompok petani dengan pelaku usaha; (c) pengembangan sistem informasi pemasaran, terutama untuk pemantauan dan analisis harga pangan strategis; (d) pengembangan kebijakan pemasaran domestik hasil pertanian (Penerapan HPP gabah/beras.) 1) Kegiatan di Pusat dan Daerah Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah untuk kegiatan pengembangan pemasaran domestik adalah: Kegiatan di Pusat a. b. c. d. e. f.
Bimbingan teknis dan pembinaan dan pengawalan. Fasilitasi Pertemuan teknis, pertemuan koordinasi bidang pemasaran domestik Monitoring pelaksanaan kegiatan Penyebaran Informasi pasar dan pengembangan PIP Analisis pasar komoditi pertanian strategis Pengembangan data base informasi pasar
Kegiatan di Daerah a.
Pendampingan manajemen pasar tani, STA/pasar lelang, pasar tenak, pasar lelang perkebunan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
44
b.
Bimbingan teknis pemasaran dan kemitraan di lembaga pasar
c.
Bantuan sarana dan operasional pasar tani, STA dan pasar lelang, pasar ternak.
d.
Fasilitasi system informasi pasar di pasar tani, STA, Pasar ternak, dan pasar lelang perkebunan.
e.
Fasilitasi kemitraan di STA, pasar tenak dan pasar tani.
f.
Fasilitasi pelaksanaan lelang
g.
Operasionalisasi pengumpulan dan pengiriman data pemasaran.
h.
Analisa, pengiriman dan penyebaran data pemasaran.
i.
Adm, Monitoring dan Evaluasi dan laporan.
2) Sasaran Kegiatan a.
Peningkatan jumlah lembaga pemasaran sebanyak 365 unit pada akhir tahun 2014 (tahun 2009 sebanyak 264 unit).
b.
Penyerapan sebanyak mungkin produk domestik.
c.
Pengembangan Pusat Informasi Pasar di kabupaten/kota seluruh Indonesia (tahun 2009 baru di 150 kabupaten/kota).
3) Indikator Keberhasilan (Output) a.
Meningkatnya kelembagaan pemasaran bagi petani sebesar 700 unit
b.
Jumlah komoditi dalam pemantauan dan stabilitasi harga komoditas pertanian utama sebesar sebanyak 12 komoditi utama.
c.
Jumlah kerjasama dan jaringan pasar sebesar 50 kerjasama
d.
Jumlah unit pelayanan informasi pasar komoditi pertanian sebesar 700 unit.
D.
Kegiatan Pemasaran Internasional Fokus kegiatan yang akan dilakukan adalah: (a) Pengembangan kerjasama perdagangan internasional, baik secara Government to Government (G to G), maupun di regional, sub-regional, dan multilateral; (b) Pengembangan kebijakan proteksi; (c) Penguatan market intelligence;
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
45
(d) Peningkatan fasilitas perdagangan, angkutan, dan penyimpanan komoditi ekspor hasil pertanian. 1)
Kegiatan Pusat dan Daerah Kegiatan di Pusat : a. b. c.
Pengembangan Sistim Informasi Pemasaran (Internasional) Penyusunan Pedoman Ekspor-Impor Produk Pertanian Penyusunan langkah-langkah implementasi kesepakatan kerja sama internasional bidang pertanian
d.
Kerjasama perdagangan/komoditi dalam forum bilateral/intra regional /multilateral
e.
Kajian tataniaga produk pertanian Indonesia
f.
Kajian peluang peningkatan pasar
g.
Penyusunan dan pencetakan hasil negosiasi forum regional ASEAN
h.
Akselerasi ekspor komoditi perkebunan dan hortikultura
i.
Monitoring implementasi kerjasama bilateral IJ-EPA, RI-China dan RI Korsel
j.
Pemantauan operasional cool storage dalam rangka ekspor hasil pertanian
k.
Pelatihan ekspor bagi GAPOKTAN
l.
Countesy negative Campaign
m. Workshop/Dialog Sustainable Palm Oil
2)
Sasaran Kegiatan a.
Pertumbuhan ekspor kakao 15 % (volume) per tahun (tahun 2009 tumbuh 10.66 %).
b.
Pertumbuhan ekspor karet 10% (volume) 2009 tumbuh 5.16 %).
c.
Pertumbuhan ekspor sawit 2009 tumbuh 18.15 %).
d.
Pertumbuhan ekspor kopi 15 % (volume) per tahun(tahun 2009 tumbuh 11.48 %).
per tahun (tahun
25 % (volume) per tahun (tahun
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
46
3)
e.
Pertumbuhan ekspor beras 100.000 ton per tahun (tahun 2009 sebesar 20 ton).
f.
Pertumbuhan ekspor buah tropis tahun(tahun 2009 tumbuh 19.2 %).
g.
Pertumbuhan ekspor biofarmaka dan minyak atsiri 20 % (volume) per tahun(tahun 2009 tumbuh 12.53 %).
h.
Neraca Perdagangan tumbuh 15 % per tahun.
25
%
(volume)
per
Indikator Keberhasilan (output): a. Tersusunnya bahan posisi Delri sebagai bahan perudingan dalam negosiasi kerjasama pemasfran forum bilateral, regional dan multilateral komoditi pertanian sebanyak 150 bahan. b.
Partisipasi dalam perundingan internasional bidan pertanian sebanyak 125 laporan
c.
Analisa ekspor dan impor hasil pertanian sebanyak 60 laporan.
d.
Pembinaan gapoktan orientasi ekspor sebanyak 100 gapoktan.
E. Kegiatan Pengembangan Usaha dan Investasi; 1) Tugas Pusat dan Daerah Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanakan kegiatan pengembangan usaha, peningkatan investasi serta pengembangan kelembagaan adalah sebagai berikut: Pusat a. Penyusunan kebijakan pengembangan usaha, pengembangan kelembagaan, serta pengembangan kemitraan dan kewirausahaan bidang pertanian. b. Analisis dan pemberian konsultasi investasi bidang pertanian. c. Pelaksanaan tata usaha dan administrasi d. Penyusunan Pedoman Investasi Pertanian dan pedoman teknis lainnya e. Bimbingan teknis dan Manajemen pengembangan usaha, peningkatan investasi serta promosi, pameran dalam dan luar negeri. f. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengembangan usaha, peningkatan investasi .
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
47
Daerah a. Fasilitasi Indikasi Geografis (IG) b. Keikutsertaan dalam promosi dalam dan luar negeri c. Pembinaan dan pendampingan kemitraan dan kewirausahaan d. Gelar potensi investasi e. Pendampingan kelompok usaha pola insentif Two in One. 2) Sasaran Kegiatan a. b. c. d.
Berkembangnya usaha di bidang pertanian secara berkelanjutan Meningkatnya investasi di bidang pertanian sebesar . Meningkatnya kemitraan dan kewirausahaan. Meningkatnya jumlah dan jenis produk yang dipromosikan melalui pameran, eksebisi dalam dan lua negeri.
3) Indikator Keberhasilan (output): a. Meningkatnya jumlah pembinaan kemitraan dan kewirausahaan di sektor pertanian sebesar 150 unit. b. Fasilitasi investasi di sektor pertanian sebesar 40 laporan. c. Fasilitas dan keikutsertaan dalam pameran, promosim eksibisi dan perlombaan dalam negeri maupun laur negeri sebanyak 80 kali.
F. Kegiatan Mendukung Manajemen dan Kepegawaian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kegiatan dalam rangka mendukung manajemen dan kepegawaian di Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian adalah:
1)
a.
Pembinaan perencanaan kegiatan pengolahan dan pemasaran di pusat dan daerah.
b. c.
Pembinaan monitoring, evaluasi dan pelayanan informasi. Pembinaan pengelolaan keuangan dan perlengkapan di pusat dan daerah.
d.
Pengelolaan ketatausahaan, kepegawaian, kehumasan, dan peraturan perundang-undangan.
Kegiatan di Pusat dan daerah
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
48
Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah untuk kegiatan mendukung manajemen dan kegiatan teknis lainnya di Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian adalah: Kegiatan di Pusat a. Penyusunan Pedoman-pedoman dan Petunjuk Teknis b. Sosialisasi Program dan Anggaran PPHP Tahunan c. Sosialisasi Pelaporan Keuangan d. Sosialisasi Pedoman Umum Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan PPHP Tahunan e. f. g.
Sosialisasi Pedoman Penyusunan Proposal Kegiatan Daerah. Evaluasi proposal dan penetapan proposal yang akan dibiayai. Pertemuan Koordinasi Program dan Penganggaran.
h.
Pertemuan Monev.
i.
Pertemuan dan Koordinasi lainnya.
Kegiatan di Daerah a.
Melaksanakan kegiatan perencanaan.
b. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan, keuangan, dan barang inventaris.
2)
c.
Melakukan Monitoring dan evaluasi.
d.
Menghadiri pertemuan-pertemuan koordinasi dll.
Sasaran Kegiatan a. Meningkatnya pengelolaan keuangan. b. Meningkatnya layanan publik. c.
Meningkatnya Akuntabilitas Kinerja Instansi.
d. Meningkatnya perencanaan program/kegiatan dan anggaran. e. Meningkatnya pengelolaan kepegawaian, kehumasan dan peraturan perundang-undangan. f. 3)
Meningkatnya pelaksanaan Monev, pelaporan dan penyediaan data informasi.
Indikator Keberhasilan (output)
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
49
a. Dokumen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan program peningkatan nilai tambah, daya saing, industri hilir, pemasaran dan ekspor hasil pertanian sebanyak 20 dokumen. b. Jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian melalui LM3 sebanyak 750 kelompok.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
50
BAB IV PENUTUP
Tujuan dan sasaran pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian 2010-2014 akan diwujudkan melalui program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian. Lebih lanjut program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan utama meliputi Pengembangan Pengolahan Hasil Pertanian, Pengembangan Mutu dan Standarisasi Pertanian, Pengembangan Usaha dan Investasi, Pengembangan Pemasaran Domestik, Pengembangan Pemasaran Internasional, Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Untuk pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian perlu melibatkan berbagai komponen masyarakat selaku stake holder dan meningkatkan sinergi seluruh potensi sumber daya sehingga pemerintah lebih berperan dalam memfasilitasi, mendorong, dan memberdayakan masyarakat. Kerjasama antara Eselon I lingkup Kementerian Pertanian, antara kementerian atau lembaga terkait, dan antara pusat dan daerah perlu dijalin dalam rangka mengatasi berbagai masalah dan kendala yang dihadapi. Kerjasama antara para aparat pelaku pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian baik internal maupun eksternal Kementerian di pusat atau daerah sangat dibutuhkan mengingat kompleksnya permasalahan sehingga dibutuhkan pelibatan berbagai fungsi dan kebijakan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemsaran Hasil Pertanian 2010 - 2014
51
Lampiran 1: Matrik Prioritas Bidang dan Prioritas Unit Kerja
NO. 7.
7.1
PROGRAM/ KEGIATAN PRIORITAS
Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian
Pengembangan pengolahan hasil pertanian (Prioritas
SASARAN PRIORITAS NASIONAL/BIDANG/ UNIT KERJA
Meningkatnya usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian berkelanjutan
Meningkatnya usaha pengolahan hasil pertanian yang
TARGET
INDIKATOR KINERJA 2010
2011
2012
2013
2014
1. Peningkatan produk olahan hasil pertanian yang bermutu untuk ekspor dan pasar domestik
5
5
5
5
5
2. Peningkatan net ekspor komoditas segar dan olahan
15
15
15
15
15
3. Peningkatan jumlah lembaga pemasaran petani dalam rangka penyerapan pasar hasil pertanian di pasar domestik
5
5
5
5
5
4. Peningkatan jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian
6
6
6
6
6
1. Jumlah unit usaha pengolahan hasil tanaman pangan
13
75
95
4630
4660
Lampiran 52
NO.
PROGRAM/ KEGIATAN PRIORITAS
Nasional dan Bidang)
7.2
Pengembangan mutu dan standardisasi pertanian (Prioritas Nasional dan Bidang)
SASARAN PRIORITAS NASIONAL/BIDANG/ UNIT KERJA
berkelanjutan
Meningkatnya mutu hasil pertanian
TARGET
INDIKATOR KINERJA 2010
2011
2012
2013
2014
2. Jumlah unit usaha pengolahan hasil hortikultura 3. Jumlah unit usaha pengolahan hasil perkebunan
25
35
45
65
75
50
90
90
95
100
4. Jumlah unit usaha pengolahan hasil peternakan
45
65
75
85
90
1. Jumlah rancangan SNI produk pertanian
20
20
25
27
30
2. Jumlah unit usaha yang menerapkan sistem jaminan mutu
420
450
200
100
100
3. Jumlah laboratorium pengujian dan lembaga penilaian kesesuaian 4. Jumlah kerjasama standar mutu dan harmonisasi standar mutu 5. Jumlah pengujian dan sertifikasi alsintan 6. Jumlah pengawasan jaminan mutu
10
30
43
43
43
6
6
6
6
6
145
165
192
225
250
5
15
20
30
35
Lampiran 53
NO.
7.3
7.4
PROGRAM/ KEGIATAN PRIORITAS
SASARAN PRIORITAS NASIONAL/BIDANG/ UNIT KERJA
Pengembangan usaha dan investasi (Prioritas Nasional dan Bidang)
Meningkatnya usaha, kemitraan dan investasi di sektor pertanian
Pengembangan pemasaran domestik (Prioritas Bidang)
Meningkatnya pemasaran hasil pertanian di pasar domestik
TARGET
INDIKATOR KINERJA 2010
2011
2012
2013
2014
1. Jumlah unit usaha binaan kemitraan dan kewirausahaan di sektor pertanian 2. Jumlah fasilitasi investasi di sektor pertanian
20
30
35
35
35
4
7
7
10
12
3. Jumlah pameran, promosi, eksibisi dan perlombaan dalam negeri maupun luar negeri 1. Jumlah kelembagaan pemasaran bagi petani
10
10
20
22
24
186
195
205
100
105
4
6
8
10
12
16
10
12
13
15
290
373
450
600
700
2. Jumlah komoditi dalam pemantauan dan stabilitasi harga komoditas pertanian utama 3. Jumlah kerjasama dan jaringan pasar 4. Jumlah unit pelayanan informasi pasar komoditi pertanian
Lampiran 54
NO.
7.5
PROGRAM/ KEGIATAN PRIORITAS
Pengembangan pemasaran internasional (Prioritas Nasional dan Bidang)
SASARAN PRIORITAS NASIONAL/BIDANG/ UNIT KERJA
Meningkatnya pemasaran internasional hasil pertanian
TARGET
INDIKATOR KINERJA
1. Jumlah bahan posisi Delri sebagai bahan perundingan dalam negosiasi kerjasama pemasaran forum bilateral, regional dan multilateral komoditi petanian 2. Jumlah partisipasi dalam perundingan internasional bidang pertanian untuk memperjuangkan pemasaran komoditi petanian Indonesia 3. Jumlah hasil analisa data ekspor dan impor komoditi petanian serta data perdagangan lainnya yang diperlukan 4. Jumlah Gapoktan yang dibina dalam rangka peningkatan ekspor
2010
2011
2012
2013
2014
25
30
33
36
40
25
25
25
25
25
12
12
12
12
12
9
9
21
29
37
Lampiran 55
NO.
7.6
PROGRAM/ KEGIATAN PRIORITAS
Dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
SASARAN PRIORITAS NASIONAL/BIDANG/ UNIT KERJA
Terselenggaranya pelayananan administrasi dan pelayanan teknis lainnya secara profesional dan berintegritas di lingkungan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
TARGET
INDIKATOR KINERJA
1. Jumlah dokumen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan program peningkatan nilai tambah, daya saing, industri hilir, pemasaran dan ekspor hasil pertanian 2. Jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian melalui LM3
2010
2011
2012
2013
2014
4
4
4
4
4
200
75
75
75
Lampiran 56
Lampiran 2: Matriks Indikator Kinerja Utama (IKU) Unit Kerja
:
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Tugas
:
Melaksanakan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian
Fungsi
:
a. Perumusan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan,
Penanggung Jawab
:
pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; dan e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Sasaran Strategis
:
Meningkatnya usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian berkelanjutan
Indikator Kinerja Utama
:
Indikator Kinerja Utama
1. Peningkatan produk olahan hasil pertanian yang bermutu untuk ekspor dan pasar domestik 2. Peningkatan net ekspor komoditas segar dan olahan Lampiran 57
3. Peningkatan jumlah lembaga pemasaran petani dalam rangka penyerapan pasar hasil pertanian di pasar domestik 4. Peningkatan jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian komoditi pertanian
Lampiran 58
Lampiran 3: Matrik Rencana Strategis (RS) Visi
:
Menjadi institusi yang peduli dan memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan masyarakat pertanian sejahtera, handal dan berdaya saing di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian melalui penyelenggaraan birokrasi yang profesional dan berintegritas
Misi
:
1. Menumbuhkembangkan kelembagaan usaha pengolahan dan pemasaran petani yang merupakan basis ekonomi perdesaan, yang nantinya di harapkan sebagai wadah peningkatan peran dari petani produsen menjadi petani pemasok melalui penerapan manajemen, teknologi dan permodalan secara profesional. 2. Mengembangkan sistem agroindustri terpadu di perdesaan melalui, keterpaduan sistem produksi, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, sehingga mampu memberikan peningkatan pendapatan petani, kesempatan kerja di perdesaan dan peningkatan nilai tambah produk pertanian secara adil serta profesional. 3. Mengembangkan penerapan sistem jaminan mutu hasil pertanian secara efektif dan operasional untuk meningkatkan daya saing produk segar dan olahan, baik di pasar domestik maupun internasional. 4. Meningkatkan daya serap pasar domestik melalui kebijakan promosi dan proteksi produk pertanian yang efektif dan efisien 5. Meningkatkan akses pasar luar negeri hasil pertanian melalui kebijakan promosi dan proteksi produk pertanian yang efektif dan efisien. 6. Mengembangkan kapasitas institusi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang profesional dan berintegritas moral tinggi.
Lampiran 59
TUJUAN
CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN
SASARAN
URAIAN
URAIAN
INDIKATOR
KEBIJAKAN
PROGRAM
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1) Peningkatan produk olahan hasil pertanian yang bermutu untuk ekspor dan pasar domestik 2) Peningkatan net ekspor komoditas segar dan olahan 3) Peningkatan jumlah lembaga pemasaran petani dalam rangka penyerapan pasar hasil pertanian di pasar domestic 4) Peningkatan jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian komoditi pertanian
1) Pengembangan Pengolahan Hasil Pertanian
Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian
5) Menumbuhkembangkan unit usaha pengolahan hasil pertanian yang berkelanjutan 6) Menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan 7) Menumbuhkembangkan usaha dan investasi pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang memacu pertumbuhan ekonomi perdesaan. 8) Meningkatkan daya serap pasar domestik 9) Meningkatkan ekspor hasil pertanian di pasar internasional.
Meningkatnya usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian berkelanjutan
2) Pengembangan Mutu dan Standarisasi 3) Pengembangan Pemasaran Domestik 4) Pengembangan Pemasaran Internasional.
Lampiran 60
KETERANGAN
(6)
Lampiran 4: Rancangan Pengembangan Industri Hilir Pertanian KOMODITAS
RENCANA AKSI DAN SASARAN
LOKASI
(1)
(2)
(3)
Pengembangan Sistem Informasi Pasar Pengembangan Pemasaran Beras Berlabel
Beras organik: OKU Timur, Lampung Tengah, Karawang, Subang, Jombang, Tasikmalaya, Pinrang, Sidrap, Bone, Sragen, Cianjur, Temanggung, Sidoarjo Beras konsumsi dalam negeri: NAD, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, NTB, Sulsel, Kalsel, Bali, Banten
Beras (peningkatan rendemen dan peningkatan mutu beras)
-
Tepung lokal (5% substitusi impor)
-
-
-
Pemantauan penerapan HPP/stabilisasi harga Fasilitasi Sarana Pergudangan dan Distribusi Pengembangan Kelembagaan Pemasaran Pengembangan Jaringan dan Manajemen Stok Beras Revitalisasi Penggilingan Padi Penerapan sistem jaminan mutu Pengembangan agroindustri aneka tepung berbahan baku lokal (aneka umbi) Pengembangan agroindustri aneka tepung berbahan baku lokal (aneka umbi) Pengembangan sistem informasi pasar
Indragiri Hilir, Seram Bagian Barat, Waropen, Riau, Trenggalek, Gunungkidul, Lampung, Garut, Pacitan, Malang, Tulungagung
Lampiran 61
KOMODITAS
RENCANA AKSI DAN SASARAN
LOKASI
(1)
(2)
(3)
-
Pengembangan pengolahan jagung untuk pangan (grits dan tepung) dan pakan
-
Pemantauan Pasar Fasilitasi Sarana Pergudangan dan Distribusi Pengembangan Kelembagaan
-
Pemasaran Penguatan Jaringan Pemasaran Penerapan sistem jaminan mutu
-
Kedele
Pengembangan agroindustri jagung Fasilitasi Sarana Pergudangan dan Distribusi Pengembangan Kelembagaan Pemasaran
-
Pengembangan Jaringan Pemasaran Pengembangan sistem jaminan mutu
-
Pengembangan sistem informasi pasar Pemantauan Pasar penerapan sistem jaminan mutu Peningkatan unit usaha pengolahan kedele
-
Simalungun, Lampung Selatan, Kuningan, Ciamis, Cirebon, Wonogiri, Gunung Kidul, Lamongan, NTB, Kupang, Bolaang Mongondow, Boalemo, Bone
Bireun, Deli Serdang, Pasaman Barat, Rokan Hilir, Tanjung Jabung Timur, Empat Lawang, Lampung Timur, Garut, Sukoharjo, Bantul, Lamongan, Lombok Tengah, Bone
Fasilitasi Sarana Pergudangan dan Distribusi Pengembangan sistem jaminan mutu
Lampiran 62
KOMODITAS
RENCANA AKSI DAN SASARAN
LOKASI
(1)
(2)
(3)
Buah tropika (Pertumbuhan ekspor 15% tahun)
-
Biofarmaka (peningkatan ekspor 20%/thn)
-
Pengembangan Kelembagaan Pemasaran Pengembangan Jaringan Pemasaran Pengembangan sistem informasi
Cirebon, Indramayu, Probolinggo, Purwakarta, Tasikmalaya, Sleman, Magelang, Gowa, Maros, Karo, Sambas, Ende
pasar Pemantauan Pasar Penerapan sistem jaminan mutu Pengembangan unit pengolahan hasil (nata, puree, sari buah, selai, jelli, pati/ tepung, dodol, squash) skala kecil dan menengah Fasilitasi Sarana Pergudangan dan Distribusi Pengembangan Kelembagaan Pemasaran Pengembangan Jaringan Pengembangan sistem informasi pasar Pemantauan Pasar Penerapan sistem jaminan mutu Pengembangan pengolahan hasil biofarmaka Pengembangan sistem jaminan mutu
Semarang, Wonogiri, Karanganyar, Kebumen, Bantul, Madura
Lampiran 63
KOMODITAS
RENCANA AKSI DAN SASARAN
LOKASI
(1)
(2)
(3)
-
Sawit (10% peningkatan ekspor CPO dan produk olahannya)
-
Pengolahan biofarmaka kering, granule, tepung, minuman, jus, nata, jelli, dan bahan baku obat.
-
Pemantauan Pasar TBS Pengembangan sistem informasi pasar Pengembangan agroindustri sawit Pengembangan agroindustri sawit
Kakao (20% kakao fermentasi, 10% dlm bentuk olahan)
Perluasan pasar dalam negeri dan ekspor Pengembangan sistem informasi pasar
Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Jabar, Banten, Kalbar, Kalsel, Kalteng, Babel, Sulteng, Sulsel, Sulbar, Jabar, Banten, Papua Barat
pengembangan pasar internasional komoditi hasil olahan sawit Negosiasi, diplomasi dan promosi sawit Penerapan sistem jaminan mutu
-
Pengembangan agroindustri kakao Pengembangan sistem informasi pasar
-
Pengembangan Jaringan Pemasaran Negosiasi, diplomasi dan promosi kakao
Sulsel, Sulbar, Sultra, Sulteng, Sumbar, Gorontalo, Bali, NTT, Papua, Kalbar, Jatim
Lampiran 64
KOMODITAS
RENCANA AKSI DAN SASARAN
LOKASI
(1)
(2)
(3)
Karet (70% penerapan SNI, 10% peningkatan ekspor)
-
Penerapan sistem jaminan mutu
-
Pengembangan agroindustri karet Pengembangan sistem informasi pasar
-
Pengembangan Jaringan Pemasaran Negosiasi, diplomasi dan promosi produk karet Penerapan sistem jaminan mutu
Kopi (100% sertifikasi kopi specialty dan organik, 15% peningkatan ekspor)
-
Tebu (mendukung swasembada gula industry)
-
Muara Enim, Bengkulu Utara, Hulu Sungai Tengah, Kutai Timur, Barito Utara
Pengembangan agroindustri kopi Pengembangan sistem informasi pasar Pengembangan Jaringan Pemasaran Negosiasi, diplomasi dan promosi produk kopi Penerapan sistem jaminan mutu
Aceh, Sulbar, Sulsel, Sumut, Lampung, Bali, NTB, NTT, Papua, Bengkulu, Jabar, Jateng, Jatim
Pengembangan sistem informasi pasar Penerapan sistem jaminan mutu Pengembangan usaha pengolahan
Cirebon, Cilacap, Jombang, Kulonprogo, Lampung Utara, Bone, Gorontalo
tebu Pengembangan investasi industri gula
Lampiran 65
KOMODITAS
RENCANA AKSI DAN SASARAN
LOKASI
(1)
(2)
(3)
Susu (50% substitusi impor)
-
Pengembangan agroindustri susu Fasilitasi Sarana Penyimpanan dan Distribusi Pengembangan Kelembagaan
Riau, Bengkulu, Jabar, DIY, Jateng, Jatim, Sulsel
Pemasaran Pengembangan Jaringan Pemasaran Pengembangan Sistem Informasi Pasar Pemantauan Pasar Pengembangan sistem jaminan mutu Pengembangan Sistem Informasi Pasar Pemantauan Pasar Fasilitasi Sarana Pergudangan dan Distribusi Pengembangan Kelembagaan Pemasaran Pengembangan Jaringan Pemasaran Pengembangan sistem jaminan mutu Fasilitasi investasi dan kemitraan pengolahan susu
Lampiran 66
Lampiran 5. Indikator Utama, Strategi dan Rencana Aksi Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor Produk Sasaran Utama PPHP 1
Tersertifikasinya semua produk pertanian organik, kakao fermentasi dan bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikasi wajib)
Indikator Utama PPHP Peningkatan produk olahan hasil pertanian yang bermutu untuk ekspor dan pasar domestik sebesar 5% pertahun
Strategi Penerapan dan pengawasan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan
Rencana Aksi
- Pemetaan sentra kawasan pertanian organik, kakao, karet - Optimalisasi agrobisnis pertanian organik, kakao dan karet - Inventarisasi dan penciptaan instrumen yang diperlukan dalam memberlakukan sertifikasi wajib - Pengawalan, pembinaan, pendaftaran agrobisnis pertanian organik, kakao dan karet untuk memperoleh sertifikat - Pengembangan jaringan pemasaran produk organik, kakao dan karet - Pengembangan sistim pemasaran melalui pasar lelang untuk karet - Pengembangan Pelayanan informasi pasar
Lampiran 67
Dukungan K/L lain
Kementerian Perindustrian Sinergitas kegiatan industri di perdesaan dan pengembangan cluster industry
Kementerian Perdagangan Penataan kerja sama pemasaran internasional dan dalam negeri, pengaturan pajak dan prosedur ekspor dan impor
Sasaran Utama PPHP 2
Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan dari 20% (2010) menjadi 50% (2014)
3
Pengembangan tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20% gandum/terigu impor 2014
Indikator Utama PPHP Peningkatan jumlah lembaga pemasaran petani dalam rangka penyerapan pasar hasil pertanian di pasar domestik sebesar 5% pertahun
Peningkatan Jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian tumbuh 6% setiap tahunnya
Strategi
Rencana Aksi
Pengembangan dan pengelolaan sarana kelembagaan pemasaran produk hasil pertanian
Pemetaan sentra kawasan pertanian sebagai calon agrobisnis pengolahan Optimalisasi agrobisnis pengolahan hasil pertanian - Pengawalan dan pembinaan jaringan pemasaran berbasis kelembagaan pemasaran - Pengembangan Pelayanan informasi pasar - Optimalisasi Sarana dan Kelembagaan Pasar Domestik - Inventarisasi dan Penciptaan instrumen yang dapat mengakselerasi pemasaran Pengembangan - Pemetaan sentra kewirausahaan kawasan pertanian pengolahan dan sebagai calon pemasaran hasil agrobisnis tepungpertanian tepungan, kakao dan
Lampiran 68
Dukungan K/L lain Kerjasama promosi, diplomasi, negosiasi, market intelligence BKPM Penyediaan informasi investasi komoditas unggulan; pengembangan komoditas unggulan nasional; insentif investasi primer & olahan produk Pertanian
Pengembangan kebijakan penyediaan bahan baku obat tradisional mengembangan IKOT dan IOT
Sasaran Utama PPHP 4
Memenuhi semua sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri
Indikator Utama PPHP
Strategi
Rencana Aksi
-
-
-
-
-
-
komoditi unggulan lainnya Optimalisasi agrobisnis tepung-tepungan, kakao dan komoditi unggulan lainnya inventarisasi dan penciptaan instrumen yang dapat mengakselerasi pemasaran tepungtepungan, kakao dan komoditi unggulan lainnya Pengawalan dan pembinaan peningkatan agrobisnis tepungtepungan, kakao, dan komoditi unggulan lainnya Promosi agrobisnis tepung-tepungan, kakao dan komoditi unggulan lainnya Pengembangan Pelayanan informasi pasar tepung-tepungan, kakao, dan komoditi unggulan lainnya Pengembangan akses pemasaran ,
Lampiran 69
Dukungan K/L lain
Badan POM
Pembinaan Food safety komoditas terolah dan advokasi legalitas usaha PIRT dan MD
BPPT
Pengembangan teknologi terapan pengolahan hasil Kementerian Keuangan
Sasaran Utama PPHP
Indikator Utama PPHP
Strategi
Rencana Aksi
-
5
Meningkatnya surplus neraca perdagangan US$ 24,3 milyar (2010) menjadi US$ 54,5 milyar (2014)
Peningkatan net ekspor komoditas segar dan olahan sebesar 15% pertahun
Pemenuhan permintaan pasar dalam negeri dan penguatan ekspor komoditas strategis
-
-
-
pemantauan pasar aneka tepung, kakao dan komoditi unggulan lainnya intensifikasi promosi, diplomasi, negosiasi, market intelligence, misi dagang, kerjasama kedutaan/ATPC, advokasi negative campagne, kemitraan pola cluster dan kerjasama pemasaran; penataan rantai pasokan, efisiensi transportasi, sistem tunda jual. Pengembangan jaringan pemasaran komoditi strategis Pengembangan pelayanan dan pemantauan pasar pasar domestik dan internasional Sosialisasi dan diseminasi hasil
Lampiran 70
Dukungan K/L lain
Kebijakan Fiskal dan moneter
Kementerian BUMN
Sasaran Utama PPHP
Indikator Utama PPHP
Strategi
Rencana Aksi
-
-
-
diplomasi dan negosiasi di forum perdagangan internasional; international market intelligence; peluang dan informasi pasar produk pertanian internasional; prosedur ekspor produk pertanian, dll Pengembangan pasar & informasi pasar; intensifikasi promosi; diplomasi dan negosiasi di forum perdagangan Peningkatan citra dan advokasi produk pertanian Indonesia baik di dalam negeri maupun di forum internasional Pengembangan kemitraan pola cluster dan kerjasama pemasaran untuk pasar dalam negeri maupun pasar internasional
Lampiran 71
Dukungan K/L lain Pengembangan investasi agroindustri, revitalisasi pabrik
Perguruan Tinggi
Pengembangan teknologi terapan pengolahan hasil dan pendampingan usaha olahan Kemendiknas
Program makanan tambahan untuk anak sekolah (PMTAS) Kementerian Koperasi dan UKM advokasi legalitas gapoktan menjadi koperasi pertanian (KOPTAN)
Sasaran Utama PPHP
Indikator Utama PPHP
Strategi
Rencana Aksi
Dukungan K/L lain Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Kebijakan pengembangan penyediaan bahan baku energi alternatif berbasis komoditas dan limbah pertanian
Kementerian Luar Negeri Kedutaan Besar, Konjen dan ITPC Penyediaan data dan informasi pasar (market intelligence) dalam rangka penyusunan strategi diplomasi, negosiasi, promosi, advokasi dan peningkatan citra produk pertanian, dll Kementerian Koordinator Perekonomian Koordinasi kebijakan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian Kementerian Perhubungan
Lampiran 72
Sasaran Utama PPHP
Indikator Utama PPHP
Strategi
Rencana Aksi
Dukungan K/L lain Penataan regulasi kebijakan distribusi dan transportasi untuk menunjang kelancaran pemasaran produk pertanian baik pasar dalam negeri maupun pasar ekspor Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Koordinasi, pengawalan, pembinaan pemasaran
Lampiran 73
Lampiran 74
Lampiran 6. Tugas Pokok Fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian menyelenggarakan fungsi: 1) Perumusan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; 2) Pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; 3) Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; 4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; dan 5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
terdiri dari 5
(lima) Direktorat, yaitu: Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Direktorat Mutu, Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi dan Standardisasi, Direktorat Pemasaran Domestik , Direktorat Pemasaran Internasional dan Sekretariat Direktorat Jenderal.
Lampiran 52
BAB X DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN
Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas Dan Fungsi
(1)
Pasal 790 Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian adalah unsur pelaksana pada Kementerian Pertanian.
(2)
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dipimpin oleh Direktur Jenderal yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Pasal 791 Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Pasal 792 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 791, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; b. pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; c. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan standardisasi, pengolahan, pengembangan usaha, dan pemasaran hasil pertanian; dan e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Bagian Kedua Lampiran 53
Susunan Organisasi Pasal 7923 Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian terdiri atas: a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian; c. Direktorat Mutu dan Standardisasi; d. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi; e. f.
Direktorat Pemasaran Domestik; dan Direktorat Pemasaran Internasional. Bagian Ketiga Sekretariat Direktorat Jenderal Pasal 794
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Pasal 795 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 794, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi, dan penyusunan rencana dan program, anggaran, dan kerja sama di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian; b. pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan; c. evaluasi dan penyempurnaan organisasi dan tata laksana, serta pengelolaan urusan kepegawaian, dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan, serta pelaksanaan hubungan masyarakat; d. evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian; dan e. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Lampiran 54
Pasal 796 Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas: a. Bagian Perencanaan; b. Bagian Keuangan dan Perlengkapan; c. Bagian Umum; d. Bagian Evaluasi dan Pelaporan; dan e. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 797 Bagian Perencanaan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, anggaran, dan kerja sama di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Pasal 798 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 797, Bagian Perencanaan menyelenggarakan fungsi: a. b. c.
penyiapan penyusunan rencana dan program; penyiapan penyusunan anggaran; dan penyiapan penyusunan kerja sama.
Pasal 799 Bagian Perencanaan terdiri atas: a. b. c.
Subbagian Program; Subbagian Anggaran; dan Subbagian Kerja Sama. Pasal 800
(1)
Subbagian Program mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana dan program.
(2)
Subbagian Anggaran mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan anggaran.
Lampiran 55
(3)
Subbagian Kerja Sama penyusunan kerjasama.
mempunyai
tugas
melakukan
penyiapan
bahan
Pasal 801 Bagian Keuangan dan Perlengkapan mempunyai tugas melaksanakan urusan keuangan dan perlengkapan. Pasal 802 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 801, Bagian Keuangan dan Perlengkapan menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan perbendaharaan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penyiapan pengujian dan penerbitan surat perintah membayar (SPM); b. pelaksanaan urusan akuntansi dan verifikasi anggaran; dan c. pelaksanaan urusan perlengkapan. Pasal 803 Bagian Keuangan dan Perlengkapan terdiri atas: a. Subbagian Perbendaharaan; b. Subbagian Akuntansi dan Verifikasi; dan c. Subbagian Perlengkapan.
(1)
(2) (3)
Pasal 804 Subbagian Perbendaharaan mempunyai tugas melakukan urusan perbendaharaan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penyiapan bahan pengujian dan penerbitan surat perintah membayar (SPM). Subbagian Akuntansi dan Verifikasi mempunyai tugas melakukan urusan akuntansi dan verifikasi anggaran. Subbagian Perlengkapan mempunyai tugas melakukan urusan perlengkapan.
Pasal 805 Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan evaluasi dan penyempurnaan organisasi dan tata laksana, urusan kepegawaian, penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan hubungan masyarakat, serta urusan tata usaha dan rumah tangga. Pasal 806 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 805, Bagian Umum menyelenggarakan fungsi: Lampiran 56
a. b. c.
penyiapan evaluasi dan penyempurnaan organisasi dan tata laksana, serta pelaksanaan urusan kepegawaian; penyiapan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pelaksanaan hubungan masyarakat, serta urusan perpustakaan; dan pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Pasal 807
Bagian Umum terdiri atas: a. b. c.
(1)
(2)
(3)
Subbagian Organisasi dan Kepegawaian; Subbagian Hukum dan Hubungan Masyarakat; dan Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.
Pasal 808 Subbagian Organisasi dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi dan penyempurnaan organisasi dan tata laksana, serta pelaksanaan urusan kepegawaian. Subbagian Hukum dan Hubungan Masyarakat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pelaksanaan hubungan masyarakat, serta urusan perpustakaan. Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Pasal 809 Bagian Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas melaksanakan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Pasal 810 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 809, Bagian Evaluasi dan Pelaporan menyelenggarakan fungsi: a. pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan informasi; b. penyiapan analisis, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan program; dan c. penyiapan laporan pelaksanaan kegiatan dan tindaklanjut hasil pengawasan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Lampiran 57
Pasal 811 Bagian Evaluasi dan Pelaporan terdiri atas: a. Subbagian Data dan Informasi; b. Subbagian Evaluasi; dan c. Subbagian Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan.
(1) (2)
(3)
Pasal 812 Subbagian Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan informasi. Subbagian Evaluasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyiapan analisis, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan program. Subbagian Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan laporan pelaksanaan kegiatan dan tindaklanjut hasil pengawasan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Pasal 813 Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 796 huruf e mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(1)
(2) (3) (4)
Pasal 814 Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas beberapa jabatan fungsional yang mendukung pelaksanaan tugas kesekretariatan yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing kelompok jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekretaris Direktorat Jenderal. Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lampiran 58
Bagian Keempat Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Pasal 815 Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil pertanian. Pasal 816 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 815, Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengolahan dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengolahan dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; dan e. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Pasal 817 Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian terdiri atas: a. Subdirektorat Pengolahan Tanaman Pangan; b. Subdirektorat Pengolahan Hortikultura; c. Subdirektorat Pengolahan Perkebunan; d. Subdirektorat Pengolahan Peternakan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. Pasal 818 Subdirektorat Pengolahan Tanaman Pangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, Lampiran 59
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman pangan.
Pasal 819 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 818, Subdirektorat Pengolahan Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman serealia, aneka kacang dan aneka umbi; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman serealia, aneka kacang dan aneka umbi; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman serealia, aneka kacang dan aneka umbi; dan d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman serealia, aneka kacang dan aneka umbi. Pasal 820 Subdirektorat Pengolahan Tanaman Pangan terdiri atas: a. Seksi Serealia; dan b. Seksi Aneka Kacang dan Umbi.
(1)
(2)
Pasal 821 Seksi Serealia mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman serealia. Seksi Aneka Kacang dan Umbi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman aneka kacang dan aneka umbi. Pasal 822
Lampiran 60
Subdirektorat Pengolahan Hortikultura mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman hortikultura.
Pasal 823 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 822, Subdirektorat Pengolahan Hortikultura menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman buah, sayuran, florikultura dan obat; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman buah, sayuran, florikultura dan obat; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman buah, sayuran, florikultura dan obat; dan d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman buah, sayuran, florikultura dan obat.
Pasal 824 Subdirektorat Pengolahan Hortikultura terdiri atas: a. Seksi Tanaman Buah dan Sayuran; dan b. Seksi Tanaman Florikultura dan Tanaman Obat.
(1)
(2)
Pasal 825 Seksi Tanaman Buah dan Sayuran mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman buah dan sayuran. Seksi Tanaman Florikultura dan Tanaman Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman florikultura dan tanaman obat.
Lampiran 61
Pasal 826 Subdirektorat Pengolahan Perkebunan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman perkebunan.
Pasal 827 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 826, Subdirektorat Pengolahan Perkebunan menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman semusim dan tahunan; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman semusim dan tahunan; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman semusim d.
dan tahunan; dan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman semusim dan tahunan. Pasal 828
Subdirektorat Pengolahan Perkebunan terdiri atas: a. Seksi Tanaman Semusim; dan b. Seksi Tanaman Tahunan.
(1)
(2)
Pasal 829 Seksi Tanaman Semusim mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman semusim. Seksi Tanaman Tahunan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan tanaman tahunan.
Lampiran 62
Pasal 830 Subdirektorat Pengolahan Peternakan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan peternakan.
Pasal 831 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 830, Subdirektorat Pengolahan Peternakan menyelenggarakan fungsi: a.
penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan ternak ruminansia dan non ruminansia;
b.
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan ternak ruminansia dan non ruminansia;
c.
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan ternak ruminansia dan non ruminansia; dan
d.
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan ternak ruminansia dan non ruminansia. Pasal 832
Subdirektorat Pengolahan Peternakan terdiri atas: a. Seksi Ternak Ruminansia; dan b. Seksi Ternak Nonruminansia.
(1)
(2)
Pasal 833 Seksi Ternak Ruminansia mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan ternak ruminansia. Seksi Ternak Nonruminansia mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengolahan hasil dan analisis mengenai dampak lingkungan ternak nonruminansia.
Lampiran 63
Pasal 834 Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Pasal 835 Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 817 huruf f mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 836 (1)
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional Pengawas Mutu Hasil Pertanian, yang dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Direktur.
(2)
Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Bagian Kelima Direktorat Mutu dan Standardisasi Pasal 837 Direktorat Mutu dan Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan standardisasi. Pasal 838 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 837, Direktorat Mutu dan Standardisasi menyelenggarakan fungsi:
Lampiran 64
a.
b. c.
d.
e.
penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, penerapan dan pengawasan jaminan mutu, akreditasi dan kelembagaan, serta kerja sama dan harmonisasi; pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, penerapan dan pengawasan jaminan mutu, akreditasi dan kelembagaan, serta kerja sama dan harmonisasi; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, penerapan dan pengawasan jaminan mutu, akreditasi dan kelembagaan, serta kerja sama dan harmonisasi; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi, penerapan dan pengawasan jaminan mutu, akreditasi dan kelembagaan, serta kerja sama dan harmonisasi; dan pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Mutu dan Standardisasi.
Pasal 839 Direktorat Mutu dan Standardisasi terdiri atas: a. Subdirektorat Standardisasi; b. Subdirektorat Penerapan dan PengawasanJaminan Mutu; c. Subdirektorat Akreditasi dan Kelembagaan; d. Subdirektorat Kerja Sama dan Harmonisasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 840 Subdirektorat Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi.
Pasal 841 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 840, Subdirektorat Standardisasi menyelenggarakan fungsi: a. b.
penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang standardisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
Lampiran 65
c. d.
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; dan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
Pasal 842 Subdirektorat Standardisasi terdiri atas: a. Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan b.
(1)
(2)
Seksi Perkebunan dan Peternakan.
Pasal 843 Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi tanaman pangan dan hortikultura. Seksi Perkebunan dan Peternakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi perkebunan dan peternakan.
Pasal 844 Subdirektorat Penerapan dan Pengawasan Jaminan Mutu mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penerapan dan pengawasan jaminan mutu.
Pasal 845 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 844, Subdirektorat Penerapan dan Pengawasan Jaminan Mutu menyelenggarakan fungsi: a.
penyiapan penyusunan kebijakan di bidang penerapan dan pengawasan jaminan mutu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
Lampiran 66
b. c.
d.
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang penerapan dan pengawasan jaminan mutu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penerapan dan pengawasan jaminan mutu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; dan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penerapan dan pengawasan jaminan mutu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
Pasal 846 Subdirektorat Penerapan dan Pengawasan Jaminan Mutu terdiri atas: a. Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan b. Seksi Perkebunan dan Peternakan.
(1)
(2)
Pasal 847 Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penerapan dan pengawasan jaminan mutu tanaman pangan dan hortikultura. Seksi Perkebunan dan Peternakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penerapan dan pengawasan jaminan mutu perkebunan dan peternakan.
Pasal 848 Subdirektorat Akreditasi dan Kelembagaan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akreditasi dan kelembagaan.
Pasal 849 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 848, Subdirektorat Akreditasi dan Kelembagaan menyelenggarakan fungsi: Lampiran 67
a. b. c.
d.
penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang akreditasi dan kelembagaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang akreditasi dan kelembagaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang akreditasi dan kelembagaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; dan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akreditasi dan kelembagaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
Pasal 850 Subdirektorat Akreditasi dan Kelembagaan terdiri atas: a. Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan b. Seksi Perkebunan dan Peternakan. Pasal 851 (1)
(2)
Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akreditasi dan kelembagaan tanaman pangan dan hortikultura. Seksi Perkebunan dan Peternakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akreditasi dan kelembagaan perkebunan dan peternakan. Pasal 852
Subdirektorat Kerja Sama dan Harmonisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerjasama dan harmonisasi.
Pasal 853
Lampiran 68
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 852, Subdirektorat Kerjasama dan Harmonisasi menyelenggarakan fungsi: a. b. c. d.
penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang kerjasama dan harmonisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kerjasama dan harmonisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kerjasama dan harmonisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; dan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerjasama dan harmonisasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
Pasal 854 Subdirektorat Kerjasama dan Harmonisasi terdiri atas: a. Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan b. Seksi Perkebunan dan Perternakan.
(1)
(2)
Pasal 855 Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerja sama dan harmonisasi tanaman pangan dan hortikultura. Seksi Perkebunan dan Perternakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerja sama dan harmonisasi perkebunan dan perternakan.
Pasal 856 Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat Mutu dan Standardisasi. Pasal 857
Lampiran 69
Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 839 huruf f mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang ,jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 858 (1)
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional Pengawas Mutu Hasil Pertanian yang dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Direktur.
(2)
Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Bagian Keenam Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Pasal 859 Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan usaha dan investasi. Pasal 860 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 859, Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang kemitraan dan kewirausahaan, investasi, promosi dalam dan luar negeri; b. pelaksanaan kebijakan di bidang kemitraan dan kewirausahaan, investasi, promosi dalam dan luar negeri; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kemitraan dan kewirausahaan, investasi, promosi dalam dan luar negeri;
Lampiran 70
d. e.
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kemitraan dan kewirausahaan, investasi, promosi dalam dan luar negeri; dan pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi.
Pasal 861 Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi terdiri atas: a. Subdirektorat Kemitraan dan Kewirausahaan; b. Subdirektorat Investasi; c. d. e.
Subdirektorat Promosi Dalam Negeri; Subdirektorat Promosi Luar Negeri; dan Subbagian Tata Usaha.
Pasal 862 Subdirektorat Kemitraan dan Kewirausahaan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kemitraan dan kewirausahaan.
Pasal 863 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 862, Subdirektorat Kemitraan dan Kewirausahaan menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang kemitraan, kewirausahaan dan ekonomi kreatif; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kemitraan, kewirausahaan dan c. d.
ekonomi kreatif; penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kemitraan, kewirausahaan dan ekonomi kreatif; dan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kemitraan, kewirausahaan dan ekonomi kreatif.
Pasal 864 Subdirektorat Kemitraan dan Kewirausahaan terdiri atas: a. Seksi Kemitraan; dan b. Seksi Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif. Lampiran 71
(1)
(2)
Pasal 865 Seksi Kemitraan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kemitraan. Seksi Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kewirausahaan dan ekonomi kreatif.
Pasal 866 Subdirektorat Investasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang investasi pertanian.
Pasal 867 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 866, Subdirektorat Investasi menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang investasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang investasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang investasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; dan d.
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang investasi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Pasal 868
Subdirektorat Investasi terdiri atas: a. b.
Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; dan Seksi Perkebunan dan Peternakan.
Pasal 869
Lampiran 72
(1)
(2)
Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang investasi tanaman pangan dan hortikultura. Seksi Perkebunan dan Peternakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang investasi perkebunan dan peternakan.
Pasal 870 Subdirektorat Promosi Dalam Negeri mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang promosi dalam negeri.
Pasal 871 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 870, Subdirektorat Promosi Dalam Negeri menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil pertanian; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil pertanian; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil pertanian; dan d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil pertanian. Pasal 872 Subdirektorat Promosi Dalam Negeri terdiri atas: a. b.
Seksi Daya Saing; dan Seksi Eksibisi dan Expo.
(1)
Pasal 873 Seksi Daya Saing mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
Lampiran 73
(2)
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang daya saing hasil pertanian. Seksi Eksebisi dan Expo mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang eksibisi dan expo hasil pertanian. Pasal 874
Subdirektorat Promosi Luar Negeri mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang promosi luar negeri. Pasal 875 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 874, Subdirektorat Promosi Luar Negeri menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil pertanian; b. c. d.
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil pertanian; penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil pertanian; dan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang daya saing, eksibisi, dan expo hasil pertanian. Pasal 876
Subdirektorat Promosi Luar Negeri terdiri atas: a. b.
(1)
(2)
Seksi Daya Saing; dan Seksi Eksibisi dan Expo. Pasal 877 Seksi Daya Saing mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang daya saing hasil pertanian. Seksi Eksebisi dan Expo mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
Lampiran 74
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang eksibisi dan expo hasil pertanian. Pasal 878 Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat serta kearsipan Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi. Bagian Ketujuh Direktorat Pemasaran Domestik Pasal 879 Direktorat Pemasaran Domestik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran domestik. Pasal 880 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 879, Direktorat Pemasaran Domestik menyelenggarakan fungsi : a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang informasi, pemantauan dan stabilisasi harga, sarana dan kelembagaan pasar, serta jaringan pemasaran; b. pelaksanaan kebijakan di bidang informasi, pemantauan dan stabilisasi harga, sarana dan kelembagaan pasar, serta jaringan pemasaran; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang informasi, pemantauan dan stabilisasi harga, sarana dan kelembagaan pasar, serta jaringan pemasaran; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang informasi, pemantauan dan stabilisasi harga, sarana dan kelembagaan pasar, serta jaringan pemasaran; dan e. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pemasaran Domestik.
Pasal 881 Direktorat Pemasaran Domestik terdiri atas: a. Subdirektorat Informasi Pasar; b. Subdirektorat Pemantauan Pasar dan Stabilisasi Harga; c. Subdirektorat Sarana dan Kelembagaan Pasar; d. Subdirektorat Jaringan Pemasaran; Lampiran 75
e. f.
Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 882 Subdirektorat Informasi Pasar mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang informasi pasar.
Pasal 883 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 882, Subdirektorat Informasi Pasar menyelenggarakan fungsi: a.
penyiapan penyusunan kebijakan di bidang analisis dan diseminasi informasi pasar; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan diseminasi informasi pasar; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan diseminasi informasi pasar; dan d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis dan diseminasi informasi pasar. Pasal 884 Subdirektorat Informasi Pasar terdiri atas: a. Seksi Analisis Pasar; dan b. Seksi Diseminasi Informasi Pasar.
(1)
(2)
Pasal 885 Seksi Analisis Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis informasi pasar.
Seksi Diseminasi Informasi Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang diseminasi informasi pasar.
Lampiran 76
Pasal 886 Subdirektorat Pemantauan Pasar dan Stabilisasi Harga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemantauan pasar dan stabilisasi harga.
Pasal 887 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 886, Subdirektorat Pemantauan Pasar dan Stabilisasi Harga menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pemantauan pasar dan stabilisasi harga; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pemantauan pasar dan stabilisasi harga; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pemantauan pasar dan stabilisasi harga; dan d.
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemantauan pasar dan stabilisasi harga.
Pasal 888 Subdirektorat Pemantauan Pasar dan Stabilisasi Harga terdiri atas: a. Seksi Pemantauan Pasar; dan b. Seksi Stabilisasi Harga. Pasal 889 (1) Seksi Pemantauan Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemantauan pasar. (2) Seksi Stabilisasi Harga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang stabilisasi harga.
Lampiran 77
Pasal 890 Subdirektorat Sarana dan Kelembagaan Pasar mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang sarana dan kelembagaan pasar.
Pasal 891 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 890, Subdirektorat Sarana dan Kelembagaan Pasar menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang sarana dan kelembagaan pasar; b.
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang sarana dan kelembagaan pasar;
c.
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang sarana dan kelembagaan pasar; dan
d.
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang sarana dan kelembagaan pasar.
Pasal 892 Subdirektorat Sarana dan Kelembagaan Pasar terdiri atas: a. Seksi Sarana Pasar; dan b. Seksi Kelembagaan Pasar. Pasal 893 (1) Seksi Sarana Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang sarana pasar. (2) Seksi Kelembagaan Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kelembagaan pasar. Pasal 894
Lampiran 78
Subdirektorat Jaringan Pemasaran mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang jaringan pemasaran.
Pasal 895 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 894, Subdirektorat Jaringan Pemasaran menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang akses pasar dan fasilitasi pemasaran; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang akses pasar dan fasilitasi pemasaran; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang akses pasar dan fasilitasi pemasaran; dan d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akses pasar dan fasilitasi pemasaran.
Pasal 896 Subdirektorat Jaringan Pemasaran terdiri atas: Seksi Akses Pasar; dan Seksi Fasilitasi Pemasaran.
(1)
(2)
Pasal 897 Seksi Akses Pasar mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang akses pasar. Seksi Fasilitasi Pemasaran mempunyai tugas penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang fasilitasi pemasaran.
Pasal 898 Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat serta kearsipan Direktorat Pemasaran Domestik. Pasal 899 Lampiran 79
Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 881 huruf f mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 900 (1)
(2) (3)
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional Analis Informasi Pasar Hasil Pertanian, yang dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Direktur. Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Bagian Kedelapan Direktorat Pemasaran Internasional
Pasal 901 Direktorat Pemasaran Internasional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran internasional. Pasal 902 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 901, Direktorat Pemasaran Internasional menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis, pengembangan ekspor, pemasaran bilateral, pemasaran regional, multilateral, dan kerja sama komoditi; b. pelaksanaan kebijakan di bidang analisis, pengembangan ekspor, pemasaran bilateral, pemasaran regional, multilateral, dan kerja sama komoditi; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis, pengembangan ekspor, pemasaran bilateral, pemasaran regional, multilateral, dan kerja sama komoditi; Lampiran 80
d.
e.
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis, pengembangan ekspor, pemasaran bilateral, pemasaran regional, multilateral, dan kerja sama komoditi; dan pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pemasaran Internasional.
Pasal 903 Direktorat Pemasaran Internasional terdiri atas: Subdirektorat Analisis dan Pengembangan Ekspor; Subdirektorat Pemasaran Bilateral; Subdirektorat Pemasaran Regional dan Multilateral; Subdirektorat Kerja Sama Komoditi; dan Subbagian Tata Usaha. Pasal 904 Subdirektorat Analisis dan Pengembangan Ekspor mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis dan pengembangan ekspor.
Pasal 905 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 904, Subdirektorat Analisis dan Pengembangan Ekspor menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang analisis dan pengembangan ekspor; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan pengembangan ekspor; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan pengembangan ekspor; dan d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis dan pengembangan ekspor. Pasal 906 Subdirektorat Analisis dan Pengembangan Ekspor terdiri atas: a. Seksi Analisis Ekspor; dan Lampiran 81
b.
Seksi Pengembangan Ekspor. Pasal 907
(1) Seksi Analisis Ekspor mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisis ekspor. (2) Seksi Pengembangan Ekspor mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian pengembangan ekspor.
bimbingan
teknis
dan
evaluasi
di
bidang
Pasal 908 Subdirektorat Pemasaran Bilateral mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran bilateral.
Pasal 909 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 908, Subdirektorat Pemasaran Bilateral menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang pemasaran wilayah Asia Pasifik, Amerika, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pemasaran wilayah Asia Pasifik, Amerika, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang d.
pemasaran wilayah Asia Pasifik, Amerika, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa; dan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran wilayah Asia Pasifik, Amerika, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa.
Pasal 910 Subdirektorat Pemasaran Bilateral terdiri atas: a. Seksi Wilayah Asia Pasifik dan Amerika; dan b. Seksi Wilayah Afrika, Timur Tengah, dan Eropa.
Pasal 911 Lampiran 82
(1)
(2)
Seksi Wilayah Asia Pasifik dan Amerika mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran wilayah Asia Pasifik dan Amerika. Seksi Wilayah Afrika, Timur Tengah, Eropa mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran wilayah Afrika, Timur Tengah, dan Eropa.
Pasal 912 Subdirektorat Pemasaran Regional dan Multilateral mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran regional dan multilateral.
Pasal 913 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 912, Subdirektorat Pemasaran Regional dan Multilateral menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang pemasaran regional dan multilateral; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pemasaran regional dan multilateral; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pemasaran regional dan multilateral; dan d.
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran regional dan multilateral.
Pasal 914 Subdirektorat Pemasaran Regional dan Multilateral terdiri atas: a. b.
Seksi Regional; dan Seksi Multilateral.
Lampiran 83
Pasal 915 (1)
(2)
Seksi Regional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran regional. Seksi Multilateral mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemasaran multilateral.
Pasal 916 Subdirektorat Kerja Sama Komoditi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerja sama komoditi.
Pasal 917 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 916, Subdirektorat Kerja Sama Komoditi menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan penyusunan kebijakan di bidang kerja sama komoditi regional, multilateral dan bilateral; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kerja sama komoditi regional, multilateral dan bilateral; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kerja sama komoditi regional, multilateral dan bilateral; dan d.
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerja sama komoditi regional, multilateral dan bilateral.
Pasal 918 Subdirektorat Kerja Sama Komoditi terdiri atas: a. b.
Seksi Kerja Sama Komoditi Regional; dan Seksi Kerja Sama Komoditi Multilateral dan Bilateral.
Lampiran 84
(1)
(2)
Pasal 919 Seksi Kerja Sama Komoditi Regional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerja sama komoditi regional. Seksi Kerja Sama Komoditi Multilateral dan Bilateral mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerja sama komoditi multilateral dan bilateral.
Pasal 920 Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga, dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat Pemasaran Internasional.
Lampiran 85