Efek Terapi Water Soluble Extract (WSE) Yogurt Susu Kambing terhadap Kadar Malondialdehyde (MDA) dan Histopatologi Ginjal Tikus (Rattus norvegicus) Hipertensi yang di Induksi Deoxycorticosterone acetat (DOCA) Salt Therapeutic Effect Water Soluble Extract (WSE) Goat Milk Yogurt to Malondialdehyde Levels (MDA) and Histopathology Kidney Rat (Rattus norvegicus) Hypertension Induced Deoxycorticosterone acetate (DOCA) Salt Novia Rachmawati, Masdiana C. Padaga, Dyah Kinasih Wuragil Program Studi Kedokteran Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya
[email protected] ABSTRAK Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang penting dalam kesehatan masyarakat. Hipertensi menyebabkan kerusakan pada organ ginjal. Diagnosis hipertensi pada manusia ditegakkan bila tekanan darah lebih tinggi atau sama dengan 140/90 mmHg. Induksi DOCA-salt merupakan salah satu model hewan coba hipertensi pengaruh endokrin. Water soluble extract (WSE) yogurt susu kambing mengandung peptida bioaktif yang memiliki kegunaan sebagai antihipertensi dan antioksidan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek pemberian WSE yogurt susu kambing terhadap kadar MDA dan histopatologi ginjal tikus hipertensi yang di induksi DOCA-salt. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok normal, hipertensi, terapi captopril, terapi WSE dosis 300 mg/kgBB dan terapi WSE dosis 600 mg/kgBB. Pengukuran kadar MDA menggunakan metode TBA dan pengamatan histopatologi jaringan ginjal menggunakan metode pewarnaan HE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi WSE yogurt susu kambing dosis 300 mg/kgBB dan dosis 600 mg/kgBB memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P < 0,05) dalam menurunkan kadar MDA ginjal tikus dibandingkan dengan kelompok yang diterapi captopril. Pemberian terapi WSE dosis 600 mg/kgBB menunjukkan adanya perbaikan gambaran histopatologi ginjal tikus yang ditunjukkan dengan berkurangnya inti sel piknotik, batas antar tubulus tampak jelas dan adanya perbaikan pada urinary space glomerulus yang mendekati normal dibandingkan dengan terapi WSE dosis 300 mg/kgBB dan captopril. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disimpulkan bahwa WSE yogurt susu kambing dosis 300 mg/kgBB dan dosis 600 mg/kgBB berpotensi menurunkan kadar MDA dan WSE yogurt susu kambing dosis 600 mg/kgBB berpotensi dalam memperbaiki kerusakan jaringan ginjal.
Kata Kunci: Hipertensi, deoxycorticosteron acetat (DOCA) salt, water soluble extract (WSE), malondyaldehide (MDA) dan histopatologi ginjal
ABSTRACT Hypertension is one of the awarness diseases in public health. Hypertension causes to kidney damage. Hypertension is characteristic in humans blood pressure is higher or equal to 140/90 mmHg. Induction of DOCA-salt is used to prepare of hypertension animal model. Water soluble extract (WSE) goat milk yogurt contains bioactive peptides that have usefulness of 1
antihypertensive and antioxidant. The purpose of this study was to determine effect WSE goat milk yogurt on MDA levels and histopathological of kidney hypertensive rat induced by DOCAsalt. This study used 20 rats were divided into 5 groups were normal group, hypertension group, captopril group, WSE dose of 300 mg/kgBW group and WSE dose of 600 mg/kgBW group. Measurement of MDA used the TBA reaction method and histopathological observations of kidney tissue used HE staining method. The results showed that administration of therapeutic WSE goat milk yogurt dose of 300 mg/kgBW and dose of 600 mg/kgBW gave a significantly different effect (P <0.05) in reducing of MDA levels compared with therapy of captopril. WSE therapy dose of 600 mg/kgBW showed an improvement in kidney rat histopathological observation indicated by reducing picnotic cell nucleus, boundary between the tubules was evident and improvement in glomerular urinary space compared with therapeutic WSE dose of 300 mg/kgBW and captopril. Based on the research results obtained, it was concluded that WSE goat milk yogurt dose of 300 mg/kgBW and dose of 600 mg/kgBW potentially reduced of MDA levels and WSE goat milk yogurt dose of 600 mg/kgBW potentially repair kidney tissue damaged.
Key word: Hypertension, deoxycorticosteron acetat (DOCA) salt, water soluble extract (WSE) goat milk yogurt, malondyaldehide (MDA) and histopathology of kidney.
PENDAHULUAN Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang penting dalam kesehatan masyarakat karena sering terjadi dan memiliki resiko terhadap organ ginjal (Iqbal, 2011). Tekanan darah yang tinggi dapat memberikan efek yang sangat cepat terhadap kerusakan organ ginjal, misalnya adalah glomerular sclerosis, fibrosis intersisial dan inflamasi (Kandiikar & Fink, 2011). Diagnosis hipertensi pada manusia ditegakkan bila tekanan darah lebih tinggi atau sama dengan 140/90 mmHg (Aziza, 2007). Hipertensi menjadi topik pembicaraan yang hangat dan menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun diseluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung kronik akan menyebabkan peningkatan resiko kejadian kardiovaskuler, serebrovaskuler dan renovaskuler (Armilawaty dkk., 2007). Angka kejadian hipertensi di Indonesia berkisar 6-15% (Kartari, 2012). Sementara itu, di Amerika Serikat, data National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES) memperlihatkan bahwa resiko hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Menurut data NHANES pada tahun 20052008 menunjukkan kurang lebih 76,4 juta orang berusia ≥20 tahun adalah penderita hipertensi, berarti 1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi (Kearney et al., 2005). Salah satu model hewan coba hipertensi yaitu dengan diinduksi deoxycorticostrerone acetat (DOCA) salt. DOCA-salt merupakan bentuk sintetik dari deoxycorticostrerone. Deoxycorticostrerone adalah hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal yang memiliki aktifitas sebagai mineralokortikoid dan bertindak sebagai prekursor aldosteron. Induksi DOCA-salt menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh sampai terjadi diuresis dan peningkatan tekanan pada ginjal. Akibatnya terjadi peningkatan reabsorbsi garam dan air sehingga volume darah meningkat dengan demikian terjadi hipertensi (Badyal et al., 2003). Akibat tekanan darah yang tinggi memicu aktivasi 2
dari NADPH yang menyebabkan kenaikan radical oxygen species (ROS). Kerusakan jaringan akibat ROS dapat diamati dengan mengukur kadar malondialdehyde (MDA) yang merupakan produk akhir dari peroksida lipid serta dengan melihat gambaran histopatologi ginjal tikus (Utari, 2011). Pengobatan pada penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pengobatan secara farmakologis dan non farmakologis (Dosh, 2002). Pengobatan secara farmakologis merupakan pengobatan hipertensi dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti hipertensi (OAH). Salah satu jenis obat anti hipertensi yang disering digunakan adalah golongan angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, contohnya captopril (Aziza, 2007). Namun, pengobatan secara farmakologis ini dapat menimbulkan beberapa efek samping bagi kesehatan. Efek samping yang biasanya ditimbulkan adalah peningkatan kenaikan kreatinin, proteinuria, peningkatan ureum darah dan neutropenia (Sigarlaki, 2000). Oleh karena itu, pengembangan obat-obatan alternatif terhadap hipertensi terus dikembangkan. Salah satu terapi alternatif yang dapat digunakan yaitu menggunakan water soluble extract (WSE) yogurt susu kambing. Produk hasil fermentasi susu kambing merupakan salah satu makanan yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia. Protein pada susu kambing merupakan sumber biologi utama dari peptida bioaktif (Gobetti et al., 2002). Adapun manfaat dari peptida bioaktif yang terkandung dalam susu kambing adalah sebagai antihipertensi (Moller et al., 2008) dan antioksidan (Young, 2009). Tahun 1991 di Jepang, peptida bioaktif ditetapkan sebagai Food for Specified Health Use (FOSHU) dan tahun 1993 Amerika Serikat memperkenalkan peptida bioaktif sebagai salah satu makanan yang memiliki fungsi
dalam pencegahan penyakit (Coppens et al., 2006). Peptida bioaktif terdiri dari 3-20 asam amino dan akan dilepaskan dari protein setelah mengalami degradasi. Salah satu cara untuk melepaskan peptida bioaktif yaitu secara in vitro melalui proses fermentasi dengan batuan bakteri asam laktat (Moller et al., 2008). WSE yogurt susu kambing mengandung peptida bioaktif yang berpotensi sebagai antihipertensi dan antioksidan (Aloglu & Oner, 2011). Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk mempelajari atau mengetahui Efek Terapi WSE Yogurt Susu Kambing Terhadap Kadar MDA dan Histopatologi Ginjal Tikus (Rattus norvegicus) Hipertensi yang diinduksi DOCA-salt. Diharapkan dengan pemberian WSE yogurt susu kambing dapat menurunkan kadar MDA yang didukung dengan histopatologi ginjal. MATERI DAN METODE Alat-alat yang digunakan, yaitu botol Schott 1000 ml (Durran), timbangan digital (Precisa 3000 D), inkubator (Memmert Ine500), blood pressure analyzer (IITC, Model 179, Woodland Hills, USA), pH meter (Eutech Instrument Cyberscan pH 310), sentrifus dingin (Thermoscientific Sorvall Biofuge Primo R Centrifuge), sentrifus (Thermoscientific Sorvall Legend Micro 17), Freeze Dryer (Christ Beta-18K), mikroskop cahaya Olympus BX51, kamera olympus XC10, spektofotometer (Thermo Scientific Genesys 20), autoclave, microtome, tissue processor, tissue embedding, water bath, tempat untuk staining, paraffin cassette, vortex, object glass, cover glass, refrigerator, cooler box, microtube, penyaring minyak jagung (Sartorius Minisari® single use filter unit non-pyrogenic), gelas ukur 250 ml, gelas beker 100ml, erlenmeyer 250 ml, karet bulb, pipet ukur 5 ml, alat sonde, syringe (1 ml, 3ml,12 ml), kandang besi ukuran 41 cm x 31 3
kambing dilakukan pada suhu 45 0C selama 4-8 jam dan diperoleh pH yogurt 4,52 selanjutnya yogurt disimpan ke dalam refrigerator (Posecion et al, 2005).
cm x 27 cm, botol minum yang dilengkapi saluran air, box pakan. Bahan-bahan yang digunakan, yaitu hewan coba tikus (Rattus norvegicus) strain wistar jantan berumur 10–12 minggu dengan berat 200-250 gram sebanyak 20 ekor yang telah mendapatkan persetujuan Komisi Layak Etik UGM dengan No. 134/KECLPPT/II/2014, pakan tikus (ADII, ComfeedIndonesia), air reverse osmosis (RO), susu kambing peranakan etawa (PE) segar, starter yogurt yang mengandung Yόgourmet yogurt starter (L. bulgaricus, S. thermophilus dan L.acidophilus) (Lyo-SAN INC: 500 Aeroparc, C.P. 589, Lachute, QC. Canada, J8H, 464), Deoxycorticosterone acetate (DOCA) salt (Sigma, Pcode 1001376001, USA), NaCl, minyak jagung (Sigma, Pcode 1000925370 C8726-500 ml), captopril 25 mg (PT.Indofarma, Bekasi-Indonesia), klorofom 10%, TCA 10%, Na-Thio 1%, HCl 1N, xilol, parafin, aquades, formaldehid 10%, etanol (70%, 80%, 90%, 95% dan absolut), pewarna hematoxylin dan eosin.
Pembuatan WSE Yogurt Susu Kambing Yogurt disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm selama 10 menit pada suhu 50C dan disaring menggunakan kertas Whatman no. 40. Supernatan yang dihasilkan di freeze dry dan disimpan pada suhu -20 0C. Proses freeze dry dilakukan agar pHnya tidak berubah (Quiro´s et al, 2005). Persiapan Hewan Coba Hipertensi Induksi DOCA-salt Tikus dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. Tikus diberikan pakan komersial dan 2% cairan NaCI sebagai pengganti air minum. Sebelum mendapat perlakuan, semua tikus diadaptasikan dengan kondisi kandang dan pakan selama 3 hari. Pakan tikus yang diberikan dalam bentuk pelet yang mengandung air 12%, serat kasar 6%, abu 7%, protein 15%, lemak 7%, kalsium 1,1% dan phosphor 0,9%. Hewan coba diinduksi dengan DOCA salt secara subcutan (SC) 2 kali seminggu selama 5 minggu dengan dosis 20 mg/kgBB dan diturunkan menjadi 10 mg/kgBB. Masing-masing dosis diberikan sebanyak 5 kali injeksi dan dilarutkan ke dalam 0,5 ml minyak jagung (Modifikasi Prahalathan, 2012 & Badyal et al., 2003).
Pembuatan WSE Yogurt Susu Kambing Pembuatan Starter Cair Susu kambing sebanyak 100 ml dipasteurisasi pada suhu 72 0C selama 5 menit, kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 45 0C. Inokulasi starter sebanyak 0,5 gram ke dalam 100 ml susu kambing yang sudah dipasteurisasi. Proses inkubasi susu kambing dilakukan pada suhu 45 0C selama 4-8 jam dan diperoleh pH starter cair yogurt 4,63 selanjutnya yogurt disimpan ke dalam refrigerator.
Pemberian Terapi WSE Yogurt Susu Kambing Dosis pemberian WSE yogurt susu kambing sebanyak 300 mg/kgBB/hari dan 600 mg/kgBB/hari di dalam 1,5 ml air minum selama 4 minggu (28 hari). Pemberian WSE yogurt susu kambing dilakukan dengan sonde (Contreras et al, 2011).
Pembuatan Yogurt Susu kambing sebanyak 500 ml di pasteurisasi pada suhu 720C selama 5 menit dan didinginkan hingga mencapai suhu antara 450C. Inokulasi starter cair sebanyak 3% kedalam 500 ml susu kambing yang sudah dipasteurisasi. Proses inkubasi susu
4
Pemberian Terapi Captopril Captopril diberikan sebagai pembanding dalam terapi hipertensi pada hewan model tikus hipertensi yang diinduksi deoxycorticosteron acetat (DOCA) salt. Dosis captopril diberikan sebanyak 5 mg/kgBB/hari di dalam 1 ml air minum selama 4 minggu (28 hari). Pemberian captopril dilakukan dengan sonde (Contreras et al, 2009).
Pembuatan Kurva Standar Larutan standart MDA dengan berbagai konsentrasi (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8) diambil sebanyak 100 μL dimasukkan dalam tabung reaksi yang berbeda, kemudian ditambahkan aquades 550 μL, 100 μL TCA 10%, 250 μL HCl 1 N, 100 μL Na-Thio 1% dan dihomogenkan dengan vortex. Setelah itu dimasukkan dalam waterbath pada suhu 1000C selama 20 menit. Diangkat dan didinginkan pada suhu ruang. Diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm (Wati dkk, 2013).
Tekanan Darah Pengukuran tekanan darah dengan cara Tail Cuff method menggunakan alat blood pressure analyzer. Metode ini memungkinkan peneliti untuk mengetahui tekanan darah sistolik dan diastolik. Prinsip kerja pengukuran tekanan darah adalah Cuff digelembungkan sampai mencapai tekanan darah diatas tekanan darah sistolik, sehingga nadi menghilang kemudian tekanan cuff dikurangi perlahan-lahan. Pada saat tekanan darah mencapai di bawah tekanan sistolik nadi akan muncul kembali. Cara pengukuran ini sesuai dengan cara pengukuran tekanan darah menggunakan sphigmomanometer pada manusia (Badyal et al, 2003).
Pengukuran Kadar MDA Organ Ginjal dengan Uji TBA Sebanyak 0,5 gram organ ginjal tikus digerus dengan mortar hingga halus. Kemudian ditambahkan 200 μL NaCl 0,9% ke dalam mortar. Homogenat dimasukkan ke dalam microtube dan ditambah 550 μL aquades. Kemudian ditambah 100 μL TCA 10% dan dihomogenkan. Selanjutnya ditambah 250 μL HCl 1N dan dihomogenkan. Lalu campuran ditambah 100 μL Na-Thio 1% dan disentrifugasi pada kecepatan 500 rpm selama 15 menit dan supernatan diambil. Supernatan yang diperoleh dipanaskan dalam waterbath 1000C selama 30 menit. Supernatan yang telah dipanaskan selanjutnya didinginkan pada temperatur ruang. Setelah itu ditentukan nilai absorbansi sampel menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 530 nm (Wati dkk, 2013).
Pengukuran Kadar MDA Organ Ginjal Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan standar MDA 4 ppm diambil sebanyak 100 μL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 550 μL aquades, 100 μL TCA 10%, 250 μL HCl 1N serta 100 μL Na-Thio 1% dan dihomogenkan dengan vortex. Setelah itu dimasukkan dalam waterbath suhu 1000C selama 20 menit. Diangkat dan dibiarkan pada suhu ruang. Selanjutnya diukur absorbansinya menggunakan spektofotometer. Diperoleh panjang gelombang maksimun 530 nm (Wati dkk, 2013).
Pengamatan Histopatologi Ginjal Pengamatan ini dilakukan pada bagian glomerulus, tubulus dan inti sel dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin eosin (HE). Gambaran glomerulus, tubulus dan inti sel diamati secara deskriptif menggunakan mikroskop Olympus BX51 dengan perbesaran 400x.
5
Analisis Data Semua data kuantitatif MDA diuji secara statistika menggunakan uji sidik ragam One Way Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada perlakuan yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Tukey’s Procedure untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang nyata (P < 0.05) antar perlakuan menggunakan Statistical Package for the Social Science (SPSS) version 16.0 for windows. Sedangkan hasil pengamatan histopatologi ginjal dianalisa secara deskriptif (Kusriningrum, 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN Efek WSE Yogurt Susu Kambing terhadap Kadar MDA Tikus Hipertensi Induksi DOCA-salt Hasil pengukuran kadar MDA melalui Uji TBA dan dilakukan analisis statistika menggunakan one way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) didapatkan hasil pengukuran yang berbeda nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan (Tabel 1).
Tabel 1. Nilai Kadar MDA Organ Ginjal Berbagai Perlakuan Rata-rata Kadar MDA ± SD (µg/mL)
Kelompok Perlakuan
Tikus normal (A) 0.333 ± 0.067 a Tikus hipertensi (B) 0,695 ± 0,073 c Tikus hipertensi diterapi Captopril dosis 5 mg/kgBB (C) 0.528 ± 0.075 b Tikus hipertensi diterapi WSE yogurt susu kambing 0.454 ± 0.060 ab dosis 300 mg/kgBB (D) Tikus hipertensi diterapi WSE yogurt susu kambing 0.397 ± 0.043 ab dosis 600 mg/kgBB (E) Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata p<0,05) kelompok perlakuan.
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan kelompok hipertensi (B) jika dibandingkan dengan kelompok normal (A) maka terlihat kadar MDA mengalami kenaikan yang sangat berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian Jin et al. (2006) yang menyatakan induksi DOCA-salt menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah akibat adanya retensi air dan natrium yang memicu meningkatnya cairan ekstrasel. Tabel tekanan darah tikus putih terdapat pada Lampiran 6. Akibat tingginya tekanan darah (hipertensi) menyebabkan terjadinya kenaikan ROS akibat adanya aktivasi dari NADPH. Menurut Mardiani (2008), ROS dapat bereaksi dan menyebabkan kerusakan pada banyak molekul di dalam sel. MDA
antara
terbentuk dari peroksiadasi lipid pada membran sel, yaitu reaksi radikal bebas dengan poly unsaturated fatty acid (PUFA). Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa antara kelompok hipertensi yang diterapi WSE yogurt susu kambing dosis 300 mg/kgBB (D) dan kelompok hipertensi yang diterapi WSE yogurt susu kambing dosis 600 mg/kgBB (E) (Tabel 1) menunjukkan hasil yang berbeda nyata dalam menurunkan kadar MDA organ ginjal dibandingkan dengan kadar MDA kelompok tikus hipertensi (B). Hal ini disebabkan karena adanya kandungan peptida bioaktif pada WSE yogurt susu kambing yang berperan sebagai antihipertensi dan antioksidan. Pemberian WSE yogurt susu 6
kambing dapat menurunkan tekanan darah pada tikus hipertensi dengan cara mengahambat pembentukan angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang berperan dalam peningkatan tekanan darah (Silva et al, 2006). Menurunnya tekanan darah menyebabkan inaktivasi dari NADPH sehingga menghambat terbentuknya ROS, selain itu pada WSE yogurt susu kambing mengandung peptida bioaktif yang memiliki potensi sebagai antioksidan dengan cara menangkap radikal bebas. Kelompok hipertensi yang diterapi captopril (kelompok C) (Tabel 1) menunjukkan hasil yang berbeda nyata dalam menurunkan kadar MDA organ ginjal dibandingkan dengan kadar MDA kelompok hipertensi (kelompok B). Pemberian terapi captopril pada kelompok hipertensi mengakibatkan terjadinya penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah terjadi karena pada captopril mengandung ACE-inhibitor yang berperan dalam menghambat pembentukan angiotensin II, dimana angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang kuat dalam meningkatkan tekanan darah.. Menurut Kojšová et al. (2006), captopril selain sebagai ACE-inhibitor, juga berperan dalam mengendalikan radikal bebas karena adanya kandungan kelompok sulfhydryl yang berperan dalam menangkap radikal bebas. Kelompok hipertensi yang diterapi captopril (C) dan kelompok hipertensi yang diterapi WSE yogurt susu kambing dosis 300 mg/kgBB dan dosis 600 mg/kgBB menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dalam menurunkan kadar MDA organ ginjal. Hal ini disebabkan karena pada captopril maupun WSE yogurt susu kambing memiliki efek yang sama sebagai antihipertensi dan antioksidan. Hasil perhitungan statistik pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian WSE yogurt susu kambing dosis 300 mg/kgBB dan dosis
600 mg/kgBB serta captopril pada tikus putih yang diberi induksi DOCA-salt memberikan efek yang sama dalam menurunkan kadar MDA. Kelompok hipertensi yang diterapi WSE yogurt susu kambing dengan dosis 300 mg/kgBB dan dosis 600 mg/kgBB menunjukkan hasil kadar MDA organ ginjal yang mendekati kelompok normal (kelompok A). Efek WSE Yogurt Susu Kambing terhadap Histopatologi Ginjal Tikus Hipertensi Induksi DOCA-salt Hasil pengamatan histopatologi jaringan ginjal tikus (Gambar 1) menunjukkan bahwa induksi DOCA salt pada hewan model tikus mengakibatkan terjadinya kerusakan pada bagian glomerulus dan tubulus. Kerusakan pada glomerulus berupa hipertropi glomerulus yang ditandai dengan menyempitnya urinary space dan kerusakan pada tubulus ditandai dengan rusaknya sel epitel tubulus, batas antar tubulus tampak tidak jelas serta adanya nekrosis pada inti sel (piknotik). Hasil histopatologi pada kelompok tikus normal (Gambar 1.A) yang tidak mendapat induksi DOCA-salt menunjukkan histopatologi jaringan ginjal tikus lebih rapat dan teratur, dimana pada bagian glomerulus terlihat urinary space dalam keadaan normal dan tubulus tampak normal serta inti sel masih berada di dalam sitoplasma dan dinding sel berbatas tegas.
7
IP
I
TA
TA GA I
IP
G US
US
IP T A
IP
T
G US
B
C
IP
TA T IP
I
US D
IP
TA
IP
I
G
E
US
G
I T
Gambar 1. Histopatologi ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) dengan pewarnaan HE, perbesaran 400x. Keterangan: (A) Ginjal Tikus Normal; (B) Ginjal Tikus Hipertensi; (C) Ginjal Tikus Terapi Captopril; (D) Ginjal Tikus Terapi WSE Dosis 300 mg/kgBB; (E) Ginjal Tikus Terapi WSE Dosis 600 mg/kgBB. G= glomerulus normal, GA= glomerulus abnormal, I= inti sel normal, IP= inti sel piknotik, T= tubulus, TA= tubulus abnormal, US= urinary space. Insert menunjukkan inti sel nekrosis (piknotik) yang diperbesar.
Pada kelompok hipertensi (Gambar 1.B), pemberian DOCA-salt mengakibatkan terjadinya perubahan histopatologi jaringan ginjal tikus baik pada glomerulus maupun tubulus. Secara umum, perubahan yang ditemukan pada glomerulus berupa hipertrofi sel-sel pada glomerulus yang mengakibatkan terjadinya penyempitan pada urinary space dan pada tubulus berupa kerusakan sel epitel tubulus sehingga batas antar tubulus yang tampak tidak jelas, serta adanya nekrosis pada inti sel tubulus yang ditandai dengan inti sel piknotik. Kerusakan pada glomerulus dan tubulus disebabkan karena adanya peningkatan stres oksidatif akibat tingginya tekanan darah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jin et al. (2006), menyebutkan bahwa hewan coba tikus yang dinduksi DOCA-salt menyebabkan terjadinya peningkatan ROS
serta hipertrofi glomerulus. Kejadian hipertensi berhubungan dengan meningkatnya radikal bebas di dalam tubuh (Manning et al., 2005). Radikal bebas merupakan molekul dimana elektron yang terletak pada lintasan paling luar tidak mempunyai pasangan (Halliwell & Whiteman, 2004). ROS adalah bagian dari radikal bebas yang merupakan produksi dari metabolisme sel normal. Peningkatan ROS memicu terjadinya kerusakan komponenkomponen sel, meliputi terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid ini akan bereaksi dengan hidrogen dari asam lemak tak jenuh membentuk radikal bebas lipid, dalam suasana aerob maka radikal bebas lipid akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil lipid dan selanjutnya bereaksi membentuk hidroperoksida lipid serta radikal bebas 8
lipid. Reaksi ini dapat berlangsung terusmenerus membentuk reaksi rantai dan menyebabkan membran sel kehilangan asam lemak tak jenuh. Hilangnya asam lemak tak jenuh akan menyebabkan kerusakan struktur membran sel yang akan mempengaruhi permeabilitas dan fungsi membran sel. Reaksi rantai peroksidasi lipid yang berlangsung terus-menerus akan menyebabkan membran sel kehilangan integritas sehingga akhirnya pecah atau mengalami nekrosis (Winarsih, 2007). Menurut Lumongga (2008), nekrosis merupakan kematian jaringan sel akibat jejas saat individu masih hidup. Secara mikroskopik jaringan nekrosis seluruhnya berwarna gelap dan tidak mengambil zat warna hematoxyilin.Perubahan pada nekrosis terutama tampak pada inti. Perubahan inti diantaranya ialah: hilangnya gambaran kromatin, inti menjadi keriput, tidak vesikuler lagi, inti tampak lebih padat dan warnanya gelap hitam (piknotik), inti terbagi atas fragmen-fragmen atau robek (karioreksis) dan inti tidak lagi mengambil banyak zat warna hematoxylin sehingga menjadi pucat atau tidak nyata (kariolisis). Kelompok hipertensi yang diterapi captopril (Gambar 1.C) menunjukkan adanya perbaikan histopatologi jaringan ginjal jika dibandingkan dengan histopatologi jaringan ginjal kelompok hipertensi (Gambar 1.B). Gambar 1.C menunjukkan histopatologi jaringan ginjal mulai mengalami perbaikan pada bagian glomerulus dengan berkurangnya hipertrofi sel-sel glomerulus ditandai dengan ukuran dari urinary space yang tampak normal dan pada bagian tubulus tampak keadaan selnya sudah sebagian besar kembali normal, serta batas antar tubulus tampak jelas meskipun masih terdapat beberapa inti sel tubulus yang mengalami nekrosis. Adanya perbaikan pada histopatologi ginjal tikus hipertensi dikarenakan captopril memiliki efek sebagai antioksidan. Kemampuan
captopril sebagai antioksidan disebabkan karena captopril mengandung kelompok sulfhydryl yang akan bertindak sebagai scavenger radikal bebas sehingga dapat menekan pembentukan radikal bebas yang merupakan penyebab kerusakan jaringan (Kojšová et al., 2006). Kelompok hipertensi yang diterapi WSE yogurt susu kambing dosis 300 mg/kgBB (Gambar 1.D) menunjukkan adanya perbaikan histopatologi jaringan ginjal jika dibandingkan dengan histopatologi organ ginjal kelompok hipertensi (Gambar 1.B). Gambar 1.D menunjukkan urinary space pada glomerulus tampak mengalami perbaikan meskipun belum mendekati gambaran urinary space normal, batas antar tubulus tampak mengalami perbaikan meskipun masih terdapat beberapa tubulus yang mengalami kerusakan serta inti sel tubulus yang masih mengalami nekrosis. Kelompok hipertensi yang diterapi WSE yogurt susu kambing dosis 600 mg/kgBB (Gambar 1.E) menunjukkan adanya perbaikan histopatologi jaringan ginjal jika dibandingkan dengan histopatologi organ ginjal kelompok hipertensi (Gambar 1.B). Gambar 1.E menunjukkan urinary space pada glomerulus tampak normal serta semakin berkurangnya sel nekrosis pada inti tubulus serta batas antar sel yang tampak jelas. Perbaikan kerusakan jaringan pada histopatologi ginjal tikus kelompok hipertensi yang diterapi WSE yogurt susu kambing dosis 300 mg/kgBB dan dosis 600 mg/kgBB disebabkan karena pada WSE yogurt susu kambing mengandung peptida bioaktif yang memiliki fungsi sebagai antioksidan. Peptida bioaktif yang terdapat pada WSE yogurt susu kambing akan menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan menyumbangkan satu elektron pada radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi stabil (Silva et al, 2006). 9
Kelompok hipertensi yang diterapi captopril (Gambar 1.C), kelompok hipertensi yang diterapi WSE dosis 300 mg/kgBB (Gambar 1.D) dan kelompok hipertensi yang diterapi WSE dosis 600 mg/kgBB (Gambar 1.E) menunjukkan adanya tingkat perbaikan histopatologi yang berbeda, dimana Gambar 1.E menunjukkan hasil histopatologi jaringan ginjal semakin mendekati histopatologi jaringan ginjal tikus kelompok normal (Gambar 1.A). Terapi WSE dosis 600 mg/kgBB menunjukkan hasil yang paling baik pada perbaikan histopatologi jaringan ginjal tikus yang di induksi DOCA-salt.
Mada Yogyakarta, Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya dan Laboratorium Biokimia jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang. Daftar Pustaka Aloglu, H. S, Oner, Z. 2011. Determination of Antioxidant Activity of Bioaktif Peptide Fraction Obtained from Yogurt. Journal Dairy Sci. 94: 5305. Armilawaty, H., Amalia, R., Amiruddi. 2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian Epidemiologi.
Kesimpulan Pemberian WSE yogurt susu kambing dosis 300 mg/kgBB dan dosis 600 mg/kgBB pada tikus hipertensi yang di induksi DOCA-salt menunjukkan hasil yang paling baik dalam menurunkan kadar MDA (mendekati kelompok normal) dibandingkan dengan captopril dosis 5 mg/kgBB, serta pemberian WSE yogurt susu kambing dosis 600 mg/kgBB menunjukkan hasil yang paling baik dalam memperbaiki kerusakan jaringan ginjal dibandingkan dengan WSE yogurt susu kambing dosis 300 mg/kgBB dan captopril dosis 5 mg/kgBB.
Aziza, L. 2007. Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi. Maj Kedokt Indon. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 57 (8): 260. Badyal, D. K., H, Lata., A. P, Dadhich. 2003. Animal Models of Hypertension and Effect of Drugs. Indian Journal of Pharmachology. 35: 353, 357.
Ucapan Terima Kasih Terima kasih untuk Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang, Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya Malang, Laboratoruim Fitokimia Departemen Farmakognosi & Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya, Laboratorium Farmakologi & Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Contreras, M. M., Carron, R., Montero, M. J., Ramos, M., Recio, I. 2009. Novel Casein-Derived Peptides with Antihypertensive Activity. International Dairy. Journal. 19: 566. Contreras, M., M, Angeles Sevilla., Monroy-Ruiz, J. 2011. Food-grade production of an antihypertensive casein hydrolysate and resistance of active peptides to drying and storage. International Dairy Journal. 21: 470-476. 10
Coppens P, da Silva, M. F, Pettman, S. 2006. European Regulations on Nutraceuticals, Dietary Supplements and Functional Foods: A Framework Based on Safety. Toxicology. 221: 59.
Kartari, D. S. 2012. Review Hipertensi di Indonesia, Tahun 1980 ke Atas. Cermin Dunia Kedokteran 1988 (50).
Dosh, S. A. 2002. The Treatment of Adults With Essential Hypertension. J Fam Pract. 51: 74-80.
Kearney, P. M., M, Whelton., K, Reynolds. 2005. Global burden of hypertension: analysis of worldwide data. Lancet 365:21723.
Gobetti, M., Steoaniak, L., De Angelis, M., Corsetti, M., Di Cagno, A. R. 2002. Latent Bioactive Peptides in Milk Protein : Proteolytic Activation and Significance in Dairy Processing. Critical Review in Food Science and Nutrition. 42(3) : 223.
Kojšová, S., Jendeková,L., Zicha, J., Kuneš, J., Andriantsitohaina, R., Pecháňová, O. 2006. The Effect of Different Antioxidants on Nitric Oxide Production in Hypertensive Rats. Physiol. 55: 9.
Halliwell, B. & Whiteman, M. (2004) Measuring reactive species and oxidative damage in vivo and in cell culture: how should you do it and what do the results mean. Br J Pharmacol. 142 : 55-231.
Kusriningrum, R. S. 2008. Perancangan Percobaan: Untuk Penelitian Bidang Biologi, Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kedokteran, Kedokeran Hewan, Farmasi. Cetakan Pertama. Airlangga University Press. Surabaya.
Iqbal, M. 2011. Clinical Perspective on the Managemant of Hypertension. Indian Journal of Clinical Medicine. 2: 2.
Lumongga, F. 2008. Apoptosis dan Nekrosis. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Jin, L., Beswick, R.A., Yamamoto, T., Palmer, T., Taylor, T. A., Pollock, J. S., Pollock, D. M., Brands, M. W., and Webb, R. C. Increased Reactive Oxygen Species Contributes to Kidney Injury in Mineralocorticoid Hypertensive Rats. Journal of Physiology and Pharmacology. 57: (3). 343- 357
Manning, R. D., Tian, N., Meng, S. 2005. Oksidative Stress and Antioksidant Treatment in Hypertension and the Associated Renal Damage. Am J Nephrol. Mardiani, T. H. 2008. Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) terhadap Kadar Malondialdehyde (MDA) Plasma Dan Jumlah Eritrosit Mencit [Tesis]. Universitas Sumatera Utara Medan.
Kandiikar, S. S., Fink, G. D. 2011. Mild DOCA-salt Hypertension: Sympathetic System and Role of Renal Nerves. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 300: 1781 11
Moller N. P., Elisabeth K., Ahrens S., Roos, N & Schrezenmeir, J. 2008. Bioactive Peptides & Proteins From Foods: Indication For Health Effects. European Journal of Nutrition.
Wati, I. P., Aulanni’am., & Mahdi, C. 2013. Aktivitas Protease dan Gambaran Histologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) Pasca Induksi Cyclosporine-A. Kimia.Student Journal. 1(2) : 258. Universitas Brawijaya Malang.
Posecion, N. C., Crowe N. L., Robinson A. R., Aseidu, S. K. 2005. The Development of a Goat’s Milk Yogurt. Journal of Science of Food and Agriculture. 85: 1909-1910.
Winarsi, H. 2007. Pembentukan Senyawa Oksigen Reaktif dan Radikal Bebas: Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Yogyakarta. 5: 2642.
Prahalathan, P. S., & Kumar, B. R. 2012. Effect of Morin, a Flavonoid against DOCA- salt Hypertensive Rats: a Dose Dependent Study. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 445.
Young. W. P. 2009. Bioactive Component in Milk and Dairy Product. A John Wiley & Sons, Ltd., Publication. USA. 43, 48, 54.
Quiro´s A., Herna´ndez-Ledesma B., Ramos M., Amigo L., & Recio I. 2005. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitory Activity of Peptides Derived from Caprine Kefir. J. Dairy Sci. 88 (10):3481. Sigarlaki, J. O. H. 2000. Model Penanggulangan Hipertensi di RSU FK-UKI Jakarta. Jurnal Kedokteran Yarsi. 9: (1). 28-38. Silva, S. V., Philanto, A., Malcata, F. X. 2006. Bioactive Peptide in Ovine and Caprine Cheeselike Systems Prepared with Protease from Cynara cardunculus. J. Dairy Sci. 89: 3336-3344. Utari, D. M. 2011. Efek Intervensi Tempe terhadap Profil Lipid, Superoksida Dismutase, LDL Teroksidasi dan Malondialdehyde pada Wanita Menopause [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 12