PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENDIDIKAN KESEHATAN PADA KELAS XI DI SMAN 15 SEMARANG Mohammad Muhaimin1, Hj.Tri Hartiti,SKM,M.Kep2, Ulfa Nurullita,SKM,M.Kes3 Abstrak Latar belakang kesehatan reproduksi remaja adalah suatu keadaan dimana organ reproduksi yang dimiliki oleh remaja dapat mencapai keadaan baik sehat fisik, mental maupun sosial yang bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan reproduksi remaja sudah menjadi isu global dengan berbagai alasan misalnya jumlah remaja yang begitu besar, perilaku kesehatan reproduksi remaja saat ini cenderung kurang mendukung terciptanya remaja yang berkualitas, dan pengetahuan remaja mengenai masalah kesehatan reproduksi relatif rendah. Salah satu cara mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi remaja sehingga remaja dapat terhindar dari masalah kesehatan reproduksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap remaja setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi remaja. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen pretest-posttest with group control, dengan intervensi pendidikan kesehatan. Proses penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan juni - juli 2012 di SMAN 15 Semarang dengan tehnik sampling jenuh. Metode analisa data dengan uji statistik parametrik paired t-test, non-parametrik paired t-test, independent sample test, dependent sample test, Mann Whitney dan Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pengetahuan dan sikap yang signifikan pada kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan berupa pendidikan kesehatan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan pendidikan kesehatan (p < 0,05). Rekomendasi; dengan hasil dari penelitian ini, peneliti berharap agar tenaga kesehatan, terutama dalam bidang keperawatan lebih memperhatikan kesehatan reproduksi remaja dan memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan remaja agar remaja tidak mengalami masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya. Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Pendidikan Kesehatan Abstract The background of adolescent reproductive health is a state where the reproductive organs possessed by adolescents can achieve a good state of physical, mental and social well which is not only free from disease or disability. Adolescent reproductive health has become a global issue due to various reasons such as a large number of teenagers adolescent reproductive health behavior is now less likely to support the creation of quality adolescent and adolescent knowledge about reproductive health issues is relatively low. One way to address
the issue of adolescent reproductive health by providing health education on adolescent reproductive health so that teens can avoid reproductive health issues. The purpose of this study was to determine differences in knowledge and attitudes of adolescents after health education on adolescent reproductive health. The study was quasi experimental pretest-posttest with control group, the intervention of health education. The research process was conducted in June - July 2012 at SMAN 15 Semarang with saturated sampling techniques. The method of data analysis with statistical parametric test paired t test, non-parametric paired t-test, independent sample test, sample dependent test, Mann Whitney and Wilcoxon. Results showed that differences in knowledge and attitudes were significant in the experimental group were given preferential treatment in the form of health education in the control group were not given health education (p <0.05). Recommendation: by the results of this study, the researchers hope that health workers, especially in the field of nursing more attention to adolescent reproductive health and health education needs teens for teens do not experience problems related to reproductive health. Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Pendidikan Kesehatan Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja (adolescence) menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2000), remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun. Masa ini juga merupakan saat munculnya impuls seksualitas secara nyata dalam bentuk perubahan fisiologis dan psikologis. Kesehatan reproduksi remaja sudah menjadi isu global dengan berbagai alasan, misalnya jumlah remaja yang begitu besar, persiapan sumber daya manusia untuk mewujudkan keluarga berkualitas di masa mendatang, perilaku kesehatan reproduksi remaja saat ini cenderung kurang mendukung terciptanya remaja yang berkualitas, dan pengetahuan remaja mengenai masalah kesehatan reproduksi relatif rendah. Untuk itu, pusat informasi diperlukan untuk mendukung pelayanan akan kebutuhan pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi bagi remaja (Mboi, 1998). Pengaruh informasi global yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan yang pada akhirnya secara kumulatif tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang beresiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi. Sebagai langkah awal pencegahan, meningkatkan pengetahuan ramaja mengenai kesehatan reproduksi harus
ditunjang dengan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang tegas tentang penyebab dan konsekuensi perilaku tidak menjaga kesehatan reproduksi, dengan begitu para remaja akan sadar pentingnya menjaga kesehatan reproduksinya. Makin banyaknya persoalan kesehatan reproduksi remaja, maka pemberian informasi, layanan dan pendidikan kesehatan reproduksi remaja menjadi sangat penting agar remaja dapat membentuk sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya (Iskandar, 1997). Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar larangan-larangan. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi negatif melalui media massa, maupun karena sikap orang tua yang masih mentabukan pembicaraan mengenai pendidikan seksual dengan anak dan tidak terbuka dengan anak. Dipihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat dan juga ditambah lagi dengan kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi (Sarwono, 2004). Pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang menjembatani kesenjangan antara informasi, tingkah laku kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi tersebut agar menjadi lebih tahu dan lebih sehat (Budioro, 1998). Dalam Purwanto (1999) pendidikan kesehatan merupakan proses belajar, dalam hal ini berarti terjadi proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih tahu dan lebih baik pada individu. Pada kelompok masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi sendiri masalah-masalah kesehatan mejadi mampu. Menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut yaitu menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat, mendorong pengembangan dan menggunakan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada (Herawani, 2001). Menurut Machfoedz (2005), pendidikan kesehatan merupakam proses perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju halhal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran, keinginan, tindakan nyata dari individu, kelompok, dan masyarakat. Pendidikan kesehatan merupakan aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan keluarga, dengan melakukan pendidikan kesehatan berarti petugas kesehatan membantu keluarga dalam usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan.
METODOLAGI Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment design) dengan rancangan non equivalent pretest-posttest with control grou, dengan intervensi edukasi kelompok sebaya tentang kesehatan reproduksi remaja. Sampel adalah remaja kelas XI IPA 3 dan XI IPA 5 SMAN 15 semarang sejumlah 60 siswa (30 kelompok kontrol, 30 kelompok eksperimen), dengan metode sampel jenuh atau total sampling, Penelitian ini dilakukan di sekolah SMAN 15 Semarang. Alat pengumpul data dengan kuesioner dan wawancara dengan guru di sekolah. Proses penelitian berlangsung dari minggu ke-3 Juli sampai dengan minggu ke-4 Juli 2012. Data dianalisis secara univariat, bivariat (uji t-paired, Wilcoxon, Mann-Whitney). HASIL Hasil penelitian menunjukan rata-rata umur 15,9 tahun, umur terendah 15 tahun dan tertinggi 17 tahun pada kelompok kontrol, dan pada kelompok eksperimen rata-rata umur 15,83 tahun, umur terendah 15 tahun dan tertinggi 17 tahun. Ratarata pengetahuan dan sikap remaja sebelum intervensi pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol dan eksperimen hampir sama akan tetapi setelah intervensi pendidikan kesehatan, rata-rata pengetahuan dan sikap remaja kelompok eksperimen sedikit lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Diperoleh hasil terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan dan sikap sebelum dan setelah intervensi pendidikan kesehatan, namun rata-rata masih lebih tinggi pada kelompok eksperimen (tabel 1). Terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan dan sikap antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (tabel 2). Hal berarti pendidikan kesehatan pada kelompok eksperimen benar-benar mempengaruhi perbedaan pengetahuan dan sikap kelompok eksperimen sebelum dan setelah intervensi pendidikan kesehatan. Tabel 1 Analisis Perbedaan Rata-Rata Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Setelah Intervensi Pendidikan Kesehatan di SMAN 15 Semarang Juli 2012 (n1 = n2 = 30) Variabel Kelompok Mean SD Beda Mean Nilai t Nilai p Kontrol Sebelum 15.10 1.470 0.2 -0.436 0.663 Setelah 14.90 1.918 Pengetahuan Eksperimen Sebelum 15.47 1.655 1 -2.794 0.005 Setelah 16.47 0.973 Kontrol Sebelum 56.23 6.101 0.73 1.116 0.274 Setelah 55.50 5.070 Sikap Eksperimen Sebelum 55.57 4.158 3.7 -5.671 0.000 Setelah 59.27 3.562
Tabel 2 Analisis Perbedaan Rata-Rata Pengetahuan dan Sikap Setelah Intervensi Pendidikan Kesehatan Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen di SMAN 15 Semarang Juli 2012 (n1 = n2 = 30) Variabel Kelompok Mean SD Nilai t Nilai p Kontrol 14.90 1.918 Pengetahuan -2.277 0.023 Eksperimen 16.47 0.973 Kontrol 55.50 5.070 Sikap -4.787 0.000 Eksperimen 59.27 3.562
PEMBAHASAN Dari hasil uji Wilcoxon didapatkan nilai z sebesar -0,436 dengan p-value 0,663. Ini berarti Ho diterima dan dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata pengetahuan pretest dengan pengetahuan posttest pada kelompok kontrol. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa hasil pengukuran tingkat pengetahuan remaja pada kelompok kontrol sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tidak memiliki perbedaan yang signifikan, ini dibuktikan dengan hasil uji statisktik Wilcoxon dengan nilai p-value > 0,05. Hasil tersebut memungkinkan, karena pada kelompok kontrol tidak diberikan intervensi berupa informasi dan pendidikan kesehatan, selain itu juga remaja belum mendapatkan tambahan informasi atau pendidikan kesehatan yang cukup untuk meningkatkan pengetahuan remaja tersebut khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja. Kurangnya informasi dan pendidikan kesehatan tersebut dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan remaja, sehingga tingkat pengetahuan pretest dan posttest pada kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan. Menurut hasil penelitian Zuhri (2009), hasil tersebut dimungkinkan karena remaja belum mendapatkan pendidikan kesehatan sebelumnya, kurangnya informasi tersebut maka dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan remaja. Kurangnya informasi dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan remaja, sehingga tingkat pengetahuan remaja kurang memadai. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain berupa tingkat pendidikan, informasi, budaya, pengalaman, dan social ekonomi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah informasi baik informasi dari media maupun pendidikan atau penyuluhan (Nasution, 1999 dalam Notoatmodjo, 2003). Dari hasil uji Wilcoxon didapatkan nilai z sebesar -2,794 dengan p-value 0,005. Ini berarti Ho ditolak dan dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata pengetahuan pretest dengan pengetahuan posttest pada kelompok eksperimen.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa hasil pengukuran tingkat pengetahuan remaja pada kelompok eksperimen sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan memiliki perbedaan yang signifikan, ini dibuktikan dengan hasil uji statisktik Wilcoxon dengan nilai p-value < 0,05. Hasil penelitian ini memungkinkan karena pada kelompok eksperimen diberikan intervensi berupa informasi atau pendidikan kesehatan yang mencukupi dan meningkatkan pengetahuan remaja pada kelompok eksperimen, sehingga ada perbedaan yang signifikan pada pengetahuan remaja kelompok eksperimen tentang kesehatan reproduksi remaja. Hasil penelitian Zuhri (2009), menyebutkan setelah diberikan pendidikan kesehatan didapatkan data (pengetahuan) responden mengalami perubahan yang signifikan. Menurut Depkes RI (1995), pendidikan kesehatan adalah kesempatan untuk belajar tentang kesehatan, meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan dan melakukan perubahan-perubahan secara suka rela dalam tingkah lakunya, melalui berbagai bentuk komunikasi yang direncanakan. Pendidikan kesehatan merupakan proses komunikasi yang dapat dipahami karena stimulasi yang berwujud pesan kemudian menjadi sensasi dan dipersepsikan oleh penerima pesan untuk disimpan di memori sebagai modal untuk berfikir dalam berperilaku. Inti dari pendidikan pada dasarnya adalah penyebaran tata nilai. Tata nilai yang disebarkan tersebut menjadi pengetahuan bagi peserta didik dan kemudian menjadi alat untuk memandang, menafsirkan, dan menghayati dunianya dengan mengembangkan dan memelihara akal budinya (Suliha, 2002). Selain itu usaha yang paling efektif dalam mengubah pengetahuan dari pengetahuan yang merugikan kesehatan kearah pengetahuan yang menguntungkan kesehatan adalah dengan melalui pendidikan kesehatan (Zuhri, 2009). Dari hasil uji paired t-test didapatkan nilai t sebesar 1,116 dengan p-value 0,274. Ini berarti Ho diterima dan dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara sikap pretest dengan sikap posttest pada kelompok kontrol. Hasil penelitian tersebut memungkinkan karena pada kelompok kontrol tidak diberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan atau informasi yang dapat mempengaruhi perubahan sikap siswa, sehingga tidak terjadi perbedaan sikap yang signifikan pada kelompok kontrol. Menurut Azwar (1995), ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap yaitu pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor emosional. Dari hasil uji paired t-test didapatkan nilai t sebesar -5,671 dengan p-value 0,000 atau 0,001. Ini berarti Ho ditolak dan dapat diambil kesimpulan bahwa secara
statistik ada perbedaan yang bermakna antara sikap pretest dengan sikap posttest pada kelompok eksperimen. Hasil penelitian tersebut memungkinkan karena pada kelompok eksperimen diberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan atau informasi yang dapat mempengaruhi perubahan sikap siswa, sehingga terjadi perbedaan sikap yang signifikan pada kelompok kontrol. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa pendidikan kesehatan mengahasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan dan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Setelah dilakukan analisa dan pengujian data yang dilakukan dengan uji independent t test dan Mann-Whitney didapatkan hasil perbedaan pengetahuan dan sikap pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yaitu pada variabel pengetahuan didapatkan hasil uji perbedaan dengan p-value 0,023 yang berarti Ho ditolak, sedangkan pada variabel sikap didapatkan hasil uji dengan p-value 0,000 atau 0,001 yang berarti Ho ditolak juga. Jadi hasil uji perbedaan pengetahuan dan sikap pada kelompok kontrol dan eksperimen dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik ada perbedaan yang bermakna pada pengetahuan dan sikap antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen sebelum dan setelah diberikan intervensi. Tejadinya perbedaan yang signifikan pada pengetahuan dan sikap kelompok kontrol dan kelompok eksperimen ini karena pada kelompok kotrol tidak mendapakan intervensi berupa informasi atau pendidikan kesehatan yang dapat meningkatkan atau menimbulkan perubahan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi, sedangkan pada kelompok eksperimen mendapatkan intervensi berupa pendidikan kesehatan atau informasi yang dapat meningkatkan atau menimbulkan perubahan pengetahuan dan sikap yang lebih baik dari sebelumnya. Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengtahuan seseorang dibandingkan dengan yang yang belum diberikan pendidikan kesehatan dan pendidikan kesehatan menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan dan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. PENUTUP Hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas XI IPA 3 dan XI IPA 5 di SMAN 15 Semarang diperoleh gambaran pengetahuan dan sikap sebelum intervensi kelompok kontrol dan eksperimen relatif sama, namun setelah intervensi relatif lebih tinggi pada kelompok eksperimen. Hasil uji statistik diperoleh hasil adanya perbedaan rata-rata pengetahuan dan sikap sebelum dan setelah intervensi pendidikan kesehatan, demikian juga terjadi perbedaan rata-rata pengetahuan dan sikap antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Mengingat hasil penelitian ini sangat bermakna, diberharap agar tenaga kesehatan, terutama dalam bidang keperawatan lebih memperhatikan kesehatan reproduksi remaja dan memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan remaja agar remaja tidak mengalami masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya.
1 2 3
Mohammad Muhaimin: Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universita Muhammadiyah Semarang. Hj.Tri Hartiti,SKM,M.Kep: Dosen Keilmuan Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang Ulfa Nurullita,SKM,M.Kes: Staf Dosen Jurusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang
KEPUSTAKAAN Anonim. (2001). Kewajiban Teknis Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: BKKBN. Azwar, S. (1995). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya (2nd ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Bagus, I. (1999). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan Bobak. (2005). Keperawatan Maternitas jilid 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Budioro. (1998). Pengantar Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Semarang: FKM UNDIP FK UNAIR. (2007). Pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta dampaknya pada kesehatan reproduksi. http://www.fk.unair.ac.id/pdfiles/kesehatan reproduksi.pdf. Diunduh 18 November 2011. Herawani. (2001). Promosi Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Imron, I. (2000). Perkembangan Seksualitas Remaja, Modul II. Jakarta: PKBI Iskandar. (1997). Kesehatan Reproduksi Remaja. http://www.situs.kespro.info/ krr/orsip.html. Diunduh 18 November 2011. Isnaeni, Y., DKK. (2008). Jurnal Kebidanan dan Keperawatan (4th ed.). Yogyakarta: Stikes Aisyiyah Istiqomah. (2008). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Perilaku Menjaga Kesehatan Reproduksi di SMU Muhammadiyah 4 Kendal : Universitas Muhammadiyah Semarang Machfoedz, I. (2005). Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Fitramaya Mariyani, Sri. (2009). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang HIV/AIDS di Wilayah Pendukuhan Daleman Gilangharjo Pandak Bantul Yogyakarta. http://skripsistikes.word press.com/2012/09/04/ikpiii110/. Diunduh 9 April 2012. Mboi, Nafsah. (1998). Kesehatan Reproduksi Remaja, Aspek Gender dan Hak Asasi Manusia. http://www.keluargasehat.com/keluarga.remaja.isi.phe? News_id-210-46k. Diunduh 19 November 2011.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta ____________. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta ____________. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta ____________. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta ____________. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo & Wuryaningsih, Endah. (2000). Pendidikan, Promosi, dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: FKM UI Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Purwanto, H. (1999). Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Sarwono, S.W. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Siti
Rokhmawati Darwisyah. (2008). Seksualitas Remaja Indonesia. http://www.kesrepro.info/?q=node/366. Diunduh 2 Februari 2012.
Wahyudi. (2000). Kesehatan Reproduksi Remaja, Modul I. Jakarta: PKGI Widiyastuti, Yani, dkk. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya Youth Advisory Panel Indonesia–Forum. (2010). Remaja Perlu Pendidikan Reproduksi. http://www.remajaindonesia.org/forum/topic/5RemajaPerlu PendidikanReproduksi.html. Diunduh 2 Februari 2012. Zuhri, Amin. (2009). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Tingkat Pengetahuan Mengenai Kehamilan Usia Dini Pada Remaja di SMA Muhammadiyah Gubug : Universitas Muhammadiyah Semarang