Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
PENGAMBILAN KEPUTUSAN “MENGERJAKAN SENDIRI” ATAU “SUBKONTRAK” PADA PELAKSANAAN PROYEK DENGAN PENERAPAN MODEL MULTIKRITERIA Rianto B. Adiharjo & Akhmad Mulyadi Manajemen Proyek-Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl. Cokroaminoto 12A Surabaya
ABSTRAK Dengan lingkup pekerjaan yang begitu banyak, di antaranya pekerjaan sipil dan mekanikal, mengambil keputusan untuk “mengerjakan sendiri” atau “subkontrak” adalah menjadi sesuatu yang sangat penting dalam pelaksanaan proyek. Dalam hal ini perusahaan dituntut untuk bisa mengalokasikan segala sumber dayanya secara efektif dan efisien demi mewujudkan visi untuk menjadi perusahaan yang tangguh dan kompetitif. Selain adanya lingkup pekerjaan yang banyak juga terdapat alternatif yang banyak, serta kriteria pemilihan yang kompleks. Oleh karenanya sangat mungkin timbul adanya konflik dalam proses pengambilan keputusannya. Untuk itu diperlukan suatu metode yang komprehensif dan dapat memutuskan secara sistematis konflik tersebut agar diperoleh solusi kompromi yang dapat diterima dan memuaskan. Dalam penelitian ini dipaparkan penggunaan secara integrasi metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan metode Fungsi Utilitas dalam suatu model keputusan multikriteria untuk memilih alternatif terbaik. Dengan mengintegrasikan kedua metode tersebut keunggulan dan kelemahan dari masing-masing metode ini akan saling melengkapi dan mampu mengatasi problem keputusan multikriteria sekaligus problem optimasi. Dengan menerapkan model keputusan tersebut melalui optimasi keempat objektif, yaitu maksimumkan performansi kompetitif strategis, performansi manajerial, performansi finansial dan minimumkan resiko, maka dapat dipilih alternatif terbaik pada masing-masing pekerjaan. Kata kunci : Subkontrak, Multikriteria, Analytical Hierarchy Process
PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan terjadinya badai krisis ekonomi yang melanda beberapa negara di Asia sejak tahun 1997, maka dunia usaha di Indonesia umumnya banyak mengalami berbagai macam kesulitan. Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan dan akhirnya tutup karena sudah tidak bisa beroperasi lagi. Demikian juga dengan yang terjadi pada PT. Boma Bisma Indra (BBI). Untuk itu maka manajemen BBI telah melakukan berbagai upaya agar eksistensi perusahaan tetap bisa dipertahankan dan dapat beroperasi dengan baik. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan melakukan efisiensi dan optimalisasi sumber daya yang digunakan dalam operasional perusahaan dan dalam melaksanakan pekerjaan yang dipesan oleh customer.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
Selain itu, walaupun dalam kesulitan finansial, manajemen BBI tetap berkomitmen untuk menyelesaikan semua pekerjaan dengan kualitas, biaya dan waktu pelaksanaan yang baik. Demikian pula yang menjadi komitmen manajemen BBI dalam melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan pabrik kelapa sawit (CPO) dengan kapasitas 10 Ton TBS/Jam, yang didirikan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Dalam pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut perusahaan seringkali dihadapkan pada permasalahan keputusan untuk “mengerjakan sendiri” (“membuat”) atau “subkontrak” (“membeli”). Problem keputusan “mengerjakan sendiri” atau “subkontrak” menjadi sesuatu yang sangat penting dalam hal penerapan kebijakan perusahaan, karena harapannya dengan salah satu pilihan tersebut perusahaan tetap bisa beroperasi dengan baik dan eksistensi perusahaan tetap terjaga. Permasalahan a. Kriteria apa yang akan digunakan untuk memutuskan “mengerjakan sendiri” atau “subkontrak” dalam pelaksanaan proyek? b. Bagaimana cara memilih alternatif terbaik pada problem keputusan “mengerjakan sendiri” atau “subkontrak” dalam pelaksanaan proyek? c. Alternatif yang mana yang akan dipilih dalam pelaksanaan proyek? Tujuan Penelitian a. Menetapkan kriteria yang akan digunakan untuk memutuskan problem dalam pelaksanaan proyek. b. Mengembangkan model keputusan multikriteria untuk digunakan memilih alternatif terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. c. Memilih alternatif terbaik yang dapat digunakan dalam pelaksanaan proyek. Ruang Lingkup Agar penelitian ini terfokus dengan baik, maka diperlukan batasan-batasan sebagai berikut : a. Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan pabrik kelapa sawit (CPO) di Pangkalan Bun – Kalimantan Tengah oleh PT. Boma Bisma Indra. b. Lingkup pekerjaan yang menjadi obyek penelitian ini terbatas pada pekerjaan sipil: Machinery Foundation & Ancillary Building dan pekerjaan mekanikal pada: Steel Structure & Platform untuk Threshing & Pressing Station, Steel Structure & Platform 7 Lot serta Steel Structure & P. 5 Lot. c. Data biaya yang digunakan dalam perhitungan ini meliputi data biaya pengadaan, fabrikasi dan pemasangan. KRITERIA EVALUASI “MENGERJAKAN SENDIRI” ATAU “SUBKONTRAK” Sehubungan dengan kriteria evaluasi Tabucanon (1988) menyatakan, bahwa kriteria adalah ukuran, aturan, dan standard-standard yang mengarahkan pembuatan keputusan. Dan, semua atribut, objektif atau goals, yang dipertimbangkan relevan dalam situasi keputusan yang diberikan adalah kriteria. Berdasarkan hal tersebut, maka sebelum melaksanakan proses pemilihan alternatif terbaik dalam pelaksanaan proyek CPO ini terlebih dahulu dilakukan penetapan kriteria yang sesuai dengan misi, objektif dan strategi perusahaan dalam
ISBN : 979-99735-1-1 B-14-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
memenuhi kebutuhan konsumen. Kriteria yang telah ditentukan oleh manajemen dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan pada 3 kriteria evaluasi, yaitu kualitas hasil pekerjaan, biaya pekerjaan, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan (schedule). Namun, ketiga kriteria tersebut masih perlu dijabarkan menjadi beberapa subkriteria yang sesuai dengan misi dan visi perusahaan serta mampu mengukur performance yang dicapai dari alternatif yang dikehendaki oleh manajemen BBI. Untuk itu, di sini akan dilakukan identifikasi beberapa kriteria tersebut. Menurut Padillo & Diaby (dalam Marlyana, 2002) terdapat empat criteria dalam menentukan keputusan untuk “membuat” atau “membeli”, yaitu : Memaksimumkan Performansi Kompetitif Strategis Tujuan ini berusaha menghubungkan sumber persediaan internal atau eksternal dengan keseluruhan prioritas kompetitif dari organisasi. Prioritas kompetitif ini dapat diidentifikasi dengan mengamati “order winning criteria” (owc); yaitu karakteristik dari produk tersebut yang mendorong konsumen untuk memilihnya dalam persaingan produk. Disini diidentifikasi 4 sub-kriteria, yaitu pengalaman, tenaga ahli, jadwal, dan peralatan. Memaksimumkan Performansi Manajerial Selanjutnya adalah mendefinisikan performansi manajerial sebagai suatu ukuran bagaimana secara efektif perusahaan mengkoordinir transaksi sumber dan bagaimana pencarian dari alternatif sumber yang diberikan mempengaruhi interaksi hubungan internal dan eksternal perusahaan. Dengan jelas, persoalan manajemen sekeliling keputusan membuat atau membeli meliputi berbagai faktor besar. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari kebijaksanaan perusahaan, budaya, dan dari keadaan khusus yang mempengaruhi proses keputusan. Disini diidentifikasi 3 sub-kriteria, yaitu koordinasi internal, koordinasi eksternal, dan koordinasi manajerial. Meminimasi Resiko Sumber Tujuan ini menyatakan bahwa setiap hubungan sumber internal atau eksternal membawa pada suatu tingkat resiko bagi perusahaan yang tergantung pada sifat transaksi yang dilakukan, hubungan antara perusahaan dengan suppliernya, dan stabilitas supplier. Ketika perusahaan mencoba untuk menerapkan alternatif yang meminimasi resiko sumber, obyektif ini seharusnya difaktorkan menjadi suatu evaluasi keseluruhan dari alternatif “membuat” atau “membeli”. Di sini telah diidentifikasi 2 sub-kriteria atau tipe resiko sumber, yaitu resiko alokasi dana dan resiko penyebaran teknologi. Memaksimumkan Performansi Finansial Pertimbangan finansial merupakan suatu input/masukan penting dalam evaluasi “membuat” atau “membeli” (memang, pertimbangan ini sering hanya merupakan satusatunya input). Pertimbangan finansial ini tidak hanya mengukur jumlah biaya yang harus dikeluarkan, namun juga mengukur keseimbangan antara dana yang masuk melalui pembayaran dari pemilik proyek dengan biaya yang dikeluarkan untuk item pekerjaan yang sama. Disini diidentifikasi 2 sub-kriteria, yaitu biaya dan pembayaran.
ISBN : 979-99735-1-1 B-14-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
PENDEKATAN KEPUTUSAN “SUBKONTRAK”
“MENGERJAKAN
SENDIRI”
ATAU
Untuk memutuskan “mengerjakan sendiri” atau “subkontrak” dalam pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut, dimana terdapat multikriteria, maka penggunaan metode yang tepat dalam proses tersebut akan memberikan hasil keputusan yang optimal. Adapun beberapa metode pembuatan keputusan multikriteria yang dapat diaplikasikan untuk tujuan tersebut, antara lain adalah Multi-criteria Decision Analysis, AHP & Multiple Objective Programming. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode AHP dan Fungsi Utilitas pada Multi Objective Programming. Analytical Hierarchy Process (AHP) Prinsip penggunaan metoda AHP dimulai dengan melakukan dekomposisi problem keputusan yang kompleks dan kemudian menggolongkan pokok permasalahannya menjadi suatu elemen-elemen keputusan dalam satu hirarki tertentu. Pada level hirarki yang sama, elemen keputusan tersebut dapat diperbandingkan (pairwise comparison) dengan memasukkan pertimbangan faktor kualitatif dan kuantitatif. Proses evaluasi perbandingan antar elemen dan kriteria mendasarkan “judgment” itu didokumentasikan dan dapat diuji kembali konsistensi penilaiannya. Proses ini memanfaatkan bilangan/skala, yang mencerminkan tingkat preferensi/kepentingan suatu perbandingan elemen keputusan dalam kontribusinya terhadap pencapaian suatu goal pada hirarki yang lebih atas (Saaty, 1980 dalam Ciptomulyono et.al., 2000). w Nilai “pairwise comparison” a i sebagai perbandingan factor elemen baris wj matriks I terhadap faktor elemen kolom j, untuk i,j = 1, 2, …, n. Suatu matriks “judgment” matriks A dapat disusun dari elemen matriks “pairwise comparison” yang memanfaatkan bobot skala numerik di atas. Bila kedua elemen matriks yang diperbandingkan memiliki bobot yang sama nilainya, aij = 1, untuk matriks yang bersifat “resiprocal”, akan terdapat n(n-1)/2 elemen matriks “judgment” matriks A berpasangan untuk matriks berukuran n x n. Persoalannya, ingin diketahui faktor pembobotan w dari matriks “judgment” A. Bila dilakukan perkalian matriks A dengan vektor w akan diperoleh hubungan fungsi persamaan matriks. Dengan perkataan lain nilai pembobotan w dari matriks A di atas dapat diselesaikan dengan mencari solusi system persamaan: (A – n I) W = 0; wj = 1. Dimana nilai I dan 0 masing-masing merupakan unit matriks invers dan matriks 0 dan w adalah vector normal dari pembobotan w1, w2, … , wn. Solusi bukan nol jika dan hanya jika n = nilai eigen matriks A. Bila sebagai nilai eigen vector dari matriks A, persamaan AW = W memiliki sifat yang unik, setiap kolom matriks merupakan suatu perkalian konstanta dari kolom pertama. Sehingga terdapat n eigen vector yang bernilai nol kecuali satu. Satu eigen value yang tidak bernilai nol disebut sebagai mak, maka diperoleh AW = mak W. Elemen matriks aij merupakan “judgment” yang bersifat subyektif yang tidak pernah memiliki sifat konsisten sempurna, sebagai sifat dan situasi keputusan yang manusiawi. Sifat resiprokalitas dari matriks “judgment” mempersyaratkan hubungan aik
ISBN : 979-99735-1-1 B-14-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
= aij * ajk. Untuk jawaban yang semakin konsisten, nilai mak cenderung mendekati n. Saaty (Ciptomulyono et.al., 2000) telah mengembangkan suatu indeks konsistensi untuk mengukur konsistensi “judgment” saat melakukan perbandingan dengan merumuskan indeks konsistensi (CI) sebagai: n (1) CI mak (n 1) Indeks CI = 0 mencerminkan “pairwise comparison” dari judgment konsisten sempurna. Kemudian dikembangkan indeks CR (Consistency Ratio Index) yang didefinisikan sebagai perbandingan CI untuk suatu judgment tertentu dengan CI dari “random judgment”. Saaty telah menyarankan bahwa sebaiknya CR di bawah 10% (0,1) untuk menunjukkan bahwa “value judgment” yang diberikan dapat diterima, dan kalau sebaliknya memerlukan revisi atau peninjauan kembali. Adapun kelebihan AHP, antara lain adalah memiliki keunggulan dalam hal kesederhanaan dan kemudahan pemakaiannya dibanding alat bantu pendukung keputusan multikriteria lain (Ciptomulyono, 2001). Metode Multiobjective Programming (MOP) Dalam pendekatan Multiple Objective Programming (MOP), solusi optimal didefinisikan sebagai solusi yang mampu menghasilkan nilai maksimum/minimum semua tujuan secara bersamaan. Untuk mencari solusi problem keputusan berobjektif majemuk pendekatan tradisional yang dilakukan adalah memecah aspirasi total menjadi sekumpulan subsasaran, goal dan objektif yang saling independen. Kemudian fokus penelusuran solusi diarahkan pada setiap objektif, sub-sasaran. Apabila pencapaian optimal untuk sub objective/sasaran kurang memuaskan, dicari sub objektif/sub sasaran lain untuk dioptimalisasikan (Ciptomulyono, 2001). MOP dengan Pendekatan Agregasi Fungsi Objektif Tunggal Metode ini dikembangkan dengan membentuk fungsi objektif global yang tunggal. Fungsi objektif ini merupakan agregasi dari kombinasi semua fungsi objektif individual yang dipertimbangkan. Terdapat dua metode yang termasuk dalam klasifikasi ini yaitu pendekatan metode Kriteria Global dan Pendekatan Fungsi Utilitas (Utility Function Method), dalam hal ini yang dipakai adalah fungsi utilitas. Metode Fungsi Utilitas Metode ini mengkonversikan problem optimisasi multiobjektif menjadi problem objektif tunggal dalam bentuk berikut (Tabucanon, 1988): Maksimumkan z = F [f1(x), f2(x), …. , fk(x)] Sedemikian sehingga: gi (x) < 0 , i = 1, 2, … , m
(2) (3)
x > 0 dimana F sebagai fungsi utilitas dari berbagai objektif dan menyatakan preferensi pengambil keputusan. Jika F ditentukan dengan tepat, solusi yang diperoleh akan menjamin kepuasan pengambil keputusan. Akan tetapi, penentuan F adalah juga sangat sulit.
ISBN : 979-99735-1-1 B-14-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
F dapat menjadi berbagai bentuk. Bentuk yang paling sering dipergunakan adalah bentuk penjumlahan seperti ditunjukkan dalam persamaan berikut: k
Maksimumkan z =
F ( f j 1
j
j
( x))
(4)
Fj digunakan dalam cara yang sama sebagai bobot untuk tiap fungsi objektif. Sehingga, problem ditransformasikan menjadi berikut: k
Maksimumkan z =
w j 1
j
f j ( x)
(5)
dimana wj menyatakan bobot atau tingkat kepentingan objektif ke j dan ditetapkan terlebih dahulu. PENYUSUNAN MODEL HIRARKI KEPUTUSAN Berdasarkan hasil identifikasi dan analisa kriteria evaluasi dari tahap sebelumnya, maka disusunlah kriteria tersebut secara hirarki. Struktur model hirarki ini dibangun berdasarkan metode AHP. Pada level 0, berupa goal atau tujuan dari proses pengambilan keputusan ini. Dilanjutkan level 1, yaitu kriteria pengambilan keputusan, baik kriteria kuantitatif maupun kualitatif. Di bawah level 1 (level 2) adalah subkriteria yang merupakan uraian dari kriteria. Pada level berikutnya (level 3 / terakhir) adalah berupa alternatif-alternatif yang akan dipilih. Hirarki keputusan untuk problem pemilihan alternatif “mengerjakan sendiri” atau “subkontrak” dapat disusun sebagaimana gambar berikut ; Memilih Alternatif Terbaik
Resiko Komp.
Manaj
Finans
erial
ial
Strategis
Pengal aman
T. Ah li
Jad wa
l
Ala t
Int ern al
Ek ster nal
Dikerjakan Subkontrak
Sendiri
Man ajeri
Teknol
ogi
Da na
al
…..
Biaya
Pembay
aran
Subkontrak tor - n
tor - 1
PENGEMBANGAN MODEL FUNGSI UTILITAS Untuk mengembangkan model Fungsi Utilitas ini terlebih dahulu dibutuhkan bobot kepentingan relatif dari kriteria/objektif yang ingin dioptimalkan oleh manajemen. Bobot tersebut diperoleh dari tahap sebelumnya dengan menggunakan metode AHP. Selanjutnya, model yang sudah terbentuk tersebut akan diselesaikan untuk
ISBN : 979-99735-1-1 B-14-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
memperoleh solusi yang diinginkan dengan bantuan software LINDO (Linear, INteractive, Discrete, Optimizer) release 6.1. Pengembangan model Fungsi Utilitas secara lengkap dapat diformulasikan sebagai berikut: m
Max. Z =
11
W F ( X
)
( 6)
; untuk setiap i
(7)
; untuk setiap i dan k
(8)
i 1 j 1
j
j
ik
l
S.t.
X k 1
ik
= 1
{0
X ik 1 m
C i 1
ik
X ik Di
(9)
Dimana: Wj = bobot kriteria ke-j Fj(Xik) = fungsi nilai variabel Xik untuk kriteria ke-j Xik = variabel keputusan pekerjaan ke-i tidak/akan dikerjakan oleh pelaksana ke-k ; Xik = 0 pekerjaan ke-i tidak dikerjakan oleh pelaksana ke-k; Xik = 1 pekerjaan ke-i akan dikerjakan oleh pelaksana ke-k i = pekerjaan ke-i (i = 1, 2, …, m) j = kriteria ke-j (j = 1, 2, …, 11) k = indeks yang menunjukkan bahwa pekerjaan akan dilakukan oleh alternatif pelaksana ke-k (1 = mengerjakan sendiri, 2 = subkontraktor ke-1 , …, l = subkontraktor ke-(k-1)) Cik = besarnya biaya pekerjaan ke-i yang dikerjakan dengan alternatif pelaksana ke-k Di = anggaran dana pekerjaan ke-i DATA DAN ANALISA KEPUTUSAN Data Sekunder Data rencana kerja dan data anggaran dana untuk masing-masing pekerjaan adalah sebagai data sekunder Data Primer Sebagaimana telah dinyatakan, bahwa data primer yang dibutuhkan dalam proses evaluasi alternatif adalah data bobot kriteria evaluasi yang diperoleh dari beberapa manajer MPJ. Proses pengolahan data pembobotan kriteria evaluasi ini menggunakan bantuan software Expert Choice version 9.0 (Anonim, 2002). Sedangkan data primer kedua adalah berupa data evaluasi performance dari beberapa alternatif yang akan dipilih, yang diperoleh dari beberapa manajer BBI. Proses Pemilihan Alternatif Terbaik Dalam proses pemilihan alternatif terbaik, yang menggunakan pendekatan integrasi metode AHP dan Fungsi Utilitas, bobot kriteria yang diperoleh dari metode AHP diintegrasikan ke dalam formulasi model Fungsi Utilitas pada persamaan 12
ISBN : 979-99735-1-1 B-14-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
sampai dengan 15. Proses pemilihan alternatif untuk pekerjaan sipil akan dibedakan dengan pekerjaan mekanikal, karena alternatif pelaksana antara kedua pekerjaan tersebut memang berbeda. Proses penyelesain model Fungsi Utilitas ini menggunakan bantuan software LINDO. Output penyelesaian dari model tersebut adalah berupa nilai variabel keputusan ( Xik ) yang terdiri dari nilai 1 dan 0 . Berdasarkan hal tersebut, maka alternatif pelaksana yang dipilih untuk melaksanakan pekerjaan dapat ditentukan. KESIMPULAN 1. Dari 11 kriteria yang digunakan untuk memilih alternatif terbaik untuk melaksanakan pekerjaan proyek CPO ini, para manajer di BBI telah menetapkan bahwa urutan kriteria yang paling menentukan adalah biaya (harga penawaran biaya pekerjaan) dan pengalaman dari calon pelaksana pekerjaan, selanjutnya jadwal, koordinasi manajerial sampai yang terakhir koordinasi eksternal. 2. Meskipun alternatif pelaksana pekerjaan yang dievaluasi berbeda-beda, baik jenis pekerjaannya (sipil dan mekanikal) maupun lingkup pekerjaanya (pengadaan material, fabrikasi, transportasi dan pemasangan) serta kriteria yang majemuk, akan tetapi dengan model keputusan multikriteria tersebut alternatif terbaik dapat dipilih secara obyektif. Sehingga hasil solusi keputusan tersebut dapat dilaksanakan dan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara teknis maupun finansial. 3. Dengan menerapkan metode multikriteria yang diintegrasikan dengan metode optimasi ini (AHP dan Fungsi Utilitas), selain dapat melakukan trade-off antar kriteria juga dapat memilih alternatif terbaik dengan nilai terbobot yang maksimal. DAFTAR PUSTAKA Anonim (2004), Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan 2004, PT. Boma Bisma Indra, Surabaya. Belton, Valerie & Theodor J. Steward (2002), Multiple Criteria Decision Analysis: An Integrated Approach, Kluwer Academic Publisher, Massachusetts – USA. Ciptomulyono, Udisubakti (1996), Multi Obyektif Goal Programming untuk Optimasi Manajemen Kualitas Lingkungan: Penerapannya pada Pengelolaan Lingkungan Pencemaran Sungai Surabaya, Majalah IPTEK-ITS, Vol. 7, No. 1, Mei, hal. 1227. Ciptomulyono, Udisubakti, Bustanul A.N., Rr. Marina I., Annif K. & Aprilitasari (2000), Pengembangan Model Optimasi Keputusan Multikriteria-MCDM (Multi Criteria Decision Making) untuk Evaluasi dan Pemilihan Proyek, Laporan Hasil Penelitian, Jurusan Teknik Industri-ITS, Surabaya. Ciptomulyono, Udisubakti (2001), Pengembangan Model Multi-Objective Programming untuk Minimalisasi Dampak Lingkungan Pengembangan Kapasitas Pembangkit Listrik Sistem Jawa-Bali, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian-ITS, Surabaya.
ISBN : 979-99735-1-1 B-14-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
Marlyana, Novi (2002), Penerapan Model Multikriteria – Metode AHP (Analytic Hierarchy Process) & STEM (Step Method) dalam Pengambilan Keputusan “Membuat” atau “Membeli” di PT. Boma Bisma Indra Surabaya, Tesis Program Pascasarjana, T. Industri – ITS, Surabaya. Sudarso, Indung (2004), Optimasi Kebijakan Insourcing atau Outsourcing di PT. Barata Indonesia dengan Pendekatan Model Zero-One Multiobjective untuk Mendukung Supply Chain, Tesis Program Pascasarjana, T. Industri – ITS, Surabaya. Tabucanon, Mario T. (1988), Multiple Criteria Decision Making in Industry, Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam.
ISBN : 979-99735-1-1 B-14-9