South Asia Association for Regional Cooperation (SAARC) Sebagai Organisasi di Kawasan Asia Selatan: Tantangan dalam Menciptakan Integrasi Ekonomi Regional Abstrak Burane Ilham Rizqawan Perkembangan aktor-aktor dalam Hubungan Internasional membuat tidak hanya aktor negara menjadi peran utama tetapi aktor non-negara juga menyumbangkan peran penting dalam Hubungan Internasional seperti salah satunya adalah organisasi-organisasi internasional maupun regional. South Asia Association for Regional Cooperation (SAARC) merupakan sebuah organisasi regional yang berada di kawasan Asia Selatan untuk meningkatkan kerjasama antar negaranegara di kawasan tersebut. Program seperti Committee on Economic Cooperation (CEC), The South Asian Preferential Trade (SAPTA) dan South Asia Free Trade Area (SAFTA) dilakukan oleh SAARC untuk menciptakan intergrasi ekonomi regional. Kehadiran program tersebut, SAARC bagi negara-negara di kawasan Asia Selatan adalah hal yang baik guna menanggulangi banyaknya konflik yang sering terjadi dan kondisi perekonomian buruk di kawasan tersebut. Namun, untuk menciptakan program ekonomi yang baik kawasan Asia Selatan harus melewati tantangan dalam menciptakan integrasi ekonomi regional. Kata Kunci: South Asia Association for Regional Cooperation (SAARC); Integrasi Ekonomi Regional; Organisasi Regional
Pendahuluan Dunia yang kita tempati saat ini sudah mengalami banyak perkembangan dan perubahan. Mulai dari bergesernya isu-isu dalam hubungan internasional yang dimana pada awalnya isu-isu dalam hubungan internasional cenderung bersifat tradisional yang kental terhadap fenomena-fenomena militer (keamanan). Namun saat ini, fenomena hubungan internasional tidak lagi hanya membatasi diri pada kajian interaksi antar Negara dan fenomena militer saja. Isu-isu dalam hubungan internasional saat ini telah berkembang dimana terdapat isu-isu yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup sebuah Negara seperti isu politik, dan ekonomi. Selain itu, aktor-aktor dalam fenomena hubungan internasional juga berkembang dimana aktor-aktor yang bisa memainkan peran didalam system internasional dewasa ini tidak hanya aktor Negara (state actors) saja namun juga terdapat aktor non Negara yaitu organisasi-organisasi internasional seperti PBB
2
dan organisasi-organisasi regional yang membantu menciptakan stabilitas kawasan seperti ASEAN di Asia Tenggara, EU di Uni Eropa, dan AU di Afrika. Dalam hal ini, kawasan Asia Selatan juga tidak ketinggalan membentuk organisasi regional guna meningkatkan kerjasama antar Negara-negara di kawasan tersebut dengan membentuk SAARC (South Asia Association for Regional Cooperation). Regionalisme merupakan sebuah kebijakan dan proyek negara atau state project dimana negara dan aktor non-negara menjalin kerjasama dan mengkoordinasikan strategi demi mencapai kepentingan dalam suatu kawasan tertentu. Tujuan regionalisme adalah untuk mengupayakan dan mempromosikan tujuan bersama demi mencapai kepentingan nasional. 1 Ada beberapa kriteria untuk mencapai terbentuknya regionalisme yakni dengan melihat kedekatan geografis, dengan adanya kemiripan identitas (ras, agama dan sejarah), sosiokultural, dan sikap politik.2 Adapun beberapa proses yang menjadi ciri-ciri dari terjadi regionalisme, yakni: terjadinya proses pertumbuhan integrasi masyarakat dalam suatu kawasan dalam proses interaksi sosial dan ekonomi yang cenderung tidak terarah atau yang bersifat alami karena adanya kedekatan geografis yang disebut regionalisasi; Kesadaran bersama dalam membuat persepsi bersama untuk memiliki rasa yang sama di dalam suatu komunitas yang menyebabkan adanya penyatuan kepahaman dalam menjalankan organisasi secara bersama; Kerjasama regional antarnegara dalam kawasan; Integrasi regional; Kohesi regional yang menyebabkan adanya kemungkinan kombinasi keempat proses sebelumnya yang akhirnya dapat memperkokoh regionalisme dalam suatu kawasan.3 Integrasi regional merupakan dukungan negara-negara dalam menciptakan sebuah organisasi regional dimana integrasi ekonomi regional merupakan salah 1
Louise Fawcett, “Regionalism from Historical Perspective”, dalam Mary Farrel, et.al. Global Politics of Regionalism. London: Pluto Press, 2005, hal. 24. 2 G. John Ikenberry, Jitsuo Tsuciyama, “Between Balance Of Power and Community: The Future of Multilateral Security Cooperation In the Asia Pacific”, International Relations of The Asia Pacific 2(1), 2002, hal. 88. 3 Nuraeni S, at al., Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hal. 6.
3
satu hal penting dalam kerjasama regional. Dalam integrasi ekonomi regional terdapat beberapa tingkatan, seperti: pengaturan perdagangan prefensial (prefential trade arrangements) untuk membentuk kesapakatan dalam membentuk pengurangan hambatan dalam perdagangan antar negara anggota dengan negara bukan anggota agar dapat terjadi perbedaan kebijakan; terciptanya kawasan perdagangan bebas (free trade area) untuk mengurangi hambatan perdagangan barang dan jasa antar negara anggota dapat dihapus; perserikatan pabean (custom union), sama halnya dengan perdagangan bebas, tetapi dalam perserikatan pabean perdagangan antar negara anggota dengan negara non-anggota telah menggunakan aturan dan hukum yang telah disepakati bersama; pasar bersama (common market) untuk meciptakan ruang bebas dalam pergerakan barang, jasa, faktor produksi (tenaga kerja dan modal) antar anggota; perserikatan ekonomi (economic union) dimana tidak hanya arus bebas produk, faktor produksi antar negara anggota dan penerapan kebijakan perdagangan internal maupun eksternal yang sama, tetapi perserikatan ekonomi membutuhkan mata uang bersama, harmonisasi tarif pajak anggota dan kebijakan moneter serta fiscal bersama.4 Asia Selatan adalah sebuah kawasan geopolitik di bagian selatan benua Asia, dimana kawasan ini terdiri dari daerah-daerah di dan sekitar anak benua Negara India dimana Wilayah ini dibatasi Asia Barat, Timur, danTenggara. Wilayah Asia Selatan meliputi 10% luas benua Asia, kira-kira 4.480.000 km² tetapi populasinya mencakup 40% populasi Asia, hal itu menandakan berarti kawasan Asia Selatan ini mempunyai wilayah yang sangat padat dengan penduduknya.5 Kawasan ini mempunyai sejarah panjang yang membuat kawasan ini menjadi salah satu kawasan yang unik, dimana banyak konflik internal yang terjadi dan memunculkan Negara baru di kawasan tersebut. Seperti Pakistan dan Bangladesh misalnya, dimana kedua Negara tersebut merupakan pecahan dari Negara India akibat adanya konflik yang terjadi. Konflik Negara-negara tersebut 4
Salvatore Zecchini, Lesson from the Economic Transition: Central and Eastern Europe in the 1990’s, New York: Springer, 1997, hal. 25. 5 https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/in.html, diakses pada 27 April 2014
4
pun berlanjut hingga konflik yang menyangkut keamanan regional seperti konflik Kargil yang menyangkut India dan Pakistan dan membuat situasi regional di kawasan Asia Selatan ini cenderung tidak stabil. Munculnya Negara baru di kawasan tersebut dan banyaknya konflik yang terjadi membuat Kawasan Asia Selatan ini membutuhkan suatu organisasi regional untuk mewadahi tiap-tiap negara Asia Selatan demi mewujudkan kawasan yang terintegrasi dan demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, kesejahteraan rakyatnya, dan perdamaian di tiap-tiap negara. Maka pada tanggal 8 Desember 1985 dibentuklah The South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC). Dimana terbentuknya organisasi ini diharapkan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara-negara di kawasan Asia Selatan dengan membentuk berbagai macam agenda seperti salah satunya melalui
pembentukan
South
Asia
Free
Trade
Area
(SAFTA)
yang
memberlakukan penurunan tarif antar anggota SAARC yang merupakan langkah awal untuk bersaing di pasar global. Lebih lanjut, tulisan ini akan membahas mengenai SAARC. Bagaimana latar belakang berdirinya SAARC, agenda-agenda ekonomi SAARC, dominasi India dalam ekonomi regional, dan tantangan dan prospek SAARC.
SAARC sebagai refleksi Perspektif Liberalisme Pada era Globalisasi ini, dunia yang terdiri dari berbagai macam negara banyak mengalami perkembangan. Negara ini tidak dapat hidup secara sendiri saja, layaknya seperti manusia yang membutuhkan antara satu dengan lainnya. Namun, memang tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antar negara mengalami berbagai dinamika tersendiri. Sehingga timbul berbagai macam teori-teori dalam ilmu hubungan internasional yang telah berkembang begitu pesat. Itu semua disebabkan oleh dinamika hubungan internasional yang dilakukan negara-negara serta perkembangan masyarakat internasional, salah satunya adalah munculnya teori liberalisme.
5
Jika teori Realisme itu memandang manusia dari sisi yang cenderung negatif dan bersikap pesimis terhadap interaksi internasional, maka liberalisme merupakan teori yang sebaliknya. Liberalisme memandang manusia dari segi positif dan bersikap optimis dalam interaksinya antarnegara. Namun, memang liberalisme sependapat dengan pandangan realisme yang mengatakan bahwa tiap individu bersifat egois, dimana mereka berlomba untuk memenangkan kepentingannya masing-masing. Hal yang membuat keduanya berbeda adalah dalam cara pencapaiannya. Dalam liberalisme, terdapat beberapa konsep utama, yaitu keamanan bersama, international anarchy, Liga Bangsa-Bangsa, dan bahwa perang sama sekali tidak menguntungkan bagi manusia.6 Teori liberalisme itu sendiri muncul setelah berakhirnya Perang Dunia I untuk menanggapi ketidakmampuan negara-negara untuk mengontrol dan membatasi perang di dalam suatu dinamika hubungan dan politik internasional.7 Pendukung-pendukung awal teori ini seperti Woodrow Wilson dan Normal Angell berargumen bahwa jika saling bekerjasama, maka negara-negara akan mendapatkan keuntungan satu sama lain dan bahwa perang terlalu destruktif untuk bisa dikatakan sebagai pada dasarnya sia-sia 8 . Dengan kata lain, teori ini mempunyai asumsi bahwa hubungan internasional dapat dicirikan sebagai dunia dimana negara-negara bekerja sama satu sama lain untuk memelihara perdamaian dan kebebasan serta mengejar perubahan progresif.9 Paham ini sangat bertolak belakang dengan teori realisme yang sudah menjadi pembahasan sebelumnya. Jika realisme menganggap manusia sebagai makhluk yang jahat karena keegoisannya terhadap kekuasaan, maka liberalisme sebaliknya mengambil pandangan positif terhadap sifat manusia. Kaum liberal memiliki keyakinan besar terhadap akal pikiran manusia dan mereka yakin bahwa
6
http://mentari_rasfi-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-43696Theories%20of%20International%20RelationsLiberalisme%20Dalam%20Hubungan%20Internasional.html, diakses pada 27 April 2014 7 Rizki Damayanti, Diktat Pengantar Hubungan Internasional, Universitas Paramadina, 2011, hal. 49 8 Ibid. 9 Ibid.
6
prinsip - prinsip rasional dapat dipakai pada masalah - masalah internasional.10 Setiap manusia diyakini akan mementingkan dirinya sendiri dalam segala hal dan paham ini sadar akan sifat manusia seperti itu, namun mereka yakin bahwa dengan manusia menahan diri akan keegoisannya dan melakukan perundingan, kerjasama, semua masalah akan terselesaikan dengan hasil yang merata dan mendapatkan manfaat besar bagi setiap orang. Dalam hal ini, jika memandang sebuah negara sebagai sifat manusia, suatu negara harus menahan diri kemudian memungkinkan untuk terlibat dalam perundingan serta kerjasama. Salah satu bentuk dari Liberalisme itu adalah Liberalisme Institusional, dimana konsep ini percaya bahwa perdamaian dunia bisa tercipta dengan adanya institusi internasional/regional.11 Dalam hal ini, SAARC dilihat oleh para Negaranegara di kawasan Asia Selatan sebagai suat institusi untuk mengembangkan ekonomi dengan cara berkerja sama dalam suatu organisasi regional. Adanya bentuk kerjasama dalam organisasi regional juga tentunya diharapkan dapat menjaga stabilitas kawasan di Asia Selatan yang dikenal cenderung rawan konflik dan meningkatkan aktifitas ekonomi antar negara anggota SAARC dengan negara lain.
Latar Belakang Berdirinya SAARC (South Asia Association for Regional Cooperation) Negara-negara di kawasan Asia Selatan dikenal memiliki ikatan budaya, perdagangan, dan ekonomi yang kuat selama berabad-abad. Namun, kawasan ini sangat rawan terjadinya konflik, dimana sejarah membuktikan seperti pemisahan Pakistan dari India, pecahnya Pakistan Timur menjadi Bangladesh, permusuhan India dengan Pakistan, dan banyaknya militan-militan pendukung terorisme di tiap Bnegara-negara tersebut yang kerap kali mengakibatkan hilangnya nyawa penduduk sipil dan memperburuk keadaan ekonomi dari negara-negara tersebut. Untuk mengembangkan hal ini, maka diperlukan suatu organisasi kerjasama 10
Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional (terj. Dadan Suryadipura, Introduction to International Relations). Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hal. 15. 11 Ibid.
7
regional untuk menciptakan suatu stabilitas di kawasan Asia Selatan. Organisasi regional ini ditujukan tentunya tidak hanya dalam satu bidang saja, namun juga bisa menjadi kerjasama di sektor-sektor lainnya. Dimana dalam hal ini kawasan Asia Selatan membentuk SAARC (South Asian Association for Regional Cooperation), walaupun memang agenda dari SAARC itu sendiri dominan terhadap isu ekonomi dan saat ini dianggap sebagai organisasi ekonomi regional. Asia Selatan adalah kawasan yang dimana mempunyai penduduk sekitar 1,5 milyar jiwa atau 23% dari total seluruh penduduk dunia, ini menjadikan Asia Selatan menyumbang sebesar 2,3% GDP (Gross Domestic Product)
12
.
Bagaimanapun, Asia Selatan merupakan kawasan yang menjadi perhatian dunia kedua setelah kawasan sub-sahara Afrika, dimana kawasan ini mempunyai banyak penduduk miskin sekitar 47% yang pendapatannya kurang dari 1$ per hari, di India sendiri terdapat lebih dari 50% penduduk yang pendapatannya kurang dari 0,5% per hari 13 . Karena itu, mengurangi dan menanggulangi kemiskinan yang meluas di kawasan tersebut, ditambah untuk meningkatkan infrastruktur, dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan inklusif, menjadi tantangan utama Negara-negara kawasan Asia Selatan tersebut. The South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) resmi berdiri pada tanggal 8 Desember 1985 dimana beranggotakan India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Nepal, Maladewa, Afghanistan dan Bhutan.14 Organisasi ini adalah sebuah asosiasi yang didasarkan pada kesadaran bahwa di dunia yang semakin yang independen, tujuan perdamaian, kebebasan, keadilan sosial dan kemakmuran ekonomi terbaik dicapai di wilayah Asia Selatan dengan meningkatkan saling pengertian, hubungan bertetangga baik dan kerjasama yang
12
Rajiv Kumar, SAARC: Changing Realities, Opportunities, and Challenges, DIE Research Project “Anchor Countries as Drivers of Regional Economic Integration – Consequences for Regional and Global Governance, and for Developing Countries”, Bonn, 2009, hal. 13. 13 Report of the National Commission for Enterprises in the Unorganised Sector (2007), also known as the Arjun Sengupta Commission Report dalam Rajiv Kumar, SAARC: Changing Realities, Opportunities, and Challenges 14 http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/saarc.pdf, diakses pada 27 April 2014
8
bermakna antara Negara-negara Anggota yang terikat oleh ikatan sejarah dan budaya. SAARC
diprakarsai
oleh
Ziaur
Rahman di
Bangladesh
dan
dikembangkan oleh para pemimpin muda seperti Benazir Bhutto di Pakistan dan Rajiv Gandhi di India, dimana hal ini dilihat sebagai suatu upaya untuk mempromosikan kerjasama regional.15 Pada tahun 1980-an, presiden Bangladesh Ziaur Rahman mengusulkan untuk menciptakan suatu blok perdagangan yang terdiri dari negara-negara di Asia Selatan, dan ide kerjasama regional ini diperbincangkan kembali pada Mei 1980.16 Sebelumnya dalam hal ini, ide untuk menciptakan suatu kerjasama regional kawasan Asia Selatan dibahas dalam setidaknya 3 konferensi: Asian Relations Conference in New Delhi pada April 1947, the Baguio Conference di the Philippines pada May 1950, and the Colombo Powers Conference pada April 1954. 17 Namun bagaimanapun pergerakan untuk membentuk SAARC baru terbentuk puluhan tahun kemudian setelah diadakannya konferensi menteri luar negeri pertama yang diadakan di New Delhi pada tahun 1983 dengan menyepakati terbentuknya SARC (South Asia Regional Cooperation) dan secara resmi meluncurkan Integrated Programme of Action (IPA) awalnya di lima sektor yang disepakati untuk bekerjasama yaitu, Pertanian, Pembangunan Pedesaan, Telekomunikasi, Meteorologi, dan Kesehatan dan Kependudukan. Kerjasama Ilmiah dan Teknologi, Olahraga, Seni dan Budaya ditambahkan ke IPA pada tahap berikutnya.18 SARC lalu berganti nama menjadi SAARC (The South Asian Association for Regional Cooperation) pada tahun 1985. 19 Perubahan nama tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa SARC mengacu pada proses Kerjasama Regional Asia Selatan, SAARC menandai pembentukan asosiasi 15
Rajiv Kumar, SAARC: Changing Realities, Opportunities, and Challenges, DIE Research Project “Anchor Countries as Drivers of Regional Economic Integration – Consequences for Regional and Global Governance, and for Developing Countries”, Bonn, 2009, hal. 13. 16 Ibid. 17 Hafeez Malik, ed., Dilemmas of National Security and Cooperation in India and Pakistan, New York: St. Martin’s Press, 1993, hal. 8 18 Muhammad Jamshed Iqbal, SAARC: Origin, Growth, Potential and Achievments, Pakistan Journal of History & Culture, Vol.XXVII/2, 2006, hal. 18 19 Ibid.
9
(organisasi) untuk mempromosikan dan mengembangkan kerja sama tersebut.20 Dengan melihat latar berlakang terbentuknya SAARC memperlihatkan bahwa kawasan Asia Selatan siap menjadikan dirinya sebagai suatu organisasi regional yang sesuai dengan kriteria terbentuknya sebuah regionalisme dalam suatu kawasan untuk mencapai tujuan dan kepentingan nasional negara-negara anggota serta menyelesaikan isu-isu yang menjadi masalah dalam kawasan Agenda Ekonomi SAARC untuk Menciptakan Integrasi Regional Sebagaimana yang tertulis dalam piagam SAARC, akselerasi pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asia Selatan menjadi salah satu tujuan utama berdirinya organisasi ini21. Banyak agenda yang dijalankan oleh SAARC terkait keinginan organisasi ini untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan kerjasama ekonomi di kawasan Asia Selatan seperti membentuk Committee on Economic Cooperation (CEC), yang dimana komite ini terdiri dari Trade Secretaries Negara-negara member SAARC. CEC dimandatkan untuk membentuk dan mengawasi implementasi langkah-langkah, kebijakan, dan program spesifik dari SAARC untuk memperkuat kerjasama intra-regional di sektor hubungan perdagangan dan ekonomi.22 Dengan adanya CEC ini, kerjasama ekonomi regional ini secara formal telah terinstitusi sebagai suatu komponen integrasi dari proses perkembangan SAARC. Selain membentuk CEC, SAARC juga membentuk SAPTA (The South Asian Preferential Trade) yang ditujukan sebagai bentuk awal integrasi ekonomi di kawasan Asia Selatan. Namun bagaimanapun keefektifan dari proses SAPTA terbilang buruk, dimana SAPTA dianggap gagal dan tidak mempunyai peran dalam merubah pola perdagangan di kawasan Asia Selatan. Perdagangan intraSAARC terus mengalami stagnansi sebesar 5% dari total perdagangan pasar di
20
Ibid. The International Council on Social Welfare, South Asia Association for Regional Cooperation (SAARC), January 2003 22 Ibid. 21
10
seluruh dunia – menjadi salah satu yang terendah di dunia.23 SAFTA & Liberalisasi Ekonomi Karena SAPTA dianggap kurang efektif dan memberikan sedikit pengaruh. Hal ini menjadikan SAARC menaruh harapannya pada SAFTA (South Asia Free Trade Area), dimana SAFTA bisa disebut sebagai salah satu agenda terpenting SAARC. South Asian Free Trade Area (SAFTA) itu sendiri adalah suatu langkah transisi yang kemudian diarahkan pada pasar bersama dan integrasi ekonomi. Pada tahun 1995, sidang ke-16 Dewan Kementerian setuju untuk berjuang merealisasi SAFTA, dan dirancang pada tahun 1996 sebagai langkah yang penting untuk kemajuan dari kawasan perdagangan bebas oleh grup ahli antar pemerintahan dari negara-negara anggota atau Inter-Governmental Expert Group (IGEG) 24 . Pada KTT ke-10 di Kolombo pada tanggal 29-31 Juli 1998, memutuskan untuk membangun komite yang terdiri dari beberapa staf ahli yang disebut dengan Committee of Experts (COE) yang bertugas untuk membuat draf yang meliputi berbagai aspek untuk menciptakan kawasan perdagangan bebas diantara negara-negara anggota, juga sebagai pertimbangan asimetri dalam pembangunan regional dan menghasilkan pemikiran untuk pengurusan yang realistis dalam rangka mencapai tujuan25. Perjanjian SAFTA yang dirancang oleh COE ditandatangani pada tanggal 6 Januari 2004 pada KTT SAARC ke-14 di Islamabad dan mulai efektif dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2006.26 SAFTA membentuk sebuah program liberalisasi perdagangan dan pengurangan
tariff oleh para Negara-negara member SAARC
dimana
pengurangan tariff sebesar 0,5 persen pada 2016 bersama dengan Negara-negara yang kurang berkembang dan SAFTA mengharuskan negara berkembang di Asia Selatan yaitu India, Pakistan dan Sri Lanka untuk menurunkan bea masuk menjadi
23
Dushni Weerakoon, SAFTA: Current Status and Prospects, 2009, hal. 23. Ibid. 25 Tomislav Delinic Nishchal N. Pandey, SAARC: Towards Meaningful Cooperation, Modern Printing Press Kathmandu, Nepal, 2012, hal. 35 26 Ibid. 24
11
20 persen dalam waktu dua tahun sampai dengan 2007. Dalam dalam waktu lima tahun 20 persen bea masuk akan diturunkan menjadi kosong (bebas) yang akan di lakukan secara bertahap setiap tahunnya sampai tahun 2012. Pada negara-negara terbelakang di Asia Selatan yaitu Nepal, Bhutan, Bangladesh dan Maladewa akan diberi tambahan selama tiga tahun untuk membebaskan bea masuk dan akan mengurangi kewajiban bea mereka hingga 30% pada akhir 2007 dan hingga 0-5% pada akhir tahun 2015. 27 Pakistan telah menandatanganinya akan tetapi belum mulai melaksanakanya. Dan ada harapan India akan memulainya sekitar tahun 2008. Namun, apabila ditinjau dari subyeknya, yaitu negara-negara Asia Selatan sendiri, tujuan pembentukan SAFTA adalah untuk mendukung keuntungan timbal-balik. Perdagangan bebas regional Asia Selatan telah menyebabkan munculnya persoalan yang dilematis, yaitu kesenjangan perdagangan (gap of trade) negara-negara berperekonomian kuat, seperti halnya India dan Pakistan memiliki infrastruktur yang lebih maju. Di lain pihak kelompok negara-negara berperekonomian lemah Asia Selatan belum memiliki infrastruktur yang kuat untuk mendapatkan nilai tambah pada bidang perdagangan. Dengan diberlakukannya SAFTA negara- negara Asia Selatan, Negara-negara ini dapat berkolaborasi dengan membangun sistem kerjasama yang adil untuk mendukung pencapaian keuntungan maksimal. Mekanisme yang dijalankan antara lain dengan membangun sistem produksi bersama, sehingga negara-negara Asia Selatan dapat memodifikasi produk sedemikian rupa untuk kemudian diedarkan keluar negara-negara Asia Selatan, bukan antar satu negara Asia Selatan dengan negara lainnya di dunia. Apabila dikaitkan dengan pendekatan pada kerangka upaya-upaya negara Asia Selatan adalah untuk mendekatkan diri dalam integrasi ekonomi kewilayahan 27
Rajiv Kumar, SAARC: Changing Realities, Opportunities, and Challenges, DIE Research Project “Anchor Countries as Drivers of Regional Economic Integration – Consequences for Regional and Global Governance, and for Developing Countries”, Bonn, 2009, hal. 15
12
dalam menghadapi kondisi dinamika perekonomian internasional yang berbuah mengarah ke pasar bebas. Kemudian tujuan dibentuknya SAFTA oleh negara-negara Asia Selatan selanjutnya adalah untuk mendukung negosiasi dan reformasi perdagangan secara bertahap. Reformasi perubahan sistem integrasi ekonomi SAARC masih dalam kerangka pembuatan peraturan perdagangan preferensial tetapi pencapaian hasil dari hal tersebut belum efektif dan baik sehingga ketika perdagangan bebas dilakukan menyebabkan dampak dilematis. Selain itu, terdapat negara-negara yang sudah siap karena struktur perekonomian dan perdagangan yang maju, namun terdapat juga negara-negara Asia Selatan yang memiliki sistem tradisional yang dikhawatirkan akan terkena dampak negatif dari agenda perdagangan bebas akibat lemahnya sistem proteksi.
Peran India dalam Perekonomian di Kawasan India adalah Negara dengan ekonomi terbesar di kawasan Asia Selatan dimana terhitung lebih dari 80 persen dari PDB Asia Selatan. 28 Lebih dari 90 persen dari perdagangan regional dari Bangladesh, Nepal dan Sri Lanka serta bagian utama dari perdagangan global mereka dengan India. Perdagangan antara negara-negara Asia Selatan yang tersisa jauh lebih kecil dari perdagangan India dengan salah satu mitra Asia Selatan tersebut. Karena lokasi geografis pusat di wilayah ini, India juga di kemudi semua masalah fasilitasi perdagangan dan transit regional. Kecepatan dan arah integrasi ekonomi di Asia Selatan, oleh karena itu, sebagian besar merupakan fungsi dari hubungan India dengan negara lain di wilayah ini. Dalam perannya meningkatkan hegemoninya dalam sektor ekonomi, India menguatkan hubungan bilateral dengan negara tetangga dengan gerakan awalnya Nisha Taneja Shravani, Prakash Pallavi, & Kalita, India’s Role in Facilitating Trade under SAFTA; INDIAN COUNCIL FOR RESEARCH ON INTERNATIONAL ECONOMIC RELATIONS, 2009, hal. 8-11. 28
13
melalui penandatanganan perjanjian perdagangan bebas dengan Nepal, Bhutan dan Sri Lanka dan perjanjian perdagangan preferensial dengan Afghanistan. Pada tahun 2006, India
bersama dengan Bangladesh, Bhutan, Maladewa, Nepal,
Pakistan dan Sri Lanka menandatangani perjanjian SAFTA di bawah naungan SAARC. Seperti yang dijelaskan sebelumnya unsur utama dari perjanjian ini adalah penurunan tarif oleh semua anggota di bawah program liberalisasi tarif (TLP). Anggota juga sepakat untuk penghapusan para- tarif dan hambatan non tarif dan penerapan langkah-langkah perdagangan fasilitasi untuk menghilangkan hambatan bagi pergerakan lintas batas barang. Kecuali terhadap barang yang dianggap sebagai sensitive lists.29 Dalam beberapa tahun terakhir, India telah mengambil beberapa langkahlangkah, baik bilateral maupun di bawah lingkup SAFTA, untuk memfasilitasi perdagangan di wilayah tersebut. Sejumlah inisiatif telah dilaksanakan untuk meliberalisasi rezim tarif menghadapi impor dari Asia Selatan serta untuk mengatasi hambatan non - tarif dan hambatan transportasi. Namun perdagangan Intra-SAARC, terus menjadi sangat rendah (sekitar 5 persen dari total perdagangan di kawasan ini), dan impor India dari seluruh Asia Selatan adalah kurang dari 1 % dari total impor.30 Tidak bisa dipungkiri bahwa memang India memiliki dominasi yang luar biasa di kawasan Asia Selatan. Dominasi India terbukti tidak hanya dalam satu sektor saja, namun juga dalam berbagai sektor yang dimana salah satunya dalam sektor ekonomi. Dimana dalam sektor ini India menjadi Negara yang paling dominan dalam partner dagang Negara-negara Asia Selatan. Lebih dari 90 persen perdagangan regional Negara-negara seperti Nepal, Sri Lanka, dan Bangladesh
29
Dushni Weerakoon, SAFTA: Current Status and Prospects, 2009, hal. 25 Nisha Taneja Shravani, Prakash Pallavi, & Kalita, India’s Role in Facilitating Trade under SAFTA; INDIAN COUNCIL FOR RESEARCH ON INTERNATIONAL ECONOMIC RELATIONS; January 2009 30
14
terikat hubungan kerjasama bilateral dengan India. 31 Bahkan rival India di kawasan ini, Pakistan terikat kerjasama bilateral dengan India yang ternyata menjadi 2/3 dari seluruh total ekonomi perdagangan Pakistan32. Dalam kaitan sebagai sebuah integrasi ekonomi regional SAARC masih terjadi kekurangan-kekurangan di tahap membuat kebijakan bersama dalam menentukan pengurangan hambatan dari perdagangan antar negara anggota dan juga antar negara non-anggota atau pengaturan perdagangan preferensial sehingga menyebabkan proses selanjutnya dalam integrasi seperti perdagangan bebas menjadi tidak dapat dijalankan dengan baik. Selain itu, dominasi India dan adanya hubungan yang kurang baik antara India dan Pakistan menjadi suatu masalah bagi SAARC untuk melaksanakan integrasi ekonomi regional kawasan Asia Selatan tersebut. Tantangan dan Prospek SAARC Berada pada level perdagangan intra-regional yang rendah menjadi indikasi bahwa integrasi perekonomian di Asia Selatan terlihat masih sangat jauh dari harapan dimana hingga saat ini bisa dibilang kawasan ini masih belum memainkan peran yang signifikan di dalam pasar global, yaitu hanya terhitung 1% dari total pasar global.33 Sebagai organisasi kerjasama regional, hal ini menjadi tantangan yang dihadapi oleh SAARC dimana faktor-faktor yang menjadi tantangan untuk proses integrasi SAARC di kawasan Asia Selatan adalah sebagai berikut: Pertama, dari faktor sejarah dan sosial. Asia Selatan adalah wilayah dimana agama-agama besar dunia tumbuh dan berkembang. Di sini terdapat 31
http://www.daily-sun.com/details_yes_12-11-2011_'China's-inclusion-in-Saarc-tolesson-India's-domination'Masum-Molla_401_2_1_1_2.html, diakses pada 26 Desember 2013 32 Dushni Weerakoon, SAFTA: Current Status and Prospects, 2009, hal. 27. 33 Rajiv Kumar, SAARC: Changing Realities, Opportunities, and Challenges, DIE Research Project “Anchor Countries as Drivers of Regional Economic Integration – Consequences for Regional and Global Governance, and for Developing Countries”, Bonn, 2009, hal. 15.
15
agama Hindu dan Budha, dan juga terdapat penganut Islam dalam jumlah yang cukup signifikan. Beberapa sekte dalam Islam bahkan lahir dari kawasan ini, seperti aliran Ahmadiyah yang kontroversial. Namun, religiusitas yang mengutamakan kedamaian dan keadilan tidak tergambar dalam hubungan antarnegara di kawasan yang cenderung diwarnai konflik, dan juga pada politik domestik yang cenderung diwarnai kekerasan. Kedua, dari sisi struktur sosial domestik, dimana Asia Selatan merupakan kawasan termiskin kedua di dunia. Huffington Post menyebutkan bahwa selama beberapa tahun terakhir ini Asia Selatan berada pada posisi kedua termiskin dalam hal jumlah masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, setelah fenomena di wilayah Afrika Sub Sahara. 34 Hal ini tentu saja berkaitan dengan tingginya jumlah penduduk di kawasan ini. Sekitar sepertiga penduduk dunia terdapat di Asia Selatan, dimana sekitar 43% dari masyarakat di kawasan ini masih hidup dibawah garis kemiskinan. Ketiga, Asia Selatan adalah wilayah dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Secara ekonomi, penduduk yang berasar berarti dua hal, yaitu: pasar yang besar, dan tenaga kerja berlimpah. Potensi pasar ini seharusnya menjadi kekuatan bagi negara-negara Asia Selatan untuk mendorong integrasi ekonomi melalui peningkatan perdagangan intra-regional. Dalam kenyataanya, negara-negara Asia Selatan justru menjadi pasar bagi produk-produk dari negara-negara di luar kawasan. Selain itu, sekitar 17,5% dari tenaga kerja di dunia terdapat di kawasan ini 35 . Akan tetapi, jumlah penduduk yang besar juga masih menjadi beban, khususnya India, karena belum tersedianya lapangan kerja yang memadai. Rendahnya penyerapan investasi asing di kawasan ini berkaitan dengan masih adanya sejumlah kendala dalam birokrasi perijinan, dan juga masalah stabilitas politik domestik. Keempat, intensitas interaksi antara negara-negara di kawasan yang relatif rendah, akibat rendahnya saling ketergantungan antarnegara, baik dalam bidang
34
http://www.huffingtonpost.com/2010/08/03/the-10-poorestcountries_n_668537.html#s122175&title=10_Sierra_Leone diakses pada 4 Mei 2014. 35 http://www.indiastudychannel.com/, diakses pada 4 Mei 2014.
16
ekonomi, politik, maupun sosial. Dalam bidang ekonomi, perdagangan intraregional di Asia Selatan relatif rendah dibandingkan dengan perdagangan antar kawasan.36 Dalam bidang politik, terdapat konflik antara beberapa negara di Asia Selatan dan konflik antara negara Asia Selatan dengan negara di luar kawasan yang memberi dampak pada stabilitas kawasan. Konflik yang terjadi antara lain antara India dan Pakistan, antara India dengan Bhutan dan Nepal, dan antara India dengan China. Dalam bidang sosial, terdapat gejala kohesi sosial yang rendah. Masyarakat di masing-masing negara Asia Selatan cenderung mengidentifikasi diri sebagai individu yang mandiri dalam konteks negara mereka dan cenderung tidak melihat diri mereka sebagai bagian dari masyarakat Asia Selatan. Perbedaan kultur, agama, dan warisan kolonial merupakan faktor determinan dalam mengidentifikasi perbedaan tingkat kesadaran kolektif terhadap identitas Asia Selatan ini. Kelima, peranan dan kepentingan kekuatan-kekuatan eksternal. Posisi Asia Selatan yang berbatasan langsung dengan kawasan hot spot Timur Tengah, dan menjadi buffer bagi kawasan Eropa, Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara menyebabkan kawasan ini menjadi rebutan kekuatan-kekuatan besar dunia. Hampir seluruh major power memiliki kepentingan terhadap Asia Selatan. Amerika Serikat memandang kawasan Asia Selatan sebagai pintu masuk yang penting untuk mempertahankan hegemoni di Timur Tengah. Ketika Amerika Serikat melancarkan serangan terhadap Afghanistan untuk menjatuhkan rejim Taliban, misalnya, Pakistan menjadi pintu masuk yang penting dan menjadi tempat dimana Amerika Serikat memiliki akses terdekat di kawasan ini. Hal ini tentu saja berdampak pada perspepsi India yang menjadi musuh laten Pakistan. Selain Amerika Serikat, China juga memandang Asia Selatan sebagai pintu belakang yang penting untuk mempertahankan kepastian suplai energi dari Timur Tengah. China memiliki potensi konflik dengan India, terutama dalam hal perbatasan dan masalah Tibet yang diberi fasilitas oleh India untuk mendirikan 36
Rajiv Kumar, SAARC: Changing Realities, Opportunities, and Challenges, DIE Research Project “Anchor Countries as Drivers of Regional Economic Integration – Consequences for Regional and Global Governance, and for Developing Countries”, Bonn, 2009, hal. 17.
17
pemerintahan sementara di pengasingan di wilayah India. 37 Lainnya, Negaranegara Eropa, terutama Inggris, berkepentingan terhadap ikatan masa lalu yang dipertahankan melalui persemakmuran. Dimana Inggris akan terus menganggap kawasan ini sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah masa lalunya. Kesimpulan Pada intinya, Asia Selatan adalah kawasan yang bisa dibilang merupakan kawasan miskin, dimana kawasan ini mempunyai banyak penduduk miskin sekitar 47% yang pendapatannya kurang dari 1$ per hari, di India sendiri terdapat lebih dari 50% penduduk yang pendapatannya kurang dari 0,5% per hari. Karena itu, mengurangi dan menanggulangi kemiskinan yang meluas di kawasan tersebut, ditambah untuk meningkatkan infrastruktur, dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan inklusif, menjadi tantangan utama Negara-negara kawasan Asia Selatan tersebut. The South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) muncul sebagai organisasi yang didasarkan pada kesadaran bahwa di dunia yang semakin yang independen, tujuan perdamaian, kebebasan, keadilan sosial dan kemakmuran ekonomi terbaik dicapai di wilayah Asia Selatan dengan meningkatkan saling pengertian, hubungan bertetangga baik dan kerjasama yang bermakna antara Negara-negara Anggota yang terikat oleh ikatan sejarah dan budaya. Dalam menciptakan integrasi regional dalam sektor ekonomi, SAARC telah menciptakan berbagai macam agenda program seperti CEC, SAPTA, hingga SAFTA. Dimana dalam organisasi kerjasama ini ada dominasi india sebagai Negara hegemon yang dimana India mempunyai perekonomian yang jauh lebih besar dibanding Negara-negara lainnya di kawasan. Berbagai tantangan dihadapi oleh organisasi ini seperti miskinnya Negaranegara di kawasan Asia Selatan, intensitas interaksi antara negara-negara di kawasan yang relatif rendah, akibat rendahnya saling ketergantungan antarnegara,
37
http://www.artileri.org/2013/01/apa-yang-terjadi-antara-china-dan-tibet.html, diakses pada 4 Mei 2014
18
baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial, hingga, peranan dan kepentingan kekuatan-kekuatan eksternal. Posisi Asia Selatan yang berbatasan langsung dengan kawasan Asia Selatan.
19
Daftar Pustaka Buku & Jurnal: Dushni Weerakoon, SAFTA: Current Status and Prospects, (2009) Louise Fawcett, “Regionalism from Historical Perspective”, dalam Mary Farrel, et.al. Global Politics of Regionalism. London: Pluto Press, (2005) G. John Ikenberry, Jitsuo Tsuciyama, “Between Balance Of Power and Community: The Future of Multilateral Security Cooperation In the Asia Pacific”, International Relations of The Asia Pacific 2(1), (2002) Nuraeni S, at al., Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, (2010) Hafeez Malik, ed., Dilemmas of National Security and Cooperation in India and Pakistan, (New York: St. Martin’s Press, 1993) Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional (terj. Dadan Suryadipura, Introduction to International Relations). Jogjakarta: Pustaka Pelajar. (2009) Muhammad Jamshed Iqbal, SAARC: Origin, Growth, Potential and Achievments, Pakistan Journal of History & Culture, Vol.XXVII/2 (2006) Nisha Taneja Shravani, Prakash Pallavi, & Kalita, India’s Role in Facilitating Trade under SAFTA; INDIAN COUNCIL FOR RESEARCH ON INTERNATIONAL ECONOMIC RELATIONS; January 2009 Rajiv Kumar, SAARC: Changing Realities, Opportunities, and Challenges, DIE Research Project “Anchor Countries as Drivers of Regional Economic Integration – Consequences for Regional and Global Governance, and for Developing Countries”, Bonn 2009 Report of the National Commission for Enterprises in the Unorganised Sector (2007), also known as the Arjun Sengupta Commission Report dalam Rajiv Kumar, SAARC: Changing Realities, Opportunities, and Challenges Rizki Damayanti, Diktat Pengantar Hubungan Internasional, Universitas Paramadina (2011) The International Council on Social Welfare, South Asia Association for Regional Cooperation (SAARC), January 2003 Tomislav Delinic Nishchal N. Pandey, SAARC: Towards Meaningful Cooperation, Modern Printing Press Kathmandu, Nepal. June 2012
20
Website: http://www.daily-sun.com/details_yes_12-11-2011_'China's-inclusion-in-Saarc-to-lessonIndia's-domination'Masum-Molla_401_2_1_1_2.html http://www.huffingtonpost.com/2010/08/03/the-10-poorestcountries_n_668537.html#s122175&title=10_Sierra_Leone http://www.indiastudychannel.com/ http://www.artileri.org/2013/01/apa-yang-terjadi-antara-china-dan-tibet.html https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/in.html http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/saarc.pdf http://mentari_rasfi-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-43696Theories%20of%20International%20RelationsLiberalisme%20Dalam%20Hubungan%20Internasional.html,