PENGUKURAN PERFORMANSI CORPORATE SHARED SERVICE (DEPARTEMEN INFORMATION TECHNOLOGY) PT. PERTAMINA (PERSERO) DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA IT SCORECARD (STUDI KASUS: IT MARKETING AND TRADING SURABAYA) Refi Efendi, Syarifa Hanoum Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRAK Setiap organisasi bisnis senantiasa berupaya untuk mencapai visi dan misi organisasinya dengan menerjemahkan strategi perusahaan menjadi tindakan yang dapat diselaraskan kepada seluruh unit kerja di dalam organisasi. Salah satu sistem penting terkini adalah sistem Information Technology (IT). Dalam pencapaian visi dan misinya, PT. PERTAMINA (Persero) telah melakukan pengukuran kinerja IT sebagai evaluasi terhadap performansi IT perusahaan. Namun, pengukuran yang dilakukan PT. PERTAMINA (Persero) belum sampai pada bagaimana menyeleraskan kontribusi IT terhadap pencapaian performansi perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) antara sasaran strategis perusahaan dengan sasaran strategis IT. Pengukuran terhadap performansi IT berpedoman pada IT Scorecard dengan mengubah perspektif Balanced Scorecard menjadi perspektif IT yaitu corporate contribution, customer orientation, operational excellence, dan future orientation. Dari masingmasing sudut pandang tersebut dilakukan pemecahan (break down) strategic objective IT beserta key performance indicator (KPI) IT. Konsep Analytical Hierarchy Process (AHP) diintegrasikan di dalamnya untuk melakukan pembobotan perspektif, pembobotan strategic objective, dan key performance indicator IT, dengan menggunakan metode konversi terhadap bobot yang diberikan oleh manajemen (expert). Terakhir dihitung skor pencapaian kinerja KPI, strategic objective, perspektif, dan TI secara keseluruhan dengan scoring system, dimana indikatornya berupa traffic light system untuk memudahkan penentuan prioritas perbaikan. Kata Kunci : IT Scorecard, Key Performance Indicator (KPI), Alignment, Analytical Hierarchy Process (AHP) ABSTRACT Every business organization strives to achieve the vision and mission of the organization and translate corporate strategy into measures that can be synced to all work units within the organization. One of the latest critical are system of Information Technology (IT). In achieving its vision and mission, PT. PERTAMINA (Persero) has conducted IT performance measurement as an evaluation of the performance of IT companies. However, The measurements that have been made by PT. PERTAMINA (Persero) have not reached on how to harmonize the IT contribution to the achievement of corporate performance. Therefore, this study aims to align (alignment) between the company's strategic objectives with IT strategic objectives. IT performance measurement was carried out based on the IT scorecard by the adoption of the Balanced Scorecard, namely changing the perspective of IT into the corporate contribution perspective, customer orientation, operational excellence and future orientation. From each viewpoint is solved (break down) the strategic objectives and key performance indicator (KPI) IT. The concept of the Analytical Hierarchy Process (AHP) is integrated in it to make the perspective weighting, weighting strategic objectives, and key performance indicators IT, using the method of conversion of the weight given by the management (expert). Last calculated score achievement of KPI performance, strategic objectives, perspectives, and overall IT with the scoring system, where a traffic light indicator system to facilitate the prioritization of repairs. Keywords : IT Scorecard, Key Performance Indicator (KPI), Alignment, Analytical Hierarchy Process (AHP)
1. Pendahuluan Organisasi bisnis selalu berupaya untuk mencapai visi dan misi organisasinya. Pencapaian tersebut dapat diwujudkan dengan menjalankan strategi perusahaan hingga pada tataran unit kerja bahkan individu. Salah satu sistem penting yang mendukung pencapaian sasaran strategis perusahaan dewasa ini adalah sistem Information Technology (selanjutnya disingkat IT), yang tidak kalah pentingnya dengan sistem Sumber Daya Manusia atau Human Resource (HR) yang selama ini telah banyak dilakukan. Sistem teknologi informasi bukan lagi merupakan hal baru yang dapat dikesampingkan. Telah dipaparkan dalam buku ”Implementing the IT Balanced Scorecard” bahwa mindset IT saat ini tidak lagi hanya berperan sebagai service provider saja, melainkan telah bergeser kepentingannya hingga pada tingkat strategic partner (Keyes, 2005). Kontribusi IT memiliki keselarasan (alignment) terhadap pencapaian sasaran strategis perusahaan. Dalam kaitannya dengan teknologi informasi, seiring dengan tumbuh dan berkembangnya PT. PERTAMINA (Persero) (selanjutnya disingkat Pertamina) yang tentunya bertambah besar pula birokrasi dan pekerjaan, proses administrasi disesuaikan dengan penambahan personel dan fungsi ke dalam struktur organisasi. Sebagai sebuah organisasi besar, kompleks dan tersebar di wilayah geografis yang luas, Pertamina menghadapi duplikasi proses-proses bisnis. Tidak hanya duplikasi dan proses administrasi yang lebih panjang, masalah lain juga muncul seperti ketidaksesuaian data, kelambanan birokrasi dalam merespon sesuatu dengan cepat, dan buruknya koordinasi antar fungsi dalam organisasi (Media Pertamina, 2 Mei 2011) Menyikapi situasi seperti ini, direksi memutuskan bahwa Pertamina membutuhkan fungsi yang khusus untuk mengelola fungsi bisnis yang sama, sehingga dibentuklah Corporate Shared Services (CSS) yang merupakan gabungan dari fungsi yang dulunya menangani IT dan Project Implementasi SAP. Shared services sendiri merupakan wujud strategi kolaboratif dimana fungsi-fungsi business unit yang sudah ada terkonsentrasi dalam satu business unit semi-otonom baru, yang memiliki struktur organisasi yang
dirancang untuk meningkatkan efisiensi, penciptaan nilai, penghematan biaya, dan perbaikan layanan bagi pelanggan internal bagi perusahaan (Bergeron, 2002). Sejak adanya transformasi Pertamina, CSS (Departemen IT) diberikan wewenang untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan teknologi informasi, tidak lagi terpisah-pisah (island) dengan integrasi lemah, dan tidak hanya di Pertamina (Persero) namun juga termasuk di Anak Perusahaan (core business). Dan dalam visinya yang bertujuan menjadikan Pertamina sebagai World Class Oil Company terdapat syarat penting yang harus ada yakni fungsi shared service center sehingga keberadaan fungsi tersebut akan semakin menguatkan. Kemudian dalam mencapai visi dan misinya tersebut, Pertamina telah berupaya melakukan pengukuran kinerja sebagai evaluasi terhadap performansi perusahaan. Dan pengukuran kinerja yang dilakukan pun telah diupayakan pada hal-hal khusus termasuk pengukuran kinerja IT. Namun, pengukuran yang dilakukan Pertamina belum sampai pada bagaimana menyeleraskan kontribusi IT terhadap pencapaian performansi perusahaan. Padahal pengukuran kinerja pada teknologi informasi sudah seharusnya memberikan advantages pada Pertamina agar dapat mengetahui secara pasti kontribusi Departemen IT dalam pencapaian visi dan misi perusahaan. Semua kontribusi yang diberikan CSS (Departemen IT) kepada Pertamina tidak terlepas dari sasaran strategis yang dijalankannya. Sebagai aset strategis, CSS (Departemen IT) harus dapat merumuskan strategi yang mendukung pencapaian sasaran strategis perusahaan. Dengan melakukan penyelarasan secara tepat antara sasaran strategis CSS (Departemen IT) dengan sasaran strategis perusahaan, maka pencapaian sasaran strategis perusahaan akan terwujud. Pengukuran kinerja CSS (Departemen IT) menggunakan kerangka IT Scorecard yang dicetus oleh Grembergen dan Bruggen (1998), dimana sebenarnya pendekatan ini tetap berdasarkan turunan dari Balanced Scorecard (BSC) yang dikemukakan oleh Kaplan dan Norton (1992). IT Scorecard akan mengukur kinerja Departemen IT dari empat perspektif. Perspektif pertama yaitu corporate contribution yang
2
menunjukkan bagaimana pihak manajemen (pimpinan) menilai atau melihat organisasi IT. Perspektif yang kedua yaitu customer orientation, untuk mengevaluasi kinerja IT berdasarkan cara pandang user menilai atau melihat hasil-hasil organisasi IT. Perspektif yang ketiga adalah operational excellence yang berisi ukuran efektivitas dan efisiensi proses IT. Sedangkan perspektif yang keempat adalah future orientation yang berisi ukuran-ukuran yang menggambarkan bagaimana posisi IT dalam tantangannya kedepan. Dengan demikian IT Scorecard ini sangat baik digunakan untuk merumuskan sasaran strategis IT yang menunjang sasaran strategis perusahaan serta mengukur kinerja IT secara komprehensif. CSS (Departemen IT) dalam penelitian ini lebih spesifik diukur performansinya hanya pada IT Marketing and Trading (selanjutnya disingkat M&T) yang menjadi objek studi kasus.Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai pada penelitian tugas akhir ini adalah merumuskan strategic objective CSS (Departemen IT) yang selaras dengan strategic objective perusahaan, mendefinisikan KPI CSS (Departemen IT) khususnya IT M&T Surabaya, mengukur kinerja CSS (Departemen IT) khususnya IT M&T Surabaya berbasis IT Scorecard. 2. Literatur Review Adapun penelitian yang dilakukan merujuk pada penelitian-penelitian sejenis yang ada sebelumnya. Bermula dari penelitian yang dilakukan oleh Kaplan dan Norton (1992), kemudian dispesifikkan oleh Grembergen (1998) terkait masalah TI dalam kerangka Balanced Scorecard. Selanjutnya dalam hal ini peneliti akan merangkum dan mereview penelitian mutakhir tentang Balanced Scorecard yang telah dispesifikkan pada unit-unit bisnis perusahaan, seperti HR, CRM, terutama IT itu sendiri. Penelitian mengenai IT Scorecard pernah dilakukan oleh Arif Bahwal (Bahwal, 2010), Harjanto Prabowo (Prabowo, 2007), dan Rahmadi Wijaya (Wijaya, 2007). Pada umumnya penelitian tersebut sejenis dengan output implementasi IT Scorecard, hanya saja masih dapat dibedakan diantara ketiganya. Arif Bahwal menggunakan IT Scorecard untuk memetakan strategi IT dan menentukan strategi inisiatif IT. Kemudian Harjanto Prabowo
menggunakan IT Scorecard untuk menentukan sasaran strategis IT sekaligus menentukan indikator keberhasilan dalam pengembangan IT. Sedangkan Rahmadi Wijaya menggunakan IT Scorecard untuk memetakan sasaran strategis IT sekaligus mengevaluasi elemen yang ada di dalamnya serta menemukan keunggulan IT Scorecard. Adapun penelitian berikutnya yang peneliti review adalah jenis scorecard yang ada pada unit, yaitu unit HR dan CRM. Penelitian tersebut dilakukan oleh Prasetya Indra (Indra, 2011), Miftakhul Fikri (Fikri, 2010), dan Reny Nadifatin dkk (Nadifatin dkk, 2010). Ketiga penelitian tersebut memiliki perbedaan, yaitu pada fokus penelitian dan tools (metode)nya. Prasetya Indra meneliti tentang HR Scorecard dengan tools pembobotan AHP. Miftakhut Khoiri juga meneliti tentang HR Scorecard tetapi tools yang digunakan adalah Fuzzy ANP. Sedangkan Rany Nafifatin dkk meneliti tentang CRM Scorecard dengan menggunakan tools pembobotan AHP. Setelah melihat review penelitian terdahulu yang sudah meneliti tentang Balanced Scorecard dan turunannya tersebut, seperti HR Scorecard, CRM Scorecard, bahkan IT Scorecard, disimpulkan bahwa penelitian tentang IT Scorecard fokus hasilnya adalah pada penentuan sasaran strategis IT tanpa penyelarasan terhadap strategi perusahaan, dan belum meneliti IT Scorecard dengan alignment (penyelarasan) terhadap strategi perusahaan. Dan kekurang ini dapat ditutupi oleh penelitian berikutnya yang berbeda unitnya. Sehingga disinilah peneliti menneliti IT Scorecard dengan lebih komprehensif yaitu adanya alignment terhadap strategi perusahaan dengan menggunakan tools pembobotan AHP, dan judul dalam penelitian saat ini adalah “Pengukuran Performansi Corporate Shared Service (Departemen Information Technology) PT. PERTAMINA (Persero) dengan Menggunakan Kerangka IT Scorecard (Studi Kasus: IT Marketing and Trading Surabaya)”. 3. Metodologi Metodologi penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini melalui empat tahap diantaranya: • Penyusunan Balanced Scorecard Perusahaan
3
Pada tahap ini disusun Strategic objective (SO), Key Performance Indicator (KPI), dan Strategy Map perusahaan melalui proses identifikasi yang dilakukan di awal. Hal ini dilakukan karena pengukuran terhadap performansi IT berpedoman pada Balanced Scorecard, yaitu mengukur suatu kinerja tidak hanya dari perspektif (sudut pandang) finansial tetapi juga mengukurnya dari perspektif non finansial. •
•
Perancangan IT Scorecard IT Scorecard melakukan adopsi terhadap Balanced Scorecard, yaitu dengan mengubah perspektif IT menjadi perspektif corporate contribution, customer orientation, operational excellence, dan future orientation. Dari masing-masing sudut pandang tersebut dilakukan pemecahan (break down) Strategic Objective dan Key Performance Indicator (KPI) IT beserta penyusunan Strategy Map IT, dengan menggunakan Vertical Alignment Matrix dan identifikasi visi dan misi IT. Pengukuran Kinerja Berbasis IT Scorecard Konsep Analytical Hierarchy Process (AHP) diintegrasikan di dalam penelitian ini untuk melakukan pembobotan perspektif, strategic objective, dan key performance
indicator IT, dimana metode konversi terhadap bobot diberikan oleh manajemen (expert). Terakhir dihitung skor pencapaian kinerja KPI, strategic objective, perspektif, dan TI secara keseluruhan dengan scoring system, dimana indikatornya berupa traffic light system untuk memudahkan penentuan prioritas perbaikan. •
Penyusunan Rekomendasi Pada tahap ini akan dilakukan penarikan kesimpulan dari analisa yang telah dilakukan dan penyusunan rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada serta pengembangan pada penelitian selanjutnya.
4. Hasil dan Diskusi Pada bab ini akan didiskusikan hasil pengumpulan dan pengolahan data beserta analisis yang diperlukan mulai dari penyusunan Balanced Scorecard perusahaan, perancangan IT Scorecard, pengukuran kinerja berbasis IT Scorecard, dan penyusunan rekomendasi. 4.1 Penyusunan Perusahaan
Balanced
Scorecard
Dengan memperhatikan strategi perusahaan dan strategi bisnisnya, Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2011-2015, studi literatur, serta brainstorming terhadap
Tabel 1 Strategic Objective dan Key Performance Indicator Perusahaan
4
pihak manajemen yang ada di Pertamina Unit Pemasaran Surabaya, maka disusunlah strategic objective dan key performance indicator pada PT. Pertamina (Persero) yang dapat dikelompokkan dalam 4 perspektif Balanced Scorecard pada tabel 1. Selanjutnya setelah menganalis penyusunan SO dan KPI perusahaan, dibuat strategy map perusahaan sebagaimana gambar 1, untuk menggambarkan hubungan sebab akibat antar SO maupun antar perspektif yang ada. Strategy map yang dibuat menjadi peta strategi dalam menghadapi strategi perusahaan tahap dua, yang mana Pertamina menginginkan selangkah lebih maju menjadi perusahaan energi nasional terkemuka di kawasan Asia Tenggara. Hal ini dikarenakan telah adanya RJPP 2011-2015 yang diprakarsai pihak manajemen berdasarkan evaluasi yang ada pada tahap 1 (tahap berjalan). 4.2 Perancangan IT Scorecard Dalam merancang model SO departemen IT (CSS), perspektif yang digunakan tidak lagi secara kontekstual menggunakan perspektif umum Balanced Scorecard yang terdiri dari Financial, Customer, Internal Business Process, dan Learning and Growth, melainkan diturunkan menyesuaikan dengan fungsi departemen IT yang menyediakan layanan bagi
internal organisasi (Grambergen, 1997) sebagaimana yang telas dijelaskan pada bab sebelumnya. Meskipun begitu, peran IT sebagai service provider sekaligus strategic partner perusahaan dalam menciptakan informationdriven corporation, menjadikan perumusan SO IT haruslah tetap didasarkan pada SO perusahaan yang telah dicanangkan. Bagian ini akan memaparkan SO departemen IT (CSS) Pertamina yang dirumuskan dari penjabaran substansi visi misi IT Pertamina dan proses cascading terhadap SO perusahaan yang telah dibentuk sebelumnya. Untuk menjaga agar SO yang akan dirumuskan tetap valid, proses perumusan akan dibantu oleh Assistent Manager OE/Asset/RKA/Charge Back dan Area Manager IT M&T Surabaya sebagai expert jugdement dengan menggunakan acuan Kesepakatan Kinerja IT M&T Surabaya Tahun 2011. 4.2.1 Merumuskan SO dan KPI CSS (Departemen IT) yang Selaras dengan SO dan KPI Perusahaan Pada bagian ini akan menjelaskan tahapan dilakukannya penyelarasan strategic objective IT terhadap strategic objevtive perusahaan. Agar diperoleh strategic objective IT yang benarbenar memberikan kontribusi terhadap
Gambar 1 Strategic Map Perusahaan
5
pencapaian strategic objective perusahaan, maka langkah perumusan disusun sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi dan memahami visi dan misi CSS (Departemen IT) a. Visi “Menjadi penyedia layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berkelas dunia untuk industri minyak dan gas di kawasan regional” Penjabaran visi di atas kemudian dapat dirangkum dalam tabel 2 berikut: Tabel 2 Keyword Visi CSS (Departemen IT)
b. Misi “(1) Memposisikan TIK sebagai pendaya strategis untuk mencapai sasaran bisnis dengan berfokus pada efektivitas, efisiensi, kerahasiaan, integritas, ketersediaan, kepatuhan, dan kehandalan; (2) secara terus menerus meningkatkan kontribusi dan value TIK bagi bisnis Pertamina dan anak perusahaan; (3) menyediakan teknologi informasi, pengembangan, dan pemeliharaan aplikasi serta memproses proses bisnis Pertamina dan anak perusahaan dengan model outsourcing” Tabel 3 Keyword Misi CSS (Departemen IT)
2. Mengalokasikan SO dan KPI ke dalam departemen-departemen dibawahnya dengan menggunakan Vertical Alignment Matrix (VAM)
Langkah ini bertujuan untuk membagi kontribusi masing-masing departemen yang ada guna mendukung tercapainya tujuan perusahaan yang tertuang dalam SO perusahaan, sehingga misalignment yang akan merugikan perusahaan dapat dihindari. Pengisian vertical aligment matrix ini dilakukan dengan menggunakan metode expert judgment, sehingga pengalokasian strategic objective dapat dilakukan dengan baik. Vertical Alignment Matrix yang didapatkan dari perusahaan akan dipaparkan pada tabel 4. Adapun pengisian matriks tersebut disusun dengan menggunakan ketentuan sebagai berikut F : Fully cascaded, dimana KPI dan target di level departemen sama dengan target di tingkat perusahaan P : Partially cascaded, dimana KPI di level departemen sama dengan di level korporat namun target disesuaikan dengan target perusahaan C : Contributing, dimana KPI dan target di level divisi didefinisikan sendiri namun KPI yang dibentuk di level divisi menunjang pencapaian KPI di level organisasi/perusahaan. 3. Mengidentifikasi SO dan KPI perusahaan yang dapat didukung pencapaiannya oleh kontribusi CSS (Departemen IT) Dari hasil vertical alignment matrix yang telah didapatkan, dapat diketahui pada target pencapaian yang mana departemen IT (CSS (Departemen IT)) memberikan kontribusi. SO dimana departemen IT diberi tanda bintang warna hijau dan kuning. Warna hijau berarti mendefinisikan indikator keberhasilan dan target yang ada didukung sepenuhnya (fully cascaded) oleh kontribusi departemen IT (CSS (Departemen IT)), yaitu indikator LG3.1 prosentase ketersediaan layanan komunikasi, komputer, dan kontrol data; serta LG3.2 prosentase kehandalan layanan melalui Service Level Agreement (SLA). Hal ini terdapat dalam SO LG3 penguatan daya saing Information Technology (IT) pada perspektif Learning and Growth.
6
Tabel 4 Vertical Alignment Matrix
Tabel 4 Vertical Alignment Matrix
Gambar 2 Strategic objective perusahaan yang didukung pencapaiannya oleh CSS (Departemen IT)
7
Sedangkan warna kuning berarti indikator keberhasilan dan pencapaian target dari SO yang ada tidak didukung sepenuhnya oleh departemen IT, dimana departemen IT mempunyai kontribusi yang tidak terlalu signifikan (contributing). Indikatornya yaitu F1.1 prosentase net profit, F2.1 prosentase operating expense, F2.3 % Cost savings, F3.1 gross margin, dan F3.2 nilai EBITDA. Hal ini terdapat dalam semua SO perspektif financial. Kemudian indikator selanjutnya adalah C4.1 Corporate brand image index dari SO peningkatan citra perusahaan pada perspektif customer; IBP1.3 Rate of efficient work IBP5.2 HSE Awareness dari SO Peningkatan Health, Safety, and Environment pada perspektif internal business process; dan LG1.2 human capital readiness index dari SO LG1 pengembangan kompetensi insan Pertamina serta LG2.1 employee mindset index dari SO LG2 transformasi budaya kerja pada perspektif learning and growth. 4. Merancang Model SO dan KPI CSS (Departemen IT) dari proses identifikasi dan alokasi yang telah dilakukan Bagian ini akan memaparkan SO departemen IT (CSS) Pertamina yang dirumuskan dari penjabaran substansi visi misi IT Pertamina dan proses cascading terhadap SO perusahaan yang telah dibentuk sebelumnya. Berikut SO dan KPI dirangkum dalam tabel 5. 5. Merumuskan SO dan KPI CSS (Departemen IT) yang diturunkan pada IT M&T Surabaya sebagai studi kasus Sub-bab ini bertujuan untuk menemukan SO yang akan digunakan untuk melakukan
pengukuran performansi dimana nantinya akan dikhususkan pada IT Area Surabaya saja, karena keterbatasan akses yang didapat dalam mengumpulkan data pencapaian. Sehingga selanjutnya dalam sub-bab ini akan dipaparkan bagaimana mendapatkan strategic objective IT M&T Surabaya. Jika dilihat dari struktur CSS (Departemen IT), maka terdapat tiga kali penurunan hingga SO IT M&T Surabaya dapat dijadikan objek studi kasus pengukuran kinerja IT. Berikut pendetailannya: a. Penurunan 1 : CSS ke IT Operation Setelah melakukan brainstorming dengan pihak Area Manager IT M&T Surabaya dan mengacu pada Kesepakatan Kinerja Tahun 2010, terdapat 2 (dua) SO CSS (Deparetemn IT) yang tidak dapat diturunkan pada IT Operation, yaitu SO perspekif User Orientation membangun partnership atau kerjasama industri dan SO perspektif Future Orientation riset dalam teknologi informasi terkini. b. Penurunan 2 : IT Operation ke IT Region Setelah melakukan brainstorming dengan pihak Area Manager IT M&T Surabaya dan mengacu pada Kesepakatan Kinerja Tahun 2011, terdapat 1 (satu) SO IT Operation yang tidak dapat diturunkan pada IT Region yaitu SO perspektif Corporate Contribution meningkatkan kontribusi TIK dalam perusahaan. c. Penurunan 3 : IT Region ke IT M&T Surabaya Setelah melakukan brainstorming dengan
Tabel 5 SO dan KPI CSS (Departemen IT)
8
pihak Area Manager IT M&T Surabaya dan mengacu pada Kesepakatan Kinerja Tahun 2011, terdapat 1 (satu) SO IT Region yang tidak dapat diturunkan pada IT M&T Surabaya yaitu SO perspektif Operational Excellence meningkatkan layanan operasional yang efektif dan efisien. Sehingga setelah penurunan itu SO CSS (Departemen IT) yang diturunkan pada IT M&T Surabaya dirumuskan sebagai berikut: Tabel 6 Strategic objective IT M&T Surabaya
Dari SO yang dirumuskan di atas, terdapat 7 (tujuh) SO yang diturunkan pada IT M&T Surabaya. Dalam penentuan SO IT M&T Surabaya yang dilakukan adalah menurunkan dari SO CSS (Departemen IT), dikarenakan keterbatasan akses data yang dapat penulis telusuri, sehingga pengukuran kinerja hanya pada area IT M&T Surabaya saja. Dari SO yang diturunkan terdapat dua SO CSS yang pada akhirnya tidak samapi pada IT M&T Surabaya karena sudah ditangani bagian yang lainnya atau tingkat di atasnya. SO yang tidak terdapat pada IT M&T Surabaya tersebut adalah: 1. Meningkatkan layanan operasional yang efektif dan efisien SO ini menjelaskan tentang pengembangan sistem aplikasi yang diajukan oleh customer, yang mana hal ini ditujukan untuk mempermudah dan memperlancar proses bisnis customer. Kemudian dalam hal pelaksanaan operasional juga harus memperhatikan security, sehingga adanya ISO 27001 (Sistem Manajemen Keamanan Informasi) harus diterapkan dan diimplementasikan dengan sebaik-baiknya. Kedua peran dalam SO ini ditangani langsung oleh bagian IT Solution pusat terkait dengan pengembangan aplikasi,
sedangkan pengawasan ISO 27001 hanya sampai pada tataran IT Operation. Terkait dengan pengembangan aplikasi harus dikritisi kembali karena pada kenyataannya kondisi di lapangan justru IT Area sering harus mengambil inisiatif sendiri untuk mengembangkan aplikasi sesuai dengan kebutuhannya saat itu. Berdasarkan brainstorming penulis proses menunggu pengembangan aplikasi rentan tidak dapat menjawab respon permasalahan kebutuhan aplikasi lapangan secara cepat. 2. Riset dalam teknologi informasi terkini Dalam SO ini diperuntukkan untuk menghadapi eknologi informasi saat ini berkembang begitu pesat, sehingga adanya riset-riset yang menunjang dalam pengimplementasian sistem proses bisnis yang lebih efisien akan sangat membantu perusahaan. Sehingga SO ini tidak diturunkan pada IT M&T Surabaya. Kemudian KPI yang ada pada IT M&T Surabaya didapat dari penurunan indikaor keberhasilan pada CSS (Departemen IT) secara keseluruhan. Dalam hal ini menyesuaikan dengan apa-apa yang menjadi ranah IT Operation yang merupakan ”jantung” dari Corporate Shared Services. Hal ini dikarenakan peran yang sangat penting dalam memberikan layanan operasi teknologi informasi sebagai basis komputasi proses bisnis perusahaan dalam bentuk penyediaan sistem ERP maupun nonERP dan layanan komunikasi data di seluruh Indonesia. KPI yang diturunkan pada IT M&T Surabaya pun tidak semuanya, meski dengan strategic objective yang sama. Hal ini dikarenakan konteks penanganan dan tugas yang diberikan disesuaikan dengan ranah kerja area, sehingga indikator yang dapat bersifat umum ditarik pada jabatan diantaranya. Adapun KPI tersebut yaitu: 1. Surveillance
(pengawasan)
ISO
20000:2005 Dalam hal ini indikator keberhasilan ini dibebankan pada IT Solution karena hal
9
in terkait dengan standar dunia bidang manajemen layanan teknologi informasi, sehingga tidak perlu diturunkan pada IT Area. 2. Utilisasi MySAP Pertamina Wide yang dilaporkan CSS dengan efektif dan efisien Indikator ini menunjukkan ukuran ketepatan penggunaan MySAP di seluruh Pertamina, dilihat dari usaha menekan outstanding transaction. Hal ini kemudian ditarik secara umum ke pusat karena hanya berkaitan dengan tingkat outstanding yang terjadi, yaitu bila turun berarti utilisasi meningkat, sehingga hal ini tidak perlu diturunkan pada IT Area. Disamping adanya pengurangan ada pula penambahan yang dimasukkan pada IT M&T Surabaya, diantaranya yaitu: 1. Meningkatkan availibility system Pada IT M&T Surabaya availibility sistem dipecah menjadi tiga, yaitu availibility sistem non ERP- unplanned down time, availibility sistem telephony and radio unplanned down time, dan availibility sistem jaringan data - unplanned down time. Dimana hal ini dikarenakan pada IT Area lebih banyak berhubungan langsung dengan ketersediaan layanan pada user sehingga harus benar-benar didetailkan. 2. Mengoptimalkan sistem proses bisnis Dalam hal ini dikembangkan indikator yang tidak hanya sekedar mySAP secara utilisasi, tapi juga reliability (kehandalan) dimasukkan pada indikator ini, yaitu assesment jaringan / PABX / Data Center IT, dikarenakan pada tingkat area kehandalan menjadi prioritas. 4.2.2 Strategy Map IT M&T Surabaya Agar diketahui hubungan antar strategic objectives maka pada bagian ini selanjutnya akan digambarkan strategy map IT M&T Surabaya. Dengan digambarkannya hubungan antar strategic objectives yang ada akan lebih mudah untuk mengetahui dan mengevaluasi perbaikan dan pengembangan yang harus diprioritaskan
terlebih dahulu. Berikut strategy mapnya yang digambarkan pada gambar 3.
Gambar 3 Strategy Map IT Pertamina M&T
4.3 Pengukuran Kinerja Berbasis IT Scorecard Tahap ini merupakan tahap inti pada penelitian yang dilakukan yaitu tahap pengukuran kinerja departemen IT Pertamina Surabaya. tahap ini diawali dengan melakukan pembobotan terhadap bobot kepentingan antar perspektif. Pembobotan kepentingan setiap KPI dari masing-masing strategic objective dan perspektif dengan menggunakan konsep Analytical Hierarchy Process (AHP). Tujuan dari proses pembobotan ini untuk mendapatkan nilai bobot yang merepresentasikan kontribusi setiap komponen indikator kinerja terhadap kinerja sistem teknologi informasi secara keseluruhan. Hasil nilai pembobotan ini akan digunakan untuk menghitung skor pencapaian indikator kinerja pada tahap berikutnya. Setelah pembobotan dilakukan, tahap berikutnya adalah scoring system dengan Traffic light system sebagai indikator pencapaian kinerjanya. Proses pembobotan dilakukan dengan proses pengisian kuisioner pembobotan yang dilakukan dengan berdasarkan prinsip expert judgement, sehingga proses pembobotan yang dilakukan dapat dipertahankan kevalidannya. Proses pengisian ini dilakukan oleh Assistent Manager OE/Asset/RKA/Charge Back Bu Reni dengan disetujui oleh Area Manager IT M&T Surabaya Bapak M. Djuliawan. Pembobotan ini dilakukan dengan perbandingan berpasangan atau pairwise comparation sesuai
10
dengan hirarki yang dibentuk berdasarkan pendekatan bottom-up dari proporsi indikator kinerja Departemen IT dengan bantuan software Expert Choice 2000. Kemudian dilakukan pengisian kuisioner. Skala pembobotan tingkat kepentingan dari masing-masing kombinasi menggunakan skala 1 sampai 9, dengan menggunakan warna hitam dan merah. Pada Expert Choice 2000 hal ini memiliki arti seperti yang terlihat pada tabel 7. Tabel 7 Skala Tingkat Kepentingan
Setelah itu, data pembobotan yang didapatkan dari kuisioner dihitung untuk mendapatkan hasil pembobotan kepentingan dari setiap KPI, strategic objective dan perspektif. Bobot kepentingan yang diperoleh haruslah konsisten dengan ketentuan Inconsistency Ratio < 0,1. Apabila bobot kepentingan tersebut tidak konsisten (Inconsistency Ratio > 0,1) maka dilakukan pengisisan kuisioner ulang yang dilanjutkan dengan pengolahan data sampai diperoleh Inconsistency Ratio < 0,1. Bentuk kuisioner yang diajukan pada perspektif dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 8 Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Perspektif
Untuk pembobotan antar SO dan KPI dilakukan dengan menggunakan langkah yang sama sebagaimana pembobotan pada perspektif, sehingga kemudian direkapitulasi hasil pembobotan pada tabel 9. Tahap selanjutnya setelah dilakukan pembobotan adalah pengukuran kinerja departemen IT. Pengukuran kinerja akan dilakukan pada kinerja KPI, perspektif, dan kinerja departemen IT secara keseluruhan. Setelah dilakukan evaluasi kinerja, akan ditentukan bagian kinerja mana yang akan dilakukan evaluasi improvement dengan mengacu pada dasar Traffic light system. Penentuan scoring system didasarkan pada metode higher is better, lower is better, must be zero dan must be one. Perhitungan skor pencapaian kinerja masing-masing KPI dihasilkan dengan ketentuan sebagai berikut, bila indicator kinerja menunjukkan penilaian : (1) Higher is better menunjukkan semakin tinggi pencapaian, indikasinya semakin baik dan skor semakin tinggi. Skor pencapaian kinerja yang dihasilkan adalah : Skor = (achievement/target) x 100% (2) Lower is better menunjukkan semakin rendah pencapaiannya, indikasinya semakin baik dan score semakin tinggi. Skor pencapaian kinerja yang dihasilkan adalah : Skor = (2 - (achievement/target)) x 100% dimana angka 2 tersebut merupakan nilai mutlak.
Adapun hasil perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan Expert Choice 2000 yang akan ditampilkan pada gambar 4.
Skor masing-masing KPI yang telah didapatkan, dikalikan dengan bobot kepentingan KPI yang dihasilkan dari pembobotan AHP pada tahap sebelumnya. Selanjutnya, hasil perkalian tersebut disebut sebagai skor KPI terbobot. Skor pencapaian kinerja strategic objective merupakan total dari bobot dikalikan skor masing-masing KPI dalam strategic objectivenya. Sedangkan total bobot dikalikan skor masing-masing strategic objective dalam perspektifnya, menghasilkan skor pencapaian kinerja perspektif tersebut.
Gambar 4 Grafik Hasil Perhitungan Tingkat Kepentingan Antar Perspektif
11
Tabel 9 Rekap Hasil Pembobotan Perspektif, SO, dan KPI IT M&T Surabaya
Setelah mendapatkan skor pencapaian kinerja dari setiap indikator kinerja yang merepresentasikan kinerja departemen IT di Pertamina M&T Surabaya, selanjutnya masingmasing skor tersebut dikategorikan ke dalam traffic light system yaitu warna merah, kuning dan hijau. Manfaat dari pengkategorian KPI ke dalam warna-warna tersebut adalah untuk mempermudah pihak perusahaan dalam memahami dan mengevaluasi kondisi kinerja dari departemen IT di Pertamina M&T Surabaya. Masing-masing kategori dalam traffic light system ini ditetapkan dari hasil brainstorming dengan tataran manager IT.
Batasan ini digunakan untuk mengkategorikan pencapaian KPI,strategic objectives, dan perspektif. Berikut ini adalah batasannya yang digunakan dalam traffic light system: • Merah (KPI < 95) • Kuning (95 ≤ KPI ≤ 99) • Hijau (KPI > 99) Indikator warna merah menunjukkan pencapaian kinerja KPI tidak mencapai/di bawah target. Sedangkan indikator warna kuning menunjukkan pencapaian kinerja KPI yang masih di bawah target namun masih mendekati pencapaian target. Pada kondisi ini manajemen harus berhati-hati untuk segera bertindak dalam
Tabel 10 Scoring system dan Traffic light system
12
memperbaiki kinerja KPI ini. Sedangkan indikator warna hijau menunjukkan pencapaian kinerja KPI telah mencapai target. Untuk pencapaian kinerja dengan indikator warna merah dan kuning, manajemen harus segera bergegas mencari akar permasalahan yang menyebabkan kinerja KPI tersebut tidak mencapai target. Perhitungan nilai pencapaian kinerja Departemen IT Pertamina M&T Surabaya dapat dilihat selengkapnya pada tabel 10. KPI yang diperbaiki dilakukan berdasarkan indikator Traffic light system yang berwarna merah dan kuning. Tetapi dalam hal ini tidak ada KPI merah pada IT Pertamina, sehingga hanya KPI kuning yang akan ditindaklanjuti, hal ini dikarenakan kinerja KPI tersebut tidak mencapai target yang diharapkan oleh manajemen. Berikut ini adalah KPI dengan nilai pencapaian kinerja yang tidak sesuai target harapan adalah sebagai berikut: Tabel 11 KPI yang Harus Diperbaiki
Tabel 11 diatas menunjukkan KPI yang harus diperbaiki. Dalam hal ini yang identifikasi yang dilakukan hanya pada KPI, bukan pada strategic objectives atau perspektif, dikarenakan skor yang dicapai pada strategic objectives dan perspektif adalah hasil dari skor yang didapatkan pada KPI. Pencapaian kinerja departemen IT akan dibagi ke dalam pencapaian kinerja KPI, perspektif, dan kinerja IT secara keseluruhan. Analisis pencapaian kinerja ini menggunakan indikator traffic light system yang bertujuan memvisualisasikan prestasi kinerja dari KPI, perspektif pada periode evaluasi yang dibagi dalam tiga kategori yaitu merah, kuning, dan hijau. Analisis pertama yaitu pada KPI dimana ini bertujuan untuk menjelaskan hasil pengolahan data pencapaian kinerja KPI. Pengukuran kinerja KPI ini diperoleh dengan membandingkan
kondisi aktual (achievement) dengan target yang telah dicanangkan sebelumnya. Pencapaian skor KPI pada perhitungan dengan menggunakan traffic light system ini didominasi oleh warna hijau yang menandakan sebagian besar dari KPI yang ada memiliki kinerja yang baik. Adapun perosentase perolehan KPI (tanpa memperhatikan bobot) dari 13 KPI yang ada adalah sebagai berikut :
Gambar 5 Prosentase perolehan KPI
Dari gambar 5 dapat terlihat bahwa dari 13 KPI yang ada 11 KPI memperoleh warna hijau atau sebesar 84,6%, 1 KPI memperoleh warna kuning atau sebesar 7,7%, dan 1 KPI pula memperoleh warna merah atau sebesar 15%. Satu KPI dengan warna kuning terletak pada perspektif corporate contribution yaitu KPI C.2.1 ketercapaian realisasi kegiatan kerja IT dan 1 KPI merah terletak pada perspektif future orientation yaitu KPI F.2.2 HSE Awareness. Meskipun begitu hal ini tetap harus diperhatikan karena dari hasil Kesepakatan Kerja IT 2011 bahwa KPI C2.1 memiliki bobot 20% terhadap keseluruhan bobot KPI yang ada. Sedangkan HSE Awareness meskipun berwarna merah bobot yang dimiliki hanya sebesar 3% terhadap keseluruhan bobot KPI yang ada. Analisis yang kedua yaitu dilakukan pada kinerja strategic objective untuk mengetahui penjelasan dari pencapaian nilai yang diperoleh oleh SO yang ada. Nilai SO tersebut didapatkan dari nilai yang didapatkan oleh nilai KPI pada masingmasing SO tersebut dengan dikalikan dengan bobot yang dimilikinya. SO yang mendapatkan KPI kuning adalah SO C.2 Memastikan kerja IT memberikan nilai tambah bisnis, dimana ini dikarenakan SO ini didapatkan dari satu-satunya KPI yang ada didalamnya (100%) yaitu KPI C2.1 sehingga otomatis SO ini berwarna kuning.
13
Sedangkan SO F.2 Melakukan perbaikan dan antisipasi untuk masalah IT yang bisa timbul mendapat nilai merah dikarenakan HSE Awareness mendapatkan nilai merah dan tidak dapat diimbangi oleh KPI satunya lagi F.2.1. Analisis yang ketiga adalah pada perspektif. Setelah dilakukan perhitungan terhadap skor pada SO, selanjutnya adalah mengkalikan skor tersebut dengan bobot masing-masing SO dan menjumlahkannya sesuai dengan perspektifnya sehingga didapatkan nilai perspektif. Dalam hal ini perolehan nilai dari masing-masing perspektif tersebut, dimana terdapat 1 perspektif yang memiliki warna kuning yaitu perspektif corporate contribution yang berdampak dari KPI dan SO di dalamnya, yang tidak dapat diimbangi oleh KPI dan SO yang lain (C.1), Analisis yang terakhir adalah pada kinerja IT secara keseluruhan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian kinerja departemen IT secara keseluruhan selama periode evaluasi. Skor IT secara keseluruhan diperoleh dari penjumlahan kumulatif skor kinerja perspektif yang dikalikan dengan bobot pada masingmasing perspektif. Berdasarkan skor inilah kinerja departemen IT akan dievaluasi.Berikut hasil kinerja keseluruhan Departemen IT M&T Surabaya pada tabel 12: Tabel 12 Perhitungan Nilai Pencapaian Kinerja IT Keseluruhan
Dari tabel perhitungan pencapaian kinerja IT keseluruhan tersebut dapat dilihat bahwa kinerja departemen IT secara keseluruhan memuaskan karena di atas 100 persen, yaitu dengan nilai sebesar 102,3%. Nilai yang cukup memuaskan ini dikontribusikan secara signifikan oleh perspektif operational excellence yang memiliki bobot perspektif terbesar dengan pencapaian nilai yang cukup tinggi. Disamping itu tidak pula terdapat KPI kuning ataupun merah pada perspektif ini. Perspektif corporate contribution lah yang harus lebih ditingkatkan kinerjanya agar
dengan bobot yang besar dapat menyumbangkan nilai yang signifikan pula bagi perusahaan. 4.4 Penyusunan Rekomendasi Perbaikan IT Scorecard ini merupakan diskusi terakhir yang dilakukan pada bab ini. Analisis perbaikan IT Scorecard ini diawali dengan mengalisis KPI kritis yang terjadi yang akan menjadi fokus utama di dalam langkah perbaikan. KPI kritis ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai KPI kritis, yaitu KPI yang harus mendapat prioritas didalam langkah perbaikan untuk memperoleh hasil yang paling maksimal. Analisis ini dilakukan dengan menghitung perbedaan margin antara pencapaian actual dengan target kinerja yang ditetapkan, dengan dikalikan dengan bobot keseluruhan yang dimiliki oleh KPI yang masuk ke dalam kriteria warna kuning dan merah. Dalam pengukuran kinerja yang telah dilakukan terdapat dua KPI kritis yaitu KPI C2.1 Ketercapaian realisasi kegiatan kerja IT dan F.2.2 HSE Awareness. KPI C2.1 Ketercapaian realisasi kegiatan kerja IT bernilai 96,01. Dalam hal ini KPI ini menjadi kritis (berwarna kuning) karena target yang ditetapkan Pertamina sebagai perusahaan besar begitu tinggi, yakni diatas 99%. Pada umumnya KPI kritis perusahaan berwarna merah bernilai di bawah 40%, berwarna kuning apabila diatas 40% dan dibawah 80%, sedangkan bernilai di atas 80% yang sudah memiliki indikator warna hijau atau menunjukkan pencapaian kinerja KPI telah mencapai target. Tapi dalam hal ini Pertamina menargetkan di bawah 95% sudah bertanda merah, yang artinya manajemen harus segera bergegas mencari akar permasalahan yang menyebabkan kinerja KPI tersebut tidak mencapai target. Hal yang sama juga terdapat pada HSE Awareness, hingga bahkan berwarna merah. Secara base (jangkauan terendah) sebenarnya HSE Awareness sudah tercapai berdasarkan brainstorming terhadap pihak manajemen sudah tercapai 1 kali pertemuan dalam sebulan, hanya saja CSS menargetkan HSE Awareness hingga stretch (jangkauan tertinggi) diatas 1 kali pertemuan dalam sebulan. Kemudian disusunlah rekomendasi sebagai berikut:
14
a. Ketercapaian realisasi Kegiatan Kerja IT Indikator ini berada pada perspektif corporate contribution, yaitu bagaimana pihak manajemen (pimpinan) menilai atau melihat organisasi IT. Sehingga dari perspektif ini dapat dirumuskan permasalahan yang difokuskan pada control manajemen IT. 1. Kurangnya perencanaan yang matang dari pihak Manajemen IT; Sehingga hal ini menjadi tantangan bagi pihak manajemen IT untuk melakukan analisis kelayakan kegiatan kerja dan mengantisipasi factor external yang mungkin akan menghadang. 2. Koordinasi belum massif dengan bagian yang berkepentingan; seperti halnya pengaturan anggaran kegiatan agar dikoordinasikan secepatnya pada bagian keuangan. 3. Kurang inovasi dalam pengalihan kegiatan agar biaya termanfaatkan dengan optimal; Kegiatan yang tidak jadi dilaksanakan seharusnya tetap dapat memacu IT untuk berinovasi pada penyaluran kegiatankegiatan lain yang menunjang peningkatan indikator keberhasilan lainnya terutama kegiatan-kegiatan yang bersifat future orientation. b. HSE Awareness Indikator ini berada pada perspektif future orientation, yaitu perspektif yang berisi ukuranukuran yang menggambarkan bagaimana posisi IT dalam tantangannya kedepan. Jika dilihat memang bobot yang ada pada perspektif ini paling kecil, tetapi karena kondiri traffic light yang merah maka harus mendapatkan perhatian dari pihak IT. Adapun masalah yang dianalisis penulis yaitu: 1. Kondisi internal yang terkonsentrasi lebih pada tugas utama; HSE Awareness bukanlah prioritas besar bagi IT, tetapi tetap menjadi prioritas utama bagi perusahaan energi nasional sebesar Pertamina. Untuk itu butuh dilakukan pemetaan job agar dapat seimbang dalam pencapaian indikator HSE Awareness ini.
Kurang koordinasi IT dengan HSE agar ada kontrol lebih pada pelaksanaan HSE Awareness; Hal ini perlu dilakukan agar IT mendapat perhatian lebih dari HSE dalam control pelaksanaannya 5. Kesimpulan Setelah dilakukan pengolahan data dan analisa mengenai kinerja Corporate Shared Service (terutama pada Departemen IT M&T Surabaya) PT. PERTAMINA (Persero) diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Rumusan strategic objective (SO) CSS (Departemen IT) yang selaras dengan SO perusahaan dibantu dengan pengidentifikasian visi dan misi CSS (Departemen IT) memperoleh 11 SO untuk CSS (Departemen IT), dan SO yang tidak didapatkan pada CSS (Departemen IT) saat ini adalah meningkatkan kontribusi TIK dalam perusahaan dan membangun partnership atau kerjasama industri. 2. KPI CSS (Departemen IT) khususnya IT M&T Surabaya diidentifikasi dari hasil penurunan SO hingga ke IT M&T Surabaya dengan perolehan 7 SO yang menghasilkan 13 KPI. Dari KPI tersebut terdapat KPI kritis yang harus mendapatkan perhatian lebih dari manajemen yaitu Ketercapaian Realisasi Kegiatan Kerja IT dan HSE Awareness. 3. Kinerja CSS (Departemen IT) khususnya IT M&T Surabaya berbasis IT Scorecard dirangkum sebagai berikut: a. Bobot perspektif terbesar dalam departemen ini dimiliki oleh perspektif operational excellence dengan bobot kepentingan sebesar 57.5%. Sedangkan perspektif financial memiliki bobot kepentingan terendah yaitu sebesar 6.3%. Hal ini menunjukkan bahwa departemen IT fokus pada service provider. b. Kinerja perspektif terbaik dimiliki oleh perspektif user orientation dengan nilai sebesar 121,57% dan kinerja perspektif terburuk dimiliki oleh perspekti corporate contribution dengan nilai sebesar 97,02%. Namun kinerja IT secara keseluruhan cukup memuaskan dengan nilai sebesar 102,3%.
15
6. Daftar Pustaka Bahwal, Arif (2010). IT Scorecard Jurusan Sistem Informasi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Bergeron, Bryan (2002). Essentials of Shared Services. John Wiley & Sons. USA. Fikri, Miftakhul (2010). Analisa Pengukuran Kinerja Departemen Sumber Daya Manusia dengan Pendekatan Human Resources Scorecard dan Fuzzy ANP (Studi Kasus : PT ECCO Indonesia). Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Hansen, Don R & Maryanne Mowen (2003). Management Accounting, edisi ke-6. South-Western, America. Indra, Prasetya (2011). Perancangan Human Resources Scorecard (HR Scorecard) pada PT. Telkom Kandatel Malang. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Kaplan, Robert S. & David P. Norton (1996). The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action, edisi satu. Harvard Business School Press. United States of America. Kaplan, Robert S. & David P. Norton (2001). The Strategy-focused Organization : How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Business Environment. Harvard Business School Publishing Corporation. USA. Keyes, Jessica. (2005). Implementing the IT Balanced Scorecard: Aligning IT with Corporate Strategy. Taylor & Francis Group. USA. Media Pertamina (2011), 2 Mei. Mulyadi dan J. Setyawan (2001). Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan. edisi 2. Salemba Empat. Jakarta. Nadlifatin, Reny dkk (2005). Pengukuran Performansi Praktik Pengelolaan Hubungan Pelanggan dengan Menggunakan Kerangka CRM Scorecard (Studi Kasus: PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk). Surabaya. Prabowo, Harjanto (2007). Implementasi IT Scorecard di Perguruan Tinggi.
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007). Jakarta. Saaty, Thomas L (1994). Fundamentals of Decision Making and Priority Theory with the Analytic Hierarchy Process. RWS Publications. Pittsburgh. Wijaya, Rahmadi (2007). Analisis Model TI Menggunakan Balanced Scorecard untuk Pengembangan Sistem Teknologi Informasi. Cirebon. Van, Grembergen dan Win (1992). The Balanced Scorecard and IT Governance. IT Governance Institute. USA.
16