Kata pengantar Edisi k-2
Lewat kurun waktu kurang lebih 13 tahun, penulis merasa perlu melakukan revisi terhadap buku HATT terbitan tahun 1997. Waktu itu, penulisan buku tergesa-gesa untuk memenuhi syarat mencapai gelar guru besar. Bahkan jumlah buku dicetak pun terbatas; beberapa kolega dan mahasiswa menanyakan tentang cetak ulang. Penulis mempertimbangkan sebaiknya diterbitkan lagi setelah direvisi dan disempurnakan, mengikuti tren perkembangan ilmu kesuburan tanah dan perubahan paradigma pertanian. Atas dasar itu, maka penulis mencoba melakukan revisi, menambah dan berusaha menyempurnakan buku ini. Dua bab terakhir, tentang teknologi pupuk dan kesuburan tanah berkelanjutan, penulis kutip dari pustaka luar, sebagai tambahan wacana dan bahan kajian. Mudah-mudahan terbitan ulang buku HATT ini bermanfaat bagi para akademisi maupun praktisi, serta menambah jumlah bahan bacaan tentang kesuburan tanah yang telah ada. Kritik dan saran sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan buku ini. Untuk itu, diucapkan terima kasih.
Malang, September 2010
Penulis
Kata pengantar Edisi ke-3 (dalam proses)
Paradigma pertanian mulai bergeser dari penggunaan teknologi rekayasa berbasis industri kimia (pupuk dan pestisida) ke pertanian berbasis lingkungan sehat. Sebagai konsekwensi, maka arah penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pun perlu mengikui tren perubahan tersebut. Penulis kembali mencoba melakukan revisi, menambah dan berusaha menyempurnakan isi buku. Penambahan dan revisi beberapa materi dilakukan pada bab-bab awal (ilmu dasar), maupun bab-bab aplikasi (terapan). Bab 9 adalah contoh masalah global, dirasakan perlu dari segi wawasan lingkungan. Tidak ada perubahan judul dan materi yang bersifat prinsip. Mudah-mudahan buku HHTAT, Menuju Pengelolaan Tanah Berlanjut edisi ke-3 ini bermanfaat bagi para akademisi maupun praktisi, serta menambah jumlah bahan bacaan tentang kesuburan tanah yang telah ada. Kritik dan saran sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan buku ini. Untuk itu, diucapkan terima kasih.
Malang, September 2013
Penulis
Bab 1. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah
Permukaan bumi atau biosfer merupakan tempat kehidupan makhluk (manusia, hewan, dan tanaman). Secara geologis, biosfer meliputi komponen-komponen penyedia tempat, makanan, minuman, dan udara; yaitu komponen-komponen utama kehidupan. Sinar matahari, termasuk komponen tersebut, bersama-sama udara berada dalam jumlah tidak terbatas. Permukaan atas biosfer, disebut tanah, berasal dari bahan induk batuan dan bahan organik hasil daur-ulang makhluk mati. Tanaman merupakan makhluk primer menjadi sumber utama kehidupan makhluk sekunder, manusia dan hewan. Bagi tanaman, tanah berfungsi sebagai medium tumbuh akar, jangkar tempat berpegang, dan sumber utama unsur hara dan air. Unsur hara dalam tanah diserap tanaman melalui bantuan air. Selain pelarut, air berfungsi sebagai media transpor hara dari tanah menuju akar dan selanjutnya masuk ke dalam jaringan. Air merupakan bagian penyusun tubuh dan menempati hampir 90 persen volume jaringan. Kemampuan tanaman hidup di suatu tempat berbeda tergantung sifat genetik dan daya adaptasi lingkungan, termasuk tanah dan air. Sifat perilaku unsur dalam tanah dan jaringan tanaman, serta keberadaan air sebagai media, penting dipelajari dalam kaitan dengan status masing-masing komponen dalam upaya meningkatkan dan mempertahankan tanaman agar hidup secara normal berkelanjutan. Hal-hal tersebut merupakan topik utama dalam buku ini. 1.1. Tanah Sebagai Medium Tumbuh Tanah tersusun atas tiga komponen utama: padatan, cairan, dan udara. Padatan terdiri dari bahan mineral dan organik, menempati separuh volume. Bahan mineral yang berasal dari hancuran batuan induk menempati sekitar 45% dan bahan
organik dari perombakan jasad mikro mati menempati 5% volume. Separuh sisanya diisi oleh cairan dan elektrolit-elektrolit larut, serta udara dengan volume berfluktuasi menurut banyaknya cairan tersebut. Berdasar pada ukuran partikel, bahan mineral terbagi atas tiga fraksi: pasir, debu, dan liat. Perbandingan bobot masa relatif ketiga fraksi ini disebut tekstur tanah. Ukuran masing-masing fraksi menurut USDA dan ISSS disajikan pada Tabel 1.1. Diketahui bahwa komponen mineral tanah paling kasar berukuran 2 mm. Fraksi lebih besar seperti kerikil atau koral tidak termasuk komponen tanah, tetapi merupakan fraksi batuan induk. Berdasar hal tersebut, bila kita ingin menggunakan tanah dalam penelitian maka diperlukan ayakan berukuran 2 mm agar komponen bukan tanah dapat dipisahkan. Secara sederhana, tanah didominasi fraksi pasir akan membentuk struktur lepas dan drainase baik. Akan tetapi, daya pegang air dan hara rendah sehingga tanah miskin unsur hara dan cenderung kekurangan air. Tanah didominasi fraksi liat mempunyai sifat lekat dan berstruktur masif sehingga drainase jelek. Meskipun umumnya tanah-tanah liat relatif kaya unsur hara, namun masalah yang dihadapi adalah pengolahan berat dan memerlukan perbaikan drainase.
Tabel 1.1. Klasifikasi Partikel Tanah Menurut USDA dan ISSS*) Fraksi
Batas Ukuran Partikel (mm) USDA
Pasir : Sangat kasar
ISSS 2.00 - 1.00
---
Kasar Sedang
1.00 - 0.50 0.50 - 0.25
2.00 - 0.20 ---
Halus Sangat Halus
0.25 - 0.10 0.10 - 0.05
0.20 - 0.02 ---
Debu Liat
0.05 - 0.002 <0.002
0.02 - 0.002 <0.002
*) USDA = United States Dapartement of Agriculture ISSS = International Society of Soil Science
Fraksi debu lebih halus dari pada pasir, dengan ciri dalam keadaan lembab tidak begitu lekat dan lebih mudah diolah namun mudah mengalami erosi oleh air maupun angin. Bila ketiga fraksi berada dalam keadaan relatif seimbang, maka akan terbentuk tekstur berlempung (loamy). Tanah-tanah berlempung ideal untuk dijadikan lahan pertanian. Di antara ketiga fraksi, liat merupakan fraksi koloidal yang mampu mengendalikan berbagai sifat kimia maupun fisiko-kimia tanah. Bahan organik menyebabkan warna gelap pada lapisan tanah, terutama pada bagian atas (top soil). Komponen ini berasal dari perombakan sisa-sisa jasad mikro hidup yang mati. Disebut bahan organik apabila sisa-sisa jasad mikro telah mengalami perombakan menjadi bahan halus sukar dikenali asalnya. Sisa jasad mikro yang belum memengalami perombakan sempurna disebut serasah atau seresah (litter). Pemisahan menggunakan ayakan berukuran 2 mm seperti pada fraksi mineral, berlaku pula dalam membedakan bahan organik dari seresah. Bahan organik tanah ada yang sukar mengalami perombakan dan ada yang mudah. Golongan pertama menentukan sifat fisik tanah, sedangkan yang kedua lebih berperan pada sifat kimia terutama dalam penyediaan hara. Senyawa organik sukar mengalami perombakan yang paling penting adalah humus. Bersama-sama liat, humus merupakan komponen pengendali sistim perharaan serta air tanah. Liat dan humus berperan sebagai kompleks jerapan (adsorption), pertukaran (exchange), dan penyanggaan (buffer) hara dan air. Unsur hara dalam bentuk ion yang dijerap dipermukaan liat dan humus tersedia bagi tanaman melalui mekanisme pertukaran atau disosiasi; dan hal yang sangat penting adalah unsur hara dapat dipertahankan dari proses yang menyebabkan kehilangan. Humus mampu menyerap (absorp) air sekitar lima kali bobot keringnya. Sifat penyanggaan sama seperti kantong tempat penyimpanan barang yang sewaktu-waktu dapat digunakan dengan mudah. Liat dan humus sebagai penyangga, mampu menyimpan unsur hara bila berlebihan dan segera menyediakan begitu unsur hara berkurang, misalnya diambil tanaman atau hilang ke luar daerah perakaran. Prinsip penyanggaan hara sangat penting dalam ilmu kesuburan tanah dan pemupukan. Selain hara, liat dan humus juga berfungsi sebagai penyangga pH dan air tanah.
Unsur hara tanaman tersedia dalam bentuk ion: kation atau anion. Ion diikat oleh kompleks bermuatan listrik pada permukaannya dan dilepas ke dalam cairan tanah melalui mekanisme pertukaran ion. Air ditahan di antara lempeng liat dan dalam molekul bahan organik. Kemampuan kompleks penyangga untuk mempertukarkan kation atau anion dinyatakan sebagai Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Kapasitas Tukar Anion (KTA); dan jumlah kation-kation basa terjerap, dalam persen, disebut Persentase Kejenuhan Basa (PKB). Mekanisme pertukaran ion sangat dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH). Dalam menafsir tingkat kesuburan suatu tanah, maka nilai KTK, KTA, PKB, dan pH digunakan sebagai parameter.
1.2. Komponen Tanah Pengendali Hara Telah disinggung bahwa liat dan humus merupakan dua komponen padatan aktif dalam mekanisme penyangga hara dan air. Untuk mengerti lebih jauh, diperlukan gambaran dasar tentang struktur dan sifat-sifatnya, akan ditinjau lebih lanjut berikut ini. Struktur Dasar Mineral Liat Pengertian mineral liat meliputi mineral liat primer dan sekunder, koloid silikat, dan oksida-oksida besi dan aluminium terhidrasi (seskuioksida). Secara garis besar mineral liat dapat digolongkan dalam grup-grup disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Penggolongan Grup Mineral Liat (Loughnan, 1969) Kristalin: (a) Tipe 1:1, contoh: kaolinit, haloisit, anaukit, dikit, dan lain-lain. (b) Tipe 2:1 (memuai), contoh: montmorilonit, beidelit, nontronit, saponit, vermikulit, dan lain-lain. (c) Tipe 2:2 (tidak memuai), contoh: khlorit. Nonkristalin: (d) Alofan
(e) Seskuioksida (Fe dan Al hidroksida): gutit, limonit, gibsit. Mineral liat berbentuk laminar berlapis-lapis atau berlempeng-lempeng dengan permukaan luar dan dalam sangat luas (Gambar 1.1).
Ca2+
H+
H+ Na+
3+
Al3+ H+ +
Al H+
Pembesaran kisi kristal ++ + + + + + + ------- - - - - + ---- - - - - - - + + + + + + + + + + Permukaan ++ ++ + + + ++ luar
H K+
Mg2+ K+
H+ +
K
Al3+ H+
Ca2+ +
H
- --- - - - - - - + ---- - - - - - - + + + + + + + + + Permukaan ++++ + + + + ++ dalam
Na+ H+ Ca2+ Al3+
Gambar 1.1. Bagan Permukaan Lempeng Liat Silikat (Brady, 1974) Pada dasarnya lempeng liat ini terdiri atas beribu bahkan berjuta unit struktur kristal ber-inti-kan silikon atau aluminium dalam kordinasi tetrahedral dan oktahedral dengan oksigen atau hidroksil. Kordinasi tersebut dikenal sebagai silikon tetrahedral dan aluminium oktahedral. Bagan molekuler masing-masing kristal disajikan dalam Gambar 1.2. Mineral liat tipe 1:1 tersusun atas satu lempeng silikon tetrahedral dan satu lempeng aluminium oktahedral; tipe 2:1 dua lempeng tetrahedral dan satu lempeng oktahedral, dan tipe 2:2 masing-masing tetrahedral dan oktahedral dua lempeng silih berganti. Tipe 1:1 disebut golongan Kaolinit dan tipe 2:1 golongan Montmorilonit. Kedua tipe ini paling banyak dijumpai dalam tanah. Untuk tipe 2:1 yang tidak mengembang
termasuk golongan Ilit, sedang tipe 2:2 golongan khlorit. Contoh struktur dasar kaolinit dan montmorilonit disajikan dalam Gambar 1.3a dan b. Mineral liat tipe 1:1 (Gb 1.3a) mempunyai kisi-kisi mantap dan tidak mengembang; sedang tipe 2:1 (Gb 1.3b) bersifat kurang mantap dan mengembang bila menyerap air; menyebabkan terjadi penjonjotan (swelling) bila basah; dan pengerutan (shrinkage) bila kering. Grumusol (Vertisol) merupakan contoh jenis tanah didominasi liat tipe 2:1; sangat lekat saat hujan tetapi keras serta merekah dengan celah dalam di permukaan saat kemarau. Karena itu jenis tanah ini sulit diolah pada kondisi kelebihan ataupun kekurangan air, dan rekahan dapat menyebabkan kerusakan akar tanaman. Sifat jelek lain ialah drainase buruk sehingga seringkali menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman. Tanah didominasi liat tipe 1:1 tidak menunjukkan sifat-sifat di atas. Golongan ini berumur lanjut, masam dan miskin unsur hara. Sebagai contoh adalah Latosol dan Podzolik (Oksisol dan Ultisol) terdapat di daerah beriklim basah. Mineral liat tipe 2:1 mempunyai kemampuan mengikat (retensi) unsur hara lebih besar daripada tipe 1:1; berkaitan dengan jumlah muatan pada permukaan lempeng yang lebih banyak. Muatan listrik permukaan lempeng liat ditinjau pada uraian berikutnya. Perbedaan tingkat kemampuan mengikat unsur hara menyebabkan tanah-tanah didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai tingkat kesuburan potensial relatif lebih tinggi daripada tipe 1:1. Struktur liat berbagai tipe disajikan dalam Gambar 1.3c.
(www.alkherat.com/ vb/showthread.php?t=3160)
Gambar 1.2. Struktur Dasar Mineral Liat Silikat
(soils.missouri.edu)
Gambar 1.3a. Struktur Dasar Mineral Liat Tipe 1:1 (Kaolinit)
(soils.missouri.edu)
Gambar 1.3b. Struktur Dasar Mineral Liat Tipe 2:1 (Montmorilonit)
(soils.missouri.edu/tutorial/page8.asp)
Gambar 1.3c. Struktur Liat berbagai Tipe http://www.keywordspy.com/organic/domain.aspx?q=soils.missouri.edu
Komponen Organik: Humus
Jasad hidup, apakah tanaman, hewan ataupun manusia, terdiri dari komponenkomponen organik sebagai penyusun tubuh. Bila jasad mati, komponen-komponen dirombak oleh jazad menjadi senyawa organik sederhana. Hasil akhir adalah air, karbon-dioksida, dan unsur-unsur mineral. Senyawa kimia utama penyusun tanaman meliputi karbohidrat, lignin, dan protein. Sedang penyusun lain ialah minyak, lilin (wax), enzim, alkaloid, dan unsur mineral. Proses perombakan sisa tanaman oleh jazad melepas senyawa-senyawa tersebut menjadi bahan organik tanah. Kemampuan bahan organik mengalami perombakan berbeda-beda sehingga dapatdigolongkan menjadi senyawa ‘mudah’ dan senyawa ‘tahan’ terhadap perombakan. Senyawa yang tahan mengalami perombakan antara lain humus, yang tersusun atas poliuronida dan lignin dengan lignin sebagai senyawa utama. Seperti liat, humus berukuran koloidal dan sangat reaktif. Humus mampu menyerap banyak air sehingga kapasitas pengikatan air (water holding capacity) tanah menjadi besar. Kemampuan humus menyerap air lima kali lebih besar dari liat. Di samping itu, humus berperan dalam pembentukan dan penentuan kemantapan agregat, sifat keremahan, aerasi, sifat olah, dan ketahanan terhadap erosi. Senyawa protein dalam humus berperan sebagai cadangan P, N, dan S. Partikel humus merupakan asam-asam organik yang umumnya bermuatan negatif, sehingga mampu menjerap kation-kation. Nilai KTK humus kurang lebih 200 hingga 300 me/100g, jauh lebih besar daripada liat yang hanya sekitar 100 me/100g tanah. Kation-kation basa K, Ca, dan Mg yang diikat humus lebih mudah tersedia bagi tanaman. Di pihak lain, humus mampu mengurangi pengaruh kemasaman akibat penggunaan pupuk. Sumber kemasaman tanah seperti ion Al3+ dinetralkan oleh humus dalam bentuk ikatan khelat (chellating bond) humus-logam. Di sini humus bertindak sebagai ligan (ligand) bermuatan negatif dan ion Al3+ sebagai inti bermuatan positif. Penggunaan bahan organik pada tanah masam dapat diperhitungkan sebagai discount factor dosis kapur dalam peningkatan pH.
1.3. Muatan Listrik pada Liat dan Bahan Organik Muatan listrik tanah menentukan sifat kimia maupun fisiko-kimia. Muatan listrik liat dan humus menyebabkan keduanya bertindak sebagai kompleks aktif yang erat kaitannya dengan kesuburan tanah aktual maupun potensial. Di samping itu, ikatan ionion dapat menjelaskan sistim penyediaan hara serta prinsip-prinsip dasar pemupukan.
Muatan Listrik pada Liat Muatan listrik pada liat muncul karena dua hal: (1) kisi-kisi mineral liat rusak atau patah, dan (2) pertukaran tempat kedudukan kordinasi unsur Si dan/atau Al oleh unsurunsur lain dalam struktur mineral tanpa merusak struktur lempeng, dikenal dengan istilah substitusi isomorfik. Pada kasus pertama, kisi-kisi liat mengalami kerusakan atau patah akibat gaya-gaya alami atau pengolahan tanah, sehingga sebagian unsur yang berikatan terlepas. Pada bagian kisi kristal rusak atau patah, unsur oksigen (O) dan hidrogen (H) berada dalam ikatan kovalen. Kekuatan ikatan tergantung pada pH. Bila nilai pH rendah, maka cairan tanah didominasi ion H+, muatan kisi-kisi adalah positif karena ion OH- di ikat oleh ion H+ menjadi molekul air yang netral. Sebaliknya bila pH tinggi, ion OHdominan dan muatan kisi negatif karena ion H+ berikatan dengan sebagian OH-. Sifat muatan liat yang dipengaruhi perubahan pH ini disebut muatan bergantung pada pH (pH-dependent charge). Mekanisme perubahan adalah sebagai berikut: Pada pH rendah: ----O----+ H + + H muatan permukaan +
--OH 2+
Pada pH tinggi: ---O----+ H + -OH muatan permukaan -
--O- + H2O
Pada kasus kedua, kedudukan kation-kation yang bertindak sebagai inti dalam struktur lempeng (silikon tetrahedral atau aluminium oktahedral) digantikan oleh kation-kation lain yang mempunyai jari-jari ionik berukuran relatif sama. Sebagai contoh, jari-jari silikon sedikit lebih kecil dari pada aluminium (Tabel 1.3). Akibatnya, aluminium dapat menempati pusat kordinasi tetrahedral menggantikan kedudukan silikon. Penggantian ion bervalensi tiga (Al3+) untuk ion bervalensi empat (Si4+ ) menyebabkan satu muatan negatif tidak terkordinasi sehingga muncul pada permukaan lempeng yang sebelumnya netral (Gambar 1.4). Berapa banyak penggantian, menentukan jumlah muatan negatif di permukaan lempeng (Gambar 1.5)
Tabel 1.3. Jari-jari Ionik Kation dalam Struktur Liat (Loughnan, 1969) Ion Ikatan Si4+ Al3+ Li+ Fe3+ Mg2+ Ti4+ Fe2+ Zr2+ Na+ Ca2+ Sr2+ K+ + Rb Co+
Jari-Jari Ion (Ao) 0.41 0.50 0.60 0.64 0.65 0.68 0.76 0.80 0.95 0.99 1.13 1.33 1.48 1.69
Nisbah Jari-Jari Kation: Oksigen 0.29 0.36 0.43 0.46 0.46 0.49 0.54 0.57 0.68 0.71 0.81 0.95 1.06 1.21
Nomor Kordinasi 4 6,4 6 6 6 6 6 6,8 8 8 8 8,12,(14) 12,(14) 12,(14)
% 51 63 79 51 74 63 72 67 82 79 79 84 84 86
Muatan listrik pada substitusi isomorfik tidak dipengaruhi perubahan pH; sehingga disebut muatan tidak bergantung pH (muatan permanen). Lempeng Si-tetrahedral (tanpa penggantian): o - - ++++ - O
Si
O
Tidak ada muatan Lempeng Al-oktahedral (Si diganti Al): O- - Al +++ O--
-
Tercipta satu muatan negatif Gambar 1.4. Munculnya Muatan pada Kisi-kisi Mineral Liat (Brady, 1974)
OH | Al | O
OH | Al | OH
0
OH | Mg | O
OH | Al | OH
+
Tidak ada penggantian, muatan 0
Al diganti Mg, muatan +
Gambar 1.5. Mekanisme Munculnya Muatan Permanen pada Permukaan Liat Silikat (Brady, 1974)
Muatan Listrik pada Bahan Organik/Humus Muatan listrik pada humus mirip dengan muatan liat mengalami kerusakan pada kisi-kisinya. Contoh bagan susunan koloidal disajikan dalam Gambar 1.6. Gugus hidroksi fenolat (-O-) terikat pada cincin aromatik, sedangkan gugus karboksil (-COO-) terikat pada atom karbon lain. Bagan tersebut menyerupai struktur liat silikat dan menunjukkan adanya jerapan permukaan (surface adsorption), meskipun jerapan juga terjadi dalam struktur padatan (misel).
O - …… H+
Satuan Pusat Koloid Humus (umumnya C dan H)
COO - ………. H+ O - ………. H+ COO - ……….. H+ O- ….........H+ muatan -
ion-ion terjerap
Gambar 1.6. Muatan Bergantung pH pada Permukaan Humus (Brady, 1974) Seperti liat kisi-kisi patah, muatan humus sangat bergantung pada pH. Pada suasana sangat masam, ion hidrogen terikat erat dan tidak mudah diganti kation lain. Dengan penambahan unsur basa maka ke-alkalian naik; mula-mula ion hidroksil-fenolat berionisasi, kemudian hidrogen dari grup fenolat digantikan oleh kalsium, magnesium, atau kation lain. Sifat muatan bahan organik bergantung pH mempengaruhi nilai KTK yang berubah dengan perubahan pH pada tanah kaya bahan organik (Gambar 1.7). Nisbah C/N Tanah dan Tanaman
Bahan organik acapkali digunakan dalam ameliorasi tanah bermasalah terutama berkaitan dengan sifat fisik. Dalam praktek sehari-hari pemberian bahan organik disebut pemupukan dan bertujuan meningkatkan produksi. Untuk itu, dibutuhkan jumlah banyak karena kadar unsur terkandung dalam bahan organik umumnya rendah. Sebagai contoh, kadar N pupuk kandang hanya sekitar 2% dan cukup rendah dibandingkan 46% dalam urea. Dengan demikian, lebih tepat bila bahan organik dikatakan sebagai pupuk tanah dan pupuk artisifial (pupuk pabrik, pupuk anorganik) adalah pupuk tanaman.
KTK (me/100 g) 140. koloid organik 120. Monmorilonit
Muatan bergantung pH
80.
40.
muatan tetap
4.0
5.0 6.0 7.0 8.0 pH
Gambar 1.7. Muatan Bergantung pH dan KTK pada Permukaan Humus (Brady, 1974) Dalam praktek pertanian, bahan organik dikenal sebagai pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, atau humus. Tingkat perombakan bahan-bahan ini diketahui dari kandungan karbon dan nitrogen. Unsur karbon dan nitrogen dibutuhkan oleh jazad mikro dekomposer sebagai sumber energi dan hara. Antara jazad mikro dengan tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh nitrogen. Umumnya jazad mikro lebih mampu, sehingga tanaman menunjukkan kekurangan (defficiency) nitrogen. Pengikatan N dalam tubuh jazad dinamakan imobilisasi nitrogen; dijumpai pada tanah diberi bahan organik belum terperombakan sempurna. Imobilisasi bersifat sementara dan dilepas kembali begitu jasad mati. Pelepasan N ditandai pertumbuhan tanaman normal dan nisbah C/N tamah berada antara 10 sampai 15.
Nisbah C/N lazim digunakan sebagai petunjuk (indikator) kemudahan perombakan bahan organik. Makin tinggi C/N makin sukar terperombakan. Jerami padi mempunyai nilai C/N lebih tinggi dari kedelai sehingga perombakannya lebih lama. Contoh komposisi karbon dan nitrogen serta nisbah C/N beberapa jenis bahan disajikan pada Tabel 1.4. Bila jerami padi dimasukkan ke dalam tanah, dengan waktu nisbah C/N 44 turun mendekati 10. Dalam proses pembentukan kompos, perombakan dipercepat melalui penambahan nitrogen dan kapur untuk memacu perkembangan jazad. Karena perombakan membutuhkan waktu, maka pemberian bahan organik ke dalam tanah dianjurkan dua atau tiga minggu sebelum tanam, atau jerami terlebih dulu dikomposkan. Tujuannya menjaga agar tanaman tidak kekurangan N akibat kompetisi dengan jazad. Tabel 1.4. Komposisi Beberapa Jenis Bahan Diberikan ke dalam Tanah (Kalpage, 1967) BAHAN
KARBON
NITROGEN
C/N
(%)(%)
Organik, seluruh tanaman: 45 - 50
1.5 - 3.5
15 - 30
0.78
44
Jerami padi
34.6
Kacang-kacangan
50.0
2.0 - 3.5
Pupuk kandang
30.9
2.15
14
Kompos
18.7
1.77
11
-
-
13 - 25
Serbuk gergaji 40 Kue kacang tanah
44.9
7.92
6
Darah beku
41.5
11.10
4
1.4. Ikatan Senyawa Organik dengan Fraksi Mineral Senyawa organik dalam tanah umumnya tidak berada dalam keadaan bebas, melainkan berikatan dengan koloid liat (Sparks, 1995), sebagai: 1.
Garam dalam bentuk ikatan lemah dengan molekul asam-asam organik (asetat, oksalat, laktat, dan lain-lain).
2.
Garam dalam bentuk ikatan kuat dengan senyawa humat atau fulvat dan kation-kation alkali.
3.
Bentuk khelat berikatan dengan ion-ion logam.
4.
Senyawa terikat pada kisi-kisi pemukaan.
Garam lemah – molekul asam-asam organik: Ikatan asam-asam (asetat, oksalat, fumarat, laktat) dengan mineral (magnesit, kalsit, siderit dan lain-lain) atau garam-garam asam mineral dan kationkation Ca, K serta kation lain. Garam senyawa humat dengan kation-kation alkali: Komprehensif dengan kation-kation: humat (garam asam humat), atau fulvat (garam asam fulvat). Keduanya merupakan senyawa humat atau fulvat khas dalam tanah. Kation alkali (Na+, K+, Ca2+, Mg2+) diikat pertama kali oleh pertukaran kation sederhana pada grup COOH (RCOONa, RCOOK dll.). Humat dan fulvat tampak dalam tanah sebagai hidroksida Fe atau Al. Khelat dengan kation logam: Kompleks khelat terbentuk bila dua atau lebih posisi koordinat kation logam diikat oleh grup donor ligan tunggal membentuk struktur cincin internal. Dalam aturan ligan tanah berkaitan dengan grup senyawa fungsional organik. Orde penurunan afinitas peng-grupan organik untuk ion metal kurang lebih sebagai berikut: -O- > -NH2 > enolat
amina
N=N- > azo
=N cincin N
>
-COOkarboksilat
>
-Oether
>
C=O karbonil
Kemungkinan orde penurunan afinitas kation-kation kurang lebih sebagai berikut: Fe3+ > Cu2+ > Ni2+ > Co2+ > Zn2+ > Fe2+ > Mn2+
Kemampuan pengomplekan asam humat dan fulvat tergantung pada grup oksigen fungsional, seperti COOH, OH, dan C=O. Senyawa organik tanah membentuk kompleks larut dan tak larut dengan ionion logam dan selanjutnya berperan ganda dalam tanah. Senyawa berbobot molekul rendah (biokimia, asam fulvat) menggerakkan ion-ion logam menuju akar tanaman. Sebaliknya, senyawa berbobot molekul tinggi (misalnya asam humat) berfungsi sebagai "sink" (penerima) kation polivalen. Agen pengompleks alami dipertimbangkan penting dalam proses perombakan dan pergerakan seskuioksida menuju subsoil. Kompleks liat – organik: Intraksi senyawa organik dengan liat membawa konsekuensi perubahan terhadap sifat dan perilaku fisika, kimia dan biologi matriks tanah. Beberapa mekanisme berkaitan dengan jerapan senyawa humat oleh mineral liat adalah sebagai berikut:
-Gaya van der Waal (Gambar 1.8):
Gambar 1.8. Gaya Van der Waal (dalam Sparks, 1995) Gaya Van der Waal (Gambar 1.8), berlaku untuk semua molekul, namun agak lemah. Gaya ini dihasilkan dari fluktuasi kerapatan muatan listrik individu-individu atom. Fluktuasi muatan listrik positif suatu atom cenderung memproduksi fluktuasi muatan listrik negatif dalam atom tetangganya yang menghasilkan gaya atraktif bersih. Gaya atraktif yang dihasilkan dari fluktuasi ini terjadi pada setiap pasangan at0m atau molekul. Jerapan karena gaya van der Waal di anggap penting bagi molekul netral polar dan nonpolar, khususnya berbobot tinggi.
-Ikatan jembatan kation (Gambar 1.9):
Gambar 1.9. Ikatan jembatan kation (dalam Sparks, 1995)
Pada Gambar 1.9, anion-anion organik secara normal ditarik oleh muatan negatif permukaan liat, maka jerapan asam humat dan fulvat oleh mineral liat seperti montmorilonit terjadi hanya bila terdapat kation polivalen pada kompleks pertukaran. Tidak seperti Na+ dan K+, kation-kation polivalen mampu menjaga netralitas permukaan melalui penetralan baik pada muatan negatif liat maupun grup fungsional asam bahan organik (misalnya COO-). Kation-kation polivalen utama yang menentukan ikatan asam humat dan fulvat terhadap liat tanah adalah Ca2+, Fe3+ dan Al3+. Kation divalen Ca2+ tidak membentuk koordinasi kompleks dengan molekul organik. Sedang Fe3+ dan Al3+ membentuk koordinasi kompleks kuat dengan senyawa organik. Kation polivalen bertindak sebagai jembatan ikatan antara dua titik muatan. Pada molekul organik rantai panjang, beberapa titik pasangan dengan partikel liat bisa terjadi.
-Ikatan – H (Gambar 1.10):
Gambar 1.10. Asosiasi dengan hidroksida Fe/Al (dalam Sparks, 1995). Ikatan – H adalah hubungan antara grup molekul organik polar dengan molekul air atau oksigen terjerap pada permukaan silikat melalui ikatan dengan ion H+ tunggal (Gambar 1.10). -Jerapan asiosiasi dengan hidroksida - jerapan pada permukaan antar lempeng mineral liat (Gambar 1.11):
Gambar 1.11. Jerapan pada permukaan antar lempeng mineral liat (dalam Sparks, 1995) Koordinasi atau pertukaran ligan (Gambar 1.11) terjadi bila grup anionik masuk ke koordinasi Al atau Fe dan bergabung dengan OH permukaan lempeng.
Jerapan asam fulvat dan permukaan oksida bergabung menggantikan grup OH dengan ion COO-. Anion organik tidak mudah digantikan dengan garam sederhana, meski peka terhadap pH. Ikatan yang sangat kuat terjadi bila ada lebih dari satu grup molekul asam humat.